Dokumen tersebut membahas tentang ijma' dan penerapannya dalam bidang ekonomi, keuangan, dan perbankan. Secara ringkas, dokumen menjelaskan bahwa ijma' adalah kesepakatan para ulama, dan ijma' telah menetapkan larangan bunga, ketidakhalalan reksadana konvensional, serta larangan asuransi konvensional.
2. PENGERTIAN IJMA’
ijma’ menurut bahasa adalah sepakat, setuju,
kehendak atau keinginan yang kuat.
Sedangkan menurut istilah adalah
kesepakatan para mujtahidin dari umat
muhammad SAW (setelah wafat) dalam suatu
perkara pada suatu masa tertentu.
3. MACAM – MACAN IJMA’
Ijma qauli
Ijma qauli adalah ijma berubah ucapan, dimana para ulama
mujtahid yang berijma itu menyatakan persetujuannya atau
kesepakatan pendapatnya dengan terang-terangan dengan
memakai ucapan atau tulisan.ijma ini disebut dengan ijma qath’i
yang artinya ijma yang meyakinkan.
Ijma sukuti
Ijma sukuti (ijma diam) yakni apabila persetujuan ulama mujtahid
pada pendapat ulama mujtahid lain itu dinyatakan dengan cara
diam, yakni tidak mengomentari sama sekali terhadap pendapat
ulama mujtahid lainnya, namun diamnya itu bukan karena takut
atau malu atau segan. Ijma ini disebut dengan ijma dhanni (kuran
meyakinkan).
4. PERANAN IJMA DALAM EKONOMI,
KEUANGAN, PERBANKAN
1. ijma’ haramnya bunga (riba)
- Menurut fatwa majelis ulama’ indonesia (MUI) nomor 01 tahun 2004 yang
berbunyi: pertama: pengertian bunga (intrest) dan riba; 1. Bunga adalah
tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang yang di
perhitungkan dari pokok pinjaman tanpa memperhitungkan
pemanfaatan/hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu, diperhitungkan
secara pasti di muka, dan pada umumnya berdasarkan presentase; 2. Riba
adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan
dalam pembayaran yang di perjanjikan sebelumnya.
- Kesepakatan tentang haramnya bunga ini, jauh sebelum keluarnya fatwa MUI
telah di putuskan status hukumnya adalah haram, sebagaimana di tetapkan
pada konsul kajian islam dunia tahun 1965, majma’ buhuts islamiyah thun
1965, sidang organisasi konferensi islam (OKI) pada tahun 1970, majma’ al-
fiqh al-islamiyah, 1985, fatwa mufti negara mesir tahun 1989, bahtsul massail
muktamar NU 1937 dan beberapa forum ilmiah lainya.
5. 2. Reksadana konvensional, haram menurut ijma’ ulama’
• Reksadana adalah sebuah wahana dimana masyarakat dapat
menginvestasikan dananya dan pengurusnya atau fund manager dana itu
di investasikan ke portofolio efek. Reksadana merupakan jalan keluar bagi
para pemodal kecil yg ingin ikut serta dalam pasar modal dengan modal
minimal yg relatif kecil dan resiko yg sedikit. Dalam reksadana
konvensional terdapat hal-hal yg bertentangan dengan syariah baik dalam
segi akad, operasi, investasi, transaksi maupun pembagian keuntungan.
• Dalam praktik reksadana konvensional, masih banyak terdapat unsur-
unsur yang bertentangan dengan koridor syariah islam. Baik dalam tataran
akad, aplikasi investasi ataupun prinsip bagi hasil. Dianatara karakterisitik
praktik reksadana konvensional adalah sebagai berikut: a) pengelolaanya
tanpa memperhatikan prinsip syariah, b) efek yg menjadi portofolio
investasi pada seluruh efek yg di perbolehkan, c) tidak mekanisme
pembersihan kekayaan non-halal, d) tidak ada dewan pengawas syariah, e)
perjanjian/akad masih konvensional dalam artian tidak berdasarkan
syariah. Jadi kesimpulan hukum reksadana konvensional haram menurut
ijma’ ulama’.
6. 3. Ijma Tentang Keharaman Asuransi Konvensional
Asuransi yang disebt juga pertanggungan, yaitu perjanjian antara
dua pihak atau lebih, dimana pihak penanngung mengikatkan diri
kepada tertanggung, dengan menrima premi asuransi, untuk
memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan atau kehialangan keuntungan yang diharapkan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan
dederita tanggung; yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti,
atau yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
Dipertanggungkan. Sedangkan asuransi konvensional adalah usaha
asuransi yang dijalankan tidak sesuai dengan berbagai prinsip-
prinsip syari`ah .
Majelis ulama fiqh pada pertemuan pertamanya yang diadakan pada
tanggal 10 Sya`ban 1398 M, di Mekkah di pusat Rabithah al-Alam al-
islami meneliti persoalan asuransi berbagai jenisnya yang
bermacam-macam, setelah sebelumnya menelaah tulisan para
ulama dalam persoalan tersebut , dan juga setelah melihat melihat
keputusan Majelis Kibar al-Ulama di kerajaan Saudi Arabia pada
pertemuan kesepuluh di kota Riyadh tanggal 14/1/97M, dengan SK
No. 55, tentang haramnya asuransi berbasis bisnis dengan berbagai
jenisnya.