SlideShare a Scribd company logo
1 of 77
LAPORAN AKHIR
ELEKTRONIKA DASAR 1
Nama : Utari Prisma Dewi
Nim : RSA1C316008
Dosen Pengampu :
Fibrika Rahmat Basuki, S.Pd, M.Pd
LABORATORIUM FISIKA
JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017
i
DAFTAR ISI
Rangkaian Thevenin Dan Norton............................................................................ 1
Filter Paif ( Low Pass Dan High Pasa).................................................................. 10
Rangkaian Seri Rlc Dan Resonansi....................................................................... 24
Rangkaian Penyearah............................................................................................ 36
Teorema Dioda Zener............................................................................................ 48
Transistor Sebagai Saklar Elekronika ................................................................... 58
Transistor Sebagai Penguat Tegangan .................................................................. 68
1
RANGKAIAN THEVENIN DAN NORTON
I. JUDUL : RANGKAIAN THEVENIN DAN NORTON
II. TUJUAN:
1.Setelah melakukan praktikum, mahasiswa di harapkan dapat
mengidentifikasi karakteristik teorema Thevenin dan teorema Norton pada
rangkaian arus searah dengan benar.
2.Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat mencontohkan fungsi
teorema Thevenin dan teorema Norton dengan benar.
3.Setelah melakukan praktikum, mahasiswa di harapkan dapat mengukur
π‘‰π‘‘β„Ž, π‘…π‘‘β„Ž, 𝐼 𝑁 , 𝑅 𝑁 arus dan tegangan pada rangkaian Thevenin dan Norton
dengan benar.
III. DASAR TEORI
Ada dua bentuk dasar rangkaian setara yakni rangkaian setara Thevenin dan
rangkaian setara Norton. Rangkaina setara Thevenin menggunakan sumber
tegangan tetap, yakni suatu sumber tegangan ideal dengan tegangan keluaran yang
tak berubah, berapapun besarnya arus yang diambil darinya. Rangkaian setara
Norton menggunakan sumber aris tetap, yang dapat menghasilkan arus tetap,
berapapun besar hambatan yang dipasang pada keluarannya (Sutrisno,1986:1-2).
Menurut ( Mahmood,2005:35-38) teorema Thevenin dan Norton merupakan
sebuah jaringan resesif aktif dan liner yang mengandung satu atau lebih sumber
tegangan atau arus, dapat diganti dengan satu sumber tegangan atau arus, dapat
diganti dengan satu sumber tegangan tungggal dan satu hambatan seri (teorema
Thevenin) atau dengan satu sumber arus tunggala dan satu hambatan paralel
(teorema Norton).
Kedua hambatan sma R ketika terminal ab seperti pada gambar di buka,
sebuah tegangan akan muncul di antara kedua titik tersebut.
2
Jelas bahwa tegangan ini haruslah tegangan V’ dari rangkaian ekuivalen. Bila
sebuah hubugan pendek diberlakukan maka sebuah arus akan muncul.
Jelas bahwa arus ini haruslah I’ dari rangkaian ekuivalensi Norton
Sekarang, bila kedua rangkaian adalah ekuivalen dari jaringan aktif yang
sama, maka mereka ekuivalen satu sama lain. Sehingga akibatnya 𝐼′
= 𝑉′ 𝑅′⁄ .Bila
kedua V’ dan I’ telah ditentukan dari jaringan aktif, maka 𝑅′
= 𝑉′ 𝐼′⁄ .
Kegunaan rangkaian ekuivalen Thevenin dan Norton akan jelas ketika sebuah
jaringan aktif akan diteliti terhadap sejumah kondisi beban yang masing –
masingnya diwakili oleh sebuah resistor. Hasil ini di tunjukkan pada gambar
Dimana tampak bahwa resistor – resistornya dapat di sambungkan satu persatu.
Arus dan daya yang muncul dapat langsung diperoleh. Bila hal ini dicobakan pada
rangkaian aslinya dengan menggunakannya, sebagai contoh reduksi jaringan,
tugasnya akan lebih sulit dan memakan banyak waktu.
Dengan demikian akan jelas bahwa salah satu kegunaan Terorema dan
Norton adalah untuk menggantikan suatu bagian besar rangkaian, yang sering kali
3
memang merupakan bagian rangkaian yang rumit dan tidak menarik (bukan
bagian yang menjadi perhatian dalam analisis), menjadi sebuah rangkaian
ekuivalen yang sangat sederhana. Dengan rangkaian baru yang lebih sederhana,
kita dapat melakukan proses perhitungan yang lebih cepat untuk besaran –
besaran seperti tegangan, arus, dan daya yang dapat dikirim oleh rangkaian
semula ke suatu beban, selain itu rangkaian yang baru ini dapat membantu kita
dalam memilih dan menilai resistansi beban terbaik. Dalam satu rangkaian
penguat daya resistor misalnya, rangkaian ekuivalen Thevenin dan Norton
memungkinkan kita dalam menentukan daya maksimum yang dapat diambil dari
penguat untuk dikirimkan ke pengeras suara (Jack,2005:121).
Menurut Jamzuri (2005:4) Teorema Thevenin dan Norton dapat membantu
analisis untuk Op Amp Vi dan Vo pada gambar di bawah ini dapat diselesaikan
dengan menggunakan persamaan Thevenin.
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘ = (1 +
𝑅1
𝑅2
) 𝑉𝑖 = 11𝑉𝑖
This paper provides a good look at the concept of equivalence integral and at
Thevenin’s and Norton’s theorems in particular. The ain is to investigate simple,
general, and comprehensive ways to present and prove these theorems. It is shown
that linearity and the absence of extermal coupling should not be conditions for
Thevenin’s and Norton’s theorems. It is also shown that the traditional open
circuit, and dead network conditions can be replance by any two distinct
conditions at the terinmals. Two port and multiterminal networks are also
included in the presentation (Moad, 1982 : 99-100)
4
IV. ALAT DAN BAHAN
1. DC Power Supply : 1 unit
2. Multimeter Digital : 1 unit
3. Project Board : 1 unit
4. Kabel Jumper : 1 meter
5. Tang Potong : 1 unit
6. Resistor : 2 buah 1K ohm, 1 bah 1K ohm
V. PROSEDUR KERJA
A. Teorema Thevevin
1. Persiapkan semua peralatan dan bahan – bahan yang diperlukan saat
melaksanakan percobaan.
2. Periksa semua bahan dan peralatan, pastikan semua dalam kondisi yang
baik.
3. Buatlah rangkaian seperti pada gambar di bawah ini
4. Langkah – langkah untuk mencari tegangan VTh untuk rangkaian pengganti
Thevenin adalah:
a. Lepaskanlah resistansi beban (RL)
b. Ukur tegangan open circuit terminal a-b, maka akan di dapatkan nilai VTh
c. Catat nilai VTh pada tabel kerja.
5. Langkah – langkah untuk mencari hambatan RTh untuk rangkaian pengganti
Thevenin adalah :
a. Matikan sumber tegangan dengan melepas sumber tegangan, kemudian
hubungkan singkat antara terminal a-b seperti rangkaian di baah ini
b. Ukur resistansi pada terminal a-b dengan multimeter, maka didapatkan
RTh
6. Pengukuran I dan V pada rangkaian pengganti Thevenin
a. Buat rangkaian pengganti Thevenin dengan rangkaian di bawah ini
b. Atur tegangan DC power supply sedemikian rupa sehingga nilainya sama
dengan VThyang telah didapatka pada percobaan sebelumnya.
c. Ukur arus (I) dan tegangan (V) pada RL yang bervariasi seperti yang ada
pada jurnal (perhatikan model ampermeter DC).
d. Catat nilai I dan V dalam tabel kerja yang tersedia.
5
B. TEOREMA NORTON
1. Dengan rangkaian yang sama seperti percobaan sebelumnya
2. Mencari IN
a. Pasang sumber tegangan pada c-d, ukur arus (IN) hubung sinkat pada a-b
dengan memasang ampermeter pada terminal a-b secara langsung
(perhatikan model ampermeter DC), sepert terlihat pada gambar di
bawah ini
b. Catat nilai IN pada tabel kerja
3. Mencari 𝑅 𝑁
a. Matikan sumber tegangan dengan melepaskan sumber tegangan dan
gantikan dengan tahanan dalamnya, caranya dengan menghubungkan
singkat anara terminal a-b, seperti pada gambar
b. Nilai RN = RTh
c. Catat nilai 𝑅 𝑁 pada tabel kerja
4. Pengukuran I dan V pada rangkaian pengganti Norton
a. Berikut tegangan V sedemikian rupa sehingga akan di dapatkan arus
sebesar 𝐼 𝑁 arus Norton seperti pada gambar
b. Selanjutnya ukur arus dan tegangan pada setiap 𝑅 𝐿
c. Catat arus I dan V di tunjukkan multimeter pada tabel kerja.
VI. HASIL
1. Teorema Thevenin
Rangkaian
Asli
VTH (Volt) RTH (Ω) Arus (I)
Tegangan
(Volt)
V = 9 V
R1= 1500 Ω
R2= 1500 Ω
R3= 3300 Ω
RL= 33 KΩ
9
Teori:
2531.25
Praktek:
6000
Teori:
ITH= 3.5x10-3 A
IL= 1.5x10-3 A
Praktek:
IL= 5.5 A
4.4
6
2. Teorema Norton
Rangkaian
Asli
IN (A) RN (Ω) Arus (I)
Tegangan
(Volt)
V = 9 V
R1= 1500 Ω
R2= 1500 Ω
R3= 3300 Ω
RL= 33 KΩ
Teori:
1.13x10-4
Praktek:
11.32x10-5
Teori:
2531.25
Praktek:
20600
Teori:
IL= 0.22x10-11 A
Teori:
VN= 0.287
VL=7.22x
10-9
VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan tentang teorema
Thevenin dan Norton yang brtujuan agar mahasiswa dapat memahami teorema
Thevenin dan Norton dalam rangkaian DC, serta dapat menganalisis adan
merubah suatu rangkaian ke dalam rangkaian ekuivalen Thevenin dan Norton.
Untuk mencari VTh kami melepaskan resistasnsi beban RL sehingga kami
mendapatkan harga VTh = 9 volt, selanjutnya kami mencari RTh dengan
melepaskan sumbu tegangan, maka barulah kami menghitung I dan V dimana
I=3,5A dan V=9 volt.
Yang kedua kami melakukan percobaan tentang teorema Norton, namun
dikarenakan waktu yang tidak cukup, sehingga kami tidak bisa mendapatkan
hasil keseluruhannya, nilai yang kami dapat kami hitung hanyalah nilai RN dan
IN saja, untuk melengkapi data kami menyelesaikannya secara teori, sehingga
hasil yang kami dapatkan untuk I = 1,13 x 10βˆ’4
A dan V= 0,28687
Berdasarkan hasil yang kami dapatkan antara hasil dari praktekdan teori
tidaklah sama dan hanya nilai RTh dan RN saja yang nilainya sama, yang lainnya
tidak. Hal ini terjadi karena terdapat kesalahan di mana kami tidak mampu untuk
menghitung hasilnya, keterbatasan waktu dan kebanyakan alat yang rusak,
sehingga kami tidak dapat menentukan hasil yang benar.
Jadi pada praktikum kali ini rangkaian Thevenin tidak perlu mencari
hambatan masing – masing resistor ataupun sumber tegangan karena seluruh
hamabatan dalam rangkaian tersebut telah digantikan dengan sebuah resistansi.
Sedangkan rangkaian Norton hambatan ekuivalen yang terdidri dari resistansi
7
dan sumber tegangan yang banyak diekuvalenkan menjadi sebuah resistansi
yang dirangakai paralel dengan sumber konstan.
VIII. KESIMPULAN
1. -Teorema Thevenin adalah penyederhan suatu rangkaian yang rumit dengan
menggunkan sumber tegangan dan hambatan di pasang seri dengan sumber
tegangan.
-Teorema Norton adalah suatu metode yang digunakan untuk
menyederhanakan suatu rangkaian yang rumit dengan menggunakan sumber
arus dan hambatan di pasang paralel.
2. Penggunaan kedua teorema dalam rangkaian arus searah dapat
mempermudah dalam menentukan VTh,IN , RTh
3. Setelah melakukan praktikum maka kita dapat menghitung dengan
menggunkan persamaan – persamaan sebagai berikut :
VTh = IN RN RTh = R1 +
R2R3
R2+R3
atau RTh = RN
IN =
VTh
RTh
RN = RTh
IX. DAFTAR PUSTAKA
Jack E.Kammerly. 2005. Rangkaian Listrik, Jakarta : Erlangga
Jamzuri,dkk. 2015.Uji sifat opAmp berbasis sinkronisasi, Surakarta : Uns
Press
Mahvi. Mahmod. 2005. Rangkaian Listrik, Jakarta : Erlangga
Mohamed F. Moad. 1982. On Thevenin’s and Norton’s equivalent circuit,
IEEE Transactions on Eduaction vol. 25
Sutrisno. 1986. Elektronika, Bandung : ITB
X. LAMPIRAN HITUNG
A. Teorema Thevenin
1. Resistansi Ekuivalen (RTH)
𝑅 𝑇𝐻 = 𝑅1 + (
𝑅2 Γ— 𝑅3
𝑅2 + 𝑅3
)
8
= 1500𝛺 + (
1500𝛺 + 3300𝛺
1500𝛺 + 3300𝛺
)
= 1500𝛺 +
495 Γ— 104
𝛺
480𝛺
= 1500𝛺 + 1031,25𝛺
= 2531,25𝛺
2. Tegangan Ekuivalen (VTH)
𝑉𝑇𝐻 = π‘‰π‘Žπ‘ =
𝐼 𝑅3
𝑅3
= 𝑉.
3300𝛺
3300𝛺
=
9.3300𝛺
3300𝛺
= 9 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
3. Arus Ekuivalen (ITH)
𝐼 𝑇𝐻 =
𝑉𝑇𝐻
𝑅 𝑇𝐻
=
9 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
2531,25
= 3,5 Γ— 10βˆ’3
𝐴
4. Arus Beban (𝐼𝐿)
𝐼𝐿 =
𝑉𝑇𝐻
𝑅 𝑇𝐻 + 𝑅 𝐿
=
9 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
253,25𝛺 + 3300𝛺
=
9 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
5831,25𝛺
= 1,5 Γ— 10βˆ’3
𝐴
B. Theorema Norton
1. Resistansi Ekuivalen (RN)
𝑅 𝑇𝐻 = 𝑅 𝑁
9
𝑅 𝑇𝐻 = 𝑅1 + (
𝑅2 Γ— 𝑅3
𝑅2 + 𝑅3
)
2531,25𝛺 = 1500𝛺 + (
1500𝛺 + 3300𝛺
1500𝛺 + 3300𝛺
)
2531,25𝛺 = 1500𝛺 +
495 Γ— 104
𝛺
480𝛺
2531,25𝛺 = 1500𝛺 + 1031,25𝛺
2531,25𝛺 = 2531,25𝛺
2. Tegangan Ekuivalen (VN)
𝑉𝑁 = 𝐼 𝑁 Γ— 𝑅 𝑁
= (5,66 Γ— 20 π‘šπ΄)(2531,25𝛺)
= (11,31 Γ— 10βˆ’5
𝐴)(2531,25Ω)
= 0,28687 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
3. Arus Ekuivalen (IN)
𝐼 𝑁 =
𝑉𝑁
𝑅 𝑁
=
0,28687 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
2531,25
= 1,13 Γ— 10βˆ’4
𝐴
4. Tegangan Beban (𝑉𝐿 )
𝑉𝐿 = 𝐼 𝑁 Γ— (
𝑅 𝑁 𝑅 𝐿
𝑅 𝑁 + 𝑅 𝐿
)
= 1,13 Γ— 10βˆ’4
𝐴 Γ— (
253,25𝛺 Γ— 3300𝛺
253,25𝛺 + 3300𝛺
)
= 1,13 Γ— 10βˆ’4
𝐴 Γ— (
0,3729𝛺
5831,25𝛺
)
= 1,13 Γ— 10βˆ’4
A (6,39 Γ— 10βˆ’5
𝛺)
= 7,22 Γ— 10βˆ’9
π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
5. Arus Beban (𝐼𝐿)
𝐼𝐿 =
𝑉𝐿
𝑅 𝐿
=
7,22 Γ— 10βˆ’19
π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
3300𝛺
= 0,22 Γ— 10βˆ’11
𝐴
10
FILTER PAIF ( Low Pass dan High Pasa)
I. JUDUL : Filter Paif ( Low Pass dan High Pasa)
II. TUJUAN :
1. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat mengidentifikasi pengertian
High pass filter dan Low pass filter dengan benar.
2. Setelah melakukan praktikum, paraktikan dapat menjabarkan cara kerja
High pass filter dan Low pass filter dengan benar.
3. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat mengukur R, C, 𝑉𝑖𝑛, 𝑉𝑃𝑃 ,
Frekuensi, π‘‰π‘œπ‘’π‘‘, dan G( πœ”) pada rangkaian high pass filter dan low pass
filter.
III. DASAR TEORI
Rangkain filer yang hanya terdiri dari komponen- komponen resistor,
induktor, dan kapasitor. Sementara rangkaian filter yang mengandung sumber –
sumber dependen tambahan disebut sebagai filter aktif. Filter pasif tidak
memerlukan sumber energi eksternal ( joseph, 2004 : 188).
Rangkaian tapis RC lolos rendah sebanding dengan integralnya masukan,
maka berlaku sebagai pengintrgralan pada daerah dimana tanggapan frekuensi
berupa garis lurus dengan kemiringan -20 dB/dekade. Untuk isyarat masukan
berbentuk persegi, bentuk keluaran berbagai frekuensi dan letaknya pada
tanggapan amplitudo. Tanggapan amplitudo menunjukkan, tapis meneruskannya
dengan frekuensi tinggi yaitu f >fp tanpa pelemahan, sedangkan isyarat dengan
frekuensi rendah yaitu f > fp dengan pelemahan. Inilah sebabnya tapis ini
disebut degan tapis lolos tinggi, artinya frekuensi tinggi lolos, frekuensi rendah
tidak lolos. Tapis tersebut mempunyai tanggapan frekuensi dengan kemiringan 6
dB/oktaf ( tapis tingkat satu ) tapis lolos tingkat dua mempunyai kemiringan 2x6
dB/oktaf = 12 dB/oktaf (Sutrisno,1986:38-44).
Menurut Zhanggischan (2004:247) sesuai dengan sifat filter dalam
meredamkan sinyal pada daerah frekuensi tertentu, maka filter dapat di
klasifikasi sebagai berikut:
11
1. Low pass filter (LPF) yaitu rangkaian filter yang mampu melewatkan atau
tidak mereda sinyal pada frekuensi rendah.
2. High pass filter (HPF) yaitu rangkaian filter yang mampu melewatkan sinyal
pada frekuensi tinggi.
Filter pasif yang digunakan untuk mereduksi kandungan harmonik pada
sistem diri dari kombinasi komponen R, L, dan C. Low pass filter digunakan
untuk mereduksi komponen harmonik di atas frekuensi yang ditala. High pass
filter digunakan untuk mereduksi komponen harmonik di bawah frekuensi yang
ditala. Secara garis besar filter pasif dapat di pasang pada sistem secara seri dan
paralel. Pada umumnya paling banyak digunakan adalah metode single tuned
filter (Wahri, 2012 : 137-138).
In this letter, a novel compact quadrature hybrid using low pass and high pass
lumped elements is proposed, this proposed topology enables significant circuit
size reduction in comparison with former approaches applying microstrip branch
line or lange couplers. In addition, it provides wider bandwidth in terms of
operational frequency, and provides more conveniece to the monolithicc
microwave integrated circuit layout since it does not have any bulky via holes 05
compared to those with lumped elements that have been published. In addition,
the simulation and measurement of the fabricated hybrid implemented using
PHEMT processes are euidently good (Jian, 2007 : 595).
IV. ALAT DAN BAHAN
1. Signal Generator : 1 Unit
2. Osiloskop (osiloskop dan probe 2 buah) : 1 Unit
3. Multimeter : 1 Unit
4. Resistor : 100 ohm dan 150 ohm
5. Kapsitor : 0,1 ΞΌf
6. Breadboard : 1 Unit
7. Set Jumper : 1 Meter
12
V. PROSEDUR KERJA
A. High pass filter
1. Persiapkan semua peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan saat
melaksanakan percobaan.
2. Periksa semua bahan dan peralatan, pastikan semua dalam kondisi yang
baik.
3. Siapkan resistor sebesar 100 ohm dan kapasitor sebesar 0,1 ΞΌF yang akan
digunakan dalam praktikum.
4. Gunakan multimeter untuk mengukur besar resistansi resistor. Jangan
tempelkan anggota tubuh pada fase multimeter atau resistor pada hal ini
dapat menimbulkan bias pembacaan.
5. Susun rangkaian seperti gambar di bawah ini pada breadboard.
6. Pastikan jumper serta kabel telah dalam posisi yang baik benar. Pastikan
dengan benar tidak terjadi shorting!
7. Atur input pada signal generator sebesar 500m Vpp dengan menggunkan
sinyal masukan sinusoidal dengan frekuensi rendah.
8. Matikan signal genrator kemudian menghubngkan signal generator ke
rangkaian di posisi input.
9. Hubungkan rangkaian ke osiloskop menggunakan dual channel. Channel
1 osiloskop di hubungkan ke input rangkaian dan channel 2 osiloskop di
hubungkan ke output rangkaian.
10. Nyalakan osiloskop lalu tunggu kurang lebih 2 menit. Kemudian signal
generator dapat dihidupkan.
11. Ukur tegangan output menggunakan multimeter
12. Ubah frekuensi pada signal generator dengan menaikkan frekuensi pada
signal generator.
13
13. Pada setiap perubahan frekuensi signal, tampilan pada osiloskop difoto
serta tegangan outpit dicatat
14. Catat hasil percobaan pada tabel kerja.
B. Low Pass Filter
Ulangi percobaan pada percobaan diatas namun dengan bentuk rangkaian
seperti pada gambar dibawah ini!
Pastikan besar resistivitas resistor dan besar kapasitansi kapasitor dicatat!.
Catat hasil hasil percobaan pada tabel kerja.
VI. HASIL
A. Low Pass Filter
Frekuensi (Hz) Vout (Volt) G(Ο‰) 20 log G(Ο‰) Vpp Vp
10,695 Hz 3,53 V 0,706 -3 10 5
2647,3 Hz 3,53 V 0,706 -3 10 5
3052,3 Hz 3,25 V 0,65 -3,6 9,2 4,6
318740 Hz 1,13 V 0,226 -1,28 3,2 1,6
20381000 Hz 0,14 V 0,028 -31 0,4 0,2
B. High Pass Filter
Frekuensi (Hz) Vout (Volt) G(Ο‰) 20 log G(Ο‰) Vpp Vp
10,06 Hz 0,14 V 0,028 -31 0,4 0,2
32343 Hz 0,14 V 0,028 -31 0,4 0,2
3260,7 Hz 2,55 V 0,51 -5,8 3,6 1,8
318580 Hz 2,62 V 0,524 -5,61 7,4 3,7
34674000 Hz 2,26 V 0,452 -6,89 6,4 3,2
Dengan :R(High Pass Filter) = 120 Ξ©
R(Low Pass Filter) = 100 Ξ©
Vin = 5 Volt
Vout = Vrms
14
VII. PEMBAHASAN
Filter merupakan suatu sistem yang dapat memisahkan sinyal berdasarkan
frekuensinya, ada frekuensi yang diterima, dalam hal ini dibiarkan lewat dan ada
pula frekuensi yang ditolak, dalam hal ini secara praktis dilemahkan. Hubungan
keluaran masukan suatu filter dinyatakan dengan fungsi alih (transfer function).
Filter dibedakan menjadi 2 bagian yaitu low pass filter dan high pass filter.
Low pass filter merupakan filter yang digunakan untuk meloloskan sinyal
listrik dengan frekuensi yang lebih rendah dari frekuensi cutt-offnya. Pada low
pass filter sinyal dengan frekuensi di atas frekuensi cutt-off tidak akan dilewatkan
sama sekali.
Berdasarkan praktikum tentang percobaan filter pasif yang telah kami
lakukan, kami memperoleh nilai low pass filter secara berturut-turut dengan
frekuensi yang berbeda-beda yaitu, untuk frekuensi 10,695 Hz di peroleh nilai
G(Ο‰) = 0,706, Vout = 3,53 V dan Vin = 5 V, untuk frekuensi 2647,3 Hz di peroleh
nilai G(Ο‰) = 0,706, Vout = 3,53 V dan Vin = 5 V, untuk frekuensi 3052,3 Hz di
peroleh nilai G(Ο‰) = 0,65, Vout = 3,25 V dan Vin = 5 V, untuk frekuensi 318740
Hz di peroleh nilai G(Ο‰) = 0,226, Vout = 1,13 V dan Vin = 5 V, dan untuk
frekuensi 0,14 Hz di peroleh nilai G(Ο‰) = 0,028, Vout = 0,14 V dan Vin = 5 V.
Maka dapat di buat grafik sebagai berikut :
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
10.69 26473 3052.3 318740 20381000
15
Dari hasil dan grafik yang kami peroleh, menunjukkan bahwa tegangan
keluaran (Vout) jauh lebih kecil dibandingkan dengan tegangan masukan (Vin)
yang kami peroleh dan hal ini juga ditunjukkan pada gambar gelombang yang
ditampilkan pada osiloskop. Sesuai dengan fungsinya, bahwa low pass filter akan
meloloskan sinyal masukan yang berfrekuensi rendah dan tidak akan meloloskan
sinyal masukan yang berfrekuensi tinggi.
High pass filter merupakan jenis filter yang meloloskan frekuensi yang lebih
tinggi dari cutt-offnya dan akan memberi redaman besar pada frekuensi yang
berada dibawah frekuensi cut-offnya.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka kami memperoleh (Vout)
dan (Vin) untuk masing-masing percobaan sebanyak 5 kali yaitu, untuk frekuensi
10,06 Hz diperoleh nilai G(Ο‰) = 0,028, Vout = 0,14 V dan Vin = 5 V, untuk
frekuensi 32343 Hz di peroleh nilai G(Ο‰) = 0,028 Vout = 0,14 V dan Vin = 5 V,
untuk frekuensi 3260,7 Hz di peroleh nilai G(Ο‰) = 0,51, Vout = 2,55 V dan Vin =
5 V, untuk frekuensi 318580 Hz di peroleh nilai G(Ο‰) = 0,524, Vout = 2,62 V dan
Vin = 5 V, untuk frekuensi 34674000 Hz di peroleh nilai G(Ο‰) = 0,452, Vout =
2,26 V dan Vin = 5 V, maka dapat dibuat grafik sebagai berikut :
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
10.06 32343 3260.7 318580 34674000
16
Dari hasil dan grafik yang kami peroleh, menunjukkan semakin besar
frekuensi maka Voutnya akan naik dan melemahkan frekuensi tinggi yang
melebihi frekuensi cut-offnya. Hal ini sesuai dengan fungsi High pass filter yaitu
untuk meloloskan sinyal listrik yang berfrekuensi lebih rendah dari frekuensi cut-
offnya dan akan melemahkan sinyal yang lebih tinggi dari frekuensi cut-offnya.
Dalam percobaan kali inikami juga menghitung nilai Vout secara teori,
dan nilai Vout yang kami peroleh untuk rangkaian low pass filter lima kali
berturut-turut yaitu , 4,99V, 0,71V, 5V, 5V, dan 5V. Nilai Vout untuk rangkaian
High Pass Filter lima kali berturut-turut yaitu, 0,998V, 0,196V, 1,11V, 0,1938V,
dan 1,036V.
Beradasarkan hasil yang kami peroleh, menunjukkan adanya perbedaan
perhitungan nilai Vout secara praktek dengan perhitungan secara teori , dan
hanya sebagian nilai Vout ada yang sama. Hal ini mungkin disebabkan karena
kesalahan kami, yang kurang teliti dalam merangkai rangkaian, kurang teliti
dalam membaca angka, dan juga mungkin karena kesalahan kami dalam
menggunkan frekuensi yang tidak sesuai dengan anjuran karena frekuensi yang
kami gunakan terlalu besar, dan mungkin hal itu juga bisa disebabkan karena
kondisi alat yang kami gunakan sudah tidak layak pakai lagi.
VIII. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Filter pasif adalah cara untuk menyelesaikan fenomena yang timbul akibat
pengoperasian beban listrik non-linear.
2. Low pass filter merupakan filter pasif yang dapat meloloskan frekuensi
rendah dan menahan frekuensi tinggi, semakin besar frekuensi, maka
tegangan keluarannya semakin rendah.
High pass filter merupakan filter pasif yang dapat meloloskan frekuensi
tinggii dan menahan frekuensi rendah, semakin besar frekuensi , maka
tegangan keluaran semakin tinggi.
3. Dengan adanya praktikum, maka dapat dihitung nilai R,C,Vin,F,Vpp,Vout
dan G(Ο‰) pada rangkaian low pass filter dan high pass filter dengan benar
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
17
R = hambatan pada resistor
C = 0,1 ΞΌF = 0,1 x 10βˆ’6
F
Vin = tegangan masukan
F = frekuensi yang di pakai
𝑉𝑝𝑝 = 𝐷𝑖𝑣 π‘₯
π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
𝐷𝑖𝑣
G(Ο‰) =
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘
𝑉𝑖𝑛
Fcut βˆ’ off =
1
2πœ‹π‘…πΆ
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘(𝐻𝑃𝐹) =
𝑍2
𝑍1+𝑍2
𝑉𝑖𝑛
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘(𝐿𝑃𝐹) =
𝑍1
𝑍1 + 𝑍2
𝑉𝑖𝑛
IX. DAFTAR PUSTAKA
Joseph A. Edminister, 2004, Rangkaian listrik, Jakarta : Erlangga
Sunanda. Wahri, 2012, Aplikasi filter pasif sebagai preduksi harmonic pada
inverter tiga fase, Bandung : ITB
Sutrisno, 1986, Elektronika I, Bandung : ITB
Yeong H. Wiang, 2007, Microwave and Componets, letter volume 17
Zhanggischan, 2004, prinsip dasar elektronika, Jakarta : Erlangga
X. LAMPIRAN HITUNG
A. Secara Praktek
1. Low Pass Filter
a. Untuk f = 10,0695
Vpp = Div x Volt/Div Vout =
VP
√2
=
5 Volt
√2
= 3,53 Volt
= 5 Div x 2 Volt/Div
= 10 Volt G(Ο‰) =
Vout
Vin
=
3,53 Voult
5
= 0,706 V
Vp =
Vpp
2
=
10 Volt
2
= 5 Volt
18
b. Untuk f = 2647,3
Vpp = Div x Volt/Div Vout =
VP
√2
=
5 Volt
√2
= 3,53 Volt
= 5 Div x 2 Volt/Div
= 10 Volt G(Ο‰) =
Vout
Vin
=
3,53 Voult
5
= 0,706 V
Vp =
Vpp
2
=
10 Volt
2
= 5 Volt
c. Untuk f = 3052,3
Vpp = Div x Volt/Div Vout =
VP
√2
=
4,6 Volt
√2
= 3,25 Volt
= 4,6 Div x 2 Volt/Div
= 9,2 Volt G(Ο‰) =
Vout
Vin
=
3,25 Voult
5
= 0,65 V
Vp =
Vpp
2
=
9,2 Volt
2
= 4,6 Volt
d. Untuk f = 318740
Vpp = Div x Volt/Div Vout =
VP
√2
=
1,6 Volt
√2
= 1,13 Volt
= 1,6 Div x 2 Volt/Div
= 3,2 Volt G(Ο‰) =
Vout
Vin
=
1,13 Voult
5
= 0,226 V
Vp =
Vpp
2
=
3,2 Volt
2
= 1,6 Volt
e. Untuk f = 20381000
Vpp = Div x Volt/Div Vout =
VP
√2
=
0,2 Volt
√2
= 0,14 Volt
= 0,2 Div x 2 Volt/Div
= 0,4 Volt G(Ο‰) =
Vout
Vin
=
0,14 Voult
5
= 0,028 V
Vp =
Vpp
2
=
0,4 Volt
2
= 0,2 Volt
19
2. High Pass Filter
a. Untuk f = 10,06
Vpp = Div x Volt/Div Vout =
VP
√2
=
0,2 Volt
√2
= 0,14 Volt
= 0,2 Div x 2 Volt/Div
= 0,4 Volt G(Ο‰) =
Vout
Vin
=
0,14 Voult
5
= 0,028 V
Vp =
Vpp
2
=
0,4 Volt
2
= 0,2 Volt
b. Untuk f = 32343
Vpp = Div x Volt/Div Vout =
VP
√2
=
0,2 Volt
√2
= 0,14 Volt
= 0,2 Div x 2 Volt/Div
= 0,4 Volt G(Ο‰) =
Vout
Vin
=
0,14 Voult
5
= 0,028 V
Vp =
Vpp
2
=
0,4 Volt
2
= 0,2 Volt
c. Untuk f = 3260,7
Vpp = Div x Volt/Div Vout =
VP
√2
=
1,8 Volt
√2
= 2,55 Volt
= 1,8 Div x 2 Volt/Div
= 3,6 Volt G(Ο‰) =
Vout
Vin
=
2,55 Voult
5
= 0,51 V
Vp =
Vpp
2
=
3,6 Volt
2
= 1,8 Volt
d. Untuk f = 318580
Vpp = Div x Volt/Div Vout =
VP
√2
=
3,7 Volt
√2
= 2,62 Volt
= 3,7 Div x 2 Volt/Div
= 7,4 Volt G(Ο‰) =
Vout
Vin
=
2,62 Voult
5
= 0,524 V
Vp =
Vpp
2
=
7,4 Volt
2
= 3,7 Volt
20
e. Untuk f = 34674000
Vpp = Div x Volt/Div Vout =
VP
√2
=
3,2 Volt
√2
= 2,26 Volt
= 3,2 Div x 2 Volt/Div
= 6,4 Volt G(Ο‰) =
Vout
Vin
=
2,26 Voult
5
= 0,452 V
Vp =
Vpp
2
=
6,4 Volt
2
= 3,2 Volt
B. Secara Teori
1. Low Pass Filter
a. Untuk f = 10,695
𝑍1 = 𝑅 = 100 𝛺
𝑍2 =
1
π‘—πœ”π‘
=
1
𝑗2πœ‹π‘“π‘
=
1
𝑗. 2(3,14)(10,695)(0,1Γ— 10βˆ’6)
=
1
(1)6,69Γ—10βˆ’6 = 0,14 Γ— 106
Ξ©
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘( πœ”) =
𝑍1
𝑍1 + 𝑍2
𝑉𝑖𝑛 =
100𝛺
100𝛺 + 0,14 Γ— 106 𝛺
5𝑉 = 4,99 𝑉
𝐺( πœ”) =
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘
𝑉𝑖𝑛
=
4,99 𝑉
5
= 0,998 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
πΉπ‘π‘’π‘‘π‘œπ‘“π‘“ =
1
2πœ‹π‘…πΆ
=
1
2(3,14)(100)(0,1Γ— 10βˆ’6 )
=
1
6,28 Γ— 10βˆ’6
= 0,015 Γ— 106
b. Untuk f = 2647,3
𝑍1 = 𝑅 = 100 𝛺
𝑍2 =
1
π‘—πœ”π‘
=
1
𝑗2πœ‹π‘“π‘
=
1
𝑗.2(3,14)(2647,3)(0,1Γ—10βˆ’6)
= 602Ξ©
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘( πœ”) =
𝑍1
𝑍1 + 𝑍2
𝑉𝑖𝑛 =
100𝛺
100𝛺 + 602𝛺
5𝑉 = 0,71 𝑉
𝐺( πœ”) =
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘
𝑉𝑖𝑛
=
0,71 𝑉
5
= 0,142 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
πΉπ‘π‘’π‘‘π‘œπ‘“π‘“ =
1
2πœ‹π‘…πΆ
=
1
2(3,14)(100)(0,1Γ— 10βˆ’6 )
= 0,015 Γ— 106
21
c. Untuk f = 3052,3
𝑍1 = 𝑅 = 100 𝛺
𝑍2 =
1
π‘—πœ”π‘
=
1
𝑗2πœ‹π‘“π‘
=
1
𝑗. 2(3,14)(3052,3)(0,1 Γ— 10βˆ’6)
= 5,21 Γ— 1011
𝛺
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘( πœ”) =
𝑍1
𝑍1 + 𝑍2
𝑉𝑖𝑛 =
100𝛺
100𝛺 + 5,21 Γ— 1011 𝛺
5𝑉 = 5 𝑉
𝐺( πœ”) =
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘
𝑉𝑖𝑛
=
5𝑉
5
= 1 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
πΉπ‘π‘’π‘‘π‘œπ‘“π‘“ =
1
2πœ‹π‘…πΆ
=
1
2(3,14)(100)(0,1Γ— 10βˆ’6 )
=
1
6,28 Γ— 10βˆ’6
= 0,015 Γ— 106
d. Untuk f = 318740
𝑍1 = 𝑅 = 100 𝛺
𝑍2 =
1
π‘—πœ”π‘
=
1
𝑗2πœ‹π‘“π‘
=
1
𝑗. 2(3,14)(318740)(0,1 Γ— 10βˆ’6)
= 4,99 Γ— 10βˆ’10
𝛺
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘( πœ”) =
𝑍1
𝑍1 + 𝑍2
𝑉𝑖𝑛 =
100𝛺
100𝛺 + 4,99 Γ— 10βˆ’10 𝛺
5𝑉 = 5 𝑉
𝐺( πœ”) =
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘
𝑉𝑖𝑛
=
5𝑉
5
= 1 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
πΉπ‘π‘’π‘‘π‘œπ‘“π‘“ =
1
2πœ‹π‘…πΆ
=
1
2(3,14)(100)(0,1Γ— 10βˆ’6 )
= 0,015 Γ— 106
e. Untuk f = 20381000
𝑍1 = 𝑅 = 100 𝛺
𝑍2 =
1
π‘—πœ”π‘
=
1
𝑗2πœ‹π‘“π‘
=
1
𝑗. 2(3,14)(20381000)(0,1 Γ— 10βˆ’6)
= 7,8 Γ— 10βˆ’10
𝛺
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘( πœ”) =
𝑍1
𝑍1 + 𝑍2
𝑉𝑖𝑛 =
100𝛺
100𝛺 + 7,8 Γ— 10βˆ’10
5𝑉 = 5 𝑉
𝐺( πœ”) =
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘
𝑉𝑖𝑛
=
5𝑉
5
= 1 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
πΉπ‘π‘’π‘‘π‘œπ‘“π‘“ =
1
2πœ‹π‘…πΆ
=
1
2(3,14)(100)(0,1Γ— 10βˆ’6 )
=
1
6,28 Γ— 10βˆ’6
= 0,015 Γ— 106
22
2. High Pass Filter
a. Untuk f = 10,06
𝑍2 = 𝑅 = 120 𝛺
𝑍1 =
1
π‘—πœ”π‘
=
1
𝑗2πœ‹π‘“π‘
=
1
𝑗. 2(3,14)(10,06)(0,1 Γ— 10βˆ’6)
= 0,15 Γ— 106
𝛺
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘( πœ”) =
𝑍2
𝑍1 + 𝑍2
𝑉𝑖𝑛 =
120𝛺
0,15 Γ— 106 𝛺 + 120𝛺
5𝑉 = 0,998 𝑉
𝐺( πœ”) =
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘
𝑉𝑖𝑛
=
0,998𝑉
5
= 0,1996 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
πΉπ‘π‘’π‘‘π‘œπ‘“π‘“ =
1
2πœ‹π‘…πΆ
=
1
2(3,14)(120)(0,1Γ— 10βˆ’6 )
=
1
75,36 Γ— 10βˆ’6
= 0,013 Γ— 106
b. Untuk f = 32343
𝑍2 = 𝑅 = 120 𝛺
𝑍1 =
1
π‘—πœ”π‘
=
1
𝑗2πœ‹π‘“π‘
=
1
𝑗. 2(3,14)(32343)(0,1 Γ— 10βˆ’6)
= 492𝛺
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘( πœ”) =
𝑍2
𝑍1 + 𝑍2
𝑉𝑖𝑛 =
120𝛺
492𝛺 + 120𝛺
5𝑉 = 0,196 𝑉
𝐺( πœ”) =
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘
𝑉𝑖𝑛
=
0,196𝑉
5
= 0,0392 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
πΉπ‘π‘’π‘‘π‘œπ‘“π‘“ =
1
2πœ‹π‘…πΆ
=
1
2(3,14)(120)(0,1Γ— 10βˆ’6 )
=
1
75,36 Γ— 10βˆ’6
= 0,013 Γ— 106
c. Untuk f = 3260,7
𝑍2 = 𝑅 = 120 𝛺
𝑍1 =
1
π‘—πœ”π‘
=
1
𝑗2πœ‹π‘“π‘
=
1
𝑗. 2(3,14)(3260,7)(0,1 Γ— 10βˆ’6)
= 488 𝛺
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘( πœ”) =
𝑍2
𝑍1 + 𝑍2
𝑉𝑖𝑛 =
120𝛺
488 𝛺 + 120𝛺
5𝑉 = 1,11 𝑉
𝐺( πœ”) =
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘
𝑉𝑖𝑛
=
1,11𝑉
5
= 0,222 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
23
πΉπ‘π‘’π‘‘π‘œπ‘“π‘“ =
1
2πœ‹π‘…πΆ
=
1
2(3,14)(120)(0,1Γ— 10βˆ’6 )
=
1
75,36 Γ— 10βˆ’6
= 0,013 Γ— 106
d. Untuk f = 318580
𝑍2 = 𝑅 = 120 𝛺
𝑍1 =
1
π‘—πœ”π‘
=
1
𝑗2πœ‹π‘“π‘
=
1
𝑗. 2(3,14)(318580)(0,1 Γ— 10βˆ’6)
= 499 𝛺
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘( πœ”) =
𝑍2
𝑍1 + 𝑍2
𝑉𝑖𝑛 =
120𝛺
499 𝛺 + 120𝛺
5𝑉 = 0,969 𝑉
𝐺( πœ”) =
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘
𝑉𝑖𝑛
=
0,969𝑉
5
= 0,1938 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
πΉπ‘π‘’π‘‘π‘œπ‘“π‘“ =
1
2πœ‹π‘…πΆ
=
1
2(3,14)(120)(0,1Γ— 10βˆ’6 )
=
1
75,36 Γ— 10βˆ’6
= 0,013 Γ— 106
e. Untuk f = 34674000
𝑍2 = 𝑅 = 120 𝛺
𝑍1 =
1
π‘—πœ”π‘
=
1
𝑗2πœ‹π‘“π‘
=
1
𝑗. 2(3,14)(34674000)(0,1Γ— 10βˆ’6)
= 459 𝛺
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘( πœ”) =
𝑍2
𝑍1 + 𝑍2
𝑉𝑖𝑛 =
120𝛺
459 𝛺 + 120𝛺
5𝑉 = 1,036 𝑉
𝐺( πœ”) =
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘
𝑉𝑖𝑛
=
1,036 𝑉
5
= 0,2072 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
πΉπ‘π‘’π‘‘π‘œπ‘“π‘“ =
1
2πœ‹π‘…πΆ
=
1
2(3,14)(120)(0,1Γ— 10βˆ’6 )
=
1
75,36 Γ— 10βˆ’6
= 0,013 Γ— 106
24
RANGKAIAN SERI RLC DAN RESONANSI
I. JUDUL : Rangkaian Seri RLC dan Resonansi
II. TUJUAN :
1. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat mengidentifikasi rangkaian
RL seri, RC seri, dan RLC seri dengan baik dan benar
2. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat membedakan rangkaian RL
seri, RC seri, dan RLC seri pada arus DC dan arus AC dengan benar
3. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat mengukur VR, VL, VC,
dan Kuat arus pada rangkaian RL seri, RC seri, dan RLC seri dengan
benar
4. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat menghitung resistansi total
RLC dengan benar
III. DASAR TEORI
Menurut Zhanggischan (2004:11-12) Apabila pada suatu rangkaian listrik
RLC, frekuensi tegangan AC diubah-ubah, maka Z akan berubah. Dan pada suatu
frekuensi tertentua akan terjadi resonansi dimana komponen kapasitif akan saling
menghapuskan dengan komponen induktifnya (jXL = jXc). Dan rangkaian akan
bersifat sebagai tahanan murni, frekuensi tersebut dinamakan frekuensi resonans.
Ada 2 jenis resonansi yaitu resonansi seri yang berasal dari rangkaian seri RLC
dan resonansi paralel yang berasal dari rangkaian paralel RLC. Pada kali ini yang
akan dibahas yaitu tentang rangkaian seri RLC.
Gambar di atas merupakan rangkaian seri RLC dan impedansi Z(jω),
sehingga di peroleh :
25
𝑍 = 𝑅 + π‘—πœ”πΏ +
1
π‘—πœ”πΆ
= 𝑗(πœ”πΏ βˆ’
1
πœ”πΆ
)
= √ 𝑅2 + (πœ”πΏ βˆ’
1
πœ”πΆ
)
2
< π‘Žπ‘Ÿπ‘ tan {(πœ”πΏ βˆ’
1
πœ”πΏ
)/𝑅}
Frekuensi resonansi akan terjadi, apabila komponen kapasitif saling
menghapuskan dengan kompnen induktifnya (πœ”πΏ =
1
πœ”πΆ
), dan rangkaian akan
bersifat sebagai tahanan murni (Z = R).
Frekuensi resonansi = πœ”0 , maka :
πœ”0 =
1
πœ”0 𝐢
β†’ πœ”0 =
1
√ 𝐿𝐢
Jika : πœ”0 = 2πœ‹ . 𝑓0
Maka : 𝑓0 =
1
2πœ‹βˆšπΏπΆ
Selanjutnya, dibahas mengenai faktor kualitas (Q) dari rangkaian seri
RLC, yaitu :
Pada frekuensi esonansi : πœ”0 𝐿 =
1
πœ”0 𝐢
π‘‘π‘Žπ‘› 𝑍 = 𝑅 π‘‘π‘Žπ‘› π‘Žπ‘Ÿπ‘’π‘  𝐼 = 𝐼0 =
𝑉
𝑅
Tegangan pada induktor : 𝑉𝐿 = πœ”0 𝐿𝐼0 =
πœ”0 𝐿𝑉
𝑅
= (
πœ”0 𝐿
𝑅
). 𝑉
Tegangan pada kapasitor : 𝑉𝑐 =
𝐼0
πœ”0 𝐢
=
𝑉
πœ”0 𝑅𝐢
= (
1
πœ”0 𝑅𝐢
). 𝑉
Karena : 𝑉𝐢 = 𝑉𝐿 β†’ (
πœ”0 𝐿
𝑅
). 𝑉 = (
1
πœ”0 𝑅𝐢
). 𝑉
Dan didefenisikan : Faktor kualitas = Q =
πœ”0 𝐿
𝑅
=
1
πœ”0 𝑅𝐢
Menurut Sutrisno (1986:117) pada rangkaian seri RLC pada keadaan
resonansi. Tegangan antara a dan b pada gambar di bawah ini :
26
Pada gambar (a) tegangan antara a dan b sama dengan nol (π‘‰π‘Žπ‘ = 0), oleh
karena π‘‰π‘Žπ‘ = 𝐼𝑅. akan tetapi jika diukur kita akan mendapatkan 𝑉𝑐𝑑 β‰  0, dan
𝑉𝑑𝑏 β‰  0,bahkan 𝑉𝑐𝑑 = 𝑉𝑑𝑏 Perlu diingat bahwa dalam menjumlahkan tegangan
bolak-balik kita harus menggunakan tegangan kompleks (fasor), artinya kita harus
menjumlahkan besar dan fasanya ; ⊽ 𝑐𝑏+ ⊽ 𝑑𝑏= 0, yang berarti ⊽ 𝑐𝑑 = βˆ’ ⊽ 𝑑𝑏. Ini
ditunjukkan pada gambar (b). Jadi 𝑉𝑐𝑑(𝑑) dan 𝑉𝑑𝑏(𝑑) berlawanan fasa, sehingga
𝑉𝑐𝑑( 𝑑) + 𝑉𝑑𝑏( 𝑑) = 𝑉𝑐𝑏( 𝑑) = 0 seperti ditunjukkan pada gambar (c).
Menurut Kemmerly (2005:23) Frekuensi resonansi πœ”0𝑠 adalah frekuensi
dimana bagian imajiner dari impedansi masukanmenjadi sama dengan nol.
Dengan demikian, πœ”0𝑠 =
1
√ 𝐿 𝑆 𝐢 𝑆
. parameter 𝑄0𝑠 rangkaian didefenisikan sebagai
2πœ‹ kali rasio antara energi maksimum yang tersimpan dalam rangkaian dengan
energi yang hilang pada rangkaian setiap periodenya. Dari defenisi ini, dapat
ditemukan bahwa 𝑄0𝑠 = πœ”0𝑠 𝐿 𝑠/𝑅 𝑠. Kedua frekuensi setengah daya πœ”1𝑠 dan πœ”2𝑠
didefenisikan sebagai frekuensi-frekuensi di man besar magnitudo impedansi √2
kali magnitudo impedansi minimum. Ini juga merupakan frekuensi-frekuensi
dimana tanggapan arusnya adalah 70,7 persen tanggapan maksimummnya.
Menurut mustaman (2014:98-99) passive single tuned filter adalah filter
yang terdiri dari komponen-komponen pasif R, L dan C terhubung seri, seperti
pada gambar di bawah ini. Passive single tuned filter akan mempunyai impedansi
yang kecil pada frekuensi resonansi sehingga arus yang memiliki frekuensi yang
sama dengan frekuensi resonansi akan di belokkan melalui filter, besarnya
impedansi passive single tuned filter pada frekuensi fundamental dapat dilihat
pada gambar
27
Berdasarkan gambar diatas, dapat diperoleh persamaan sebagai berikut :
𝑍𝑓 = 𝑅 + 𝑗( 𝑋 𝐿 βˆ’ 𝑋 𝐢 )
Pada frekuensi resonansi, persamaan menjadi :
𝑍𝑓 = 𝑅 + 𝑗 (πœ”π‘Ÿ 𝐿 βˆ’
1
πœ”π‘Ÿ 𝐢
)
Jika frekuensi sudut saat resonansi adalah:
πœ”π‘Ÿ = 2πœ‹π‘“0β„Ž π‘Ÿ
Impedansi filter dapat ditulis sebagai berikut:
𝑍 𝐹 = 𝑅 + 𝑗 (𝑋 πΏβ„Ž π‘Ÿ βˆ’
𝑋 𝑐
β„Ž π‘Ÿ
)
Saat resonansi terjadi nilai reaktansi induktif dan reaktansi kapasitif sama
besar, maka diperoleh impedansi passive single tuned filter seperti pada
persamaan 𝑍 𝐹 = 𝑅
Pada persamaan tersebut menunjukkan bahwa pada frekuensi resonansi,
impedansi passive single tuned filter sama dengan tahanan induktor R, sehingga
arus harmonisasi yang mempunyai frekuensi yang sama dengan frekuensi
resonansi akan dialirkan atau dibelokkan melalui passive single tuned filter.
Dengan demikian passive single tuned filter diharapkan dapat mengurangi IHDv
dan IHDi sampai dengan 10-30%. Besarnya tahanan R dari induktor dapat
ditentukan oleh faktor kualitas dari induktor.
Menrut Rajput (2013:45-46) R-L-C Series Resonance: In a series RLC
circuit there becomes a frequency point were the inductive reactance of the
inductor becomes equal in value to the capacitive reactance of the capacitor. In
other words, 𝑋 𝐿 = 𝑋 𝐢. The point at which this occurs is called the resonant point
(𝑓0) of the circuit, and as we are analyzing a series R-L-C circuit this resonance
frequency produces a series resonance.
Series resonance circuits are one of the most important circuits used
electrical and electrical circuits. They can be found in various forms such as in
A.C mains filters, noise filters and also in radio and television tuning circuits
producing a very selective tuning circuit for the receiving of the different
frequency channels.
28
IV. ALAT DAN BAHAN
1. Audio Frequensi Generator (AFG) : 1 unit
2. Oscilloscope : 1 unit
3. Multimeter Digital : 2 unit
4. Resistor : 1 KΞ©
5. Induktor : 2,5 mH
6. Kapasitor : 0.01 ΞΌF
V. PROSEDUR KERJA
1. Persiapkan semua peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan saat
melaksanakan percobaan.
2. Periksa semua bahan dan peralatan, pastikan semua dalam komdisi yang
baik.
3. Buatlah rangkaian seperti pada gambar dibawah ini!
4. Nyalakan AFG dan aturlah tegangan awal keluaran AFG pada 5 volt
dengan memutar amplitudo atau penguatan AFG
5. Usahakan tegangan V tersebut dipertahankan konstans pada 5 volt
6. Atur frekuensi pada AFG sebesar 10 KHz
7. Catatlah nilai parameter yang ditunjukkan alat ukur, I, VR, dan VL pada
tabel kerja
8. Ulangi langkah kerja no 6 sampai no 8 dengan frekuensi yang bervariasi
sesuai dengan tabel kerja
9. Kemudian buatlah rangkaian seperti pada gambar dibawah ini!
29
10. Ulangi langkah 4 sampai 9 untuk rangkaian RC, dan mengganti parameter
tegangan VL dengan VC
11. Buat rangkaian seperti pada gambar dibawah ini!
12. Ulangi langkah 4 sampai 9 untuk rangkaian RLC, dengan menambahkan
VC sebagai parameter yang diukur.
VI. HASIL
1. Hasil percobaan rangkaian RL seri
No F (KHz) 𝑉𝑅 (Volt) 𝑉𝐿 (Volt) I (mA)
1. 10 KHz 9 V 5,7 V 120 mA
2. 30 KHz 8,8 V 7,1 V 120 mA
3. 50 KHz 9 V 9,4 V 120 mA
4. 70 KHz 9 V 7,1 V 120 mA
5. 100 KHz 9 V 7,1 V 120 mA
2. Hasil percobaan rangkaian RC seri
No F (KHz) 𝑉𝑅 (Volt) 𝑉𝐢 (Volt) I (mA)
1. 10 KHz 3 V 3 V 130 mA
2. 30 KHz 8,5 V 3 V 120 mA
3. 50 KHz 8,8 V 2 V 120 mA
4. 70 KHz 8,8 V 1,4 V 120 mA
5. 100 KHz 9 V 1,1 V 120 mA
3. Hasil percobaan rangkaian RLC seri
No F (KHz) 𝑉𝑅 (Volt) 𝑉𝐿 (Volt) 𝑉𝐢 (Volt) I (mA)
1. 10 KHz 1,13 V 0,035 V 0,8 V 0,8 mA
2. 30 KHz 1,97 V 0,07 V 0,13 V 0,3 mA
3. 50 KHz 2,12 V 0,08 V 0,18 V 0,18 mA
4. 70 KHz 2,26 V 0,1 V 0,1 V 0,1 mA
5. 100 KHz 2,4 V 0,14 V 0,05 V 0,05 mA
30
VII. PEMBAHASAN
Rangkaian RLC adalah rangkaian yang terdiri dari komponen resistor
(R), induktor (L) dan kapasitor (C) yang tersusun secara seri. Sedangkan
keadaan resonansi yaitu ketika reaktansi induktif dan kapasitif sama besar dan
saling meniadakan. Pada praktikum kali ini kami melakukan 3 percobaan yaitu
rangkaian RL seri, RC seri, dan RLC seri.
Hasil yang diperoleh
Pada percobaan pertama kami melakukan percobaan rangkaian RL seri,
mula- mula kami menyiapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan,
setelah semua siap barulah kami membuat rangkaian RL seperti yang
dianjurkan, selanjutnya kami mengukur tegangan pada masing-masing
komponen dan mengukur arus yang mengalir, pada percobaan ini kami
melakukan 5 kali percobaan dengan frekuensi yang berbeda-beda dan hasil
pengukuran yang kami dapatkan yaitu, untuk F = 10 KHz, VR = 9V, VL = 5.7V, I =
120 mA, untuk F = 30 KHz, VR = 8.8V, VL = 7.1V, I=120 mA, untuk F = 50 KHz, VR=
9V, VL = 9,4V, I = 120 mA, untuk F = 70 KHz, VR = 9V, VL = 7.1V, I = 120 mA, dan
untuk F=100KHz, VR=9V,VL =7.1V, I=120 mA.
Hasil yang diperoleh tersebut tidak bisa dibilang semakin besar atau
semakin kecil jika frekuensi diperbesar. Hal ini disebabkan karena sifat dari
tegangan bolak-balik adalah arusnya tidak tetap atau tidak menentu. Begitu pula
dengan hasil pada tegangan kumparan dan tegangan total yang terbaca pada
voltmeter. Hasil ini juga menunjukkan bahwa nilai tegangan total Vtot yang
diperoleh dengan membaca tegangan yang terlihat pada alat voltmeter tidak
begitu jauh besarnya dengan tegangan Vtot yang diperoleh dengan cara
perhitungan dengan menggunakan persamaan. Pada percobaan ini, pengukuran
tegangan hambatan (VR) dan tegangan kumparan (VL) dengan menggunakan
voltmeter, semuanya tidak terbaca secara stabil pada jarum volmeter, terutama
pada penggunaan frekuensi 30 KHz. Ketidakstabilan angka yang terbaca pada
voltmeter disebabkan oleh arus yang di berikan pada rangkaian dalam percobaan
ini. Pada percobaan tersebut arus yang diberikan adalah arus bolak-balik (ac),
sedangkan sifat dari arus bolak-balik (ac) adalah tidak stabil. Itulah sebabnya
tegangan yang terbaca pada voltmeter tidak menunjuk ke angka yang stabil dan
31
tetap. Selain itu kita juga bisa mengetahui bahwa semakin besar frekuensi yang
bekerja maka semakin jelas angka yang terbaca pada voltmeter.
Pada percobaan kedua kami melakukan percobaan rangkaian RC seri,
mula- mula kami menyiapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan,
setelah semua siap barulah kami membuat rangkaian RC seperti yang
dianjurkan, selanjutnya kami mengukur tegangan pada masing-masing
komponen dan mengukur arus yang mengalir, pada percobaan ini kami
melakukan 5 kali percobaan dengan frekuensi yang berbeda-beda dan hasil
pengukuran yang kami dapatkan yaitu, untuk F = 10 KHz, VR = 3V, VC =3V, I=130
mA, untuk F = 30 KHz, VR = 8,5V, VC = 3V, I=120 mA, untuk F = 50 KHz, VR = 8,8V,VC
=2V, I=120 mA, untuk F = 70 KHz, VR = 8,8V, VC =1,4V, I=120 mA, danuntuk F = 100
KHz, VR = 9V, VC =1,1V, I=120 mA. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat
diketahui bahwa pada saat pengisian kapasitor tegangan VR yang diperoleh
mengalami peningkatan. Semakin lama semakin meningkat pula VR sedangkan
arsu dan tegangan kapasitor mengalami penurunan, seamakin lam maka semakin
kecil pula tegangan kapasitor sedangkan arus konstan. Hal ini dikarenkan arus
yang mengalir dihambat oleh tegangan yang semakin besar.
Pada percobaan ketiga kami melakukan percobaan rangkaian RLC seri,
mula- mula kami menyiapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan,
setelah semua siap barulah kami membuat rangkaian RLC seperti yang
dianjurkan, selanjutnya kami mengukur tegangan pada masing-masing
komponen dan mengukur arus yang mengalir, pada percobaan ini kami
melakukan 5 kali percobaan dengan frekuensi yang berbeda-beda dan hasil
pengukuran yang kami dapatkan yaitu, untuk F = 10 KHz, VR =1,1 3V, VL = 0,035V,
VC =0,8 V, I=0,8 mA, untuk F = 30 KHz, VR = 1,97V, VL= 0,07V , VC = 0,13V, I=0,3 mA,
untuk F = 50 KHz, VR = 2,12V, VL = 0,08V , VC =0,18V, I=0,18 mA, untuk F = 70 KHz,
VR = 2,26V, VL = 0,1V, VC =0,1V, I=0,1 mA, dan untuk F = 100 KHz, VR = 2,4V, VL =
0,14V ,VC =0,05V, I=0,05mA.
Pada percobaan ini dilakukan untuk mengukur tegangan pada rangkaian
RLC seri. Tegangan yang diukur yaitu tegangan resistor, tegangan induktor, dan
tegangan kapasitor, serta mengukur tegangan total dari rangkaian. Berdasarkan
hasil percobaan telah di dapatkan Vtot tidak sesuai dengan nilai teori, namun
32
hasil tersebut mendekati. Pada pengukuran ini kami menggunakan multimeter
digital untuk mengukur tegangan. Untuk tegangan resistor, tegangan induktor,
tegangan kapasitor dan Vtot diukur langsung didalam rangkaian yang sudah
dipasang. Dari data hasil percobaan hasil tegangan total yang diperoleh dengan
menggunakan persamaan ada yang berbeda dengan data hasil percobaan pada
rangkaian ketika percobaan berlangsung. Hal ini dikarenkan kekurangtelitiannya
alat ukur, selain itu juga dipengaruhi oleh komponen papan rangkaian yang
sudah rusak. Serta mungkin praktikan yang kurang teliti dalam membaca
tegangan yang tertera pada voltmeter serta mungkin kesalahn praktikan pada
saat merangkai rangkaian pada papan breadboard.
VIII. KESIMPULAN
1. -Rangkaian RL seri merupakan rangkaian yang terdiri dari komponen
resistor (R) dan komponen induktor (L) yang dihubungkan dengan
sumber tegangan bolak-balik sinusoida dengan memasukkan tegangan
rms V dan arus yang mengalir (I).
-Rangkaian RC seri merupakan rangkaian yang terdiri dari komponen
resistor (R) dan komponen kapasitor (C) yang dihubungkan dengan
sumber tegangan bolak-balik sinusoida dengan memasukkan tegangan
rms V dan arus yang mengalir (I).
-rangkaian RLC seri merupakan rangkaian listrik AC yang didalamnya
mengandung resistor (R), kapasitor (C), dan induktor (L) yang
terhubung satu sama lain secra seri dengan memasukkan tegangan rms
V dan arus yang mengalir (I)
2. Rangkaian RL seri merupakan rangkaian yang didalamnya Resistor dan
Induktor. Rangkaian RC seri merupakan rangkaian yang didalamnya
Resistor dan Kapasitor. Rangkaian RLC seri merupakan rangkaian
listrik AC yang didalamnya mengandung resistor, kapasitor, dan
induktor yang terhubung secara seri.
3. Pada rangkain RL seri, RC seri, dan RLC seri dapat di ukur :
𝑉𝑅 = 𝐼. 𝑅 𝑉𝐿 = 𝐼. 𝑋 𝐿 𝑉𝐢 = 𝐼. 𝑋 𝐢
𝐼 =
𝑉 𝐢
𝑍
𝑋 𝐿 = πœ”. 𝐿 𝑋 𝐢 =
1
2πœ‹πΉπΆ
33
4. Resistansi total RLC dapat dihitung dengan
𝑅 = 𝑍 𝐢𝑂𝑆 πœ‘ πœ‘ = π‘‘π‘Žπ‘›βˆ’1
(
𝑋
𝑅
)
IX. DAFTAR PUSTAKA
Kemmerly, Jack E.2005.Rangkaian listrik.Jakarta: Erlangga
Mustaman.2014.Perbandingan passive LC filter dan passive single.
Medan: FTUN
Rajput.2013.International science congress association.Amerika Serikat :
HBG
Sutrisno.1986.Elektronika.Bandung : ITB
Zhanggischan.2004.Prinsip dasar elektronika. Jakarta: PT.Gramedia
pustaka utama
X. LAMPIRAN HITUNG
A. Rangkaian RL Seri
1. Untuk , 𝐹1 = 10𝐾𝐻𝑧; 𝐼1 = 120 π‘šπ΄; 𝑅 = 1 𝐾𝛺; 𝐿 = 2,5 π‘šπ»
𝑋 𝐿1 = 2πœ‹π‘“πΏ = 2(3,14)(10Γ— 103)(2,5 Γ— 10βˆ’6) = 0,157
𝑉1 = 𝐼1 Γ— √ 𝑅2 + 𝑋 𝐿
2
= (120Γ— 10βˆ’6)√(1000)3+(0,157)2 = 0,12 𝑉
2. Untuk , 𝐹2 = 30𝐾𝐻𝑧; 𝐼2 = 120 π‘šπ΄; 𝑅 = 1 𝐾𝛺; 𝐿 = 2,5 π‘šπ»
𝑋 𝐿2 = 2πœ‹π‘“πΏ = 2(3,14)(30Γ— 103)(2,5 Γ— 10βˆ’6) = 0,471
𝑉2 = 𝐼2 Γ— √ 𝑅2 + 𝑋 𝐿
2
= (120 Γ— 10βˆ’6)√106 + (0,221)2 = 0,12 𝑉
3. Untuk , 𝐹3 = 50𝐾𝐻𝑧; 𝐼3 = 120 π‘šπ΄; 𝑅 = 1 𝐾𝛺; 𝐿 = 2,5 π‘šπ»
𝑋 𝐿3 = 2πœ‹π‘“πΏ = 2(3,14)(50Γ— 103)(2,5 Γ— 10βˆ’6) = 0,785
𝑉3 = 𝐼3 Γ— √ 𝑅2 + 𝑋 𝐿
2
= (120 Γ— 10βˆ’6)√106 + 0,616 = 0,12 𝑉
4. Untuk , 𝐹4 = 70𝐾𝐻𝑧; 𝐼4 = 120 π‘šπ΄; 𝑅 = 1 𝐾𝛺; 𝐿 = 2,5 π‘šπ»
𝑋 𝐿4 = 2πœ‹π‘“πΏ = 2(3,14)(70Γ— 103)(2,5 Γ— 10βˆ’6) = 0,471
34
𝑉4 = 𝐼4 Γ— √ 𝑅2 + 𝑋 𝐿
2
= (120Γ— 10βˆ’6)√106 + 1,207 = 0,12 𝑉
5. Untuk , 𝐹5 = 100𝐾𝐻𝑧; 𝐼5 = 120 π‘šπ΄; 𝑅 = 1 𝐾𝛺; 𝐿 = 2,5 π‘šπ»
𝑋 𝐿5 = 2πœ‹π‘“πΏ = 2(3,14)(100Γ— 103)(2,5 Γ— 10βˆ’6) = 0,471
𝑉5 = 𝐼5 Γ— √ 𝑅2 + 𝑋 𝐿
2
= (120 Γ— 10βˆ’6)√106 + 2,464 = 0,12 𝑉
B. Rangkaian Seri Rc
1. Untuk , 𝐹1 = 10𝐾𝐻𝑧; 𝐢 = 0,01 πœ‡πΉ = 10βˆ’8
𝐹; 𝑅 = 10 𝐾𝛺
𝑋 𝐢 =
1
π‘ŠπΆ
=
1
2πœ‹π‘“πΆ
=
1
2(3,14)(10 Γ— 103)(10βˆ’8)
= 1592
𝑉 = 𝐼√ 𝑅2 + 𝑋 𝐿
2
= 130 Γ— 10βˆ’3√106 + 15922 = 244 𝑉
2. Untuk , 𝐹2 = 30𝐾𝐻𝑧; 𝐢 = 0,01 πœ‡πΉ = 10βˆ’8
𝐹; 𝑅 = 10 𝐾𝛺
𝑋 𝐢 =
1
π‘ŠπΆ
=
1
2πœ‹π‘“πΆ
=
1
2(3,14)(30 Γ— 103)(10βˆ’8)
= 530
𝑉 = 𝐼√ 𝑅2 + 𝑋 𝐿
2
= 120 Γ— 10βˆ’3√106 + 5302 = 136 𝑉
3. Untuk , 𝐹3 = 50𝐾𝐻𝑧; 𝐢 = 0,01 πœ‡πΉ = 10βˆ’8
𝐹; 𝑅 = 10 𝐾𝛺
𝑋 𝐢 =
1
π‘ŠπΆ
=
1
2πœ‹π‘“πΆ
=
1
2(3,14)(50 Γ— 103)(10βˆ’8)
= 318
𝑉 = 𝐼√ 𝑅2 + 𝑋 𝐿
2
= 120 Γ— 10βˆ’3√106 + 3182 = 126 𝑉
4. Untuk , 𝐹4 = 70𝐾𝐻𝑧; 𝐢 = 0,01 πœ‡πΉ = 10βˆ’8
𝐹; 𝑅 = 10 𝐾𝛺
𝑋 𝐢 =
1
π‘ŠπΆ
=
1
2πœ‹π‘“πΆ
=
1
2(3,14)(70 Γ— 103)(10βˆ’8)
= 227
𝑉 = 𝐼√ 𝑅2 + 𝑋 𝐿
2
= 120 Γ— 10βˆ’3√106 + 2272 = 123 𝑉
5. Untuk , 𝐹5 = 100𝐾𝐻𝑧; 𝐢 = 0,01 πœ‡πΉ = 10βˆ’8
𝐹; 𝑅 = 10 𝐾𝛺
35
𝑋 𝐢 =
1
π‘ŠπΆ
=
1
2πœ‹π‘“πΆ
=
1
2(3,14)(100 Γ— 103)(10βˆ’8)
= 159
𝑉 = 𝐼√ 𝑅2 + 𝑋 𝐿
2
= 120 Γ— 103√106 + 1592 = 121,5 𝑉
C. Rangkaian RLC Seri
1. Untuk, 𝐹1 = 10 𝐾𝐻𝑧; 𝑋 𝐿1 = 0,157 𝛺; 𝑋 𝐢1 = 1592,37 𝛺; 𝐼1 = 0,80 π‘šπ΄
𝑋1 = 𝑋 𝐢1 βˆ’ 𝑋 𝐿1 = 1592,37 𝛺 βˆ’ 0,157𝛺 = 1592,21 𝛺
𝑉1 = 𝐼1√ 𝑅2 + 𝑋1
2
= 0,80 Γ— 10βˆ’6√106 + 1592,212 = 1,5 Γ— 10βˆ’3
𝑉
2. Untuk, 𝐹2 = 30 𝐾𝐻𝑧; 𝑋 𝐿2 = 0,471 𝛺; 𝑋 𝐢2 = 530,78 𝛺; 𝐼2 = 0,30 π‘šπ΄
𝑋2 = 𝑋 𝐢2 βˆ’ 𝑋 𝐿2 = 530,78 𝛺 βˆ’ 0,471 𝛺 = 530,31 𝛺
𝑉2 = 𝐼2√ 𝑅2 + 𝑋2
2
= 0,30 Γ— 10βˆ’6√106 + 530,312 = 3,4 Γ— 10βˆ’4
𝑉
3. Untuk, 𝐹3 = 50 𝐾𝐻𝑧; 𝑋 𝐿3 = 0,785 𝛺; 𝑋 𝐢3 = 318,47 𝛺; 𝐼3 = 0,18 π‘šπ΄
𝑋3 = 𝑋 𝐢3 βˆ’ 𝑋 𝐿3 = 318,47 𝛺 βˆ’ 0,785 𝛺 = 317,68 𝛺
𝑉3 = 𝐼3√ 𝑅2 + 𝑋3
2
= 0,18 Γ— 10βˆ’6√106 + 317,682 = 1,8 Γ— 10βˆ’4
𝑉
4. Untuk, 𝐹4 = 70 𝐾𝐻𝑧; 𝑋 𝐿1 = 1,099 𝛺; 𝑋 𝐢1 = 227,48 𝛺; 𝐼1 = 0,10 π‘šπ΄
𝑋4 = 𝑋 𝐢4 βˆ’ 𝑋 𝐿4 = 227,48 𝛺 βˆ’ 1,099 𝛺 = 226,38 𝛺
𝑉4 = 𝐼4√ 𝑅2 + 𝑋4
2
= 0,10 Γ— 10βˆ’6√106 + 226,482 = 1,02 Γ— 10βˆ’4
𝑉
5. Untuk, 𝐹5 = 100 𝐾𝐻𝑧; 𝑋 𝐿1 = 1,57 𝛺; 𝑋 𝐢1 = 159,24 𝛺; 𝐼1 = 0,05 π‘šπ΄
𝑋5 = 𝑋 𝐢5 βˆ’ 𝑋 𝐿5 = 159,24 𝛺 βˆ’ 1,57𝛺 = 157,67 𝛺
𝑉5 = 𝐼5√ 𝑅2 + 𝑋5
2
= 0,05 Γ— 10βˆ’6√106 + 157,672 = 5,06 Γ— 10βˆ’5
𝑉
36
RANGKAIAN PENYEARAH
I. JUDUL : Rangkaian Penyearah
II. TUJUAN :
1. Setelah melakukan praktikum, praktikandapat mengidentifikasi bentuk
gelombang penyearah Β½ gelombang, penyearah gelombang penuh (2 Dioda)
dan penyearah gelombang sistem jembatan dengan benar
2. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat menjelaskan proses
terbentuknya gelombang penyearah Β½ gelombang, penyearah gelombang
penuh (2 Dioda) dan penyearah gelombang sistem jembatan dengan benar
III. DASAR TEORI
Dioda adalah suatu komponen elektronik yang dapat melewatkan arus
pada satu arah saja. Ada berbagai macam dioda yaitu dioda tabung, dioda
sambungan p-n, dioda kontak titik (point-contact diode) dan sebagainya. Dalam
hal ini kita akan membatasi pembahasan pada dioda penyearah.
Dioda memegang peranan amat penting dalam elektronika, di antaranya
adalah untuk menghasilkan tegangan searah dari tegangan bolak-balik, untuk
mengesan gelombang radio, untuk membuat berbagai bentuk gelombang isyarat,
untuk menatur tegangan searah agar tidak berubah dengan beban maupun dengan
perubahan tegangan jala-jala (PLN), untuk saklar elektronik, LED, laser
semikonduktor, mengesan gelombang mikro dan lain-lain. Beberapa pengertian
dasar daripada dioada sambungan p-n digunakan pada transistor, sehingga apabila
kita menguasai pengertian dasar dioda akan mudah pula kita memahami sifat
transistor (Sutrisno:81)
Menurut Zhanggischan (2004:27-29) penerapan dioda yang paling banyak
dijumpai adalah sebagai penyearah. Penyearah berarti mengubah arus bolak-balik
(ac) menjadi arus searah (dc). Sebagian besar peralatan elektronik membutuhkan
sumber daya yang berupa arus searah. Untuk kebutuhan daya dan tegangan yang
kecil biasanya cukup digunakn baterai atau accu, namun untuk lebih dari itu di
perlukan power supply yang berupa penyearah.
37
Penyearah yang paling sederhana adalah penyearah setengah gelombang,
yaitu yang terdiri dari sebuah dioda. Melihat dari namanya, maka hanya setengah
gelombang saja yang akan disearahkan seperti pada gambar dibawah ini.
Rangkaian penyearah setengah gelombang mendapat masukan dari skunder trafo
yang berupa sinyal ac berbentuk sinus, vi = Vm Sin Ο‰t. Dari persamaan tersebut,
Vm merupakan tegangan puncak atau tegangan maksimum. Harga Vm ini hanya
bisa diukur dengan CRO yakni dengan melihat langsung pada gelombangnya.
Sedangkan pada umumnya harga yang tercantum pada skunder trafo adalah
tegangan efektif. Hubungan antara tegangan puncak Vm dengan tegangan efektif
(Veff) atau tegangan rms (Vrms) adalah:
𝑉𝑒𝑓𝑓 = π‘‰π‘Ÿπ‘šπ‘  =
π‘‰π‘š
√2
= 0,707 π‘‰π‘š
Tegangan arus efektif atau rms adalah tegangan arus yang terukur oleh
voltmeter. Karena harga Vm pada umumnya jauh lebih besar dari pada VΞ³ (
tegangan cut-in dioda), maka dapat diabaikan. Prinsip kerja penyearah setengah
gelombang adalah bahwa pada saat sinyal input berupa siklus positif maka dioda
mendapat bias maju sehinggga arus (I) mengalir ke beban (RL) dan sebaliknya bila
sinyal input berupa siklus negatif maka dioda mendapat bias mundur sehingga
tidak mengalir arus. Bentuk gelombang tegangan input (Vi) ditunjukkan pada
gambar (b) dan arus beban (I) ditunjukkan pada gambar (c) di bawah ini
Menurut surjono (2007:27-29) rangkaian penyearah gelombang penuh
yang menggunakan rangkain jembatan (bridge) dapat diliat pada gambar
38
Bentuk gelombang yang terjadi pada output dapat dilihat pada gambar (b).
Terbentuknya tegangan dari penyearah gelombang penuh dengan menggunakan
rangkaian jembatan, dapat dijelaskan dengan memperhatikan gambar. Pada
setengah siklus positif (0-T/2) dioda D1 dan D3 konduksi on dan menghasilkan
gelombang output setengah siklus seperti pada gambar.
Selanjutnya untuk setengah siklus negatif (T/2 dan T) maka dioda D2 dan
D4 konduksi dan menghasilkan gelombang. Gelombang yang terjadi adalah
positif, sebab titik A adalah nol, dan titik B adalah positif. Pada penyearah
gelombang penuh, faktor ripple lebih kecil dari pada faktor- faktor pada
penyearah setengah gelombang di mana faktor ripple untuk penyearah gelombang
penuh adalah 48,4 %. Makin kecil faktor ripple, makin baik hasil tegangan dc
(tegangan dc makin datar). Jadi terbukti, bahwa penyearah gelombnag penuh lebih
baik dari pada penyearah setengah gelombang.
Dalam pengolahan analog to digital membutuhkan arus searah sehingga
mendapatkan pembacaan yang benar. Untuk itu perlunya disearahkan terlebih
dahulu. Melalui skematik penyearah atau pengkondisi sinyal ini untuk
mendapatkan arus searah. Rangkain penyearah ini diberi masukan dengan
tegangan DC sebesar 5 volt. Kemudian tegangan 5 volt ini diturunkan melaui
rangkain penstabil tegangan menggunakan LM317 sehingga didapat tegangan
keluarannya sebesar 1,25 volt.
Tujuan dari penggunaan rangkaian penstabil tegangan adalah agar
mendapatakan keluaran tegangan yang konstan, hal ini dikarenakan tegangan
keluaran penstabil ini akan membawa tegangan sekunder CT. Tegangan CT akan
berubah-ubah seiring perubahan pada arus yang melaluinya. Sehingga
penambahan tegangan yang dihasilkan pada rangkaian pengkondisi sinyal ini
dapat diperhitungkan dengan menguranginya dengan nilai penstabil tegangan
yang tetap yang akan dilakukan dalam program.
Keluaran tegangan dari rangkaian penstabil tegangan ini dirangkai seri
dengan keluaran tegangan sekunder transformator arus. Keluaran trafo ini masih
dalam bentuk AC (Adityawarman, 2014:49-50).
39
The waveforms for the step-down converter at peak excitation for the
optimal duty cycle 2,8%. The rectifier capacitor voltage Vrect is maintained at
33.86V, which is approximately one-half the open-circuit voltage. Also shown are
the freewheeling diode voltage Vfwd, the current-sense resistor voltage, and the
inductor current Iind. Discontinuous cerrent conductin mode of the converter can
be seen when the inductor current goes to zero, reverse –biasing the diode at the
baterry voltage.
The final experiment considered shows the performance of the energy
harvesting circuit. The optimal duty cycle is set at 2.8% and the threshold control
is disabled, locking the circuit in the step-down converter harversting mode. As
compared to direct charging of the baterry, the advantages of the simplified
controlled step-down converter can be clearly (Geffrey, 2003:701).
IV. ALAT DAN BAHAN
1. Transformator step down Non CT : 1 unit
2. Transformator step down CT : 1 unit
3. Dioda penyearah
4. Resistor : 10 k/ 1W
5. Condensator elektrolit : (2200 ΞΌf/ 50 v)
6. Steker AC : 1 unit
7. Multimeter : 1 unit
8. CRO (Chatode Right Tube) : 1 unit
9. Breadboard : 1 unit
10. Tool Sheet : 1 unit
11. Jumper Ø.1 mm : 2 meter
V. PROSEDUR KERJA
A. Penyearah Β½ gelombang
1. Persiapkan semua peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan saat
melaksanakan percobaan
2. Periksa semua bahandan peralatan, pastikan semua dalam kondisi yang
baik
40
3. Buatlah rangakaian seperti dibawah ini pada project board
4. Pada sisi primer transformator, berikan tegangan supply sebesar 220 V
AC.
5. Lakukan pengukuran teganganpada sisi skunder transformator dengan
menggunakan multimeter. Kemudian catat hasil pada tabel kerja
6. Ukur tegangan pada hambatan RL (VRL)
7. Hitung tegangan pada dioda dengan menghubungkan anoda dan katoda
dengan multimeter
8. Amati dan gambarkan bentuk gelombang keluaran pada hambatan RL
dengan menggunakan osiloskop
9. Catac hasil pengamatan pada tabel kerja
B. Penyearah gelombang penuh (2 Dioda)
1. Persiapkan semua peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan saat
melaksanakan percobaan
2. Periksa semua bahandan peralatan, pastikan semua dalam kondisi yang
baik
3. Buatlah rangakaian seperti dibawah ini pada project board
4. Berikan tegangan supply 220 V AC pada sisi primer transformator
5. Ukur tegangan pada sisi skunder transformator dengan multimeter. Catat
hasil pada tabel kerja
6. Ukur tegangan pada hambatan RL (VRL)
41
7. Hitung tegangan pada dioda ( D1 dan D2) dengan menghubungkan
anaoda dan katoda dengan multimeter
8. Amati dan gambarkan bentuk gelombang keluaran pada hambatan RL
dengan menggunakan osiloskop
9. Catat hasil pengamatan pada tabel kerja
C. Penyearah gelombang sistem jembatan
1. Persiapkan semua peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan saat
melaksanakan percobaan
2. Periksa semua bahandan peralatan, pastikan semua dalam kondisi yang
baik
3. Buatlah rangakaian seperti dibawah ini pada project board
4. Berikan tegangan supply 220 V AC pada sisi primer transformator
5. Ukur tegangan pada sisi skunder transformator dengan multimeter. Catat
hasil pada tabel kerja
6. Ukur tegangan pada hambatan RL (VRL)
7. Hitung tegangan pada dioda ( D1, D2, D3 dan D4) dengan
menghubungkan anaoda dan katoda dengan multimeter
8. Amati dan gambarkan bentuk gelombang keluaran pada hambatan RL
dengan menggunakan osiloskop
9. Catat hasil pengamatan pada tabel kerja
42
VI. HASIL
1. Penyearah Setengah Gelombang
Vsekunder
(volt)
VRL
(volt)
Vdioda
(volt)
Bentuk Gelombang
9.54 4.6 10.25
2. Penyearah Gelombang Penuh
Vsekunder
(volt)
VRL
(volt)
Vdioda1
(volt)
Vdioda2
(volt)
Bentuk Gelombang
9.54 4.6 9.54 9.54
3. Penyearah Gelombang Penuh Sistem Jembatan
Vsekunder
(volt)
VRL
(volt)
Vdioda1
(volt)
Vdioda2
(volt)
Vdioda3
(volt)
Vdioda4
(volt)
Bentuk
Gelombang
9.54 7.8 9.89 9.89 9.54 9.54
43
VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan sebanyak tiga kali yaitu
penyearah setengah gelombang, penyearah gelombang penuh, dan penyearah
gelombang sistem jembatan.
Pada percobaan pertama kami melakukan percobaan penyearah setengah
gelombang yang merupakan gelombang arus bolak-balik yang selalu berubah
terhadap waktu. Pada percobaan ini kami menggunakan satu dioda dan kami
hanya melakukan satu kali percobaan dikarenakan takut jika trafo yang digunakan
akan meledak jika terlalu lama disambungkan pada arus listrik. Berdasarkan
percobaan yang kami lakukan hasil yang kami peroleh yaitu Vs = 9,54 V dan
Vdioda = 10,25 V serta VRL = 4,6 V.
Dari hasil yang kami peroleh menunjukkan bahwa gelombang arus bolak-
balik yang awalnya selalu berubah terhadap waktu, ketika telah melewati dioda
maka bentuk gelombang menjadi setengah dari gelombang input. Ini
menunjukkan bahwa pada saat gelombang input melewati dioda maka gelombang
tersebut akan disearahkan oleh dioda. Namun keluaran yang terbentuk masih
merupakan gelombang yang kasar, untuk menghasilkan gelombang keluaran yang
halus maka kami memasang kapasitor pada rangkaian, kapasitor akan menyaring
gelombang keluaran sehingga akan terbentuk gelombang yang halus.
Percobaan kedua kami melakukan percobaan penyearah gelombang penuh,
yang merupakan sistem penyearah yang meneyearahkan semua siklus gelombang
sinus menggunakan dua dioda yang bekerja secara komplenen. Pada percobaan ini
kami juga hanya melakukan satu kali percobaan dari percobaan yang kami
lakukan kami mendapatkan hasil yaitu Vs = 9,54V, VRL = 4,6V, Vdioda1 = 9,54V
dan Vdioda2 = 9,54 V.
Dari hasil yang kami peroleh menunjukkan bahwa Vinputnya sama dengan
Vinput pada penyearah setengah gelombang hanya saja Voutput yang berbeda,
karena ketika gelombang input melewati dioda dan sebuah hambatan beban (RL)
maka isyarat keluaran gelombang akan terbentuk deretan gelombang positif penuh
dan gelombang negatif akan terpotong.
Percobaan ketiga kami melakukan percobaan penyearah gelombang sistem
jembatan yang terdiri dari empat buah dioda, berdasarkan percobaan yang telah
44
kami lakukan kami mendapatkan hasil yaitu Vs = 9,54V, VRL = 7,8V, Vdioda1 =
Vdioda2 = 9,89 V dan Vdioda3 = Vdioda4 = 9,54V.
Dari hasil yang kami peroleh maka dapat diketahui ketika rangkaian
jembatan mendapatkan siklus positif dari siklus sinyal AC, maka arus akan
mengalir ke beban RL melalui dioda 2 dan dari RL akan dikembalikan melalui
dioda 3. Sedangkan pada dioda 1 dan 4 bersifat off. Hal itu terjadi karena dioda 1
dan dioda 4 mendapatkan bias mundur. Hal itu terjadi ketika pada saat
mendapatkan siklus negatif, arus akan mengalir ke beban RL melalui dioda 4
(forward bias) dan dari beban akan dikembalikan ke sumber AC melalui dioda 1,
sehinggga menyebabkan dioda 1 dan 4 mendapatkan bias mundur (reverse bias).
Hal itu sesuai dengan hasil yang diperoleh dimana dioda 2 = 9,89V dan pada
dioda 4 mengalami kemunduran sehingga dioda 4 = 9,54V, hal serupa juga terjadi
pada dioda 1 dan 3. Namun pada dioda 1 dan 4 tidak bersifat off, hal itu mungkin
dikarenakna kesalahan kami dalam membaca angka dan kurang teliti dalam
merangkai alat serta mungkin dikarenakan alat yang sudah mulai rusak.
VIII. KESIMPULAN
1. -Penyerah setengah gelombang terdiri dari sebuah dioda dan hanya setengah
gelomabng saja yang akan disearahkan
-Penyearah gelombang penuh merupakan sistem penyearah yang
menyearahkan semua siklus gelombang sinus menggunakan dua dioda (satu
dioda bisa berupa satu atau beberapa dioda yang diparalel) yang bekerja
secara komplenen.
-penyearah gelombang sistem jembatan juga dikenal dengan istilah β€œdioda
bridge”. Hal ini karena penyearah terbentuk dari empat buah dioda yang
disusun, sehingga pada setiap setengah siklus sinusoida baik posisi positif
maupun negatif akan disearahkan
2. –Proses terbentuknya gelombang penyearah setengah gelombang yaitu pada
saat gelombang pertama (puncak) melewati dioda yang bernilai positif
menyebabkan dioda dalam keadaan β€œforward bias” sehingga arus dari
setengah gelombang pertama ini bisa melewati dioda. Pada saat setengah
45
gelombang kedua (lembah) yang bernilai negatif menyebabkan dioda dalam
keadaan β€œreverse bias” sehingga arus tidak bisa dilewati dioda, adapun
rangkain yaitu :
-Proses terbentuknya gelombang penyearah gelombang penuh ( dua dioda)
yaitu pada saat tegangan input (teg primer) berada pada siklus negatif pada
titik akan terjadi siklus negatif, sementara pada titik 2 akan terjadi siklus
positif. Akibatnya dioda 2 akan mengalami panjaran maju ( forward bias)
sedangkan dioda 1 mengalami panjaran balik (reverse bias) sehingga arus
akan mengalir melaui dioda 2 menuju ke beban dan kembali ke titik center
top, adapun rangkaiannya yaitu:
-Proses terbentuknya gelombang penyearah gelombang sistem jembatan yaitu
pada saat siklus positif tegangan AC, arus mengalir dari dioda 2 menuju beban
dan kembali melalui dioda 3. Pada saat itu, dioda 1 dan 4 mengalami reverse bias,
sehingga dioda 4 arus mengalir pada siklus negatif tegangan AC menuju beban
dan kembali melaui dioda 1, karena dioda 2 dan 3 mengalami reverse bias maka
arus tidak dapat mengalir pada dioda itu, adapun rangkaiannya yaitu:
46
IX. DAFTAR PUSTAKA
Aditya warman. Dimas. 2014. Rekayasa dan teknologi elektro. Lampung :
UNILA
Surjono. Herman D. 2007. Elektronika. Jakarta : Erlangga
Geffrey K. Ottoman. 2003. Optimized piezoelectric energy harvesting
circuit. Singapore : Dyna publisher
Sutrisno. 1986. Elektronika. Bandung : ITB
Zhanggischan. 2004. Prinsip dasar elektronika. Jakarta : Erlangga
X. LAMPIRAN HITUNG
1. Penyearah Β½ Gelombang
Tegangan Sekunder (Vs) Vdioda
Volt/Div = 5 Div =5,4 Volt/Div = 5 Div = 5,8
Vpp = Div x Volt/Div Vpp = Div x Volt/Div
= 5,4 x 5 = 27 Volt = 5,8 x 5 = 29 Volt
Vp = Β½ x 27 = 13,5 Volt Vp = Β½ x 29 = 14,5 Volt
Veff = Vout = 13,5/√2 = 9,54 Volt Veff = Vout = 14,5/√2 = 10,25 Volt
VRL
Volt/Div = 5 Div = 2,6
Vpp = Div x Volt/Div
= 2,6 x 5 = 13 Volt
Vp = Β½ x 13 = 6,5 Volt
Veff = Vout = 6,5/√2 = 4,6 Volt
2. Penyearah Gelombang Penuh
Tegangan Sekunder (Vs) Vdioda 1
Volt/Div = 5 Volt/Div = 5
Div = 5,4 Div = 5,4
Vpp = Div x Volt/Div Vpp = Div x Volt/Div
= 5,4 x 5 = 27 Volt = 5,4 x 5 = 27 Volt
Vp = Β½ x 27 = 13,5 Volt Vp = Β½ x 27 = 13,5 Volt
Veff = Vout = 13,5/√2 = 9,54 Volt Veff = Vout = 13,5/√2 = 9,54 Volt
47
VRL Vdioda 2
Volt/Div = 5 Volt/Div = 5
Div = 2,6 Div = 5,4
Vpp = Div x Volt/Div Vpp = Div x Volt/Div
= 2,6 x 5 = 13 Volt = 5,4 x 5 = 27 Volt
Vp = Β½ x 13 = 6,5 Volt Vp = Β½ x 27 = 13,5 Volt
Veff = Vout = 6,5/√2 = 4,6 Volt Veff = Vout = 13,5/√2 = 9,54 Volt
3. Penyearah Gelombang Penuh Sistem Jembatan
Tegangan Sekunder (Vs) VRL
Volt/Div = 5 Volt/Div = 5
Div = 5,4 Div = 4,4
Vpp = Div x Volt/Div Vpp = Div x Volt/Div
= 5,4 x 5 = 27 Volt = 4,4 x 5 = 22 Volt
Vp = Β½ x 27 = 13,5 Volt Vp = Β½ x 22 = 11 Volt
Veff = Vout = 13,5/√2 = 9,54 Volt Veff = Vout = 11/√2 = 7,8 Volt
Vdioda 1 Vdioda 2
Volt/Div = 5 Volt/Div = 5
Div = 5,6 Div = 5,6
Vpp = Div x Volt/Div Vpp = Div x Volt/Div
= 5,6 x 5 = 28 Volt = 5,6 x 5 = 28 Volt
Vp = Β½ x 28 = 14 Volt Vp = Β½ x 28 = 14 Volt
Veff = Vout = 14/√2 = 9,89 Volt Veff = Vout = 14/√2 = 9,89 Volt
Vdioda 3 Vdioda 4
Volt/Div = 5 Volt/Div = 5
Div = 5,4 Div = 5,4
Vpp = Div x Volt/Div Vpp = Div x Volt/Div
= 5,4 x 5 = 27 Volt = 5,4 x 5 = 27 Volt
Vp = Β½ x 27 = 13,5 Volt Vp = Β½ x 27 = 13,5 Volt
Veff = Vout = 13,5/√2 = 9,54 Volt Veff = Vout = 13,5/√2 = 9,54 Volt
48
TEOREMA DIODA ZENER
I. JUDUL : Teorema Dioda Zener
II. TUJUAN :
1. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat meneyebutkan karakteristik
dioda zener dengan benar
2. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat membedakan fungsi dioda
zener dengan dioda biasa dengan benar
3. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat mengukur tegangan dan arus
zener dengan benar.
III. DASAR TEORI
Menurut Sutrisno (1986:111) Dioda zener digunakan untuk pengatur
tegangan agar sumber tegangan searah tak berubah tegangan keluarannya jika
diambil arusnya (dibebani) dalam batas-batas tertentu. Dioda zener dibuat agar
mempunyai tegangan dadal (disebut tegangan zener) pada nilai tertentu antar 3V
dan 100V.
Adapun beberapa parameter dioda zener yang penting adalah :
a. Tegangn Dadal
b. Koefisien suhu (perubahan tegangan zener terhadap perubahan)
c. Kemampuan daya (lesapan daya maksimum)
d. Hambatan isyarat kecil rz yaitu hambatan zener terhadap perubahan
tegangan kecil, atau untuk isyarat ac kecil.
Dioda zener dengan tegangan zener diatas 6V mempunyai koefisien
positif, dan di bawh 6V koefisien suhu negatif. Koefisien suhu minimum terjadi
pada zener 6V untuk arus 40 mA. Begitu pula hambatan isyarat kecil rz yang
menyatakan kebalikan kemiringan lengkung ciri dioda zener pada keadaan dadal
juga berubah dengan tegangan zener.
Zener memiliki karakter yang unik karena bekerja pada reverse bias,
berbeda dengan dioda biasa. Perbedaan lain antara zener dengan dioda lainnya
dalah doping yang lebih banyak pada sambungan p dan n. Ternyata dengan
perlakuan ini tegangan breakdown dioda bisa makin cepat tercapai. Jika pada
49
dioda biasa baru terjadi breakdown pada tegangan ratusan volt, pada zener
breakdown bisa terjadi pada angka puluhan dan ratusan volt. Di data sheet ada
zener yang memiliki tegangan Vz sebesar 1,5V, 3,5V, dan sebagainya. Zener
memiliki rangkaian pengganti tersendiri dari dioda, resistor dan sumber tegangan
yang tersusun seri ( Budiharto 2005:58).
Menurut Surjono (2007:41-43) Struktur dioda zener tidaklah jauh berbeda
dengan dioda biasa, hanya tingkat doping saja yang sangat berbeda. Kurva
karakteristik dioda zener juga sama seperti dioda biasa, namunperlu dipertegas
adanya daerah breakdown dimana pada saat bias mundur mencapai teganagan
breakdown maka arus dioda naik dengan cepat. Daerah breakdown inilah titik
fokus penerapan dari dioda zener, sedangkan pada dioda biasa tidak
diperbolehkan pemberian tegangan mundur sampai pada daerah breakdown,
karena bisa merusak dioda.
Titik breakdown dari suatu dioda zener dapat dikontrol dengan
memvariasi tingkat dopingnya. Tingkat doping yang tinggi akan meningkatkan
jumlah pengotoran sehingga tegangan zenernya akan kecil, demikian juga
seabliknya, dengan tingkat doping yang rendah diperoleh tegangan zener yang
tinggi. Penerapan dioda zener yang penting adalah sebagai penyetabil tegangan
(voltage regulator). Rangkaian dasar penyetabil tegangan adalah terlihat pada
gambar, agar rangkaian ini dapat berfungsi sebagai penyetabil tegangan, maka
dioda zener harus bekerja pada darerah breakdown. Dengan kata lain apabila
dilihat pada gambar, maka tegangan sumber (V1) yang diberikan pada rangkaian
harus lebih besar dari (V2) atau arus pada dioda zener harus lebih besar dari Iz
minimun.
50
Oleh karena itu persyaratan yang harus dipenuhi agar rangkaian berfungsi
sebagai penyetabil tegangan adalah berkenaan dengan nilai RL dan Vi. Pertaman,
RL harus lebih besar dari RL minimum. RL ini berhubungan dengan Iz karena bila
RL miniRLlebih besar dari Vi minimum, Vi minimum ini akan menjamin bahwa
dioda mendapatkan tegangan breakdown.
Menurut Ratnasari (2014:4) Pengujian dioda zener dimana dioda zener
yang digunakan memiliki tegangan 200V. Tabel di bawah ini adalah hasil
pengujian pada dioda zener.
No Tegangan puncak
Impuls (KV)
Tegangan
potong td (KV)
Waktu potong td
(ns)
1. 2,38 0,58 400
2. 2,78 0,61 380
3. 3,65 0,79 294
4. 4,50 0,97 239
5. 5,38 1,12 208
6. 6,18 1,33 174
7. 7,05 1,48 157
8. 7,85 1,58 147
9. 8,73 1,87 124
10. 9,88 1,94 120
Grafik karakteristik v-t untuk dioda zener ditunjukkan pada gambar
Bentuk gelombang hasil pemotongan tegangan impils standart 1,2/50 ΞΌs
dapat dilihat pada gambar dibawah ini
51
Berdasarkan hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa dioda zener ini
menghasilkan tingkat pemotongan tegangan yaitu 0,58 KV- 2,05 KV dengan
waktu pemotongan 400 ns-113 ns.
In inorganic semiconduktors, there are a numbers of basic transport effects
which involve more than one band, e.g. interband (zener) tunneling or avalanche
breakthrough. While these effects are now understood in detail for inorganic
semiconduktors, they have not been experimentally studied in detail for organic
semiconductors, the theoterical study of their charge transport properties is also
quite challeging, so that theoterical studies are usually limited to structurally
ordered systems. An organic zener diode with an adjustable breakdown is still
missing. A key electronic device based on the zener effect, the zener diode is
crucial for basic electrical circuit requirements, such as voltage and temperature
stabilazation and over voltage protection. Likewise zener diodes are key elements
for passive matrix memoty arrays.
Where zener diodes are essential to prevent parasitic current flow throught
non selected crosspoints. The required parameters for the zener diode are given by
the read, write and erase voltages of the memory (Avdoshenko, 2010:7).
IV. ALAT DAN BAHAN
1.Breadbord : 1 unit
2.Resistor : 1 pcs
3.Mikro dan mili-Ammeter dc : 1 unit
4.Voltmeter : 1 unit
5.Dc power supply : 1 unit
52
V. PROSEDUR KERJA
1. Persiapkan semua peralatan dan bahan-bahan yang di perlukan agar saat
melaksanakan percobaan
2. Periksa semua bahan dan peralatan, pastikan semua dalam kondisi yang baik
3. Rangkaikan seperti pada gambar dibawah ini pada breadboarad
4. Lepaskan beban RL buat tegangan dari DC power supply sebesar 0V
5. Lakukan pengukuran pada Vz dan Iz mulai dari 0V, kemudian dinaikkan
secara perlahan dengan step 1V sampai mencapai kurang lebih 15V,
kemudian tuliskan datanya pada tabel kerja.
6. Usahakan arus zener Iz jangan sampai melebihi 50 mA kemudian
gambarkan kurva karakteristik zener untuk kondisi biar reverse
7. Carilah tegangan knee dan resistansi zener (Rz) dari gambar kurva
karakteristik zener. Kemudian catatlah hasilnya pada tabel
8. Pasang kembali beban RL (untuk beban penuh) pada percobaan regulasi
tegangan, kemudian ukurlah arus source It, arus zener Iz, arus beban Il
dan tegangan output dengan beban penuh
9. Hitunglah arus source IT, arus zener Iz, arus beban IL, dan tegangan output
beban penuh V0(fl), dengan memperhitungkan tegangan zener dan
resistansi zener, keudian tuliskan hasilnya pada tabel kerja dengan
bandingkan kedua hasil tersebut
𝐼 𝑇 =
π‘‰π‘–π‘›βˆ’π‘‰π‘œπ‘’π‘‘
𝑅 𝑆
𝐼 𝑇 = 𝐼𝑍 βˆ’ 𝐼𝐿 dan π‘‰π‘œπ‘’π‘‘ = 𝑉𝑍 + 𝐼𝑍. 𝑅 𝑍
10. Lepaskan resistor beban IT untuk pengukuran tanpa beban, kemudian
ukurlah arus source IT, arus zener Iz dan tegangan output tanpa beban
V0(NL), dan catatlah datanya pada tabel
53
11. Hitunglah arus source IT, arus zener Iz dan tegangan output tanpa beban
V0(NL), dengan memperhitungkan tegangan zener dan resistansi zener,
kemudian tuliskan hasilnya pada tabel dan bandingkan kedua hasil
tersebut.
VI. HASIL
1. Data pengukuran karakteristik zener
Vinput Tegangan zener Vz Arus Zener (Iz)
5,03 V 5,03 V 0,03 A
6,77 V 6,79 V 0,04 A
9,38 V 9,40 V 0,06 A
12,17 V 12,21 V 0,08 A
14,88 V 14,89 V 0,10 A
2. Tegangan knee dan resistansi zener
Tegangan knee zener 9,4 V
Resistor zener (Rz) 37 Ξ©
3. Data zener regulator beban penuh
Parameter Pengukuran Perhitungan Eror %
IT 0,10 A 0,06 A 0,4 %
IZ 0,10 A 0 A 100 %
IL 0,10 A 0,06 A IL = 0,4 %
V0 (FL) 1,82 A
4. Data zener regulator tanpa beban
Parameter Pengukuran Perhitungan Eror %
IT 0 A 0.06 A 0,4 %
IZ 0,1 A 0 A 100 %
V0(nl) 1,75 A
VR(%)
VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan teorema dioda zener,
dimana seperti yang diketahui dioda zener berbeda dengan dioda biasa lainnya.
Dioda zener didefenisikan sebagai komponen elektronika yang terbuat dari
bahan semikonduktor dan merupakan jenis dioda yang dirancang khusus untuk
dapat bervariasi dirangkaian reverse bias (bias balik). Pada saat dipasang pada
54
rangkaian forward bias maju, maka dioda zener memiliki karakteristik dan
fungsi sebagai dioda normal pada umumnya.
Adapun yang membedakan dida zener dengan dioda biasa yaitu bias
mundurnya pada masing-masing dioda, pada dioda zener jika daerah breakdown
pada saat bias mundur mencapai tegangan breakdown maka arus dioda naik
dengan cepat, namun pada dioda biasa daerah breakdown merupakan daerah
kritis yang harus dihindari dan tidak diperbolehkan pemberian tegangan mundur
sampai pada daerah breakdown karena bisa merusak dioda.
Pada percobaan pertama kami mengukur karakteristik zener dimana
tegangan input yang kami gunakan adalah 5,03 V, 6,77V, 9,8V, 12,17V, dan
14,88, untuk mengukur tegangan zener pada masing-masing Vin maka kami
membuat rangkaian pada breadboard seperti yang dianjurkan, setelah semua siap
dan setiap kabel telah terpasang dengan benar barulah kami mengukur tegangan
zener sehingga hasil yang kami dapatkan yaitu, pada saat Vin = 5,03V Vz =
5,03V, Vin = 6,77V Vz = 6,79V, Vin = 9,38V Vz = 9,40V, Vin = 12,17V Vz =
12,21 V dan pada saat Vin = 14,88V Vz = 14,89V. Untuk mengukur arus pada
dioda zener kami menggunaka cara yang sama hanya saja pada kali ini kami
hanya mengukur arus zener, dan hasil yang kami dapatkan pada saat mengukur
arus yaitu ketika Vin = 5,03V Iz = 0,03A, Vin = 6,77V Iz = 0,04A, Vin = 9,38V
Iz = 0,06A, Vin = 12,17V Iz = 0,08 A dan ketika Vin = 14,88V Iz = 0,10A.
Berdasarkan dua pengukuran, tegangan dan arus maka dapat dihubungkan antar
Vz dan Iz dengan grafik, seperti grafik dibawah ini
0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
5.03 6.79 9.4 12.21 14.89
55
Dari hasil pengukuran Vz,Iz, dan grafik kami membuat kesimpulan bahwa
jika semakin tegangan yang diberikan maka akan semakin besar pila tegangan
zener dan arus zener juga semakin bertambah, hal ini sesuai dengan karakteristik
dioda zener yaitu jika saat bias mundur mencapai tegangan breakdown maka arus
dioda akan naik dengan cepat.
Pada percobaan kedua kami melakukan percobaan knee dan resistansi
zener. Pada percobaan ini diperoleh tegangan knee sebesar 9,40V dan resistansi
zener sebesar 37 ohm, untuk nilai resistansi kami hitung secra teori.
Pada percobaan ketiga kami melakukan pengukuran zener regulator beban
penuh, dimana kami menggunakan R = 120 ohm dan RL = 120 ohm dengan
tegangan sebesar 15 Volt dan hasil yang kami dapatkan yaitu IT = 0,10A, Iz =
0,10A dan IL = 0,06 A untuk hasil perhitungan kami mendapatkan hasil yaitu IT =
0,04%, Iz = 100% dan IL = 0,4%.
Pada percobaan keempat kami melakukan percobaan pengukuran zener
tanpa beban dengan menggunakan R = 120 ohm dan V = 5 V, dan hasil yang kami
dapatkan yaitu IT = 0A dan Iz = 0,1A, seacara teori atau perhitugan didapatkan IT
= 0,06A dan Iz = 0A, serta nilai eror yaitu IT = 0,4% dan Iz = 100%.
Pada percobaan ketiga dan keempat terdapat perbedaan nilai IT, Iz, dan IL
serta pada Iz nilai erornya mencapai 100%, hal itu mungkin disebabkan karena
kerusakan alat atau mungkin karena kami yang kurang teliti dalam mengukur dan
merangkai alat.
VIII. KESIMPULAN
1.Dioda zener memiliki karakteristik menyalurkan arus listrik mengalir ke arah
yang berlawanan, jika tegangan yang diberikan melampaui batas (tegangan
zener) atau bisa disebut juga dengan β€œbreak down voltage” dan bisa
melakukan arus balik dengan aman dan dengan drop tegangan hanya
beberapa saja.
2.Pada dioda zener saat bias mundur mencapai tegangan breakdown maka arus
dioda naik dengan cepat, sedangkan pada dioda biasa tidak diperbolehkan
pemberian tegangan mundur sampai pada daerah breakdown, karena bisa
merusak dioda.
56
3.Setelah melakukan praktikum dapat mengukur tegangan dan arus pada dioda
zener dengan benar dengan menggunakan alat maupun dengan menggunakan
persamaan berikut
𝐼𝑍 = 𝐼 𝑅 βˆ’ 𝐼𝐿 𝑉𝑍 =
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘
𝐼 𝑍 .𝑅 𝑍
IX. DAFTAR PUSTAKA
Avdoshenko. Stanislav. 2010. Organic zener diodes. Korea : Universitat
Dresden
Budiharto. Widodo. 2005. Teknik reparasi pc dan monitor. Jakarta : PT.
Elex media komputindo
Ratnasari. Resi. 2014. Koordinasi proteksi arester pcb dan dioda zener.
Malang : Universitas Brawijaya
Surjono. Herman D. 2007. Elektronika Analog. Jember : Penerbit cerdas
ulet kreatif
Sutrisno. 1986. Elektronika. Jakarta : Erlangga
X. LAMPIRAN HITUNG
a. Menentukan Vout
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘ =
𝑅 𝐿 𝑉𝐼𝑛
𝑅 + 𝑅 𝑍
=
(120)(14,88)
120 + 120
=
1758,6
240
= 7,4 𝑉
b. Menentukan VR
𝑉𝑅 = 𝑉𝑖𝑛 βˆ’ 𝑉𝐿 = 14,88 βˆ’ 7,4 = 7,48 𝑉
c. Menentukan IL
𝐼𝐿 =
𝑉𝐿
𝑅 𝐿
=
7,4
120
= 0,06 𝐴
d. Menentukan IZ
𝐼𝑍 = 𝐼 𝑅 βˆ’ 𝐼𝐿 = 𝑂, 𝑂6𝐴 βˆ’ 𝑂, 𝑂6𝐴 = 0𝐴
e. Menentukan IT
𝐼 𝑇 = 𝐼𝑍 + 𝐼𝐿 = 0𝐴 + 0,06𝐴 = 0,06𝐴
f. Menentukan resistansi
π‘…π‘‘π‘œπ‘‘ =
𝑉𝑍
𝐼𝑍
=
9,40
0,064
= 156,67 𝛺
Resistansi = Rtot – R
57
= 156,67Ξ© - 120Ξ©
= 37 Ξ©
g. Menentukan eror (%) beban penuh
ο‚·Untuk IT
%π‘’π‘Ÿπ‘œπ‘Ÿ =
0,10 βˆ’ 0,06
0,10
Γ— 100% = 0,4%
ο‚·Untuk IZ
%π‘’π‘Ÿπ‘œπ‘Ÿ =
0,10 βˆ’ 0
0,10
Γ— 100% = 100%
ο‚·Untuk IL
%π‘’π‘Ÿπ‘œπ‘Ÿ =
0,10 βˆ’ 0,06
0,10
Γ— 100% = 0,4%
h. Menentukan eror (%) tanpa beban
ο‚·Untuk IT
%π‘’π‘Ÿπ‘œπ‘Ÿ =
0 βˆ’ 0,06
0
Γ— 100% = 0%
ο‚·Untuk IZ
%π‘’π‘Ÿπ‘œπ‘Ÿ =
0,10 βˆ’ 0
0,10
Γ— 100% = 100%
ο‚·Untuk IL
%π‘’π‘Ÿπ‘œπ‘Ÿ =
1,75 βˆ’ 7,4
1,75
Γ— 100% = Β±3,2%
58
TRANSISTOR SEBAGAI SAKLAR ELEKRONIKA
I. JUDUL : Transistor Sebagai Saklar Elekronika
II. TUJUAN :
1. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat mengidentifikasi
karakteristik transistor sebagai saklar dengan benar.
2. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat membedakan kaki-kaki
transistor dengan benar.
III. DASAR TEORI :
Menurut Sutrisno (1986:117) Transistor adalah suatu komponen aktif
dibuat dari bahan semikonduktor. Transistor digunakan di dalam rangkaian
untuk memperkuat isyarat artinya isyarat lemah pada masukan diubah menjadi
isyarat yang kuat pada keluaran, pada massa ini transistor ada dalam setiap
peralatan elektronika.
Transistor dwikutub dibuat dengan menggunakan semikonduktor
ekstrinsik jenis p dan n, yang disusun seperti pada gambar
Ketiga bagian transistor ini disebut emitor, basis dan colektor, masing-
masing bagian transistor ini dihubungkan ke luar transistor dengan menggunakan
konduktor sebagai kaki transistor. Pada transistor dwikutub sambungan p-n antara
emitor dan basis diberi panjar maju sehingga arus mengalir dari emitor ke basis.
Penjar adalah tegangan dan arus dc yang harus lebih dahulu di pasang agar
rangkaian transistor bekerja. Seperti lazimnya arus listrik ditentukan mempunyai
arah seperti gerak muatan positif. Agar lebih mudah dibayangkan, kita gunakan
transistor pnp untuk mempelajari cara kerja transistor.
Menurut Budiharto (2008:17) Transistor juga dapat digunakan sebagai
saklar elektronika dengan membuat transistor tersebut berada dalam kondisi cut-
off (saklar terbuka, arus tidak mengalir) atau saturasi (saklar tertutup, sehingga
59
arus mengalir). Sebagai contoh, transistor 2N3904 mempunyai 𝛽DC sebesar 100
maka untuk menghitung nilai resistor basis agar transistor mampu mengalirkan
arus yang menandai (saklar sekitar 140 mA ke relay yang akan digunakan),
menggunakan rumus baku :
πΌπ›½π‘ π‘Žπ‘‘π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘ π‘– =
πΌπΆπ‘ π‘Žπ‘‘π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘ π‘–
𝛽𝐷𝐢
=
140π‘šπ΄
100
= 1,4 π‘šπ΄
Maka : 𝑅 𝐡 = 𝑉𝑂𝐻 βˆ’
𝑉 𝐡𝐢
𝐼 𝐡
=
(4,2βˆ’0,7) 𝑉
7π‘šπ΄
= 500 π‘œβ„Žπ‘š
Umumnya resistor yang mudah diperoleh adalah 270 ohm – 470 ohm.
Jadi, kita gunakan nilai 470 ohm tersebut sebagai 𝑅 𝐡. Jika pada PA.O berlogika
β€œ1” maka kaki bias transistor mendapat tegangan sebesar 𝑉𝑂𝐻 sehingga transistor
akan bekerja atau mengalirkan arus (saturasi) dan mengaktifkan relay dan
sebaliknya.
Menurut Surjono (2008:2) JFET (Junction Field Effect Transistor)
adalah komponen tiga terminal dimana salah satu terminal dapat mengontrol arus
antara dua terminal lainnya. JFET terdiri atas dua jenis yaitu kenal-N dan kenal-P,
sebagaimana transistor terdapat jenis NPN dan PNP, umumnya yang akan dibahas
kali ini adalah kenal-N karena untuk kenal-P adalah kebalikannya.
Kontruksi dasar komponen JFET kanal-N adalah terlihat seperti pada
gambar. Terlihat bahwa sebagian besar strukturnya terbuat dari bahan tipe-N yang
membentuk kanal. Bagian atas dari kanal dihubungkan ke terminal disebut Drain
(D) dan bagian bawah dihubungkan ke terminal yang disebut source(S) pada sisi
kiri dan kanal dari kanal-N dimasukkan bahan tipe P yang dihubungkan bersama-
sama ke terminal yang disebut dengan gate(G).
60
Pada saat semua terminal belum diberi tegangan bias dari luar, maka
pada persambungan P dan N pada kedua gate terdapat daerah pengosongan. Hal
ini terjadi sebagaiman pada pembahasan dida persambungan, pada daerah
pengosongan tidak terdapat pembawaan muatan bebas, sehingga tidak mendukung
aliran arus sepanjang kanal.
Dalam penelitian ini diperboleh efisiensi motor saat terhubung dengan
sumber sinus tiga fase. Hal tersebut sesuai dengan prinsip dari tipe peralihan yaitu
fungsi transistor sebagai elektronik switch yang dapat dibuka (off) dan ditutup
(on). Dengan asumsi bahwa switch tersebut ideal, jika switch ditutup maka
tegangan keluaran akan sama dengan tegangan masukan, sedangkan jika switch
terbuka maka tegangan keluaran akan menjadi nol. Bebeda dengan tipe linier,
pada tipe peralihan tidak ada daya yang diserap pada transistor sebagai switch. Ini
dimungkinkan karena pada waktu switch ditutup tidak ada tegangan yang jatuh
pada transitor, sedangkan pada watu switch dibuka, tidak ada arus listrik yang
mengalir. Ini berarti semua daya terserap pada beban, sehingga efisiensi daya
menjadi 100%, namun pada prakteknya, tidak ada switch yang ideal, sehingga
akan tetap ada daya yang hilang sekecil apapun pada komponen switch dan
efisiennya walaupun sangat tinggi, tidak akan pernah mencapai 100% (Hardianto,
2014:6).
High performance (1800V, 10,8 mΞ©, 𝛽 = 20 at rom temperature) 4H –
SIC NPN bipolar junction transistor in 4H-SIC have been demonstrated which
outperformans all SIC power switching devices with comparable blocking
voltages reported to dat. The BJTS exhibited a temperature, stable curent gain
clue to higher percent ionization of the deep level. All acceptor atoms in the base
region at elevated temperatured, which makes these devices atractive for
paralleling. A significant decrease in common emitter current gain was observated
for tight pitch devices, whichis caused by sorface reonbination at the etched
sidewalls. Ruther optimazation of surface possivation, espencially on etched side
walls, in necassary to improve these devices (Sigh, 2001:126).
61
IV. ALAT DAN BAHAN
1.Resistor : 1KΞ©/1W dan 820Ξ©/1W
2.Transistor : 2N6005 dan 2N6004
3.Potensiometer 2K5
4.Saklar SPST (Togle)
5.Power Supply : 1 unit
6.Multimeter : 1 unit
7.Ampere Meter (mA range) : 1 unit
8.Project Board/ Bridge Board : 1 unit
9.Tool Sheet : 1 unit
10. Jumper : 1 meter
V. PROSEDUR KERJA
1. Persiapkan semua peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan saat
melaksanakan percobaan
2. Periksa semua bahan dan peralatan, pastikan semua dalam kondisi yang baik
3. Buatlah rangkaian seperti gambar dibawah ini pada project board
4. Hubungkan baterai 6 Volt pada rangkaian yang terhubung langsung
dengan resistor R1
5. Hubungkan power supply yang terhubung langsung dengan R2 dimulai
dari tegangan 0 Volt
6. Hubungkan saklar S1. Amati Dioda LED (LED menyala/padam)
7. Putar/atur tegangan power supply, sampai lampu LED padam
8. Ukur tegangan yang dirsakan oleh R1 (VR1), R2 (VR2) dan tegangan
pada Dioda LED (VD)
62
9. Catat hasil pada tabel kerja
10. Ukurlah nilai arus kaki kolektor (IC) dan kaki basis (IB)
11. Catat hasil pada tabel kerja
VI. HASIL
V2
(Volt)
V1
(Volt)
VR1
(Volt)
VR2
(Volt)
IC
(A)
IB
(A)
Keterangan
6 0 5.31 0.16 0 0 Tidak Menyala
6 1 5.35 0,12 0 0 Tidak Menyala
6 2 5.30 0,07 0 0 Tidak Menyala
6 3 5.29 0,02 0.01 0 Tidak Menyala
6 4 5.27 0.01 0.01 0 Menyala
6 5 6.63 0 0 0 Menyala
6.02 6 6.43 0.02 0 0 Terputus
6 7 5.10 0 0 0 Menyala
6 8 5.01 0 0 0 Terputus
6.02 9 6.36 0 0 0 Terputus
VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini yaitu transistor sebagai saklar bertujuan untuk
mengetahui cara kerja dan cara menggunakan, merangkai, menganalisis, dan
mengaplikasikan transistor sebagai saklar elektronik. Alat dan bahan yang
digunakan yaitu transistor, resistor, breadboard, catu daya, dab multimeter.
Resistor yang digunakan bernilai 100 ohm dan 390 ohm, untuk mengukur
tegangan pada resistor digunakan multimeter dengan menggunakan 2 sumber
tegangan yaitu V2 tegangan tetap (6V) dan V1 tegangan yang diubah-ubah
secara berangsur dari kecil ke besar yaitu dari 0 Volt – 10 Volt.
Dapat dilihat pada tabel ketika V2 tetap dan V1 diubah secara teratur
menuju tegangan yang lebih besar, tegangan pada resistor pertama yang melalui
LED dari kaki kolektor juga menjadi semakin besar. Begitu pula dengan
tegangan resistor kedua yang tanpa melalui LED dengan tegangan tetap
disamping kaki basis, tegangan menunjukkan nilai yang semakin kecil. Pada
lampu LED pada tegangan 0-3 Volt belum menyala atau dalam keadaan mati,
ketika pada tegangan 4-7 Volt lampu LED menyala, namun ketika pada
tegangan yang diberikan sebesar 8-9 Volt lampu LED terputus (kembali
kekeadaan mati).
63
Sehingga pada saat tegangan diperbesar maka transistor berfungsi sebagai
saklar. Transistor sebagai saklar digunakan untuk mengendalikan nyala pada
LED. Jadi, kuat lemahnya nyala pada LED membuktikan apakah transistor dapat
berfungsi sebagai saklar. Jika tegangan V1 diberikan dengan nilai tinggi, maka
nyala lampu akan redup atau bisa mati karena arus keluaran pada kaki kolektor
(IC) adalah nol. Sama dengan kaki bias yang arusnya yang masuk adalah nol (IL)
maka tegangan maksimum berada pada kaki kolektor. Kondisi ini membuat arus
tidak bisa memasuki rangkaian, disinilah transistor berfungsi sebagai saklar.
Untuk menentukan arus yang masuk pada kaki bias digunakan persamaan
sebagai berikut
𝐼 𝐡 =
𝑉𝐡
𝑅2
Dan untuk menentukan arus yang masuk pada kaki kolektor dapat
digunakan persamaan sebagai berikut
𝐼𝐢 =
𝑉𝐢
𝑅2
Sehingga hasil yang kami peroleh untuk IB secara berturut-turut yaitu,
0,0136 A, 0,0137A, 0,0135A, 0,017A, 0,0130A, 0,0128A, 0,0163A, 0,0126A dan
untuk nilai IC secara berturu-turut yaitu, 1,6 x 10βˆ’3
A, 1,2 x 10βˆ’3
A, 7 x 10βˆ’4
A, 2
x10βˆ’4
A, 0A, 2 x10βˆ’4
A, 0A, 0A, 0A, dan 0A. Untuk perhitungannya dapat dilihat
pada lampiran hitung. Ada dua kedaan dimana trasnsistor dapat digunakan
sebagai saklar elektronik yaitu pada keadaan cut-off (saklar terbuka, arus tidak
mengalir) dan saturasi (saklar tertutup, arus tidak mengalir).
Maka dari itu pada percobaan ini dapat kita ketahui bahwa pada saat V2
tegangan tetap dan V1 tegangan input diperbesar maka arus yang mengalir akan
semakin besar. Hal ini dapat dibuktikan dengan kuat lemahnya nyala lampu pada
LED. Apabila arus yang mengalir semakin besar maka nyala lampu akan semakin
terang dan berakhir pada keadaan terputus.
Pada perhitungan secara praktek dan teori untuk menentukan 𝐼 𝐡 dan
𝐼𝐢teradapat arus yang mengalir sangan kecil, hal itu mungkin disebabkan karena
kerusakan alat atau kesalahan kami karena tidak teliti dalam merangkai dan dan
membaca angka. Serta lampu LED yang berakhir dengan terputus karena
64
kesalahan kami dalam membuat rangkaian sehingga tegangan menjadi lebih besar
dan arus yang mengalir menjadi semakin besar dan membuat lampu terputus.
VIII. KESIMPULAN
1. Transistor merupakan suatu komponen aktif dibuat dari bahan
semikonduktor, digunakan di dalam rangkaian untuk memperkuat isyarat
artinya isyarat lemah pada masukan diubah menjadi syarat yang kuat pada
keluaran. Transistor juga dapat digunakan sebagai saklar elektronika dengan
membuat transistor tersebut berada dalam kondisi cut-off atau saturasi.
2. Transistor memiliki tiga buah kaki yang disebut emitor,basis dan kolektor,
masing-masing bagian transistor ini dihubungkan ke luar transistor dengan
menggunkan konduktor sebagi kaki transistor. Pada sambungan p-n antara
emitor dan basis diberi panjar maju sehingga arus mengalir dari emitor ke
basis.
IX. DAFTAR PUSTAKA
Budiharto. Widodo. 2008. Panduan praktikum mikrokontroler AUR Atmega
16. Jakarta : Erlangga.
Hardianto. Triwahyu. 2004. Perancangan simulasi unjuk kerja motor
induksi tiga fase. Jember : Universitas Jember
Singh. Ranbir. 2001. 1800V NPN Bipolar Junction Transistor in 4H-SIC.
IEE Electron Device Leters, Vol. 22. No.3. March 2001.
Surjono. Herman D. 2008. Elektronika Analog. Jember : Penerbit Cerdas
Ulet Kreatif
Sutrisno. 1986. Elektronika. Jakarta : Erlangga
X. LAMPIRAN HITUNG
Menentukan IB dan IC
a. Pada percobaan 1
𝑉𝑅1 = 𝑉𝐡 = 5,31 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
𝑉𝑅2 = 𝑉𝐢 = 0,16 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
Maka :
65
𝐼 𝐡 =
𝑉𝐡
𝑅 𝐡
=
5,31 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
390 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
= 0,0136 𝐴
𝐼𝐢 =
𝑉𝐢
𝑅 𝐢
=
0,16 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
100𝛺
= 1,6 Γ— 10βˆ’3
𝐴
b. Pada percobaan 2
𝑉𝑅1 = 𝑉𝐡 = 5,35 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
𝑉𝑅2 = 𝑉𝐢 = 0,12 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
Maka :
𝐼 𝐡 =
𝑉𝐡
𝑅 𝐡
=
5,35 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
390 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
= 0,0137 𝐴
𝐼𝐢 =
𝑉𝐢
𝑅 𝐢
=
0,12 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
100𝛺
= 1,2 Γ— 10βˆ’3
𝐴
c. Pada percobaan 3
𝑉𝑅1 = 𝑉𝐡 = 5,30 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
𝑉𝑅2 = 𝑉𝐢 = 0,07 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
Maka :
𝐼 𝐡 =
𝑉𝐡
𝑅 𝐡
=
5,30 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
390 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
= 0,0135 𝐴
𝐼𝐢 =
𝑉𝐢
𝑅 𝐢
=
0,07 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
100𝛺
= 7 Γ— 10βˆ’4
𝐴
d. Pada percobaan 4
𝑉𝑅1 = 𝑉𝐡 = 5,29 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
𝑉𝑅2 = 𝑉𝐢 = 0,02 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
Maka :
𝐼 𝐡 =
𝑉𝐡
𝑅 𝐡
=
5,29 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
390 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
= 0,0135 𝐴
𝐼𝐢 =
𝑉𝐢
𝑅 𝐢
=
0,02 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
100𝛺
= 2 Γ— 10βˆ’4
𝐴
e. Pada percobaan 5
66
𝑉𝑅1 = 𝑉𝐡 = 5,27 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
𝑉𝑅2 = 𝑉𝐢 = 0,01 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
Maka :
𝐼 𝐡 =
𝑉𝐡
𝑅 𝐡
=
5,27 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
390 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
= 0,0135 𝐴
𝐼𝐢 =
𝑉𝐢
𝑅 𝐢
=
0,01 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
100𝛺
= 1 Γ— 10βˆ’3
𝐴
f. Pada percobaan 6
𝑉𝑅1 = 𝑉𝐡 = 6,63 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
𝑉𝑅2 = 𝑉𝐢 = 0 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
Maka :
𝐼 𝐡 =
𝑉𝐡
𝑅 𝐡
=
6,63 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
390 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
= 0,017 𝐴
𝐼𝐢 =
𝑉𝐢
𝑅 𝐢
=
0 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
100𝛺
= 0 𝐴
g. Pada percobaan 7
𝑉𝑅1 = 𝑉𝐡 = 6,43 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
𝑉𝑅2 = 𝑉𝐢 = 0,02 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
Maka :
𝐼 𝐡 =
𝑉𝐡
𝑅 𝐡
=
6,43 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
390 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
= 0,0165 𝐴
𝐼𝐢 =
𝑉𝐢
𝑅 𝐢
=
0,02 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
100𝛺
= 2 Γ— 10βˆ’4
𝐴
h. Pada percobaan 8
𝑉𝑅1 = 𝑉𝐡 = 5,10 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
𝑉𝑅2 = 𝑉𝐢 = 0 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
Maka :
𝐼 𝐡 =
𝑉𝐡
𝑅 𝐡
=
5,10 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
390 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
= 0,0130 𝐴
𝐼𝐢 =
𝑉𝐢
𝑅 𝐢
=
0 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
100𝛺
= 0 𝐴
67
i. Pada percobaan 9
𝑉𝑅1 = 𝑉𝐡 = 5,01 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
𝑉𝑅2 = 𝑉𝐢 = 0,16 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
Maka :
𝐼 𝐡 =
𝑉𝐡
𝑅 𝐡
=
5,01 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
390 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
= 0,0128 𝐴
𝐼𝐢 =
𝑉𝐢
𝑅 𝐢
=
0 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
100𝛺
= 0 𝐴
j. Pada percobaan 10
𝑉𝑅1 = 𝑉𝐡 = 6,36 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
𝑉𝑅2 = 𝑉𝐢 = 0 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
Maka :
𝐼 𝐡 =
𝑉𝐡
𝑅 𝐡
=
6,36 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
390 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
= 0,0163 𝐴
𝐼𝐢 =
𝑉𝐢
𝑅 𝐢
=
0 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
100𝛺
= 0 𝐴
68
TRANSISTOR SEBAGAI PENGUAT TEGANGAN
I. JUDUL : Transistor Sebagai Penguat Tegangan
II. TUJUAN :
1. Setelah melakukan praktikum,praktikan dapat mengidentifikasi karakteristik
transistor sebagai penguat dengan benar
2. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat membedakan prinsip transistor
sebagai penguat dengan transistor sebagai saklar dengan benar
3. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat menghitung penguatan rangkaian
dengan benar
III. DASAR TEORI
Menurut Sutrisno (1986:117) Transistor adalah suatu komponen aktif
dibuat dari bahan semikonduktor. Transistor digunakan di dalam rangkaian untuk
memperkuat isyarat artinya isyarat lemah pada masukan diubah menjadi isyarat
yang kuat pada keluaran, pada massa ini transistor ada dalam setiap peralatan
elektronika. Transistor dwikutub dibuat dengan menggunakan semikonduktor
ekstrinsik jenis p dan n, yang disusun seperti pada gambar
Ketiga bagian transistor ini disebut emitor, basis dan colektor, masing-
masing bagian transistor ini dihubungkan ke luar transistor dengan menggunakan
konduktor sebagai kaki transistor. Pada transistor dwikutub sambungan p-n antara
emitor dan basis diberi panjar maju sehingga arus mengalir dari emitor ke basis.
Penjar adalah tegangan dan arus dc yang harus lebih dahulu di pasang agar
rangkaian transistor bekerja. Seperti lazimnya arus listrik ditentukan mempunyai
arah seperti gerak muatan positif. Agar lebih mudah dibayangkan, kita gunakan
transistor pnp untuk mempelajari cara kerja transistor.
Menurut Surjono (2008:43-44) FET dapat digunakan sebagai penguat
sinyal kecil dengan impedansi imput yang sangat tinggi, untuk melakukan analisis
AC pada rangkaian penguat FET diperlukan rangkaian ekivalen atau modelnya.
69
Dengan analisis ini dapat diperoleh beberapa parameter penguat seperti, Av, Ai,
Zi, dan Zo. Rangkaian ekivalen AC (model AC) suatu JFET adalah seperti pada
gambar
Pada rangkaian ekivalen AC FET terlihat bahwa bagian input merupakan
rangkaian terbuka yang menunjukkan bahwa input JFET mempunyai impedansi yang
sangat tinggi. Bagian output JFET terdiri atas sumber arus yang tergantung pada nilai Gm
dan Vgs dan paralel dengan rds.
Sesuai dengan fungsinya, salah satu kegunaan transistor ini adalah sebagai
penguat arus, selain sebagai penguat arus, dalam sistem analog, sistem semikonduktor ini
juga berfungsi sebagai amplifier (penguat daya/tenaga) dan penguat sinyal radio. Funsi
transistor rata-rata sebagai penguat, dalam perjalanan elektron pada rangkaian elektrik
tentu akan mengalami pengurangan arus yang diakibatkan oleh hambatan dalam dari
logam sebagai jalurnya, sehingga dibutuhkan komponen transistor untuk melakukan gain
(penguat) agar arus tersebut bisa sampai ke komponen lainnya secara stabil (Ahmad,
2014:190)
Untuk mengurangi tegangan riak hasil dari penyearah digunakan rangkaian
penapis yaitu kapasitor, semakin besar nilai kapasitor, semakin kecil tegangan riaknya.
Untuk mendapatkan output yang diinginkan digunakan IC regulator LM 7806 untuk
tegangan 6 Volt. Pada keluaran dari IC tersebut dipasang transistor penguat arus TIP
3055 yang digunakan untuk memperkuat arus keluaran. Terdapat tegangan kompetensi
sebesar 0,7 Volt sebagai akibat pemasangan transistor TIP 3055 yang akan mengurangi
tegangan keluaran sebesar 0,7 Volt (Anggraini, 2014:8)
Measuring a device with a high impedance requires a measurement technique
which eliminates the 50 ohm load of a network analyzed. At low frequency, an
oscilloscope with a high impedance input can be used to measure the amplifier output, but
it has limited dynamic range and bandwidth, so a diffrent technique is required. The
graphene FET was measured as a common source amplifier, brased in saturation near the
maximum Gm.
70
The transistor was probed with conventional microwave probes, and biased were
applied through bias tees. The gate was driven by a sine wave of adjuctive frequency. To
present a high impedance load to the device, a short lenght of unterminated coaxial cable
was attached to the output. This present a high impedance at frequencies corresponding to
multiples of the wavelength devided by two (Franklin, 2011:3693)
IV. ALAT DAN BAHAN
1. Kit Komponen (toolbox) : 1 unit
2. Multimeter : 1 unit
3. Osiloskop : 1 unit
4. Signal Generator : 1 unit
5. Kabel Jumper : 1 meter
6. Catu Daya : 1 unit
7. Breadboard : 1 unit
V. PROSEDUR KERJA
1. Persiapkan semua peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan saat melaksanakan
percoban
2. Periksa semua bahan dan peralatan, pastikan semua dalam kondisi yang baik
3. Buatlah rangkaian common emmiter seperti gambar di bawah ini
4. Berikan tegangan Vcc sebesar 12 V (RB = 10 K, RC = 1K, RE = 1K),
potensiometer (Rv) 10K, kapasitor (bagian basisi dalam emiter) adalah
47ΞΌF, kapasitor (bagian output) adalah 16ΞΌF, praktikan diperbolehkan
menggunakan nilai komponen yang berbeda mencatatkannya.
5. Pada potensiometer (Rv) hubungkan hanya pada kaki-kaki 2 dan 3, atau 1
dan 2 kemudian kaki tersebut di hubungkan pada multimeter dan atur
potensiometer (Rv) agar VCE bernilai 6 Volt
6. Ukur beda tegangan pada resistor RC, lalu hitung arus Ic
Laporan akhir eldas 1 utari prisma dewi (rsa1 c316008)
Laporan akhir eldas 1 utari prisma dewi (rsa1 c316008)
Laporan akhir eldas 1 utari prisma dewi (rsa1 c316008)
Laporan akhir eldas 1 utari prisma dewi (rsa1 c316008)
Laporan akhir eldas 1 utari prisma dewi (rsa1 c316008)

More Related Content

What's hot

Modul pembelajaran rangkaian listrik by muhammad kennedy ginting
Modul pembelajaran rangkaian listrik by muhammad kennedy gintingModul pembelajaran rangkaian listrik by muhammad kennedy ginting
Modul pembelajaran rangkaian listrik by muhammad kennedy gintingMuhammad Kennedy Ginting
Β 
Thevenin Norton Circuit
Thevenin Norton CircuitThevenin Norton Circuit
Thevenin Norton CircuitNovia Putri
Β 
LAPORAN PRAKTIKUM "RANGKAIAN RL dan RC"
LAPORAN PRAKTIKUM "RANGKAIAN RL dan RC"LAPORAN PRAKTIKUM "RANGKAIAN RL dan RC"
LAPORAN PRAKTIKUM "RANGKAIAN RL dan RC"Varilia Wardani
Β 
Laporan Praktikum rangkaian RC
Laporan Praktikum rangkaian RC Laporan Praktikum rangkaian RC
Laporan Praktikum rangkaian RC Annisa Icha
Β 
Teorema Norton
Teorema NortonTeorema Norton
Teorema NortonAfif Rakhman
Β 
Laporan modul 7 (rangkaian seri rlc)
Laporan modul 7 (rangkaian seri rlc)Laporan modul 7 (rangkaian seri rlc)
Laporan modul 7 (rangkaian seri rlc)FEmi1710
Β 
Teorema thevenin stt telkom
Teorema thevenin stt telkomTeorema thevenin stt telkom
Teorema thevenin stt telkommomochi_zabuza
Β 
Modul 10-teorema-norton
Modul 10-teorema-nortonModul 10-teorema-norton
Modul 10-teorema-nortonbernadsihotang
Β 
ELEKTRONIKA-Teori Rangkaian
ELEKTRONIKA-Teori RangkaianELEKTRONIKA-Teori Rangkaian
ELEKTRONIKA-Teori RangkaianSyarifah Ambami
Β 
Isi makalah TTL
Isi makalah TTLIsi makalah TTL
Isi makalah TTLOBOR 2
Β 
Arus dan Resistansi
Arus dan ResistansiArus dan Resistansi
Arus dan ResistansiLa Ode Asmin
Β 
Rangkaian Penapis RC
Rangkaian Penapis RCRangkaian Penapis RC
Rangkaian Penapis RCWahyu Pratama
Β 
Rangkaian Seri RLC Arus Bolak-balik
Rangkaian Seri RLC Arus Bolak-balik Rangkaian Seri RLC Arus Bolak-balik
Rangkaian Seri RLC Arus Bolak-balik Aris Widodo
Β 
Struktur Atom Presentation
Struktur Atom PresentationStruktur Atom Presentation
Struktur Atom Presentationhafizona
Β 
2 b 59_utut muhammad_laporan_hukum ohm ii
2 b 59_utut muhammad_laporan_hukum ohm ii2 b 59_utut muhammad_laporan_hukum ohm ii
2 b 59_utut muhammad_laporan_hukum ohm iiumammuhammad27
Β 
Laporan Praktikum Rangkaian Seri Paralel
Laporan Praktikum Rangkaian Seri ParalelLaporan Praktikum Rangkaian Seri Paralel
Laporan Praktikum Rangkaian Seri ParalelAnnisa Icha
Β 
2 b 59_utut muhammad_laporan_rsp
2 b 59_utut muhammad_laporan_rsp2 b 59_utut muhammad_laporan_rsp
2 b 59_utut muhammad_laporan_rspumammuhammad27
Β 
Resume 5
Resume 5Resume 5
Resume 5TEI-TKJ
Β 
2 b 59_utut muhammad_laporan_jembatan wheatstone
2 b 59_utut muhammad_laporan_jembatan wheatstone2 b 59_utut muhammad_laporan_jembatan wheatstone
2 b 59_utut muhammad_laporan_jembatan wheatstoneumammuhammad27
Β 

What's hot (20)

Modul pembelajaran rangkaian listrik by muhammad kennedy ginting
Modul pembelajaran rangkaian listrik by muhammad kennedy gintingModul pembelajaran rangkaian listrik by muhammad kennedy ginting
Modul pembelajaran rangkaian listrik by muhammad kennedy ginting
Β 
Thevenin Norton Circuit
Thevenin Norton CircuitThevenin Norton Circuit
Thevenin Norton Circuit
Β 
LAPORAN PRAKTIKUM "RANGKAIAN RL dan RC"
LAPORAN PRAKTIKUM "RANGKAIAN RL dan RC"LAPORAN PRAKTIKUM "RANGKAIAN RL dan RC"
LAPORAN PRAKTIKUM "RANGKAIAN RL dan RC"
Β 
Laporan Praktikum rangkaian RC
Laporan Praktikum rangkaian RC Laporan Praktikum rangkaian RC
Laporan Praktikum rangkaian RC
Β 
Teorema Norton
Teorema NortonTeorema Norton
Teorema Norton
Β 
Laporan modul 7 (rangkaian seri rlc)
Laporan modul 7 (rangkaian seri rlc)Laporan modul 7 (rangkaian seri rlc)
Laporan modul 7 (rangkaian seri rlc)
Β 
Presentation2
Presentation2Presentation2
Presentation2
Β 
Teorema thevenin stt telkom
Teorema thevenin stt telkomTeorema thevenin stt telkom
Teorema thevenin stt telkom
Β 
Modul 10-teorema-norton
Modul 10-teorema-nortonModul 10-teorema-norton
Modul 10-teorema-norton
Β 
ELEKTRONIKA-Teori Rangkaian
ELEKTRONIKA-Teori RangkaianELEKTRONIKA-Teori Rangkaian
ELEKTRONIKA-Teori Rangkaian
Β 
Isi makalah TTL
Isi makalah TTLIsi makalah TTL
Isi makalah TTL
Β 
Arus dan Resistansi
Arus dan ResistansiArus dan Resistansi
Arus dan Resistansi
Β 
Rangkaian Penapis RC
Rangkaian Penapis RCRangkaian Penapis RC
Rangkaian Penapis RC
Β 
Rangkaian Seri RLC Arus Bolak-balik
Rangkaian Seri RLC Arus Bolak-balik Rangkaian Seri RLC Arus Bolak-balik
Rangkaian Seri RLC Arus Bolak-balik
Β 
Struktur Atom Presentation
Struktur Atom PresentationStruktur Atom Presentation
Struktur Atom Presentation
Β 
2 b 59_utut muhammad_laporan_hukum ohm ii
2 b 59_utut muhammad_laporan_hukum ohm ii2 b 59_utut muhammad_laporan_hukum ohm ii
2 b 59_utut muhammad_laporan_hukum ohm ii
Β 
Laporan Praktikum Rangkaian Seri Paralel
Laporan Praktikum Rangkaian Seri ParalelLaporan Praktikum Rangkaian Seri Paralel
Laporan Praktikum Rangkaian Seri Paralel
Β 
2 b 59_utut muhammad_laporan_rsp
2 b 59_utut muhammad_laporan_rsp2 b 59_utut muhammad_laporan_rsp
2 b 59_utut muhammad_laporan_rsp
Β 
Resume 5
Resume 5Resume 5
Resume 5
Β 
2 b 59_utut muhammad_laporan_jembatan wheatstone
2 b 59_utut muhammad_laporan_jembatan wheatstone2 b 59_utut muhammad_laporan_jembatan wheatstone
2 b 59_utut muhammad_laporan_jembatan wheatstone
Β 

Similar to Laporan akhir eldas 1 utari prisma dewi (rsa1 c316008)

BAB_3_Teorema superposisi_thevenin_norton (1).ppt
BAB_3_Teorema superposisi_thevenin_norton (1).pptBAB_3_Teorema superposisi_thevenin_norton (1).ppt
BAB_3_Teorema superposisi_thevenin_norton (1).pptsandypurba5
Β 
Rangkaian_Listrik_I_Teorema_Thevenin_dan.docx
Rangkaian_Listrik_I_Teorema_Thevenin_dan.docxRangkaian_Listrik_I_Teorema_Thevenin_dan.docx
Rangkaian_Listrik_I_Teorema_Thevenin_dan.docxRafiArdiansyah6
Β 
RANGKAIAN THEVENIN-NORTHON
RANGKAIAN THEVENIN-NORTHONRANGKAIAN THEVENIN-NORTHON
RANGKAIAN THEVENIN-NORTHONAnnis Kenny
Β 
Contoh Laporan Praktikum Hukum OHM
Contoh Laporan Praktikum Hukum OHMContoh Laporan Praktikum Hukum OHM
Contoh Laporan Praktikum Hukum OHMdenson siburian
Β 
Contoh modul rangkaian listrik dan percobaannya dalam laboratorium
Contoh modul rangkaian listrik dan percobaannya dalam laboratoriumContoh modul rangkaian listrik dan percobaannya dalam laboratorium
Contoh modul rangkaian listrik dan percobaannya dalam laboratoriumMuhammad Kennedy Ginting
Β 
Rangkaian Integral & Diferensial RC
Rangkaian Integral & Diferensial RCRangkaian Integral & Diferensial RC
Rangkaian Integral & Diferensial RCWahyu Pratama
Β 
Rangkaian Dasar Seri Paralel
Rangkaian Dasar Seri ParalelRangkaian Dasar Seri Paralel
Rangkaian Dasar Seri ParalelAris Widodo
Β 
Laporan Praktikum LR03
Laporan Praktikum LR03Laporan Praktikum LR03
Laporan Praktikum LR03userindo
Β 
Analisa rangkaian dengan thevenin (24 Aug 2020)
Analisa rangkaian dengan thevenin (24 Aug 2020)Analisa rangkaian dengan thevenin (24 Aug 2020)
Analisa rangkaian dengan thevenin (24 Aug 2020)Pamor Gunoto
Β 
Buku ast(yusreni warmi)
Buku ast(yusreni warmi)Buku ast(yusreni warmi)
Buku ast(yusreni warmi)Kevin Adit
Β 
Tugas pengantar elektro teknik 4 ( modul)
Tugas pengantar elektro teknik 4 ( modul)Tugas pengantar elektro teknik 4 ( modul)
Tugas pengantar elektro teknik 4 ( modul)Niko Kusuma
Β 
Eksperimen soal eks osn2009-final eksperimen
Eksperimen soal eks osn2009-final eksperimenEksperimen soal eks osn2009-final eksperimen
Eksperimen soal eks osn2009-final eksperimenanggawibisono91
Β 
Percobaan transformator ana kinanti
Percobaan transformator ana kinantiPercobaan transformator ana kinanti
Percobaan transformator ana kinantianakinanti2
Β 
RL - Metode Node dan Mesh
RL - Metode Node dan MeshRL - Metode Node dan Mesh
RL - Metode Node dan MeshMuhammad Dany
Β 
Laporan praktikum lr01 nila ulya (1206258452)
Laporan praktikum lr01 nila ulya (1206258452)Laporan praktikum lr01 nila ulya (1206258452)
Laporan praktikum lr01 nila ulya (1206258452)university of Indonesia
Β 
Laporan hukum ohm praktikum elektronika analog
Laporan hukum ohm praktikum elektronika analogLaporan hukum ohm praktikum elektronika analog
Laporan hukum ohm praktikum elektronika analogwahyuadnyana_dw
Β 
Laporan praktikum rangkaian seri dan paralel
Laporan praktikum rangkaian seri dan paralel Laporan praktikum rangkaian seri dan paralel
Laporan praktikum rangkaian seri dan paralel Maulitsa Putriyono
Β 

Similar to Laporan akhir eldas 1 utari prisma dewi (rsa1 c316008) (20)

BAB_3_Teorema superposisi_thevenin_norton (1).ppt
BAB_3_Teorema superposisi_thevenin_norton (1).pptBAB_3_Teorema superposisi_thevenin_norton (1).ppt
BAB_3_Teorema superposisi_thevenin_norton (1).ppt
Β 
Rangkaian_Listrik_I_Teorema_Thevenin_dan.docx
Rangkaian_Listrik_I_Teorema_Thevenin_dan.docxRangkaian_Listrik_I_Teorema_Thevenin_dan.docx
Rangkaian_Listrik_I_Teorema_Thevenin_dan.docx
Β 
RANGKAIAN THEVENIN-NORTHON
RANGKAIAN THEVENIN-NORTHONRANGKAIAN THEVENIN-NORTHON
RANGKAIAN THEVENIN-NORTHON
Β 
Contoh Laporan Praktikum Hukum OHM
Contoh Laporan Praktikum Hukum OHMContoh Laporan Praktikum Hukum OHM
Contoh Laporan Praktikum Hukum OHM
Β 
RANGKAIAN ARUS SEARAH.pptx
RANGKAIAN  ARUS SEARAH.pptxRANGKAIAN  ARUS SEARAH.pptx
RANGKAIAN ARUS SEARAH.pptx
Β 
Contoh modul rangkaian listrik dan percobaannya dalam laboratorium
Contoh modul rangkaian listrik dan percobaannya dalam laboratoriumContoh modul rangkaian listrik dan percobaannya dalam laboratorium
Contoh modul rangkaian listrik dan percobaannya dalam laboratorium
Β 
Hukum ohm
Hukum ohmHukum ohm
Hukum ohm
Β 
Rangkaian Integral & Diferensial RC
Rangkaian Integral & Diferensial RCRangkaian Integral & Diferensial RC
Rangkaian Integral & Diferensial RC
Β 
Rangkaian Dasar Seri Paralel
Rangkaian Dasar Seri ParalelRangkaian Dasar Seri Paralel
Rangkaian Dasar Seri Paralel
Β 
Laporan Praktikum LR03
Laporan Praktikum LR03Laporan Praktikum LR03
Laporan Praktikum LR03
Β 
Analisa rangkaian dengan thevenin (24 Aug 2020)
Analisa rangkaian dengan thevenin (24 Aug 2020)Analisa rangkaian dengan thevenin (24 Aug 2020)
Analisa rangkaian dengan thevenin (24 Aug 2020)
Β 
Buku ast(yusreni warmi)
Buku ast(yusreni warmi)Buku ast(yusreni warmi)
Buku ast(yusreni warmi)
Β 
Tugas pengantar elektro teknik 4 ( modul)
Tugas pengantar elektro teknik 4 ( modul)Tugas pengantar elektro teknik 4 ( modul)
Tugas pengantar elektro teknik 4 ( modul)
Β 
Soal eks osn2009-final
Soal eks osn2009-finalSoal eks osn2009-final
Soal eks osn2009-final
Β 
Eksperimen soal eks osn2009-final eksperimen
Eksperimen soal eks osn2009-final eksperimenEksperimen soal eks osn2009-final eksperimen
Eksperimen soal eks osn2009-final eksperimen
Β 
Percobaan transformator ana kinanti
Percobaan transformator ana kinantiPercobaan transformator ana kinanti
Percobaan transformator ana kinanti
Β 
RL - Metode Node dan Mesh
RL - Metode Node dan MeshRL - Metode Node dan Mesh
RL - Metode Node dan Mesh
Β 
Laporan praktikum lr01 nila ulya (1206258452)
Laporan praktikum lr01 nila ulya (1206258452)Laporan praktikum lr01 nila ulya (1206258452)
Laporan praktikum lr01 nila ulya (1206258452)
Β 
Laporan hukum ohm praktikum elektronika analog
Laporan hukum ohm praktikum elektronika analogLaporan hukum ohm praktikum elektronika analog
Laporan hukum ohm praktikum elektronika analog
Β 
Laporan praktikum rangkaian seri dan paralel
Laporan praktikum rangkaian seri dan paralel Laporan praktikum rangkaian seri dan paralel
Laporan praktikum rangkaian seri dan paralel
Β 

Recently uploaded

Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
Β 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
Β 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
Β 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
Β 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
Β 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxmawan5982
Β 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
Β 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
Β 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
Β 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxSlasiWidasmara1
Β 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
Β 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
Β 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
Β 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
Β 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
Β 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatanssuser963292
Β 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
Β 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
Β 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
Β 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
Β 

Recently uploaded (20)

Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Β 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
Β 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
Β 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
Β 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Β 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Β 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Β 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Β 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Β 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
Β 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
Β 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Β 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
Β 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Β 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Β 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Β 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Β 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
Β 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Β 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
Β 

Laporan akhir eldas 1 utari prisma dewi (rsa1 c316008)

  • 1. LAPORAN AKHIR ELEKTRONIKA DASAR 1 Nama : Utari Prisma Dewi Nim : RSA1C316008 Dosen Pengampu : Fibrika Rahmat Basuki, S.Pd, M.Pd LABORATORIUM FISIKA JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI 2017
  • 2. i DAFTAR ISI Rangkaian Thevenin Dan Norton............................................................................ 1 Filter Paif ( Low Pass Dan High Pasa).................................................................. 10 Rangkaian Seri Rlc Dan Resonansi....................................................................... 24 Rangkaian Penyearah............................................................................................ 36 Teorema Dioda Zener............................................................................................ 48 Transistor Sebagai Saklar Elekronika ................................................................... 58 Transistor Sebagai Penguat Tegangan .................................................................. 68
  • 3. 1 RANGKAIAN THEVENIN DAN NORTON I. JUDUL : RANGKAIAN THEVENIN DAN NORTON II. TUJUAN: 1.Setelah melakukan praktikum, mahasiswa di harapkan dapat mengidentifikasi karakteristik teorema Thevenin dan teorema Norton pada rangkaian arus searah dengan benar. 2.Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat mencontohkan fungsi teorema Thevenin dan teorema Norton dengan benar. 3.Setelah melakukan praktikum, mahasiswa di harapkan dapat mengukur π‘‰π‘‘β„Ž, π‘…π‘‘β„Ž, 𝐼 𝑁 , 𝑅 𝑁 arus dan tegangan pada rangkaian Thevenin dan Norton dengan benar. III. DASAR TEORI Ada dua bentuk dasar rangkaian setara yakni rangkaian setara Thevenin dan rangkaian setara Norton. Rangkaina setara Thevenin menggunakan sumber tegangan tetap, yakni suatu sumber tegangan ideal dengan tegangan keluaran yang tak berubah, berapapun besarnya arus yang diambil darinya. Rangkaian setara Norton menggunakan sumber aris tetap, yang dapat menghasilkan arus tetap, berapapun besar hambatan yang dipasang pada keluarannya (Sutrisno,1986:1-2). Menurut ( Mahmood,2005:35-38) teorema Thevenin dan Norton merupakan sebuah jaringan resesif aktif dan liner yang mengandung satu atau lebih sumber tegangan atau arus, dapat diganti dengan satu sumber tegangan atau arus, dapat diganti dengan satu sumber tegangan tungggal dan satu hambatan seri (teorema Thevenin) atau dengan satu sumber arus tunggala dan satu hambatan paralel (teorema Norton). Kedua hambatan sma R ketika terminal ab seperti pada gambar di buka, sebuah tegangan akan muncul di antara kedua titik tersebut.
  • 4. 2 Jelas bahwa tegangan ini haruslah tegangan V’ dari rangkaian ekuivalen. Bila sebuah hubugan pendek diberlakukan maka sebuah arus akan muncul. Jelas bahwa arus ini haruslah I’ dari rangkaian ekuivalensi Norton Sekarang, bila kedua rangkaian adalah ekuivalen dari jaringan aktif yang sama, maka mereka ekuivalen satu sama lain. Sehingga akibatnya 𝐼′ = 𝑉′ 𝑅′⁄ .Bila kedua V’ dan I’ telah ditentukan dari jaringan aktif, maka 𝑅′ = 𝑉′ 𝐼′⁄ . Kegunaan rangkaian ekuivalen Thevenin dan Norton akan jelas ketika sebuah jaringan aktif akan diteliti terhadap sejumah kondisi beban yang masing – masingnya diwakili oleh sebuah resistor. Hasil ini di tunjukkan pada gambar Dimana tampak bahwa resistor – resistornya dapat di sambungkan satu persatu. Arus dan daya yang muncul dapat langsung diperoleh. Bila hal ini dicobakan pada rangkaian aslinya dengan menggunakannya, sebagai contoh reduksi jaringan, tugasnya akan lebih sulit dan memakan banyak waktu. Dengan demikian akan jelas bahwa salah satu kegunaan Terorema dan Norton adalah untuk menggantikan suatu bagian besar rangkaian, yang sering kali
  • 5. 3 memang merupakan bagian rangkaian yang rumit dan tidak menarik (bukan bagian yang menjadi perhatian dalam analisis), menjadi sebuah rangkaian ekuivalen yang sangat sederhana. Dengan rangkaian baru yang lebih sederhana, kita dapat melakukan proses perhitungan yang lebih cepat untuk besaran – besaran seperti tegangan, arus, dan daya yang dapat dikirim oleh rangkaian semula ke suatu beban, selain itu rangkaian yang baru ini dapat membantu kita dalam memilih dan menilai resistansi beban terbaik. Dalam satu rangkaian penguat daya resistor misalnya, rangkaian ekuivalen Thevenin dan Norton memungkinkan kita dalam menentukan daya maksimum yang dapat diambil dari penguat untuk dikirimkan ke pengeras suara (Jack,2005:121). Menurut Jamzuri (2005:4) Teorema Thevenin dan Norton dapat membantu analisis untuk Op Amp Vi dan Vo pada gambar di bawah ini dapat diselesaikan dengan menggunakan persamaan Thevenin. π‘‰π‘œπ‘’π‘‘ = (1 + 𝑅1 𝑅2 ) 𝑉𝑖 = 11𝑉𝑖 This paper provides a good look at the concept of equivalence integral and at Thevenin’s and Norton’s theorems in particular. The ain is to investigate simple, general, and comprehensive ways to present and prove these theorems. It is shown that linearity and the absence of extermal coupling should not be conditions for Thevenin’s and Norton’s theorems. It is also shown that the traditional open circuit, and dead network conditions can be replance by any two distinct conditions at the terinmals. Two port and multiterminal networks are also included in the presentation (Moad, 1982 : 99-100)
  • 6. 4 IV. ALAT DAN BAHAN 1. DC Power Supply : 1 unit 2. Multimeter Digital : 1 unit 3. Project Board : 1 unit 4. Kabel Jumper : 1 meter 5. Tang Potong : 1 unit 6. Resistor : 2 buah 1K ohm, 1 bah 1K ohm V. PROSEDUR KERJA A. Teorema Thevevin 1. Persiapkan semua peralatan dan bahan – bahan yang diperlukan saat melaksanakan percobaan. 2. Periksa semua bahan dan peralatan, pastikan semua dalam kondisi yang baik. 3. Buatlah rangkaian seperti pada gambar di bawah ini 4. Langkah – langkah untuk mencari tegangan VTh untuk rangkaian pengganti Thevenin adalah: a. Lepaskanlah resistansi beban (RL) b. Ukur tegangan open circuit terminal a-b, maka akan di dapatkan nilai VTh c. Catat nilai VTh pada tabel kerja. 5. Langkah – langkah untuk mencari hambatan RTh untuk rangkaian pengganti Thevenin adalah : a. Matikan sumber tegangan dengan melepas sumber tegangan, kemudian hubungkan singkat antara terminal a-b seperti rangkaian di baah ini b. Ukur resistansi pada terminal a-b dengan multimeter, maka didapatkan RTh 6. Pengukuran I dan V pada rangkaian pengganti Thevenin a. Buat rangkaian pengganti Thevenin dengan rangkaian di bawah ini b. Atur tegangan DC power supply sedemikian rupa sehingga nilainya sama dengan VThyang telah didapatka pada percobaan sebelumnya. c. Ukur arus (I) dan tegangan (V) pada RL yang bervariasi seperti yang ada pada jurnal (perhatikan model ampermeter DC). d. Catat nilai I dan V dalam tabel kerja yang tersedia.
  • 7. 5 B. TEOREMA NORTON 1. Dengan rangkaian yang sama seperti percobaan sebelumnya 2. Mencari IN a. Pasang sumber tegangan pada c-d, ukur arus (IN) hubung sinkat pada a-b dengan memasang ampermeter pada terminal a-b secara langsung (perhatikan model ampermeter DC), sepert terlihat pada gambar di bawah ini b. Catat nilai IN pada tabel kerja 3. Mencari 𝑅 𝑁 a. Matikan sumber tegangan dengan melepaskan sumber tegangan dan gantikan dengan tahanan dalamnya, caranya dengan menghubungkan singkat anara terminal a-b, seperti pada gambar b. Nilai RN = RTh c. Catat nilai 𝑅 𝑁 pada tabel kerja 4. Pengukuran I dan V pada rangkaian pengganti Norton a. Berikut tegangan V sedemikian rupa sehingga akan di dapatkan arus sebesar 𝐼 𝑁 arus Norton seperti pada gambar b. Selanjutnya ukur arus dan tegangan pada setiap 𝑅 𝐿 c. Catat arus I dan V di tunjukkan multimeter pada tabel kerja. VI. HASIL 1. Teorema Thevenin Rangkaian Asli VTH (Volt) RTH (Ω) Arus (I) Tegangan (Volt) V = 9 V R1= 1500 Ω R2= 1500 Ω R3= 3300 Ω RL= 33 KΩ 9 Teori: 2531.25 Praktek: 6000 Teori: ITH= 3.5x10-3 A IL= 1.5x10-3 A Praktek: IL= 5.5 A 4.4
  • 8. 6 2. Teorema Norton Rangkaian Asli IN (A) RN (Ω) Arus (I) Tegangan (Volt) V = 9 V R1= 1500 Ω R2= 1500 Ω R3= 3300 Ω RL= 33 KΩ Teori: 1.13x10-4 Praktek: 11.32x10-5 Teori: 2531.25 Praktek: 20600 Teori: IL= 0.22x10-11 A Teori: VN= 0.287 VL=7.22x 10-9 VII. PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan tentang teorema Thevenin dan Norton yang brtujuan agar mahasiswa dapat memahami teorema Thevenin dan Norton dalam rangkaian DC, serta dapat menganalisis adan merubah suatu rangkaian ke dalam rangkaian ekuivalen Thevenin dan Norton. Untuk mencari VTh kami melepaskan resistasnsi beban RL sehingga kami mendapatkan harga VTh = 9 volt, selanjutnya kami mencari RTh dengan melepaskan sumbu tegangan, maka barulah kami menghitung I dan V dimana I=3,5A dan V=9 volt. Yang kedua kami melakukan percobaan tentang teorema Norton, namun dikarenakan waktu yang tidak cukup, sehingga kami tidak bisa mendapatkan hasil keseluruhannya, nilai yang kami dapat kami hitung hanyalah nilai RN dan IN saja, untuk melengkapi data kami menyelesaikannya secara teori, sehingga hasil yang kami dapatkan untuk I = 1,13 x 10βˆ’4 A dan V= 0,28687 Berdasarkan hasil yang kami dapatkan antara hasil dari praktekdan teori tidaklah sama dan hanya nilai RTh dan RN saja yang nilainya sama, yang lainnya tidak. Hal ini terjadi karena terdapat kesalahan di mana kami tidak mampu untuk menghitung hasilnya, keterbatasan waktu dan kebanyakan alat yang rusak, sehingga kami tidak dapat menentukan hasil yang benar. Jadi pada praktikum kali ini rangkaian Thevenin tidak perlu mencari hambatan masing – masing resistor ataupun sumber tegangan karena seluruh hamabatan dalam rangkaian tersebut telah digantikan dengan sebuah resistansi. Sedangkan rangkaian Norton hambatan ekuivalen yang terdidri dari resistansi
  • 9. 7 dan sumber tegangan yang banyak diekuvalenkan menjadi sebuah resistansi yang dirangakai paralel dengan sumber konstan. VIII. KESIMPULAN 1. -Teorema Thevenin adalah penyederhan suatu rangkaian yang rumit dengan menggunkan sumber tegangan dan hambatan di pasang seri dengan sumber tegangan. -Teorema Norton adalah suatu metode yang digunakan untuk menyederhanakan suatu rangkaian yang rumit dengan menggunakan sumber arus dan hambatan di pasang paralel. 2. Penggunaan kedua teorema dalam rangkaian arus searah dapat mempermudah dalam menentukan VTh,IN , RTh 3. Setelah melakukan praktikum maka kita dapat menghitung dengan menggunkan persamaan – persamaan sebagai berikut : VTh = IN RN RTh = R1 + R2R3 R2+R3 atau RTh = RN IN = VTh RTh RN = RTh IX. DAFTAR PUSTAKA Jack E.Kammerly. 2005. Rangkaian Listrik, Jakarta : Erlangga Jamzuri,dkk. 2015.Uji sifat opAmp berbasis sinkronisasi, Surakarta : Uns Press Mahvi. Mahmod. 2005. Rangkaian Listrik, Jakarta : Erlangga Mohamed F. Moad. 1982. On Thevenin’s and Norton’s equivalent circuit, IEEE Transactions on Eduaction vol. 25 Sutrisno. 1986. Elektronika, Bandung : ITB X. LAMPIRAN HITUNG A. Teorema Thevenin 1. Resistansi Ekuivalen (RTH) 𝑅 𝑇𝐻 = 𝑅1 + ( 𝑅2 Γ— 𝑅3 𝑅2 + 𝑅3 )
  • 10. 8 = 1500𝛺 + ( 1500𝛺 + 3300𝛺 1500𝛺 + 3300𝛺 ) = 1500𝛺 + 495 Γ— 104 𝛺 480𝛺 = 1500𝛺 + 1031,25𝛺 = 2531,25𝛺 2. Tegangan Ekuivalen (VTH) 𝑉𝑇𝐻 = π‘‰π‘Žπ‘ = 𝐼 𝑅3 𝑅3 = 𝑉. 3300𝛺 3300𝛺 = 9.3300𝛺 3300𝛺 = 9 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 3. Arus Ekuivalen (ITH) 𝐼 𝑇𝐻 = 𝑉𝑇𝐻 𝑅 𝑇𝐻 = 9 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 2531,25 = 3,5 Γ— 10βˆ’3 𝐴 4. Arus Beban (𝐼𝐿) 𝐼𝐿 = 𝑉𝑇𝐻 𝑅 𝑇𝐻 + 𝑅 𝐿 = 9 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 253,25𝛺 + 3300𝛺 = 9 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 5831,25𝛺 = 1,5 Γ— 10βˆ’3 𝐴 B. Theorema Norton 1. Resistansi Ekuivalen (RN) 𝑅 𝑇𝐻 = 𝑅 𝑁
  • 11. 9 𝑅 𝑇𝐻 = 𝑅1 + ( 𝑅2 Γ— 𝑅3 𝑅2 + 𝑅3 ) 2531,25𝛺 = 1500𝛺 + ( 1500𝛺 + 3300𝛺 1500𝛺 + 3300𝛺 ) 2531,25𝛺 = 1500𝛺 + 495 Γ— 104 𝛺 480𝛺 2531,25𝛺 = 1500𝛺 + 1031,25𝛺 2531,25𝛺 = 2531,25𝛺 2. Tegangan Ekuivalen (VN) 𝑉𝑁 = 𝐼 𝑁 Γ— 𝑅 𝑁 = (5,66 Γ— 20 π‘šπ΄)(2531,25𝛺) = (11,31 Γ— 10βˆ’5 𝐴)(2531,25Ξ©) = 0,28687 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 3. Arus Ekuivalen (IN) 𝐼 𝑁 = 𝑉𝑁 𝑅 𝑁 = 0,28687 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 2531,25 = 1,13 Γ— 10βˆ’4 𝐴 4. Tegangan Beban (𝑉𝐿 ) 𝑉𝐿 = 𝐼 𝑁 Γ— ( 𝑅 𝑁 𝑅 𝐿 𝑅 𝑁 + 𝑅 𝐿 ) = 1,13 Γ— 10βˆ’4 𝐴 Γ— ( 253,25𝛺 Γ— 3300𝛺 253,25𝛺 + 3300𝛺 ) = 1,13 Γ— 10βˆ’4 𝐴 Γ— ( 0,3729𝛺 5831,25𝛺 ) = 1,13 Γ— 10βˆ’4 A (6,39 Γ— 10βˆ’5 𝛺) = 7,22 Γ— 10βˆ’9 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 5. Arus Beban (𝐼𝐿) 𝐼𝐿 = 𝑉𝐿 𝑅 𝐿 = 7,22 Γ— 10βˆ’19 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 3300𝛺 = 0,22 Γ— 10βˆ’11 𝐴
  • 12. 10 FILTER PAIF ( Low Pass dan High Pasa) I. JUDUL : Filter Paif ( Low Pass dan High Pasa) II. TUJUAN : 1. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat mengidentifikasi pengertian High pass filter dan Low pass filter dengan benar. 2. Setelah melakukan praktikum, paraktikan dapat menjabarkan cara kerja High pass filter dan Low pass filter dengan benar. 3. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat mengukur R, C, 𝑉𝑖𝑛, 𝑉𝑃𝑃 , Frekuensi, π‘‰π‘œπ‘’π‘‘, dan G( πœ”) pada rangkaian high pass filter dan low pass filter. III. DASAR TEORI Rangkain filer yang hanya terdiri dari komponen- komponen resistor, induktor, dan kapasitor. Sementara rangkaian filter yang mengandung sumber – sumber dependen tambahan disebut sebagai filter aktif. Filter pasif tidak memerlukan sumber energi eksternal ( joseph, 2004 : 188). Rangkaian tapis RC lolos rendah sebanding dengan integralnya masukan, maka berlaku sebagai pengintrgralan pada daerah dimana tanggapan frekuensi berupa garis lurus dengan kemiringan -20 dB/dekade. Untuk isyarat masukan berbentuk persegi, bentuk keluaran berbagai frekuensi dan letaknya pada tanggapan amplitudo. Tanggapan amplitudo menunjukkan, tapis meneruskannya dengan frekuensi tinggi yaitu f >fp tanpa pelemahan, sedangkan isyarat dengan frekuensi rendah yaitu f > fp dengan pelemahan. Inilah sebabnya tapis ini disebut degan tapis lolos tinggi, artinya frekuensi tinggi lolos, frekuensi rendah tidak lolos. Tapis tersebut mempunyai tanggapan frekuensi dengan kemiringan 6 dB/oktaf ( tapis tingkat satu ) tapis lolos tingkat dua mempunyai kemiringan 2x6 dB/oktaf = 12 dB/oktaf (Sutrisno,1986:38-44). Menurut Zhanggischan (2004:247) sesuai dengan sifat filter dalam meredamkan sinyal pada daerah frekuensi tertentu, maka filter dapat di klasifikasi sebagai berikut:
  • 13. 11 1. Low pass filter (LPF) yaitu rangkaian filter yang mampu melewatkan atau tidak mereda sinyal pada frekuensi rendah. 2. High pass filter (HPF) yaitu rangkaian filter yang mampu melewatkan sinyal pada frekuensi tinggi. Filter pasif yang digunakan untuk mereduksi kandungan harmonik pada sistem diri dari kombinasi komponen R, L, dan C. Low pass filter digunakan untuk mereduksi komponen harmonik di atas frekuensi yang ditala. High pass filter digunakan untuk mereduksi komponen harmonik di bawah frekuensi yang ditala. Secara garis besar filter pasif dapat di pasang pada sistem secara seri dan paralel. Pada umumnya paling banyak digunakan adalah metode single tuned filter (Wahri, 2012 : 137-138). In this letter, a novel compact quadrature hybrid using low pass and high pass lumped elements is proposed, this proposed topology enables significant circuit size reduction in comparison with former approaches applying microstrip branch line or lange couplers. In addition, it provides wider bandwidth in terms of operational frequency, and provides more conveniece to the monolithicc microwave integrated circuit layout since it does not have any bulky via holes 05 compared to those with lumped elements that have been published. In addition, the simulation and measurement of the fabricated hybrid implemented using PHEMT processes are euidently good (Jian, 2007 : 595). IV. ALAT DAN BAHAN 1. Signal Generator : 1 Unit 2. Osiloskop (osiloskop dan probe 2 buah) : 1 Unit 3. Multimeter : 1 Unit 4. Resistor : 100 ohm dan 150 ohm 5. Kapsitor : 0,1 ΞΌf 6. Breadboard : 1 Unit 7. Set Jumper : 1 Meter
  • 14. 12 V. PROSEDUR KERJA A. High pass filter 1. Persiapkan semua peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan saat melaksanakan percobaan. 2. Periksa semua bahan dan peralatan, pastikan semua dalam kondisi yang baik. 3. Siapkan resistor sebesar 100 ohm dan kapasitor sebesar 0,1 ΞΌF yang akan digunakan dalam praktikum. 4. Gunakan multimeter untuk mengukur besar resistansi resistor. Jangan tempelkan anggota tubuh pada fase multimeter atau resistor pada hal ini dapat menimbulkan bias pembacaan. 5. Susun rangkaian seperti gambar di bawah ini pada breadboard. 6. Pastikan jumper serta kabel telah dalam posisi yang baik benar. Pastikan dengan benar tidak terjadi shorting! 7. Atur input pada signal generator sebesar 500m Vpp dengan menggunkan sinyal masukan sinusoidal dengan frekuensi rendah. 8. Matikan signal genrator kemudian menghubngkan signal generator ke rangkaian di posisi input. 9. Hubungkan rangkaian ke osiloskop menggunakan dual channel. Channel 1 osiloskop di hubungkan ke input rangkaian dan channel 2 osiloskop di hubungkan ke output rangkaian. 10. Nyalakan osiloskop lalu tunggu kurang lebih 2 menit. Kemudian signal generator dapat dihidupkan. 11. Ukur tegangan output menggunakan multimeter 12. Ubah frekuensi pada signal generator dengan menaikkan frekuensi pada signal generator.
  • 15. 13 13. Pada setiap perubahan frekuensi signal, tampilan pada osiloskop difoto serta tegangan outpit dicatat 14. Catat hasil percobaan pada tabel kerja. B. Low Pass Filter Ulangi percobaan pada percobaan diatas namun dengan bentuk rangkaian seperti pada gambar dibawah ini! Pastikan besar resistivitas resistor dan besar kapasitansi kapasitor dicatat!. Catat hasil hasil percobaan pada tabel kerja. VI. HASIL A. Low Pass Filter Frekuensi (Hz) Vout (Volt) G(Ο‰) 20 log G(Ο‰) Vpp Vp 10,695 Hz 3,53 V 0,706 -3 10 5 2647,3 Hz 3,53 V 0,706 -3 10 5 3052,3 Hz 3,25 V 0,65 -3,6 9,2 4,6 318740 Hz 1,13 V 0,226 -1,28 3,2 1,6 20381000 Hz 0,14 V 0,028 -31 0,4 0,2 B. High Pass Filter Frekuensi (Hz) Vout (Volt) G(Ο‰) 20 log G(Ο‰) Vpp Vp 10,06 Hz 0,14 V 0,028 -31 0,4 0,2 32343 Hz 0,14 V 0,028 -31 0,4 0,2 3260,7 Hz 2,55 V 0,51 -5,8 3,6 1,8 318580 Hz 2,62 V 0,524 -5,61 7,4 3,7 34674000 Hz 2,26 V 0,452 -6,89 6,4 3,2 Dengan :R(High Pass Filter) = 120 Ξ© R(Low Pass Filter) = 100 Ξ© Vin = 5 Volt Vout = Vrms
  • 16. 14 VII. PEMBAHASAN Filter merupakan suatu sistem yang dapat memisahkan sinyal berdasarkan frekuensinya, ada frekuensi yang diterima, dalam hal ini dibiarkan lewat dan ada pula frekuensi yang ditolak, dalam hal ini secara praktis dilemahkan. Hubungan keluaran masukan suatu filter dinyatakan dengan fungsi alih (transfer function). Filter dibedakan menjadi 2 bagian yaitu low pass filter dan high pass filter. Low pass filter merupakan filter yang digunakan untuk meloloskan sinyal listrik dengan frekuensi yang lebih rendah dari frekuensi cutt-offnya. Pada low pass filter sinyal dengan frekuensi di atas frekuensi cutt-off tidak akan dilewatkan sama sekali. Berdasarkan praktikum tentang percobaan filter pasif yang telah kami lakukan, kami memperoleh nilai low pass filter secara berturut-turut dengan frekuensi yang berbeda-beda yaitu, untuk frekuensi 10,695 Hz di peroleh nilai G(Ο‰) = 0,706, Vout = 3,53 V dan Vin = 5 V, untuk frekuensi 2647,3 Hz di peroleh nilai G(Ο‰) = 0,706, Vout = 3,53 V dan Vin = 5 V, untuk frekuensi 3052,3 Hz di peroleh nilai G(Ο‰) = 0,65, Vout = 3,25 V dan Vin = 5 V, untuk frekuensi 318740 Hz di peroleh nilai G(Ο‰) = 0,226, Vout = 1,13 V dan Vin = 5 V, dan untuk frekuensi 0,14 Hz di peroleh nilai G(Ο‰) = 0,028, Vout = 0,14 V dan Vin = 5 V. Maka dapat di buat grafik sebagai berikut : 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 10.69 26473 3052.3 318740 20381000
  • 17. 15 Dari hasil dan grafik yang kami peroleh, menunjukkan bahwa tegangan keluaran (Vout) jauh lebih kecil dibandingkan dengan tegangan masukan (Vin) yang kami peroleh dan hal ini juga ditunjukkan pada gambar gelombang yang ditampilkan pada osiloskop. Sesuai dengan fungsinya, bahwa low pass filter akan meloloskan sinyal masukan yang berfrekuensi rendah dan tidak akan meloloskan sinyal masukan yang berfrekuensi tinggi. High pass filter merupakan jenis filter yang meloloskan frekuensi yang lebih tinggi dari cutt-offnya dan akan memberi redaman besar pada frekuensi yang berada dibawah frekuensi cut-offnya. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka kami memperoleh (Vout) dan (Vin) untuk masing-masing percobaan sebanyak 5 kali yaitu, untuk frekuensi 10,06 Hz diperoleh nilai G(Ο‰) = 0,028, Vout = 0,14 V dan Vin = 5 V, untuk frekuensi 32343 Hz di peroleh nilai G(Ο‰) = 0,028 Vout = 0,14 V dan Vin = 5 V, untuk frekuensi 3260,7 Hz di peroleh nilai G(Ο‰) = 0,51, Vout = 2,55 V dan Vin = 5 V, untuk frekuensi 318580 Hz di peroleh nilai G(Ο‰) = 0,524, Vout = 2,62 V dan Vin = 5 V, untuk frekuensi 34674000 Hz di peroleh nilai G(Ο‰) = 0,452, Vout = 2,26 V dan Vin = 5 V, maka dapat dibuat grafik sebagai berikut : 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 10.06 32343 3260.7 318580 34674000
  • 18. 16 Dari hasil dan grafik yang kami peroleh, menunjukkan semakin besar frekuensi maka Voutnya akan naik dan melemahkan frekuensi tinggi yang melebihi frekuensi cut-offnya. Hal ini sesuai dengan fungsi High pass filter yaitu untuk meloloskan sinyal listrik yang berfrekuensi lebih rendah dari frekuensi cut- offnya dan akan melemahkan sinyal yang lebih tinggi dari frekuensi cut-offnya. Dalam percobaan kali inikami juga menghitung nilai Vout secara teori, dan nilai Vout yang kami peroleh untuk rangkaian low pass filter lima kali berturut-turut yaitu , 4,99V, 0,71V, 5V, 5V, dan 5V. Nilai Vout untuk rangkaian High Pass Filter lima kali berturut-turut yaitu, 0,998V, 0,196V, 1,11V, 0,1938V, dan 1,036V. Beradasarkan hasil yang kami peroleh, menunjukkan adanya perbedaan perhitungan nilai Vout secara praktek dengan perhitungan secara teori , dan hanya sebagian nilai Vout ada yang sama. Hal ini mungkin disebabkan karena kesalahan kami, yang kurang teliti dalam merangkai rangkaian, kurang teliti dalam membaca angka, dan juga mungkin karena kesalahan kami dalam menggunkan frekuensi yang tidak sesuai dengan anjuran karena frekuensi yang kami gunakan terlalu besar, dan mungkin hal itu juga bisa disebabkan karena kondisi alat yang kami gunakan sudah tidak layak pakai lagi. VIII. KESIMPULAN Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Filter pasif adalah cara untuk menyelesaikan fenomena yang timbul akibat pengoperasian beban listrik non-linear. 2. Low pass filter merupakan filter pasif yang dapat meloloskan frekuensi rendah dan menahan frekuensi tinggi, semakin besar frekuensi, maka tegangan keluarannya semakin rendah. High pass filter merupakan filter pasif yang dapat meloloskan frekuensi tinggii dan menahan frekuensi rendah, semakin besar frekuensi , maka tegangan keluaran semakin tinggi. 3. Dengan adanya praktikum, maka dapat dihitung nilai R,C,Vin,F,Vpp,Vout dan G(Ο‰) pada rangkaian low pass filter dan high pass filter dengan benar dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
  • 19. 17 R = hambatan pada resistor C = 0,1 ΞΌF = 0,1 x 10βˆ’6 F Vin = tegangan masukan F = frekuensi yang di pakai 𝑉𝑝𝑝 = 𝐷𝑖𝑣 π‘₯ π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 𝐷𝑖𝑣 G(Ο‰) = π‘‰π‘œπ‘’π‘‘ 𝑉𝑖𝑛 Fcut βˆ’ off = 1 2πœ‹π‘…πΆ π‘‰π‘œπ‘’π‘‘(𝐻𝑃𝐹) = 𝑍2 𝑍1+𝑍2 𝑉𝑖𝑛 π‘‰π‘œπ‘’π‘‘(𝐿𝑃𝐹) = 𝑍1 𝑍1 + 𝑍2 𝑉𝑖𝑛 IX. DAFTAR PUSTAKA Joseph A. Edminister, 2004, Rangkaian listrik, Jakarta : Erlangga Sunanda. Wahri, 2012, Aplikasi filter pasif sebagai preduksi harmonic pada inverter tiga fase, Bandung : ITB Sutrisno, 1986, Elektronika I, Bandung : ITB Yeong H. Wiang, 2007, Microwave and Componets, letter volume 17 Zhanggischan, 2004, prinsip dasar elektronika, Jakarta : Erlangga X. LAMPIRAN HITUNG A. Secara Praktek 1. Low Pass Filter a. Untuk f = 10,0695 Vpp = Div x Volt/Div Vout = VP √2 = 5 Volt √2 = 3,53 Volt = 5 Div x 2 Volt/Div = 10 Volt G(Ο‰) = Vout Vin = 3,53 Voult 5 = 0,706 V Vp = Vpp 2 = 10 Volt 2 = 5 Volt
  • 20. 18 b. Untuk f = 2647,3 Vpp = Div x Volt/Div Vout = VP √2 = 5 Volt √2 = 3,53 Volt = 5 Div x 2 Volt/Div = 10 Volt G(Ο‰) = Vout Vin = 3,53 Voult 5 = 0,706 V Vp = Vpp 2 = 10 Volt 2 = 5 Volt c. Untuk f = 3052,3 Vpp = Div x Volt/Div Vout = VP √2 = 4,6 Volt √2 = 3,25 Volt = 4,6 Div x 2 Volt/Div = 9,2 Volt G(Ο‰) = Vout Vin = 3,25 Voult 5 = 0,65 V Vp = Vpp 2 = 9,2 Volt 2 = 4,6 Volt d. Untuk f = 318740 Vpp = Div x Volt/Div Vout = VP √2 = 1,6 Volt √2 = 1,13 Volt = 1,6 Div x 2 Volt/Div = 3,2 Volt G(Ο‰) = Vout Vin = 1,13 Voult 5 = 0,226 V Vp = Vpp 2 = 3,2 Volt 2 = 1,6 Volt e. Untuk f = 20381000 Vpp = Div x Volt/Div Vout = VP √2 = 0,2 Volt √2 = 0,14 Volt = 0,2 Div x 2 Volt/Div = 0,4 Volt G(Ο‰) = Vout Vin = 0,14 Voult 5 = 0,028 V Vp = Vpp 2 = 0,4 Volt 2 = 0,2 Volt
  • 21. 19 2. High Pass Filter a. Untuk f = 10,06 Vpp = Div x Volt/Div Vout = VP √2 = 0,2 Volt √2 = 0,14 Volt = 0,2 Div x 2 Volt/Div = 0,4 Volt G(Ο‰) = Vout Vin = 0,14 Voult 5 = 0,028 V Vp = Vpp 2 = 0,4 Volt 2 = 0,2 Volt b. Untuk f = 32343 Vpp = Div x Volt/Div Vout = VP √2 = 0,2 Volt √2 = 0,14 Volt = 0,2 Div x 2 Volt/Div = 0,4 Volt G(Ο‰) = Vout Vin = 0,14 Voult 5 = 0,028 V Vp = Vpp 2 = 0,4 Volt 2 = 0,2 Volt c. Untuk f = 3260,7 Vpp = Div x Volt/Div Vout = VP √2 = 1,8 Volt √2 = 2,55 Volt = 1,8 Div x 2 Volt/Div = 3,6 Volt G(Ο‰) = Vout Vin = 2,55 Voult 5 = 0,51 V Vp = Vpp 2 = 3,6 Volt 2 = 1,8 Volt d. Untuk f = 318580 Vpp = Div x Volt/Div Vout = VP √2 = 3,7 Volt √2 = 2,62 Volt = 3,7 Div x 2 Volt/Div = 7,4 Volt G(Ο‰) = Vout Vin = 2,62 Voult 5 = 0,524 V Vp = Vpp 2 = 7,4 Volt 2 = 3,7 Volt
  • 22. 20 e. Untuk f = 34674000 Vpp = Div x Volt/Div Vout = VP √2 = 3,2 Volt √2 = 2,26 Volt = 3,2 Div x 2 Volt/Div = 6,4 Volt G(Ο‰) = Vout Vin = 2,26 Voult 5 = 0,452 V Vp = Vpp 2 = 6,4 Volt 2 = 3,2 Volt B. Secara Teori 1. Low Pass Filter a. Untuk f = 10,695 𝑍1 = 𝑅 = 100 𝛺 𝑍2 = 1 π‘—πœ”π‘ = 1 𝑗2πœ‹π‘“π‘ = 1 𝑗. 2(3,14)(10,695)(0,1Γ— 10βˆ’6) = 1 (1)6,69Γ—10βˆ’6 = 0,14 Γ— 106 Ξ© π‘‰π‘œπ‘’π‘‘( πœ”) = 𝑍1 𝑍1 + 𝑍2 𝑉𝑖𝑛 = 100𝛺 100𝛺 + 0,14 Γ— 106 𝛺 5𝑉 = 4,99 𝑉 𝐺( πœ”) = π‘‰π‘œπ‘’π‘‘ 𝑉𝑖𝑛 = 4,99 𝑉 5 = 0,998 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ πΉπ‘π‘’π‘‘π‘œπ‘“π‘“ = 1 2πœ‹π‘…πΆ = 1 2(3,14)(100)(0,1Γ— 10βˆ’6 ) = 1 6,28 Γ— 10βˆ’6 = 0,015 Γ— 106 b. Untuk f = 2647,3 𝑍1 = 𝑅 = 100 𝛺 𝑍2 = 1 π‘—πœ”π‘ = 1 𝑗2πœ‹π‘“π‘ = 1 𝑗.2(3,14)(2647,3)(0,1Γ—10βˆ’6) = 602Ξ© π‘‰π‘œπ‘’π‘‘( πœ”) = 𝑍1 𝑍1 + 𝑍2 𝑉𝑖𝑛 = 100𝛺 100𝛺 + 602𝛺 5𝑉 = 0,71 𝑉 𝐺( πœ”) = π‘‰π‘œπ‘’π‘‘ 𝑉𝑖𝑛 = 0,71 𝑉 5 = 0,142 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ πΉπ‘π‘’π‘‘π‘œπ‘“π‘“ = 1 2πœ‹π‘…πΆ = 1 2(3,14)(100)(0,1Γ— 10βˆ’6 ) = 0,015 Γ— 106
  • 23. 21 c. Untuk f = 3052,3 𝑍1 = 𝑅 = 100 𝛺 𝑍2 = 1 π‘—πœ”π‘ = 1 𝑗2πœ‹π‘“π‘ = 1 𝑗. 2(3,14)(3052,3)(0,1 Γ— 10βˆ’6) = 5,21 Γ— 1011 𝛺 π‘‰π‘œπ‘’π‘‘( πœ”) = 𝑍1 𝑍1 + 𝑍2 𝑉𝑖𝑛 = 100𝛺 100𝛺 + 5,21 Γ— 1011 𝛺 5𝑉 = 5 𝑉 𝐺( πœ”) = π‘‰π‘œπ‘’π‘‘ 𝑉𝑖𝑛 = 5𝑉 5 = 1 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ πΉπ‘π‘’π‘‘π‘œπ‘“π‘“ = 1 2πœ‹π‘…πΆ = 1 2(3,14)(100)(0,1Γ— 10βˆ’6 ) = 1 6,28 Γ— 10βˆ’6 = 0,015 Γ— 106 d. Untuk f = 318740 𝑍1 = 𝑅 = 100 𝛺 𝑍2 = 1 π‘—πœ”π‘ = 1 𝑗2πœ‹π‘“π‘ = 1 𝑗. 2(3,14)(318740)(0,1 Γ— 10βˆ’6) = 4,99 Γ— 10βˆ’10 𝛺 π‘‰π‘œπ‘’π‘‘( πœ”) = 𝑍1 𝑍1 + 𝑍2 𝑉𝑖𝑛 = 100𝛺 100𝛺 + 4,99 Γ— 10βˆ’10 𝛺 5𝑉 = 5 𝑉 𝐺( πœ”) = π‘‰π‘œπ‘’π‘‘ 𝑉𝑖𝑛 = 5𝑉 5 = 1 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ πΉπ‘π‘’π‘‘π‘œπ‘“π‘“ = 1 2πœ‹π‘…πΆ = 1 2(3,14)(100)(0,1Γ— 10βˆ’6 ) = 0,015 Γ— 106 e. Untuk f = 20381000 𝑍1 = 𝑅 = 100 𝛺 𝑍2 = 1 π‘—πœ”π‘ = 1 𝑗2πœ‹π‘“π‘ = 1 𝑗. 2(3,14)(20381000)(0,1 Γ— 10βˆ’6) = 7,8 Γ— 10βˆ’10 𝛺 π‘‰π‘œπ‘’π‘‘( πœ”) = 𝑍1 𝑍1 + 𝑍2 𝑉𝑖𝑛 = 100𝛺 100𝛺 + 7,8 Γ— 10βˆ’10 5𝑉 = 5 𝑉 𝐺( πœ”) = π‘‰π‘œπ‘’π‘‘ 𝑉𝑖𝑛 = 5𝑉 5 = 1 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ πΉπ‘π‘’π‘‘π‘œπ‘“π‘“ = 1 2πœ‹π‘…πΆ = 1 2(3,14)(100)(0,1Γ— 10βˆ’6 ) = 1 6,28 Γ— 10βˆ’6 = 0,015 Γ— 106
  • 24. 22 2. High Pass Filter a. Untuk f = 10,06 𝑍2 = 𝑅 = 120 𝛺 𝑍1 = 1 π‘—πœ”π‘ = 1 𝑗2πœ‹π‘“π‘ = 1 𝑗. 2(3,14)(10,06)(0,1 Γ— 10βˆ’6) = 0,15 Γ— 106 𝛺 π‘‰π‘œπ‘’π‘‘( πœ”) = 𝑍2 𝑍1 + 𝑍2 𝑉𝑖𝑛 = 120𝛺 0,15 Γ— 106 𝛺 + 120𝛺 5𝑉 = 0,998 𝑉 𝐺( πœ”) = π‘‰π‘œπ‘’π‘‘ 𝑉𝑖𝑛 = 0,998𝑉 5 = 0,1996 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ πΉπ‘π‘’π‘‘π‘œπ‘“π‘“ = 1 2πœ‹π‘…πΆ = 1 2(3,14)(120)(0,1Γ— 10βˆ’6 ) = 1 75,36 Γ— 10βˆ’6 = 0,013 Γ— 106 b. Untuk f = 32343 𝑍2 = 𝑅 = 120 𝛺 𝑍1 = 1 π‘—πœ”π‘ = 1 𝑗2πœ‹π‘“π‘ = 1 𝑗. 2(3,14)(32343)(0,1 Γ— 10βˆ’6) = 492𝛺 π‘‰π‘œπ‘’π‘‘( πœ”) = 𝑍2 𝑍1 + 𝑍2 𝑉𝑖𝑛 = 120𝛺 492𝛺 + 120𝛺 5𝑉 = 0,196 𝑉 𝐺( πœ”) = π‘‰π‘œπ‘’π‘‘ 𝑉𝑖𝑛 = 0,196𝑉 5 = 0,0392 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ πΉπ‘π‘’π‘‘π‘œπ‘“π‘“ = 1 2πœ‹π‘…πΆ = 1 2(3,14)(120)(0,1Γ— 10βˆ’6 ) = 1 75,36 Γ— 10βˆ’6 = 0,013 Γ— 106 c. Untuk f = 3260,7 𝑍2 = 𝑅 = 120 𝛺 𝑍1 = 1 π‘—πœ”π‘ = 1 𝑗2πœ‹π‘“π‘ = 1 𝑗. 2(3,14)(3260,7)(0,1 Γ— 10βˆ’6) = 488 𝛺 π‘‰π‘œπ‘’π‘‘( πœ”) = 𝑍2 𝑍1 + 𝑍2 𝑉𝑖𝑛 = 120𝛺 488 𝛺 + 120𝛺 5𝑉 = 1,11 𝑉 𝐺( πœ”) = π‘‰π‘œπ‘’π‘‘ 𝑉𝑖𝑛 = 1,11𝑉 5 = 0,222 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘
  • 25. 23 πΉπ‘π‘’π‘‘π‘œπ‘“π‘“ = 1 2πœ‹π‘…πΆ = 1 2(3,14)(120)(0,1Γ— 10βˆ’6 ) = 1 75,36 Γ— 10βˆ’6 = 0,013 Γ— 106 d. Untuk f = 318580 𝑍2 = 𝑅 = 120 𝛺 𝑍1 = 1 π‘—πœ”π‘ = 1 𝑗2πœ‹π‘“π‘ = 1 𝑗. 2(3,14)(318580)(0,1 Γ— 10βˆ’6) = 499 𝛺 π‘‰π‘œπ‘’π‘‘( πœ”) = 𝑍2 𝑍1 + 𝑍2 𝑉𝑖𝑛 = 120𝛺 499 𝛺 + 120𝛺 5𝑉 = 0,969 𝑉 𝐺( πœ”) = π‘‰π‘œπ‘’π‘‘ 𝑉𝑖𝑛 = 0,969𝑉 5 = 0,1938 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ πΉπ‘π‘’π‘‘π‘œπ‘“π‘“ = 1 2πœ‹π‘…πΆ = 1 2(3,14)(120)(0,1Γ— 10βˆ’6 ) = 1 75,36 Γ— 10βˆ’6 = 0,013 Γ— 106 e. Untuk f = 34674000 𝑍2 = 𝑅 = 120 𝛺 𝑍1 = 1 π‘—πœ”π‘ = 1 𝑗2πœ‹π‘“π‘ = 1 𝑗. 2(3,14)(34674000)(0,1Γ— 10βˆ’6) = 459 𝛺 π‘‰π‘œπ‘’π‘‘( πœ”) = 𝑍2 𝑍1 + 𝑍2 𝑉𝑖𝑛 = 120𝛺 459 𝛺 + 120𝛺 5𝑉 = 1,036 𝑉 𝐺( πœ”) = π‘‰π‘œπ‘’π‘‘ 𝑉𝑖𝑛 = 1,036 𝑉 5 = 0,2072 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ πΉπ‘π‘’π‘‘π‘œπ‘“π‘“ = 1 2πœ‹π‘…πΆ = 1 2(3,14)(120)(0,1Γ— 10βˆ’6 ) = 1 75,36 Γ— 10βˆ’6 = 0,013 Γ— 106
  • 26. 24 RANGKAIAN SERI RLC DAN RESONANSI I. JUDUL : Rangkaian Seri RLC dan Resonansi II. TUJUAN : 1. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat mengidentifikasi rangkaian RL seri, RC seri, dan RLC seri dengan baik dan benar 2. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat membedakan rangkaian RL seri, RC seri, dan RLC seri pada arus DC dan arus AC dengan benar 3. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat mengukur VR, VL, VC, dan Kuat arus pada rangkaian RL seri, RC seri, dan RLC seri dengan benar 4. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat menghitung resistansi total RLC dengan benar III. DASAR TEORI Menurut Zhanggischan (2004:11-12) Apabila pada suatu rangkaian listrik RLC, frekuensi tegangan AC diubah-ubah, maka Z akan berubah. Dan pada suatu frekuensi tertentua akan terjadi resonansi dimana komponen kapasitif akan saling menghapuskan dengan komponen induktifnya (jXL = jXc). Dan rangkaian akan bersifat sebagai tahanan murni, frekuensi tersebut dinamakan frekuensi resonans. Ada 2 jenis resonansi yaitu resonansi seri yang berasal dari rangkaian seri RLC dan resonansi paralel yang berasal dari rangkaian paralel RLC. Pada kali ini yang akan dibahas yaitu tentang rangkaian seri RLC. Gambar di atas merupakan rangkaian seri RLC dan impedansi Z(jΟ‰), sehingga di peroleh :
  • 27. 25 𝑍 = 𝑅 + π‘—πœ”πΏ + 1 π‘—πœ”πΆ = 𝑗(πœ”πΏ βˆ’ 1 πœ”πΆ ) = √ 𝑅2 + (πœ”πΏ βˆ’ 1 πœ”πΆ ) 2 < π‘Žπ‘Ÿπ‘ tan {(πœ”πΏ βˆ’ 1 πœ”πΏ )/𝑅} Frekuensi resonansi akan terjadi, apabila komponen kapasitif saling menghapuskan dengan kompnen induktifnya (πœ”πΏ = 1 πœ”πΆ ), dan rangkaian akan bersifat sebagai tahanan murni (Z = R). Frekuensi resonansi = πœ”0 , maka : πœ”0 = 1 πœ”0 𝐢 β†’ πœ”0 = 1 √ 𝐿𝐢 Jika : πœ”0 = 2πœ‹ . 𝑓0 Maka : 𝑓0 = 1 2πœ‹βˆšπΏπΆ Selanjutnya, dibahas mengenai faktor kualitas (Q) dari rangkaian seri RLC, yaitu : Pada frekuensi esonansi : πœ”0 𝐿 = 1 πœ”0 𝐢 π‘‘π‘Žπ‘› 𝑍 = 𝑅 π‘‘π‘Žπ‘› π‘Žπ‘Ÿπ‘’π‘  𝐼 = 𝐼0 = 𝑉 𝑅 Tegangan pada induktor : 𝑉𝐿 = πœ”0 𝐿𝐼0 = πœ”0 𝐿𝑉 𝑅 = ( πœ”0 𝐿 𝑅 ). 𝑉 Tegangan pada kapasitor : 𝑉𝑐 = 𝐼0 πœ”0 𝐢 = 𝑉 πœ”0 𝑅𝐢 = ( 1 πœ”0 𝑅𝐢 ). 𝑉 Karena : 𝑉𝐢 = 𝑉𝐿 β†’ ( πœ”0 𝐿 𝑅 ). 𝑉 = ( 1 πœ”0 𝑅𝐢 ). 𝑉 Dan didefenisikan : Faktor kualitas = Q = πœ”0 𝐿 𝑅 = 1 πœ”0 𝑅𝐢 Menurut Sutrisno (1986:117) pada rangkaian seri RLC pada keadaan resonansi. Tegangan antara a dan b pada gambar di bawah ini :
  • 28. 26 Pada gambar (a) tegangan antara a dan b sama dengan nol (π‘‰π‘Žπ‘ = 0), oleh karena π‘‰π‘Žπ‘ = 𝐼𝑅. akan tetapi jika diukur kita akan mendapatkan 𝑉𝑐𝑑 β‰  0, dan 𝑉𝑑𝑏 β‰  0,bahkan 𝑉𝑐𝑑 = 𝑉𝑑𝑏 Perlu diingat bahwa dalam menjumlahkan tegangan bolak-balik kita harus menggunakan tegangan kompleks (fasor), artinya kita harus menjumlahkan besar dan fasanya ; ⊽ 𝑐𝑏+ ⊽ 𝑑𝑏= 0, yang berarti ⊽ 𝑐𝑑 = βˆ’ ⊽ 𝑑𝑏. Ini ditunjukkan pada gambar (b). Jadi 𝑉𝑐𝑑(𝑑) dan 𝑉𝑑𝑏(𝑑) berlawanan fasa, sehingga 𝑉𝑐𝑑( 𝑑) + 𝑉𝑑𝑏( 𝑑) = 𝑉𝑐𝑏( 𝑑) = 0 seperti ditunjukkan pada gambar (c). Menurut Kemmerly (2005:23) Frekuensi resonansi πœ”0𝑠 adalah frekuensi dimana bagian imajiner dari impedansi masukanmenjadi sama dengan nol. Dengan demikian, πœ”0𝑠 = 1 √ 𝐿 𝑆 𝐢 𝑆 . parameter 𝑄0𝑠 rangkaian didefenisikan sebagai 2πœ‹ kali rasio antara energi maksimum yang tersimpan dalam rangkaian dengan energi yang hilang pada rangkaian setiap periodenya. Dari defenisi ini, dapat ditemukan bahwa 𝑄0𝑠 = πœ”0𝑠 𝐿 𝑠/𝑅 𝑠. Kedua frekuensi setengah daya πœ”1𝑠 dan πœ”2𝑠 didefenisikan sebagai frekuensi-frekuensi di man besar magnitudo impedansi √2 kali magnitudo impedansi minimum. Ini juga merupakan frekuensi-frekuensi dimana tanggapan arusnya adalah 70,7 persen tanggapan maksimummnya. Menurut mustaman (2014:98-99) passive single tuned filter adalah filter yang terdiri dari komponen-komponen pasif R, L dan C terhubung seri, seperti pada gambar di bawah ini. Passive single tuned filter akan mempunyai impedansi yang kecil pada frekuensi resonansi sehingga arus yang memiliki frekuensi yang sama dengan frekuensi resonansi akan di belokkan melalui filter, besarnya impedansi passive single tuned filter pada frekuensi fundamental dapat dilihat pada gambar
  • 29. 27 Berdasarkan gambar diatas, dapat diperoleh persamaan sebagai berikut : 𝑍𝑓 = 𝑅 + 𝑗( 𝑋 𝐿 βˆ’ 𝑋 𝐢 ) Pada frekuensi resonansi, persamaan menjadi : 𝑍𝑓 = 𝑅 + 𝑗 (πœ”π‘Ÿ 𝐿 βˆ’ 1 πœ”π‘Ÿ 𝐢 ) Jika frekuensi sudut saat resonansi adalah: πœ”π‘Ÿ = 2πœ‹π‘“0β„Ž π‘Ÿ Impedansi filter dapat ditulis sebagai berikut: 𝑍 𝐹 = 𝑅 + 𝑗 (𝑋 πΏβ„Ž π‘Ÿ βˆ’ 𝑋 𝑐 β„Ž π‘Ÿ ) Saat resonansi terjadi nilai reaktansi induktif dan reaktansi kapasitif sama besar, maka diperoleh impedansi passive single tuned filter seperti pada persamaan 𝑍 𝐹 = 𝑅 Pada persamaan tersebut menunjukkan bahwa pada frekuensi resonansi, impedansi passive single tuned filter sama dengan tahanan induktor R, sehingga arus harmonisasi yang mempunyai frekuensi yang sama dengan frekuensi resonansi akan dialirkan atau dibelokkan melalui passive single tuned filter. Dengan demikian passive single tuned filter diharapkan dapat mengurangi IHDv dan IHDi sampai dengan 10-30%. Besarnya tahanan R dari induktor dapat ditentukan oleh faktor kualitas dari induktor. Menrut Rajput (2013:45-46) R-L-C Series Resonance: In a series RLC circuit there becomes a frequency point were the inductive reactance of the inductor becomes equal in value to the capacitive reactance of the capacitor. In other words, 𝑋 𝐿 = 𝑋 𝐢. The point at which this occurs is called the resonant point (𝑓0) of the circuit, and as we are analyzing a series R-L-C circuit this resonance frequency produces a series resonance. Series resonance circuits are one of the most important circuits used electrical and electrical circuits. They can be found in various forms such as in A.C mains filters, noise filters and also in radio and television tuning circuits producing a very selective tuning circuit for the receiving of the different frequency channels.
  • 30. 28 IV. ALAT DAN BAHAN 1. Audio Frequensi Generator (AFG) : 1 unit 2. Oscilloscope : 1 unit 3. Multimeter Digital : 2 unit 4. Resistor : 1 KΞ© 5. Induktor : 2,5 mH 6. Kapasitor : 0.01 ΞΌF V. PROSEDUR KERJA 1. Persiapkan semua peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan saat melaksanakan percobaan. 2. Periksa semua bahan dan peralatan, pastikan semua dalam komdisi yang baik. 3. Buatlah rangkaian seperti pada gambar dibawah ini! 4. Nyalakan AFG dan aturlah tegangan awal keluaran AFG pada 5 volt dengan memutar amplitudo atau penguatan AFG 5. Usahakan tegangan V tersebut dipertahankan konstans pada 5 volt 6. Atur frekuensi pada AFG sebesar 10 KHz 7. Catatlah nilai parameter yang ditunjukkan alat ukur, I, VR, dan VL pada tabel kerja 8. Ulangi langkah kerja no 6 sampai no 8 dengan frekuensi yang bervariasi sesuai dengan tabel kerja 9. Kemudian buatlah rangkaian seperti pada gambar dibawah ini!
  • 31. 29 10. Ulangi langkah 4 sampai 9 untuk rangkaian RC, dan mengganti parameter tegangan VL dengan VC 11. Buat rangkaian seperti pada gambar dibawah ini! 12. Ulangi langkah 4 sampai 9 untuk rangkaian RLC, dengan menambahkan VC sebagai parameter yang diukur. VI. HASIL 1. Hasil percobaan rangkaian RL seri No F (KHz) 𝑉𝑅 (Volt) 𝑉𝐿 (Volt) I (mA) 1. 10 KHz 9 V 5,7 V 120 mA 2. 30 KHz 8,8 V 7,1 V 120 mA 3. 50 KHz 9 V 9,4 V 120 mA 4. 70 KHz 9 V 7,1 V 120 mA 5. 100 KHz 9 V 7,1 V 120 mA 2. Hasil percobaan rangkaian RC seri No F (KHz) 𝑉𝑅 (Volt) 𝑉𝐢 (Volt) I (mA) 1. 10 KHz 3 V 3 V 130 mA 2. 30 KHz 8,5 V 3 V 120 mA 3. 50 KHz 8,8 V 2 V 120 mA 4. 70 KHz 8,8 V 1,4 V 120 mA 5. 100 KHz 9 V 1,1 V 120 mA 3. Hasil percobaan rangkaian RLC seri No F (KHz) 𝑉𝑅 (Volt) 𝑉𝐿 (Volt) 𝑉𝐢 (Volt) I (mA) 1. 10 KHz 1,13 V 0,035 V 0,8 V 0,8 mA 2. 30 KHz 1,97 V 0,07 V 0,13 V 0,3 mA 3. 50 KHz 2,12 V 0,08 V 0,18 V 0,18 mA 4. 70 KHz 2,26 V 0,1 V 0,1 V 0,1 mA 5. 100 KHz 2,4 V 0,14 V 0,05 V 0,05 mA
  • 32. 30 VII. PEMBAHASAN Rangkaian RLC adalah rangkaian yang terdiri dari komponen resistor (R), induktor (L) dan kapasitor (C) yang tersusun secara seri. Sedangkan keadaan resonansi yaitu ketika reaktansi induktif dan kapasitif sama besar dan saling meniadakan. Pada praktikum kali ini kami melakukan 3 percobaan yaitu rangkaian RL seri, RC seri, dan RLC seri. Hasil yang diperoleh Pada percobaan pertama kami melakukan percobaan rangkaian RL seri, mula- mula kami menyiapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan, setelah semua siap barulah kami membuat rangkaian RL seperti yang dianjurkan, selanjutnya kami mengukur tegangan pada masing-masing komponen dan mengukur arus yang mengalir, pada percobaan ini kami melakukan 5 kali percobaan dengan frekuensi yang berbeda-beda dan hasil pengukuran yang kami dapatkan yaitu, untuk F = 10 KHz, VR = 9V, VL = 5.7V, I = 120 mA, untuk F = 30 KHz, VR = 8.8V, VL = 7.1V, I=120 mA, untuk F = 50 KHz, VR= 9V, VL = 9,4V, I = 120 mA, untuk F = 70 KHz, VR = 9V, VL = 7.1V, I = 120 mA, dan untuk F=100KHz, VR=9V,VL =7.1V, I=120 mA. Hasil yang diperoleh tersebut tidak bisa dibilang semakin besar atau semakin kecil jika frekuensi diperbesar. Hal ini disebabkan karena sifat dari tegangan bolak-balik adalah arusnya tidak tetap atau tidak menentu. Begitu pula dengan hasil pada tegangan kumparan dan tegangan total yang terbaca pada voltmeter. Hasil ini juga menunjukkan bahwa nilai tegangan total Vtot yang diperoleh dengan membaca tegangan yang terlihat pada alat voltmeter tidak begitu jauh besarnya dengan tegangan Vtot yang diperoleh dengan cara perhitungan dengan menggunakan persamaan. Pada percobaan ini, pengukuran tegangan hambatan (VR) dan tegangan kumparan (VL) dengan menggunakan voltmeter, semuanya tidak terbaca secara stabil pada jarum volmeter, terutama pada penggunaan frekuensi 30 KHz. Ketidakstabilan angka yang terbaca pada voltmeter disebabkan oleh arus yang di berikan pada rangkaian dalam percobaan ini. Pada percobaan tersebut arus yang diberikan adalah arus bolak-balik (ac), sedangkan sifat dari arus bolak-balik (ac) adalah tidak stabil. Itulah sebabnya tegangan yang terbaca pada voltmeter tidak menunjuk ke angka yang stabil dan
  • 33. 31 tetap. Selain itu kita juga bisa mengetahui bahwa semakin besar frekuensi yang bekerja maka semakin jelas angka yang terbaca pada voltmeter. Pada percobaan kedua kami melakukan percobaan rangkaian RC seri, mula- mula kami menyiapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan, setelah semua siap barulah kami membuat rangkaian RC seperti yang dianjurkan, selanjutnya kami mengukur tegangan pada masing-masing komponen dan mengukur arus yang mengalir, pada percobaan ini kami melakukan 5 kali percobaan dengan frekuensi yang berbeda-beda dan hasil pengukuran yang kami dapatkan yaitu, untuk F = 10 KHz, VR = 3V, VC =3V, I=130 mA, untuk F = 30 KHz, VR = 8,5V, VC = 3V, I=120 mA, untuk F = 50 KHz, VR = 8,8V,VC =2V, I=120 mA, untuk F = 70 KHz, VR = 8,8V, VC =1,4V, I=120 mA, danuntuk F = 100 KHz, VR = 9V, VC =1,1V, I=120 mA. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa pada saat pengisian kapasitor tegangan VR yang diperoleh mengalami peningkatan. Semakin lama semakin meningkat pula VR sedangkan arsu dan tegangan kapasitor mengalami penurunan, seamakin lam maka semakin kecil pula tegangan kapasitor sedangkan arus konstan. Hal ini dikarenkan arus yang mengalir dihambat oleh tegangan yang semakin besar. Pada percobaan ketiga kami melakukan percobaan rangkaian RLC seri, mula- mula kami menyiapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan, setelah semua siap barulah kami membuat rangkaian RLC seperti yang dianjurkan, selanjutnya kami mengukur tegangan pada masing-masing komponen dan mengukur arus yang mengalir, pada percobaan ini kami melakukan 5 kali percobaan dengan frekuensi yang berbeda-beda dan hasil pengukuran yang kami dapatkan yaitu, untuk F = 10 KHz, VR =1,1 3V, VL = 0,035V, VC =0,8 V, I=0,8 mA, untuk F = 30 KHz, VR = 1,97V, VL= 0,07V , VC = 0,13V, I=0,3 mA, untuk F = 50 KHz, VR = 2,12V, VL = 0,08V , VC =0,18V, I=0,18 mA, untuk F = 70 KHz, VR = 2,26V, VL = 0,1V, VC =0,1V, I=0,1 mA, dan untuk F = 100 KHz, VR = 2,4V, VL = 0,14V ,VC =0,05V, I=0,05mA. Pada percobaan ini dilakukan untuk mengukur tegangan pada rangkaian RLC seri. Tegangan yang diukur yaitu tegangan resistor, tegangan induktor, dan tegangan kapasitor, serta mengukur tegangan total dari rangkaian. Berdasarkan hasil percobaan telah di dapatkan Vtot tidak sesuai dengan nilai teori, namun
  • 34. 32 hasil tersebut mendekati. Pada pengukuran ini kami menggunakan multimeter digital untuk mengukur tegangan. Untuk tegangan resistor, tegangan induktor, tegangan kapasitor dan Vtot diukur langsung didalam rangkaian yang sudah dipasang. Dari data hasil percobaan hasil tegangan total yang diperoleh dengan menggunakan persamaan ada yang berbeda dengan data hasil percobaan pada rangkaian ketika percobaan berlangsung. Hal ini dikarenkan kekurangtelitiannya alat ukur, selain itu juga dipengaruhi oleh komponen papan rangkaian yang sudah rusak. Serta mungkin praktikan yang kurang teliti dalam membaca tegangan yang tertera pada voltmeter serta mungkin kesalahn praktikan pada saat merangkai rangkaian pada papan breadboard. VIII. KESIMPULAN 1. -Rangkaian RL seri merupakan rangkaian yang terdiri dari komponen resistor (R) dan komponen induktor (L) yang dihubungkan dengan sumber tegangan bolak-balik sinusoida dengan memasukkan tegangan rms V dan arus yang mengalir (I). -Rangkaian RC seri merupakan rangkaian yang terdiri dari komponen resistor (R) dan komponen kapasitor (C) yang dihubungkan dengan sumber tegangan bolak-balik sinusoida dengan memasukkan tegangan rms V dan arus yang mengalir (I). -rangkaian RLC seri merupakan rangkaian listrik AC yang didalamnya mengandung resistor (R), kapasitor (C), dan induktor (L) yang terhubung satu sama lain secra seri dengan memasukkan tegangan rms V dan arus yang mengalir (I) 2. Rangkaian RL seri merupakan rangkaian yang didalamnya Resistor dan Induktor. Rangkaian RC seri merupakan rangkaian yang didalamnya Resistor dan Kapasitor. Rangkaian RLC seri merupakan rangkaian listrik AC yang didalamnya mengandung resistor, kapasitor, dan induktor yang terhubung secara seri. 3. Pada rangkain RL seri, RC seri, dan RLC seri dapat di ukur : 𝑉𝑅 = 𝐼. 𝑅 𝑉𝐿 = 𝐼. 𝑋 𝐿 𝑉𝐢 = 𝐼. 𝑋 𝐢 𝐼 = 𝑉 𝐢 𝑍 𝑋 𝐿 = πœ”. 𝐿 𝑋 𝐢 = 1 2πœ‹πΉπΆ
  • 35. 33 4. Resistansi total RLC dapat dihitung dengan 𝑅 = 𝑍 𝐢𝑂𝑆 πœ‘ πœ‘ = π‘‘π‘Žπ‘›βˆ’1 ( 𝑋 𝑅 ) IX. DAFTAR PUSTAKA Kemmerly, Jack E.2005.Rangkaian listrik.Jakarta: Erlangga Mustaman.2014.Perbandingan passive LC filter dan passive single. Medan: FTUN Rajput.2013.International science congress association.Amerika Serikat : HBG Sutrisno.1986.Elektronika.Bandung : ITB Zhanggischan.2004.Prinsip dasar elektronika. Jakarta: PT.Gramedia pustaka utama X. LAMPIRAN HITUNG A. Rangkaian RL Seri 1. Untuk , 𝐹1 = 10𝐾𝐻𝑧; 𝐼1 = 120 π‘šπ΄; 𝑅 = 1 𝐾𝛺; 𝐿 = 2,5 π‘šπ» 𝑋 𝐿1 = 2πœ‹π‘“πΏ = 2(3,14)(10Γ— 103)(2,5 Γ— 10βˆ’6) = 0,157 𝑉1 = 𝐼1 Γ— √ 𝑅2 + 𝑋 𝐿 2 = (120Γ— 10βˆ’6)√(1000)3+(0,157)2 = 0,12 𝑉 2. Untuk , 𝐹2 = 30𝐾𝐻𝑧; 𝐼2 = 120 π‘šπ΄; 𝑅 = 1 𝐾𝛺; 𝐿 = 2,5 π‘šπ» 𝑋 𝐿2 = 2πœ‹π‘“πΏ = 2(3,14)(30Γ— 103)(2,5 Γ— 10βˆ’6) = 0,471 𝑉2 = 𝐼2 Γ— √ 𝑅2 + 𝑋 𝐿 2 = (120 Γ— 10βˆ’6)√106 + (0,221)2 = 0,12 𝑉 3. Untuk , 𝐹3 = 50𝐾𝐻𝑧; 𝐼3 = 120 π‘šπ΄; 𝑅 = 1 𝐾𝛺; 𝐿 = 2,5 π‘šπ» 𝑋 𝐿3 = 2πœ‹π‘“πΏ = 2(3,14)(50Γ— 103)(2,5 Γ— 10βˆ’6) = 0,785 𝑉3 = 𝐼3 Γ— √ 𝑅2 + 𝑋 𝐿 2 = (120 Γ— 10βˆ’6)√106 + 0,616 = 0,12 𝑉 4. Untuk , 𝐹4 = 70𝐾𝐻𝑧; 𝐼4 = 120 π‘šπ΄; 𝑅 = 1 𝐾𝛺; 𝐿 = 2,5 π‘šπ» 𝑋 𝐿4 = 2πœ‹π‘“πΏ = 2(3,14)(70Γ— 103)(2,5 Γ— 10βˆ’6) = 0,471
  • 36. 34 𝑉4 = 𝐼4 Γ— √ 𝑅2 + 𝑋 𝐿 2 = (120Γ— 10βˆ’6)√106 + 1,207 = 0,12 𝑉 5. Untuk , 𝐹5 = 100𝐾𝐻𝑧; 𝐼5 = 120 π‘šπ΄; 𝑅 = 1 𝐾𝛺; 𝐿 = 2,5 π‘šπ» 𝑋 𝐿5 = 2πœ‹π‘“πΏ = 2(3,14)(100Γ— 103)(2,5 Γ— 10βˆ’6) = 0,471 𝑉5 = 𝐼5 Γ— √ 𝑅2 + 𝑋 𝐿 2 = (120 Γ— 10βˆ’6)√106 + 2,464 = 0,12 𝑉 B. Rangkaian Seri Rc 1. Untuk , 𝐹1 = 10𝐾𝐻𝑧; 𝐢 = 0,01 πœ‡πΉ = 10βˆ’8 𝐹; 𝑅 = 10 𝐾𝛺 𝑋 𝐢 = 1 π‘ŠπΆ = 1 2πœ‹π‘“πΆ = 1 2(3,14)(10 Γ— 103)(10βˆ’8) = 1592 𝑉 = 𝐼√ 𝑅2 + 𝑋 𝐿 2 = 130 Γ— 10βˆ’3√106 + 15922 = 244 𝑉 2. Untuk , 𝐹2 = 30𝐾𝐻𝑧; 𝐢 = 0,01 πœ‡πΉ = 10βˆ’8 𝐹; 𝑅 = 10 𝐾𝛺 𝑋 𝐢 = 1 π‘ŠπΆ = 1 2πœ‹π‘“πΆ = 1 2(3,14)(30 Γ— 103)(10βˆ’8) = 530 𝑉 = 𝐼√ 𝑅2 + 𝑋 𝐿 2 = 120 Γ— 10βˆ’3√106 + 5302 = 136 𝑉 3. Untuk , 𝐹3 = 50𝐾𝐻𝑧; 𝐢 = 0,01 πœ‡πΉ = 10βˆ’8 𝐹; 𝑅 = 10 𝐾𝛺 𝑋 𝐢 = 1 π‘ŠπΆ = 1 2πœ‹π‘“πΆ = 1 2(3,14)(50 Γ— 103)(10βˆ’8) = 318 𝑉 = 𝐼√ 𝑅2 + 𝑋 𝐿 2 = 120 Γ— 10βˆ’3√106 + 3182 = 126 𝑉 4. Untuk , 𝐹4 = 70𝐾𝐻𝑧; 𝐢 = 0,01 πœ‡πΉ = 10βˆ’8 𝐹; 𝑅 = 10 𝐾𝛺 𝑋 𝐢 = 1 π‘ŠπΆ = 1 2πœ‹π‘“πΆ = 1 2(3,14)(70 Γ— 103)(10βˆ’8) = 227 𝑉 = 𝐼√ 𝑅2 + 𝑋 𝐿 2 = 120 Γ— 10βˆ’3√106 + 2272 = 123 𝑉 5. Untuk , 𝐹5 = 100𝐾𝐻𝑧; 𝐢 = 0,01 πœ‡πΉ = 10βˆ’8 𝐹; 𝑅 = 10 𝐾𝛺
  • 37. 35 𝑋 𝐢 = 1 π‘ŠπΆ = 1 2πœ‹π‘“πΆ = 1 2(3,14)(100 Γ— 103)(10βˆ’8) = 159 𝑉 = 𝐼√ 𝑅2 + 𝑋 𝐿 2 = 120 Γ— 103√106 + 1592 = 121,5 𝑉 C. Rangkaian RLC Seri 1. Untuk, 𝐹1 = 10 𝐾𝐻𝑧; 𝑋 𝐿1 = 0,157 𝛺; 𝑋 𝐢1 = 1592,37 𝛺; 𝐼1 = 0,80 π‘šπ΄ 𝑋1 = 𝑋 𝐢1 βˆ’ 𝑋 𝐿1 = 1592,37 𝛺 βˆ’ 0,157𝛺 = 1592,21 𝛺 𝑉1 = 𝐼1√ 𝑅2 + 𝑋1 2 = 0,80 Γ— 10βˆ’6√106 + 1592,212 = 1,5 Γ— 10βˆ’3 𝑉 2. Untuk, 𝐹2 = 30 𝐾𝐻𝑧; 𝑋 𝐿2 = 0,471 𝛺; 𝑋 𝐢2 = 530,78 𝛺; 𝐼2 = 0,30 π‘šπ΄ 𝑋2 = 𝑋 𝐢2 βˆ’ 𝑋 𝐿2 = 530,78 𝛺 βˆ’ 0,471 𝛺 = 530,31 𝛺 𝑉2 = 𝐼2√ 𝑅2 + 𝑋2 2 = 0,30 Γ— 10βˆ’6√106 + 530,312 = 3,4 Γ— 10βˆ’4 𝑉 3. Untuk, 𝐹3 = 50 𝐾𝐻𝑧; 𝑋 𝐿3 = 0,785 𝛺; 𝑋 𝐢3 = 318,47 𝛺; 𝐼3 = 0,18 π‘šπ΄ 𝑋3 = 𝑋 𝐢3 βˆ’ 𝑋 𝐿3 = 318,47 𝛺 βˆ’ 0,785 𝛺 = 317,68 𝛺 𝑉3 = 𝐼3√ 𝑅2 + 𝑋3 2 = 0,18 Γ— 10βˆ’6√106 + 317,682 = 1,8 Γ— 10βˆ’4 𝑉 4. Untuk, 𝐹4 = 70 𝐾𝐻𝑧; 𝑋 𝐿1 = 1,099 𝛺; 𝑋 𝐢1 = 227,48 𝛺; 𝐼1 = 0,10 π‘šπ΄ 𝑋4 = 𝑋 𝐢4 βˆ’ 𝑋 𝐿4 = 227,48 𝛺 βˆ’ 1,099 𝛺 = 226,38 𝛺 𝑉4 = 𝐼4√ 𝑅2 + 𝑋4 2 = 0,10 Γ— 10βˆ’6√106 + 226,482 = 1,02 Γ— 10βˆ’4 𝑉 5. Untuk, 𝐹5 = 100 𝐾𝐻𝑧; 𝑋 𝐿1 = 1,57 𝛺; 𝑋 𝐢1 = 159,24 𝛺; 𝐼1 = 0,05 π‘šπ΄ 𝑋5 = 𝑋 𝐢5 βˆ’ 𝑋 𝐿5 = 159,24 𝛺 βˆ’ 1,57𝛺 = 157,67 𝛺 𝑉5 = 𝐼5√ 𝑅2 + 𝑋5 2 = 0,05 Γ— 10βˆ’6√106 + 157,672 = 5,06 Γ— 10βˆ’5 𝑉
  • 38. 36 RANGKAIAN PENYEARAH I. JUDUL : Rangkaian Penyearah II. TUJUAN : 1. Setelah melakukan praktikum, praktikandapat mengidentifikasi bentuk gelombang penyearah Β½ gelombang, penyearah gelombang penuh (2 Dioda) dan penyearah gelombang sistem jembatan dengan benar 2. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat menjelaskan proses terbentuknya gelombang penyearah Β½ gelombang, penyearah gelombang penuh (2 Dioda) dan penyearah gelombang sistem jembatan dengan benar III. DASAR TEORI Dioda adalah suatu komponen elektronik yang dapat melewatkan arus pada satu arah saja. Ada berbagai macam dioda yaitu dioda tabung, dioda sambungan p-n, dioda kontak titik (point-contact diode) dan sebagainya. Dalam hal ini kita akan membatasi pembahasan pada dioda penyearah. Dioda memegang peranan amat penting dalam elektronika, di antaranya adalah untuk menghasilkan tegangan searah dari tegangan bolak-balik, untuk mengesan gelombang radio, untuk membuat berbagai bentuk gelombang isyarat, untuk menatur tegangan searah agar tidak berubah dengan beban maupun dengan perubahan tegangan jala-jala (PLN), untuk saklar elektronik, LED, laser semikonduktor, mengesan gelombang mikro dan lain-lain. Beberapa pengertian dasar daripada dioada sambungan p-n digunakan pada transistor, sehingga apabila kita menguasai pengertian dasar dioda akan mudah pula kita memahami sifat transistor (Sutrisno:81) Menurut Zhanggischan (2004:27-29) penerapan dioda yang paling banyak dijumpai adalah sebagai penyearah. Penyearah berarti mengubah arus bolak-balik (ac) menjadi arus searah (dc). Sebagian besar peralatan elektronik membutuhkan sumber daya yang berupa arus searah. Untuk kebutuhan daya dan tegangan yang kecil biasanya cukup digunakn baterai atau accu, namun untuk lebih dari itu di perlukan power supply yang berupa penyearah.
  • 39. 37 Penyearah yang paling sederhana adalah penyearah setengah gelombang, yaitu yang terdiri dari sebuah dioda. Melihat dari namanya, maka hanya setengah gelombang saja yang akan disearahkan seperti pada gambar dibawah ini. Rangkaian penyearah setengah gelombang mendapat masukan dari skunder trafo yang berupa sinyal ac berbentuk sinus, vi = Vm Sin Ο‰t. Dari persamaan tersebut, Vm merupakan tegangan puncak atau tegangan maksimum. Harga Vm ini hanya bisa diukur dengan CRO yakni dengan melihat langsung pada gelombangnya. Sedangkan pada umumnya harga yang tercantum pada skunder trafo adalah tegangan efektif. Hubungan antara tegangan puncak Vm dengan tegangan efektif (Veff) atau tegangan rms (Vrms) adalah: 𝑉𝑒𝑓𝑓 = π‘‰π‘Ÿπ‘šπ‘  = π‘‰π‘š √2 = 0,707 π‘‰π‘š Tegangan arus efektif atau rms adalah tegangan arus yang terukur oleh voltmeter. Karena harga Vm pada umumnya jauh lebih besar dari pada VΞ³ ( tegangan cut-in dioda), maka dapat diabaikan. Prinsip kerja penyearah setengah gelombang adalah bahwa pada saat sinyal input berupa siklus positif maka dioda mendapat bias maju sehinggga arus (I) mengalir ke beban (RL) dan sebaliknya bila sinyal input berupa siklus negatif maka dioda mendapat bias mundur sehingga tidak mengalir arus. Bentuk gelombang tegangan input (Vi) ditunjukkan pada gambar (b) dan arus beban (I) ditunjukkan pada gambar (c) di bawah ini Menurut surjono (2007:27-29) rangkaian penyearah gelombang penuh yang menggunakan rangkain jembatan (bridge) dapat diliat pada gambar
  • 40. 38 Bentuk gelombang yang terjadi pada output dapat dilihat pada gambar (b). Terbentuknya tegangan dari penyearah gelombang penuh dengan menggunakan rangkaian jembatan, dapat dijelaskan dengan memperhatikan gambar. Pada setengah siklus positif (0-T/2) dioda D1 dan D3 konduksi on dan menghasilkan gelombang output setengah siklus seperti pada gambar. Selanjutnya untuk setengah siklus negatif (T/2 dan T) maka dioda D2 dan D4 konduksi dan menghasilkan gelombang. Gelombang yang terjadi adalah positif, sebab titik A adalah nol, dan titik B adalah positif. Pada penyearah gelombang penuh, faktor ripple lebih kecil dari pada faktor- faktor pada penyearah setengah gelombang di mana faktor ripple untuk penyearah gelombang penuh adalah 48,4 %. Makin kecil faktor ripple, makin baik hasil tegangan dc (tegangan dc makin datar). Jadi terbukti, bahwa penyearah gelombnag penuh lebih baik dari pada penyearah setengah gelombang. Dalam pengolahan analog to digital membutuhkan arus searah sehingga mendapatkan pembacaan yang benar. Untuk itu perlunya disearahkan terlebih dahulu. Melalui skematik penyearah atau pengkondisi sinyal ini untuk mendapatkan arus searah. Rangkain penyearah ini diberi masukan dengan tegangan DC sebesar 5 volt. Kemudian tegangan 5 volt ini diturunkan melaui rangkain penstabil tegangan menggunakan LM317 sehingga didapat tegangan keluarannya sebesar 1,25 volt. Tujuan dari penggunaan rangkaian penstabil tegangan adalah agar mendapatakan keluaran tegangan yang konstan, hal ini dikarenakan tegangan keluaran penstabil ini akan membawa tegangan sekunder CT. Tegangan CT akan berubah-ubah seiring perubahan pada arus yang melaluinya. Sehingga penambahan tegangan yang dihasilkan pada rangkaian pengkondisi sinyal ini dapat diperhitungkan dengan menguranginya dengan nilai penstabil tegangan yang tetap yang akan dilakukan dalam program. Keluaran tegangan dari rangkaian penstabil tegangan ini dirangkai seri dengan keluaran tegangan sekunder transformator arus. Keluaran trafo ini masih dalam bentuk AC (Adityawarman, 2014:49-50).
  • 41. 39 The waveforms for the step-down converter at peak excitation for the optimal duty cycle 2,8%. The rectifier capacitor voltage Vrect is maintained at 33.86V, which is approximately one-half the open-circuit voltage. Also shown are the freewheeling diode voltage Vfwd, the current-sense resistor voltage, and the inductor current Iind. Discontinuous cerrent conductin mode of the converter can be seen when the inductor current goes to zero, reverse –biasing the diode at the baterry voltage. The final experiment considered shows the performance of the energy harvesting circuit. The optimal duty cycle is set at 2.8% and the threshold control is disabled, locking the circuit in the step-down converter harversting mode. As compared to direct charging of the baterry, the advantages of the simplified controlled step-down converter can be clearly (Geffrey, 2003:701). IV. ALAT DAN BAHAN 1. Transformator step down Non CT : 1 unit 2. Transformator step down CT : 1 unit 3. Dioda penyearah 4. Resistor : 10 k/ 1W 5. Condensator elektrolit : (2200 ΞΌf/ 50 v) 6. Steker AC : 1 unit 7. Multimeter : 1 unit 8. CRO (Chatode Right Tube) : 1 unit 9. Breadboard : 1 unit 10. Tool Sheet : 1 unit 11. Jumper Ø.1 mm : 2 meter V. PROSEDUR KERJA A. Penyearah Β½ gelombang 1. Persiapkan semua peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan saat melaksanakan percobaan 2. Periksa semua bahandan peralatan, pastikan semua dalam kondisi yang baik
  • 42. 40 3. Buatlah rangakaian seperti dibawah ini pada project board 4. Pada sisi primer transformator, berikan tegangan supply sebesar 220 V AC. 5. Lakukan pengukuran teganganpada sisi skunder transformator dengan menggunakan multimeter. Kemudian catat hasil pada tabel kerja 6. Ukur tegangan pada hambatan RL (VRL) 7. Hitung tegangan pada dioda dengan menghubungkan anoda dan katoda dengan multimeter 8. Amati dan gambarkan bentuk gelombang keluaran pada hambatan RL dengan menggunakan osiloskop 9. Catac hasil pengamatan pada tabel kerja B. Penyearah gelombang penuh (2 Dioda) 1. Persiapkan semua peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan saat melaksanakan percobaan 2. Periksa semua bahandan peralatan, pastikan semua dalam kondisi yang baik 3. Buatlah rangakaian seperti dibawah ini pada project board 4. Berikan tegangan supply 220 V AC pada sisi primer transformator 5. Ukur tegangan pada sisi skunder transformator dengan multimeter. Catat hasil pada tabel kerja 6. Ukur tegangan pada hambatan RL (VRL)
  • 43. 41 7. Hitung tegangan pada dioda ( D1 dan D2) dengan menghubungkan anaoda dan katoda dengan multimeter 8. Amati dan gambarkan bentuk gelombang keluaran pada hambatan RL dengan menggunakan osiloskop 9. Catat hasil pengamatan pada tabel kerja C. Penyearah gelombang sistem jembatan 1. Persiapkan semua peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan saat melaksanakan percobaan 2. Periksa semua bahandan peralatan, pastikan semua dalam kondisi yang baik 3. Buatlah rangakaian seperti dibawah ini pada project board 4. Berikan tegangan supply 220 V AC pada sisi primer transformator 5. Ukur tegangan pada sisi skunder transformator dengan multimeter. Catat hasil pada tabel kerja 6. Ukur tegangan pada hambatan RL (VRL) 7. Hitung tegangan pada dioda ( D1, D2, D3 dan D4) dengan menghubungkan anaoda dan katoda dengan multimeter 8. Amati dan gambarkan bentuk gelombang keluaran pada hambatan RL dengan menggunakan osiloskop 9. Catat hasil pengamatan pada tabel kerja
  • 44. 42 VI. HASIL 1. Penyearah Setengah Gelombang Vsekunder (volt) VRL (volt) Vdioda (volt) Bentuk Gelombang 9.54 4.6 10.25 2. Penyearah Gelombang Penuh Vsekunder (volt) VRL (volt) Vdioda1 (volt) Vdioda2 (volt) Bentuk Gelombang 9.54 4.6 9.54 9.54 3. Penyearah Gelombang Penuh Sistem Jembatan Vsekunder (volt) VRL (volt) Vdioda1 (volt) Vdioda2 (volt) Vdioda3 (volt) Vdioda4 (volt) Bentuk Gelombang 9.54 7.8 9.89 9.89 9.54 9.54
  • 45. 43 VII. PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan sebanyak tiga kali yaitu penyearah setengah gelombang, penyearah gelombang penuh, dan penyearah gelombang sistem jembatan. Pada percobaan pertama kami melakukan percobaan penyearah setengah gelombang yang merupakan gelombang arus bolak-balik yang selalu berubah terhadap waktu. Pada percobaan ini kami menggunakan satu dioda dan kami hanya melakukan satu kali percobaan dikarenakan takut jika trafo yang digunakan akan meledak jika terlalu lama disambungkan pada arus listrik. Berdasarkan percobaan yang kami lakukan hasil yang kami peroleh yaitu Vs = 9,54 V dan Vdioda = 10,25 V serta VRL = 4,6 V. Dari hasil yang kami peroleh menunjukkan bahwa gelombang arus bolak- balik yang awalnya selalu berubah terhadap waktu, ketika telah melewati dioda maka bentuk gelombang menjadi setengah dari gelombang input. Ini menunjukkan bahwa pada saat gelombang input melewati dioda maka gelombang tersebut akan disearahkan oleh dioda. Namun keluaran yang terbentuk masih merupakan gelombang yang kasar, untuk menghasilkan gelombang keluaran yang halus maka kami memasang kapasitor pada rangkaian, kapasitor akan menyaring gelombang keluaran sehingga akan terbentuk gelombang yang halus. Percobaan kedua kami melakukan percobaan penyearah gelombang penuh, yang merupakan sistem penyearah yang meneyearahkan semua siklus gelombang sinus menggunakan dua dioda yang bekerja secara komplenen. Pada percobaan ini kami juga hanya melakukan satu kali percobaan dari percobaan yang kami lakukan kami mendapatkan hasil yaitu Vs = 9,54V, VRL = 4,6V, Vdioda1 = 9,54V dan Vdioda2 = 9,54 V. Dari hasil yang kami peroleh menunjukkan bahwa Vinputnya sama dengan Vinput pada penyearah setengah gelombang hanya saja Voutput yang berbeda, karena ketika gelombang input melewati dioda dan sebuah hambatan beban (RL) maka isyarat keluaran gelombang akan terbentuk deretan gelombang positif penuh dan gelombang negatif akan terpotong. Percobaan ketiga kami melakukan percobaan penyearah gelombang sistem jembatan yang terdiri dari empat buah dioda, berdasarkan percobaan yang telah
  • 46. 44 kami lakukan kami mendapatkan hasil yaitu Vs = 9,54V, VRL = 7,8V, Vdioda1 = Vdioda2 = 9,89 V dan Vdioda3 = Vdioda4 = 9,54V. Dari hasil yang kami peroleh maka dapat diketahui ketika rangkaian jembatan mendapatkan siklus positif dari siklus sinyal AC, maka arus akan mengalir ke beban RL melalui dioda 2 dan dari RL akan dikembalikan melalui dioda 3. Sedangkan pada dioda 1 dan 4 bersifat off. Hal itu terjadi karena dioda 1 dan dioda 4 mendapatkan bias mundur. Hal itu terjadi ketika pada saat mendapatkan siklus negatif, arus akan mengalir ke beban RL melalui dioda 4 (forward bias) dan dari beban akan dikembalikan ke sumber AC melalui dioda 1, sehinggga menyebabkan dioda 1 dan 4 mendapatkan bias mundur (reverse bias). Hal itu sesuai dengan hasil yang diperoleh dimana dioda 2 = 9,89V dan pada dioda 4 mengalami kemunduran sehingga dioda 4 = 9,54V, hal serupa juga terjadi pada dioda 1 dan 3. Namun pada dioda 1 dan 4 tidak bersifat off, hal itu mungkin dikarenakna kesalahan kami dalam membaca angka dan kurang teliti dalam merangkai alat serta mungkin dikarenakan alat yang sudah mulai rusak. VIII. KESIMPULAN 1. -Penyerah setengah gelombang terdiri dari sebuah dioda dan hanya setengah gelomabng saja yang akan disearahkan -Penyearah gelombang penuh merupakan sistem penyearah yang menyearahkan semua siklus gelombang sinus menggunakan dua dioda (satu dioda bisa berupa satu atau beberapa dioda yang diparalel) yang bekerja secara komplenen. -penyearah gelombang sistem jembatan juga dikenal dengan istilah β€œdioda bridge”. Hal ini karena penyearah terbentuk dari empat buah dioda yang disusun, sehingga pada setiap setengah siklus sinusoida baik posisi positif maupun negatif akan disearahkan 2. –Proses terbentuknya gelombang penyearah setengah gelombang yaitu pada saat gelombang pertama (puncak) melewati dioda yang bernilai positif menyebabkan dioda dalam keadaan β€œforward bias” sehingga arus dari setengah gelombang pertama ini bisa melewati dioda. Pada saat setengah
  • 47. 45 gelombang kedua (lembah) yang bernilai negatif menyebabkan dioda dalam keadaan β€œreverse bias” sehingga arus tidak bisa dilewati dioda, adapun rangkain yaitu : -Proses terbentuknya gelombang penyearah gelombang penuh ( dua dioda) yaitu pada saat tegangan input (teg primer) berada pada siklus negatif pada titik akan terjadi siklus negatif, sementara pada titik 2 akan terjadi siklus positif. Akibatnya dioda 2 akan mengalami panjaran maju ( forward bias) sedangkan dioda 1 mengalami panjaran balik (reverse bias) sehingga arus akan mengalir melaui dioda 2 menuju ke beban dan kembali ke titik center top, adapun rangkaiannya yaitu: -Proses terbentuknya gelombang penyearah gelombang sistem jembatan yaitu pada saat siklus positif tegangan AC, arus mengalir dari dioda 2 menuju beban dan kembali melalui dioda 3. Pada saat itu, dioda 1 dan 4 mengalami reverse bias, sehingga dioda 4 arus mengalir pada siklus negatif tegangan AC menuju beban dan kembali melaui dioda 1, karena dioda 2 dan 3 mengalami reverse bias maka arus tidak dapat mengalir pada dioda itu, adapun rangkaiannya yaitu:
  • 48. 46 IX. DAFTAR PUSTAKA Aditya warman. Dimas. 2014. Rekayasa dan teknologi elektro. Lampung : UNILA Surjono. Herman D. 2007. Elektronika. Jakarta : Erlangga Geffrey K. Ottoman. 2003. Optimized piezoelectric energy harvesting circuit. Singapore : Dyna publisher Sutrisno. 1986. Elektronika. Bandung : ITB Zhanggischan. 2004. Prinsip dasar elektronika. Jakarta : Erlangga X. LAMPIRAN HITUNG 1. Penyearah Β½ Gelombang Tegangan Sekunder (Vs) Vdioda Volt/Div = 5 Div =5,4 Volt/Div = 5 Div = 5,8 Vpp = Div x Volt/Div Vpp = Div x Volt/Div = 5,4 x 5 = 27 Volt = 5,8 x 5 = 29 Volt Vp = Β½ x 27 = 13,5 Volt Vp = Β½ x 29 = 14,5 Volt Veff = Vout = 13,5/√2 = 9,54 Volt Veff = Vout = 14,5/√2 = 10,25 Volt VRL Volt/Div = 5 Div = 2,6 Vpp = Div x Volt/Div = 2,6 x 5 = 13 Volt Vp = Β½ x 13 = 6,5 Volt Veff = Vout = 6,5/√2 = 4,6 Volt 2. Penyearah Gelombang Penuh Tegangan Sekunder (Vs) Vdioda 1 Volt/Div = 5 Volt/Div = 5 Div = 5,4 Div = 5,4 Vpp = Div x Volt/Div Vpp = Div x Volt/Div = 5,4 x 5 = 27 Volt = 5,4 x 5 = 27 Volt Vp = Β½ x 27 = 13,5 Volt Vp = Β½ x 27 = 13,5 Volt Veff = Vout = 13,5/√2 = 9,54 Volt Veff = Vout = 13,5/√2 = 9,54 Volt
  • 49. 47 VRL Vdioda 2 Volt/Div = 5 Volt/Div = 5 Div = 2,6 Div = 5,4 Vpp = Div x Volt/Div Vpp = Div x Volt/Div = 2,6 x 5 = 13 Volt = 5,4 x 5 = 27 Volt Vp = Β½ x 13 = 6,5 Volt Vp = Β½ x 27 = 13,5 Volt Veff = Vout = 6,5/√2 = 4,6 Volt Veff = Vout = 13,5/√2 = 9,54 Volt 3. Penyearah Gelombang Penuh Sistem Jembatan Tegangan Sekunder (Vs) VRL Volt/Div = 5 Volt/Div = 5 Div = 5,4 Div = 4,4 Vpp = Div x Volt/Div Vpp = Div x Volt/Div = 5,4 x 5 = 27 Volt = 4,4 x 5 = 22 Volt Vp = Β½ x 27 = 13,5 Volt Vp = Β½ x 22 = 11 Volt Veff = Vout = 13,5/√2 = 9,54 Volt Veff = Vout = 11/√2 = 7,8 Volt Vdioda 1 Vdioda 2 Volt/Div = 5 Volt/Div = 5 Div = 5,6 Div = 5,6 Vpp = Div x Volt/Div Vpp = Div x Volt/Div = 5,6 x 5 = 28 Volt = 5,6 x 5 = 28 Volt Vp = Β½ x 28 = 14 Volt Vp = Β½ x 28 = 14 Volt Veff = Vout = 14/√2 = 9,89 Volt Veff = Vout = 14/√2 = 9,89 Volt Vdioda 3 Vdioda 4 Volt/Div = 5 Volt/Div = 5 Div = 5,4 Div = 5,4 Vpp = Div x Volt/Div Vpp = Div x Volt/Div = 5,4 x 5 = 27 Volt = 5,4 x 5 = 27 Volt Vp = Β½ x 27 = 13,5 Volt Vp = Β½ x 27 = 13,5 Volt Veff = Vout = 13,5/√2 = 9,54 Volt Veff = Vout = 13,5/√2 = 9,54 Volt
  • 50. 48 TEOREMA DIODA ZENER I. JUDUL : Teorema Dioda Zener II. TUJUAN : 1. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat meneyebutkan karakteristik dioda zener dengan benar 2. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat membedakan fungsi dioda zener dengan dioda biasa dengan benar 3. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat mengukur tegangan dan arus zener dengan benar. III. DASAR TEORI Menurut Sutrisno (1986:111) Dioda zener digunakan untuk pengatur tegangan agar sumber tegangan searah tak berubah tegangan keluarannya jika diambil arusnya (dibebani) dalam batas-batas tertentu. Dioda zener dibuat agar mempunyai tegangan dadal (disebut tegangan zener) pada nilai tertentu antar 3V dan 100V. Adapun beberapa parameter dioda zener yang penting adalah : a. Tegangn Dadal b. Koefisien suhu (perubahan tegangan zener terhadap perubahan) c. Kemampuan daya (lesapan daya maksimum) d. Hambatan isyarat kecil rz yaitu hambatan zener terhadap perubahan tegangan kecil, atau untuk isyarat ac kecil. Dioda zener dengan tegangan zener diatas 6V mempunyai koefisien positif, dan di bawh 6V koefisien suhu negatif. Koefisien suhu minimum terjadi pada zener 6V untuk arus 40 mA. Begitu pula hambatan isyarat kecil rz yang menyatakan kebalikan kemiringan lengkung ciri dioda zener pada keadaan dadal juga berubah dengan tegangan zener. Zener memiliki karakter yang unik karena bekerja pada reverse bias, berbeda dengan dioda biasa. Perbedaan lain antara zener dengan dioda lainnya dalah doping yang lebih banyak pada sambungan p dan n. Ternyata dengan perlakuan ini tegangan breakdown dioda bisa makin cepat tercapai. Jika pada
  • 51. 49 dioda biasa baru terjadi breakdown pada tegangan ratusan volt, pada zener breakdown bisa terjadi pada angka puluhan dan ratusan volt. Di data sheet ada zener yang memiliki tegangan Vz sebesar 1,5V, 3,5V, dan sebagainya. Zener memiliki rangkaian pengganti tersendiri dari dioda, resistor dan sumber tegangan yang tersusun seri ( Budiharto 2005:58). Menurut Surjono (2007:41-43) Struktur dioda zener tidaklah jauh berbeda dengan dioda biasa, hanya tingkat doping saja yang sangat berbeda. Kurva karakteristik dioda zener juga sama seperti dioda biasa, namunperlu dipertegas adanya daerah breakdown dimana pada saat bias mundur mencapai teganagan breakdown maka arus dioda naik dengan cepat. Daerah breakdown inilah titik fokus penerapan dari dioda zener, sedangkan pada dioda biasa tidak diperbolehkan pemberian tegangan mundur sampai pada daerah breakdown, karena bisa merusak dioda. Titik breakdown dari suatu dioda zener dapat dikontrol dengan memvariasi tingkat dopingnya. Tingkat doping yang tinggi akan meningkatkan jumlah pengotoran sehingga tegangan zenernya akan kecil, demikian juga seabliknya, dengan tingkat doping yang rendah diperoleh tegangan zener yang tinggi. Penerapan dioda zener yang penting adalah sebagai penyetabil tegangan (voltage regulator). Rangkaian dasar penyetabil tegangan adalah terlihat pada gambar, agar rangkaian ini dapat berfungsi sebagai penyetabil tegangan, maka dioda zener harus bekerja pada darerah breakdown. Dengan kata lain apabila dilihat pada gambar, maka tegangan sumber (V1) yang diberikan pada rangkaian harus lebih besar dari (V2) atau arus pada dioda zener harus lebih besar dari Iz minimun.
  • 52. 50 Oleh karena itu persyaratan yang harus dipenuhi agar rangkaian berfungsi sebagai penyetabil tegangan adalah berkenaan dengan nilai RL dan Vi. Pertaman, RL harus lebih besar dari RL minimum. RL ini berhubungan dengan Iz karena bila RL miniRLlebih besar dari Vi minimum, Vi minimum ini akan menjamin bahwa dioda mendapatkan tegangan breakdown. Menurut Ratnasari (2014:4) Pengujian dioda zener dimana dioda zener yang digunakan memiliki tegangan 200V. Tabel di bawah ini adalah hasil pengujian pada dioda zener. No Tegangan puncak Impuls (KV) Tegangan potong td (KV) Waktu potong td (ns) 1. 2,38 0,58 400 2. 2,78 0,61 380 3. 3,65 0,79 294 4. 4,50 0,97 239 5. 5,38 1,12 208 6. 6,18 1,33 174 7. 7,05 1,48 157 8. 7,85 1,58 147 9. 8,73 1,87 124 10. 9,88 1,94 120 Grafik karakteristik v-t untuk dioda zener ditunjukkan pada gambar Bentuk gelombang hasil pemotongan tegangan impils standart 1,2/50 ΞΌs dapat dilihat pada gambar dibawah ini
  • 53. 51 Berdasarkan hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa dioda zener ini menghasilkan tingkat pemotongan tegangan yaitu 0,58 KV- 2,05 KV dengan waktu pemotongan 400 ns-113 ns. In inorganic semiconduktors, there are a numbers of basic transport effects which involve more than one band, e.g. interband (zener) tunneling or avalanche breakthrough. While these effects are now understood in detail for inorganic semiconduktors, they have not been experimentally studied in detail for organic semiconductors, the theoterical study of their charge transport properties is also quite challeging, so that theoterical studies are usually limited to structurally ordered systems. An organic zener diode with an adjustable breakdown is still missing. A key electronic device based on the zener effect, the zener diode is crucial for basic electrical circuit requirements, such as voltage and temperature stabilazation and over voltage protection. Likewise zener diodes are key elements for passive matrix memoty arrays. Where zener diodes are essential to prevent parasitic current flow throught non selected crosspoints. The required parameters for the zener diode are given by the read, write and erase voltages of the memory (Avdoshenko, 2010:7). IV. ALAT DAN BAHAN 1.Breadbord : 1 unit 2.Resistor : 1 pcs 3.Mikro dan mili-Ammeter dc : 1 unit 4.Voltmeter : 1 unit 5.Dc power supply : 1 unit
  • 54. 52 V. PROSEDUR KERJA 1. Persiapkan semua peralatan dan bahan-bahan yang di perlukan agar saat melaksanakan percobaan 2. Periksa semua bahan dan peralatan, pastikan semua dalam kondisi yang baik 3. Rangkaikan seperti pada gambar dibawah ini pada breadboarad 4. Lepaskan beban RL buat tegangan dari DC power supply sebesar 0V 5. Lakukan pengukuran pada Vz dan Iz mulai dari 0V, kemudian dinaikkan secara perlahan dengan step 1V sampai mencapai kurang lebih 15V, kemudian tuliskan datanya pada tabel kerja. 6. Usahakan arus zener Iz jangan sampai melebihi 50 mA kemudian gambarkan kurva karakteristik zener untuk kondisi biar reverse 7. Carilah tegangan knee dan resistansi zener (Rz) dari gambar kurva karakteristik zener. Kemudian catatlah hasilnya pada tabel 8. Pasang kembali beban RL (untuk beban penuh) pada percobaan regulasi tegangan, kemudian ukurlah arus source It, arus zener Iz, arus beban Il dan tegangan output dengan beban penuh 9. Hitunglah arus source IT, arus zener Iz, arus beban IL, dan tegangan output beban penuh V0(fl), dengan memperhitungkan tegangan zener dan resistansi zener, keudian tuliskan hasilnya pada tabel kerja dengan bandingkan kedua hasil tersebut 𝐼 𝑇 = π‘‰π‘–π‘›βˆ’π‘‰π‘œπ‘’π‘‘ 𝑅 𝑆 𝐼 𝑇 = 𝐼𝑍 βˆ’ 𝐼𝐿 dan π‘‰π‘œπ‘’π‘‘ = 𝑉𝑍 + 𝐼𝑍. 𝑅 𝑍 10. Lepaskan resistor beban IT untuk pengukuran tanpa beban, kemudian ukurlah arus source IT, arus zener Iz dan tegangan output tanpa beban V0(NL), dan catatlah datanya pada tabel
  • 55. 53 11. Hitunglah arus source IT, arus zener Iz dan tegangan output tanpa beban V0(NL), dengan memperhitungkan tegangan zener dan resistansi zener, kemudian tuliskan hasilnya pada tabel dan bandingkan kedua hasil tersebut. VI. HASIL 1. Data pengukuran karakteristik zener Vinput Tegangan zener Vz Arus Zener (Iz) 5,03 V 5,03 V 0,03 A 6,77 V 6,79 V 0,04 A 9,38 V 9,40 V 0,06 A 12,17 V 12,21 V 0,08 A 14,88 V 14,89 V 0,10 A 2. Tegangan knee dan resistansi zener Tegangan knee zener 9,4 V Resistor zener (Rz) 37 Ξ© 3. Data zener regulator beban penuh Parameter Pengukuran Perhitungan Eror % IT 0,10 A 0,06 A 0,4 % IZ 0,10 A 0 A 100 % IL 0,10 A 0,06 A IL = 0,4 % V0 (FL) 1,82 A 4. Data zener regulator tanpa beban Parameter Pengukuran Perhitungan Eror % IT 0 A 0.06 A 0,4 % IZ 0,1 A 0 A 100 % V0(nl) 1,75 A VR(%) VII. PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan teorema dioda zener, dimana seperti yang diketahui dioda zener berbeda dengan dioda biasa lainnya. Dioda zener didefenisikan sebagai komponen elektronika yang terbuat dari bahan semikonduktor dan merupakan jenis dioda yang dirancang khusus untuk dapat bervariasi dirangkaian reverse bias (bias balik). Pada saat dipasang pada
  • 56. 54 rangkaian forward bias maju, maka dioda zener memiliki karakteristik dan fungsi sebagai dioda normal pada umumnya. Adapun yang membedakan dida zener dengan dioda biasa yaitu bias mundurnya pada masing-masing dioda, pada dioda zener jika daerah breakdown pada saat bias mundur mencapai tegangan breakdown maka arus dioda naik dengan cepat, namun pada dioda biasa daerah breakdown merupakan daerah kritis yang harus dihindari dan tidak diperbolehkan pemberian tegangan mundur sampai pada daerah breakdown karena bisa merusak dioda. Pada percobaan pertama kami mengukur karakteristik zener dimana tegangan input yang kami gunakan adalah 5,03 V, 6,77V, 9,8V, 12,17V, dan 14,88, untuk mengukur tegangan zener pada masing-masing Vin maka kami membuat rangkaian pada breadboard seperti yang dianjurkan, setelah semua siap dan setiap kabel telah terpasang dengan benar barulah kami mengukur tegangan zener sehingga hasil yang kami dapatkan yaitu, pada saat Vin = 5,03V Vz = 5,03V, Vin = 6,77V Vz = 6,79V, Vin = 9,38V Vz = 9,40V, Vin = 12,17V Vz = 12,21 V dan pada saat Vin = 14,88V Vz = 14,89V. Untuk mengukur arus pada dioda zener kami menggunaka cara yang sama hanya saja pada kali ini kami hanya mengukur arus zener, dan hasil yang kami dapatkan pada saat mengukur arus yaitu ketika Vin = 5,03V Iz = 0,03A, Vin = 6,77V Iz = 0,04A, Vin = 9,38V Iz = 0,06A, Vin = 12,17V Iz = 0,08 A dan ketika Vin = 14,88V Iz = 0,10A. Berdasarkan dua pengukuran, tegangan dan arus maka dapat dihubungkan antar Vz dan Iz dengan grafik, seperti grafik dibawah ini 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 5.03 6.79 9.4 12.21 14.89
  • 57. 55 Dari hasil pengukuran Vz,Iz, dan grafik kami membuat kesimpulan bahwa jika semakin tegangan yang diberikan maka akan semakin besar pila tegangan zener dan arus zener juga semakin bertambah, hal ini sesuai dengan karakteristik dioda zener yaitu jika saat bias mundur mencapai tegangan breakdown maka arus dioda akan naik dengan cepat. Pada percobaan kedua kami melakukan percobaan knee dan resistansi zener. Pada percobaan ini diperoleh tegangan knee sebesar 9,40V dan resistansi zener sebesar 37 ohm, untuk nilai resistansi kami hitung secra teori. Pada percobaan ketiga kami melakukan pengukuran zener regulator beban penuh, dimana kami menggunakan R = 120 ohm dan RL = 120 ohm dengan tegangan sebesar 15 Volt dan hasil yang kami dapatkan yaitu IT = 0,10A, Iz = 0,10A dan IL = 0,06 A untuk hasil perhitungan kami mendapatkan hasil yaitu IT = 0,04%, Iz = 100% dan IL = 0,4%. Pada percobaan keempat kami melakukan percobaan pengukuran zener tanpa beban dengan menggunakan R = 120 ohm dan V = 5 V, dan hasil yang kami dapatkan yaitu IT = 0A dan Iz = 0,1A, seacara teori atau perhitugan didapatkan IT = 0,06A dan Iz = 0A, serta nilai eror yaitu IT = 0,4% dan Iz = 100%. Pada percobaan ketiga dan keempat terdapat perbedaan nilai IT, Iz, dan IL serta pada Iz nilai erornya mencapai 100%, hal itu mungkin disebabkan karena kerusakan alat atau mungkin karena kami yang kurang teliti dalam mengukur dan merangkai alat. VIII. KESIMPULAN 1.Dioda zener memiliki karakteristik menyalurkan arus listrik mengalir ke arah yang berlawanan, jika tegangan yang diberikan melampaui batas (tegangan zener) atau bisa disebut juga dengan β€œbreak down voltage” dan bisa melakukan arus balik dengan aman dan dengan drop tegangan hanya beberapa saja. 2.Pada dioda zener saat bias mundur mencapai tegangan breakdown maka arus dioda naik dengan cepat, sedangkan pada dioda biasa tidak diperbolehkan pemberian tegangan mundur sampai pada daerah breakdown, karena bisa merusak dioda.
  • 58. 56 3.Setelah melakukan praktikum dapat mengukur tegangan dan arus pada dioda zener dengan benar dengan menggunakan alat maupun dengan menggunakan persamaan berikut 𝐼𝑍 = 𝐼 𝑅 βˆ’ 𝐼𝐿 𝑉𝑍 = π‘‰π‘œπ‘’π‘‘ 𝐼 𝑍 .𝑅 𝑍 IX. DAFTAR PUSTAKA Avdoshenko. Stanislav. 2010. Organic zener diodes. Korea : Universitat Dresden Budiharto. Widodo. 2005. Teknik reparasi pc dan monitor. Jakarta : PT. Elex media komputindo Ratnasari. Resi. 2014. Koordinasi proteksi arester pcb dan dioda zener. Malang : Universitas Brawijaya Surjono. Herman D. 2007. Elektronika Analog. Jember : Penerbit cerdas ulet kreatif Sutrisno. 1986. Elektronika. Jakarta : Erlangga X. LAMPIRAN HITUNG a. Menentukan Vout π‘‰π‘œπ‘’π‘‘ = 𝑅 𝐿 𝑉𝐼𝑛 𝑅 + 𝑅 𝑍 = (120)(14,88) 120 + 120 = 1758,6 240 = 7,4 𝑉 b. Menentukan VR 𝑉𝑅 = 𝑉𝑖𝑛 βˆ’ 𝑉𝐿 = 14,88 βˆ’ 7,4 = 7,48 𝑉 c. Menentukan IL 𝐼𝐿 = 𝑉𝐿 𝑅 𝐿 = 7,4 120 = 0,06 𝐴 d. Menentukan IZ 𝐼𝑍 = 𝐼 𝑅 βˆ’ 𝐼𝐿 = 𝑂, 𝑂6𝐴 βˆ’ 𝑂, 𝑂6𝐴 = 0𝐴 e. Menentukan IT 𝐼 𝑇 = 𝐼𝑍 + 𝐼𝐿 = 0𝐴 + 0,06𝐴 = 0,06𝐴 f. Menentukan resistansi π‘…π‘‘π‘œπ‘‘ = 𝑉𝑍 𝐼𝑍 = 9,40 0,064 = 156,67 𝛺 Resistansi = Rtot – R
  • 59. 57 = 156,67Ξ© - 120Ξ© = 37 Ξ© g. Menentukan eror (%) beban penuh ο‚·Untuk IT %π‘’π‘Ÿπ‘œπ‘Ÿ = 0,10 βˆ’ 0,06 0,10 Γ— 100% = 0,4% ο‚·Untuk IZ %π‘’π‘Ÿπ‘œπ‘Ÿ = 0,10 βˆ’ 0 0,10 Γ— 100% = 100% ο‚·Untuk IL %π‘’π‘Ÿπ‘œπ‘Ÿ = 0,10 βˆ’ 0,06 0,10 Γ— 100% = 0,4% h. Menentukan eror (%) tanpa beban ο‚·Untuk IT %π‘’π‘Ÿπ‘œπ‘Ÿ = 0 βˆ’ 0,06 0 Γ— 100% = 0% ο‚·Untuk IZ %π‘’π‘Ÿπ‘œπ‘Ÿ = 0,10 βˆ’ 0 0,10 Γ— 100% = 100% ο‚·Untuk IL %π‘’π‘Ÿπ‘œπ‘Ÿ = 1,75 βˆ’ 7,4 1,75 Γ— 100% = Β±3,2%
  • 60. 58 TRANSISTOR SEBAGAI SAKLAR ELEKRONIKA I. JUDUL : Transistor Sebagai Saklar Elekronika II. TUJUAN : 1. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat mengidentifikasi karakteristik transistor sebagai saklar dengan benar. 2. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat membedakan kaki-kaki transistor dengan benar. III. DASAR TEORI : Menurut Sutrisno (1986:117) Transistor adalah suatu komponen aktif dibuat dari bahan semikonduktor. Transistor digunakan di dalam rangkaian untuk memperkuat isyarat artinya isyarat lemah pada masukan diubah menjadi isyarat yang kuat pada keluaran, pada massa ini transistor ada dalam setiap peralatan elektronika. Transistor dwikutub dibuat dengan menggunakan semikonduktor ekstrinsik jenis p dan n, yang disusun seperti pada gambar Ketiga bagian transistor ini disebut emitor, basis dan colektor, masing- masing bagian transistor ini dihubungkan ke luar transistor dengan menggunakan konduktor sebagai kaki transistor. Pada transistor dwikutub sambungan p-n antara emitor dan basis diberi panjar maju sehingga arus mengalir dari emitor ke basis. Penjar adalah tegangan dan arus dc yang harus lebih dahulu di pasang agar rangkaian transistor bekerja. Seperti lazimnya arus listrik ditentukan mempunyai arah seperti gerak muatan positif. Agar lebih mudah dibayangkan, kita gunakan transistor pnp untuk mempelajari cara kerja transistor. Menurut Budiharto (2008:17) Transistor juga dapat digunakan sebagai saklar elektronika dengan membuat transistor tersebut berada dalam kondisi cut- off (saklar terbuka, arus tidak mengalir) atau saturasi (saklar tertutup, sehingga
  • 61. 59 arus mengalir). Sebagai contoh, transistor 2N3904 mempunyai 𝛽DC sebesar 100 maka untuk menghitung nilai resistor basis agar transistor mampu mengalirkan arus yang menandai (saklar sekitar 140 mA ke relay yang akan digunakan), menggunakan rumus baku : πΌπ›½π‘ π‘Žπ‘‘π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘ π‘– = πΌπΆπ‘ π‘Žπ‘‘π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘ π‘– 𝛽𝐷𝐢 = 140π‘šπ΄ 100 = 1,4 π‘šπ΄ Maka : 𝑅 𝐡 = 𝑉𝑂𝐻 βˆ’ 𝑉 𝐡𝐢 𝐼 𝐡 = (4,2βˆ’0,7) 𝑉 7π‘šπ΄ = 500 π‘œβ„Žπ‘š Umumnya resistor yang mudah diperoleh adalah 270 ohm – 470 ohm. Jadi, kita gunakan nilai 470 ohm tersebut sebagai 𝑅 𝐡. Jika pada PA.O berlogika β€œ1” maka kaki bias transistor mendapat tegangan sebesar 𝑉𝑂𝐻 sehingga transistor akan bekerja atau mengalirkan arus (saturasi) dan mengaktifkan relay dan sebaliknya. Menurut Surjono (2008:2) JFET (Junction Field Effect Transistor) adalah komponen tiga terminal dimana salah satu terminal dapat mengontrol arus antara dua terminal lainnya. JFET terdiri atas dua jenis yaitu kenal-N dan kenal-P, sebagaimana transistor terdapat jenis NPN dan PNP, umumnya yang akan dibahas kali ini adalah kenal-N karena untuk kenal-P adalah kebalikannya. Kontruksi dasar komponen JFET kanal-N adalah terlihat seperti pada gambar. Terlihat bahwa sebagian besar strukturnya terbuat dari bahan tipe-N yang membentuk kanal. Bagian atas dari kanal dihubungkan ke terminal disebut Drain (D) dan bagian bawah dihubungkan ke terminal yang disebut source(S) pada sisi kiri dan kanal dari kanal-N dimasukkan bahan tipe P yang dihubungkan bersama- sama ke terminal yang disebut dengan gate(G).
  • 62. 60 Pada saat semua terminal belum diberi tegangan bias dari luar, maka pada persambungan P dan N pada kedua gate terdapat daerah pengosongan. Hal ini terjadi sebagaiman pada pembahasan dida persambungan, pada daerah pengosongan tidak terdapat pembawaan muatan bebas, sehingga tidak mendukung aliran arus sepanjang kanal. Dalam penelitian ini diperboleh efisiensi motor saat terhubung dengan sumber sinus tiga fase. Hal tersebut sesuai dengan prinsip dari tipe peralihan yaitu fungsi transistor sebagai elektronik switch yang dapat dibuka (off) dan ditutup (on). Dengan asumsi bahwa switch tersebut ideal, jika switch ditutup maka tegangan keluaran akan sama dengan tegangan masukan, sedangkan jika switch terbuka maka tegangan keluaran akan menjadi nol. Bebeda dengan tipe linier, pada tipe peralihan tidak ada daya yang diserap pada transistor sebagai switch. Ini dimungkinkan karena pada waktu switch ditutup tidak ada tegangan yang jatuh pada transitor, sedangkan pada watu switch dibuka, tidak ada arus listrik yang mengalir. Ini berarti semua daya terserap pada beban, sehingga efisiensi daya menjadi 100%, namun pada prakteknya, tidak ada switch yang ideal, sehingga akan tetap ada daya yang hilang sekecil apapun pada komponen switch dan efisiennya walaupun sangat tinggi, tidak akan pernah mencapai 100% (Hardianto, 2014:6). High performance (1800V, 10,8 mΞ©, 𝛽 = 20 at rom temperature) 4H – SIC NPN bipolar junction transistor in 4H-SIC have been demonstrated which outperformans all SIC power switching devices with comparable blocking voltages reported to dat. The BJTS exhibited a temperature, stable curent gain clue to higher percent ionization of the deep level. All acceptor atoms in the base region at elevated temperatured, which makes these devices atractive for paralleling. A significant decrease in common emitter current gain was observated for tight pitch devices, whichis caused by sorface reonbination at the etched sidewalls. Ruther optimazation of surface possivation, espencially on etched side walls, in necassary to improve these devices (Sigh, 2001:126).
  • 63. 61 IV. ALAT DAN BAHAN 1.Resistor : 1KΞ©/1W dan 820Ξ©/1W 2.Transistor : 2N6005 dan 2N6004 3.Potensiometer 2K5 4.Saklar SPST (Togle) 5.Power Supply : 1 unit 6.Multimeter : 1 unit 7.Ampere Meter (mA range) : 1 unit 8.Project Board/ Bridge Board : 1 unit 9.Tool Sheet : 1 unit 10. Jumper : 1 meter V. PROSEDUR KERJA 1. Persiapkan semua peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan saat melaksanakan percobaan 2. Periksa semua bahan dan peralatan, pastikan semua dalam kondisi yang baik 3. Buatlah rangkaian seperti gambar dibawah ini pada project board 4. Hubungkan baterai 6 Volt pada rangkaian yang terhubung langsung dengan resistor R1 5. Hubungkan power supply yang terhubung langsung dengan R2 dimulai dari tegangan 0 Volt 6. Hubungkan saklar S1. Amati Dioda LED (LED menyala/padam) 7. Putar/atur tegangan power supply, sampai lampu LED padam 8. Ukur tegangan yang dirsakan oleh R1 (VR1), R2 (VR2) dan tegangan pada Dioda LED (VD)
  • 64. 62 9. Catat hasil pada tabel kerja 10. Ukurlah nilai arus kaki kolektor (IC) dan kaki basis (IB) 11. Catat hasil pada tabel kerja VI. HASIL V2 (Volt) V1 (Volt) VR1 (Volt) VR2 (Volt) IC (A) IB (A) Keterangan 6 0 5.31 0.16 0 0 Tidak Menyala 6 1 5.35 0,12 0 0 Tidak Menyala 6 2 5.30 0,07 0 0 Tidak Menyala 6 3 5.29 0,02 0.01 0 Tidak Menyala 6 4 5.27 0.01 0.01 0 Menyala 6 5 6.63 0 0 0 Menyala 6.02 6 6.43 0.02 0 0 Terputus 6 7 5.10 0 0 0 Menyala 6 8 5.01 0 0 0 Terputus 6.02 9 6.36 0 0 0 Terputus VII. PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini yaitu transistor sebagai saklar bertujuan untuk mengetahui cara kerja dan cara menggunakan, merangkai, menganalisis, dan mengaplikasikan transistor sebagai saklar elektronik. Alat dan bahan yang digunakan yaitu transistor, resistor, breadboard, catu daya, dab multimeter. Resistor yang digunakan bernilai 100 ohm dan 390 ohm, untuk mengukur tegangan pada resistor digunakan multimeter dengan menggunakan 2 sumber tegangan yaitu V2 tegangan tetap (6V) dan V1 tegangan yang diubah-ubah secara berangsur dari kecil ke besar yaitu dari 0 Volt – 10 Volt. Dapat dilihat pada tabel ketika V2 tetap dan V1 diubah secara teratur menuju tegangan yang lebih besar, tegangan pada resistor pertama yang melalui LED dari kaki kolektor juga menjadi semakin besar. Begitu pula dengan tegangan resistor kedua yang tanpa melalui LED dengan tegangan tetap disamping kaki basis, tegangan menunjukkan nilai yang semakin kecil. Pada lampu LED pada tegangan 0-3 Volt belum menyala atau dalam keadaan mati, ketika pada tegangan 4-7 Volt lampu LED menyala, namun ketika pada tegangan yang diberikan sebesar 8-9 Volt lampu LED terputus (kembali kekeadaan mati).
  • 65. 63 Sehingga pada saat tegangan diperbesar maka transistor berfungsi sebagai saklar. Transistor sebagai saklar digunakan untuk mengendalikan nyala pada LED. Jadi, kuat lemahnya nyala pada LED membuktikan apakah transistor dapat berfungsi sebagai saklar. Jika tegangan V1 diberikan dengan nilai tinggi, maka nyala lampu akan redup atau bisa mati karena arus keluaran pada kaki kolektor (IC) adalah nol. Sama dengan kaki bias yang arusnya yang masuk adalah nol (IL) maka tegangan maksimum berada pada kaki kolektor. Kondisi ini membuat arus tidak bisa memasuki rangkaian, disinilah transistor berfungsi sebagai saklar. Untuk menentukan arus yang masuk pada kaki bias digunakan persamaan sebagai berikut 𝐼 𝐡 = 𝑉𝐡 𝑅2 Dan untuk menentukan arus yang masuk pada kaki kolektor dapat digunakan persamaan sebagai berikut 𝐼𝐢 = 𝑉𝐢 𝑅2 Sehingga hasil yang kami peroleh untuk IB secara berturut-turut yaitu, 0,0136 A, 0,0137A, 0,0135A, 0,017A, 0,0130A, 0,0128A, 0,0163A, 0,0126A dan untuk nilai IC secara berturu-turut yaitu, 1,6 x 10βˆ’3 A, 1,2 x 10βˆ’3 A, 7 x 10βˆ’4 A, 2 x10βˆ’4 A, 0A, 2 x10βˆ’4 A, 0A, 0A, 0A, dan 0A. Untuk perhitungannya dapat dilihat pada lampiran hitung. Ada dua kedaan dimana trasnsistor dapat digunakan sebagai saklar elektronik yaitu pada keadaan cut-off (saklar terbuka, arus tidak mengalir) dan saturasi (saklar tertutup, arus tidak mengalir). Maka dari itu pada percobaan ini dapat kita ketahui bahwa pada saat V2 tegangan tetap dan V1 tegangan input diperbesar maka arus yang mengalir akan semakin besar. Hal ini dapat dibuktikan dengan kuat lemahnya nyala lampu pada LED. Apabila arus yang mengalir semakin besar maka nyala lampu akan semakin terang dan berakhir pada keadaan terputus. Pada perhitungan secara praktek dan teori untuk menentukan 𝐼 𝐡 dan 𝐼𝐢teradapat arus yang mengalir sangan kecil, hal itu mungkin disebabkan karena kerusakan alat atau kesalahan kami karena tidak teliti dalam merangkai dan dan membaca angka. Serta lampu LED yang berakhir dengan terputus karena
  • 66. 64 kesalahan kami dalam membuat rangkaian sehingga tegangan menjadi lebih besar dan arus yang mengalir menjadi semakin besar dan membuat lampu terputus. VIII. KESIMPULAN 1. Transistor merupakan suatu komponen aktif dibuat dari bahan semikonduktor, digunakan di dalam rangkaian untuk memperkuat isyarat artinya isyarat lemah pada masukan diubah menjadi syarat yang kuat pada keluaran. Transistor juga dapat digunakan sebagai saklar elektronika dengan membuat transistor tersebut berada dalam kondisi cut-off atau saturasi. 2. Transistor memiliki tiga buah kaki yang disebut emitor,basis dan kolektor, masing-masing bagian transistor ini dihubungkan ke luar transistor dengan menggunkan konduktor sebagi kaki transistor. Pada sambungan p-n antara emitor dan basis diberi panjar maju sehingga arus mengalir dari emitor ke basis. IX. DAFTAR PUSTAKA Budiharto. Widodo. 2008. Panduan praktikum mikrokontroler AUR Atmega 16. Jakarta : Erlangga. Hardianto. Triwahyu. 2004. Perancangan simulasi unjuk kerja motor induksi tiga fase. Jember : Universitas Jember Singh. Ranbir. 2001. 1800V NPN Bipolar Junction Transistor in 4H-SIC. IEE Electron Device Leters, Vol. 22. No.3. March 2001. Surjono. Herman D. 2008. Elektronika Analog. Jember : Penerbit Cerdas Ulet Kreatif Sutrisno. 1986. Elektronika. Jakarta : Erlangga X. LAMPIRAN HITUNG Menentukan IB dan IC a. Pada percobaan 1 𝑉𝑅1 = 𝑉𝐡 = 5,31 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 𝑉𝑅2 = 𝑉𝐢 = 0,16 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ Maka :
  • 67. 65 𝐼 𝐡 = 𝑉𝐡 𝑅 𝐡 = 5,31 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 390 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ = 0,0136 𝐴 𝐼𝐢 = 𝑉𝐢 𝑅 𝐢 = 0,16 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 100𝛺 = 1,6 Γ— 10βˆ’3 𝐴 b. Pada percobaan 2 𝑉𝑅1 = 𝑉𝐡 = 5,35 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 𝑉𝑅2 = 𝑉𝐢 = 0,12 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ Maka : 𝐼 𝐡 = 𝑉𝐡 𝑅 𝐡 = 5,35 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 390 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ = 0,0137 𝐴 𝐼𝐢 = 𝑉𝐢 𝑅 𝐢 = 0,12 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 100𝛺 = 1,2 Γ— 10βˆ’3 𝐴 c. Pada percobaan 3 𝑉𝑅1 = 𝑉𝐡 = 5,30 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 𝑉𝑅2 = 𝑉𝐢 = 0,07 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ Maka : 𝐼 𝐡 = 𝑉𝐡 𝑅 𝐡 = 5,30 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 390 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ = 0,0135 𝐴 𝐼𝐢 = 𝑉𝐢 𝑅 𝐢 = 0,07 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 100𝛺 = 7 Γ— 10βˆ’4 𝐴 d. Pada percobaan 4 𝑉𝑅1 = 𝑉𝐡 = 5,29 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 𝑉𝑅2 = 𝑉𝐢 = 0,02 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ Maka : 𝐼 𝐡 = 𝑉𝐡 𝑅 𝐡 = 5,29 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 390 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ = 0,0135 𝐴 𝐼𝐢 = 𝑉𝐢 𝑅 𝐢 = 0,02 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 100𝛺 = 2 Γ— 10βˆ’4 𝐴 e. Pada percobaan 5
  • 68. 66 𝑉𝑅1 = 𝑉𝐡 = 5,27 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 𝑉𝑅2 = 𝑉𝐢 = 0,01 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ Maka : 𝐼 𝐡 = 𝑉𝐡 𝑅 𝐡 = 5,27 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 390 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ = 0,0135 𝐴 𝐼𝐢 = 𝑉𝐢 𝑅 𝐢 = 0,01 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 100𝛺 = 1 Γ— 10βˆ’3 𝐴 f. Pada percobaan 6 𝑉𝑅1 = 𝑉𝐡 = 6,63 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 𝑉𝑅2 = 𝑉𝐢 = 0 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ Maka : 𝐼 𝐡 = 𝑉𝐡 𝑅 𝐡 = 6,63 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 390 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ = 0,017 𝐴 𝐼𝐢 = 𝑉𝐢 𝑅 𝐢 = 0 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 100𝛺 = 0 𝐴 g. Pada percobaan 7 𝑉𝑅1 = 𝑉𝐡 = 6,43 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 𝑉𝑅2 = 𝑉𝐢 = 0,02 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ Maka : 𝐼 𝐡 = 𝑉𝐡 𝑅 𝐡 = 6,43 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 390 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ = 0,0165 𝐴 𝐼𝐢 = 𝑉𝐢 𝑅 𝐢 = 0,02 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 100𝛺 = 2 Γ— 10βˆ’4 𝐴 h. Pada percobaan 8 𝑉𝑅1 = 𝑉𝐡 = 5,10 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 𝑉𝑅2 = 𝑉𝐢 = 0 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ Maka : 𝐼 𝐡 = 𝑉𝐡 𝑅 𝐡 = 5,10 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 390 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ = 0,0130 𝐴 𝐼𝐢 = 𝑉𝐢 𝑅 𝐢 = 0 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 100𝛺 = 0 𝐴
  • 69. 67 i. Pada percobaan 9 𝑉𝑅1 = 𝑉𝐡 = 5,01 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 𝑉𝑅2 = 𝑉𝐢 = 0,16 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ Maka : 𝐼 𝐡 = 𝑉𝐡 𝑅 𝐡 = 5,01 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 390 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ = 0,0128 𝐴 𝐼𝐢 = 𝑉𝐢 𝑅 𝐢 = 0 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 100𝛺 = 0 𝐴 j. Pada percobaan 10 𝑉𝑅1 = 𝑉𝐡 = 6,36 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 𝑉𝑅2 = 𝑉𝐢 = 0 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ Maka : 𝐼 𝐡 = 𝑉𝐡 𝑅 𝐡 = 6,36 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 390 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ = 0,0163 𝐴 𝐼𝐢 = 𝑉𝐢 𝑅 𝐢 = 0 π‘‰π‘œπ‘™π‘‘ 100𝛺 = 0 𝐴
  • 70. 68 TRANSISTOR SEBAGAI PENGUAT TEGANGAN I. JUDUL : Transistor Sebagai Penguat Tegangan II. TUJUAN : 1. Setelah melakukan praktikum,praktikan dapat mengidentifikasi karakteristik transistor sebagai penguat dengan benar 2. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat membedakan prinsip transistor sebagai penguat dengan transistor sebagai saklar dengan benar 3. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat menghitung penguatan rangkaian dengan benar III. DASAR TEORI Menurut Sutrisno (1986:117) Transistor adalah suatu komponen aktif dibuat dari bahan semikonduktor. Transistor digunakan di dalam rangkaian untuk memperkuat isyarat artinya isyarat lemah pada masukan diubah menjadi isyarat yang kuat pada keluaran, pada massa ini transistor ada dalam setiap peralatan elektronika. Transistor dwikutub dibuat dengan menggunakan semikonduktor ekstrinsik jenis p dan n, yang disusun seperti pada gambar Ketiga bagian transistor ini disebut emitor, basis dan colektor, masing- masing bagian transistor ini dihubungkan ke luar transistor dengan menggunakan konduktor sebagai kaki transistor. Pada transistor dwikutub sambungan p-n antara emitor dan basis diberi panjar maju sehingga arus mengalir dari emitor ke basis. Penjar adalah tegangan dan arus dc yang harus lebih dahulu di pasang agar rangkaian transistor bekerja. Seperti lazimnya arus listrik ditentukan mempunyai arah seperti gerak muatan positif. Agar lebih mudah dibayangkan, kita gunakan transistor pnp untuk mempelajari cara kerja transistor. Menurut Surjono (2008:43-44) FET dapat digunakan sebagai penguat sinyal kecil dengan impedansi imput yang sangat tinggi, untuk melakukan analisis AC pada rangkaian penguat FET diperlukan rangkaian ekivalen atau modelnya.
  • 71. 69 Dengan analisis ini dapat diperoleh beberapa parameter penguat seperti, Av, Ai, Zi, dan Zo. Rangkaian ekivalen AC (model AC) suatu JFET adalah seperti pada gambar Pada rangkaian ekivalen AC FET terlihat bahwa bagian input merupakan rangkaian terbuka yang menunjukkan bahwa input JFET mempunyai impedansi yang sangat tinggi. Bagian output JFET terdiri atas sumber arus yang tergantung pada nilai Gm dan Vgs dan paralel dengan rds. Sesuai dengan fungsinya, salah satu kegunaan transistor ini adalah sebagai penguat arus, selain sebagai penguat arus, dalam sistem analog, sistem semikonduktor ini juga berfungsi sebagai amplifier (penguat daya/tenaga) dan penguat sinyal radio. Funsi transistor rata-rata sebagai penguat, dalam perjalanan elektron pada rangkaian elektrik tentu akan mengalami pengurangan arus yang diakibatkan oleh hambatan dalam dari logam sebagai jalurnya, sehingga dibutuhkan komponen transistor untuk melakukan gain (penguat) agar arus tersebut bisa sampai ke komponen lainnya secara stabil (Ahmad, 2014:190) Untuk mengurangi tegangan riak hasil dari penyearah digunakan rangkaian penapis yaitu kapasitor, semakin besar nilai kapasitor, semakin kecil tegangan riaknya. Untuk mendapatkan output yang diinginkan digunakan IC regulator LM 7806 untuk tegangan 6 Volt. Pada keluaran dari IC tersebut dipasang transistor penguat arus TIP 3055 yang digunakan untuk memperkuat arus keluaran. Terdapat tegangan kompetensi sebesar 0,7 Volt sebagai akibat pemasangan transistor TIP 3055 yang akan mengurangi tegangan keluaran sebesar 0,7 Volt (Anggraini, 2014:8) Measuring a device with a high impedance requires a measurement technique which eliminates the 50 ohm load of a network analyzed. At low frequency, an oscilloscope with a high impedance input can be used to measure the amplifier output, but it has limited dynamic range and bandwidth, so a diffrent technique is required. The graphene FET was measured as a common source amplifier, brased in saturation near the maximum Gm.
  • 72. 70 The transistor was probed with conventional microwave probes, and biased were applied through bias tees. The gate was driven by a sine wave of adjuctive frequency. To present a high impedance load to the device, a short lenght of unterminated coaxial cable was attached to the output. This present a high impedance at frequencies corresponding to multiples of the wavelength devided by two (Franklin, 2011:3693) IV. ALAT DAN BAHAN 1. Kit Komponen (toolbox) : 1 unit 2. Multimeter : 1 unit 3. Osiloskop : 1 unit 4. Signal Generator : 1 unit 5. Kabel Jumper : 1 meter 6. Catu Daya : 1 unit 7. Breadboard : 1 unit V. PROSEDUR KERJA 1. Persiapkan semua peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan saat melaksanakan percoban 2. Periksa semua bahan dan peralatan, pastikan semua dalam kondisi yang baik 3. Buatlah rangkaian common emmiter seperti gambar di bawah ini 4. Berikan tegangan Vcc sebesar 12 V (RB = 10 K, RC = 1K, RE = 1K), potensiometer (Rv) 10K, kapasitor (bagian basisi dalam emiter) adalah 47ΞΌF, kapasitor (bagian output) adalah 16ΞΌF, praktikan diperbolehkan menggunakan nilai komponen yang berbeda mencatatkannya. 5. Pada potensiometer (Rv) hubungkan hanya pada kaki-kaki 2 dan 3, atau 1 dan 2 kemudian kaki tersebut di hubungkan pada multimeter dan atur potensiometer (Rv) agar VCE bernilai 6 Volt 6. Ukur beda tegangan pada resistor RC, lalu hitung arus Ic