SlideShare a Scribd company logo
1 of 38
Fakultas Kedokteran Makassar, 24 Oktober 2017
Universitas Muslim Indonesia
LAPORAN PBL
BLOK KEDOKTERAN TROPIS
MODUL 1
DEMAM
KELOMPOK 10
11020150009 AULIA AMANI
11020150014 ANDI RIZKI NUR AMALIA
11020150031 NURUL FAIQAH BAEDURI
11020150044 ANDI ADINDA FARACH DHEA
11020150062 MUHAMMAD ILHAM KAHARU
11020150064 NUR FADHILLAH ARIESA
11020150072 APRIANI EKA SAPUTRI
11020150078 RIFQI ADITYA
11020150079 SITI FADHILAH HAZZHIYAH
11020150092 MAULUDDIN RAHMAT SARITA
TUTOR : dr. Sri Wahyuni Gayatri
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-
Nya sehingga laporan hasil TUTORIAL modul 1 pada skenario 2 dari kelompok
10 ini dapat terselesaikan dengan baik. Dan tak lupa kami kirimkan salam dan
shalawat kepada nabi junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW. Yang telah
membawa kita dari alam yang penuh kebodohan ke alam yang penuh kepintaran.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini dan yang telah membantu selama masa
TUTORIAL khususnya kepada beberapa tutor sekaligus pembimbing kami yang
telah membantu selama proses PBL berlangsung. Dan kami juga mengucapkan
permohonan maaf kepada setiap pihak jika dalam proses PBL telah berbuat salah
baik disengaja maupun tidak disengaja.
Semoga Laporan hasil TUTORIAL ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak
yang telah membaca laporan ini dan khususnya bagi tim penyusun sendiri.
Diharapkan setelah membaca laporan ini dapat memperluas pengetahuan pembaca
mengenai Sistem Endokrin.
Makassar, 24 Oktober 2017
Kelompok 10
Skenario 2 :
Laki-laki, 41 tahun, Masuk ke IGD rumah sakit dengan keluhan demam sejak 5 hari
yang lalu. Demam mendadak, tinggi dan menetap. perasaan seperti terbakar di
seluruh tubuh dan tidak menurun dengan pemberian obat penurun panas. Mengigil
serta kulit dan matanya menguning sejak 3 hari lalu, warna urinnya berubah
menjadi kuning kecoklatan seperti teh, badan lemas dan nyeri disekujur tubuhnya
semenjak 2 hari lalu dan tidak membaik dengan istirahat. Muntah darah sejak 6 jam
yang lalu frekuensi 2 kali.
KLARIFIKASI KATA
Kata Kunci
1. Laki-laki, 41 tahun
2. Keluhan demam sejak 5 hari yang lalu.
3. Demam mendadak, tinggi dan menetap. perasaan seperti terbakar di seluruh
tubuh
4. Tidak menurun dengan pemberian obat penurun panas
5. Mengigil serta kulit dan matanya menguning sejak 3 hari lalu
6. Warna urinnya berubah menjadi kuning kecoklatan seperti teh
7. Badan lemas dan nyeri disekujur tubuhnya semenjak 2 hari lalu dan tidak
membaik dengan istirahat
8. Muntah darah sejak 6 jam yang lalu frekuensi 2 kali.
PERTANYAAN PENTING
1. Jelaskan definisi, klasifikasi, dan mekanisme demam!
2. Jelaskan patomekanisme gejala pada scenario !
3. Mengapa demam tidak turun dengan pemberian obat?
4. Sebutkan dan jelaskan penyakit-penyakit tropis yang menyebabkan demam!
5. Jelaskan langkah-langkah diagnosis!
6. Jelaskan diagnosa banding pada scenario!
7. Jelaskan perspektif islam yang berhubungan dengan scenario !
JAWABAN PERTANYAAN
1. Jelaskan definisi, klasifikasi, dan mekanisme demam!
Definisi Demam
Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang
berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus (Dinarello &
Gelfand, 2005). Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5-37,2°C. Derajat suhu yang
dapat dikatakan demam adalah rectal temperature ≥38,0°C atau oral temperature
≥37,5°C atau axillary temperature ≥37,2°C (Kaneshiro & Zieve, 2010). Istilah lain
yang berhubungan dengan demam adalah hiperpireksia. Hiperpireksia adalah suatu
keadaan demam dengan suhu >41,5°C yang dapat terjadi pada pasien dengan
infeksi yang parah tetapi paling sering terjadi pada pasien dengan perdarahan sistem
saraf pusat (Dinarello & Gelfand, 2005).
Klasifikasi Demam
Menurut Nelwan (2007), terdapat beberapa tipe demam yang mungkin
dijumpai, antara lain:
a. Demam septic
Pada tipe demam septik, suhu tubuh berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali
pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. Demam
sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut
turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.
b. Demam remiten
Pada tipe demam remiten, suhu tubuh dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah
mencapai suhu normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua
derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik.
c. Demam intermiten
Pada demam intermiten, suhu tubuh turun ke tingkat yang normal selama
beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dua hari sekali disebut
tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua serangan demam
disebut kuartana.
d. Demam kontinyu
Pada demam tipe kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari
satu derajat.
e. Demam siklik
Tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu tubuh selama beberapa hari yang
diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh
kenaikan suhu seperti semula.
Patofisiologi Demam
Demam terjadi oleh karena pengeluaran zat pirogen dalam tubuh. Zat pirogen
sendiri dapat dibedakan menjadi dua yaitu eksogen dan endogen. Pirogen eksogen
adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh seperti mikroorganisme dan toksin.
Sedangkan pirogen endogen merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh
meliputi interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), dan tumor necrosing factor-alfa
(TNF-A). Sumber utama dari zat pirogen endogen adalah monosit, limfosit dan
neutrofil (Guyton, 2007).
Seluruh substansi di atas menyebabkan selsel fagosit mononuclear (monosit,
makrofag jaringan atau sel kupfeer) membuat sitokin yang bekerja sebagai pirogen
endogen, suatu protein kecil yang mirip interleukin, yang merupakan suatu
mediator proses imun antar sel yang penting. Sitokin-sitokin tersebut dihasilkan
secara sistemik ataupun local dan berhasil memasuki sirkulasi. Interleukin-1,
interleukin-6, tumor nekrosis factor α dan interferon α, interferon β serta interferon
γ merupakan sitokin yang berperan terhadap proses terjadinya demam.
Sitokin-sitokin tersebut juga diproduksi oleh sel-sel di Susunan Saraf Pusat
(SSP) dan kemudian bekerja pada daerah preoptik hipotalamus anterior. Sitokin
akan memicu pelepasan asam arakidonat dari membrane fosfolipid dengan bantuan
enzim fosfolipase A2. Asam arakidonat selanjutnya diubah menjadi prostaglandin
karena peran dari enzim siklooksigenase (COX, atau disebut juga PGH sintase) dan
menyebabkan demam pada tingkat pusat termoregulasi di hipotalamus (Dinarello
dan Gelfrand, 2001; Fox, 2002; Wilmana dan Gan, 2007; Ganong. 2008; Juliana,
2008; Sherwood, 2010).
Enzim sikloosigenase terdapat dalam dua bentuk (isoform), yaitu
siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2). Kedua isoform
berbeda distribusinya pada jaringan dan juga memiliki fungsi regulasi yang
berbeda. COX-1 merupakan enzim konstitutif yang mengkatalis pembentukan
prostanoid regulatoris pada berbagai jaringan, terutama pada selaput lender traktus
gastrointestinal, ginjal, platelet dan epitel pembuluh darah. Sedangkan COX-2tidak
konstitutif tetapi dapat diinduksi, antara lain bila ada stimuli radang, mitogenesis
atau onkogenesis. Setelah stimuli tersebut lalu terbentuk prostanoid yang
merupakan mediator nyeri dan radang.
Penemuan ini mengarah kepada, bahwa COX-1 mengkatalis pembentukan
prostaglandin yang bertanggung jawab menjalankan fungsi-fungsi regulasi
fisiologis, sedangkan COX-2 mengkatalis pembentukan prostaglandin yang
menyebabkan radang (Dachlan et al., 2001; Davey, 2005). Prostaglandin E2
(PGE2) adalah salah satu jenis prostaglandin yang menyebabkan demam.
Hipotalamus anterior mengandung banyak neuron termosensitif. Area ini juga
kaya dengan serotonin dan norepineprin yang berperan sebagai perantara terjadinya
demam, pirogen endogen meningkatkan konsentrasi mediator tersebut. Selanjutnya
kedua monoamina ini akan meningkatkan adenosine monofosfat siklik (cAMP) dan
prostaglandin di susunan saraf pusat sehingga suhu thermostat meningkat dan tubuh
menjadi panas untuk menyesuaikan dengan suhu thermostat (Dinarello dan
Gelfrand, 2001; Fox, 2002; Wilmana dan Gan, 2007; Ganong, 2008; Juliana, 2008;
Sherwood, 2010).
Gambar 1. Patofisiologi Demam dan Efek Antipiretik (Ermawati, 2010)
Mekanisme demam juga dapat terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui
sinyal aferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal makrofag
inflamantory protein-1 (MIP-1), suatu kemokin yang bekerja secara langusng
terhadap hipotalamus anterior. Berbeda dengan demam yang dari jalur
prostaglandin, demam yang melalui jalur MIP-1 tidak dapat dihambat dengan
antipiretik.
Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan fase
kemerahan. Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase peningkatan suhu
tubuh yang ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan
aktivitas otot yang berusaha untuk memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa
kedinginan dan menggigil. Fase kedua yaitu fase demam merupakan fase
keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas di titik patokan suhu
yang sudah meningkat. Fase ketiga yaitu fase kemerahan merupakan fase
penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah dan berkeringat
yang berusaha untuk menghilangkan panas sehingga tubuh akan berwarna
kemerahan (Dalal & Zhukovsky, 2006).
Referensi :
Repository.usu.ac.id (online). Demam. Cahpter II. Universitas Sumatera Utara.
Baitil, Atiq. Gambaran Pengetahuan Demam. FK UI. 2009
2. Jelaskan patomekanisme gejala pada scenario !
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen.
Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua yaitu
pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari
pirogen eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau
mikroorganisme seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin
lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen
adalah pirogen endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh
pasien. Contoh dari pirogen endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN.
Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya adalah monosit, neutrofil, dan
limfosit walaupun sel lain juga dapat mengeluarkan pirogen endogen jika
terstimulasi (Dinarello & Gelfand, 2005).
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit,
limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator
inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat
kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN). Pirogen
eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk
membentuk prostaglandin (Dinarello & Gelfand, 2005). Prostaglandin yang
terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi
hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu
patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk
meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme
volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi
panas dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan
suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut (Sherwood, 2001).
Vaskulitis terjadi akibat kemampuan motilitas bakteri yang tinggi sehingga
menyebabkan terjadinya lesi primer yaitu kerusakan dinding endotel pembuluh
darah yang menimbulkan vaskulitis serta merusak organ. Vaskulitis yang timbul
dapat disertai dengan kebocoran dan ekstravasasi sel dan dapat menyebabkan
hemetemesis
Nyeri otot terjadi diakibatkan agen infeksius masuk ke dalam tubuh kemudian
terjadi ikatan antara agen infeksius tersebut dengan antibodi dari tubuh kita,
terbentuklah kompleks imun, agen infeksius itu mengalahkan imunitas dalam
tubuh, makrofag teraktivasi, kemudian bereplikasi di makrofag yang merupakan sel
target, makrofag terkontaminasi agen infeksius tersebut karena agen infeksius
tersebut menempel di makrofag, makrofag tersebut kemudian mencerna hasil
pemecahan agen infeksius tersebut dan melepaskan zat IL-1. IL-1 saat mencapai
hipotalamus segera mengaktifkan proses yang menimbulkan demam dengan cara
menginduksi pembentukan salah satu prostagalndin E2. Tubuh kemudian
melakukan kompensasi untuk menurunkan panas tersebut yaitu dengan cara
vasodilatasi pembuluh darah kulit, evaporasi panas meningkat, tubuh berkeringat,
keringat mengandung H2O, urea, natrium, klorida, asam laktat, kalium, apabila
terjadi pengeluaran keringat terus menerus, H2O, urea, natrium, klorida, asam
laktat pun akan terbuang, terjadilah dehidrasi, H2O banyak yang terbuang, dalam
metabolisme karena kurang H20 maka pembentukan 02 (ATP) sedikit atau tidak
sempurna sehingga metabolisme tubuh mengalami perubahan dari glikolisis aerob
ke glikolisis anaerob, glikolisis anaerob hasil akhirnya asam laktat dan hanya
sedikit ATP, terjadilah penumpukan asam laktat dan terjadilah nyeri.
Bisa juga terjadi karena virus bersifat menyerang melalui darah dan organ. Bila
organ tersebut terserang maka virus tersebut juga ikut menyerang tulang dan otot
di sekitar organ sehingga akhrinya menyebabkan mialgia dan arthralgia.
Sementara itu akibat terjadinya infeksi, sel hati mengalami degenerasi,
ditemukan daerah nekrosis sentral, badan Councilman dan perlemakan. Hal ini
menyebabkan ikterus dan urin seperti teh.
Pada ginjal, penghambatan pompa Na/K menyebabkan hilangnya kalium dan
hipokalemia yang merupakan tanda gagal ginjal akut. Hipokalemia sendiri dapat
menyebabkan lemas.
Referensi
1. Dwijaya, Anandhika. 2012. Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Ibu
dalam Pemberian Parasetamol kepada Anak sebagai Penatalaksanaan Awal
Demam di Kelurahan Tegal Sari Mandala II Kecamatan Medan Denai Medan.
Universitas Sumatera Utara.
2. Andani, Luluk. Gassem, M.Hussein. 2014. EVALUASI PENGGUNAAN
KRITERIA DIAGNOSIS LEPTOSPIROSIS (WHO SEARO 2009) PADA
PASIEN LEPTOSPIROSIS DI RSUP DR KARIADI SEMARANG.
Universitas Dipenogoro.
3. Sudoyo Aru W. Dkk, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2006. Jilid III. Ed.
IV.Jakarta.FK-UI
3. Mengapa demam tidak turun dengan pemberian obat?
Mekanisme demam juga dapat terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui
sinyal aferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal macrophage
inflammatory protein ( IMP-1), suatu kemokin yang bekerja secara langsung
terhadap hipotalamus anterior. Berbeda dengan demam dari jalur non
prostaglandin, demam melalui aktivitas MIP-1 ini tidak dapat dihambat oleh
antipiretik.
Antipiretik digunakan untuk membantu untuk menegembalikan suhu set point
ke kondisi normal dengan cara menghambat sintesa dan pelepasan prostaglandin
E2, yang distimulasi oleh pirogen endogen pada hipotalamus.
Referensi :
Atiq, baitil. Gambaran pengetahuan dan perilaku orangtua dalam pemberian
antipiretik pada anak sebelum berobat berdasarkan jenis pekerjaan orang tua.
Fakultas kedokteran universitas indonesia. 2009. Halaman 6
4. Jelaskan patomekanisme gejala pada scenario !
Virus :
1. Dengue haemoragic fever (DHF) : disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae, manifestasi klinisnya
; demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik.
2. Demam kuning atau Yellow Fever disebabkan oleh virus yellow fever yang
termasuk genus Flavivirus, famili Flaviviridae, manifestasi klinisnya ; dapat
berupa infeksi subklinis, infeksi mirip influenza, atau pada 15-25% terjadi
fulminan dan menyebabkan kematian.
3. Influenza disebabkan oleh 3 tipe virus influnza yakni A,B dan C; tipe B
biasanya hanya menyebabkan penyakit yang lebih rngan dari tipe A dan kadang
hanya sampai menyebabkan epidemi, tipe C adalah tipe yang diragukan
patogenitasnya untuk manusia, mungkin hanya menyebabkan gangguan ringan
saja. Gejalanya berupa demam, menggigil, sakit otot, sakit kepala dan sering
disertai pilek, sakit tenggorok dan batuk non produktif.
4. Rabies adalah penyakit infeksi akut susunan saraf pusat pada manusia dan
mamalia yang berakibat fatal. Gejala klinisnya pada stadium prodromal (1-4
hari); demam, menggigil, batuk, nyeri menelan, nyeri perut, sakit
kepala,malaise, mialgia, mual, muntah, diare, dan nafsu makan menurun.
Bakteri :
1. Demam tifoid disebabkan bakteri Salmonella thyphi dan Salmonella paratyphi
ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yg terkontaminasi kuman.
Gambaran klinis sangat bervariasi dari ringan sampai berat; pada minggu
pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan gejala serupa dengan infeksi akut
yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,
obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis.
2. Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosi yang disebabkan oleh
mikrorganisme Leptospira interogans yang termasuk genus leptospira famili
treponemataceae. Gejala klinisnya sakit kepala, nyeri otot, demam tinggi
disertai menggigil serta didapati mual dengan atau muntah disertai mencret dan
dalam beberapa kasus ditemukan penurunan kesadaran.
Parasit
1. Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium
yang selain menginfeksi manusia dapat juga menginfeksi binatang seperti
golongan burung, reptil, dan mamalia. Plasmodium yg sering dijjumpai di
Indonesia adalah Plasmodium vivax dan plasmodium falciparum. Adajuga
plasmodium malariae namun sudah jarang ditemukan.
Referensi:
Sudoyo, Aru W, dkk, editor 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi
V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
5. Jelaskan langkah-langkah diagnosis!
Anamnesis
1. Tanyakanlah data pribadi pasien: nama, umur, alamat, dan pekerjaan
2. Tanyakanlah apa yang menyebabkan pasien datang ke dokter (keluhan
utama). Untuk heteroanamnesis tanyakan hubungan pasien dengan
pengantar.
3. Galilah riwayat penyakit yang diderita sekarang. Tanyakan tentang hal-hal
berikut :
 Onset dan durasi demam : timbul mendadak, kapan dan sudah berapa
lama demam
 Sifat demam : subfebris, tinggi, terus menerus, intermitten, lebih tinggi
pada sore dan malam hari, bersifat serangan dengan interval tertentu.
4. Tanyakanlah tentang gejala lain yang menyertai:
 anoreksia, disfagia, malaise, sakit kepala, artralgia, mialgia, sukar
membuka mulut.
 manifestasi perdarahan: peteki, ekimosis, epistaksis,hematemesis,
melena
 menggigil
 kejang
 gangguan sistem respirasi : batuk, sesak
 gangguan gastrointestinal: mual, muntah, nyari abdomen, diare
dengan/tanpa lendir/darah, konstipasi, gangguan sistem urogenitalia:
warna urin, oliguria, disuria
 ruam kulit: kapan timbulnya, lokasi, penyebaran.
5. Tanyakanlah adanya riwayat peyakit yang sama dalam keluarga atau
lingkungan sekitar tempat tinggal.
6. Tanyakanlah tentang riwayat imunisasi (terutama pasien anak)
7. Tanyakanlah riwayat bepergian atau pernah tinggal di daerah endemik
penyakit tertentu seperti malaria, filaria, dan lain lain.
8. Tanyakanlah jenis pekerjaan pasien yang mungkin mengarah kepada infeksi
tertentu misalnya antrakosis, flu burung.
9. Tanyakanlah adanya riwayat kontak dengan penderita penyakit dengan
gejala demam.
10. Tanyakanlah adanya riwayat kontak dengan hewan, terutama golongan
avian.
11. Tanyakanlah riwayat pengobatan yang pernah diterima.
Pemeriksaan fisis
1. Perhatikan dan nilailah ada tidaknya rhisus sardonikus.
2. Periksalah untuk menilai adanya anemia, ikterus, edema (lihat skills lab
dasar diagnostik dan terapi).
3. Perhatikanlah adanya status tifosa: kesadaran menurun, rambut kering, bibir
kering/terbelah-belah/terkupas, lidah kotor, pucat.
4. Periksalah adanya manifestasi perdarahan baik spontan (peteki, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan melena).
5. Lakukan uji turniket
6. Perhatikan ada tidaknya effloresensi kulit. Bila ada, nilailah tipe dan lokasi
effloresensi kulit: makula, papula, vesikel, krusta, polimorf.
7. Periksalah mulut dan rongga mulut : perhatikan adanya koplik spot,
membrane putih kelabu pada tonsil, kemerahan pada farings, atau larings,
perdarahan gusi, trismus.
8. Periksalah adanya gangguan refleks: bukalah mulut pasien dengan
menggunakan spatel, bila terjadi kejang, maka gangguan refleks dinyatakan
positif.
9. Lakukanlah pemeriksaan fisik toraks: inspeksi, palpasi dan auskultasi
10. Lakukanlah pemeriksaan abdomen: nilailah adanya hepatomegali,
splenomegali, asites, hipertoni otot abdomen.
11. Nilailah adanya opistotonus: pasien dalam posisi supine, masukkanlah
lengan anda di bawah punggung pasien, bila lengan dapat masuk,
opistotonus (+).
12. Lakukanlah pemeriksaan pembesaran kelenjar: parotis. Inspeksi: lihatlah
adanya bullneck. Lakukanlah palpasi dengan tekanan ringan mulai dari
untuk menilai adanya pembesaran parotis.
13. Periksalah sistem muskuloskeletal untuk menilai adanya spasme anggota
gerak, hiperrefleksia (lihat skills lab sistem neuropsikiatri) dan nyeri tekan
otot.
Pemeriksaan penunjang
1. Darah rutin
2. Uji Serologi
3. Bakteriologik
4. Radiologi
Referensi:
Vitayani, dkk. 2015. Buku Panduan Kerja Clinical Skill Lab kedokteran tropis.
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
6. Jelaskan diagnosa banding pada scenario!
Leptospirosis
Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh
mikroorganisme spirochaeta, genus leptospira. Secara sederhana, genus leptospira
terdiri atas dua spesies yaitu Leptospira interrogans yang patogen dan Leptospira
biflexa yang non-patogen atau saprofit. Namun, dalam klinis dan epidemiologi,
L.interrogans dibagi menjadi beberapa serogrup berdasarkan perbedaan serologis.
Berdasarkan beberapa penelitian, L.icterohaemorrhagica, L.canicola, dan
L.pomona merupakan serovar L.interrogans tersering yang menginfeksi manusia.
Epidemiologi
Leptospirosis tersebar di seluruh dunia ,kecuali benua Antartika, dengan
kejadian terbanyak di daerah tropis. Daerah tropis mendukung pertumbuhan
leptospira dengan memberikan lingkungan optimal berupa suhu hangat dan lembab,
serta pH tanah dan air yang netral. Menurut International Leptospirosis Society,
Indonesia menduduki peringkat ketiga di dunia untuk mortalitas. Leptospirosis
dapat dijumpai di Lampung, Riau, Bengkulu, Sumatera Utara, Sumatera Barat, DKI
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, NTB, Bali, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.1
Etiologi
Gb 1: Leptospira
Leptospira merupakan gram negatif dengan bentuk berbelit, tipis, fleksibel
dengan panjang 5–15 µm, dengan salah satu ujung spiral membengkok membentuk
kait (hook). Meskipun tidak memiliki flagella eskternal, leptospira sangat motil
karena memiliki sepasang flagela aksial dan tampak sebagai kokus kecil-
kecil melalui mikroskop lapang gelap. Bakteri ini bersifat aerob obligat dan butuh
media khusus seperti medium Fletcher (media semisolid terbuat dari serum) serta
waktu berminggu-minggu untuk tumbuh dengan suhu 28–30 °C. Leptospira dapat
bertahan hidup berminggu-minggu di air. 2
Manusia dapat terinfeksi leptospira melalui kontak dengan air, tanah, dan
lumpur yang telah terkontaminasi urin binatang reservoir seperti tikus, anjing, sapi,
babi, lembu, kuda, kucing, marmot, dan binatang lainnya.1 Selain itu, dapat pula
melalui kontak langsung dengan urin binatang terinfeksi (atau cairan tubuh lainnya,
kecuali saliva), meminum air terkontaminasi leptospira, inhalasi aerosol cairan
tubuh, dan transplasental.3,4 Transmisi dari manusia ke manusia jarang terjadi.
3Tikus merupakan vektor (reservoir) utama L. icterohaemorrhagica yang
menginfeksi manusia. Dalam tubuh tikus, leptospira berkoloni dan berkembang
biak di dalam epitel tubulus ginjal tikus dan mengalir di dalam filtrat urin. Pada
musim hujan, terdapat genangan air yang terkontaminasi urin. Kulit utuh yang
terekspos dengan genangan air tersebut dalam waktu lama atau kulit yang luka,
serta gigitan binatang infeksius dapat menyebabkan leptospirosis.1 Selain kulit,
leptospira juga dapat menembus membran mukosa mata, hidung, dan mulut. Orang
yang berisiko tinggi terhadap leptospirosis adalah petani, penambang, pekerja di
rumah potong hewan, nelayan, peternak, dokter hewan, dan anggota militer yang
bertugas di hutan. 1,3
Patogenesis dan Patofisiologi
Leptospira masuk dan beredar ke dalam pembuluh limfatik dan darah dalam
hitungan menit.4 Setelah leptospira masuk ke dalam tubuh, terjadi respons imun
baik seluler maupun humoral (membentuk antibodi spesifik) yang bertujuan
menghilangkan leptospira.1 Terdapat tujuh antigen leptospira yaitu p32, p37, p41,
p45, p48, p62, p78, yang memicu respons humoral. Di antara semuanya, p32
merupakan antigen yang paling poten dalam menimbulkan respons humoral,
sedangkan p37 tidak selalu diekspresikan oleh strain leptospira. IgM merupakan
respons humoral utama terhadap lipopolisakarida dalam fase akut dan konvalesen.
Sedangkan, IgG bersifat spesifik terhadap protein leptospira.5 Pertumbuhan
leptospira yang lambat menyebabkan periode inkubasi berlangsung 2-26 hari (2-
4 minggu) dan biasanya 3-14 hari.1,3,4
Fase leptospiremia berlangsung 4-7 hari dan selanjutnya leptospira hanya
ditemukan di ginjal, otak, dan bilik anterior mata.1,6 Leptospira dapat dijumpai di
dalam urin mulai dari hitungan hari sampai bertahun-tahun kemudian. Adapun
leptospira yang dijumpai di urin adalah mikroorganisme yang terisolasi dari sistem
imun dan mencapai convoluted tubules. Fase ini disebut fase leptospiruria yang
berlangsung 1-4 minggu.1
Selama leptospiremia, leptospira mengeluarkan toksin yang dapat merusak
endotel kapiler menyebabkan vaskulitis. Kemudian, terdapat pula perbedaan antara
derajat kerusakan histologis dengan derajat disfungsi organ. Sebagai contoh,
leptospirosis ringan menyebabkan lesi histologis ringan di ginjal dan hati dengan
kerusakan fungsional organ yang nyata. Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan
bukan terjadi pada struktur organ, melainkan akibat kerusakan kapiler.1 Dalam
kasus yang ringan (sekitar 90%), infeksi terjadi unifasik yaitu gejala muncul dan
berkurang dalam 3-7 hari dengan pemberian antibiotik atau tanpa intervensi sama
sekali. Sedangkan dalam kasus yang sedang hingga berat, infeksi terjadi bifasik
dimana sebelum penyembuhan sebenarnya terdapat remisi transien. Pada fase
kedua, muncul gejala ikterik.4 Biasanya, tanpa intervensi, infeksi ini dapat
menyebabkan kematian pasien dalam waktu 10 hari. Angka mortalitas akibat
leptospirosis sekitar 5-40% dengan risiko tertinggi pada orang berusia tua dan
imunodefisiensi.6
Organ-organ yang sering mengalami kerusakan adalah:
 Ginjal. Nefrotoksin, reaksi imunologis, iskemia ginjal, hemolisis, dan
invasi langsung mikroorganisme menimbulkan kerusakan ginjal berupa
interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuklear. Pada kasus yang lebih
berat, terjadi gagal ginjal akibat nekrosis akut.
 Hati. Leptospira biasanya dijumpai di antara sel parenkim hati dengan
manifestasi berupa nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit,
proliferasi Kupfer, dan kolestasis.
 Jantung. Semua lapisan otot jantung dapat terlibat. Khusus miokardium,
kelainan bersifat fokal atau difus berupa interstitial edema dengan infiltrasi
sel mononuklear dan plasma. Perdarahan fokal di miokardium dan
endokarditis dapat ditemukan. Selain itu, nekrosis berhubungan dengan
infiltrasi netrofil.
 Otot rangka. Mialgia disebabkan oleh invasi langsung pada leptospira
dengan perubahan berupa lokal nekrotis, vakuolisasi, dan kehilangan striata.
 Mata. Terjadi uveitis akibat invasi leptospira ke bilik anterior mata dan
mampu bertahan beberapa bulan meski kadar antibodi cukup tinggi.
 Susunan saraf pusat. Diduga respons antibodi memperantarai terjadinya
meningitis, khususnya meningitis aseptik, yang paling sering disebabkan
oleh L.canicola dengan reservoir anjing.
 Pembuluh darah. Terjadi perdarahan intradermal (pteki) pada mukosa,
permukaan serosa, dan organ visceral akibat vaskulitis.
 Weil disease. Weil disease merupakan leptospirosis berat dengan frekuensi
1-6% dari total kasus. Gejala yang tampak berupa perdarahan, anemia,
azotemia, gangguan kesadaran, dan demam kontinyu.1
Tanda dan Gejala
Gejala klinis leptospirosis bersifat tidak spesifik sehingga sulit untuk
didiagnosa. Selain itu, beberapa orang yang terinfeksi bersifat asimptomatik.2
Leptospirosis mempunyai dua fase yang khas yaitu:
 Fase leptospiremia. Pada fase ini, leptospira dapat dijumpai di dalam darah
dan cairan serebrospinal. Gejala awal berupa sakit kepala yang parah
biasanya di frontal dan mialgia pada paha, betis, dan pinggang.1 Kemudian
diikuti oleh conjuctival suffusion bilateral, mata kemerahan sepeti
konjungtivitis tanpa eksudat sel inflamatorik. Conjunctival suffusion
dengan ikterus dan injeksi konjungtiva merupakan tanda patognomonik
leptospirosis.6
Selain itu, terdapat demam dengan suhu ≥390C disertai menggigil, mual dan
muntah disertai mencret, ruam kulit, dan batuk non-produktif dengan hemoptisis
minor. Pada 25% kasus, dijumpai penurunan kesadaran.1,4 Terkadang terdapat
perubahan psikologis dimana pasien merasa depresi, bingung, agresif, dan
psikosis.4 Fase ini berlangsung 4-7 hari dan apabila cepat ditangani, penyembuhan
total terjadi 3-6 minggu setelah onset.1
Tabel 1. Gambaran Klinis Leptospirosis1
Sering Demam, menggigil, sakit kepala, meningismus, anoreksia, mialgia,
conjunctival suffusion, mual, muntah, nyeri abdomen, ikterus,
hepatomegali, ruam kulit, fotofobi
Jarang Pneumonitis, hemaptoe, delirium, perdarahan, diare, edema,
splenomegali, artralgia, gagal ginjal, neuritis periferal, pankeatitis,
parotitis,asites, miokarditis, epididimitis, hematemesis
 Fase imun. Biasanya terjadi pada kasus berat dimana demam turun setelah
7 hari diikuti keadaan bebas demam selama 1-3 hari. Setelah itu, demam
terjadi kembali (bifasik) dengan suhu dapat mencapai 400C disertai
menggigil dan kelemahan umum. Terdapat epsitaksis, mialgia menyeluruh,
kerusakan ginjal dan hati, uremia, dan ikterik. Sekitar 50% kasus
menunjukkan gejala meningitis. Fase ini ditandai dengan peningkatan titer
antibodi (IgM) dan leptospira dapat dijumpai di urin.1,2
Gb. 3: Conjunctival Suffusion
Diagnosis
Pada anamnesis, perlu diketahui pekerjaan dan gejala atau keluhan seperti
demam yang muncul mendadak. Kemudian, pada pemeriksaan fisik, apakah
dijumpai demam, bradikardi, nyeri tekan otot, hepatomegali, dan lain-lain.
Pemeriksaan ini tergolong sulit karena gejala yang tidak spesifik sehingga untuk
menegakkan diagnosis dibutuhkan pemeriksaan laboratorium berupa:
 Pemeriksaan darah rutin: leukositosis (normal atau sedikit menurun),
neutrofilia, dan laju endap darah meningkat. Trombositopenia terjadi pada
50% kasus.
 Pemeriksaan urin: protein urin, leukositoria, dan cast.
 Apabila terdapat kerusakan hati dan ginjal, terdapat peningkatan
transaminase, BUN, ureum, dan kreatinin.1
Kultur dapat menggunakan spesimen dari fase leptospiremia (sebelum
pemberian antibiotik) berupa urin, darah, dan cairan serebrospinal ke dalam
medium Fletcher atau lainnya. Kultur disimpan sekurangnya selama 8 minggu. Jika
spesimen terkontaminasi, dapat digunakan inokulasi hewan yang bersifat sensitif.
Dalam beberapa hari, spirokaeta akan dijumpai pada rongga peritoneal hamster atau
babi dengan lesi hemoragik, yang dapat berujung pada kematian hewan 8-14 hari
setelah inokulasi.2
Serologi merupakan cara untuk mendeteksi leptospira dengan cepat dengan
pemeriksaan PCR, silver stain, ELISA, dan MAT (Microscopic Agglutination
Test). MAT terdiri dari uji carik celup, uji aglutinasi lateks, tes fiksasi komplemen,
dan lain-lain.1
Pengobatan
Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan
mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sanagat
penting pada leptospirosis. Gangguan fungsi ginjal umumnya dengan spontan akan
membaik dengan membaiknya kondisi pasien. Namun pada beberapa pasien
membutuhkan tindakan hemodialisa temporer.
Pemberian antibiotik harus dimulai secepat mungkin, biasanya pemberian
dalam 4 hari setelah onset cukup efektif. Berbagai jenis antibiotik pilihan dapat
dilihat pada tabel 4. Untuk kasus lepirospirosis berat pemberian intra vena penicillin
G amoxicliin, ampisilin atau eritromisin dapat diberikan. Sedangkan untuk kasus-
kasus ringan dapat diberikan antibiotika oral tetrasiklin, doksisiklin, ampisilin atau
amoksisilin maupun sefalosforin.
Sampai saat ini penisilin masih merupakan antibiotika pilihan utama namun
perlu diingat bahwa anti-biotika bermanfaat jika leptospira masih di darah (fase
leptospiraemia).otika ini tidak efektif lagi. Pada pemberian penisilin, dapat muncul
reaksi Jarisch Herxherimer 4 sampai 6 jam setelah pemberian intra vena, yang
menunjukkan adanya aktivitas anti leptospira. Tindakan suportif diberikan sesuai
dengan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul. Keseimbangan cairan,
elektrolit dan asam basa diatur sebagaimana pada penanggulangan gagal ginjal
secara u Kalau terjadi azotemia/uremia berat sebaiknya dilakukan dialisis
Indikasi Regimen Dosis
Leptospirosis ringan Doksisiklin 2×100 mg
Ampisilin 4x 500-750 mg
Amoksisiklin 4×500 mg
Leptospirosis sedang/berat Penisilin G 1,5 juta unit/6 jam (IV)
Ampisilin 1 gram/ 6 jam (IV)
Amoksisilin 1 gram/ 6 jam (IV)
Kemoprofilaksis Doksisiklin 200 mg/ minggu
PROGNOSIS
Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan iktenus
angka kematian 5% pada umur di bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut mencapai
30-40%.
PENCEGAHAN
Pencegahan leptospirosis khususnya di daerah tropis sangat sulit Banyaknya
hospes perantara dan jenis serotipe sulit untuk dihapuskan Bagi mereka yang
mempunyai resiko tinggi untuk tertular le harus diberikan perlindungan berupa
pakaian khusus yang dapat melindunginya dari kontak dengan bahan-bahan yang
telah terkontaminasi dengan kemih binatang reservoar. Pemberian doksisiklin 200
mg perminggu dikatakan bermanfaat untuk mengurangi serangan leptospirosis bagi
mereka yang mempunyai resiko tinggi dan terpapar dalam waktu singkat Penelitian
terhadap tentara Amerika di hutan Panama selama 3 minggu ternyata dapat
mengurangi serangan leptospirasis dari 4.2% menjadi 0,2%, dan efikasi pencegahan
95% Vaksinasi terhadap hewan-hewan tersangka reservoar sudah lama
direkomendasikan, tetapi vaksinasi terhadap manusia belum berhasil dilakukan,
masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Referensi
1.Zein U. Leptospirosis. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta:
Interna Publishing; 2010, hal.2807-11.
2.Jawetz, Melnick, Adelberg. Spirochetes and other spiral microorganisms. In
Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical Microbiology. 24th ed. USA: The
McGraw-Hill Companies; 2007, chapter 25.
3.Center for Disease Control and Prevention (CDC). Leptospirosis. Diunduh dari
http://www.cdc.gov/ leptospirosis/prevention/index.html. Diakses pada 10 April
2012, pk. 17.45 WIB.
4.The Leptospirosis Information Center. Leptospirosis. Diunduh dari
http://www.leptospirosis. org/ topic. php?t=37. Diakses pada 10 April 2012, pk.
18.00 WIB.
5.Gueirreiro H et.al. Leptospiral proteins recognized during the humoral immune
response to leptospirosis in humans. American Society for Microbiology. 2001. 69:
4958–4968.
6.Medscape. Leptospirosis. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/220563-overview# showall
Yellow Fever
Demam kuning adalah penyakit demam akut yang ditularkan oleh nyamuk.
Demam ini dikenali sebagai penyakit untuk pertama kalinya pada abad ketujuh
belas, namun baru pada tahun 1900 sampai 1901 Walter Reed dan rekan-rekannya
menemukan hubungan antara virus demam kuning dengan nyamuk Aedes aegypti
dan penemuan ini membuka jalan bagi pengendalian penularan penyakit demam
kuning ini.
Demam kuning merupakan penyakit yang gawat di daerah tropika. Selama
lebih dari 200 tahun sejak diketahui adanya perjangkitan di Yukatan pada tahun
1648, penyakit ini merupakan salah satu momok terbesar di dunia. Pada tahun 1905,
New Orleans dan kota-kota pelabuhan di Amerika bagian Selatan terjangkit
epidemi demam kuning yang melibatkan sekurang-kurangnya 5000 kasus dan
menimbulkan banyak kematian.
MORFOLOGI
Virus demam kuning adalah virus RNA kecil yang secara antigenik tergolong
dalam flavivirus (dulu kelompok arbovirus B). Virus ini merupakan anggota dari
famili Togaviridae. Togavirus adalah virus RNA berutas tunggal dalam bentuk
ikosahedral dan terbungkus di dalam sampul lemak. Virion berdiameter 20 sampai
60 nm, berkembangbiak di dalam sitoplasma sel dan menjadi dewasa dengan
membentuk kuncup dari membran sitoplasma.
Virus demam kuning
KLASIFIKASI
Divisio: Protiphyta
Kelas : Mikrotatobiotes
Ordo : Virales
Famili : Togaviridae
Genus: Flavivirus
PENYAKIT YANG DITIMBULKAN
Infeksi yang disebabkan oleh flavivirus sangat khas yaitu mempunyai
tingkat keparahan sindrom klinis yang beragam. Mulai dari infeksi yang tidak
nampak jelas, demam ringan, sampai dengan serangan yang mendadak, parah dan
mematikan. Jadi, pada manusia penyakit ini berkisar dari reaksi demam yang
hampir tidak terlihat sampai keadaan yang parah.
Masa inkubasi demam kuning biasanya berkisar 3 sampai 6 hari, tapi dapat
juga lebih lama. Penyakit yang berkembang sempurna terdiri dari tiga periode klinis
yaitu : infeksi (viremia, pusing, sakit punggung, sakit otot, demam, mual, dan
muntah), remisi (gejala infeksi surut), dan intoksikasi (suhu mulai naik lagi,
pendarahan di usus yang ditandai dengan muntahan berwarna hitam, albuminuria,
dan penyakit kuning akibat dari kerusakan hati). Pada hari ke delapan, orang yang
terinfeksi virus ini akan meninggal atau sebaliknya akan mulai sembuh. Laju
kematiannya kira-kira 5 persen dari keseluruhan kasus. Sembuh dari penyakit ini
memberikan kekebalan seumur hidup.
Virus demam kuning termasuk dalam kelompok arbovirus dari genus Flavivirus,
dan nyamuk adalah vektor utama. Nyamuk ini akan membawa virus dari satu
host ke yang lainnya, terutama antara monyet ke monyet, dari monyet ke manusia,
dan dari manusia ke manusia.
Beberapa spesies nyamuk Aedes dan Haemogogus dapat menularkan virus. Baik
nyamuk yang berkembang biak di sekitar rumah (domestik), di hutan (liar) atau
di kedua habitat (semi-domestik).
Ada tiga jenis siklus penularan.
1. Sylvatic (atau hutan) demam kuning: Di hutan hujan tropis, demam kuning
terjadi pada monyet yang terinfeksi oleh nyamuk liar. Monyet-monyet yang
terinfeksi kemudian menularkan virus kepada nyamuk lain yang memakan
mereka. Nyamuk yang terinfeksi menggigit manusia yang masuk ke hutan,
sehingga dalam kasus-kasus tertentu penyakit demam kuning,Sebagian besar
infeksi terjadi pada pria muda yang bekerja di hutan (misalnya pekerja
penebang pohon).
2. Intermediate demam kuning: Di daerah yang lembab atau semi-lembab
Afrika, pernah terjadi epidemi skala kecil. Nyamuk yang berkembang biak di
alam bebas dan di sekitar rumah tangga dapat menginfeksi monyet dan
manusia. Peningkatan Transmisi manusia dan nyamuk yang terinfeksi
menyebabkan di suatu daerah bisa menderita kasus secara bersamaan. Ini
adalah jenis yang paling umum untuk wabah di Afrika. Sebuah wabah dapat
menjadi epidemi yang lebih parah jika infeksi terjadi di suatu daerah
penduduknya penduduknya tidak divaksinasi.dan perkembang biakan nyamuk
tidak di cegah.
3. Demam kuning Perkotaan: wabah besar terjadi ketika orang yang terinfeksi
virus demam kuning masuk ke daerah-daerah padat penduduk dengan
sejumlah besar orang yang tidak kebal dan nyamuk Aedes. Nyamuk yang
terinfeksi menularkan virus dari orang ke orang.
PENYEBARAN
Demam kuning merupakan akibat dari adanya dua daur pemindahsebaran virus
yang pada dasarnya berbeda yaitu kota dan hutan (silvatik). Daur kota
dipindahsebarkan dari orang ke orang lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti. Sekali
terinfeksi, nyamuk vektor itu akan tetap mampu menyebaban infeksi seumur
hidupnya. Demam kuning hutan berjangkit pada hewan liar. Virus demam kuning
yang sama ditularkan diantara hewan-hewan tersebut dan kadang-kadang juga
terhadap manusia oleh nyamuk selain Aedes aegypti. Ada beberapa nyamuk seperti
A. Simponi yang hidup dengan menghisap darah primata yang telah terinfeksi,
menyusup ke kebun-kebun desa lalu memindahkan virus tersebut ke manusia.
Sekali demam kuning berjangkit di kembali di daerah kota, maka daur kota demam
kuning akan dimulai kembali dan kemungkinan akan berkembang menjadi epidemi.
Nyamuk A. aegypti
PATOGENESIS
Flavivirus mempunyai kemampuan khas untuk berkembangbiak di dalam
jaringan vertebrata dan beberapa artropoda penghisap darah. Virus-virus ini setelah
terinokulasi di dalam jaringan inang yang rentan,
berkembangbiak dengan cepat dan tidak lama kemudian menyebabkan viremia.
Mereka dapat ditemukan setempat dalam suatu organ tertentu, menyebabkan
kerusakan jaringan dan terganggunya fungsi organ, dan pada akhirnya
menyebabkan kematian inang. Pada demam kuning, kerusakan hati mengakibatkan
berkembangnya penyakit kuning.
Tidak ada pengobatan khusus untuk penyakit ini kecuali pengobatan untuk
menghilangkan gejala dan menguatkan badan.
PENCEGAHAN
Demam kuning dapat dicegah dengan melakukan pembasmian nyamuk A.
Aegypti atau dengan menekanjumlahnya hingga taraf yang tidak lagi dapat
menyebabkan infeksi terus-menerus. Bentuk pengendalian bentuk silvatik tidak
praktis karena populasi virus terpelihara oleh adanya daur hutan. Meski demikian,
demam kuning tetap dicegah dengan cara imunisasi. Vaksin yang diizinkan untuk
diperdagangkandi Amerika Serikat dibuat dari galur 17D yang dikembangkan oleh
Max Theiler tahun 1937. Vaksinasi dianjurkan bagi orang yang bepergian atau
tinggal di daerah yang masih dijangkiti infeksi demam kuning ini.
1. Vaksinasi
Vaksinasi adalah ukuran paling penting untuk mencegah demam kuning. Di
daerah berisiko tinggi di mana cakupan vaksinasi rendah, pengendalian wabah
melalui imunisasi sangat penting untuk mencegah epidemi. Untuk mencegah wabah
di seluruh wilayah yang terkena dampak, cakupan vaksinasi harus mencapai
minimal 60% sampai 80% dari populasi yang berisiko. Hanya sedikit negara-negara
endemik yang baru-baru ini diuntungkan dari kampanye vaksinasi massal
pencegahan di Afrika saat ini memiliki tingkat cakupan.vaksinasi pencegahan dapat
ditawarkan melalui imunisasi bayi rutin dan kampanye massa satu kali untuk
meningkatkan cakupan vaksinasi di negara-negara yang beresiko, serta untuk
wisatawan ke daerah endemik demam kuning. WHO sangat menganjurkan
vaksinasi demam kuning rutin untuk anak-anak di daerah beresiko untuk penyakit
ini.Vaksin demam kuning aman dan terjangkau, memberikan kekebalan efektif
terhadap demam kuning dalam satu minggu untuk 95% dari mereka yang
divaksinasi. Sebuah dosis tunggal memberikan perlindungan bagi 30-35 tahun atau
lebih, dan mungkin untuk hidup. efek samping yang serius sangat jarang. Efek
samping serius telah dilaporkan jarang setelah imunisasi di beberapa daerah
endemik dan di antara para pelancong divaksinasi (misalnya di Brasil, Australia,
Amerika Serikat, Peru dan Togo). Para ilmuwan sedang menyelidiki penyebab.
Risiko kematian dari demam kuning jauh lebih besar daripada resiko yang
berkaitan dengan vaksin.
Kontraindikasi vaksinasi meliputi:
1. anak-anak berusia kurang dari 9 bulan untuk imunisasi rutin (atau kurang dari
6 bulan selama epidemi);
2. Wanita hamil – kecuali selama wabah demam kuning ketika risiko infeksi
tinggi;
3. Pasien yang alergi berat terhadap protein telur, dan
4. Orang dengan imunodefisiensi parah karena gejala HIV / AIDS atau penyebab
lain, atau di hadapan gangguan timus.
Wisatawan, terutama yang datang keAsia dari Afrika atau Amerika Latin harus
memiliki sertifikat vaksinasi demam kuning. Jika ada alasan medis untuk tidak
mendapatkan vaksinasi, Peraturan Kesehatan Internasional menyatakan bahwa ini
harus disertifikasi oleh pihak yang berwenang
2. Pengendalian nyamuk
Dalam beberapa situasi, pengendalian nyamuk adalah vital disamping
pemberian vaksinasi . Risiko penularan demam kuning di daerah perkotaan dapat
dikurangi dengan menghilangkan tempat berkembang biak nyamuk potensial dan
menerapkan insektisida ke air di mana merupakan perkembangan nyamuk tahap
awal . Aplikasi insektisida semprot untuk membunuh nyamuk dewasa selama
epidemi perkotaan, dikombinasikan dengan kampanye vaksinasi darurat, dapat
mengurangi atau menghentikan penularan demam kuning
Secara historis, kampanye pengendalian nyamuk Aedes aegypti berhasil
dieliminasi, vektor demam kuning perkotaan, dari negara-negara daratan sebagian
besar Amerika Tengah dan Selatan.
Sasaran program pengendalian nyamuk nyamuk liar di kawasan hutan tidak praktis
untuk mencegah hutan (atau sylvatic) penularan demam kuning.
3. Epidemi kesiapsiagaan dan respon
Deteksi Prompt demam kuning dan respon yang cepat melalui kampanye
vaksinasi darurat sangat penting untuk mengendalikan wabah.
WHO merekomendasikan bahwa setiap negara berisiko memiliki setidaknya satu
laboratorium nasional dimana tes dasar demam kuning dari darah dapat dilakukan.
Satu dikonfirmasi kasus demam kuning pada populasi tidak divaksinasi harus
dipertimbangkan wabah, dan kasus dikonfirmasi dalam konteks apapun harus
benar-benar diselidiki, khususnya di setiap wilayah dimana sebagian besar
penduduk telah divaksinasi. Tim Investigasi harus menilai dan merespon terhadap
wabah dengan kedua langkah darurat dan rencana jangka panjang imunisasi.
Referensi
Jawetz, 1996, Mikrobiologi Kedokteran, EGC, Jakarta elczar, M., 1988, Dasar-
Dasar Mikrobiologi, UI Press, Jakarta
Sudoyo Aru W. Dkk, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2006. Jilid III. Ed.
IV.Jakarta.FK-UI
MALARIA
Definisi
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium
yang hidup dan berkembang biak di dalam sel darah manusia. Penyakit ini secara
alami ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina.
Etiologi
Penyakit malaria ini disebabkan oleh parasit plasmodium. Species
plasmodium pada manusia adalah :
1. Plasmodium falciparum, penyebab malaria tropika.
2. Plasmodium vivax, penyebab malaria tertiana.
3. Plasmodium malariae, penyebab malaria malariae (quartana)
4. Plasmodium ovale, penyebab malaria ovale.
Kini plasmodium knowlesi yang selama ini dikenal hanya ada pada monyet
ekor panjang (Macaca fascicularis), ditemukan pula ditubuh manusia. Penelitian
sebuah tim internasional yang dimuat jurnal Clinical Infectious Diseases
memaparkan hasil tes pada 150 pasien malaria di rumah sakit Serawak, Malaysia,
Juli 2006 sampai Januari 2008, menunjukkan, dua pertiga kasus malaria disebabkan
infeksi plasmodium knowlesi
Plasmodium falciparum merupakan penyebab infeksi yang berat dan bahkan
dapat menimbukan suatu variasi manisfestasi-manifestasi akut dan jika tidak
diobati, dapat menyebabkan kematian.
Seorang dapat menginfeksi lebih dari satu jenis plasmodium, dikenal sebagai
infeksi campuran / majemuk (mixed infection). Pada umumnya lebih banyak
dijumpai dua jenis plasmodium, yaitu campuran antara plasmodium falciparum dan
plasmodium vivax atau plasmodium malariae. Kadang-kadang dijumpai tiga jenis
plasmodium sekaligus, meskipun hal ini jarang terjadi. Infeksi campuran biasanya
terdapat di daerah dengan angka penualaran tinggi.
Epidemologi
Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan utama dunia dan terjadi di
lebih dari 100 negara. Daerah transmisi utama terdapat di Asia, Afrika, dan
Amerika Selatan. Plasmodium falciparum adalah spesies predominan di Afrika,
Haiti, dan New Guinea.
Plasmodium vivax predominan di Bangladesh, Amerika Tengah, India,
Pakistan, dan Sri Lanka. P. vivax dan P. falciparum predominan di Asia Tenggara,
Amerika Selatan, dan Oceania. Plasmodium ovale adalah spesies yang paling tidak
umum, terutama tersebar di Afrika.
Menurut survei kesehatan rumah tangga tahun 2001, terdapat 15 juta kasus
malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya di Indonesia. Diperkirakan 35%
penduduk Indonesia tinggal di daerah berisiko terinfeksi malaria. Di pulau Jawa
dan Bali, Annual Parasite index (API) masih berfl uktuasi, pada tahun 2005, 2006,
dan 2007 tercatat 0,95‰, 0,19‰ dan 0,16‰. Sedangkan di luar Jawa dan Bali,
Annual Malaria Incidence (AMI) menurun dari 24,75‰ pada tahun 2005 menjadi
19,67‰ tahun 2007. Di Sumatera Utara antara tahun 2000-2004, diperkirakan lebih
dari 50.000 kasus setiap tahun dengan 9-10 kasus kematian. Pada tahun 2010 WHO
memperkirakan terdapat sekitar 600.000 kematian akibat malaria di seluruh dunia
dan 86% adalah anak-anak di bawah usia 5 tahun.
Patofisiologi
Siklus hidup Plasmodium terdiri dari 2, yaitu siklus sporogoni (siklus seksual)
yang terjadi pada nyamuk dan siklus skizogoni (siklus aseksual) yang terdapat pada
manusia. Siklus ini dimulai dari siklus sporogoni yaitu ketika nyamuk mengisap
darah manusia yang terinfeksi malaria yang mengandung plasmodium pada
stadium gametosit. Setelah itu gametosit akan membelah menjadi mikrogametosit
(jantan) dan makrogametosit (betina). Keduanya mengadakan fertilisasi
menghasilkan ookinet . Ookinet masuk ke lambung nyamuk membentuk ookista .
Ookista ini akan membentuk ribuan sprozoit yang nantinya akan pecah dan sprozoit
keluar dari ookista. Sporozoit ini akan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk, salah
satunya di kelenjar ludah nyamuk. Dengan ini siklus sporogoni telah selesai.
Siklus skizogoni terdiri dari 2 siklus, yaitu siklus eksoeritrositik dan siklus
eritrositik. Dimulai ketika nyamuk menggigit manusia sehat. Sporozoit akan
masuk kedalam tubuh manusia melewati luka tusuk nyamuk. Sporozoit akan
mengikuti aliran darah menuju ke hati, sehingga menginfeksi sel hati dan akan
matang menjadi skizon. Siklus ini disebut siklus eksoeritrositik. Pada Plasmodium
falciparum dan Plasmodium malariae hanya mempunyai satu siklus eksoeritrositik,
sedangkan Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale mempunyai bentuk hipnozoit
(fase dormant) sehingga siklus eksoeritrositik dapat berulang. Selanjutnya, skizon
akan pecah mengeluarkan merozoit yang akan masuk ke aliran darah sehingga
menginfeksi eritrosit dan di mulailah siklus eritrositik. Merozoit tersebut akan
berubah morfologi menjadi tropozoit belum matang lalu matang dan membentuk
skizon lagi yang pecah dan menjadi merozoit lagi. Diantara bentuk tropozoit
tersebut ada yang menjadi gametosit dan gametosit inilah yang nantinya akan
dihisap lagi oleh nyamuk. Begitu seterusnya akan berulang-ulang terus. Gametosit
tidak menjadi penyebab terjadinya gangguan klinik pada penderita malaria,
sehingga penderita dapat menjadi sumber penularan malaria tanpa diketahui (karier
malaria).
Spesies
Lama siklus
eksoeritrositik
(hari)
Diameter
skizon matur
eksoeritrositik
(μm)
Jumlah
merozoit dalam
skizon
eksoeritrositik
Plasmodium
falciparum
5-7 60 30.000
Plasmodium
vivax
6-8 45 10.000
Plasmodium
ovale
9 60 15.000
Plasmodium
malariae
14-16 55 15.000
Tabel : Lamanya siklus eksoeritrositik
Lamanya
daur
Plasmodiu
m
falciparum
Plasmodiu
m vivax
Plasmodiu
m ovale
Plasmodiu
m malariae
Masa
prepaten
9-10 hari 11-13 hari 10-14 hari 15-16 hari
Masa
inkubasi
9-14 hari 12-17 hari 16-18 hari 18-40 hari
Daur
eritrositik
48 jam 48 jam 50 jam 72 jam
Merozoit
skizon
20-30 hari 18-24 hari 8-14 hari 8-10 hari
Tabel : Lamanya siklus eritrositik
Gejala Klinis
Sindrom klinis yang disebabkan oleh malaria berbeda tergantung apakah
pasien tinggal di daerah dengan penularan malaria endemis yang stabil (terus
menerus) atau penularan stabil (kadang-kadang dan/atau jarang). Di daerah dengan
penularan stabil, penyakit mempengaruhi anak dan orang dewasa dengan cara yang
berbeda. Anak mengalami infeksi kronis dengan parasitemia berulang yang
mengakibatkan anemia berat dan sering kematian. Yang tahan hidup infeksi
berulang ini dapat sebagian kekebalan pada usia lima tahun dan kekebalan ini tetap
tertahan pada masa dewasa. Orang dewasa mengalami infeksi tanpa gejala.
Gejala malaria terjadi dari beberapa serangan demam dengan interval tertentu
(disebut peroksisme), diselingi oleh suatu periode yang penderitanya bebas sama
sekali dari demam (di sebut periode laten). Gejala yang khas tersebut biasanya
ditemukan pada penderita non imun. Sebelum timbulnya demam, biasanya
penderita merasa lemah, mengeluh sakit kepala, kehilangan nafsu makan, merasa
mual di ulu hati, atau muntah (semua gejala awal disebut gejala prodolmal).
Beberapa pasien kadang mengeluh nyeri dada, batuk, nteri perut, nyeri sendi dan
diare. Sakit biasanya berkembang menjadi panas dingin berat dihubungkan dengan
panas hebat disertai takikardi, mual, pusing, orthostatis dan lemas berat. Dalam
beberapa jam mereda, pasien berkeringat dan sangat lelah.
Pada anak-anak, bahkan pada anak-anak non imun sekalipun, gejala malaria
tidaklah “klasik” seperti yang ditemukan pada orang dewasa. Pada penderita anak,
kenaikan panas badan cendrung lebih tinggi sering disertai dengan muntah-muntah
dan berkeringat. Anak-anak yang lebih besar yang mempunyai lebih sedikit
kekebalan kadang-kadang juga dapat menderita demam, nyeri sendi, sakit
kepala.oleh karena itu, gejala malaria pada anak bisa menyerupai penyakit lain yang
bisa menyebabkan demam. Begitu pula anemia yang cendrung menjadi berat pada
penderita anak. Malaria vivax yang biasanya memberi gejala yang ringan, pada
penderitanya anak sering menimbulkan gejala yang lebih berat. Namun bisanya,
malaria falciparum lah yang menyebabkan keadaan darurat pada penderita anak.8
Paroksisme demam pada malaria mempunyai interval tertentu, ditentukan oleh
waktu yang diperlukan oleh siklus aseksual/sizogoni darah untuk menghasilkan
sizon yang matang, yang sangat dipengaruhi oleh spesiec plasmodium yang
menginfeksi. Suatu peroksisme demam biasanya mempunyai 3 stadium yang
berurutan, yaitu :
1. Stadium frigoris (mengigil)
stadium ini mulai dengan menggil dan perasaan sangat dingin. Nadi penderita
sangat cepat, tetapi lemah. Bibir dan jari-jari pucat kebiruan (sianotik). Kulitnya
kering dan pucat, penderita mungkin dan pada penderita anak sering terjadi kejang.
Stadium ini berlangsung selama 15 menit -1 jam.
2. Stadium akme (puncak demam)
setelah menggigil/merasa dingin, pada stadium ini penderita mengalami
serangan demam. Muka penderita menjadi merah, kulitnya kering dan dirasakan
sangat panas seperti terbakar, sakit kepala bertambah keras, dan sering disertai rasa
mual atau muntah-muntah. Nadi penderita menjadi kuat kembali. Biasanya
penderita merasa santan haus dan suhu badan bisa meningkat sampai 41 C. stadium
ini berlangsung selama 2-4 jam.
3. Stadium sudoris (berkeringat banyak, suhu turun)
Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali, sampai membasahi
tempat tidur. Namun suhu badan pada fase ini turun dengan cepat, kadang-kadang
sampai dibawah normal. Biasanya penderita tertidur nyenyak dan pada saat terjaga,
ia merasa lemah, tetapi tanpa gejala lain. Stadium ini berlangsung selama 2-4 jam.
Gangguan fungsi ginjal ditunjukkan denagan oliguria, dan anuria dapat
terjadi. Sindrom nefrotik, berkaitan dengan plasmodium malariae apada anak yang
tinggal di daerah endemik malaria, prognosisnya jelek. Black water fever, sekarang
jarang ditemukan, dihibungkan dengan plasmodium falciparum; hemoglobinuria
akibat hemolisis intravascular berat dan mendadak, dapat menyebabkan anuria dan
kematian karena anemia.
Hipoglikemi dapat dihubungkan dengan malaria falciparum. Pada infeksi
berat, dapat terjadi asidosis laktat, dengan gambaran konvulsi dan gangguan
kesadaran.
Diagnosis
Diagnosis malaria dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium
(mikroskopik, tes diagnostik cepat) dan tanpa pemeksaan laboratorium. Sampai
saat ini diagnosis pasti malaria berdasarkan ditemukanya prasit dalam sendian
darah secara miskrokopik. Kasus malaria yang didiagonis hanya berdasarkan gejala
dan tanda klinis disebut kasus tersangka malaria atau malaria klinis.
Anamnesis
a. Keluhan Utama : deman ,mengilgil,dan dapat disertai sakit
kepala,mual,
b. Muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal
c. Riwayat berkunjung dan bermalam 1~4 minggu yang lalu ke daerah
Endemik malaria
d. Riwayat tinggal di daerah endemik malaria
e. Riwayat sakit malaria
f. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir
g. Riwayat mendapat tranfusi darah
h. Gejala klinis pada anak dapat tidak khas
Pemeriksaan Fisik
a. Deman (peraan atau pengukuran dengan thermometer )
b. Pucat pada kojugtiva palpebra atau telapak tangan .
c. Pembesaran limpa (splenomegali).
d. Pembesaraan hati (hepatomegali).
Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis untuk mentukan :
b. Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).
c. Species dan stadium plasmodium (Pf, PV, Pm,Po, dan tropozoit,
skizon, gametosit).
Kepadatan parasit :
Semi kuatitatif
o (-) : SD neagatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB)
o (+) : SD positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB).
o (++) : SD positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB).
o (+++) : SD positif 3 (ditemukan 1-100 parasit dalam 1 LPB).
o (++++) : SD positif 4 (ditemukan 11-100 parasit dalam 1 LPB).
Kuantitatif
Kepadatan parasit dihitung pada sediaan tebal dengan menghitung jumlah
parasit per 200 leokosit, atau dihitung melalui sediaan tipis per 1000
eritrosit.
Pemeriksaan Morfologi
Plasmodium knowlesi mirip dengan P. malariae. P, malariae dicirikan oleh
parasit kompak (semua tahapan) dan tidak mengubah eritrosit host atau
menyebabkan pembesaran. Trofozoit memanjang membentang di eritrosit,
yang disebut “band form”, kadang-kadang tampak. Schizonts biasanya akan
memiliki 8-10 merozoit yang sering diatur dalam pola roset dengan rumpun
pigmen di tengah.
Penatalaksanaan
Tenaga kesehatan perlu memperhatikan informasi terbaru tentang malaria
karena pola resistensi obat anti-malaria terus berubah. Penatalaksanaan malaria
tidak berat (tanpa komplikasi) adalah secara rawat jalan dengan obat anti-malaria
yang direkomendasikan WHO. Klorokuin dan sulfodoksin-pirimetamin tidak lagi
digunakan karena tingginya resistensi P. falciparum terhadap obat ini di banyak
negara. Penatalaksanaan malaria tidak berat meliputi pengobatan simptomatik dan
pengobatan anti-malaria bertujuan untuk eradikasi parasit dalam tubuh dan
mencegah terjadinya komplikasi.
Pengobatan Simptomatik
Pemberian antipiretik pada anak demam untuk mencegah hipertermia dengan
dosis paracetamol 15 mg/kgBB/dosis setiap 4-6 jam. Apabila terjadi hipertermia
(suhu rektal >40°C), berikan paracetamol dosis inisial 20 mg/kgBB/dosis
dilanjutkan dengan dosis rumatan 15 mg/kgBB/dosis. Pada anak kejang, sebaiknya
berikan diazepam intravena perlahan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/dosis atau
diazepam rektal 5 mg (berat badan <10 kg) atau 10 mg (berat badan >10 kg), dan
segera rujuk ke rumah sakit, karena kejang merupakan salah satu gejala malaria
berat yang membutuhkan penanganan lanjutan. Suplementasi zat besi dengan atau
tanpa zinc secara bermakna meningkatkan kadar hemoglobin pada penderita
malaria tropikana di daerah endemis. Namun, pemberian zat besi pada malaria
dengan anemia ringan tidak dianjurkan, kecuali bila disebabkan oleh defisiensi besi.
Pengobatan Anti-malaria
 Lini pertama:
1. Dehidroartemisin + piperakuin (fixed dose combination) Dosis
dehidroartemisin 2-4 mg/kgBB dan piperakuin 16-32 mg/kgBB/dosis
tunggal, diberikan selama 3 hari. Saat ini, rutin digunakan di Papua dan
Papua Barat. Penggunaan dehidroartemisin-piperakuin pada anak lebih
ditoleransi karena adverse event yang lebih rendah dari
artesunatamodiakuin.
2. Artesunat + amodiakuin (tablet 50 mg artesunat dan 153 mg
amodiakuin) Dosis artesunat 4 mg/kgBB/dosis tunggal selama 3 hari, dan
amodiakuin 10 mg- basa/ kgBB/dosis tunggal juga selama 3 hari.
 Lini kedua:
1. Kina (tablet 200 mg kina fosfat/sulfat) Dosis kina 10 mg/kgBB/dosis,
diberikan 3 kali sehari selama 7 hari. Kina harus dikombinasikan dengan
doksisiklin pada P. falciparum, dengan dosis doksisiklin: 2
mg/kgBB/dosis (usia >14 tahun), 1 mg/kgBB/dosis (8-14 tahun), 2 kali
sehari selama 7 hari. Pada ibu hamil dan anak kurang dari 8 tahun
direkomendasikan mengganti doksisiklin dengan klindamisin. Kombinasi
kina dan klindamisin aman, efektif, dan memiliki adverse event lebih
sedikit. Dosis klindamisin: 20 mg basa/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 7
hari.
 Obat anti-malaria lini pertama dan kedua (blood schizonticidal) harus
ditambah primakuin. Primakuin bermanfaat untuk eradikasi Plasmodium
yang dorman dalam jaringan, terutama hepar (tissue schizonticidal). Untuk
P. falciparum khusus untuk anak >1 tahun, dosis primakuin: 0,75 mg-
basa/kgBB/ dosis tunggal 1 hari. Sedangkan untuk P. vivax, P. ovale dan P.
malariae dikombinasikan dengan primakuin 0,25 mg/kgBB/dosis tunggal
selama 14 hari. Primakuin tidak boleh diberikan untuk anak usia <1 tahun,
ibu hamil, dan defi siensi G6PD.
 Kondisi klinis malaria pada anak dapat cepat memburuk. Edukasi orang tua
pasien penting sebagai partner pemantauan selama rawat jalan. Apabila
anak tidak bisa menoleransi obat oral atau muncul gejala-gejala malaria
berat sebaiknya dirujuk untuk pemberian antimalarial intravena dengan
dosis terukur. WHO merekomendasikan pemberian artesunat rektal dosis
tunggal pada anak dengan malaria sebelum dirujuk ke pusat pelayanan
lanjutan. Data menunjukan kematian akibat malaria pada anak menurun
dengan pemberian artesunat per rektal jika waktu rujuk melebihi 6 jam.
Prognosis
Prognosis bergantung pada pengobatan yang dinerikan. Pada malaria tropika (
yang disebabkan oleh plasmodium falciparum) dapat timbul komplikasi yang
berbahaya yang disebut black water fever ( hemoglobinuric feber) dengan gagal
ginjal akut.
Pencegahan
Penyakit dapat dicegah dengan melakukan pemotongan rantai penularan
dengan cara :
a. Mencegah gigitan vektor
 Membunuh nyamuk dengan insektisida.
 Tidur dengan mengunakan kelambu.
 Menghilangkan kesempatan nyamuk berkembang biak.
b. Kemoprofolaksis
Bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria, dan apabila terinfeksi
gejala klinisnya tidak berat. Obat malaria yang dipakai adalah :
 Doksisiklin : untuk plasmodium falsiparum
Dosis : 1,5 mg / kg BB/ hari selama tidak lebih dari 4-6 minggu.
 Klorokuin : untuk plasmodium vivax
Dosis 5 mg/ kg BB/ minggu, diminum 1 minggu sebelum ke daerah endemis
sampai 4 minggu setelah kembali.
Referensi :
Romi Irmansyah Putra , Teuku. Malaria dan Permasalahannya. 2011. Aceh: Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala. Vol. 11
Diagnosis dan penatalaksanaan Malaria tanpa Komplikasi pada Anak. Papua:
Kalbemed. CDK-229/ vol. 42 no. 6, th. 2015
7. Jelaskan perspektif islam yang berhubungan dengan scenario !
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,
”Janganlah kamu mencaci maki penyakit demam, karena sesungguhnya (dengan
penyakit itu) Allah akan mengahapuskan dosa-dosa anak Adam sebagaimana
tungku api menghilangkan kotoran-kotoran besi. (HR. Muslim)
Oleh karena itu, tidak boleh bagi seorang mukmin mencaci maki penyakit yang
dideritanya, menggerutu, apalagi sampai berburuk sangka pada Allah dengan
musibah sakit yang dideritanya. Bergembiralah wahai saudaraku, sesungguhnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sakit demam itu menjauhkan
setiap orang mukmin dari api Neraka” (HR. Al Bazzar)

More Related Content

What's hot (20)

Laporan kasus ppok
Laporan kasus ppokLaporan kasus ppok
Laporan kasus ppok
 
Demam tifoid anak
Demam tifoid anakDemam tifoid anak
Demam tifoid anak
 
Epilepsi
EpilepsiEpilepsi
Epilepsi
 
Demam tifoid
Demam tifoidDemam tifoid
Demam tifoid
 
Anatomi
AnatomiAnatomi
Anatomi
 
Tanda tanda infeksi
Tanda tanda infeksiTanda tanda infeksi
Tanda tanda infeksi
 
Inflamasi
InflamasiInflamasi
Inflamasi
 
Toksikologi b
Toksikologi bToksikologi b
Toksikologi b
 
Ilmu Penyakit Disentri
Ilmu Penyakit DisentriIlmu Penyakit Disentri
Ilmu Penyakit Disentri
 
Dermatitis
Dermatitis Dermatitis
Dermatitis
 
Orkitis (Orchitis) - Presentasi Kasus
Orkitis (Orchitis) - Presentasi KasusOrkitis (Orchitis) - Presentasi Kasus
Orkitis (Orchitis) - Presentasi Kasus
 
Laporan PBL 1 Modul Hemiparesis
Laporan PBL 1 Modul HemiparesisLaporan PBL 1 Modul Hemiparesis
Laporan PBL 1 Modul Hemiparesis
 
Radang
RadangRadang
Radang
 
sistem termoregulasi
sistem termoregulasisistem termoregulasi
sistem termoregulasi
 
Perkeni dm 2019
Perkeni dm 2019Perkeni dm 2019
Perkeni dm 2019
 
Proses penuaan
Proses penuaanProses penuaan
Proses penuaan
 
Laporan PBL Modul Berat Badan Menurun
Laporan PBL Modul Berat Badan MenurunLaporan PBL Modul Berat Badan Menurun
Laporan PBL Modul Berat Badan Menurun
 
Virus dbd. bag.16
Virus  dbd.  bag.16Virus  dbd.  bag.16
Virus dbd. bag.16
 
Jenis, Indikasi, Dosis, dan Efek Samping Obat
Jenis, Indikasi, Dosis, dan Efek Samping ObatJenis, Indikasi, Dosis, dan Efek Samping Obat
Jenis, Indikasi, Dosis, dan Efek Samping Obat
 
SINDROME NEFROTIK
SINDROME NEFROTIKSINDROME NEFROTIK
SINDROME NEFROTIK
 

Similar to Modul Demam (20)

TERMO.pptx
TERMO.pptxTERMO.pptx
TERMO.pptx
 
Makalah febris
Makalah febrisMakalah febris
Makalah febris
 
Febris
FebrisFebris
Febris
 
Febris
FebrisFebris
Febris
 
Makalah kmb i bu mus golo
Makalah   kmb  i bu mus goloMakalah   kmb  i bu mus golo
Makalah kmb i bu mus golo
 
PPT Termoregulasi.pptx
PPT Termoregulasi.pptxPPT Termoregulasi.pptx
PPT Termoregulasi.pptx
 
Makalah febris
Makalah febrisMakalah febris
Makalah febris
 
Makalah febris
Makalah febrisMakalah febris
Makalah febris
 
Makalah febris
Makalah febrisMakalah febris
Makalah febris
 
Makalah febris
Makalah febrisMakalah febris
Makalah febris
 
Makalah febris
Makalah febrisMakalah febris
Makalah febris
 
Tetanus=
Tetanus=Tetanus=
Tetanus=
 
Sindromatologi demam
Sindromatologi demamSindromatologi demam
Sindromatologi demam
 
Lapkas anak
Lapkas anakLapkas anak
Lapkas anak
 
Askep anak kejang demam
Askep anak kejang demamAskep anak kejang demam
Askep anak kejang demam
 
Lapkas kejang demam
Lapkas kejang demamLapkas kejang demam
Lapkas kejang demam
 
Persentasi Modul Demam
Persentasi Modul DemamPersentasi Modul Demam
Persentasi Modul Demam
 
Modul Demam
Modul DemamModul Demam
Modul Demam
 
Tugas kebutuhan rasa aman dan nyaman lengkap
Tugas kebutuhan rasa aman dan nyaman lengkapTugas kebutuhan rasa aman dan nyaman lengkap
Tugas kebutuhan rasa aman dan nyaman lengkap
 
Patofisiologi demam
Patofisiologi demamPatofisiologi demam
Patofisiologi demam
 

More from Aulia Amani

Persentation of HIV pada anak
Persentation of HIV pada anakPersentation of HIV pada anak
Persentation of HIV pada anakAulia Amani
 
Laporan Kasus Stroke Hemoragik
Laporan Kasus Stroke HemoragikLaporan Kasus Stroke Hemoragik
Laporan Kasus Stroke HemoragikAulia Amani
 
Kesadaran Menurun ec Hemoragik Stroke
Kesadaran Menurun ec Hemoragik StrokeKesadaran Menurun ec Hemoragik Stroke
Kesadaran Menurun ec Hemoragik StrokeAulia Amani
 
Deep Vein Trombosis
Deep Vein TrombosisDeep Vein Trombosis
Deep Vein TrombosisAulia Amani
 
Modul Kesadaran Menurun (word)
Modul Kesadaran Menurun (word)Modul Kesadaran Menurun (word)
Modul Kesadaran Menurun (word)Aulia Amani
 
Modul Kesadaran Menurun
Modul Kesadaran Menurun Modul Kesadaran Menurun
Modul Kesadaran Menurun Aulia Amani
 
Modul Luka/trauma
Modul Luka/traumaModul Luka/trauma
Modul Luka/traumaAulia Amani
 
PBL Modul Keterlambatan Gerak Kasar
PBL Modul Keterlambatan Gerak KasarPBL Modul Keterlambatan Gerak Kasar
PBL Modul Keterlambatan Gerak KasarAulia Amani
 
Modul Gangguan Haid
Modul Gangguan HaidModul Gangguan Haid
Modul Gangguan HaidAulia Amani
 
Modul 2 BBLR Blok reproduksi
Modul 2 BBLR Blok reproduksi Modul 2 BBLR Blok reproduksi
Modul 2 BBLR Blok reproduksi Aulia Amani
 
Modul 2 BBLR Blok Reproduksi
Modul 2 BBLR Blok ReproduksiModul 2 BBLR Blok Reproduksi
Modul 2 BBLR Blok ReproduksiAulia Amani
 
Modul 2 Produksi Kencing Kurang
Modul 2 Produksi Kencing KurangModul 2 Produksi Kencing Kurang
Modul 2 Produksi Kencing KurangAulia Amani
 
pbl report smelling
pbl report smellingpbl report smelling
pbl report smellingAulia Amani
 
persentasi laporan PBL Penghidu
persentasi laporan PBL Penghidupersentasi laporan PBL Penghidu
persentasi laporan PBL PenghiduAulia Amani
 
Persentasion PBL 1 Modul Hemiparesis
Persentasion PBL 1 Modul HemiparesisPersentasion PBL 1 Modul Hemiparesis
Persentasion PBL 1 Modul HemiparesisAulia Amani
 
Laporan pbl modul Kegemukan
Laporan pbl modul KegemukanLaporan pbl modul Kegemukan
Laporan pbl modul KegemukanAulia Amani
 

More from Aulia Amani (20)

Persentation of HIV pada anak
Persentation of HIV pada anakPersentation of HIV pada anak
Persentation of HIV pada anak
 
HIV pada Anak
HIV pada AnakHIV pada Anak
HIV pada Anak
 
Laporan Kasus Stroke Hemoragik
Laporan Kasus Stroke HemoragikLaporan Kasus Stroke Hemoragik
Laporan Kasus Stroke Hemoragik
 
Kesadaran Menurun ec Hemoragik Stroke
Kesadaran Menurun ec Hemoragik StrokeKesadaran Menurun ec Hemoragik Stroke
Kesadaran Menurun ec Hemoragik Stroke
 
Deep Vein Trombosis
Deep Vein TrombosisDeep Vein Trombosis
Deep Vein Trombosis
 
Modul Kesadaran Menurun (word)
Modul Kesadaran Menurun (word)Modul Kesadaran Menurun (word)
Modul Kesadaran Menurun (word)
 
Modul Kesadaran Menurun
Modul Kesadaran Menurun Modul Kesadaran Menurun
Modul Kesadaran Menurun
 
Modul Luka/trauma
Modul Luka/traumaModul Luka/trauma
Modul Luka/trauma
 
PBL Modul Jatuh
PBL Modul JatuhPBL Modul Jatuh
PBL Modul Jatuh
 
PBL Modul Keterlambatan Gerak Kasar
PBL Modul Keterlambatan Gerak KasarPBL Modul Keterlambatan Gerak Kasar
PBL Modul Keterlambatan Gerak Kasar
 
Modul Gangguan Haid
Modul Gangguan HaidModul Gangguan Haid
Modul Gangguan Haid
 
Modul SS Mata
Modul SS MataModul SS Mata
Modul SS Mata
 
Modul 2 BBLR Blok reproduksi
Modul 2 BBLR Blok reproduksi Modul 2 BBLR Blok reproduksi
Modul 2 BBLR Blok reproduksi
 
Modul 2 BBLR Blok Reproduksi
Modul 2 BBLR Blok ReproduksiModul 2 BBLR Blok Reproduksi
Modul 2 BBLR Blok Reproduksi
 
Modul 2 Produksi Kencing Kurang
Modul 2 Produksi Kencing KurangModul 2 Produksi Kencing Kurang
Modul 2 Produksi Kencing Kurang
 
pbl report smelling
pbl report smellingpbl report smelling
pbl report smelling
 
persentasi laporan PBL Penghidu
persentasi laporan PBL Penghidupersentasi laporan PBL Penghidu
persentasi laporan PBL Penghidu
 
Modul Kulit
Modul Kulit Modul Kulit
Modul Kulit
 
Persentasion PBL 1 Modul Hemiparesis
Persentasion PBL 1 Modul HemiparesisPersentasion PBL 1 Modul Hemiparesis
Persentasion PBL 1 Modul Hemiparesis
 
Laporan pbl modul Kegemukan
Laporan pbl modul KegemukanLaporan pbl modul Kegemukan
Laporan pbl modul Kegemukan
 

Recently uploaded

KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptxHendryJulistiyanto
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxbkandrisaputra
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaNadia Putri Ayu
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 

Recently uploaded (20)

KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 

Modul Demam

  • 1. Fakultas Kedokteran Makassar, 24 Oktober 2017 Universitas Muslim Indonesia LAPORAN PBL BLOK KEDOKTERAN TROPIS MODUL 1 DEMAM KELOMPOK 10 11020150009 AULIA AMANI 11020150014 ANDI RIZKI NUR AMALIA 11020150031 NURUL FAIQAH BAEDURI 11020150044 ANDI ADINDA FARACH DHEA 11020150062 MUHAMMAD ILHAM KAHARU 11020150064 NUR FADHILLAH ARIESA 11020150072 APRIANI EKA SAPUTRI 11020150078 RIFQI ADITYA 11020150079 SITI FADHILAH HAZZHIYAH 11020150092 MAULUDDIN RAHMAT SARITA TUTOR : dr. Sri Wahyuni Gayatri FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2017
  • 2. KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah- Nya sehingga laporan hasil TUTORIAL modul 1 pada skenario 2 dari kelompok 10 ini dapat terselesaikan dengan baik. Dan tak lupa kami kirimkan salam dan shalawat kepada nabi junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW. Yang telah membawa kita dari alam yang penuh kebodohan ke alam yang penuh kepintaran. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah membantu dalam pembuatan laporan ini dan yang telah membantu selama masa TUTORIAL khususnya kepada beberapa tutor sekaligus pembimbing kami yang telah membantu selama proses PBL berlangsung. Dan kami juga mengucapkan permohonan maaf kepada setiap pihak jika dalam proses PBL telah berbuat salah baik disengaja maupun tidak disengaja. Semoga Laporan hasil TUTORIAL ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak yang telah membaca laporan ini dan khususnya bagi tim penyusun sendiri. Diharapkan setelah membaca laporan ini dapat memperluas pengetahuan pembaca mengenai Sistem Endokrin. Makassar, 24 Oktober 2017 Kelompok 10
  • 3. Skenario 2 : Laki-laki, 41 tahun, Masuk ke IGD rumah sakit dengan keluhan demam sejak 5 hari yang lalu. Demam mendadak, tinggi dan menetap. perasaan seperti terbakar di seluruh tubuh dan tidak menurun dengan pemberian obat penurun panas. Mengigil serta kulit dan matanya menguning sejak 3 hari lalu, warna urinnya berubah menjadi kuning kecoklatan seperti teh, badan lemas dan nyeri disekujur tubuhnya semenjak 2 hari lalu dan tidak membaik dengan istirahat. Muntah darah sejak 6 jam yang lalu frekuensi 2 kali. KLARIFIKASI KATA Kata Kunci 1. Laki-laki, 41 tahun 2. Keluhan demam sejak 5 hari yang lalu. 3. Demam mendadak, tinggi dan menetap. perasaan seperti terbakar di seluruh tubuh 4. Tidak menurun dengan pemberian obat penurun panas 5. Mengigil serta kulit dan matanya menguning sejak 3 hari lalu 6. Warna urinnya berubah menjadi kuning kecoklatan seperti teh 7. Badan lemas dan nyeri disekujur tubuhnya semenjak 2 hari lalu dan tidak membaik dengan istirahat 8. Muntah darah sejak 6 jam yang lalu frekuensi 2 kali. PERTANYAAN PENTING 1. Jelaskan definisi, klasifikasi, dan mekanisme demam! 2. Jelaskan patomekanisme gejala pada scenario ! 3. Mengapa demam tidak turun dengan pemberian obat? 4. Sebutkan dan jelaskan penyakit-penyakit tropis yang menyebabkan demam! 5. Jelaskan langkah-langkah diagnosis! 6. Jelaskan diagnosa banding pada scenario! 7. Jelaskan perspektif islam yang berhubungan dengan scenario !
  • 4. JAWABAN PERTANYAAN 1. Jelaskan definisi, klasifikasi, dan mekanisme demam! Definisi Demam Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus (Dinarello & Gelfand, 2005). Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5-37,2°C. Derajat suhu yang dapat dikatakan demam adalah rectal temperature ≥38,0°C atau oral temperature ≥37,5°C atau axillary temperature ≥37,2°C (Kaneshiro & Zieve, 2010). Istilah lain yang berhubungan dengan demam adalah hiperpireksia. Hiperpireksia adalah suatu keadaan demam dengan suhu >41,5°C yang dapat terjadi pada pasien dengan infeksi yang parah tetapi paling sering terjadi pada pasien dengan perdarahan sistem saraf pusat (Dinarello & Gelfand, 2005). Klasifikasi Demam Menurut Nelwan (2007), terdapat beberapa tipe demam yang mungkin dijumpai, antara lain: a. Demam septic Pada tipe demam septik, suhu tubuh berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. Demam sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hektik. b. Demam remiten Pada tipe demam remiten, suhu tubuh dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik. c. Demam intermiten Pada demam intermiten, suhu tubuh turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana. d. Demam kontinyu Pada demam tipe kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat.
  • 5. e. Demam siklik Tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu tubuh selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula. Patofisiologi Demam Demam terjadi oleh karena pengeluaran zat pirogen dalam tubuh. Zat pirogen sendiri dapat dibedakan menjadi dua yaitu eksogen dan endogen. Pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh seperti mikroorganisme dan toksin. Sedangkan pirogen endogen merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh meliputi interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), dan tumor necrosing factor-alfa (TNF-A). Sumber utama dari zat pirogen endogen adalah monosit, limfosit dan neutrofil (Guyton, 2007). Seluruh substansi di atas menyebabkan selsel fagosit mononuclear (monosit, makrofag jaringan atau sel kupfeer) membuat sitokin yang bekerja sebagai pirogen endogen, suatu protein kecil yang mirip interleukin, yang merupakan suatu mediator proses imun antar sel yang penting. Sitokin-sitokin tersebut dihasilkan secara sistemik ataupun local dan berhasil memasuki sirkulasi. Interleukin-1, interleukin-6, tumor nekrosis factor α dan interferon α, interferon β serta interferon γ merupakan sitokin yang berperan terhadap proses terjadinya demam. Sitokin-sitokin tersebut juga diproduksi oleh sel-sel di Susunan Saraf Pusat (SSP) dan kemudian bekerja pada daerah preoptik hipotalamus anterior. Sitokin akan memicu pelepasan asam arakidonat dari membrane fosfolipid dengan bantuan enzim fosfolipase A2. Asam arakidonat selanjutnya diubah menjadi prostaglandin karena peran dari enzim siklooksigenase (COX, atau disebut juga PGH sintase) dan menyebabkan demam pada tingkat pusat termoregulasi di hipotalamus (Dinarello dan Gelfrand, 2001; Fox, 2002; Wilmana dan Gan, 2007; Ganong. 2008; Juliana, 2008; Sherwood, 2010). Enzim sikloosigenase terdapat dalam dua bentuk (isoform), yaitu siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2). Kedua isoform berbeda distribusinya pada jaringan dan juga memiliki fungsi regulasi yang berbeda. COX-1 merupakan enzim konstitutif yang mengkatalis pembentukan prostanoid regulatoris pada berbagai jaringan, terutama pada selaput lender traktus gastrointestinal, ginjal, platelet dan epitel pembuluh darah. Sedangkan COX-2tidak konstitutif tetapi dapat diinduksi, antara lain bila ada stimuli radang, mitogenesis atau onkogenesis. Setelah stimuli tersebut lalu terbentuk prostanoid yang merupakan mediator nyeri dan radang.
  • 6. Penemuan ini mengarah kepada, bahwa COX-1 mengkatalis pembentukan prostaglandin yang bertanggung jawab menjalankan fungsi-fungsi regulasi fisiologis, sedangkan COX-2 mengkatalis pembentukan prostaglandin yang menyebabkan radang (Dachlan et al., 2001; Davey, 2005). Prostaglandin E2 (PGE2) adalah salah satu jenis prostaglandin yang menyebabkan demam. Hipotalamus anterior mengandung banyak neuron termosensitif. Area ini juga kaya dengan serotonin dan norepineprin yang berperan sebagai perantara terjadinya demam, pirogen endogen meningkatkan konsentrasi mediator tersebut. Selanjutnya kedua monoamina ini akan meningkatkan adenosine monofosfat siklik (cAMP) dan prostaglandin di susunan saraf pusat sehingga suhu thermostat meningkat dan tubuh menjadi panas untuk menyesuaikan dengan suhu thermostat (Dinarello dan Gelfrand, 2001; Fox, 2002; Wilmana dan Gan, 2007; Ganong, 2008; Juliana, 2008; Sherwood, 2010). Gambar 1. Patofisiologi Demam dan Efek Antipiretik (Ermawati, 2010) Mekanisme demam juga dapat terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui sinyal aferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal makrofag inflamantory protein-1 (MIP-1), suatu kemokin yang bekerja secara langusng terhadap hipotalamus anterior. Berbeda dengan demam yang dari jalur prostaglandin, demam yang melalui jalur MIP-1 tidak dapat dihambat dengan antipiretik.
  • 7. Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan fase kemerahan. Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase peningkatan suhu tubuh yang ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan aktivitas otot yang berusaha untuk memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan menggigil. Fase kedua yaitu fase demam merupakan fase keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas di titik patokan suhu yang sudah meningkat. Fase ketiga yaitu fase kemerahan merupakan fase penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah dan berkeringat yang berusaha untuk menghilangkan panas sehingga tubuh akan berwarna kemerahan (Dalal & Zhukovsky, 2006). Referensi : Repository.usu.ac.id (online). Demam. Cahpter II. Universitas Sumatera Utara. Baitil, Atiq. Gambaran Pengetahuan Demam. FK UI. 2009
  • 8. 2. Jelaskan patomekanisme gejala pada scenario ! Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen. Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua yaitu pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari pirogen eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN. Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya adalah monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat mengeluarkan pirogen endogen jika terstimulasi (Dinarello & Gelfand, 2005). Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello & Gelfand, 2005). Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut (Sherwood, 2001). Vaskulitis terjadi akibat kemampuan motilitas bakteri yang tinggi sehingga menyebabkan terjadinya lesi primer yaitu kerusakan dinding endotel pembuluh darah yang menimbulkan vaskulitis serta merusak organ. Vaskulitis yang timbul dapat disertai dengan kebocoran dan ekstravasasi sel dan dapat menyebabkan hemetemesis Nyeri otot terjadi diakibatkan agen infeksius masuk ke dalam tubuh kemudian terjadi ikatan antara agen infeksius tersebut dengan antibodi dari tubuh kita, terbentuklah kompleks imun, agen infeksius itu mengalahkan imunitas dalam tubuh, makrofag teraktivasi, kemudian bereplikasi di makrofag yang merupakan sel target, makrofag terkontaminasi agen infeksius tersebut karena agen infeksius tersebut menempel di makrofag, makrofag tersebut kemudian mencerna hasil pemecahan agen infeksius tersebut dan melepaskan zat IL-1. IL-1 saat mencapai hipotalamus segera mengaktifkan proses yang menimbulkan demam dengan cara menginduksi pembentukan salah satu prostagalndin E2. Tubuh kemudian
  • 9. melakukan kompensasi untuk menurunkan panas tersebut yaitu dengan cara vasodilatasi pembuluh darah kulit, evaporasi panas meningkat, tubuh berkeringat, keringat mengandung H2O, urea, natrium, klorida, asam laktat, kalium, apabila terjadi pengeluaran keringat terus menerus, H2O, urea, natrium, klorida, asam laktat pun akan terbuang, terjadilah dehidrasi, H2O banyak yang terbuang, dalam metabolisme karena kurang H20 maka pembentukan 02 (ATP) sedikit atau tidak sempurna sehingga metabolisme tubuh mengalami perubahan dari glikolisis aerob ke glikolisis anaerob, glikolisis anaerob hasil akhirnya asam laktat dan hanya sedikit ATP, terjadilah penumpukan asam laktat dan terjadilah nyeri. Bisa juga terjadi karena virus bersifat menyerang melalui darah dan organ. Bila organ tersebut terserang maka virus tersebut juga ikut menyerang tulang dan otot di sekitar organ sehingga akhrinya menyebabkan mialgia dan arthralgia. Sementara itu akibat terjadinya infeksi, sel hati mengalami degenerasi, ditemukan daerah nekrosis sentral, badan Councilman dan perlemakan. Hal ini menyebabkan ikterus dan urin seperti teh. Pada ginjal, penghambatan pompa Na/K menyebabkan hilangnya kalium dan hipokalemia yang merupakan tanda gagal ginjal akut. Hipokalemia sendiri dapat menyebabkan lemas. Referensi 1. Dwijaya, Anandhika. 2012. Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Ibu dalam Pemberian Parasetamol kepada Anak sebagai Penatalaksanaan Awal Demam di Kelurahan Tegal Sari Mandala II Kecamatan Medan Denai Medan. Universitas Sumatera Utara. 2. Andani, Luluk. Gassem, M.Hussein. 2014. EVALUASI PENGGUNAAN KRITERIA DIAGNOSIS LEPTOSPIROSIS (WHO SEARO 2009) PADA PASIEN LEPTOSPIROSIS DI RSUP DR KARIADI SEMARANG. Universitas Dipenogoro. 3. Sudoyo Aru W. Dkk, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2006. Jilid III. Ed. IV.Jakarta.FK-UI
  • 10. 3. Mengapa demam tidak turun dengan pemberian obat? Mekanisme demam juga dapat terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui sinyal aferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal macrophage inflammatory protein ( IMP-1), suatu kemokin yang bekerja secara langsung terhadap hipotalamus anterior. Berbeda dengan demam dari jalur non prostaglandin, demam melalui aktivitas MIP-1 ini tidak dapat dihambat oleh antipiretik. Antipiretik digunakan untuk membantu untuk menegembalikan suhu set point ke kondisi normal dengan cara menghambat sintesa dan pelepasan prostaglandin E2, yang distimulasi oleh pirogen endogen pada hipotalamus. Referensi : Atiq, baitil. Gambaran pengetahuan dan perilaku orangtua dalam pemberian antipiretik pada anak sebelum berobat berdasarkan jenis pekerjaan orang tua. Fakultas kedokteran universitas indonesia. 2009. Halaman 6
  • 11. 4. Jelaskan patomekanisme gejala pada scenario ! Virus : 1. Dengue haemoragic fever (DHF) : disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae, manifestasi klinisnya ; demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik. 2. Demam kuning atau Yellow Fever disebabkan oleh virus yellow fever yang termasuk genus Flavivirus, famili Flaviviridae, manifestasi klinisnya ; dapat berupa infeksi subklinis, infeksi mirip influenza, atau pada 15-25% terjadi fulminan dan menyebabkan kematian. 3. Influenza disebabkan oleh 3 tipe virus influnza yakni A,B dan C; tipe B biasanya hanya menyebabkan penyakit yang lebih rngan dari tipe A dan kadang hanya sampai menyebabkan epidemi, tipe C adalah tipe yang diragukan patogenitasnya untuk manusia, mungkin hanya menyebabkan gangguan ringan saja. Gejalanya berupa demam, menggigil, sakit otot, sakit kepala dan sering disertai pilek, sakit tenggorok dan batuk non produktif. 4. Rabies adalah penyakit infeksi akut susunan saraf pusat pada manusia dan mamalia yang berakibat fatal. Gejala klinisnya pada stadium prodromal (1-4 hari); demam, menggigil, batuk, nyeri menelan, nyeri perut, sakit kepala,malaise, mialgia, mual, muntah, diare, dan nafsu makan menurun. Bakteri : 1. Demam tifoid disebabkan bakteri Salmonella thyphi dan Salmonella paratyphi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yg terkontaminasi kuman. Gambaran klinis sangat bervariasi dari ringan sampai berat; pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan gejala serupa dengan infeksi akut yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. 2. Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosi yang disebabkan oleh mikrorganisme Leptospira interogans yang termasuk genus leptospira famili treponemataceae. Gejala klinisnya sakit kepala, nyeri otot, demam tinggi disertai menggigil serta didapati mual dengan atau muntah disertai mencret dan dalam beberapa kasus ditemukan penurunan kesadaran. Parasit 1. Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang selain menginfeksi manusia dapat juga menginfeksi binatang seperti
  • 12. golongan burung, reptil, dan mamalia. Plasmodium yg sering dijjumpai di Indonesia adalah Plasmodium vivax dan plasmodium falciparum. Adajuga plasmodium malariae namun sudah jarang ditemukan. Referensi: Sudoyo, Aru W, dkk, editor 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
  • 13. 5. Jelaskan langkah-langkah diagnosis! Anamnesis 1. Tanyakanlah data pribadi pasien: nama, umur, alamat, dan pekerjaan 2. Tanyakanlah apa yang menyebabkan pasien datang ke dokter (keluhan utama). Untuk heteroanamnesis tanyakan hubungan pasien dengan pengantar. 3. Galilah riwayat penyakit yang diderita sekarang. Tanyakan tentang hal-hal berikut :  Onset dan durasi demam : timbul mendadak, kapan dan sudah berapa lama demam  Sifat demam : subfebris, tinggi, terus menerus, intermitten, lebih tinggi pada sore dan malam hari, bersifat serangan dengan interval tertentu. 4. Tanyakanlah tentang gejala lain yang menyertai:  anoreksia, disfagia, malaise, sakit kepala, artralgia, mialgia, sukar membuka mulut.  manifestasi perdarahan: peteki, ekimosis, epistaksis,hematemesis, melena  menggigil  kejang  gangguan sistem respirasi : batuk, sesak  gangguan gastrointestinal: mual, muntah, nyari abdomen, diare dengan/tanpa lendir/darah, konstipasi, gangguan sistem urogenitalia: warna urin, oliguria, disuria  ruam kulit: kapan timbulnya, lokasi, penyebaran. 5. Tanyakanlah adanya riwayat peyakit yang sama dalam keluarga atau lingkungan sekitar tempat tinggal. 6. Tanyakanlah tentang riwayat imunisasi (terutama pasien anak) 7. Tanyakanlah riwayat bepergian atau pernah tinggal di daerah endemik penyakit tertentu seperti malaria, filaria, dan lain lain. 8. Tanyakanlah jenis pekerjaan pasien yang mungkin mengarah kepada infeksi tertentu misalnya antrakosis, flu burung. 9. Tanyakanlah adanya riwayat kontak dengan penderita penyakit dengan gejala demam. 10. Tanyakanlah adanya riwayat kontak dengan hewan, terutama golongan avian. 11. Tanyakanlah riwayat pengobatan yang pernah diterima.
  • 14. Pemeriksaan fisis 1. Perhatikan dan nilailah ada tidaknya rhisus sardonikus. 2. Periksalah untuk menilai adanya anemia, ikterus, edema (lihat skills lab dasar diagnostik dan terapi). 3. Perhatikanlah adanya status tifosa: kesadaran menurun, rambut kering, bibir kering/terbelah-belah/terkupas, lidah kotor, pucat. 4. Periksalah adanya manifestasi perdarahan baik spontan (peteki, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan melena). 5. Lakukan uji turniket 6. Perhatikan ada tidaknya effloresensi kulit. Bila ada, nilailah tipe dan lokasi effloresensi kulit: makula, papula, vesikel, krusta, polimorf. 7. Periksalah mulut dan rongga mulut : perhatikan adanya koplik spot, membrane putih kelabu pada tonsil, kemerahan pada farings, atau larings, perdarahan gusi, trismus. 8. Periksalah adanya gangguan refleks: bukalah mulut pasien dengan menggunakan spatel, bila terjadi kejang, maka gangguan refleks dinyatakan positif. 9. Lakukanlah pemeriksaan fisik toraks: inspeksi, palpasi dan auskultasi 10. Lakukanlah pemeriksaan abdomen: nilailah adanya hepatomegali, splenomegali, asites, hipertoni otot abdomen. 11. Nilailah adanya opistotonus: pasien dalam posisi supine, masukkanlah lengan anda di bawah punggung pasien, bila lengan dapat masuk, opistotonus (+). 12. Lakukanlah pemeriksaan pembesaran kelenjar: parotis. Inspeksi: lihatlah adanya bullneck. Lakukanlah palpasi dengan tekanan ringan mulai dari untuk menilai adanya pembesaran parotis. 13. Periksalah sistem muskuloskeletal untuk menilai adanya spasme anggota gerak, hiperrefleksia (lihat skills lab sistem neuropsikiatri) dan nyeri tekan otot. Pemeriksaan penunjang 1. Darah rutin 2. Uji Serologi 3. Bakteriologik 4. Radiologi Referensi: Vitayani, dkk. 2015. Buku Panduan Kerja Clinical Skill Lab kedokteran tropis. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
  • 15. 6. Jelaskan diagnosa banding pada scenario! Leptospirosis Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme spirochaeta, genus leptospira. Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua spesies yaitu Leptospira interrogans yang patogen dan Leptospira biflexa yang non-patogen atau saprofit. Namun, dalam klinis dan epidemiologi, L.interrogans dibagi menjadi beberapa serogrup berdasarkan perbedaan serologis. Berdasarkan beberapa penelitian, L.icterohaemorrhagica, L.canicola, dan L.pomona merupakan serovar L.interrogans tersering yang menginfeksi manusia. Epidemiologi Leptospirosis tersebar di seluruh dunia ,kecuali benua Antartika, dengan kejadian terbanyak di daerah tropis. Daerah tropis mendukung pertumbuhan leptospira dengan memberikan lingkungan optimal berupa suhu hangat dan lembab, serta pH tanah dan air yang netral. Menurut International Leptospirosis Society, Indonesia menduduki peringkat ketiga di dunia untuk mortalitas. Leptospirosis dapat dijumpai di Lampung, Riau, Bengkulu, Sumatera Utara, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, NTB, Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.1 Etiologi Gb 1: Leptospira Leptospira merupakan gram negatif dengan bentuk berbelit, tipis, fleksibel dengan panjang 5–15 µm, dengan salah satu ujung spiral membengkok membentuk kait (hook). Meskipun tidak memiliki flagella eskternal, leptospira sangat motil karena memiliki sepasang flagela aksial dan tampak sebagai kokus kecil- kecil melalui mikroskop lapang gelap. Bakteri ini bersifat aerob obligat dan butuh
  • 16. media khusus seperti medium Fletcher (media semisolid terbuat dari serum) serta waktu berminggu-minggu untuk tumbuh dengan suhu 28–30 °C. Leptospira dapat bertahan hidup berminggu-minggu di air. 2 Manusia dapat terinfeksi leptospira melalui kontak dengan air, tanah, dan lumpur yang telah terkontaminasi urin binatang reservoir seperti tikus, anjing, sapi, babi, lembu, kuda, kucing, marmot, dan binatang lainnya.1 Selain itu, dapat pula melalui kontak langsung dengan urin binatang terinfeksi (atau cairan tubuh lainnya, kecuali saliva), meminum air terkontaminasi leptospira, inhalasi aerosol cairan tubuh, dan transplasental.3,4 Transmisi dari manusia ke manusia jarang terjadi. 3Tikus merupakan vektor (reservoir) utama L. icterohaemorrhagica yang menginfeksi manusia. Dalam tubuh tikus, leptospira berkoloni dan berkembang biak di dalam epitel tubulus ginjal tikus dan mengalir di dalam filtrat urin. Pada musim hujan, terdapat genangan air yang terkontaminasi urin. Kulit utuh yang terekspos dengan genangan air tersebut dalam waktu lama atau kulit yang luka, serta gigitan binatang infeksius dapat menyebabkan leptospirosis.1 Selain kulit, leptospira juga dapat menembus membran mukosa mata, hidung, dan mulut. Orang yang berisiko tinggi terhadap leptospirosis adalah petani, penambang, pekerja di rumah potong hewan, nelayan, peternak, dokter hewan, dan anggota militer yang bertugas di hutan. 1,3 Patogenesis dan Patofisiologi Leptospira masuk dan beredar ke dalam pembuluh limfatik dan darah dalam hitungan menit.4 Setelah leptospira masuk ke dalam tubuh, terjadi respons imun
  • 17. baik seluler maupun humoral (membentuk antibodi spesifik) yang bertujuan menghilangkan leptospira.1 Terdapat tujuh antigen leptospira yaitu p32, p37, p41, p45, p48, p62, p78, yang memicu respons humoral. Di antara semuanya, p32 merupakan antigen yang paling poten dalam menimbulkan respons humoral, sedangkan p37 tidak selalu diekspresikan oleh strain leptospira. IgM merupakan respons humoral utama terhadap lipopolisakarida dalam fase akut dan konvalesen. Sedangkan, IgG bersifat spesifik terhadap protein leptospira.5 Pertumbuhan leptospira yang lambat menyebabkan periode inkubasi berlangsung 2-26 hari (2- 4 minggu) dan biasanya 3-14 hari.1,3,4 Fase leptospiremia berlangsung 4-7 hari dan selanjutnya leptospira hanya ditemukan di ginjal, otak, dan bilik anterior mata.1,6 Leptospira dapat dijumpai di dalam urin mulai dari hitungan hari sampai bertahun-tahun kemudian. Adapun leptospira yang dijumpai di urin adalah mikroorganisme yang terisolasi dari sistem imun dan mencapai convoluted tubules. Fase ini disebut fase leptospiruria yang berlangsung 1-4 minggu.1 Selama leptospiremia, leptospira mengeluarkan toksin yang dapat merusak endotel kapiler menyebabkan vaskulitis. Kemudian, terdapat pula perbedaan antara derajat kerusakan histologis dengan derajat disfungsi organ. Sebagai contoh, leptospirosis ringan menyebabkan lesi histologis ringan di ginjal dan hati dengan kerusakan fungsional organ yang nyata. Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan bukan terjadi pada struktur organ, melainkan akibat kerusakan kapiler.1 Dalam kasus yang ringan (sekitar 90%), infeksi terjadi unifasik yaitu gejala muncul dan berkurang dalam 3-7 hari dengan pemberian antibiotik atau tanpa intervensi sama sekali. Sedangkan dalam kasus yang sedang hingga berat, infeksi terjadi bifasik dimana sebelum penyembuhan sebenarnya terdapat remisi transien. Pada fase kedua, muncul gejala ikterik.4 Biasanya, tanpa intervensi, infeksi ini dapat menyebabkan kematian pasien dalam waktu 10 hari. Angka mortalitas akibat leptospirosis sekitar 5-40% dengan risiko tertinggi pada orang berusia tua dan imunodefisiensi.6 Organ-organ yang sering mengalami kerusakan adalah:  Ginjal. Nefrotoksin, reaksi imunologis, iskemia ginjal, hemolisis, dan invasi langsung mikroorganisme menimbulkan kerusakan ginjal berupa interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuklear. Pada kasus yang lebih berat, terjadi gagal ginjal akibat nekrosis akut.
  • 18.  Hati. Leptospira biasanya dijumpai di antara sel parenkim hati dengan manifestasi berupa nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit, proliferasi Kupfer, dan kolestasis.  Jantung. Semua lapisan otot jantung dapat terlibat. Khusus miokardium, kelainan bersifat fokal atau difus berupa interstitial edema dengan infiltrasi sel mononuklear dan plasma. Perdarahan fokal di miokardium dan endokarditis dapat ditemukan. Selain itu, nekrosis berhubungan dengan infiltrasi netrofil.  Otot rangka. Mialgia disebabkan oleh invasi langsung pada leptospira dengan perubahan berupa lokal nekrotis, vakuolisasi, dan kehilangan striata.  Mata. Terjadi uveitis akibat invasi leptospira ke bilik anterior mata dan mampu bertahan beberapa bulan meski kadar antibodi cukup tinggi.  Susunan saraf pusat. Diduga respons antibodi memperantarai terjadinya meningitis, khususnya meningitis aseptik, yang paling sering disebabkan oleh L.canicola dengan reservoir anjing.  Pembuluh darah. Terjadi perdarahan intradermal (pteki) pada mukosa, permukaan serosa, dan organ visceral akibat vaskulitis.  Weil disease. Weil disease merupakan leptospirosis berat dengan frekuensi 1-6% dari total kasus. Gejala yang tampak berupa perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran, dan demam kontinyu.1 Tanda dan Gejala Gejala klinis leptospirosis bersifat tidak spesifik sehingga sulit untuk didiagnosa. Selain itu, beberapa orang yang terinfeksi bersifat asimptomatik.2 Leptospirosis mempunyai dua fase yang khas yaitu:  Fase leptospiremia. Pada fase ini, leptospira dapat dijumpai di dalam darah dan cairan serebrospinal. Gejala awal berupa sakit kepala yang parah biasanya di frontal dan mialgia pada paha, betis, dan pinggang.1 Kemudian diikuti oleh conjuctival suffusion bilateral, mata kemerahan sepeti konjungtivitis tanpa eksudat sel inflamatorik. Conjunctival suffusion dengan ikterus dan injeksi konjungtiva merupakan tanda patognomonik leptospirosis.6 Selain itu, terdapat demam dengan suhu ≥390C disertai menggigil, mual dan muntah disertai mencret, ruam kulit, dan batuk non-produktif dengan hemoptisis
  • 19. minor. Pada 25% kasus, dijumpai penurunan kesadaran.1,4 Terkadang terdapat perubahan psikologis dimana pasien merasa depresi, bingung, agresif, dan psikosis.4 Fase ini berlangsung 4-7 hari dan apabila cepat ditangani, penyembuhan total terjadi 3-6 minggu setelah onset.1 Tabel 1. Gambaran Klinis Leptospirosis1 Sering Demam, menggigil, sakit kepala, meningismus, anoreksia, mialgia, conjunctival suffusion, mual, muntah, nyeri abdomen, ikterus, hepatomegali, ruam kulit, fotofobi Jarang Pneumonitis, hemaptoe, delirium, perdarahan, diare, edema, splenomegali, artralgia, gagal ginjal, neuritis periferal, pankeatitis, parotitis,asites, miokarditis, epididimitis, hematemesis  Fase imun. Biasanya terjadi pada kasus berat dimana demam turun setelah 7 hari diikuti keadaan bebas demam selama 1-3 hari. Setelah itu, demam terjadi kembali (bifasik) dengan suhu dapat mencapai 400C disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat epsitaksis, mialgia menyeluruh, kerusakan ginjal dan hati, uremia, dan ikterik. Sekitar 50% kasus menunjukkan gejala meningitis. Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibodi (IgM) dan leptospira dapat dijumpai di urin.1,2 Gb. 3: Conjunctival Suffusion Diagnosis Pada anamnesis, perlu diketahui pekerjaan dan gejala atau keluhan seperti demam yang muncul mendadak. Kemudian, pada pemeriksaan fisik, apakah dijumpai demam, bradikardi, nyeri tekan otot, hepatomegali, dan lain-lain.
  • 20. Pemeriksaan ini tergolong sulit karena gejala yang tidak spesifik sehingga untuk menegakkan diagnosis dibutuhkan pemeriksaan laboratorium berupa:  Pemeriksaan darah rutin: leukositosis (normal atau sedikit menurun), neutrofilia, dan laju endap darah meningkat. Trombositopenia terjadi pada 50% kasus.  Pemeriksaan urin: protein urin, leukositoria, dan cast.  Apabila terdapat kerusakan hati dan ginjal, terdapat peningkatan transaminase, BUN, ureum, dan kreatinin.1 Kultur dapat menggunakan spesimen dari fase leptospiremia (sebelum pemberian antibiotik) berupa urin, darah, dan cairan serebrospinal ke dalam medium Fletcher atau lainnya. Kultur disimpan sekurangnya selama 8 minggu. Jika spesimen terkontaminasi, dapat digunakan inokulasi hewan yang bersifat sensitif. Dalam beberapa hari, spirokaeta akan dijumpai pada rongga peritoneal hamster atau babi dengan lesi hemoragik, yang dapat berujung pada kematian hewan 8-14 hari setelah inokulasi.2 Serologi merupakan cara untuk mendeteksi leptospira dengan cepat dengan pemeriksaan PCR, silver stain, ELISA, dan MAT (Microscopic Agglutination Test). MAT terdiri dari uji carik celup, uji aglutinasi lateks, tes fiksasi komplemen, dan lain-lain.1 Pengobatan Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sanagat
  • 21. penting pada leptospirosis. Gangguan fungsi ginjal umumnya dengan spontan akan membaik dengan membaiknya kondisi pasien. Namun pada beberapa pasien membutuhkan tindakan hemodialisa temporer. Pemberian antibiotik harus dimulai secepat mungkin, biasanya pemberian dalam 4 hari setelah onset cukup efektif. Berbagai jenis antibiotik pilihan dapat dilihat pada tabel 4. Untuk kasus lepirospirosis berat pemberian intra vena penicillin G amoxicliin, ampisilin atau eritromisin dapat diberikan. Sedangkan untuk kasus- kasus ringan dapat diberikan antibiotika oral tetrasiklin, doksisiklin, ampisilin atau amoksisilin maupun sefalosforin. Sampai saat ini penisilin masih merupakan antibiotika pilihan utama namun perlu diingat bahwa anti-biotika bermanfaat jika leptospira masih di darah (fase leptospiraemia).otika ini tidak efektif lagi. Pada pemberian penisilin, dapat muncul reaksi Jarisch Herxherimer 4 sampai 6 jam setelah pemberian intra vena, yang menunjukkan adanya aktivitas anti leptospira. Tindakan suportif diberikan sesuai dengan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul. Keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa diatur sebagaimana pada penanggulangan gagal ginjal secara u Kalau terjadi azotemia/uremia berat sebaiknya dilakukan dialisis Indikasi Regimen Dosis Leptospirosis ringan Doksisiklin 2×100 mg Ampisilin 4x 500-750 mg Amoksisiklin 4×500 mg Leptospirosis sedang/berat Penisilin G 1,5 juta unit/6 jam (IV) Ampisilin 1 gram/ 6 jam (IV) Amoksisilin 1 gram/ 6 jam (IV) Kemoprofilaksis Doksisiklin 200 mg/ minggu PROGNOSIS Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan iktenus angka kematian 5% pada umur di bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut mencapai 30-40%. PENCEGAHAN Pencegahan leptospirosis khususnya di daerah tropis sangat sulit Banyaknya hospes perantara dan jenis serotipe sulit untuk dihapuskan Bagi mereka yang
  • 22. mempunyai resiko tinggi untuk tertular le harus diberikan perlindungan berupa pakaian khusus yang dapat melindunginya dari kontak dengan bahan-bahan yang telah terkontaminasi dengan kemih binatang reservoar. Pemberian doksisiklin 200 mg perminggu dikatakan bermanfaat untuk mengurangi serangan leptospirosis bagi mereka yang mempunyai resiko tinggi dan terpapar dalam waktu singkat Penelitian terhadap tentara Amerika di hutan Panama selama 3 minggu ternyata dapat mengurangi serangan leptospirasis dari 4.2% menjadi 0,2%, dan efikasi pencegahan 95% Vaksinasi terhadap hewan-hewan tersangka reservoar sudah lama direkomendasikan, tetapi vaksinasi terhadap manusia belum berhasil dilakukan, masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Referensi 1.Zein U. Leptospirosis. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2010, hal.2807-11. 2.Jawetz, Melnick, Adelberg. Spirochetes and other spiral microorganisms. In Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical Microbiology. 24th ed. USA: The McGraw-Hill Companies; 2007, chapter 25. 3.Center for Disease Control and Prevention (CDC). Leptospirosis. Diunduh dari http://www.cdc.gov/ leptospirosis/prevention/index.html. Diakses pada 10 April 2012, pk. 17.45 WIB. 4.The Leptospirosis Information Center. Leptospirosis. Diunduh dari http://www.leptospirosis. org/ topic. php?t=37. Diakses pada 10 April 2012, pk. 18.00 WIB. 5.Gueirreiro H et.al. Leptospiral proteins recognized during the humoral immune response to leptospirosis in humans. American Society for Microbiology. 2001. 69: 4958–4968. 6.Medscape. Leptospirosis. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/220563-overview# showall
  • 23. Yellow Fever Demam kuning adalah penyakit demam akut yang ditularkan oleh nyamuk. Demam ini dikenali sebagai penyakit untuk pertama kalinya pada abad ketujuh belas, namun baru pada tahun 1900 sampai 1901 Walter Reed dan rekan-rekannya menemukan hubungan antara virus demam kuning dengan nyamuk Aedes aegypti dan penemuan ini membuka jalan bagi pengendalian penularan penyakit demam kuning ini. Demam kuning merupakan penyakit yang gawat di daerah tropika. Selama lebih dari 200 tahun sejak diketahui adanya perjangkitan di Yukatan pada tahun 1648, penyakit ini merupakan salah satu momok terbesar di dunia. Pada tahun 1905, New Orleans dan kota-kota pelabuhan di Amerika bagian Selatan terjangkit epidemi demam kuning yang melibatkan sekurang-kurangnya 5000 kasus dan menimbulkan banyak kematian. MORFOLOGI Virus demam kuning adalah virus RNA kecil yang secara antigenik tergolong dalam flavivirus (dulu kelompok arbovirus B). Virus ini merupakan anggota dari famili Togaviridae. Togavirus adalah virus RNA berutas tunggal dalam bentuk ikosahedral dan terbungkus di dalam sampul lemak. Virion berdiameter 20 sampai 60 nm, berkembangbiak di dalam sitoplasma sel dan menjadi dewasa dengan membentuk kuncup dari membran sitoplasma. Virus demam kuning KLASIFIKASI Divisio: Protiphyta Kelas : Mikrotatobiotes Ordo : Virales Famili : Togaviridae Genus: Flavivirus
  • 24. PENYAKIT YANG DITIMBULKAN Infeksi yang disebabkan oleh flavivirus sangat khas yaitu mempunyai tingkat keparahan sindrom klinis yang beragam. Mulai dari infeksi yang tidak nampak jelas, demam ringan, sampai dengan serangan yang mendadak, parah dan mematikan. Jadi, pada manusia penyakit ini berkisar dari reaksi demam yang hampir tidak terlihat sampai keadaan yang parah. Masa inkubasi demam kuning biasanya berkisar 3 sampai 6 hari, tapi dapat juga lebih lama. Penyakit yang berkembang sempurna terdiri dari tiga periode klinis yaitu : infeksi (viremia, pusing, sakit punggung, sakit otot, demam, mual, dan muntah), remisi (gejala infeksi surut), dan intoksikasi (suhu mulai naik lagi, pendarahan di usus yang ditandai dengan muntahan berwarna hitam, albuminuria, dan penyakit kuning akibat dari kerusakan hati). Pada hari ke delapan, orang yang terinfeksi virus ini akan meninggal atau sebaliknya akan mulai sembuh. Laju kematiannya kira-kira 5 persen dari keseluruhan kasus. Sembuh dari penyakit ini memberikan kekebalan seumur hidup. Virus demam kuning termasuk dalam kelompok arbovirus dari genus Flavivirus, dan nyamuk adalah vektor utama. Nyamuk ini akan membawa virus dari satu host ke yang lainnya, terutama antara monyet ke monyet, dari monyet ke manusia, dan dari manusia ke manusia. Beberapa spesies nyamuk Aedes dan Haemogogus dapat menularkan virus. Baik nyamuk yang berkembang biak di sekitar rumah (domestik), di hutan (liar) atau di kedua habitat (semi-domestik). Ada tiga jenis siklus penularan. 1. Sylvatic (atau hutan) demam kuning: Di hutan hujan tropis, demam kuning terjadi pada monyet yang terinfeksi oleh nyamuk liar. Monyet-monyet yang terinfeksi kemudian menularkan virus kepada nyamuk lain yang memakan mereka. Nyamuk yang terinfeksi menggigit manusia yang masuk ke hutan, sehingga dalam kasus-kasus tertentu penyakit demam kuning,Sebagian besar infeksi terjadi pada pria muda yang bekerja di hutan (misalnya pekerja penebang pohon). 2. Intermediate demam kuning: Di daerah yang lembab atau semi-lembab Afrika, pernah terjadi epidemi skala kecil. Nyamuk yang berkembang biak di
  • 25. alam bebas dan di sekitar rumah tangga dapat menginfeksi monyet dan manusia. Peningkatan Transmisi manusia dan nyamuk yang terinfeksi menyebabkan di suatu daerah bisa menderita kasus secara bersamaan. Ini adalah jenis yang paling umum untuk wabah di Afrika. Sebuah wabah dapat menjadi epidemi yang lebih parah jika infeksi terjadi di suatu daerah penduduknya penduduknya tidak divaksinasi.dan perkembang biakan nyamuk tidak di cegah. 3. Demam kuning Perkotaan: wabah besar terjadi ketika orang yang terinfeksi virus demam kuning masuk ke daerah-daerah padat penduduk dengan sejumlah besar orang yang tidak kebal dan nyamuk Aedes. Nyamuk yang terinfeksi menularkan virus dari orang ke orang. PENYEBARAN Demam kuning merupakan akibat dari adanya dua daur pemindahsebaran virus yang pada dasarnya berbeda yaitu kota dan hutan (silvatik). Daur kota dipindahsebarkan dari orang ke orang lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti. Sekali terinfeksi, nyamuk vektor itu akan tetap mampu menyebaban infeksi seumur hidupnya. Demam kuning hutan berjangkit pada hewan liar. Virus demam kuning yang sama ditularkan diantara hewan-hewan tersebut dan kadang-kadang juga terhadap manusia oleh nyamuk selain Aedes aegypti. Ada beberapa nyamuk seperti A. Simponi yang hidup dengan menghisap darah primata yang telah terinfeksi, menyusup ke kebun-kebun desa lalu memindahkan virus tersebut ke manusia. Sekali demam kuning berjangkit di kembali di daerah kota, maka daur kota demam kuning akan dimulai kembali dan kemungkinan akan berkembang menjadi epidemi. Nyamuk A. aegypti PATOGENESIS Flavivirus mempunyai kemampuan khas untuk berkembangbiak di dalam jaringan vertebrata dan beberapa artropoda penghisap darah. Virus-virus ini setelah terinokulasi di dalam jaringan inang yang rentan,
  • 26. berkembangbiak dengan cepat dan tidak lama kemudian menyebabkan viremia. Mereka dapat ditemukan setempat dalam suatu organ tertentu, menyebabkan kerusakan jaringan dan terganggunya fungsi organ, dan pada akhirnya menyebabkan kematian inang. Pada demam kuning, kerusakan hati mengakibatkan berkembangnya penyakit kuning. Tidak ada pengobatan khusus untuk penyakit ini kecuali pengobatan untuk menghilangkan gejala dan menguatkan badan. PENCEGAHAN Demam kuning dapat dicegah dengan melakukan pembasmian nyamuk A. Aegypti atau dengan menekanjumlahnya hingga taraf yang tidak lagi dapat menyebabkan infeksi terus-menerus. Bentuk pengendalian bentuk silvatik tidak praktis karena populasi virus terpelihara oleh adanya daur hutan. Meski demikian, demam kuning tetap dicegah dengan cara imunisasi. Vaksin yang diizinkan untuk diperdagangkandi Amerika Serikat dibuat dari galur 17D yang dikembangkan oleh Max Theiler tahun 1937. Vaksinasi dianjurkan bagi orang yang bepergian atau tinggal di daerah yang masih dijangkiti infeksi demam kuning ini. 1. Vaksinasi Vaksinasi adalah ukuran paling penting untuk mencegah demam kuning. Di daerah berisiko tinggi di mana cakupan vaksinasi rendah, pengendalian wabah melalui imunisasi sangat penting untuk mencegah epidemi. Untuk mencegah wabah di seluruh wilayah yang terkena dampak, cakupan vaksinasi harus mencapai minimal 60% sampai 80% dari populasi yang berisiko. Hanya sedikit negara-negara endemik yang baru-baru ini diuntungkan dari kampanye vaksinasi massal pencegahan di Afrika saat ini memiliki tingkat cakupan.vaksinasi pencegahan dapat ditawarkan melalui imunisasi bayi rutin dan kampanye massa satu kali untuk meningkatkan cakupan vaksinasi di negara-negara yang beresiko, serta untuk wisatawan ke daerah endemik demam kuning. WHO sangat menganjurkan vaksinasi demam kuning rutin untuk anak-anak di daerah beresiko untuk penyakit ini.Vaksin demam kuning aman dan terjangkau, memberikan kekebalan efektif terhadap demam kuning dalam satu minggu untuk 95% dari mereka yang divaksinasi. Sebuah dosis tunggal memberikan perlindungan bagi 30-35 tahun atau lebih, dan mungkin untuk hidup. efek samping yang serius sangat jarang. Efek samping serius telah dilaporkan jarang setelah imunisasi di beberapa daerah endemik dan di antara para pelancong divaksinasi (misalnya di Brasil, Australia, Amerika Serikat, Peru dan Togo). Para ilmuwan sedang menyelidiki penyebab. Risiko kematian dari demam kuning jauh lebih besar daripada resiko yang berkaitan dengan vaksin.
  • 27. Kontraindikasi vaksinasi meliputi: 1. anak-anak berusia kurang dari 9 bulan untuk imunisasi rutin (atau kurang dari 6 bulan selama epidemi); 2. Wanita hamil – kecuali selama wabah demam kuning ketika risiko infeksi tinggi; 3. Pasien yang alergi berat terhadap protein telur, dan 4. Orang dengan imunodefisiensi parah karena gejala HIV / AIDS atau penyebab lain, atau di hadapan gangguan timus. Wisatawan, terutama yang datang keAsia dari Afrika atau Amerika Latin harus memiliki sertifikat vaksinasi demam kuning. Jika ada alasan medis untuk tidak mendapatkan vaksinasi, Peraturan Kesehatan Internasional menyatakan bahwa ini harus disertifikasi oleh pihak yang berwenang 2. Pengendalian nyamuk Dalam beberapa situasi, pengendalian nyamuk adalah vital disamping pemberian vaksinasi . Risiko penularan demam kuning di daerah perkotaan dapat dikurangi dengan menghilangkan tempat berkembang biak nyamuk potensial dan menerapkan insektisida ke air di mana merupakan perkembangan nyamuk tahap awal . Aplikasi insektisida semprot untuk membunuh nyamuk dewasa selama epidemi perkotaan, dikombinasikan dengan kampanye vaksinasi darurat, dapat mengurangi atau menghentikan penularan demam kuning Secara historis, kampanye pengendalian nyamuk Aedes aegypti berhasil dieliminasi, vektor demam kuning perkotaan, dari negara-negara daratan sebagian besar Amerika Tengah dan Selatan. Sasaran program pengendalian nyamuk nyamuk liar di kawasan hutan tidak praktis untuk mencegah hutan (atau sylvatic) penularan demam kuning. 3. Epidemi kesiapsiagaan dan respon Deteksi Prompt demam kuning dan respon yang cepat melalui kampanye vaksinasi darurat sangat penting untuk mengendalikan wabah. WHO merekomendasikan bahwa setiap negara berisiko memiliki setidaknya satu laboratorium nasional dimana tes dasar demam kuning dari darah dapat dilakukan. Satu dikonfirmasi kasus demam kuning pada populasi tidak divaksinasi harus
  • 28. dipertimbangkan wabah, dan kasus dikonfirmasi dalam konteks apapun harus benar-benar diselidiki, khususnya di setiap wilayah dimana sebagian besar penduduk telah divaksinasi. Tim Investigasi harus menilai dan merespon terhadap wabah dengan kedua langkah darurat dan rencana jangka panjang imunisasi. Referensi Jawetz, 1996, Mikrobiologi Kedokteran, EGC, Jakarta elczar, M., 1988, Dasar- Dasar Mikrobiologi, UI Press, Jakarta Sudoyo Aru W. Dkk, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2006. Jilid III. Ed. IV.Jakarta.FK-UI MALARIA Definisi Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang hidup dan berkembang biak di dalam sel darah manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Etiologi Penyakit malaria ini disebabkan oleh parasit plasmodium. Species plasmodium pada manusia adalah : 1. Plasmodium falciparum, penyebab malaria tropika. 2. Plasmodium vivax, penyebab malaria tertiana. 3. Plasmodium malariae, penyebab malaria malariae (quartana) 4. Plasmodium ovale, penyebab malaria ovale. Kini plasmodium knowlesi yang selama ini dikenal hanya ada pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), ditemukan pula ditubuh manusia. Penelitian sebuah tim internasional yang dimuat jurnal Clinical Infectious Diseases memaparkan hasil tes pada 150 pasien malaria di rumah sakit Serawak, Malaysia, Juli 2006 sampai Januari 2008, menunjukkan, dua pertiga kasus malaria disebabkan infeksi plasmodium knowlesi Plasmodium falciparum merupakan penyebab infeksi yang berat dan bahkan dapat menimbukan suatu variasi manisfestasi-manifestasi akut dan jika tidak diobati, dapat menyebabkan kematian. Seorang dapat menginfeksi lebih dari satu jenis plasmodium, dikenal sebagai infeksi campuran / majemuk (mixed infection). Pada umumnya lebih banyak dijumpai dua jenis plasmodium, yaitu campuran antara plasmodium falciparum dan
  • 29. plasmodium vivax atau plasmodium malariae. Kadang-kadang dijumpai tiga jenis plasmodium sekaligus, meskipun hal ini jarang terjadi. Infeksi campuran biasanya terdapat di daerah dengan angka penualaran tinggi. Epidemologi Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan utama dunia dan terjadi di lebih dari 100 negara. Daerah transmisi utama terdapat di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan. Plasmodium falciparum adalah spesies predominan di Afrika, Haiti, dan New Guinea. Plasmodium vivax predominan di Bangladesh, Amerika Tengah, India, Pakistan, dan Sri Lanka. P. vivax dan P. falciparum predominan di Asia Tenggara, Amerika Selatan, dan Oceania. Plasmodium ovale adalah spesies yang paling tidak umum, terutama tersebar di Afrika. Menurut survei kesehatan rumah tangga tahun 2001, terdapat 15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya di Indonesia. Diperkirakan 35%
  • 30. penduduk Indonesia tinggal di daerah berisiko terinfeksi malaria. Di pulau Jawa dan Bali, Annual Parasite index (API) masih berfl uktuasi, pada tahun 2005, 2006, dan 2007 tercatat 0,95‰, 0,19‰ dan 0,16‰. Sedangkan di luar Jawa dan Bali, Annual Malaria Incidence (AMI) menurun dari 24,75‰ pada tahun 2005 menjadi 19,67‰ tahun 2007. Di Sumatera Utara antara tahun 2000-2004, diperkirakan lebih dari 50.000 kasus setiap tahun dengan 9-10 kasus kematian. Pada tahun 2010 WHO memperkirakan terdapat sekitar 600.000 kematian akibat malaria di seluruh dunia dan 86% adalah anak-anak di bawah usia 5 tahun. Patofisiologi Siklus hidup Plasmodium terdiri dari 2, yaitu siklus sporogoni (siklus seksual) yang terjadi pada nyamuk dan siklus skizogoni (siklus aseksual) yang terdapat pada manusia. Siklus ini dimulai dari siklus sporogoni yaitu ketika nyamuk mengisap darah manusia yang terinfeksi malaria yang mengandung plasmodium pada stadium gametosit. Setelah itu gametosit akan membelah menjadi mikrogametosit (jantan) dan makrogametosit (betina). Keduanya mengadakan fertilisasi menghasilkan ookinet . Ookinet masuk ke lambung nyamuk membentuk ookista . Ookista ini akan membentuk ribuan sprozoit yang nantinya akan pecah dan sprozoit keluar dari ookista. Sporozoit ini akan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk, salah satunya di kelenjar ludah nyamuk. Dengan ini siklus sporogoni telah selesai.
  • 31. Siklus skizogoni terdiri dari 2 siklus, yaitu siklus eksoeritrositik dan siklus eritrositik. Dimulai ketika nyamuk menggigit manusia sehat. Sporozoit akan masuk kedalam tubuh manusia melewati luka tusuk nyamuk. Sporozoit akan mengikuti aliran darah menuju ke hati, sehingga menginfeksi sel hati dan akan matang menjadi skizon. Siklus ini disebut siklus eksoeritrositik. Pada Plasmodium falciparum dan Plasmodium malariae hanya mempunyai satu siklus eksoeritrositik, sedangkan Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale mempunyai bentuk hipnozoit (fase dormant) sehingga siklus eksoeritrositik dapat berulang. Selanjutnya, skizon akan pecah mengeluarkan merozoit yang akan masuk ke aliran darah sehingga menginfeksi eritrosit dan di mulailah siklus eritrositik. Merozoit tersebut akan berubah morfologi menjadi tropozoit belum matang lalu matang dan membentuk skizon lagi yang pecah dan menjadi merozoit lagi. Diantara bentuk tropozoit tersebut ada yang menjadi gametosit dan gametosit inilah yang nantinya akan dihisap lagi oleh nyamuk. Begitu seterusnya akan berulang-ulang terus. Gametosit tidak menjadi penyebab terjadinya gangguan klinik pada penderita malaria, sehingga penderita dapat menjadi sumber penularan malaria tanpa diketahui (karier malaria). Spesies Lama siklus eksoeritrositik (hari) Diameter skizon matur eksoeritrositik (μm) Jumlah merozoit dalam skizon eksoeritrositik Plasmodium falciparum 5-7 60 30.000 Plasmodium vivax 6-8 45 10.000 Plasmodium ovale 9 60 15.000 Plasmodium malariae 14-16 55 15.000 Tabel : Lamanya siklus eksoeritrositik Lamanya daur Plasmodiu m falciparum Plasmodiu m vivax Plasmodiu m ovale Plasmodiu m malariae Masa prepaten 9-10 hari 11-13 hari 10-14 hari 15-16 hari
  • 32. Masa inkubasi 9-14 hari 12-17 hari 16-18 hari 18-40 hari Daur eritrositik 48 jam 48 jam 50 jam 72 jam Merozoit skizon 20-30 hari 18-24 hari 8-14 hari 8-10 hari Tabel : Lamanya siklus eritrositik Gejala Klinis Sindrom klinis yang disebabkan oleh malaria berbeda tergantung apakah pasien tinggal di daerah dengan penularan malaria endemis yang stabil (terus menerus) atau penularan stabil (kadang-kadang dan/atau jarang). Di daerah dengan penularan stabil, penyakit mempengaruhi anak dan orang dewasa dengan cara yang berbeda. Anak mengalami infeksi kronis dengan parasitemia berulang yang mengakibatkan anemia berat dan sering kematian. Yang tahan hidup infeksi berulang ini dapat sebagian kekebalan pada usia lima tahun dan kekebalan ini tetap tertahan pada masa dewasa. Orang dewasa mengalami infeksi tanpa gejala. Gejala malaria terjadi dari beberapa serangan demam dengan interval tertentu (disebut peroksisme), diselingi oleh suatu periode yang penderitanya bebas sama sekali dari demam (di sebut periode laten). Gejala yang khas tersebut biasanya ditemukan pada penderita non imun. Sebelum timbulnya demam, biasanya penderita merasa lemah, mengeluh sakit kepala, kehilangan nafsu makan, merasa mual di ulu hati, atau muntah (semua gejala awal disebut gejala prodolmal). Beberapa pasien kadang mengeluh nyeri dada, batuk, nteri perut, nyeri sendi dan diare. Sakit biasanya berkembang menjadi panas dingin berat dihubungkan dengan panas hebat disertai takikardi, mual, pusing, orthostatis dan lemas berat. Dalam beberapa jam mereda, pasien berkeringat dan sangat lelah. Pada anak-anak, bahkan pada anak-anak non imun sekalipun, gejala malaria tidaklah “klasik” seperti yang ditemukan pada orang dewasa. Pada penderita anak, kenaikan panas badan cendrung lebih tinggi sering disertai dengan muntah-muntah dan berkeringat. Anak-anak yang lebih besar yang mempunyai lebih sedikit kekebalan kadang-kadang juga dapat menderita demam, nyeri sendi, sakit kepala.oleh karena itu, gejala malaria pada anak bisa menyerupai penyakit lain yang bisa menyebabkan demam. Begitu pula anemia yang cendrung menjadi berat pada penderita anak. Malaria vivax yang biasanya memberi gejala yang ringan, pada penderitanya anak sering menimbulkan gejala yang lebih berat. Namun bisanya, malaria falciparum lah yang menyebabkan keadaan darurat pada penderita anak.8 Paroksisme demam pada malaria mempunyai interval tertentu, ditentukan oleh
  • 33. waktu yang diperlukan oleh siklus aseksual/sizogoni darah untuk menghasilkan sizon yang matang, yang sangat dipengaruhi oleh spesiec plasmodium yang menginfeksi. Suatu peroksisme demam biasanya mempunyai 3 stadium yang berurutan, yaitu : 1. Stadium frigoris (mengigil) stadium ini mulai dengan menggil dan perasaan sangat dingin. Nadi penderita sangat cepat, tetapi lemah. Bibir dan jari-jari pucat kebiruan (sianotik). Kulitnya kering dan pucat, penderita mungkin dan pada penderita anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung selama 15 menit -1 jam. 2. Stadium akme (puncak demam) setelah menggigil/merasa dingin, pada stadium ini penderita mengalami serangan demam. Muka penderita menjadi merah, kulitnya kering dan dirasakan sangat panas seperti terbakar, sakit kepala bertambah keras, dan sering disertai rasa mual atau muntah-muntah. Nadi penderita menjadi kuat kembali. Biasanya penderita merasa santan haus dan suhu badan bisa meningkat sampai 41 C. stadium ini berlangsung selama 2-4 jam. 3. Stadium sudoris (berkeringat banyak, suhu turun) Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali, sampai membasahi tempat tidur. Namun suhu badan pada fase ini turun dengan cepat, kadang-kadang sampai dibawah normal. Biasanya penderita tertidur nyenyak dan pada saat terjaga, ia merasa lemah, tetapi tanpa gejala lain. Stadium ini berlangsung selama 2-4 jam. Gangguan fungsi ginjal ditunjukkan denagan oliguria, dan anuria dapat terjadi. Sindrom nefrotik, berkaitan dengan plasmodium malariae apada anak yang tinggal di daerah endemik malaria, prognosisnya jelek. Black water fever, sekarang jarang ditemukan, dihibungkan dengan plasmodium falciparum; hemoglobinuria akibat hemolisis intravascular berat dan mendadak, dapat menyebabkan anuria dan kematian karena anemia. Hipoglikemi dapat dihubungkan dengan malaria falciparum. Pada infeksi berat, dapat terjadi asidosis laktat, dengan gambaran konvulsi dan gangguan kesadaran. Diagnosis Diagnosis malaria dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium (mikroskopik, tes diagnostik cepat) dan tanpa pemeksaan laboratorium. Sampai saat ini diagnosis pasti malaria berdasarkan ditemukanya prasit dalam sendian darah secara miskrokopik. Kasus malaria yang didiagonis hanya berdasarkan gejala dan tanda klinis disebut kasus tersangka malaria atau malaria klinis.
  • 34. Anamnesis a. Keluhan Utama : deman ,mengilgil,dan dapat disertai sakit kepala,mual, b. Muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal c. Riwayat berkunjung dan bermalam 1~4 minggu yang lalu ke daerah Endemik malaria d. Riwayat tinggal di daerah endemik malaria e. Riwayat sakit malaria f. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir g. Riwayat mendapat tranfusi darah h. Gejala klinis pada anak dapat tidak khas Pemeriksaan Fisik a. Deman (peraan atau pengukuran dengan thermometer ) b. Pucat pada kojugtiva palpebra atau telapak tangan . c. Pembesaran limpa (splenomegali). d. Pembesaraan hati (hepatomegali). Pemeriksaan laboratorium a. Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis untuk mentukan : b. Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif). c. Species dan stadium plasmodium (Pf, PV, Pm,Po, dan tropozoit, skizon, gametosit). Kepadatan parasit : Semi kuatitatif o (-) : SD neagatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB) o (+) : SD positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB). o (++) : SD positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB). o (+++) : SD positif 3 (ditemukan 1-100 parasit dalam 1 LPB). o (++++) : SD positif 4 (ditemukan 11-100 parasit dalam 1 LPB). Kuantitatif Kepadatan parasit dihitung pada sediaan tebal dengan menghitung jumlah parasit per 200 leokosit, atau dihitung melalui sediaan tipis per 1000 eritrosit. Pemeriksaan Morfologi Plasmodium knowlesi mirip dengan P. malariae. P, malariae dicirikan oleh parasit kompak (semua tahapan) dan tidak mengubah eritrosit host atau
  • 35. menyebabkan pembesaran. Trofozoit memanjang membentang di eritrosit, yang disebut “band form”, kadang-kadang tampak. Schizonts biasanya akan memiliki 8-10 merozoit yang sering diatur dalam pola roset dengan rumpun pigmen di tengah. Penatalaksanaan Tenaga kesehatan perlu memperhatikan informasi terbaru tentang malaria karena pola resistensi obat anti-malaria terus berubah. Penatalaksanaan malaria tidak berat (tanpa komplikasi) adalah secara rawat jalan dengan obat anti-malaria yang direkomendasikan WHO. Klorokuin dan sulfodoksin-pirimetamin tidak lagi digunakan karena tingginya resistensi P. falciparum terhadap obat ini di banyak negara. Penatalaksanaan malaria tidak berat meliputi pengobatan simptomatik dan pengobatan anti-malaria bertujuan untuk eradikasi parasit dalam tubuh dan mencegah terjadinya komplikasi. Pengobatan Simptomatik Pemberian antipiretik pada anak demam untuk mencegah hipertermia dengan dosis paracetamol 15 mg/kgBB/dosis setiap 4-6 jam. Apabila terjadi hipertermia (suhu rektal >40°C), berikan paracetamol dosis inisial 20 mg/kgBB/dosis dilanjutkan dengan dosis rumatan 15 mg/kgBB/dosis. Pada anak kejang, sebaiknya berikan diazepam intravena perlahan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/dosis atau diazepam rektal 5 mg (berat badan <10 kg) atau 10 mg (berat badan >10 kg), dan segera rujuk ke rumah sakit, karena kejang merupakan salah satu gejala malaria berat yang membutuhkan penanganan lanjutan. Suplementasi zat besi dengan atau tanpa zinc secara bermakna meningkatkan kadar hemoglobin pada penderita malaria tropikana di daerah endemis. Namun, pemberian zat besi pada malaria dengan anemia ringan tidak dianjurkan, kecuali bila disebabkan oleh defisiensi besi. Pengobatan Anti-malaria  Lini pertama: 1. Dehidroartemisin + piperakuin (fixed dose combination) Dosis dehidroartemisin 2-4 mg/kgBB dan piperakuin 16-32 mg/kgBB/dosis tunggal, diberikan selama 3 hari. Saat ini, rutin digunakan di Papua dan Papua Barat. Penggunaan dehidroartemisin-piperakuin pada anak lebih ditoleransi karena adverse event yang lebih rendah dari artesunatamodiakuin. 2. Artesunat + amodiakuin (tablet 50 mg artesunat dan 153 mg amodiakuin) Dosis artesunat 4 mg/kgBB/dosis tunggal selama 3 hari, dan amodiakuin 10 mg- basa/ kgBB/dosis tunggal juga selama 3 hari.  Lini kedua: 1. Kina (tablet 200 mg kina fosfat/sulfat) Dosis kina 10 mg/kgBB/dosis, diberikan 3 kali sehari selama 7 hari. Kina harus dikombinasikan dengan
  • 36. doksisiklin pada P. falciparum, dengan dosis doksisiklin: 2 mg/kgBB/dosis (usia >14 tahun), 1 mg/kgBB/dosis (8-14 tahun), 2 kali sehari selama 7 hari. Pada ibu hamil dan anak kurang dari 8 tahun direkomendasikan mengganti doksisiklin dengan klindamisin. Kombinasi kina dan klindamisin aman, efektif, dan memiliki adverse event lebih sedikit. Dosis klindamisin: 20 mg basa/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 7 hari.  Obat anti-malaria lini pertama dan kedua (blood schizonticidal) harus ditambah primakuin. Primakuin bermanfaat untuk eradikasi Plasmodium yang dorman dalam jaringan, terutama hepar (tissue schizonticidal). Untuk P. falciparum khusus untuk anak >1 tahun, dosis primakuin: 0,75 mg- basa/kgBB/ dosis tunggal 1 hari. Sedangkan untuk P. vivax, P. ovale dan P. malariae dikombinasikan dengan primakuin 0,25 mg/kgBB/dosis tunggal selama 14 hari. Primakuin tidak boleh diberikan untuk anak usia <1 tahun, ibu hamil, dan defi siensi G6PD.  Kondisi klinis malaria pada anak dapat cepat memburuk. Edukasi orang tua pasien penting sebagai partner pemantauan selama rawat jalan. Apabila anak tidak bisa menoleransi obat oral atau muncul gejala-gejala malaria berat sebaiknya dirujuk untuk pemberian antimalarial intravena dengan dosis terukur. WHO merekomendasikan pemberian artesunat rektal dosis tunggal pada anak dengan malaria sebelum dirujuk ke pusat pelayanan lanjutan. Data menunjukan kematian akibat malaria pada anak menurun dengan pemberian artesunat per rektal jika waktu rujuk melebihi 6 jam. Prognosis Prognosis bergantung pada pengobatan yang dinerikan. Pada malaria tropika ( yang disebabkan oleh plasmodium falciparum) dapat timbul komplikasi yang berbahaya yang disebut black water fever ( hemoglobinuric feber) dengan gagal ginjal akut. Pencegahan Penyakit dapat dicegah dengan melakukan pemotongan rantai penularan dengan cara : a. Mencegah gigitan vektor  Membunuh nyamuk dengan insektisida.  Tidur dengan mengunakan kelambu.  Menghilangkan kesempatan nyamuk berkembang biak. b. Kemoprofolaksis Bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria, dan apabila terinfeksi gejala klinisnya tidak berat. Obat malaria yang dipakai adalah :  Doksisiklin : untuk plasmodium falsiparum
  • 37. Dosis : 1,5 mg / kg BB/ hari selama tidak lebih dari 4-6 minggu.  Klorokuin : untuk plasmodium vivax Dosis 5 mg/ kg BB/ minggu, diminum 1 minggu sebelum ke daerah endemis sampai 4 minggu setelah kembali. Referensi : Romi Irmansyah Putra , Teuku. Malaria dan Permasalahannya. 2011. Aceh: Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. Vol. 11 Diagnosis dan penatalaksanaan Malaria tanpa Komplikasi pada Anak. Papua: Kalbemed. CDK-229/ vol. 42 no. 6, th. 2015
  • 38. 7. Jelaskan perspektif islam yang berhubungan dengan scenario ! Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, ”Janganlah kamu mencaci maki penyakit demam, karena sesungguhnya (dengan penyakit itu) Allah akan mengahapuskan dosa-dosa anak Adam sebagaimana tungku api menghilangkan kotoran-kotoran besi. (HR. Muslim) Oleh karena itu, tidak boleh bagi seorang mukmin mencaci maki penyakit yang dideritanya, menggerutu, apalagi sampai berburuk sangka pada Allah dengan musibah sakit yang dideritanya. Bergembiralah wahai saudaraku, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sakit demam itu menjauhkan setiap orang mukmin dari api Neraka” (HR. Al Bazzar)