Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
BBLR
1. Fakultas Kedokteran Makassar, 6 Maret 2018
Universitas Muslim Indonesia
LAPORAN PBL SISTEM REPRODUKSI
MODUL 2
BAYI BERAT LAHIR RENDAH
11020150002 St. Hediati
11020150009 Aulia Amani
11020150023 Kurnia Junita Sari R.
11020150039 Intan Desy Tirta Moh Henik
11020150066 Dzulfachri Kurniawan
11020150096 Muhammad Rizky Hidayat
11020150130 Gita Refina Rahmadini
11020150136 Cindy Purnamasari
11020150147 Atika Rahmah Mustapa
11020150152 Lilis Lestari
TUTOR : dr. H. Syamsu Rijal, M.Kes, Sp.PA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2018
2. KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-
Nya sehingga laporan hasil TUTORIAL modul 2 pada skenario 2 dari kelompok 3
ini dapat terselesaikan dengan baik. Dan tak lupa kami kirimkan salam dan shalawat
kepada nabi junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW. Yang telah membawa
kita dari alam yang penuh kebodohan ke alam yang penuh kepintaran.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini dan yang telah membantu selama masa
TUTORIAL khususnya kepada beberapa tutor sekaligus pembimbing kami yang
telah membantu selama proses PBL berlangsung. Dan kami juga mengucapkan
permohonan maaf kepada setiap pihak jika dalam proses PBL telah berbuat salah
baik disengaja maupun tidak disengaja.
Semoga Laporan hasil TUTORIAL ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak
yang telah membaca laporan ini dan khususnya bagi tim penyusun sendiri.
Diharapkan setelah membaca laporan ini dapat memperluas pengetahuan pembaca
mengenai Sistem Endokrin.
Makassar, 6 Maret 2018
Kelompok 3
3. SKENARIO 2
Seorang bayi laki-laki, berusia 3 hari dirujuk ke unit gawat darurat RS
dengan keterangan bayi tampak kuning pada wajah & dadanya. Dari Alloanamnesis
didapatkan riwayat ibu dengan hyperemesis berat dan diterminasi pada usia
kehamilan 35 minggu, dengan berat lahir 2000 gram.
KLARIFIKASI KATA
1. Kata Sulit :
a. Hyperemesis : muntah berlebihan
b. Terminasi : tindakan obstetri yang sering dilakukan untuk
mengakhiri kehamilan demi kepentingan ibu dan anaknya.
2. Kata Kunci
o Seorang bayi laki-laki, berusia 3 hari dirujuk ke unit gawat darurat RS
o Bayi tampak kuning pada wajah & dadanya.
o Alloanamnesis : riwayat ibu dengan hyperemesis berat dan diterminasi
pada usia kehamilan 35 minggu, dengan berat lahir 2000 gram.
PERTANYAAN PENTING
1. Jelaskan fisiologi perkembangan janin!
2. Apa yang dimaksud Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), etiologinya dan
klasifikasinya?
3. Apa yang menyebabkan bayi tampak kuning pada wajah & dada?
4. Apa hubungan antara hyperemesis & bayi tampak kuning pada wajah &
dada?
5. Apakah ada hubungan antara hyperemesis & determinasi pada ibu?
6. Apa hubungan hyperemesis & berat bayi pada skenario?
7. Bagaimana penanganan awal pada skenario?
8. Apa saja komplikasi BBLR?
9. Bagaimana pencegahan BBLR?
10. Bagaimana perspektif islam yang berhubungan dengan skenario?
4. JAWABAN PERTANYAAN
1. Bagaimana fisiologi perkembangan janin?
Fisiologi Perkembangan Janin1
Perkembangan konseptus terjadi sangat cepat yaitu zigot mengalami
pembelahan menjadi morula (terdiri atas 16 sel blastpmer), kemudian menjadi
blastokis (terdapat cairan ditengah) yang mencapai uterus dan kemudian sel-sel
mengelompok, berkembang menjadi embrio (sampai minggu ke-7), setelah minggu
ke-10 hasil konsepsi disebut janin.1
Konseptus ialah semua jaringan konsepsi yang membagi diri menjadi berbagai
jaringan embrio, korion, amnion, dan plasenta.
Embrio dan janin
Dalam beberapa jam setelah ovulasi akan terjadi fertilisasi di ampula tuba.
Oleh karena itu, sperma harus sudah ada disana sebelumnya. Berkat kekuasaan
Allah SWT, terjdilah fertilisasi ovum oleh sperma. Namun, konseptus tersebut
mungkin sempurna, mungkin tidak sempurna. Kebesaran dan penciptaan-Nya lah
yang memungkinkan diferensiasi jaringan yang mengagumkan dimasa terbentuk
organ.
Embrio akan berkembang sejak usia 3 minggu hasil konsepsi. Secara klinik
pada usia gestasi 4 minggu dengan USG akan tampak sebagai kantong gestasi
bediameter 1 cm. tetapi embrio belum tampak. Pada minggu ke-6 dari haid terakhir-
usia konsepsi 4 minggu - embrio berukuran 5mm, kantong gestasi berukuran 2-3
cm. Pada saat itu akan tampak denyut jantung secara USG. Pada akhir minggu ke-
8 usia gestasi 6 minggu usia embrio – embrio berukuran 22-24 mm, dimana akan
tampak kepala yang relative besar dan tonjolan jari. Gangguan atau teratogen akan
mempunyai dampak berat apabila terjadi gestasi kurang dari 12 minggu, terlebih
pada minggu ke-3.
Berikut ini akan diungkapkan secara singkat hal-hal yang utama dalam
perkembangan organ dan fisiologi janin.
Usia gestasi Organ
6
7
Pembentukan hidung, dagu, palatum, dan tonjolan paru. Jari-jari
telah terbentuk namun masih tergenggam. Jantung telah
terbentuk penuh.
Mata tampak pada muka. Pembentukan alis dan lidah.
5. 8
9
13-16
17-24
25-28
29-32
33-36
38-40
Mirip bentuk manusia. mulai pembentukan genitalia eksterna.
Sirkulasi melalui tali pusat dimulai. Tulang mulai terbentuk.
Kepala separuh besar janin, terbentuk ‘muka’ janin; kelopak
mata terbentuk namun tak akan membuka sampaii 28 minggu.
Janin berukuran 15 cm. ini merupakan awal dari trimester ke-2.
Kulit janin masih transparan, telah mulai tumbuh lanugo
(rambut halus pada janin). Janin bergerak aktif, yaitu menghisap
dan menelan air ketuban. Telah terbentuk mekonium (feses)
dalam usus. Jantung berdenyut 120-150x/menit.
Komponen mata terbentuk enuh, juga sidik jari. Seluruh tubuh
diliputi oleh verniks kaseosa (lemak). Janin mempunyai refleks,
Saat ini disebut permulaan trimester ke-3. Dimana terdapar
perkembangan otak yang cepat. Sistem saraf mengendalikan
gerakan dan fungsi tubuh, mata sudah membuka. Kelangsungan
hidup periode ini sangat sulit bila lahir.
Bila bayi dilahirkan, ada kemungkinan untuk hidup (50-70%).
Tulang telah sempurna, gerakan napas telah regular, suhu relarif
stabil.
Berat janin 1500-2500 gram. Bulu kulit janin (lanugo) mulai
berkurang, pada saat 35 minggu paru telah matur/ janin akan
dapat hidup tanpa kesulitan.
Sejak 38 minggu kehamilan disebut aterm, dimana bayi
akan meliputi selurugh uterus. Air ketuban mulai berkurang,
tetapi masih dalam batas normal.
6. 2. Apa yang dimaksud Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), etiologinya dan
klasifikasinya?
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
A. Definisi BBLR
Berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan bayi baru lahir. Bayi berat
lahir rendah (BBLR) ialah bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram
tanpa memandang umur kehamilan.2,3
Berat badan lahir rendah (BBLR) ialah bayi lahir yang berat lahirnya saat
kelahiran kurang dari 2500 gram atau sampai dengan 2449 gram.4
Bayi berat lahir rendah adalah bayi yang lahir dengan berat lahir kurang dari
2500 gram tanpa memandang masa kehamilan. Berat lahir adalah berat bayi yang
ditimbang dalam 1 jam setelah lahir. Untuk keperluan bidan di desa berat lahir
masih dapat diterima apabila dilakukan penimbangan dalam 24 jam pertama.4
B. Klasifikasi
Bayi berat lahir kuang dari 2500 gram diklasifikasikan menjadi:4
1. BBLR yaitu, berat lebih dari 1500 gram sampai dengan kurang dari 2500
gram.
2. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) atau very low birth weight (VLBW)
adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir kurang dari 1500 gram.
3. Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR) atau extremely low birth
weight (ELBW) adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir kurang dari
1000 gram
C. Etiologi BBLR
Faktor ibu
1. Penyakit
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya toksemia
gravidarum, perdarahan antepartum, pre-eklampsia, eklampsia, hipoksia
ibu, trauma fisis dan psikologis. Penyakit lainnya ialah nefritis akut, gagal
ginjal kronik, diabetes mellitus, hemoglobinopati, penyakit paru
kronik,infeksi akut atau tindakan operatif. 5
7. 2. Gizi Ibu Hamil Keadaan gizi ibu hamil sebelum hamil sangat berpengaruh
pada berat badan bayi yang dilahirkan. Kekurangan gizi pada ibu hamil
dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan
keguguran, abortus, bayi lahir mati, cacat bawaan, anemia pada bayi, mati
dalam kandungan dan lahir dengan BBLR. Oleh karena itu, supaya dapat
melahirkan bayi yang normal, ibu perlu mendapatkan asupan gizi yang
cukup.1
3. Anemia
Anemia adalah suatu kondisi dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah
kurang dari 12 gram %. Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi
ibu dengan kadar Hb dibawah 11 gram % pada trimester I dan III atau kadar
Hb kurang 10,5 gram % pada trimester II (Latief et al., 2007). Kejadian
anemia pada ibu hamil harus selalu diwaspadai mengingat anemia dapat
meningkatkan resiko kematian ibu, BBLR dan angka kematian bayi.
Anemia dalam kehamilan disebabkan kekurangan zat besi yang dapat
menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel
tubuh maupun sel otak. Hal ini dapat meningkatkan resiko morbiditas dan
mortilitas ibu dan bayi. Kemungkinan melahirkan BBLR juga lebih besar.
4. Keadaan sosial-ekonomi. Keadaan ini sangat berperan terhadap timbulnya
prematuritas. Kejadian tertinggi terdapat pada golongan sosial-ekonomi
yang rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan
pengawasan antenatal yang kurang.
5. Kebiasaan ibu
Kebiasaan ibu yang dapat menyebabkan terjadinya BBLR diantaranya
perokok, peminum alkohol, pekerja berat, dan pengguna obat terlarang.
Rokok merupakan bentuk penyalahgunaan yang sering dilakukan. Insidensi
perempuan hamil yang merokok sekitar 16,3 – 52%, tergantung populasi
yang diteliti (Sarwono, 2006). Asap rokok mengandung lebih dari 4.000
bahan kimia berbeda yang dilepaskan ke dalam udara sebagai partikel dan
gas. Fase partikulat asap rokok termasuk nikotin, "tar" (itu sendiri terdiri
dari banyak bahan kimia), benzena dan benzo. Fase gas termasuk karbon
monoksida, amonia, dimethylnitrosamine, formaldehida, hidrogen sianida
dan akrolein. Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh National
Cancer Institute pada bulan November 2001 dilaporkan ada 69 karsinogen
diketahui atau lebih dalam asap rokok (Barry, 2004). Merokok selama hamil
berkaitan dengan keguguran, perdarahan vagina, kelahiran prematur, dan
bayi dengan berat lahir rendah (BBLR). Kejadian BBLR pada ibu perokok
adalah dua kali lipat dibanding yang bukan perokok dan perokok ringan (<5
8. rokok sehari) dikaitkan dengan peningkatan kejadian BBLR. Secara
keseluruhan tingkat kejadian BBLR adalah 8,8% untuk kelahiran perokok
dan 4,5% untuk kelahiran bukan perokok. Di antara perokok, tingkat BBLR
terus meningkat dengan meningkatnya konsumsi rokok.
6. Usia Ibu dan Paritas Ibu
Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh
ibu-ibu dengan usia <20 dan >35 tahun, selain itu jarak kehamilan yang
terlalu pendek ( kurang dari 1 tahun ) juga mempengaruhi terjadinya BBLR.
7. Umur Kehamilan
Menurut Teori Prawirohardjo tahun 2005 makin rendah masa gestasi dan
makin kecil bayi yang dilahirkan makin tinggi morbiditas dan
mortalitasnya.
8. Faktor uterus dan plasenta
Kelainan pembuluh darah (hemangioma), insersi tali pusat yang tidak
normal, uterus bikornis, infark plasenta, transfuse dari kembar yang satu ke
kembar yang lain, sebagian plasenta lepas.
Faktor janin3
Bayi ganda, kelainan kromosom, cacat bawaan, infeksi dalam kandungan (
toksoplasmosis, rubella, sitomegalovirus, herpes, sifilis ; TORCH ).
Selain itu juga ada faktor janin lain yang dapat menyebabkan BBLR adalah :
1. Premature
Bayi prematur adalah suatu proses kelahiran bayi sebelum usia kehamilan 37
minggu atau sebelum 3 minggu dari waktu perkiraan persalinan.
Berdasarkan atas timbulnya bermacam-macam problematik pada derajat
prematuritas maka usher ( 1975 ) menggolongkan bayi tersebut dalam tiga
kelompok. Yaitu :
a. Bayi yang sangat premature ( extremely premature ) :
24 – 30 minggu. Bayi dengan masa gestasi 24 – 27 minggu masih sangat
sukar hidup terutama di Negara yang belum atau sedang berkembang. Bayi
dengan masa gestasi 28 – 30 minggu masih mungkin dapat hidup dengan
perawatan yang sangat intensif ( perawat yang sangat terlatih dan menggunakan
alat-alat yang canggih ) agar dicapai hasil yang optimum.
b. Bayi pada derajat premature yang sedang ( moderately premature ) : 31-36
minggu. Pada golongan ini kesanggupan untuk hidup jauh lebih baik dari
9. golongan pertama dan gejala sisa yang dihadapinya di kemudian hari juga
lebih ringan, asal saja pengelolaan terhadap bayi ini betul-betul intensif.
c. Borderline premature : masa gestasi 37-38 minggu. Bayi ini mempunyai
sifat-sifat premature dan matur. Biasanya beratnya seperti bayi matur dan
dikelola seperti bayi matur, akan tetapi sering timbul problematic seperti yang
dialami bayi premature, misalnya sindroma gangguan pernapasan,
hiperbilirubinemia, daya isap yang lemah dan sebagainya, sehingga bayi ini
harus diawasi dengan seksama.
2. Hidramnion
Hidramnion adalah jumlah air ketuban melebihi 2000 cc sering terjadi pada
kehamilan kembar. Pada kehamilan kembar, janin dengan jantung kuat
mengakibatkan hidramnion karena pengeluaran air kencingnya lebih banyak.
3. Kelainan Kromosom
3. Apa yang menyebabkan bayi tampak kuning pada wajah & dada?
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling
sering ditemukan pada bayi baru lahir. Bayi dengan hiperbilirubinemia tampak
kuning akibat akumulasi pigmen bilirubin yang berwarna kuning pada sklera dan
kulit.
Pada janin ekskresi bilirubin dari darah dilakukan oleh plasenta, tapi setelah
lahir diambil alih oleh hati. Hati bekerja keras untuk mengeluarkan bilirubin,
walaupun begitu jumlah bilirubin yang tersisa masih menumpuk dalam tubuh. Oleh
karena jumlah bilirubin berwarna kuning maka jumlah bilirubin yang berlebihan
dapat memberi warna pada kulit, sklera, dan jaringan tubuh yang lain.
Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar
bilirubin dalam darah >5 mg/dl yang secara klinis ditandai oleh adanya ikterus
dengan faktor penyebab fisiologik dan non fisiologik.
Ikterus fisiologis berlangsung (> 24 jam) 3-5 hari, menurun serta
menghilang pada hari ke 7. Sedangkan ikterus non fisiologis/patologis berlangsung
24 jam pertama setelah kelahiran.
Faktor yang menyebabkan hiperbilirubinemia:
1. Peningkatan produksi bilirubin
- peningkatan jumlah sel darah merah
- penurunan umur sel darah merah
- peningkatan early bilirubin
10. - peningkatan aktivitas β-glukoronidase
2. peningkatan resirkulasi melalui entero-hepatic shunt
- tidak adanya flora bakteri
- pengeluaran mekonium yang terlambat
- defisiensi protein karier
- penurunan aktifitas UDPGT
3. penurunan klirens bilirubin
- penurunan klirens dari plasma
- penurunan metabolisme hati
Hiperbilirubinemia yang menyebabkan bayi tampak kuning bergantung pada
1. kadar bilirubin bebas dalam darah
2. lamanya peninggian kadar bilirubin dalam darah
3. afinitas jaringan: jaringan lemak lebih tinggi afinitasnya terhadap bilirubin
bebas karena bilirubin bebas larut dalam lemak
4. permebilitas jaringan terhadap bilirubin
Jadi kesimpulannya bayi tampak kuning pada wajah dan dadanya diakibatkan
oleh karena peninggian bilirubin bebas yang lama dan juga karena bilirubin bebas
afinitasnya terhadap jaringan lemak tinggi, dan jaringan lemak yang tinggi biasa
terdapat pada wajah dan dada.
4. Apa hubungan antara hyperemesis & bayi tampak kuning pada wajah &
dada?
Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi pada awal kehamilan
sampai umur kehamilan 20 minggu. Keluhan muntah kadang-kadang begitu hebat
dimana segala apa yang dimakan dan diminum dimuntahkan sehingga dapat
mempengaruhi keadaan umum dan mengganggu pekerjaan sehari-hari, berat badan
menurun, dehidrasi, dan terdapat aseton fslsm urin, bahkan seperti gejala penyakit
apendisitis, pielitis, dan sebagainya.
Klasifikasi
Secara klinis, hiperemesis gravidarum dibedakan atas 3 tingkatan, yaitu :
Tingkat I : Ringan
Muntah yang terus-menerus, timbul intoleransi terhadap makanan dan minuman,
berat badan menurun, nyeri epigastrium, muntah pertama keluar makanan, lendir,
dan sedikit cairan empedu, dan yang terakhir keluar darah. Nadi meningkat sampai
11. 100 kali per menit dan tekanan darah sistolik menurun. Mata cekung dan lidah
kering, turgor kulit berkurang, dan urin sedikir tetapi masih normal.
Tingkat II : Sedang
Gejala lebih berat, segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan, haus hebat,
subfebril, nadi cepat dan lebih dari 100-140 kali per menit, tekanan darah sistolik
kurang dari 80 mmHg, apatis, kulit pucat, lidah kotor, kadang ikterus, aseton,
bilirubin dalam urin, dan berat badan cepat menurun.
Tingkat III : Berat
Walaupun kondisi tingkat III sangat jarang, yang mulai terjadi adalah gangguan
kesadaran (delirium-koma), muntah berkurang atau berhenti, tetapi dapat terjadi
ikterus, sianosis, nistagmus, gangguan jantung, bilirubin, dan proteinuria dalam
urin.
Pada skenario disebutkan bahwa Ibu tersebut mengalami hiperemesis
gravidarum yang berat. Berdasarkan jurnal yang diterbitkan oleh National Healthy
Mothers, Healthy Babies Coalition yang berjudul Understanding Hyperemesis
Gravidarum menyatakan bahwa wanita dengan hiperemesis gravidarum akan
mengalami penurunan berat badan, malnutrisi, dan dehidrasi akibat mual dan
muntah yang dialaminya. Hal ini tentunya akan menimbulkan efek pada janin dan
ibu. Ibu dengan hiperemesis gravidarum dengan penurunan berat badan yang kronis
akan meningkatkan kejadian gangguan pertumbuhan janin dalam rahim (IUGR).
Bayi dengan ibu yang mengalami hiperemesis gravidarum beresiko tinggi untuk
lahir dengan berat badan lahir yang rendah dan resiko lahir preterm. Pada ibu, akibat
defisiensi tiamin (B1) akan menyebabkan terjadinya diplopia, palsi nervus ke-6,
ataksia, dan kejang. Jika hal ini tidak segera ditangani, akan terjadi psikosis
Korsakoff (amnesia, menurunnya kemampuan beraktivitas), ataupun kematin. Oleh
karena itu, untuk hiperemesis tingkat III, pada beberapa kasus keadaaan tidak
menjadi baik, bahkan mundur pelu dipertimbangkan terminasi kelamin.
Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus
Pada likuor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada kehamilan 12
minggu, kemudian menghilang pada kehamilan 36-37 minggu. Pada
inkompatibilitas darah Rh, kadar bilirubin dalam cairan amnion dapat dipakai untuk
menduga beratnya hemolisis. Peningkatan bilirubin amnion juga terdapat pada
obstruksi usus fetus. Bagaimana bilirubin sampai ke likuor amnion belum diketahui
dengan jelas, tetapi kemungkinan besar melalui mukosa saluran nafas dan saluran
cerna. Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga sama besarnya tetapi
kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat terbatas. Demikian
pula kesanggupannya untuk mengkonjugasi. Dengan demikian hampir semua
bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah melalui plasenta ke
12. sirkulasi ibu dan diekskresi oleh hepar ibunya. Dalam keadaan fisiologis tanpa
gejala pada hampir semua neonatus dapat terjadi akumulasi bilirubin indirek sampai
2 mg%. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakmampuan fetus mengolah bilirubin
berlanjut pada masa neonatus.
Pada masa janin hal ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa
neonatus hal ini berakibat penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus. Pada
bayi baru lahir karena fungsi hepar belum matang atau bila terdapat gangguan
dalam fungsi hepar akibat hipoksia, asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim
glukoronil transferase atau kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam darah
dapat meninggi. Bilirubin indirek yang terikat pada albumin sangat tergantung pada
kadar albumin dalam serum. Pada bayi kurang bulan biasanya kadar albuminnya
rendah sehingga dapat dimengerti bila kadar bilirubin indek yang bebas itu dapat
meningkat dan sangat berbahaya karena bilirubin indirek yang bebas inilah yang
dapat melekat pada sel otak. Inilah yang menjadi dasar pencegahan ‘kernicterus’
dengan pemberian albumin atau plasma. Bila kadar bilirubin indirek mencapai 20
mg% pada umumnya kapasitas maksimal pengikatan bilirubin oleh neonatus yang
mempunyai kadar albumin normal telah tercapai.
Ikterus Fisiologis
Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat
adalah sebesar 1-3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5
mg/dl/24 jam; dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya
mencapai puncaknya antara hari ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya
menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara lain ke 5-7 kehidupan.
Ikterus akibat perubahan ini dinamakan ikterus “fisiologis” dan diduga sebagai
akibat hancurnya sel darah merah janin yang disertai pembatasan sementara pada
konjugasi dan ekskresi bilirubin oleh hati.
Diantara bayi-bayi prematur, kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau
sedikit lebih lambat daripada pada bayi aterm, tetapi berlangsung lebih lama, pada
umumnya mengakibatkan kadar yang lebih tinggi, puncaknya dicapai antara hari
ke 4-7, pola yang akan diperlihatkan bergantung pada waktu yang diperlukan oleh
bayi preterm mencapai pematangan mekanisme metabolisme ekskresi bilirubin.
Kadar puncak sebesar 8-12 mg/dl tidak dicapai sebelum hari ke 5-7 dan kadang-
kadang ikterus ditemukan setelah hari ke-10.
Diagnosis ikterus fisiologik pada bayi aterm atau preterm, dapat ditegakkan
dengan menyingkirkan penyebab ikterus berdasarkan anamnesis dan penemuan
klinik dan laboratorium. Pada umumnya untuk menentukan penyebab ikterus jika :
1. Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.
13. 2. Bilirubin serum meningkat dengan kecepatan lebih besar dari 5 mg/dl/24
jam.
3. Kadar bilirubin serum lebih besar dari 12 mg/dl pada bayi aterm dan lebih
besar dari 14 mg/dl pada bayi preterm.
4. Ikterus persisten sampai melewati minggu pertama kehidupan,
5. Bilirubin direk lebih besar dari 1 mg/dl.
Ikterus Patologis
Ikterus patologis mungkin merupakan petunjuk penting untuk diagnosis
awal dari banyak penyakit neonatus. Ikterus patologis dalam 36 jam pertama
kehidupan biasanya disebabkan oleh kelebihan produksi bilirubin, karena klirens
bilirubin yang lambat jarang menyebabkan peningkatan konsentrasi diatas 10 mg/dl
pada umur ini. Jadi, ikterus neonatorum dini biasanya disebabkan oleh penyakit
hemolitik.
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor.
Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :
1. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada
hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah
lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
2. Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat
asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase
(sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam
hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
3. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar.
Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,
sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin
indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
4. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar.
Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam
hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
14. Ikterus yang berhubungan dengan pemberian air susu ibu. Diperkirakan 1
dari setiap 200 bayi aterm, yang menyusu, memperlihatkan peningkatan bilirubin
tak terkonjugasi yang cukup berarti antara hari ke 4-7 kehidupan, mencapai
konsentrasi maksimal sebesar 10-27 mg/dl, selama minggu ke 3. Jika mereka terus
disusui, hiperbilirubinemia secara berangsur-angsur akan menurun dan kemudian
akan menetap selama 3-10 minggu dengan kadar yang lebih rendah. Jika mereka
dihentikan menyusu, kadar bilirubin serum akan menurun dengan
cepat, biasanya kadar normal dicapai dalam beberapa hari.
Penghentian menyusu selama 2-4 hari, bilirubin serum akan menurun
dengan cepat, setelah itu mereka dapat menyusu kembali, tanpa disertai timbulnya
kembali hiperbilirubinemia dengan kadar tinggi, seperti sebelumnya. Bayi ini tidak
memperlihatkan tanda kesakitan lain dan kernikterus tidak pernah -pregnan-
3bdilaporkan. Susu yang berasal dari beberapa ibu mengandung 5 -diol dan asam
lemak rantai panjang, tak-teresterifikasi, yang Ba, 2a secara kompetitif
menghambat aktivitas konjugasi glukoronil transferase, pada kira-kira 70% bayi
yang disusuinya. Pada ibu lainnya, susu yang mereka hasilkan mengandung lipase
yang mungkin bertanggung jawab atas terjadinya ikterus. Sindroma ini harus
dibedakan dari hubungan yang sering diakui, tetapi kurang didokumentasikan,
antara hiperbilirubinemia tak-terkonjugasi, yang diperberat yang terdapat dalam
minggu pertama kehidupan dan menyusu pada ibu.
Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila
terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur
eritrosit janin/bayi, meningkatnyabilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya
peningkatan sirkulasi enterohepatik. Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat
menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar
protein Y berkurang atau pada keadaan proten Y dan protein Z terikat oleh anion
lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia. Keadaan
lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoranil transferase) atau bayi yang
menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan
saluran empedu intra/ekstra hepatik.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan
tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar
larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya
15. efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah
otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati
biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada susunan saraf pusat tersebut
mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah
tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari
tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri.
Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar daerah otak apabila pada bayi terdapat
keadaan imaturitas, berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan
kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma atau infeksi.
Manifestasi Klinis
Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari.
Bayi baru lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6
mg/dl atau 100 mikro mol/L (1 mg mg/dl = 17,1 mikro mol/L). salah satu cara
pemeriksaan derajat kuning pada BBL secara klinis, sederhana dan mudah adalah
dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan
pada tempat- tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut
dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar
bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang telah
diperkirakan kadar bilirubinnya.
5. Apakah ada hubungan antara hyperemesis & determinasi pada ibu?
Hyperemesis Gravidarum
Hyperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi pada awal kehamilan
sampai umur kehamilan 20 minggu. Keluhan muntah kadang-kadang begitu hebat
dimana segala apa yang dimakan dan diminum dimuntahkan sehingga dapat
mempengaruhi keadaan umum yang mengganggu pekerjaan sehari-hari, berat
badan menurun, dehidrasi, dan terdapat aseton dalam urin bahkan seperti gejala
apendisitis, pielitis, dan sebagainya.
Mual dan muntah mempengaruhi hingga >50% kehamilan. Kebanyakan
perempuan mampu mempertahankan kebutuhan cairan dan nutrisi dengan diet, dan
symptom akan teratasi hingga akhir trimester pertama. Penyebab penyakit ini masih
belum diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan erat hubungannya dengan
endokrin, biokimiawi, dan psikologis.
16. Klasifikasi
Secara klinis, hyperemesis gravidarum dibedakan menjadi 3 tingkatan yaitu :
Tingkat 1
Muntah yang terus menerus, timbul intoleransi terhadap makanan dan
minuman, berat badan menurun, nyeri epigastrium, muntah pertama keluar
makanan, lender dan sedikit cairan empedu, dan yang terakhir keluar darah.
Nadi meningkat sampai 100 kali per menit dan tekanan darah sistolik
menurun. Mata cekung dan lidah kering, turgor kulit berkurang, dan urin
sedikit tapi masih normal
Tingkat 2
Gejala lebih berat, segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan, haus
hebat, subfebril, nadi cepat dan lebih dari 100-140 kali per menit, tekanan
darah sistolik kurang dari 80 mmHg, apatis, kulit pucat, lidah kotor, kadang
icterus, aseton, bilirubin dalam urin, dan berat badan cepat menurun.
Tingkat 3
Walaupun kondisi tingkat 3 sangat jarang, yang mulai terjadi adalah
gangguan kesadaran (delirium-koma), muntah berkurang atau berhenti,
tetapi terjadi ikterus, sianosis, nystagmus, gangguan jantung, bilirubin dan
proteinuria dalam urin.
Diagnosis
Amenore yang disertai muntah hebat, pekerjaan sehari-hari terganggu.
Fungsi vital : nadi meningkat 100 kali per menit, tekanan darah menurun
pada keadaan berat, subfebril dan gangguan kesadaran (apatis-koma)
Fisik : dehidrasi, kulit pucat, ikterus, sianosis, berat badan menurun, pada
vaginal toucher uterus besar sesuai besarnya kehamilan, konsistensi lunak,
pada pemeriksaan inspekulo serviks berwarna biru (livide)
Pemeriksaan USG : untuk mengetahui kondisi kesehatan kehamilan juga
untuk mengetahui kemungkinan adanya kehamilan kembar maupun
kehamilan molahidatidosa.
Laboratorium : kenaikan relative hemoglobin dan hematocrit, shift to the
left , benda keton, dan proteinuria.
Pada keluhan hyperemesis yang berat dan berulang perlu dipikirkan untuk
konsultasi psikologi.
17. Gejala Klinik
Mulai terjadi pada trimester pertama. Gejala klinik yang sering dijumpai
adalah nausea, muntah, penurunan berat badan, ptialism (salivasi yang berlebihan),
tanda-tanda dehidrasi termasuk hipotensi postural dan takikardi. Pemeriksaan
laboratorium dapat dijumpai hiponatremi, hypokalemia, dan peningkatan
hematocrit. Hipertiroid dan LFT yang abnormal juga dapat dijumpai.
Risiko
Maternal
Akibat defisiensi tiamin (B1) akan menyebabkan terjadinya diplopia, palsi
nervus ke 6, nystagmus, ataksia dan kejang. Jika hal ini tidak segera
ditangani akan segera terjadi psikosis Korsakoff (amnesia, menurunnya
kemampuan untuk beraktifitas), ataupun kematian. Oleh karena itu, untuk
hyperemesis tingkat 3 perlu dipertimbangkan terminasi kehamilan
Fetal
Penurunan berat badan yang kronis akan meningkatkan kejadian gangguan
pertumbuhan janin dalam Rahim (IUGR)
Terminasi Kehamilan2
Dalam keadaan tertentu terminasi kehamilan terpaksa dilakukan. Hal ini
diseababkan oleh terapi yang telah diberikan tidak berhasil bahkan keadaan
umumnya semakin memburuk. Indikasi terminasi kehamilan adalah :
Ensefalopati Wernicke
Perdarahan retina
Gangguan kardiovaskular :
o Nadi di atas 120x/menit
o Tensi turun
o Temperature diatas 38oC
Gangguan liver :
o Terdapat ikterus
Gangguan ginjal
o Oligouri
o Uremia
o Proteinuria
18. 6. Apa hubungan hyperemesis & berat bayi pada skenario?
Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi pada awal kehamilan
sampai umur kehamilan 20 minggu. Keluhan muntah kadang-kadang begitu hebat
dimana segala apa yang dimakan dan diminum dimuntahkan sehingga dapat
mempengaruhi keadaan umum dan mengganggu pekerjaan sehari-hari, berat badan
menurun, dehidrasi, dan terdapat aseton fslsm urin, bahkan seperti gejala penyakit
apendisitis, pielitis, dan sebagainya.
Klasifikasi
Secara klinis, hiperemesis gravidarum dibedakan atas 3 tingkatan, yaitu :
Tingkat I : Ringan
Muntah yang terus-menerus, timbul intoleransi terhadap makanan dan minuman,
berat badan menurun, nyeri epigastrium, muntah pertama keluar makanan, lendir,
dan sedikit cairan empedu, dan yang terakhir keluar darah. Nadi meningkat sampai
100 kali per menit dan tekanan darah sistolik menurun. Mata cekung dan lidah
kering, turgor kulit berkurang, dan urin sedikir tetapi masih normal.
Tingkat II : Sedang
Gejala lebih berat, segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan, haus hebat,
subfebril, nadi cepat dan lebih dari 100-140 kali per menit, tekanan darah sistolik
kurang dari 80 mmHg, apatis, kulit pucat, lidah kotor, kadang ikterus, aseton,
bilirubin dalam urin, dan berat badan cepat menurun.
Tingkat III : Berat
Walaupun kondisi tingkat III sangat jarang, yang mulai terjadi adalah gangguan
kesadaran (delirium-koma), muntah berkurang atau berhenti, tetapi dapat terjadi
ikterus, sianosis, nistagmus, gangguan jantung, bilirubin, dan proteinuria dalam
urin.
Pada skenario disebutkan bahwa Ibu tersebut mengalami hiperemesis
gravidarum yang berat. Berdasarkan jurnal yang diterbitkan oleh National Healthy
Mothers, Healthy Babies Coalition yang berjudul Understanding Hyperemesis
Gravidarum menyatakan bahwa wanita dengan hiperemesis gravidarum akan
mengalami penurunan berat badan, malnutrisi, dan dehidrasi akibat mual dan
muntah yang dialaminya. Hal ini tentunya akan menimbulkan efek pada janin dan
ibu. Ibu dengan hiperemesis gravidarum dengan penurunan berat badan yang kronis
akan meningkatkan kejadian gangguan pertumbuhan janin dalam rahim (IUGR).
Bayi dengan ibu yang mengalami hiperemesis gravidarum beresiko tinggi untuk
lahir dengan berat badan lahir yang rendah dan resiko lahir preterm. Pada ibu, akibat
defisiensi tiamin (B1) akan menyebabkan terjadinya diplopia, palsi nervus ke-6,
ataksia, dan kejang. Jika hal ini tidak segera ditangani, akan terjadi psikosis
Korsakoff (amnesia, menurunnya kemampuan beraktivitas), ataupun kematin. Oleh
19. karena itu, untuk hiperemesis tingkat III, pada beberapa kasus keadaaan tidak
menjadi baik, bahkan mundur pelu dipertimbangkan terminasi kelamin.
7. Bagaimana penanganan awal pada skenario?
Tata laksana Awal Ikterus Neonatorum (WHO) :
o Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat
o Tentukan apakah bayi memiliki faktor resiko berikut: berat lahir <2,5kg, lahir
sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis
o ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin,
tentukan golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs:
bila kadar bilirubin serun dibawah nilai dibutuhkannya terapi sinar, hentikan
terapi sinar
bila kadar bilirubin serum berada pada atau diatas nilai dibutuhkannya terapi
sinar, lakukan terapi sinar
bila faktor Rhesus dan goongan darah ABO buka merupakan penyebab
hemolisis atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji
aring G6PD bila memungkinkan
8. Apa saja komplikasi BBLR?
Komplikasi yang dapat timbul pada bayi dengan berat lahir rendah :
a Sindrom aspirasi mekonium
Sindrom aspirasi mekonium adalah gangguan pernapasan pada bayi baru
lahir yang disebabkan oleh masuknya mekonium (tinja bayi) ke paru-paru
sebelum atau sekitar waktu kelahiran (menyebabkan kesulitan bernafas
pada bayi).
b Hipoglikemi simptomatik
Hipoglikemi adalah kondisi ketidaknormalan kadar glokosa serum yang
rendah. Keadaan ini dapat didefinisikan sebagai kadar glukosa dibawah 40
mg/dL. Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR, karena cadangan glukosa
rendah ,terutama pada laki-laki.
c Penyakit membran hialin yang disebabkan karena membran surfaktan
belum sempurna atau cukup, sehingga alveoli kolaps. Sesudah bayi
mengadakan aspirasi, tidak tertinggal udara dalam alveoli, sehingga
dibutuhkan tenaga negative yang tinggi untuk pernafasan berikutnya
d Asfiksia neonatorum
20. Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.
e Hiperbilirubinemia (gangguan pertumbuhan hati)
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar
bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva,
mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning
Masalah yang dapat terjadi pada BBLR :
a Sistem Pernafasan Bayi dengan BBLR umumnya mengalami kesulitan
untuk bernafas segera setelah lahir oleh karena jumlah alveoli yang
berfungsi masih sedikit, kekurangan surfaktan (zat di dalam paru dan yang
diproduksi dalam paru serta melapisi bagian alveoli, sehingga alveoli tidak
kolaps pada saat ekspirasi). Luman sistem pernafasan yang kecil, kolaps
atau obstruksi jalan nafas, insufisiensi klasifikasi dari tulang thorax, dan
pembuluh darah paru yang imatur. Kondisi inilah yang menganggu usaha
bayi untuk bernafas dan sering mengakibatkan gawat nafas (distress
pernafasan).
b Sistem Neurologi (Susunan Saraf Pusat) Bayi lahir dengan BBLR umumnya
mudah sekali terjadi trauma susunan saraf pusat. Kondisi ini disebabkan
antara lain: perdarahan intracranial karena pembuluh darah yang rapuh,
trauma lahir, perubahan proses koagulasi, hipoksia dan hipoglikemia.
Sementara itu asfiksia berat yang terjadi pada BBLR juga sangat
berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat (SSP), yang diakibatkan
karena kekurangan oksigen dan kekurangan perfusi.
c Sistem Kardiovaskuler Bayi dengan BBLR paling sering mengalami
gangguan/ kelainan janin, yaitu paten ductus arteriosus, yang merupakan
akibat intrauterine kehidupan ekstrauterine berupa keterlambatan
penutupan ductus arteriosus.
d Sistem Gastrointestinal Bayi dengan BBLR saluran pencernaannya belum
berfungsi seperti bayi yang cukup bulan, kondisi ini disebabkan karena
tidak adanya koordinasi mengisap dan menelan sampai usia gestasi 33– 34
minggu sehingga kurangnya cadangan nutrisi seperti kurang dapat
menyerap lemak dan mencerna protein.
e Sistem Termoregulasi Bayi dengan BBLR sering mengalami temperatur
yang tidak stabil, yang disebabkan antara lain:
1. Kehilangan panas karena perbandingan luas permukaan kulit
dengan berat badan lebih besar (permukaan tubuh bayi relatif luas).
2. Kurangnya lemak subkutan (brown fat / lemak cokelat).
3. Jaringan lemak dibawah kulit lebih sedikit.
21. f. Sistem Hematologi Bayi dengan BBLR lebih cenderung mengalami
masalah hematologi bila dibandingkan dengan bayi yang cukup bulan.
Penyebabnya antara lain adalah:
1. Usia sel darah merahnya lebih pendek.
2. Pembuluh darah kapilernya mudah rapuh.
3. Hemolisis dan berkurangnya darah akibat dari pemeriksaan
laboratorium yang sering.
g. Sistem Imunologi Bayi dengan BBLR mempunyai sistem kekebalan tubuh
yang terbatas, sering kali memungkinkan bayi tersebut lebih rentan terhadap
infeksi.
h. Sistem Perkemihan Bayi dengan BBLR mempunyai masalah pada sistem
perkemihannya, di mana ginjal bayi tersebut karena belum matang maka
tidak mampu untuk menggelola air, elektrolit, asam – basa, tidak mampu
mengeluarkan hasil metabolisme dan obat – obatan dengan memadai serta
tidak mampu memekatkan urin.
i. Sistem Integument Bayi dengan BBLR mempunyai struktur kulit yang
sangat tipis dan transparan sehingga mudah terjadi gangguan integritas
kulit.
j. Sistem Pengelihatan Bayi dengan BBLR dapat mengalami retinopathy of
prematurity (RoP) yang disebabkan karena ketidakmatangan retina
9. Bagaimana pencegahan BBLR?
Pencegahan BBLR
Pada kasus BBLR pencegahan/preventif adalah langkah yang penting. Hal –
hal yang dapat dilakukan:
a. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama
kurun kehamilan dan dimulai sejak kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga
berisiko, terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR
harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan
kesehatan yang lebih mampu.
b. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
rahim. Tanda-tanda bahaya dalam kehamilan,dan perawatan diri selama
kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang
dikandung dengan baik.
c. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur
reproduksi sehat (20-34 tahun).
22. d. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam
meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka
dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan antenatal dan status gizi
ibu selama hamil.
10. Bagaimana perspektif islam yang berhubungan dengan skenario?
Qs. Al-Mu’minun(23): 12-14
Artinya:
(12) Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusiadari suatu saripati
(berasal) dari tanah. (13) Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). (14) Kemudian air mani itu Kami
jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta
Yang Paling Baik.
23. DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo, Sarwono. 2016. Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. Jakarta :
P.T. Bina Pustaka
2. BBLR yaitu, berat lebih dari 1500 gram sampai dengan kurang dari 2500
gram.
3. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) atau very low birth weight
(VLBW) adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir kurang dari 1500
gram.
4. Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR) atau extremely low birth
weight (ELBW) adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir kurang
dari 1000 gram
5. http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/41185/Chapter;jses
sionid=0D976AE7319FE6703D801B399CF2C5C5?sequence=4
6. Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Salemba Medika Jakarta
7. Maryunani, A. dan Nurhayati ., 2009. Asuhan Kegawatdaruratan Dan
Penyulit Pada Neonatus. CV. Trans Info Media, Jakarta
8. Pantiawati, Ika. 2010. Bayi Dengan BBLR. Yogyakarta : Nuha Offset. Hal
66-67