Pedoman Penyusunan Dokumen Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh (RP2KPKPK) Dikelurarkan oleh Kemnterian PUPR Bidang Cipta Karya. Pedoman ini juga mencantumkan muatan dari Permen PUPR No 14 Tahun 2018 tentang pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
Menguraikan kelembagaan (aturan main dan lembaga/organisasinya) pengelolaan sampah di aras masyarakat dengan pendekatan yang baru, yaitu Ekonomi Sirkuler atau Ekonomi Biru. Jadi pengelolaan sampah bukan hanya bertujuan untuk sanitasi tapi juga dalam kerangka pembangunan berkelanjutan. Selain itu juga dibahas mengenai pengelolaan sampah di era Revolusi Industri 4.0.
Penggunaan Dana Desa untuk Percepatan Konvergensi Pencegahan Stunting Akademi Desa 4.0
Penggunaan Dana Desa untuk Percepatan Konvergensi Pencegahan Stunting di desa
Disampaikan saat kuliah Online Akademi Desa 4.0
Hari Jumat, 3 April 2020
pukul 16:00 - 17:00
Pedoman Penyusunan Dokumen Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh (RP2KPKPK) Dikelurarkan oleh Kemnterian PUPR Bidang Cipta Karya. Pedoman ini juga mencantumkan muatan dari Permen PUPR No 14 Tahun 2018 tentang pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
Menguraikan kelembagaan (aturan main dan lembaga/organisasinya) pengelolaan sampah di aras masyarakat dengan pendekatan yang baru, yaitu Ekonomi Sirkuler atau Ekonomi Biru. Jadi pengelolaan sampah bukan hanya bertujuan untuk sanitasi tapi juga dalam kerangka pembangunan berkelanjutan. Selain itu juga dibahas mengenai pengelolaan sampah di era Revolusi Industri 4.0.
Penggunaan Dana Desa untuk Percepatan Konvergensi Pencegahan Stunting Akademi Desa 4.0
Penggunaan Dana Desa untuk Percepatan Konvergensi Pencegahan Stunting di desa
Disampaikan saat kuliah Online Akademi Desa 4.0
Hari Jumat, 3 April 2020
pukul 16:00 - 17:00
dana desa merupakan dana yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada desa di seluruh Indonesia dalam rangka memaksimalkan potensi desa yang bertujuan untuk meningkatkan pembangunan yang berbasis desa. tujuan utama dana desa adalah sebagai pembangun infrastruktur desa serta untuk pemberdayaan masyarakat pedesaan sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi desa
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Kementerian Kesehatan menggulirkan transformasi sistem kesehatan.
Terdapat 6 pilar transformasi sistem kesehatan sebagai penopang kesehatan
Indonesia yaitu: 1) Transformasi pelayanan kesehatan primer; 2) Transformasi
pelayanan kesehatan rujukan; 3) Transformasi sistem ketahanan kesehatan;
4) Transformasi sistem pembiayaan kesehatan; 5) Transformasi SDM
kesehatan; dan 6) Transformasi teknologi kesehatan.
Transformasi pelayanan kesehatan primer dilaksanakan melalui edukasi
penduduk, pencegahan primer, pencegahan sekunder dan peningkatan
kapasitas serta kapabilitas pelayanan kesehatan primer. Pilar prioritas
pertama ini bertujuan menata kembali pelayanan kesehatan primer yang ada,
sehingga mampu melayani seluruh penduduk Indonesia dengan pelayanan
kesehatan yang lengkap dan berkualitas.
Penataan struktur layanan kesehatan primer tersebut membutuhkan
pendekatan baru yang berorientasi pada kebutuhan layanan di setiap
siklus kehidupan yang diberikan secara komprehensif dan terintegrasi
antar tingkatan fasilitas pelayanan kesehatan. Pendekatan baru ini disebut
sebagai Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer, melibatkan Puskesmas, unit
pelayanan kesehatan di desa/kelurahan yang disebut juga sebagai Puskesmas
Pembantu dan Posyandu. Selanjutnya juga akan melibatkan seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan primer.
Disampaikan pada PKN Tingkat II Angkatan IV-2024 BPSDM Provinsi Jawa Tengah dengan Tema “Transformasi Tata Kelola Pelayanan Publik untuk Mewujudkan Perekonomian Tangguh, Berdayasaing, dan Berkelanjutan”
Dr. Tri Widodo Wahyu Utomo, S.H., MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI
Disampaikan dalam Drum-up Laboratorium Inovasi Kabupaten Sorong, 27 Mei 2024
Dr. Tri Widodo W. Utomo, S.H., MA.
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023Muh Saleh
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 merupakan survei yang mengintegrasikan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGI). SKI 2023 dikerjakan untuk menilai capaian hasil pembangunan kesehatan yang dilakukan pada kurun waktu lima tahun terakhir di Indonesia, dan juga untuk mengukur tren status gizi balita setiap tahun (2019-2024). Data yang dihasilkan dapat merepresentasikan status kesehatan tingkat Nasional sampai dengan tingkat Kabupaten/Kota.
Ketersediaan data dan informasi terkait capaian hasil pembangunan kesehatan penting bagi Kementerian Kesehatan, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai bahan penyusunan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran berbasis bukti termasuk pengembangan Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2024-2029) oleh Kementerian PPN/Bappenas. Dalam upaya penyediaan data yang valid dan akurat tersebut, Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam penyusunan metode dan kerangka sampel SKI 2023, serta bersama dengan Lintas Program di Kementerian Kesehatan, World Health Organization (WHO) dan World Bank dalam pengembangan instrumen, pedoman hingga pelaporan survei.
2. Membangun Desa Lestari adalah sebuah program.
Program berisi strategi, komponen kegiatan dan
indikator yang bisa diadopsi oleh berbagai pihak baik
pemerintah, organisasi masyarakat sipil, sektor swasta
dan lembaga donor.
Konsep ini bisa dikembangkan sebagai bagian
kebijakan pemerintah, sebagai rintisan baru atau
ditambahkan dalam program yang sudah berjalan.
INI BUKAN USULAN PROYEK
3. Komitmen Pemerintah Baru
• Nawacita : “membangun Indonesia dari pinggiran, dengan
memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka
negara kesatuan”
• Pelaksanaan UU Desa : Desa sebagai penggerak
pembangunan – kewenangan bersifat lokal dengan dukungan
dana desa – Pembangunan Indonesia dimulai dari Desa
• RPJMN 2015-2019 : Pembangunan Berkelanjutan sebagai
landasan
Bagaimana posisi lingkungan hidup dalam
pelaksanaan UU Desa?
4. Lingkungan Hidup dalam UU Desa
Hanya ditemukan dalam 2 pasal :
• Pasal 78 UU Desa : tujuan pembangunan perdesaan adalah
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kualitas sumberdaya
manusia serta penanggulangan kemiskinan, melalui penyediaan
pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan
prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal dan
pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan secara
berkelanjutan
• Pasal 123 PP 43 tahun 2014 sebagai peraturan pelaksanaan UU
Desa menegaskan pentingnya pembangunan kawasan perdesaan
dengan mempertimbangkan pencegahan dampak sosial dan
lingkungan yang merugikan sebagian atau seluruh desa di
kawasan perdesaan
5. RPJMN 2015-2019
Pembangunan Berkelanjutan menjadi landasan strategis
Perubahan Iklim sebagai isu lintas bidang : agenda
penurunan emisi 26% (2019) dan ketahanan
masyarakat terhadap dampak perubahan iklim
Dimensi lingkungan hidup tercermin dalam arah pembangunan
nasional:
• pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan
• pengelolaan dan nilai tambah sumberdaya alam yang berkelanjutan
• Peningkatan kualitas lingkungan hidup, mitigasi bencana alam dan
penanganan perubahan iklim.
7. Pengalaman Otonomi Daerah
2000-2013 kehilangan hutan 1,5 juta hektar
(FWI, 2014)
Perluasan perkebunan kelapa sawit 4 juta
Ha (2000) menjadi 13,5 juta Ha (2013)
(Kementerian Pertanian, 2014)
Ijin pertambangan meningkat : tambang
batubara 3.992 ijin, mineral dan besi 4.471
ijin, non mineral 2.525 (Ditjen Minerba,
2014)
60 % Perda terkait SDA memiliki motif
ekstraktif, berisi ijin eksploitasi untuk
tambang, hutan dan air (Kartodihardjo,
2006)
Dukungan dana desa 700 juta – 1,4 milyar
untuk 74.093 desa di Indonesia
Desa memiliki kewenangan yang kuat untuk
mengelola pembangunannya sendiri
Apakah pengalaman otonomi daerah
terulang kembali?
Desentralisasi = peningkatan laju
kerusakan LH
Gelombang Pertama Desentralisasi :
Otonomi daerah (UU No. 22 tahun 1999)
Gelombang Kedua Desentralisasi :
UU No 6 2014 tentang Desa
8. Sebaran konsesi HPH, HTI, Perkebunan Kelapa Sawit dan Pertambangan
(Sumber : FWI, 2014)
Hampir seluruh wilayah
Pulau Kalimantan terbagi
habis oleh konsesi HPH,
HTI, kebun kelapa sawit
dan pertambangan
Potret Pengelolaan SDA
19.240 desa di 33 provinsi
di Indonesia mengalami
konflik akibat tumpang
tindih kawasan desa
dengan wilayah
kehutanan, pertambangan
dan perkebunan
(Kemenhut, 2013)
• Desa belum memiliki tata batas dan tata ruang yang jelas
• Desa menghadapi tekanan dari eksploitasi SDA
9. Masalah Perdesan
Kemiskinan
Jumlah penduduk miskin di
perdesaan 10,51 juta/17,77%
(BPS 2014)
Ketimpangan
penguasaan SDA
Jumlah petani gurem (< 0,25 Ha)
meningkat dari 49 % (1993)
menjadi 58 % (2013) dari total
RT Pertanian
(Sensus Pertanian 2013)
Eksploitasi SDA, pencemaran
dan Perusakan LH
Pembalakan Hutan, Kerusakan
DAS, Pencemaran Sungai, Pertanian
tidak ramah lingkungan, kerusakan
pesisir dan pantai, dsb
Bencana Alam
Kejadian bencana alam periode
2012-2014 : tanah longsor 7.861
desa, banjir 16.830 desa,
kebakaran hutan 1.267 desa,
kekeringan 4.913 desa (BPS,2014)
Masalah PSDA
dan LH
Perdesaan
11. Tantangan Isu LH dalam Pelaksanaan UU Desa
Petani Gunung Salak memanfaatkan anggur hutan yang tumbuh dalam
kawasan Taman Nasional Halimun Salak, untuk dikembangkan menjadi
produk olahan. Pemanfaatan keanekaragaman hayati berpotensi untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat, namun potensi anggur hutan
tersebut berada dalam kawasan konservasi. Bagaimana UU Desa turut
mengatur pemanfaatan keanekaragaman hayati?
Provinsi Naggroe Aceh melalui Qanun Aceh Nomor 15 Tahun 2013 tentang
Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara memberi dukungan
pada masyarakat untuk pengelolaan pertambangan dengan menggunakan
Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Masyarakat di beberapa gampong mulai
mengembangkan koperasi untuk bisa memperoleh ijin pertambangan
rakyat. Bagaimana UU Desa turut mengatur pertambangan rakyat?
Ledakan hama dan penyakit salah satu masalah penting dalam pertanian
padi di Karawang. Petani telah tergantung dan terbiasa dalam pola
pertanian yang tinggi input kimia. UU Desa menempatkan musyawarah
desa sebagai forum perencanaan pembangunan dengan menampung
usulan masyarakat. Bagaimana jika masyarakat mengusulkan pengadaan
pestisida dengan menggunakan dana desa?
12. Tantangan konflik SDA dalam pelaksanaan UU Desa
Petani Desa Bangun Jaya, Kec. Cigudeg Kab. Bogor
mengalami kelangkaan air setiap musim kemarau
panjang. Kelangkaan air irigasi mengakibatkan konflik
perebutan air irigasi antar desa. Sementara itu pada
desa hulu sungai Cimapag justru mengijinkan
pembukaan tambang galian C yang mengakibatkan
berkurangnya areal tangkapan air. Bagaimana UU Desa
bisa mengatasi konflik SDA ini?
Konflik antara PT. AP sebuah perkebunan sawit
dengan kelompok Suku Anak Dalam di Jambi telah
berlangsung lebih dari 20 tahun dan tak kunjung
terselesaikan. PT. AP mengklaim mendapatkan ijin
konsesi secara legal, namun masyarakat lokal menilai
PT. AP telah merampas hak ulayat mereka. Konflik
telah berkembang menjadi kekerasan dan
mengakibatkan korban jiwa. Bagaimana UU Desa bisa
mengatasi konflik tata batas wilayah seperti ini?
13. UU Desa sebagai Peluang dan Ancaman
• UU Desa sebagai peluang jika :
– Desa mampu mengembangkan kebijakan yang pro terhadap lingkungan
hidup
– Desa mampu memerankan diri sebagai simpul koordinasi dan kerjasama
antar pihak dalam pengelolaan SDA dan LH
– Dana Desa digunakan untuk mendorong masyarakat untuk mengelola
SDA dan LH secara lestari
• UU Desa sebagai ancaman jika :
– Desa justru mengembangkan kebijakan yang mendorong eksploitasi SDA
dan perusakan LH
– Desa tergantung pada kepentingan dari pihak-pihak yang menggunakan
desa sebagai sarana untuk mengeruk SDA dan menghancurkan LH
– Dana Desa digunakan untuk kegiatan yang tidak sesuai dengan prinsip
LH
14. Dalam rangka
pelaksanaan UU Desa :
• Perlu upaya untuk memastikan agar
prinsip lingkungan hidup menjadi
pedoman dalam kebijakan dan
program pembangunan desa
• Tanpa pengarusutamaan prinsip LH,
UU Desa berpotensi menjadi ancaman
bagi kelestarian SDA dan LH
15. Program Membangun Desa Lestari
Desa mampu mengelola sumberdaya alam dan
lingkungan hidup secara lestari
16. • Memperkuat desa agar bisa membuat kebijakan dan
aturan yang pro-lingkungan hidup
• Desa perlu untuk mencegah praktek-praktek
perusakan lingkungan dan pengubahan penggunaan
lahan yang tidak sesuai dengan prinsip lingkungan
hidup
• Mengembangkan desa sebagai simpul koordinasi antar
pihak untuk pelestarian lingkungan hidup
• Mendorong kerjasama antar desa untuk pengelolaan
dan pelestarian sumberdaya alam skala kawasan
Mengapa penting membangun desa lestari?
18. POLA PENDEKATAN
Pendekatan Partisipasi :
masyarakat terlibat aktif,
bekerja bersama berperan
setara
Pendekatan Lanskap : desa
sebagai bagian dari bentang
alam
Pendekatan Pendampingan :
pendampingang teknis ,
keorganisasian dan jaringan
Pendekatan Pengelolaan
pengetahuan : sistem
pembelajaran dan pengelolaan
lingkungan berbasis desa
Pendekatan Kolaboratif : desa
sebagai simpul koordinasi dan
sinergi kerjasama berbagai
pihak
Tujuan, Sasaran dan Pola Pendekatan
• Memperkuat kapasitas desa untuk
menerapkan prinsip lingkungan
hidup dalam kebijakan dan tata
kelola pembangunan desa
• Mendukung prakarsa desa dan
kerjasama antar desa dan pemangku
kepentingan untuk melestarikann
SDA dan LH dalam skala lanskap
(bentang alam)
• Memperkuat posisi desa untuk
menjaga dan mencegah perubahan
fungsi kawasan yang tidak sesuai
dengan prinsip lingkungan
• Meningkatkan kapasitas masyarakat
perdesaan untuk mengembangkan
usaha ekonomi dan pola
penghidupan yang ramah
lingkungan, serta gerakan sosial
untuk pelestarian SDA dan LH
TUJUAN
• Kebijakan dan Tata Kelola
yang pro-lingkungan
• Kelestarian Lingkungan
Hidup
• Partisipasi warga
masyarakat
• Pendekatan Partisipasi :
masyarakat terlibat aktif,
bekerja bersama berperan
setara
• Pendekatan Lanskap : desa
sebagai bagian dari bentang
alam
• Pendekatan Pendampingan:
pendampingang teknis ,
keorganisasian dan jaringan
• Pendekatan Pengelolaan
pengetahuan : sistem
pembelajaran dan
pengelolaan lingkungan
berbasis desa
• Pendekatan Kolaboratif :
desa sebagai simpul
koordinasi dan sinergi
kerjasama berbagai pihak
SASARAN INTERVENSI POLA PENDEKATAN
19. Hasil yang Diharapkan
Outcome 1
Desa memiliki data, informasi
dan pengetahuan tentang SDA
dan LH
Outcome 3
Desa mampu mengembangkan
kerjasama antar desa, dan stakeholder
untuk pelestarian SDA dan LH
Outcome 2
Desa mampu mengintegrasikan
prinsip LH dalam kebijakan, aturan
dan praktek pembangunan desa
Outcome 4
Masyarakat dan kelompok sosial
mampu mengembangkan usaha
ekonomi dan pola penghidupan yg
ramah lingkungan
Outcome 5
Desa mampu menjadi simpul
koordinasi, sinergi dan mobilisasi
sumberdaya dari berbagai pihak
(Pemerintah, LSM, Swasta)
20. Komponen Program
No. Komponen Program Ruang Lingkup Kolaborasi
1. Asistensi Teknis pemetaan tata ruang dan
tata batas desa
pemetaan dan valuasi SDA
Pengelolaan pengetahuan
LSM, Pemda, Perguruan
Tinggi, UPT, CSR
2. Pendampingan Perencanaan dan
penyusunan kebijakan
desa
Pendampingan BUMDES
Pendampingan kelompok
LSM, Pemda, Perguruan
Tinggi, UPT, CSR
3. Kemitraan Kerjasama antar desa
Kerjasama dengan swasta
Kerjasama dengan
program sektoral
LSM, Pemda, UPT, CSR,
perguruan tinggi dan
lembaga donor
21. Desa memiliki
informasi dan
data mengenai
SDA dan LH
Desa mampu
mengembangkan
kebijakan dan
aturan yang pro-
LH
Desa mampu
mendorong
warga untuk
mengembangkan
SDA dan LH
secara lestari
Desa mampu
bekerjasama
antar desa dan
menjadi simpul
koordinasi untuk
pelestarian
kawasan
perdesaan
Desa Sadar
Lingkungan
Desa Tanggap
Lingkungan
Desa Ramah
Lingkungan
Desa Lestari
Teori Perubahan
22. Mekanisme Pelaksanaan
• Opsi 1: dikembangkan sebagai program pemerintah
• Opsi 2: menjadi bagian dari proses transisi dalam implementasi
UU Desa
• Opsi 3: ditambahkan pada program atau skema proyek
lingkungan seperti REDD+ atau proyek LSM/CSR
• Opsi 4: Kombinasi dari semua opsi di atas
23. Langkah-langkah Persiapan
• Sosialisasi untuk memberikan pemahaman kepada para pihak mengenai
urgensi isu lingkungan hidup dalam implementasi UU Desa
• Melekatkan konsep program membangun desa lestari pada agenda
implementasi RPJMN 2015-2019 dan agenda transisi implementasi UU
Desa,
• Merintis kerjasama dengan para pihak baik lembaga pemerintah, swasta,
LSM atau lembaga-lembaga donor internasional,
• Menemukan inisiatif-inisiatif proyek yang sudah berjalan dan potensial
untuk dikembangkan kolaborasi dan kerjasama,
• Mensosialisasikan kepada pemerintah daerah yang memiliki kepedulian
dan memiliki program khusus terhadap isu-isu lingkungan,
• Menyelenggarakan workshop multi-pihak dalam rangka mensosialisasikan
konsep program dan mendapatkan masukan-masukan dari para pihak.
• Mengembangkan seri diskusi untuk memperdalam konsep, terutama
dalam pengembangan opsi tata kelola kelembagaan dan mobilisasi
sumberdaya untuk implementasi program