1. BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Febris atau yang biasa disebut dengan demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas
batas normal biasa, yang dapat disebabkan oleh kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat
toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau
dehidrasi. (Guyton, 1990).
Keadaan ini sering terjadi pada pasien anak-anak, yaitu merupakan keluhan utama dari 50%
pasien anak di UGD di Amerika Serikat, Eropa dan Afrika. Tidak hanya pada pasien anak-anak,
tetapi pada pasien dewasa maupun lansia febris juga dapat sering terjadi tergantung dari
sistem imun. Pada febris ini juga tidak ada perbedaan insidens dari segi ras atau jenis
kelamin.
Pasien dengan gejala febris dapat mempunyai diagnosis definitif bermacam-macam atau
dengan kata lain febris merupakan gejala dari banyak jenis penyakit. Febris dapat
berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit metabolik maupun
penyakit lain. (Julia, 2000).
Contoh penyakit infeksi bakteri yang memberikan gejala febris adalah meningitis,
bakteremia, sepsis, enteritis, pneumonia, pericarditis, osteomyelitis, septik arthritis, cellulitis,
otitis media, pharyngitis, sinusitis, infeksi saluran urin, enteritis, appendicitis. Sedangkan
untuk penyakit infeksi virus yang memberikan gejala febris adalah adalah ISPA, bronkiolitis,
exanthema enterovirus, gastroenteritis, dan para flu. Selain dari penyakit, penyebab lain dari
febris adalah cuaca yang terlalu panas, memakai pakaian yang terlalu ketat dan dehidrasi.
Untuk febris yang disebabkan oleh penyakit infeksi biasanya akan diberikan obat antibiotic
sedangkan dari non infeksi akan dilihat penyebab dari febris itu sendiri. Febris dapat segera
teratasi dengan terapi dan perawatan yang tepat. Namun, apabila febris tidak diatasi dan
diberikan perawatan yang tepat maka akan menjadi suatu kegawatan yang mengancam jiwa
pasien.
B. TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1
1. Untuk memahami definisi febris.
2. Untuk memahami etiologi febris.
3. Untuk memahami klasifikasi febris.
4. Untuk memahami patofisiologi febris.
C. MANFAAT
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Bagi Penulis
Dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh serta mendapatkan pengalaman dalam
melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung pada pasien sehingga dapat digunakan
sebagai berkas penulis didalam melaksanakan tugas sebagai perawat.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai tambahan sumber kepustakaan dan perbandingan pada asuhan kperawatan.
c. Bagi Klien dan Keluarga
Agar klien mengetahui dan memahami perubahan fisiologis yang terjadi pada tubuh pasien
secara kesadaran bagi klien untuk memperhatikan kondisi tubuhnya.
d. Bagi Lahan Praktek
Hasil penulisan dapat memberikan masukan terhadap tenaga kesehatan untuk lebih
meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
2. BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI FEBRIS
Febris (demam) yaitu meningkatnya suhu tubuh yang melewati batas normal yaitu lebih dari
380C (Fadjari Dalam Nakita 2003).
Febris konvulsi adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh(diatas 38C)
yang disebabkan oleh suatu proses ekstra kronium.
Demam berarti suhu tubuh diatas batas normal biasa, dapat disebabkan oleh
kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu,
penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi(Guyton, 1990).
Demam adalah keadaan dimana terjadi kenaikan suhu hingga 38° C atau lebih. Ada juga yang
yang mengambil batasan lebih dari 37,8°C. Sedangkan bila suhu tubuh lebih dari 40°C
disebut demam tinggi (hiperpireksia)
(Julia, 2000).
B. ETIOLOGI FEBRIS
Menurut Pelayanan kesehaan maternal dan neonatal 2000 bahwa etiologi febris,diantaranya
1. Suhu lingkungan.
2. Adanya infeksi.
3. Pneumonia.
4. Malaria.
5. Otitis media.
6. Imunisasi
Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam dapat
berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit metabolik maupun
penyakit lain (Julia, 2000).
Menurut Guyton (2000) demam dapat disebabkan karena kelainan dalam otak sendiri atau zat
toksik yang mem-pengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor
otak atau dehidrasi.
2
3. C. KLASIFIKASI FEBRIS
Klasifikasi febris/demam menurut Jefferson (2010), adalah :
Fever Keabnormalan elevasi dari suhu tubuh, biasanya karena proses patologis
Hyperthermia Keabnormalan suhu tubuh yang tinggi secara intensional pada makhluk
hidup sebagian atau secara keseluruhan tubuh, seringnya karena induksi
dari radiasi (gelombang panas, infrared), ultrasound atau obat – obatan
3
Malignant
Hyperthermia
Peningkatan suhu tubuh yang cepat dan berlebihan yang menyertai
kekakuan otot karena anestesi total
Tipe - tipe demam.diantaranya:
1. Demam Septik
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali
ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat.
Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam hektik
2. Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal.
Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar
perbedaan suhu yang dicatat demam septik
3. Demam intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam
seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas
demam diantara dua serangan demam disebut kuartana
4. Demam intermiten
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang
terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia
5. Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh beberapa periode bebas
demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula
Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit tertentu misalnya tipe
demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan keluhan demam mungkin dapat
dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jela seperti : abses, pneumonia, infeksi saluran
kencing, malaria, tetapi kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan segera dengan suatu
sebab yang jelas.
Dalam praktek 90% dari para pasien dengan demam yang baru saja dialami, pada dasarnya
merupakan suatu penyakit yang self-limiting seperti influensa atau penyakit virus sejenis
lainnya.
4. D. PATOFISIOLOGI
Nukleus pre-optik pada hipotalamus anterior berfungsi sebagai pusat pengatur suhu dan
bekerja mempertahankan suhu tubuh pada suatu nilai yang sudah ditentukan, yang disebut
hypothalamus thermal set point. Pada demam hypothalamic thermal set point meningkat dan
mekanisme pengaturan suhu yang utuh bekerja meningkatkan suhu tubuh ke suhu tertentu
yang baru.
Terjadinya demam disebabkan oleh pelepasan zat pirogen dari dalam lekosit yang
sebelumnya telah terangsang baik oleh zat pirogen eksogen yang dapat berasal dari
mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak berdasarkan suatu
infeksi Pirogen eksogen ini juga dapat karena obat-obatan dan hormonal, misalnya
progesterone.
Secara skematis mekanisme terjadinya febris atau demam dapat digambarkan sebagai berikut:
Stimulus eksogen (endotoksin, staphylococcal erythoxin dan virus) menginduksi sel darah
putih untuk produksi pirogen endogen yang paling banyak keluar IL-1 dan TNF-, selain
itu ada IL-6 dan IFN bekerja pada sistem saraf pusat di level organosum vasculosum pada
lamina terminalis (OVLT) OVLT dikelilingi oleh porsio medial dam lateral pada pre-optic
nucleus, hipotalamus anterior dan septum pallusolum
Mekanisme sirkulasi sitokin di sirkulasi sistemik berdampak pada jaringan neural masih
belum jelas. hipotesanya adanya kebocoran di sawar darah otak di level OVLT menyediakan
sistem saraf pusat untuk merasakan adanya pirogen endogen. Mekanisme pencetus tambahan
termasuk transport aktif sitokin ke dalam OVLT atau aktivasi reseptor sitokin di sel endotel
di neural vasculature, yang mentranduksi sinyal ke otak.
OVLT mensintesa prostaglandin, khususnya prostaglandin E2, yang merespons pirogen
endogen. PG E2 bekerja secara langsung ke sel pre-optic nucleus untuk menurunkan rata
pemanasan pada neuron yang sensitif pada hangat dan ini salah satu cara menurunkan
produksi pada arachidonic acid pathway. Kejadian yang lebih luas pada cyclooxygenase-2
(COX-2) di neural vasculature yang penting pada formasi febris. Induksi pada respons febris
oleh lipopolisakarida, TNF- dan IL-1 yang menghasilkan kenaikan COX-2 mRNA pada
cerebral vasculature pada beberapa model eksperimental febris.
Peningkatan suhu dikenal untuk menginduksi perubahan pada banyak sel efektor pada
respons imun. Demam menginduksi terjadinya respons syok panas. Pada respons syok panas
terjadi reaksi kompleks pada demam, untuk sitokin atau beberapa stimulus lain. Hasil akhir
dari reaski ini adalah produksi heat shock protein (HSPs), sebuah kelas protein krusial untuk
penyelamatan seluler.
Sitokin proinflamotori masuk ke sirkulasi hipotalamik stimulasi pengeluaran PG lokal,
resetting set point termal hipotalamik sitokin proinflamatori vs kontrainflamatori (misalya
seperti IL-10 dan substansi lain seperti arginin vasopresin, MSH,
glukokortikoid) membatasi besar dan lamanya demam
D. MANIFESTASI KLINIS
Pada saat terjadi demam, gejala klinis yang timbul bervariasi tergantung pada fase demam
meliputi:
Fase 1 awal (awitan dingin/ menggigil)
Tanda dan gejala
- Peningkatan denyut jantung
- Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan
- Mengigil akibat tegangan dan kontraksi otot
- Peningkatan suhu tubuh
4
5. - Pengeluaran keringat berlebih
- Rambut pada kulit berdiri
- Kulit pucat dan dingin akibat vasokontriksi pembuluh darah
Fase 2 ( proses demam)
Tanda dan gejala
- Proses mengigil lenyap
- Kulit terasa hangat / panas
- Merasa tidak panas / dingin
- Peningkatan nadi
- Peningkatan rasa haus
- Dehidrasi
- Kelemahan
- Kehilangan nafsu makan ( jika demam meningkat)
- Nyeri pada otot akibat katabolisme protein.
5
Fase 3 (pemulihan)
Tanda dan gejala
- Kulit tampak merah dan hangat
- Berkeringat
- Mengigil ringan
- Kemungkinan mengalami dehidrasi
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Uji coba darah,
Contoh pada Demam Dengue terdapat leucopenia pada hari ke-2 atau hari ke-3. Pada DBD
dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi. Masa pembekuan masih normal, masa
perdarahan biasanya memanjang, dapat ditemukan penurunan factor II,V,VII,IX, dan XII.
Pada pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia. SGOT,
serum glutamit piruvat(SGPT), ureum, dan pH darah mungkin meningkat, reverse
alkali menurun.
2. Pembiakan kuman dari cairan tubuh/lesi permukaan atau sinar tembus rutin.
Contoh pada DBD air seni mungkin ditemukan albuminuria ringan.
3. Dalam tahap melalui biopsi pada tempat-tempat yang dicurigai. Juga dapat dilakukan
pemeriksaan seperti anginografi, aortografi atau limfangiografi.
4. Ultrasonografi, endoskopi atau scanning, masih dapat diperiksa
F. PENATALAKSANAAN FEBRIS
1. Secara Fisik
a. Anak demam ditempatkan dalam ruangan bersuhu normal
b. Pakaian anak diusahakan tidak tebal
c. Memberikan minuman yang banyak karena kebutuhan air meningkat
d. Memberikan kompres
Berikut ini cara mengkompres yang benar :
- Kompres dengan menggunakan air hangat, bukan air dingin atau es
- Kompres di bagian perut, dada dengan menggunakan sapu tangan yang telah dibasahi air
hangat
- Gosok-gosokkan sapu tangan di bagian perut dan dada
- Bila sapu tangan sudah kering, ulangi lagi dengan membasahinya dengan air hangat
2. Obat- obat Antipiretik
6. Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat pengatur suhu di
hipotalamus.Antipiretik berguna untuk mencegah pembentukan prostaglandin dengan jalan
menghambat enzim cyclooxygenase sehinga set point hipotalamus direndahkan kembali
menjadi normal yang mana diperintah memproduksi panas diatas normal dan mengurangi
pengeluaran panas tidak ada lagi.
Penderita tifus perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi (agar penyakit ini tidak menular ke
orang lain). Penderita harus istirahat total minimal 7 hari bebas panas. Istirahat total ini untuk
mencegah terjadinya komplikasi di usus. Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak
dan tidak banyak berserat. Sayuran dengan serat kasar seperti daun singkong harus dihindari,
jadi harus benar-benar dijaga makanannya untuk memberi kesempatan kepada usus menjalani
upaya penyembuhan.
Pengobatan yang diberikan untuk pasien febris typoid adalah antibiotika golongan
Chloramphenicol dengan dosis 3-4 x 500 mg/hari;
Petunjuk pemberian antipiretik:
a. Bayi 6 – 12 bulan : ½ – 1 sendok the sirup parasetamol
b. Anak 1 – 6 tahun : ¼ – ½ parasetamol 500 mg atau 1 – 1 ½ sendokteh sirup
parasetamol
c. Anak 6 – 12 tahun : ½ 1 tablet parasetamol 5oo mg atau 2 sendok the sirup
parasetamol.
Tablet parasetamol dapat diberikan dengan digerus lalu dilarutkan dengan air atau teh manis.
Obat penurun panas in diberikan 3 kali sehari. Gunakan sendok takaran obat dengan ukuran 5
ml setiap sendoknya.
Pemberian obat antipiretik merupakan pilihan pertama dalam menurunkan demam dan sangat
berguna khususnya pada pasien berisiko, yaitu anak dengan kelainan kardiopulmonal kronis
kelainan metabolik, penyakit neurologis dan pada anak yang berisiko kejang demam
G. KOMPLIKASI FEBRIS
Menurut Corwin (2000),komplikasi febris diantaranya:
1. Takikardi
2. Insufisiensi jantung
3. Insufisiensi pulmonal
4. Kejang demam
6
7. BAB III
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN
7
A. PENGUMPULAN DATA
1. Identitas pasien
Nama : An. Aldo
Umur : 8 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
pekerjaan : -
Status pernikahan : Belum menikah
Pendidikan : -
Alamat : Wapunto
Agama : Islam
Suku/bangsa : Muna / indonesia
Tanggal masuk rumah sakit:
Diagnosa medis : Febris
2. Identitas penanggung jawab:
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Hubungan dengan pasien :
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Wapunto
B. ANAMNESA (DATA SUBYEKTIF)
1. KeluhanuUtama
Ibu An. Aldo mengatakan anaknya panas 4 hari, muntah dan mual bila makan dan minum,
lemes, ( umumnya ada gejala lain yang menyertai demam misalnya mual muntah, nafsu
makan menurun, diaforesis, gangguan eliminasi, nyeri otot dan sendi).
2. Riwayatakesehatanasekarang
Ibu An. Aldo mengatakan anaknya panas 4 hari terus menerus, mual dan muntah bila makan
dan nafsu makan dan minum menurun. Sebelumnya keluarga hanya mengompres anaknya
tapi panasnya belum turun juga.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga ada yang mengalami demam seperti pasien tanpa mual muntah seperti gejala yang
dialami pasien, namun sembuh hanya dengan meminum obatyangdibelidipasaran.
C. PEMERIKSAAN FISIK (DATA OBYEKTIF)
a. Keadaan umum : lemas
b. Kesadaran : composmentis
c. Tanda vital :
TD :
Pols :
Temp : 38
RR :
BB :
TB :
8. Head to Toe
a. Kepala
Rambut : warna hitam, kulit kepala nampak kering
Mata : simetris, konjungtiva anemis
Hidung : fungsi penciuman baik, tidak ada secret
Telinga : tidak ada serumen, pendengaran baik
Mulut : mukosa bibir kering tidak ada stomatitis
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Wajah : tampak pucat dan lemas
b. Dada
Jantung I : IC tidak tampak
P : IC kuat angkat
P : Batas jantung tidak melebar
A : Bunyi jantung I-II simetris
Paru I : Pengembangan dada ka = ki simetris
P : Fremitus seimbang
P : Sonor
A : Bunyi vesikuler
c. Abdomen I : tidak ada distensi abdomen
A : Peristaltik usus ± 15 x/menit
P : Tidak teraba massa
P : Tidak kembung
d. Genetalia : genetalia bersih
e. Ektremitas : lemah dalam menggerakkan tangan
f. Turgorkulit :jelek
g. PemeriksaanPenunjang
Sebelum meningkat ke pemeriksaan yang lebih mutakhir yang siap untuk digunakan seperti
ultrasonografi, endoskopi atau scanning, masih dapat diperiksa uji coba darah, pembiakan
kuman dari cairan tubuh/lesi permukaan atau sinar tembus rutin. Dalam tahap melalui biopsi
pada tempat-tempat yang dicurigai. Juga dapat dilakukan pemeriksaan seperti anginografi,
aortografi atau limfangiografi.
8
9. 9
ASUHAN KEPERAWATAN
Resiko tinggi infeksi b/d :
- Penurunan sistem tubuh
- Kegagalan untuk mengenal dan mengatasi infeksi
- Prosedur infasif
- Nosokomial.
Tujuan/kriteria hasil :
- Menunjukkan penyembuhan seiring perjalanan waktu
- Bebas dari sekresi purulen, bebas dari febris.
Diagnosa Keperawatan yang sering muncul
- Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit
- Resiko injury berhubungan dengan infeksi mikroorganisme
- Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang dan
diaporesisi
Discharge Planning
1. Ajarkan keluarga mengenal tanda-tanda kekambuhan dan laporkan dokter atau
Perawat
2. Instruksikan untuk memberikan pengobatan sesuai dengan dosis dan waktu
3. Ajarkan bagaimana mengukur suhu tubuh dan intervensi
4. Intruksikan untuk kontrol ulang
5. Jelaskan factor penyebab demam dan menghindari factor pencetus.
RENCANA KEPERAWATAN
No. Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
(NOC)
Intervensi (NIC)
1. Hipertemia
berhubungan dengan
proses penyakit.
Batasan karakeristik :
kenaikan suhu
tubuh diatas
rentang normal
serangan atau
konvulsi (kejang)
kulit kemerahan
pertambahan RR
takikardi
saat disentuh
tangan terasa
hangat
Setelah dilakukan tindakan
perawatan selama ….X 24
jam, pasien mengalami
keseimbangan termoregulasi
dengan
kriteria hasil :
Suhu tubuh dalam rentang
normal 35,9 C – 37,5 C
Nadi dan RR dalam rentang
normal
Tidak ada perubahan warna
kulit
Tidak ada pusing
Mengontrol panas
Monitor suhu minimal tiap 2
jam
Monitor suhu basal secara
kontinyu sesui dengan
kebutuhan.
Monitor TD, Nadi, dan RR
Monitor warna dan suhu
kulit
Monitor penurunan tingkat
kesadaran
Monitor WBC,Hb, Hct
Monitor intake dan output
Berikan anti piretik
Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab demam
Selimuti pasien
Lakukan Tapid sponge
Berikan cairan intra vena
10. 10
Kompres pasien pada lipat
paha, aksila dan leher
Tingkatkan sirkulasi udara
Berikan pengobatan untuk
mencegah terjadinya
menggigil
Temperature Regulation
Monitor tanda- tanda
hipertermi
Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
Diskusikan tetang
pentingnya pengaturan suhu
dan kemungkinan efek
negative dari kedinginan
Berikan obat antipiretik
sesuai dengan kebutuhan
Gunakan matras dingin dan
mandi air hangat untuk
mengatasi gangguan suhu
tubuh sesuai dengan
kebutuhan
Lepasakan pakaian yang
berlebihan dan tutupi pasien
dengan hanya selembar
pakaian.
Vital Sign Monitoring
Monitor TD, Nadi, Suhu,
dan RR
Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
Monitor vital sign saat
pasien berdiri, duduk dan
berbaring
Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
Monitor TD, Nadi, dan RR
sebelum, selama, dan
sesudah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan
Abnormal
11. 11
Monitor suhu, warna dan
kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya tekanan
nadi yang melebar ,
bradikardi, peningkatan
sistolik (Chusing Triad)
Identifikasi penyebab dari
perubahan vital Sign
2. Resiko injury
berhubungan dengan
infeksi
mikroorganisme
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama …x
24 jam, pasien tidak
mengalami injury.
Risk Injury
Kriteria Hasil :
Klien terbebas dari cidera
Klien mampu menjelaskan
cara/metode untuk
mencegah injury atau cedera
Klien mampu menjelaskan
factor resiko dari lingkunga atau
perilaku personal
Mampu memodifikasi gaya
hidup untuk mencegah injury
Menggunakan fasilitas
kesehatan yang ada
Mampu mengenali
perubahan status kesehatan
Sediakan lingkungan
yang aman untuk pasien
Identifikasi kebutuhan
Keamanan pasien sesuai
dengan kondisi fisik dan
fungsi kognitif pasien dan
riwayat penyakit terdahulu
pasien
Menghindari lingkungan
yang berbahaya misalnya
memindahkan perabotan
Memasang side rail
tempat tidur
Menyediakan tempat
tidur yang nyaman dan
bersih
Meletakan saklar lampu
tempat yang mudah
dijangkau pasien
Membatasi pengunjung
Memberikan penerangan
yang cukup
Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien
Mengontrol lingkungan
dari kebisingan
Memindahkan barang-barang
yang dapat
membahayakan
Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status kesehatan
dan penyebab penyakit.
3 Resiko kekurangan
volume cairan
dengan faktor resiko
faktor yang
mempengaruhi
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama …x 24 jam,
fluid balance dengan kriteria hasil
:
Mempertahankan urine output
Fluid management:
Pertahankan catatan
intake dan output yang
akurat
Monitor status dehidrasi(
12. 12
kebutuhan cairan
(hipermetabolik)
sesuai dengan usia dan BB, BJ
urine normal, HT normal
Tekanan darah, nadi, suhu tubuh
dalam batas normal
Tidak ada tanda- tanda dehidrasi,
elastisitas turgor kulit baik,
membrane mukosa lembab, tidak
ada rasa haus yang berlebihan.
kelembaban membrane
mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik)
Monitor vital sign
Monitor asupan
makanan/ cairan dan hitung
intake kalori harian
Lakukan terapi IV
Monitor status nutrisi
Berikan cairan
Berikan cairan IV pada suhu
ruangan
Dorong masukan oral
Berikan penggantian
nasogastrik sesuai output
Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
Anjurkan minum kurang
lebih 7-8 gelas belimbing
perhari
Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul memburuk
Atur kemungkinan
transfusi
13. BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Febris atau yang biasa disebut dengan demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas
batas normal biasa, yang dapat disebabkan oleh kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat
toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau
dehidrasi.
Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam dapat
berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit metabolik maupun
penyakit lain (Julia, 2000).
Menurut Pelayanan kesehaan maternal dan neonatal 2000 bahwa etiologi febris,diantaranya
a. Suhu lingkungan.
b. Adanya infeksi.
c. Pneumonia.
d. Malaria.
e. Otitis media.
f. Imunisasi
B. SARAN
Demikian pembuatan makalah yang kami,dan kami mohon kritikan dan saran yang
membangun karena bagaimanapun kami tidak lepas dari kekurangan dan kelemahan dalam
membuat dan menyusun makalah.oleh karena itu dengan kritik dan saran bisa memperbaiki
dan juga dalam pembuatan makalah selanjutnya bisa lebih baik.
13
14. DAFTAR PUSTAKA
1. Ngastiah,Editor Setiawan S, Kep.(2005). Buku keperawatan anak sakit.
2. Jakarta:EGC.
3. Corwin.(2000). Hand Book Of Pathofisiologi.Jakarta:EGC.
4. Doenges,M.E. Geisler, A.C. Moorhouse, M.F.(2000). Rencana Keperawatan
5. Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Keperawatan. Jakarta:EGC.
6. Hidayat,A. A.(2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta:
7. Salemba Medika.
8. Nanda. (2005). Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA : Definisi dan
9. Klasifikasi. Jakarta:Prima Medika.
10. Suriadi dan Yuliani, R.(2001). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta:
11. CV. Sagung Seto.
14