SlideShare a Scribd company logo
1 of 11
Patofisiologi Demam / Proses terjadinya 
demam 
PENDAHULUAN 
Masalah demam berawal dari suatu hipotesis yang menyatakan bahwa demam merupakan 
suatu proses alamiah yang timbul sebagai akibat suatu stimulus. Ahli dari mesir beranggapan 
bahwa demam diakibatkan oleh inflamasi lokal. Bilroth pada tahun 1868 membuktikannya 
dengan menyuntikan pus kepada kelinci percobaan, kemudian kelinci tersebut menjadi 
demam yang terjadi akibat adanya endotoksin, yaitu suatu produk bakteri gram negatif yang 
mengkontaminasi bahan suntikan. Menkin pada tahun 1943 berhasil mengisolasi bahan 
penyebab demam yang disebut pyrexin. Kemudian Gery dan Waksman berhasil 
mengidentifikasi interleukin-1 (IL-1), dikenal sebagai sitokin yang terbukti identik dengan 
pirogen endogen. 
Dalam evolusi kehidupan, tubuh telah mengembangkan suatu sistem pertahanan yang cukup 
ampuh terhadap infeksi. Dan peninggian suhu badan memberikan suatu peluang kerja yang 
optimal untuk sistem pertahanan tubuh. 
II. PENGATURAN SUHU TUBUH 
2.1. Keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas 
Pengaturan suhu memerlukan mekanisme perifer yang utuh, yaitu keseimbangan produksi 
dan pelepasan panas, serta fungsi pusat pengatur suhu di hipotalamus yang mengatur seluruh 
mekanisme. Bila laju pembentukan panas dalam tubuh lebih besar daripada laju hilangnya 
panas, timbul panas dalam tubuh dan temperatur tubuh meningkat. Sebaliknya, bila 
kehilangan panas lebih besar, panas tubuh dan temperatur tubuh akan menurun. 
2.1.1 Produksi Panas 
Dalam tubuh, panas diproduksi melalui peningkatkan Basal Metabolic Rate (BMR). Faktor-faktor 
yang dapat meningkatkan Basal Metabolic Rate antara lain: (1) laju metabolisme dari 
semua sel tubuh; (2) laju cadangan metabolisme yang disebabkan oleh aktivitas otot; (3) 
metabolisme tambahan yang disebabkan oleh pengaruh tiroksin, epinefrin, norepinefrin dan 
perangsangan simpatis terhadap sel; (5) metabolisme tambahan yang disebabkan oleh 
meningkatnya aktivitas kimiawi didalam sel sendiri. 
Pada keadaan istirahat, berbagai organ seperti otak, otot, hati, jantung, tiroid, pankreas dan 
kelenjar adrenal berperan dalam menghasilkan panas pada tingkat sel yang melibatkan 
adenosin trifosfat (ATP). Bayi baru lahir menghasilkan panas pada jaringan lemak coklat, 
yang terletak terutama dileher dan skapula. Jaringan ini kaya akan pembuluh darah dan 
mempunyai banyak mitokondria. Pada keadaan oksidasi asam lemak pada mitokondria dapat 
meningkatkan produksi panas sampai dua kali lipat. Dewasa dan anak besar mempertahankan 
panas dengan vasokonstriksi dan memproduksi panas dengan menggigil sebagai respon 
terhadap kenaikan suhu tubuh. Aliran darah yang diatur oleh susunan saraf pusat memegang 
peranan penting dalam mendistribusikan panas dalam tubuh. Pada lingkungan panas atau bila
suhu tubuh meningkat, pusat pengatur suhu tubuh di hipotalamus mempengaruhi serabut 
eferen dari sistem saraf otonom untuk melebarkan pembuluh darah (vasodilatasi). 
Peningkatan aliran darah dikulit menyebabkan pelepasan panas dari pusat tubuh melalui 
permukaan kulit kesekitarnya dalam bentuk keringat. Dilain pihak, pada lingkungan dingin 
akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah sehingga akan mempertahankan suhu tubuh. 
2.1.2 Kehilangan Panas 
Berbagai cara panas hilang dari kulit ke lingkungan dapat melalui beberapa cara yaitu: (1) 
Radiasi : kehilangan panas dalam bentuk gelombang panas infra merah, suatu jenis 
gelombang elektromagnetik. Dimana melalui cara ini tidak menggunakan sesuatu perantara 
apapun. Secara umum enam puluh persen panas dilepas secara radiasi; (2) Konduksi : 
kehilangan panas melalui permukaan tubuh ke benda-benda lain yang bersinggungan dengan 
tubuh, dimana terjadi pemindahan panas secara langsung antara tubuh dengan objek pada 
suhu yang berbeda. Dibandingkan dengan posisi berdiri, anak pada posisi tidur dengan 
permukaan kontak yang lebih luas akan melepas panas lebih banyak melalui konduksi; (3) 
Konveksi : pemindahan panas melalui pergerakan udara atau cairan yang menyelimuti 
permukaan kulit; (4) Evaporasi : kehilangan panas tubuh sebagai akibat penguapan air 
melalui kulit dan paru-paru, dalam bentuk air yang diubah dari bentuk cair menjadi gas; dan 
dalam jumlah yang sedikit dapat juga kehilangan panas melalui urine dan feses. 
Faktor fisik jelas akan mempengaruhi kemampuan respon perubahan suhu. Pelepasan panas 
pada bayi sebagian besar disebabkan oleh karena permukaan tubuhnya lebih luas dari pada 
anak yang lebih besar. 
2.2 Konsep “Set-Point” dalam pengaturan suhu tubuh 
Konsep “Set-Point” dalam pengaturan temperatur yaitu semua mekanisme pengaturan 
temperatur yang terus-menerus berupaya untuk mengembalikan temperatur tubuh kembali ke 
tingkat “Set-Point”. Set-point disebut juga tingkat temperatur krisis, yang apabila suhu tubuh 
seseorang melampaui diatas set-point ini, maka kecepatan kehilangan panas lebih cepat 
dibandingkan dengan produksi panas, begitu sebaliknya. Sehingga suhu tubuhnya kembali ke 
tingkat set-point. Jadi suhu tubuh dikendalikan untuk mendekati nilai set-point. 
2.3 Peranan Hipotalamus dalam pengaturan suhu tubuh. 
Suhu tubuh diatur hampir seluruhnya oleh mekanisme persarafan umpan balik, dan hampir 
semua mekanisme ini terjadi melalui pusat pengaturan suhu yang terletak pada area preoptik 
hipotalamus anterior 
Telah dilakukan percobaan pemanasan dan pendinginan pada suatu area kecil di otak dengan 
menggunakan apa yang disebut dengan thermode. Alat ini dipanaskan dengan elektrik atau 
dialirkan air panas, atau didinginkan dengan air dingin. Dengan menggunakan thermode, area 
preoptik hipotalamus anterior diketahui mengandung sejumlah besar neuron yang sensitif 
terhadap panas dan dingin. Neuron-neuron ini diyakini berfungsi sebagai sensor suhu untuk 
mengontrol suhu tubuh. Apabila area preoptik dipanaskan, kulit diseluruh tubuh dengan 
segera mengeluarkan banyak keringat, sementara pada waktu yang sama pembuluh darah 
kulit diseluruh tubuh menjadi sangat berdilatasi. Jadi hal ini merupakan reaksi yang cepat 
untuk menyebabkan tubuh kehilangan panas, dengan demikian membantu mengembalikan
suhu tubuh kembali normal. Oleh karena itu, jelas bahwa area preoptik hipotalamus anterior 
memiliki kemampuan untuk berfungsi sebagai termostatik pusat kontrol suhu tubuh. 
Walaupun sinyal yang ditimbulkan oleh reseptor suhu dari hipotalamus sangat kuat dalam 
mengatur suhu tubuh, reseptor suhu pada bagian kulit dan beberapa jaringan khusus dalam 
tubuh juga mempunyai peran penting dalam pengaturan suhu. 
Daerah spesifik dari interleukin-1 (IL-1) adalah regio preoptik hipotalamus anterior, yang 
mengandung sekelompok saraf termosensitif yang berlokasi di dinding rostral ventrikel III, 
disebut juga sebagai korpus kalosum lamina terminalis (OVLT) yaitu batas antara sirkulasi 
dan otak. Saraf termosensitif ini terpengaruh oleh daerah yang dialiri darah dan masukan dari 
reseptor kulit dan otot. Saraf yang sensitif terhadap hangat terpengaruh dan meningkat 
dengan penghangatan atau penurunan dingin, sedang saraf yang sensitif terhadap dingin 
meningkat dengan pendinginan atau penurunan dengan penghangatan. Telah dibuktikan 
bahwa IL-1 menghambat saraf sensitif terhadap hangat dan merangsang cold-sensitive 
neurons. Korpus kalosum lamina terminalis (OVLT) mungkin merupakan sumber 
prostaglandin. Selama demam, IL-1 masuk kedalam ruang perivaskular OVLT melalui 
jendela kapiler untuk merangsang sel untuk memproduksi prostaglandin E-2 (PGE-2); secara 
difusi masuk kedalam regio preoptik hipotalamus anterior untuk menyebabkan demam atau 
bereaksi dalam serabut saraf dalam OVLT. PGE-2 memainkan peran penting sebagai 
mediator, terbukti dengan adanya hubungan erat antara demam, IL-1 dan peningkatan kadar 
PGE-2 di otak. Penyuntikan PGE-2 dalam jumlah kecil kedalam hipotalamus binatang, 
memproduksi demam dalam beberapa menit, lebih cepat dari pada demam yang diinduksi 
oleh IL-1. 
Hasil akhir mekanisme kompleks ini adalah peningkatan thermostatic set-point yang akan 
memberi isyarat serabut saraf eferen, terutama serabut simpatis untuk memulai menahan 
panas (vasokonstriksi) dan produksi panas (menggigil). Keadaan ini dibantu dengan tingkah 
laku manusia yang bertujuan untuk menaikkan suhu tubuh, seperti mencari daerah hangat 
atau menutup tubuh dengan selimut. Hasil peningkatan suhu melanjut sampai suhu tubuh 
mencapai peningkatan set-point. Peningkatan set-point kembali normal apabila terjadi 
penurunan konsentrasi IL-1 atau pemberian antipiretik dengan menghambat sintesis PGE-2. 
PGE-2 diketahui mempengaruhi secara negative feed-back dalam pelepasan IL-1, sehingga 
dapat mengakhiri mekanisme ini yang awalnya diinduksi demam. Sebagai tambahan, arginin 
vasopresin (AVP) beraksi dalam susunan saraf pusat untuk mengurangi pyrogen induced 
fever. Kembalinya suhu menjadi normal diawali oleh vasodilatasi dan berkeringat melalui 
peningkatan aliran darah kulit yang dikendalikan oleh serabut saraf simpatis. 
Gambar 1.1 Patogenesis Demam 
III. DEFINISI DEMAM 
Demam adalah suatu keadaan suhu tubuh diatas normal, yaitu diatas 37,2˚C (99,5˚F) sebagai 
akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh interleukin-1 
(IL-1). Demam sangat berguna sebagai pertanda adanya suatu proses inflamasi, biasanya 
tingginya demam mencerminkan tingkatan dari proses inflamasinya. Dengan peningkatan 
suhu tubuh juga dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan bakteri maupun virus. 
Suhu tubuh normal adalah berkisar antara 36,6˚C – 37,2˚C. Suhu oral sekitar 0,2 – 0,5˚C 
lebih rendah dari suhu rektal dan suhu aksila 0,5˚C lebih rendah dari suhu oral. Suhu tubuh 
terendah pada pagi hari dan meningkat pada siang dan sore hari. Pada cuaca yang panas dapat
meningkat hingga 0,5˚C dari suhu normal. Pengaturan suhu pada keadaan sehat atau demam 
merupakan keseimbangan antara produksi dan pelepasan panas. 
Demam terjadi bila berbagai proses infeksi dan noninfeksi berinteraksi dengan mekanisme 
pertahanan hospes. Pada kebanyakan anak demam disebabkan oleh agen mikrobiologi yang 
dapat dikenali dan demam hilang sesudah masa yang pendek. Demam pada anak dapat 
digolongkan sebagai (1) demam yang singkat dengan tanda-tanda yang khas terhadap suatu 
penyakit sehingga diagnosis dapat ditegakkan melalui riwayat klinis dan pemeriksaan fisik, 
dengan atau tanpa uji laboratorium; (2) demam tanpa tanda-tanda yang khas terhadap suatu 
penyakit, sehingga riwayat dan pemeriksaan fisik tidak memberi kesan diagnosis tetapi uji 
laboratorium dapat menegakkan etiologi; dan (3) demam yang tidak diketahui sebabnya 
(Fever of Unknown Origin = FUO). 
IV. ETIOLOGI DEMAM 
Demam terjadi oleh karena perubahan pengaturan homeostatik suhu normal pada hipotalamus 
yang dapat disebabkan antara lain oleh infeksi, vaksin, agen biologis (faktor perangsang 
koloni granulosit-makrofag, interferon dan interleukin), jejas jaringan (infark, emboli 
pulmonal, trauma, suntikan intramuskular, luka bakar), keganasan (leukemia, limfoma, 
hepatoma, penyakit metastasis), obat-obatan (demam obat, kokain, amfoterisin B), gangguan 
imunologik-reumatologik (lupus eritematosus sistemik, artritis reumatoid), penyakit radang 
(penyakit radang usus), penyakit granulomatosis (sarkoidosis), ganggguan endokrin 
(tirotoksikosis, feokromositoma), ganggguan metabolik (gout, uremia, penyakit fabry, 
hiperlipidemia tipe 1), dan wujud-wujud yang belum diketahui atau kurang dimengerti 
(demam mediterania familial). 
V. PATOGENESIS DEMAM 
Tanpa memandang etiologinya, jalur akhir penyebab demam yang paling sering adalah 
adanya pirogen, yang kemudian secara langsung mengubah set-point di hipotalamus, 
menghasilkan pembentukan panas dan konversi panas. 
Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat 2 jenis pirogen yaitu pirogen 
eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh seperti toksin, produk-produk 
bakteri dan bakteri itu sendiri mempunyai kemampuan untuk merangsang pelepasan 
pirogen endogen yang disebut dengan sitokin yang diantaranya yaitu interleukin-1 (IL-1), 
Tumor Necrosis Factor (TNF), interferon (INF), interleukin-6 (IL-6) dan interleukin-11 (IL- 
11). Sebagian besar sitokin ini dihasilkan oleh makrofag yang merupakan akibat reaksi 
terhadap pirogen eksogen. Dimana sitokin-sitokin ini merangsang hipotalamus untuk 
meningkatkan sekresi prostaglandin, yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan suhu 
tubuh. 
Gambar 1.2 Patogenesis Demam 
5.1 Pirogen Eksogen 
Pirogen eksogen biasanya merangsang demam dalam 2 jam setelah terpapar. Umumnya, 
pirogen berinteraksi dengan sel fagosit, makrofag atau monosit, untuk merangsang sintesis 
interleukin-1 (IL-1). Mekanisme lain yang mungkin berperan sebagai pirogen eksogen,
misalnya endotoksin, bekerja langsung pada hipotalamus untuk mengubah pengatur suhu. 
Radiasi, racun DDT dan racun kalajengking dapat pula menghasilkan demam dengan efek 
langsung terhadap hipotalamus. Beberapa bakteri memproduksi eksotoksin yang akan 
merangsang secara langsung makrofag dan monosit untuk melepas IL-1. Mekanisme ini 
dijumpai pada scarlet fever dan toxin shock syndrome. Pirogen eksogen dapat berasal dari 
mikroba dan non-mikroba. 
Pirogen Mikrobial 
Gambar 1.3 Efek Pirogen Mikrobial 
5.1.1.1 Bakteri Gram-negatif 
Pirogenitas bakteri Gram-negatif (misalnya Escherichia coli, Salmonela) disebabkan adanya 
heat-stable factor yaitu endotoksin, yaitu suatu pirogen eksogen yang pertama kali 
ditemukan. Komponen aktif endotoksin berupa lapisan luar bakteri yaitu lipopolisakarida 
(LPS). Endotoksin menyebabkan peningkatan suhu yang progresif tergantung dari dosis 
(dose-related). Apabila bakteri atau hasil pemecahan bakteri terdapat dalam jaringan atau 
dalam darah, keduanya akan difagositosis oleh leukosit, makrofag jaringan dan natural killer 
cell (NK cell). Seluruh sel ini selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri dan melepaskan 
interleukin-1, kemudian interleukin-1 tersebut mencapai hipotalamus sehingga segera 
menimbulkan demam. Endotoksin juga dapat mengaktifkan sistem komplemen dan aktifasi 
faktor hageman, seperti yang terdapat pada gambar 1.4 dan gambar 1.5 
5.1.1.2 Bakteri Gram-positif 
Pirogen utama bakteri gram-positif (misalnya Stafilokokus) adalah peptidoglikan dinding sel. 
Bakteri gram-positif mengeluarkan eksotoksin, dimana eksotoksin ini dapat menyebabkan 
pelepasan daripada sitokin yang berasal dari T-helper dan makrofag yang dapat menginduksi 
demam. Per unit berat, endotoksin lebih aktif daripada peptidoglikan. Hal ini menerangkan 
perbedaan prognosis yang lebih buruk berhubungan dengan infeksi bakteri gram-negatif. 
Mekanisme yang bertanggung jawab terjadinya demam yang disebabkan infeksi 
pneumokokus diduga proses imunologik. Penyakit yang melibatkan produksi eksotoksin oleh 
basil gram-positif (misalnya difteri, tetanus, dan botulinum) pada umumnya demam yang 
ditimbulkan tidak begitu tinggi dibandingkan dengan gram-positif piogenik atau bakteri 
gram-negatif lainnya. 
5.1.1.3 Virus 
Telah diketahui secara klinis bahwa virus dapat menyebabkan demam. Pada tahun 1958, 
dibuktikan adanya pirogen yang beredar dalam serum kelinci yang mengalami demam setelah 
disuntik virus influenza. Mekanisme virus memproduksi demam antara lain dengan cara 
melakukan invasi secara langsung ke dalam makrofag, reaksi imunologis terjadi terhadap 
komponen virus yang termasuk diantaranya yaitu pembentukan antibodi, induksi oleh 
interferon dan nekrosis sel akibat virus. 
5.1.1.4 Jamur
Produk jamur baik yang mati maupun yang hidup, memproduksi pirogen eksogen yang akan 
merangsang terjadinya demam. Demam pada umumnya timbul ketika produk jamur berada 
dalam peredaran darah. Anak yang menderita penyakit keganasan (misalnya leukemia) 
disertai demam yang berhubungan dengan neutropenia sehingga mempunyai resiko tnggi 
untuk terserang infeksi jamur invasif. 
Gambar 1.5 Efek endotoksin 
5.1.2 Pirogen Non-Mikrobial 
5.1.2.1 Fagositosis 
Fagositosis antigen non-mikrobial kemungkinan sangat bertanggung jawab untuk terjadinya 
demam, seperti dalam proses transfusi darah dan anemia hemolitik imun (immune hemolytic 
anemia). 
5.1.2.2 Kompleks Antigen-antibodi 
Demam yang disebabkan oleh reaksi hipersensitif dapat timbul baik sebagai akibat reaksi 
antigen terhadap antibodi yang beredar, yang tersensitisasi (immune fever) atau oleh antigen 
yang teraktivasi sel-T untuk memproduksi limfokin, dan kemudian akan merangsang monosit 
dan makrofag untuk melepas interleukin-1 (IL-1). Contoh demam yang disebabkan oleh 
immunologically mediated diantaranya lupus eritematosus sistemik (SLE) dan reaksi obat 
yang berat. Demam yang berhubungan dengan hipersensitif terhadap penisilin lebih mungkin 
disebabkan oleh akibat interaksi kompleks antigen-antibodi dengan leukosit dibandingkan 
dengan pelepasan IL-1. 
5.1.2.3 Steroid 
Steroid tertentu bersifat pirogenik bagi manusia. Ethiocholanolon dan metabolik androgen 
diketahui sebagai perangsang pelepasan interleukin-1 (IL-1). Ethiocholanolon dapat 
menyebabkan demam hanya bila disuntikan secara intramuskular (IM), maka diduga demam 
tersebut disebabkan oleh pelepasan interleukin-1 (IL-1) oleh jaringan subkutis pada tempat 
suntikan. Steroid ini diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya demam pada pasien 
dengan sindrom adrogenital dan demam yang tidak diketahui sebabnya (fever of unknown 
origin = FUO). 
5.1.2.4 Sistem Monosit-Makrofag 
Sel mononuklear bertanggung jawab terhadap produksi interleukin-1 (IL-1) dan terjadinya 
demam. Granulosit polimorfonuklear tidak lagi diduga sebagai penanggung jawab dalam 
memproduksi interleukin-1 (IL-1) oleh karena demam dapat timbul dalam keadaan 
agranulositosis. Sel mononuklear selain merupakan monosit yang beredar dalam darah perifer 
juga tersebar di dalam organ seperti paru (makrofag alveolar), nodus limfatik, plasenta, 
rongga peritoneum dan jaringan subkutan. Monosit dan makrofag berasal dari granulocyte-monocyte 
colony-forming unit (GM-CFU) dalam sumsum tulang, kemudian memasuki 
peredaran darah untuk tinggal selama beberapa hari sebagai monosit yang beredar atau 
bermigrasi ke jaringan yang akan berubah fungsi dan morfologi menjadi makrofag yang 
berumur beberapa bulan. Sel-sel ini berperan penting dalam pertahanan tubuh termasuk 
diantaranya merusak dan mengeliminasi mikroba, mengenal antigen dan
mempresentasikannya untuk menempel pada limfosit, aktivasi limfosit-T dan destruksi sel 
tumor (Tabel 1.1). Keadaan yang berhubungan dengan perubahan fungsi sistem monosit-makrofag 
diantaranya bayi baru lahir, kortikosteroid dan terapi imunosupresif lain, lupus 
eritematosus sistemik (SLE), sindrom Wiskott-Aldrich dan penyakit granulomatosus kronik. 
Dua produk utama monosit-makrofag adalah interleukin-1 (IL-1) dan Tumor necroting factor 
(TNF). 
5.2 Pirogen Endogen 
5.2.1 Interleukin-1 (IL-1) 
Interleukin-1 (IL-1) disimpan dalam bentuk inaktif dalam sitoplasma sel sekretori, dengan 
bantuan enzim diubah menjadi bentuk aktif sebelum dilepas melalui membran sel kedalam 
sirkulasi. Interleukin-1 (IL-1) dianggap sebagai hormon oleh karena mempengaruhi organ-organ 
yang jauh. Penghancuran interleukin-1 (IL-1) terutama dilakukan di ginjal. 
Interleukin-1 (IL-1) terdiri atas 3 struktur polipeptida yang saling berhubungan, yaitu 2 
agonis (IL-1α dan IL-1β) dan sebuah antagonis (IL-1 reseptor antagonis). Reseptor antagonis 
IL-1 ini berkompetisi dengan IL-1α dan IL-1β untuk berikatan dengan reseptor IL-1. Jumlah 
relatif IL-1 dan reseptor antagonis IL-1 dalam suatu keadaan sakit akan mempengaruhi reaksi 
inflamasi menjadi aktif atau ditekan. Selain makrofag sebagai sumber utama produksi IL-1, 
sel kupfer di hati, keratinosit, sel langerhans pankreas serta astrosit juga memproduksi IL-1. 
Pada jaringan otak, produksi IL-1 oleh astrosit diduga berperan dalam respon imun dalam 
susunan saraf pusat (SSP) dan demam sekunder terhadap perdarahan SSP. 
Fagositosis Antigen Mikrobial dan Non-mikrobial 
Memproses dan 
mempresentasikan Peran utama mekanisme pertahanan sebelum antigen 
antigen dipresentasikan pada sel-T 
Aktivasi sel-T Sel-T menjadi aktif hanya setelah kontak antigen pada 
permukaan monosit-makrofag 
Tumorisidal Umumnya disebabkan oleh TNF 
Sekresi dari : 
Interferon α dan β Mempengaruhi respon imun, anti virus, anti proliferatif 
IL-1 Efek primer pada hipotalamus untuk mengindusi demam, 
aktivasi sel-T dan produksi antibodi oleh sel-B 
IL-6 Induksi demam dan hepatic acute phase proteins, aktivasi 
sel-B dan stem cell, resistensi non spesifik pada infeksi 
IL-8 Aktivasi neutrofil dan sintesis IgE 
IL-11 
Efek pada sel limfopoetik dan mieloid/eritroid, 
perangsangan 
sekresi T-cell dependent B-cell 
Tumor necrosis factor Aktivasi selular, aktivasi anti tumor 
Prostaglandin Beraksi sebagai supresi imun, mengurangi IL-1 
Lisozim Zat penting bagi proses peradangan 
Tabel 1.1 Fungsi utama sistem Monosit-Makrofag 
Interleukin-1 mempunyai banyak fungsi, fungsi primernya yaitu menginduksi demam pada 
hipotalamus untuk menaikkan suhu. Peran IL-1 diperlukan untuk proliferasi sel-T serta
aktivasi sel-B, maka sebelumnya IL-1 dikenal sebagai lymphocyte activating factor (LAF) 
dan B-cell activating factor (BAF). Interleukin-1 merangsang beberapa protein tertentu di 
hati, seperti protein fase akut misalnya fibrinogen, haptoglobin, seruloplasmin dan CRP, 
sedangkan sintesis albumin dan transferin menurun. Secara karakteristik akan terlihat 
penurunan konsentrasi zat besi (Fe) serta seng (Zn) dan peningkatan konsentrasi tembaga 
(Cu). Keadaan hipoferimia terjadi sebagai akibat penurunan asimilasi zat besi pada usus dan 
peningkatan cadangan zat besi dalam hati. Perubahan ini mempengaruhi daya tahan tubuh 
hospes oleh karena menurunkan daya serang mikroorganisme dengan mengurangi nutrisi 
esensialnya, seperti zat besi dan seng. Dapat timbul leukositosis, peningkatan kortisol dan 
laju endap darah. 
Fungsi Utama Interleukin-1 
Induksi demam Stimulasi Prostaglandin-E2 (PGE-2) 
Aktivasi sel-T dan sel-B Reaksi fase akut 
Respon inflamasi Proteolisis otot 
Supresi nafsu makan Absorpsi tulang 
Stimulasi Kolagenase Rasa kantuk/tidur 
Tabel 1.2 Fungsi Utama Interleukin-1 
5.2.2 Tumor Necrosis Factor (TNF) 
Tumor necrosis factor ditemukan pada tahun 1968. Sitokin ini selain dihasilkan oleh monosit 
dan makrofag, limfosit, natural killer cells (sel NK), sel kupffer juga oleh astrosit otak, 
sebagai respon tubuh terhadap rangsang atau luka yang invasif. Sitokin dalam jumlah yang 
sedikit mempunyai efek biologik yang menguntungkan. Berbeda dengan IL-1 yang 
mempunyai aktivitas anti tumor yang rendah, TNF mempunyai efek langsung terhadap sel 
tumor. Ia mengubah pertahanan tubuh terhadap infeksi dan merangsang pemulihan jaringan 
menjadi normal, termasuk penyembuhan luka. Tumor necrosis factor juga mempunyai efek 
untuk merangsang produksi IL-1, menambah aktivitas kemotaksis makrofag dan neutrofil 
serta meningkatkan fagositosis dan sitotoksik. 
Meskipun TNF mempunyai efek biologis yang serupa dengan IL-1, TNF tidak mempunyai 
efek langsung pada aktivasi stem cell dan limfosit. Seperti IL-1, TNF dianggap sebagai 
pirogen endogen oleh karena efeknya pada hipotalamus dalam menginduksi demam. Tumor 
necrosis factor identik dengan cachectin, yang menghambat aktivitas lipase lipoprotein dan 
menyebabkan hipertrigliseridemia serta cachexia, petanda adanya hubungan dengan infeksi 
kronik. Tingginya kadar TNF dalam serum mempunyai hubungan dengan aktivitas atau 
prognosis berbagai penyakit infeksi, seperti meningitis bakterialis, leismaniasis, infeksi virus 
HIV, malaria dan penyakit peradangan usus. Tumor necrosis factor juga diduga berperan 
dalam kelainan klinis lain, seperti artritis reumatoid, autoimmune disease, dan graft-versus-host 
disease. 
5.2.3 Limfosit yang Teraktivasi
Dalam sistem imun, limfosit merupakan sel antigen spesifik dan terdiri atas 2 jenis yaitu sel- 
B yang bertanggung jawab terhadap produksi antibodi dan sel-T yang mengatur sintesis 
antibodi dan secara tidak langsung berfungsi sebagai sitotoksik, serta memproduksi respon 
inflamasi hipersensitivit tipe lambat. Interleukin-1 berperan penting dalam aktivasi limfosit 
(dahulu disebut sebagai LAF). Sel limfosit hanya mengenal antigen dan menjadi aktif setelah 
antigen diproses dan dipresentasikan kepadanya oleh makrofag. Efek stimulasi IL-1 pada 
hipotalamus (seperti pirogen endogen menginduksi demam) dan pada limfosit-T (sebagai 
LAF) merupakan bukti kuat dari manfaat demam. Sebagai jawaban stimulasi IL-1, limfosit-T 
menghasilkan berbagai zat seperti yang terdapat dalam tabel 1.2 
5.2.4 Interferon 
Interferon dikenal oleh karena kemampuan untuk menekan replikasi virus di dalam sel yang 
terinfeksi. Berbeda dengan IL-1 dan TNF, interferon diproduksi oleh limfosit-T yang 
teraktivasi. Terdapat 3 jenis molekul yang berbeda dalam aktivitas biologik dan urutan asam 
aminonya, yaitu interferon-α (INF alfa), interferon-β (INF beta) dan interferon-gama (ITNF 
gama). Interferon alfa dan beta diproduksi oleh hampir semua sel (seperti leukosit, fibroblas 
dan makrofag) sebagai respon terhadap infeksi virus, sedangkan sintesis interferon gama 
dibatasi oleh limfosit-T. Meski fungsi sel limfosit-T pada neonatus normal sama efektifnya 
dengan dewasa, namun interferon (khususnya interferon gama) fungsinya belum memadai, 
sehingga diduga menyababkan makin beratnya infeksi virus pada bayi baru lahir. 
Interferon gama dikenal sebagai penginduksi makrofag yang poten dan menstimulasi sel-B 
untuk meningkatkan produksi antibodi. Fungsi interferon gama sebagai pirogen endogen 
dapat secara tidak langsung merangsang makrofag untuk melepaskan interleukin-1 
(macrophage-activating factor) atau secara langsung pada pusat pengatur suhu di 
hipotalamus. Interferon mungkin mempengaruhi aktivitas antivirus dan sitolitik TNF, serta 
meningkatkan efisiensi natural killer cell. Aktivitas antivirus disebabkan penyesuaian dari 
sistem interferon dengan berbagai jalur biokimia yang mempunyai efek anti virus dan beraksi 
pada berbagai fase siklus replekasi virus. Interferon juga memperlihatkan aktivitas antitumor 
baik secara langsung dengan cara mencegah pembelahan sel melalui pemanjangan jalur 
siklus multiplikasi sel atau secara tidak langsung dengan mengubah respon imun. Aktivitas 
antivirus dan antitumor interferon terpengaruhi oleh meningkatnya suhu. Interleukin-4 (IL-4), 
yang menginduksi sintesis imunoglobulin IgE dan IgG4 oleh sel polimorfonuklear, tonsil atau 
sel limpa dari manusia sehat dan pasien alergi, dihalangi oleh interferon gama dan interferon 
alfa, berarti limfokin ini beraksi sebagai antagonis IL-4. 
Interferon melalui kemampuan biologiknya, dapat digunakan sebagai obat pada berbagai 
penyakit. Interferon alfa semakin sering dipakai dalam pengobatan berbagai infeksi virus, 
seperti hepatitis B, C dan delta. Efek toksik preparat interferon diantaranya demam, rasa 
dingin, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri kepala yang berat, somnolen dan muntah. Demam dapat 
muncul pada separuh pasien yang mendapat interferon, dan dapat mencapai 40˚C. Efek 
samping ini dapat diatasi dengan pemberian parasetamol dan prednisolon. Efek samping berat 
diantaranya gagal hati, gagal jantung, neuropati dan pansitopenia. 
5.2.5 Interleukin-2 (IL-2) 
Interleukin-2 merupakan limfokin penting kedua (setelah interferon) yang dilepas oleh 
limfosit-T yang terakivasi sebagai respons stimulasi IL-1. Interleukin-2 mempunyai efek 
penting pada pertumbuhan dan fungsi sel-T, Natural killer cell (sel NK) dan sel-B. Telah
dilaporkan adanya kasus defisiensi imun kongenital berat disertai dengan defek spesifik dari 
produksi IL-2. Interleukin-2 memperlihatkan efek sitotoksik antitumor (terhadap melanoma 
ginjal, usus besar dan paru) sebagai hasil aktivasi spesifik dari natural killer cell 
(lymphokine-activated killer cell atau LAK), yang memiliki aktivitas sototoksik terhadap 
proliferasi sel tumor. Uji klinis dengan IL-2 sedang dilakukan saat ini pada tumor tertentu 
pada anak. Respon neuroblastoma tampak cukup baik terhadap terapi imun dengan IL-2. 
Sayangnya, terapi imun dengan IL-2 dapat menyebabkan defek kemotaksis neutrofil yang 
reversibel, diikuti peningkatan kerentanan terhadap infeksi pada pasien yang menerimanya. 
Efek samping lainnya diantaranya lemah badan, demam, anoreksia dan nyeri otot. Gejala ini 
dapat dikontrol dengan parasetamol. Interleukin-2 menstimulasi pelepasan sitokin lain, 
seperti IL-1, TNF dan INF alfa, yang akan menginduksi aktivitas sel endotel, mendahului 
bocornya pembuluh darah, sehingga dapat menyebabkan oedem paru dan resistensi cairan 
yang hebat. Penyakit yang berhubungan dengan defisiensi IL-2 diantaranya SLE (Systemic 
Lupus Erytematosus), diabetes melitus (DM), luka bakar dan beberapa bentuk keganasan. 
5.2.6 Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) 
Dari empat hemopoetic colony-stimulating factor yang berpotensi tinggi menguntungkan 
adalah eritropoetin, granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF), dan macrophage colony-stimulating 
factor (M-CSF). Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) 
adalah limfokin lain yang diproduksi terutama oleh limfosit, meskipun makrofag dan sel mast 
juga mempunyai kemampuan untuk memproduksinya. Fungsi utama GM-CSF adalah 
menstimulasi sel progenitor hemopoetik untuk berproliferasi dan berdeferensiasi menjadi 
granulosit dan makrofag serta mengatur kematangan fungsinya. Penggunaan dalam 
pengobatan diantaranya digunakan untuk pengobatan mielodisplasia, anemia aplastik dan 
efek mielotoksik pada pengobatan keganasan serta transplantasi. Pemberian GM-CSF dapat 
disertai dengan terjadinya demam, yang dapat dihambat dengan pemberian obat anti 
inflamasi non steroid (Non Steriod Anti Inflamation Drug = NSAID) seperti ibuprofen. 
VI. KESIMPULAN 
Demam adalah suatu keadaan suhu tubuh diatas normal, yaitu diatas 37,2˚C (99,5˚F) sebagai 
akibat peningkatan pusat pengatur suhu di area preoptik hipotalamus anterior yang 
dipengaruhi oleh interleukin-1 (IL-1). Demam terjadi bila berbagai proses infeksi dan 
noninfeksi berinteraksi dengan mekanisme pertahanan hospes. Dimana mekanisme tersebut 
menyebabkan perubahan pengaturan homeostatik suhu normal pada hipotalamus yang dapat 
disebabkan antara lain oleh infeksi, vaksin, agen biologis, jejas jaringan, keganasan, obat-obatan, 
gangguan imunologik-reumatologik, penyakit peradangan, penyakit granulomatosis, 
ganggguan endokrin, ganggguan metabolik, dan bentuk-bentuk yang belum diketahui atau 
kurang dimengerti. 
Jalur akhir penyebab demam yang paling sering adalah adanya pirogen, yang kemudian 
secara langsung mengubah “set-point” di hipotalamus, menghasilkan pembentukan panas 
dan konversi panas. Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat 2 jenis 
pirogen yaitu pirogen eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh 
yaitu pirogen mikrobial dan pirogen non-mikrobial. Pirogen mikrobial diantaranya seperti 
bakteri gram positif, bakteri gram negatif, virus maupun jamur; sedangkan pirogen non-mikrobial 
antara lain proses fagositosis, kompleks antigen-antibodi, steroid dan sistem 
monosit-makrofag; yang keseluruhannya tersebut mempunyai kemampuan untuk merangsang 
pelepasan pirogen endogen yang disebut dengan sitokin yang diantaranya yaitu interleukin-1
(IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF), limfosit yang teraktivasi, interferon (INF), interleukin- 
2 (IL-2) dan Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF). Sebagian besar 
sitokin ini dihasilkan oleh makrofag yang merupakan akibat reaksi terhadap pirogen eksogen. 
Dimana sitokin-sitokin ini merangsang hipotalamus untuk meningkatkan sekresi 
prostaglandin, yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh. 
DAFTAR PUSTAKA 
Brahmer J., Sande A.M. 2001. Fever of Unknown Origin. In : Walter R.W., Merle 
S.A.Current Diagnosis & Treatment in Infectious Disease. 7th edition.San Francisco. Lange 
Medical Book Mc Graw Hill. 240-246. 
Bellig L.L. 2005. Fever. http://www.eMedicine.com.Inc/fever/topic359.htm 
Dale C.D. 2004. The Febrile Patient. In : Lee Goldman., Dennis Ausiello. Cecil Textbook of 
Medicine. Volume 2. 22nd edition. Philadelpia. Saunders. 1729-1733. 
Dinarello A.C., Gelfan A.J. 2001. Fever and Hypertermia. http://www.harrisononline.com. 
Ganong F.W. 2003. Temperature Regulation. Review of Medical Physiology. 21st edition.San 
Francisco. Lange Medical Book Mc Graw Hill. 254-259. 
Guyton C.A., Hall E.J. 1997. Pengaturan Suhu. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta. 
EGC. 1141-1155. 
Hariyanto W. 1995. Mengapa Kita Demam.Jakarta. Penerbit Arcan. 1-23. 
Jawetz E. 2003. Toxin Production. In : Warren L., Ernest J. Medical Microbiology & 
Immunology. 7th edition.San Francisco. Lange Medical Book Mc Graw Hill. 35-44. 
Kaiser E.G. 2001. Microbiology Home Page. http://www.cat.cc.md.us. 
Kirana S., Widjaja T. 2004. Pemeriksaan Keadaan Umum. Dalam : Edhiwan P., J Teguh W. 
Buku Panduan Diagnosis Fisik di Klinik.Bandung. Concept Publishers. 28-29. 
Peterson J.C. 2002. Interleukin-1. http:/www.rndsystem.com/imag. 
Powel R.K. 2004. Fever. In : Richard E.B., Robert M.K., Hal B.J. Nelson Textbook of 
Pediatrics. Volume 2. 17th edition. Philadelpia. Saunders. 839-841. 
Sumarno S.P.S., Herry G., Sri Rezeki S.H. 2002. Demam, Patogenesis dan Pengobatan. Buku 
Ajar Kesehatan Anak Infeksi & Penyakit Tropis. IDAI. Edisi 1. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 
27-38. 
About these ads

More Related Content

What's hot

wawancara-dan-pemeriksaan-psikiatri
wawancara-dan-pemeriksaan-psikiatriwawancara-dan-pemeriksaan-psikiatri
wawancara-dan-pemeriksaan-psikiatriDhian Khikmah
 
Otitis media akut
Otitis media akutOtitis media akut
Otitis media akutPhil Adit R
 
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitisKolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitisyudhasetya01
 
Diagnosa Banding Penurunan Kesadaran Manajemen
Diagnosa Banding Penurunan Kesadaran ManajemenDiagnosa Banding Penurunan Kesadaran Manajemen
Diagnosa Banding Penurunan Kesadaran Manajemenmataharitimoer MT
 
mekanisme pembentukan bilirubin
mekanisme pembentukan bilirubinmekanisme pembentukan bilirubin
mekanisme pembentukan bilirubinhanarisha
 
ketoasidosis diabetikum
ketoasidosis diabetikumketoasidosis diabetikum
ketoasidosis diabetikumLetitia Kale
 
how it happened diabetes melitus
how it happened diabetes melitushow it happened diabetes melitus
how it happened diabetes melitusSofiaNofianti
 
PRESENTATION kondiloma akuminata
PRESENTATION kondiloma akuminataPRESENTATION kondiloma akuminata
PRESENTATION kondiloma akuminataSK Sulistyaningrum
 
PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI
PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI
PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI Suharti Wairagya
 

What's hot (20)

Demam tifoid
Demam tifoidDemam tifoid
Demam tifoid
 
wawancara-dan-pemeriksaan-psikiatri
wawancara-dan-pemeriksaan-psikiatriwawancara-dan-pemeriksaan-psikiatri
wawancara-dan-pemeriksaan-psikiatri
 
Otitis media akut
Otitis media akutOtitis media akut
Otitis media akut
 
Otitis media akut
Otitis media akutOtitis media akut
Otitis media akut
 
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitisKolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
 
Pemeriksaan fisik thorax
Pemeriksaan fisik thoraxPemeriksaan fisik thorax
Pemeriksaan fisik thorax
 
Rhinitis alergi
Rhinitis alergi Rhinitis alergi
Rhinitis alergi
 
Diagnosa Banding Penurunan Kesadaran Manajemen
Diagnosa Banding Penurunan Kesadaran ManajemenDiagnosa Banding Penurunan Kesadaran Manajemen
Diagnosa Banding Penurunan Kesadaran Manajemen
 
mekanisme pembentukan bilirubin
mekanisme pembentukan bilirubinmekanisme pembentukan bilirubin
mekanisme pembentukan bilirubin
 
ketoasidosis diabetikum
ketoasidosis diabetikumketoasidosis diabetikum
ketoasidosis diabetikum
 
Metabolisme bilirubin
Metabolisme bilirubinMetabolisme bilirubin
Metabolisme bilirubin
 
how it happened diabetes melitus
how it happened diabetes melitushow it happened diabetes melitus
how it happened diabetes melitus
 
Makalah febris
Makalah febrisMakalah febris
Makalah febris
 
Apa itu nyeri, perinsip dasar nurs
Apa itu nyeri, perinsip dasar nursApa itu nyeri, perinsip dasar nurs
Apa itu nyeri, perinsip dasar nurs
 
PRESENTATION kondiloma akuminata
PRESENTATION kondiloma akuminataPRESENTATION kondiloma akuminata
PRESENTATION kondiloma akuminata
 
Lp tb paru
Lp tb paruLp tb paru
Lp tb paru
 
Ulkus peptikum
Ulkus peptikum Ulkus peptikum
Ulkus peptikum
 
Peritonitis generalisata
Peritonitis generalisataPeritonitis generalisata
Peritonitis generalisata
 
Hipertiroid ppt
Hipertiroid pptHipertiroid ppt
Hipertiroid ppt
 
PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI
PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI
PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI
 

Viewers also liked

Hipo&hiperthermia
Hipo&hiperthermiaHipo&hiperthermia
Hipo&hiperthermiaCahya
 
KARAKTERISTIK PASIEN KANKER ANAK DENGAN DEMAM NEUTROPENIA DI RSUP. HAJI ADAM ...
KARAKTERISTIK PASIEN KANKER ANAK DENGAN DEMAM NEUTROPENIA DI RSUP. HAJI ADAM ...KARAKTERISTIK PASIEN KANKER ANAK DENGAN DEMAM NEUTROPENIA DI RSUP. HAJI ADAM ...
KARAKTERISTIK PASIEN KANKER ANAK DENGAN DEMAM NEUTROPENIA DI RSUP. HAJI ADAM ...Agilannadarajan4
 
Ppt tugas metabolisme dan suhu tubuh, tingkat ia,diii kebidanan, 2012 2013
Ppt tugas metabolisme dan suhu tubuh, tingkat ia,diii kebidanan, 2012 2013Ppt tugas metabolisme dan suhu tubuh, tingkat ia,diii kebidanan, 2012 2013
Ppt tugas metabolisme dan suhu tubuh, tingkat ia,diii kebidanan, 2012 2013Aftina Eka R
 
Gangguan keseimbangan suhu tubuh _Keperawatan Dasar
Gangguan keseimbangan suhu tubuh _Keperawatan DasarGangguan keseimbangan suhu tubuh _Keperawatan Dasar
Gangguan keseimbangan suhu tubuh _Keperawatan DasarDesi Ardhina
 
Kb 4 asuhan dengan hipotermi dan hipertermi
Kb 4 asuhan dengan hipotermi dan hipertermiKb 4 asuhan dengan hipotermi dan hipertermi
Kb 4 asuhan dengan hipotermi dan hipertermipjj_kemenkes
 
Metabolisme dan Suhu Tubuh
Metabolisme dan Suhu TubuhMetabolisme dan Suhu Tubuh
Metabolisme dan Suhu TubuhAftina Eka R
 

Viewers also liked (9)

Patofisiologi nyeri, demam, serta obat analgetik
Patofisiologi nyeri, demam, serta obat analgetikPatofisiologi nyeri, demam, serta obat analgetik
Patofisiologi nyeri, demam, serta obat analgetik
 
Hipo&hiperthermia
Hipo&hiperthermiaHipo&hiperthermia
Hipo&hiperthermia
 
Patofisiologi isk
Patofisiologi iskPatofisiologi isk
Patofisiologi isk
 
Makalah febris
Makalah febrisMakalah febris
Makalah febris
 
KARAKTERISTIK PASIEN KANKER ANAK DENGAN DEMAM NEUTROPENIA DI RSUP. HAJI ADAM ...
KARAKTERISTIK PASIEN KANKER ANAK DENGAN DEMAM NEUTROPENIA DI RSUP. HAJI ADAM ...KARAKTERISTIK PASIEN KANKER ANAK DENGAN DEMAM NEUTROPENIA DI RSUP. HAJI ADAM ...
KARAKTERISTIK PASIEN KANKER ANAK DENGAN DEMAM NEUTROPENIA DI RSUP. HAJI ADAM ...
 
Ppt tugas metabolisme dan suhu tubuh, tingkat ia,diii kebidanan, 2012 2013
Ppt tugas metabolisme dan suhu tubuh, tingkat ia,diii kebidanan, 2012 2013Ppt tugas metabolisme dan suhu tubuh, tingkat ia,diii kebidanan, 2012 2013
Ppt tugas metabolisme dan suhu tubuh, tingkat ia,diii kebidanan, 2012 2013
 
Gangguan keseimbangan suhu tubuh _Keperawatan Dasar
Gangguan keseimbangan suhu tubuh _Keperawatan DasarGangguan keseimbangan suhu tubuh _Keperawatan Dasar
Gangguan keseimbangan suhu tubuh _Keperawatan Dasar
 
Kb 4 asuhan dengan hipotermi dan hipertermi
Kb 4 asuhan dengan hipotermi dan hipertermiKb 4 asuhan dengan hipotermi dan hipertermi
Kb 4 asuhan dengan hipotermi dan hipertermi
 
Metabolisme dan Suhu Tubuh
Metabolisme dan Suhu TubuhMetabolisme dan Suhu Tubuh
Metabolisme dan Suhu Tubuh
 

Similar to DEMAM DAN PATOFISIOLOGI

Similar to DEMAM DAN PATOFISIOLOGI (20)

pengaturan-suhu-tubuh.ppt
pengaturan-suhu-tubuh.pptpengaturan-suhu-tubuh.ppt
pengaturan-suhu-tubuh.ppt
 
Mekanisme tubuh
Mekanisme tubuhMekanisme tubuh
Mekanisme tubuh
 
Mekanisme tubuh
Mekanisme tubuhMekanisme tubuh
Mekanisme tubuh
 
suhu tubuh.ppt
suhu tubuh.pptsuhu tubuh.ppt
suhu tubuh.ppt
 
konsep termoregulasi gangguan keseimbangan suhu.pptx
konsep termoregulasi gangguan keseimbangan suhu.pptxkonsep termoregulasi gangguan keseimbangan suhu.pptx
konsep termoregulasi gangguan keseimbangan suhu.pptx
 
Judullllll 2
Judullllll 2Judullllll 2
Judullllll 2
 
4. laporan praktikum biologi pengaruh suhu lingkungan ke suhu tubuh
4. laporan praktikum biologi pengaruh suhu lingkungan ke suhu tubuh4. laporan praktikum biologi pengaruh suhu lingkungan ke suhu tubuh
4. laporan praktikum biologi pengaruh suhu lingkungan ke suhu tubuh
 
Merrrrrrryyyyyy
MerrrrrrryyyyyyMerrrrrrryyyyyy
Merrrrrrryyyyyy
 
Merrrrrrryyyyyy
MerrrrrrryyyyyyMerrrrrrryyyyyy
Merrrrrrryyyyyy
 
Bab 2
Bab 2Bab 2
Bab 2
 
Suhu tubuh
Suhu tubuhSuhu tubuh
Suhu tubuh
 
Suhu tubuh
Suhu tubuhSuhu tubuh
Suhu tubuh
 
PPT Termoregulasi.pptx
PPT Termoregulasi.pptxPPT Termoregulasi.pptx
PPT Termoregulasi.pptx
 
TERMO.pptx
TERMO.pptxTERMO.pptx
TERMO.pptx
 
sistem termoregulasi
sistem termoregulasisistem termoregulasi
sistem termoregulasi
 
My kesimbangan suhu
My kesimbangan suhuMy kesimbangan suhu
My kesimbangan suhu
 
makalah Prosedur pemeriksaan tanda vital
makalah Prosedur pemeriksaan tanda vitalmakalah Prosedur pemeriksaan tanda vital
makalah Prosedur pemeriksaan tanda vital
 
Prosedur pemeriksaan tanda vital
Prosedur pemeriksaan tanda vitalProsedur pemeriksaan tanda vital
Prosedur pemeriksaan tanda vital
 
Pembahasan Termoreseptor Integumen
Pembahasan Termoreseptor IntegumenPembahasan Termoreseptor Integumen
Pembahasan Termoreseptor Integumen
 
TERMOREGULASI-TERMOREGULASI-TERMOREGULASI.pdf
TERMOREGULASI-TERMOREGULASI-TERMOREGULASI.pdfTERMOREGULASI-TERMOREGULASI-TERMOREGULASI.pdf
TERMOREGULASI-TERMOREGULASI-TERMOREGULASI.pdf
 

Recently uploaded

PPT sidang MAJU PROPOSAL 3 OKTOBER 2022.pptx
PPT sidang MAJU PROPOSAL 3 OKTOBER 2022.pptxPPT sidang MAJU PROPOSAL 3 OKTOBER 2022.pptx
PPT sidang MAJU PROPOSAL 3 OKTOBER 2022.pptxputripermatasarilubi
 
INFORMED CONSENT (persetujuan tindakan medis oleh pasien).ppt
INFORMED CONSENT (persetujuan tindakan medis oleh pasien).pptINFORMED CONSENT (persetujuan tindakan medis oleh pasien).ppt
INFORMED CONSENT (persetujuan tindakan medis oleh pasien).pptab368
 
Persiapan Substansi RPP UU Kesehatan.pptx
Persiapan Substansi RPP UU Kesehatan.pptxPersiapan Substansi RPP UU Kesehatan.pptx
Persiapan Substansi RPP UU Kesehatan.pptxunityfarmasis
 
081-388-333-722 Toko Jual Alat Bantu Seks Penis Ikat Pinggang Di SUrabaya Cod
081-388-333-722 Toko Jual Alat Bantu Seks Penis Ikat Pinggang Di SUrabaya Cod081-388-333-722 Toko Jual Alat Bantu Seks Penis Ikat Pinggang Di SUrabaya Cod
081-388-333-722 Toko Jual Alat Bantu Seks Penis Ikat Pinggang Di SUrabaya Codajongshopp
 
PENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptx
PENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptxPENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptx
PENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptxandibtv
 
KONSEP KELUARGA SEJAHTERA tugas keperawatan keluarga.pptx
KONSEP KELUARGA SEJAHTERA tugas keperawatan keluarga.pptxKONSEP KELUARGA SEJAHTERA tugas keperawatan keluarga.pptx
KONSEP KELUARGA SEJAHTERA tugas keperawatan keluarga.pptxmade406432
 
MANASIK KESEHATAN HAJI KOTA DEPOK TAHUN 2024
MANASIK KESEHATAN HAJI KOTA DEPOK TAHUN 2024MANASIK KESEHATAN HAJI KOTA DEPOK TAHUN 2024
MANASIK KESEHATAN HAJI KOTA DEPOK TAHUN 2024Zakiah dr
 
1. ok MODEL DAN NILAI PROMOSI KESEHATAN.ppt
1. ok MODEL DAN NILAI PROMOSI KESEHATAN.ppt1. ok MODEL DAN NILAI PROMOSI KESEHATAN.ppt
1. ok MODEL DAN NILAI PROMOSI KESEHATAN.pptTrifenaFebriantisitu
 
MODUL P5BK TEMA KEBEKERJAAN KENALI DUNIA KERJA.docx
MODUL P5BK TEMA KEBEKERJAAN KENALI DUNIA KERJA.docxMODUL P5BK TEMA KEBEKERJAAN KENALI DUNIA KERJA.docx
MODUL P5BK TEMA KEBEKERJAAN KENALI DUNIA KERJA.docxsiampurnomo90
 
METODE FOOD RECORD (pENGUKURAN FOOD.pptx
METODE FOOD RECORD (pENGUKURAN FOOD.pptxMETODE FOOD RECORD (pENGUKURAN FOOD.pptx
METODE FOOD RECORD (pENGUKURAN FOOD.pptxika291990
 
ALERGI MAKANAN - ALERMUN dokter doktor subi.pptx
ALERGI MAKANAN - ALERMUN dokter doktor subi.pptxALERGI MAKANAN - ALERMUN dokter doktor subi.pptx
ALERGI MAKANAN - ALERMUN dokter doktor subi.pptxmarodotodo
 
DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA SANGAT PENTING.pdf
DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA SANGAT PENTING.pdfDETEKSI DINI KANKER PAYUDARA SANGAT PENTING.pdf
DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA SANGAT PENTING.pdfBekti5
 

Recently uploaded (12)

PPT sidang MAJU PROPOSAL 3 OKTOBER 2022.pptx
PPT sidang MAJU PROPOSAL 3 OKTOBER 2022.pptxPPT sidang MAJU PROPOSAL 3 OKTOBER 2022.pptx
PPT sidang MAJU PROPOSAL 3 OKTOBER 2022.pptx
 
INFORMED CONSENT (persetujuan tindakan medis oleh pasien).ppt
INFORMED CONSENT (persetujuan tindakan medis oleh pasien).pptINFORMED CONSENT (persetujuan tindakan medis oleh pasien).ppt
INFORMED CONSENT (persetujuan tindakan medis oleh pasien).ppt
 
Persiapan Substansi RPP UU Kesehatan.pptx
Persiapan Substansi RPP UU Kesehatan.pptxPersiapan Substansi RPP UU Kesehatan.pptx
Persiapan Substansi RPP UU Kesehatan.pptx
 
081-388-333-722 Toko Jual Alat Bantu Seks Penis Ikat Pinggang Di SUrabaya Cod
081-388-333-722 Toko Jual Alat Bantu Seks Penis Ikat Pinggang Di SUrabaya Cod081-388-333-722 Toko Jual Alat Bantu Seks Penis Ikat Pinggang Di SUrabaya Cod
081-388-333-722 Toko Jual Alat Bantu Seks Penis Ikat Pinggang Di SUrabaya Cod
 
PENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptx
PENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptxPENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptx
PENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptx
 
KONSEP KELUARGA SEJAHTERA tugas keperawatan keluarga.pptx
KONSEP KELUARGA SEJAHTERA tugas keperawatan keluarga.pptxKONSEP KELUARGA SEJAHTERA tugas keperawatan keluarga.pptx
KONSEP KELUARGA SEJAHTERA tugas keperawatan keluarga.pptx
 
MANASIK KESEHATAN HAJI KOTA DEPOK TAHUN 2024
MANASIK KESEHATAN HAJI KOTA DEPOK TAHUN 2024MANASIK KESEHATAN HAJI KOTA DEPOK TAHUN 2024
MANASIK KESEHATAN HAJI KOTA DEPOK TAHUN 2024
 
1. ok MODEL DAN NILAI PROMOSI KESEHATAN.ppt
1. ok MODEL DAN NILAI PROMOSI KESEHATAN.ppt1. ok MODEL DAN NILAI PROMOSI KESEHATAN.ppt
1. ok MODEL DAN NILAI PROMOSI KESEHATAN.ppt
 
MODUL P5BK TEMA KEBEKERJAAN KENALI DUNIA KERJA.docx
MODUL P5BK TEMA KEBEKERJAAN KENALI DUNIA KERJA.docxMODUL P5BK TEMA KEBEKERJAAN KENALI DUNIA KERJA.docx
MODUL P5BK TEMA KEBEKERJAAN KENALI DUNIA KERJA.docx
 
METODE FOOD RECORD (pENGUKURAN FOOD.pptx
METODE FOOD RECORD (pENGUKURAN FOOD.pptxMETODE FOOD RECORD (pENGUKURAN FOOD.pptx
METODE FOOD RECORD (pENGUKURAN FOOD.pptx
 
ALERGI MAKANAN - ALERMUN dokter doktor subi.pptx
ALERGI MAKANAN - ALERMUN dokter doktor subi.pptxALERGI MAKANAN - ALERMUN dokter doktor subi.pptx
ALERGI MAKANAN - ALERMUN dokter doktor subi.pptx
 
DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA SANGAT PENTING.pdf
DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA SANGAT PENTING.pdfDETEKSI DINI KANKER PAYUDARA SANGAT PENTING.pdf
DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA SANGAT PENTING.pdf
 

DEMAM DAN PATOFISIOLOGI

  • 1. Patofisiologi Demam / Proses terjadinya demam PENDAHULUAN Masalah demam berawal dari suatu hipotesis yang menyatakan bahwa demam merupakan suatu proses alamiah yang timbul sebagai akibat suatu stimulus. Ahli dari mesir beranggapan bahwa demam diakibatkan oleh inflamasi lokal. Bilroth pada tahun 1868 membuktikannya dengan menyuntikan pus kepada kelinci percobaan, kemudian kelinci tersebut menjadi demam yang terjadi akibat adanya endotoksin, yaitu suatu produk bakteri gram negatif yang mengkontaminasi bahan suntikan. Menkin pada tahun 1943 berhasil mengisolasi bahan penyebab demam yang disebut pyrexin. Kemudian Gery dan Waksman berhasil mengidentifikasi interleukin-1 (IL-1), dikenal sebagai sitokin yang terbukti identik dengan pirogen endogen. Dalam evolusi kehidupan, tubuh telah mengembangkan suatu sistem pertahanan yang cukup ampuh terhadap infeksi. Dan peninggian suhu badan memberikan suatu peluang kerja yang optimal untuk sistem pertahanan tubuh. II. PENGATURAN SUHU TUBUH 2.1. Keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas Pengaturan suhu memerlukan mekanisme perifer yang utuh, yaitu keseimbangan produksi dan pelepasan panas, serta fungsi pusat pengatur suhu di hipotalamus yang mengatur seluruh mekanisme. Bila laju pembentukan panas dalam tubuh lebih besar daripada laju hilangnya panas, timbul panas dalam tubuh dan temperatur tubuh meningkat. Sebaliknya, bila kehilangan panas lebih besar, panas tubuh dan temperatur tubuh akan menurun. 2.1.1 Produksi Panas Dalam tubuh, panas diproduksi melalui peningkatkan Basal Metabolic Rate (BMR). Faktor-faktor yang dapat meningkatkan Basal Metabolic Rate antara lain: (1) laju metabolisme dari semua sel tubuh; (2) laju cadangan metabolisme yang disebabkan oleh aktivitas otot; (3) metabolisme tambahan yang disebabkan oleh pengaruh tiroksin, epinefrin, norepinefrin dan perangsangan simpatis terhadap sel; (5) metabolisme tambahan yang disebabkan oleh meningkatnya aktivitas kimiawi didalam sel sendiri. Pada keadaan istirahat, berbagai organ seperti otak, otot, hati, jantung, tiroid, pankreas dan kelenjar adrenal berperan dalam menghasilkan panas pada tingkat sel yang melibatkan adenosin trifosfat (ATP). Bayi baru lahir menghasilkan panas pada jaringan lemak coklat, yang terletak terutama dileher dan skapula. Jaringan ini kaya akan pembuluh darah dan mempunyai banyak mitokondria. Pada keadaan oksidasi asam lemak pada mitokondria dapat meningkatkan produksi panas sampai dua kali lipat. Dewasa dan anak besar mempertahankan panas dengan vasokonstriksi dan memproduksi panas dengan menggigil sebagai respon terhadap kenaikan suhu tubuh. Aliran darah yang diatur oleh susunan saraf pusat memegang peranan penting dalam mendistribusikan panas dalam tubuh. Pada lingkungan panas atau bila
  • 2. suhu tubuh meningkat, pusat pengatur suhu tubuh di hipotalamus mempengaruhi serabut eferen dari sistem saraf otonom untuk melebarkan pembuluh darah (vasodilatasi). Peningkatan aliran darah dikulit menyebabkan pelepasan panas dari pusat tubuh melalui permukaan kulit kesekitarnya dalam bentuk keringat. Dilain pihak, pada lingkungan dingin akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah sehingga akan mempertahankan suhu tubuh. 2.1.2 Kehilangan Panas Berbagai cara panas hilang dari kulit ke lingkungan dapat melalui beberapa cara yaitu: (1) Radiasi : kehilangan panas dalam bentuk gelombang panas infra merah, suatu jenis gelombang elektromagnetik. Dimana melalui cara ini tidak menggunakan sesuatu perantara apapun. Secara umum enam puluh persen panas dilepas secara radiasi; (2) Konduksi : kehilangan panas melalui permukaan tubuh ke benda-benda lain yang bersinggungan dengan tubuh, dimana terjadi pemindahan panas secara langsung antara tubuh dengan objek pada suhu yang berbeda. Dibandingkan dengan posisi berdiri, anak pada posisi tidur dengan permukaan kontak yang lebih luas akan melepas panas lebih banyak melalui konduksi; (3) Konveksi : pemindahan panas melalui pergerakan udara atau cairan yang menyelimuti permukaan kulit; (4) Evaporasi : kehilangan panas tubuh sebagai akibat penguapan air melalui kulit dan paru-paru, dalam bentuk air yang diubah dari bentuk cair menjadi gas; dan dalam jumlah yang sedikit dapat juga kehilangan panas melalui urine dan feses. Faktor fisik jelas akan mempengaruhi kemampuan respon perubahan suhu. Pelepasan panas pada bayi sebagian besar disebabkan oleh karena permukaan tubuhnya lebih luas dari pada anak yang lebih besar. 2.2 Konsep “Set-Point” dalam pengaturan suhu tubuh Konsep “Set-Point” dalam pengaturan temperatur yaitu semua mekanisme pengaturan temperatur yang terus-menerus berupaya untuk mengembalikan temperatur tubuh kembali ke tingkat “Set-Point”. Set-point disebut juga tingkat temperatur krisis, yang apabila suhu tubuh seseorang melampaui diatas set-point ini, maka kecepatan kehilangan panas lebih cepat dibandingkan dengan produksi panas, begitu sebaliknya. Sehingga suhu tubuhnya kembali ke tingkat set-point. Jadi suhu tubuh dikendalikan untuk mendekati nilai set-point. 2.3 Peranan Hipotalamus dalam pengaturan suhu tubuh. Suhu tubuh diatur hampir seluruhnya oleh mekanisme persarafan umpan balik, dan hampir semua mekanisme ini terjadi melalui pusat pengaturan suhu yang terletak pada area preoptik hipotalamus anterior Telah dilakukan percobaan pemanasan dan pendinginan pada suatu area kecil di otak dengan menggunakan apa yang disebut dengan thermode. Alat ini dipanaskan dengan elektrik atau dialirkan air panas, atau didinginkan dengan air dingin. Dengan menggunakan thermode, area preoptik hipotalamus anterior diketahui mengandung sejumlah besar neuron yang sensitif terhadap panas dan dingin. Neuron-neuron ini diyakini berfungsi sebagai sensor suhu untuk mengontrol suhu tubuh. Apabila area preoptik dipanaskan, kulit diseluruh tubuh dengan segera mengeluarkan banyak keringat, sementara pada waktu yang sama pembuluh darah kulit diseluruh tubuh menjadi sangat berdilatasi. Jadi hal ini merupakan reaksi yang cepat untuk menyebabkan tubuh kehilangan panas, dengan demikian membantu mengembalikan
  • 3. suhu tubuh kembali normal. Oleh karena itu, jelas bahwa area preoptik hipotalamus anterior memiliki kemampuan untuk berfungsi sebagai termostatik pusat kontrol suhu tubuh. Walaupun sinyal yang ditimbulkan oleh reseptor suhu dari hipotalamus sangat kuat dalam mengatur suhu tubuh, reseptor suhu pada bagian kulit dan beberapa jaringan khusus dalam tubuh juga mempunyai peran penting dalam pengaturan suhu. Daerah spesifik dari interleukin-1 (IL-1) adalah regio preoptik hipotalamus anterior, yang mengandung sekelompok saraf termosensitif yang berlokasi di dinding rostral ventrikel III, disebut juga sebagai korpus kalosum lamina terminalis (OVLT) yaitu batas antara sirkulasi dan otak. Saraf termosensitif ini terpengaruh oleh daerah yang dialiri darah dan masukan dari reseptor kulit dan otot. Saraf yang sensitif terhadap hangat terpengaruh dan meningkat dengan penghangatan atau penurunan dingin, sedang saraf yang sensitif terhadap dingin meningkat dengan pendinginan atau penurunan dengan penghangatan. Telah dibuktikan bahwa IL-1 menghambat saraf sensitif terhadap hangat dan merangsang cold-sensitive neurons. Korpus kalosum lamina terminalis (OVLT) mungkin merupakan sumber prostaglandin. Selama demam, IL-1 masuk kedalam ruang perivaskular OVLT melalui jendela kapiler untuk merangsang sel untuk memproduksi prostaglandin E-2 (PGE-2); secara difusi masuk kedalam regio preoptik hipotalamus anterior untuk menyebabkan demam atau bereaksi dalam serabut saraf dalam OVLT. PGE-2 memainkan peran penting sebagai mediator, terbukti dengan adanya hubungan erat antara demam, IL-1 dan peningkatan kadar PGE-2 di otak. Penyuntikan PGE-2 dalam jumlah kecil kedalam hipotalamus binatang, memproduksi demam dalam beberapa menit, lebih cepat dari pada demam yang diinduksi oleh IL-1. Hasil akhir mekanisme kompleks ini adalah peningkatan thermostatic set-point yang akan memberi isyarat serabut saraf eferen, terutama serabut simpatis untuk memulai menahan panas (vasokonstriksi) dan produksi panas (menggigil). Keadaan ini dibantu dengan tingkah laku manusia yang bertujuan untuk menaikkan suhu tubuh, seperti mencari daerah hangat atau menutup tubuh dengan selimut. Hasil peningkatan suhu melanjut sampai suhu tubuh mencapai peningkatan set-point. Peningkatan set-point kembali normal apabila terjadi penurunan konsentrasi IL-1 atau pemberian antipiretik dengan menghambat sintesis PGE-2. PGE-2 diketahui mempengaruhi secara negative feed-back dalam pelepasan IL-1, sehingga dapat mengakhiri mekanisme ini yang awalnya diinduksi demam. Sebagai tambahan, arginin vasopresin (AVP) beraksi dalam susunan saraf pusat untuk mengurangi pyrogen induced fever. Kembalinya suhu menjadi normal diawali oleh vasodilatasi dan berkeringat melalui peningkatan aliran darah kulit yang dikendalikan oleh serabut saraf simpatis. Gambar 1.1 Patogenesis Demam III. DEFINISI DEMAM Demam adalah suatu keadaan suhu tubuh diatas normal, yaitu diatas 37,2˚C (99,5˚F) sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh interleukin-1 (IL-1). Demam sangat berguna sebagai pertanda adanya suatu proses inflamasi, biasanya tingginya demam mencerminkan tingkatan dari proses inflamasinya. Dengan peningkatan suhu tubuh juga dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan bakteri maupun virus. Suhu tubuh normal adalah berkisar antara 36,6˚C – 37,2˚C. Suhu oral sekitar 0,2 – 0,5˚C lebih rendah dari suhu rektal dan suhu aksila 0,5˚C lebih rendah dari suhu oral. Suhu tubuh terendah pada pagi hari dan meningkat pada siang dan sore hari. Pada cuaca yang panas dapat
  • 4. meningkat hingga 0,5˚C dari suhu normal. Pengaturan suhu pada keadaan sehat atau demam merupakan keseimbangan antara produksi dan pelepasan panas. Demam terjadi bila berbagai proses infeksi dan noninfeksi berinteraksi dengan mekanisme pertahanan hospes. Pada kebanyakan anak demam disebabkan oleh agen mikrobiologi yang dapat dikenali dan demam hilang sesudah masa yang pendek. Demam pada anak dapat digolongkan sebagai (1) demam yang singkat dengan tanda-tanda yang khas terhadap suatu penyakit sehingga diagnosis dapat ditegakkan melalui riwayat klinis dan pemeriksaan fisik, dengan atau tanpa uji laboratorium; (2) demam tanpa tanda-tanda yang khas terhadap suatu penyakit, sehingga riwayat dan pemeriksaan fisik tidak memberi kesan diagnosis tetapi uji laboratorium dapat menegakkan etiologi; dan (3) demam yang tidak diketahui sebabnya (Fever of Unknown Origin = FUO). IV. ETIOLOGI DEMAM Demam terjadi oleh karena perubahan pengaturan homeostatik suhu normal pada hipotalamus yang dapat disebabkan antara lain oleh infeksi, vaksin, agen biologis (faktor perangsang koloni granulosit-makrofag, interferon dan interleukin), jejas jaringan (infark, emboli pulmonal, trauma, suntikan intramuskular, luka bakar), keganasan (leukemia, limfoma, hepatoma, penyakit metastasis), obat-obatan (demam obat, kokain, amfoterisin B), gangguan imunologik-reumatologik (lupus eritematosus sistemik, artritis reumatoid), penyakit radang (penyakit radang usus), penyakit granulomatosis (sarkoidosis), ganggguan endokrin (tirotoksikosis, feokromositoma), ganggguan metabolik (gout, uremia, penyakit fabry, hiperlipidemia tipe 1), dan wujud-wujud yang belum diketahui atau kurang dimengerti (demam mediterania familial). V. PATOGENESIS DEMAM Tanpa memandang etiologinya, jalur akhir penyebab demam yang paling sering adalah adanya pirogen, yang kemudian secara langsung mengubah set-point di hipotalamus, menghasilkan pembentukan panas dan konversi panas. Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat 2 jenis pirogen yaitu pirogen eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh seperti toksin, produk-produk bakteri dan bakteri itu sendiri mempunyai kemampuan untuk merangsang pelepasan pirogen endogen yang disebut dengan sitokin yang diantaranya yaitu interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF), interferon (INF), interleukin-6 (IL-6) dan interleukin-11 (IL- 11). Sebagian besar sitokin ini dihasilkan oleh makrofag yang merupakan akibat reaksi terhadap pirogen eksogen. Dimana sitokin-sitokin ini merangsang hipotalamus untuk meningkatkan sekresi prostaglandin, yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Gambar 1.2 Patogenesis Demam 5.1 Pirogen Eksogen Pirogen eksogen biasanya merangsang demam dalam 2 jam setelah terpapar. Umumnya, pirogen berinteraksi dengan sel fagosit, makrofag atau monosit, untuk merangsang sintesis interleukin-1 (IL-1). Mekanisme lain yang mungkin berperan sebagai pirogen eksogen,
  • 5. misalnya endotoksin, bekerja langsung pada hipotalamus untuk mengubah pengatur suhu. Radiasi, racun DDT dan racun kalajengking dapat pula menghasilkan demam dengan efek langsung terhadap hipotalamus. Beberapa bakteri memproduksi eksotoksin yang akan merangsang secara langsung makrofag dan monosit untuk melepas IL-1. Mekanisme ini dijumpai pada scarlet fever dan toxin shock syndrome. Pirogen eksogen dapat berasal dari mikroba dan non-mikroba. Pirogen Mikrobial Gambar 1.3 Efek Pirogen Mikrobial 5.1.1.1 Bakteri Gram-negatif Pirogenitas bakteri Gram-negatif (misalnya Escherichia coli, Salmonela) disebabkan adanya heat-stable factor yaitu endotoksin, yaitu suatu pirogen eksogen yang pertama kali ditemukan. Komponen aktif endotoksin berupa lapisan luar bakteri yaitu lipopolisakarida (LPS). Endotoksin menyebabkan peningkatan suhu yang progresif tergantung dari dosis (dose-related). Apabila bakteri atau hasil pemecahan bakteri terdapat dalam jaringan atau dalam darah, keduanya akan difagositosis oleh leukosit, makrofag jaringan dan natural killer cell (NK cell). Seluruh sel ini selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri dan melepaskan interleukin-1, kemudian interleukin-1 tersebut mencapai hipotalamus sehingga segera menimbulkan demam. Endotoksin juga dapat mengaktifkan sistem komplemen dan aktifasi faktor hageman, seperti yang terdapat pada gambar 1.4 dan gambar 1.5 5.1.1.2 Bakteri Gram-positif Pirogen utama bakteri gram-positif (misalnya Stafilokokus) adalah peptidoglikan dinding sel. Bakteri gram-positif mengeluarkan eksotoksin, dimana eksotoksin ini dapat menyebabkan pelepasan daripada sitokin yang berasal dari T-helper dan makrofag yang dapat menginduksi demam. Per unit berat, endotoksin lebih aktif daripada peptidoglikan. Hal ini menerangkan perbedaan prognosis yang lebih buruk berhubungan dengan infeksi bakteri gram-negatif. Mekanisme yang bertanggung jawab terjadinya demam yang disebabkan infeksi pneumokokus diduga proses imunologik. Penyakit yang melibatkan produksi eksotoksin oleh basil gram-positif (misalnya difteri, tetanus, dan botulinum) pada umumnya demam yang ditimbulkan tidak begitu tinggi dibandingkan dengan gram-positif piogenik atau bakteri gram-negatif lainnya. 5.1.1.3 Virus Telah diketahui secara klinis bahwa virus dapat menyebabkan demam. Pada tahun 1958, dibuktikan adanya pirogen yang beredar dalam serum kelinci yang mengalami demam setelah disuntik virus influenza. Mekanisme virus memproduksi demam antara lain dengan cara melakukan invasi secara langsung ke dalam makrofag, reaksi imunologis terjadi terhadap komponen virus yang termasuk diantaranya yaitu pembentukan antibodi, induksi oleh interferon dan nekrosis sel akibat virus. 5.1.1.4 Jamur
  • 6. Produk jamur baik yang mati maupun yang hidup, memproduksi pirogen eksogen yang akan merangsang terjadinya demam. Demam pada umumnya timbul ketika produk jamur berada dalam peredaran darah. Anak yang menderita penyakit keganasan (misalnya leukemia) disertai demam yang berhubungan dengan neutropenia sehingga mempunyai resiko tnggi untuk terserang infeksi jamur invasif. Gambar 1.5 Efek endotoksin 5.1.2 Pirogen Non-Mikrobial 5.1.2.1 Fagositosis Fagositosis antigen non-mikrobial kemungkinan sangat bertanggung jawab untuk terjadinya demam, seperti dalam proses transfusi darah dan anemia hemolitik imun (immune hemolytic anemia). 5.1.2.2 Kompleks Antigen-antibodi Demam yang disebabkan oleh reaksi hipersensitif dapat timbul baik sebagai akibat reaksi antigen terhadap antibodi yang beredar, yang tersensitisasi (immune fever) atau oleh antigen yang teraktivasi sel-T untuk memproduksi limfokin, dan kemudian akan merangsang monosit dan makrofag untuk melepas interleukin-1 (IL-1). Contoh demam yang disebabkan oleh immunologically mediated diantaranya lupus eritematosus sistemik (SLE) dan reaksi obat yang berat. Demam yang berhubungan dengan hipersensitif terhadap penisilin lebih mungkin disebabkan oleh akibat interaksi kompleks antigen-antibodi dengan leukosit dibandingkan dengan pelepasan IL-1. 5.1.2.3 Steroid Steroid tertentu bersifat pirogenik bagi manusia. Ethiocholanolon dan metabolik androgen diketahui sebagai perangsang pelepasan interleukin-1 (IL-1). Ethiocholanolon dapat menyebabkan demam hanya bila disuntikan secara intramuskular (IM), maka diduga demam tersebut disebabkan oleh pelepasan interleukin-1 (IL-1) oleh jaringan subkutis pada tempat suntikan. Steroid ini diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya demam pada pasien dengan sindrom adrogenital dan demam yang tidak diketahui sebabnya (fever of unknown origin = FUO). 5.1.2.4 Sistem Monosit-Makrofag Sel mononuklear bertanggung jawab terhadap produksi interleukin-1 (IL-1) dan terjadinya demam. Granulosit polimorfonuklear tidak lagi diduga sebagai penanggung jawab dalam memproduksi interleukin-1 (IL-1) oleh karena demam dapat timbul dalam keadaan agranulositosis. Sel mononuklear selain merupakan monosit yang beredar dalam darah perifer juga tersebar di dalam organ seperti paru (makrofag alveolar), nodus limfatik, plasenta, rongga peritoneum dan jaringan subkutan. Monosit dan makrofag berasal dari granulocyte-monocyte colony-forming unit (GM-CFU) dalam sumsum tulang, kemudian memasuki peredaran darah untuk tinggal selama beberapa hari sebagai monosit yang beredar atau bermigrasi ke jaringan yang akan berubah fungsi dan morfologi menjadi makrofag yang berumur beberapa bulan. Sel-sel ini berperan penting dalam pertahanan tubuh termasuk diantaranya merusak dan mengeliminasi mikroba, mengenal antigen dan
  • 7. mempresentasikannya untuk menempel pada limfosit, aktivasi limfosit-T dan destruksi sel tumor (Tabel 1.1). Keadaan yang berhubungan dengan perubahan fungsi sistem monosit-makrofag diantaranya bayi baru lahir, kortikosteroid dan terapi imunosupresif lain, lupus eritematosus sistemik (SLE), sindrom Wiskott-Aldrich dan penyakit granulomatosus kronik. Dua produk utama monosit-makrofag adalah interleukin-1 (IL-1) dan Tumor necroting factor (TNF). 5.2 Pirogen Endogen 5.2.1 Interleukin-1 (IL-1) Interleukin-1 (IL-1) disimpan dalam bentuk inaktif dalam sitoplasma sel sekretori, dengan bantuan enzim diubah menjadi bentuk aktif sebelum dilepas melalui membran sel kedalam sirkulasi. Interleukin-1 (IL-1) dianggap sebagai hormon oleh karena mempengaruhi organ-organ yang jauh. Penghancuran interleukin-1 (IL-1) terutama dilakukan di ginjal. Interleukin-1 (IL-1) terdiri atas 3 struktur polipeptida yang saling berhubungan, yaitu 2 agonis (IL-1α dan IL-1β) dan sebuah antagonis (IL-1 reseptor antagonis). Reseptor antagonis IL-1 ini berkompetisi dengan IL-1α dan IL-1β untuk berikatan dengan reseptor IL-1. Jumlah relatif IL-1 dan reseptor antagonis IL-1 dalam suatu keadaan sakit akan mempengaruhi reaksi inflamasi menjadi aktif atau ditekan. Selain makrofag sebagai sumber utama produksi IL-1, sel kupfer di hati, keratinosit, sel langerhans pankreas serta astrosit juga memproduksi IL-1. Pada jaringan otak, produksi IL-1 oleh astrosit diduga berperan dalam respon imun dalam susunan saraf pusat (SSP) dan demam sekunder terhadap perdarahan SSP. Fagositosis Antigen Mikrobial dan Non-mikrobial Memproses dan mempresentasikan Peran utama mekanisme pertahanan sebelum antigen antigen dipresentasikan pada sel-T Aktivasi sel-T Sel-T menjadi aktif hanya setelah kontak antigen pada permukaan monosit-makrofag Tumorisidal Umumnya disebabkan oleh TNF Sekresi dari : Interferon α dan β Mempengaruhi respon imun, anti virus, anti proliferatif IL-1 Efek primer pada hipotalamus untuk mengindusi demam, aktivasi sel-T dan produksi antibodi oleh sel-B IL-6 Induksi demam dan hepatic acute phase proteins, aktivasi sel-B dan stem cell, resistensi non spesifik pada infeksi IL-8 Aktivasi neutrofil dan sintesis IgE IL-11 Efek pada sel limfopoetik dan mieloid/eritroid, perangsangan sekresi T-cell dependent B-cell Tumor necrosis factor Aktivasi selular, aktivasi anti tumor Prostaglandin Beraksi sebagai supresi imun, mengurangi IL-1 Lisozim Zat penting bagi proses peradangan Tabel 1.1 Fungsi utama sistem Monosit-Makrofag Interleukin-1 mempunyai banyak fungsi, fungsi primernya yaitu menginduksi demam pada hipotalamus untuk menaikkan suhu. Peran IL-1 diperlukan untuk proliferasi sel-T serta
  • 8. aktivasi sel-B, maka sebelumnya IL-1 dikenal sebagai lymphocyte activating factor (LAF) dan B-cell activating factor (BAF). Interleukin-1 merangsang beberapa protein tertentu di hati, seperti protein fase akut misalnya fibrinogen, haptoglobin, seruloplasmin dan CRP, sedangkan sintesis albumin dan transferin menurun. Secara karakteristik akan terlihat penurunan konsentrasi zat besi (Fe) serta seng (Zn) dan peningkatan konsentrasi tembaga (Cu). Keadaan hipoferimia terjadi sebagai akibat penurunan asimilasi zat besi pada usus dan peningkatan cadangan zat besi dalam hati. Perubahan ini mempengaruhi daya tahan tubuh hospes oleh karena menurunkan daya serang mikroorganisme dengan mengurangi nutrisi esensialnya, seperti zat besi dan seng. Dapat timbul leukositosis, peningkatan kortisol dan laju endap darah. Fungsi Utama Interleukin-1 Induksi demam Stimulasi Prostaglandin-E2 (PGE-2) Aktivasi sel-T dan sel-B Reaksi fase akut Respon inflamasi Proteolisis otot Supresi nafsu makan Absorpsi tulang Stimulasi Kolagenase Rasa kantuk/tidur Tabel 1.2 Fungsi Utama Interleukin-1 5.2.2 Tumor Necrosis Factor (TNF) Tumor necrosis factor ditemukan pada tahun 1968. Sitokin ini selain dihasilkan oleh monosit dan makrofag, limfosit, natural killer cells (sel NK), sel kupffer juga oleh astrosit otak, sebagai respon tubuh terhadap rangsang atau luka yang invasif. Sitokin dalam jumlah yang sedikit mempunyai efek biologik yang menguntungkan. Berbeda dengan IL-1 yang mempunyai aktivitas anti tumor yang rendah, TNF mempunyai efek langsung terhadap sel tumor. Ia mengubah pertahanan tubuh terhadap infeksi dan merangsang pemulihan jaringan menjadi normal, termasuk penyembuhan luka. Tumor necrosis factor juga mempunyai efek untuk merangsang produksi IL-1, menambah aktivitas kemotaksis makrofag dan neutrofil serta meningkatkan fagositosis dan sitotoksik. Meskipun TNF mempunyai efek biologis yang serupa dengan IL-1, TNF tidak mempunyai efek langsung pada aktivasi stem cell dan limfosit. Seperti IL-1, TNF dianggap sebagai pirogen endogen oleh karena efeknya pada hipotalamus dalam menginduksi demam. Tumor necrosis factor identik dengan cachectin, yang menghambat aktivitas lipase lipoprotein dan menyebabkan hipertrigliseridemia serta cachexia, petanda adanya hubungan dengan infeksi kronik. Tingginya kadar TNF dalam serum mempunyai hubungan dengan aktivitas atau prognosis berbagai penyakit infeksi, seperti meningitis bakterialis, leismaniasis, infeksi virus HIV, malaria dan penyakit peradangan usus. Tumor necrosis factor juga diduga berperan dalam kelainan klinis lain, seperti artritis reumatoid, autoimmune disease, dan graft-versus-host disease. 5.2.3 Limfosit yang Teraktivasi
  • 9. Dalam sistem imun, limfosit merupakan sel antigen spesifik dan terdiri atas 2 jenis yaitu sel- B yang bertanggung jawab terhadap produksi antibodi dan sel-T yang mengatur sintesis antibodi dan secara tidak langsung berfungsi sebagai sitotoksik, serta memproduksi respon inflamasi hipersensitivit tipe lambat. Interleukin-1 berperan penting dalam aktivasi limfosit (dahulu disebut sebagai LAF). Sel limfosit hanya mengenal antigen dan menjadi aktif setelah antigen diproses dan dipresentasikan kepadanya oleh makrofag. Efek stimulasi IL-1 pada hipotalamus (seperti pirogen endogen menginduksi demam) dan pada limfosit-T (sebagai LAF) merupakan bukti kuat dari manfaat demam. Sebagai jawaban stimulasi IL-1, limfosit-T menghasilkan berbagai zat seperti yang terdapat dalam tabel 1.2 5.2.4 Interferon Interferon dikenal oleh karena kemampuan untuk menekan replikasi virus di dalam sel yang terinfeksi. Berbeda dengan IL-1 dan TNF, interferon diproduksi oleh limfosit-T yang teraktivasi. Terdapat 3 jenis molekul yang berbeda dalam aktivitas biologik dan urutan asam aminonya, yaitu interferon-α (INF alfa), interferon-β (INF beta) dan interferon-gama (ITNF gama). Interferon alfa dan beta diproduksi oleh hampir semua sel (seperti leukosit, fibroblas dan makrofag) sebagai respon terhadap infeksi virus, sedangkan sintesis interferon gama dibatasi oleh limfosit-T. Meski fungsi sel limfosit-T pada neonatus normal sama efektifnya dengan dewasa, namun interferon (khususnya interferon gama) fungsinya belum memadai, sehingga diduga menyababkan makin beratnya infeksi virus pada bayi baru lahir. Interferon gama dikenal sebagai penginduksi makrofag yang poten dan menstimulasi sel-B untuk meningkatkan produksi antibodi. Fungsi interferon gama sebagai pirogen endogen dapat secara tidak langsung merangsang makrofag untuk melepaskan interleukin-1 (macrophage-activating factor) atau secara langsung pada pusat pengatur suhu di hipotalamus. Interferon mungkin mempengaruhi aktivitas antivirus dan sitolitik TNF, serta meningkatkan efisiensi natural killer cell. Aktivitas antivirus disebabkan penyesuaian dari sistem interferon dengan berbagai jalur biokimia yang mempunyai efek anti virus dan beraksi pada berbagai fase siklus replekasi virus. Interferon juga memperlihatkan aktivitas antitumor baik secara langsung dengan cara mencegah pembelahan sel melalui pemanjangan jalur siklus multiplikasi sel atau secara tidak langsung dengan mengubah respon imun. Aktivitas antivirus dan antitumor interferon terpengaruhi oleh meningkatnya suhu. Interleukin-4 (IL-4), yang menginduksi sintesis imunoglobulin IgE dan IgG4 oleh sel polimorfonuklear, tonsil atau sel limpa dari manusia sehat dan pasien alergi, dihalangi oleh interferon gama dan interferon alfa, berarti limfokin ini beraksi sebagai antagonis IL-4. Interferon melalui kemampuan biologiknya, dapat digunakan sebagai obat pada berbagai penyakit. Interferon alfa semakin sering dipakai dalam pengobatan berbagai infeksi virus, seperti hepatitis B, C dan delta. Efek toksik preparat interferon diantaranya demam, rasa dingin, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri kepala yang berat, somnolen dan muntah. Demam dapat muncul pada separuh pasien yang mendapat interferon, dan dapat mencapai 40˚C. Efek samping ini dapat diatasi dengan pemberian parasetamol dan prednisolon. Efek samping berat diantaranya gagal hati, gagal jantung, neuropati dan pansitopenia. 5.2.5 Interleukin-2 (IL-2) Interleukin-2 merupakan limfokin penting kedua (setelah interferon) yang dilepas oleh limfosit-T yang terakivasi sebagai respons stimulasi IL-1. Interleukin-2 mempunyai efek penting pada pertumbuhan dan fungsi sel-T, Natural killer cell (sel NK) dan sel-B. Telah
  • 10. dilaporkan adanya kasus defisiensi imun kongenital berat disertai dengan defek spesifik dari produksi IL-2. Interleukin-2 memperlihatkan efek sitotoksik antitumor (terhadap melanoma ginjal, usus besar dan paru) sebagai hasil aktivasi spesifik dari natural killer cell (lymphokine-activated killer cell atau LAK), yang memiliki aktivitas sototoksik terhadap proliferasi sel tumor. Uji klinis dengan IL-2 sedang dilakukan saat ini pada tumor tertentu pada anak. Respon neuroblastoma tampak cukup baik terhadap terapi imun dengan IL-2. Sayangnya, terapi imun dengan IL-2 dapat menyebabkan defek kemotaksis neutrofil yang reversibel, diikuti peningkatan kerentanan terhadap infeksi pada pasien yang menerimanya. Efek samping lainnya diantaranya lemah badan, demam, anoreksia dan nyeri otot. Gejala ini dapat dikontrol dengan parasetamol. Interleukin-2 menstimulasi pelepasan sitokin lain, seperti IL-1, TNF dan INF alfa, yang akan menginduksi aktivitas sel endotel, mendahului bocornya pembuluh darah, sehingga dapat menyebabkan oedem paru dan resistensi cairan yang hebat. Penyakit yang berhubungan dengan defisiensi IL-2 diantaranya SLE (Systemic Lupus Erytematosus), diabetes melitus (DM), luka bakar dan beberapa bentuk keganasan. 5.2.6 Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) Dari empat hemopoetic colony-stimulating factor yang berpotensi tinggi menguntungkan adalah eritropoetin, granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF), dan macrophage colony-stimulating factor (M-CSF). Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) adalah limfokin lain yang diproduksi terutama oleh limfosit, meskipun makrofag dan sel mast juga mempunyai kemampuan untuk memproduksinya. Fungsi utama GM-CSF adalah menstimulasi sel progenitor hemopoetik untuk berproliferasi dan berdeferensiasi menjadi granulosit dan makrofag serta mengatur kematangan fungsinya. Penggunaan dalam pengobatan diantaranya digunakan untuk pengobatan mielodisplasia, anemia aplastik dan efek mielotoksik pada pengobatan keganasan serta transplantasi. Pemberian GM-CSF dapat disertai dengan terjadinya demam, yang dapat dihambat dengan pemberian obat anti inflamasi non steroid (Non Steriod Anti Inflamation Drug = NSAID) seperti ibuprofen. VI. KESIMPULAN Demam adalah suatu keadaan suhu tubuh diatas normal, yaitu diatas 37,2˚C (99,5˚F) sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di area preoptik hipotalamus anterior yang dipengaruhi oleh interleukin-1 (IL-1). Demam terjadi bila berbagai proses infeksi dan noninfeksi berinteraksi dengan mekanisme pertahanan hospes. Dimana mekanisme tersebut menyebabkan perubahan pengaturan homeostatik suhu normal pada hipotalamus yang dapat disebabkan antara lain oleh infeksi, vaksin, agen biologis, jejas jaringan, keganasan, obat-obatan, gangguan imunologik-reumatologik, penyakit peradangan, penyakit granulomatosis, ganggguan endokrin, ganggguan metabolik, dan bentuk-bentuk yang belum diketahui atau kurang dimengerti. Jalur akhir penyebab demam yang paling sering adalah adanya pirogen, yang kemudian secara langsung mengubah “set-point” di hipotalamus, menghasilkan pembentukan panas dan konversi panas. Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat 2 jenis pirogen yaitu pirogen eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh yaitu pirogen mikrobial dan pirogen non-mikrobial. Pirogen mikrobial diantaranya seperti bakteri gram positif, bakteri gram negatif, virus maupun jamur; sedangkan pirogen non-mikrobial antara lain proses fagositosis, kompleks antigen-antibodi, steroid dan sistem monosit-makrofag; yang keseluruhannya tersebut mempunyai kemampuan untuk merangsang pelepasan pirogen endogen yang disebut dengan sitokin yang diantaranya yaitu interleukin-1
  • 11. (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF), limfosit yang teraktivasi, interferon (INF), interleukin- 2 (IL-2) dan Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF). Sebagian besar sitokin ini dihasilkan oleh makrofag yang merupakan akibat reaksi terhadap pirogen eksogen. Dimana sitokin-sitokin ini merangsang hipotalamus untuk meningkatkan sekresi prostaglandin, yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh. DAFTAR PUSTAKA Brahmer J., Sande A.M. 2001. Fever of Unknown Origin. In : Walter R.W., Merle S.A.Current Diagnosis & Treatment in Infectious Disease. 7th edition.San Francisco. Lange Medical Book Mc Graw Hill. 240-246. Bellig L.L. 2005. Fever. http://www.eMedicine.com.Inc/fever/topic359.htm Dale C.D. 2004. The Febrile Patient. In : Lee Goldman., Dennis Ausiello. Cecil Textbook of Medicine. Volume 2. 22nd edition. Philadelpia. Saunders. 1729-1733. Dinarello A.C., Gelfan A.J. 2001. Fever and Hypertermia. http://www.harrisononline.com. Ganong F.W. 2003. Temperature Regulation. Review of Medical Physiology. 21st edition.San Francisco. Lange Medical Book Mc Graw Hill. 254-259. Guyton C.A., Hall E.J. 1997. Pengaturan Suhu. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta. EGC. 1141-1155. Hariyanto W. 1995. Mengapa Kita Demam.Jakarta. Penerbit Arcan. 1-23. Jawetz E. 2003. Toxin Production. In : Warren L., Ernest J. Medical Microbiology & Immunology. 7th edition.San Francisco. Lange Medical Book Mc Graw Hill. 35-44. Kaiser E.G. 2001. Microbiology Home Page. http://www.cat.cc.md.us. Kirana S., Widjaja T. 2004. Pemeriksaan Keadaan Umum. Dalam : Edhiwan P., J Teguh W. Buku Panduan Diagnosis Fisik di Klinik.Bandung. Concept Publishers. 28-29. Peterson J.C. 2002. Interleukin-1. http:/www.rndsystem.com/imag. Powel R.K. 2004. Fever. In : Richard E.B., Robert M.K., Hal B.J. Nelson Textbook of Pediatrics. Volume 2. 17th edition. Philadelpia. Saunders. 839-841. Sumarno S.P.S., Herry G., Sri Rezeki S.H. 2002. Demam, Patogenesis dan Pengobatan. Buku Ajar Kesehatan Anak Infeksi & Penyakit Tropis. IDAI. Edisi 1. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 27-38. About these ads