Be & gg, bonita, hapzi ali, audit and internal control, universitas mercu buana, 2017.
1. Nama Mahasiswa : Bonita
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA
Forum & Quis Minggu 9: Business Ethics & GG
Audit and internal control
Forum BE & GG Minggu 9:
pengaruh Audit & Internal Control terhadap etika bisnis dan Good Corpaorete Governance.
Sistem pengendalian intern menurut Mulyadi (2002) merupakan struktur organisasi,
metode dan ukuran - ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek
ketelitian yang keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya
kebijaksanaan manajemen. Pengendalian internal mempunyai pengaruh dalam upaya pencegahan
kecurangan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengendalian internal berpengaruh terhadap
mekanisme GCG, salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Elbannan (2008) yang hasilnya
menunjukkan bahwa pengendalian internal menyebabkan corporate governance yang kuat.
Sistem pengendalian internal pada perusahaan sudah berjalan dengan terlaksananya unsur
– unsur pengendalian internal pada perusahaan, yaitu: struktur organisasi yang memisahkan
tanggung jawab fungsional secara tegas; sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang
memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya; praktek
yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi; karyawan yang mutunya
sesuai dengan tanggung jawabnya. Dalam pelaksanaannya, unsur pengendalian internal masih
membutuhkan peningkatan. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional
belum didukung dengan adanya mekanisme internal control and check dalam tiap departemen
secara maksimal pada beberapa departemen akibat kesibukan operasional kerja. Hal itu
ditunjukkan dengan job desc dan SOP belum disosialisasikan secara tertulis pada karyawan
sehingga beberapa karyawan tidak mengetahui perincian tugasnya dengan jelas.
Perusahaan telah mengimplementasikan prinsip – prinsip GCG dalam kegiatan usahanya
walaupun masih membutuhkan peningkatan pada beberapa prinsip dalam pelaksanaannya.
Yang pertama dalam prinsip transparency di mana visi dan misi perusahaan belum disosialisasikan
secara maksimal pada karyawan perusahaan. Visi dan misi sudah tertulis dalam buku Peraturan
Perusahaan yang dimiliki tiap karyawan, dan sudah terpajang di pabrik, namun ada beberapa
karyawan yang tidak menyadari keberadaan visi dan misi perusahaan tersebut. Tanpa mengetahui
visi dan misi perusahaan karyawan tidak mempunyai arah dan motivasi dalam melakukan
pekerjaannya, karyawan dalam bekerja juga tidak bisa mencapai tujuan perusahaan karena tidak
2. mengetahui tujuan untuk apa perusahaan itu ada. Selain itu, laporan keuangan yang terbuka masih
yang bersifat operasional pada jajaran operasional pula. Kedua, prinsip accountability juga masih
membutuhkan peningkatan dalam pelaksanaannya, seperti perincian tugas dan tanggung jawab
masing-masing melalui job desk dan SOP yang sosialisasinya masih sebatas lisan dan belum secara
tertulis pada beberapa departemen. Begitu pula dengan nilai – nilai inti perusahaan yang belum
diketahui oleh beberapa karyawan sehingga dalam melaksanakan pekerjaannya masih ada
karyawan yang belum menganut nilai – nilai inti perusahaan. Hal ini menyebabkan tidak ada
jaminan bahwa masing – masing karyawan melakukan pekerjaannya berdasarkan kode etik dan
etika bisnis. Prinsip – prinsip yang lain seperti responsibility, independency dan fairness sudah
terlaksana dengan baik dalam perusahaan dan sebaiknya dipertahankan dalam pelaksanaannya.
Dengan adanya sistem pengendalian internal pada perusahaan, mendorong dan membantu
perusahaan untuk melaksanakan GCG dalam kegiatan usahanya. Sistem pengendalian internal
pada perusahaan masih membutuhkan peningkatan, hal ini juga mempengaruhi dibutuhkannya
peningkatan lebih lagi terhadap implementasi prinsip - prinsip GCG pula. Unsur pengendalian
internal yang masih membutuhkan perbaikan ada pada aspek internal control and check pada tiap
departemen yaitu berupa kelonggaran mekanisme perincian tugas masing – masing personil
melalui job descdan SOP yang belum tertulis pada beberapa departemen menyebabkan
implementasi prinsip accountability tidak dapat terlaksana dengan maksimal. Prinsip
accountability yang perlu perbaikan itu berupa sistem pengendalian internal yang belum berjalan
secara efektif merata pada seluruh departemen dalam bentuk belum ditulisnya job desk dan SOP
pada beberapa departemen diakibatkan oleh internal control dan check pada beberapa departemen
yang masih belum maksimal pelaksanaannya. Prinsip accountability yang ditunjukkan oleh sistem
pengendalian internal belum terlaksana secara efektif merata pada seluruh departemen disebabkan
tidak ada perincian tugas dan tanggung jawab yang jelas sehingga menyulitkan evaluasi dan
kontrol. Dari sini dapat dilihat bahwa sistem pengendalian internal berpengaruh terhadap
implementasi prinsip GCG pada perusahaan tersebut.
Prinsip transparency pada perusahaan yang masih perlu perbaikan ditunjukkan dengan
tidak maksimalnya sosialisasi visi dan misi perusahaan pada karyawan serta laporan keuangan
yang masih hanya terbuka pada lingkup operasional saja disebabkan oleh sistem komunikasi yang
ada dalam perusahaan. Sistem komunikasi dalam hal ini berupa penanaman hal – hal intrinsik pada
perusahaan seperti visi dan misi, nilai – nilai inti perusahaan yang belum mendarah daging pada
setiap organ perusahaan. Hal itu menunjukkan sistem komunikasi yang seperti ini menyebabkan
tidak sempurnanya pelaksanaan prinsip transparency pada perusahaan. Sistem komunikasi ini
berada di luar ruang lingkup unsur sistem pengendalian internal yang mencakup struktur
organisasi, sistem wewenang dan prosedur pencatatan, praktek yang sehat dalam perusahaan dan
mutu karyawan.
Sistem pengendalian internal yang menunjukkan struktur organisasi yang memisahkan
tanggung jawab fungsional secara tegas tidak berpengaruh terhadap sosialisasi visi dan misi
3. perusahaan serta laporan keuangan karena struktur organisasi tidak mencakup tugas untuk adanya
sosialisasi akan hal – hal di luar job desk pada departemen. Sistem wewenang dan prosedur
pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan
biaya tidak berpengaruh terhadap sosialisasi visi dan misi perusahaan serta keterbukaan laporan
keuangan karena sistem itu hanya mengatur mekanisme transaksi dan pencatatan pada perusahaan.
Praktek yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi tidak berpengaruh
terhadap sosialisasi visi dan misi perusahaan serta keterbukaan laporan keuangan karena hanya
mencakup mengenai mekanisme kerja sehari – hari perusahaan yang bersifat operasional.
Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya tidak berpengaruh terhadap sosialisasi
visi dan misi perusahaan serta keterbukaan laporan keuangan karena hanya berkaitan dengan
standar dan kebijakan SDM sesuai dengan posisinya masing – masing, tidak mencakup sosialisasi
visi dan misi perusahaan karena visi dan misi tidak secara langsung berhubungan dengan standar
dan tugas masing – masing karyawan dalam tiap posisinya. Oleh karena itu sistem pengendalian
internal tidak mempengaruhi tidak maksimalnya pelaksanaan prinsip transparency dalam
perusahaan. Sistem komunikasi bukanlah merupakan unsur dari sistem pengendalian internal
sehingga sistem pengendalian internal tidak berpengaruh terhadap implementasi prinsip
transparency pada perusahaan. Prinsip transparency belum berjalan secara sempurna dengan tidak
maksimalnya sosialisasi visi dan misi perusahaan pada karyawan serta laporan keuangan yang
masih hanya terbuka pada lingkup operasional saja disebabkan oleh sistem komunikasi yang ada
dalam perusahaan. Sistem komunikasi dalam hal ini berupa penanaman hal – hal intrinsik pada
perusahaan seperti visi dan misi, nilai – nilai inti perusahaan yang belum mendarah daging pada
setiap organ perusahaan sehingga ada beberapa karyawan yang masih tidak mengetahui akan visi
dan misi perusahaan serta nilai – nilai inti perusahaan dalam melakukan pekerjaannya sehari –
hari. Hal itu menunjukkan sistem komunikasi yang seperti ini menyebabkan tidak sempurnanya
pelaksanaan prinsip transparency pada perusahaan. Sistem komunikasi ini berada di luar ruang
lingkup unsur sistem pengendalian internal yang mencakup struktur organisasi, sistem wewenang
dan prosedur pencatatan, praktek yang sehat dalam perusahaan dan mutu karyawan.
Sistem pengendalian internal yang menunjukkan struktur organisasi yang memisahkan
tanggung jawab fungsional secara tegas tidak berpengaruh terhadap sosialisasi visi dan misi
perusahaan serta laporan keuangan karena struktur organisasi tidak mencakup tugas untuk adanya
sosialisasi akan hal – hal di luar job desk pada departemen. Sistem wewenang dan prosedur
pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan
biaya tidak berpengaruh terhadap sosialisasi visi dan misi perusahaan serta keterbukaan laporan
keuangan karena sistem itu hanya mengatur mekanisme transaksi dan pencatatan pada perusahaan.
Praktek yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi tidak berpengaruh
terhadap sosialisasi visi dan misi perusahaan serta keterbukaan laporan keuangan karena hanya
mencakup mengenai mekanisme kerja sehari – hari perusahaan yang bersifat operasional.
Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya tidak berpengaruh terhadap sosialisasi
visi dan misi perusahaan serta keterbukaan laporan keuangan karena hanya berkaitan dengan
4. standar dan kebijakan SDM sesuai dengan posisinya masing – masing, tidak mencakup sosialisasi
visi dan misi perusahaan karena visi dan misi tidak secara langsung berhubungan dengan standar
dan tugas masing – masing karyawan dalam tiap posisinya. Sistem komunikasi bukanlah
merupakan unsur dari sistem pengendalian internal sehingga sistem pengendalian internal tidak
berpengaruh terhadap implementasi prinsip transparency pada perusahaan.
Hasil penelitian Gusnardi (2011), dan Suyono dan Hariyanto (2012) juga menemukan
bahwa pengendalian internal berpengaruh terhadap good corporate governance. Dalam penelitian
ini juga ditemukan bahwa pengendalian internal dapat memberikan jaminan dalam keandalan
pelaporan keuangan, efisien dan operasi yang efektif, dan sesuai dengan aturan dan peraturan. Oleh
karena itu, jika pengendalian internal dalam organisasi berjalan dengan baik, praktek good
corporate governance (GCG) yang baik dan benar dapat secara otomatis ditingkatkan.
Hasil yang sama diperlihatkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Pratolo (2007) bahwa
pengendalian internal dan audit manajemen berpengaruh terhadap prinsip - prinsip good
coorporate governance.
Quiz BE & GG Minggu 9:
UNIT AUDIT INTERNAL BCA
Divisi Audit Internal dibentuk untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan operasional
BCA melalui kegiatan audit (assurance) dan konsultasi (consulting) yang independen dan objektif.
Dalam melaksanakan fungsinya, Divisi Audit Internal melakukan penilaian atas kecukupan dan
efektivitas proses manajemen risiko, pengendalian internal, tata kelola, serta memberikan
konsultasi bagi pihak internal BCA yang membutuhkan.
Sejalan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 18/POJK.03/2014
perihal Penerapan Tata Kelola Terintegrasi Bagi Konglomerasi Keuangan, Divisi Audit Internal
juga melaksanakan fungsi audit interen terintegrasi untuk mendukung penerapan tata kelola
terintegrasi bagi konglomerasi keuangan BCA.
Struktur dan Kedudukan Divisi Audit Internal
Kepala Divisi Audit Internal bertanggung jawab kepada Presiden Direktur. Saat ini, Kepala Divisi
Audit Internal dijabat oleh Jacobus Sindu Adisuwono sejak tanggal 1 November 2008
sebagaimana penetapan Surat Keputusan Pengangkatan Karyawan nomor 1390/SK/ DHR/A/2008
tanggal 24 Oktober 2008 yang ditandatangani Presiden Direktur dan telah mendapatkan
persetujuan Dewan Komisaris. Beliau memiliki pengalaman yang memadai di bidang audit
internal dan telah memperoleh sertifikasi profesi audit internal, yaitu Certified Internal Auditor
(CIA) dan Qualified Internal Auditor (QIA).
5. Tugas dan Tanggung Jawab Divisi Audit Internal
1. Menyusun dan melaksanakan rencana audit tahunan berbasis risiko dan melaporkan
realisasinya.
2. Menguji dan mengevaluasi proses manajemen risiko (risk management), pengendalian
internal (internal control), dan proses tata kelola (governance) untuk menilai kecukupan
dan efektivitasnya.
3. Melaksanakan pengkajian kualitas kredit.
4. Memberikan rekomendasi perbaikan dan informasi objektif tentang kegiatan yang
diperiksa.
5. Melaksanakan investigasi/pemeriksaan khusus berdasarkan permintaan Dewan Komisaris,
Komite Audit, Direksi, unit kerja atau adanya indikasi tertentu.
6. Memantau, menganalisis dan melaporkan pelaksanaan tindak lanjut yang telah dilakukan
auditee atas rekomendasi hasil audit.
7. Berperan sebagai konsultan bagi pihak internal BCA yang membutuhkan, terutama yang
menyangkut ruang lingkup tugas Audit Internal.
8. Memantau pelaksanaan fungsi audit internal pada masing-masing perusahaan anak dalam
rangka melaksanakan fungsi audit internal terintegrasi.
6. 9. Menyusun dan menyampaikan Laporan Audit Intern Terintegrasi.
Standar Pelaksanaan
Kegiatan Divisi Audit Internal berpedoman pada Manual Kerja dan Piagam Audit Internal
sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan Direksi Nomor 074A/SK/DIR/2012 tanggal 30
April 2012 yang disusun berdasarkan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank dari Bank
Indonesia dan ketentuan mengenai Pembentukan dan Pedoman Penyusunan Piagam Audit
Internal dari Bapepam-LK. Sebagai acuan ke arah global best practices, Divisi Audit Internal
juga menggunakan standar dan kode etik yang diterbitkan oleh The Institute of Internal Auditors
(IIA) serta Information System Audit & Control Association (ISACA).
Efektivitas pelaksanaan fungsi Audit Internal dan kepatuhannya terhadap Standar Pelaksanaan
Fungsi Audit Intern Bank (SPFAIB) dikaji ulang oleh pihak eksternal yang independen
sekurang-kurangnya sekali dalam 3 (tiga) tahun. Kaji ulang terakhir oleh pihak eksternal
terlaksana akhir tahun 2013.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup audit internal meliputi kegiatan segenap Kantor Cabang, Kantor Wilayah, Divisi,
Satuan Kerja dan Unit Bisnis di Kantor Pusat, Perusahaan Anak, serta kegiatan BCA yang dialih-
dayakan pada pihak ketiga (outsourced).
Independensi
Divisi Audit Internal independen terhadap unit kerja operasional. Kepala Divisi Audit Internal
bertanggung jawab langsung kepada Presiden Direktur dan dapat berkomunikasi langsung
dengan Dewan Komisaris dan Komite Audit.
Pertemuan Divisi Audit Internal dengan Presiden Direktur dan Komite Audit terlaksana
masing-masing 8 kali selama tahun 2015, sedangkan pertemuan dengan Dewan Komisaris
terlaksana setiap semester.
Pengangkatan, penggantian, atau pemberhentian Kepala Divisi Audit Internal dilakukan oleh
Presiden Direktur dengan persetujuan Dewan Komisaris, dan dilaporkan kepada Otoritas Jasa
Keuangan.
Pelaporan
Divisi Audit Internal menyampaikan laporan kepada:
1. Dewan Komisaris, Komite Audit dan Direksi yang terdiri dari:
a. Laporan Hasil Audit.
b. Rangkuman Laporan Tindak Lanjut atas Hasil Audit.
c. Laporan Realisasi Kegiatan Audit.
7. d. Laporan Audit Interen Terintegrasi.
2. Otoritas Jasa Keuangan tentang pelaksanaan fungsi Audit Internal yang terdiri dari:
a. Laporan Pelaksanaan dan Pokok-Pokok Hasil Audit Internal.
b. Laporan khusus mengenai setiap temuan Audit Internal yang diperkirakan dapat
mengganggu kelangsungan usaha Bank.
c. Laporan Hasil Kaji Ulang pihak eksternal yang memuat pendapat tentang hasil
kerja Divisi Audit Internal dan kepatuhannya terhadap Standar Pelaksanaan
Fungsi Audit Interen Bank serta perbaikan yang mungkin dilakukan.
SISTEM PENGENDALIAN INTEREN ( INTERNAL CONTROL ) BCA
Sistem pengendalian interen BCA mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia No.5/22/DPNP
Tentang Pedoman Standar Sistem Pengendalian Interen bagi Bank Umum tertanggal 29
September 2003 yang mencakup 5 (lima) komponen antara lain:
1. Pengawasan oleh manajemen dan kultur pengendalian.
2. Identifikasi dan penilaian risiko.
3. Kegiatan pengendalian dan pemisahan fungsi.
4. Sistem akuntansi, informasi, dan komunikasi.
5. Kegiatan pemantauan dan tindakan koreksi penyimpangan.
Kelima komponen tersebut sejalan dengan Internal Control-Integrated Framework yang
dikembangkan oleh The Committee of Sponsoring Organization of the Treadway Commission
(COSO).
Di samping itu, BCA juga memiliki business continuity plan dan disaster recovery plan untuk
mempercepat proses pemulihan pada saat terjadi bencana (disaster) dan memiliki sistem back up
untuk mencegah kegagalan usaha yang berisiko tinggi.
Seluruh manajemen dan karyawan BCA memiliki peran dan tanggung jawab dalam
meningkatkan kualitas dan pelaksanaan sistem pengendalian internal BCA.
Pihak-pihak yang terlibat dan bertanggung jawab dalam terlaksananya sistem pengendalian
internal BCA antara lain Dewan Komisaris, Komite Audit, Direksi, Divisi Audit Internal, pejabat
dan pegawai BCA, Pengawasan Internal Cabang, Pengawasan Internal Kantor Wilayah dan
Pengawasan Internal Unit Kerja Tertentu di Kantor Pusat.
Pelaksanaan Pengendalian Interen
1. Pelaksanaan pengendalian interen antara lain dilakukan melalui:
a. Pengendalian Keuangan, dimana:
8. • BCA telah menyusun Rencana Bisnis Bank yang membahas strategi BCA
secara keseluruhan yang mencakup arah pengembangan bisnis.
• Penetapan strategi telah memperhitungkan dampak terhadap permodalan
BCA, antara lain proyeksi permodalan & KPMM (Kewajiban Penyediaan
Modal Minimum).
• Direksi secara aktif melakukan diskusi/ memberikan masukan serta
memantau kondisi internal dan perkembangan faktor eksternal yang secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi strategi bisnis BCA.
• BCA telah melaksanakan proses pengendalian keuangan melalui upaya
pemantauan realisasi dibandingkan dengan budget keuangan dalam
laporan yang dibuat secara berkala dan dibawakan dalam Rapat Direksi
saat dibutuhkan tindak lanjut Direksi.
b. Pengendalian Operasional, dimana:
• BCA telah melengkapi standar operating procedure/manual kerja yang
merinci prosedur kerja setiap transaksi operasional perbankan yang
dilakukan di BCA terkait produk dan aktivitas baru termasuk mitigasi
risiko operasional terkait. Pembuatan prosedur kerja tersebut dilakukan
oleh Divisi Strategi dan Pengembangan Operasi-Layanan (DPOL) dan
telah di review oleh berbagai unit kerja yang terkait untuk memastikan
bahwa risiko operasional yang mungkin ada pada aktivitas tersebut telah
dimitigasi dengan baik.
• BCA menerapkan pembatasan wewenang petugas melalui penetapan limit
dalam melakukan suatu transaksi; serta pembatasan akses petugas ke
jaringan TI & komputer melalui pengendalian penggunaan user ID dan
password serta pemasangan fingerscan.
• BCA telah membentuk struktur organisasi dengan baik, dilengkapi unit
pengawasan/ pengendalian sehingga dapat mendukung pengendalian
operasional, seperti:
o Pemisahan fungsi yang dapat menimbulkan conflict of interest;
o Supervisor berfungsi mengawasi jalannya kontrol internal di
Cabang setiap hari;
o PIC berfungsi mengawasi jalannya kontrol internal di Cabang
secara periodik;
o PIKW berfungsi mengawasi jalannya kontrol internal di Kantor
Wilayah;
o Pengawasan Internal yang berfungsi mengawasi jalannnya kontrol
internal di unit kerja tertentu di Kantor Pusat;
o Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR), Grup Hukum, Satuan
Kerja Kepatuhan (SKK);
o Divisi Audit Internal:
9. ✓ Independen terhadap risk taking unit;
✓ Memeriksa dan menilai kecukupan/efektivitas sistem
pengendalian internal, manajemen risiko dan tata kelola
perusahaan dengan melaksanakan rencana audit tahunan.
c. Kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan lainnya, dimana:
• BCA memiliki komitmen yang kuat untuk mematuhi peraturan dan
perundangundangan yang berlaku dan mengambil langkah-langkah untuk
memperbaiki kelemahan, apabila terjadi.
• BCA telah memiliki Satuan Kerja Kepatuhan (SKK) yang bersifat
independen terhadap satuan kerja operasional dalam melaksanakan fungsi
kepatuhan.
• Adanya Laporan Triwulanan Pemantauan Kepatuhan terhadap Ketentuan
Kehatihatian BCA yang disampaikan kepada Dewan Komisaris dan
Direksi.
• Strategi Manajemen Risiko Kepatuhan BCA adalah mempunyai kebijakan
untuk senantiasa mematuhi ketentuan yang berlaku yaitu secara proaktif
melakukan pencegahan (ex-ante) dalam rangka meminimalkan terjadinya
pelanggaran dan melakukan tindakan kuratif (ex-post) dalam rangka
perbaikan.
2. BCA menerapkan sistem pengendalian interen secara efektif yang disesuaikan dengan
tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas kegiatan usaha BCA dengan
berpedoman pada persyaratan dan tata cara sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan
Bank Indonesia, maupun dengan mengacu kepada best practice melalui tindakan-
tindakan sebagai berikut:
• Terdapat penetapan jalur pelaporan dan pemisahan fungsi yang jelas antara satuan
kerja operasional dengan satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian.
• Fungsi pengendalian dilakukan oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR),
Grup Hukum (GHK), Satuan Kerja Kepatuhan (SKK), Grup Analisa Risiko
Kredit (GARK) dan Divisi Audit Internal (DAI).
• DAI telah melakukan review secara independen dan obyektif terhadap prosedur
dan kegiatan operasional BCA secara berkala. Hasil review DAI disampaikan
dalam bentuk Laporan Hasil Audit dan Laporan Tindak Lanjut Hasil Audit
kepada Direksi.
• Pengawasan Internal Cabang (PIC), Pengawasan Internal Kantor Wilayah
(PIKW) dan DAI telah melakukan fungsi evaluasi pelaksanaan sistem dan
prosedur yang berlaku di BCA. Hasil evaluasi dari PIC, PIKW dan DAI tersebut
dijadikan sebagai tolok ukur tingkat kepatuhan unit kerja terhadap sistem dan
prosedur yang telah ditetapkan.
PENCEGAHAN TINDAKAN KORUPSI
10. Penerapan Strategi Anti Fraud
Kebijakan Anti Fraud merupakan wujud komitmen manajemen BCA dalam mencegah terjadinya
fraud dengan menerapkan suatu sistem pengendalian fraud yang dijalankan secara efektif dan
berkesinambungan. Sistem pengendalian fraud ini mengarahkan BCA dalam menentukan
langkahlangkah untuk mencegah, mendeteksi, investigasi, dan memantau atas kejadian fraud.
Yang dimaksud dengan fraud di sini adalah semua tindakan penyimpangan atau pembiaran yang
sengaja dilakukan untuk mengelabui, menipu, atau memanipulasi BCA, nasabah, atau pihak lain,
yang terjadi di lingkungan BCA dan/atau menggunakan sarana BCA sehingga mengakibatkan
BCA, nasabah, atau pihak lain menderita kerugian, dan/atau pelaku fraud memperoleh
keuntungan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Jenis perbuatan yang tergolong fraud adalah:
1. Kecurangan.
2. Penipuan.
3. Penggelapan aset.
4. Pembocoran rahasia.
Latar Belakang
Dasar hukum dari penerapan kebijakan anti fraud di BCA adalah Surat Edaran Bank Indonesia
No. 13/28/ DPNP tanggal 9 Desember 2011. Surat Edaran ini sendiri ditujukan untuk
memperkuat sistem pengendalian interen Bank dan sebagai pelaksanaan lebih lanjut Peraturan
Bank Indonesia (PBI) No.5/8/ PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen
Risiko bagi Bank Umum.
Sesuai dengan SE BI tersebut, BCA wajib memiliki dan menerapkan strategi anti fraud yang
efektif, yang paling kurang memenuhi acuan minimum dan BCA wajib memperhatikan paling
kurang hal-hal sebagai berikut:
a. kondisi lingkungan internal dan eksternal;
b. kompleksitas kegiatan usaha;
c. potensi, jenis, dan risiko fraud; dan
d. kecukupan sumber daya yang dibutuhkan.
Tujuan
Tujuan diterapkannya kebijakan anti fraud di BCA adalah:
• Menumbuhkan budaya anti fraud pada seluruh jajaran organisasi BCA.
• Meningkatkan awareness dan kepedulian terhadap risiko fraud di operasional BCA.
11. • Sebagai reminder untuk para pelaksana operasional BCA agar mematuhi prosedur dan
ketentuan yang berlaku.
REFERENSI
Gusnardi. 2011. Pengaruh peran komite audit, pengendalian internal, audit internal dan
pelaksanaan tata kelola perusahaan terhadap pencegahan kecurangan. Jurnal Ekuitas15 (1): 130-
146.
Pratolo, S. 2007. Good corporate governance dan kinerja BUMN di Indonesia: Aspek audit
manajemen dan pengendalian intern sebagai variabel oksegen serta tinjauannya pada jenis
perusahaan. Seminar Nasional Akuntansi IX Makassar.
Widjaja, Ferlencia & H. Mustamu, Ronny. 2014. PENGARUH SISTEM PENGENDALIAN
INTERNAL TERHADAP IMPLEMENTASI PRINSIP – PRINSIP GOOD CORPORATE
GOVERNANCE PADA PERUSAHAAN INDUSTRI KERAMIK.
Mulyadi. 2002. Auditing, Edisi 6. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.