SlideShare a Scribd company logo
1 of 231
Download to read offline
i | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
Tim Penyusun
Ketua
Syafda Roswandi, S.Hut., M.Si.
Anggota
Wahyudi Ardhyanto, S.Si., S.T., M.T.
Nani Junaeni, S.Hut., M.Si.
Sitti Husna Payapo, S.P., M.Si.
Nadine Claudia Elvira Suban, S.T., M.Si.
Evaluasi Perhutanan Sosial
di Provinsi Jambi
Tahun 2020
K E M E N T E R I A N L I N G K U N G A N H I D U P D A N K E H U T A N A N
D I R E K T O R A T J E N D E R A L P E R H U T A N A N S O S I A L D A N K E M I T R A A N L I N G K U N G A N
D I R E K T O R A T P E N Y I A P A N K A W A S A N P E R H U T A N A N S O S I A L
2020
iii | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
Evaluasi Perhutanan Sosial
di Provinsi Jambi
Tahun 2020
K E M E N T E R I A N L I N G K U N G A N H I D U P D A N K E H U T A N A N
D I R E K T O R A T J E N D E R A L P E R H U T A N A N S O S I A L D A N K E M I T R A A N L I N G K U N G A N
D I R E K T O R A T P E N Y I A P A N K A W A S A N P E R H U T A N A N S O S I A L
2020
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | iv
Evaluasi Perhutanan Sosial
di Provinsi Jambi Tahun 2020
Pengarah
Dr. Ir. Bambang Supriyanto, M.Sc.
Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan
Ir. Erna Rosdiana, M.Si.
Direktur Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial
Ketua
Syafda Roswandi, S.Hut., M.Si.
Anggota
Wahyudi Ardhyanto, S.Si., S.T., M.T.
Nani Junaeni, S.Hut., M.Si.
Sitti Husna Payapo, S.P., M.Si.
Nadine Claudia Elvira Suban, S.T., M.Si.
Hak Cipta dan Diterbitkan oleh
Direktorat Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial
Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Alamat: Gedung Manggala Wanabakti Blok I lantai 14 Jalan Gatot Subroto, Jakarta
Jakarta, November 2020
v | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
penyusunan buku Evaluasi Perhutanan Sosial di Provinsi Jambi Tahun 2020.
Buku ini disusun sebagai bentuk pertangungjawaban atas dilaksanakannya
evaluasi terhadap Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD) di Provinsi Jambi yang
telah berlangsung selama 5 tahun atau lebih sebagaimana diamanatkan dalam
Peraturan Menteri LHK Nomor: P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016
tentang Perhutanan Sosial. Jumlah Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD) yang
dievaluasi sebanyak 20 Surat Keputusan yang berada di Kabupaten Batanghari,
Bungo dan Merangin. Aspek yang dievaluasi meliputi ekonomi, ekologi dan
sosial.
Buku ini disusun oleh tim yang ditetapkan oleh Direktur Penyiapan Kawasan
Perhutanan Sosial sesuai No. SK. 48/PKPS/PP/PSL.0/11/2020 tentang
Penunjukan dan Penetapan Tim Penyusun Laporan Evaluasi Izin Perhutanan
Sosial agar hasilnya lebih optimal. Penyusunan buku ini mengacu kepada
Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan
Nomor P.9/PSKL/PKPS/KUM.1/10/2019 tentang Pedoman Evaluasi
Perhutanan Sosial.
Semoga buku ini dapat bermanfaat untuk memberikan gambaran
perkembangan pelaksanaan Perhutanan Sosial, yang izinnya telah diberikan
kepada masyarakat selama 5 tahun atau lebih. Kami mengucapkan terima kasih
atas bantuan yang diberikan oleh semua pihak dalam penyusunan buku ini.
Jakarta, November 2020
Syafda Roswandi, S.Hut., M.Si
Ketua Tim Penyusun
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | vi
vii | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | viii
ix | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
RINGKASAN EKSEKUTIF
Latar belakang
Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan
dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan
oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama
untuk meningkatkan kesejahteraannya, dengan tetap menjaga keseimbangan
lingkungan dan dinamika sosial budaya, dalam bentuk Hutan Desa (HD), Hutan
Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Adat (HA), dan
Kemitraan Kehutanan. Perhutanan Sosial sebagai salah satu program prioritas
nasional mengalokasikan ± 12,7 juta ha kawasan hutan untuk dapat dikelola
dan dimanfaatkan oleh masyarakat.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menerbitkan izin
Perhutanan Sosial di Provinsi Jambi seluas ± 201.102,47 ha dengan jumlah
Surat Keputusan sebanyak 410 unit kepada penerima manfaat sejumlah 33.033
keluarga. Izin yang telah diberikan dalam bentuk Hutan Desa (HD) seluas ±
101.013 ha dengan 48 Surat Keputusan, Hutan Kemasyarakatan (HKm) seluas
± 28.123 ha dengan 57 Surat Keputusan, Hutan Tanaman Rakyat (HTR) seluas
± 37.730,65 ha dengan 220 Surat Keputusan, Hutan Adat (HA) seluas ±
11.645,68 ha dengan 27 Surat Keputusan; dan Kemitraan Kehutanan (KK)
seluas ± 22.590,14 ha dengan 58 Surat Keputusan.
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | x
Areal yang dievaluasi
Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan
Nomor P.9/PSKL/PKPS/KUM.1/10/2019 tentang Pedoman Evaluasi
Perhutanan Sosial, pelaksanaan evaluasi dilakukan pada izin yang telah
berjalan lima tahun atau lebih sehingga yang memenuhi untuk dievaluasi
sejumlah 20 Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD). Sebanyak 20 HPHD tersebut
berada di Kabupaten Batanghari, Bungo dan Merangin di wilayah kerja
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Batanghari Unit XI dan Unit XII
sebanyak 3 HPHD, KPHP Bungo Unit II dan III sebanyak 5 HPHD, dan KPHP
Merangin Unit IV, V, VI sebanyak 12 HPHD.
Hasil evaluasi
 Aspek ekonomi
Terdapat tiga kriteria yang menjadi dasar penilaian aspek ekonomi pada 20
lokasi hutan desa yaitu tata kelola sumber daya hutan, tata kelola hasil
hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan, serta usaha
ekonomi hasil hutan. Secara umum berdasarkan hasil evaluasi bahwa aspek
ekonomi di semua KPHP berada pada kategori tidak baik dan sedang,
dengan kecenderungan lebih dari 50% berada pada kategori sedang.
 Aspek ekologi
Terdapat empat kriteria yang menjadi dasar penilaian aspek ekologi pada 20
lokasi hutan desa yaitu kriteria fungsi kawasan hutan yang dapat
dipertahankan sesuai peruntukannya, peningkatan keanekaragaman jenis
dan produk sumber daya hutan, perbaikan kondisi hidrologis dan
perlindungan kawasan. Secara umum berdasarkan hasil evaluasi bahwa
aspek ekologi di semua wilayah kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)
berada pada kategori baik terutama pada KPHP Bungo Unit II dan III dengan
xi | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
presentase sebesar 100% dan pada KPHP Batanghari Unit XI. XII berkategori
sedang dengan presentase sebesar 67% serta pada KPHP Merangin Unit
IV,V,VI berkategori baik dengan presentase sebesar 50%.
 Aspek sosial
Terdapat enam kriteria yang menjadi dasar penilaian aspek sosial pada 20
lokasi hutan desa yaitu peningkatan kesejahteraan, penguatan
kelembagaan, perubahan perilaku, resolusi konflik, sensitivitas gender,
kontribusi pengelolaan hutan terhadap pihak terkait dalam aspek sosial.
Berdasarkan hasil evaluasi aspek sosial di semua wilayah kerja KPHP berada
pada kategori sedang dengan persentase sebesar 100% pada KPHP Bungo
Unit II dan III, sebesar 100% pada KPHP Batanghari Unit XI. XII, serta
sebesar 58% pada KPHP Merangin Unit IV,V,VI.
 Aspek keseluruhan hasil evaluasi
Hasil evaluasi ditinjau dari keseluruhan aspek pada 20 HPHD di Provinsi
Jambi dapat diketahui bahwa hasil evaluasi tertinggi dengan kriteria baik
(88,86%) pada Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Rio Kemunyang di
Desa Durian Rimbun, Kecamatan Muara Siau, Kabupaten Merangin dan
hasil tidak baik (42,71%) pada LPHD Pematang Pauh di Desa Pematang
Pauh, Kecamatan Jangkat Timur, Kabupaten Merangin.
Hasil evaluasi pada LPHD Rio Kemunyang di Desa Durian Rimbun,
Kecamatan Muara Siau, Kabupaten Merangin menunjukkan nilai tertinggi
karena semua kriteria pada aspek ekologi dan sosial memiliki kategori baik.
Sedangkan, LPHD Pematang Pauh di Desa Pematang Pauh, Kecamatan
Jangkat Timur, Kabupaten Merangin memperoleh hasil evaluasi terendah
karena hanya memenuhi kriteria baik untuk aspek ekologi pada kriteria
perbaikan kondisi hidrologis.
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | xii
Kesimpulan
 Pelaksanaan evaluasi Perhutanan Sosial, khususnya Hutan Desa (HD) yang
lebih dari lima tahun di Provinsi Jambi, dengan hasil sebesar 85% termasuk
dalam kategori sedang, 10% termasuk dalam kategori tidak baik, dan
sebesar 5% termasuk dalam kategori baik.
 Pengkajian dari aspek ekonomi, terdapat 12 Hak Pengelola Hutan Desa
(HPHD) yang aspek sosialnya sedang (60%) dan delapan HPHD yang
sosialnya tidak baik (40%). Pengkajian dari aspek ekologi, 12 HPHD memiliki
kriteria baik (60%), tujuh HPHD yang aspek ekologinya sedang (35%), dan
hanya satu HPHD yang aspek ekologinya tidak baik (5%). Pengkajian dari
aspek sosial, terdapat tiga HPHD yang aspek sosialnya baik (15%), 14 HPHD
yang aspek sosialnya sedang (70%), dan 3 HPHD yang aspek sosialnya tidak
baik (15%). Dengan demikian, aspek ekologi dalam HPHD yang dikaji
memberikan pengaruh signifikan terhadap hasil evaluasi.
 Terhadap 12 Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) yang memiliki
penutupan lahan/ekologi yang baik berpotensi untuk pengembangan
perdagangan karbon (carbon trade).
 Berdasarkan hasil evaluasi terdapat permasalahan yang berkaitan dengan
pemahaman konsep Perhutanan Sosial, pendampingan, kapasitas sumber
daya manusia, dan komunikasi di setiap Lembaga Pengelola Hutan Desa.
Permasalahan yang bersifat teknik pengelolaan hutan, yang meliputi
penandaan batas, penyusunan rencana pengelolaan hutan desa (RPHD),
pemanfaatan hasil hutan kayu, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu,
pemanfaatan karbon terjadi juga di LPHD.
 Permasalahan khusus yang perlu segera diselesaikan adalah pergeseran
areal kerja di Hutan Desa di Desa Hajran, Desa Jelutih, Oalak Besar di
Kabupaten Batanghari.
xiii | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
Rekomendasi
Rekomendasi terhadap hasil evaluasi di Provinsi Jambi sebagai berikut:
 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan perlu melakukan upaya
peningkatan pemahaman tentang konsep Perhutanan Sosial khususnya
Hutan Desa. Peningkatan pemahaman konsep hutan desa tersebut
dilakukan untuk Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) maupun aparat
tingkat desa, kecamatan, kabupaten, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH).
Hal tersebut bertujuan agar tidak terjadi lagi kegiatan pembukaan lahan,
penebangan hutan dan perladangan berpindah di areal Hak Pengelolaan
Hutan Desa (HPHD).
 Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah menyediakan tenaga
pendamping yang berkompeten bagi LPHD-LPHD yang belum memiliki
pendampingan.
 Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah melakukan review terhadap
kegiatan pendampingan yang dilakukan secara partisipatif.
 Pendamping dengan dukungan Pemerintah Pusat dan Daerah melakukan
upaya peningkatan kapasitas LPHD dan pengembangan kelembagaan untuk
mendorong terwujudnya pengelolaan hutan lestari.
 Pemerintah daerah mengintegrasikan PS dalam program sektor lain yang
terkait,misalnya penyediaan internet di desa untuk akses pasar secara
online, dan alat pemantauan online.
 Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah memfasilitasi pemegang
HPHD yang sudah mencapai aspek ekologi dengan baik untuk mendapatkan
insentif dalam skema carbon trading melalui:
 Result Based Payment (overlay PIAPS dengan peta wilayah karbon
(skema mandatori dukung NDC)
 Karbon market (Voluntery pembeli dalam maupun luar negeri)
 Dinas Kehutanan melalui Pokja PPS memberikan perhatian khusus untuk
yang bernilai tidak baik yaitu HPHD Lembaga Desa Pematang Pauh di Desa
Pematang Pauh, Kecamatan Jangkat Timur, Kabupaten Merangin dan
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | xiv
Lembaga Desa Depati Suko Menggalo, Kecamatan Jangkat Timur,
Kabupaten Merangin dengan meningkatkan pendampingan, bimbingan
teknis dan pemantauan lebih intensif.
 Saat melakukan proses evaluasi, kriteria aspek ekologi yang diharapkan
pada Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan
Lingkungan Nomor P.9/PSKL/PKPS/KUM.1/10/2019 adalah
membandingkan luasan penutupan hutan sebelum dan sesudah izin
Perhutanan Sosial diberikan. Data sekunder berupa peta penutupan lahan
hasil interpretasi peta yang tersedia tidak mampu memberikan gambaran
penutupan lahan di areal izin Perhutanan Sosial secara detil. Soluasi untuk
memperoleh gambaran penutupan lahan yang detil dapat dilakukan dengan
menggunakan drone sebelum dan sesudah pemberian izin Perhutanan
Sosial. Akan tetapi, penerapan teknologi drone di setiap KPH memiliki
kendala di tenaga teknis dan ketersedian alat.
 KPH Batanghari perlu menindaklanjuti hasil evaluasi dengan melakukan:
 Fasilitasi penandaan batas areal kerja HPHD Jelutih dan HPHD Olak
Besar sesuai dengan fakta lapangan sebagai bahan pengajuan revisi areal
kerja oleh pemegang HPHD kepada Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.
 Penyiapan petugas-petugas lapangan sebagai tenaga pendamping.
 Identifikasi kader potensial (local champion) pelaku Perhutanan Sosial.
 Fasilitasi Tata Usaha Kayu (TUK) pada Hutan Desa yang merencanakan
pemanfaatan kayu.
 koordinasi dan fasilitasi pelaksanaan patroli hutan yang dilakukan oleh
pemegang HPHD.
 Identifikasi kebutuhan pemegang HPHD dalam rangka mengembangkan
aspek ekonomi.
 Fasilitasi untuk mendapatkan dukungan pendanaan dalam pembuatan
jalan bagi wisata dan pengangkutan hasil hutan.
xv | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
 KPH Bungo perlu menindaklanjuti hasil evaluasi dengan melakukan:
 Fasilitasi diskusi antara LPHD, Mitra dan KPH untuk mencapai
kesepahaman bersama tentang pengelolaan Hutan Desa.
 Fasilitasi peningkatan kapasitas kelembagaan organisasi dan keuangan
LPHD serta peningkatan kapasitas produksi hasil hutan melalui
pendampingan dan bimbingan teknis secara intensif.
 Pendamping yang melakukan fasilitasi perdagangan karbon wajib
melaporkan perkembangannya kepada Kepala KPH setempat.
 Kajian terhadap praktik-praktik perdagangan karbon yang telah
dilakukan oleh LPHD dan melaporkan perkembangannya kepada
Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan melalui Dinas Kehutanan.
 koordinasi dan fasilitasi pelaksanaan patroli hutan yang dilakukan oleh
pemegang HPHD.
 Fasilitasi pembuatan menara pengawas kebakaran dan mendorong LPHD
untuk membuat papan nama Hutan Desa.
 KPH Merangin perlu menindaklanjuti hasil evaluasi dengan melakukan:
 Fasilitasi penguatan kelembagaan dan kegiatan usaha melalui
pendampingan yang intensif.
 Identifikasi kebutuhan LPHD dalam pengembangan usaha.
 Koordinasi dengan OPD terkait untuk perbaikan akses jalan bagi
peningkatan kegiatan ekonomi dan wisata.
 Fasilitasi penandaan batas areal kerja HPHD Gedang dan HPHD Tanjung
Benuang sesuai dengan fakta lapangan sebagai bahan pengajuan revisi
areal kerja oleh pemegang HPHD kepada Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.
 Identifikasi secara partisipatif terhadap permasalahan yang terjadi pada
LPHD yang masih dalam kondisi tidak baik yaitu LPHD Depati Suko dan
LPHD Pematang Pauh untuk mengetahui akar permasalahannya dan
mencari solusi yang kemudian disampaikan kepada Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan melalui Dinas Kehutanan setempat.
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | xvi
DAFTAR ISI
Kata Pengantar v
Ringkasan Eksekutif vix
Daftar Isi xvi
Daftar Tabel xvii
Daftar Gambar xviii
Daftar Lampiran xix
BAB I Pendahuluan 3
Latar belakang 4
Maksud dan tujuan 5
Ruang lingkup 6
Batasan pengertian 6
BAB 2 Metodologi 9
Pengumpulan data 10
Pengolahan dan analisis data 11
BAB 3 Kendaan Umum 13
Gambaran umum Provinsi Jambi 14
Kondisi penutupan lahan 19
Kondisi sosial ekonomi 23
Profil izin Perhutanan Sosial di Provinsi Jambi 25
Peta Indikatif dan Areal Perhutanan Sosial (PIAPS) 28
BAB 4 Hasil Evaluasi 31
Aspek ekonomi 32
Aspek ekologi 34
Aspek Sosial 36
Aspek keseluruhan hasil evaluasi 37
BAB 5 Kesimpulan dan Rekomendasi 43
Kesimpulan 44
Rekomendasi 45
Daftar Pustaka 49
Lampiran 51
xvii | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Provinsi Jambi 18
Tabel 2. Penutupan lahan di Provinsi Jambi tahun 2006-2019 20
Tabel 3. Izin Perhutanan Sosial di Provinsi Jambi tahun 2020 26
Tabel 4. Lokasi Evaluasi HD di Provinsi Jambi tahun 2020 27
Tabel 5. Luasan peta indikatif Perhutanan Sosial di Provinsi Jambi 29
Tabel 6. Hasil evaluasi 20 Hutan Desa di Provinsi Jambi pada tahun 2020 38
Tabel 7. Hasil evaluasi berdasarkan aspek keseluruhan di 20 Hutan Desa di Provinsi
Jambi pada tahun 2020 39
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Penutupan kawasan hutan Provinsi Jambi 17
Gambar 2. Penutupan hutan Provinsi Jambi tahun 2006-2019 21
Gambar 3. Peta penutupan lahan tahun 2006 22
Gambar 4. Peta penutupan lahan tahun 2019 22
Gambar 5. Peta Sebaran Areal Kerja Perhutanan Sosial Tahun 2020 di Provinsi Jambi
26
Gambar 6. Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS) Revisi V di Provinsi Jambi 30
Gambar 7. Hasil evaluasi aspek ekonomi di Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi
(KPHP) Batanghari Unit XI dan XII, KPHP Merangin Unit IV,V,dan VI, dan
KPHP Bungo Unit II dan III 32
Gambar 8. Hasil evaluasi aspek ekologi di Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi
(KPHP) Batanghari Unit XI dan XII, KPHP Merangin Unit IV,V, dan VI, dan
KPHP Bungo Unit II dan III 34
Gambar 9. Hasil evaluasi aspek ekologi di Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi
(KPHP) Batanghari Unit XI dan XII, KPHP Merangin Unit IV,V, dan VI, dan
KPHP Bungo Unit II dan III 36
Gambar 10. Hasil evaluasi berdasarkan aspek keseluruhan 20 Hutan Desa di Provinsi
Jambi pada tahun 2020 39
Gambar 11. Hasil evaluasi seluruh aspek di Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi
(KPHP) Batanghari Unit XI. XII, KPHP Merangin Unit IV,V,VI, dan KPHP
Bungo Unit II dan III 40
Gambar 12. Hasil evaluasi di Provinsi Jambi 41
xix | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Berita Acara KPH Batanghari Error! Bookmark not defined.
Lampiran 2. Berita Acara KPH Merangin
Lampiran 3. Berita Acara KPH Bungo Error! Bookmark not defined.
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 2
3 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
BABI
PENDAHULUAN
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 4
Latar belakang
Perhutanan Sosial berdasar P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016
didefinisikan sebagai sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam
kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh
masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama
untuk meningkatkan kesejahteraannya, dengan tetap menjaga keseimbangan
lingkungan dan dinamika sosial budaya, dalam bentuk Hutan Desa (HD), Hutan
Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Adat (HA), dan
Kemitraan Kehutanan.
Perhutanan Sosial sebagai salah satu program prioritas nasional
mengalokasikan ± 12,7 juta ha kawasan hutan untuk dikelola dan
dimanfaatkan oleh masyarakat melalui skema HKm, HD, HTR, Kemitraan
Kehutanan dan HA yang diharapkan akan terealisasi dalam pembangunan lima
tahun berikutnya (2020-2024). Berdasarkan data capaian kinerja Perhutanan
Sosial sampai akhir Oktober 2020, kawasan hutan Indonesia telah
didistribusikan kepada 873.670 keluarga, seluas ± 4.216.044 ha, melalui 6.690
Surat Keputusan (SK) Perhutanan Sosial. Sebagai tindaklanjut pemberian SK,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan diamanatkan untuk
melakukan evaluasi terhadap pemegang izin Perhutanan Sosial setiap lima
tahun.
Sebelum tahun 2016, Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan
(IUPHKm) dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman
Rakyat (IUPHHK-HTR) diterbitkan oleh Bupati dan Hak Pengelolaan Hutan Desa
(HPHD) oleh Gubernur, setelah Menteri Kehutanan menerbitkan Penetapan
Areal Kerja (PAK). Dalam perkembangannya, Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial,
5 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
sehingga izin usaha dan hak pengelolaan diterbitkan oleh Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan. Berdasarkan kebijakan Perhutanan Sosial tersebut,
perlu dilakukan evaluasi berkala setiap lima tahun. Hasil evaluasi tersebut
diharapkan menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk
melakukan pembinaan kelembagaan dan sumber daya manusia selanjutnya
dan/atau pengenaan sanksi administratif.
Evaluasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan
efektivitas, baik bagi perorangan, kelompok, atau masyarakat sekitar kawasan
hutan. Hasil evaluasi diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kinerja kelompok pemegang izin Perhutanan Sosial untuk memperbaiki
pelaksanaan kegiatan pemanfaatan kawasan hutan.
Evaluasi izin Perhutanan Sosial dilakukan dengan mempertimbangkan aspek
ekonomi, ekologi, dan sosial. Evaluasi merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari upaya pembinaan dan pengendalian pelaksanaan perhutanan
sosial. Oleh karena itu, pada September 2020, Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan bersama para pihak melakukan evaluasi terhadap penerima izin
Perhutanan Sosial di Kabupaten Batanghari, Kabupaten Bungo, dan Kabupaten
Merangin, yang masa izinnya telah lebih dari lima tahun. Jumlah izin
Perhutanan Sosial yang di evaluasi sebanyak 20 unit Hak Pengelola Hutan Desa
(HPHD).
Maksud dan tujuan
Maksud dari kegiatan evaluasi Perhutanan Sosial untuk menilai kinerja dan
dampak pemanfaatan hutan di 20 unit HPHD di Kabupaten Batanghari,
Kabupaten Bungo, dan Kabupaten Merangin. Tujuan evaluasi adalah
memperoleh fakta-fakta lapangan yang dapat digunakan sebagai landasan dan
pertimbangan bagi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam
pengambilan keputusan terhadap izin Perhutanan Sosial yang telah diterbitkan.
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 6
Ruang lingkup
Evaluasi Perhutanan Sosial di Provinsi Jambi tahun 2020 dilakukan terhadap
20 unit HPHD yang masa izinnya telah mencapai lima tahun atau lebih di
Kabupaten Batanghari, Kabupaten Bungo, dan Kabupaten Merangin.
Kegiatan evaluasi yang dilaksanakan meliputi:
 Persiapan
 Penyusunan rencana kerja
 Kunjungan lapang untuk mengumpulkan data primer dan sekunder
 Pembuatan berita acara hasil evaluasi
 Pengolahan dan analisis data hasil evaluasi
 Pelaporan
Aspek-aspek yang dinilai dalam kegiatan evaluasi meliputi aspek ekonomi,
aspek ekologi, dan aspek sosial.
Batasan pengertian
 Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditujukan dan atau
ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai
hutan tetap.
 Perhutanan sosial adalah sistem pengelolaan hutan Lestari yang
dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat
yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat
sebagai pelaku utama untu meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan
lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan
Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Rakyat, Hutan Adat dan
Kemitraan Kehutanan.
 Hutan Kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara yang pemanfaatan
utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat.
7 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
 Hutan Desa (HD) adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan
dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa.
 Hutan Tanaman Rakyat (HTR) adalah hutan tanaman pada hutan produksi
yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan
kualitas
 Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) adalah usaha dalam
bentuk pemanfaatan kawasan, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam
hutan tanaman, pemanfaatan air, pemanfaatan energi air, pemanfaatan jasa
wisata alam, pemanfaatan penyerapan karbon di hutan produksi dan hutan
lindung dan pemanfaatan penyimpangan karbon di hutan produksi dan
hutan lindung.
 Kemitraan Kehutanan adalah kerja sama antara masyarakat setempat
dengan pengelola hutan, pemegang izin usaha pemanfaatan hutan/jasa
hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan, atau pemegang izin usaha industri
primer hasil hutan.
 Izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan yang selanjutnya
disingkat IUPHKm, adalah izin usaha yang diberikan kepada kelompok atau
gabungan kelompok masyarakat setempat untuk memanfaatkan hutan
pada kawasan hutan lindung dan atau kawasan hutan produksi.
 Hak Pengelolaan Hutan Desa yang selanjutnya disingkat HPHD adalah hak
pengelolaan pada kawasan hutan lindung atau hutan produksi yang
diberikan kepada lembaga desa.
 Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman rakyat
yang selanjutnya disingkat IUPHHK-HTR adalah izin usaha untuk
memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dan hasil hutan ikutannya pada
hutan produksi yang diberikan kepada kelompok masyarakat atau
perorangan dengan menerapkan teknik budidaya tanaman yang sesuai
tapaknya untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan.
 Masyarakat setempat adalah kesatuan sosial yang terdiri dari warganegara
Republik Indonesia yang tinggal di sekitar hutan dibuktikan dengan Kartu
Tanda Penduduk atau yang bermukim di dalam kawasan hutan Negara
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 8
dibuktikan dengan memiliki komunitas sosial berupa riwayat penggarapan
kawasan hutan dan bergantung pada hutan serta aktivitasnya dapat
berpengaruh terhadap ekosistem hutan.
 Mitra Konservasi adalah masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan
konservasi dan menjadi peserta kemitraan kehutanan konservasi sebagai
bentuk kerja sama perbedaan masyarakat di kawasan konservasi.
 Peta indikatif areal perhutanan sosial (PIAPS) adalah peta yang memuat
areal kawasan hutan negara yang dicadangkan untuk perhutanan sosial.
 Evaluasi perhutanan sosial adalah proses penilaian secara sistematis dan
obyektif atas efektivitas pelaksanaan pengelolaan perhutanan sosial.
 Aspek Ekonomi adalah meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat disekitar hutan.
 Aspek Ekologis adalah terwujudnya pemanfaatan hutan yang tidak
merusak dan menganggu ekosistem dan lingkungan.
 Aspek Sosial adalah terjadinya perubahan perilaku masyarakt pemegang
izin/hak kelola menuju pada kesadaran kelestarian fungsi hutan serta
pemanfaatan hutan yang berkontribusi kepada pembangungan.
9 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
BAB 2
METODOLOGI
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 10
Pengumpulan data
Data yang digunakan dalam kegiatan evaluasi ini berupa data primer dan data
sekunder. Pelaksanaan evaluasi ini dilakukan melalui tiga metode:
 Desk study (studi pustaka dan penapisan prasyarat)
Desk study dilakukan untuk mendapatkan informasi awal terkait dengan
kondisi fisik lokasi sasaran. Desk study juga sebagai proses penapisan awal
atas kriteria prasyarat, apakah proses evaluasi masih dapat ditindaklanjuti.
Kegiatan ini juga dapat digunakan untuk memberikan informasi awal
sebelum pelaksanaan kegiatan pengambilan data primer dan sekunder
dilakukan. Desk study ini dilakukan dengan cara:
 Melakukan telaah awal terhadap dokumen rencana kerja (Rencana Umum
dan Operasional), Rencana Pengelolaan Hutan Desa (RPHD), Rencana Kerja
Usaha (RKU) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) serta dokumen
perencanaan lainnya dari LPHD.
 Melakukan telaah peta, jika memungkinkan dibantu dengan citra peta
resolusi tinggi, untuk mengindentifikasi rona awal penutupan lahan dari
Hutan Desa. Data ini digunakan dalam penentuan lokasi untuk peninjauan
lapangan (ground check) yang diperlukan untuk mengidentifikasi aspek
ekologi.
 Melakukan telaah data sosial ekonomi (potensi desa) untuk melakukan
indentifikasi awal terkait aspek sosial ekonomi (pemasaran).
 Focus Group Discussion ( FGD )
Untuk menggali informasi dari parameter yang dinilai dilakukan FGD. Peserta
FGD tergantung informasi yang akan digali, meliputi pengurus LPHD, tokoh
masyarakat, ketua adat, dan pihak-pihak lain yang terkait. Metode ini
diutamakan untuk menggali informasi yang berkaitan dengan masalah
administrasi kelompok. Beberapa hal yang menjadi fokus sebagai berikut :
11 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
 Pengambilan sampel responden minimal 10% dari jumlah anggota yang
terdiri dari pengurus serta anggota. Selain itu, pengambilan sampel
memperhatikan keterwakilan anggota perempuan.
 Wawancara dilakukan secara semi terstruktur berdasarkan kuesioner yang
telah disiapkan. Hasil wawancara akan dianalisis secara kuantitatif dan
deskriptif untuk mendapatkan gambaran dari setiap kelompok Perhutanan
Sosial tersebut.
 Penggalian informasi tambahan mengenai permasalahan yang
menyebabkan tidak tercapainya suatu kondisi harapan pada setiap kriteria
menjadi penting dalam rangka pemberian rekomendasi.
 Peninjauan lapangan/ Ground check
Peninjauan lapangan dilakukan untuk mendapatkan informasi terkini di
lapangan, khususnya terkait dengan aktivitas fisik LPHD, seperti hasil
penandaan batas, penanaman, dampak kebakaran, perambahan, dan lain-
lain. Peninjauan lapangan dilakukan untuk memberikan kepastian atau
bukti otentik dari lapangan sekaligus sebagai bahan untuk melakukan
pembuktian dari proses FGD. Penilaian fisik lapangan dapat dilakukan
melalui pendekatan menggunakan petak ukur atau pemotretan kondisi
lapangan menggunakan bantuan alat (citra satelit atau drone).
Pengolahan dan analisis data
Pengolahan data terdiri dari pemilahan, tabulasi dan pengikhtisaran data sesuai
nilai, bobot kriteria, dan indikator penilaian sebagaimana tercantum pada
Lampiran 2 Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan
Lingkungan Nomor P.9/PSKL/PKPS/KUM.1/10/2019 tentang Pedoman
Evaluasi Perhutanan Sosial. Hasil penilaian akan menunjukkan apakah unit
manajemen perhutanan sosial tersebut mendapatkan nilai baik, sedang, atau
tidak baik. Hasil pengolahan data selanjutnya dilakukan analisis untuk
menyusun data dan karakteristik lokasi yang dilakukan evaluasi.
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 12
Semua data yang diperoleh baik berupa data primer dan data sekunder diolah
oleh tim evaluasi dengan memberikan angka penilaian pada kuesioner yang
dijawab oleh responden. Empat aspek yang dinilai adalah aspek prasyarat,
aspek ekonomi, aspek ekologi, dan aspek sosial.
Data primer dan sekunder dianalisa oleh tim evaluasi untuk mempertajam
penilaian serta memberikan rekomendasi terkait program dan kegiatan kegiatan
apa yang harus dilakukan oleh LPHD di masa mendatang, siapa saja yang harus
terlibat dan membantu, dan potensi kerja sama apa saja yang harus dilakukan
terkait dengan pelaksanaan program dan kegiatan, terutama pemasaran dan
fasilitasi akses pendanaan. Selain itu, analisa juga dilakukan untuk
memastikan program dan kegiatan fasilitasi dan pembinaan yang harus
dilakukan oleh pemerintah pusat dan aerah di masa mendatang.
13 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
BAB 3
KEADAAN UMUM
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 14
Gambaran umum Provinsi Jambi
Provinsi Jambi dibentuk berdasarkan Undang-undang Darurat Nomor 19
Tahun 1957, tentang Pembentukan Daerah-Daerah Swatantra Tingkat I
Sumatera Barat, Jambi dan Riau, yang kemudian ditetapkan menjadi Undang-
undang Nomor 61 Tahun 1958 (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 112), yang
terdiri dari lima kabupaten dan satu kota. Pemekaran terhadap beberapa
wilayah administratif di Provinsi Jambi pada tahun 1999 melalui Undang-
undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang pembentukan Kabupaten Sarolangun,
Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung
Timur. Melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2008, tentang Pembentukan
Kota Sungai Penuh, secara administratif Provinsi Jambi kemudian menjadi
sembilan kabupaten dan dua kota.
Gambaran Provinsi Jambi secara detail dapat di lihat sebagai berikut :
 Letak Wilayah dan Topografi
Secara geografis Provinsi Jambi terletak pada 0o45’-2o45’ Lintang Selatan dan
101o10’-104o55’ Bujur Timur di bagian tengah Pulau Sumatera, sebelah utara
berbatasan dengan Provinsi Riau, sebelah timur dengan Laut Cina Selatan
Provinsi Kepulauan Riau, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi
Sumatera Selatan dan sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera
Barat. Posisi Provinsi Jambi cukup strategis karena langsung berhadapan
dengan kawasan pertumbuhan ekonomi, yaitu Indonesia, Malaysia,
Singapura Growth Triangle (IMS-GT). Provinsi Jambi memiliki luas wilayah
53.435,72 km2 dengan luas daratan 50.160,05 km2 dan luas perairan
3.274,95 Km2 yang terdiri dari:
 Kabupaten Kerinci seluas 3.355,27 Km2 (6,67%)
 Kabupaten Bungo seluas 4.659 Km2 (9,25%)
 Kabupaten Merangin 7.679 Km2 (15,25%)
 Kabupaten Sarolangun seluas 6.184 Km2 (12,28%)
 Kabupaten Batanghari 5.804 Km2 (11,53%)
15 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
 Kabupaten Muaro Jambi 5.326 Km2 (10,58%)
 Kabupaten Tanjab Barat 4.649,85 Km2 (9,24%)
 Kabupaten Tanjab Timur 5.445 Km2 (10,82%)
 Kabupaten Tebo 6.641 Km2 (13,19%)
 Kota Jambi 205,43 Km2 (0,41%)
 Kota Sungai Penuh 391,5 Km2 (0,78%)
Secara administratif, jumlah kecamatan dan desa/kelurahan di Provinsi Jambi
tahun 2019 sebanyak 141 kecamatan dan 1.375 desa/kelurahan, dengan
jumlah kecamatan dan desa/kelurahan terbanyak di Kabupaten Merangin,
yaitu 24 kecamatan dan 215 desa/kelurahan.
Provinsi Jambi memiliki topografi wilayah yang bervariasi mulai dari ketinggian
0 meter dpl di bagian timur sampai pada ketingian di atas 1.000 meter dpl, ke
arah barat morfologi lahannya semakin tinggi. Wilayah bagian barat merupakan
kawasan pegunungan Bukit Barisan yang berbatasan dengan Provinsi Bengkulu
dan Sumatera Barat, yang merupakan bagian dari kawasan Taman Nasional
Kerinci Seblat. Secara topografis, Provinsi Jambi terdiri atas tiga kelompok
variasi ketinggian:
 Daerah dataran rendah 0-100 m (69,1%), berada di wilayah timur sampai
tengah. Daerah dataran rendah ini terdapat di Kota Jambi, Kabupaten
Tanjung Jabung Barat, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, sebagian
Kabupaten Batanghari, Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten
Sarolangun, dan Kabupaten Merangin.
 Daerah dataran dengan ketinggian sedang 100-500 m (16,4%), pada wilayah
tengah. Daerah dengan ketinggian sedang ini terdapat di Kabupaten Bungo,
Kabupaten Tebo, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Merangin, dan sebagian
Kabupaten Batanghari.
 Daerah dataran tinggi >500 m (14,5%), pada wilayah barat. Daerah
pegunungan ini terdapat di Kabupaten Kerinci, Kota Sungai Penuh serta
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 16
sebagian Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten Sarolangun, dan
Kabupaten Merangin.
 Klimatologi
Provinsi Jambi sebagai salah satu provinsi di Sumatera terkenal dengan iklim
tropis, kaya sumber daya alam, dan keanekaragaman hayati, akan tetapi
rentan terhadap perubahan iklim. Gejala perubahan iklim seperti kenaikan
temperatur, perubahan intensitas dan periode hujan, pergeseran musim
hujan dan kemarau, kenaikan permukaan air laut, mengancam daya dukung
lingkungan dan kegiatan seluruh sektor pembangunan.
Sepanjang tahun 2011, Provinsi Jambi memiliki curah hujan sedang dan
lembab. Provinsi Jambi termasuk daerah yang beriklim tropis. Rata-rata
curah hujan pada tahun 2019 mencapai 2.500 mm, sedangkan jumlah
penyinaran matahari 3,8 jam per hari dengan kelembaban udara rata-rata
sebesar 97%. Suhu udara rata-rata mencapai 27,11 derajat Celsius,
sedangkan untuk dataran tinggi di Wilayah Barat mencapai 22 derajat
celcius.
 Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di luar hutan masih didominasi oleh perkebunan karet
dengan kontribusi sebesar 26,20%. Diikuti oleh perkebunan sawit sebanyak
19,22%. Sebagian besar lahan di Provinsi Jambi digunakan untuk kegiatan
budidaya pertanian, baik pertanian lahan sawah atau pertanian lahan bukan
sawah. Berdasarkan geomorfologi, perkembangan kawasan budidaya
khususnya untuk pertanian terbagi atas tiga daerah yaitu hulu, tengah, dan
hilir. Daerah hulu merupakan kawasan lindung, daerah tengah merupakan
kawasan budidaya dengan ragam kegiatan yang sangat bervariasi. Daerah
hilir merupakan kawasan budidaya dengan penerapan teknologi tata air
untuk perikanan budidaya dan perikanan tangkap.
17 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
 Kawasan Hutan
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 863/Menhut-
II/2014 tanggal 29 September 2014, luas kawasan hutan di Provinsi Jambi
seluas ± 2.098.535 ha, terdiri dari Hutan Konservasi seluas
± 685.471 ha, Hutan Lindung seluas ± 179.588 ha, dan Hutan Produksi
seluas ± 1.233.476 ha. Hutan Produksi meliputi areal Hutan Produksi Tetap
(HP) seluas ± 963.792 ha, Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas
± 258.285 ha, dan Hutan Produksi yang dapat diKonversi (HPK) seluas
± 11.399 ha. Keseluruhan kawasan hutan tersebut dibagi dalam dua wilayah
kerja yaitu Taman Nasional (TN) untuk fungsi Hutan Konservasi, serta
Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) untuk fungsi Hutan Lindung (HL) dan Hutan
Produksi (HP).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.77/Menhut-II/2010
ditetapkan 17 Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Provinsi Jambi,
yang kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Gubernur Jambi Nomor
1176 Tahun 2017 tanggal 13 Oktober 2017 untuk menetapkan 11 Organisasi
KPH sebagaimana dalam Tabel 1.
Gambar 1. Penutupan kawasan hutan Provinsi Jambi
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 18
Tabel 1. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Provinsi Jambi
NO ORGANISASI UNIT NAMA KPH SK PENETAPAN KLHK SK RPHJP
1
KPHP TANJUNG
JABUNG BARAT
Jambi UNIT XVII –
KPHL
SUNGAI BERAM
HITAM
SK. 787/Menhut-II/2009 SK.5429/MENLHK/KPHL-
PKPHL/DAS.3/10/2017
Jambi UNIT XV –
KPHP
UNIT XV JAMBI SK.845/Menlhk/Setjen/PLA.0/
11/2016
belum disahkan
Jambi UNIT XVI –
KPHP
UNIT XVI JAMBI SK.845/Menlhk/Setjen/PLA.0/
11/2016
SK.10482/MENLHK-
KPHP/PKPHP/HPL.0/12/2019
2 KPHP KERINCI
Jambi UNIT I –
KPHP
KERINCI SK. 960/Menhut-II/2013 SK.1983/Menlhk-
KPHP/PKPHP/HPL.0/4/2017
3 KPHP BUNGO
Jambi UNIT II –
KPHP
UNIT II JAMBI SK.732/MENLHK/SETJEN/PL
A.0/12/2017
SK.8658/MENLHK-
KPHP/PKPHP/HPL.0/12/2018
Jambi UNIT III –
KPHP
UNIT III JAMBI SK.732/MENLHK/SETJEN/PL
A.0/12/2017
SK.10485/MENLHK-
KPHP/PKPHP/HPL.0/12/2019
4
KPHP
MERANGIN
Jambi UNIT IV –
KPHP
UNIT IV JAMBI SK.732/MENLHK/SETJEN/PL
A.0/12/2017
belum disahkan
Jambi UNIT V –
KPHP
UNIT V JAMBI SK.732/MENLHK/SETJEN/PL
A.0/12/2017
belum disahkan
Jambi UNIT VI –
KPHP
MERANGIN SK. 43/Menhut-II/2012 SK.321/Menlhk-
KPHP/PKPHP/HPL.0/2/2018
5
KPHP LIMAU
HULU
SOROLANGUN
Jambi UNIT VII –
KPHP
LIMAU SK. 714/Menhut-II/2011 SK. 198/Menhut-
II/REG.I/2014
6
KPHP HILIR
SAROLANGUN
Jambi UNIT VIII –
KPHP
UNIT VIII JAMBI SK.845/Menlhk/Setjen/PLA.0/
11/2016
SK.1450/MENLHK-
KPHPPKPHP/HPL.0/4/2018
7
KPHP TEBO
BARAT
Jambi UNIT IX –
KPHP
TEBO BARAT SK.632/Menlhk-Setjen/2015 SK.2419/MENLHK-
KPHP/PKPHP/HPL.0/4/2018
8 KPHP TEBO
TIMUR
Jambi UNIT X –
KPHP
TEBO TIMUR SK.632/Menlhk-Setjen/2015 SK.4748/MENLHK-
KPHP/PKPHP/HPL.0/7/2018
9
KPHP
BATANGHARI
Jambi UNIT XI –
KPHP
UNIT XI JAMBI SK.732/MENLHK/SETJEN/PL
A.0/12/2017
belum disahkan
Jambi UNIT XII –
KPHP
UNIT XII JAMBI SK.845/Menlhk/Setjen/PLA.0/
11/2016
belum disahkan
10
KPHP MUARO
JAMBI
Jambi UNIT XIII –
KPHP
UNIT XIII JAMBI SK.845/Menlhk/Setjen/PLA.0/
11/2016
SK.8567/MENLHK-
KPHP/PKPHP/HPL.0/12/2018
11
KPHP TANJUNG
JABUNG TIMUR
Jambi UNIT XIV –
KPHP
UNIT XIV JAMBI SK.845/Menlhk/Setjen/PLA.0/
11/2016
SK.10483/MENLHK-
KPHP/PKPHP/HPL.0/12/2019
19 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
Kondisi penutupan lahan
Kondisi penutupan lahan di Provinsi Jambi dapat diketahui berdasarkan hasil
interpretasi citra landsat, yang disusun menjadi peta penutupan lahan 23 kelas
oleh Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Hutan (IPSDH). Penafsiran citra
satelit menjadi peta penutupan lahan series Provinsi Jambi dilakukan oleh Balai
Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) XIII Pangkal Pinang. Peta penutupan lahan
tersebut digunakan untuk melihat perubahan penutupan lahan Provinsi Jambi
dari tahun 2006 sampai tahun 2019.
Berdasarkan peta penutupan lahan di Provinsi Jambi pada tahun 2006-2019,
terdapat 23 klasifikasi kelas penutupan lahan di Provinsi Jambi yang
diantaranya terdiri atas awan, badan air, bandara/pelabuhan, belukar, belukar
rawa, hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan mangrove
primer, hutan mangrove sekunder, hutan rawa primer, hutan rawa sekunder,
hutan tanaman, pemukiman, perkebunan pertambangan, pertanian lahan
kering, pertanian lahan kering campur, rawa, savanna/padang rumput, sawah,
tambak, tanah terbuka, transmigrasi dengan luasan masing-masing dari tahun
2006-2019 disajikan pada Tabel 2 sebagai berikut:
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 20
Tabel 2. Penutupan lahan di Provinsi Jambi tahun 2006-2019
No. Penutupan Lahan
Luas (ha)
2006 2009 2011 2014 2018 2019
1 Awan 4.437,61 3.848,43 2.626,73
2 Badan Air 42.537,72 42.757,87 42.813,48 6.190,55 43.721,29 43.716,04
3 Bandara/ Pelabuhan 83,39 83,39 83,39 53,31 82,23 82,23
4 Belukar 137.008,94 150.827,82 151.957,56 174.921,23 1.242.699,35 1.239.313,98
5 Belukar Rawa 173.375,33 269.266,73 260.934,03 1.828,85 245.910,62 244.683,46
6
Hutan Lahan Kering
Primer
641.181,23 640.264,67 640.198,41 437.332,64 578.354,79 575.037,33
7
Hutan Lahan Kering
Sekunder
740.192,71 488.267,22 435.205,46 249.062,07 276.016,69 272.434,61
8 Hutan Mangrove Primer 1.228,67 1.023,13 1.023,13 691,19 255,11 235,14
9
Hutan Mangrove
Sekunder
6.425,78 6.236,84 6.236,84 1.061,47 6.792,03 6.575,31
10 Hutan Rawa Primer 276.627,84 188.435,33 188.053,50 - 118.845,12 100.010,67
11 Hutan Rawa Sekunder 231.932,65 56.401,19 49.317,41 - 50.340,63 68.835,23
12 Hutan Tanaman 84.487,82 177.481,97 204.133,51 5.345,20 266.296,80 246.340,78
13 Pemukiman 56.717,77 56.864,29 56.864,29 11.662,33 91.479,79 91.457,98
14 Perkebunan 364.447,19 437.760,69 447.453,35 154.303,05 1.506.941,34 1.499.011,27
15 Pertambangan 12.109,53 5.847,10 5.905,28 615,54 16.750,46 16.685,41
16 Pertanian Lahan Kering 328.821,37 340.892,13 341.122,99 47.160,73 98.492,94 97.203,92
17
Pertanian Lahan Kering
Campur
1.682.793,02 1.805.502,95 1.831.792,54 854.780,38 274.843,12 272.723,10
18 Rawa 16.937,97 16.622,03 16.622,03 182,82 15.510,53 15.090,90
19 Savanna/ Padang rumput 87,71 87,71 87,71 622,90 85,98 83,75
20 Sawah 17.116,55 17.362,60 17.440,44 44.162,40 17.308,53 19.154,49
21 Tambak 803,74 1.019,63 1.019,63 287,34 211,04 211,04
22 Tanah Terbuka 59.127,34 171.628,17 177.590,18 20.320,01 22.496,54 64.562,43
23 Transmigrasi 21.808,81 21.808,81 21.808,81 - 26.935,60 26.921,45
Luas Total (ha) 4.900.290,70 4.900.290,70 4.900.290,70 2.010.584,01 4.900.370,51 4.900.370,51
Ditinjau dengan data spasial tahun 2017, luasan penutupan lahan dalam hutan
di Provinsi Jambi terus mengalami penurunan. Berkurangnya luasan
penutupan hutan di Provinsi Jambi tersebut terutama disebabkan oleh
kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang masih terjadi secara massif,
aktivitas illegal drilling, dan aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI).
Pada tahun 2019, penutupan lahan yang mendominasi di Provinsi Jambi
adalah perkebunan yaitu seluas ± 1.499.011,27 ha dan belukar seluas ±
1.239.313,98 ha.
21 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
Gambar 2. Penutupan hutan Provinsi Jambi tahun 2006-2019
Berdasarkan Gambar 2, penutupan lahan berhutan di Provinsi Jambi terbagi
dalam tujuh kelas, yaitu hutan lahan kering primer, hutan lahan kering
sekunder, hutan mangrove primer, hutan mangrove sekunder, hutan rawa
primer, hutan rawa sekunder, dan hutan tanaman. Hutan lahan kering primer
dan hutan lahan kering sekunder mendominasi penutupan hutan yang ada di
Provinsi Jambi. Dari tahun 2006-2019, penutupan hutan pada setiap kelas
berfluktuasi. Akan tetapi, sebagian besar setiap kelas hutan pada Provinsi
Jambi mengalami penurunan luasan di tahun 2019 dan hanya kelas hutan
tanaman yang mengalami pertambahan luasan dari tahun ke tahun.
Pertumbuhan kelas hutan tanaman di Provinsi Jambi meningkat seiring waktu.
0.00
100,000.00
200,000.00
300,000.00
400,000.00
500,000.00
600,000.00
700,000.00
800,000.00
Hutan Lahan
Kering Primer
Hutan Lahan
Kering
Sekunder
Hutan
Mangrove
Primer
Hutan
Mangrove
Sekunder
Hutan Rawa
Primer
Hutan Rawa
Sekunder
Hutan
Tanaman
Luas
(Ha)
Jenis Penutupan Lahan
Penutupan Lahan Berhutan Provinsi Jambi Tahun 2006-2019
2006 2009 2011 2014 2018 2019
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 22
Gambar 3. Peta penutupan lahan tahun 2006
Gambar 4. Peta penutupan lahan tahun 2019
23 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
Kondisi sosial ekonomi
Berdasarkan hasil sensus penduduk (SP) tahun 2010, aspek sosial dan ekonomi
di Provinsi Jambi sebagai berikut:
 Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk Provinsi Jambi sebanyak 3.092.265 jiwa mencakup
masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan sebanyak 948.572 jiwa (30,68%)
dan di daerah pedesaan sebanyak 2.143.693 jiwa (69%). Persentase distribusi
penduduk menurut kabupaten/kota bervariasi dari yang terendah sebesar
2,66% di Kota Sungai Penuh hingga yang tertinggi sebesar 17,20% di Kota
Jambi.
 Seks Rasio
Penduduk laki-laki Provinsi Jambi sebanyak 1.581.110 jiwa dan perempuan
sebanyak 1.511.155 jiwa. Seks Rasio adalah 105, dengan demikian dapat
digambarkan bahwa terdapat 105 laki-laki untuk setiap 100 perempuan.
Seks Rasio menurut kabupaten/kota yang terendah adalah Kota Sungai
Penuh sebesar 98 dan tertinggi adalah Kabupaten Tanjung Jabung Barat
sebesar 108. Seks Rasio pada kelompok umur 0-4 sebesar 106, kelompok
umur 5-9 sebesar 106, kelompok umur lima tahunan dari 10 sampai 64
berkisar antara 99 sampai dengan 118, dan dan kelompok umur 65-69
sebesar 101.
 Jumlah Penduduk Usia Kerja
Berdasarkan hasil SP 2010, jumlah penduduk usia kerja (15 tahun ke atas)
adalah sebesar 169,0 juta jiwa, terdiri dari 84,3 juta orang laki-laki dan 84,7
juta orang perempuan. Dari jumlah tersebut, jumlah angkatan kerja, yakni
penduduk 15 tahun ke atas yang aktif secara ekonomi yaitu mereka yang
bekerja, mencari pekerjaan atau mempersiapkan usaha sebesar 107,7 juta
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 24
jiwa, yang terdiri dari 68,2 juta orang laki-laki dan 39,5 juta orang
perempuan. Dilihat berdasarkan daerah tempat tinggal, jumlah angkatan
kerja yang tinggal di perkotaan sebesar 50,7 juta orang dan yang tinggal di
pedesaan sebesar 57,0 juta orang. Dari jumlah angkatan kerja tersebut,
jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 104,9 juta jiwa dan yang mencari
kerja sebesar 2,8 juta jiwa.
 Pendidikan
Setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan
dasar (Pasal 6 UU No. 20 Tahun 2003). Berdasarkan hasil SP 2010 oleh BPS,
persentase penduduk 7-15 tahun yang belum/tidak sekolah sebesar 2,51%
dan yang tidak sekolah lagi sebesar 6,04%. Indikator untuk melihat kualitas
sumber daya manusia yang terkait pendidikan antara lain pendidikan yang
ditamatkan dan Angka Melek Huruf (AMH). Persentase penduduk lima tahun
ke atas berpendidikan minimal tamat SMP/sederajat sebesar 40,93%.
Informasi ini menunjukkan kualitas sumber daya manusia menurut tingkat
pendidikan formalnya relatif masih rendah. Angka Melek Huruf penduduk
berusia 15 tahun ke atas sebesar 92,37% yang berarti setiap 100 penduduk
usia 15 tahun ke atas ada 92 orang yang melek huruf.
 Umur Penduduk
Median umur penduduk Provinsi Jambi tahun 2010 adalah 25,76 tahun.
Angka ini menunjukkan bahwa penduduk Provinsi Jambi termasuk kategori
menengah. Penduduk suatu wilayah dikategorikan penduduk muda bila
median umur < 20, penduduk menengah jika median umur 20-30, dan
penduduk tua jika median umur > 30 tahun. Rasio ketergantungan penduduk
Provinsi Jambi adalah 51,68. Rasio ketergantungan di daerah perkotaan
adalah 47,86 sementara di daerah perdesaan 53,44. Perkiraan rata-rata umur
kawin pertama penduduk laki-laki sebesar 24,8 tahun dan perempuan 21,2
tahun (perhitungan Singulate Mean Age at Marriage/SMAM).
25 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
 Jumlah Usaha/Perusahaan
Berdasarkan hasil survei ekonomi tahun 2016, hasil pendataan Usaha Mikro
Kecil (UMK) dan Usaha Menengah Besar (UMB) di Provinsi Jambi berjumlah
314.237 yang tersebar kedalam 13 kategori usaha yaitu B-D-E, C, F, G, H, I,
J, K, L, M-N, P, Q, R-S.
 Jumlah tenaga kerja
Hasil pendataan usaha/perusahaan, baik untuk kategori Usaha Mikro Kecil
(UMK) & Usaha Menengah Besar (UMB), menunjukkan bahwa jumlah tenaga
kerja di Provinsi Jambi berjumlah 834.766. Sebagian besar masih
terkonsentrasi di provinsi besar di Pulau Jawa, yaitu Jawa Barat, Jawa
Tengah, dan Jawa Timur, khususnya untuk sektor usaha perdagangan dan
industri.
 Balas jasa/upah pekerja
Balas jasa/upah pekerja menunjukan besarnya nilai yang dikeluarkan
perusahaan sebagai imbal balik dari hasil usaha yang telah dihasilkan oleh
pekerja. Balas jasa/upah yang dikeluarkan di Provinsi Jambi berjumlah
± Rp.12T.
Profil izin Perhutanan Sosial di Provinsi Jambi
Program Perhutanan Sosial (PS) sampai dengan Bulan Oktober 2020 di Provinsi
Jambi telah memperoleh izin PS seluas ± 201.102,47 ha dengan jumlah SK yang
telah diterbitkan sebanyak 410 unit dengan melibatkan penerima manfaat
sejumlah 33.033 keluarga. Perhutanan Sosial tersebut dibagi dalam skema
seperti yang ditampilkan pada Gambar 5 dan Tabel 3.
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 26
Gambar 5. Peta Sebaran Areal Kerja Perhutanan Sosial Tahun 2020 di Provinsi Jambi
Tabel 3. Izin Perhutanan Sosial di Provinsi Jambi tahun 2020
No.
Skema Perhutanan Sosial Surat Keputusan Jumlah Keluarga Luas (ha)
1. Hutan Desa 48 12.824 101.013,00
2. Hutan Kemasyarakatan 57 4.897 28.123,00
3. Hutan Tanaman Rakyat 220 4.084 37.730,65
4. Hutan Adat 27 10.309 11.645,68
5. Kemitraan Kehutanan 58 919 22.590,14
TOTAL 410 33.033 201.102,47
Terdapat tiga wilayah kerja KPH yang memiliki Surat Keputusan Hak Pengelola
Hutan Desa (SK HPHD) berusia lima tahun atau lebih yaitu KPH Batanghari,
KPH Merangin, dan KPH Bungo, yang terdiri dari 20 SK HPHD. Pelaksanaan
kegiatan evaluasi PS pada tahun 2020 pada Kabupaten Batanghari, Bungo, dan
Kabupaten Merangin pada wilayah kerja KPHP Batanghari Unit XI dan XII, KPHP
Bungo Unit II dan III, serta KPHP Merangin Unit IV, V, dan VI. Lembaga
27 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
Pengelola Hutan Desa (LPHD) di tiga wilayah tersebut selama ini mendapat
pendampingan dari lembaga swadaya masyarakat lokal antara lain Komunitas
Konservasi Indonesia Warsi (KKI Warsi) dan Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia (WALHI). Lokasi kegiatan evaluasi Provinsi Jambi dilakukan pada
masing-masing desa sebagaimana ditampilkan Tabel 4.
Tabel 4. Lokasi Evaluasi HD di Provinsi Jambi tahun 2020
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 28
Peta Indikatif dan Areal Perhutanan Sosial (PIAPS)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengalokasikan Perhutanan
Sosial seluas 12,7 juta ha untuk seluruh Indonesia, dengan membuat
perencanaan di dalam Peta Indikatif dan Areal Perhutanan Sosial (PIAPS). PIAPS
merupakan peta yang memuat kawasan hutan negara yang dicadangkan untuk
perhutanan sosial. Penyusunan PIAPS diawali dengan meminta masukan dari
setiap dinas pada provinsi yang membidangi urusan kehutanan dan
mengakomodir usulan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) sebagai
penggiat Perhutanan Sosial. Usulan baik dari dinas kehutanan dan LSM
diproses oleh Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan
(Ditjen PKTL) melalui rapat-rapat pembahasan antar eselon I lingkup KLHK dan
PIAPS dikonsultasikan publik ke beberapa provinsi untuk mendapatkan
masukan dari pemerintah daerah provinsi dan LSM setempat.
PIAPS direvisi dalam setiap enam bulan sekali untuk mengakomodir perubahan-
perubahan yang terjadi di lapangan dan ditetapkan oleh Direktur Jenderal
PKTL, atas nama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dengan proses
revisi yang difasilitasi oleh Direktorat Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial
(PKPS). Sampai saat ini, telah dilakukan lima kali revisi PIAPS dan yang terakhir
dengan Surat Keputusan Dirjen PKTL atas nama Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor SK. 2.111/MENLHK-PKTL/REN/PLA.0/4/2020 Tanggal 21
April 2020.
Peta Indikatif dan Areal Perhutanan Sosial Revisi V tersebut mengalokasikan
kawasan hutan untuk masyarakat seluas 13.911.867 ha yang terdiri dari areal
indikatif pada Hutan Lindung seluas 2.128.612 ha dan Hutan Produksi seluas
8636131 ha. Areal indikatif pada kawasan Hutan Produksi terdiri dari Hutan
Produksi tetap seluas 3.372.200 ha, Hutan Produksi Terbatas seluas 3.910.878
ha dan Hutan Produksi yang dapat diKonversi seluas 1.377.305 ha. Areal yang
sudah definitif/diterbitkan izin Perhutanan Sosial seluas 3.122.872 ha.
29 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
Dalam PIAPS Revisi V, dialokasikan PIAPS di Provinsi Jambi seluas 367.294
Ha. Sampai pada tanggal 21 April 2020 telah ditetapkan PIAPS Revisi V dengan
izin Perhutanan Sosial seluas 193.634 ha sehingga areal indikatifnya seluas
173.660 ha. Areal indikatif ini berada di Hutan Lindung seluas 7.561 ha dan
Hutan Produksi seluas 166.008 ha. Areal indikatif di Hutan Produksi terdiri
dari 132.764 ha di Hutan Produksi Tetap, 29.658 ha di Hutan Produksi
Terbatas dan 3.587 ha di Hutan Produksi yang dapat diKonversi. Untuk
mengetahui detil areal PIAPS sampai desa digunakan peta administrasi BPS
tahun 2017. Hasil analisis tersebut menunjukkan areal indikatif PIAPS berada
pada 10 kabupaten, 72 kecamatan, dan 230 desa.
Tabel 5. Luasan peta indikatif Perhutanan Sosial di Provinsi Jambi
Berdasarkan perkembangan izin perhutanan sosial yang telah diterbitkan di
Provinsi Jambi maka dapat diketahui dari bulan April sampai Oktober 2020,
terdapat penambahan izin Perhutanan Sosial di Provinsi Jambi yaitu seluas
7.468 ha selama kurun waktu enam bulan. Dengan demikian, areal indikatif
yang masih dapat dialokasikan untuk masyarakat mengajukan izin perhutanan
sosial sampai saat ini di Provinsi Jambi seluas 166.192 ha.
NO KABKOT HL HP HPT HPK LUAS INDIKATIF PS DEFINITIF LUAS
1 BATANG HARI 3,344.38 6,367.28 9,711.67 20,893.08 30,604.75
2 BUNGO 4,045.69 18,300.49 2,568.68 24,914.86 9,804.00 34,718.86
3 KERINCI 17,657.46 17,657.46 10,231.29 27,888.75
4 MERANGIN 0.03 28,830.85 2,850.38 31,681.25 42,498.94 74,180.19
5 MUARO JAMBI 2,168.90 376.67 933.00 3,478.57 7,083.00 10,561.57
6 SAROLANGUN 13,822.83 13,635.14 27,457.96 45,059.56 72,517.52
7 SUNGAI PENUH 940.13 940.13 - 940.13
8 TANJUNG JABUNG BARAT 3,560.34 4,060.98 5,504.39 2.01 13,127.71 9,163.00 22,290.71
9 TANJUNG JABUNG TIMUR 2,520.49 83.15 2,603.65 19,017.00 21,620.65
10 TEBO 45.39 41,117.25 924.00 42,086.64 29,884.18 71,970.82
7,651 132,764 29,658 3,587 173,660 193,634 367,294
LUAS TOTAL
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 30
Gambar 6. Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS) Revisi V di Provinsi Jambi
31 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
BAB 4
HASIL EVALUASI
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 32
Hasil evaluasi izin Perhutanan Sosial di Provinsi Jambi dari aspek ekonomi,
ekologi, dan sosial sebagai berikut:
Aspek ekonomi
Indikator aspek ekonomi dalam proses evaluasi izin Perhutanan Sosial meliputi
tata kelola sumberdaya hutan, tata kelola hasil hutan non kayu dan jasa
lingkungan, serta usaha ekonomi hasil hutan. Hutan Desa dikatakan berhasil
apabila menghasilkan manfaat ekonomi bagi masyarakatnya. Penilaian tim
evaluasi terhadap indikator aspek ekonomi pada tiga Kesatuan Pengelolaan
Hutan (KPH) di Provinsi Jambi menunjukkan kategori tidak baik dan sedang,
dengan kecenderungan lebih dari 50% berada pada kategori sedang,
sebagaimana yang ditunjukkan Gambar 7.
Gambar 7. Hasil evaluasi aspek ekonomi di Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Batanghari Unit XI dan XII, KPHP
Merangin Unit IV,V,dan VI, dan KPHP Bungo Unit II dan III
Sedang
67%
tidak
baik
33%
Aspek Ekonomi di KPHP
Batanghari Unit XI dan XII
Baik Sedang tidak baik
Sedang
50%
tidak
baik
50%
Aspek Ekonomi di KPHP
Merangin Unit IV, V, dan VI
Baik Sedang tidak baik
Sedang
80%
tidak baik
20%
Aspek Ekonomi di KPHP Bungo
Unit II dan III
Baik Sedang tidak baik
33 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
Berdasarkan focus group discussion (FGD) dengan pengurus dan anggota
Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD), serta pendamping LPHD, ditemukan
beberapa permasalahan yang dihadapi masyarakat. Permasalahan tersebut
menyebabkan capaian aspek ekonomi di Hutan Desa tidak berada dalam
kondisi maksimal. Permasalahan tersebut meliputi ketidakmampuan
melaksanakan Rencana Pengelolaan Hutan Desa (RPHD) dan Rencana Kerja
Tahunan (RKT) yang telah disusun LPHD, antara lain belum dimungkinkannya
kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu/Tata Usaha Kayu (TUK) meskipun
secara legal di dalam izin Perhutanan Sosial dimungkinkan. Permasalahan lain
yang dialami adalah penurunan harga karet sebagai komoditas utama di
sebagian besar LPHD. Kesulitan LPHD memperoleh akses pasar dan sumber
pembiayaan juga disebabkan keterbatasan informasi serta hambatan
pengembangan rencana kegiatan yang menunjang hasil hutan.
Kegiatan Hutan Desa di Kabupaten Bungo bergantung pada pendapatan dari
jasa perdagangan karbon. Sementara itu, kegiatan di Hutan Desa di wilayah
Kabupaten Batanghari, Bungo, dan Merangin masih bergantung pada para
pendamping. Pada kasus di LPHD Ndendang Hulu Sako Batang Buat, yang
berada dalam wilayah kerja KPHP Bungo Unit II dan III, Kabupaten Bungo, para
pendamping (terutama KKI Warsi) menjadi penentu akses pendapatan finansial
LPHD. Ketergantungan finansial dan bantuan pendamping tersebut
menyebabkan LPHD tidak bisa mandiri.
Permasalahan yang terjadi pada HPHD di wilayah kerja KPHP Merangin Unit
IV,V,dan VI adalah kesulitan dan keterbatasan untuk memperoleh akses pasar
karena keterbatasan transportasi dan modal. Pemasaran hasil hutan masih
sangat tergantung pada tengkulak. Hal itu menjadi salah satu masalah yang
perlu diperhatikan oleh pihak terkait.
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 34
Aspek ekologi
Penilaian aspek ekologi pada 20 unit Hutan Desa meliputi indikator fungsi
kawasan hutan yang dapat dipertahankan sesuai peruntukannya, peningkatan
keanekaragaman jenis dan produk sumber daya hutan, perbaikan kondisi
hidrologis, dan perlindungan kawasan. Secara umum berdasarkan hasil
evaluasi bahwa aspek ekologi di semua wilayah kerja Kesatuan Pengelolaan
Hutan (KPH) berada pada kategori baik terutama pada KPHP Bungo Unit II dan
III dengan presentase sebesar 100% dan pada KPHP Batanghari Unit XI dan XII
berkategori sedang dengan presentase sebesar 67% serta pada KPHP Merangin
Unit IV, V, dan VI berkategori baik dengan presentase sebesar 50% sebagaimana
pada Gambar 8 terlampir.
Gambar 8. Hasil evaluasi aspek ekologi di Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Batanghari Unit XI dan XII, KPHP
Merangin Unit IV,V, dan VI, dan KPHP Bungo Unit II dan III
Aspek ekologi di wilayah kerja Kesatuan Pengelola Hutan Produksi (KPHP)
Bungo Unit II dan III berdasarkan hasil evaluasi mempunyai penutupan lahan
Baik
33%
Sedang
67%
Aspek Ekologi di KPHP Batanghari
Unit XI dan XII
Baik Sedang tidak baik
Baik
50%
Sedang
42%
tidak baik
8%
Aspek Ekologi di KPH Merangin Unit
IV, V, dan VI
Baik Sedang tidak baik
Baik
100%
Aspek Ekologi di KPHP Bungo Unit
II dan III
Baik Sedang tidak baik
35 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
sangat baik dan juga fungsi hidrologis sangat terjaga karena Hutan Desa di
Kabupaten Bungo dijadikan areal penyerapan karbon.
Pemanfaatan jasa penyerapan karbon tersebut juga telah dimanfaatkan melalui
program perdagangan karbon. Para relawan dan wisatawan asing telah ikut
ambil bagian untuk memberikan imbal jasa karbon. Dari hasil penjagaan Hutan
Desa tersebut diperoleh imbal jasa yang telah diterima sejak tahun 2019 dan
tahun 2020 sebesar Rp.360.000.000,00 untuk setiap LPHD di Kecamatan
Bathin III Ulu, Kabupaten Bungo. Meskipun demikian, masih terdapat
permasalahan yang membutuhkan fasilitasi terkait pemanfaatan potensi-
potensi hutan lainnya yang sangat potensial, seperti HHBK dengan jenis rotan,
madu, serta jasa lingkungan berupa air terjun yang ada di Hutan Desa pada
wilayah kerja KPHP Bungo Unit II dan III di Kabupaten Bungo.
Potensi rotan, madu, serta jasa lingkungan belum dimanfaatkan secara optimal
karena pemanfaatan dan pengelolaannya masih dengan cara tradisional, belum
dikelola secara komersial, masih secara individu. Pemanfaatan dan pengelolaan
secara kelembagaan belum terintegrasi di dalam rencana kegiatan LPHD
sehingga berdampak pada tidak tercapainya manfaat dari segi ekonomi baik
untuk lembaga pengelola dan masyarakat desa, terutama dalam meningkatan
penghasilan dari HHBK dan wisata.
Pada LPHD di wilayah kerja KPHP Batanghari Unit XI, XII terdapat
permasalahan pengambilan hasil hutan kayu secara ilegal dari luar desa di areal
kerja hutan desa. Selain itu juga, terdapat permasalahan aksesibilitas dari desa
ke areal HPHD yang cukup jauh dengan jarak sekitar 5-10 km dengan jalan
hutan yang rusak. Kerusakan jalan menuju ke areal HPHD disebabkan terjadi
perubahan batas-batas kawasan hutan sebagai areal HPHD menjadi Areal
Penggunaan Lainnya (APL) dan Taman Nasional (TN).
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 36
Aspek sosial
Indikator yang digunakan untuk mengukur aspek sosial adalah peningkatan
kesejahteraan, penguatan kelembagaan, perubahan perilaku, resolusi konflik,
sensitivitas gender, kontribusi pengelolaan hutan terhadap pihak terkait. Hasil
evaluasi menunjukkan aspek sosial di semua wilayah kerja Kesatuan Pengelola
Hutan (KPH) berada pada kategori sedang, dengan persentase sebesar 100%
pada KPHP Bungo Unit II dan III, sebesar 100% pada KPHP Batanghari Unit XI.
XII, serta sebesar 58% pada KPHP Merangin Unit IV, V, dan VI.
Gambar 9. Hasil evaluasi aspek ekologi di Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Batanghari Unit XI dan XII, KPHP
Merangin Unit IV,V, dan VI, dan KPHP Bungo Unit II dan III
Pemasalahan LPHD Depati Suko Menggalo di Desa Tanjung Benuang,
Kabupaten Merangin dan LPHD Batang Klukup Sungai Mengkuang Laman
Panjang, adalah belum ada kaderisasi kepada anggota-anggota lain. Hal
tersebut disebabkan LPHD belum memiliki niat untuk melakukan kaderisasi
Sedang
100%
Aspek Sosial di KPHP
Batanghari Unit XI dan XII
Baik Sedang tidak baik
Baik
17%
Sedang
58%
tidak
baik
25%
Aspek Sosial di KPH Merangin
Unit IV, V, dan VI
Baik Sedang tidak baik
Sedang
100%
Aspek Sosial di KPHP Bungo
Unit II dan III
Baik Sedang tidak baik
37 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
pengurus. Selain itu, sumber daya anggota untuk dijadikan sebagai pengurus
tergolong minim. Kelompok pemuda belum antusias untuk berkreasi mengelola
areal baik hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu, dan jasa lingkungan
secara efektif. Ketidaktertarikan pemuda untuk mengelola hutan desa
disebabkan manfaat langsung Hutan Desa belum dirasakan. Di samping itu,
beberapa LPHD belum memiliki kesetaraan gender, karena keseluruhan
pengurus dan anggota adalah laki-laki. Perempuan belum terlibat dalam
kelompok ataupun sebagai pengurus namun para perempuan terlibat langsung
dalam pengelolaan hasil Hutan Desa.
Masyarakat merasa pengetahuan dalam pengelolaan hutan, seperti teknik
pengelolaan hasil hutan menjadi produk, strategi pemasaran hasil hutan, teknik
pembibitan dan sebagainya masih rendah. Oleh karena itu, masyarakat
berharap adanya pengelolaan peningkatan kapasitas sumber daya manusia
terutama dari pemerintah pusat, daerah, pendamping, lembaga swadaya
masyarakat, dan pihak lainnya.
Kelembagaan Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) di Kabupaten Merangin
termasuk masih lemah, terutama yang telah ditinggalkan pendamping.
Keterbatasan modal dalam pengembangan usaha dibandingkan dengan luas
lahan yang dikelola, sehingga tidak optimal untuk mencukupi kebutuhan.
Kompetensi masyarakat pada umumnya masih lemah karena rendahnya
penguasaan teknologi dan jaringan kemitraan.
Aspek keseluruhan hasil evaluasi
Hasil evaluasi secara keseluruhan menunjukkan LPHD Rio Kemunyang di Desa
Durian Rimbun, Kecamatan Muara Siau, Kabupaten Merangin memiliki nilai
terbaik sebesar 88,86%. Sementara itu, Lembaga Desa Pematang Pauh di Desa
Pematang Pauh, Kecamatan Jangkat Timur, Kabupaten Merangin memiliki nilai
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 38
terendah sebesar 42,71%. Hasil keseluruhan evaluasi diperlihatkan pada Tabel
6.
Tabel 6. Hasil evaluasi 20 Hutan Desa di Provinsi Jambi pada tahun 2020
No Kelembagaan Kabupaten Kecamatan Desa Luas Nomer SK
Hasil
Penilaian
Kesimpulan
Akhir
Penilaian
1
LPHD Pusako
Serenggam Tinggi
Batanghari Bathin XXIV Hajran 90
SK.72/Kep.Gub/BP
MD-PPT.4/2013
74,8 Sedang
2 LPHD Ibul Bajurai Batanghari Bathin XXIV
Oalak
Besar
721
SK.74/Kep.Gub/BP
MD-PPT.4/2013
68,2 Sedang
3
LPHD Rimbo Pusako
Batang Terap
Batanghari Bathin XXIV Jelutih 2.752
SK.73/Kep.Gub/BP
MD-PPT.4/2014
77,2 Sedang
4
LPHD Nendang Hulu
Sako Batang Buat
Lubuk Beringin
Bungo Batin III Ulu
Lubuk
Beringin
2.356 124 Tahun 2009 70,64 Sedang
5
Batang Klukup
Sungai Mengkuang
Laman Panjang
Bungo Batin III Ulu
Laman
Panjang
1.051
77/KEP.GUB-BPMD-
PPT.4/2013
65,72 Sedang
6
Lembaga Desa Tiga
Hulu Kampung Sangi
Letung
Bungo Batin III Ulu Buat 1.224
147/KEP.KA.BPMD-
PPT.4/XI/2013
71,6 Sedang
7
Kelompok Pengelola
Hutan Desa (KPHD)
Gunung Pohong
Bungo Batin III Ulu
Sungai
Telang
1.000
97/KEP.KA.BPMD-
PPT.4/X/2014
71,82 Sedang
8
Lembaga Desa Hulu
Simpang Duo Batang
Senamat
Bungo Batin III Ulu
Senamat
Ulu
1.661
78/KEP.GUB/BPMD-
PPT.4/2013
72,19 Sedang
9
Lembaga Desa Depati
Suko Meraji - Desa
Gedang
Merangin
Jangkat
Timur
Gedang 1.766
274/Kep.Gub/Dishu
t-4.1/2013 tanggal
16 April 2013
67,83 Sedang
10
Lembaga Desa Depati
Suko Menggalo (LD-
DSM)
Merangin
Jangkat
Timur
Tanjung
Benuang
1.254
80/Kep.Gub/BPMD-
PPT.4/2013 tanggal
31 Juli 2013
44,13 Tidak Baik
11
Lembaga Desa Sungai
Duo (LD-Sungai Duo)
Merangin
Jangkat
Timur
Jangkat 4.467
75/Kep.Gub/BPMD-
PPT.4/2013
Tanggal 31 Juli
2013
68,85 Sedang
12
Lembaga Desa Depati
Suko Dirajo Desa
Koto Baru
Merangin
Jangkat
Timur
Koto Baru 762
76/Kep.Gub/BPMD-
PPT.4/2013 tanggal
31 Juli 2013
62,84 Sedang
13 LPHD Muara Madras Merangin
Jangkat
Timur
Muara
Madras
5.330
76/Kep.Gub/BPMD-
PPT.4/2013
77,45 Sedang
14 LPHD Tanjung Alam Merangin Jangkat
Tanjung
Alam
912
79/Kep.Gub/BPMD-
PPT.4/2013
77,53 Sedang
15 LPHD Tanjung Mudo Merangin
Jangkat
Timur
Tanjung
Mudo
1.058
81/Kep.Gub/BPMD-
PPT.4/2013
67,98 Sedang
16
LPHD Koto Malelo
Sungai Seluang
Merangin
Jangkat
Timur
Beringin
Tinggi
2.038
275/Kep.Gub/Dishu
t-4.1/2013
75,90% Sedang
17 LPHD Pematang Pauh Merangin
Jangkat
Timur
Pematang
Pauh
2.957
84/Kep.Gub/BPMD-
PPT.4/2013
42,71% Tidak Baik
18
LPHD Talang
Tembago
Merangin
Jangkat
Timur
Talang
Tembago
2.707
85/KEP.GUB/BPMD.
4/2013
63,17% Sedang
19 Rio Kemunyang Merangin Muara Siau
Durian
Rambun
4.484
82/Kep.Gub.BPMD-
PPT.4/2013
88,86 Baik
20
Depati Renah
Menggalo
Merangin
Lembah
Masurai
Tanjung
Dalam
2.160
86/Kep.Gub.BPMD-
PPT.4/2014
64,55 Sedang
39 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
LPHD Rio Kemunyang di Desa Durian Rimbun, Kecamatan Muara Siau,
Kabupaten Merangin memperoleh hasil nilai tertinggi karena memiliki aspek
ekologi dan sosial-ekonomi yang berkategori baik untuk semua kriteria.
Sedangkan, Lembaga Desa Pematang Pauh di Desa Pematang Pauh, Kecamatan
Jangkat Timur, Kabupaten Merangin memperoleh hasil nilai terendah karena
hanya memiliki kriteria baik pada aspek ekologi pada kriteria perbaikan kondisi
hidrologis.
Tabel 7. Hasil evaluasi berdasarkan aspek keseluruhan di 20 Hutan Desa di Provinsi Jambi pada tahun 2020
ASPEK EVALUASI
KRITERIA PENILAIAN
TOTAL
BAIK SEDANG TIDAK BAIK
Aspek Ekonomi - (0%) 12 (60%) 8 (40%) 20 (100%)
Aspek Ekologi 12 (60%) 7 (35%) 1 (5%) 20 (100%)
Aspek Sosial 3 (15%) 14 (70%) 3 (15%) 20 (100%)
Gambar 10. Hasil evaluasi berdasarkan aspek keseluruhan 20 Hutan Desa di Provinsi Jambi pada tahun 2020
Berdasarkan tabel dan gambar di atas, terdapat 12 Hutan Desa yang memiliki
aspek ekonomi berkategori sedang (60%) dan delapan Hutan Desa yang memiliki
aspek ekonomi berkategori tidak baik (40%). Pengkajian dari aspek ekologi, 12
Hutan Desa memiliki kriteria baik (60%), tujuh Hutan Desa yang memiliki aspek
ekologi sedang (35%), dan hanya satu Hutan Desa yang memiliki aspek ekologi
tidak baik (5%). Pengkajian dari aspek sosial, terdapat tiga Hutan Desa yang
memiliki aspek sosial baik (15%), 14 Hutan Desa yang memiliki aspek sosial
12
3
1
12
7
14
17
8
1
3
2
ASP EK P ROD UKSI ASP EK EKOLOGI ASP EK SOSI AL KESI M P ULAN
HASIL EVALUASI BERDASARKAN ASPEK KESELURUHAN
Baik Sedang tidak baik
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 40
sedang (70%), dan tiga Hutan Desa yang memiliki aspek sosial tidak baik (15%).
Dengan demikian, aspek ekologi dalam Hutan Desa menunjukkan peran
signifikan terhadap kinerja Hutan Desa.
Gambar 11. Hasil evaluasi seluruh aspek di Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Batanghari Unit XI. XII, KPHP Merangin
Unit IV,V,VI, dan KPHP Bungo Unit II dan III
Gambar 11 menunjukan hasil evaluasi di Kabupaten Batanghari, Bungo, dan
Kabupaten Merangin di Provinsi Jambi sebagian besar masuk pada kategori
sedang untuk keseluruhan aspek yang dinilai. Pada Kabupaten Batanghari di
wilayah kerja KPHP Batanghari Unit XI. XII dan KPH Merangin Unit IV, V, dan
VI memiliki persentase sebesar 100% pada kategori sedang. Masih terdapat
variasi dari kategori tidak baik (17%), sedang (75%), sampai baik (8%) di
Kabupaten Merangin di wilayah kerja KPH Merangin Unit IV, V, dan VI. Hal
tersebut disebabkan pengelolaan Hutan Desa belum optimal, namun
Sedang
100%
Hasil Evaluasi Seluruh Aspek di
KPHP Batanghari Unit XI. XII
Baik Sedang tidak baik
Baik
8%
Sedang
75%
tidak baik
17%
Hasil Evaluasi Seluruh Aspek di KPH
Merangin Unit IV, V, VI
Baik Sedang tidak baik
Sedang
100%
Hasil Evaluasi Seluruh Aspek di
KPHP Bungo Unit II dan III
Baik Sedang tidak baik
41 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
menunjukkan aspek ekologi yang baik dibandingkan dengan aspek-aspek yang
lain.
Gambar 12. Hasil evaluasi di Provinsi Jambi
Gambar 12 menunjukkan hasil evaluasi akses kelola Perhutanan Sosial,
khususnya Hutan Desa yang berusia lebih dari lima tahun, yang termasuk
dalam kategori sedang sebesar 85%, yang termasuk dalam kategori tidak baik
sebesar 10%, dan yang termasuk dalam kategori baik sebesar 5%.
5%
85%
10%
Hasil Evaluasi di Provinsi Jambi
Baik Sedang tidak baik
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 42
43 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
BAB 5
KESIMPULAN DAN
REKOMENDASI
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 44
Kesimpulan
 Pelaksanaan evaluasi Perhutanan Sosial, khususnya Hutan Desa (HD) yang
lebih dari lima tahun di Provinsi Jambi, dengan hasil sebesar 85% termasuk
dalam kategori sedang, 10% termasuk dalam kategori tidak baik, dan
sebesar 5% termasuk dalam kategori baik.
 Pengkajian dari aspek ekonomi, terdapat 12 Hak Pengelola Hutan Desa
(HPHD) yang aspek sosialnya sedang (60%) dan delapan HPHD yang
sosialnya tidak baik (40%). Pengkajian dari aspek ekologi, 12 HPHD memiliki
kriteria baik (60%), tujuh HPHD yang aspek ekologinya sedang (35%), dan
hanya satu HPHD yang aspek ekologinya tidak baik (5%). Pengkajian dari
aspek sosial, terdapat tiga HPHD yang aspek sosialnya baik (15%), 14 HPHD
yang aspek sosialnya sedang (70%), dan 3 HPHD yang aspek sosialnya tidak
baik (15%). Dengan demikian, aspek ekologi dalam HPHD yang dikaji
memberikan pengaruh signifikan terhadap hasil evaluasi.
 Terhadap 12 Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) yang memiliki
penutupan lahan/ekologi yang baik berpotensi untuk pengembangan
perdagangan karbon (carbon trading).
 Berdasarkan hasil evaluasi terdapat permasalahan yang berkaitan dengan
pemahaman konsep Perhutanan Sosial, pendampingan, kapasitas sumber
daya manusia, dan komunikasi di setiap Lembaga Pengelola Hutan Desa.
Permasalahan yang bersifat teknik pengelolaan hutan, yang meliputi
penandaan batas, penyusunan rencana pengelolaan hutan desa (RPHD),
pemanfaatan hasil hutan kayu, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu,
pemanfaatan karbon terjadi juga di LPHD.
 Permasalahan khusus yang perlu segera diselesaikan adalah pergeseran
areal kerja di Hutan Desa di Desa Hajran, Desa Jelutih, Oalak Besar di
Kabupaten Batanghari.
45 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
Rekomendasi
Rekomendasi terhadap hasil evaluasi di Provinsi Jambi sebagai berikut:
 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan perlu melakukan upaya
peningkatan pemahaman tentang konsep Perhutanan Sosial khususnya
Hutan Desa. Peningkatan pemahaman konsep hutan desa tersebut
dilakukan untuk Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) maupun aparat
tingkat desa, kecamatan, kabupaten, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH).
Hal tersebut bertujuan agar tidak terjadi lagi kegiatan pembukaan lahan,
penebangan hutan dan perladangan berpindah di areal Hak Pengelolaan
Hutan Desa (HPHD).
 Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah menyediakan tenaga
pendamping yang berkompeten bagi LPHD-LPHD yang belum memiliki
pendampingan.
 Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah melakukan review terhadap
kegiatan pendampingan yang dilakukan secara partisipatif.
 Pendamping dengan dukungan Pemerintah Pusat dan Daerah melakukan
upaya peningkatan kapasitas LPHD dan pengembangan kelembagaan untuk
mendorong terwujudnya pengelolaan hutan lestari.
 Pemerintah daerah mengintegrasikan PS dalam program sektor lain yang
terkait,misalnya penyediaan internet di desa untuk akses pasar secara
online, dan alat pemantauan online.
 Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah memfasilitasi pemegang
HPHD yang sudah mencapai aspek ekologi dengan baik untuk mendapatkan
insentif dalam skema carbon trading melalui:
 Result Based Payment (overlay PIAPS dengan peta wilayah karbon
(skema mandatori dukung NDC)
 Karbon market (Voluntery pembeli dalam maupun luar negeri)
 Dinas Kehutanan melalui Pokja PPS memberikan perhatian khusus untuk
yang bernilai tidak baik yaitu HPHD Lembaga Desa Pematang Pauh di Desa
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 46
Pematang Pauh, Kecamatan Jangkat Timur, Kabupaten Merangin dan
Lembaga Desa Depati Suko Menggalo, Kecamatan Jangkat Timur,
Kabupaten Merangin dengan meningkatkan pendampingan, bimbingan
teknis dan pemantauan lebih intensif.
 Saat melakukan proses evaluasi, kriteria aspek ekologi yang diharapkan
pada Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan
Lingkungan Nomor P.9/PSKL/PKPS/KUM.1/10/2019 adalah
membandingkan luasan penutupan hutan sebelum dan sesudah izin
Perhutanan Sosial diberikan. Data sekunder berupa peta penutupan lahan
hasil interpretasi peta yang tersedia tidak mampu memberikan gambaran
penutupan lahan di areal izin Perhutanan Sosial secara detil. Soluasi untuk
memperoleh gambaran penutupan lahan yang detil dapat dilakukan dengan
menggunakan drone sebelum dan sesudah pemberian izin Perhutanan
Sosial. Akan tetapi, penerapan teknologi drone di setiap KPH memiliki
kendala di tenaga teknis dan ketersedian alat.
 KPH Batanghari perlu menindaklanjuti hasil evaluasi dengan melakukan:
 Fasilitasi penandaan batas areal kerja HPHD Jelutih dan HPHD Olak
Besar sesuai dengan fakta lapangan sebagai bahan pengajuan revisi areal
kerja oleh pemegang HPHD kepada Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.
 Penyiapan petugas-petugas lapangan sebagai tenaga pendamping.
 Identifikasi kader potensial (local champion) pelaku Perhutanan Sosial.
 Fasilitasi Tata Usaha Kayu (TUK) pada Hutan Desa yang merencanakan
pemanfaatan kayu.
 koordinasi dan fasilitasi pelaksanaan patroli hutan yang dilakukan oleh
pemegang HPHD.
 Identifikasi kebutuhan pemegang HPHD dalam rangka mengembangkan
aspek ekonomi.
 Fasilitasi untuk mendapatkan dukungan pendanaan dalam pembuatan
jalan bagi wisata dan pengangkutan hasil hutan.
47 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
 KPH Bungo perlu menindaklanjuti hasil evaluasi dengan melakukan:
 Fasilitasi diskusi antara LPHD, Mitra dan KPH untuk mencapai
kesepahaman bersama tentang pengelolaan Hutan Desa.
 Fasilitasi peningkatan kapasitas kelembagaan organisasi dan keuangan
LPHD serta peningkatan kapasitas produksi hasil hutan melalui
pendampingan dan bimbingan teknis secara intensif.
 Pendamping yang melakukan fasilitasi perdagangan karbon wajib
melaporkan perkembangannya kepada Kepala KPH setempat.
 Kajian terhadap praktik-praktik perdagangan karbon yang telah
dilakukan oleh LPHD dan melaporkan perkembangannya kepada
Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan melalui Dinas Kehutanan.
 koordinasi dan fasilitasi pelaksanaan patroli hutan yang dilakukan oleh
pemegang HPHD.
 Fasilitasi pembuatan menara pengawas kebakaran dan mendorong LPHD
untuk membuat papan nama Hutan Desa.
 KPH Merangin perlu menindaklanjuti hasil evaluasi dengan melakukan:
 Fasilitasi penguatan kelembagaan dan kegiatan usaha melalui
pendampingan yang intensif.
 Identifikasi kebutuhan LPHD dalam pengembangan usaha.
 Koordinasi dengan OPD terkait untuk perbaikan akses jalan bagi
peningkatan kegiatan ekonomi dan wisata.
 Fasilitasi pelaksanaan penandaan batas areal kerja HPHD Gedang dan
HPHD Tanjung Benuang sesuai dengan fakta lapangan sebagai bahan
pengajuan revisi areal kerja oleh pemegang HPHD kepada Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
 Identifikasi secara partisipatif terhadap permasalahan yang terjadi pada
LPHD yang masih dalam kondisi tidak baik yaitu LPHD Depati Suko dan
LPHD Pematang Pauh untuk mengetahui akar permasalahannya dan
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 48
mencari solusi yang kemudian disampaikan kepada Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan melalui Dinas Kehutanan setempat.
49 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
DAFTAR PUSTAKA
(BPS) Badan Pusat Statistik. 2016. Data Hasil Pendataan UMK UMB di Provinsi Jambi.
https://se2016.bps.go.id/umkumb/index.php/site?id=15&wilayah=Jambi
(BPS) Badan Pusat Statistik. 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010 Provinsi Jambi Data Agregat per
Kabupaten/Kota.https://jambi.bps.go.id/publication/2010/12/02/c574bfb197bf6a656c1ee82
b/hasil-sensus-penduduk-2010-provinsi-jambi-data-agregat-per-kabupaten-kota.html
Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK Nomor
P.9/PSKL/PKPS/KUM.1/10/2019 tentang Pedoman Evaluasi Izin Perhutanan Sosial.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.83/
MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Sungai
Penuh di Provinsi Jambi.
Yanuar, Y. 2019. Wilayah Hutan di Jambi Tinggal 17 Persen, Turun 20.000 Ha 2 Tahun.
https://tekno.tempo.co/read/1285796/wilayah-hutan-di-jambi-tinggal-17-persen-turun-20-
000-ha-2-tahun/full&view=ok
E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 50
LAMPIRAN
BERITA ACARA EVALUASI HPHD
KPH BATANGHARI
2
2) Rencana Tahunan terakhir tahun 2016
2. Aspek Produksi
a) Kriteria Tata Kelola Sumber Daya Hutan
1) Telah dilakukan penandaan batas yang difasilitasi KKI Warsi pada bulan
November sampai Desember 2014. Batas berupa plat seng, patok semen
dan cat, dengan kondisi telah ketemu gelang. Proses tata batas dilakukan
secara partisipatif yang diasistensi oleh Dinas Kehutanan Provinsi Jambi.
2) Pembagian blok dalam areal kerja sudah disusun oleh LPHD Pusako
Serenggam Tinggi dan disahkan oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi
Jambi tahun 2015.
3) Tidak ada peralihan hak pada aeal HPHD, karena konsep pengelolaan HD
mengadopsi Tanah Kas Desa.
4) Telah menerapkan system wanatani kombinasi Karet, Mangga, Pinang,
Petai, Jengkol, Durian, Manggis, Jabon.
5) Penggunaan teknologi baru diterapkan pada pengelolaan areal Hutan
Desa yaitu pegeplotan dengan GPS dan HP untuk Patroli.
6) LPHD Pusako Serenggam Tinggi telah melakukan penanaman melalui
dukungan program RHL BPDAS Batanghari, Demplot ±10 Ha Dinas
Kehutanan Provinsi Jambi dan dukungan dana desa.
7) Sudah memiliki laporan tahunan yang dibantu pendamping, tapi belum
terarsipkan dengan baik sampai tahun 2016 karena setelah itu
pendampingan terhenti.
b) Kriteria Tata Kelola Hasil Hutan Kayu, Hasil Hutan Bukan Kayu dan Jasa
Lingkungan
1) Pemungutan HHK di areal kerja LPHD Hajran masih sebatas kayu pagar
dan kayu bakar
2) HHBK yang telah dimanfaatkan dalam bentuk buah-buahan
3) Masyarakat masih belum paham terkait PNBP dan mekanismenya
c) Kriteria Usaha Ekonomi Hasil Hutan
1) Belum ada unit usaha Perhutanan Sosial yang sudah berjalan. Secara
kebijakan sudah dibuat di RKHD namun belum berjalan karena
pendampingan sempat terputus 4 tahun.
2) Aset tanaman seluas 10 Ha, dimana saat ini kurang terawat, karena Ketua
LPHD Pusako Serenggam Tinggi meninggal dan belum ada pembentukan
kepengurusan yang baru.
3) Sudah memiliki rencana usaha dan sudah dijanlakan dengan penanaman
areal HD namun ketika pendampingan terhenti kegiatan ikut berhenti.
3
4) Saat ini LPHD Pusako Serenggam Tinggi mulai menginisiasi promosi
lewat FB oleh pengurus dan juga anak-anak muda serta kelompok
perempuan.
5) HHBK yang utama Karet, Duren, Jengkol dan petai yang pernah
dipasarkan sampai skala provinsi namun sekarang terhenti.
6) Ada potensi pembuatan ekowisata disekitar HPHD berupa rumah pohon
dan jembatan gantung yang menjadi tempat selfie oleh wisatawan lokal,
namun belum sempat termanfaatakan.
7) Peluang penerusan pendampingan KKI WARSI yang berpengalaman
untuk pendanaan Karbon
3. Aspek Ekologi
a. Kriteria Fungsi Kawasan Hutan dapat dipertahankan sesuai peruntukannya
1) Luasan tutupan hutan untuk hutan produksi saat ini tinggal 30 %.
Arealnya kerja HPHD ini merupakan lahan terlantar eks HTI. PT HAPADI,
sehingga lebih pada proses rehabilitasi
2) Dengan memiliki tutupan hutan 0-60 %, areal kerja HD merupakan eks
HPH dan HTI terlantar. Kondisi tutupan didominasi belukar dan lahan
terbuka.
3) Rencana pengelolaan lebih banyak pada penananaman agroforestry
dengan tanaman Jabon, jelutung, Jengkol, Petai, Sunkai, Duren.
b. Seiring dengan tidak terawatnya HPHD Hajran maka kondisi keragaman
satwa berkurang demikian juga keberadaan spesies endemic berkurang.
c. Perbaikan kondisi hidrologis :
1) Kondisi hidrologis di sekitar HPHD relative tetap, dan HPHD ini menjadi
salah satu hulu Batang Serengam
2) Relatif tidak berubah mutu airnya tapi tidak menurun
d. Perlindungan Hutan
1) Kegiatan perlindungan hutan mulai menurun setelah Ketua LPHD Pusako
Serenggam Tinggi meninggal 1 tahun yang lalu
2) Apabila terjadi kebakaran LPHD Pusako Serenggam Tinggi baru
bertindak untuk melakukan pemadaman
3) Aspek Sosial Ekonomi
a. Kriteria Peningkatan Kesejahteraan Kelompok/Masyarakat/Desa
1) Pendapatan masyarakat meningkat belum meningkat karena tanaman
bekum menghasilkan, baru buah-buahan untuk subsitansi saja.
2) Belum ada lapangan kerja baru, namun KWT merencanakan untuk
menanami dengan tanaman obat dan membuka warung untuk
pengembangan wisata
b. Kriteria Penguatan Kelembagaan
1) Status badan hukum Kelompok masih yang di SKkan Kepala Desa.
2) Memiliki aturan dalam bentuk Perdes
3) Pertemuan masih berjalan, walaupun kurang intensif setelah Ketua LPHD
Pusako Serenggam Tinggi meninggal
4) Proses pembuatan keputusan melibatkan pengurus dan anggota
4
5) Kegiatan peningkatan kapasitas didukung oleh Pemdes, Pemda dan
pendamping
6) Modal berupa areal HPHD yang telah ditanami
7) Belum ada iuran.tabungan pemegang HPHD
8) Terdapat daftar anggota struktur umur anggota LPHD Pusako Serenggam
Tinggi
c. Kriteria Perubahan Perilaku Pengurus dan Anggota LPHD
1) Muncul tokoh muda dan perempuan
2) Mayoritas sumber penghidupan sebelumnya adalah illegal logging tetapi
dengan HD semangat menanam menjadi lebih baik
d. Kriteria Resolusi Konflik
1) Terdapat aturan internal dan prosedur penyelesaian konflik berupa
penerapan aturan adat
2) Pengalaman dalam proses penyelesaian konflik/sengketa yaitu
selesainya konflik batas wilayah administrasi
e. Kriteria Kesetaraan Gender
1) Keterwakilan perempuan dalam pengurus/lembaga terdapat 7 orang
2) Tingkat partisipasi pengurus dan anggota perempuan dalam kegiatan
lembaga dan pengelolaann/pemanfaatan hutan aktif terlibat, bahkan
menyampaikan aspirasi terkait dengan pengembangan pertanian, unit
usaha dan ekowisata
f. Kriteria kontribusi pengelolaan hutan terhadap pihak terkait
1) Adanya dana/bantuan dari BPDAS
2) Adanya Hubungan dengan KLHK, Dinas Kehutanan Provinsi, KPH dan
Pemkab
A. Hasil Evaluasi lokasi HPHD berdasarkan desk analsis dan pengecekan ke lapangan
Berdasarkan desk analsis dan pengecekan ke lapangan, diperoleh fakta, data dan
informasi sebagai berikut:
1. Letak lokasi
Desa/Kecamatan :Hajran/Bathin XXIV
Kabupaten : Batanghari
Provinsi : Jambi
DAS : DAS Batanghari
2. Batas lokasi
Utara : APL PT. Sawit Desa Makmur
Selatan : HP Serengam Hilir (Eks PT. Hapadi)
Barat : APL PT. Sawit Desa Makmur
Timur : HP Serengam Hilir
3. Hasil checking lapangan menggunakan GPS adalah sebagai berikut:
No. Koordinat Geografis Keterangan
Lintang (Y) Bujur (X)
1 102,93907 -1,82398 Patok masuk HD
5
2
3
4
5
6
102,92765
102,91997
102,92005
102,92007
102,91913
-1,82444
-1,82609
-1,82632
-1,82635
-1,82628
Kebun buah di dalam HPHD
Kebun Karet bekas disadap
Pohon akasia alam
Pondok Kubu
Batas ujung HPHD
4. Lokasi HPHD tersebut di atas berdasarkan fungsi kawasan, adalah Hutan
Produksi (HP) seluas 90 ha
5. Kondisi biofisik calon lokasi
- Tutupan lahan:.didominasi oleh hutan dan semak belukar .
- Ketinggian : 50 - 100 mdpl
- Kelerengan : kisaran 0-8 %
- Topografi : datar
- Jenis vegetasi : pepohonan hutan hujan dan tanaman MPTS
6. Jenis tanaman yang sudah diusahakan masyarakat pada calon lokasi: Karet,
Jabon, Akasia, mangga, petai, nangka, dan durian .
7. Potensi kawasan calon lokasi:
1) Masyarakat Hajran memaknai keberadaan Hutan Desa bukan hanya semata-
mata kayu, namun menjadi bagian dari penyangga sistim hidup dan
penghidupan, sistim sosial dan adat;
2) Hutan Desa sebagai bagian dari wilayah adat masyarakat;
3) Tata kelola Hutan Desa menggunakan aturan hukum adat;
4) hayati yang berfungsi sebagai penyedia bahan-bahan kebutuhan dasar
seperti sumber air, ketentraman dan lainnya;
5) Hutan dimanfaatkan tidak didasari hanya pada kegiatan eksploitatif, tetapi
dilandasi pada usaha-usaha untuk memelihara keseimbangan dan
keberlanjutannya;
B. Permasalahan Umum dan Harapan Masyarakat
1) Dukungan Pemerintah dan LSM pendamping diharapkan hadir kembali untuk
membangun kembali HPHD seperti pada proses awal pengusulan sehingga dapat
memberikan kepercayaan masyarakat kembali kepada profil ketua yang akan
dilakukan pemilihan.
2) Diperlukan dukungan dana yang salah satunya pemanfaatan penggunaan Dana
Desa karena pernah diusulkan dalam RPJM desa.
3) Potensi baru untuk perdagangan carbon perlu digali sehingga apabila hutan yang
masih bagus dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat sehingga bersedia
merawatnya.
C. Dampak Pengelolaan Perhutanan Sosial
1) Membaiknya sistim hidroorologi karena terpeliharanya kondisi hutan pada
tanaman asli ex. HPH
6
2) Merubah presepsi masyarakat yang awalnya hanya berorientasi pada kayu sudh
mulai menanam pohon buah-buahan walaupun belum berhasil melakukan
pemanenan karena pohon tumbuh tidak normal
3) Terselesaikannya konflik batas antar wilayah administrasi desa melalui surat
kesepakatan bersama, sehingga pengelolaan Hutan Desa bisa lebih maksimal dan
tidak terjadi konflik.
E. Rekomendasi dan Tindak Lanjut
1) Perlu dukungan program dari LSM KKI Warsi didukung oleh Dinas Kehutanan
Provinsi Jambi melalui KPH Batanghari untuk memberikan pendampingan di
Hutan Desa Hajran.
2) Segera melakukan rapat interen LPHD Pusako Serenggam Tinggi untuk
membentuk kepengurusan baru sepeninggal ketua.
3) Diperlukan bagi pemerintah desa dan LPHD untuk merevitalisasi LPHD
(kepengurusan, review RKHD dan susun RTHD, Regenerasi dan pelibatan
perempuan serta millenial), melakukan peningkatan kapasitas SDM dan LPHD
(kerajinan, pertanian organik, wisata, tatalaksana kelembagaan dan keuangan,
promosi dan pemasaran, studi banding dan desain medsos) dan melakukan
sinergi program dan dukungan antara BUMDES-LPHD untuk pembentukan dan
penguatan KUPS.
4) Dishut melalui KPH dapat memfasilitasi komunikasi dengan BPDAS untuk
mendapatkan dukungan bibit bagi pengkayaan areal kerja Hutan Desa,
menyediakan penyuluh kehutanan untuk melakukan pendampingan bersma
pendamping, fasilitasi proses untuk revisi SK, adendum areal kerja dan
komunikasi dengan KLHK terkait TUK di kawasan Hutan Desa.
5) Pihak pendamping (KKI Warsi dan KPH Batanghari) perlu melakukan
pendampingan yang intensif lagi (penyiapan pengasuhan pohon, pendanaan
karbon, ekowisata, mitigasi konflik dan pembentukan kelembagan penanganan
konflik), Fasilitasi Peningkatan kapasitas SDM dan kelembagaan pengelola
(LPHD), Fasilitasi Review dan Pembaharuan RKHD, RTHD, Penataan Ulang Areal
Kerja (replotting blok), menyusun Rencana Usaha,pembuatan laporan, rapat
periodik, Fasilitasi komunikasi dengan para pihak (KLHK, BPDAS, Dishut
Provinsi, Pemkab, Lembaga Keuangan, Universitas) untuk membantu promosi
dan pemasaran hasilnya.
6) Berdasarkan hasil FGD dengan para pihak ditemukan adanya Memoranda
tentang Kesepahaman dan Kesepakatan Revisi SK MENHUT RI Nomor :
SK.433/MENHUT-2/2011 Tentang Penetapan Kawasan Hutan produksi Tetap
Sebagai Areal Kerja Hutan Desa Untuk Hajran dan Desa Olak Besar di Kecamatan
Batin XXIV Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi tentang hasil akhir proses
mediasi tertanggal 16 Desember 2015. Memoranda ini merupakan Kesepahaman
dan Kesepakatan antara Lembaga Pengelola Hutan Desa Hajran dan Olak Besar
yang menyepakati penyelesaian tumpang tindih areal Hutan Desa dan
penyelesaian konflik. Dokumen ini perlu dibahas kembali saat kelembagaan
Hutan Desa sudah terbentuk kepengurusan yang baru, di fasilitasi oleh
pendamping dan KPH Batanghari untuk tindaklanjutnya.
BERITA ACARA EVALUASI HPHD
KPH MERANGIN
1
BERITA ACARA EVALUASI IZIN
Nomor : BA. 163/PKPS/PP/PSL.0/2020
Pada hari ini Selasa tanggal Sembilan bulan September. tahun Dua ribu dua puluh, Kami yang bertanda
tangan di bawah ini :
No. Nama/ NIP. Instansi Jabatan dalam Tim
1
Ika Noor Muslihah M, S.Si /
19871002010122005
Direktorat PKPS Ditjen PSKL KLHK Ketua Tim
2 Agung Susetyo, S.Si Direktorat PKPS Ditjen PSKL KLHK Anggota Tim
3
Indra Cahyadi /
197801211998031002
Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Anggota Tim
4 Nur Amalia, S.H., MDM. TP2PS Anggota Tim
5
Sepriadi Mentako/
198409272015041001
UPTD KPHP Merangin Unit IV, V, VI Anggota Tim
Berdasarkan:
1. Surat Perintah Tugas Direktur Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial
Nomor.ST.130/PKPS/PP/SET.0/9/2020 tanggal 1 September 2020
Telah melakukan evaluasi Izin Perhutanan Sosial selama 2 (dua) hari terhitung mulai tanggal 5 s.d 6
September 2020 terhadap LPHD Muara Madras yang diketuai oleh:
Nama : Kaspidarto (periode kepengurusan LPHD 2019 – sekarang)
Jabatan : Ketua LPHD Muara Madras
No. KTP : 1502011604710001
Alamat : Desa Muara Madras, Kec. Jangkat Timur, Kab. Merangin
No HP : 082373082451
Dengan hasil sebagai berikut:
A. Hasil Evaluasi HPHD berdasarkan FGD di Lapangan
Berdasarkan hasil FGD yang dihadiri oleh Ketua LPHD baru (periode 2019 – sekarang), pengurus (lama
dan baru) dan perwakilan anggota LPHD Muara Madras, Kepala Desa Muara Madras serta perangkat
desa, didapatkan fakta, data dan informasi sebagai berikut:
1. Aspek Prasyarat
a) Kriteria Ketersediaan Dokumen Legalitas dan Perencanaan Perhutanan Sosial
1) Dokumen Rencana Umum Pengelolaan Hutan (RUPH) tahun 2019, Rencana Pengelolaan
Hutan Desa (RPHD) 2020-2029 dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) 2020 telah dibuat dan
telah disahkan oleh Kepala Desa Muara Madras
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENYIAPAN KAWASAN PERHUTANAN SOSIAL
Alamat : Gedung Pusat Kehutanan ”manggala wanabakti” lantai 14
Jalan Jenderal Gatot Subroto-Senayan, Jakarta pusat, telp. 021-5737945/ Fax. 021-5737945
Kotak Pos No. 11 JKWB 102270
2
2) Peta areal kerja ada
3) AD/ART tidak ada
2. Aspek Produksi/Ekonomi
a) Kriteria Tata Kelola Sumber Daya Hutan
1) Dokumen RKU 2020-2029 telah memuat rencana kegiatan tata batas, namun belum
direalisasikan sehingga saat ini. HPDH Muara Madras belum memiliki tanda batas areal
kerja hutan desa dengan wilayah kelola/pemanfaatan di sekitarnya.
2) Tidak terdapat peta areal kerja yang membagi hak pengelolaan ke dalam zonasi dan/atau
blok pemanfaatannya, namun di RKU 2020-2029 sudah memasukkannya dalam rencana.
3) Tidak ada pengalihan hak kelola/izin area kerja kepada pihak lain. Perubahan sebatas
terjadi pada struktur pengurus LPHD sebanyak 3 (tiga) kali perbuahan kepengurusan
(Ketua) sejak awal berdiri hingga saat ini.
4) LPHD telah menerapkan sistem wanatani, namun terjadi di luar areal Hutan Desa. Masih
banyak APL yang dipertahankan fungsinya sebagai hutan, selain sebagai lokasi wanatani.
Masyarakat menjangkau areal yang dekat dengan permukiman untuk melakukan
pengelolaan serta pemanfaatan lahan dengan sistem sistem pertanian agroforestry.
Komoditas empon-empon, cabai, tomat dan sayuran (selada air, bayam, dll) dibudidayakan
sebagai tanaman sela untuk pokok kopi. Pohon kayu manis, durian, jengkol, petai, dan
sejumlah jenis tanaman kehutanan lainnya dikembangkan sebagai pembatas antara
tanaman kopi per lajur dan pagar tepi. Masyarakat belum/tidak sama sekali melakukan
pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan di dalam Kawasan hutan. Hutan Desa secara
kultur diposisikan sebagai hutan larangan/konservasi desa (Hutan Desa rasa Hutan Adat).
5) Ada penggunaan teknologi pengolahan atau pemanfaatan hutan yang ramah lingkungan
yang digunakan terutama untuk melakukan pengolahan kopi hasil panen yang merupakan
bantuan dari proyek MCA-I melalui Pundi Sumatra dan semuanya dilakukan diluar areal
hutan desa.
6) Realisasai pemeliharaan/perlindungan tanaman sesuai rencana kerja masih berjumlah
100% artinya dalam kondisi hutan alam yang sama rapatnya dari saat pertama kali diajukan
menjadi hutan desa hingga saat ini karena hutan desa berupa hutan larangan yang tidak
boleh dimanfaatkan atau diolah melainkan hanya sebagai hutan konservasi dan lindung
untuk memastikan supply air tetap terjaga dan berkelanjutan.
7) Walaupun LPHD membuat semua rencana, namun tidak ada laporan tahunan yang dibuat
oleh pengurus LPHD dan diserahkan kepada pejabat terkait.
Berdasarkan hasil skoring diperoleh nilai 125 atau 82 % yang termasuk kategori baik.
b) Kriteria Tata Kelola Hasil Hutan Kayu, Hasil Hutan Bukan Kayu dan Jasa Lingkungan
1) Realisasi Kegiatan pemanfaatan dan / atau pemungutan kayu (HHK) yang sesuai dengan
rencana kerja kisaran 0-60%, dikarenakan sama sekali tidak ada kegiatan pemanfaatan
dan/atau pemungutan HHK di areal HPHD. Sebagaimana sebelumnya dinyatakan bahwa
areal HPHD telah disepakati secara kultural dan distrukturkan oleh masyarakat
sebagaimana hukum pantang larang desa menjadi hutan larangan yang dilindungi
(dikonservasi). Kegiatan utama yang dilakukan hanya perlindungan dan pengamanan
hutan.
2) Realisasi kegiatan pemanfaatan HHBK dan Jasa Lingkungan termasuk didalamnya hanya
dilakukan pemanfaatan jasa lingkungan tangkapan air, sumber air panas serta pembangkit
listrik tenaga air (PLTMH) yang ada di Hutan Desa
3) Sebagai akibat dari tidak adanya pemanfaatan HHK maupun HHBK maka pengurus LPHD
tidak pernah membayar pemenuhan kewajiban pembayaran pendapatan negara bukan
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020
Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020

More Related Content

What's hot

Pedoman penyusunan proposal program pembangunan desa
Pedoman penyusunan proposal program pembangunan desaPedoman penyusunan proposal program pembangunan desa
Pedoman penyusunan proposal program pembangunan desa
muhammad hamdi
 

What's hot (20)

Pendamping Desa Konperensi Pers 16 Feberuasi 2021
Pendamping Desa Konperensi Pers 16 Feberuasi 2021Pendamping Desa Konperensi Pers 16 Feberuasi 2021
Pendamping Desa Konperensi Pers 16 Feberuasi 2021
 
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Desa Bersih Narkoba
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Desa Bersih NarkobaPetunjuk Teknis Pelaksanaan Desa Bersih Narkoba
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Desa Bersih Narkoba
 
Uclg aspac melokalkan sd gs tpb tv desa 06 oct 2020 | PAPARAN KADES IWAN
Uclg aspac melokalkan sd gs tpb tv desa 06 oct 2020 | PAPARAN KADES IWAN Uclg aspac melokalkan sd gs tpb tv desa 06 oct 2020 | PAPARAN KADES IWAN
Uclg aspac melokalkan sd gs tpb tv desa 06 oct 2020 | PAPARAN KADES IWAN
 
Advokasi Panjang dan Berliku Beras ASN Manokwari
Advokasi Panjang dan Berliku Beras ASN ManokwariAdvokasi Panjang dan Berliku Beras ASN Manokwari
Advokasi Panjang dan Berliku Beras ASN Manokwari
 
Masa Desa Pembinaan dan Pengawasan Desa | Kades Iwan 15
Masa Desa Pembinaan dan Pengawasan Desa | Kades Iwan 15 Masa Desa Pembinaan dan Pengawasan Desa | Kades Iwan 15
Masa Desa Pembinaan dan Pengawasan Desa | Kades Iwan 15
 
Konsep desa lestari, penabulu alliance 2015
Konsep desa lestari, penabulu alliance 2015Konsep desa lestari, penabulu alliance 2015
Konsep desa lestari, penabulu alliance 2015
 
Membangun desa lestari david ardhian
Membangun desa lestari   david ardhianMembangun desa lestari   david ardhian
Membangun desa lestari david ardhian
 
Memuliakan dan memperkuat desa menjadi desa mandiri marwan jafar
Memuliakan dan memperkuat desa menjadi desa mandiri   marwan jafarMemuliakan dan memperkuat desa menjadi desa mandiri   marwan jafar
Memuliakan dan memperkuat desa menjadi desa mandiri marwan jafar
 
Perencanaan BUM Desa
Perencanaan BUM DesaPerencanaan BUM Desa
Perencanaan BUM Desa
 
Sosialisasi Permendesa No 13 tahun 2020
Sosialisasi Permendesa No 13 tahun 2020Sosialisasi Permendesa No 13 tahun 2020
Sosialisasi Permendesa No 13 tahun 2020
 
Pengantar diskusi perhutanan sosial dan sdgs desa point 8 dan 9 6 juli 2021 l...
Pengantar diskusi perhutanan sosial dan sdgs desa point 8 dan 9 6 juli 2021 l...Pengantar diskusi perhutanan sosial dan sdgs desa point 8 dan 9 6 juli 2021 l...
Pengantar diskusi perhutanan sosial dan sdgs desa point 8 dan 9 6 juli 2021 l...
 
Pedoman penyusunan proposal program pembangunan desa
Pedoman penyusunan proposal program pembangunan desaPedoman penyusunan proposal program pembangunan desa
Pedoman penyusunan proposal program pembangunan desa
 
Kabar jkpp edisi 17
Kabar jkpp edisi 17Kabar jkpp edisi 17
Kabar jkpp edisi 17
 
Materi Ngopi bersama PSM Eps. 29 - Peran Pelatihan dan Pendidikan untuk Pruka...
Materi Ngopi bersama PSM Eps. 29 - Peran Pelatihan dan Pendidikan untuk Pruka...Materi Ngopi bersama PSM Eps. 29 - Peran Pelatihan dan Pendidikan untuk Pruka...
Materi Ngopi bersama PSM Eps. 29 - Peran Pelatihan dan Pendidikan untuk Pruka...
 
Peningkatan kapasitas TPP 2021 16 juni 2021
Peningkatan kapasitas TPP 2021 16 juni 2021Peningkatan kapasitas TPP 2021 16 juni 2021
Peningkatan kapasitas TPP 2021 16 juni 2021
 
Materi Ngopi bersama PSM Eps.26 - Sinergi dalam Implementasi Prioritas Penggu...
Materi Ngopi bersama PSM Eps.26 - Sinergi dalam Implementasi Prioritas Penggu...Materi Ngopi bersama PSM Eps.26 - Sinergi dalam Implementasi Prioritas Penggu...
Materi Ngopi bersama PSM Eps.26 - Sinergi dalam Implementasi Prioritas Penggu...
 
3. materi bappeda provinsi jawa tengah
3. materi bappeda provinsi jawa tengah3. materi bappeda provinsi jawa tengah
3. materi bappeda provinsi jawa tengah
 
Seri 1 SDGs Desa Desa Berkelanjutan M Rifaat Adiakarti Farid
Seri 1 SDGs Desa Desa Berkelanjutan M Rifaat Adiakarti FaridSeri 1 SDGs Desa Desa Berkelanjutan M Rifaat Adiakarti Farid
Seri 1 SDGs Desa Desa Berkelanjutan M Rifaat Adiakarti Farid
 
Koordinasi penyusunan rpjmn 2015 2019 dan rkp 2015 bidang pembangunan perdesa...
Koordinasi penyusunan rpjmn 2015 2019 dan rkp 2015 bidang pembangunan perdesa...Koordinasi penyusunan rpjmn 2015 2019 dan rkp 2015 bidang pembangunan perdesa...
Koordinasi penyusunan rpjmn 2015 2019 dan rkp 2015 bidang pembangunan perdesa...
 
Desa Masuk Kampus
Desa Masuk KampusDesa Masuk Kampus
Desa Masuk Kampus
 

Similar to Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020

FAKTOR PENYEBAB TINGGINYA DESA SIAGA TIDAK AKTIF DI KABUPATEN SITUBONDO
FAKTOR PENYEBAB TINGGINYA DESA SIAGA TIDAK AKTIF DI KABUPATEN SITUBONDOFAKTOR PENYEBAB TINGGINYA DESA SIAGA TIDAK AKTIF DI KABUPATEN SITUBONDO
FAKTOR PENYEBAB TINGGINYA DESA SIAGA TIDAK AKTIF DI KABUPATEN SITUBONDO
firii JB
 
Pemanfataan Lahan Sebagai Upaya Pembangunan Masyarakat Desa
Pemanfataan Lahan Sebagai Upaya Pembangunan Masyarakat DesaPemanfataan Lahan Sebagai Upaya Pembangunan Masyarakat Desa
Pemanfataan Lahan Sebagai Upaya Pembangunan Masyarakat Desa
Habibullah
 
Partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan produksi pana pana d...
Partisipasi  masyarakat  terhadap  pelestarian  hutan  produksi  pana pana  d...Partisipasi  masyarakat  terhadap  pelestarian  hutan  produksi  pana pana  d...
Partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan produksi pana pana d...
Operator Warnet Vast Raha
 
Partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan produksi pana pana d...
Partisipasi  masyarakat  terhadap  pelestarian  hutan  produksi  pana pana  d...Partisipasi  masyarakat  terhadap  pelestarian  hutan  produksi  pana pana  d...
Partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan produksi pana pana d...
Operator Warnet Vast Raha
 
Jurnal
JurnalJurnal
Jurnal
fathad
 

Similar to Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020 (20)

Status lingkungan hidup indonesia 2012. pilar lingkungan hidup indonesia
Status lingkungan hidup indonesia 2012. pilar lingkungan hidup indonesiaStatus lingkungan hidup indonesia 2012. pilar lingkungan hidup indonesia
Status lingkungan hidup indonesia 2012. pilar lingkungan hidup indonesia
 
Perhutanan Sosial.pptx
 Perhutanan Sosial.pptx Perhutanan Sosial.pptx
Perhutanan Sosial.pptx
 
Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Kesehatan Lingkungan
Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Kesehatan Lingkungan Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Kesehatan Lingkungan
Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Kesehatan Lingkungan
 
FAKTOR PENYEBAB TINGGINYA DESA SIAGA TIDAK AKTIF DI KABUPATEN SITUBONDO
FAKTOR PENYEBAB TINGGINYA DESA SIAGA TIDAK AKTIF DI KABUPATEN SITUBONDOFAKTOR PENYEBAB TINGGINYA DESA SIAGA TIDAK AKTIF DI KABUPATEN SITUBONDO
FAKTOR PENYEBAB TINGGINYA DESA SIAGA TIDAK AKTIF DI KABUPATEN SITUBONDO
 
SISTEM PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN BERBASIS MASYARAKAT
SISTEM PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN BERBASIS MASYARAKATSISTEM PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN BERBASIS MASYARAKAT
SISTEM PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN BERBASIS MASYARAKAT
 
METODE PENELITIAN AGRIBISNIS
METODE PENELITIAN AGRIBISNISMETODE PENELITIAN AGRIBISNIS
METODE PENELITIAN AGRIBISNIS
 
Pemanfataan Lahan Sebagai Upaya Pembangunan Masyarakat Desa
Pemanfataan Lahan Sebagai Upaya Pembangunan Masyarakat DesaPemanfataan Lahan Sebagai Upaya Pembangunan Masyarakat Desa
Pemanfataan Lahan Sebagai Upaya Pembangunan Masyarakat Desa
 
Proposal presentasi
Proposal presentasiProposal presentasi
Proposal presentasi
 
Partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan produksi pana pana d...
Partisipasi  masyarakat  terhadap  pelestarian  hutan  produksi  pana pana  d...Partisipasi  masyarakat  terhadap  pelestarian  hutan  produksi  pana pana  d...
Partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan produksi pana pana d...
 
Partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan produksi pana pana d...
Partisipasi  masyarakat  terhadap  pelestarian  hutan  produksi  pana pana  d...Partisipasi  masyarakat  terhadap  pelestarian  hutan  produksi  pana pana  d...
Partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan produksi pana pana d...
 
bab 1,2,3,4,5 2016.docx
bab 1,2,3,4,5 2016.docxbab 1,2,3,4,5 2016.docx
bab 1,2,3,4,5 2016.docx
 
e9298a5e-63bf-45f7-9b21-1a0162fad555.pptx
e9298a5e-63bf-45f7-9b21-1a0162fad555.pptxe9298a5e-63bf-45f7-9b21-1a0162fad555.pptx
e9298a5e-63bf-45f7-9b21-1a0162fad555.pptx
 
Jurnal
JurnalJurnal
Jurnal
 
Rencana pengembangan kawasan desa
Rencana pengembangan kawasan desaRencana pengembangan kawasan desa
Rencana pengembangan kawasan desa
 
Jurnal.
Jurnal.Jurnal.
Jurnal.
 
Jurnal1
Jurnal1Jurnal1
Jurnal1
 
Manifestasi Pengarusutamaan Gender dalam Tata Kelola dan Tata Guna Sumber Day...
Manifestasi Pengarusutamaan Gender dalam Tata Kelola dan Tata Guna Sumber Day...Manifestasi Pengarusutamaan Gender dalam Tata Kelola dan Tata Guna Sumber Day...
Manifestasi Pengarusutamaan Gender dalam Tata Kelola dan Tata Guna Sumber Day...
 
Evaluasi dampak pariwisata terhadap sosial ekonomi masyarakat lokal
Evaluasi dampak pariwisata terhadap sosial ekonomi masyarakat lokalEvaluasi dampak pariwisata terhadap sosial ekonomi masyarakat lokal
Evaluasi dampak pariwisata terhadap sosial ekonomi masyarakat lokal
 
Kelompok 2 jurnal
Kelompok 2 jurnalKelompok 2 jurnal
Kelompok 2 jurnal
 
KajianMUKdgsmartpls-Perhutani KPH Banten-.pdf
KajianMUKdgsmartpls-Perhutani KPH Banten-.pdfKajianMUKdgsmartpls-Perhutani KPH Banten-.pdf
KajianMUKdgsmartpls-Perhutani KPH Banten-.pdf
 

Recently uploaded

445855272-Materi-9-10-KEPEMIMPINAN-DALAM-ORGANISASI-ppt.ppt
445855272-Materi-9-10-KEPEMIMPINAN-DALAM-ORGANISASI-ppt.ppt445855272-Materi-9-10-KEPEMIMPINAN-DALAM-ORGANISASI-ppt.ppt
445855272-Materi-9-10-KEPEMIMPINAN-DALAM-ORGANISASI-ppt.ppt
YuyunFitriani2
 
Toko Obat Kuat Di Medan 081227526446 Jual Viagra Asli Di Medan
Toko Obat Kuat Di Medan 081227526446 Jual Viagra Asli Di MedanToko Obat Kuat Di Medan 081227526446 Jual Viagra Asli Di Medan
Toko Obat Kuat Di Medan 081227526446 Jual Viagra Asli Di Medan
alimenyut76
 
Bahan Materi Kebijakan Publik untuk pendidikan tinggi
Bahan Materi Kebijakan Publik untuk pendidikan tinggiBahan Materi Kebijakan Publik untuk pendidikan tinggi
Bahan Materi Kebijakan Publik untuk pendidikan tinggi
290165
 

Recently uploaded (11)

445855272-Materi-9-10-KEPEMIMPINAN-DALAM-ORGANISASI-ppt.ppt
445855272-Materi-9-10-KEPEMIMPINAN-DALAM-ORGANISASI-ppt.ppt445855272-Materi-9-10-KEPEMIMPINAN-DALAM-ORGANISASI-ppt.ppt
445855272-Materi-9-10-KEPEMIMPINAN-DALAM-ORGANISASI-ppt.ppt
 
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Korporasi Petani
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Korporasi PetaniKebijakan dan Strategi Pengembangan Korporasi Petani
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Korporasi Petani
 
Perbandingan Pemerintahan - Sistem Pemerintahan Trias Politica di Indonesia
Perbandingan Pemerintahan - Sistem Pemerintahan Trias Politica di IndonesiaPerbandingan Pemerintahan - Sistem Pemerintahan Trias Politica di Indonesia
Perbandingan Pemerintahan - Sistem Pemerintahan Trias Politica di Indonesia
 
Dedy-Permadi-Social Development Talks edisi 18 Maret 2021_ Melihat Lebih Jauh...
Dedy-Permadi-Social Development Talks edisi 18 Maret 2021_ Melihat Lebih Jauh...Dedy-Permadi-Social Development Talks edisi 18 Maret 2021_ Melihat Lebih Jauh...
Dedy-Permadi-Social Development Talks edisi 18 Maret 2021_ Melihat Lebih Jauh...
 
Toko Obat Kuat Di Medan 081227526446 Jual Viagra Asli Di Medan
Toko Obat Kuat Di Medan 081227526446 Jual Viagra Asli Di MedanToko Obat Kuat Di Medan 081227526446 Jual Viagra Asli Di Medan
Toko Obat Kuat Di Medan 081227526446 Jual Viagra Asli Di Medan
 
Masterplan IAD-PSDA Kabupaten Ketapang Provinsi Kalimantan Barat
Masterplan IAD-PSDA Kabupaten Ketapang Provinsi Kalimantan BaratMasterplan IAD-PSDA Kabupaten Ketapang Provinsi Kalimantan Barat
Masterplan IAD-PSDA Kabupaten Ketapang Provinsi Kalimantan Barat
 
03_pengelolaan kinerja guru semester 1 di PMM
03_pengelolaan kinerja guru semester 1 di PMM03_pengelolaan kinerja guru semester 1 di PMM
03_pengelolaan kinerja guru semester 1 di PMM
 
Inovasi Kebijakan dalam Administrasi Publik
Inovasi Kebijakan dalam Administrasi PublikInovasi Kebijakan dalam Administrasi Publik
Inovasi Kebijakan dalam Administrasi Publik
 
Materi Pengelolaan Keuangan desa dan aset
Materi Pengelolaan Keuangan desa dan asetMateri Pengelolaan Keuangan desa dan aset
Materi Pengelolaan Keuangan desa dan aset
 
Tugas dan kewenangan PKA dan PPK dalam PBJ .pptx
Tugas dan kewenangan PKA dan PPK dalam PBJ .pptxTugas dan kewenangan PKA dan PPK dalam PBJ .pptx
Tugas dan kewenangan PKA dan PPK dalam PBJ .pptx
 
Bahan Materi Kebijakan Publik untuk pendidikan tinggi
Bahan Materi Kebijakan Publik untuk pendidikan tinggiBahan Materi Kebijakan Publik untuk pendidikan tinggi
Bahan Materi Kebijakan Publik untuk pendidikan tinggi
 

Buku Evaluasi PS Provinsi Jambi tahun 2020

  • 1. i | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 Tim Penyusun Ketua Syafda Roswandi, S.Hut., M.Si. Anggota Wahyudi Ardhyanto, S.Si., S.T., M.T. Nani Junaeni, S.Hut., M.Si. Sitti Husna Payapo, S.P., M.Si. Nadine Claudia Elvira Suban, S.T., M.Si. Evaluasi Perhutanan Sosial di Provinsi Jambi Tahun 2020 K E M E N T E R I A N L I N G K U N G A N H I D U P D A N K E H U T A N A N D I R E K T O R A T J E N D E R A L P E R H U T A N A N S O S I A L D A N K E M I T R A A N L I N G K U N G A N D I R E K T O R A T P E N Y I A P A N K A W A S A N P E R H U T A N A N S O S I A L 2020
  • 2.
  • 3. iii | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 Evaluasi Perhutanan Sosial di Provinsi Jambi Tahun 2020 K E M E N T E R I A N L I N G K U N G A N H I D U P D A N K E H U T A N A N D I R E K T O R A T J E N D E R A L P E R H U T A N A N S O S I A L D A N K E M I T R A A N L I N G K U N G A N D I R E K T O R A T P E N Y I A P A N K A W A S A N P E R H U T A N A N S O S I A L 2020
  • 4. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | iv Evaluasi Perhutanan Sosial di Provinsi Jambi Tahun 2020 Pengarah Dr. Ir. Bambang Supriyanto, M.Sc. Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Ir. Erna Rosdiana, M.Si. Direktur Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial Ketua Syafda Roswandi, S.Hut., M.Si. Anggota Wahyudi Ardhyanto, S.Si., S.T., M.T. Nani Junaeni, S.Hut., M.Si. Sitti Husna Payapo, S.P., M.Si. Nadine Claudia Elvira Suban, S.T., M.Si. Hak Cipta dan Diterbitkan oleh Direktorat Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alamat: Gedung Manggala Wanabakti Blok I lantai 14 Jalan Gatot Subroto, Jakarta Jakarta, November 2020
  • 5. v | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya penyusunan buku Evaluasi Perhutanan Sosial di Provinsi Jambi Tahun 2020. Buku ini disusun sebagai bentuk pertangungjawaban atas dilaksanakannya evaluasi terhadap Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD) di Provinsi Jambi yang telah berlangsung selama 5 tahun atau lebih sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri LHK Nomor: P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial. Jumlah Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD) yang dievaluasi sebanyak 20 Surat Keputusan yang berada di Kabupaten Batanghari, Bungo dan Merangin. Aspek yang dievaluasi meliputi ekonomi, ekologi dan sosial. Buku ini disusun oleh tim yang ditetapkan oleh Direktur Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial sesuai No. SK. 48/PKPS/PP/PSL.0/11/2020 tentang Penunjukan dan Penetapan Tim Penyusun Laporan Evaluasi Izin Perhutanan Sosial agar hasilnya lebih optimal. Penyusunan buku ini mengacu kepada Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Nomor P.9/PSKL/PKPS/KUM.1/10/2019 tentang Pedoman Evaluasi Perhutanan Sosial. Semoga buku ini dapat bermanfaat untuk memberikan gambaran perkembangan pelaksanaan Perhutanan Sosial, yang izinnya telah diberikan kepada masyarakat selama 5 tahun atau lebih. Kami mengucapkan terima kasih atas bantuan yang diberikan oleh semua pihak dalam penyusunan buku ini. Jakarta, November 2020 Syafda Roswandi, S.Hut., M.Si Ketua Tim Penyusun
  • 6. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | vi
  • 7. vii | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0
  • 8. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | viii
  • 9. ix | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 RINGKASAN EKSEKUTIF Latar belakang Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, dengan tetap menjaga keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya, dalam bentuk Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Adat (HA), dan Kemitraan Kehutanan. Perhutanan Sosial sebagai salah satu program prioritas nasional mengalokasikan ± 12,7 juta ha kawasan hutan untuk dapat dikelola dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menerbitkan izin Perhutanan Sosial di Provinsi Jambi seluas ± 201.102,47 ha dengan jumlah Surat Keputusan sebanyak 410 unit kepada penerima manfaat sejumlah 33.033 keluarga. Izin yang telah diberikan dalam bentuk Hutan Desa (HD) seluas ± 101.013 ha dengan 48 Surat Keputusan, Hutan Kemasyarakatan (HKm) seluas ± 28.123 ha dengan 57 Surat Keputusan, Hutan Tanaman Rakyat (HTR) seluas ± 37.730,65 ha dengan 220 Surat Keputusan, Hutan Adat (HA) seluas ± 11.645,68 ha dengan 27 Surat Keputusan; dan Kemitraan Kehutanan (KK) seluas ± 22.590,14 ha dengan 58 Surat Keputusan.
  • 10. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | x Areal yang dievaluasi Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Nomor P.9/PSKL/PKPS/KUM.1/10/2019 tentang Pedoman Evaluasi Perhutanan Sosial, pelaksanaan evaluasi dilakukan pada izin yang telah berjalan lima tahun atau lebih sehingga yang memenuhi untuk dievaluasi sejumlah 20 Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD). Sebanyak 20 HPHD tersebut berada di Kabupaten Batanghari, Bungo dan Merangin di wilayah kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Batanghari Unit XI dan Unit XII sebanyak 3 HPHD, KPHP Bungo Unit II dan III sebanyak 5 HPHD, dan KPHP Merangin Unit IV, V, VI sebanyak 12 HPHD. Hasil evaluasi  Aspek ekonomi Terdapat tiga kriteria yang menjadi dasar penilaian aspek ekonomi pada 20 lokasi hutan desa yaitu tata kelola sumber daya hutan, tata kelola hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan, serta usaha ekonomi hasil hutan. Secara umum berdasarkan hasil evaluasi bahwa aspek ekonomi di semua KPHP berada pada kategori tidak baik dan sedang, dengan kecenderungan lebih dari 50% berada pada kategori sedang.  Aspek ekologi Terdapat empat kriteria yang menjadi dasar penilaian aspek ekologi pada 20 lokasi hutan desa yaitu kriteria fungsi kawasan hutan yang dapat dipertahankan sesuai peruntukannya, peningkatan keanekaragaman jenis dan produk sumber daya hutan, perbaikan kondisi hidrologis dan perlindungan kawasan. Secara umum berdasarkan hasil evaluasi bahwa aspek ekologi di semua wilayah kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) berada pada kategori baik terutama pada KPHP Bungo Unit II dan III dengan
  • 11. xi | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 presentase sebesar 100% dan pada KPHP Batanghari Unit XI. XII berkategori sedang dengan presentase sebesar 67% serta pada KPHP Merangin Unit IV,V,VI berkategori baik dengan presentase sebesar 50%.  Aspek sosial Terdapat enam kriteria yang menjadi dasar penilaian aspek sosial pada 20 lokasi hutan desa yaitu peningkatan kesejahteraan, penguatan kelembagaan, perubahan perilaku, resolusi konflik, sensitivitas gender, kontribusi pengelolaan hutan terhadap pihak terkait dalam aspek sosial. Berdasarkan hasil evaluasi aspek sosial di semua wilayah kerja KPHP berada pada kategori sedang dengan persentase sebesar 100% pada KPHP Bungo Unit II dan III, sebesar 100% pada KPHP Batanghari Unit XI. XII, serta sebesar 58% pada KPHP Merangin Unit IV,V,VI.  Aspek keseluruhan hasil evaluasi Hasil evaluasi ditinjau dari keseluruhan aspek pada 20 HPHD di Provinsi Jambi dapat diketahui bahwa hasil evaluasi tertinggi dengan kriteria baik (88,86%) pada Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Rio Kemunyang di Desa Durian Rimbun, Kecamatan Muara Siau, Kabupaten Merangin dan hasil tidak baik (42,71%) pada LPHD Pematang Pauh di Desa Pematang Pauh, Kecamatan Jangkat Timur, Kabupaten Merangin. Hasil evaluasi pada LPHD Rio Kemunyang di Desa Durian Rimbun, Kecamatan Muara Siau, Kabupaten Merangin menunjukkan nilai tertinggi karena semua kriteria pada aspek ekologi dan sosial memiliki kategori baik. Sedangkan, LPHD Pematang Pauh di Desa Pematang Pauh, Kecamatan Jangkat Timur, Kabupaten Merangin memperoleh hasil evaluasi terendah karena hanya memenuhi kriteria baik untuk aspek ekologi pada kriteria perbaikan kondisi hidrologis.
  • 12. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | xii Kesimpulan  Pelaksanaan evaluasi Perhutanan Sosial, khususnya Hutan Desa (HD) yang lebih dari lima tahun di Provinsi Jambi, dengan hasil sebesar 85% termasuk dalam kategori sedang, 10% termasuk dalam kategori tidak baik, dan sebesar 5% termasuk dalam kategori baik.  Pengkajian dari aspek ekonomi, terdapat 12 Hak Pengelola Hutan Desa (HPHD) yang aspek sosialnya sedang (60%) dan delapan HPHD yang sosialnya tidak baik (40%). Pengkajian dari aspek ekologi, 12 HPHD memiliki kriteria baik (60%), tujuh HPHD yang aspek ekologinya sedang (35%), dan hanya satu HPHD yang aspek ekologinya tidak baik (5%). Pengkajian dari aspek sosial, terdapat tiga HPHD yang aspek sosialnya baik (15%), 14 HPHD yang aspek sosialnya sedang (70%), dan 3 HPHD yang aspek sosialnya tidak baik (15%). Dengan demikian, aspek ekologi dalam HPHD yang dikaji memberikan pengaruh signifikan terhadap hasil evaluasi.  Terhadap 12 Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) yang memiliki penutupan lahan/ekologi yang baik berpotensi untuk pengembangan perdagangan karbon (carbon trade).  Berdasarkan hasil evaluasi terdapat permasalahan yang berkaitan dengan pemahaman konsep Perhutanan Sosial, pendampingan, kapasitas sumber daya manusia, dan komunikasi di setiap Lembaga Pengelola Hutan Desa. Permasalahan yang bersifat teknik pengelolaan hutan, yang meliputi penandaan batas, penyusunan rencana pengelolaan hutan desa (RPHD), pemanfaatan hasil hutan kayu, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, pemanfaatan karbon terjadi juga di LPHD.  Permasalahan khusus yang perlu segera diselesaikan adalah pergeseran areal kerja di Hutan Desa di Desa Hajran, Desa Jelutih, Oalak Besar di Kabupaten Batanghari.
  • 13. xiii | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 Rekomendasi Rekomendasi terhadap hasil evaluasi di Provinsi Jambi sebagai berikut:  Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan perlu melakukan upaya peningkatan pemahaman tentang konsep Perhutanan Sosial khususnya Hutan Desa. Peningkatan pemahaman konsep hutan desa tersebut dilakukan untuk Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) maupun aparat tingkat desa, kecamatan, kabupaten, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Hal tersebut bertujuan agar tidak terjadi lagi kegiatan pembukaan lahan, penebangan hutan dan perladangan berpindah di areal Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD).  Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah menyediakan tenaga pendamping yang berkompeten bagi LPHD-LPHD yang belum memiliki pendampingan.  Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah melakukan review terhadap kegiatan pendampingan yang dilakukan secara partisipatif.  Pendamping dengan dukungan Pemerintah Pusat dan Daerah melakukan upaya peningkatan kapasitas LPHD dan pengembangan kelembagaan untuk mendorong terwujudnya pengelolaan hutan lestari.  Pemerintah daerah mengintegrasikan PS dalam program sektor lain yang terkait,misalnya penyediaan internet di desa untuk akses pasar secara online, dan alat pemantauan online.  Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah memfasilitasi pemegang HPHD yang sudah mencapai aspek ekologi dengan baik untuk mendapatkan insentif dalam skema carbon trading melalui:  Result Based Payment (overlay PIAPS dengan peta wilayah karbon (skema mandatori dukung NDC)  Karbon market (Voluntery pembeli dalam maupun luar negeri)  Dinas Kehutanan melalui Pokja PPS memberikan perhatian khusus untuk yang bernilai tidak baik yaitu HPHD Lembaga Desa Pematang Pauh di Desa Pematang Pauh, Kecamatan Jangkat Timur, Kabupaten Merangin dan
  • 14. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | xiv Lembaga Desa Depati Suko Menggalo, Kecamatan Jangkat Timur, Kabupaten Merangin dengan meningkatkan pendampingan, bimbingan teknis dan pemantauan lebih intensif.  Saat melakukan proses evaluasi, kriteria aspek ekologi yang diharapkan pada Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Nomor P.9/PSKL/PKPS/KUM.1/10/2019 adalah membandingkan luasan penutupan hutan sebelum dan sesudah izin Perhutanan Sosial diberikan. Data sekunder berupa peta penutupan lahan hasil interpretasi peta yang tersedia tidak mampu memberikan gambaran penutupan lahan di areal izin Perhutanan Sosial secara detil. Soluasi untuk memperoleh gambaran penutupan lahan yang detil dapat dilakukan dengan menggunakan drone sebelum dan sesudah pemberian izin Perhutanan Sosial. Akan tetapi, penerapan teknologi drone di setiap KPH memiliki kendala di tenaga teknis dan ketersedian alat.  KPH Batanghari perlu menindaklanjuti hasil evaluasi dengan melakukan:  Fasilitasi penandaan batas areal kerja HPHD Jelutih dan HPHD Olak Besar sesuai dengan fakta lapangan sebagai bahan pengajuan revisi areal kerja oleh pemegang HPHD kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.  Penyiapan petugas-petugas lapangan sebagai tenaga pendamping.  Identifikasi kader potensial (local champion) pelaku Perhutanan Sosial.  Fasilitasi Tata Usaha Kayu (TUK) pada Hutan Desa yang merencanakan pemanfaatan kayu.  koordinasi dan fasilitasi pelaksanaan patroli hutan yang dilakukan oleh pemegang HPHD.  Identifikasi kebutuhan pemegang HPHD dalam rangka mengembangkan aspek ekonomi.  Fasilitasi untuk mendapatkan dukungan pendanaan dalam pembuatan jalan bagi wisata dan pengangkutan hasil hutan.
  • 15. xv | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0  KPH Bungo perlu menindaklanjuti hasil evaluasi dengan melakukan:  Fasilitasi diskusi antara LPHD, Mitra dan KPH untuk mencapai kesepahaman bersama tentang pengelolaan Hutan Desa.  Fasilitasi peningkatan kapasitas kelembagaan organisasi dan keuangan LPHD serta peningkatan kapasitas produksi hasil hutan melalui pendampingan dan bimbingan teknis secara intensif.  Pendamping yang melakukan fasilitasi perdagangan karbon wajib melaporkan perkembangannya kepada Kepala KPH setempat.  Kajian terhadap praktik-praktik perdagangan karbon yang telah dilakukan oleh LPHD dan melaporkan perkembangannya kepada Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan melalui Dinas Kehutanan.  koordinasi dan fasilitasi pelaksanaan patroli hutan yang dilakukan oleh pemegang HPHD.  Fasilitasi pembuatan menara pengawas kebakaran dan mendorong LPHD untuk membuat papan nama Hutan Desa.  KPH Merangin perlu menindaklanjuti hasil evaluasi dengan melakukan:  Fasilitasi penguatan kelembagaan dan kegiatan usaha melalui pendampingan yang intensif.  Identifikasi kebutuhan LPHD dalam pengembangan usaha.  Koordinasi dengan OPD terkait untuk perbaikan akses jalan bagi peningkatan kegiatan ekonomi dan wisata.  Fasilitasi penandaan batas areal kerja HPHD Gedang dan HPHD Tanjung Benuang sesuai dengan fakta lapangan sebagai bahan pengajuan revisi areal kerja oleh pemegang HPHD kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.  Identifikasi secara partisipatif terhadap permasalahan yang terjadi pada LPHD yang masih dalam kondisi tidak baik yaitu LPHD Depati Suko dan LPHD Pematang Pauh untuk mengetahui akar permasalahannya dan mencari solusi yang kemudian disampaikan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Dinas Kehutanan setempat.
  • 16. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | xvi DAFTAR ISI Kata Pengantar v Ringkasan Eksekutif vix Daftar Isi xvi Daftar Tabel xvii Daftar Gambar xviii Daftar Lampiran xix BAB I Pendahuluan 3 Latar belakang 4 Maksud dan tujuan 5 Ruang lingkup 6 Batasan pengertian 6 BAB 2 Metodologi 9 Pengumpulan data 10 Pengolahan dan analisis data 11 BAB 3 Kendaan Umum 13 Gambaran umum Provinsi Jambi 14 Kondisi penutupan lahan 19 Kondisi sosial ekonomi 23 Profil izin Perhutanan Sosial di Provinsi Jambi 25 Peta Indikatif dan Areal Perhutanan Sosial (PIAPS) 28 BAB 4 Hasil Evaluasi 31 Aspek ekonomi 32 Aspek ekologi 34 Aspek Sosial 36 Aspek keseluruhan hasil evaluasi 37 BAB 5 Kesimpulan dan Rekomendasi 43 Kesimpulan 44 Rekomendasi 45 Daftar Pustaka 49 Lampiran 51
  • 17. xvii | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 DAFTAR TABEL Tabel 1. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Provinsi Jambi 18 Tabel 2. Penutupan lahan di Provinsi Jambi tahun 2006-2019 20 Tabel 3. Izin Perhutanan Sosial di Provinsi Jambi tahun 2020 26 Tabel 4. Lokasi Evaluasi HD di Provinsi Jambi tahun 2020 27 Tabel 5. Luasan peta indikatif Perhutanan Sosial di Provinsi Jambi 29 Tabel 6. Hasil evaluasi 20 Hutan Desa di Provinsi Jambi pada tahun 2020 38 Tabel 7. Hasil evaluasi berdasarkan aspek keseluruhan di 20 Hutan Desa di Provinsi Jambi pada tahun 2020 39
  • 18. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | xviii DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Penutupan kawasan hutan Provinsi Jambi 17 Gambar 2. Penutupan hutan Provinsi Jambi tahun 2006-2019 21 Gambar 3. Peta penutupan lahan tahun 2006 22 Gambar 4. Peta penutupan lahan tahun 2019 22 Gambar 5. Peta Sebaran Areal Kerja Perhutanan Sosial Tahun 2020 di Provinsi Jambi 26 Gambar 6. Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS) Revisi V di Provinsi Jambi 30 Gambar 7. Hasil evaluasi aspek ekonomi di Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Batanghari Unit XI dan XII, KPHP Merangin Unit IV,V,dan VI, dan KPHP Bungo Unit II dan III 32 Gambar 8. Hasil evaluasi aspek ekologi di Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Batanghari Unit XI dan XII, KPHP Merangin Unit IV,V, dan VI, dan KPHP Bungo Unit II dan III 34 Gambar 9. Hasil evaluasi aspek ekologi di Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Batanghari Unit XI dan XII, KPHP Merangin Unit IV,V, dan VI, dan KPHP Bungo Unit II dan III 36 Gambar 10. Hasil evaluasi berdasarkan aspek keseluruhan 20 Hutan Desa di Provinsi Jambi pada tahun 2020 39 Gambar 11. Hasil evaluasi seluruh aspek di Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Batanghari Unit XI. XII, KPHP Merangin Unit IV,V,VI, dan KPHP Bungo Unit II dan III 40 Gambar 12. Hasil evaluasi di Provinsi Jambi 41
  • 19. xix | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Berita Acara KPH Batanghari Error! Bookmark not defined. Lampiran 2. Berita Acara KPH Merangin Lampiran 3. Berita Acara KPH Bungo Error! Bookmark not defined.
  • 20. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 2
  • 21. 3 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 BABI PENDAHULUAN
  • 22. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 4 Latar belakang Perhutanan Sosial berdasar P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 didefinisikan sebagai sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, dengan tetap menjaga keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya, dalam bentuk Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Adat (HA), dan Kemitraan Kehutanan. Perhutanan Sosial sebagai salah satu program prioritas nasional mengalokasikan ± 12,7 juta ha kawasan hutan untuk dikelola dan dimanfaatkan oleh masyarakat melalui skema HKm, HD, HTR, Kemitraan Kehutanan dan HA yang diharapkan akan terealisasi dalam pembangunan lima tahun berikutnya (2020-2024). Berdasarkan data capaian kinerja Perhutanan Sosial sampai akhir Oktober 2020, kawasan hutan Indonesia telah didistribusikan kepada 873.670 keluarga, seluas ± 4.216.044 ha, melalui 6.690 Surat Keputusan (SK) Perhutanan Sosial. Sebagai tindaklanjut pemberian SK, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan diamanatkan untuk melakukan evaluasi terhadap pemegang izin Perhutanan Sosial setiap lima tahun. Sebelum tahun 2016, Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR) diterbitkan oleh Bupati dan Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD) oleh Gubernur, setelah Menteri Kehutanan menerbitkan Penetapan Areal Kerja (PAK). Dalam perkembangannya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial,
  • 23. 5 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 sehingga izin usaha dan hak pengelolaan diterbitkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Berdasarkan kebijakan Perhutanan Sosial tersebut, perlu dilakukan evaluasi berkala setiap lima tahun. Hasil evaluasi tersebut diharapkan menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk melakukan pembinaan kelembagaan dan sumber daya manusia selanjutnya dan/atau pengenaan sanksi administratif. Evaluasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan efektivitas, baik bagi perorangan, kelompok, atau masyarakat sekitar kawasan hutan. Hasil evaluasi diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kinerja kelompok pemegang izin Perhutanan Sosial untuk memperbaiki pelaksanaan kegiatan pemanfaatan kawasan hutan. Evaluasi izin Perhutanan Sosial dilakukan dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, ekologi, dan sosial. Evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya pembinaan dan pengendalian pelaksanaan perhutanan sosial. Oleh karena itu, pada September 2020, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama para pihak melakukan evaluasi terhadap penerima izin Perhutanan Sosial di Kabupaten Batanghari, Kabupaten Bungo, dan Kabupaten Merangin, yang masa izinnya telah lebih dari lima tahun. Jumlah izin Perhutanan Sosial yang di evaluasi sebanyak 20 unit Hak Pengelola Hutan Desa (HPHD). Maksud dan tujuan Maksud dari kegiatan evaluasi Perhutanan Sosial untuk menilai kinerja dan dampak pemanfaatan hutan di 20 unit HPHD di Kabupaten Batanghari, Kabupaten Bungo, dan Kabupaten Merangin. Tujuan evaluasi adalah memperoleh fakta-fakta lapangan yang dapat digunakan sebagai landasan dan pertimbangan bagi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam pengambilan keputusan terhadap izin Perhutanan Sosial yang telah diterbitkan.
  • 24. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 6 Ruang lingkup Evaluasi Perhutanan Sosial di Provinsi Jambi tahun 2020 dilakukan terhadap 20 unit HPHD yang masa izinnya telah mencapai lima tahun atau lebih di Kabupaten Batanghari, Kabupaten Bungo, dan Kabupaten Merangin. Kegiatan evaluasi yang dilaksanakan meliputi:  Persiapan  Penyusunan rencana kerja  Kunjungan lapang untuk mengumpulkan data primer dan sekunder  Pembuatan berita acara hasil evaluasi  Pengolahan dan analisis data hasil evaluasi  Pelaporan Aspek-aspek yang dinilai dalam kegiatan evaluasi meliputi aspek ekonomi, aspek ekologi, dan aspek sosial. Batasan pengertian  Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditujukan dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.  Perhutanan sosial adalah sistem pengelolaan hutan Lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untu meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Rakyat, Hutan Adat dan Kemitraan Kehutanan.  Hutan Kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat.
  • 25. 7 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0  Hutan Desa (HD) adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa.  Hutan Tanaman Rakyat (HTR) adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas  Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) adalah usaha dalam bentuk pemanfaatan kawasan, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam hutan tanaman, pemanfaatan air, pemanfaatan energi air, pemanfaatan jasa wisata alam, pemanfaatan penyerapan karbon di hutan produksi dan hutan lindung dan pemanfaatan penyimpangan karbon di hutan produksi dan hutan lindung.  Kemitraan Kehutanan adalah kerja sama antara masyarakat setempat dengan pengelola hutan, pemegang izin usaha pemanfaatan hutan/jasa hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan, atau pemegang izin usaha industri primer hasil hutan.  Izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan yang selanjutnya disingkat IUPHKm, adalah izin usaha yang diberikan kepada kelompok atau gabungan kelompok masyarakat setempat untuk memanfaatkan hutan pada kawasan hutan lindung dan atau kawasan hutan produksi.  Hak Pengelolaan Hutan Desa yang selanjutnya disingkat HPHD adalah hak pengelolaan pada kawasan hutan lindung atau hutan produksi yang diberikan kepada lembaga desa.  Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman rakyat yang selanjutnya disingkat IUPHHK-HTR adalah izin usaha untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dan hasil hutan ikutannya pada hutan produksi yang diberikan kepada kelompok masyarakat atau perorangan dengan menerapkan teknik budidaya tanaman yang sesuai tapaknya untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan.  Masyarakat setempat adalah kesatuan sosial yang terdiri dari warganegara Republik Indonesia yang tinggal di sekitar hutan dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk atau yang bermukim di dalam kawasan hutan Negara
  • 26. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 8 dibuktikan dengan memiliki komunitas sosial berupa riwayat penggarapan kawasan hutan dan bergantung pada hutan serta aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan.  Mitra Konservasi adalah masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan konservasi dan menjadi peserta kemitraan kehutanan konservasi sebagai bentuk kerja sama perbedaan masyarakat di kawasan konservasi.  Peta indikatif areal perhutanan sosial (PIAPS) adalah peta yang memuat areal kawasan hutan negara yang dicadangkan untuk perhutanan sosial.  Evaluasi perhutanan sosial adalah proses penilaian secara sistematis dan obyektif atas efektivitas pelaksanaan pengelolaan perhutanan sosial.  Aspek Ekonomi adalah meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat disekitar hutan.  Aspek Ekologis adalah terwujudnya pemanfaatan hutan yang tidak merusak dan menganggu ekosistem dan lingkungan.  Aspek Sosial adalah terjadinya perubahan perilaku masyarakt pemegang izin/hak kelola menuju pada kesadaran kelestarian fungsi hutan serta pemanfaatan hutan yang berkontribusi kepada pembangungan.
  • 27. 9 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 BAB 2 METODOLOGI
  • 28. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 10 Pengumpulan data Data yang digunakan dalam kegiatan evaluasi ini berupa data primer dan data sekunder. Pelaksanaan evaluasi ini dilakukan melalui tiga metode:  Desk study (studi pustaka dan penapisan prasyarat) Desk study dilakukan untuk mendapatkan informasi awal terkait dengan kondisi fisik lokasi sasaran. Desk study juga sebagai proses penapisan awal atas kriteria prasyarat, apakah proses evaluasi masih dapat ditindaklanjuti. Kegiatan ini juga dapat digunakan untuk memberikan informasi awal sebelum pelaksanaan kegiatan pengambilan data primer dan sekunder dilakukan. Desk study ini dilakukan dengan cara:  Melakukan telaah awal terhadap dokumen rencana kerja (Rencana Umum dan Operasional), Rencana Pengelolaan Hutan Desa (RPHD), Rencana Kerja Usaha (RKU) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) serta dokumen perencanaan lainnya dari LPHD.  Melakukan telaah peta, jika memungkinkan dibantu dengan citra peta resolusi tinggi, untuk mengindentifikasi rona awal penutupan lahan dari Hutan Desa. Data ini digunakan dalam penentuan lokasi untuk peninjauan lapangan (ground check) yang diperlukan untuk mengidentifikasi aspek ekologi.  Melakukan telaah data sosial ekonomi (potensi desa) untuk melakukan indentifikasi awal terkait aspek sosial ekonomi (pemasaran).  Focus Group Discussion ( FGD ) Untuk menggali informasi dari parameter yang dinilai dilakukan FGD. Peserta FGD tergantung informasi yang akan digali, meliputi pengurus LPHD, tokoh masyarakat, ketua adat, dan pihak-pihak lain yang terkait. Metode ini diutamakan untuk menggali informasi yang berkaitan dengan masalah administrasi kelompok. Beberapa hal yang menjadi fokus sebagai berikut :
  • 29. 11 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0  Pengambilan sampel responden minimal 10% dari jumlah anggota yang terdiri dari pengurus serta anggota. Selain itu, pengambilan sampel memperhatikan keterwakilan anggota perempuan.  Wawancara dilakukan secara semi terstruktur berdasarkan kuesioner yang telah disiapkan. Hasil wawancara akan dianalisis secara kuantitatif dan deskriptif untuk mendapatkan gambaran dari setiap kelompok Perhutanan Sosial tersebut.  Penggalian informasi tambahan mengenai permasalahan yang menyebabkan tidak tercapainya suatu kondisi harapan pada setiap kriteria menjadi penting dalam rangka pemberian rekomendasi.  Peninjauan lapangan/ Ground check Peninjauan lapangan dilakukan untuk mendapatkan informasi terkini di lapangan, khususnya terkait dengan aktivitas fisik LPHD, seperti hasil penandaan batas, penanaman, dampak kebakaran, perambahan, dan lain- lain. Peninjauan lapangan dilakukan untuk memberikan kepastian atau bukti otentik dari lapangan sekaligus sebagai bahan untuk melakukan pembuktian dari proses FGD. Penilaian fisik lapangan dapat dilakukan melalui pendekatan menggunakan petak ukur atau pemotretan kondisi lapangan menggunakan bantuan alat (citra satelit atau drone). Pengolahan dan analisis data Pengolahan data terdiri dari pemilahan, tabulasi dan pengikhtisaran data sesuai nilai, bobot kriteria, dan indikator penilaian sebagaimana tercantum pada Lampiran 2 Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Nomor P.9/PSKL/PKPS/KUM.1/10/2019 tentang Pedoman Evaluasi Perhutanan Sosial. Hasil penilaian akan menunjukkan apakah unit manajemen perhutanan sosial tersebut mendapatkan nilai baik, sedang, atau tidak baik. Hasil pengolahan data selanjutnya dilakukan analisis untuk menyusun data dan karakteristik lokasi yang dilakukan evaluasi.
  • 30. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 12 Semua data yang diperoleh baik berupa data primer dan data sekunder diolah oleh tim evaluasi dengan memberikan angka penilaian pada kuesioner yang dijawab oleh responden. Empat aspek yang dinilai adalah aspek prasyarat, aspek ekonomi, aspek ekologi, dan aspek sosial. Data primer dan sekunder dianalisa oleh tim evaluasi untuk mempertajam penilaian serta memberikan rekomendasi terkait program dan kegiatan kegiatan apa yang harus dilakukan oleh LPHD di masa mendatang, siapa saja yang harus terlibat dan membantu, dan potensi kerja sama apa saja yang harus dilakukan terkait dengan pelaksanaan program dan kegiatan, terutama pemasaran dan fasilitasi akses pendanaan. Selain itu, analisa juga dilakukan untuk memastikan program dan kegiatan fasilitasi dan pembinaan yang harus dilakukan oleh pemerintah pusat dan aerah di masa mendatang.
  • 31. 13 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 BAB 3 KEADAAN UMUM
  • 32. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 14 Gambaran umum Provinsi Jambi Provinsi Jambi dibentuk berdasarkan Undang-undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957, tentang Pembentukan Daerah-Daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau, yang kemudian ditetapkan menjadi Undang- undang Nomor 61 Tahun 1958 (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 112), yang terdiri dari lima kabupaten dan satu kota. Pemekaran terhadap beberapa wilayah administratif di Provinsi Jambi pada tahun 1999 melalui Undang- undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2008, tentang Pembentukan Kota Sungai Penuh, secara administratif Provinsi Jambi kemudian menjadi sembilan kabupaten dan dua kota. Gambaran Provinsi Jambi secara detail dapat di lihat sebagai berikut :  Letak Wilayah dan Topografi Secara geografis Provinsi Jambi terletak pada 0o45’-2o45’ Lintang Selatan dan 101o10’-104o55’ Bujur Timur di bagian tengah Pulau Sumatera, sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Riau, sebelah timur dengan Laut Cina Selatan Provinsi Kepulauan Riau, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan dan sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat. Posisi Provinsi Jambi cukup strategis karena langsung berhadapan dengan kawasan pertumbuhan ekonomi, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura Growth Triangle (IMS-GT). Provinsi Jambi memiliki luas wilayah 53.435,72 km2 dengan luas daratan 50.160,05 km2 dan luas perairan 3.274,95 Km2 yang terdiri dari:  Kabupaten Kerinci seluas 3.355,27 Km2 (6,67%)  Kabupaten Bungo seluas 4.659 Km2 (9,25%)  Kabupaten Merangin 7.679 Km2 (15,25%)  Kabupaten Sarolangun seluas 6.184 Km2 (12,28%)  Kabupaten Batanghari 5.804 Km2 (11,53%)
  • 33. 15 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0  Kabupaten Muaro Jambi 5.326 Km2 (10,58%)  Kabupaten Tanjab Barat 4.649,85 Km2 (9,24%)  Kabupaten Tanjab Timur 5.445 Km2 (10,82%)  Kabupaten Tebo 6.641 Km2 (13,19%)  Kota Jambi 205,43 Km2 (0,41%)  Kota Sungai Penuh 391,5 Km2 (0,78%) Secara administratif, jumlah kecamatan dan desa/kelurahan di Provinsi Jambi tahun 2019 sebanyak 141 kecamatan dan 1.375 desa/kelurahan, dengan jumlah kecamatan dan desa/kelurahan terbanyak di Kabupaten Merangin, yaitu 24 kecamatan dan 215 desa/kelurahan. Provinsi Jambi memiliki topografi wilayah yang bervariasi mulai dari ketinggian 0 meter dpl di bagian timur sampai pada ketingian di atas 1.000 meter dpl, ke arah barat morfologi lahannya semakin tinggi. Wilayah bagian barat merupakan kawasan pegunungan Bukit Barisan yang berbatasan dengan Provinsi Bengkulu dan Sumatera Barat, yang merupakan bagian dari kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat. Secara topografis, Provinsi Jambi terdiri atas tiga kelompok variasi ketinggian:  Daerah dataran rendah 0-100 m (69,1%), berada di wilayah timur sampai tengah. Daerah dataran rendah ini terdapat di Kota Jambi, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, sebagian Kabupaten Batanghari, Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten Sarolangun, dan Kabupaten Merangin.  Daerah dataran dengan ketinggian sedang 100-500 m (16,4%), pada wilayah tengah. Daerah dengan ketinggian sedang ini terdapat di Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Merangin, dan sebagian Kabupaten Batanghari.  Daerah dataran tinggi >500 m (14,5%), pada wilayah barat. Daerah pegunungan ini terdapat di Kabupaten Kerinci, Kota Sungai Penuh serta
  • 34. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 16 sebagian Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten Sarolangun, dan Kabupaten Merangin.  Klimatologi Provinsi Jambi sebagai salah satu provinsi di Sumatera terkenal dengan iklim tropis, kaya sumber daya alam, dan keanekaragaman hayati, akan tetapi rentan terhadap perubahan iklim. Gejala perubahan iklim seperti kenaikan temperatur, perubahan intensitas dan periode hujan, pergeseran musim hujan dan kemarau, kenaikan permukaan air laut, mengancam daya dukung lingkungan dan kegiatan seluruh sektor pembangunan. Sepanjang tahun 2011, Provinsi Jambi memiliki curah hujan sedang dan lembab. Provinsi Jambi termasuk daerah yang beriklim tropis. Rata-rata curah hujan pada tahun 2019 mencapai 2.500 mm, sedangkan jumlah penyinaran matahari 3,8 jam per hari dengan kelembaban udara rata-rata sebesar 97%. Suhu udara rata-rata mencapai 27,11 derajat Celsius, sedangkan untuk dataran tinggi di Wilayah Barat mencapai 22 derajat celcius.  Penggunaan Lahan Penggunaan lahan di luar hutan masih didominasi oleh perkebunan karet dengan kontribusi sebesar 26,20%. Diikuti oleh perkebunan sawit sebanyak 19,22%. Sebagian besar lahan di Provinsi Jambi digunakan untuk kegiatan budidaya pertanian, baik pertanian lahan sawah atau pertanian lahan bukan sawah. Berdasarkan geomorfologi, perkembangan kawasan budidaya khususnya untuk pertanian terbagi atas tiga daerah yaitu hulu, tengah, dan hilir. Daerah hulu merupakan kawasan lindung, daerah tengah merupakan kawasan budidaya dengan ragam kegiatan yang sangat bervariasi. Daerah hilir merupakan kawasan budidaya dengan penerapan teknologi tata air untuk perikanan budidaya dan perikanan tangkap.
  • 35. 17 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0  Kawasan Hutan Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 863/Menhut- II/2014 tanggal 29 September 2014, luas kawasan hutan di Provinsi Jambi seluas ± 2.098.535 ha, terdiri dari Hutan Konservasi seluas ± 685.471 ha, Hutan Lindung seluas ± 179.588 ha, dan Hutan Produksi seluas ± 1.233.476 ha. Hutan Produksi meliputi areal Hutan Produksi Tetap (HP) seluas ± 963.792 ha, Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas ± 258.285 ha, dan Hutan Produksi yang dapat diKonversi (HPK) seluas ± 11.399 ha. Keseluruhan kawasan hutan tersebut dibagi dalam dua wilayah kerja yaitu Taman Nasional (TN) untuk fungsi Hutan Konservasi, serta Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) untuk fungsi Hutan Lindung (HL) dan Hutan Produksi (HP). Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.77/Menhut-II/2010 ditetapkan 17 Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Provinsi Jambi, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Gubernur Jambi Nomor 1176 Tahun 2017 tanggal 13 Oktober 2017 untuk menetapkan 11 Organisasi KPH sebagaimana dalam Tabel 1. Gambar 1. Penutupan kawasan hutan Provinsi Jambi
  • 36. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 18 Tabel 1. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Provinsi Jambi NO ORGANISASI UNIT NAMA KPH SK PENETAPAN KLHK SK RPHJP 1 KPHP TANJUNG JABUNG BARAT Jambi UNIT XVII – KPHL SUNGAI BERAM HITAM SK. 787/Menhut-II/2009 SK.5429/MENLHK/KPHL- PKPHL/DAS.3/10/2017 Jambi UNIT XV – KPHP UNIT XV JAMBI SK.845/Menlhk/Setjen/PLA.0/ 11/2016 belum disahkan Jambi UNIT XVI – KPHP UNIT XVI JAMBI SK.845/Menlhk/Setjen/PLA.0/ 11/2016 SK.10482/MENLHK- KPHP/PKPHP/HPL.0/12/2019 2 KPHP KERINCI Jambi UNIT I – KPHP KERINCI SK. 960/Menhut-II/2013 SK.1983/Menlhk- KPHP/PKPHP/HPL.0/4/2017 3 KPHP BUNGO Jambi UNIT II – KPHP UNIT II JAMBI SK.732/MENLHK/SETJEN/PL A.0/12/2017 SK.8658/MENLHK- KPHP/PKPHP/HPL.0/12/2018 Jambi UNIT III – KPHP UNIT III JAMBI SK.732/MENLHK/SETJEN/PL A.0/12/2017 SK.10485/MENLHK- KPHP/PKPHP/HPL.0/12/2019 4 KPHP MERANGIN Jambi UNIT IV – KPHP UNIT IV JAMBI SK.732/MENLHK/SETJEN/PL A.0/12/2017 belum disahkan Jambi UNIT V – KPHP UNIT V JAMBI SK.732/MENLHK/SETJEN/PL A.0/12/2017 belum disahkan Jambi UNIT VI – KPHP MERANGIN SK. 43/Menhut-II/2012 SK.321/Menlhk- KPHP/PKPHP/HPL.0/2/2018 5 KPHP LIMAU HULU SOROLANGUN Jambi UNIT VII – KPHP LIMAU SK. 714/Menhut-II/2011 SK. 198/Menhut- II/REG.I/2014 6 KPHP HILIR SAROLANGUN Jambi UNIT VIII – KPHP UNIT VIII JAMBI SK.845/Menlhk/Setjen/PLA.0/ 11/2016 SK.1450/MENLHK- KPHPPKPHP/HPL.0/4/2018 7 KPHP TEBO BARAT Jambi UNIT IX – KPHP TEBO BARAT SK.632/Menlhk-Setjen/2015 SK.2419/MENLHK- KPHP/PKPHP/HPL.0/4/2018 8 KPHP TEBO TIMUR Jambi UNIT X – KPHP TEBO TIMUR SK.632/Menlhk-Setjen/2015 SK.4748/MENLHK- KPHP/PKPHP/HPL.0/7/2018 9 KPHP BATANGHARI Jambi UNIT XI – KPHP UNIT XI JAMBI SK.732/MENLHK/SETJEN/PL A.0/12/2017 belum disahkan Jambi UNIT XII – KPHP UNIT XII JAMBI SK.845/Menlhk/Setjen/PLA.0/ 11/2016 belum disahkan 10 KPHP MUARO JAMBI Jambi UNIT XIII – KPHP UNIT XIII JAMBI SK.845/Menlhk/Setjen/PLA.0/ 11/2016 SK.8567/MENLHK- KPHP/PKPHP/HPL.0/12/2018 11 KPHP TANJUNG JABUNG TIMUR Jambi UNIT XIV – KPHP UNIT XIV JAMBI SK.845/Menlhk/Setjen/PLA.0/ 11/2016 SK.10483/MENLHK- KPHP/PKPHP/HPL.0/12/2019
  • 37. 19 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 Kondisi penutupan lahan Kondisi penutupan lahan di Provinsi Jambi dapat diketahui berdasarkan hasil interpretasi citra landsat, yang disusun menjadi peta penutupan lahan 23 kelas oleh Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Hutan (IPSDH). Penafsiran citra satelit menjadi peta penutupan lahan series Provinsi Jambi dilakukan oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) XIII Pangkal Pinang. Peta penutupan lahan tersebut digunakan untuk melihat perubahan penutupan lahan Provinsi Jambi dari tahun 2006 sampai tahun 2019. Berdasarkan peta penutupan lahan di Provinsi Jambi pada tahun 2006-2019, terdapat 23 klasifikasi kelas penutupan lahan di Provinsi Jambi yang diantaranya terdiri atas awan, badan air, bandara/pelabuhan, belukar, belukar rawa, hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan mangrove primer, hutan mangrove sekunder, hutan rawa primer, hutan rawa sekunder, hutan tanaman, pemukiman, perkebunan pertambangan, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur, rawa, savanna/padang rumput, sawah, tambak, tanah terbuka, transmigrasi dengan luasan masing-masing dari tahun 2006-2019 disajikan pada Tabel 2 sebagai berikut:
  • 38. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 20 Tabel 2. Penutupan lahan di Provinsi Jambi tahun 2006-2019 No. Penutupan Lahan Luas (ha) 2006 2009 2011 2014 2018 2019 1 Awan 4.437,61 3.848,43 2.626,73 2 Badan Air 42.537,72 42.757,87 42.813,48 6.190,55 43.721,29 43.716,04 3 Bandara/ Pelabuhan 83,39 83,39 83,39 53,31 82,23 82,23 4 Belukar 137.008,94 150.827,82 151.957,56 174.921,23 1.242.699,35 1.239.313,98 5 Belukar Rawa 173.375,33 269.266,73 260.934,03 1.828,85 245.910,62 244.683,46 6 Hutan Lahan Kering Primer 641.181,23 640.264,67 640.198,41 437.332,64 578.354,79 575.037,33 7 Hutan Lahan Kering Sekunder 740.192,71 488.267,22 435.205,46 249.062,07 276.016,69 272.434,61 8 Hutan Mangrove Primer 1.228,67 1.023,13 1.023,13 691,19 255,11 235,14 9 Hutan Mangrove Sekunder 6.425,78 6.236,84 6.236,84 1.061,47 6.792,03 6.575,31 10 Hutan Rawa Primer 276.627,84 188.435,33 188.053,50 - 118.845,12 100.010,67 11 Hutan Rawa Sekunder 231.932,65 56.401,19 49.317,41 - 50.340,63 68.835,23 12 Hutan Tanaman 84.487,82 177.481,97 204.133,51 5.345,20 266.296,80 246.340,78 13 Pemukiman 56.717,77 56.864,29 56.864,29 11.662,33 91.479,79 91.457,98 14 Perkebunan 364.447,19 437.760,69 447.453,35 154.303,05 1.506.941,34 1.499.011,27 15 Pertambangan 12.109,53 5.847,10 5.905,28 615,54 16.750,46 16.685,41 16 Pertanian Lahan Kering 328.821,37 340.892,13 341.122,99 47.160,73 98.492,94 97.203,92 17 Pertanian Lahan Kering Campur 1.682.793,02 1.805.502,95 1.831.792,54 854.780,38 274.843,12 272.723,10 18 Rawa 16.937,97 16.622,03 16.622,03 182,82 15.510,53 15.090,90 19 Savanna/ Padang rumput 87,71 87,71 87,71 622,90 85,98 83,75 20 Sawah 17.116,55 17.362,60 17.440,44 44.162,40 17.308,53 19.154,49 21 Tambak 803,74 1.019,63 1.019,63 287,34 211,04 211,04 22 Tanah Terbuka 59.127,34 171.628,17 177.590,18 20.320,01 22.496,54 64.562,43 23 Transmigrasi 21.808,81 21.808,81 21.808,81 - 26.935,60 26.921,45 Luas Total (ha) 4.900.290,70 4.900.290,70 4.900.290,70 2.010.584,01 4.900.370,51 4.900.370,51 Ditinjau dengan data spasial tahun 2017, luasan penutupan lahan dalam hutan di Provinsi Jambi terus mengalami penurunan. Berkurangnya luasan penutupan hutan di Provinsi Jambi tersebut terutama disebabkan oleh kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang masih terjadi secara massif, aktivitas illegal drilling, dan aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI). Pada tahun 2019, penutupan lahan yang mendominasi di Provinsi Jambi adalah perkebunan yaitu seluas ± 1.499.011,27 ha dan belukar seluas ± 1.239.313,98 ha.
  • 39. 21 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 Gambar 2. Penutupan hutan Provinsi Jambi tahun 2006-2019 Berdasarkan Gambar 2, penutupan lahan berhutan di Provinsi Jambi terbagi dalam tujuh kelas, yaitu hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan mangrove primer, hutan mangrove sekunder, hutan rawa primer, hutan rawa sekunder, dan hutan tanaman. Hutan lahan kering primer dan hutan lahan kering sekunder mendominasi penutupan hutan yang ada di Provinsi Jambi. Dari tahun 2006-2019, penutupan hutan pada setiap kelas berfluktuasi. Akan tetapi, sebagian besar setiap kelas hutan pada Provinsi Jambi mengalami penurunan luasan di tahun 2019 dan hanya kelas hutan tanaman yang mengalami pertambahan luasan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan kelas hutan tanaman di Provinsi Jambi meningkat seiring waktu. 0.00 100,000.00 200,000.00 300,000.00 400,000.00 500,000.00 600,000.00 700,000.00 800,000.00 Hutan Lahan Kering Primer Hutan Lahan Kering Sekunder Hutan Mangrove Primer Hutan Mangrove Sekunder Hutan Rawa Primer Hutan Rawa Sekunder Hutan Tanaman Luas (Ha) Jenis Penutupan Lahan Penutupan Lahan Berhutan Provinsi Jambi Tahun 2006-2019 2006 2009 2011 2014 2018 2019
  • 40. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 22 Gambar 3. Peta penutupan lahan tahun 2006 Gambar 4. Peta penutupan lahan tahun 2019
  • 41. 23 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 Kondisi sosial ekonomi Berdasarkan hasil sensus penduduk (SP) tahun 2010, aspek sosial dan ekonomi di Provinsi Jambi sebagai berikut:  Jumlah Penduduk Jumlah penduduk Provinsi Jambi sebanyak 3.092.265 jiwa mencakup masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan sebanyak 948.572 jiwa (30,68%) dan di daerah pedesaan sebanyak 2.143.693 jiwa (69%). Persentase distribusi penduduk menurut kabupaten/kota bervariasi dari yang terendah sebesar 2,66% di Kota Sungai Penuh hingga yang tertinggi sebesar 17,20% di Kota Jambi.  Seks Rasio Penduduk laki-laki Provinsi Jambi sebanyak 1.581.110 jiwa dan perempuan sebanyak 1.511.155 jiwa. Seks Rasio adalah 105, dengan demikian dapat digambarkan bahwa terdapat 105 laki-laki untuk setiap 100 perempuan. Seks Rasio menurut kabupaten/kota yang terendah adalah Kota Sungai Penuh sebesar 98 dan tertinggi adalah Kabupaten Tanjung Jabung Barat sebesar 108. Seks Rasio pada kelompok umur 0-4 sebesar 106, kelompok umur 5-9 sebesar 106, kelompok umur lima tahunan dari 10 sampai 64 berkisar antara 99 sampai dengan 118, dan dan kelompok umur 65-69 sebesar 101.  Jumlah Penduduk Usia Kerja Berdasarkan hasil SP 2010, jumlah penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) adalah sebesar 169,0 juta jiwa, terdiri dari 84,3 juta orang laki-laki dan 84,7 juta orang perempuan. Dari jumlah tersebut, jumlah angkatan kerja, yakni penduduk 15 tahun ke atas yang aktif secara ekonomi yaitu mereka yang bekerja, mencari pekerjaan atau mempersiapkan usaha sebesar 107,7 juta
  • 42. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 24 jiwa, yang terdiri dari 68,2 juta orang laki-laki dan 39,5 juta orang perempuan. Dilihat berdasarkan daerah tempat tinggal, jumlah angkatan kerja yang tinggal di perkotaan sebesar 50,7 juta orang dan yang tinggal di pedesaan sebesar 57,0 juta orang. Dari jumlah angkatan kerja tersebut, jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 104,9 juta jiwa dan yang mencari kerja sebesar 2,8 juta jiwa.  Pendidikan Setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar (Pasal 6 UU No. 20 Tahun 2003). Berdasarkan hasil SP 2010 oleh BPS, persentase penduduk 7-15 tahun yang belum/tidak sekolah sebesar 2,51% dan yang tidak sekolah lagi sebesar 6,04%. Indikator untuk melihat kualitas sumber daya manusia yang terkait pendidikan antara lain pendidikan yang ditamatkan dan Angka Melek Huruf (AMH). Persentase penduduk lima tahun ke atas berpendidikan minimal tamat SMP/sederajat sebesar 40,93%. Informasi ini menunjukkan kualitas sumber daya manusia menurut tingkat pendidikan formalnya relatif masih rendah. Angka Melek Huruf penduduk berusia 15 tahun ke atas sebesar 92,37% yang berarti setiap 100 penduduk usia 15 tahun ke atas ada 92 orang yang melek huruf.  Umur Penduduk Median umur penduduk Provinsi Jambi tahun 2010 adalah 25,76 tahun. Angka ini menunjukkan bahwa penduduk Provinsi Jambi termasuk kategori menengah. Penduduk suatu wilayah dikategorikan penduduk muda bila median umur < 20, penduduk menengah jika median umur 20-30, dan penduduk tua jika median umur > 30 tahun. Rasio ketergantungan penduduk Provinsi Jambi adalah 51,68. Rasio ketergantungan di daerah perkotaan adalah 47,86 sementara di daerah perdesaan 53,44. Perkiraan rata-rata umur kawin pertama penduduk laki-laki sebesar 24,8 tahun dan perempuan 21,2 tahun (perhitungan Singulate Mean Age at Marriage/SMAM).
  • 43. 25 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0  Jumlah Usaha/Perusahaan Berdasarkan hasil survei ekonomi tahun 2016, hasil pendataan Usaha Mikro Kecil (UMK) dan Usaha Menengah Besar (UMB) di Provinsi Jambi berjumlah 314.237 yang tersebar kedalam 13 kategori usaha yaitu B-D-E, C, F, G, H, I, J, K, L, M-N, P, Q, R-S.  Jumlah tenaga kerja Hasil pendataan usaha/perusahaan, baik untuk kategori Usaha Mikro Kecil (UMK) & Usaha Menengah Besar (UMB), menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja di Provinsi Jambi berjumlah 834.766. Sebagian besar masih terkonsentrasi di provinsi besar di Pulau Jawa, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, khususnya untuk sektor usaha perdagangan dan industri.  Balas jasa/upah pekerja Balas jasa/upah pekerja menunjukan besarnya nilai yang dikeluarkan perusahaan sebagai imbal balik dari hasil usaha yang telah dihasilkan oleh pekerja. Balas jasa/upah yang dikeluarkan di Provinsi Jambi berjumlah ± Rp.12T. Profil izin Perhutanan Sosial di Provinsi Jambi Program Perhutanan Sosial (PS) sampai dengan Bulan Oktober 2020 di Provinsi Jambi telah memperoleh izin PS seluas ± 201.102,47 ha dengan jumlah SK yang telah diterbitkan sebanyak 410 unit dengan melibatkan penerima manfaat sejumlah 33.033 keluarga. Perhutanan Sosial tersebut dibagi dalam skema seperti yang ditampilkan pada Gambar 5 dan Tabel 3.
  • 44. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 26 Gambar 5. Peta Sebaran Areal Kerja Perhutanan Sosial Tahun 2020 di Provinsi Jambi Tabel 3. Izin Perhutanan Sosial di Provinsi Jambi tahun 2020 No. Skema Perhutanan Sosial Surat Keputusan Jumlah Keluarga Luas (ha) 1. Hutan Desa 48 12.824 101.013,00 2. Hutan Kemasyarakatan 57 4.897 28.123,00 3. Hutan Tanaman Rakyat 220 4.084 37.730,65 4. Hutan Adat 27 10.309 11.645,68 5. Kemitraan Kehutanan 58 919 22.590,14 TOTAL 410 33.033 201.102,47 Terdapat tiga wilayah kerja KPH yang memiliki Surat Keputusan Hak Pengelola Hutan Desa (SK HPHD) berusia lima tahun atau lebih yaitu KPH Batanghari, KPH Merangin, dan KPH Bungo, yang terdiri dari 20 SK HPHD. Pelaksanaan kegiatan evaluasi PS pada tahun 2020 pada Kabupaten Batanghari, Bungo, dan Kabupaten Merangin pada wilayah kerja KPHP Batanghari Unit XI dan XII, KPHP Bungo Unit II dan III, serta KPHP Merangin Unit IV, V, dan VI. Lembaga
  • 45. 27 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 Pengelola Hutan Desa (LPHD) di tiga wilayah tersebut selama ini mendapat pendampingan dari lembaga swadaya masyarakat lokal antara lain Komunitas Konservasi Indonesia Warsi (KKI Warsi) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI). Lokasi kegiatan evaluasi Provinsi Jambi dilakukan pada masing-masing desa sebagaimana ditampilkan Tabel 4. Tabel 4. Lokasi Evaluasi HD di Provinsi Jambi tahun 2020
  • 46. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 28 Peta Indikatif dan Areal Perhutanan Sosial (PIAPS) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengalokasikan Perhutanan Sosial seluas 12,7 juta ha untuk seluruh Indonesia, dengan membuat perencanaan di dalam Peta Indikatif dan Areal Perhutanan Sosial (PIAPS). PIAPS merupakan peta yang memuat kawasan hutan negara yang dicadangkan untuk perhutanan sosial. Penyusunan PIAPS diawali dengan meminta masukan dari setiap dinas pada provinsi yang membidangi urusan kehutanan dan mengakomodir usulan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) sebagai penggiat Perhutanan Sosial. Usulan baik dari dinas kehutanan dan LSM diproses oleh Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (Ditjen PKTL) melalui rapat-rapat pembahasan antar eselon I lingkup KLHK dan PIAPS dikonsultasikan publik ke beberapa provinsi untuk mendapatkan masukan dari pemerintah daerah provinsi dan LSM setempat. PIAPS direvisi dalam setiap enam bulan sekali untuk mengakomodir perubahan- perubahan yang terjadi di lapangan dan ditetapkan oleh Direktur Jenderal PKTL, atas nama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dengan proses revisi yang difasilitasi oleh Direktorat Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial (PKPS). Sampai saat ini, telah dilakukan lima kali revisi PIAPS dan yang terakhir dengan Surat Keputusan Dirjen PKTL atas nama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK. 2.111/MENLHK-PKTL/REN/PLA.0/4/2020 Tanggal 21 April 2020. Peta Indikatif dan Areal Perhutanan Sosial Revisi V tersebut mengalokasikan kawasan hutan untuk masyarakat seluas 13.911.867 ha yang terdiri dari areal indikatif pada Hutan Lindung seluas 2.128.612 ha dan Hutan Produksi seluas 8636131 ha. Areal indikatif pada kawasan Hutan Produksi terdiri dari Hutan Produksi tetap seluas 3.372.200 ha, Hutan Produksi Terbatas seluas 3.910.878 ha dan Hutan Produksi yang dapat diKonversi seluas 1.377.305 ha. Areal yang sudah definitif/diterbitkan izin Perhutanan Sosial seluas 3.122.872 ha.
  • 47. 29 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 Dalam PIAPS Revisi V, dialokasikan PIAPS di Provinsi Jambi seluas 367.294 Ha. Sampai pada tanggal 21 April 2020 telah ditetapkan PIAPS Revisi V dengan izin Perhutanan Sosial seluas 193.634 ha sehingga areal indikatifnya seluas 173.660 ha. Areal indikatif ini berada di Hutan Lindung seluas 7.561 ha dan Hutan Produksi seluas 166.008 ha. Areal indikatif di Hutan Produksi terdiri dari 132.764 ha di Hutan Produksi Tetap, 29.658 ha di Hutan Produksi Terbatas dan 3.587 ha di Hutan Produksi yang dapat diKonversi. Untuk mengetahui detil areal PIAPS sampai desa digunakan peta administrasi BPS tahun 2017. Hasil analisis tersebut menunjukkan areal indikatif PIAPS berada pada 10 kabupaten, 72 kecamatan, dan 230 desa. Tabel 5. Luasan peta indikatif Perhutanan Sosial di Provinsi Jambi Berdasarkan perkembangan izin perhutanan sosial yang telah diterbitkan di Provinsi Jambi maka dapat diketahui dari bulan April sampai Oktober 2020, terdapat penambahan izin Perhutanan Sosial di Provinsi Jambi yaitu seluas 7.468 ha selama kurun waktu enam bulan. Dengan demikian, areal indikatif yang masih dapat dialokasikan untuk masyarakat mengajukan izin perhutanan sosial sampai saat ini di Provinsi Jambi seluas 166.192 ha. NO KABKOT HL HP HPT HPK LUAS INDIKATIF PS DEFINITIF LUAS 1 BATANG HARI 3,344.38 6,367.28 9,711.67 20,893.08 30,604.75 2 BUNGO 4,045.69 18,300.49 2,568.68 24,914.86 9,804.00 34,718.86 3 KERINCI 17,657.46 17,657.46 10,231.29 27,888.75 4 MERANGIN 0.03 28,830.85 2,850.38 31,681.25 42,498.94 74,180.19 5 MUARO JAMBI 2,168.90 376.67 933.00 3,478.57 7,083.00 10,561.57 6 SAROLANGUN 13,822.83 13,635.14 27,457.96 45,059.56 72,517.52 7 SUNGAI PENUH 940.13 940.13 - 940.13 8 TANJUNG JABUNG BARAT 3,560.34 4,060.98 5,504.39 2.01 13,127.71 9,163.00 22,290.71 9 TANJUNG JABUNG TIMUR 2,520.49 83.15 2,603.65 19,017.00 21,620.65 10 TEBO 45.39 41,117.25 924.00 42,086.64 29,884.18 71,970.82 7,651 132,764 29,658 3,587 173,660 193,634 367,294 LUAS TOTAL
  • 48. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 30 Gambar 6. Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS) Revisi V di Provinsi Jambi
  • 49. 31 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 BAB 4 HASIL EVALUASI
  • 50. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 32 Hasil evaluasi izin Perhutanan Sosial di Provinsi Jambi dari aspek ekonomi, ekologi, dan sosial sebagai berikut: Aspek ekonomi Indikator aspek ekonomi dalam proses evaluasi izin Perhutanan Sosial meliputi tata kelola sumberdaya hutan, tata kelola hasil hutan non kayu dan jasa lingkungan, serta usaha ekonomi hasil hutan. Hutan Desa dikatakan berhasil apabila menghasilkan manfaat ekonomi bagi masyarakatnya. Penilaian tim evaluasi terhadap indikator aspek ekonomi pada tiga Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Provinsi Jambi menunjukkan kategori tidak baik dan sedang, dengan kecenderungan lebih dari 50% berada pada kategori sedang, sebagaimana yang ditunjukkan Gambar 7. Gambar 7. Hasil evaluasi aspek ekonomi di Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Batanghari Unit XI dan XII, KPHP Merangin Unit IV,V,dan VI, dan KPHP Bungo Unit II dan III Sedang 67% tidak baik 33% Aspek Ekonomi di KPHP Batanghari Unit XI dan XII Baik Sedang tidak baik Sedang 50% tidak baik 50% Aspek Ekonomi di KPHP Merangin Unit IV, V, dan VI Baik Sedang tidak baik Sedang 80% tidak baik 20% Aspek Ekonomi di KPHP Bungo Unit II dan III Baik Sedang tidak baik
  • 51. 33 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 Berdasarkan focus group discussion (FGD) dengan pengurus dan anggota Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD), serta pendamping LPHD, ditemukan beberapa permasalahan yang dihadapi masyarakat. Permasalahan tersebut menyebabkan capaian aspek ekonomi di Hutan Desa tidak berada dalam kondisi maksimal. Permasalahan tersebut meliputi ketidakmampuan melaksanakan Rencana Pengelolaan Hutan Desa (RPHD) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang telah disusun LPHD, antara lain belum dimungkinkannya kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu/Tata Usaha Kayu (TUK) meskipun secara legal di dalam izin Perhutanan Sosial dimungkinkan. Permasalahan lain yang dialami adalah penurunan harga karet sebagai komoditas utama di sebagian besar LPHD. Kesulitan LPHD memperoleh akses pasar dan sumber pembiayaan juga disebabkan keterbatasan informasi serta hambatan pengembangan rencana kegiatan yang menunjang hasil hutan. Kegiatan Hutan Desa di Kabupaten Bungo bergantung pada pendapatan dari jasa perdagangan karbon. Sementara itu, kegiatan di Hutan Desa di wilayah Kabupaten Batanghari, Bungo, dan Merangin masih bergantung pada para pendamping. Pada kasus di LPHD Ndendang Hulu Sako Batang Buat, yang berada dalam wilayah kerja KPHP Bungo Unit II dan III, Kabupaten Bungo, para pendamping (terutama KKI Warsi) menjadi penentu akses pendapatan finansial LPHD. Ketergantungan finansial dan bantuan pendamping tersebut menyebabkan LPHD tidak bisa mandiri. Permasalahan yang terjadi pada HPHD di wilayah kerja KPHP Merangin Unit IV,V,dan VI adalah kesulitan dan keterbatasan untuk memperoleh akses pasar karena keterbatasan transportasi dan modal. Pemasaran hasil hutan masih sangat tergantung pada tengkulak. Hal itu menjadi salah satu masalah yang perlu diperhatikan oleh pihak terkait.
  • 52. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 34 Aspek ekologi Penilaian aspek ekologi pada 20 unit Hutan Desa meliputi indikator fungsi kawasan hutan yang dapat dipertahankan sesuai peruntukannya, peningkatan keanekaragaman jenis dan produk sumber daya hutan, perbaikan kondisi hidrologis, dan perlindungan kawasan. Secara umum berdasarkan hasil evaluasi bahwa aspek ekologi di semua wilayah kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) berada pada kategori baik terutama pada KPHP Bungo Unit II dan III dengan presentase sebesar 100% dan pada KPHP Batanghari Unit XI dan XII berkategori sedang dengan presentase sebesar 67% serta pada KPHP Merangin Unit IV, V, dan VI berkategori baik dengan presentase sebesar 50% sebagaimana pada Gambar 8 terlampir. Gambar 8. Hasil evaluasi aspek ekologi di Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Batanghari Unit XI dan XII, KPHP Merangin Unit IV,V, dan VI, dan KPHP Bungo Unit II dan III Aspek ekologi di wilayah kerja Kesatuan Pengelola Hutan Produksi (KPHP) Bungo Unit II dan III berdasarkan hasil evaluasi mempunyai penutupan lahan Baik 33% Sedang 67% Aspek Ekologi di KPHP Batanghari Unit XI dan XII Baik Sedang tidak baik Baik 50% Sedang 42% tidak baik 8% Aspek Ekologi di KPH Merangin Unit IV, V, dan VI Baik Sedang tidak baik Baik 100% Aspek Ekologi di KPHP Bungo Unit II dan III Baik Sedang tidak baik
  • 53. 35 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 sangat baik dan juga fungsi hidrologis sangat terjaga karena Hutan Desa di Kabupaten Bungo dijadikan areal penyerapan karbon. Pemanfaatan jasa penyerapan karbon tersebut juga telah dimanfaatkan melalui program perdagangan karbon. Para relawan dan wisatawan asing telah ikut ambil bagian untuk memberikan imbal jasa karbon. Dari hasil penjagaan Hutan Desa tersebut diperoleh imbal jasa yang telah diterima sejak tahun 2019 dan tahun 2020 sebesar Rp.360.000.000,00 untuk setiap LPHD di Kecamatan Bathin III Ulu, Kabupaten Bungo. Meskipun demikian, masih terdapat permasalahan yang membutuhkan fasilitasi terkait pemanfaatan potensi- potensi hutan lainnya yang sangat potensial, seperti HHBK dengan jenis rotan, madu, serta jasa lingkungan berupa air terjun yang ada di Hutan Desa pada wilayah kerja KPHP Bungo Unit II dan III di Kabupaten Bungo. Potensi rotan, madu, serta jasa lingkungan belum dimanfaatkan secara optimal karena pemanfaatan dan pengelolaannya masih dengan cara tradisional, belum dikelola secara komersial, masih secara individu. Pemanfaatan dan pengelolaan secara kelembagaan belum terintegrasi di dalam rencana kegiatan LPHD sehingga berdampak pada tidak tercapainya manfaat dari segi ekonomi baik untuk lembaga pengelola dan masyarakat desa, terutama dalam meningkatan penghasilan dari HHBK dan wisata. Pada LPHD di wilayah kerja KPHP Batanghari Unit XI, XII terdapat permasalahan pengambilan hasil hutan kayu secara ilegal dari luar desa di areal kerja hutan desa. Selain itu juga, terdapat permasalahan aksesibilitas dari desa ke areal HPHD yang cukup jauh dengan jarak sekitar 5-10 km dengan jalan hutan yang rusak. Kerusakan jalan menuju ke areal HPHD disebabkan terjadi perubahan batas-batas kawasan hutan sebagai areal HPHD menjadi Areal Penggunaan Lainnya (APL) dan Taman Nasional (TN).
  • 54. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 36 Aspek sosial Indikator yang digunakan untuk mengukur aspek sosial adalah peningkatan kesejahteraan, penguatan kelembagaan, perubahan perilaku, resolusi konflik, sensitivitas gender, kontribusi pengelolaan hutan terhadap pihak terkait. Hasil evaluasi menunjukkan aspek sosial di semua wilayah kerja Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) berada pada kategori sedang, dengan persentase sebesar 100% pada KPHP Bungo Unit II dan III, sebesar 100% pada KPHP Batanghari Unit XI. XII, serta sebesar 58% pada KPHP Merangin Unit IV, V, dan VI. Gambar 9. Hasil evaluasi aspek ekologi di Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Batanghari Unit XI dan XII, KPHP Merangin Unit IV,V, dan VI, dan KPHP Bungo Unit II dan III Pemasalahan LPHD Depati Suko Menggalo di Desa Tanjung Benuang, Kabupaten Merangin dan LPHD Batang Klukup Sungai Mengkuang Laman Panjang, adalah belum ada kaderisasi kepada anggota-anggota lain. Hal tersebut disebabkan LPHD belum memiliki niat untuk melakukan kaderisasi Sedang 100% Aspek Sosial di KPHP Batanghari Unit XI dan XII Baik Sedang tidak baik Baik 17% Sedang 58% tidak baik 25% Aspek Sosial di KPH Merangin Unit IV, V, dan VI Baik Sedang tidak baik Sedang 100% Aspek Sosial di KPHP Bungo Unit II dan III Baik Sedang tidak baik
  • 55. 37 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 pengurus. Selain itu, sumber daya anggota untuk dijadikan sebagai pengurus tergolong minim. Kelompok pemuda belum antusias untuk berkreasi mengelola areal baik hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu, dan jasa lingkungan secara efektif. Ketidaktertarikan pemuda untuk mengelola hutan desa disebabkan manfaat langsung Hutan Desa belum dirasakan. Di samping itu, beberapa LPHD belum memiliki kesetaraan gender, karena keseluruhan pengurus dan anggota adalah laki-laki. Perempuan belum terlibat dalam kelompok ataupun sebagai pengurus namun para perempuan terlibat langsung dalam pengelolaan hasil Hutan Desa. Masyarakat merasa pengetahuan dalam pengelolaan hutan, seperti teknik pengelolaan hasil hutan menjadi produk, strategi pemasaran hasil hutan, teknik pembibitan dan sebagainya masih rendah. Oleh karena itu, masyarakat berharap adanya pengelolaan peningkatan kapasitas sumber daya manusia terutama dari pemerintah pusat, daerah, pendamping, lembaga swadaya masyarakat, dan pihak lainnya. Kelembagaan Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) di Kabupaten Merangin termasuk masih lemah, terutama yang telah ditinggalkan pendamping. Keterbatasan modal dalam pengembangan usaha dibandingkan dengan luas lahan yang dikelola, sehingga tidak optimal untuk mencukupi kebutuhan. Kompetensi masyarakat pada umumnya masih lemah karena rendahnya penguasaan teknologi dan jaringan kemitraan. Aspek keseluruhan hasil evaluasi Hasil evaluasi secara keseluruhan menunjukkan LPHD Rio Kemunyang di Desa Durian Rimbun, Kecamatan Muara Siau, Kabupaten Merangin memiliki nilai terbaik sebesar 88,86%. Sementara itu, Lembaga Desa Pematang Pauh di Desa Pematang Pauh, Kecamatan Jangkat Timur, Kabupaten Merangin memiliki nilai
  • 56. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 38 terendah sebesar 42,71%. Hasil keseluruhan evaluasi diperlihatkan pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil evaluasi 20 Hutan Desa di Provinsi Jambi pada tahun 2020 No Kelembagaan Kabupaten Kecamatan Desa Luas Nomer SK Hasil Penilaian Kesimpulan Akhir Penilaian 1 LPHD Pusako Serenggam Tinggi Batanghari Bathin XXIV Hajran 90 SK.72/Kep.Gub/BP MD-PPT.4/2013 74,8 Sedang 2 LPHD Ibul Bajurai Batanghari Bathin XXIV Oalak Besar 721 SK.74/Kep.Gub/BP MD-PPT.4/2013 68,2 Sedang 3 LPHD Rimbo Pusako Batang Terap Batanghari Bathin XXIV Jelutih 2.752 SK.73/Kep.Gub/BP MD-PPT.4/2014 77,2 Sedang 4 LPHD Nendang Hulu Sako Batang Buat Lubuk Beringin Bungo Batin III Ulu Lubuk Beringin 2.356 124 Tahun 2009 70,64 Sedang 5 Batang Klukup Sungai Mengkuang Laman Panjang Bungo Batin III Ulu Laman Panjang 1.051 77/KEP.GUB-BPMD- PPT.4/2013 65,72 Sedang 6 Lembaga Desa Tiga Hulu Kampung Sangi Letung Bungo Batin III Ulu Buat 1.224 147/KEP.KA.BPMD- PPT.4/XI/2013 71,6 Sedang 7 Kelompok Pengelola Hutan Desa (KPHD) Gunung Pohong Bungo Batin III Ulu Sungai Telang 1.000 97/KEP.KA.BPMD- PPT.4/X/2014 71,82 Sedang 8 Lembaga Desa Hulu Simpang Duo Batang Senamat Bungo Batin III Ulu Senamat Ulu 1.661 78/KEP.GUB/BPMD- PPT.4/2013 72,19 Sedang 9 Lembaga Desa Depati Suko Meraji - Desa Gedang Merangin Jangkat Timur Gedang 1.766 274/Kep.Gub/Dishu t-4.1/2013 tanggal 16 April 2013 67,83 Sedang 10 Lembaga Desa Depati Suko Menggalo (LD- DSM) Merangin Jangkat Timur Tanjung Benuang 1.254 80/Kep.Gub/BPMD- PPT.4/2013 tanggal 31 Juli 2013 44,13 Tidak Baik 11 Lembaga Desa Sungai Duo (LD-Sungai Duo) Merangin Jangkat Timur Jangkat 4.467 75/Kep.Gub/BPMD- PPT.4/2013 Tanggal 31 Juli 2013 68,85 Sedang 12 Lembaga Desa Depati Suko Dirajo Desa Koto Baru Merangin Jangkat Timur Koto Baru 762 76/Kep.Gub/BPMD- PPT.4/2013 tanggal 31 Juli 2013 62,84 Sedang 13 LPHD Muara Madras Merangin Jangkat Timur Muara Madras 5.330 76/Kep.Gub/BPMD- PPT.4/2013 77,45 Sedang 14 LPHD Tanjung Alam Merangin Jangkat Tanjung Alam 912 79/Kep.Gub/BPMD- PPT.4/2013 77,53 Sedang 15 LPHD Tanjung Mudo Merangin Jangkat Timur Tanjung Mudo 1.058 81/Kep.Gub/BPMD- PPT.4/2013 67,98 Sedang 16 LPHD Koto Malelo Sungai Seluang Merangin Jangkat Timur Beringin Tinggi 2.038 275/Kep.Gub/Dishu t-4.1/2013 75,90% Sedang 17 LPHD Pematang Pauh Merangin Jangkat Timur Pematang Pauh 2.957 84/Kep.Gub/BPMD- PPT.4/2013 42,71% Tidak Baik 18 LPHD Talang Tembago Merangin Jangkat Timur Talang Tembago 2.707 85/KEP.GUB/BPMD. 4/2013 63,17% Sedang 19 Rio Kemunyang Merangin Muara Siau Durian Rambun 4.484 82/Kep.Gub.BPMD- PPT.4/2013 88,86 Baik 20 Depati Renah Menggalo Merangin Lembah Masurai Tanjung Dalam 2.160 86/Kep.Gub.BPMD- PPT.4/2014 64,55 Sedang
  • 57. 39 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 LPHD Rio Kemunyang di Desa Durian Rimbun, Kecamatan Muara Siau, Kabupaten Merangin memperoleh hasil nilai tertinggi karena memiliki aspek ekologi dan sosial-ekonomi yang berkategori baik untuk semua kriteria. Sedangkan, Lembaga Desa Pematang Pauh di Desa Pematang Pauh, Kecamatan Jangkat Timur, Kabupaten Merangin memperoleh hasil nilai terendah karena hanya memiliki kriteria baik pada aspek ekologi pada kriteria perbaikan kondisi hidrologis. Tabel 7. Hasil evaluasi berdasarkan aspek keseluruhan di 20 Hutan Desa di Provinsi Jambi pada tahun 2020 ASPEK EVALUASI KRITERIA PENILAIAN TOTAL BAIK SEDANG TIDAK BAIK Aspek Ekonomi - (0%) 12 (60%) 8 (40%) 20 (100%) Aspek Ekologi 12 (60%) 7 (35%) 1 (5%) 20 (100%) Aspek Sosial 3 (15%) 14 (70%) 3 (15%) 20 (100%) Gambar 10. Hasil evaluasi berdasarkan aspek keseluruhan 20 Hutan Desa di Provinsi Jambi pada tahun 2020 Berdasarkan tabel dan gambar di atas, terdapat 12 Hutan Desa yang memiliki aspek ekonomi berkategori sedang (60%) dan delapan Hutan Desa yang memiliki aspek ekonomi berkategori tidak baik (40%). Pengkajian dari aspek ekologi, 12 Hutan Desa memiliki kriteria baik (60%), tujuh Hutan Desa yang memiliki aspek ekologi sedang (35%), dan hanya satu Hutan Desa yang memiliki aspek ekologi tidak baik (5%). Pengkajian dari aspek sosial, terdapat tiga Hutan Desa yang memiliki aspek sosial baik (15%), 14 Hutan Desa yang memiliki aspek sosial 12 3 1 12 7 14 17 8 1 3 2 ASP EK P ROD UKSI ASP EK EKOLOGI ASP EK SOSI AL KESI M P ULAN HASIL EVALUASI BERDASARKAN ASPEK KESELURUHAN Baik Sedang tidak baik
  • 58. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 40 sedang (70%), dan tiga Hutan Desa yang memiliki aspek sosial tidak baik (15%). Dengan demikian, aspek ekologi dalam Hutan Desa menunjukkan peran signifikan terhadap kinerja Hutan Desa. Gambar 11. Hasil evaluasi seluruh aspek di Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Batanghari Unit XI. XII, KPHP Merangin Unit IV,V,VI, dan KPHP Bungo Unit II dan III Gambar 11 menunjukan hasil evaluasi di Kabupaten Batanghari, Bungo, dan Kabupaten Merangin di Provinsi Jambi sebagian besar masuk pada kategori sedang untuk keseluruhan aspek yang dinilai. Pada Kabupaten Batanghari di wilayah kerja KPHP Batanghari Unit XI. XII dan KPH Merangin Unit IV, V, dan VI memiliki persentase sebesar 100% pada kategori sedang. Masih terdapat variasi dari kategori tidak baik (17%), sedang (75%), sampai baik (8%) di Kabupaten Merangin di wilayah kerja KPH Merangin Unit IV, V, dan VI. Hal tersebut disebabkan pengelolaan Hutan Desa belum optimal, namun Sedang 100% Hasil Evaluasi Seluruh Aspek di KPHP Batanghari Unit XI. XII Baik Sedang tidak baik Baik 8% Sedang 75% tidak baik 17% Hasil Evaluasi Seluruh Aspek di KPH Merangin Unit IV, V, VI Baik Sedang tidak baik Sedang 100% Hasil Evaluasi Seluruh Aspek di KPHP Bungo Unit II dan III Baik Sedang tidak baik
  • 59. 41 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 menunjukkan aspek ekologi yang baik dibandingkan dengan aspek-aspek yang lain. Gambar 12. Hasil evaluasi di Provinsi Jambi Gambar 12 menunjukkan hasil evaluasi akses kelola Perhutanan Sosial, khususnya Hutan Desa yang berusia lebih dari lima tahun, yang termasuk dalam kategori sedang sebesar 85%, yang termasuk dalam kategori tidak baik sebesar 10%, dan yang termasuk dalam kategori baik sebesar 5%. 5% 85% 10% Hasil Evaluasi di Provinsi Jambi Baik Sedang tidak baik
  • 60. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 42
  • 61. 43 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
  • 62. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 44 Kesimpulan  Pelaksanaan evaluasi Perhutanan Sosial, khususnya Hutan Desa (HD) yang lebih dari lima tahun di Provinsi Jambi, dengan hasil sebesar 85% termasuk dalam kategori sedang, 10% termasuk dalam kategori tidak baik, dan sebesar 5% termasuk dalam kategori baik.  Pengkajian dari aspek ekonomi, terdapat 12 Hak Pengelola Hutan Desa (HPHD) yang aspek sosialnya sedang (60%) dan delapan HPHD yang sosialnya tidak baik (40%). Pengkajian dari aspek ekologi, 12 HPHD memiliki kriteria baik (60%), tujuh HPHD yang aspek ekologinya sedang (35%), dan hanya satu HPHD yang aspek ekologinya tidak baik (5%). Pengkajian dari aspek sosial, terdapat tiga HPHD yang aspek sosialnya baik (15%), 14 HPHD yang aspek sosialnya sedang (70%), dan 3 HPHD yang aspek sosialnya tidak baik (15%). Dengan demikian, aspek ekologi dalam HPHD yang dikaji memberikan pengaruh signifikan terhadap hasil evaluasi.  Terhadap 12 Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) yang memiliki penutupan lahan/ekologi yang baik berpotensi untuk pengembangan perdagangan karbon (carbon trading).  Berdasarkan hasil evaluasi terdapat permasalahan yang berkaitan dengan pemahaman konsep Perhutanan Sosial, pendampingan, kapasitas sumber daya manusia, dan komunikasi di setiap Lembaga Pengelola Hutan Desa. Permasalahan yang bersifat teknik pengelolaan hutan, yang meliputi penandaan batas, penyusunan rencana pengelolaan hutan desa (RPHD), pemanfaatan hasil hutan kayu, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, pemanfaatan karbon terjadi juga di LPHD.  Permasalahan khusus yang perlu segera diselesaikan adalah pergeseran areal kerja di Hutan Desa di Desa Hajran, Desa Jelutih, Oalak Besar di Kabupaten Batanghari.
  • 63. 45 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 Rekomendasi Rekomendasi terhadap hasil evaluasi di Provinsi Jambi sebagai berikut:  Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan perlu melakukan upaya peningkatan pemahaman tentang konsep Perhutanan Sosial khususnya Hutan Desa. Peningkatan pemahaman konsep hutan desa tersebut dilakukan untuk Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) maupun aparat tingkat desa, kecamatan, kabupaten, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Hal tersebut bertujuan agar tidak terjadi lagi kegiatan pembukaan lahan, penebangan hutan dan perladangan berpindah di areal Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD).  Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah menyediakan tenaga pendamping yang berkompeten bagi LPHD-LPHD yang belum memiliki pendampingan.  Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah melakukan review terhadap kegiatan pendampingan yang dilakukan secara partisipatif.  Pendamping dengan dukungan Pemerintah Pusat dan Daerah melakukan upaya peningkatan kapasitas LPHD dan pengembangan kelembagaan untuk mendorong terwujudnya pengelolaan hutan lestari.  Pemerintah daerah mengintegrasikan PS dalam program sektor lain yang terkait,misalnya penyediaan internet di desa untuk akses pasar secara online, dan alat pemantauan online.  Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah memfasilitasi pemegang HPHD yang sudah mencapai aspek ekologi dengan baik untuk mendapatkan insentif dalam skema carbon trading melalui:  Result Based Payment (overlay PIAPS dengan peta wilayah karbon (skema mandatori dukung NDC)  Karbon market (Voluntery pembeli dalam maupun luar negeri)  Dinas Kehutanan melalui Pokja PPS memberikan perhatian khusus untuk yang bernilai tidak baik yaitu HPHD Lembaga Desa Pematang Pauh di Desa
  • 64. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 46 Pematang Pauh, Kecamatan Jangkat Timur, Kabupaten Merangin dan Lembaga Desa Depati Suko Menggalo, Kecamatan Jangkat Timur, Kabupaten Merangin dengan meningkatkan pendampingan, bimbingan teknis dan pemantauan lebih intensif.  Saat melakukan proses evaluasi, kriteria aspek ekologi yang diharapkan pada Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Nomor P.9/PSKL/PKPS/KUM.1/10/2019 adalah membandingkan luasan penutupan hutan sebelum dan sesudah izin Perhutanan Sosial diberikan. Data sekunder berupa peta penutupan lahan hasil interpretasi peta yang tersedia tidak mampu memberikan gambaran penutupan lahan di areal izin Perhutanan Sosial secara detil. Soluasi untuk memperoleh gambaran penutupan lahan yang detil dapat dilakukan dengan menggunakan drone sebelum dan sesudah pemberian izin Perhutanan Sosial. Akan tetapi, penerapan teknologi drone di setiap KPH memiliki kendala di tenaga teknis dan ketersedian alat.  KPH Batanghari perlu menindaklanjuti hasil evaluasi dengan melakukan:  Fasilitasi penandaan batas areal kerja HPHD Jelutih dan HPHD Olak Besar sesuai dengan fakta lapangan sebagai bahan pengajuan revisi areal kerja oleh pemegang HPHD kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.  Penyiapan petugas-petugas lapangan sebagai tenaga pendamping.  Identifikasi kader potensial (local champion) pelaku Perhutanan Sosial.  Fasilitasi Tata Usaha Kayu (TUK) pada Hutan Desa yang merencanakan pemanfaatan kayu.  koordinasi dan fasilitasi pelaksanaan patroli hutan yang dilakukan oleh pemegang HPHD.  Identifikasi kebutuhan pemegang HPHD dalam rangka mengembangkan aspek ekonomi.  Fasilitasi untuk mendapatkan dukungan pendanaan dalam pembuatan jalan bagi wisata dan pengangkutan hasil hutan.
  • 65. 47 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0  KPH Bungo perlu menindaklanjuti hasil evaluasi dengan melakukan:  Fasilitasi diskusi antara LPHD, Mitra dan KPH untuk mencapai kesepahaman bersama tentang pengelolaan Hutan Desa.  Fasilitasi peningkatan kapasitas kelembagaan organisasi dan keuangan LPHD serta peningkatan kapasitas produksi hasil hutan melalui pendampingan dan bimbingan teknis secara intensif.  Pendamping yang melakukan fasilitasi perdagangan karbon wajib melaporkan perkembangannya kepada Kepala KPH setempat.  Kajian terhadap praktik-praktik perdagangan karbon yang telah dilakukan oleh LPHD dan melaporkan perkembangannya kepada Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan melalui Dinas Kehutanan.  koordinasi dan fasilitasi pelaksanaan patroli hutan yang dilakukan oleh pemegang HPHD.  Fasilitasi pembuatan menara pengawas kebakaran dan mendorong LPHD untuk membuat papan nama Hutan Desa.  KPH Merangin perlu menindaklanjuti hasil evaluasi dengan melakukan:  Fasilitasi penguatan kelembagaan dan kegiatan usaha melalui pendampingan yang intensif.  Identifikasi kebutuhan LPHD dalam pengembangan usaha.  Koordinasi dengan OPD terkait untuk perbaikan akses jalan bagi peningkatan kegiatan ekonomi dan wisata.  Fasilitasi pelaksanaan penandaan batas areal kerja HPHD Gedang dan HPHD Tanjung Benuang sesuai dengan fakta lapangan sebagai bahan pengajuan revisi areal kerja oleh pemegang HPHD kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.  Identifikasi secara partisipatif terhadap permasalahan yang terjadi pada LPHD yang masih dalam kondisi tidak baik yaitu LPHD Depati Suko dan LPHD Pematang Pauh untuk mengetahui akar permasalahannya dan
  • 66. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 48 mencari solusi yang kemudian disampaikan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Dinas Kehutanan setempat.
  • 67. 49 | E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 DAFTAR PUSTAKA (BPS) Badan Pusat Statistik. 2016. Data Hasil Pendataan UMK UMB di Provinsi Jambi. https://se2016.bps.go.id/umkumb/index.php/site?id=15&wilayah=Jambi (BPS) Badan Pusat Statistik. 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010 Provinsi Jambi Data Agregat per Kabupaten/Kota.https://jambi.bps.go.id/publication/2010/12/02/c574bfb197bf6a656c1ee82 b/hasil-sensus-penduduk-2010-provinsi-jambi-data-agregat-per-kabupaten-kota.html Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK Nomor P.9/PSKL/PKPS/KUM.1/10/2019 tentang Pedoman Evaluasi Izin Perhutanan Sosial. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.83/ MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Sungai Penuh di Provinsi Jambi. Yanuar, Y. 2019. Wilayah Hutan di Jambi Tinggal 17 Persen, Turun 20.000 Ha 2 Tahun. https://tekno.tempo.co/read/1285796/wilayah-hutan-di-jambi-tinggal-17-persen-turun-20- 000-ha-2-tahun/full&view=ok
  • 68. E v a l u a s i P e r h u t a n a n S o s i a l d i P r o v i n s i J a m b i T a h u n 2 0 2 0 | 50 LAMPIRAN
  • 69. BERITA ACARA EVALUASI HPHD KPH BATANGHARI
  • 70.
  • 71. 2 2) Rencana Tahunan terakhir tahun 2016 2. Aspek Produksi a) Kriteria Tata Kelola Sumber Daya Hutan 1) Telah dilakukan penandaan batas yang difasilitasi KKI Warsi pada bulan November sampai Desember 2014. Batas berupa plat seng, patok semen dan cat, dengan kondisi telah ketemu gelang. Proses tata batas dilakukan secara partisipatif yang diasistensi oleh Dinas Kehutanan Provinsi Jambi. 2) Pembagian blok dalam areal kerja sudah disusun oleh LPHD Pusako Serenggam Tinggi dan disahkan oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi tahun 2015. 3) Tidak ada peralihan hak pada aeal HPHD, karena konsep pengelolaan HD mengadopsi Tanah Kas Desa. 4) Telah menerapkan system wanatani kombinasi Karet, Mangga, Pinang, Petai, Jengkol, Durian, Manggis, Jabon. 5) Penggunaan teknologi baru diterapkan pada pengelolaan areal Hutan Desa yaitu pegeplotan dengan GPS dan HP untuk Patroli. 6) LPHD Pusako Serenggam Tinggi telah melakukan penanaman melalui dukungan program RHL BPDAS Batanghari, Demplot ±10 Ha Dinas Kehutanan Provinsi Jambi dan dukungan dana desa. 7) Sudah memiliki laporan tahunan yang dibantu pendamping, tapi belum terarsipkan dengan baik sampai tahun 2016 karena setelah itu pendampingan terhenti. b) Kriteria Tata Kelola Hasil Hutan Kayu, Hasil Hutan Bukan Kayu dan Jasa Lingkungan 1) Pemungutan HHK di areal kerja LPHD Hajran masih sebatas kayu pagar dan kayu bakar 2) HHBK yang telah dimanfaatkan dalam bentuk buah-buahan 3) Masyarakat masih belum paham terkait PNBP dan mekanismenya c) Kriteria Usaha Ekonomi Hasil Hutan 1) Belum ada unit usaha Perhutanan Sosial yang sudah berjalan. Secara kebijakan sudah dibuat di RKHD namun belum berjalan karena pendampingan sempat terputus 4 tahun. 2) Aset tanaman seluas 10 Ha, dimana saat ini kurang terawat, karena Ketua LPHD Pusako Serenggam Tinggi meninggal dan belum ada pembentukan kepengurusan yang baru. 3) Sudah memiliki rencana usaha dan sudah dijanlakan dengan penanaman areal HD namun ketika pendampingan terhenti kegiatan ikut berhenti.
  • 72. 3 4) Saat ini LPHD Pusako Serenggam Tinggi mulai menginisiasi promosi lewat FB oleh pengurus dan juga anak-anak muda serta kelompok perempuan. 5) HHBK yang utama Karet, Duren, Jengkol dan petai yang pernah dipasarkan sampai skala provinsi namun sekarang terhenti. 6) Ada potensi pembuatan ekowisata disekitar HPHD berupa rumah pohon dan jembatan gantung yang menjadi tempat selfie oleh wisatawan lokal, namun belum sempat termanfaatakan. 7) Peluang penerusan pendampingan KKI WARSI yang berpengalaman untuk pendanaan Karbon 3. Aspek Ekologi a. Kriteria Fungsi Kawasan Hutan dapat dipertahankan sesuai peruntukannya 1) Luasan tutupan hutan untuk hutan produksi saat ini tinggal 30 %. Arealnya kerja HPHD ini merupakan lahan terlantar eks HTI. PT HAPADI, sehingga lebih pada proses rehabilitasi 2) Dengan memiliki tutupan hutan 0-60 %, areal kerja HD merupakan eks HPH dan HTI terlantar. Kondisi tutupan didominasi belukar dan lahan terbuka. 3) Rencana pengelolaan lebih banyak pada penananaman agroforestry dengan tanaman Jabon, jelutung, Jengkol, Petai, Sunkai, Duren. b. Seiring dengan tidak terawatnya HPHD Hajran maka kondisi keragaman satwa berkurang demikian juga keberadaan spesies endemic berkurang. c. Perbaikan kondisi hidrologis : 1) Kondisi hidrologis di sekitar HPHD relative tetap, dan HPHD ini menjadi salah satu hulu Batang Serengam 2) Relatif tidak berubah mutu airnya tapi tidak menurun d. Perlindungan Hutan 1) Kegiatan perlindungan hutan mulai menurun setelah Ketua LPHD Pusako Serenggam Tinggi meninggal 1 tahun yang lalu 2) Apabila terjadi kebakaran LPHD Pusako Serenggam Tinggi baru bertindak untuk melakukan pemadaman 3) Aspek Sosial Ekonomi a. Kriteria Peningkatan Kesejahteraan Kelompok/Masyarakat/Desa 1) Pendapatan masyarakat meningkat belum meningkat karena tanaman bekum menghasilkan, baru buah-buahan untuk subsitansi saja. 2) Belum ada lapangan kerja baru, namun KWT merencanakan untuk menanami dengan tanaman obat dan membuka warung untuk pengembangan wisata b. Kriteria Penguatan Kelembagaan 1) Status badan hukum Kelompok masih yang di SKkan Kepala Desa. 2) Memiliki aturan dalam bentuk Perdes 3) Pertemuan masih berjalan, walaupun kurang intensif setelah Ketua LPHD Pusako Serenggam Tinggi meninggal 4) Proses pembuatan keputusan melibatkan pengurus dan anggota
  • 73. 4 5) Kegiatan peningkatan kapasitas didukung oleh Pemdes, Pemda dan pendamping 6) Modal berupa areal HPHD yang telah ditanami 7) Belum ada iuran.tabungan pemegang HPHD 8) Terdapat daftar anggota struktur umur anggota LPHD Pusako Serenggam Tinggi c. Kriteria Perubahan Perilaku Pengurus dan Anggota LPHD 1) Muncul tokoh muda dan perempuan 2) Mayoritas sumber penghidupan sebelumnya adalah illegal logging tetapi dengan HD semangat menanam menjadi lebih baik d. Kriteria Resolusi Konflik 1) Terdapat aturan internal dan prosedur penyelesaian konflik berupa penerapan aturan adat 2) Pengalaman dalam proses penyelesaian konflik/sengketa yaitu selesainya konflik batas wilayah administrasi e. Kriteria Kesetaraan Gender 1) Keterwakilan perempuan dalam pengurus/lembaga terdapat 7 orang 2) Tingkat partisipasi pengurus dan anggota perempuan dalam kegiatan lembaga dan pengelolaann/pemanfaatan hutan aktif terlibat, bahkan menyampaikan aspirasi terkait dengan pengembangan pertanian, unit usaha dan ekowisata f. Kriteria kontribusi pengelolaan hutan terhadap pihak terkait 1) Adanya dana/bantuan dari BPDAS 2) Adanya Hubungan dengan KLHK, Dinas Kehutanan Provinsi, KPH dan Pemkab A. Hasil Evaluasi lokasi HPHD berdasarkan desk analsis dan pengecekan ke lapangan Berdasarkan desk analsis dan pengecekan ke lapangan, diperoleh fakta, data dan informasi sebagai berikut: 1. Letak lokasi Desa/Kecamatan :Hajran/Bathin XXIV Kabupaten : Batanghari Provinsi : Jambi DAS : DAS Batanghari 2. Batas lokasi Utara : APL PT. Sawit Desa Makmur Selatan : HP Serengam Hilir (Eks PT. Hapadi) Barat : APL PT. Sawit Desa Makmur Timur : HP Serengam Hilir 3. Hasil checking lapangan menggunakan GPS adalah sebagai berikut: No. Koordinat Geografis Keterangan Lintang (Y) Bujur (X) 1 102,93907 -1,82398 Patok masuk HD
  • 74. 5 2 3 4 5 6 102,92765 102,91997 102,92005 102,92007 102,91913 -1,82444 -1,82609 -1,82632 -1,82635 -1,82628 Kebun buah di dalam HPHD Kebun Karet bekas disadap Pohon akasia alam Pondok Kubu Batas ujung HPHD 4. Lokasi HPHD tersebut di atas berdasarkan fungsi kawasan, adalah Hutan Produksi (HP) seluas 90 ha 5. Kondisi biofisik calon lokasi - Tutupan lahan:.didominasi oleh hutan dan semak belukar . - Ketinggian : 50 - 100 mdpl - Kelerengan : kisaran 0-8 % - Topografi : datar - Jenis vegetasi : pepohonan hutan hujan dan tanaman MPTS 6. Jenis tanaman yang sudah diusahakan masyarakat pada calon lokasi: Karet, Jabon, Akasia, mangga, petai, nangka, dan durian . 7. Potensi kawasan calon lokasi: 1) Masyarakat Hajran memaknai keberadaan Hutan Desa bukan hanya semata- mata kayu, namun menjadi bagian dari penyangga sistim hidup dan penghidupan, sistim sosial dan adat; 2) Hutan Desa sebagai bagian dari wilayah adat masyarakat; 3) Tata kelola Hutan Desa menggunakan aturan hukum adat; 4) hayati yang berfungsi sebagai penyedia bahan-bahan kebutuhan dasar seperti sumber air, ketentraman dan lainnya; 5) Hutan dimanfaatkan tidak didasari hanya pada kegiatan eksploitatif, tetapi dilandasi pada usaha-usaha untuk memelihara keseimbangan dan keberlanjutannya; B. Permasalahan Umum dan Harapan Masyarakat 1) Dukungan Pemerintah dan LSM pendamping diharapkan hadir kembali untuk membangun kembali HPHD seperti pada proses awal pengusulan sehingga dapat memberikan kepercayaan masyarakat kembali kepada profil ketua yang akan dilakukan pemilihan. 2) Diperlukan dukungan dana yang salah satunya pemanfaatan penggunaan Dana Desa karena pernah diusulkan dalam RPJM desa. 3) Potensi baru untuk perdagangan carbon perlu digali sehingga apabila hutan yang masih bagus dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat sehingga bersedia merawatnya. C. Dampak Pengelolaan Perhutanan Sosial 1) Membaiknya sistim hidroorologi karena terpeliharanya kondisi hutan pada tanaman asli ex. HPH
  • 75. 6 2) Merubah presepsi masyarakat yang awalnya hanya berorientasi pada kayu sudh mulai menanam pohon buah-buahan walaupun belum berhasil melakukan pemanenan karena pohon tumbuh tidak normal 3) Terselesaikannya konflik batas antar wilayah administrasi desa melalui surat kesepakatan bersama, sehingga pengelolaan Hutan Desa bisa lebih maksimal dan tidak terjadi konflik. E. Rekomendasi dan Tindak Lanjut 1) Perlu dukungan program dari LSM KKI Warsi didukung oleh Dinas Kehutanan Provinsi Jambi melalui KPH Batanghari untuk memberikan pendampingan di Hutan Desa Hajran. 2) Segera melakukan rapat interen LPHD Pusako Serenggam Tinggi untuk membentuk kepengurusan baru sepeninggal ketua. 3) Diperlukan bagi pemerintah desa dan LPHD untuk merevitalisasi LPHD (kepengurusan, review RKHD dan susun RTHD, Regenerasi dan pelibatan perempuan serta millenial), melakukan peningkatan kapasitas SDM dan LPHD (kerajinan, pertanian organik, wisata, tatalaksana kelembagaan dan keuangan, promosi dan pemasaran, studi banding dan desain medsos) dan melakukan sinergi program dan dukungan antara BUMDES-LPHD untuk pembentukan dan penguatan KUPS. 4) Dishut melalui KPH dapat memfasilitasi komunikasi dengan BPDAS untuk mendapatkan dukungan bibit bagi pengkayaan areal kerja Hutan Desa, menyediakan penyuluh kehutanan untuk melakukan pendampingan bersma pendamping, fasilitasi proses untuk revisi SK, adendum areal kerja dan komunikasi dengan KLHK terkait TUK di kawasan Hutan Desa. 5) Pihak pendamping (KKI Warsi dan KPH Batanghari) perlu melakukan pendampingan yang intensif lagi (penyiapan pengasuhan pohon, pendanaan karbon, ekowisata, mitigasi konflik dan pembentukan kelembagan penanganan konflik), Fasilitasi Peningkatan kapasitas SDM dan kelembagaan pengelola (LPHD), Fasilitasi Review dan Pembaharuan RKHD, RTHD, Penataan Ulang Areal Kerja (replotting blok), menyusun Rencana Usaha,pembuatan laporan, rapat periodik, Fasilitasi komunikasi dengan para pihak (KLHK, BPDAS, Dishut Provinsi, Pemkab, Lembaga Keuangan, Universitas) untuk membantu promosi dan pemasaran hasilnya. 6) Berdasarkan hasil FGD dengan para pihak ditemukan adanya Memoranda tentang Kesepahaman dan Kesepakatan Revisi SK MENHUT RI Nomor : SK.433/MENHUT-2/2011 Tentang Penetapan Kawasan Hutan produksi Tetap Sebagai Areal Kerja Hutan Desa Untuk Hajran dan Desa Olak Besar di Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi tentang hasil akhir proses mediasi tertanggal 16 Desember 2015. Memoranda ini merupakan Kesepahaman dan Kesepakatan antara Lembaga Pengelola Hutan Desa Hajran dan Olak Besar yang menyepakati penyelesaian tumpang tindih areal Hutan Desa dan penyelesaian konflik. Dokumen ini perlu dibahas kembali saat kelembagaan Hutan Desa sudah terbentuk kepengurusan yang baru, di fasilitasi oleh pendamping dan KPH Batanghari untuk tindaklanjutnya.
  • 76.
  • 77.
  • 78.
  • 79.
  • 80.
  • 81.
  • 82.
  • 83.
  • 84.
  • 85.
  • 86.
  • 87.
  • 88.
  • 89.
  • 90.
  • 91.
  • 92.
  • 93. BERITA ACARA EVALUASI HPHD KPH MERANGIN
  • 94.
  • 95.
  • 96.
  • 97.
  • 98.
  • 99.
  • 100.
  • 101.
  • 102.
  • 103.
  • 104.
  • 105.
  • 106.
  • 107.
  • 108.
  • 109.
  • 110.
  • 111.
  • 112.
  • 113.
  • 114.
  • 115.
  • 116.
  • 117.
  • 118.
  • 119.
  • 120.
  • 121.
  • 122.
  • 123.
  • 124.
  • 125.
  • 126.
  • 127.
  • 128.
  • 129.
  • 130.
  • 131.
  • 132.
  • 133. 1 BERITA ACARA EVALUASI IZIN Nomor : BA. 163/PKPS/PP/PSL.0/2020 Pada hari ini Selasa tanggal Sembilan bulan September. tahun Dua ribu dua puluh, Kami yang bertanda tangan di bawah ini : No. Nama/ NIP. Instansi Jabatan dalam Tim 1 Ika Noor Muslihah M, S.Si / 19871002010122005 Direktorat PKPS Ditjen PSKL KLHK Ketua Tim 2 Agung Susetyo, S.Si Direktorat PKPS Ditjen PSKL KLHK Anggota Tim 3 Indra Cahyadi / 197801211998031002 Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Anggota Tim 4 Nur Amalia, S.H., MDM. TP2PS Anggota Tim 5 Sepriadi Mentako/ 198409272015041001 UPTD KPHP Merangin Unit IV, V, VI Anggota Tim Berdasarkan: 1. Surat Perintah Tugas Direktur Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial Nomor.ST.130/PKPS/PP/SET.0/9/2020 tanggal 1 September 2020 Telah melakukan evaluasi Izin Perhutanan Sosial selama 2 (dua) hari terhitung mulai tanggal 5 s.d 6 September 2020 terhadap LPHD Muara Madras yang diketuai oleh: Nama : Kaspidarto (periode kepengurusan LPHD 2019 – sekarang) Jabatan : Ketua LPHD Muara Madras No. KTP : 1502011604710001 Alamat : Desa Muara Madras, Kec. Jangkat Timur, Kab. Merangin No HP : 082373082451 Dengan hasil sebagai berikut: A. Hasil Evaluasi HPHD berdasarkan FGD di Lapangan Berdasarkan hasil FGD yang dihadiri oleh Ketua LPHD baru (periode 2019 – sekarang), pengurus (lama dan baru) dan perwakilan anggota LPHD Muara Madras, Kepala Desa Muara Madras serta perangkat desa, didapatkan fakta, data dan informasi sebagai berikut: 1. Aspek Prasyarat a) Kriteria Ketersediaan Dokumen Legalitas dan Perencanaan Perhutanan Sosial 1) Dokumen Rencana Umum Pengelolaan Hutan (RUPH) tahun 2019, Rencana Pengelolaan Hutan Desa (RPHD) 2020-2029 dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) 2020 telah dibuat dan telah disahkan oleh Kepala Desa Muara Madras KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENYIAPAN KAWASAN PERHUTANAN SOSIAL Alamat : Gedung Pusat Kehutanan ”manggala wanabakti” lantai 14 Jalan Jenderal Gatot Subroto-Senayan, Jakarta pusat, telp. 021-5737945/ Fax. 021-5737945 Kotak Pos No. 11 JKWB 102270
  • 134. 2 2) Peta areal kerja ada 3) AD/ART tidak ada 2. Aspek Produksi/Ekonomi a) Kriteria Tata Kelola Sumber Daya Hutan 1) Dokumen RKU 2020-2029 telah memuat rencana kegiatan tata batas, namun belum direalisasikan sehingga saat ini. HPDH Muara Madras belum memiliki tanda batas areal kerja hutan desa dengan wilayah kelola/pemanfaatan di sekitarnya. 2) Tidak terdapat peta areal kerja yang membagi hak pengelolaan ke dalam zonasi dan/atau blok pemanfaatannya, namun di RKU 2020-2029 sudah memasukkannya dalam rencana. 3) Tidak ada pengalihan hak kelola/izin area kerja kepada pihak lain. Perubahan sebatas terjadi pada struktur pengurus LPHD sebanyak 3 (tiga) kali perbuahan kepengurusan (Ketua) sejak awal berdiri hingga saat ini. 4) LPHD telah menerapkan sistem wanatani, namun terjadi di luar areal Hutan Desa. Masih banyak APL yang dipertahankan fungsinya sebagai hutan, selain sebagai lokasi wanatani. Masyarakat menjangkau areal yang dekat dengan permukiman untuk melakukan pengelolaan serta pemanfaatan lahan dengan sistem sistem pertanian agroforestry. Komoditas empon-empon, cabai, tomat dan sayuran (selada air, bayam, dll) dibudidayakan sebagai tanaman sela untuk pokok kopi. Pohon kayu manis, durian, jengkol, petai, dan sejumlah jenis tanaman kehutanan lainnya dikembangkan sebagai pembatas antara tanaman kopi per lajur dan pagar tepi. Masyarakat belum/tidak sama sekali melakukan pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan di dalam Kawasan hutan. Hutan Desa secara kultur diposisikan sebagai hutan larangan/konservasi desa (Hutan Desa rasa Hutan Adat). 5) Ada penggunaan teknologi pengolahan atau pemanfaatan hutan yang ramah lingkungan yang digunakan terutama untuk melakukan pengolahan kopi hasil panen yang merupakan bantuan dari proyek MCA-I melalui Pundi Sumatra dan semuanya dilakukan diluar areal hutan desa. 6) Realisasai pemeliharaan/perlindungan tanaman sesuai rencana kerja masih berjumlah 100% artinya dalam kondisi hutan alam yang sama rapatnya dari saat pertama kali diajukan menjadi hutan desa hingga saat ini karena hutan desa berupa hutan larangan yang tidak boleh dimanfaatkan atau diolah melainkan hanya sebagai hutan konservasi dan lindung untuk memastikan supply air tetap terjaga dan berkelanjutan. 7) Walaupun LPHD membuat semua rencana, namun tidak ada laporan tahunan yang dibuat oleh pengurus LPHD dan diserahkan kepada pejabat terkait. Berdasarkan hasil skoring diperoleh nilai 125 atau 82 % yang termasuk kategori baik. b) Kriteria Tata Kelola Hasil Hutan Kayu, Hasil Hutan Bukan Kayu dan Jasa Lingkungan 1) Realisasi Kegiatan pemanfaatan dan / atau pemungutan kayu (HHK) yang sesuai dengan rencana kerja kisaran 0-60%, dikarenakan sama sekali tidak ada kegiatan pemanfaatan dan/atau pemungutan HHK di areal HPHD. Sebagaimana sebelumnya dinyatakan bahwa areal HPHD telah disepakati secara kultural dan distrukturkan oleh masyarakat sebagaimana hukum pantang larang desa menjadi hutan larangan yang dilindungi (dikonservasi). Kegiatan utama yang dilakukan hanya perlindungan dan pengamanan hutan. 2) Realisasi kegiatan pemanfaatan HHBK dan Jasa Lingkungan termasuk didalamnya hanya dilakukan pemanfaatan jasa lingkungan tangkapan air, sumber air panas serta pembangkit listrik tenaga air (PLTMH) yang ada di Hutan Desa 3) Sebagai akibat dari tidak adanya pemanfaatan HHK maupun HHBK maka pengurus LPHD tidak pernah membayar pemenuhan kewajiban pembayaran pendapatan negara bukan