SlideShare a Scribd company logo
1 of 15
1
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. KEJANG DEMAM
1.) DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.1 Kejang
demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam (suhu diatas 39oC per rektal)
tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada
anak berusia 1 bulan dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.2
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah
suatu kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun,
berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau
penyebab tertentu.3 Anak yang pernah kejang tanpa demam, kemudian kejang demam
kembali tidak termasuk dalam kejang demam.1,3 Kejang disertai demam pada bayi
berumur kurang dari 4 minggu (1 bulan) tidak termasuk kejang demam.1,3 Kejang demam
harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.2
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis,
ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis yang
berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai susunan
saraf pusat.3 Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun menaglami
kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi
yang kebetulan terjadi bersama demam.
2
2. EPIDEMIOLOGI
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan
dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus merupakan
kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua
kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih sering pada laki-laki.3 Kejang
demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan samapi 5 tahun.1Menurut IDAI,
kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.2,5
3. KLASIFIKASI
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :
a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik,
tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam
sederhana merupakan 80 % diantara seluruh kejang demam.
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
1.) Kejang lama > 15 menit
2.) Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang
parsial
3.) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.5
3
4. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu
terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,
perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan
kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan
mengalami satu kali rekurensi atau lebih dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali
rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, usia dibawah 18
bulan, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah
saat kejang, riwayat keluarga kejang demam dan riwayat keluarga epilepsi. 5
Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya gangguan
neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga,
lamanya demam saat awitan kejang dan lebih dari satu kali kejang demam kompleks. 5
5. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang
terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan
dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem
kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari
permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan
normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan
sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida
4
(Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang
disebut potensial membran sel dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase yang terdapat pada
permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.2,5
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam
waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran
tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya
dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak
mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya
ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada
5
anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC
sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada
suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya
kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat biasanya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai gejala apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi
untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis
laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut
jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebkan oleh
meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya
kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah
gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan
permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel
neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” dikemudian hari,
sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung
lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.4,5
6
6. MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar
susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan
lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik – klonik, tonik,
klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh
yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan
relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah
atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan
air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas),
dan kulitnya kebiruan.1,3,4
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi
reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak akan
terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam yang berlangsung
singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang
yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan
kerusakan permanen dari otak.4
7
7. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
1.) Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/saat
kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab demam diluar susunan saraf
pusat.
2.) Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam
keluarga.
3.) Singkirkan penyebab kejang lainnya.
b. Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal, tanda
peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.5
c. Pemeriksaan Penunjang
1.) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab
demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer,
elektrolit dan gula darah.5
2.) Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk
menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi
klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada ; bayi
kurng dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan, bayi antara 12-18 bulan
8
dianjurkan, bayi > 19 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara
klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. 5
3.) Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada
pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan
EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam tidak khas misalnya
kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam
fokal.5
4.) Pencitraan
Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-
scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak
rutin dan hanya atas indikasi seperti ; kelainan neurologik fokal yang menetap
(hemiparesis), paresis nervus VI, papil edema.5
8. DIAGNOSIS BANDING
Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya
meningitis atau ensefalitis. Pungsi Lumbal teriondikasi bila ada kecurigaan klinis
meningitis. Adanya sumber infeksi seperti ototis media tidak menyingkirkan
meningitis dan jika pasien telah mendapatkan antibiotika maka perlu pertimbangan
pungsi lumbal. 2
9
9. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan saat kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang
kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling
cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena adalah 0,3 -0,5
mg/kg perlahan –lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5
menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh
orang tua atau dirumah adalah diazepam rektal. Diazepam rektal adalah 0,5-0,75
mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10
kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau Diazepam rektal dengan
dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas
usia 3 tahun.5
Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang
lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah
2 kali pemberian Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit.
Di rumah sakit dapat diberikan Diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis
awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50
mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai
12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka
pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang berhenti, pemberian obat
selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana
atau kompleks dan faktor resikonya.5
10
b. Pemberian obat pada saat demam
1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko
terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa
antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis Paracetamol yang digunakan adalah
10-15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis
Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam
asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang
dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.2,3,5
2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -60% kasus, begitu pula
dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5oC.
Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi
yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan
fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.
c. Pemberian Obat Rumat
1. Indikasi Pemberian obat Rumat
Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri
sebagai berikut (salah satu) ;
- Kejang lama > 15 menit
11
- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental,
hidrocephalus.
- Kejang fokal
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua kali atau lebih
dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan, kejang
demam ≥ 4 kali per tahun.5
2. Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa
kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan
efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus
selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat
menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus.
Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,
terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari
dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.
Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian
dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.5
12
10. EDUKASI PADA ORANG TUA
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat
kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal.
Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik
b. Memberitahukan cara penanganan kejang
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat
adanya efek samping obat.4,5
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang
a. Tetap tenang dan tidak panik.
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah
tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
a. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
b. Tetap bersama pasien selama kejang.
c. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
d. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih .5
11. VAKSINASI
Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak
yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi jarang.
13
Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang lebih
besar daripada kejang demam pada umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi
kemungkinan besar tidak akan berulang pada imunisasi berikutnya. Angka kejadian
pasca vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi, Risiko ini
tinggi pada hari imunisasi, dan menurun setelahnya.5 Sedangkan setelah vaksinasi
MMR 25-34 per 100.000, resiko meningkat pada hari 8-14 setelah imunisasi.7
Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak demam, terutama
setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak merekomendasikan
parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.5
12. PROGNOSIS
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.8
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis
pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang
lama atau kejang berulang baik umum atau fokal. Kematian karena kejang demam
tidak pernah dilaporkan.5
14
BAGAN PENGHENTIAN KEJANG DEMAM
KETERANGAN :
1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan diberikan berdasarkan kejang
demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.
2. Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur dengan cairan NaCl
fisiologis, untuk mengurangi sfek samping aritmia dan hipotensi.6
KEJANG
Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kgBB
Kecepatan 0,5 -1 mg/kgBB/menit
KEJANG
Transfer ke Ruang Rawat Intensif
KEJANG
Diazepam rektal
( 5 menit )
Di Rumah Sakit
KEJANG
Diazepam IV, Kecepatan 0,5-1 mg/menit (3-5 menit)
(depresi pernapasan dapat terjadi)
KEJANG
1. Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB atau
BB < 10 kg = 5 mg, BB > 10 kg = 10 mg
2. Diazepam IV 0,3-0,5 mg/kgBB
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2010. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius FKUI. Jakarta.
2. Behrem RE, Kliegman RM,. 2007. Nelson Texbook of Pediatrics. WB Sauders.Philadelpia.
3. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006. Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta
4. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar Pelayanan Medis
Kesehatan Anak. Badan penerbit IDAI. Jakarta
5. Staf Pengajar IKA FKUI. 2005. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2. FKUI. Jakarta.
6. Soetomenggolo, Buku ajar Neurologi Anak, hal 245-251.2009

More Related Content

What's hot (14)

Bab ii fitra
Bab ii  fitraBab ii  fitra
Bab ii fitra
 
Askep kejang
Askep kejangAskep kejang
Askep kejang
 
Askep kejang demama AKPER PEMKAB MUNA
Askep kejang demama AKPER PEMKAB MUNA Askep kejang demama AKPER PEMKAB MUNA
Askep kejang demama AKPER PEMKAB MUNA
 
Kejang demam pada anak
Kejang demam pada anakKejang demam pada anak
Kejang demam pada anak
 
Asuhan keperawatan anak kejang demam
Asuhan keperawatan anak kejang demamAsuhan keperawatan anak kejang demam
Asuhan keperawatan anak kejang demam
 
Kejan demam AKPER PEMKAB MUNA
Kejan demam AKPER PEMKAB MUNAKejan demam AKPER PEMKAB MUNA
Kejan demam AKPER PEMKAB MUNA
 
Asuhan keperawatan kejang demam pada an
Asuhan keperawatan kejang demam pada anAsuhan keperawatan kejang demam pada an
Asuhan keperawatan kejang demam pada an
 
Asuhan keperawatan pada anak kejang demam
Asuhan keperawatan pada anak kejang demamAsuhan keperawatan pada anak kejang demam
Asuhan keperawatan pada anak kejang demam
 
Kejang demam
Kejang demamKejang demam
Kejang demam
 
Kejang demam
Kejang demamKejang demam
Kejang demam
 
Demam pada anak
Demam pada anakDemam pada anak
Demam pada anak
 
128114958 lp-febris
128114958 lp-febris128114958 lp-febris
128114958 lp-febris
 
Kejang demam
Kejang demamKejang demam
Kejang demam
 
Askep anak kejang demam
Askep anak kejang demamAskep anak kejang demam
Askep anak kejang demam
 

Similar to Lapkas anak

Asuhan keperawatan pada anak kejang demam AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada anak kejang demam AKPER PEMKAB MUNA Asuhan keperawatan pada anak kejang demam AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada anak kejang demam AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
Kasus asuhan kejang 1
Kasus asuhan kejang 1Kasus asuhan kejang 1
Kasus asuhan kejang 1rikiab
 
KEJANG DEMAM pada anak karena proses intrakranial.pptx
KEJANG DEMAM pada anak karena proses intrakranial.pptxKEJANG DEMAM pada anak karena proses intrakranial.pptx
KEJANG DEMAM pada anak karena proses intrakranial.pptxssuser8d0437
 
06 232 cme-penatalaksanaan kejang demam
06 232 cme-penatalaksanaan kejang demam06 232 cme-penatalaksanaan kejang demam
06 232 cme-penatalaksanaan kejang demamRovan Panjaitan
 
Makalah kmb i bu mus golo
Makalah   kmb  i bu mus goloMakalah   kmb  i bu mus golo
Makalah kmb i bu mus goloWarnet Raha
 

Similar to Lapkas anak (20)

Kejang abyi AKPER PEMKAB MUNA
Kejang abyi AKPER PEMKAB MUNA Kejang abyi AKPER PEMKAB MUNA
Kejang abyi AKPER PEMKAB MUNA
 
Power point kejang demam AKPER PEMKAB MUNA
Power point kejang demam AKPER PEMKAB MUNAPower point kejang demam AKPER PEMKAB MUNA
Power point kejang demam AKPER PEMKAB MUNA
 
Asuhan keperawatan pada anak kejang demam AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada anak kejang demam AKPER PEMKAB MUNA Asuhan keperawatan pada anak kejang demam AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada anak kejang demam AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep kejang demama
Askep kejang demamaAskep kejang demama
Askep kejang demama
 
Kejang Demam
Kejang DemamKejang Demam
Kejang Demam
 
PPT KEJANG DEMAM.pptx
PPT KEJANG DEMAM.pptxPPT KEJANG DEMAM.pptx
PPT KEJANG DEMAM.pptx
 
Kejang demam ppt
Kejang demam pptKejang demam ppt
Kejang demam ppt
 
Demam pada anak AKPER PEMKAB MUNA
Demam pada anak AKPER PEMKAB MUNA Demam pada anak AKPER PEMKAB MUNA
Demam pada anak AKPER PEMKAB MUNA
 
Demam pada anak
Demam pada anakDemam pada anak
Demam pada anak
 
Kejang demam pada anak AKPER PEMKAB MUNA
Kejang demam pada anak AKPER PEMKAB MUNA Kejang demam pada anak AKPER PEMKAB MUNA
Kejang demam pada anak AKPER PEMKAB MUNA
 
Kasus asuhan kejang 1
Kasus asuhan kejang 1Kasus asuhan kejang 1
Kasus asuhan kejang 1
 
Pp kejang demam
Pp kejang demamPp kejang demam
Pp kejang demam
 
Askep kejang AKPER PEMKAB MUNA
Askep kejang AKPER PEMKAB MUNA Askep kejang AKPER PEMKAB MUNA
Askep kejang AKPER PEMKAB MUNA
 
Tetanus=
Tetanus=Tetanus=
Tetanus=
 
Lapkas kejang demam
Lapkas kejang demamLapkas kejang demam
Lapkas kejang demam
 
KEJANG DEMAM pada anak karena proses intrakranial.pptx
KEJANG DEMAM pada anak karena proses intrakranial.pptxKEJANG DEMAM pada anak karena proses intrakranial.pptx
KEJANG DEMAM pada anak karena proses intrakranial.pptx
 
06 232 cme-penatalaksanaan kejang demam
06 232 cme-penatalaksanaan kejang demam06 232 cme-penatalaksanaan kejang demam
06 232 cme-penatalaksanaan kejang demam
 
Makalah kmb i bu mus golo
Makalah   kmb  i bu mus goloMakalah   kmb  i bu mus golo
Makalah kmb i bu mus golo
 
Makalah kmb i bu mus golo
Makalah   kmb  i bu mus goloMakalah   kmb  i bu mus golo
Makalah kmb i bu mus golo
 
Makalah kmb i bu mus golo
Makalah   kmb  i bu mus goloMakalah   kmb  i bu mus golo
Makalah kmb i bu mus golo
 

Lapkas anak

  • 1. 1 BAB I TINJAUAN PUSTAKA A. KEJANG DEMAM 1.) DEFINISI Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.1 Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam (suhu diatas 39oC per rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia 1 bulan dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.2 Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.3 Anak yang pernah kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.1,3 Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 4 minggu (1 bulan) tidak termasuk kejang demam.1,3 Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.2 Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis yang berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai susunan saraf pusat.3 Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun menaglami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.
  • 2. 2 2. EPIDEMIOLOGI Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih sering pada laki-laki.3 Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan samapi 5 tahun.1Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.2,5 3. KLASIFIKASI Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua : a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure) Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh kejang demam. b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure) Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini : 1.) Kejang lama > 15 menit 2.) Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial 3.) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.5
  • 3. 3 4. FAKTOR RESIKO Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, usia dibawah 18 bulan, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam dan riwayat keluarga epilepsi. 5 Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya gangguan neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga, lamanya demam saat awitan kejang dan lebih dari satu kali kejang demam kompleks. 5 5. PATOFISIOLOGI Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida
  • 4. 4 (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya : a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.2,5 Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada
  • 5. 5 anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat biasanya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai gejala apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebkan oleh meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” dikemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.4,5
  • 6. 6 6. MANIFESTASI KLINIS Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik – klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.1,3,4 Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kerusakan permanen dari otak.4
  • 7. 7 7. DIAGNOSIS a. Anamnesis 1.) Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab demam diluar susunan saraf pusat. 2.) Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam keluarga. 3.) Singkirkan penyebab kejang lainnya. b. Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal, tanda peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.5 c. Pemeriksaan Penunjang 1.) Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.5 2.) Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada ; bayi kurng dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan, bayi antara 12-18 bulan
  • 8. 8 dianjurkan, bayi > 19 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. 5 3.) Elektroensefalografi (EEG) Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam tidak khas misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.5 4.) Pencitraan Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT- scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti ; kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI, papil edema.5 8. DIAGNOSIS BANDING Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya meningitis atau ensefalitis. Pungsi Lumbal teriondikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti ototis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapatkan antibiotika maka perlu pertimbangan pungsi lumbal. 2
  • 9. 9 9. PENATALAKSANAAN a. Penatalaksanaan saat kejang Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena adalah 0,3 -0,5 mg/kg perlahan –lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam rektal. Diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau Diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.5 Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan Diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.5
  • 10. 10 b. Pemberian obat pada saat demam 1. Antipiretik Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis Paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.2,3,5 2. Antikonvulsan Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam. c. Pemberian Obat Rumat 1. Indikasi Pemberian obat Rumat Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu) ; - Kejang lama > 15 menit
  • 11. 11 - Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrocephalus. - Kejang fokal Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan, kejang demam ≥ 4 kali per tahun.5 2. Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.5
  • 12. 12 10. EDUKASI PADA ORANG TUA Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya : a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik b. Memberitahukan cara penanganan kejang c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek samping obat.4,5 Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang a. Tetap tenang dan tidak panik. b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher. c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut. a. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang. b. Tetap bersama pasien selama kejang. c. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti. d. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih .5 11. VAKSINASI Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi jarang.
  • 13. 13 Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang lebih besar daripada kejang demam pada umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi kemungkinan besar tidak akan berulang pada imunisasi berikutnya. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi, Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan menurun setelahnya.5 Sedangkan setelah vaksinasi MMR 25-34 per 100.000, resiko meningkat pada hari 8-14 setelah imunisasi.7 Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.5 12. PROGNOSIS Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.8 Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal. Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.5
  • 14. 14 BAGAN PENGHENTIAN KEJANG DEMAM KETERANGAN : 1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan diberikan berdasarkan kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya. 2. Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur dengan cairan NaCl fisiologis, untuk mengurangi sfek samping aritmia dan hipotensi.6 KEJANG Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kgBB Kecepatan 0,5 -1 mg/kgBB/menit KEJANG Transfer ke Ruang Rawat Intensif KEJANG Diazepam rektal ( 5 menit ) Di Rumah Sakit KEJANG Diazepam IV, Kecepatan 0,5-1 mg/menit (3-5 menit) (depresi pernapasan dapat terjadi) KEJANG 1. Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB atau BB < 10 kg = 5 mg, BB > 10 kg = 10 mg 2. Diazepam IV 0,3-0,5 mg/kgBB
  • 15. 15 DAFTAR PUSTAKA 1. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2010. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI. Jakarta. 2. Behrem RE, Kliegman RM,. 2007. Nelson Texbook of Pediatrics. WB Sauders.Philadelpia. 3. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta 4. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Badan penerbit IDAI. Jakarta 5. Staf Pengajar IKA FKUI. 2005. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2. FKUI. Jakarta. 6. Soetomenggolo, Buku ajar Neurologi Anak, hal 245-251.2009