SlideShare a Scribd company logo
1 of 126
Download to read offline
Profesionalisme Jurnalis Islami 1
Profesionalisme Jurnalis Islami 2
BAB I
A. Pendahuluan
Peran jurnalis dalam menentukan masa depan masyarakat
lebih baik cukup signifikan karena karya-karyanya memiliki tiga
kecenderungan yang cukup memiliki kekuatan sebagai jurnalis
yang profesional. Tokoh-tokoh jurnalis yang telah menorehkan
wajah perjalan sejaran jurnalis di Dunia antara lain adalah: Adam
Abdullah Aluri karyanya membuat dunia jurnalis menjadi cerah
dengan bukunya Sejarah Jurnalis Islam dalam membentuk
cakrawala umat dunia global. Jum’ah Amin Aziz dalam bukunya
Kaidah-kaidah Jurnalis dalam menulis straigh news. Muhammad
Husein Fadullah dalam karyanya kaidah logika jurnalis yang
profesional.1
Kompetensi jurnalis inilah yang memberikan
pencerahan bagi jurnalis dewasa ini sehingga karya-karya jurnalis
berkembang cukup pesat seiring ditemukannya teknologi
informasi dan komuniaksi di Dunia Eropa.
Kajian kompetensi jurnalis yang profesional di bidangnya
bermuara pada mata air ilmu pengetahuan yang diproduksi secara
filosofis oleh para ilmuan, untuk dijadikan rujukan bagi praktisi
1
Zainur Rofiq, Mengenal Dunia Jurnalis (Cairo: Terobososan karya
Mahasiswa al-Az-Har, 1998), h. 151.
Profesionalisme Jurnalis Islami 3
jurnalis dalam memajukan dan meningkatkan media massa. Untuk
memajukan pengolahan informasi ilmuan jurnalistik berpikir keras
untuk memproduksi ilmu praktis yang dapat memudahkan praktisi
jurnalistik mencari, mengolah, dan menyebarkan melalui teknologi
informasi dan komunikasi di tengah masyarakat.
Kompetensi Jurnalis Islami dalam buku ini akan
memberikan pelajaran-pelajaran teknis tentang cara
mengkonstruksi berita yang dapat menyelamatkan manusia dari
berbagai macam informasi yang dapat menyesatkan dan merusak
alam pikiran manusia. Buku ini berlandasakan pada QS Al-
Hujurat (49) : 6.
Terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang
Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti
agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu
kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatanmu itu.
Pesan-pesan dari Al-Quran tersebut yang menjadi pondasi
dalam mempelajari buku kompetensi jurnalisitik. Yakni
mahasiswa akan diberikan cara mengolah, merawat, dan menjaga
informasi agar tidak merusak pikiran orang lain akibat kurang
adanya tahkik (konfirmasi) yang jelas. Sebagai mahasiswa perlu
menjelaskan bahwa ‚setiap informasi itu perlu diferfikasi
Profesionalisme Jurnalis Islami 4
darimanapun datangnya dan Sumber berita tersebut‛ siapa
narasumbernya, apakah narasumbernya jujur (credible), apa
materinya, kepada siapa ia maksudkan, bagaimana cara
menyampaikan berita, lewat saluran media massa yang akan
disampaikan, di tengah masyarakat.
Perkembangan teknologi informasi yang sangat canggih
dewasa ini banyak informasi yang tersedia di media massa
sehingga persaingan para jurnalis semakin kompetitif untuk
menyebarkan informasi yang akan diterima oleh masyarakat.
Banyak informasi yang tersedia di media massa sehingga
membutuhkan kompetensi jurnalis untuk lebih profesional sebagai
standar jurnalis yang layak untuk menjadi wartawan.
Dalam perkembangan media yang sangat pesat
membutuhkan kompetensi jurnalis Islami untuk menentukan
standar jurnalis profesional. Kompetensi jurnalis ini bertujuan
untuk meningkatkan kualitas pemberitaan yang sopan, santun,
berbobot, dan bermanfaat bagi semua lapisan masyarakat bukan
golongan tertentu saja. Jika jurnalis memiliki kompetensi spiritual,
intelektual, sosial, dan enterpreneurship maka masa depan umat
manusia akan lebih tercerahkan. Pertanyaannya adalah apakah
semua jurnalis telah memiliki kompetensi tersebut, dan bagaimana
mereka memahami kompetensi tersebut serta menerapkannya
Profesionalisme Jurnalis Islami 5
dalam peliputan dan penulisan berita. Inilah yang akan diekplorasi
dalam buku ini.
Realitas inilah yang memberikan motivasi lahirnya buku ini
untuk menjadi pegangan bagi calon jurnalis yang akan
meningkatkan citra pemberitaan dan kompetensi jurnalis yang
profesional. Buku ini akan memberikan cara cakrawala baru
tentang dunia jurnalistik yang selama ini belum ada lembaga
sertifikasi jurnalis yang bertugas untuk menguji secara cermat
para praktisi jurnalis yang tidak pernah melewati jenjang
pendidikan jurnalis di dunia akademik.
Jika dicermati dengan seksama bahwa jurnalis perlu
memiliki beberapa idiologi dalam menulis berita antara lain
idiologi kapitalis, sosialis, dan Islamis. Jurnalis Islami memiliki
kompetensi keduanya untuk memberikan keseimbangan kepada
dunia jurnalis bahwa semua itu perlu digunakan untuk sebesar-
besar kemaslahatan umat manusia. Kompetensi jurnalis Islami
harus menjadi prontier spirit bagi pembaruan perkembangan
jurnalis di dunia dengan mengendalikan, memferifikasi, dan
menelaah secara cermat setiap informasi yang dapat merusak alam
pikiran masyarakat untuk mencegah perbuatan keji dan mungkar.
Profesionalisme Jurnalis Islami 6
BAB II
KOMPETENSI JURNALIS
A. Kompetensi Jurnalis
Salah satu kompetensi jurnalis adalah kredibilitas.
kredibilitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
adalah perihal dapat dipercaya, mempengaruhi di mata umum.2
Pengertian ini menunjukkan bahwa pentingnya kepercayaan pada
Institusi media massa memberikan dampak pada konsumen dalam
menyebarkan berita. Pengertian ini juga relevan dengan tradisi
dalam menjaga keabsahan berita. Dalam ilmu hadis bahwa perawi
(jurnalis) harus siqah artinya berstatus adil dan d}a>bit memiliki
kejujuran, tidak berbohong, cerdas dan berbudi).3
Salah satu
makna dari s{iqah antara lain bahwa jurnalis tersebut dapat
dipercaya beritanya karena ia menggali dengan proses budiluhur.
Kredibilitas jurnalis tersebut sesuai dengan konsep
Jalaluddin Rakhmat seperangkat presepsi tentang sifat-sifat baik
dari seorang jurnalis.4
Tak dapat dipungkiri bahwa kredibilitas
salah satu kriteria jurnalis profesional. Jika jurnalis memiliki sifat
2
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Jakarta: Balai Bahasa, 2009), h. 818.
3
Abdul al-Aziz Ibnu Muhammad Ibnu Ibrahim Abdul latif, Dawa>bit} al-
Ja>rh wa al-Ta'dil (Saudi Arabia, al-Madinah al-Munawwarah, 1381), h. 136.
4
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi: Edisi Revisi (Cet. XXII;
PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 257.
Profesionalisme Jurnalis Islami 7
kredibilitas (dipercaya) maka proses pemberitaan bisa meningkat
dan berjalan efektif mencerahkan masyarakat.
Kredibilitas jurnalis memiliki peran strategis, dalam
mentransformasikan pesan-pesan agama Islam di tengah
masyarakat.5
Peran kredibilitas menggunakan bahasa sebagai
perangkat untuk merubah cara pandangan mad’u menurut Thomas
Hobes yang dikembangkan H.E King menurut Jalaluddin Rakhmat
bahwa kompetensi menyebarkan pesan yang dapat berpengaruh
dalam aspek fisik dan psikis termasuk aspek kompetensi seorang
komunikator.6
Secara keilmuan hemat Yusuf Qardawi perlu ada perbedaan
mendasar dari aspek bangunan keilmuan khususnya perbedaan
antara kompetensi dalam ilmu jurnalis Islam bersumber dari ilmu
dakwah.7
Argumentasi ini cukup mendasar sehingga ada pemetaan
keilmuan dari aspek filosofis memberikan kontribusi pada
kompetensi jurnalis. Menurut syarifudin bahwa setiap jurnalis bisa
menjadi sang pencerah. Untuk menjadi sang pencerah maka perlu
5
A. Zuad MZ dan Muhammad Sidiq, Mutiara Al-Quran: Sorotan Al-
Quran Terhadap berbagai teknologi Moderen (Cet. I; Surabaya, Sarana Ilmiah
Press, 1998), h. 142.
6
op. cit., Jalaluddin Rakhmat
7
H.M. Sattu Alang, Dosen Tetap Pada Fakultas Dakwah dan
Komunikasi Universitas Negeri Alauddin Makassar dan sekarang menjabat
sebagai Ketua LPM UIN Alauddin Makassar.
Profesionalisme Jurnalis Islami 8
memiliki kompetensi memahami berita, menjelaskan berita, dan
memili kata dan kalimat yang dapat mencerahkan masyarakat
melalui karya jurnalis. Atas dasar inilah sehingga perlu indikator
sebagai jurnalis profesional. Kiteria jurnalis profesional menurut
Syarifudin antara lain:
1. Memahami bahasa Al-Quran sebagai spirit inspirasi, inovasi
dan kreativitas sebagai jurnalis Islami.
2. Mengetahui hukum dalam Agama Islam untuk menghindari
prilaku menyimpang wartawan.
3. Memiliki prilaku dan citra baik di tengah masyarakat
sehingga berita dari jurnalis tersebut dapat dipercaya.
4. Secara akademik memiliki jenjang pendidikan jurnalis
Islami sehingga berita-berita yang ditulis sesuai dengan
konsep Islam. Konsep Islam yang dimasudkan adalah
jurnalis yang memiliki cakwala rahmatallil’alamin.
5. Dapat menggunakan teknologi informasi, dakwah, dan
komunikasi sebagai perpanjangan panca indra jurnalis.
Indikator kompetensi jurnalis di atas sesuai pandangan Ilyas
Ismail bahwa kriteria jurnalis profesional antara lain; 1). Jika ia
memenuhi kompetensi intelektual, 2). Kekuatan moral
Profesionalisme Jurnalis Islami 9
(budipekerti yang luhur), dan 3). Kekuatan spiritual.8
Syarat ini
adalah usaha maksimal untuk memberikan pelayanan agama
sesuai kompetensi yang di miliki oleh jurnalis.
Salah satu kriteria kompetensi dalam dunia pendidikan
adalah kemampuan menggunakan teknologi pembelajaran sebagai
indikator guru profesional. Indikator ini juga menjadi standar
sebagai jurnalis profesional dalam mengkomunikasikan Al-Quran
dan Sunnah sebaga spirit dan strategi menggunakan teknologi
dakwah dan komunikasi dalam mencerahkan masyarakat.
Secara akademik kompetensi jurnalis profesionalisme
memiliki pengetahuan atau keterampilan dan nilai-nilai dasar
yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.
Kompetensi jurnalis lain dari padangan kemendiknas antara lain
pengenalan kaidah-kaidah jurnalis, pengembangan potensi
jurnalis, penguasaan akademik, dan sikap kepribadian.9
Sebagai
standar keilmuan jurnalis ia perlu memiliki standar kompetensi
antara lain:
8
A. Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah: Rekayasa
Membangun dan Peradaban Islam (Cet. I. Jakarta: Prenada Media Group,
2011), h. 57.
9
Kunandar, Guru Profesionalisme Implementasi Kurikulum Satuan
Tingkat Pelajaran (KTSP) dan kesiapan menghadapi sertifikasi Guru (Cet. I;
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 45.
Profesionalisme Jurnalis Islami 10
1. Waspada secara preofesional menjaga lingkungan
masyarakat, sekolah, dan rumah sebagai tempat penyebaran
Informasi.
2. Menyadari akan nilai-nilai atau manfaat pekerjaannya, dan
terus berusaha maksimal memberitakan yang terbaik bagi
masyarakat.
3. Seorang jurnalis perlu memiliki kecerdasan sosial oleh
larangan-larangan dalam hubungan tentang kebebasan
pribadi yang dikemukakan oleh beberapa orang untuk
menggambarkan profesi kejurnalisan.
4. Memiliki kecerdasan sosial yang diperoleh dari
pekerjaannya tentang kerjanya secara biologis, sosiologis,
antropologis, dan budaya dalam kelas.
5. Berkeinginan untuk terus berubah, dasar bahwa perannya
memberikan berita yang terbaik di tengah masyarakat
dibawah pengaruhnya. Dalam artian tinggi rendahnya
kualitas berita ditentukan oleh jurnalis.10
Profesionalisme jurnalis adalah adanya kesadaran keyakinan
bahwa proses transformasi pesan-pesan Tuhan adalah tugas mulya
yang harus dilengkapi oleh kecakapan diagnostik, kompetitif,
10
Ibid., h. 65.
Profesionalisme Jurnalis Islami 11
aplikatif, untuk meyakinkan pesannya kepada masyarakat.
Profesionalisme juga dapat didefinisikan bahwa suatu pekerjaan
bidang tertentu yang dilakukan karena Allah bukan karena
penilaian makhluknya.11
Kompetensi jurnalis menurut Ali
Mahfuz yang dikutip oleh Samsul Munir Amin adalah seseorang
yang memiliki karakter sifat-sifat kenabian sebagai aturan standar
umum adalah amanah, siddiq, fat}a>nah, tabli>g. Fat}a>nah meliputi
kompetensi psikologis, psikomotorik, dan afektif.12
Profesinalisme jurnalis adalah Pekerjaan berdasarkan
motivasi (niat) transformasi pesan-pesan normatif yang
disampaikan kepada masyarakat semata-mata untuk mengabdi
pada Tuhan dan dedikasi pada sesama manusia untuk saling
mencerahkan berdasarkan petunjuk dalam Al-Quran dan Sunnah.13
Dalam konteks ini Profesionalisme menurut Talcott Parson
sebagai seorang sosiolog adalah kemampuan memetakan
kebutuhan dan tujuan masyarakat melalui pesan-pesan kesucian.
Adaptation (cara jurnalis beradabtasi dengan medang dakwah),
goal attaiment (proses pencapaian tujuan), integration
11
Ahmat Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Islam (Cet. II; Bandung: Remaja
Rosda karya, 1994), h. 107.
12
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Cet. I; Jakarta: Amzah, 2009), h.
126-127.
13
Ibid
Profesionalisme Jurnalis Islami 12
(keterpaduan antar sub sistem), latent: pattern maintenance and
tension management (idologi).14
Pandangan Talcott Parson
tersebut hemat penulis jika jurnalis memenuhi kriteria dalam
aplikasi dakwah maka dapat dikategorikan sebagai jurnalis yang
profesional.
Profesionalisme jurnalis adalah adanya kesadaran tinggi
pada sebagian orang yang memiliki kecerdasan aqidah, syari’ah,
dan akhlaq serta kemampuan memaknai Al-Quran- Sunnah
melalui kecakapan menjelaskan pesan-pesan Al-Quran Sunnah
melalui bantuan teknologi komunikasi untuk mencerahkan umat
dari kelemahan aqidah, syariah, dan akhlaq. Kompetensi jurnalis
profesional dalam kajian ilmu dakwah dari Yusuf Qardawi yang
dikutip Engjang mengungkapkan tujuh kriteria jurnalis antara
lain:
1. Jurnalis harus kredibel/tsiqah (dapat dipercaya dan
dipertanggung jawabkan). (Siddiq, Amanah, Fathanah,
tablig).
2. Pesannya memiliki akurasi data yang tinggi (dalam artian
tidak bertentangan dengan akal, agama, budaya, moral, dan
tradisi budaya setempat.
3. Metodenya sistematis dan sesuai tatatertib logika dalam
penggalian dalam Al-Quran dan Sunnah serta informasi
yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan mad’u.
14
Talcott Parson, The Social System: The Structure of Social Action (
First published in New Fetter Lane London e-Library, 2005) h. 76.
Profesionalisme Jurnalis Islami 13
4. Menggunankan nalar/akal dalam menggali informasi dalam
Al-Quran dan Sunnah sesuai daya nalar manusia (mudah
dicernah masyarakat), Menggunakan busana dan bahasa
yang sesuai daya nalar mad’u.
5. Balig (dewasa mampu membedakan baik dan buruk),
Tidak gila (Memiliki kesadaran yang tinggi dan Sehat
jasmani).15
B. Tipologi Jurnalis Profesional
Tipologi Jurnalis profesional jika ia memiliki kriteria secara
metodologis mampu merubah psikologi masyarakat dari satu
kondisi ke kondisi lain melalui kualitas pemberitaan menuju cita-
cita bangsa Indonesia yang adil, sejahterah, dan makmur. Merubah
pembaca secara psikologi tersebut dalam dunia komunikasi bahwa
perubahan fisik dengan meransang cara kerja otak kiri dan otak
kanan dalam menerima berita melalui media massa.
Jurnalis profesional dalam melakukan eksplorasi kandungan
Al-Quran dan Sunnah melalui sistem informasi dakwah di tengah
umat,16
tidak cukup jika hanya mengandalkan kekuatan lisan saja
tetapi perlu analogi, tafsir, ta’wil, perumpamaan, dan teknologi
15
Sultan, Desain Ilmu Dakwah (Cet. II; Jakarta: Prenada Media Group,
2009), h. 33.
16
H.M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Quran Perlu di Orientasikan pada
kenyataan hidup di masyarakat (Jakarta: Harian Pelita, kamis, 22 Agustus
1991), h. 5.
Profesionalisme Jurnalis Islami 14
informasi sebagai penunjang dalam memahami, menjelaskan,17
dan mengomunikasikan kandungan Al-Quran dan Sunnah di
tengah problematika masyarakat modern. Kelemahan jurnalis
memahami Al-Quran dan Sunnah dapat menurunkan
kredibilitasnya di tengah umat karena dianggap beritanya kurang
kredibel.
Hal ini sesuai dengan paradigma kredibilitas seorang jurnalis
Umar Tilmizani pada tahun 1952 pengagum Hasan Al-Banna
mengungkapkan bahwa dakwah yang berhasil jika mengumpulkan
semua jurnalis kredibilitas (akhlaq yang luhur) dalam satu
jama'ah) untuk melawan imprealisme budaya barat.18
Hemat
penulis gerakan sistem informasi dakwah Umar Tilmizani ini
penekanan pada kredibilitas jurnalis dapat meningkatkan
efektifitas dalam penerapan sistem informasi dakwah.
Pandangan kredibilitas Umar Tilmizani ini sesuai paradigma
yang dikemukakan Hovlan dan Weiss (1974) bahwa subjek
dakwah itu cenderung lebih senang dengan komunikator yang
17
Andi Faisal Bakti, Nation Building: Kontribusi Komunikasi Agama
Lintas Budaya Terhadap Kebangkitan Bangsa Indonesia (Cet. I; Jakarta: Curia
Press, 2006), h. 142.
18
Umar Tilmizani, Am ketiga Ikhwanul Muslimin (Jakarta: Rabbani
press, 1998), h. 99
Profesionalisme Jurnalis Islami 15
memiliki predikat yang tinggi.19
Dari pandangan tersebut ada dua
kredibilitas yang perlu diperhatikan oleh seorang jurnalis yakni
keahlian dan kepercayaan. Keahlian adalah kesan profesionalisme
yang dibentuk oleh seorang jurnalis dalam kemampuan
menyampaikan ide/gagasan yang indah, teratur setiap kalimat
yang diucapkan dan mudah dicerna oleh mad’u.
Sedangkan kepercayaan kesan jurnalis yang dibentuk atas
dasar watak yang sopan, santun, dan memahami tradisi-tradisi
moral, dan etika serta budaya orang lain. Semua sifat ini dapat
memberikan kepercayaan bagi mad’u. Jika kepercayaan telah
dimiliki oleh jurnalis maka dapat meningkatkan kredibilitas
jurnalis di mata mad’u yang berimplikasi pada peningkatan daya
serap mad’u. Semua komponen kredibilitas jurnalis tersebut
berperan terselenggaranya peningkatan sistem informasi dakwah
agar tetap bertahan dan lestari.
Kelestarian aplikasi dakwah tetap di butuhkan mad’u jika
terjadi peningkatan kompetensi jurnalis melalui komunikasi
empati untuk menjaga keteraturan interaksi sosial dalam
masyarakat sebagai bagian penting dari kredibilitas jurnalis.
Keteraturan interaksi sosial di tengah masyarakat membutuhkan
kredibilitas jurnalis mengkomunikasikan dan membahasakan Al-
19
Op.cit., Jalaluddin Rakhmat
Profesionalisme Jurnalis Islami 16
Quran dan Sunnah sesuai daya nalar mad’u. Pandangan ini relevan
dengan teori sistem Tacott Parson bahwa menjaga kredibilitas
informasi termasuk sub sistem penting dalam struktur
masyarakat. Hal ini bertujuan untuk menghindari benturan
interaksi budaya seperti cara beradaptasi, cara mencapai tujuan,
interaksi antar lembaga, dan cara beragama.20
Hemat penulis
semua sub sistem ini perlu dijaga, dirawat melalui kredibilitas
jurnalis mentransformasikan sistem informasi dakwah di tengah
masyarakat.
Unsur penting dalam masyarakat adalah kebutuhan
informasi yang sehat melalui kemasan teknologi informasi
dakwah. Kemasan materi dakwah membutuhkan kredibilitas
mendesain materi dakwah yang akan dipublikasikan di tengah
masyarakat. Hal ini telah dikembangkan oleh pada abad ke 20
oleh Sayyid Qutub pada tahun 1970 dalam kitab fi> Z{ila>lil Qur’an.
Hal ini diungkapkan oleh Muhammad Ali Aziz bahwa
penekanan materi dakwah pada aspek teologis untuk memberikan
20
Talcott Parson, Multiculturalism Society Interaction (New Yok:
Publiset Press, 2001), h. 55 lihat juga terjemahan oleh: Deddi Mulyana Pola
Interaksi Masyarakat Multikultural (Cet. III; Jakarta: Bumi Aksara 1991), h.
23.
Profesionalisme Jurnalis Islami 17
semangat keberagamaan pada umat.21
Fikih dakwah juga
dikembangkan oleh M.Natsir tokoh Dewan Dakwah Islam
Indonesia (DDII), bahwa kredibilitas dakwah tidak terlepas dari
kecerdasan fleksibilitas jurnalis beradaptasi dengan kondisi
sosiologis masyarakat dalam menerapkan rambu-rambu, melalui
pendekatan yang empati, untuk menciptakan suasana dakwah
yang komunikatif.22
Hal ini juga relevan dengan pandangan Ali
Yafie yang dikutip oleh Muhammad Azis bahwa kredibilitas
seorang jurnalis dapat dipercaya jika memenuhi tiga hal yakni;
kebijaksanaannya, sifatnya (kredibilitasnya) dan akhlaknya.23
Semua pandangan ini termasuk unsur kredibilitas jurnalis dalam
meningkatkan sistem informasi dakwah dapat tercapai dengan
baik.
Kredibilitas jurnalis bukan hal baru dalam peradaban ilmu
komunikasi, Aristoteles dengan keahliannya berpidato telah
mengamati dan meneliti apa yang menyebabkan pendengar mau
membuang waktunya untuk mendengar suatu pidato. Unsur
kepercayan pada sumber yang mengadakan komunikasi
21
Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwah: Edisi Revisi (Cet. II; Jakarta: Prenada
Group, 2009), h.158.
22
Ibid.
23
Ibid.
Profesionalisme Jurnalis Islami 18
merupakan unsur penting dalam melakukan dakwah yang
efektif.24
Terkait dengan hal ini, Devito mengemukakan adanya
tiga tipe kredibilitas, yaitu; a). Kredibilitas berdasarkan titel. b).
Kredibilitas yang didapat selama berkomunikasi, c). Kredibilitas
yang didapat pada akhir komunikasi.25
Hemat Wilbur Schramn
seseorang ahli komunikasi mendapat kredibilitas dari audiens jika
menyampaikan pesan berdasarkan keahliannya.26
Perspektif ini
sesuai dengan sistem komunikasi Islam yang dikemukakan oleh
Hasan Al-Banna yang dikutip oleh Thomas Arnold Walker bahwa
menyampaikan pesan berdasarkan pengetahuan seorang
komunikator,27
untuk menghindari distorsi sistem informasi
dakwah.
Sistem informasi dakwah disebut juga komunikasi Islam,
karena unsur komunikasi tersebut berlandaskan pada nilai-nilai
24
Tasmara, Toto, Komunikasi Dakwah, (Cet. I; Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2007), h. 35.
25
Joseph A Devito, The Interpersonal Comunication Book, (New York,
1976), h. 130-132.
26
Wilbur Schramn, Men Message and Media, (Horper and Row, New
York, 1973), h. 115.
27
Thomas Arnold Walker, The Preaching of Islam (Delhi: Law Price
Publications, 1998), h. 95.
Profesionalisme Jurnalis Islami 19
Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Sunnah.28
Salah satu
unsur sistem informasi dakwah yakni sub sistem source
credibility. Terkait kompetensi jurnalis, menurut pandangan
Robert L. Mathis adalah orang yang dengan keterampilannya
mengerjakan pekerjaan dengan mudah, cepat, intuitif dan sangat
jarang atau tidak pernah membuat kesalahan.29
Source credibility
menurut Boulter Level kompetensi terdiri dari unsur kompetensi
kecerdasan sosial, visible dan dapat dikontrol perilaku dari luar.30
Sedangkan trait dan motivasi letaknya lebih dalam pada titik
sentral kepribadian.
Kompetensi pengetahuan dan keahlian relatif mudah untuk
dikembangkan, misalnya dengan program pelatihan untuk
meningkatkan tingkat kemampuan sumber daya manusia.
Sedangkan motif kompetensi dan trait berada pada kepribadian
seseorang yang membutuhkan proses pendalaman dan
28
Acep Arifuddin, Pengembangan Metode Dakwah (Cet. I; Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2011), h. 1.
29
Robert L. Mathis dan John Jakson, Human Resource
Management10th
Edition diterjemahkan oleh Diana Angjelina dengan judul:
Manajemen Sumber Daya manusia (Cet. Jakarta: Salemba Raya, 2006), h. 376.
30
Al-Qaht}ani, Sa’d ibn Wahf. Muqawwimat al-Daiyah al-Najih fi D{au
al-Kitab wa al-Sunnah: Mafhum wa Naz}har wa Tat}biq, diterjemahkan oleh:
Aidil Novia dengan Judul Menjadi Dai yang Sukses (Cet. I; Jakarta Timur:
Qisthi Press 2005). h. 9.
Profesionalisme Jurnalis Islami 20
pengalaman.31
Misalnya kompetensi berkomunikasi, penguasaan
diri, pengetahuan psikologi, kependidikan, ilmu umum, Al-Quran
dan Sunnah, kemampuan wawasan agama secara holistik.32
Jadi
source credibility mencakup sikap, persepsi, dan emosi termasuk
faktor kompetensi jurnalis. Jika hal ini dipenuhi oleh jurnalis
maka dapat memberikan pilihan kebenaran dalam problematika di
tengah realitas sosial.
Sedangkan motif source credibility trait berada pada
kepribadian sesorang, sehingga cukup sulit dinilai dan
dikembangkan. Salah satu cara yang paling efektif adalah memilih
karakteristik tersebut dalam proses seleksi. Adapun konsep diri
dan social role terletak di antara keduanya dan dapat diubah
melalui pelatihan, psikoterapi.33
Kompetensi keilmuan jurnalis
dalam mentransformasikan pesan melalui sistem informasi
dakwah termasuk skill mengolah data (pesan) yang bersumber
dalam Al-Quran dan Sunnah, yang dikemas dalam sistem
komunikasi empati, komunikasi partisipatori, yang dikemas
31
Fitzppatrick, Colletive Bergaining Vulnerability Assessment, (Jakarta:
Nursing Manajement: 2001), h. 40-42.
32
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Cet. I; Jakarta: Amzah, 2009), h.
82-83.
33
Tom E. Rolnickiet.al, Scholastic Journalism diterjemahkan oleh: Tri
Wibowo dengan judul, Pengantar Dasar Jurnalisme (Cet. I; Jakarta: Prenada
Kencana, 2008), h. 4.
Profesionalisme Jurnalis Islami 21
melalui teknologi komunikasi.34
Unsur ini semua adalah unsur
kredibilitas jurnalis yang dapat meningkatkan mutu dan aplikasi
sistem informasi dakwah yang lebih baik.
Hemat penulis dalam meningkatkan mutu dan aplikasi
sistem informasi dakwah menurut kajian Mulyati Amin bahwa
kredibilitas jurnalis dalam dakwah jama’ah termasuk model
dakwah partisipatori dalam bentuk gerakan-gerakan dakwah
sosial, pendidikan, dan pemurnian aqidah bersama-sama dengan
masyarakat.35
Jika unsur kredibilitas jurnalis tersebut ditunjang
oleh fasilitas teknologi yang memadai maka dapat meningkatkan
kecepatan publikasi yang efektif. Pemanfaatan teknologi
komunikasi dalam sistem informasi dakwah memiliki daya serap
tinggi di tengah mad’u jika kemasan materi dakwah melalui
komputer grafis sebagai media efektif untuk mendesain materi
dakwah. Jika kemampuan jurnalis mendesain materi dakwah yang
mudah diakses mad’u maka kredibilitas jurnalis dapat meningkat
di tengah masyarakat.
Kredibilitas mentransformasikan Al-Quran dan Sunnah
membutuhkan teori use and gratification yang dapat beradaptasi
34
Muliaty Amin, Dakwah Jamaah: Suatu Model Dakwah Islam:
Berwawasan Jender di Kabupaten Bulukumba Disertasi dipertanggugjawabkan
dalam memenuhi Program Doktor tahun 2010.
35
Usman Jasad, op. cit., 294.
Profesionalisme Jurnalis Islami 22
dengan kebutuhan masyarakat. Menurut W. Philips Davison
dikutip oleh Jalaluddin Rahmat bahwa masyarakat bukan orang
pasif yang bisa dibentuk seenaknya oleh komunikator tetapi
masyarakat terdiri dari kumpulan struktur nilai dan ukuran
kebenaran tersendiri serta kebutuhan informasi.36
Kondisi ini
mad’u seperti ini membutuhkan kredibilitas jurnalis dalam
komunikasi budaya, melalui kemasan materi dakwah yang sesuai
dengan daya nalar mad’u sebagai objek dakwah.
Menurut pandangan Liliweri bahwa komunikasi antar
budaya memiliki ragam etnis, suku, agama, bahasa, dan tradisi.
Heterogenitas masyarakat secara vertikal maupun horizontal perlu
kredibilitas pendekatan komunikasi antar budaya untuk
menyamakan presepsi pesan apa yang akan disampaikan sesuai
kebutuhan masyarakat.37
Kondisi masyarakat multikultural hemat
penulis perlu maping materi dakwah dengan memperhatikan
kebutuhan informasi bagi mad’u tentang persoalan sosial yang
dihadapi di tengah masyarakat. Keadaan ini perlu kredibilitas
jurnalis beradabtasi dengan menerapkan pendekatan komunikasi
36
Op. cit., Jalaluddin Rahmat, h. 203.
37
Alo Liliweri, Komunikasi Antarbudaya (Cet. II; Jakarta: Pustaka
Pelajar, 2002), h. 19.
Profesionalisme Jurnalis Islami 23
antar budaya untuk mengkomunikasikan pesan-pesan Al-Quran
dan Sunnah di tengah masyarakat.
Kredibilitas membahasakan Al-Quran dan Sunnah sesuai
kebutuhan mad’u dapat meningkatkan dan meminimalisasi
distorsi informasi di tengah masyarakat multikultural.38
Kemampuan jurnalis mengomunikasikan spirit pencerahan dalam
Al-Quran dan Sunnah yang disesuaikan dengan daya nalar
masyarakat dapat meningkatkan kesadaran yang berimplikasi
pada peningkatan prilaku baik di tengah masyarakat. Dalam
meningkatkan maid set mad’u yang lebih inovatif dan kreatif
mendesain pola hidup yang lebih baik membutuhkan kredibilitas
jurnalis dengan menawarkan wawasan atau cara pandang yang
lebih rasional dan logis dalam menata hidup yang lebih baik.
Merubah cara pandang manusia, membutuhkan kredibilitas
jurnalis sesuai visi dan misi kenabian yang perlu dipertahankan
dan dilestarikan.39
Sifat-sifat kenabian sebagai aturan standar
umum adalah amanah, siddiq, fat}a>nah, tabli>g. Fat}a>nah meliputi
38
Rupert Brown, Prejudice Its Social Psycology diterjemahkan oleh:
Helly P. Soetjipto dan Sri Mulyantini Sutjipto dengan Judul: Menangani
Prasangka dari Perspektif Sosial (Cet. I; Jakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h.
125.
39
Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Subuah kajian
Hermeneutika (Cet. I; Bandung: Mizan2011), h.115.
Profesionalisme Jurnalis Islami 24
kompetensi psikologis, psikomotorik, dan afektif.40
Ketiga unsur
ini jika dimiliki jurnalis maka dapat meningkatkan kredibilitas
jurnalis di tengah masyarakat.
Kredibilitas jurnalis kerpa kali berbeda dengan jurnalis yang
lain dalam membahasakan agama karena perbedaan latarbelakang
pendidikan dan cara pandnag memahami referensi dalam berbagai
literatur. Jurnalis selalu dipengaruhi oleh dimensi internal (kondisi
psikologis), dan dimensi eksternal (kondisi sosiologis).41
Menurut
Leonard W. Doob dan Raymond V. Kesikar yang dikutip Totok
Jumantoro bahwa pengaruh komunikasi eksternal dipengaruhi
oleh rekaman peristiwa seseorang melalui pengalaman empiris.42
Hemat penulis hal ini sangat relevan dengan padangan J.DeVito
Bahwa semakin banyak input informasi positif semakin tinggi
respon positif dalam ekspresi seseorang.
Teori J. DeVito ini di aktualisasikan peradaban global
dengan konsep culture imprealisme theory yang dikembangkan
oleh Herbert Schiller (1973) yang dikutip Usman Jasad
menggambarkan bahwa perlu konstruksi informasi kepada audiens
40
A. Machfud, Filsafat Dakwah: Ilmu Dakwah dan Penerapannya (Cet.
II; Jakarta: Bulan Bintang, 2004), h.33.
41
Ibid.
42
Totok Jumantoro, Psikologi Dakwah: Dengan Aspek-Aspek Kejiwaan
yang Qur’ani (Cet. I; Jakarta: Amzah, 2001), h. 35.
Profesionalisme Jurnalis Islami 25
karena kerap kali masyarakat cenderung meniru apa yang dilihat
atau dicerna oleh panca indra manusia.43
Selain dampak eksternal
hemat Jalaluddin Rahmat yang dikutip dari pandangan Ibnu
Maskawaih bahwa manusia dipengaruh oleh potensi dasar
(internal) yaitu; potensi nabati, hewani, dan insani.44
Ketiga
potensi dasar manusia ini menentukan kecenderungannya dalam
berkomunikasi. Jika potensi nabati lebih dominan dalam diri
seseorang maka kecendrungan manusia dalam pemenuhan
kebutuhan hidup lebih indivudual dan kerap kali lebih
mementinkan diri sendiri, jika potensi hewani lebih dominasi
maka prilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup
cenderung suka mengambil yang bukan haknya, dan jika potensi
insani yang menguasai alam pikiran manusia maka kecendrungan
pola pemenuhan kebutuhan hidup sesuai volume efektifitas
informasi yang diterima.
Peningkatan efektifitas dakwah melalui kredibilitas jurnalis
melalui pendekatan komunikasi empati bagi mad’u, merupakan
hal penting dalam mengkomunikasikan pesan-pesan keselamatan
di tengah realitas masyarakat dengan bahasa yang indah.
Keindahan bahasa termasuk salah satu kemapuan jurnalis dalam
43
Ibid.
44
Jalaluddin Rahmat, op. cit., h. 90.
Profesionalisme Jurnalis Islami 26
meningkatkan kredibilitas. Gagasan ini menurut Ubay bin Ka’ab
ah}san al-Qaul (Ucapan yang paling baik) menjelaskan bahwa
contoh kalimat yang indah seperti dalam ‚syair itu mengandung
hikmah‛, dan perkataan ah}san dapat memacu mad’u mencegah
dan memberikan inovasi pada mad’u berupa kecerdasan afektif,
behavioral, dan kecerdasan kognitif.45
Kompetensi jurnalis dari
aspek kognitif termasuk etika pemilihan pesan yang dapat
menggugah aspek emosional mad’u melalui konsep akan
pentingnya nilai-nilai kejujuran dalam kehidupan bermasyarakat
sebagai aspek penting meningkatkan kredibilitas jurnalis di
tengah masyarakat.
Pandangan ini sesuai dengan M. Sayyid T{ant}awi bahwa
aspek kredibilitas jurnalis termasuk kejujuran, menjauhi
kebohongan, memiliki argumentatif yang logis, mencapai
kebenaran.46
Kompetensi jurnalis mengomunikasikan mencapai
kebenaran melalui kecerdasan ma’ani (kecerdasan memaknai),
baya>ni (kecerdasan menjelaskan), dan badi (kecerdasan pemilihan
45
Ahmad Ghulusy, ad-Da’watul Islamiyah, (Kairo: Darul Kijab, 1987),
h. 9.
46
Muhammad Sayyi>d Tant}awi, Adab al-Hiwa>r fi> al-Islam (Mesir: Da>r
Anahdhah, 1984), h. 18. Lihat dalam Ace Arifudin Metode Pengembanga
Dakwah, 2011. h . 11.
Profesionalisme Jurnalis Islami 27
kalimat yang indah) untuk menyentuh kondisi perasaan mad’u
sehingga dapat meningkatkan kredibilitas jurnalis.
Ilmu al-Baya>n adalah Abu ‘Ubaidah (w.211 H) murid Imam
al-Khalil bin Ahmad. Karya Abu Ubaidillah adalah Majaz Al-
Quran (Sindiran dalam Al-Quran) sebagai informasi cara
mengomunikasikan pesan-pesan Al-Quran yang kemudian
disempurnakan oleh al-Jurjani. 47
Hal ini sesuai dengan padangan
Manna al-Qattan bahwa kecanggihan proses transformasi pesan
dalam Al-Quran dengan menggunakan kalimat amsal
(perumpamaan) untuk memudahkan manusia memahami dan
menangkap ultimate substance di balik metateks. Kemudahan
dalam tradisi komunikasi amsal ini adalah adanya sinergitas
antara akal dan pancaindra, menyingkap hakikat sesuatu yang
jauh dari pikiran kemudian mendekatkannya, melalui pilihan kata
yang pendek tetapi mudah dicerna oleh otak sebagai perekam
kode (makna). Jalal al-Din al-Suyu>t}i membagi amsa>l ka>minah,
musarraha, dan amsa>l mursalah.48
Ketiga model analogi
komunikasi dalam Al-Quran ini dapat dijadikan jurnalis dalam
47
Moh Ali Aziz, op. cit., h. 76.
48
Lala>l al-Di>n al-Suyu>t}i>, al-Itqa>m fi Ulu>m al-Qura>n, jilid II (Kairo Mesir:
Da>r al-Fikr, 2003), h. 113. Lihat Mardan, Al-Qur’an: Sebuah Pengantar
Memahami Al-Quran Secara Utuh, h. 173.
Profesionalisme Jurnalis Islami 28
sistem informasi dakwah untuk menambah kredibilitas dalam
membahasakan Al-Quran di tengah umat.
Selain analogi komunikasi dalam Al-Quran tersebut, untuk
memaksimalkan kredibilitas jurnalis dalam sistem informasi
dakwah ilmu al-Baya>n hampir sama dengan ilmu retorika,
keduanya mengembangkan satu topik. Dalam ilmu al-Baya>n
secara garis besar ada 3 cara untuk mengembangkan kalimat
diantaranya: al-tasybih (metafora), al-Majaz (Sindiran), dan al-
Kina>yah (kiasan).49
Semua model perumpamaan ini sebagai spirit
pentingnya jurnalis mendesain materi dakwah untuk memudahkan
mad’u memahami pesan-pesan Al-Quran dan Sunnah.
Meningkatkan kredibilitas jurnalis melalui kemampuan
menyusun keindahan pesan dakwah melalui kalimat indah, dikenal
dalam ilmu al-Badi’ ilmu ini dapat dipelajari untuk memberikan
kemasan pada materi memilih kalimat sehingga nyaman dicerna,
mencerahkan pikiran, menunjukkan pemecahan, dan bermanfaat
bagi mad’u.50
Ilmu ini memiliki fasilitas memperindah kalimat
dari sudut kata-kata (al-lafziyyah) dan maknanya (al-
Ma’nawiyah). Kriteria orator yang baik tidak hanya
49
Ibid., h. 77.
50
Jalaluddin Rahmat, Etika Komunikasi Religi, Makalah Seminar,
(Jakarta: Perpustakaan Nasional, 18 Mei 1996.
Profesionalisme Jurnalis Islami 29
menyampaikan pidato yang mengesankan namun perlu
mengandung makna yang mendalam. Peletak dasar ilmu ini adalah
Abdullah bin Mu’taz al-Abbasi (w. 270 H). ia dikagumi oleh
Qudama bin Ja’far yang kemudian ikut mengembangkan ilmu
ini.51
Karena objek kajian dakwah adalah manusia maka ilmuan
dakwah perlu memahami psikologi mitra dakwah untuk mencapai
sasaran dakwah.52
Pesan Sayyidina Ali bin Abi Thalib dikutip
Ahmad Ghulusy bahwa proses transformasi pesan dakwah seorang
jurnalis perlu mengoptimalkan rasio, rasa, dan rahasia.53
Hemat
penulis semua materi dakwah ini dapat meningkatkan kredibilitas
jurnalis di tengah masyarakat.
Materi harus mengandung unsur hikmah, nasehat, dan
pelajaran yang bermanfaat dan sangat dibutuhkan mad’u.54
Sejalan dengan padangan ini Ali Al-Qahtani berpendapat bahwa
kredibilitas seorang jurnalis perlu memiliki kecerdasan kognitif,
51
Ibid.
52
Ishak Asep dan Hendri Tanjung, Management Sumber Daya Manusia
(Cet. I; Jakarta: Prenada Media group), h. 19 Bandingkan dengan Yunan Yusuf,
Manajemen dakwah, h. 104.
53
Moh Ali Aziz, op. cit., h. 76.
54
Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dan Imam Nawawi al-Bantuny, Nas}a>ihul
Iba>d (Beirut: Da>r) h. 162.
Profesionalisme Jurnalis Islami 30
kecerdasan humanis, dan kecerdasan spiritual.55
Penguasaan
materi melalui kecerdasan lisan (komunikasi verbal) memiliki
spirit inovasi sehingga dapat mengangkat kredibilitas jurnalis
yang berimplikasi pada perubahan pola pikir mad’u.
Jalaluddin Rumi dikutip Aziz salah satu tokoh sufi dari
Persia, bahwa dalam proses komunikasi lidah dibayang-bayangi
oleh daya rohani. dalam mencurahkan perasaan dan pikirannya
dalam sebuah puisi tentang ketajaman media lidah
menyebarluaskan informasi melalui saluran rongga mulut hingga
ditangkap oleh panca indra manusia.56
Setiap kata, kalimat bisa
berbekas dalam daya nalar mad’u jika kata dan kalimat tersebut
sepadam dengan kemampuan daya serap mad’u.
Dalam sistem informasi dakwah kecerdasan jurnalis dalam
mengomunikasikan pesan-pesan Al-Quran dan Sunnah termasuk
proses pemindahan makna ke mad’u. Hal ini sesuai teori Larry A.
Samover bahwa bahasa proses kecerdasan manusia memahami
dan memilih kata dalam berkomunikasi dan memindahkan
lambang dari suasana kebatinan menjadi kalimat yang dapat
55
Said bin Ali Al-Qaht}ani, Dakwah Islam dan Dakwah Bijak (Cet. I;
Jakarta: Gema Insani Press, 1994), h. 362.
56
Ibid., h. 75.
Profesionalisme Jurnalis Islami 31
dipahami seseorang,57
yang memberikan respon dari proses
transmisi pesan untuk meningkatkan kredibilitas aplikasi dakwah.
Menurut Peter Drucker bahwa kredibilitas seorang
komunikator dalam sistem informasi jika memiliki kemampuan
merencanakan anatomi pesan dan menetapkan target-target
pencapaian. Selain itu dapat merumuskan desain aplikasi
komunikasi yang memiliki struktur pesan yang mudah difahami
sesama peserta komunikasi.58
Secara objektif struktur pesan,
konten, teknologinya, dan sangat relevan dengan strategi sistem
informasi dakwah dalam menetapkan sasaran dakwah secara
sistematis bagi semua sub sistem dakwah.59
Menerapkan desain
sistem informasi dakwah yang akan dicapai, penting dianalisis
sesuai dengan permasalahan masyarakat yang akan dijadikan
sebagai objek dakwah untuk meningkatkan efektifitas dakwah.
Meningkatkan efektifitas dakwah sebagian bagian indikator
kredibilitas jurnalis perlu menguasai tiga metode dakwah.
57
Larry A. Samover, Richhard E. Porter, and Nemi C. Jaim,
Understanding Intercultural Communication (Wodsworth Publishing Company,
Belmont California, t.t), h. 23.
58
Peter Drucker, Structural of Communication (New York: Sage
Publishing Company, Belmont California, t.t), h. 33.
59
H. Nasuka, Teori Sistem: Sebagai Salah satu Alternatif Pendekatan
dalam Ilmu-ilmu Agama Islam (Cet. I; Jakarta: Prenada Media Group, 2005), h.
22.
Profesionalisme Jurnalis Islami 32
Menurut Ali Mahfuz bahwa ada tiga metode dakwah yang dapay
diaplikasikan dalam mengkomunikasikan pesan-pesan Al-Quran
dan Sunnah antara lain dakwah bi al-Lisan, bi al-Qalam, dan bi al-
H{al.60
Ketiga bentuk dakwah ini akan dijelaskan sistem
aplikasinya sebagai berikut:
a. Profesionalitas Jurnalis
Profesionalitas berasal dari kata profesi. Profesi adalah
suatu pekerjaan yang mempunyai fungsi pengabdian kepada
masyarakat yang menuntut keterampilan tertentu melalui
pendidikan dan latihan tertentu serta memiliki kode etik yang
menjadi pedoman anggotanya.61
Jurnalis adalah pendidik yang
memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang
pendidikan sehingga ia mampu melakukan tugas, peran dan
fungsinya sebagai pendidik dengan kemampuan yang maksimal.62
60
Syekh ‘Ali Mahfuż, Hidayah Al-Mursyidin Ila Turu>q al-Wa’zhwa al-
Khita>bah (Beirut Lebanon: Dar Al-Ma’rifah), h. 93.
61
Buchari, Alma. GuruProfesional Menguasai Metode dan Terampil
Mengajar (Cet.II Bandung: Alfabeta, 2009), h.134.
62
Lihat Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Cet.
II; Jakarta: Misaka Galiza, 2003), h.85-86.
Profesionalisme Jurnalis Islami 33
Profesionalitas jurnalis adalah produk, atau kadar. Ini
mengacu pada sikap para anggota profesi terhadap profesinya
dalam hal pengetahuan dan keahlian dalam melaksanakan
pekerjaan tertentu yang memerlukan pendidikan, keterampilan,
kejujuran dan memiliki kepandaian untuk melaksanakannya, yang
dapat dipertanggungjawabkan baik secara akademik, profesi dan
pedagogik. Orang yang profesional adalah orang yang memiliki
profesi.63
Jurnalis adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah.64
Profesi jurnalis juga diartikan suatu
keahlian yang dimiliki seseorang, sesuai keahliannya atau
kelebihannya.
Profesionalistas jurnalis harus dikembangkan baik melalui
pendidikan dan pelatihan serta kegiatan lain untuk meningkatkan
kemampuan profesionalnya agar lebih meningkat, usaha yang
dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah
pengembangan kurikulum, peningkatan kompetensi jurnalis
63
Lihat Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Pendidikan
Islam (Cet. VI; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h. 207.
64
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008
Tentang Guru (Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h. 2.
Profesionalisme Jurnalis Islami 34
melalui pelatihan dan perbaikan sarana prasarana pendidikan dan
peningkatan mutu manajemen sekolah.65
Dunia pendidikan
merupakan sarana yang sangat diharapkan untuk membangun
generasi muda, jurnalis profesional dapat mengarahkan sasaran
pendidikan membangun generasi muda menjadi generasi yang
penuh harapan.
Profesi juga diartikan sebagai suatu pekerjaan yang
memiliki karateristik adanya praktek yang ditunjang oleh teori,
pelatihan, kode etik yang mengatur perilaku dan punya otonomi
dalam melaksanakan pekrejaannya.
Dari pengertian di atas dapat di pahami bahwa
profesionalitas jurnalis adalah kemampuan meningkatkan mutu
pendidikan yang berkualitas dan komitmen dalam menjalankan
tugasnya, serta memiliki kemampuan mentrasper ilmu kepada
peserta didik. Sementara profesionalisme adalah kondisi, arah,
nilai, tujuan, dan kualitas keahlian dan kewenangan yang
berkaitan dengan mata pencaharian seseorang.66
Seorang
65
Lihat Buchari Alma, dkk.Guru Profesional Menguasai Metode dan
Terampil Mengajar (Cet. II; Bandung: Alfabeta, 2009), h.124.
66
Kunandar, Guru Profesional Implementasi KurikulumTingkat Satuan
Pendidikan dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru (Bandung: Raja Grafindo
Persada, 2007), h. 46.
Profesionalisme Jurnalis Islami 35
profesional mempunyai prestise yang tinggi, dan karenanya
mendapat imbalan yang layak.
b. Perspektif Pendidikan Islam
Definisi pendidikan Islam yaitu pendidikan yang berwarna
Islam, pendidikan Islami, yaitu pendidikan yang berdasarkan
Islam. Marimba dalam Ahmad Tafsir menjelaskan pendidikan
Islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik
terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama.67
Jadi pendidikan adalah
kegiatan pengembangan pribadi peserta didik oleh pendidik atau
orang yang mendidik.
Pandangan Islam tentang profesionalitas ada dua kriteria
pokok, yaitu panggilan hidup dan keahlian. Pendidikan Islam
adalah usaha yang dilakukan untuk membina dan mengembangkan
sumber daya manusia yang dimilikinya baik jasmani maupun
rohani menuju terbentuknya manusia seutuhnya dengan norma
67
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Cet.VIII;
Bandung: Rosdakarya, 2008), h.24.
Profesionalisme Jurnalis Islami 36
Islam.68
Pendidikan Islam yang menyeimbangkan antara
kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional, serta
menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Pendidikan
Islam adalah segala usaha yang dilakukan untuk membina dan
mengembangkan sumber daya manusia baik jasmani maupun
rohani menuju terbentuknya manusia seutuhnya sesuai dengan
norma Islam.69
Pendidikan Islam sebagai bagian dari pendidikan
nasional, harus mampu menyesuaikan visinya dengan visi
pendidikan nasional. Visi dan orientasi pendidikan Islam
diarahkan untuk mentransformasikan berbagai ilmu keislaman.70
H. M. Arifin Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang
dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin
kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam yang telah menjiwai
dan mewarnai kepribadiannya.71
Sementara Zakiah Daradjat
berpandangan bahwa Pendidikan Islam adalah usaha pembentukan
68
Lihat Achmadi, Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan (Cet. I;
Yogyakarta: Aditya Media, 1992), h. 20.
69
Ahmad Tafsir, op.cit.,
70
Lihat Abuddin Nata, Perspektif Pendidikan Islam tentang Strategi
Pembelajaran (Cet.I ; Jakarta: Kencana, 2009), h. 17.
71
Lihat M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan
Praktis Berdasarkan Interdisipliner (Cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara, 1992 ), h.
28.
Profesionalisme Jurnalis Islami 37
kepribadian muslim.72
Di Muhammadiyah seperti yang dikutip
oleh Ahmad Tafsir mengatakan bahwa pendidik adalah setiap
orang yang bertanggung jawab atas perkembangan anak didik.
Buku Pedoman Jurnalis Muhammadiyah yang kutip oleh Ahmad
Tafsir mengatakan antara lain jurnalis Muhammadiyah pada
haketkatnya, sebagai mahluk Allah dan sabagai manusia muslim
yang memiliki tanggung jawab untuk menunaikan amanah Allah,
dan sebagai karyawan yang setia pada sumpahnya. Dalam
melaksanakan dua hal tersebut harus dilaksanakan dengan
profesional.73
c. Perspektif Pendidikan Islam
Definisi pendidikan Islam yaitu pendidikan yang berwarna
Islam, pendidikan Islami, yaitu pendidikan yang berdasarkan
Islam. Marimba dalam Ahmad Tafsir menjelaskan pendidikan
Islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik
terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju
72
Lihat Zakiah Darajat, et al., Ilmu Pendidikan Islam (Cet. II;
Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 28.
73
Ahmad Tafsir, op.cit., h. 114.
Profesionalisme Jurnalis Islami 38
terbentuknya kepribadian yang utama.74
Jadi pendidikan adalah
kegiatan pengembangan pribadi peserta didik oleh pendidik atau
orang yang mendidik.
Pandangan Islam tentang profesionalitas ada dua kriteria
pokok, yaitu panggilan hidup dan keahlian. Pendidikan Islam
adalah usaha yang dilakukan untuk membina dan mengembangkan
sumber daya manusia yang dimilikinya baik jasmani maupun
rohani menuju terbentuknya manusia seutuhnya dengan norma
Islam.75
Pendidikan Islam yang menyeimbangkan antara
kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional, serta
menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Pendidikan
Islam adalah segala usaha yang dilakukan untuk membina dan
mengembangkan sumber daya manusia baik jasmani maupun
rohani menuju terbentuknya manusia seutuhnya sesuai dengan
norma Islam.76
Pendidikan Islam sebagai bagian dari pendidikan
nasional, harus mampu menyesuaikan visinya dengan visi
pendidikan nasional. Visi dan orientasi pendidikan Islam
74
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Cet.VIII;
Bandung: Rosdakarya, 2008), h.24.
75
Lihat Achmadi, Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan (Cet. I;
Yogyakarta: Aditya Media, 1992), h. 20.
76
Ahmad Tafsir, op.cit.,
Profesionalisme Jurnalis Islami 39
diarahkan untuk mentransformasikan berbagai ilmu keislaman.77
H. M. Arifin Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang
dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin
kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam yang telah menjiwai
dan mewarnai kepribadiannya.78
Sementara Zakiah Daradjat
berpandangan bahwa Pendidikan Islam adalah usaha pembentukan
kepribadian muslim.79
Di Muhammadiyah seperti yang dikutip
oleh Ahmad Tafsir mengatakan bahwa pendidik adalah setiap
orang yang bertanggung jawab atas perkembangan anak didik.
Buku Pedoman Jurnalis Muhammadiyah yang kutip oleh Ahmad
Tafsir mengatakan antara lain jurnalis Muhammadiyah pada
haketkatnya, sebagai mahluk Allah dan sabagai manusia muslim
yang memiliki tanggung jawab untuk menunaikan amanah Allah,
dan sebagai karyawan yang setia pada sumpahnya. Dalam
77
Lihat Abuddin Nata, Perspektif Pendidikan Islam tentang Strategi
Pembelajaran (Cet.I ; Jakarta: Kencana, 2009), h. 17.
78
Lihat M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan
Praktis Berdasarkan Interdisipliner (Cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara, 1992 ), h.
28.
79
Lihat Zakiah Darajat, et al., Ilmu Pendidikan Islam (Cet. II;
Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 28.
Profesionalisme Jurnalis Islami 40
melaksanakan dua hal tersebut harus dilaksanakan dengan
profesional.80
BAB II
PROFESIONALITAS JURNALIS
A. Konsep Profesionalitas Jurnalis
Profesionalitas berasal dari kata profesi yang berarti suatu
bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang.
Profesi juga diartikan sebagai suatu pekerjaan atau jabatan yang
menghasilkan upah atau gaji dan dari gaji ia dapat melangsungkan
hidupnya. Bantuan profesional untuk mengembangkan
kemampuan dalam bekerja merupakan sebuah kondisi yang sangat
diperlukan jika ingin berkembang kearah yang lebih baik.81
Jadi
profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut
keahlian tertentu. Artinya suatu pekerjaan atau jabatan yang
80
Ahmad Tafsir, op.cit., h. 114.
81
Lihat Dadang Suhandar, Supervisi Pendidikan Layanan dalam
Meningkatkan Mutu Pembelajaran di Era Otonomi Daerah (Cet. III; Bandung:
Alfabeta, 2010), h. 84.
Profesionalisme Jurnalis Islami 41
disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, tetapi
memerlukan persiapan melalui pendidikan dan pelatihan secara
khusus.
Secara umum profesi diartikan sebagai suatu pekerjaan
yang memerlukan pendidikan lanjutan, di dalam sains dan
teknologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk
diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat.82
Pekerjaan profesional akan senantiasa menggunakan teknik dan
prosedur yang berpijak pada landasan intelektual yang harus
dipelajari secara sengaja, terencana dan kemudian dipergunakan
demi kemaslahatan orang lain.
Mulyana A.Z. berpendapat setiap profesi paling tidak
harus memenuhi 4 syarat berikut, yaitu:
1. Pendidikan dan pelatihan yang memadai,
2. Adanya Komitmen terhadap tugas profesionalnya,
3. Adanya usaha untuk senantiasa mengembangkan diri sesuai
dengan kondisi lingkungan dan tuntutan zaman, dan
4. Adanya standar etika yang harus dipenuhi. 83
82
Lihat Made Pidarta, Landasan Kependidikan (Cet. I; Jakarta: Rineka
Cipta, 1997), h. 265.
83
Mulyana A.Z, Rahasia Menjadi Guru Hebat :Memotivasi Diri Menjadi
Guru Luar Biasa (Jakarta: Grasindo, 2010), h. 114.
Profesionalisme Jurnalis Islami 42
Hal ini berarti pekerjaan profesional jurnalis harus
memiliki persepsi filosofis dan ketanggapan yang bijaksana yang
lebih mantap dalam menyikapi dan melaksanakan pekerjaan.
Dalam Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Jurnalis
dan Dosen pasal 1 ayat (4) menjelaskan pengertian profesional
sebagai berikut:
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan
kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau
kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma
tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.84
Sedangkan menurut Nana Sudjana, profesional adalah
pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus
dipersiapkan untuk itu, dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh
mereka yang tidak memiliki keahlian dan memilih pekerjaan
jurnalis sebagai akibat tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.85
Maka dari itu dapat dipahami bahwa yang menjadi seorang
jurnalis adalah orang-orang yang dipersiapkan dan terpilih sesuai
84
Republik Indonesia, Undang-undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen (Cet. I; Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 3.
85
Lihat Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional (Cet. XVI;
Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h. 14.
Profesionalisme Jurnalis Islami 43
standar karena tidak semua orang dapat menjadi jurnalis, sebab
menjadi jurnalis merupakan sebuah profesi yang penuh dengan
loyalitas dan tanggung jawab. Lebih lanjut Agus F. Tamyong,
menjelaskan pengertian jurnalis profesional adalah:
Orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus
dalam bidang kejurnalisan sehingga ia mampu melakukan
tugas dan fungsinya sebagai jurnalis dengan kemampuan
maksimal. Atau dengan kata lain, jurnalis profesional adalah
orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki
pengalaman yang kaya di bidangnya.86
Jurnalis dalam kutipan di atas adalah tenaga pendidik,
yakni orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik,
mengajar, membimbing, mengasuh dan mengarahkan. Dalam
bahasa Inggris dijumpai beberapa kata yang berdekatan artinya
dengan pendidik. Kata teacher yang diartikan jurnalis atau
pengajar dan tutor yang berarti jurnalis pribadi, atau jurnalis yang
mengajar di rumah.87
Selanjutnya, dalam bahasa Arab dijumpai
86
Ibid., h. 15.
87
John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia
(Jakarta: Cet. VIII; Jakarta: Gramedia, 1980), h. 560 dan 608.
Profesionalisme Jurnalis Islami 44
kata ustāz, mu’addib, mu’allim dan mudarris.88
Kesemua term-
term ini, terhimpun dalam satu pengertian, yakni pendidik yang
lazimnya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan
sebutan ‚jurnalis‛.
Dalam A Dictionary of Modern Written Arabic dikatakan
bahwa kata ustāz, berarti teacher (jurnalis), professor (gelar
akademik), jenjang di bidang intelektual, pelatih, penulis, dan
penyair. Adapun kata mudarris berarti teacher (jurnalis),
instructur (pelatih) dan lecturer (dosen). Selanjutnya kata
mu’allim yang juga berarti teacher (jurnalis), trainer (pemandu).
Juga kata mu’addib berarti educator (pendidik) atau tecaher
(jurnalis dalam lembaga pendidikan Al-Qu’ran).89
Kata-kata yang bervariasi tersebut di atas, menunjukkan
adanya perbedaan ruang lingkup dan lingkungan di mana jurnalis
secara umum diartikan sebagai transformator pengetahuan dan
keterampilan di sekolah. Jika pengetahuan dan keterampilan
tersebut diberikan di perjurnalisan tinggi disebut lecturer (dosen)
atau professor, di rumah-rumah secara pribadi disebut tutor, di
88
Louis Ma’luf, al-Munjid fī al-Lugha (Cet. XII; Bairut: Dār al-
Masyriq, 1977), h. 6.
89
Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic (Cet, IV;
London Macdonald dan Evans, Ltd, 1980), h. 11- 15.
Profesionalisme Jurnalis Islami 45
pusat-pusat latihan disebut instruktor atau trainer dan di lembaga-
lembaga pendidikan yang mengajarkan agama disebut ustāz.
Kata pendidik secara fungsional menunjukkan kepada
seorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan
pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman dan
semisalnya. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003,
dikemukakan bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang
berkualifikasi sebagai jurnalis, dosen, konselor, pamong belajar,
widyaswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang
sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan.90
Dalam beberapa literatur
kependidikan pada umumnya, istilah pendidik sering diwakili oleh
istilah jurnalis. Istilah jurnalis sebagaimana dijelaskan oleh Hadari
Nawawi adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan
pelajaran di sekolah/kelas. Secara lebih khusus lagi, ia
mengatakan jurnalis berarti orang yang bekerja dalam bidang
pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam
membantu anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing.
Jurnalis dalam pengertian tersebut, menurutnya, bukanlah sekadar
orang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan materi
90
H. Dedi Hamid, Undang-undang RI No. 20 Tahuun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Asokadikta Daruru Bahagia, 2003), h. 3.
Profesionalisme Jurnalis Islami 46
pengetahuan tertentu, dalam mengarahkan perkembangan peserta
didiknya untuk menjadi anggota masyarakat sebagai orang
dewasa.91
Tugas jurnalis selain memberikan pelajaran di kelas,
juga harus membantu mendewasakan anak didik.
Dari uraian di atas, tampak bahwa pengertian jurnalis atau
pendidik selalu dikaitkan dengan bidang tugas atau pekerjaan
yang harus dilakukannya. Ini menunjukkan bahwa pada akhirnya
pendidik itu merupakan profesi atau keahlian tertentu yang
melekat pada seseorang yang tugasnya berkaitan dengan
pendidikan.
Pekerjaan yang bersifat profesional di bidang pendidikan
memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus
dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum.
Atas dasar pengertian ini, pekerjaan profesional berbeda dengan
pekerjaan lain yang karena suatu profesi memerlukan kemampuan
dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya.
Profesi atau profesionalitas jurnalis dapat diartikan
pandangan tentang bidang pekerjaan sebagai suatu pengabdian di
bidang pendidikan melalui keahlian tertentu dan yang
menganggap keahlian sebagai sesuatu yang harus diperbarui
91
Lihat Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas
(Cet. III; Jakarta: Haji Masagung, 1989), h. 123.
Profesionalisme Jurnalis Islami 47
secara terus-menerus dengan memanfaatkan kemajuan-kemajuan
dalam ilmu pengetahuan.92
Berdasarkan uraian tersebut dipahami bahwa pada
mulanya kata profesi tidak lain dari adalah pernyataan atau
pengakuan tentang bidang pekerjaan atau bidang pengabdian yang
dipilih, maka profesional dimulai dari pemahaman dan
pemanfaatan terhadap kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan
yang sudah ada.
Adapun ciri-ciri jurnalis profesional dapat dilihat dari
penjelasan beberapa ahli berikut ini. Kunandar mengemukakan
ciri-ciri profesional di bidang pendidikan sebagai berikut :
1. Diakui oleh masyarakat dan layanan yang diberikan itu
hanya dikerjakan oleh pekerja yang dikategorikan sebagai
suatu profesi.
2. Memiliki ilmu pengetahuan sebagai landasan dari
sejumlah teknik dan prosedur yang unik. Misalnya profesi
di bidang kedokteran, Juga profesi di bidang kejurnalisan
misalnya harus mempelajari psikologi, metodik dan lain-
lain.
92
Lihat Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengetahui Kelemahan
Pendidikan di Indonesia (Ed. I; Bogor: Kencana, 2003), h. 140.
Profesionalisme Jurnalis Islami 48
3. Diperlukan persiapan yang matang dan sistematis, dalam
melaksanakan pekerjaan profesinya.
4. Memiliki mekanisme untuk menyaring orang-orang yang
berkompeten yang diperbolehkan bekerja.
5. Memiliki organisasi profesional untuk layanan kepada
masyarakat.93
Wolmer dan Mills dalam Sardiman mengatakan pekerjaan
itu baru dikatakan sebagai profesional, apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut; Memiliki pengetahuan umum yang luas dan
keahlian khusus yang mendalam, memiliki kode etik jabatan dan
merupakan karya bakti seumur hidup. Jurnalis sebagai pekerja
profesional harus memperoleh dukungan masyarakat, mendapat
pengesahan dan perlindungan hukum, memiliki persyaratan kerja
yang sehat, dan memiliki jaminan hidup yang layak.94
Selanjutnya Ornstein dan Levine dalam Raflis Kosasi
menyatakan profesionalitas itu adalah jabatan, sesuai dengan
pengertian profesi yakni melayani masyarakat, karir yang akan
93
Kunandar, Pendidikan Indonesia dan Problematikanya (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2008), h. 11-12. Bandingkan Kunandar, Guru
Profesional: Implmentasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan
Sukses dalam Srtifikasi Guru (Cet. III; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2008), h. 46-47.
94
Lihat Sardiman A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Cet.
IX; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h. 132.
Profesionalisme Jurnalis Islami 49
dilaksanakan sepanjang hayat, memerlukan bidang ilmu dan
keterampilan tertentu menggunakan hasil penelitian dan aplikasi
dari teori ke praktek, memerlukan pelatihan khusus dengan waktu
yang panjang, mempunyai persyaratan untuk menduduki jabatan
tersebut memerlukan izin atau persyaratan khusus yang
ditentukan untuk dapat mendudukinya, menerima tanggung jawab
terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang
ditampilkan berhubungan dengan layanan yang diberikan.
Jurnalis profesional dalam melaksanakan tugasnya
menggunakan administrasi untuk memudahkan profesinya, dan
juga mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi
sendiri, mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang
meragukan atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan
yang diberikan dengan jabatan lainnya.95
Demikian pula Sanusi dalam Raflis Kosasi mengemukakan
ada sepuluh ciri-ciri utama suatu profesi,96
sebagai berikut:
1. Suatu jabatan yang memiliki fungsi yang signifikansi
sosial yang menentukan.
95
Lihat Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan (Cet. I; Jakarta:
Rineka Cipta, 1999), h. 15.
96
Ibid., h. 17.
Profesionalisme Jurnalis Islami 50
2. Jabatan yang menuntut keterampilan/keahlian tertentu.
3. Keterampilan/keahlian yang dituntut dapat pemecahan
masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
4. Jabatan berdasarkan disiplin ilmu yang jelas, sistematik,
bukan hanya sekedar pendapat khalayak umum.
5. Mempunyai prestasi yang tinggi di masyarakat, dan
karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.
6. Proses pendidikan untuk jabatan itu merupakan aplikasi
dan sosialisasi nilai-nilai professional.
7. Dalam memberikan pelayanan, anggota profesi
berpegang pada kode etik organisasi profesi.
8. Anggota profesi bebas dalam memberikan judgement
terhadap permasalahan profesi yang dihadapi.
9. Dalam melayani masyarakat anggota profesi bebas dari
campur tangan orang luar.
10. Jabatan profesi mempunyai prestise yang tinggi di
masyarakat, karenanya memperoleh imbalan yang tinggi.
Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Jurnalis dan Dosen pasal 7 menyebutkan bahwa profesi jurnalis
Profesionalisme Jurnalis Islami 51
dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang
dilaksanakan berdasarkan prinsip,97
sebagai berikut:
1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa.
2. Memiliki komitmen untuk menigkatkan mutu
pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan ahklak mulia.
3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang
pendidikan sesuai dengan bidang tugas.
4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan
bidang tugas.
5. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas
keprofesionalan.
6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan
prestasi kerja.
7. Memiliki kesempurnaan untuk mengembangkan
keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar
sepanjang hayat.
8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan,
97
Republik Indonesia, Undang-undang RI No. 14 Tahun 2005 Tentang
Guru dan Dosen, (Cet. I; Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 6.
Profesionalisme Jurnalis Islami 52
9. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai
kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan
tugas profesional jurnalis.
Dari ciri-ciri tersebut, dapat disimpulkan bahwa profesi
jurnalis adalah suatu pekerjaan yang bersifat profesional
memerlukan beberapa bidang ilmu yang harus dipelajari dan
kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Pekerja
profesional berbeda dengan pekerja lainnya, karena suatu profesi
memerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam
melaksanakan profesinya.
Profesionalitas jurnalis dapat terwujud maka Undang-
Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Jurnalis dan Dosen
mensyaratkan beberapa ketentuan, seperti mereka harus
mengikuti sertifikasi pendidik. Ini memberikan stimulus kepada
jurnalis untuk meningkatkan kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik diperoleh
melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma
IV untuk jurnalis (pasal 9), dan progran pascasarjana (S-2) untuk
dosen serta program doktor untuk dosen program S-2 (Pasal 46).
Kompetensi jurnalis profesional sebagaimana dalam
Undang-Undang Jurnalis dan Dosen tersebut di atas adalah
Profesionalisme Jurnalis Islami 53
berkaitan dengan (a) kompetensi pedagogik yang ditandai dengan
penguasaan bidang studi tertentu secara materi maupun
metodologi pembelajaran; (b) kompetensi sosial yang berupa
kemampuan jurnalis/dosen untuk berinteraksi dan berkomunikasi
dengan anak didik, orang tua, dan masyarakat; (c) kompetensi
kepribadian yang berkaitan dengan akhlak dan perilaku sehari-hari
seorang jurnalis/dosen; (d) kompetensi profesional yang meliputi
kesungguhan seseorang untuk mengajar dengan dukungan
penguasan materi dan metode pembelajaran.
Sertifikat pendidik merupakan bukti tertulis yang di
berikan kepada jurnalis layak untuk menjadi jurnalis/dosen yang
diperoleh dari perjurnalisan tinggi yang memiliki program tenaga
kependidikan yang terakreditasi untuk jurnalis (pasal 11), dan dari
perjurnalisan tinggi terakreditasi yang ditetapkan pemerintah
untuk dosen (pasal 47). Pemerintah berkewajiban untuk mulai
melaksanakan program sertifikasi paling lama 12 bulan setelah
Uudang-Undang ini disahkan (pasal 83 ayat 1) dan jurnalis yang
belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik wajib
memenuhinya paling lama 10 tahun ke depan (pasal 82 ayat 2).
Jurnalis yang ingin meningkatkan kualifikasi akademik
atau ingin memperoleh sertifikat pendidik dapat mengajukan
bantuan biaya kepada pemerintah. Dalam pasal 13 Undang-
Profesionalisme Jurnalis Islami 54
Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 dinyatakan; Pemerintah dan
pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk
peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi
jurnalis yang diangkat oleh satuan pendidikan yang
diselenggarakan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Masalah anggaran sebagaimana yang disebutkan di atas
berkaitan dengan kesejahteraan jurnalis dan dosen, di mana dalam
Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 memberikan jaminan
bagi jurnalis dan dosen untuk mendapatkan imbalan yang layak,
sehingga pekerjaan sebagai jurnalis dan dosen dapat dianggap
sebagai pekerjaan yang profesional, menarik dan kompetitif. Hal
ini dipertegas dengan pasal 14 ayat (1): Dalam melaksanakan
tugas keprofesionalannya, jurnalis berhak: (a) memperoleh
penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan
kesejahteraan sosial dan pasal 15 ayat (1): Penghasilan di atas
kebutuhan hidup minimum meliputi gaji pokok, tunjangan yang
melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi,
tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan
yang terkait dengan tugasnya sebagai jurnalis yang ditetapkan
dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
Upah atau gaji jurnalis dapat mempengaruhi peningkatan
profesionalitas jurnalis. Secara asumtif, dapat dikatakan anggaran
Profesionalisme Jurnalis Islami 55
berupa upah atau gaji jurnalis tidak terkait langsung dengan
peningkatan profesional, tetapi ia dapat mempengaruhi mutu
pendidikan. Demikian pula secara subtanstif bahwa gaji yang
diperoleh oleh jurnalis akan mempengaruhi dinamika perilaku dan
kehidupan jurnalis dalam melaksanakan tugas-tugas profesinya.
Mohammad Surya mengatakan terdapat keterkaitan yang
kuat antara kualitas jurnalis beserta kesejehterannya dengan mutu
pendidikan. Kualitas profesional jurnalis merupakan indikator
yang kuat terhadap prestasi belajar siswa sebagai hasil
pendidikan.98
Berdasar pada pernyataan ini maka dapat dipahami
bahwa kesejahteraan jurnalis memiliki keterkaitan yang kuat
dengan peningkatan profesionalisme dan kinerja jurnalis dalam
proses pembelajaran. Dengan demikian meningkatkan gaji jurnalis
adalah sesuatu yang prioritas dalam upaya mereformasi dunia
pendidikan.
Penghasilan jurnalis memberikan dampak terhadap
profesionalitas dan peningkatan mutu pendidikan. Gaji jurnalis
hanya merupakan salah satu faktor/ variabel dalam peningkatan
mutu pendidikan. Gaji merupakan salah satu faktor yang terkait
dengan perwujudan kinerja ‚perilaku pembelajaran‛ juga
98
Lihat Mohammad Surya, Percikan Perjuangan Guru (Cet. I;
Semarang: Aneka Ilmu, 2003), h. 68.
Profesionalisme Jurnalis Islami 56
menentukan mutu pendidikan. Hal ini mengandung makna bahwa
apabila gaji jurnalis terwujud dalam batas-batas yang signifikan,
maka akan terwujud ‚perilaku pembelajaran‛ yang efektif, yang
memberikan dampak pada perwujudan interaksi pembelajaran
yang efektif pula, dan pada gilirannya akan menghasilkan
‚perilaku pembelajaran‛ peserta didik, untuk mewujudkan hasil
belajar sebagai indikator mutu pendidikan, dengan asumsi bahwa
faktor-faktor lainnya baik internal maupun eksternal memberikan
konstribusi secara signifikan.
Dalam perspektif pendidikan Islam, jurnalis harus
memiliki sifat ikhlas untuk mendapatkan ridha Allah semata,
melaksanakan dengan penuh kesungguhan , sebagaimana Firman
Allah dalam Q.S.Yasin/36: 21
﴿ َ‫ون‬ُ‫د‬َ‫ت‬ْ‫ه‬ُّ‫م‬ ‫ُم‬‫ه‬ َ‫و‬ ً‫ا‬‫ر‬ْ‫ج‬َ‫أ‬ ْ‫م‬ُ‫ك‬ُ‫ل‬َ‫أ‬ْ‫س‬ٌَ َّ‫ال‬ ‫ن‬َ‫م‬ ‫ُوا‬‫ع‬ِ‫ب‬َّ‫ت‬‫ا‬٢١﴾
Terjemahnya:
Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan
mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.99
Dalam pandangan penulis bahwa tidak berarti jurnalis
harus hidup miskin, melarat dan sengsara, melainkan ia boleh
memiliki kekayaan sebagaimana lazimnya orang lain. Hal ini
99
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Proyek
Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 2002 ), h.708.
Profesionalisme Jurnalis Islami 57
berarti bahwa jurnalis tidak boleh menerima pemberian atau upah
karena jasanya dalam mengajar, melainkan ia boleh menerima
pemberian atau upah/gaji tersebut.
Ditinjau dari aspek fikih, upah atau gaji atas profesi
jurnalis adalah terkait dengan penyampaian ilmu. Ilmu dalam
pandangan syariat adalah wajib disampaikan kepada orang lain.
Bila dikaitkan lagi dengan masalah fikih maka gaji jurnalis
termasuk ijārah (sewa) atas barang maupun sewa atas jasa profesi
orang yang diperbolehkan.100
Jadi, dapat dirumuskan bahwa
jurnalis-jurnalis boleh saja, menerima gaji karena jurnalis
termasuk pekerjaan profesi yang menuntut adanya profesionalitas
jurnalis yang ideal.
Profesionalitas jurnalis dipandang sebagai pekerjaan
melalui keahlian dan harus didukung sumber dana yang kuat
secara terus-menerus dengan memanfaatkan kemajuan yang
terdapat dalam ilmu pengetahuan dan peningkatan mutu
pendidikan.101
Untuk meningkatkan mutu pendidikan, yang harus
dilakukan adalah menata tujuan pendidikan yang mampu
menghadapi tantangan abad ke-21, ini adalah hubungan yang erat
100
Lihat Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islāmi wa Adillatuh, jilid IV
(Bairut: Dār al-Fikr, 1989), h. 766.
101
Lihat Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengetahui
Kelemahan Pendidikan di Indonesia, (Ed. I; Bogor: Kencana, 2003), h. 140.
Profesionalisme Jurnalis Islami 58
antara lembaga pendidikan dengan dunia kerja. Hal ini
menekankan kepada perlunya dibangun tenaga kerja Indonesia
yang profesional. Dengan demikian, dibutuhkan upaya yang
sungguh-sungguh agar lembaga pendidikan diarahkan kepada
terbentuknya sumber daya manusia yang profesional.
Istilah profesional sebagaimana yang telah diuraikan
menjadi suatu istilah baku dalam mempersiapkan sumber daya
manusia (SDM) memasuki abad ke-21 yang penuh dengan
persaingan. Ada yang menekankan profesionalitas kepada
penguasaan beserta kiat-kiat dalam penerapannya, dan ada pula
yang menekankan kepada kemampuan manajemen. Apakah sikap
profesionalitas ini telah dikembangkan dalam lembaga
pendidikan? Kenyataan menunjukkan bahwa lembaga yang ada
sekarang ini, lebih mementingkan pembentukan intelektual, tetapi
belum memberikan perhatian kepada terbentuknya sikap
profesional.
B. Tipologi Jurnalis Profesional dalam Perspektif Pendidikan
Islam
Profesionalisme Jurnalis Islami 59
Tipologi adalah ilmu yang mempelajari tentang watak
dan atau kepribadian manusia.102
Dengan batasan seperti ini,
maka pandangan tentang tipologi jurnalis profesional yang
dimaksudkan adalah syarat jurnalis profesional, sifat, dan
tugasnya. Ketiga tipologi ini, sangat terkait dengan watak dan
kepribadian jurnalis yang dalam berbagai literatur pendidikan
Islam yang penulis telusuri, sering dijelaskan secara
bersamaan.103
Dalam kenyataannya bahwa syarat, sifat dan
tugas jurnalis sulit dibedakan, sehingga untuk membedakannya
harus ditelusuri dengan cara mencermati ketiga masalah terseb
ut berdasarkan tipologinya masing-masing.
Untuk memperoleh kemampuan melaksanakan tugas
secara maksimal, jurnalis harus memenuhi syarat-syarat
seperti yang ungkapakn Soejono dalam Ahmad Tafsir sebagai
berikut:
1. Syarat-Syarat Jurnalis
a. Tentang umur, harus sudah dewasa. Hal ini penting
karena menyangkut perkembangan seseorang, tugas harus
102
Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, op. cit., h. 1022. Lihat
juga Trisno Yuwono dan Pius Abdullah, Kamus Praktis Bahasa Indonesia
(Surabaya: Arkola, 1999), h. 430
103
. Lihat Ahmad Tafsir, op. cit., h. 79 dan 82
Profesionalisme Jurnalis Islami 60
dilakukan secara bertanggung, itu hanya dapat dilakukan
oleh orang telah dewasa,
b. Tentang kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani.
Jasmani yang tidak sehat akan membahayakan
pelaksanaan pendidikan, dan rohani yang tidak sehat tidak
mampu bertanggung jawab,
c. Tentang kemampuan mengajar, ia harus ahli. Hal ini
penting bagi jurnalis dengan pengetahuannya ia
diharapkan mengembangkan peserta didiknya,
d. Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi, harus
memberikan contoh yang baik, dan dedikasi tinggi
diperlukan dalam mendidik dan meningkatkan mutu
pembelajaran.104
Berdasarkan pada pengertian jurnalis sebagai pendidik
sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, seseorang dapat
disebut sebagai jurnalis yang profesional bila memenuhi beberapa
persyaratan. Seseorang yang diangkat menjadi jurnalis pada suatu
lembaga pendidikan tertentu, ia terlebih dahulu mengikuti
diseleksi berdasarkan ketentuan yang merupakan syarat yang
harus dipenuhi oleh seorang jurnalis.
104
Lihat Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam
(Cet.VIII; Bandung: Rosdakarya, 2008), h. 80.
Profesionalisme Jurnalis Islami 61
Syarat menjadi seorang jurnalis profesional harus
diperhatikan dan diterapkan secara tegas, terutama dalam
penerimaan jurnalis.105
Zakiah Daradjat bahwa untuk menjadi
jurnalis yang baik ada empat syarat yang harus dipenuhi, yaitu
takwa kepada Allah, berilmu, sehat jasmani dan berkelakuan
baik.106
Dalam hal ini, Ahmad Tafsir juga mengemukakan empat
syarat bagi seorang jurnalis dengan merujuk pendapat Soejono
yang secara singkat dapat disebutkan, jurnalis harus dewasa, harus
sehat jasmani, dan rohani, harus ahli atau memiliki kemampuan
mengajar, berkesusilaan dan berpendidikan tinggi.107
Syarat-syarat menjadi jurnalis sebagaimana yang telah
disebutkan meliputi: ‚Takwa kepada Allah, sudah dewasa‛,108
sehat jasmani dan rohani, berilmu, memiliki kemampuan
mengajar, berkelakuan baik dalam arti berkesusilaan, dan
berdedikasi tinggi. Syarat yang disebut terakhir ini, menyangkut
105
Lihat Ahmad Tafsir, loc. cit.
106
Lihat Zakiah Daradjat et al., Ilmu Pendidikan Islam (Cet. V;
Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 41.
107
Ahmad Tafsir, op.cit., h. 80.
108
Seseorang dianggap sudah dewasa sejak ia berusia 18 tahun atau dia
sudah kawin. Akan tetapi menurut ilmu pendidikan, laki-laki baru dianggap
sudah dewasa setelah berumur 21 tahun dan bagi perempuan setelah berusia 18
tahun. ibid.
Profesionalisme Jurnalis Islami 62
masalah akhlak dan tidak hanya diperlukan dalam mendidik,
tetapi juga diperlukan dalam meningkatkan mutu pembelajaran.
Seorang jurnalis profesional dalam perspektif pendidikan
Islam harus memiliki dan menghiasi dirinya dengan akhlak yang
terpuji (al-akhla>q al-mahmudah) sekaligus menghindari akhlak
yang tercela (al-akhla>q al-mazmumah). Seorang jurnalis yang
senantiasa menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia dan
terpuji, dipastikan peserta didik yang merupakan anak didiknya
akan merasa senang kepadanya dan menghormatinya. Sebaliknya
jika seorang jurnalis berakhlak tercela, maka peserta didiknya
akan menjauhinya, bahkan mungkin menjadi salah satu faktor
penyebab timbulnya penyakit kejiwaan (sindrom) di kalangan
murid-muridnya yang disebut fobi sekolah.109
Zakiah Daradjat
menyebutkan sejumlah akhlak yang seharusnya dimiliki seorang
jurnalis, misalnya; mencintai jabatannya sebagai jurnalis, bersikap
adil terhadap semua peserta didiknya, berlaku sabar dan tenang,
berwibawa, gembira, bersifat manusiawi, bekerja sama dengan
jurnalis lain, dan bekerja sama dengan masyarakat.110
Akhlak
109
Fobi sekolah adalah penyakit kejiwaan yang mencerminkan rasa
takut terhadap sekolah, sehingga anak-anak yang seharusnya bersekolah tidak
mau datang ke sekolah, dan bahkan lebih parah lagi dapat mengasingkan diri
dari lingkungan sosial. Azyumardi Azra, op. cit., h. 164.
110
Lihat Zakiah Daradjat et al., op. cit., h. 42-44.
Profesionalisme Jurnalis Islami 63
jurnalis yang dikemukakan ini merupakan implementasi dari kode
etik jurnalis Indonesian. Tujuan kode etik antara lain untuk
menjunjung tinggi martabat profesi, memelihara kesejahteraan
para anggota, meningkatkan mutu dan kualitas profesi,
meningkatkan mutu organisasi profesi. Organisasi ini dapat
menghubungkan antara jurnalis dan pemerintah, sehingga tidak
bertindak sewenang-wenang melaggar kode etik. Kode etik
merupakan landasan moral, pedoman sikap, tingkah laku dan
perbuatan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.
Kode etik profesional jurnalis sesuai dengan firman
Allah dalam Q.S. Al-Muddatstsir/74:1-7.


Terjemahnya:
1. Hai orang yang berkemul (berselimut), 2.
bangunlah, lalu berilah peringatan! 3. dan Tuhanmu
agungkanlah! 4. dan pakaianmu bersihkanlah, 5. dan
perbuatan dosa tinggalkanlah, 6. dan janganlah kamu
memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang
Profesionalisme Jurnalis Islami 64
lebih banyak. 7. dan untuk (memenuhi perintah)
Tuhanmu, bersabarlah.
Dalam melaksanakan pekerjaan sebagai jurnalis harus
selalu didasarkan pada ketentuan yang berlaku sehingga dapat
menjadi ibadah di sisi Allah swt. Adapun rumusan kode etik
Jurnalis Indonesia setelah disempurnakan dalam kongres PGRI
XVI tahun 1989 di Jakarta,111
sebagai berikut:
1. Jurnalis berbakti membimbing peserta didik untuk
membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa
Pancasila;
2. Jurnalis memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional;
3. Jurnalis berusaha memperoleh informasi tentang peserta
didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan;
4. Jurnalis menciptakan suasana sebaik-baiknya yang
menunjang berhasilnya proses beajar mengajar;
5. Jurnalis memelihara hubungan baik dengan orangtua murid
dan masyarkat sekitarnya untuk membina peran serta dan
rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan;
6. Jurnalis secara pribadi dan berama-sama mengembangkan
dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya;
111
Syaiful Sagala, op.cit., h. 35.
Profesionalisme Jurnalis Islami 65
7. Jurnalis memelihara hubungan seprofesi, semgangat
kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial;
8. Jurnalis secara bersama-sama memelihara dan
meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana
perjuangan dan pengabdian;
9. Jurnalis melaksanakan segala kebijaksanaan perintah dalam
bidang pendidikan.
Kode eitk profesi jurnalis menggambarkan kompetensi
kepribadian, ini merupakan barometer atau ukuran bagaimana
jurnalis bertindak, bersikap, dan berbuat dalam kehidupannya,
baik individu, keluarga, sekolah, dan masyarakat. Selain itu
jurnalis juga harus mengimplementasikan nilai-nilai ajaran
agama, mislanya jujur dalam perkataan dan perbuatan.
Peranan jurnalis di sekolah ditentukan oleh kedudukanya
sebagai orang dewasa, sebagai pengajar, pendidik dan sebagai
pegawai. Yang paling utama adalah jurnalis dalam kedudukannya
sebagai pengajar dan pendidik yang harus mampu menunjukkan
kelakuan yang layak bagi jurnalis menurut harapan masyarakat.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa jurnalis
sebagai pendidik, di samping harus mampu mentransfer
ilmunya kepada peserta didik yang dihadapinya, ia juga harus
memiliki kode etik dalam bersikap. Menurut pandangan
Profesionalisme Jurnalis Islami 66
Soetjipto dan Raflis Kosasi adalah sikap profesional
kejurnalisan terhadap peraturan perundang-undangan dan
organisasi profesi, teman sejawat, anak didik, tempat kerja,
pemimpin, dan pekerjaan.112
Tugas jurnalis Indonesia adalah melaksanakan segala
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan. Dan
jurnalis merupakan unsur aparatur negara, maka ia harus
melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan. Dengan
kata lain, jurnalis harus bersikap tunduk pada peraturan
perundang-undangan. Jurnalis juga harus bersikap secara
bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi.
Dengan kata lain, bahwa setiap jurnalis wajib berpartisipasi
guna memelihara, membina, dan meningkatkan mutu organiasi
profesi dalam rangka mewujudkan cita-cita organisasi.
Sikap jurnalis terhadap teman sejawat adalah
memelihara hubungan seprofesi, memiliki semangat
kekeluargaan, dan mempunyai kesetiakawanan sosial. Sikap
seperti ini, harus pula diwujudkan dalam bersikap terhadap
112
Soetjipto dan Raflis Kosasi, op.cit.,
Profesionalisme Jurnalis Islami 67
anak didik, yakni berbakti dalam arti membimbing peserta
didik sesuai dengan tujuan k pendidikan.113
Mengenai sikap terhadap tempat kerja, adalah
menciptakan suasana kerja yang baik, sikap terhadap pemimpin
adalah menciptakan suasana harmonis terhadap kepala sekolah
dan sikap terhadap pekerjaan adalah melaksanakan tugas
jurnalis dengan penuh kesabaran dan ketelatenan yang tinggi,
terutama bila berhubungan dengan peserta didik.
Kamal Muh. Isa menyatakan bahwa seorang jurnalis
dituntut untuk memiliki berbagai sikap, yakni sifat amanat,
mampu mempersiapkan dirinya, menghindari sikap tamak dan
batil, harus memiliki sikap terpuji.114
Semua sikap jurnalis
seperti yang telah disebutkan, merupakan syarat penting untuk
ditanamkan dalam diri setiap jurnalis dalam rangka
meningkatkan mutu, baik peningkatan mutu jurnalis sebagai
pendidik maupun peningkatan mutu siswa sebagai peserta
didik.
113
Lihat Republik Indonesia , Undang-undang R.I. Nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Bandung: Fokusmedia, 2003), h. 3.
114
Lihat Kamal H. Mohamad Isa, Khashaish Madrasah al-Nubuwwa
diterjemahkan oleh Chairul Halim dengan judul Manajemen Pendidikan Islam
(Cet. I; Jakarta: Fikahati Aneska, 1994), h. 64-65.
Profesionalisme Jurnalis Islami 68
Berkenaan dengan uraian di atas maka dapat
dikemukakan bahwa standarisasi syarat jurnalis profesional
perspektif Islam minimal enam syarat, yaitu beriman dan
takwa kepada Allah, sudah dewasa, berilmu pengetahuan yang
luas, sehat jasmani dan rohani, berakhlak mulia, dan memiliki
kemampuan mendidik.
2. Sifat jurnalis
Syarat adalah sifat minimal yang harus dipenuhi oleh
jurnalis, sedangkan sifat adalah pelengkap syarat sehingga
jurnalis dikatakan memenuhi syarat maksimal. Pembedaan ini
diperlukan karena tidak mudah menemukan jurnalis dengan syarat
maksimal. 115
Dalam hal ini, dengan memenuhi syarat minimal,
seseorang dapat menjadi jurnalis.
Mohamad Surya mengatakan sifat utama dari seorang
jurnalis yang profesional adalah kemampuannya dalam
mewujudkan kinerja professional yang sebaik-baiknya dalam
mencapai tujuan pendidikan. Sifat-sifat tersebut, mencakup
kepribadian jurnalis dan penguasaan keterampilan teknis
115
Lihat Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam
(Cet.VIII; Bandung: Rosdakarya, 2008,h. 82
Profesionalisme Jurnalis Islami 69
kejurnalisan.116
Seorang jurnalis hendaknya memiliki kompetensi
yang mantap. Kompetensi adalah seperangkat penguasaan
kemampuan yang harus ada dalam diri jurnalis agar dapat
mewujudkan kinerjanya secara profesional, tepat, dan efektif.
Kompetensi yang dimaksud berada dalam diri pribadi jurnalis
yang bersumber dari kualitas kepribadian, pendidikan, dan
pengalamannya. Kompetensi tersebut meliputi kompetensi
intelektual, fisik, pribadi, sosial, dan spritual.117
Athiyah al-Abrasyi sebagaimana yang dikutip Abuddin
Nata, disebutkan bahwa terdapat tujuh sifat yang harus dimiliki
oleh jurnalis dalam perspektif pendidikan Islam, yakni; zuhud,
jiwa yang bersih, ikhlas, pemaaf, mencintai murid, mengetahui
bakat, tabiat, dan watak murid, serta menguasai mata pelajaran.118
Sementara Asama Hasan Fahmi sebagaimana dikutip oleh Ahmad
Tafsir, ia mengajukan beberapa sifat jurnalis yakni, tenang, tidak
bermuka masam, tidak berolok-olok di hadapan anak didik dan
sopan santun.119
116
Lihat H. Mohamad Surya, op. cit., h. 248-249.
117
Ibid., h. 249-250.
118
Disadur dari H. Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1 (Cet. I;
Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 71-76.
119
Ahmad Tafsir, op. cit., h. 83.
Profesionalisme Jurnalis Islami 70
Sejalan dengan uraian di atas, Ahmad Tafsir dalam
pandangannya tentang sifat-sifat jurnalis, mengemukakan bahwa
sifat jurnalis adalah kasih sayang pada murid, senang memberi
nasehat, senang memberi peringatan, senang melarang murid
melakukan hal yang tidak baik, bijak dalam memilih bahan
pelajaran yang sesuai dengan lingkungan murid, hormat pada
pelajaran lain yang bukan pegangannya, bijak dalam memilih
bahan pelajaran, mementingkan berfikir dan berijtihad, jujur
dalam keilmuan, dan bersifat adil.120
Abuddin Nata dalam
Filsafat Pendidikan Islam, ketika membahas tentang sifat-sifat
pendidik yang baik, ia menjelaskan bahwa seorang jurnalis selain
menguasai pengetahuan yang akan diajarkannya kepada murid,
juga harus memiliki sifat-sifat terpuji, sehingga apa yang
disampaikan jurnalis kepada muridnya didengar dan dipatuhi,
tingkah lakunya dapat ditiru dan diteladani dengan baik.121
Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan, terdapat
perbedaan pandangan dalam merumuskan sifat-sifat jurnalis. Ada
yang merumuskan sifat jurnalis sama dengan syarat jurnalis.
Misalnya, ‚sopan santun‛ sebagai sifat jurnalis dalam rumusan
120
Ibid., h. 84.
121
Lihat Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1 (Cet. I; Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 71.
Profesionalisme Jurnalis Islami 71
Asama Fahmi, esensinya sama dengan ‚berkelakuan baik‛ sebagai
syarat jurnalis dalam rumusan Zakiyah Daradjat sebagaimana
yang telah disebutkan dalam uraian terdahulu.
Lain halnya dengan rumusan sifat jurnalis yang telah
dikemukakan oleh Mohamad Surya, di mana ia berpandangan
bahwa sifat jurnalis adalah kompetensi jurnalis.122
Kompetensi
jurnalis yang dimaksud, merupakan bagian integral dari sifat
utama dari seorang jurnalis profesional yang diuraikan pada
subbab mendatang.
Berdasarkan dari uraian-uraian di atas, maka dalam
pandangan penulis bahwa sifat-sifat jurnalis yang telah
dirumuskan oleh pakar-pakar pendidikan semisal Athiyah al-
Abrasyi, Asama Hasan Fahmi, dan Ahmad Tafsir, mengacu pada
sifat-sifat jurnalis menurut perspektif pendidikan Islam.
Sedangkan rumusan Mohamad Surya, adalah mengacu pada sifat-
sifat jurnalis menurut perspektif pendidikan umum. Dengan
merekonsiliasikan keduanya, akan bermuara pada suatu rumusan
bahwa sifat-sifat jurnalis yang profesional adalah harus
berdasarkan nilai-nilai moralitas Islam dan harus ditunjang oleh
beberapa kompetensi, yakni kompetensi intelektual, kompetensi
122
Lihat Mohammad Surya, op. cit., h. 248.
Profesionalisme Jurnalis Islami 72
fisik, kompetensi pribadi, kompetensi sosial, dan kompetensi
spritual.
3. Tugas Jurnalis
Jurnalis sangat berperan dalam membantu perkembangan
peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal.
Minat, bakat, kemampuan, dan potensi yang dimiliki peserta
didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan
jurnalis.123
Jurnalis mempunyai tugas memperhatikan peserta didik
secara individual, karena antara satu peserta didik dengan peserta
didik lainnya memiliki perbedaan yang sangat mendasar.
Jurnalis mempunyai beberapa tugas anatara lain
membentuk kepribadian, memberikan kemudahan belajar. Selain
itu tugas jurnalis yang dimaksudkan di sini, yaitu mendidik,
mengajar dan melatih peserta didik. Ketiga tugas jurnalis tersebut,
ada pihak yang memandangnya sebagai tugas pokok.124
Selanjutnya, mendidik sebagai tugas jurnalis menurut Ahmad
Tafsir, telah disepakati oleh kalangan para ahli pendidikan, baik
Islam maupun Barat. Ia mengakui, bahwa mendidik merupakan
123
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran
Kreatif dan Menyenangkan (Cet.VII; Bandung: Rosdakarya, 2007), h. 35.
124
Lihat Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan dalam Upaya
Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan (Cet I ; Bandung : Pustaka
Setia, 2002), h. 15.
Profesionalisme Jurnalis Islami 73
tugas jurnalis yang amat luas dan sebagian dilakukan dalam
bentuk mengajar, memberi dorongan, memuji, menghukum,
memberi contoh, membiasakan dan sebagainya.125
Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa jurnalis dalam melaksanakan
tugasnya sebagai pendidik, ia berusaha merujuk pada kegiatan
pembinaan dan pengembangan peserta didik.
Tugas jurnalis sebagai pendidik tidak hanya terbatas pada
usaha mencerdaskan otak peserta didiknya saja, melainkan juga
berupaya membentuk seluruh kepribadiannya, sehingga dapat
menjadi manusia dewasa yang memiliki kemampuan dalam
menguasai ilmu pengetahuan dan mengembangkannya untuk
kesejahteraan hidup umat manusia.126
Tugas jurnalis dalam
kegiatan mendidik ini berkonotasi sebagai suatu proses
‚memanusiakan‛ manusia agar mampu hidup secara mandiri dan
dapat bertanggung jawab dalam seluruh lini kehidupan, sehingga
tugas yang diembannya itu dapat dipahami berdimensi
kemanusiaan dan kemasyarakatan.
Selain mendidik, tugas jurnalis termasuk pula mengajar
dan melatih peserta didik, mengajar berarti meneruskan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, Sedang melatih
125
Lihat Ahmad Tafsir, op.cit., h. 78.
126
ibid. h.
Profesionalisme Jurnalis Islami 74
berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada peserta
didik.127
S.Nasution memahaminya mengajar adalah menanamkan
pengetahuan, menyampaikan kebudayaan, dan sebagai suatu
aktivitas dalam mengatur lingkungan anak dengan sebaik-
baiknya, sehingga terjadi pembelajaran. Melalui aktivitas yang
disebut terakhir ini, mengajar mengandung arti membimbing,
aktivitas dan pengalaman peserta didik serta membantu
perkembangannya sehingga dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.128
Selain tugas mengajar, jurnalis juga bertugas
untuk membuat persiapan mengajar, tugas mengevaluasi hasil
belajar yang selalu bertalian dengan pencapaian tujuan
pembelajaran.
Tugas jurnalis dalam melatih peserta didik yang dalam hal
ini jurnalis bertindak sebagai pelatih untuk mengembangkan
keterampilan peserta didik.129
Jurnalis sebagai pelatih,
memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi peserta didik
untuk mengembangkan cara pembelajarannya sendiri.130
127
Lihat Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional (Ed. II;
Bandung: Remaja Rosda Karya,1996), h. 7.
128
S. Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar (Cet. I; Jakarta: Bumi
Aksara, 1995), h. 4 – 6.
129
Sudarwan Danim, loc. cit.
130
Lihat H. Mohamad Surya, op. cit., h. 47.
Profesionalisme Jurnalis Islami 75
Mendidik, mengajar maupun melatih peserta didik,
tentunya dapat berjalan lancar selama jurnalis berperan aktif
dalam melaksanakan tugas-tugasnya terutama tugasnya sebagai
pendidik. Dapat disimpulkan bahwa tugas jurnalis secara umum
adalah mendidik, dan tugas jurnalis secara khusus adalah mengajar
dan melatih peserta didik. Di sini penulis perlu tegaskan bahwa
keberhasilan jurnalis sebagai pendidik dalam mengajar dan
keberhasilan peserta didik dalam belajar sangat dipengaruhi oleh
jurnalis itu sendiri. Karena itu, tipologi jurnalis sebagai pendidik
yang meliputi syarat, sifat, dan tugasnya harus mendapat
perhatian khusus dari jurnalis dalam menjelaskan tugas
kejurnalisan yang merupakan pekerjaan profesi, dengan demikian
dipahami bagaimana peran jurnalis itu dalam kaitan profesi yang
diembannya.
Peran jurnalis yang dimaksudkan adalah serangkaian
usaha-usaha yang dilakukan dan diupayakan oleh jurnalis sebagai
pendidik dan meningkatkan profesionalitasnya. Menurut
Mohamad Surya peran jurnalis secara profesional bukan hanya di
sekolah saja, melainkan juga di luar sekolah, misalnya di
lingkungan keluarga dan di lingkungan masyarakat.131
Dengan
demikian, jurnalis yang profesional memiliki peran yang serba
131
H. Mohamad Surya, op. cit., h. 223-224.
Profesionalisme Jurnalis Islami 76
kompleks, karena ia bukan hanya berkedudukan sebagai tenaga
pendidik di sekolah, tetapi ia juga memiliki kedudukan sebagai
pendidik di luar sekolah dan di masyarakat.
Proses Pembelajaran di sekolah merupakan inti dari proses
pendidikan secara keseluruhan dengan jurnalis sebagai pemegang
peran utama. Menurut telaahan penulis, ditemukan berbagai
tulisan yang dikemukakan oleh para pendidikan tentang peran
yang diemban oleh jurnalis di lingkungan sekolah yang utama
adalah sebagai pendidik, pengajar dan pelatih peserta didik. Akan
tetapi, sesuai dengan adanya perkembangan maka pembelajaran
membawa konsekuensi kepada jurnalis untuk meningkatkan
perannya, karena pembelajaran sebagian besar ditentukan oleh
peran jurnalis di sekolah.132
Peran jurnalis dalam pembelajaran di
sekolah mempunyai peran utamanya meliputi beberapa hal, antara
lain; Jurnalis sebagai demonstrator dan motivator. Sebagai
demonstrator, jurnalis memiliki peran dalam memperagakan apa
yang diajarkannya secara didaktis, dan apa yang disampaikannya
itu dapat diterima oleh peserta didik, sehingga peserta didik akan
mampu mengembangkan dan meningkatkan kemampuannya pada
tingkat keberhasilan yang lebih optimal. Untuk sampai ke tujuan
tersebut, jurnalis juga sebagai demonstrator, berperan sebagai
132
Moh. Uzer Usman, op. cit., h. 9.
Profesionalisme Jurnalis Islami 77
motivator, yakni merangsang dan atau memberikan dorongan
untuk menumbuhkan potensi peserta didik, menumbuhkan
aktivitas dan daya cipta (kreativitas), sehingga terjadi dinamika
dalam pembelajaran. Dalam semboyan pendidikan di Taman
Siswa sudah lama dikenal dengan istilah ‚ing ngarso sun tulada,
ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani‛.133
Dengan
semboyang ini, maka nampak bahwa peranan jurnalis sebagai
motivator sangat penting dalam interaksi pembelajaran, karena
menyangkut esensi pekerjaan mendidik yang membutuhkan
kemahiran sosial, menyangakut performance dalam arti
personalisasi dan sosialisasi diri.
Jurnalis sebagai mediator dan fasilitator, Sebagai
mediator, maka jurnalis berperan menjembatani dalam kegiatan
belajar peserta didik. Mediator menurut Sardiman AM, berarti
jurnalis sebagai penyedia media, yakni bagaimana upaya jurnalis
meyediakan dan mengorganisasikan penggunaan media
pembelajaran.134
Karena jurnalis sebagai mediator, praktis juga
berperan sebagai fasilitator, yakni memberikan fasilitas atau
kemudahan dalam pembelajaran yang sedemikian rupa, dan serasi
133
Lihat Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Cet.
VII; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h. 143.
134
Lihat Ibid., h. 144.
Profesionalisme Jurnalis Islami 78
dengan perkembangan siswa, sehingga interaksi belajar akan
berlangsung secara efektif. Hal ini, sesuai dengan paradigma ‚Tut
Wuri Handayani‛.
Jurnalis sebagai evaluator dan pengelola kelas. Sebagai
evaluator, maka jurnalis berperan mengadakan evaluasi, yakni
penilaian terhadap hasil yang telah dicapai oleh peserta didik.135
Dengan penilaian, jurnalis dapat mengetahui keberhasilan
pencapaian, penguasaan peserta didik terhadap pelajaran yang
diberikan. Peserta didik belum sampai pada tingkat keberhasilan,
maka jurnalis dituntut untuk lebih berperan sebagai pengelola
kelas, dalam arti bahwa ia berperan sebagai learning manager,
yakni mengelola kelas dan mengarahkan lingkungan kelas agar
kegiatan belajar terarah kepada tujuan untuk keberhasilan peserta
didik secara optimal.
Mohamad Surya, peran jurnalis di sekolah adalah
keseluruhan kegiatan pendidikan di tingkat operasional, jurnalis
merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya
pada tingkat institusional, intsruksional.136
Hal ini bemakna
bahwa peran jurnalis harus dipertahankan, dan ditingkatkan.
Karena, jurnalis dituntut untuk memiliki komitmen yang kuat
135
Lihat Moh. Uzer Usman, op. cit., h. 11.
136
H. Mohamad Surya, op. cit., h. 223.
Profesionalisme Jurnalis Islami 79
dalam upaya menfungsikan multiperannya secara utuh dan
menyeluruh.
Di luar sekolah, jurnalis memiliki peran yang signifikan. Di
lingkungan keluarga misalnya, jurnalis merupakan unsur keluarga
sebagai pengelola, peserta didik sebagai pendidik dalam
keluarga.137
Hal ini mengandung makna bahwa jurnalis sebagai
unsur keluarga harus mampu mewujudkan keluarga yang kokoh,
sehingga menjadi fondasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara secara keseluruhan.
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, jurnalis merupakan unsur strategis sebagai pendidik
anggota masyarakat. Sebagai anggota masyarakat, jurnalis harus
menunjukkan kepribadiannya secara efektif agar menjadi teladan
bagi masyarakat di sekitarnya.138
Sebagai masyarakat, jurnalis
berperan sebagai mediator antara masyarakat dan dunia
pendidikan. Dalam hal ini, Moh. Uzer Usman menyatakan bahwa
jurnalis berperan untuk menyampaikan segala perkembangan
kemajuan dunia sekitar kepada masyarakat, khususnya masalah-
masalah pendidikan. Jurnalis sebagai pemimpin generasi muda
maka masa depan generasi muda terletak di tangan jurnalis.
137
Ibid.
138
Ibid., h. 224.
Profesionalisme Jurnalis Islami 80
Jurnalis berperan sebagai pemimpin mereka dalam
mempersiapkan diri untuk anggota masyarakat yang dewasa.139
Jurnalis merupakan model atau teladan bagi peserta didik
dan semua orang disekitarnya, sebagai teladan jurnalis akan
mendapat sorotan dari peserta didik atau orang di sekitarnya.
Oleh Karena itu jurnalis dalam bertindak dan bersikap harus
menjadi panutan bagi peserta didiknya dan lingkungannya.
Hubnungan kemanusiaan diwujudkan dalam semua pergaulan
manusia, intelektual, moral, kindahan, terutama berprilaku.140
Peran jurnalis yang disebutkan di atas, jika berfungsi
sebagaimana mestinya, maka akan membawa lingkungan keluarga
dan lingkungan masyarakat pada suasana edukatif, sehingga akan
tercipta lingkungan yang berpendidikan, terarah dan menyeluruh,
baik di sekolah maupun di luar sekolah, misalnya dalam
lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam pandangan penulis
bahwa multiperan jurnalis di luar sekolah, perlu diwujudkan
secara nyata melalui satu pendekatan dan program yang
dilaksanakan secara profesional, sistemik, sinergik, dan simbiosis
dari semua pihak terkait.
139
Moh. Uzer Usman, op. cit., h. 12.
140
E. Mulyasa, op.cit., h. 46.
Profesionalisme Jurnalis Islami 81
C. Kompetensi Jurnalis Profesional dan Upaya Peningkatan Mutu
dalam Perspektif Pendidikan Islam
Kompetensi berasal dari bahasa Inggris yaitu competence
yang berarti kecakapan dan kemampuan.141
Menurut kamus
bahasa Indonesia kompetensi merupakan kewenangan untuk
menentukan atau memutuskan sesuatu hal.142
Jadi pengertian
dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Charles. E.
Johnson, yang dikutip oleh M. Uzer Usman, bahwa kompetensi
merupakan gambaran hakikat dan prilaku jurnalis yang tampak
sangat berarti.143
Demikian pula Mc. Leod dalam M. User Usman
bahwa, kompetensi merupakan prilaku yang rasioanal untuk
mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang
diharapkan.144
Sedangkan E. Mulyasa, berpendapat bahwa,
kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan,
keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan
berfikir dan bertindak.145
Adapun kompetensi jurnalis merupakan
141
John M Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Cet.
XXI; Jakarta: PT. Gramedia, 1995), h. 132.
142
Departemen Pendidikan Nasional, op.cit., h. 528.
143
Moh Uzer Usman, op. cit., 37-38.
144
Ibid.
145
E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi (Cet. VI; Bandung:
PT. Rosdakarya Offset, 2004), h., 37-38.
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis

More Related Content

What's hot

MAKALAH METODE DAKWAH DAN PEMIKIRAN MAULANA SYAIKH DALAM PENDIDIKAN
MAKALAH METODE DAKWAH DAN PEMIKIRAN MAULANA SYAIKH DALAM PENDIDIKANMAKALAH METODE DAKWAH DAN PEMIKIRAN MAULANA SYAIKH DALAM PENDIDIKAN
MAKALAH METODE DAKWAH DAN PEMIKIRAN MAULANA SYAIKH DALAM PENDIDIKANPotpotya Fitri
 
Makalah tasawwuf dan tarekat di indonesia
Makalah tasawwuf dan tarekat di indonesiaMakalah tasawwuf dan tarekat di indonesia
Makalah tasawwuf dan tarekat di indonesiaHaubibBro
 
Perkembangan Metodologi Pemikiran Islam dan Maanhaz Tarjih aik
Perkembangan Metodologi Pemikiran Islam dan Maanhaz Tarjih aikPerkembangan Metodologi Pemikiran Islam dan Maanhaz Tarjih aik
Perkembangan Metodologi Pemikiran Islam dan Maanhaz Tarjih aikplesdis
 
2. model man muslim anis matta
2. model man muslim anis matta2. model man muslim anis matta
2. model man muslim anis mattaPlaza Pintar
 
Filsafat Kemuhammadiyahan
Filsafat KemuhammadiyahanFilsafat Kemuhammadiyahan
Filsafat KemuhammadiyahanKasmadi Rais
 
Kuliah 2 Komunikasi Islam sebagai komunikasi alternatif
Kuliah 2 Komunikasi Islam sebagai komunikasi alternatifKuliah 2 Komunikasi Islam sebagai komunikasi alternatif
Kuliah 2 Komunikasi Islam sebagai komunikasi alternatifFara Omar
 
Perkembangan Peradaban Islam Pada Masa Kejayaan
Perkembangan Peradaban Islam Pada Masa KejayaanPerkembangan Peradaban Islam Pada Masa Kejayaan
Perkembangan Peradaban Islam Pada Masa Kejayaansamiul12
 
halumma-illa-mardhotillah
halumma-illa-mardhotillahhalumma-illa-mardhotillah
halumma-illa-mardhotillahDedeSutisna8
 
Pgsd 3 memahami-mazhab_(munawar)
Pgsd 3 memahami-mazhab_(munawar)Pgsd 3 memahami-mazhab_(munawar)
Pgsd 3 memahami-mazhab_(munawar)Bahagie Putra
 
Cover Bahan Ajar Filsafat Dakwah
Cover Bahan Ajar Filsafat DakwahCover Bahan Ajar Filsafat Dakwah
Cover Bahan Ajar Filsafat DakwahMuhsin Hariyanto
 
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi IJurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi IMuhammad Zen
 
Jurnalisme (bukan) ghibah
Jurnalisme (bukan) ghibahJurnalisme (bukan) ghibah
Jurnalisme (bukan) ghibahEnjang Muhaemin
 
Revisi Makalah SPI (Lembaga Pendidikan Islam Al-Ribath)
Revisi Makalah SPI (Lembaga Pendidikan Islam Al-Ribath)Revisi Makalah SPI (Lembaga Pendidikan Islam Al-Ribath)
Revisi Makalah SPI (Lembaga Pendidikan Islam Al-Ribath)Ali Murfi
 
Kemenangan makin terang
Kemenangan makin terangKemenangan makin terang
Kemenangan makin terangRizky Faisal
 

What's hot (18)

MAKALAH METODE DAKWAH DAN PEMIKIRAN MAULANA SYAIKH DALAM PENDIDIKAN
MAKALAH METODE DAKWAH DAN PEMIKIRAN MAULANA SYAIKH DALAM PENDIDIKANMAKALAH METODE DAKWAH DAN PEMIKIRAN MAULANA SYAIKH DALAM PENDIDIKAN
MAKALAH METODE DAKWAH DAN PEMIKIRAN MAULANA SYAIKH DALAM PENDIDIKAN
 
Makalah tasawwuf dan tarekat di indonesia
Makalah tasawwuf dan tarekat di indonesiaMakalah tasawwuf dan tarekat di indonesia
Makalah tasawwuf dan tarekat di indonesia
 
Perkembangan Metodologi Pemikiran Islam dan Maanhaz Tarjih aik
Perkembangan Metodologi Pemikiran Islam dan Maanhaz Tarjih aikPerkembangan Metodologi Pemikiran Islam dan Maanhaz Tarjih aik
Perkembangan Metodologi Pemikiran Islam dan Maanhaz Tarjih aik
 
2. model man muslim anis matta
2. model man muslim anis matta2. model man muslim anis matta
2. model man muslim anis matta
 
Bermuhammadiyah
BermuhammadiyahBermuhammadiyah
Bermuhammadiyah
 
Bermuhammadiyah
BermuhammadiyahBermuhammadiyah
Bermuhammadiyah
 
Filsafat Kemuhammadiyahan
Filsafat KemuhammadiyahanFilsafat Kemuhammadiyahan
Filsafat Kemuhammadiyahan
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
23819
2381923819
23819
 
Kuliah 2 Komunikasi Islam sebagai komunikasi alternatif
Kuliah 2 Komunikasi Islam sebagai komunikasi alternatifKuliah 2 Komunikasi Islam sebagai komunikasi alternatif
Kuliah 2 Komunikasi Islam sebagai komunikasi alternatif
 
Perkembangan Peradaban Islam Pada Masa Kejayaan
Perkembangan Peradaban Islam Pada Masa KejayaanPerkembangan Peradaban Islam Pada Masa Kejayaan
Perkembangan Peradaban Islam Pada Masa Kejayaan
 
halumma-illa-mardhotillah
halumma-illa-mardhotillahhalumma-illa-mardhotillah
halumma-illa-mardhotillah
 
Pgsd 3 memahami-mazhab_(munawar)
Pgsd 3 memahami-mazhab_(munawar)Pgsd 3 memahami-mazhab_(munawar)
Pgsd 3 memahami-mazhab_(munawar)
 
Cover Bahan Ajar Filsafat Dakwah
Cover Bahan Ajar Filsafat DakwahCover Bahan Ajar Filsafat Dakwah
Cover Bahan Ajar Filsafat Dakwah
 
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi IJurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
 
Jurnalisme (bukan) ghibah
Jurnalisme (bukan) ghibahJurnalisme (bukan) ghibah
Jurnalisme (bukan) ghibah
 
Revisi Makalah SPI (Lembaga Pendidikan Islam Al-Ribath)
Revisi Makalah SPI (Lembaga Pendidikan Islam Al-Ribath)Revisi Makalah SPI (Lembaga Pendidikan Islam Al-Ribath)
Revisi Makalah SPI (Lembaga Pendidikan Islam Al-Ribath)
 
Kemenangan makin terang
Kemenangan makin terangKemenangan makin terang
Kemenangan makin terang
 

Similar to Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Syarifudin, jurnalis profesional
Syarifudin, jurnalis profesionalSyarifudin, jurnalis profesional
Syarifudin, jurnalis profesionalSyarifudin Amq
 
Syarifudin, jurnalis profesional
Syarifudin, jurnalis profesionalSyarifudin, jurnalis profesional
Syarifudin, jurnalis profesionalSyarifudin Amq
 
Artikel b.indo revisi 2 (1)
Artikel b.indo revisi 2  (1)Artikel b.indo revisi 2  (1)
Artikel b.indo revisi 2 (1)AgungSFajar
 
pert 11 humas.pptxsefrduhtrFJFGDhtrsrthGFD124
pert 11 humas.pptxsefrduhtrFJFGDhtrsrthGFD124pert 11 humas.pptxsefrduhtrFJFGDhtrsrthGFD124
pert 11 humas.pptxsefrduhtrFJFGDhtrsrthGFD124YuliaIya1
 
JURNALISTIK Seputar Bentuk, Produk, Bahasa & Kode Etik
JURNALISTIK  Seputar Bentuk, Produk, Bahasa & Kode Etik JURNALISTIK  Seputar Bentuk, Produk, Bahasa & Kode Etik
JURNALISTIK Seputar Bentuk, Produk, Bahasa & Kode Etik phebtwo Ayy
 
Membangun independensi dan profesionalitas wartawan melalui kajian holistik p...
Membangun independensi dan profesionalitas wartawan melalui kajian holistik p...Membangun independensi dan profesionalitas wartawan melalui kajian holistik p...
Membangun independensi dan profesionalitas wartawan melalui kajian holistik p...Kal Bu Lorca
 
Presentasi pelatihan televisi
Presentasi pelatihan televisiPresentasi pelatihan televisi
Presentasi pelatihan televisiMudrikan Nacong
 
Teknik Presentase TV Efektif
Teknik Presentase TV EfektifTeknik Presentase TV Efektif
Teknik Presentase TV EfektifMudrikan Nacong
 
Kebudayaan islam
Kebudayaan islamKebudayaan islam
Kebudayaan islammuhfachrul3
 
Syarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetakSyarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetakSyarifudin Amq
 
Andrew hidayat 76132-id-wartawan-sebagai-dai
 Andrew hidayat   76132-id-wartawan-sebagai-dai Andrew hidayat   76132-id-wartawan-sebagai-dai
Andrew hidayat 76132-id-wartawan-sebagai-daiAndrew Hidayat
 
Menjadi Jurnalis Muslim
Menjadi Jurnalis MuslimMenjadi Jurnalis Muslim
Menjadi Jurnalis MuslimOleh Solihin
 
Syarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetakSyarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetakSyarifudin Amq
 
Syarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetakSyarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetakSyarifudin Amq
 

Similar to Syarifudin, profesionalisne jurnalis (20)

Syarifudin, jurnalis profesional
Syarifudin, jurnalis profesionalSyarifudin, jurnalis profesional
Syarifudin, jurnalis profesional
 
Syarifudin, jurnalis profesional
Syarifudin, jurnalis profesionalSyarifudin, jurnalis profesional
Syarifudin, jurnalis profesional
 
Dakwah dan komunikasi
Dakwah dan komunikasiDakwah dan komunikasi
Dakwah dan komunikasi
 
Pendidikan jurnalisme aswaja
Pendidikan jurnalisme aswajaPendidikan jurnalisme aswaja
Pendidikan jurnalisme aswaja
 
Artikel b.indo revisi 2 (1)
Artikel b.indo revisi 2  (1)Artikel b.indo revisi 2  (1)
Artikel b.indo revisi 2 (1)
 
pert 11 humas.pptxsefrduhtrFJFGDhtrsrthGFD124
pert 11 humas.pptxsefrduhtrFJFGDhtrsrthGFD124pert 11 humas.pptxsefrduhtrFJFGDhtrsrthGFD124
pert 11 humas.pptxsefrduhtrFJFGDhtrsrthGFD124
 
JURNALISTIK Seputar Bentuk, Produk, Bahasa & Kode Etik
JURNALISTIK  Seputar Bentuk, Produk, Bahasa & Kode Etik JURNALISTIK  Seputar Bentuk, Produk, Bahasa & Kode Etik
JURNALISTIK Seputar Bentuk, Produk, Bahasa & Kode Etik
 
Membangun independensi dan profesionalitas wartawan melalui kajian holistik p...
Membangun independensi dan profesionalitas wartawan melalui kajian holistik p...Membangun independensi dan profesionalitas wartawan melalui kajian holistik p...
Membangun independensi dan profesionalitas wartawan melalui kajian holistik p...
 
Presentasi pelatihan televisi
Presentasi pelatihan televisiPresentasi pelatihan televisi
Presentasi pelatihan televisi
 
Pendahuluan
PendahuluanPendahuluan
Pendahuluan
 
Peranan pers dalam peningkatan pembelajaran
Peranan pers dalam peningkatan pembelajaranPeranan pers dalam peningkatan pembelajaran
Peranan pers dalam peningkatan pembelajaran
 
Teknik Presentase TV Efektif
Teknik Presentase TV EfektifTeknik Presentase TV Efektif
Teknik Presentase TV Efektif
 
Kebudayaan islam
Kebudayaan islamKebudayaan islam
Kebudayaan islam
 
Menjadi Jurnalis
Menjadi JurnalisMenjadi Jurnalis
Menjadi Jurnalis
 
Syarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetakSyarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetak
 
Andrew hidayat 76132-id-wartawan-sebagai-dai
 Andrew hidayat   76132-id-wartawan-sebagai-dai Andrew hidayat   76132-id-wartawan-sebagai-dai
Andrew hidayat 76132-id-wartawan-sebagai-dai
 
Menjadi Jurnalis Muslim
Menjadi Jurnalis MuslimMenjadi Jurnalis Muslim
Menjadi Jurnalis Muslim
 
Bener 2
Bener 2Bener 2
Bener 2
 
Syarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetakSyarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetak
 
Syarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetakSyarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetak
 

More from Syarifudin Amq

Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015Syarifudin Amq
 
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015Syarifudin Amq
 
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015Syarifudin Amq
 
Syarifudin, teknologi komunikasi
Syarifudin, teknologi komunikasiSyarifudin, teknologi komunikasi
Syarifudin, teknologi komunikasiSyarifudin Amq
 
Syarifudin, sejarah rasul.
Syarifudin, sejarah rasul.Syarifudin, sejarah rasul.
Syarifudin, sejarah rasul.Syarifudin Amq
 
Syarifudin, rumah pertobatan manusia
Syarifudin, rumah pertobatan manusiaSyarifudin, rumah pertobatan manusia
Syarifudin, rumah pertobatan manusiaSyarifudin Amq
 
Syarifudin, qasidah 2013
Syarifudin, qasidah 2013Syarifudin, qasidah 2013
Syarifudin, qasidah 2013Syarifudin Amq
 
Syarifudin, proposal pergerakan dakwah imam rijali
Syarifudin, proposal pergerakan dakwah imam rijaliSyarifudin, proposal pergerakan dakwah imam rijali
Syarifudin, proposal pergerakan dakwah imam rijaliSyarifudin Amq
 
Syarifudin, problematika dakwah di maluku
Syarifudin, problematika dakwah di malukuSyarifudin, problematika dakwah di maluku
Syarifudin, problematika dakwah di malukuSyarifudin Amq
 
Syarifudin, praktek desain cover
Syarifudin, praktek desain coverSyarifudin, praktek desain cover
Syarifudin, praktek desain coverSyarifudin Amq
 
Syarifudin, praktek dakwah
Syarifudin, praktek dakwahSyarifudin, praktek dakwah
Syarifudin, praktek dakwahSyarifudin Amq
 
Syarifudin, perencanaan media
Syarifudin, perencanaan mediaSyarifudin, perencanaan media
Syarifudin, perencanaan mediaSyarifudin Amq
 
Syarifudin, peradaban islam maluku 2014
Syarifudin, peradaban islam maluku 2014Syarifudin, peradaban islam maluku 2014
Syarifudin, peradaban islam maluku 2014Syarifudin Amq
 
Syarifudin, pemberdayaan wakaf produktif, 3 mei 2014
Syarifudin, pemberdayaan  wakaf produktif, 3 mei 2014Syarifudin, pemberdayaan  wakaf produktif, 3 mei 2014
Syarifudin, pemberdayaan wakaf produktif, 3 mei 2014Syarifudin Amq
 
Syarifudin, paradigma ilmu.docx
Syarifudin, paradigma ilmu.docxSyarifudin, paradigma ilmu.docx
Syarifudin, paradigma ilmu.docxSyarifudin Amq
 
Syarifudin, panduan praktikum mahasiswa
Syarifudin, panduan praktikum mahasiswaSyarifudin, panduan praktikum mahasiswa
Syarifudin, panduan praktikum mahasiswaSyarifudin Amq
 
Syarifudin, outline dakwah dan komunikasi 2012
Syarifudin, outline dakwah dan komunikasi 2012Syarifudin, outline dakwah dan komunikasi 2012
Syarifudin, outline dakwah dan komunikasi 2012Syarifudin Amq
 
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku
Syarifudin, mozaik peradaban islam malukuSyarifudin, mozaik peradaban islam maluku
Syarifudin, mozaik peradaban islam malukuSyarifudin Amq
 
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku (2)
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku (2)Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku (2)
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku (2)Syarifudin Amq
 

More from Syarifudin Amq (20)

Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
 
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
 
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
 
Syarifudin, teknologi komunikasi
Syarifudin, teknologi komunikasiSyarifudin, teknologi komunikasi
Syarifudin, teknologi komunikasi
 
Syarifudin, sejarah rasul.
Syarifudin, sejarah rasul.Syarifudin, sejarah rasul.
Syarifudin, sejarah rasul.
 
Syarifudin, rumah pertobatan manusia
Syarifudin, rumah pertobatan manusiaSyarifudin, rumah pertobatan manusia
Syarifudin, rumah pertobatan manusia
 
Syarifudin, qasidah 2013
Syarifudin, qasidah 2013Syarifudin, qasidah 2013
Syarifudin, qasidah 2013
 
Syarifudin, proposal pergerakan dakwah imam rijali
Syarifudin, proposal pergerakan dakwah imam rijaliSyarifudin, proposal pergerakan dakwah imam rijali
Syarifudin, proposal pergerakan dakwah imam rijali
 
Syarifudin, problematika dakwah di maluku
Syarifudin, problematika dakwah di malukuSyarifudin, problematika dakwah di maluku
Syarifudin, problematika dakwah di maluku
 
Syarifudin, praktek desain cover
Syarifudin, praktek desain coverSyarifudin, praktek desain cover
Syarifudin, praktek desain cover
 
Syarifudin, praktek dakwah
Syarifudin, praktek dakwahSyarifudin, praktek dakwah
Syarifudin, praktek dakwah
 
Syarifudin, perencanaan media
Syarifudin, perencanaan mediaSyarifudin, perencanaan media
Syarifudin, perencanaan media
 
Syarifudin, peradaban islam maluku 2014
Syarifudin, peradaban islam maluku 2014Syarifudin, peradaban islam maluku 2014
Syarifudin, peradaban islam maluku 2014
 
Syarifudin, pemberdayaan wakaf produktif, 3 mei 2014
Syarifudin, pemberdayaan  wakaf produktif, 3 mei 2014Syarifudin, pemberdayaan  wakaf produktif, 3 mei 2014
Syarifudin, pemberdayaan wakaf produktif, 3 mei 2014
 
Syarifudin,zakat
Syarifudin,zakatSyarifudin,zakat
Syarifudin,zakat
 
Syarifudin, paradigma ilmu.docx
Syarifudin, paradigma ilmu.docxSyarifudin, paradigma ilmu.docx
Syarifudin, paradigma ilmu.docx
 
Syarifudin, panduan praktikum mahasiswa
Syarifudin, panduan praktikum mahasiswaSyarifudin, panduan praktikum mahasiswa
Syarifudin, panduan praktikum mahasiswa
 
Syarifudin, outline dakwah dan komunikasi 2012
Syarifudin, outline dakwah dan komunikasi 2012Syarifudin, outline dakwah dan komunikasi 2012
Syarifudin, outline dakwah dan komunikasi 2012
 
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku
Syarifudin, mozaik peradaban islam malukuSyarifudin, mozaik peradaban islam maluku
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku
 
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku (2)
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku (2)Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku (2)
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku (2)
 

Recently uploaded

aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmaksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmeunikekambe10
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau tripletMelianaJayasaputra
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdfMMeizaFachri
 
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiEdukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiIntanHanifah4
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfTaqdirAlfiandi1
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxErikaPuspita10
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSKisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSyudi_alfian
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxmtsmampunbarub4
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxsyafnasir
 
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptpolinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptGirl38
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxsudianaade137
 
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfLAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfChrodtianTian
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxHeruFebrianto3
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxDwiYuniarti14
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfkustiyantidew94
 

Recently uploaded (20)

aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmaksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
 
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiEdukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSKisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
 
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptpolinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
 
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfLAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
 

Syarifudin, profesionalisne jurnalis

  • 2. Profesionalisme Jurnalis Islami 2 BAB I A. Pendahuluan Peran jurnalis dalam menentukan masa depan masyarakat lebih baik cukup signifikan karena karya-karyanya memiliki tiga kecenderungan yang cukup memiliki kekuatan sebagai jurnalis yang profesional. Tokoh-tokoh jurnalis yang telah menorehkan wajah perjalan sejaran jurnalis di Dunia antara lain adalah: Adam Abdullah Aluri karyanya membuat dunia jurnalis menjadi cerah dengan bukunya Sejarah Jurnalis Islam dalam membentuk cakrawala umat dunia global. Jum’ah Amin Aziz dalam bukunya Kaidah-kaidah Jurnalis dalam menulis straigh news. Muhammad Husein Fadullah dalam karyanya kaidah logika jurnalis yang profesional.1 Kompetensi jurnalis inilah yang memberikan pencerahan bagi jurnalis dewasa ini sehingga karya-karya jurnalis berkembang cukup pesat seiring ditemukannya teknologi informasi dan komuniaksi di Dunia Eropa. Kajian kompetensi jurnalis yang profesional di bidangnya bermuara pada mata air ilmu pengetahuan yang diproduksi secara filosofis oleh para ilmuan, untuk dijadikan rujukan bagi praktisi 1 Zainur Rofiq, Mengenal Dunia Jurnalis (Cairo: Terobososan karya Mahasiswa al-Az-Har, 1998), h. 151.
  • 3. Profesionalisme Jurnalis Islami 3 jurnalis dalam memajukan dan meningkatkan media massa. Untuk memajukan pengolahan informasi ilmuan jurnalistik berpikir keras untuk memproduksi ilmu praktis yang dapat memudahkan praktisi jurnalistik mencari, mengolah, dan menyebarkan melalui teknologi informasi dan komunikasi di tengah masyarakat. Kompetensi Jurnalis Islami dalam buku ini akan memberikan pelajaran-pelajaran teknis tentang cara mengkonstruksi berita yang dapat menyelamatkan manusia dari berbagai macam informasi yang dapat menyesatkan dan merusak alam pikiran manusia. Buku ini berlandasakan pada QS Al- Hujurat (49) : 6. Terjemahnya: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. Pesan-pesan dari Al-Quran tersebut yang menjadi pondasi dalam mempelajari buku kompetensi jurnalisitik. Yakni mahasiswa akan diberikan cara mengolah, merawat, dan menjaga informasi agar tidak merusak pikiran orang lain akibat kurang adanya tahkik (konfirmasi) yang jelas. Sebagai mahasiswa perlu menjelaskan bahwa ‚setiap informasi itu perlu diferfikasi
  • 4. Profesionalisme Jurnalis Islami 4 darimanapun datangnya dan Sumber berita tersebut‛ siapa narasumbernya, apakah narasumbernya jujur (credible), apa materinya, kepada siapa ia maksudkan, bagaimana cara menyampaikan berita, lewat saluran media massa yang akan disampaikan, di tengah masyarakat. Perkembangan teknologi informasi yang sangat canggih dewasa ini banyak informasi yang tersedia di media massa sehingga persaingan para jurnalis semakin kompetitif untuk menyebarkan informasi yang akan diterima oleh masyarakat. Banyak informasi yang tersedia di media massa sehingga membutuhkan kompetensi jurnalis untuk lebih profesional sebagai standar jurnalis yang layak untuk menjadi wartawan. Dalam perkembangan media yang sangat pesat membutuhkan kompetensi jurnalis Islami untuk menentukan standar jurnalis profesional. Kompetensi jurnalis ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pemberitaan yang sopan, santun, berbobot, dan bermanfaat bagi semua lapisan masyarakat bukan golongan tertentu saja. Jika jurnalis memiliki kompetensi spiritual, intelektual, sosial, dan enterpreneurship maka masa depan umat manusia akan lebih tercerahkan. Pertanyaannya adalah apakah semua jurnalis telah memiliki kompetensi tersebut, dan bagaimana mereka memahami kompetensi tersebut serta menerapkannya
  • 5. Profesionalisme Jurnalis Islami 5 dalam peliputan dan penulisan berita. Inilah yang akan diekplorasi dalam buku ini. Realitas inilah yang memberikan motivasi lahirnya buku ini untuk menjadi pegangan bagi calon jurnalis yang akan meningkatkan citra pemberitaan dan kompetensi jurnalis yang profesional. Buku ini akan memberikan cara cakrawala baru tentang dunia jurnalistik yang selama ini belum ada lembaga sertifikasi jurnalis yang bertugas untuk menguji secara cermat para praktisi jurnalis yang tidak pernah melewati jenjang pendidikan jurnalis di dunia akademik. Jika dicermati dengan seksama bahwa jurnalis perlu memiliki beberapa idiologi dalam menulis berita antara lain idiologi kapitalis, sosialis, dan Islamis. Jurnalis Islami memiliki kompetensi keduanya untuk memberikan keseimbangan kepada dunia jurnalis bahwa semua itu perlu digunakan untuk sebesar- besar kemaslahatan umat manusia. Kompetensi jurnalis Islami harus menjadi prontier spirit bagi pembaruan perkembangan jurnalis di dunia dengan mengendalikan, memferifikasi, dan menelaah secara cermat setiap informasi yang dapat merusak alam pikiran masyarakat untuk mencegah perbuatan keji dan mungkar.
  • 6. Profesionalisme Jurnalis Islami 6 BAB II KOMPETENSI JURNALIS A. Kompetensi Jurnalis Salah satu kompetensi jurnalis adalah kredibilitas. kredibilitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah perihal dapat dipercaya, mempengaruhi di mata umum.2 Pengertian ini menunjukkan bahwa pentingnya kepercayaan pada Institusi media massa memberikan dampak pada konsumen dalam menyebarkan berita. Pengertian ini juga relevan dengan tradisi dalam menjaga keabsahan berita. Dalam ilmu hadis bahwa perawi (jurnalis) harus siqah artinya berstatus adil dan d}a>bit memiliki kejujuran, tidak berbohong, cerdas dan berbudi).3 Salah satu makna dari s{iqah antara lain bahwa jurnalis tersebut dapat dipercaya beritanya karena ia menggali dengan proses budiluhur. Kredibilitas jurnalis tersebut sesuai dengan konsep Jalaluddin Rakhmat seperangkat presepsi tentang sifat-sifat baik dari seorang jurnalis.4 Tak dapat dipungkiri bahwa kredibilitas salah satu kriteria jurnalis profesional. Jika jurnalis memiliki sifat 2 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Bahasa, 2009), h. 818. 3 Abdul al-Aziz Ibnu Muhammad Ibnu Ibrahim Abdul latif, Dawa>bit} al- Ja>rh wa al-Ta'dil (Saudi Arabia, al-Madinah al-Munawwarah, 1381), h. 136. 4 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi: Edisi Revisi (Cet. XXII; PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 257.
  • 7. Profesionalisme Jurnalis Islami 7 kredibilitas (dipercaya) maka proses pemberitaan bisa meningkat dan berjalan efektif mencerahkan masyarakat. Kredibilitas jurnalis memiliki peran strategis, dalam mentransformasikan pesan-pesan agama Islam di tengah masyarakat.5 Peran kredibilitas menggunakan bahasa sebagai perangkat untuk merubah cara pandangan mad’u menurut Thomas Hobes yang dikembangkan H.E King menurut Jalaluddin Rakhmat bahwa kompetensi menyebarkan pesan yang dapat berpengaruh dalam aspek fisik dan psikis termasuk aspek kompetensi seorang komunikator.6 Secara keilmuan hemat Yusuf Qardawi perlu ada perbedaan mendasar dari aspek bangunan keilmuan khususnya perbedaan antara kompetensi dalam ilmu jurnalis Islam bersumber dari ilmu dakwah.7 Argumentasi ini cukup mendasar sehingga ada pemetaan keilmuan dari aspek filosofis memberikan kontribusi pada kompetensi jurnalis. Menurut syarifudin bahwa setiap jurnalis bisa menjadi sang pencerah. Untuk menjadi sang pencerah maka perlu 5 A. Zuad MZ dan Muhammad Sidiq, Mutiara Al-Quran: Sorotan Al- Quran Terhadap berbagai teknologi Moderen (Cet. I; Surabaya, Sarana Ilmiah Press, 1998), h. 142. 6 op. cit., Jalaluddin Rakhmat 7 H.M. Sattu Alang, Dosen Tetap Pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Negeri Alauddin Makassar dan sekarang menjabat sebagai Ketua LPM UIN Alauddin Makassar.
  • 8. Profesionalisme Jurnalis Islami 8 memiliki kompetensi memahami berita, menjelaskan berita, dan memili kata dan kalimat yang dapat mencerahkan masyarakat melalui karya jurnalis. Atas dasar inilah sehingga perlu indikator sebagai jurnalis profesional. Kiteria jurnalis profesional menurut Syarifudin antara lain: 1. Memahami bahasa Al-Quran sebagai spirit inspirasi, inovasi dan kreativitas sebagai jurnalis Islami. 2. Mengetahui hukum dalam Agama Islam untuk menghindari prilaku menyimpang wartawan. 3. Memiliki prilaku dan citra baik di tengah masyarakat sehingga berita dari jurnalis tersebut dapat dipercaya. 4. Secara akademik memiliki jenjang pendidikan jurnalis Islami sehingga berita-berita yang ditulis sesuai dengan konsep Islam. Konsep Islam yang dimasudkan adalah jurnalis yang memiliki cakwala rahmatallil’alamin. 5. Dapat menggunakan teknologi informasi, dakwah, dan komunikasi sebagai perpanjangan panca indra jurnalis. Indikator kompetensi jurnalis di atas sesuai pandangan Ilyas Ismail bahwa kriteria jurnalis profesional antara lain; 1). Jika ia memenuhi kompetensi intelektual, 2). Kekuatan moral
  • 9. Profesionalisme Jurnalis Islami 9 (budipekerti yang luhur), dan 3). Kekuatan spiritual.8 Syarat ini adalah usaha maksimal untuk memberikan pelayanan agama sesuai kompetensi yang di miliki oleh jurnalis. Salah satu kriteria kompetensi dalam dunia pendidikan adalah kemampuan menggunakan teknologi pembelajaran sebagai indikator guru profesional. Indikator ini juga menjadi standar sebagai jurnalis profesional dalam mengkomunikasikan Al-Quran dan Sunnah sebaga spirit dan strategi menggunakan teknologi dakwah dan komunikasi dalam mencerahkan masyarakat. Secara akademik kompetensi jurnalis profesionalisme memiliki pengetahuan atau keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kompetensi jurnalis lain dari padangan kemendiknas antara lain pengenalan kaidah-kaidah jurnalis, pengembangan potensi jurnalis, penguasaan akademik, dan sikap kepribadian.9 Sebagai standar keilmuan jurnalis ia perlu memiliki standar kompetensi antara lain: 8 A. Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun dan Peradaban Islam (Cet. I. Jakarta: Prenada Media Group, 2011), h. 57. 9 Kunandar, Guru Profesionalisme Implementasi Kurikulum Satuan Tingkat Pelajaran (KTSP) dan kesiapan menghadapi sertifikasi Guru (Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 45.
  • 10. Profesionalisme Jurnalis Islami 10 1. Waspada secara preofesional menjaga lingkungan masyarakat, sekolah, dan rumah sebagai tempat penyebaran Informasi. 2. Menyadari akan nilai-nilai atau manfaat pekerjaannya, dan terus berusaha maksimal memberitakan yang terbaik bagi masyarakat. 3. Seorang jurnalis perlu memiliki kecerdasan sosial oleh larangan-larangan dalam hubungan tentang kebebasan pribadi yang dikemukakan oleh beberapa orang untuk menggambarkan profesi kejurnalisan. 4. Memiliki kecerdasan sosial yang diperoleh dari pekerjaannya tentang kerjanya secara biologis, sosiologis, antropologis, dan budaya dalam kelas. 5. Berkeinginan untuk terus berubah, dasar bahwa perannya memberikan berita yang terbaik di tengah masyarakat dibawah pengaruhnya. Dalam artian tinggi rendahnya kualitas berita ditentukan oleh jurnalis.10 Profesionalisme jurnalis adalah adanya kesadaran keyakinan bahwa proses transformasi pesan-pesan Tuhan adalah tugas mulya yang harus dilengkapi oleh kecakapan diagnostik, kompetitif, 10 Ibid., h. 65.
  • 11. Profesionalisme Jurnalis Islami 11 aplikatif, untuk meyakinkan pesannya kepada masyarakat. Profesionalisme juga dapat didefinisikan bahwa suatu pekerjaan bidang tertentu yang dilakukan karena Allah bukan karena penilaian makhluknya.11 Kompetensi jurnalis menurut Ali Mahfuz yang dikutip oleh Samsul Munir Amin adalah seseorang yang memiliki karakter sifat-sifat kenabian sebagai aturan standar umum adalah amanah, siddiq, fat}a>nah, tabli>g. Fat}a>nah meliputi kompetensi psikologis, psikomotorik, dan afektif.12 Profesinalisme jurnalis adalah Pekerjaan berdasarkan motivasi (niat) transformasi pesan-pesan normatif yang disampaikan kepada masyarakat semata-mata untuk mengabdi pada Tuhan dan dedikasi pada sesama manusia untuk saling mencerahkan berdasarkan petunjuk dalam Al-Quran dan Sunnah.13 Dalam konteks ini Profesionalisme menurut Talcott Parson sebagai seorang sosiolog adalah kemampuan memetakan kebutuhan dan tujuan masyarakat melalui pesan-pesan kesucian. Adaptation (cara jurnalis beradabtasi dengan medang dakwah), goal attaiment (proses pencapaian tujuan), integration 11 Ahmat Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Islam (Cet. II; Bandung: Remaja Rosda karya, 1994), h. 107. 12 Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Cet. I; Jakarta: Amzah, 2009), h. 126-127. 13 Ibid
  • 12. Profesionalisme Jurnalis Islami 12 (keterpaduan antar sub sistem), latent: pattern maintenance and tension management (idologi).14 Pandangan Talcott Parson tersebut hemat penulis jika jurnalis memenuhi kriteria dalam aplikasi dakwah maka dapat dikategorikan sebagai jurnalis yang profesional. Profesionalisme jurnalis adalah adanya kesadaran tinggi pada sebagian orang yang memiliki kecerdasan aqidah, syari’ah, dan akhlaq serta kemampuan memaknai Al-Quran- Sunnah melalui kecakapan menjelaskan pesan-pesan Al-Quran Sunnah melalui bantuan teknologi komunikasi untuk mencerahkan umat dari kelemahan aqidah, syariah, dan akhlaq. Kompetensi jurnalis profesional dalam kajian ilmu dakwah dari Yusuf Qardawi yang dikutip Engjang mengungkapkan tujuh kriteria jurnalis antara lain: 1. Jurnalis harus kredibel/tsiqah (dapat dipercaya dan dipertanggung jawabkan). (Siddiq, Amanah, Fathanah, tablig). 2. Pesannya memiliki akurasi data yang tinggi (dalam artian tidak bertentangan dengan akal, agama, budaya, moral, dan tradisi budaya setempat. 3. Metodenya sistematis dan sesuai tatatertib logika dalam penggalian dalam Al-Quran dan Sunnah serta informasi yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan mad’u. 14 Talcott Parson, The Social System: The Structure of Social Action ( First published in New Fetter Lane London e-Library, 2005) h. 76.
  • 13. Profesionalisme Jurnalis Islami 13 4. Menggunankan nalar/akal dalam menggali informasi dalam Al-Quran dan Sunnah sesuai daya nalar manusia (mudah dicernah masyarakat), Menggunakan busana dan bahasa yang sesuai daya nalar mad’u. 5. Balig (dewasa mampu membedakan baik dan buruk), Tidak gila (Memiliki kesadaran yang tinggi dan Sehat jasmani).15 B. Tipologi Jurnalis Profesional Tipologi Jurnalis profesional jika ia memiliki kriteria secara metodologis mampu merubah psikologi masyarakat dari satu kondisi ke kondisi lain melalui kualitas pemberitaan menuju cita- cita bangsa Indonesia yang adil, sejahterah, dan makmur. Merubah pembaca secara psikologi tersebut dalam dunia komunikasi bahwa perubahan fisik dengan meransang cara kerja otak kiri dan otak kanan dalam menerima berita melalui media massa. Jurnalis profesional dalam melakukan eksplorasi kandungan Al-Quran dan Sunnah melalui sistem informasi dakwah di tengah umat,16 tidak cukup jika hanya mengandalkan kekuatan lisan saja tetapi perlu analogi, tafsir, ta’wil, perumpamaan, dan teknologi 15 Sultan, Desain Ilmu Dakwah (Cet. II; Jakarta: Prenada Media Group, 2009), h. 33. 16 H.M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Quran Perlu di Orientasikan pada kenyataan hidup di masyarakat (Jakarta: Harian Pelita, kamis, 22 Agustus 1991), h. 5.
  • 14. Profesionalisme Jurnalis Islami 14 informasi sebagai penunjang dalam memahami, menjelaskan,17 dan mengomunikasikan kandungan Al-Quran dan Sunnah di tengah problematika masyarakat modern. Kelemahan jurnalis memahami Al-Quran dan Sunnah dapat menurunkan kredibilitasnya di tengah umat karena dianggap beritanya kurang kredibel. Hal ini sesuai dengan paradigma kredibilitas seorang jurnalis Umar Tilmizani pada tahun 1952 pengagum Hasan Al-Banna mengungkapkan bahwa dakwah yang berhasil jika mengumpulkan semua jurnalis kredibilitas (akhlaq yang luhur) dalam satu jama'ah) untuk melawan imprealisme budaya barat.18 Hemat penulis gerakan sistem informasi dakwah Umar Tilmizani ini penekanan pada kredibilitas jurnalis dapat meningkatkan efektifitas dalam penerapan sistem informasi dakwah. Pandangan kredibilitas Umar Tilmizani ini sesuai paradigma yang dikemukakan Hovlan dan Weiss (1974) bahwa subjek dakwah itu cenderung lebih senang dengan komunikator yang 17 Andi Faisal Bakti, Nation Building: Kontribusi Komunikasi Agama Lintas Budaya Terhadap Kebangkitan Bangsa Indonesia (Cet. I; Jakarta: Curia Press, 2006), h. 142. 18 Umar Tilmizani, Am ketiga Ikhwanul Muslimin (Jakarta: Rabbani press, 1998), h. 99
  • 15. Profesionalisme Jurnalis Islami 15 memiliki predikat yang tinggi.19 Dari pandangan tersebut ada dua kredibilitas yang perlu diperhatikan oleh seorang jurnalis yakni keahlian dan kepercayaan. Keahlian adalah kesan profesionalisme yang dibentuk oleh seorang jurnalis dalam kemampuan menyampaikan ide/gagasan yang indah, teratur setiap kalimat yang diucapkan dan mudah dicerna oleh mad’u. Sedangkan kepercayaan kesan jurnalis yang dibentuk atas dasar watak yang sopan, santun, dan memahami tradisi-tradisi moral, dan etika serta budaya orang lain. Semua sifat ini dapat memberikan kepercayaan bagi mad’u. Jika kepercayaan telah dimiliki oleh jurnalis maka dapat meningkatkan kredibilitas jurnalis di mata mad’u yang berimplikasi pada peningkatan daya serap mad’u. Semua komponen kredibilitas jurnalis tersebut berperan terselenggaranya peningkatan sistem informasi dakwah agar tetap bertahan dan lestari. Kelestarian aplikasi dakwah tetap di butuhkan mad’u jika terjadi peningkatan kompetensi jurnalis melalui komunikasi empati untuk menjaga keteraturan interaksi sosial dalam masyarakat sebagai bagian penting dari kredibilitas jurnalis. Keteraturan interaksi sosial di tengah masyarakat membutuhkan kredibilitas jurnalis mengkomunikasikan dan membahasakan Al- 19 Op.cit., Jalaluddin Rakhmat
  • 16. Profesionalisme Jurnalis Islami 16 Quran dan Sunnah sesuai daya nalar mad’u. Pandangan ini relevan dengan teori sistem Tacott Parson bahwa menjaga kredibilitas informasi termasuk sub sistem penting dalam struktur masyarakat. Hal ini bertujuan untuk menghindari benturan interaksi budaya seperti cara beradaptasi, cara mencapai tujuan, interaksi antar lembaga, dan cara beragama.20 Hemat penulis semua sub sistem ini perlu dijaga, dirawat melalui kredibilitas jurnalis mentransformasikan sistem informasi dakwah di tengah masyarakat. Unsur penting dalam masyarakat adalah kebutuhan informasi yang sehat melalui kemasan teknologi informasi dakwah. Kemasan materi dakwah membutuhkan kredibilitas mendesain materi dakwah yang akan dipublikasikan di tengah masyarakat. Hal ini telah dikembangkan oleh pada abad ke 20 oleh Sayyid Qutub pada tahun 1970 dalam kitab fi> Z{ila>lil Qur’an. Hal ini diungkapkan oleh Muhammad Ali Aziz bahwa penekanan materi dakwah pada aspek teologis untuk memberikan 20 Talcott Parson, Multiculturalism Society Interaction (New Yok: Publiset Press, 2001), h. 55 lihat juga terjemahan oleh: Deddi Mulyana Pola Interaksi Masyarakat Multikultural (Cet. III; Jakarta: Bumi Aksara 1991), h. 23.
  • 17. Profesionalisme Jurnalis Islami 17 semangat keberagamaan pada umat.21 Fikih dakwah juga dikembangkan oleh M.Natsir tokoh Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII), bahwa kredibilitas dakwah tidak terlepas dari kecerdasan fleksibilitas jurnalis beradaptasi dengan kondisi sosiologis masyarakat dalam menerapkan rambu-rambu, melalui pendekatan yang empati, untuk menciptakan suasana dakwah yang komunikatif.22 Hal ini juga relevan dengan pandangan Ali Yafie yang dikutip oleh Muhammad Azis bahwa kredibilitas seorang jurnalis dapat dipercaya jika memenuhi tiga hal yakni; kebijaksanaannya, sifatnya (kredibilitasnya) dan akhlaknya.23 Semua pandangan ini termasuk unsur kredibilitas jurnalis dalam meningkatkan sistem informasi dakwah dapat tercapai dengan baik. Kredibilitas jurnalis bukan hal baru dalam peradaban ilmu komunikasi, Aristoteles dengan keahliannya berpidato telah mengamati dan meneliti apa yang menyebabkan pendengar mau membuang waktunya untuk mendengar suatu pidato. Unsur kepercayan pada sumber yang mengadakan komunikasi 21 Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwah: Edisi Revisi (Cet. II; Jakarta: Prenada Group, 2009), h.158. 22 Ibid. 23 Ibid.
  • 18. Profesionalisme Jurnalis Islami 18 merupakan unsur penting dalam melakukan dakwah yang efektif.24 Terkait dengan hal ini, Devito mengemukakan adanya tiga tipe kredibilitas, yaitu; a). Kredibilitas berdasarkan titel. b). Kredibilitas yang didapat selama berkomunikasi, c). Kredibilitas yang didapat pada akhir komunikasi.25 Hemat Wilbur Schramn seseorang ahli komunikasi mendapat kredibilitas dari audiens jika menyampaikan pesan berdasarkan keahliannya.26 Perspektif ini sesuai dengan sistem komunikasi Islam yang dikemukakan oleh Hasan Al-Banna yang dikutip oleh Thomas Arnold Walker bahwa menyampaikan pesan berdasarkan pengetahuan seorang komunikator,27 untuk menghindari distorsi sistem informasi dakwah. Sistem informasi dakwah disebut juga komunikasi Islam, karena unsur komunikasi tersebut berlandaskan pada nilai-nilai 24 Tasmara, Toto, Komunikasi Dakwah, (Cet. I; Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 35. 25 Joseph A Devito, The Interpersonal Comunication Book, (New York, 1976), h. 130-132. 26 Wilbur Schramn, Men Message and Media, (Horper and Row, New York, 1973), h. 115. 27 Thomas Arnold Walker, The Preaching of Islam (Delhi: Law Price Publications, 1998), h. 95.
  • 19. Profesionalisme Jurnalis Islami 19 Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Sunnah.28 Salah satu unsur sistem informasi dakwah yakni sub sistem source credibility. Terkait kompetensi jurnalis, menurut pandangan Robert L. Mathis adalah orang yang dengan keterampilannya mengerjakan pekerjaan dengan mudah, cepat, intuitif dan sangat jarang atau tidak pernah membuat kesalahan.29 Source credibility menurut Boulter Level kompetensi terdiri dari unsur kompetensi kecerdasan sosial, visible dan dapat dikontrol perilaku dari luar.30 Sedangkan trait dan motivasi letaknya lebih dalam pada titik sentral kepribadian. Kompetensi pengetahuan dan keahlian relatif mudah untuk dikembangkan, misalnya dengan program pelatihan untuk meningkatkan tingkat kemampuan sumber daya manusia. Sedangkan motif kompetensi dan trait berada pada kepribadian seseorang yang membutuhkan proses pendalaman dan 28 Acep Arifuddin, Pengembangan Metode Dakwah (Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), h. 1. 29 Robert L. Mathis dan John Jakson, Human Resource Management10th Edition diterjemahkan oleh Diana Angjelina dengan judul: Manajemen Sumber Daya manusia (Cet. Jakarta: Salemba Raya, 2006), h. 376. 30 Al-Qaht}ani, Sa’d ibn Wahf. Muqawwimat al-Daiyah al-Najih fi D{au al-Kitab wa al-Sunnah: Mafhum wa Naz}har wa Tat}biq, diterjemahkan oleh: Aidil Novia dengan Judul Menjadi Dai yang Sukses (Cet. I; Jakarta Timur: Qisthi Press 2005). h. 9.
  • 20. Profesionalisme Jurnalis Islami 20 pengalaman.31 Misalnya kompetensi berkomunikasi, penguasaan diri, pengetahuan psikologi, kependidikan, ilmu umum, Al-Quran dan Sunnah, kemampuan wawasan agama secara holistik.32 Jadi source credibility mencakup sikap, persepsi, dan emosi termasuk faktor kompetensi jurnalis. Jika hal ini dipenuhi oleh jurnalis maka dapat memberikan pilihan kebenaran dalam problematika di tengah realitas sosial. Sedangkan motif source credibility trait berada pada kepribadian sesorang, sehingga cukup sulit dinilai dan dikembangkan. Salah satu cara yang paling efektif adalah memilih karakteristik tersebut dalam proses seleksi. Adapun konsep diri dan social role terletak di antara keduanya dan dapat diubah melalui pelatihan, psikoterapi.33 Kompetensi keilmuan jurnalis dalam mentransformasikan pesan melalui sistem informasi dakwah termasuk skill mengolah data (pesan) yang bersumber dalam Al-Quran dan Sunnah, yang dikemas dalam sistem komunikasi empati, komunikasi partisipatori, yang dikemas 31 Fitzppatrick, Colletive Bergaining Vulnerability Assessment, (Jakarta: Nursing Manajement: 2001), h. 40-42. 32 Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Cet. I; Jakarta: Amzah, 2009), h. 82-83. 33 Tom E. Rolnickiet.al, Scholastic Journalism diterjemahkan oleh: Tri Wibowo dengan judul, Pengantar Dasar Jurnalisme (Cet. I; Jakarta: Prenada Kencana, 2008), h. 4.
  • 21. Profesionalisme Jurnalis Islami 21 melalui teknologi komunikasi.34 Unsur ini semua adalah unsur kredibilitas jurnalis yang dapat meningkatkan mutu dan aplikasi sistem informasi dakwah yang lebih baik. Hemat penulis dalam meningkatkan mutu dan aplikasi sistem informasi dakwah menurut kajian Mulyati Amin bahwa kredibilitas jurnalis dalam dakwah jama’ah termasuk model dakwah partisipatori dalam bentuk gerakan-gerakan dakwah sosial, pendidikan, dan pemurnian aqidah bersama-sama dengan masyarakat.35 Jika unsur kredibilitas jurnalis tersebut ditunjang oleh fasilitas teknologi yang memadai maka dapat meningkatkan kecepatan publikasi yang efektif. Pemanfaatan teknologi komunikasi dalam sistem informasi dakwah memiliki daya serap tinggi di tengah mad’u jika kemasan materi dakwah melalui komputer grafis sebagai media efektif untuk mendesain materi dakwah. Jika kemampuan jurnalis mendesain materi dakwah yang mudah diakses mad’u maka kredibilitas jurnalis dapat meningkat di tengah masyarakat. Kredibilitas mentransformasikan Al-Quran dan Sunnah membutuhkan teori use and gratification yang dapat beradaptasi 34 Muliaty Amin, Dakwah Jamaah: Suatu Model Dakwah Islam: Berwawasan Jender di Kabupaten Bulukumba Disertasi dipertanggugjawabkan dalam memenuhi Program Doktor tahun 2010. 35 Usman Jasad, op. cit., 294.
  • 22. Profesionalisme Jurnalis Islami 22 dengan kebutuhan masyarakat. Menurut W. Philips Davison dikutip oleh Jalaluddin Rahmat bahwa masyarakat bukan orang pasif yang bisa dibentuk seenaknya oleh komunikator tetapi masyarakat terdiri dari kumpulan struktur nilai dan ukuran kebenaran tersendiri serta kebutuhan informasi.36 Kondisi ini mad’u seperti ini membutuhkan kredibilitas jurnalis dalam komunikasi budaya, melalui kemasan materi dakwah yang sesuai dengan daya nalar mad’u sebagai objek dakwah. Menurut pandangan Liliweri bahwa komunikasi antar budaya memiliki ragam etnis, suku, agama, bahasa, dan tradisi. Heterogenitas masyarakat secara vertikal maupun horizontal perlu kredibilitas pendekatan komunikasi antar budaya untuk menyamakan presepsi pesan apa yang akan disampaikan sesuai kebutuhan masyarakat.37 Kondisi masyarakat multikultural hemat penulis perlu maping materi dakwah dengan memperhatikan kebutuhan informasi bagi mad’u tentang persoalan sosial yang dihadapi di tengah masyarakat. Keadaan ini perlu kredibilitas jurnalis beradabtasi dengan menerapkan pendekatan komunikasi 36 Op. cit., Jalaluddin Rahmat, h. 203. 37 Alo Liliweri, Komunikasi Antarbudaya (Cet. II; Jakarta: Pustaka Pelajar, 2002), h. 19.
  • 23. Profesionalisme Jurnalis Islami 23 antar budaya untuk mengkomunikasikan pesan-pesan Al-Quran dan Sunnah di tengah masyarakat. Kredibilitas membahasakan Al-Quran dan Sunnah sesuai kebutuhan mad’u dapat meningkatkan dan meminimalisasi distorsi informasi di tengah masyarakat multikultural.38 Kemampuan jurnalis mengomunikasikan spirit pencerahan dalam Al-Quran dan Sunnah yang disesuaikan dengan daya nalar masyarakat dapat meningkatkan kesadaran yang berimplikasi pada peningkatan prilaku baik di tengah masyarakat. Dalam meningkatkan maid set mad’u yang lebih inovatif dan kreatif mendesain pola hidup yang lebih baik membutuhkan kredibilitas jurnalis dengan menawarkan wawasan atau cara pandang yang lebih rasional dan logis dalam menata hidup yang lebih baik. Merubah cara pandang manusia, membutuhkan kredibilitas jurnalis sesuai visi dan misi kenabian yang perlu dipertahankan dan dilestarikan.39 Sifat-sifat kenabian sebagai aturan standar umum adalah amanah, siddiq, fat}a>nah, tabli>g. Fat}a>nah meliputi 38 Rupert Brown, Prejudice Its Social Psycology diterjemahkan oleh: Helly P. Soetjipto dan Sri Mulyantini Sutjipto dengan Judul: Menangani Prasangka dari Perspektif Sosial (Cet. I; Jakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 125. 39 Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Subuah kajian Hermeneutika (Cet. I; Bandung: Mizan2011), h.115.
  • 24. Profesionalisme Jurnalis Islami 24 kompetensi psikologis, psikomotorik, dan afektif.40 Ketiga unsur ini jika dimiliki jurnalis maka dapat meningkatkan kredibilitas jurnalis di tengah masyarakat. Kredibilitas jurnalis kerpa kali berbeda dengan jurnalis yang lain dalam membahasakan agama karena perbedaan latarbelakang pendidikan dan cara pandnag memahami referensi dalam berbagai literatur. Jurnalis selalu dipengaruhi oleh dimensi internal (kondisi psikologis), dan dimensi eksternal (kondisi sosiologis).41 Menurut Leonard W. Doob dan Raymond V. Kesikar yang dikutip Totok Jumantoro bahwa pengaruh komunikasi eksternal dipengaruhi oleh rekaman peristiwa seseorang melalui pengalaman empiris.42 Hemat penulis hal ini sangat relevan dengan padangan J.DeVito Bahwa semakin banyak input informasi positif semakin tinggi respon positif dalam ekspresi seseorang. Teori J. DeVito ini di aktualisasikan peradaban global dengan konsep culture imprealisme theory yang dikembangkan oleh Herbert Schiller (1973) yang dikutip Usman Jasad menggambarkan bahwa perlu konstruksi informasi kepada audiens 40 A. Machfud, Filsafat Dakwah: Ilmu Dakwah dan Penerapannya (Cet. II; Jakarta: Bulan Bintang, 2004), h.33. 41 Ibid. 42 Totok Jumantoro, Psikologi Dakwah: Dengan Aspek-Aspek Kejiwaan yang Qur’ani (Cet. I; Jakarta: Amzah, 2001), h. 35.
  • 25. Profesionalisme Jurnalis Islami 25 karena kerap kali masyarakat cenderung meniru apa yang dilihat atau dicerna oleh panca indra manusia.43 Selain dampak eksternal hemat Jalaluddin Rahmat yang dikutip dari pandangan Ibnu Maskawaih bahwa manusia dipengaruh oleh potensi dasar (internal) yaitu; potensi nabati, hewani, dan insani.44 Ketiga potensi dasar manusia ini menentukan kecenderungannya dalam berkomunikasi. Jika potensi nabati lebih dominan dalam diri seseorang maka kecendrungan manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup lebih indivudual dan kerap kali lebih mementinkan diri sendiri, jika potensi hewani lebih dominasi maka prilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup cenderung suka mengambil yang bukan haknya, dan jika potensi insani yang menguasai alam pikiran manusia maka kecendrungan pola pemenuhan kebutuhan hidup sesuai volume efektifitas informasi yang diterima. Peningkatan efektifitas dakwah melalui kredibilitas jurnalis melalui pendekatan komunikasi empati bagi mad’u, merupakan hal penting dalam mengkomunikasikan pesan-pesan keselamatan di tengah realitas masyarakat dengan bahasa yang indah. Keindahan bahasa termasuk salah satu kemapuan jurnalis dalam 43 Ibid. 44 Jalaluddin Rahmat, op. cit., h. 90.
  • 26. Profesionalisme Jurnalis Islami 26 meningkatkan kredibilitas. Gagasan ini menurut Ubay bin Ka’ab ah}san al-Qaul (Ucapan yang paling baik) menjelaskan bahwa contoh kalimat yang indah seperti dalam ‚syair itu mengandung hikmah‛, dan perkataan ah}san dapat memacu mad’u mencegah dan memberikan inovasi pada mad’u berupa kecerdasan afektif, behavioral, dan kecerdasan kognitif.45 Kompetensi jurnalis dari aspek kognitif termasuk etika pemilihan pesan yang dapat menggugah aspek emosional mad’u melalui konsep akan pentingnya nilai-nilai kejujuran dalam kehidupan bermasyarakat sebagai aspek penting meningkatkan kredibilitas jurnalis di tengah masyarakat. Pandangan ini sesuai dengan M. Sayyid T{ant}awi bahwa aspek kredibilitas jurnalis termasuk kejujuran, menjauhi kebohongan, memiliki argumentatif yang logis, mencapai kebenaran.46 Kompetensi jurnalis mengomunikasikan mencapai kebenaran melalui kecerdasan ma’ani (kecerdasan memaknai), baya>ni (kecerdasan menjelaskan), dan badi (kecerdasan pemilihan 45 Ahmad Ghulusy, ad-Da’watul Islamiyah, (Kairo: Darul Kijab, 1987), h. 9. 46 Muhammad Sayyi>d Tant}awi, Adab al-Hiwa>r fi> al-Islam (Mesir: Da>r Anahdhah, 1984), h. 18. Lihat dalam Ace Arifudin Metode Pengembanga Dakwah, 2011. h . 11.
  • 27. Profesionalisme Jurnalis Islami 27 kalimat yang indah) untuk menyentuh kondisi perasaan mad’u sehingga dapat meningkatkan kredibilitas jurnalis. Ilmu al-Baya>n adalah Abu ‘Ubaidah (w.211 H) murid Imam al-Khalil bin Ahmad. Karya Abu Ubaidillah adalah Majaz Al- Quran (Sindiran dalam Al-Quran) sebagai informasi cara mengomunikasikan pesan-pesan Al-Quran yang kemudian disempurnakan oleh al-Jurjani. 47 Hal ini sesuai dengan padangan Manna al-Qattan bahwa kecanggihan proses transformasi pesan dalam Al-Quran dengan menggunakan kalimat amsal (perumpamaan) untuk memudahkan manusia memahami dan menangkap ultimate substance di balik metateks. Kemudahan dalam tradisi komunikasi amsal ini adalah adanya sinergitas antara akal dan pancaindra, menyingkap hakikat sesuatu yang jauh dari pikiran kemudian mendekatkannya, melalui pilihan kata yang pendek tetapi mudah dicerna oleh otak sebagai perekam kode (makna). Jalal al-Din al-Suyu>t}i membagi amsa>l ka>minah, musarraha, dan amsa>l mursalah.48 Ketiga model analogi komunikasi dalam Al-Quran ini dapat dijadikan jurnalis dalam 47 Moh Ali Aziz, op. cit., h. 76. 48 Lala>l al-Di>n al-Suyu>t}i>, al-Itqa>m fi Ulu>m al-Qura>n, jilid II (Kairo Mesir: Da>r al-Fikr, 2003), h. 113. Lihat Mardan, Al-Qur’an: Sebuah Pengantar Memahami Al-Quran Secara Utuh, h. 173.
  • 28. Profesionalisme Jurnalis Islami 28 sistem informasi dakwah untuk menambah kredibilitas dalam membahasakan Al-Quran di tengah umat. Selain analogi komunikasi dalam Al-Quran tersebut, untuk memaksimalkan kredibilitas jurnalis dalam sistem informasi dakwah ilmu al-Baya>n hampir sama dengan ilmu retorika, keduanya mengembangkan satu topik. Dalam ilmu al-Baya>n secara garis besar ada 3 cara untuk mengembangkan kalimat diantaranya: al-tasybih (metafora), al-Majaz (Sindiran), dan al- Kina>yah (kiasan).49 Semua model perumpamaan ini sebagai spirit pentingnya jurnalis mendesain materi dakwah untuk memudahkan mad’u memahami pesan-pesan Al-Quran dan Sunnah. Meningkatkan kredibilitas jurnalis melalui kemampuan menyusun keindahan pesan dakwah melalui kalimat indah, dikenal dalam ilmu al-Badi’ ilmu ini dapat dipelajari untuk memberikan kemasan pada materi memilih kalimat sehingga nyaman dicerna, mencerahkan pikiran, menunjukkan pemecahan, dan bermanfaat bagi mad’u.50 Ilmu ini memiliki fasilitas memperindah kalimat dari sudut kata-kata (al-lafziyyah) dan maknanya (al- Ma’nawiyah). Kriteria orator yang baik tidak hanya 49 Ibid., h. 77. 50 Jalaluddin Rahmat, Etika Komunikasi Religi, Makalah Seminar, (Jakarta: Perpustakaan Nasional, 18 Mei 1996.
  • 29. Profesionalisme Jurnalis Islami 29 menyampaikan pidato yang mengesankan namun perlu mengandung makna yang mendalam. Peletak dasar ilmu ini adalah Abdullah bin Mu’taz al-Abbasi (w. 270 H). ia dikagumi oleh Qudama bin Ja’far yang kemudian ikut mengembangkan ilmu ini.51 Karena objek kajian dakwah adalah manusia maka ilmuan dakwah perlu memahami psikologi mitra dakwah untuk mencapai sasaran dakwah.52 Pesan Sayyidina Ali bin Abi Thalib dikutip Ahmad Ghulusy bahwa proses transformasi pesan dakwah seorang jurnalis perlu mengoptimalkan rasio, rasa, dan rahasia.53 Hemat penulis semua materi dakwah ini dapat meningkatkan kredibilitas jurnalis di tengah masyarakat. Materi harus mengandung unsur hikmah, nasehat, dan pelajaran yang bermanfaat dan sangat dibutuhkan mad’u.54 Sejalan dengan padangan ini Ali Al-Qahtani berpendapat bahwa kredibilitas seorang jurnalis perlu memiliki kecerdasan kognitif, 51 Ibid. 52 Ishak Asep dan Hendri Tanjung, Management Sumber Daya Manusia (Cet. I; Jakarta: Prenada Media group), h. 19 Bandingkan dengan Yunan Yusuf, Manajemen dakwah, h. 104. 53 Moh Ali Aziz, op. cit., h. 76. 54 Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dan Imam Nawawi al-Bantuny, Nas}a>ihul Iba>d (Beirut: Da>r) h. 162.
  • 30. Profesionalisme Jurnalis Islami 30 kecerdasan humanis, dan kecerdasan spiritual.55 Penguasaan materi melalui kecerdasan lisan (komunikasi verbal) memiliki spirit inovasi sehingga dapat mengangkat kredibilitas jurnalis yang berimplikasi pada perubahan pola pikir mad’u. Jalaluddin Rumi dikutip Aziz salah satu tokoh sufi dari Persia, bahwa dalam proses komunikasi lidah dibayang-bayangi oleh daya rohani. dalam mencurahkan perasaan dan pikirannya dalam sebuah puisi tentang ketajaman media lidah menyebarluaskan informasi melalui saluran rongga mulut hingga ditangkap oleh panca indra manusia.56 Setiap kata, kalimat bisa berbekas dalam daya nalar mad’u jika kata dan kalimat tersebut sepadam dengan kemampuan daya serap mad’u. Dalam sistem informasi dakwah kecerdasan jurnalis dalam mengomunikasikan pesan-pesan Al-Quran dan Sunnah termasuk proses pemindahan makna ke mad’u. Hal ini sesuai teori Larry A. Samover bahwa bahasa proses kecerdasan manusia memahami dan memilih kata dalam berkomunikasi dan memindahkan lambang dari suasana kebatinan menjadi kalimat yang dapat 55 Said bin Ali Al-Qaht}ani, Dakwah Islam dan Dakwah Bijak (Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 1994), h. 362. 56 Ibid., h. 75.
  • 31. Profesionalisme Jurnalis Islami 31 dipahami seseorang,57 yang memberikan respon dari proses transmisi pesan untuk meningkatkan kredibilitas aplikasi dakwah. Menurut Peter Drucker bahwa kredibilitas seorang komunikator dalam sistem informasi jika memiliki kemampuan merencanakan anatomi pesan dan menetapkan target-target pencapaian. Selain itu dapat merumuskan desain aplikasi komunikasi yang memiliki struktur pesan yang mudah difahami sesama peserta komunikasi.58 Secara objektif struktur pesan, konten, teknologinya, dan sangat relevan dengan strategi sistem informasi dakwah dalam menetapkan sasaran dakwah secara sistematis bagi semua sub sistem dakwah.59 Menerapkan desain sistem informasi dakwah yang akan dicapai, penting dianalisis sesuai dengan permasalahan masyarakat yang akan dijadikan sebagai objek dakwah untuk meningkatkan efektifitas dakwah. Meningkatkan efektifitas dakwah sebagian bagian indikator kredibilitas jurnalis perlu menguasai tiga metode dakwah. 57 Larry A. Samover, Richhard E. Porter, and Nemi C. Jaim, Understanding Intercultural Communication (Wodsworth Publishing Company, Belmont California, t.t), h. 23. 58 Peter Drucker, Structural of Communication (New York: Sage Publishing Company, Belmont California, t.t), h. 33. 59 H. Nasuka, Teori Sistem: Sebagai Salah satu Alternatif Pendekatan dalam Ilmu-ilmu Agama Islam (Cet. I; Jakarta: Prenada Media Group, 2005), h. 22.
  • 32. Profesionalisme Jurnalis Islami 32 Menurut Ali Mahfuz bahwa ada tiga metode dakwah yang dapay diaplikasikan dalam mengkomunikasikan pesan-pesan Al-Quran dan Sunnah antara lain dakwah bi al-Lisan, bi al-Qalam, dan bi al- H{al.60 Ketiga bentuk dakwah ini akan dijelaskan sistem aplikasinya sebagai berikut: a. Profesionalitas Jurnalis Profesionalitas berasal dari kata profesi. Profesi adalah suatu pekerjaan yang mempunyai fungsi pengabdian kepada masyarakat yang menuntut keterampilan tertentu melalui pendidikan dan latihan tertentu serta memiliki kode etik yang menjadi pedoman anggotanya.61 Jurnalis adalah pendidik yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang pendidikan sehingga ia mampu melakukan tugas, peran dan fungsinya sebagai pendidik dengan kemampuan yang maksimal.62 60 Syekh ‘Ali Mahfuż, Hidayah Al-Mursyidin Ila Turu>q al-Wa’zhwa al- Khita>bah (Beirut Lebanon: Dar Al-Ma’rifah), h. 93. 61 Buchari, Alma. GuruProfesional Menguasai Metode dan Terampil Mengajar (Cet.II Bandung: Alfabeta, 2009), h.134. 62 Lihat Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Cet. II; Jakarta: Misaka Galiza, 2003), h.85-86.
  • 33. Profesionalisme Jurnalis Islami 33 Profesionalitas jurnalis adalah produk, atau kadar. Ini mengacu pada sikap para anggota profesi terhadap profesinya dalam hal pengetahuan dan keahlian dalam melaksanakan pekerjaan tertentu yang memerlukan pendidikan, keterampilan, kejujuran dan memiliki kepandaian untuk melaksanakannya, yang dapat dipertanggungjawabkan baik secara akademik, profesi dan pedagogik. Orang yang profesional adalah orang yang memiliki profesi.63 Jurnalis adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.64 Profesi jurnalis juga diartikan suatu keahlian yang dimiliki seseorang, sesuai keahliannya atau kelebihannya. Profesionalistas jurnalis harus dikembangkan baik melalui pendidikan dan pelatihan serta kegiatan lain untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya agar lebih meningkat, usaha yang dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah pengembangan kurikulum, peningkatan kompetensi jurnalis 63 Lihat Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Pendidikan Islam (Cet. VI; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h. 207. 64 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru (Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h. 2.
  • 34. Profesionalisme Jurnalis Islami 34 melalui pelatihan dan perbaikan sarana prasarana pendidikan dan peningkatan mutu manajemen sekolah.65 Dunia pendidikan merupakan sarana yang sangat diharapkan untuk membangun generasi muda, jurnalis profesional dapat mengarahkan sasaran pendidikan membangun generasi muda menjadi generasi yang penuh harapan. Profesi juga diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memiliki karateristik adanya praktek yang ditunjang oleh teori, pelatihan, kode etik yang mengatur perilaku dan punya otonomi dalam melaksanakan pekrejaannya. Dari pengertian di atas dapat di pahami bahwa profesionalitas jurnalis adalah kemampuan meningkatkan mutu pendidikan yang berkualitas dan komitmen dalam menjalankan tugasnya, serta memiliki kemampuan mentrasper ilmu kepada peserta didik. Sementara profesionalisme adalah kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas keahlian dan kewenangan yang berkaitan dengan mata pencaharian seseorang.66 Seorang 65 Lihat Buchari Alma, dkk.Guru Profesional Menguasai Metode dan Terampil Mengajar (Cet. II; Bandung: Alfabeta, 2009), h.124. 66 Kunandar, Guru Profesional Implementasi KurikulumTingkat Satuan Pendidikan dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru (Bandung: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 46.
  • 35. Profesionalisme Jurnalis Islami 35 profesional mempunyai prestise yang tinggi, dan karenanya mendapat imbalan yang layak. b. Perspektif Pendidikan Islam Definisi pendidikan Islam yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan Islami, yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam. Marimba dalam Ahmad Tafsir menjelaskan pendidikan Islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.67 Jadi pendidikan adalah kegiatan pengembangan pribadi peserta didik oleh pendidik atau orang yang mendidik. Pandangan Islam tentang profesionalitas ada dua kriteria pokok, yaitu panggilan hidup dan keahlian. Pendidikan Islam adalah usaha yang dilakukan untuk membina dan mengembangkan sumber daya manusia yang dimilikinya baik jasmani maupun rohani menuju terbentuknya manusia seutuhnya dengan norma 67 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Cet.VIII; Bandung: Rosdakarya, 2008), h.24.
  • 36. Profesionalisme Jurnalis Islami 36 Islam.68 Pendidikan Islam yang menyeimbangkan antara kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional, serta menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Pendidikan Islam adalah segala usaha yang dilakukan untuk membina dan mengembangkan sumber daya manusia baik jasmani maupun rohani menuju terbentuknya manusia seutuhnya sesuai dengan norma Islam.69 Pendidikan Islam sebagai bagian dari pendidikan nasional, harus mampu menyesuaikan visinya dengan visi pendidikan nasional. Visi dan orientasi pendidikan Islam diarahkan untuk mentransformasikan berbagai ilmu keislaman.70 H. M. Arifin Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam yang telah menjiwai dan mewarnai kepribadiannya.71 Sementara Zakiah Daradjat berpandangan bahwa Pendidikan Islam adalah usaha pembentukan 68 Lihat Achmadi, Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan (Cet. I; Yogyakarta: Aditya Media, 1992), h. 20. 69 Ahmad Tafsir, op.cit., 70 Lihat Abuddin Nata, Perspektif Pendidikan Islam tentang Strategi Pembelajaran (Cet.I ; Jakarta: Kencana, 2009), h. 17. 71 Lihat M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Interdisipliner (Cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara, 1992 ), h. 28.
  • 37. Profesionalisme Jurnalis Islami 37 kepribadian muslim.72 Di Muhammadiyah seperti yang dikutip oleh Ahmad Tafsir mengatakan bahwa pendidik adalah setiap orang yang bertanggung jawab atas perkembangan anak didik. Buku Pedoman Jurnalis Muhammadiyah yang kutip oleh Ahmad Tafsir mengatakan antara lain jurnalis Muhammadiyah pada haketkatnya, sebagai mahluk Allah dan sabagai manusia muslim yang memiliki tanggung jawab untuk menunaikan amanah Allah, dan sebagai karyawan yang setia pada sumpahnya. Dalam melaksanakan dua hal tersebut harus dilaksanakan dengan profesional.73 c. Perspektif Pendidikan Islam Definisi pendidikan Islam yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan Islami, yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam. Marimba dalam Ahmad Tafsir menjelaskan pendidikan Islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju 72 Lihat Zakiah Darajat, et al., Ilmu Pendidikan Islam (Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 28. 73 Ahmad Tafsir, op.cit., h. 114.
  • 38. Profesionalisme Jurnalis Islami 38 terbentuknya kepribadian yang utama.74 Jadi pendidikan adalah kegiatan pengembangan pribadi peserta didik oleh pendidik atau orang yang mendidik. Pandangan Islam tentang profesionalitas ada dua kriteria pokok, yaitu panggilan hidup dan keahlian. Pendidikan Islam adalah usaha yang dilakukan untuk membina dan mengembangkan sumber daya manusia yang dimilikinya baik jasmani maupun rohani menuju terbentuknya manusia seutuhnya dengan norma Islam.75 Pendidikan Islam yang menyeimbangkan antara kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional, serta menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Pendidikan Islam adalah segala usaha yang dilakukan untuk membina dan mengembangkan sumber daya manusia baik jasmani maupun rohani menuju terbentuknya manusia seutuhnya sesuai dengan norma Islam.76 Pendidikan Islam sebagai bagian dari pendidikan nasional, harus mampu menyesuaikan visinya dengan visi pendidikan nasional. Visi dan orientasi pendidikan Islam 74 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Cet.VIII; Bandung: Rosdakarya, 2008), h.24. 75 Lihat Achmadi, Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan (Cet. I; Yogyakarta: Aditya Media, 1992), h. 20. 76 Ahmad Tafsir, op.cit.,
  • 39. Profesionalisme Jurnalis Islami 39 diarahkan untuk mentransformasikan berbagai ilmu keislaman.77 H. M. Arifin Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam yang telah menjiwai dan mewarnai kepribadiannya.78 Sementara Zakiah Daradjat berpandangan bahwa Pendidikan Islam adalah usaha pembentukan kepribadian muslim.79 Di Muhammadiyah seperti yang dikutip oleh Ahmad Tafsir mengatakan bahwa pendidik adalah setiap orang yang bertanggung jawab atas perkembangan anak didik. Buku Pedoman Jurnalis Muhammadiyah yang kutip oleh Ahmad Tafsir mengatakan antara lain jurnalis Muhammadiyah pada haketkatnya, sebagai mahluk Allah dan sabagai manusia muslim yang memiliki tanggung jawab untuk menunaikan amanah Allah, dan sebagai karyawan yang setia pada sumpahnya. Dalam 77 Lihat Abuddin Nata, Perspektif Pendidikan Islam tentang Strategi Pembelajaran (Cet.I ; Jakarta: Kencana, 2009), h. 17. 78 Lihat M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Interdisipliner (Cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara, 1992 ), h. 28. 79 Lihat Zakiah Darajat, et al., Ilmu Pendidikan Islam (Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 28.
  • 40. Profesionalisme Jurnalis Islami 40 melaksanakan dua hal tersebut harus dilaksanakan dengan profesional.80 BAB II PROFESIONALITAS JURNALIS A. Konsep Profesionalitas Jurnalis Profesionalitas berasal dari kata profesi yang berarti suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu pekerjaan atau jabatan yang menghasilkan upah atau gaji dan dari gaji ia dapat melangsungkan hidupnya. Bantuan profesional untuk mengembangkan kemampuan dalam bekerja merupakan sebuah kondisi yang sangat diperlukan jika ingin berkembang kearah yang lebih baik.81 Jadi profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu. Artinya suatu pekerjaan atau jabatan yang 80 Ahmad Tafsir, op.cit., h. 114. 81 Lihat Dadang Suhandar, Supervisi Pendidikan Layanan dalam Meningkatkan Mutu Pembelajaran di Era Otonomi Daerah (Cet. III; Bandung: Alfabeta, 2010), h. 84.
  • 41. Profesionalisme Jurnalis Islami 41 disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, tetapi memerlukan persiapan melalui pendidikan dan pelatihan secara khusus. Secara umum profesi diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjutan, di dalam sains dan teknologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat.82 Pekerjaan profesional akan senantiasa menggunakan teknik dan prosedur yang berpijak pada landasan intelektual yang harus dipelajari secara sengaja, terencana dan kemudian dipergunakan demi kemaslahatan orang lain. Mulyana A.Z. berpendapat setiap profesi paling tidak harus memenuhi 4 syarat berikut, yaitu: 1. Pendidikan dan pelatihan yang memadai, 2. Adanya Komitmen terhadap tugas profesionalnya, 3. Adanya usaha untuk senantiasa mengembangkan diri sesuai dengan kondisi lingkungan dan tuntutan zaman, dan 4. Adanya standar etika yang harus dipenuhi. 83 82 Lihat Made Pidarta, Landasan Kependidikan (Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 265. 83 Mulyana A.Z, Rahasia Menjadi Guru Hebat :Memotivasi Diri Menjadi Guru Luar Biasa (Jakarta: Grasindo, 2010), h. 114.
  • 42. Profesionalisme Jurnalis Islami 42 Hal ini berarti pekerjaan profesional jurnalis harus memiliki persepsi filosofis dan ketanggapan yang bijaksana yang lebih mantap dalam menyikapi dan melaksanakan pekerjaan. Dalam Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Jurnalis dan Dosen pasal 1 ayat (4) menjelaskan pengertian profesional sebagai berikut: Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.84 Sedangkan menurut Nana Sudjana, profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu, dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang tidak memiliki keahlian dan memilih pekerjaan jurnalis sebagai akibat tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.85 Maka dari itu dapat dipahami bahwa yang menjadi seorang jurnalis adalah orang-orang yang dipersiapkan dan terpilih sesuai 84 Republik Indonesia, Undang-undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Cet. I; Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 3. 85 Lihat Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional (Cet. XVI; Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h. 14.
  • 43. Profesionalisme Jurnalis Islami 43 standar karena tidak semua orang dapat menjadi jurnalis, sebab menjadi jurnalis merupakan sebuah profesi yang penuh dengan loyalitas dan tanggung jawab. Lebih lanjut Agus F. Tamyong, menjelaskan pengertian jurnalis profesional adalah: Orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang kejurnalisan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai jurnalis dengan kemampuan maksimal. Atau dengan kata lain, jurnalis profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya.86 Jurnalis dalam kutipan di atas adalah tenaga pendidik, yakni orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik, mengajar, membimbing, mengasuh dan mengarahkan. Dalam bahasa Inggris dijumpai beberapa kata yang berdekatan artinya dengan pendidik. Kata teacher yang diartikan jurnalis atau pengajar dan tutor yang berarti jurnalis pribadi, atau jurnalis yang mengajar di rumah.87 Selanjutnya, dalam bahasa Arab dijumpai 86 Ibid., h. 15. 87 John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: Cet. VIII; Jakarta: Gramedia, 1980), h. 560 dan 608.
  • 44. Profesionalisme Jurnalis Islami 44 kata ustāz, mu’addib, mu’allim dan mudarris.88 Kesemua term- term ini, terhimpun dalam satu pengertian, yakni pendidik yang lazimnya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan sebutan ‚jurnalis‛. Dalam A Dictionary of Modern Written Arabic dikatakan bahwa kata ustāz, berarti teacher (jurnalis), professor (gelar akademik), jenjang di bidang intelektual, pelatih, penulis, dan penyair. Adapun kata mudarris berarti teacher (jurnalis), instructur (pelatih) dan lecturer (dosen). Selanjutnya kata mu’allim yang juga berarti teacher (jurnalis), trainer (pemandu). Juga kata mu’addib berarti educator (pendidik) atau tecaher (jurnalis dalam lembaga pendidikan Al-Qu’ran).89 Kata-kata yang bervariasi tersebut di atas, menunjukkan adanya perbedaan ruang lingkup dan lingkungan di mana jurnalis secara umum diartikan sebagai transformator pengetahuan dan keterampilan di sekolah. Jika pengetahuan dan keterampilan tersebut diberikan di perjurnalisan tinggi disebut lecturer (dosen) atau professor, di rumah-rumah secara pribadi disebut tutor, di 88 Louis Ma’luf, al-Munjid fī al-Lugha (Cet. XII; Bairut: Dār al- Masyriq, 1977), h. 6. 89 Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic (Cet, IV; London Macdonald dan Evans, Ltd, 1980), h. 11- 15.
  • 45. Profesionalisme Jurnalis Islami 45 pusat-pusat latihan disebut instruktor atau trainer dan di lembaga- lembaga pendidikan yang mengajarkan agama disebut ustāz. Kata pendidik secara fungsional menunjukkan kepada seorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman dan semisalnya. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, dikemukakan bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai jurnalis, dosen, konselor, pamong belajar, widyaswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.90 Dalam beberapa literatur kependidikan pada umumnya, istilah pendidik sering diwakili oleh istilah jurnalis. Istilah jurnalis sebagaimana dijelaskan oleh Hadari Nawawi adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah/kelas. Secara lebih khusus lagi, ia mengatakan jurnalis berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing. Jurnalis dalam pengertian tersebut, menurutnya, bukanlah sekadar orang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan materi 90 H. Dedi Hamid, Undang-undang RI No. 20 Tahuun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Asokadikta Daruru Bahagia, 2003), h. 3.
  • 46. Profesionalisme Jurnalis Islami 46 pengetahuan tertentu, dalam mengarahkan perkembangan peserta didiknya untuk menjadi anggota masyarakat sebagai orang dewasa.91 Tugas jurnalis selain memberikan pelajaran di kelas, juga harus membantu mendewasakan anak didik. Dari uraian di atas, tampak bahwa pengertian jurnalis atau pendidik selalu dikaitkan dengan bidang tugas atau pekerjaan yang harus dilakukannya. Ini menunjukkan bahwa pada akhirnya pendidik itu merupakan profesi atau keahlian tertentu yang melekat pada seseorang yang tugasnya berkaitan dengan pendidikan. Pekerjaan yang bersifat profesional di bidang pendidikan memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Atas dasar pengertian ini, pekerjaan profesional berbeda dengan pekerjaan lain yang karena suatu profesi memerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya. Profesi atau profesionalitas jurnalis dapat diartikan pandangan tentang bidang pekerjaan sebagai suatu pengabdian di bidang pendidikan melalui keahlian tertentu dan yang menganggap keahlian sebagai sesuatu yang harus diperbarui 91 Lihat Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas (Cet. III; Jakarta: Haji Masagung, 1989), h. 123.
  • 47. Profesionalisme Jurnalis Islami 47 secara terus-menerus dengan memanfaatkan kemajuan-kemajuan dalam ilmu pengetahuan.92 Berdasarkan uraian tersebut dipahami bahwa pada mulanya kata profesi tidak lain dari adalah pernyataan atau pengakuan tentang bidang pekerjaan atau bidang pengabdian yang dipilih, maka profesional dimulai dari pemahaman dan pemanfaatan terhadap kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan yang sudah ada. Adapun ciri-ciri jurnalis profesional dapat dilihat dari penjelasan beberapa ahli berikut ini. Kunandar mengemukakan ciri-ciri profesional di bidang pendidikan sebagai berikut : 1. Diakui oleh masyarakat dan layanan yang diberikan itu hanya dikerjakan oleh pekerja yang dikategorikan sebagai suatu profesi. 2. Memiliki ilmu pengetahuan sebagai landasan dari sejumlah teknik dan prosedur yang unik. Misalnya profesi di bidang kedokteran, Juga profesi di bidang kejurnalisan misalnya harus mempelajari psikologi, metodik dan lain- lain. 92 Lihat Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengetahui Kelemahan Pendidikan di Indonesia (Ed. I; Bogor: Kencana, 2003), h. 140.
  • 48. Profesionalisme Jurnalis Islami 48 3. Diperlukan persiapan yang matang dan sistematis, dalam melaksanakan pekerjaan profesinya. 4. Memiliki mekanisme untuk menyaring orang-orang yang berkompeten yang diperbolehkan bekerja. 5. Memiliki organisasi profesional untuk layanan kepada masyarakat.93 Wolmer dan Mills dalam Sardiman mengatakan pekerjaan itu baru dikatakan sebagai profesional, apabila memenuhi kriteria sebagai berikut; Memiliki pengetahuan umum yang luas dan keahlian khusus yang mendalam, memiliki kode etik jabatan dan merupakan karya bakti seumur hidup. Jurnalis sebagai pekerja profesional harus memperoleh dukungan masyarakat, mendapat pengesahan dan perlindungan hukum, memiliki persyaratan kerja yang sehat, dan memiliki jaminan hidup yang layak.94 Selanjutnya Ornstein dan Levine dalam Raflis Kosasi menyatakan profesionalitas itu adalah jabatan, sesuai dengan pengertian profesi yakni melayani masyarakat, karir yang akan 93 Kunandar, Pendidikan Indonesia dan Problematikanya (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 11-12. Bandingkan Kunandar, Guru Profesional: Implmentasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Srtifikasi Guru (Cet. III; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 46-47. 94 Lihat Sardiman A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Cet. IX; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h. 132.
  • 49. Profesionalisme Jurnalis Islami 49 dilaksanakan sepanjang hayat, memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek, memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang, mempunyai persyaratan untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan izin atau persyaratan khusus yang ditentukan untuk dapat mendudukinya, menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan berhubungan dengan layanan yang diberikan. Jurnalis profesional dalam melaksanakan tugasnya menggunakan administrasi untuk memudahkan profesinya, dan juga mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri, mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan dengan jabatan lainnya.95 Demikian pula Sanusi dalam Raflis Kosasi mengemukakan ada sepuluh ciri-ciri utama suatu profesi,96 sebagai berikut: 1. Suatu jabatan yang memiliki fungsi yang signifikansi sosial yang menentukan. 95 Lihat Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan (Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1999), h. 15. 96 Ibid., h. 17.
  • 50. Profesionalisme Jurnalis Islami 50 2. Jabatan yang menuntut keterampilan/keahlian tertentu. 3. Keterampilan/keahlian yang dituntut dapat pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah. 4. Jabatan berdasarkan disiplin ilmu yang jelas, sistematik, bukan hanya sekedar pendapat khalayak umum. 5. Mempunyai prestasi yang tinggi di masyarakat, dan karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula. 6. Proses pendidikan untuk jabatan itu merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai professional. 7. Dalam memberikan pelayanan, anggota profesi berpegang pada kode etik organisasi profesi. 8. Anggota profesi bebas dalam memberikan judgement terhadap permasalahan profesi yang dihadapi. 9. Dalam melayani masyarakat anggota profesi bebas dari campur tangan orang luar. 10. Jabatan profesi mempunyai prestise yang tinggi di masyarakat, karenanya memperoleh imbalan yang tinggi. Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Jurnalis dan Dosen pasal 7 menyebutkan bahwa profesi jurnalis
  • 51. Profesionalisme Jurnalis Islami 51 dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip,97 sebagai berikut: 1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa. 2. Memiliki komitmen untuk menigkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan ahklak mulia. 3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas. 4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas. 5. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan. 6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja. 7. Memiliki kesempurnaan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat. 8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, 97 Republik Indonesia, Undang-undang RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, (Cet. I; Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 6.
  • 52. Profesionalisme Jurnalis Islami 52 9. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas profesional jurnalis. Dari ciri-ciri tersebut, dapat disimpulkan bahwa profesi jurnalis adalah suatu pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan beberapa bidang ilmu yang harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Pekerja profesional berbeda dengan pekerja lainnya, karena suatu profesi memerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya. Profesionalitas jurnalis dapat terwujud maka Undang- Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Jurnalis dan Dosen mensyaratkan beberapa ketentuan, seperti mereka harus mengikuti sertifikasi pendidik. Ini memberikan stimulus kepada jurnalis untuk meningkatkan kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma IV untuk jurnalis (pasal 9), dan progran pascasarjana (S-2) untuk dosen serta program doktor untuk dosen program S-2 (Pasal 46). Kompetensi jurnalis profesional sebagaimana dalam Undang-Undang Jurnalis dan Dosen tersebut di atas adalah
  • 53. Profesionalisme Jurnalis Islami 53 berkaitan dengan (a) kompetensi pedagogik yang ditandai dengan penguasaan bidang studi tertentu secara materi maupun metodologi pembelajaran; (b) kompetensi sosial yang berupa kemampuan jurnalis/dosen untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan anak didik, orang tua, dan masyarakat; (c) kompetensi kepribadian yang berkaitan dengan akhlak dan perilaku sehari-hari seorang jurnalis/dosen; (d) kompetensi profesional yang meliputi kesungguhan seseorang untuk mengajar dengan dukungan penguasan materi dan metode pembelajaran. Sertifikat pendidik merupakan bukti tertulis yang di berikan kepada jurnalis layak untuk menjadi jurnalis/dosen yang diperoleh dari perjurnalisan tinggi yang memiliki program tenaga kependidikan yang terakreditasi untuk jurnalis (pasal 11), dan dari perjurnalisan tinggi terakreditasi yang ditetapkan pemerintah untuk dosen (pasal 47). Pemerintah berkewajiban untuk mulai melaksanakan program sertifikasi paling lama 12 bulan setelah Uudang-Undang ini disahkan (pasal 83 ayat 1) dan jurnalis yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik wajib memenuhinya paling lama 10 tahun ke depan (pasal 82 ayat 2). Jurnalis yang ingin meningkatkan kualifikasi akademik atau ingin memperoleh sertifikat pendidik dapat mengajukan bantuan biaya kepada pemerintah. Dalam pasal 13 Undang-
  • 54. Profesionalisme Jurnalis Islami 54 Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 dinyatakan; Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi jurnalis yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Masalah anggaran sebagaimana yang disebutkan di atas berkaitan dengan kesejahteraan jurnalis dan dosen, di mana dalam Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 memberikan jaminan bagi jurnalis dan dosen untuk mendapatkan imbalan yang layak, sehingga pekerjaan sebagai jurnalis dan dosen dapat dianggap sebagai pekerjaan yang profesional, menarik dan kompetitif. Hal ini dipertegas dengan pasal 14 ayat (1): Dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya, jurnalis berhak: (a) memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial dan pasal 15 ayat (1): Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai jurnalis yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi. Upah atau gaji jurnalis dapat mempengaruhi peningkatan profesionalitas jurnalis. Secara asumtif, dapat dikatakan anggaran
  • 55. Profesionalisme Jurnalis Islami 55 berupa upah atau gaji jurnalis tidak terkait langsung dengan peningkatan profesional, tetapi ia dapat mempengaruhi mutu pendidikan. Demikian pula secara subtanstif bahwa gaji yang diperoleh oleh jurnalis akan mempengaruhi dinamika perilaku dan kehidupan jurnalis dalam melaksanakan tugas-tugas profesinya. Mohammad Surya mengatakan terdapat keterkaitan yang kuat antara kualitas jurnalis beserta kesejehterannya dengan mutu pendidikan. Kualitas profesional jurnalis merupakan indikator yang kuat terhadap prestasi belajar siswa sebagai hasil pendidikan.98 Berdasar pada pernyataan ini maka dapat dipahami bahwa kesejahteraan jurnalis memiliki keterkaitan yang kuat dengan peningkatan profesionalisme dan kinerja jurnalis dalam proses pembelajaran. Dengan demikian meningkatkan gaji jurnalis adalah sesuatu yang prioritas dalam upaya mereformasi dunia pendidikan. Penghasilan jurnalis memberikan dampak terhadap profesionalitas dan peningkatan mutu pendidikan. Gaji jurnalis hanya merupakan salah satu faktor/ variabel dalam peningkatan mutu pendidikan. Gaji merupakan salah satu faktor yang terkait dengan perwujudan kinerja ‚perilaku pembelajaran‛ juga 98 Lihat Mohammad Surya, Percikan Perjuangan Guru (Cet. I; Semarang: Aneka Ilmu, 2003), h. 68.
  • 56. Profesionalisme Jurnalis Islami 56 menentukan mutu pendidikan. Hal ini mengandung makna bahwa apabila gaji jurnalis terwujud dalam batas-batas yang signifikan, maka akan terwujud ‚perilaku pembelajaran‛ yang efektif, yang memberikan dampak pada perwujudan interaksi pembelajaran yang efektif pula, dan pada gilirannya akan menghasilkan ‚perilaku pembelajaran‛ peserta didik, untuk mewujudkan hasil belajar sebagai indikator mutu pendidikan, dengan asumsi bahwa faktor-faktor lainnya baik internal maupun eksternal memberikan konstribusi secara signifikan. Dalam perspektif pendidikan Islam, jurnalis harus memiliki sifat ikhlas untuk mendapatkan ridha Allah semata, melaksanakan dengan penuh kesungguhan , sebagaimana Firman Allah dalam Q.S.Yasin/36: 21 ﴿ َ‫ون‬ُ‫د‬َ‫ت‬ْ‫ه‬ُّ‫م‬ ‫ُم‬‫ه‬ َ‫و‬ ً‫ا‬‫ر‬ْ‫ج‬َ‫أ‬ ْ‫م‬ُ‫ك‬ُ‫ل‬َ‫أ‬ْ‫س‬ٌَ َّ‫ال‬ ‫ن‬َ‫م‬ ‫ُوا‬‫ع‬ِ‫ب‬َّ‫ت‬‫ا‬٢١﴾ Terjemahnya: Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.99 Dalam pandangan penulis bahwa tidak berarti jurnalis harus hidup miskin, melarat dan sengsara, melainkan ia boleh memiliki kekayaan sebagaimana lazimnya orang lain. Hal ini 99 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 2002 ), h.708.
  • 57. Profesionalisme Jurnalis Islami 57 berarti bahwa jurnalis tidak boleh menerima pemberian atau upah karena jasanya dalam mengajar, melainkan ia boleh menerima pemberian atau upah/gaji tersebut. Ditinjau dari aspek fikih, upah atau gaji atas profesi jurnalis adalah terkait dengan penyampaian ilmu. Ilmu dalam pandangan syariat adalah wajib disampaikan kepada orang lain. Bila dikaitkan lagi dengan masalah fikih maka gaji jurnalis termasuk ijārah (sewa) atas barang maupun sewa atas jasa profesi orang yang diperbolehkan.100 Jadi, dapat dirumuskan bahwa jurnalis-jurnalis boleh saja, menerima gaji karena jurnalis termasuk pekerjaan profesi yang menuntut adanya profesionalitas jurnalis yang ideal. Profesionalitas jurnalis dipandang sebagai pekerjaan melalui keahlian dan harus didukung sumber dana yang kuat secara terus-menerus dengan memanfaatkan kemajuan yang terdapat dalam ilmu pengetahuan dan peningkatan mutu pendidikan.101 Untuk meningkatkan mutu pendidikan, yang harus dilakukan adalah menata tujuan pendidikan yang mampu menghadapi tantangan abad ke-21, ini adalah hubungan yang erat 100 Lihat Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islāmi wa Adillatuh, jilid IV (Bairut: Dār al-Fikr, 1989), h. 766. 101 Lihat Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengetahui Kelemahan Pendidikan di Indonesia, (Ed. I; Bogor: Kencana, 2003), h. 140.
  • 58. Profesionalisme Jurnalis Islami 58 antara lembaga pendidikan dengan dunia kerja. Hal ini menekankan kepada perlunya dibangun tenaga kerja Indonesia yang profesional. Dengan demikian, dibutuhkan upaya yang sungguh-sungguh agar lembaga pendidikan diarahkan kepada terbentuknya sumber daya manusia yang profesional. Istilah profesional sebagaimana yang telah diuraikan menjadi suatu istilah baku dalam mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) memasuki abad ke-21 yang penuh dengan persaingan. Ada yang menekankan profesionalitas kepada penguasaan beserta kiat-kiat dalam penerapannya, dan ada pula yang menekankan kepada kemampuan manajemen. Apakah sikap profesionalitas ini telah dikembangkan dalam lembaga pendidikan? Kenyataan menunjukkan bahwa lembaga yang ada sekarang ini, lebih mementingkan pembentukan intelektual, tetapi belum memberikan perhatian kepada terbentuknya sikap profesional. B. Tipologi Jurnalis Profesional dalam Perspektif Pendidikan Islam
  • 59. Profesionalisme Jurnalis Islami 59 Tipologi adalah ilmu yang mempelajari tentang watak dan atau kepribadian manusia.102 Dengan batasan seperti ini, maka pandangan tentang tipologi jurnalis profesional yang dimaksudkan adalah syarat jurnalis profesional, sifat, dan tugasnya. Ketiga tipologi ini, sangat terkait dengan watak dan kepribadian jurnalis yang dalam berbagai literatur pendidikan Islam yang penulis telusuri, sering dijelaskan secara bersamaan.103 Dalam kenyataannya bahwa syarat, sifat dan tugas jurnalis sulit dibedakan, sehingga untuk membedakannya harus ditelusuri dengan cara mencermati ketiga masalah terseb ut berdasarkan tipologinya masing-masing. Untuk memperoleh kemampuan melaksanakan tugas secara maksimal, jurnalis harus memenuhi syarat-syarat seperti yang ungkapakn Soejono dalam Ahmad Tafsir sebagai berikut: 1. Syarat-Syarat Jurnalis a. Tentang umur, harus sudah dewasa. Hal ini penting karena menyangkut perkembangan seseorang, tugas harus 102 Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, op. cit., h. 1022. Lihat juga Trisno Yuwono dan Pius Abdullah, Kamus Praktis Bahasa Indonesia (Surabaya: Arkola, 1999), h. 430 103 . Lihat Ahmad Tafsir, op. cit., h. 79 dan 82
  • 60. Profesionalisme Jurnalis Islami 60 dilakukan secara bertanggung, itu hanya dapat dilakukan oleh orang telah dewasa, b. Tentang kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani. Jasmani yang tidak sehat akan membahayakan pelaksanaan pendidikan, dan rohani yang tidak sehat tidak mampu bertanggung jawab, c. Tentang kemampuan mengajar, ia harus ahli. Hal ini penting bagi jurnalis dengan pengetahuannya ia diharapkan mengembangkan peserta didiknya, d. Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi, harus memberikan contoh yang baik, dan dedikasi tinggi diperlukan dalam mendidik dan meningkatkan mutu pembelajaran.104 Berdasarkan pada pengertian jurnalis sebagai pendidik sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, seseorang dapat disebut sebagai jurnalis yang profesional bila memenuhi beberapa persyaratan. Seseorang yang diangkat menjadi jurnalis pada suatu lembaga pendidikan tertentu, ia terlebih dahulu mengikuti diseleksi berdasarkan ketentuan yang merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh seorang jurnalis. 104 Lihat Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Cet.VIII; Bandung: Rosdakarya, 2008), h. 80.
  • 61. Profesionalisme Jurnalis Islami 61 Syarat menjadi seorang jurnalis profesional harus diperhatikan dan diterapkan secara tegas, terutama dalam penerimaan jurnalis.105 Zakiah Daradjat bahwa untuk menjadi jurnalis yang baik ada empat syarat yang harus dipenuhi, yaitu takwa kepada Allah, berilmu, sehat jasmani dan berkelakuan baik.106 Dalam hal ini, Ahmad Tafsir juga mengemukakan empat syarat bagi seorang jurnalis dengan merujuk pendapat Soejono yang secara singkat dapat disebutkan, jurnalis harus dewasa, harus sehat jasmani, dan rohani, harus ahli atau memiliki kemampuan mengajar, berkesusilaan dan berpendidikan tinggi.107 Syarat-syarat menjadi jurnalis sebagaimana yang telah disebutkan meliputi: ‚Takwa kepada Allah, sudah dewasa‛,108 sehat jasmani dan rohani, berilmu, memiliki kemampuan mengajar, berkelakuan baik dalam arti berkesusilaan, dan berdedikasi tinggi. Syarat yang disebut terakhir ini, menyangkut 105 Lihat Ahmad Tafsir, loc. cit. 106 Lihat Zakiah Daradjat et al., Ilmu Pendidikan Islam (Cet. V; Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 41. 107 Ahmad Tafsir, op.cit., h. 80. 108 Seseorang dianggap sudah dewasa sejak ia berusia 18 tahun atau dia sudah kawin. Akan tetapi menurut ilmu pendidikan, laki-laki baru dianggap sudah dewasa setelah berumur 21 tahun dan bagi perempuan setelah berusia 18 tahun. ibid.
  • 62. Profesionalisme Jurnalis Islami 62 masalah akhlak dan tidak hanya diperlukan dalam mendidik, tetapi juga diperlukan dalam meningkatkan mutu pembelajaran. Seorang jurnalis profesional dalam perspektif pendidikan Islam harus memiliki dan menghiasi dirinya dengan akhlak yang terpuji (al-akhla>q al-mahmudah) sekaligus menghindari akhlak yang tercela (al-akhla>q al-mazmumah). Seorang jurnalis yang senantiasa menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia dan terpuji, dipastikan peserta didik yang merupakan anak didiknya akan merasa senang kepadanya dan menghormatinya. Sebaliknya jika seorang jurnalis berakhlak tercela, maka peserta didiknya akan menjauhinya, bahkan mungkin menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya penyakit kejiwaan (sindrom) di kalangan murid-muridnya yang disebut fobi sekolah.109 Zakiah Daradjat menyebutkan sejumlah akhlak yang seharusnya dimiliki seorang jurnalis, misalnya; mencintai jabatannya sebagai jurnalis, bersikap adil terhadap semua peserta didiknya, berlaku sabar dan tenang, berwibawa, gembira, bersifat manusiawi, bekerja sama dengan jurnalis lain, dan bekerja sama dengan masyarakat.110 Akhlak 109 Fobi sekolah adalah penyakit kejiwaan yang mencerminkan rasa takut terhadap sekolah, sehingga anak-anak yang seharusnya bersekolah tidak mau datang ke sekolah, dan bahkan lebih parah lagi dapat mengasingkan diri dari lingkungan sosial. Azyumardi Azra, op. cit., h. 164. 110 Lihat Zakiah Daradjat et al., op. cit., h. 42-44.
  • 63. Profesionalisme Jurnalis Islami 63 jurnalis yang dikemukakan ini merupakan implementasi dari kode etik jurnalis Indonesian. Tujuan kode etik antara lain untuk menjunjung tinggi martabat profesi, memelihara kesejahteraan para anggota, meningkatkan mutu dan kualitas profesi, meningkatkan mutu organisasi profesi. Organisasi ini dapat menghubungkan antara jurnalis dan pemerintah, sehingga tidak bertindak sewenang-wenang melaggar kode etik. Kode etik merupakan landasan moral, pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Kode etik profesional jurnalis sesuai dengan firman Allah dalam Q.S. Al-Muddatstsir/74:1-7.   Terjemahnya: 1. Hai orang yang berkemul (berselimut), 2. bangunlah, lalu berilah peringatan! 3. dan Tuhanmu agungkanlah! 4. dan pakaianmu bersihkanlah, 5. dan perbuatan dosa tinggalkanlah, 6. dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang
  • 64. Profesionalisme Jurnalis Islami 64 lebih banyak. 7. dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah. Dalam melaksanakan pekerjaan sebagai jurnalis harus selalu didasarkan pada ketentuan yang berlaku sehingga dapat menjadi ibadah di sisi Allah swt. Adapun rumusan kode etik Jurnalis Indonesia setelah disempurnakan dalam kongres PGRI XVI tahun 1989 di Jakarta,111 sebagai berikut: 1. Jurnalis berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila; 2. Jurnalis memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional; 3. Jurnalis berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan; 4. Jurnalis menciptakan suasana sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses beajar mengajar; 5. Jurnalis memelihara hubungan baik dengan orangtua murid dan masyarkat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan; 6. Jurnalis secara pribadi dan berama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya; 111 Syaiful Sagala, op.cit., h. 35.
  • 65. Profesionalisme Jurnalis Islami 65 7. Jurnalis memelihara hubungan seprofesi, semgangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial; 8. Jurnalis secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian; 9. Jurnalis melaksanakan segala kebijaksanaan perintah dalam bidang pendidikan. Kode eitk profesi jurnalis menggambarkan kompetensi kepribadian, ini merupakan barometer atau ukuran bagaimana jurnalis bertindak, bersikap, dan berbuat dalam kehidupannya, baik individu, keluarga, sekolah, dan masyarakat. Selain itu jurnalis juga harus mengimplementasikan nilai-nilai ajaran agama, mislanya jujur dalam perkataan dan perbuatan. Peranan jurnalis di sekolah ditentukan oleh kedudukanya sebagai orang dewasa, sebagai pengajar, pendidik dan sebagai pegawai. Yang paling utama adalah jurnalis dalam kedudukannya sebagai pengajar dan pendidik yang harus mampu menunjukkan kelakuan yang layak bagi jurnalis menurut harapan masyarakat. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa jurnalis sebagai pendidik, di samping harus mampu mentransfer ilmunya kepada peserta didik yang dihadapinya, ia juga harus memiliki kode etik dalam bersikap. Menurut pandangan
  • 66. Profesionalisme Jurnalis Islami 66 Soetjipto dan Raflis Kosasi adalah sikap profesional kejurnalisan terhadap peraturan perundang-undangan dan organisasi profesi, teman sejawat, anak didik, tempat kerja, pemimpin, dan pekerjaan.112 Tugas jurnalis Indonesia adalah melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan. Dan jurnalis merupakan unsur aparatur negara, maka ia harus melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan. Dengan kata lain, jurnalis harus bersikap tunduk pada peraturan perundang-undangan. Jurnalis juga harus bersikap secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi. Dengan kata lain, bahwa setiap jurnalis wajib berpartisipasi guna memelihara, membina, dan meningkatkan mutu organiasi profesi dalam rangka mewujudkan cita-cita organisasi. Sikap jurnalis terhadap teman sejawat adalah memelihara hubungan seprofesi, memiliki semangat kekeluargaan, dan mempunyai kesetiakawanan sosial. Sikap seperti ini, harus pula diwujudkan dalam bersikap terhadap 112 Soetjipto dan Raflis Kosasi, op.cit.,
  • 67. Profesionalisme Jurnalis Islami 67 anak didik, yakni berbakti dalam arti membimbing peserta didik sesuai dengan tujuan k pendidikan.113 Mengenai sikap terhadap tempat kerja, adalah menciptakan suasana kerja yang baik, sikap terhadap pemimpin adalah menciptakan suasana harmonis terhadap kepala sekolah dan sikap terhadap pekerjaan adalah melaksanakan tugas jurnalis dengan penuh kesabaran dan ketelatenan yang tinggi, terutama bila berhubungan dengan peserta didik. Kamal Muh. Isa menyatakan bahwa seorang jurnalis dituntut untuk memiliki berbagai sikap, yakni sifat amanat, mampu mempersiapkan dirinya, menghindari sikap tamak dan batil, harus memiliki sikap terpuji.114 Semua sikap jurnalis seperti yang telah disebutkan, merupakan syarat penting untuk ditanamkan dalam diri setiap jurnalis dalam rangka meningkatkan mutu, baik peningkatan mutu jurnalis sebagai pendidik maupun peningkatan mutu siswa sebagai peserta didik. 113 Lihat Republik Indonesia , Undang-undang R.I. Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Bandung: Fokusmedia, 2003), h. 3. 114 Lihat Kamal H. Mohamad Isa, Khashaish Madrasah al-Nubuwwa diterjemahkan oleh Chairul Halim dengan judul Manajemen Pendidikan Islam (Cet. I; Jakarta: Fikahati Aneska, 1994), h. 64-65.
  • 68. Profesionalisme Jurnalis Islami 68 Berkenaan dengan uraian di atas maka dapat dikemukakan bahwa standarisasi syarat jurnalis profesional perspektif Islam minimal enam syarat, yaitu beriman dan takwa kepada Allah, sudah dewasa, berilmu pengetahuan yang luas, sehat jasmani dan rohani, berakhlak mulia, dan memiliki kemampuan mendidik. 2. Sifat jurnalis Syarat adalah sifat minimal yang harus dipenuhi oleh jurnalis, sedangkan sifat adalah pelengkap syarat sehingga jurnalis dikatakan memenuhi syarat maksimal. Pembedaan ini diperlukan karena tidak mudah menemukan jurnalis dengan syarat maksimal. 115 Dalam hal ini, dengan memenuhi syarat minimal, seseorang dapat menjadi jurnalis. Mohamad Surya mengatakan sifat utama dari seorang jurnalis yang profesional adalah kemampuannya dalam mewujudkan kinerja professional yang sebaik-baiknya dalam mencapai tujuan pendidikan. Sifat-sifat tersebut, mencakup kepribadian jurnalis dan penguasaan keterampilan teknis 115 Lihat Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Cet.VIII; Bandung: Rosdakarya, 2008,h. 82
  • 69. Profesionalisme Jurnalis Islami 69 kejurnalisan.116 Seorang jurnalis hendaknya memiliki kompetensi yang mantap. Kompetensi adalah seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam diri jurnalis agar dapat mewujudkan kinerjanya secara profesional, tepat, dan efektif. Kompetensi yang dimaksud berada dalam diri pribadi jurnalis yang bersumber dari kualitas kepribadian, pendidikan, dan pengalamannya. Kompetensi tersebut meliputi kompetensi intelektual, fisik, pribadi, sosial, dan spritual.117 Athiyah al-Abrasyi sebagaimana yang dikutip Abuddin Nata, disebutkan bahwa terdapat tujuh sifat yang harus dimiliki oleh jurnalis dalam perspektif pendidikan Islam, yakni; zuhud, jiwa yang bersih, ikhlas, pemaaf, mencintai murid, mengetahui bakat, tabiat, dan watak murid, serta menguasai mata pelajaran.118 Sementara Asama Hasan Fahmi sebagaimana dikutip oleh Ahmad Tafsir, ia mengajukan beberapa sifat jurnalis yakni, tenang, tidak bermuka masam, tidak berolok-olok di hadapan anak didik dan sopan santun.119 116 Lihat H. Mohamad Surya, op. cit., h. 248-249. 117 Ibid., h. 249-250. 118 Disadur dari H. Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1 (Cet. I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 71-76. 119 Ahmad Tafsir, op. cit., h. 83.
  • 70. Profesionalisme Jurnalis Islami 70 Sejalan dengan uraian di atas, Ahmad Tafsir dalam pandangannya tentang sifat-sifat jurnalis, mengemukakan bahwa sifat jurnalis adalah kasih sayang pada murid, senang memberi nasehat, senang memberi peringatan, senang melarang murid melakukan hal yang tidak baik, bijak dalam memilih bahan pelajaran yang sesuai dengan lingkungan murid, hormat pada pelajaran lain yang bukan pegangannya, bijak dalam memilih bahan pelajaran, mementingkan berfikir dan berijtihad, jujur dalam keilmuan, dan bersifat adil.120 Abuddin Nata dalam Filsafat Pendidikan Islam, ketika membahas tentang sifat-sifat pendidik yang baik, ia menjelaskan bahwa seorang jurnalis selain menguasai pengetahuan yang akan diajarkannya kepada murid, juga harus memiliki sifat-sifat terpuji, sehingga apa yang disampaikan jurnalis kepada muridnya didengar dan dipatuhi, tingkah lakunya dapat ditiru dan diteladani dengan baik.121 Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan, terdapat perbedaan pandangan dalam merumuskan sifat-sifat jurnalis. Ada yang merumuskan sifat jurnalis sama dengan syarat jurnalis. Misalnya, ‚sopan santun‛ sebagai sifat jurnalis dalam rumusan 120 Ibid., h. 84. 121 Lihat Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1 (Cet. I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 71.
  • 71. Profesionalisme Jurnalis Islami 71 Asama Fahmi, esensinya sama dengan ‚berkelakuan baik‛ sebagai syarat jurnalis dalam rumusan Zakiyah Daradjat sebagaimana yang telah disebutkan dalam uraian terdahulu. Lain halnya dengan rumusan sifat jurnalis yang telah dikemukakan oleh Mohamad Surya, di mana ia berpandangan bahwa sifat jurnalis adalah kompetensi jurnalis.122 Kompetensi jurnalis yang dimaksud, merupakan bagian integral dari sifat utama dari seorang jurnalis profesional yang diuraikan pada subbab mendatang. Berdasarkan dari uraian-uraian di atas, maka dalam pandangan penulis bahwa sifat-sifat jurnalis yang telah dirumuskan oleh pakar-pakar pendidikan semisal Athiyah al- Abrasyi, Asama Hasan Fahmi, dan Ahmad Tafsir, mengacu pada sifat-sifat jurnalis menurut perspektif pendidikan Islam. Sedangkan rumusan Mohamad Surya, adalah mengacu pada sifat- sifat jurnalis menurut perspektif pendidikan umum. Dengan merekonsiliasikan keduanya, akan bermuara pada suatu rumusan bahwa sifat-sifat jurnalis yang profesional adalah harus berdasarkan nilai-nilai moralitas Islam dan harus ditunjang oleh beberapa kompetensi, yakni kompetensi intelektual, kompetensi 122 Lihat Mohammad Surya, op. cit., h. 248.
  • 72. Profesionalisme Jurnalis Islami 72 fisik, kompetensi pribadi, kompetensi sosial, dan kompetensi spritual. 3. Tugas Jurnalis Jurnalis sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Minat, bakat, kemampuan, dan potensi yang dimiliki peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan jurnalis.123 Jurnalis mempunyai tugas memperhatikan peserta didik secara individual, karena antara satu peserta didik dengan peserta didik lainnya memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Jurnalis mempunyai beberapa tugas anatara lain membentuk kepribadian, memberikan kemudahan belajar. Selain itu tugas jurnalis yang dimaksudkan di sini, yaitu mendidik, mengajar dan melatih peserta didik. Ketiga tugas jurnalis tersebut, ada pihak yang memandangnya sebagai tugas pokok.124 Selanjutnya, mendidik sebagai tugas jurnalis menurut Ahmad Tafsir, telah disepakati oleh kalangan para ahli pendidikan, baik Islam maupun Barat. Ia mengakui, bahwa mendidik merupakan 123 E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan (Cet.VII; Bandung: Rosdakarya, 2007), h. 35. 124 Lihat Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan (Cet I ; Bandung : Pustaka Setia, 2002), h. 15.
  • 73. Profesionalisme Jurnalis Islami 73 tugas jurnalis yang amat luas dan sebagian dilakukan dalam bentuk mengajar, memberi dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan dan sebagainya.125 Dengan demikian, dapat dipahami bahwa jurnalis dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, ia berusaha merujuk pada kegiatan pembinaan dan pengembangan peserta didik. Tugas jurnalis sebagai pendidik tidak hanya terbatas pada usaha mencerdaskan otak peserta didiknya saja, melainkan juga berupaya membentuk seluruh kepribadiannya, sehingga dapat menjadi manusia dewasa yang memiliki kemampuan dalam menguasai ilmu pengetahuan dan mengembangkannya untuk kesejahteraan hidup umat manusia.126 Tugas jurnalis dalam kegiatan mendidik ini berkonotasi sebagai suatu proses ‚memanusiakan‛ manusia agar mampu hidup secara mandiri dan dapat bertanggung jawab dalam seluruh lini kehidupan, sehingga tugas yang diembannya itu dapat dipahami berdimensi kemanusiaan dan kemasyarakatan. Selain mendidik, tugas jurnalis termasuk pula mengajar dan melatih peserta didik, mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, Sedang melatih 125 Lihat Ahmad Tafsir, op.cit., h. 78. 126 ibid. h.
  • 74. Profesionalisme Jurnalis Islami 74 berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada peserta didik.127 S.Nasution memahaminya mengajar adalah menanamkan pengetahuan, menyampaikan kebudayaan, dan sebagai suatu aktivitas dalam mengatur lingkungan anak dengan sebaik- baiknya, sehingga terjadi pembelajaran. Melalui aktivitas yang disebut terakhir ini, mengajar mengandung arti membimbing, aktivitas dan pengalaman peserta didik serta membantu perkembangannya sehingga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.128 Selain tugas mengajar, jurnalis juga bertugas untuk membuat persiapan mengajar, tugas mengevaluasi hasil belajar yang selalu bertalian dengan pencapaian tujuan pembelajaran. Tugas jurnalis dalam melatih peserta didik yang dalam hal ini jurnalis bertindak sebagai pelatih untuk mengembangkan keterampilan peserta didik.129 Jurnalis sebagai pelatih, memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi peserta didik untuk mengembangkan cara pembelajarannya sendiri.130 127 Lihat Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional (Ed. II; Bandung: Remaja Rosda Karya,1996), h. 7. 128 S. Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar (Cet. I; Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 4 – 6. 129 Sudarwan Danim, loc. cit. 130 Lihat H. Mohamad Surya, op. cit., h. 47.
  • 75. Profesionalisme Jurnalis Islami 75 Mendidik, mengajar maupun melatih peserta didik, tentunya dapat berjalan lancar selama jurnalis berperan aktif dalam melaksanakan tugas-tugasnya terutama tugasnya sebagai pendidik. Dapat disimpulkan bahwa tugas jurnalis secara umum adalah mendidik, dan tugas jurnalis secara khusus adalah mengajar dan melatih peserta didik. Di sini penulis perlu tegaskan bahwa keberhasilan jurnalis sebagai pendidik dalam mengajar dan keberhasilan peserta didik dalam belajar sangat dipengaruhi oleh jurnalis itu sendiri. Karena itu, tipologi jurnalis sebagai pendidik yang meliputi syarat, sifat, dan tugasnya harus mendapat perhatian khusus dari jurnalis dalam menjelaskan tugas kejurnalisan yang merupakan pekerjaan profesi, dengan demikian dipahami bagaimana peran jurnalis itu dalam kaitan profesi yang diembannya. Peran jurnalis yang dimaksudkan adalah serangkaian usaha-usaha yang dilakukan dan diupayakan oleh jurnalis sebagai pendidik dan meningkatkan profesionalitasnya. Menurut Mohamad Surya peran jurnalis secara profesional bukan hanya di sekolah saja, melainkan juga di luar sekolah, misalnya di lingkungan keluarga dan di lingkungan masyarakat.131 Dengan demikian, jurnalis yang profesional memiliki peran yang serba 131 H. Mohamad Surya, op. cit., h. 223-224.
  • 76. Profesionalisme Jurnalis Islami 76 kompleks, karena ia bukan hanya berkedudukan sebagai tenaga pendidik di sekolah, tetapi ia juga memiliki kedudukan sebagai pendidik di luar sekolah dan di masyarakat. Proses Pembelajaran di sekolah merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan jurnalis sebagai pemegang peran utama. Menurut telaahan penulis, ditemukan berbagai tulisan yang dikemukakan oleh para pendidikan tentang peran yang diemban oleh jurnalis di lingkungan sekolah yang utama adalah sebagai pendidik, pengajar dan pelatih peserta didik. Akan tetapi, sesuai dengan adanya perkembangan maka pembelajaran membawa konsekuensi kepada jurnalis untuk meningkatkan perannya, karena pembelajaran sebagian besar ditentukan oleh peran jurnalis di sekolah.132 Peran jurnalis dalam pembelajaran di sekolah mempunyai peran utamanya meliputi beberapa hal, antara lain; Jurnalis sebagai demonstrator dan motivator. Sebagai demonstrator, jurnalis memiliki peran dalam memperagakan apa yang diajarkannya secara didaktis, dan apa yang disampaikannya itu dapat diterima oleh peserta didik, sehingga peserta didik akan mampu mengembangkan dan meningkatkan kemampuannya pada tingkat keberhasilan yang lebih optimal. Untuk sampai ke tujuan tersebut, jurnalis juga sebagai demonstrator, berperan sebagai 132 Moh. Uzer Usman, op. cit., h. 9.
  • 77. Profesionalisme Jurnalis Islami 77 motivator, yakni merangsang dan atau memberikan dorongan untuk menumbuhkan potensi peserta didik, menumbuhkan aktivitas dan daya cipta (kreativitas), sehingga terjadi dinamika dalam pembelajaran. Dalam semboyan pendidikan di Taman Siswa sudah lama dikenal dengan istilah ‚ing ngarso sun tulada, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani‛.133 Dengan semboyang ini, maka nampak bahwa peranan jurnalis sebagai motivator sangat penting dalam interaksi pembelajaran, karena menyangkut esensi pekerjaan mendidik yang membutuhkan kemahiran sosial, menyangakut performance dalam arti personalisasi dan sosialisasi diri. Jurnalis sebagai mediator dan fasilitator, Sebagai mediator, maka jurnalis berperan menjembatani dalam kegiatan belajar peserta didik. Mediator menurut Sardiman AM, berarti jurnalis sebagai penyedia media, yakni bagaimana upaya jurnalis meyediakan dan mengorganisasikan penggunaan media pembelajaran.134 Karena jurnalis sebagai mediator, praktis juga berperan sebagai fasilitator, yakni memberikan fasilitas atau kemudahan dalam pembelajaran yang sedemikian rupa, dan serasi 133 Lihat Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Cet. VII; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h. 143. 134 Lihat Ibid., h. 144.
  • 78. Profesionalisme Jurnalis Islami 78 dengan perkembangan siswa, sehingga interaksi belajar akan berlangsung secara efektif. Hal ini, sesuai dengan paradigma ‚Tut Wuri Handayani‛. Jurnalis sebagai evaluator dan pengelola kelas. Sebagai evaluator, maka jurnalis berperan mengadakan evaluasi, yakni penilaian terhadap hasil yang telah dicapai oleh peserta didik.135 Dengan penilaian, jurnalis dapat mengetahui keberhasilan pencapaian, penguasaan peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan. Peserta didik belum sampai pada tingkat keberhasilan, maka jurnalis dituntut untuk lebih berperan sebagai pengelola kelas, dalam arti bahwa ia berperan sebagai learning manager, yakni mengelola kelas dan mengarahkan lingkungan kelas agar kegiatan belajar terarah kepada tujuan untuk keberhasilan peserta didik secara optimal. Mohamad Surya, peran jurnalis di sekolah adalah keseluruhan kegiatan pendidikan di tingkat operasional, jurnalis merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tingkat institusional, intsruksional.136 Hal ini bemakna bahwa peran jurnalis harus dipertahankan, dan ditingkatkan. Karena, jurnalis dituntut untuk memiliki komitmen yang kuat 135 Lihat Moh. Uzer Usman, op. cit., h. 11. 136 H. Mohamad Surya, op. cit., h. 223.
  • 79. Profesionalisme Jurnalis Islami 79 dalam upaya menfungsikan multiperannya secara utuh dan menyeluruh. Di luar sekolah, jurnalis memiliki peran yang signifikan. Di lingkungan keluarga misalnya, jurnalis merupakan unsur keluarga sebagai pengelola, peserta didik sebagai pendidik dalam keluarga.137 Hal ini mengandung makna bahwa jurnalis sebagai unsur keluarga harus mampu mewujudkan keluarga yang kokoh, sehingga menjadi fondasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara keseluruhan. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, jurnalis merupakan unsur strategis sebagai pendidik anggota masyarakat. Sebagai anggota masyarakat, jurnalis harus menunjukkan kepribadiannya secara efektif agar menjadi teladan bagi masyarakat di sekitarnya.138 Sebagai masyarakat, jurnalis berperan sebagai mediator antara masyarakat dan dunia pendidikan. Dalam hal ini, Moh. Uzer Usman menyatakan bahwa jurnalis berperan untuk menyampaikan segala perkembangan kemajuan dunia sekitar kepada masyarakat, khususnya masalah- masalah pendidikan. Jurnalis sebagai pemimpin generasi muda maka masa depan generasi muda terletak di tangan jurnalis. 137 Ibid. 138 Ibid., h. 224.
  • 80. Profesionalisme Jurnalis Islami 80 Jurnalis berperan sebagai pemimpin mereka dalam mempersiapkan diri untuk anggota masyarakat yang dewasa.139 Jurnalis merupakan model atau teladan bagi peserta didik dan semua orang disekitarnya, sebagai teladan jurnalis akan mendapat sorotan dari peserta didik atau orang di sekitarnya. Oleh Karena itu jurnalis dalam bertindak dan bersikap harus menjadi panutan bagi peserta didiknya dan lingkungannya. Hubnungan kemanusiaan diwujudkan dalam semua pergaulan manusia, intelektual, moral, kindahan, terutama berprilaku.140 Peran jurnalis yang disebutkan di atas, jika berfungsi sebagaimana mestinya, maka akan membawa lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat pada suasana edukatif, sehingga akan tercipta lingkungan yang berpendidikan, terarah dan menyeluruh, baik di sekolah maupun di luar sekolah, misalnya dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam pandangan penulis bahwa multiperan jurnalis di luar sekolah, perlu diwujudkan secara nyata melalui satu pendekatan dan program yang dilaksanakan secara profesional, sistemik, sinergik, dan simbiosis dari semua pihak terkait. 139 Moh. Uzer Usman, op. cit., h. 12. 140 E. Mulyasa, op.cit., h. 46.
  • 81. Profesionalisme Jurnalis Islami 81 C. Kompetensi Jurnalis Profesional dan Upaya Peningkatan Mutu dalam Perspektif Pendidikan Islam Kompetensi berasal dari bahasa Inggris yaitu competence yang berarti kecakapan dan kemampuan.141 Menurut kamus bahasa Indonesia kompetensi merupakan kewenangan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal.142 Jadi pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Charles. E. Johnson, yang dikutip oleh M. Uzer Usman, bahwa kompetensi merupakan gambaran hakikat dan prilaku jurnalis yang tampak sangat berarti.143 Demikian pula Mc. Leod dalam M. User Usman bahwa, kompetensi merupakan prilaku yang rasioanal untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan.144 Sedangkan E. Mulyasa, berpendapat bahwa, kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.145 Adapun kompetensi jurnalis merupakan 141 John M Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Cet. XXI; Jakarta: PT. Gramedia, 1995), h. 132. 142 Departemen Pendidikan Nasional, op.cit., h. 528. 143 Moh Uzer Usman, op. cit., 37-38. 144 Ibid. 145 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi (Cet. VI; Bandung: PT. Rosdakarya Offset, 2004), h., 37-38.