Laporan PBL Blok Kedokteran Tropis modul 1 tentang demam pada laki-laki 41 tahun yang mengalami keluhan demam tinggi yang tidak kunjung turun selama 5 hari disertai kuningnya kulit dan mata serta muntah darah. Laporan memberikan penjelasan mengenai definisi, klasifikasi, dan mekanisme demam serta diagnosa penyakit tropis yang mungkin menyebabkan gejala pasien.
1. Fakultas Kedokteran Makassar, 24 Oktober 2017
Universitas Muslim Indonesia
LAPORAN PBL
BLOK KEDOKTERAN TROPIS
MODUL 1
DEMAM
KELOMPOK 10
11020150009 AULIA AMANI
11020150014 ANDI RIZKI NUR AMALIA
11020150031 NURUL FAIQAH BAEDURI
11020150044 ANDI ADINDA FARACH DHEA
11020150062 MUHAMMAD ILHAM KAHARU
11020150064 NUR FADHILLAH ARIESA
11020150072 APRIANI EKA SAPUTRI
11020150078 RIFQI ADITYA
11020150079 SITI FADHILAH HAZZHIYAH
11020150092 MAULUDDIN RAHMAT SARITA
TUTOR : dr. Sri Wahyuni Gayatri
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2017
2. KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-
Nya sehingga laporan hasil TUTORIAL modul 1 pada skenario 2 dari kelompok
10 ini dapat terselesaikan dengan baik. Dan tak lupa kami kirimkan salam dan
shalawat kepada nabi junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW. Yang telah
membawa kita dari alam yang penuh kebodohan ke alam yang penuh kepintaran.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini dan yang telah membantu selama masa
TUTORIAL khususnya kepada beberapa tutor sekaligus pembimbing kami yang
telah membantu selama proses PBL berlangsung. Dan kami juga mengucapkan
permohonan maaf kepada setiap pihak jika dalam proses PBL telah berbuat salah
baik disengaja maupun tidak disengaja.
Semoga Laporan hasil TUTORIAL ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak
yang telah membaca laporan ini dan khususnya bagi tim penyusun sendiri.
Diharapkan setelah membaca laporan ini dapat memperluas pengetahuan pembaca
mengenai Sistem Endokrin.
Makassar, 24 Oktober 2017
Kelompok 10
3. Skenario 2 :
Laki-laki, 41 tahun, Masuk ke IGD rumah sakit dengan keluhan demam sejak 5 hari
yang lalu. Demam mendadak, tinggi dan menetap. perasaan seperti terbakar di
seluruh tubuh dan tidak menurun dengan pemberian obat penurun panas. Mengigil
serta kulit dan matanya menguning sejak 3 hari lalu, warna urinnya berubah
menjadi kuning kecoklatan seperti teh, badan lemas dan nyeri disekujur tubuhnya
semenjak 2 hari lalu dan tidak membaik dengan istirahat. Muntah darah sejak 6 jam
yang lalu frekuensi 2 kali.
KLARIFIKASI KATA
Kata Kunci
1. Laki-laki, 41 tahun
2. Keluhan demam sejak 5 hari yang lalu.
3. Demam mendadak, tinggi dan menetap. perasaan seperti terbakar di seluruh
tubuh
4. Tidak menurun dengan pemberian obat penurun panas
5. Mengigil serta kulit dan matanya menguning sejak 3 hari lalu
6. Warna urinnya berubah menjadi kuning kecoklatan seperti teh
7. Badan lemas dan nyeri disekujur tubuhnya semenjak 2 hari lalu dan tidak
membaik dengan istirahat
8. Muntah darah sejak 6 jam yang lalu frekuensi 2 kali.
PERTANYAAN PENTING
1. Jelaskan definisi, klasifikasi, dan mekanisme demam!
2. Jelaskan patomekanisme gejala pada scenario !
3. Mengapa demam tidak turun dengan pemberian obat?
4. Sebutkan dan jelaskan penyakit-penyakit tropis yang menyebabkan demam!
5. Jelaskan langkah-langkah diagnosis!
6. Jelaskan diagnosa banding pada scenario!
7. Jelaskan perspektif islam yang berhubungan dengan scenario !
4. JAWABAN PERTANYAAN
1. Jelaskan definisi, klasifikasi, dan mekanisme demam!
Definisi Demam
Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang
berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus (Dinarello &
Gelfand, 2005). Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5-37,2°C. Derajat suhu yang
dapat dikatakan demam adalah rectal temperature ≥38,0°C atau oral temperature
≥37,5°C atau axillary temperature ≥37,2°C (Kaneshiro & Zieve, 2010). Istilah lain
yang berhubungan dengan demam adalah hiperpireksia. Hiperpireksia adalah suatu
keadaan demam dengan suhu >41,5°C yang dapat terjadi pada pasien dengan
infeksi yang parah tetapi paling sering terjadi pada pasien dengan perdarahan sistem
saraf pusat (Dinarello & Gelfand, 2005).
Klasifikasi Demam
Menurut Nelwan (2007), terdapat beberapa tipe demam yang mungkin
dijumpai, antara lain:
a. Demam septic
Pada tipe demam septik, suhu tubuh berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali
pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. Demam
sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut
turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.
b. Demam remiten
Pada tipe demam remiten, suhu tubuh dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah
mencapai suhu normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua
derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik.
c. Demam intermiten
Pada demam intermiten, suhu tubuh turun ke tingkat yang normal selama
beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dua hari sekali disebut
tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua serangan demam
disebut kuartana.
d. Demam kontinyu
Pada demam tipe kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari
satu derajat.
5. e. Demam siklik
Tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu tubuh selama beberapa hari yang
diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh
kenaikan suhu seperti semula.
Patofisiologi Demam
Demam terjadi oleh karena pengeluaran zat pirogen dalam tubuh. Zat pirogen
sendiri dapat dibedakan menjadi dua yaitu eksogen dan endogen. Pirogen eksogen
adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh seperti mikroorganisme dan toksin.
Sedangkan pirogen endogen merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh
meliputi interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), dan tumor necrosing factor-alfa
(TNF-A). Sumber utama dari zat pirogen endogen adalah monosit, limfosit dan
neutrofil (Guyton, 2007).
Seluruh substansi di atas menyebabkan selsel fagosit mononuclear (monosit,
makrofag jaringan atau sel kupfeer) membuat sitokin yang bekerja sebagai pirogen
endogen, suatu protein kecil yang mirip interleukin, yang merupakan suatu
mediator proses imun antar sel yang penting. Sitokin-sitokin tersebut dihasilkan
secara sistemik ataupun local dan berhasil memasuki sirkulasi. Interleukin-1,
interleukin-6, tumor nekrosis factor α dan interferon α, interferon β serta interferon
γ merupakan sitokin yang berperan terhadap proses terjadinya demam.
Sitokin-sitokin tersebut juga diproduksi oleh sel-sel di Susunan Saraf Pusat
(SSP) dan kemudian bekerja pada daerah preoptik hipotalamus anterior. Sitokin
akan memicu pelepasan asam arakidonat dari membrane fosfolipid dengan bantuan
enzim fosfolipase A2. Asam arakidonat selanjutnya diubah menjadi prostaglandin
karena peran dari enzim siklooksigenase (COX, atau disebut juga PGH sintase) dan
menyebabkan demam pada tingkat pusat termoregulasi di hipotalamus (Dinarello
dan Gelfrand, 2001; Fox, 2002; Wilmana dan Gan, 2007; Ganong. 2008; Juliana,
2008; Sherwood, 2010).
Enzim sikloosigenase terdapat dalam dua bentuk (isoform), yaitu
siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2). Kedua isoform
berbeda distribusinya pada jaringan dan juga memiliki fungsi regulasi yang
berbeda. COX-1 merupakan enzim konstitutif yang mengkatalis pembentukan
prostanoid regulatoris pada berbagai jaringan, terutama pada selaput lender traktus
gastrointestinal, ginjal, platelet dan epitel pembuluh darah. Sedangkan COX-2tidak
konstitutif tetapi dapat diinduksi, antara lain bila ada stimuli radang, mitogenesis
atau onkogenesis. Setelah stimuli tersebut lalu terbentuk prostanoid yang
merupakan mediator nyeri dan radang.
6. Penemuan ini mengarah kepada, bahwa COX-1 mengkatalis pembentukan
prostaglandin yang bertanggung jawab menjalankan fungsi-fungsi regulasi
fisiologis, sedangkan COX-2 mengkatalis pembentukan prostaglandin yang
menyebabkan radang (Dachlan et al., 2001; Davey, 2005). Prostaglandin E2
(PGE2) adalah salah satu jenis prostaglandin yang menyebabkan demam.
Hipotalamus anterior mengandung banyak neuron termosensitif. Area ini juga
kaya dengan serotonin dan norepineprin yang berperan sebagai perantara terjadinya
demam, pirogen endogen meningkatkan konsentrasi mediator tersebut. Selanjutnya
kedua monoamina ini akan meningkatkan adenosine monofosfat siklik (cAMP) dan
prostaglandin di susunan saraf pusat sehingga suhu thermostat meningkat dan tubuh
menjadi panas untuk menyesuaikan dengan suhu thermostat (Dinarello dan
Gelfrand, 2001; Fox, 2002; Wilmana dan Gan, 2007; Ganong, 2008; Juliana, 2008;
Sherwood, 2010).
Gambar 1. Patofisiologi Demam dan Efek Antipiretik (Ermawati, 2010)
Mekanisme demam juga dapat terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui
sinyal aferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal makrofag
inflamantory protein-1 (MIP-1), suatu kemokin yang bekerja secara langusng
terhadap hipotalamus anterior. Berbeda dengan demam yang dari jalur
prostaglandin, demam yang melalui jalur MIP-1 tidak dapat dihambat dengan
antipiretik.
7. Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan fase
kemerahan. Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase peningkatan suhu
tubuh yang ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan
aktivitas otot yang berusaha untuk memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa
kedinginan dan menggigil. Fase kedua yaitu fase demam merupakan fase
keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas di titik patokan suhu
yang sudah meningkat. Fase ketiga yaitu fase kemerahan merupakan fase
penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah dan berkeringat
yang berusaha untuk menghilangkan panas sehingga tubuh akan berwarna
kemerahan (Dalal & Zhukovsky, 2006).
Referensi :
Repository.usu.ac.id (online). Demam. Cahpter II. Universitas Sumatera Utara.
Baitil, Atiq. Gambaran Pengetahuan Demam. FK UI. 2009
8. 2. Jelaskan patomekanisme gejala pada scenario !
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen.
Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua yaitu
pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari
pirogen eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau
mikroorganisme seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin
lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen
adalah pirogen endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh
pasien. Contoh dari pirogen endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN.
Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya adalah monosit, neutrofil, dan
limfosit walaupun sel lain juga dapat mengeluarkan pirogen endogen jika
terstimulasi (Dinarello & Gelfand, 2005).
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit,
limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator
inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat
kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN). Pirogen
eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk
membentuk prostaglandin (Dinarello & Gelfand, 2005). Prostaglandin yang
terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi
hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu
patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk
meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme
volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi
panas dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan
suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut (Sherwood, 2001).
Vaskulitis terjadi akibat kemampuan motilitas bakteri yang tinggi sehingga
menyebabkan terjadinya lesi primer yaitu kerusakan dinding endotel pembuluh
darah yang menimbulkan vaskulitis serta merusak organ. Vaskulitis yang timbul
dapat disertai dengan kebocoran dan ekstravasasi sel dan dapat menyebabkan
hemetemesis
Nyeri otot terjadi diakibatkan agen infeksius masuk ke dalam tubuh kemudian
terjadi ikatan antara agen infeksius tersebut dengan antibodi dari tubuh kita,
terbentuklah kompleks imun, agen infeksius itu mengalahkan imunitas dalam
tubuh, makrofag teraktivasi, kemudian bereplikasi di makrofag yang merupakan sel
target, makrofag terkontaminasi agen infeksius tersebut karena agen infeksius
tersebut menempel di makrofag, makrofag tersebut kemudian mencerna hasil
pemecahan agen infeksius tersebut dan melepaskan zat IL-1. IL-1 saat mencapai
hipotalamus segera mengaktifkan proses yang menimbulkan demam dengan cara
menginduksi pembentukan salah satu prostagalndin E2. Tubuh kemudian
9. melakukan kompensasi untuk menurunkan panas tersebut yaitu dengan cara
vasodilatasi pembuluh darah kulit, evaporasi panas meningkat, tubuh berkeringat,
keringat mengandung H2O, urea, natrium, klorida, asam laktat, kalium, apabila
terjadi pengeluaran keringat terus menerus, H2O, urea, natrium, klorida, asam
laktat pun akan terbuang, terjadilah dehidrasi, H2O banyak yang terbuang, dalam
metabolisme karena kurang H20 maka pembentukan 02 (ATP) sedikit atau tidak
sempurna sehingga metabolisme tubuh mengalami perubahan dari glikolisis aerob
ke glikolisis anaerob, glikolisis anaerob hasil akhirnya asam laktat dan hanya
sedikit ATP, terjadilah penumpukan asam laktat dan terjadilah nyeri.
Bisa juga terjadi karena virus bersifat menyerang melalui darah dan organ. Bila
organ tersebut terserang maka virus tersebut juga ikut menyerang tulang dan otot
di sekitar organ sehingga akhrinya menyebabkan mialgia dan arthralgia.
Sementara itu akibat terjadinya infeksi, sel hati mengalami degenerasi,
ditemukan daerah nekrosis sentral, badan Councilman dan perlemakan. Hal ini
menyebabkan ikterus dan urin seperti teh.
Pada ginjal, penghambatan pompa Na/K menyebabkan hilangnya kalium dan
hipokalemia yang merupakan tanda gagal ginjal akut. Hipokalemia sendiri dapat
menyebabkan lemas.
Referensi
1. Dwijaya, Anandhika. 2012. Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Ibu
dalam Pemberian Parasetamol kepada Anak sebagai Penatalaksanaan Awal
Demam di Kelurahan Tegal Sari Mandala II Kecamatan Medan Denai Medan.
Universitas Sumatera Utara.
2. Andani, Luluk. Gassem, M.Hussein. 2014. EVALUASI PENGGUNAAN
KRITERIA DIAGNOSIS LEPTOSPIROSIS (WHO SEARO 2009) PADA
PASIEN LEPTOSPIROSIS DI RSUP DR KARIADI SEMARANG.
Universitas Dipenogoro.
3. Sudoyo Aru W. Dkk, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2006. Jilid III. Ed.
IV.Jakarta.FK-UI
10. 3. Mengapa demam tidak turun dengan pemberian obat?
Mekanisme demam juga dapat terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui
sinyal aferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal macrophage
inflammatory protein ( IMP-1), suatu kemokin yang bekerja secara langsung
terhadap hipotalamus anterior. Berbeda dengan demam dari jalur non
prostaglandin, demam melalui aktivitas MIP-1 ini tidak dapat dihambat oleh
antipiretik.
Antipiretik digunakan untuk membantu untuk menegembalikan suhu set point
ke kondisi normal dengan cara menghambat sintesa dan pelepasan prostaglandin
E2, yang distimulasi oleh pirogen endogen pada hipotalamus.
Referensi :
Atiq, baitil. Gambaran pengetahuan dan perilaku orangtua dalam pemberian
antipiretik pada anak sebelum berobat berdasarkan jenis pekerjaan orang tua.
Fakultas kedokteran universitas indonesia. 2009. Halaman 6
11. 4. Jelaskan patomekanisme gejala pada scenario !
Virus :
1. Dengue haemoragic fever (DHF) : disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae, manifestasi klinisnya
; demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik.
2. Demam kuning atau Yellow Fever disebabkan oleh virus yellow fever yang
termasuk genus Flavivirus, famili Flaviviridae, manifestasi klinisnya ; dapat
berupa infeksi subklinis, infeksi mirip influenza, atau pada 15-25% terjadi
fulminan dan menyebabkan kematian.
3. Influenza disebabkan oleh 3 tipe virus influnza yakni A,B dan C; tipe B
biasanya hanya menyebabkan penyakit yang lebih rngan dari tipe A dan kadang
hanya sampai menyebabkan epidemi, tipe C adalah tipe yang diragukan
patogenitasnya untuk manusia, mungkin hanya menyebabkan gangguan ringan
saja. Gejalanya berupa demam, menggigil, sakit otot, sakit kepala dan sering
disertai pilek, sakit tenggorok dan batuk non produktif.
4. Rabies adalah penyakit infeksi akut susunan saraf pusat pada manusia dan
mamalia yang berakibat fatal. Gejala klinisnya pada stadium prodromal (1-4
hari); demam, menggigil, batuk, nyeri menelan, nyeri perut, sakit
kepala,malaise, mialgia, mual, muntah, diare, dan nafsu makan menurun.
Bakteri :
1. Demam tifoid disebabkan bakteri Salmonella thyphi dan Salmonella paratyphi
ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yg terkontaminasi kuman.
Gambaran klinis sangat bervariasi dari ringan sampai berat; pada minggu
pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan gejala serupa dengan infeksi akut
yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,
obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis.
2. Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosi yang disebabkan oleh
mikrorganisme Leptospira interogans yang termasuk genus leptospira famili
treponemataceae. Gejala klinisnya sakit kepala, nyeri otot, demam tinggi
disertai menggigil serta didapati mual dengan atau muntah disertai mencret dan
dalam beberapa kasus ditemukan penurunan kesadaran.
Parasit
1. Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium
yang selain menginfeksi manusia dapat juga menginfeksi binatang seperti
12. golongan burung, reptil, dan mamalia. Plasmodium yg sering dijjumpai di
Indonesia adalah Plasmodium vivax dan plasmodium falciparum. Adajuga
plasmodium malariae namun sudah jarang ditemukan.
Referensi:
Sudoyo, Aru W, dkk, editor 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi
V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
13. 5. Jelaskan langkah-langkah diagnosis!
Anamnesis
1. Tanyakanlah data pribadi pasien: nama, umur, alamat, dan pekerjaan
2. Tanyakanlah apa yang menyebabkan pasien datang ke dokter (keluhan
utama). Untuk heteroanamnesis tanyakan hubungan pasien dengan
pengantar.
3. Galilah riwayat penyakit yang diderita sekarang. Tanyakan tentang hal-hal
berikut :
Onset dan durasi demam : timbul mendadak, kapan dan sudah berapa
lama demam
Sifat demam : subfebris, tinggi, terus menerus, intermitten, lebih tinggi
pada sore dan malam hari, bersifat serangan dengan interval tertentu.
4. Tanyakanlah tentang gejala lain yang menyertai:
anoreksia, disfagia, malaise, sakit kepala, artralgia, mialgia, sukar
membuka mulut.
manifestasi perdarahan: peteki, ekimosis, epistaksis,hematemesis,
melena
menggigil
kejang
gangguan sistem respirasi : batuk, sesak
gangguan gastrointestinal: mual, muntah, nyari abdomen, diare
dengan/tanpa lendir/darah, konstipasi, gangguan sistem urogenitalia:
warna urin, oliguria, disuria
ruam kulit: kapan timbulnya, lokasi, penyebaran.
5. Tanyakanlah adanya riwayat peyakit yang sama dalam keluarga atau
lingkungan sekitar tempat tinggal.
6. Tanyakanlah tentang riwayat imunisasi (terutama pasien anak)
7. Tanyakanlah riwayat bepergian atau pernah tinggal di daerah endemik
penyakit tertentu seperti malaria, filaria, dan lain lain.
8. Tanyakanlah jenis pekerjaan pasien yang mungkin mengarah kepada infeksi
tertentu misalnya antrakosis, flu burung.
9. Tanyakanlah adanya riwayat kontak dengan penderita penyakit dengan
gejala demam.
10. Tanyakanlah adanya riwayat kontak dengan hewan, terutama golongan
avian.
11. Tanyakanlah riwayat pengobatan yang pernah diterima.
14. Pemeriksaan fisis
1. Perhatikan dan nilailah ada tidaknya rhisus sardonikus.
2. Periksalah untuk menilai adanya anemia, ikterus, edema (lihat skills lab
dasar diagnostik dan terapi).
3. Perhatikanlah adanya status tifosa: kesadaran menurun, rambut kering, bibir
kering/terbelah-belah/terkupas, lidah kotor, pucat.
4. Periksalah adanya manifestasi perdarahan baik spontan (peteki, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan melena).
5. Lakukan uji turniket
6. Perhatikan ada tidaknya effloresensi kulit. Bila ada, nilailah tipe dan lokasi
effloresensi kulit: makula, papula, vesikel, krusta, polimorf.
7. Periksalah mulut dan rongga mulut : perhatikan adanya koplik spot,
membrane putih kelabu pada tonsil, kemerahan pada farings, atau larings,
perdarahan gusi, trismus.
8. Periksalah adanya gangguan refleks: bukalah mulut pasien dengan
menggunakan spatel, bila terjadi kejang, maka gangguan refleks dinyatakan
positif.
9. Lakukanlah pemeriksaan fisik toraks: inspeksi, palpasi dan auskultasi
10. Lakukanlah pemeriksaan abdomen: nilailah adanya hepatomegali,
splenomegali, asites, hipertoni otot abdomen.
11. Nilailah adanya opistotonus: pasien dalam posisi supine, masukkanlah
lengan anda di bawah punggung pasien, bila lengan dapat masuk,
opistotonus (+).
12. Lakukanlah pemeriksaan pembesaran kelenjar: parotis. Inspeksi: lihatlah
adanya bullneck. Lakukanlah palpasi dengan tekanan ringan mulai dari
untuk menilai adanya pembesaran parotis.
13. Periksalah sistem muskuloskeletal untuk menilai adanya spasme anggota
gerak, hiperrefleksia (lihat skills lab sistem neuropsikiatri) dan nyeri tekan
otot.
Pemeriksaan penunjang
1. Darah rutin
2. Uji Serologi
3. Bakteriologik
4. Radiologi
Referensi:
Vitayani, dkk. 2015. Buku Panduan Kerja Clinical Skill Lab kedokteran tropis.
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
15. 6. Jelaskan diagnosa banding pada scenario!
Leptospirosis
Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh
mikroorganisme spirochaeta, genus leptospira. Secara sederhana, genus leptospira
terdiri atas dua spesies yaitu Leptospira interrogans yang patogen dan Leptospira
biflexa yang non-patogen atau saprofit. Namun, dalam klinis dan epidemiologi,
L.interrogans dibagi menjadi beberapa serogrup berdasarkan perbedaan serologis.
Berdasarkan beberapa penelitian, L.icterohaemorrhagica, L.canicola, dan
L.pomona merupakan serovar L.interrogans tersering yang menginfeksi manusia.
Epidemiologi
Leptospirosis tersebar di seluruh dunia ,kecuali benua Antartika, dengan
kejadian terbanyak di daerah tropis. Daerah tropis mendukung pertumbuhan
leptospira dengan memberikan lingkungan optimal berupa suhu hangat dan lembab,
serta pH tanah dan air yang netral. Menurut International Leptospirosis Society,
Indonesia menduduki peringkat ketiga di dunia untuk mortalitas. Leptospirosis
dapat dijumpai di Lampung, Riau, Bengkulu, Sumatera Utara, Sumatera Barat, DKI
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, NTB, Bali, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.1
Etiologi
Gb 1: Leptospira
Leptospira merupakan gram negatif dengan bentuk berbelit, tipis, fleksibel
dengan panjang 5–15 µm, dengan salah satu ujung spiral membengkok membentuk
kait (hook). Meskipun tidak memiliki flagella eskternal, leptospira sangat motil
karena memiliki sepasang flagela aksial dan tampak sebagai kokus kecil-
kecil melalui mikroskop lapang gelap. Bakteri ini bersifat aerob obligat dan butuh
16. media khusus seperti medium Fletcher (media semisolid terbuat dari serum) serta
waktu berminggu-minggu untuk tumbuh dengan suhu 28–30 °C. Leptospira dapat
bertahan hidup berminggu-minggu di air. 2
Manusia dapat terinfeksi leptospira melalui kontak dengan air, tanah, dan
lumpur yang telah terkontaminasi urin binatang reservoir seperti tikus, anjing, sapi,
babi, lembu, kuda, kucing, marmot, dan binatang lainnya.1 Selain itu, dapat pula
melalui kontak langsung dengan urin binatang terinfeksi (atau cairan tubuh lainnya,
kecuali saliva), meminum air terkontaminasi leptospira, inhalasi aerosol cairan
tubuh, dan transplasental.3,4 Transmisi dari manusia ke manusia jarang terjadi.
3Tikus merupakan vektor (reservoir) utama L. icterohaemorrhagica yang
menginfeksi manusia. Dalam tubuh tikus, leptospira berkoloni dan berkembang
biak di dalam epitel tubulus ginjal tikus dan mengalir di dalam filtrat urin. Pada
musim hujan, terdapat genangan air yang terkontaminasi urin. Kulit utuh yang
terekspos dengan genangan air tersebut dalam waktu lama atau kulit yang luka,
serta gigitan binatang infeksius dapat menyebabkan leptospirosis.1 Selain kulit,
leptospira juga dapat menembus membran mukosa mata, hidung, dan mulut. Orang
yang berisiko tinggi terhadap leptospirosis adalah petani, penambang, pekerja di
rumah potong hewan, nelayan, peternak, dokter hewan, dan anggota militer yang
bertugas di hutan. 1,3
Patogenesis dan Patofisiologi
Leptospira masuk dan beredar ke dalam pembuluh limfatik dan darah dalam
hitungan menit.4 Setelah leptospira masuk ke dalam tubuh, terjadi respons imun
17. baik seluler maupun humoral (membentuk antibodi spesifik) yang bertujuan
menghilangkan leptospira.1 Terdapat tujuh antigen leptospira yaitu p32, p37, p41,
p45, p48, p62, p78, yang memicu respons humoral. Di antara semuanya, p32
merupakan antigen yang paling poten dalam menimbulkan respons humoral,
sedangkan p37 tidak selalu diekspresikan oleh strain leptospira. IgM merupakan
respons humoral utama terhadap lipopolisakarida dalam fase akut dan konvalesen.
Sedangkan, IgG bersifat spesifik terhadap protein leptospira.5 Pertumbuhan
leptospira yang lambat menyebabkan periode inkubasi berlangsung 2-26 hari (2-
4 minggu) dan biasanya 3-14 hari.1,3,4
Fase leptospiremia berlangsung 4-7 hari dan selanjutnya leptospira hanya
ditemukan di ginjal, otak, dan bilik anterior mata.1,6 Leptospira dapat dijumpai di
dalam urin mulai dari hitungan hari sampai bertahun-tahun kemudian. Adapun
leptospira yang dijumpai di urin adalah mikroorganisme yang terisolasi dari sistem
imun dan mencapai convoluted tubules. Fase ini disebut fase leptospiruria yang
berlangsung 1-4 minggu.1
Selama leptospiremia, leptospira mengeluarkan toksin yang dapat merusak
endotel kapiler menyebabkan vaskulitis. Kemudian, terdapat pula perbedaan antara
derajat kerusakan histologis dengan derajat disfungsi organ. Sebagai contoh,
leptospirosis ringan menyebabkan lesi histologis ringan di ginjal dan hati dengan
kerusakan fungsional organ yang nyata. Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan
bukan terjadi pada struktur organ, melainkan akibat kerusakan kapiler.1 Dalam
kasus yang ringan (sekitar 90%), infeksi terjadi unifasik yaitu gejala muncul dan
berkurang dalam 3-7 hari dengan pemberian antibiotik atau tanpa intervensi sama
sekali. Sedangkan dalam kasus yang sedang hingga berat, infeksi terjadi bifasik
dimana sebelum penyembuhan sebenarnya terdapat remisi transien. Pada fase
kedua, muncul gejala ikterik.4 Biasanya, tanpa intervensi, infeksi ini dapat
menyebabkan kematian pasien dalam waktu 10 hari. Angka mortalitas akibat
leptospirosis sekitar 5-40% dengan risiko tertinggi pada orang berusia tua dan
imunodefisiensi.6
Organ-organ yang sering mengalami kerusakan adalah:
Ginjal. Nefrotoksin, reaksi imunologis, iskemia ginjal, hemolisis, dan
invasi langsung mikroorganisme menimbulkan kerusakan ginjal berupa
interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuklear. Pada kasus yang lebih
berat, terjadi gagal ginjal akibat nekrosis akut.
18. Hati. Leptospira biasanya dijumpai di antara sel parenkim hati dengan
manifestasi berupa nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit,
proliferasi Kupfer, dan kolestasis.
Jantung. Semua lapisan otot jantung dapat terlibat. Khusus miokardium,
kelainan bersifat fokal atau difus berupa interstitial edema dengan infiltrasi
sel mononuklear dan plasma. Perdarahan fokal di miokardium dan
endokarditis dapat ditemukan. Selain itu, nekrosis berhubungan dengan
infiltrasi netrofil.
Otot rangka. Mialgia disebabkan oleh invasi langsung pada leptospira
dengan perubahan berupa lokal nekrotis, vakuolisasi, dan kehilangan striata.
Mata. Terjadi uveitis akibat invasi leptospira ke bilik anterior mata dan
mampu bertahan beberapa bulan meski kadar antibodi cukup tinggi.
Susunan saraf pusat. Diduga respons antibodi memperantarai terjadinya
meningitis, khususnya meningitis aseptik, yang paling sering disebabkan
oleh L.canicola dengan reservoir anjing.
Pembuluh darah. Terjadi perdarahan intradermal (pteki) pada mukosa,
permukaan serosa, dan organ visceral akibat vaskulitis.
Weil disease. Weil disease merupakan leptospirosis berat dengan frekuensi
1-6% dari total kasus. Gejala yang tampak berupa perdarahan, anemia,
azotemia, gangguan kesadaran, dan demam kontinyu.1
Tanda dan Gejala
Gejala klinis leptospirosis bersifat tidak spesifik sehingga sulit untuk
didiagnosa. Selain itu, beberapa orang yang terinfeksi bersifat asimptomatik.2
Leptospirosis mempunyai dua fase yang khas yaitu:
Fase leptospiremia. Pada fase ini, leptospira dapat dijumpai di dalam darah
dan cairan serebrospinal. Gejala awal berupa sakit kepala yang parah
biasanya di frontal dan mialgia pada paha, betis, dan pinggang.1 Kemudian
diikuti oleh conjuctival suffusion bilateral, mata kemerahan sepeti
konjungtivitis tanpa eksudat sel inflamatorik. Conjunctival suffusion
dengan ikterus dan injeksi konjungtiva merupakan tanda patognomonik
leptospirosis.6
Selain itu, terdapat demam dengan suhu ≥390C disertai menggigil, mual dan
muntah disertai mencret, ruam kulit, dan batuk non-produktif dengan hemoptisis
19. minor. Pada 25% kasus, dijumpai penurunan kesadaran.1,4 Terkadang terdapat
perubahan psikologis dimana pasien merasa depresi, bingung, agresif, dan
psikosis.4 Fase ini berlangsung 4-7 hari dan apabila cepat ditangani, penyembuhan
total terjadi 3-6 minggu setelah onset.1
Tabel 1. Gambaran Klinis Leptospirosis1
Sering Demam, menggigil, sakit kepala, meningismus, anoreksia, mialgia,
conjunctival suffusion, mual, muntah, nyeri abdomen, ikterus,
hepatomegali, ruam kulit, fotofobi
Jarang Pneumonitis, hemaptoe, delirium, perdarahan, diare, edema,
splenomegali, artralgia, gagal ginjal, neuritis periferal, pankeatitis,
parotitis,asites, miokarditis, epididimitis, hematemesis
Fase imun. Biasanya terjadi pada kasus berat dimana demam turun setelah
7 hari diikuti keadaan bebas demam selama 1-3 hari. Setelah itu, demam
terjadi kembali (bifasik) dengan suhu dapat mencapai 400C disertai
menggigil dan kelemahan umum. Terdapat epsitaksis, mialgia menyeluruh,
kerusakan ginjal dan hati, uremia, dan ikterik. Sekitar 50% kasus
menunjukkan gejala meningitis. Fase ini ditandai dengan peningkatan titer
antibodi (IgM) dan leptospira dapat dijumpai di urin.1,2
Gb. 3: Conjunctival Suffusion
Diagnosis
Pada anamnesis, perlu diketahui pekerjaan dan gejala atau keluhan seperti
demam yang muncul mendadak. Kemudian, pada pemeriksaan fisik, apakah
dijumpai demam, bradikardi, nyeri tekan otot, hepatomegali, dan lain-lain.
20. Pemeriksaan ini tergolong sulit karena gejala yang tidak spesifik sehingga untuk
menegakkan diagnosis dibutuhkan pemeriksaan laboratorium berupa:
Pemeriksaan darah rutin: leukositosis (normal atau sedikit menurun),
neutrofilia, dan laju endap darah meningkat. Trombositopenia terjadi pada
50% kasus.
Pemeriksaan urin: protein urin, leukositoria, dan cast.
Apabila terdapat kerusakan hati dan ginjal, terdapat peningkatan
transaminase, BUN, ureum, dan kreatinin.1
Kultur dapat menggunakan spesimen dari fase leptospiremia (sebelum
pemberian antibiotik) berupa urin, darah, dan cairan serebrospinal ke dalam
medium Fletcher atau lainnya. Kultur disimpan sekurangnya selama 8 minggu. Jika
spesimen terkontaminasi, dapat digunakan inokulasi hewan yang bersifat sensitif.
Dalam beberapa hari, spirokaeta akan dijumpai pada rongga peritoneal hamster atau
babi dengan lesi hemoragik, yang dapat berujung pada kematian hewan 8-14 hari
setelah inokulasi.2
Serologi merupakan cara untuk mendeteksi leptospira dengan cepat dengan
pemeriksaan PCR, silver stain, ELISA, dan MAT (Microscopic Agglutination
Test). MAT terdiri dari uji carik celup, uji aglutinasi lateks, tes fiksasi komplemen,
dan lain-lain.1
Pengobatan
Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan
mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sanagat
21. penting pada leptospirosis. Gangguan fungsi ginjal umumnya dengan spontan akan
membaik dengan membaiknya kondisi pasien. Namun pada beberapa pasien
membutuhkan tindakan hemodialisa temporer.
Pemberian antibiotik harus dimulai secepat mungkin, biasanya pemberian
dalam 4 hari setelah onset cukup efektif. Berbagai jenis antibiotik pilihan dapat
dilihat pada tabel 4. Untuk kasus lepirospirosis berat pemberian intra vena penicillin
G amoxicliin, ampisilin atau eritromisin dapat diberikan. Sedangkan untuk kasus-
kasus ringan dapat diberikan antibiotika oral tetrasiklin, doksisiklin, ampisilin atau
amoksisilin maupun sefalosforin.
Sampai saat ini penisilin masih merupakan antibiotika pilihan utama namun
perlu diingat bahwa anti-biotika bermanfaat jika leptospira masih di darah (fase
leptospiraemia).otika ini tidak efektif lagi. Pada pemberian penisilin, dapat muncul
reaksi Jarisch Herxherimer 4 sampai 6 jam setelah pemberian intra vena, yang
menunjukkan adanya aktivitas anti leptospira. Tindakan suportif diberikan sesuai
dengan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul. Keseimbangan cairan,
elektrolit dan asam basa diatur sebagaimana pada penanggulangan gagal ginjal
secara u Kalau terjadi azotemia/uremia berat sebaiknya dilakukan dialisis
Indikasi Regimen Dosis
Leptospirosis ringan Doksisiklin 2×100 mg
Ampisilin 4x 500-750 mg
Amoksisiklin 4×500 mg
Leptospirosis sedang/berat Penisilin G 1,5 juta unit/6 jam (IV)
Ampisilin 1 gram/ 6 jam (IV)
Amoksisilin 1 gram/ 6 jam (IV)
Kemoprofilaksis Doksisiklin 200 mg/ minggu
PROGNOSIS
Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan iktenus
angka kematian 5% pada umur di bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut mencapai
30-40%.
PENCEGAHAN
Pencegahan leptospirosis khususnya di daerah tropis sangat sulit Banyaknya
hospes perantara dan jenis serotipe sulit untuk dihapuskan Bagi mereka yang
22. mempunyai resiko tinggi untuk tertular le harus diberikan perlindungan berupa
pakaian khusus yang dapat melindunginya dari kontak dengan bahan-bahan yang
telah terkontaminasi dengan kemih binatang reservoar. Pemberian doksisiklin 200
mg perminggu dikatakan bermanfaat untuk mengurangi serangan leptospirosis bagi
mereka yang mempunyai resiko tinggi dan terpapar dalam waktu singkat Penelitian
terhadap tentara Amerika di hutan Panama selama 3 minggu ternyata dapat
mengurangi serangan leptospirasis dari 4.2% menjadi 0,2%, dan efikasi pencegahan
95% Vaksinasi terhadap hewan-hewan tersangka reservoar sudah lama
direkomendasikan, tetapi vaksinasi terhadap manusia belum berhasil dilakukan,
masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Referensi
1.Zein U. Leptospirosis. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta:
Interna Publishing; 2010, hal.2807-11.
2.Jawetz, Melnick, Adelberg. Spirochetes and other spiral microorganisms. In
Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical Microbiology. 24th ed. USA: The
McGraw-Hill Companies; 2007, chapter 25.
3.Center for Disease Control and Prevention (CDC). Leptospirosis. Diunduh dari
http://www.cdc.gov/ leptospirosis/prevention/index.html. Diakses pada 10 April
2012, pk. 17.45 WIB.
4.The Leptospirosis Information Center. Leptospirosis. Diunduh dari
http://www.leptospirosis. org/ topic. php?t=37. Diakses pada 10 April 2012, pk.
18.00 WIB.
5.Gueirreiro H et.al. Leptospiral proteins recognized during the humoral immune
response to leptospirosis in humans. American Society for Microbiology. 2001. 69:
4958–4968.
6.Medscape. Leptospirosis. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/220563-overview# showall
23. Yellow Fever
Demam kuning adalah penyakit demam akut yang ditularkan oleh nyamuk.
Demam ini dikenali sebagai penyakit untuk pertama kalinya pada abad ketujuh
belas, namun baru pada tahun 1900 sampai 1901 Walter Reed dan rekan-rekannya
menemukan hubungan antara virus demam kuning dengan nyamuk Aedes aegypti
dan penemuan ini membuka jalan bagi pengendalian penularan penyakit demam
kuning ini.
Demam kuning merupakan penyakit yang gawat di daerah tropika. Selama
lebih dari 200 tahun sejak diketahui adanya perjangkitan di Yukatan pada tahun
1648, penyakit ini merupakan salah satu momok terbesar di dunia. Pada tahun 1905,
New Orleans dan kota-kota pelabuhan di Amerika bagian Selatan terjangkit
epidemi demam kuning yang melibatkan sekurang-kurangnya 5000 kasus dan
menimbulkan banyak kematian.
MORFOLOGI
Virus demam kuning adalah virus RNA kecil yang secara antigenik tergolong
dalam flavivirus (dulu kelompok arbovirus B). Virus ini merupakan anggota dari
famili Togaviridae. Togavirus adalah virus RNA berutas tunggal dalam bentuk
ikosahedral dan terbungkus di dalam sampul lemak. Virion berdiameter 20 sampai
60 nm, berkembangbiak di dalam sitoplasma sel dan menjadi dewasa dengan
membentuk kuncup dari membran sitoplasma.
Virus demam kuning
KLASIFIKASI
Divisio: Protiphyta
Kelas : Mikrotatobiotes
Ordo : Virales
Famili : Togaviridae
Genus: Flavivirus
24. PENYAKIT YANG DITIMBULKAN
Infeksi yang disebabkan oleh flavivirus sangat khas yaitu mempunyai
tingkat keparahan sindrom klinis yang beragam. Mulai dari infeksi yang tidak
nampak jelas, demam ringan, sampai dengan serangan yang mendadak, parah dan
mematikan. Jadi, pada manusia penyakit ini berkisar dari reaksi demam yang
hampir tidak terlihat sampai keadaan yang parah.
Masa inkubasi demam kuning biasanya berkisar 3 sampai 6 hari, tapi dapat
juga lebih lama. Penyakit yang berkembang sempurna terdiri dari tiga periode klinis
yaitu : infeksi (viremia, pusing, sakit punggung, sakit otot, demam, mual, dan
muntah), remisi (gejala infeksi surut), dan intoksikasi (suhu mulai naik lagi,
pendarahan di usus yang ditandai dengan muntahan berwarna hitam, albuminuria,
dan penyakit kuning akibat dari kerusakan hati). Pada hari ke delapan, orang yang
terinfeksi virus ini akan meninggal atau sebaliknya akan mulai sembuh. Laju
kematiannya kira-kira 5 persen dari keseluruhan kasus. Sembuh dari penyakit ini
memberikan kekebalan seumur hidup.
Virus demam kuning termasuk dalam kelompok arbovirus dari genus Flavivirus,
dan nyamuk adalah vektor utama. Nyamuk ini akan membawa virus dari satu
host ke yang lainnya, terutama antara monyet ke monyet, dari monyet ke manusia,
dan dari manusia ke manusia.
Beberapa spesies nyamuk Aedes dan Haemogogus dapat menularkan virus. Baik
nyamuk yang berkembang biak di sekitar rumah (domestik), di hutan (liar) atau
di kedua habitat (semi-domestik).
Ada tiga jenis siklus penularan.
1. Sylvatic (atau hutan) demam kuning: Di hutan hujan tropis, demam kuning
terjadi pada monyet yang terinfeksi oleh nyamuk liar. Monyet-monyet yang
terinfeksi kemudian menularkan virus kepada nyamuk lain yang memakan
mereka. Nyamuk yang terinfeksi menggigit manusia yang masuk ke hutan,
sehingga dalam kasus-kasus tertentu penyakit demam kuning,Sebagian besar
infeksi terjadi pada pria muda yang bekerja di hutan (misalnya pekerja
penebang pohon).
2. Intermediate demam kuning: Di daerah yang lembab atau semi-lembab
Afrika, pernah terjadi epidemi skala kecil. Nyamuk yang berkembang biak di
25. alam bebas dan di sekitar rumah tangga dapat menginfeksi monyet dan
manusia. Peningkatan Transmisi manusia dan nyamuk yang terinfeksi
menyebabkan di suatu daerah bisa menderita kasus secara bersamaan. Ini
adalah jenis yang paling umum untuk wabah di Afrika. Sebuah wabah dapat
menjadi epidemi yang lebih parah jika infeksi terjadi di suatu daerah
penduduknya penduduknya tidak divaksinasi.dan perkembang biakan nyamuk
tidak di cegah.
3. Demam kuning Perkotaan: wabah besar terjadi ketika orang yang terinfeksi
virus demam kuning masuk ke daerah-daerah padat penduduk dengan
sejumlah besar orang yang tidak kebal dan nyamuk Aedes. Nyamuk yang
terinfeksi menularkan virus dari orang ke orang.
PENYEBARAN
Demam kuning merupakan akibat dari adanya dua daur pemindahsebaran virus
yang pada dasarnya berbeda yaitu kota dan hutan (silvatik). Daur kota
dipindahsebarkan dari orang ke orang lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti. Sekali
terinfeksi, nyamuk vektor itu akan tetap mampu menyebaban infeksi seumur
hidupnya. Demam kuning hutan berjangkit pada hewan liar. Virus demam kuning
yang sama ditularkan diantara hewan-hewan tersebut dan kadang-kadang juga
terhadap manusia oleh nyamuk selain Aedes aegypti. Ada beberapa nyamuk seperti
A. Simponi yang hidup dengan menghisap darah primata yang telah terinfeksi,
menyusup ke kebun-kebun desa lalu memindahkan virus tersebut ke manusia.
Sekali demam kuning berjangkit di kembali di daerah kota, maka daur kota demam
kuning akan dimulai kembali dan kemungkinan akan berkembang menjadi epidemi.
Nyamuk A. aegypti
PATOGENESIS
Flavivirus mempunyai kemampuan khas untuk berkembangbiak di dalam
jaringan vertebrata dan beberapa artropoda penghisap darah. Virus-virus ini setelah
terinokulasi di dalam jaringan inang yang rentan,
26. berkembangbiak dengan cepat dan tidak lama kemudian menyebabkan viremia.
Mereka dapat ditemukan setempat dalam suatu organ tertentu, menyebabkan
kerusakan jaringan dan terganggunya fungsi organ, dan pada akhirnya
menyebabkan kematian inang. Pada demam kuning, kerusakan hati mengakibatkan
berkembangnya penyakit kuning.
Tidak ada pengobatan khusus untuk penyakit ini kecuali pengobatan untuk
menghilangkan gejala dan menguatkan badan.
PENCEGAHAN
Demam kuning dapat dicegah dengan melakukan pembasmian nyamuk A.
Aegypti atau dengan menekanjumlahnya hingga taraf yang tidak lagi dapat
menyebabkan infeksi terus-menerus. Bentuk pengendalian bentuk silvatik tidak
praktis karena populasi virus terpelihara oleh adanya daur hutan. Meski demikian,
demam kuning tetap dicegah dengan cara imunisasi. Vaksin yang diizinkan untuk
diperdagangkandi Amerika Serikat dibuat dari galur 17D yang dikembangkan oleh
Max Theiler tahun 1937. Vaksinasi dianjurkan bagi orang yang bepergian atau
tinggal di daerah yang masih dijangkiti infeksi demam kuning ini.
1. Vaksinasi
Vaksinasi adalah ukuran paling penting untuk mencegah demam kuning. Di
daerah berisiko tinggi di mana cakupan vaksinasi rendah, pengendalian wabah
melalui imunisasi sangat penting untuk mencegah epidemi. Untuk mencegah wabah
di seluruh wilayah yang terkena dampak, cakupan vaksinasi harus mencapai
minimal 60% sampai 80% dari populasi yang berisiko. Hanya sedikit negara-negara
endemik yang baru-baru ini diuntungkan dari kampanye vaksinasi massal
pencegahan di Afrika saat ini memiliki tingkat cakupan.vaksinasi pencegahan dapat
ditawarkan melalui imunisasi bayi rutin dan kampanye massa satu kali untuk
meningkatkan cakupan vaksinasi di negara-negara yang beresiko, serta untuk
wisatawan ke daerah endemik demam kuning. WHO sangat menganjurkan
vaksinasi demam kuning rutin untuk anak-anak di daerah beresiko untuk penyakit
ini.Vaksin demam kuning aman dan terjangkau, memberikan kekebalan efektif
terhadap demam kuning dalam satu minggu untuk 95% dari mereka yang
divaksinasi. Sebuah dosis tunggal memberikan perlindungan bagi 30-35 tahun atau
lebih, dan mungkin untuk hidup. efek samping yang serius sangat jarang. Efek
samping serius telah dilaporkan jarang setelah imunisasi di beberapa daerah
endemik dan di antara para pelancong divaksinasi (misalnya di Brasil, Australia,
Amerika Serikat, Peru dan Togo). Para ilmuwan sedang menyelidiki penyebab.
Risiko kematian dari demam kuning jauh lebih besar daripada resiko yang
berkaitan dengan vaksin.
27. Kontraindikasi vaksinasi meliputi:
1. anak-anak berusia kurang dari 9 bulan untuk imunisasi rutin (atau kurang dari
6 bulan selama epidemi);
2. Wanita hamil – kecuali selama wabah demam kuning ketika risiko infeksi
tinggi;
3. Pasien yang alergi berat terhadap protein telur, dan
4. Orang dengan imunodefisiensi parah karena gejala HIV / AIDS atau penyebab
lain, atau di hadapan gangguan timus.
Wisatawan, terutama yang datang keAsia dari Afrika atau Amerika Latin harus
memiliki sertifikat vaksinasi demam kuning. Jika ada alasan medis untuk tidak
mendapatkan vaksinasi, Peraturan Kesehatan Internasional menyatakan bahwa ini
harus disertifikasi oleh pihak yang berwenang
2. Pengendalian nyamuk
Dalam beberapa situasi, pengendalian nyamuk adalah vital disamping
pemberian vaksinasi . Risiko penularan demam kuning di daerah perkotaan dapat
dikurangi dengan menghilangkan tempat berkembang biak nyamuk potensial dan
menerapkan insektisida ke air di mana merupakan perkembangan nyamuk tahap
awal . Aplikasi insektisida semprot untuk membunuh nyamuk dewasa selama
epidemi perkotaan, dikombinasikan dengan kampanye vaksinasi darurat, dapat
mengurangi atau menghentikan penularan demam kuning
Secara historis, kampanye pengendalian nyamuk Aedes aegypti berhasil
dieliminasi, vektor demam kuning perkotaan, dari negara-negara daratan sebagian
besar Amerika Tengah dan Selatan.
Sasaran program pengendalian nyamuk nyamuk liar di kawasan hutan tidak praktis
untuk mencegah hutan (atau sylvatic) penularan demam kuning.
3. Epidemi kesiapsiagaan dan respon
Deteksi Prompt demam kuning dan respon yang cepat melalui kampanye
vaksinasi darurat sangat penting untuk mengendalikan wabah.
WHO merekomendasikan bahwa setiap negara berisiko memiliki setidaknya satu
laboratorium nasional dimana tes dasar demam kuning dari darah dapat dilakukan.
Satu dikonfirmasi kasus demam kuning pada populasi tidak divaksinasi harus
28. dipertimbangkan wabah, dan kasus dikonfirmasi dalam konteks apapun harus
benar-benar diselidiki, khususnya di setiap wilayah dimana sebagian besar
penduduk telah divaksinasi. Tim Investigasi harus menilai dan merespon terhadap
wabah dengan kedua langkah darurat dan rencana jangka panjang imunisasi.
Referensi
Jawetz, 1996, Mikrobiologi Kedokteran, EGC, Jakarta elczar, M., 1988, Dasar-
Dasar Mikrobiologi, UI Press, Jakarta
Sudoyo Aru W. Dkk, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2006. Jilid III. Ed.
IV.Jakarta.FK-UI
MALARIA
Definisi
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium
yang hidup dan berkembang biak di dalam sel darah manusia. Penyakit ini secara
alami ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina.
Etiologi
Penyakit malaria ini disebabkan oleh parasit plasmodium. Species
plasmodium pada manusia adalah :
1. Plasmodium falciparum, penyebab malaria tropika.
2. Plasmodium vivax, penyebab malaria tertiana.
3. Plasmodium malariae, penyebab malaria malariae (quartana)
4. Plasmodium ovale, penyebab malaria ovale.
Kini plasmodium knowlesi yang selama ini dikenal hanya ada pada monyet
ekor panjang (Macaca fascicularis), ditemukan pula ditubuh manusia. Penelitian
sebuah tim internasional yang dimuat jurnal Clinical Infectious Diseases
memaparkan hasil tes pada 150 pasien malaria di rumah sakit Serawak, Malaysia,
Juli 2006 sampai Januari 2008, menunjukkan, dua pertiga kasus malaria disebabkan
infeksi plasmodium knowlesi
Plasmodium falciparum merupakan penyebab infeksi yang berat dan bahkan
dapat menimbukan suatu variasi manisfestasi-manifestasi akut dan jika tidak
diobati, dapat menyebabkan kematian.
Seorang dapat menginfeksi lebih dari satu jenis plasmodium, dikenal sebagai
infeksi campuran / majemuk (mixed infection). Pada umumnya lebih banyak
dijumpai dua jenis plasmodium, yaitu campuran antara plasmodium falciparum dan
29. plasmodium vivax atau plasmodium malariae. Kadang-kadang dijumpai tiga jenis
plasmodium sekaligus, meskipun hal ini jarang terjadi. Infeksi campuran biasanya
terdapat di daerah dengan angka penualaran tinggi.
Epidemologi
Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan utama dunia dan terjadi di
lebih dari 100 negara. Daerah transmisi utama terdapat di Asia, Afrika, dan
Amerika Selatan. Plasmodium falciparum adalah spesies predominan di Afrika,
Haiti, dan New Guinea.
Plasmodium vivax predominan di Bangladesh, Amerika Tengah, India,
Pakistan, dan Sri Lanka. P. vivax dan P. falciparum predominan di Asia Tenggara,
Amerika Selatan, dan Oceania. Plasmodium ovale adalah spesies yang paling tidak
umum, terutama tersebar di Afrika.
Menurut survei kesehatan rumah tangga tahun 2001, terdapat 15 juta kasus
malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya di Indonesia. Diperkirakan 35%
30. penduduk Indonesia tinggal di daerah berisiko terinfeksi malaria. Di pulau Jawa
dan Bali, Annual Parasite index (API) masih berfl uktuasi, pada tahun 2005, 2006,
dan 2007 tercatat 0,95‰, 0,19‰ dan 0,16‰. Sedangkan di luar Jawa dan Bali,
Annual Malaria Incidence (AMI) menurun dari 24,75‰ pada tahun 2005 menjadi
19,67‰ tahun 2007. Di Sumatera Utara antara tahun 2000-2004, diperkirakan lebih
dari 50.000 kasus setiap tahun dengan 9-10 kasus kematian. Pada tahun 2010 WHO
memperkirakan terdapat sekitar 600.000 kematian akibat malaria di seluruh dunia
dan 86% adalah anak-anak di bawah usia 5 tahun.
Patofisiologi
Siklus hidup Plasmodium terdiri dari 2, yaitu siklus sporogoni (siklus seksual)
yang terjadi pada nyamuk dan siklus skizogoni (siklus aseksual) yang terdapat pada
manusia. Siklus ini dimulai dari siklus sporogoni yaitu ketika nyamuk mengisap
darah manusia yang terinfeksi malaria yang mengandung plasmodium pada
stadium gametosit. Setelah itu gametosit akan membelah menjadi mikrogametosit
(jantan) dan makrogametosit (betina). Keduanya mengadakan fertilisasi
menghasilkan ookinet . Ookinet masuk ke lambung nyamuk membentuk ookista .
Ookista ini akan membentuk ribuan sprozoit yang nantinya akan pecah dan sprozoit
keluar dari ookista. Sporozoit ini akan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk, salah
satunya di kelenjar ludah nyamuk. Dengan ini siklus sporogoni telah selesai.
31. Siklus skizogoni terdiri dari 2 siklus, yaitu siklus eksoeritrositik dan siklus
eritrositik. Dimulai ketika nyamuk menggigit manusia sehat. Sporozoit akan
masuk kedalam tubuh manusia melewati luka tusuk nyamuk. Sporozoit akan
mengikuti aliran darah menuju ke hati, sehingga menginfeksi sel hati dan akan
matang menjadi skizon. Siklus ini disebut siklus eksoeritrositik. Pada Plasmodium
falciparum dan Plasmodium malariae hanya mempunyai satu siklus eksoeritrositik,
sedangkan Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale mempunyai bentuk hipnozoit
(fase dormant) sehingga siklus eksoeritrositik dapat berulang. Selanjutnya, skizon
akan pecah mengeluarkan merozoit yang akan masuk ke aliran darah sehingga
menginfeksi eritrosit dan di mulailah siklus eritrositik. Merozoit tersebut akan
berubah morfologi menjadi tropozoit belum matang lalu matang dan membentuk
skizon lagi yang pecah dan menjadi merozoit lagi. Diantara bentuk tropozoit
tersebut ada yang menjadi gametosit dan gametosit inilah yang nantinya akan
dihisap lagi oleh nyamuk. Begitu seterusnya akan berulang-ulang terus. Gametosit
tidak menjadi penyebab terjadinya gangguan klinik pada penderita malaria,
sehingga penderita dapat menjadi sumber penularan malaria tanpa diketahui (karier
malaria).
Spesies
Lama siklus
eksoeritrositik
(hari)
Diameter
skizon matur
eksoeritrositik
(μm)
Jumlah
merozoit dalam
skizon
eksoeritrositik
Plasmodium
falciparum
5-7 60 30.000
Plasmodium
vivax
6-8 45 10.000
Plasmodium
ovale
9 60 15.000
Plasmodium
malariae
14-16 55 15.000
Tabel : Lamanya siklus eksoeritrositik
Lamanya
daur
Plasmodiu
m
falciparum
Plasmodiu
m vivax
Plasmodiu
m ovale
Plasmodiu
m malariae
Masa
prepaten
9-10 hari 11-13 hari 10-14 hari 15-16 hari
32. Masa
inkubasi
9-14 hari 12-17 hari 16-18 hari 18-40 hari
Daur
eritrositik
48 jam 48 jam 50 jam 72 jam
Merozoit
skizon
20-30 hari 18-24 hari 8-14 hari 8-10 hari
Tabel : Lamanya siklus eritrositik
Gejala Klinis
Sindrom klinis yang disebabkan oleh malaria berbeda tergantung apakah
pasien tinggal di daerah dengan penularan malaria endemis yang stabil (terus
menerus) atau penularan stabil (kadang-kadang dan/atau jarang). Di daerah dengan
penularan stabil, penyakit mempengaruhi anak dan orang dewasa dengan cara yang
berbeda. Anak mengalami infeksi kronis dengan parasitemia berulang yang
mengakibatkan anemia berat dan sering kematian. Yang tahan hidup infeksi
berulang ini dapat sebagian kekebalan pada usia lima tahun dan kekebalan ini tetap
tertahan pada masa dewasa. Orang dewasa mengalami infeksi tanpa gejala.
Gejala malaria terjadi dari beberapa serangan demam dengan interval tertentu
(disebut peroksisme), diselingi oleh suatu periode yang penderitanya bebas sama
sekali dari demam (di sebut periode laten). Gejala yang khas tersebut biasanya
ditemukan pada penderita non imun. Sebelum timbulnya demam, biasanya
penderita merasa lemah, mengeluh sakit kepala, kehilangan nafsu makan, merasa
mual di ulu hati, atau muntah (semua gejala awal disebut gejala prodolmal).
Beberapa pasien kadang mengeluh nyeri dada, batuk, nteri perut, nyeri sendi dan
diare. Sakit biasanya berkembang menjadi panas dingin berat dihubungkan dengan
panas hebat disertai takikardi, mual, pusing, orthostatis dan lemas berat. Dalam
beberapa jam mereda, pasien berkeringat dan sangat lelah.
Pada anak-anak, bahkan pada anak-anak non imun sekalipun, gejala malaria
tidaklah “klasik” seperti yang ditemukan pada orang dewasa. Pada penderita anak,
kenaikan panas badan cendrung lebih tinggi sering disertai dengan muntah-muntah
dan berkeringat. Anak-anak yang lebih besar yang mempunyai lebih sedikit
kekebalan kadang-kadang juga dapat menderita demam, nyeri sendi, sakit
kepala.oleh karena itu, gejala malaria pada anak bisa menyerupai penyakit lain yang
bisa menyebabkan demam. Begitu pula anemia yang cendrung menjadi berat pada
penderita anak. Malaria vivax yang biasanya memberi gejala yang ringan, pada
penderitanya anak sering menimbulkan gejala yang lebih berat. Namun bisanya,
malaria falciparum lah yang menyebabkan keadaan darurat pada penderita anak.8
Paroksisme demam pada malaria mempunyai interval tertentu, ditentukan oleh
33. waktu yang diperlukan oleh siklus aseksual/sizogoni darah untuk menghasilkan
sizon yang matang, yang sangat dipengaruhi oleh spesiec plasmodium yang
menginfeksi. Suatu peroksisme demam biasanya mempunyai 3 stadium yang
berurutan, yaitu :
1. Stadium frigoris (mengigil)
stadium ini mulai dengan menggil dan perasaan sangat dingin. Nadi penderita
sangat cepat, tetapi lemah. Bibir dan jari-jari pucat kebiruan (sianotik). Kulitnya
kering dan pucat, penderita mungkin dan pada penderita anak sering terjadi kejang.
Stadium ini berlangsung selama 15 menit -1 jam.
2. Stadium akme (puncak demam)
setelah menggigil/merasa dingin, pada stadium ini penderita mengalami
serangan demam. Muka penderita menjadi merah, kulitnya kering dan dirasakan
sangat panas seperti terbakar, sakit kepala bertambah keras, dan sering disertai rasa
mual atau muntah-muntah. Nadi penderita menjadi kuat kembali. Biasanya
penderita merasa santan haus dan suhu badan bisa meningkat sampai 41 C. stadium
ini berlangsung selama 2-4 jam.
3. Stadium sudoris (berkeringat banyak, suhu turun)
Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali, sampai membasahi
tempat tidur. Namun suhu badan pada fase ini turun dengan cepat, kadang-kadang
sampai dibawah normal. Biasanya penderita tertidur nyenyak dan pada saat terjaga,
ia merasa lemah, tetapi tanpa gejala lain. Stadium ini berlangsung selama 2-4 jam.
Gangguan fungsi ginjal ditunjukkan denagan oliguria, dan anuria dapat
terjadi. Sindrom nefrotik, berkaitan dengan plasmodium malariae apada anak yang
tinggal di daerah endemik malaria, prognosisnya jelek. Black water fever, sekarang
jarang ditemukan, dihibungkan dengan plasmodium falciparum; hemoglobinuria
akibat hemolisis intravascular berat dan mendadak, dapat menyebabkan anuria dan
kematian karena anemia.
Hipoglikemi dapat dihubungkan dengan malaria falciparum. Pada infeksi
berat, dapat terjadi asidosis laktat, dengan gambaran konvulsi dan gangguan
kesadaran.
Diagnosis
Diagnosis malaria dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium
(mikroskopik, tes diagnostik cepat) dan tanpa pemeksaan laboratorium. Sampai
saat ini diagnosis pasti malaria berdasarkan ditemukanya prasit dalam sendian
darah secara miskrokopik. Kasus malaria yang didiagonis hanya berdasarkan gejala
dan tanda klinis disebut kasus tersangka malaria atau malaria klinis.
34. Anamnesis
a. Keluhan Utama : deman ,mengilgil,dan dapat disertai sakit
kepala,mual,
b. Muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal
c. Riwayat berkunjung dan bermalam 1~4 minggu yang lalu ke daerah
Endemik malaria
d. Riwayat tinggal di daerah endemik malaria
e. Riwayat sakit malaria
f. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir
g. Riwayat mendapat tranfusi darah
h. Gejala klinis pada anak dapat tidak khas
Pemeriksaan Fisik
a. Deman (peraan atau pengukuran dengan thermometer )
b. Pucat pada kojugtiva palpebra atau telapak tangan .
c. Pembesaran limpa (splenomegali).
d. Pembesaraan hati (hepatomegali).
Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis untuk mentukan :
b. Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).
c. Species dan stadium plasmodium (Pf, PV, Pm,Po, dan tropozoit,
skizon, gametosit).
Kepadatan parasit :
Semi kuatitatif
o (-) : SD neagatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB)
o (+) : SD positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB).
o (++) : SD positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB).
o (+++) : SD positif 3 (ditemukan 1-100 parasit dalam 1 LPB).
o (++++) : SD positif 4 (ditemukan 11-100 parasit dalam 1 LPB).
Kuantitatif
Kepadatan parasit dihitung pada sediaan tebal dengan menghitung jumlah
parasit per 200 leokosit, atau dihitung melalui sediaan tipis per 1000
eritrosit.
Pemeriksaan Morfologi
Plasmodium knowlesi mirip dengan P. malariae. P, malariae dicirikan oleh
parasit kompak (semua tahapan) dan tidak mengubah eritrosit host atau
35. menyebabkan pembesaran. Trofozoit memanjang membentang di eritrosit,
yang disebut “band form”, kadang-kadang tampak. Schizonts biasanya akan
memiliki 8-10 merozoit yang sering diatur dalam pola roset dengan rumpun
pigmen di tengah.
Penatalaksanaan
Tenaga kesehatan perlu memperhatikan informasi terbaru tentang malaria
karena pola resistensi obat anti-malaria terus berubah. Penatalaksanaan malaria
tidak berat (tanpa komplikasi) adalah secara rawat jalan dengan obat anti-malaria
yang direkomendasikan WHO. Klorokuin dan sulfodoksin-pirimetamin tidak lagi
digunakan karena tingginya resistensi P. falciparum terhadap obat ini di banyak
negara. Penatalaksanaan malaria tidak berat meliputi pengobatan simptomatik dan
pengobatan anti-malaria bertujuan untuk eradikasi parasit dalam tubuh dan
mencegah terjadinya komplikasi.
Pengobatan Simptomatik
Pemberian antipiretik pada anak demam untuk mencegah hipertermia dengan
dosis paracetamol 15 mg/kgBB/dosis setiap 4-6 jam. Apabila terjadi hipertermia
(suhu rektal >40°C), berikan paracetamol dosis inisial 20 mg/kgBB/dosis
dilanjutkan dengan dosis rumatan 15 mg/kgBB/dosis. Pada anak kejang, sebaiknya
berikan diazepam intravena perlahan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/dosis atau
diazepam rektal 5 mg (berat badan <10 kg) atau 10 mg (berat badan >10 kg), dan
segera rujuk ke rumah sakit, karena kejang merupakan salah satu gejala malaria
berat yang membutuhkan penanganan lanjutan. Suplementasi zat besi dengan atau
tanpa zinc secara bermakna meningkatkan kadar hemoglobin pada penderita
malaria tropikana di daerah endemis. Namun, pemberian zat besi pada malaria
dengan anemia ringan tidak dianjurkan, kecuali bila disebabkan oleh defisiensi besi.
Pengobatan Anti-malaria
Lini pertama:
1. Dehidroartemisin + piperakuin (fixed dose combination) Dosis
dehidroartemisin 2-4 mg/kgBB dan piperakuin 16-32 mg/kgBB/dosis
tunggal, diberikan selama 3 hari. Saat ini, rutin digunakan di Papua dan
Papua Barat. Penggunaan dehidroartemisin-piperakuin pada anak lebih
ditoleransi karena adverse event yang lebih rendah dari
artesunatamodiakuin.
2. Artesunat + amodiakuin (tablet 50 mg artesunat dan 153 mg
amodiakuin) Dosis artesunat 4 mg/kgBB/dosis tunggal selama 3 hari, dan
amodiakuin 10 mg- basa/ kgBB/dosis tunggal juga selama 3 hari.
Lini kedua:
1. Kina (tablet 200 mg kina fosfat/sulfat) Dosis kina 10 mg/kgBB/dosis,
diberikan 3 kali sehari selama 7 hari. Kina harus dikombinasikan dengan
36. doksisiklin pada P. falciparum, dengan dosis doksisiklin: 2
mg/kgBB/dosis (usia >14 tahun), 1 mg/kgBB/dosis (8-14 tahun), 2 kali
sehari selama 7 hari. Pada ibu hamil dan anak kurang dari 8 tahun
direkomendasikan mengganti doksisiklin dengan klindamisin. Kombinasi
kina dan klindamisin aman, efektif, dan memiliki adverse event lebih
sedikit. Dosis klindamisin: 20 mg basa/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 7
hari.
Obat anti-malaria lini pertama dan kedua (blood schizonticidal) harus
ditambah primakuin. Primakuin bermanfaat untuk eradikasi Plasmodium
yang dorman dalam jaringan, terutama hepar (tissue schizonticidal). Untuk
P. falciparum khusus untuk anak >1 tahun, dosis primakuin: 0,75 mg-
basa/kgBB/ dosis tunggal 1 hari. Sedangkan untuk P. vivax, P. ovale dan P.
malariae dikombinasikan dengan primakuin 0,25 mg/kgBB/dosis tunggal
selama 14 hari. Primakuin tidak boleh diberikan untuk anak usia <1 tahun,
ibu hamil, dan defi siensi G6PD.
Kondisi klinis malaria pada anak dapat cepat memburuk. Edukasi orang tua
pasien penting sebagai partner pemantauan selama rawat jalan. Apabila
anak tidak bisa menoleransi obat oral atau muncul gejala-gejala malaria
berat sebaiknya dirujuk untuk pemberian antimalarial intravena dengan
dosis terukur. WHO merekomendasikan pemberian artesunat rektal dosis
tunggal pada anak dengan malaria sebelum dirujuk ke pusat pelayanan
lanjutan. Data menunjukan kematian akibat malaria pada anak menurun
dengan pemberian artesunat per rektal jika waktu rujuk melebihi 6 jam.
Prognosis
Prognosis bergantung pada pengobatan yang dinerikan. Pada malaria tropika (
yang disebabkan oleh plasmodium falciparum) dapat timbul komplikasi yang
berbahaya yang disebut black water fever ( hemoglobinuric feber) dengan gagal
ginjal akut.
Pencegahan
Penyakit dapat dicegah dengan melakukan pemotongan rantai penularan
dengan cara :
a. Mencegah gigitan vektor
Membunuh nyamuk dengan insektisida.
Tidur dengan mengunakan kelambu.
Menghilangkan kesempatan nyamuk berkembang biak.
b. Kemoprofolaksis
Bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria, dan apabila terinfeksi
gejala klinisnya tidak berat. Obat malaria yang dipakai adalah :
Doksisiklin : untuk plasmodium falsiparum
37. Dosis : 1,5 mg / kg BB/ hari selama tidak lebih dari 4-6 minggu.
Klorokuin : untuk plasmodium vivax
Dosis 5 mg/ kg BB/ minggu, diminum 1 minggu sebelum ke daerah endemis
sampai 4 minggu setelah kembali.
Referensi :
Romi Irmansyah Putra , Teuku. Malaria dan Permasalahannya. 2011. Aceh: Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala. Vol. 11
Diagnosis dan penatalaksanaan Malaria tanpa Komplikasi pada Anak. Papua:
Kalbemed. CDK-229/ vol. 42 no. 6, th. 2015
38. 7. Jelaskan perspektif islam yang berhubungan dengan scenario !
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,
”Janganlah kamu mencaci maki penyakit demam, karena sesungguhnya (dengan
penyakit itu) Allah akan mengahapuskan dosa-dosa anak Adam sebagaimana
tungku api menghilangkan kotoran-kotoran besi. (HR. Muslim)
Oleh karena itu, tidak boleh bagi seorang mukmin mencaci maki penyakit yang
dideritanya, menggerutu, apalagi sampai berburuk sangka pada Allah dengan
musibah sakit yang dideritanya. Bergembiralah wahai saudaraku, sesungguhnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sakit demam itu menjauhkan
setiap orang mukmin dari api Neraka” (HR. Al Bazzar)