SlideShare a Scribd company logo
1 of 126
Download to read offline
Profesionalisme Jurnalis Islami 1
Profesionalisme Jurnalis Islami 2 
BAB I 
A. Pendahuluan 
Peran jurnalis dalam menentukan masa depan masyarakat lebih baik cukup signifikan karena karya-karyanya memiliki tiga kecenderungan yang cukup memiliki kekuatan sebagai jurnalis yang profesional. Tokoh-tokoh jurnalis yang telah menorehkan wajah perjalan sejaran jurnalis di Dunia antara lain adalah: Adam Abdullah Aluri karyanya membuat dunia jurnalis menjadi cerah dengan bukunya Sejarah Jurnalis Islam dalam membentuk cakrawala umat dunia global. Jum’ah Amin Aziz dalam bukunya Kaidah-kaidah Jurnalis dalam menulis straigh news. Muhammad Husein Fadullah dalam karyanya kaidah logika jurnalis yang profesional.1 Kompetensi jurnalis inilah yang memberikan pencerahan bagi jurnalis dewasa ini sehingga karya-karya jurnalis berkembang cukup pesat seiring ditemukannya teknologi informasi dan komuniaksi di Dunia Eropa. 
Kajian kompetensi jurnalis yang profesional di bidangnya bermuara pada mata air ilmu pengetahuan yang diproduksi secara filosofis oleh para ilmuan, untuk dijadikan rujukan bagi praktisi 
1Zainur Rofiq, Mengenal Dunia Jurnalis (Cairo: Terobososan karya Mahasiswa al-Az-Har, 1998), h. 151.
Profesionalisme Jurnalis Islami 3 
jurnalis dalam memajukan dan meningkatkan media massa. Untuk memajukan pengolahan informasi ilmuan jurnalistik berpikir keras untuk memproduksi ilmu praktis yang dapat memudahkan praktisi jurnalistik mencari, mengolah, dan menyebarkan melalui teknologi informasi dan komunikasi di tengah masyarakat. 
Kompetensi Jurnalis Islami dalam buku ini akan memberikan pelajaran-pelajaran teknis tentang cara mengkonstruksi berita yang dapat menyelamatkan manusia dari berbagai macam informasi yang dapat menyesatkan dan merusak alam pikiran manusia. Buku ini berlandasakan pada QS Al- Hujurat (49) : 6. 
Terjemahnya: 
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. 
Pesan-pesan dari Al-Quran tersebut yang menjadi pondasi dalam mempelajari buku kompetensi jurnalisitik. Yakni mahasiswa akan diberikan cara mengolah, merawat, dan menjaga informasi agar tidak merusak pikiran orang lain akibat kurang adanya tahkik (konfirmasi) yang jelas. Sebagai mahasiswa perlu menjelaskan bahwa ‚setiap informasi itu perlu diferfikasi
Profesionalisme Jurnalis Islami 4 
darimanapun datangnya dan Sumber berita tersebut‛ siapa narasumbernya, apakah narasumbernya jujur (credible), apa materinya, kepada siapa ia maksudkan, bagaimana cara menyampaikan berita, lewat saluran media massa yang akan disampaikan, di tengah masyarakat. 
Perkembangan teknologi informasi yang sangat canggih dewasa ini banyak informasi yang tersedia di media massa sehingga persaingan para jurnalis semakin kompetitif untuk menyebarkan informasi yang akan diterima oleh masyarakat. Banyak informasi yang tersedia di media massa sehingga membutuhkan kompetensi jurnalis untuk lebih profesional sebagai standar jurnalis yang layak untuk menjadi wartawan. 
Dalam perkembangan media yang sangat pesat membutuhkan kompetensi jurnalis Islami untuk menentukan standar jurnalis profesional. Kompetensi jurnalis ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pemberitaan yang sopan, santun, berbobot, dan bermanfaat bagi semua lapisan masyarakat bukan golongan tertentu saja. Jika jurnalis memiliki kompetensi spiritual, intelektual, sosial, dan enterpreneurship maka masa depan umat manusia akan lebih tercerahkan. Pertanyaannya adalah apakah semua jurnalis telah memiliki kompetensi tersebut, dan bagaimana mereka memahami kompetensi tersebut serta menerapkannya
Profesionalisme Jurnalis Islami 5 
dalam peliputan dan penulisan berita. Inilah yang akan diekplorasi dalam buku ini. 
Realitas inilah yang memberikan motivasi lahirnya buku ini untuk menjadi pegangan bagi calon jurnalis yang akan meningkatkan citra pemberitaan dan kompetensi jurnalis yang profesional. Buku ini akan memberikan cara cakrawala baru tentang dunia jurnalistik yang selama ini belum ada lembaga sertifikasi jurnalis yang bertugas untuk menguji secara cermat para praktisi jurnalis yang tidak pernah melewati jenjang pendidikan jurnalis di dunia akademik. 
Jika dicermati dengan seksama bahwa jurnalis perlu memiliki beberapa idiologi dalam menulis berita antara lain idiologi kapitalis, sosialis, dan Islamis. Jurnalis Islami memiliki kompetensi keduanya untuk memberikan keseimbangan kepada dunia jurnalis bahwa semua itu perlu digunakan untuk sebesar- besar kemaslahatan umat manusia. Kompetensi jurnalis Islami harus menjadi prontier spirit bagi pembaruan perkembangan jurnalis di dunia dengan mengendalikan, memferifikasi, dan menelaah secara cermat setiap informasi yang dapat merusak alam pikiran masyarakat untuk mencegah perbuatan keji dan mungkar.
Profesionalisme Jurnalis Islami 6 
BAB II KOMPETENSI JURNALIS 
A. Kompetensi Jurnalis 
Salah satu kompetensi jurnalis adalah kredibilitas. kredibilitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah perihal dapat dipercaya, mempengaruhi di mata umum.2 Pengertian ini menunjukkan bahwa pentingnya kepercayaan pada Institusi media massa memberikan dampak pada konsumen dalam menyebarkan berita. Pengertian ini juga relevan dengan tradisi dalam menjaga keabsahan berita. Dalam ilmu hadis bahwa perawi (jurnalis) harus siqah artinya berstatus adil dan d}a>bit memiliki kejujuran, tidak berbohong, cerdas dan berbudi).3 Salah satu makna dari s{iqah antara lain bahwa jurnalis tersebut dapat dipercaya beritanya karena ia menggali dengan proses budiluhur. 
Kredibilitas jurnalis tersebut sesuai dengan konsep Jalaluddin Rakhmat seperangkat presepsi tentang sifat-sifat baik dari seorang jurnalis.4 Tak dapat dipungkiri bahwa kredibilitas salah satu kriteria jurnalis profesional. Jika jurnalis memiliki sifat 
2Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Bahasa, 2009), h. 818. 3Abdul al-Aziz Ibnu Muhammad Ibnu Ibrahim Abdul latif, Dawa>bit} al- Ja>rh wa al-Ta'dil (Saudi Arabia, al-Madinah al-Munawwarah, 1381), h. 136. 4Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi: Edisi Revisi (Cet. XXII; PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 257.
Profesionalisme Jurnalis Islami 7 
kredibilitas (dipercaya) maka proses pemberitaan bisa meningkat dan berjalan efektif mencerahkan masyarakat. 
Kredibilitas jurnalis memiliki peran strategis, dalam mentransformasikan pesan-pesan agama Islam di tengah masyarakat.5 Peran kredibilitas menggunakan bahasa sebagai perangkat untuk merubah cara pandangan mad’u menurut Thomas Hobes yang dikembangkan H.E King menurut Jalaluddin Rakhmat bahwa kompetensi menyebarkan pesan yang dapat berpengaruh dalam aspek fisik dan psikis termasuk aspek kompetensi seorang komunikator.6 
Secara keilmuan hemat Yusuf Qardawi perlu ada perbedaan mendasar dari aspek bangunan keilmuan khususnya perbedaan antara kompetensi dalam ilmu jurnalis Islam bersumber dari ilmu dakwah.7 Argumentasi ini cukup mendasar sehingga ada pemetaan keilmuan dari aspek filosofis memberikan kontribusi pada kompetensi jurnalis. Menurut syarifudin bahwa setiap jurnalis bisa menjadi sang pencerah. Untuk menjadi sang pencerah maka perlu 
5A. Zuad MZ dan Muhammad Sidiq, Mutiara Al-Quran: Sorotan Al- Quran Terhadap berbagai teknologi Moderen (Cet. I; Surabaya, Sarana Ilmiah Press, 1998), h. 142. 6op. cit., Jalaluddin Rakhmat 7H.M. Sattu Alang, Dosen Tetap Pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Negeri Alauddin Makassar dan sekarang menjabat sebagai Ketua LPM UIN Alauddin Makassar.
Profesionalisme Jurnalis Islami 8 
memiliki kompetensi memahami berita, menjelaskan berita, dan memili kata dan kalimat yang dapat mencerahkan masyarakat melalui karya jurnalis. Atas dasar inilah sehingga perlu indikator sebagai jurnalis profesional. Kiteria jurnalis profesional menurut Syarifudin antara lain: 
1. Memahami bahasa Al-Quran sebagai spirit inspirasi, inovasi dan kreativitas sebagai jurnalis Islami. 
2. Mengetahui hukum dalam Agama Islam untuk menghindari prilaku menyimpang wartawan. 
3. Memiliki prilaku dan citra baik di tengah masyarakat sehingga berita dari jurnalis tersebut dapat dipercaya. 
4. Secara akademik memiliki jenjang pendidikan jurnalis Islami sehingga berita-berita yang ditulis sesuai dengan konsep Islam. Konsep Islam yang dimasudkan adalah jurnalis yang memiliki cakwala rahmatallil’alamin. 
5. Dapat menggunakan teknologi informasi, dakwah, dan komunikasi sebagai perpanjangan panca indra jurnalis. 
Indikator kompetensi jurnalis di atas sesuai pandangan Ilyas Ismail bahwa kriteria jurnalis profesional antara lain; 1). Jika ia memenuhi kompetensi intelektual, 2). Kekuatan moral
Profesionalisme Jurnalis Islami 9 
(budipekerti yang luhur), dan 3). Kekuatan spiritual.8 Syarat ini adalah usaha maksimal untuk memberikan pelayanan agama sesuai kompetensi yang di miliki oleh jurnalis. Salah satu kriteria kompetensi dalam dunia pendidikan adalah kemampuan menggunakan teknologi pembelajaran sebagai indikator guru profesional. Indikator ini juga menjadi standar sebagai jurnalis profesional dalam mengkomunikasikan Al-Quran dan Sunnah sebaga spirit dan strategi menggunakan teknologi dakwah dan komunikasi dalam mencerahkan masyarakat. 
Secara akademik kompetensi jurnalis profesionalisme memiliki pengetahuan atau keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kompetensi jurnalis lain dari padangan kemendiknas antara lain pengenalan kaidah-kaidah jurnalis, pengembangan potensi jurnalis, penguasaan akademik, dan sikap kepribadian.9 Sebagai standar keilmuan jurnalis ia perlu memiliki standar kompetensi antara lain: 
8A. Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun dan Peradaban Islam (Cet. I. Jakarta: Prenada Media Group, 2011), h. 57. 9Kunandar, Guru Profesionalisme Implementasi Kurikulum Satuan Tingkat Pelajaran (KTSP) dan kesiapan menghadapi sertifikasi Guru (Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 45.
Profesionalisme Jurnalis Islami 10 
1. Waspada secara preofesional menjaga lingkungan masyarakat, sekolah, dan rumah sebagai tempat penyebaran Informasi. 
2. Menyadari akan nilai-nilai atau manfaat pekerjaannya, dan terus berusaha maksimal memberitakan yang terbaik bagi masyarakat. 
3. Seorang jurnalis perlu memiliki kecerdasan sosial oleh larangan-larangan dalam hubungan tentang kebebasan pribadi yang dikemukakan oleh beberapa orang untuk menggambarkan profesi kejurnalisan. 
4. Memiliki kecerdasan sosial yang diperoleh dari pekerjaannya tentang kerjanya secara biologis, sosiologis, antropologis, dan budaya dalam kelas. 
5. Berkeinginan untuk terus berubah, dasar bahwa perannya memberikan berita yang terbaik di tengah masyarakat dibawah pengaruhnya. Dalam artian tinggi rendahnya kualitas berita ditentukan oleh jurnalis.10 
Profesionalisme jurnalis adalah adanya kesadaran keyakinan bahwa proses transformasi pesan-pesan Tuhan adalah tugas mulya yang harus dilengkapi oleh kecakapan diagnostik, kompetitif, 
10Ibid., h. 65.
Profesionalisme Jurnalis Islami 11 
aplikatif, untuk meyakinkan pesannya kepada masyarakat. Profesionalisme juga dapat didefinisikan bahwa suatu pekerjaan bidang tertentu yang dilakukan karena Allah bukan karena penilaian makhluknya.11 Kompetensi jurnalis menurut Ali Mahfuz yang dikutip oleh Samsul Munir Amin adalah seseorang yang memiliki karakter sifat-sifat kenabian sebagai aturan standar umum adalah amanah, siddiq, fat}a>nah, tabli>g. Fat}a>nah meliputi kompetensi psikologis, psikomotorik, dan afektif.12 
Profesinalisme jurnalis adalah Pekerjaan berdasarkan motivasi (niat) transformasi pesan-pesan normatif yang disampaikan kepada masyarakat semata-mata untuk mengabdi pada Tuhan dan dedikasi pada sesama manusia untuk saling mencerahkan berdasarkan petunjuk dalam Al-Quran dan Sunnah.13 Dalam konteks ini Profesionalisme menurut Talcott Parson sebagai seorang sosiolog adalah kemampuan memetakan kebutuhan dan tujuan masyarakat melalui pesan-pesan kesucian. Adaptation (cara jurnalis beradabtasi dengan medang dakwah), goal attaiment (proses pencapaian tujuan), integration 
11Ahmat Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Islam (Cet. II; Bandung: Remaja Rosda karya, 1994), h. 107. 12Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Cet. I; Jakarta: Amzah, 2009), h. 126-127. 13Ibid
Profesionalisme Jurnalis Islami 12 
(keterpaduan antar sub sistem), latent: pattern maintenance and tension management (idologi).14 Pandangan Talcott Parson tersebut hemat penulis jika jurnalis memenuhi kriteria dalam aplikasi dakwah maka dapat dikategorikan sebagai jurnalis yang profesional. Profesionalisme jurnalis adalah adanya kesadaran tinggi pada sebagian orang yang memiliki kecerdasan aqidah, syari’ah, dan akhlaq serta kemampuan memaknai Al-Quran- Sunnah melalui kecakapan menjelaskan pesan-pesan Al-Quran Sunnah melalui bantuan teknologi komunikasi untuk mencerahkan umat dari kelemahan aqidah, syariah, dan akhlaq. Kompetensi jurnalis profesional dalam kajian ilmu dakwah dari Yusuf Qardawi yang dikutip Engjang mengungkapkan tujuh kriteria jurnalis antara lain: 
1. Jurnalis harus kredibel/tsiqah (dapat dipercaya dan dipertanggung jawabkan). (Siddiq, Amanah, Fathanah, tablig). 
2. Pesannya memiliki akurasi data yang tinggi (dalam artian tidak bertentangan dengan akal, agama, budaya, moral, dan tradisi budaya setempat. 
3. Metodenya sistematis dan sesuai tatatertib logika dalam penggalian dalam Al-Quran dan Sunnah serta informasi yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan mad’u. 
14Talcott Parson, The Social System: The Structure of Social Action ( First published in New Fetter Lane London e-Library, 2005) h. 76.
Profesionalisme Jurnalis Islami 13 
4. Menggunankan nalar/akal dalam menggali informasi dalam Al-Quran dan Sunnah sesuai daya nalar manusia (mudah dicernah masyarakat), Menggunakan busana dan bahasa yang sesuai daya nalar mad’u. 
5. Balig (dewasa mampu membedakan baik dan buruk), Tidak gila (Memiliki kesadaran yang tinggi dan Sehat jasmani).15 
B. Tipologi Jurnalis Profesional 
Tipologi Jurnalis profesional jika ia memiliki kriteria secara metodologis mampu merubah psikologi masyarakat dari satu kondisi ke kondisi lain melalui kualitas pemberitaan menuju cita- cita bangsa Indonesia yang adil, sejahterah, dan makmur. Merubah pembaca secara psikologi tersebut dalam dunia komunikasi bahwa perubahan fisik dengan meransang cara kerja otak kiri dan otak kanan dalam menerima berita melalui media massa. 
Jurnalis profesional dalam melakukan eksplorasi kandungan Al-Quran dan Sunnah melalui sistem informasi dakwah di tengah umat,16 tidak cukup jika hanya mengandalkan kekuatan lisan saja tetapi perlu analogi, tafsir, ta’wil, perumpamaan, dan teknologi 
15Sultan, Desain Ilmu Dakwah (Cet. II; Jakarta: Prenada Media Group, 2009), h. 33. 16H.M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Quran Perlu di Orientasikan pada kenyataan hidup di masyarakat (Jakarta: Harian Pelita, kamis, 22 Agustus 1991), h. 5.
Profesionalisme Jurnalis Islami 14 
informasi sebagai penunjang dalam memahami, menjelaskan,17 dan mengomunikasikan kandungan Al-Quran dan Sunnah di tengah problematika masyarakat modern. Kelemahan jurnalis memahami Al-Quran dan Sunnah dapat menurunkan kredibilitasnya di tengah umat karena dianggap beritanya kurang kredibel. 
Hal ini sesuai dengan paradigma kredibilitas seorang jurnalis Umar Tilmizani pada tahun 1952 pengagum Hasan Al-Banna mengungkapkan bahwa dakwah yang berhasil jika mengumpulkan semua jurnalis kredibilitas (akhlaq yang luhur) dalam satu jama'ah) untuk melawan imprealisme budaya barat.18 Hemat penulis gerakan sistem informasi dakwah Umar Tilmizani ini penekanan pada kredibilitas jurnalis dapat meningkatkan efektifitas dalam penerapan sistem informasi dakwah. 
Pandangan kredibilitas Umar Tilmizani ini sesuai paradigma yang dikemukakan Hovlan dan Weiss (1974) bahwa subjek dakwah itu cenderung lebih senang dengan komunikator yang 
17Andi Faisal Bakti, Nation Building: Kontribusi Komunikasi Agama Lintas Budaya Terhadap Kebangkitan Bangsa Indonesia (Cet. I; Jakarta: Curia Press, 2006), h. 142. 18Umar Tilmizani, Am ketiga Ikhwanul Muslimin (Jakarta: Rabbani press, 1998), h. 99
Profesionalisme Jurnalis Islami 15 
memiliki predikat yang tinggi.19 Dari pandangan tersebut ada dua kredibilitas yang perlu diperhatikan oleh seorang jurnalis yakni keahlian dan kepercayaan. Keahlian adalah kesan profesionalisme yang dibentuk oleh seorang jurnalis dalam kemampuan menyampaikan ide/gagasan yang indah, teratur setiap kalimat yang diucapkan dan mudah dicerna oleh mad’u. Sedangkan kepercayaan kesan jurnalis yang dibentuk atas dasar watak yang sopan, santun, dan memahami tradisi-tradisi moral, dan etika serta budaya orang lain. Semua sifat ini dapat memberikan kepercayaan bagi mad’u. Jika kepercayaan telah dimiliki oleh jurnalis maka dapat meningkatkan kredibilitas jurnalis di mata mad’u yang berimplikasi pada peningkatan daya serap mad’u. Semua komponen kredibilitas jurnalis tersebut berperan terselenggaranya peningkatan sistem informasi dakwah agar tetap bertahan dan lestari. 
Kelestarian aplikasi dakwah tetap di butuhkan mad’u jika terjadi peningkatan kompetensi jurnalis melalui komunikasi empati untuk menjaga keteraturan interaksi sosial dalam masyarakat sebagai bagian penting dari kredibilitas jurnalis. Keteraturan interaksi sosial di tengah masyarakat membutuhkan kredibilitas jurnalis mengkomunikasikan dan membahasakan Al- 
19Op.cit., Jalaluddin Rakhmat
Profesionalisme Jurnalis Islami 16 
Quran dan Sunnah sesuai daya nalar mad’u. Pandangan ini relevan dengan teori sistem Tacott Parson bahwa menjaga kredibilitas informasi termasuk sub sistem penting dalam struktur masyarakat. Hal ini bertujuan untuk menghindari benturan interaksi budaya seperti cara beradaptasi, cara mencapai tujuan, interaksi antar lembaga, dan cara beragama.20 Hemat penulis semua sub sistem ini perlu dijaga, dirawat melalui kredibilitas jurnalis mentransformasikan sistem informasi dakwah di tengah masyarakat. Unsur penting dalam masyarakat adalah kebutuhan informasi yang sehat melalui kemasan teknologi informasi dakwah. Kemasan materi dakwah membutuhkan kredibilitas mendesain materi dakwah yang akan dipublikasikan di tengah masyarakat. Hal ini telah dikembangkan oleh pada abad ke 20 oleh Sayyid Qutub pada tahun 1970 dalam kitab fi> Z{ila>lil Qur’an. 
Hal ini diungkapkan oleh Muhammad Ali Aziz bahwa penekanan materi dakwah pada aspek teologis untuk memberikan 
20Talcott Parson, Multiculturalism Society Interaction (New Yok: Publiset Press, 2001), h. 55 lihat juga terjemahan oleh: Deddi Mulyana Pola Interaksi Masyarakat Multikultural (Cet. III; Jakarta: Bumi Aksara 1991), h. 23.
Profesionalisme Jurnalis Islami 17 
semangat keberagamaan pada umat.21 Fikih dakwah juga dikembangkan oleh M.Natsir tokoh Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII), bahwa kredibilitas dakwah tidak terlepas dari kecerdasan fleksibilitas jurnalis beradaptasi dengan kondisi sosiologis masyarakat dalam menerapkan rambu-rambu, melalui pendekatan yang empati, untuk menciptakan suasana dakwah yang komunikatif.22 Hal ini juga relevan dengan pandangan Ali Yafie yang dikutip oleh Muhammad Azis bahwa kredibilitas seorang jurnalis dapat dipercaya jika memenuhi tiga hal yakni; kebijaksanaannya, sifatnya (kredibilitasnya) dan akhlaknya.23 Semua pandangan ini termasuk unsur kredibilitas jurnalis dalam meningkatkan sistem informasi dakwah dapat tercapai dengan baik. 
Kredibilitas jurnalis bukan hal baru dalam peradaban ilmu komunikasi, Aristoteles dengan keahliannya berpidato telah mengamati dan meneliti apa yang menyebabkan pendengar mau membuang waktunya untuk mendengar suatu pidato. Unsur kepercayan pada sumber yang mengadakan komunikasi 
21Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwah: Edisi Revisi (Cet. II; Jakarta: Prenada Group, 2009), h.158. 22Ibid. 23Ibid.
Profesionalisme Jurnalis Islami 18 
merupakan unsur penting dalam melakukan dakwah yang efektif.24 Terkait dengan hal ini, Devito mengemukakan adanya tiga tipe kredibilitas, yaitu; a). Kredibilitas berdasarkan titel. b). Kredibilitas yang didapat selama berkomunikasi, c). Kredibilitas yang didapat pada akhir komunikasi.25 Hemat Wilbur Schramn seseorang ahli komunikasi mendapat kredibilitas dari audiens jika menyampaikan pesan berdasarkan keahliannya.26 Perspektif ini sesuai dengan sistem komunikasi Islam yang dikemukakan oleh Hasan Al-Banna yang dikutip oleh Thomas Arnold Walker bahwa menyampaikan pesan berdasarkan pengetahuan seorang komunikator,27 untuk menghindari distorsi sistem informasi dakwah. 
Sistem informasi dakwah disebut juga komunikasi Islam, karena unsur komunikasi tersebut berlandaskan pada nilai-nilai 
24Tasmara, Toto, Komunikasi Dakwah, (Cet. I; Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 35. 25Joseph A Devito, The Interpersonal Comunication Book, (New York, 1976), h. 130-132. 26Wilbur Schramn, Men Message and Media, (Horper and Row, New York, 1973), h. 115. 27Thomas Arnold Walker, The Preaching of Islam (Delhi: Law Price Publications, 1998), h. 95.
Profesionalisme Jurnalis Islami 19 
Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Sunnah.28 Salah satu unsur sistem informasi dakwah yakni sub sistem source credibility. Terkait kompetensi jurnalis, menurut pandangan Robert L. Mathis adalah orang yang dengan keterampilannya mengerjakan pekerjaan dengan mudah, cepat, intuitif dan sangat jarang atau tidak pernah membuat kesalahan.29 Source credibility menurut Boulter Level kompetensi terdiri dari unsur kompetensi kecerdasan sosial, visible dan dapat dikontrol perilaku dari luar.30 Sedangkan trait dan motivasi letaknya lebih dalam pada titik sentral kepribadian. 
Kompetensi pengetahuan dan keahlian relatif mudah untuk dikembangkan, misalnya dengan program pelatihan untuk meningkatkan tingkat kemampuan sumber daya manusia. Sedangkan motif kompetensi dan trait berada pada kepribadian seseorang yang membutuhkan proses pendalaman dan 
28Acep Arifuddin, Pengembangan Metode Dakwah (Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), h. 1. 29Robert L. Mathis dan John Jakson, Human Resource Management10thEdition diterjemahkan oleh Diana Angjelina dengan judul: Manajemen Sumber Daya manusia (Cet. Jakarta: Salemba Raya, 2006), h. 376. 30Al-Qaht}ani, Sa’d ibn Wahf. Muqawwimat al-Daiyah al-Najih fi D{au al-Kitab wa al-Sunnah: Mafhum wa Naz}har wa Tat}biq, diterjemahkan oleh: Aidil Novia dengan Judul Menjadi Dai yang Sukses (Cet. I; Jakarta Timur: Qisthi Press 2005). h. 9.
Profesionalisme Jurnalis Islami 20 
pengalaman.31 Misalnya kompetensi berkomunikasi, penguasaan diri, pengetahuan psikologi, kependidikan, ilmu umum, Al-Quran dan Sunnah, kemampuan wawasan agama secara holistik.32 Jadi source credibility mencakup sikap, persepsi, dan emosi termasuk faktor kompetensi jurnalis. Jika hal ini dipenuhi oleh jurnalis maka dapat memberikan pilihan kebenaran dalam problematika di tengah realitas sosial. 
Sedangkan motif source credibility trait berada pada kepribadian sesorang, sehingga cukup sulit dinilai dan dikembangkan. Salah satu cara yang paling efektif adalah memilih karakteristik tersebut dalam proses seleksi. Adapun konsep diri dan social role terletak di antara keduanya dan dapat diubah melalui pelatihan, psikoterapi.33 Kompetensi keilmuan jurnalis dalam mentransformasikan pesan melalui sistem informasi dakwah termasuk skill mengolah data (pesan) yang bersumber dalam Al-Quran dan Sunnah, yang dikemas dalam sistem komunikasi empati, komunikasi partisipatori, yang dikemas 
31Fitzppatrick, Colletive Bergaining Vulnerability Assessment, (Jakarta: Nursing Manajement: 2001), h. 40-42. 32Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Cet. I; Jakarta: Amzah, 2009), h. 82-83. 33Tom E. Rolnickiet.al, Scholastic Journalism diterjemahkan oleh: Tri Wibowo dengan judul, Pengantar Dasar Jurnalisme (Cet. I; Jakarta: Prenada Kencana, 2008), h. 4.
Profesionalisme Jurnalis Islami 21 
melalui teknologi komunikasi.34 Unsur ini semua adalah unsur kredibilitas jurnalis yang dapat meningkatkan mutu dan aplikasi sistem informasi dakwah yang lebih baik. 
Hemat penulis dalam meningkatkan mutu dan aplikasi sistem informasi dakwah menurut kajian Mulyati Amin bahwa kredibilitas jurnalis dalam dakwah jama’ah termasuk model dakwah partisipatori dalam bentuk gerakan-gerakan dakwah sosial, pendidikan, dan pemurnian aqidah bersama-sama dengan masyarakat.35 Jika unsur kredibilitas jurnalis tersebut ditunjang oleh fasilitas teknologi yang memadai maka dapat meningkatkan kecepatan publikasi yang efektif. Pemanfaatan teknologi komunikasi dalam sistem informasi dakwah memiliki daya serap tinggi di tengah mad’u jika kemasan materi dakwah melalui komputer grafis sebagai media efektif untuk mendesain materi dakwah. Jika kemampuan jurnalis mendesain materi dakwah yang mudah diakses mad’u maka kredibilitas jurnalis dapat meningkat di tengah masyarakat. 
Kredibilitas mentransformasikan Al-Quran dan Sunnah membutuhkan teori use and gratification yang dapat beradaptasi 
34Muliaty Amin, Dakwah Jamaah: Suatu Model Dakwah Islam: Berwawasan Jender di Kabupaten Bulukumba Disertasi dipertanggugjawabkan dalam memenuhi Program Doktor tahun 2010. 35 Usman Jasad, op. cit., 294.
Profesionalisme Jurnalis Islami 22 
dengan kebutuhan masyarakat. Menurut W. Philips Davison dikutip oleh Jalaluddin Rahmat bahwa masyarakat bukan orang pasif yang bisa dibentuk seenaknya oleh komunikator tetapi masyarakat terdiri dari kumpulan struktur nilai dan ukuran kebenaran tersendiri serta kebutuhan informasi.36 Kondisi ini mad’u seperti ini membutuhkan kredibilitas jurnalis dalam komunikasi budaya, melalui kemasan materi dakwah yang sesuai dengan daya nalar mad’u sebagai objek dakwah. 
Menurut pandangan Liliweri bahwa komunikasi antar budaya memiliki ragam etnis, suku, agama, bahasa, dan tradisi. Heterogenitas masyarakat secara vertikal maupun horizontal perlu kredibilitas pendekatan komunikasi antar budaya untuk menyamakan presepsi pesan apa yang akan disampaikan sesuai kebutuhan masyarakat.37 Kondisi masyarakat multikultural hemat penulis perlu maping materi dakwah dengan memperhatikan kebutuhan informasi bagi mad’u tentang persoalan sosial yang dihadapi di tengah masyarakat. Keadaan ini perlu kredibilitas jurnalis beradabtasi dengan menerapkan pendekatan komunikasi 
36Op. cit., Jalaluddin Rahmat, h. 203. 37Alo Liliweri, Komunikasi Antarbudaya (Cet. II; Jakarta: Pustaka Pelajar, 2002), h. 19.
Profesionalisme Jurnalis Islami 23 
antar budaya untuk mengkomunikasikan pesan-pesan Al-Quran dan Sunnah di tengah masyarakat. 
Kredibilitas membahasakan Al-Quran dan Sunnah sesuai kebutuhan mad’u dapat meningkatkan dan meminimalisasi distorsi informasi di tengah masyarakat multikultural.38 Kemampuan jurnalis mengomunikasikan spirit pencerahan dalam Al-Quran dan Sunnah yang disesuaikan dengan daya nalar masyarakat dapat meningkatkan kesadaran yang berimplikasi pada peningkatan prilaku baik di tengah masyarakat. Dalam meningkatkan maid set mad’u yang lebih inovatif dan kreatif mendesain pola hidup yang lebih baik membutuhkan kredibilitas jurnalis dengan menawarkan wawasan atau cara pandang yang lebih rasional dan logis dalam menata hidup yang lebih baik. 
Merubah cara pandang manusia, membutuhkan kredibilitas jurnalis sesuai visi dan misi kenabian yang perlu dipertahankan dan dilestarikan.39 Sifat-sifat kenabian sebagai aturan standar umum adalah amanah, siddiq, fat}a>nah, tabli>g. Fat}a>nah meliputi 
38Rupert Brown, Prejudice Its Social Psycology diterjemahkan oleh: Helly P. Soetjipto dan Sri Mulyantini Sutjipto dengan Judul: Menangani Prasangka dari Perspektif Sosial (Cet. I; Jakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 125. 39Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Subuah kajian Hermeneutika (Cet. I; Bandung: Mizan2011), h.115.
Profesionalisme Jurnalis Islami 24 
kompetensi psikologis, psikomotorik, dan afektif.40 Ketiga unsur ini jika dimiliki jurnalis maka dapat meningkatkan kredibilitas jurnalis di tengah masyarakat. 
Kredibilitas jurnalis kerpa kali berbeda dengan jurnalis yang lain dalam membahasakan agama karena perbedaan latarbelakang pendidikan dan cara pandnag memahami referensi dalam berbagai literatur. Jurnalis selalu dipengaruhi oleh dimensi internal (kondisi psikologis), dan dimensi eksternal (kondisi sosiologis).41 Menurut Leonard W. Doob dan Raymond V. Kesikar yang dikutip Totok Jumantoro bahwa pengaruh komunikasi eksternal dipengaruhi oleh rekaman peristiwa seseorang melalui pengalaman empiris.42 Hemat penulis hal ini sangat relevan dengan padangan J.DeVito Bahwa semakin banyak input informasi positif semakin tinggi respon positif dalam ekspresi seseorang. 
Teori J. DeVito ini di aktualisasikan peradaban global dengan konsep culture imprealisme theory yang dikembangkan oleh Herbert Schiller (1973) yang dikutip Usman Jasad menggambarkan bahwa perlu konstruksi informasi kepada audiens 
40A. Machfud, Filsafat Dakwah: Ilmu Dakwah dan Penerapannya (Cet. II; Jakarta: Bulan Bintang, 2004), h.33. 41Ibid. 42Totok Jumantoro, Psikologi Dakwah: Dengan Aspek-Aspek Kejiwaan yang Qur’ani (Cet. I; Jakarta: Amzah, 2001), h. 35.
Profesionalisme Jurnalis Islami 25 
karena kerap kali masyarakat cenderung meniru apa yang dilihat atau dicerna oleh panca indra manusia.43 Selain dampak eksternal hemat Jalaluddin Rahmat yang dikutip dari pandangan Ibnu Maskawaih bahwa manusia dipengaruh oleh potensi dasar (internal) yaitu; potensi nabati, hewani, dan insani.44 Ketiga potensi dasar manusia ini menentukan kecenderungannya dalam berkomunikasi. Jika potensi nabati lebih dominan dalam diri seseorang maka kecendrungan manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup lebih indivudual dan kerap kali lebih mementinkan diri sendiri, jika potensi hewani lebih dominasi maka prilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup cenderung suka mengambil yang bukan haknya, dan jika potensi insani yang menguasai alam pikiran manusia maka kecendrungan pola pemenuhan kebutuhan hidup sesuai volume efektifitas informasi yang diterima. 
Peningkatan efektifitas dakwah melalui kredibilitas jurnalis melalui pendekatan komunikasi empati bagi mad’u, merupakan hal penting dalam mengkomunikasikan pesan-pesan keselamatan di tengah realitas masyarakat dengan bahasa yang indah. Keindahan bahasa termasuk salah satu kemapuan jurnalis dalam 
43Ibid. 44Jalaluddin Rahmat, op. cit., h. 90.
Profesionalisme Jurnalis Islami 26 
meningkatkan kredibilitas. Gagasan ini menurut Ubay bin Ka’ab ah}san al-Qaul (Ucapan yang paling baik) menjelaskan bahwa contoh kalimat yang indah seperti dalam ‚syair itu mengandung hikmah‛, dan perkataan ah}san dapat memacu mad’u mencegah dan memberikan inovasi pada mad’u berupa kecerdasan afektif, behavioral, dan kecerdasan kognitif.45 Kompetensi jurnalis dari aspek kognitif termasuk etika pemilihan pesan yang dapat menggugah aspek emosional mad’u melalui konsep akan pentingnya nilai-nilai kejujuran dalam kehidupan bermasyarakat sebagai aspek penting meningkatkan kredibilitas jurnalis di tengah masyarakat. 
Pandangan ini sesuai dengan M. Sayyid T{ant}awi bahwa aspek kredibilitas jurnalis termasuk kejujuran, menjauhi kebohongan, memiliki argumentatif yang logis, mencapai kebenaran.46 Kompetensi jurnalis mengomunikasikan mencapai kebenaran melalui kecerdasan ma’ani (kecerdasan memaknai), baya>ni (kecerdasan menjelaskan), dan badi (kecerdasan pemilihan 
45Ahmad Ghulusy, ad-Da’watul Islamiyah, (Kairo: Darul Kijab, 1987), h. 9. 46Muhammad Sayyi>d Tant}awi, Adab al-Hiwa>r fi> al-Islam (Mesir: Da>r Anahdhah, 1984), h. 18. Lihat dalam Ace Arifudin Metode Pengembanga Dakwah, 2011. h . 11.
Profesionalisme Jurnalis Islami 27 
kalimat yang indah) untuk menyentuh kondisi perasaan mad’u sehingga dapat meningkatkan kredibilitas jurnalis. 
Ilmu al-Baya>n adalah Abu ‘Ubaidah (w.211 H) murid Imam al-Khalil bin Ahmad. Karya Abu Ubaidillah adalah Majaz Al- Quran (Sindiran dalam Al-Quran) sebagai informasi cara mengomunikasikan pesan-pesan Al-Quran yang kemudian disempurnakan oleh al-Jurjani. 47 Hal ini sesuai dengan padangan Manna al-Qattan bahwa kecanggihan proses transformasi pesan dalam Al-Quran dengan menggunakan kalimat amsal (perumpamaan) untuk memudahkan manusia memahami dan menangkap ultimate substance di balik metateks. Kemudahan dalam tradisi komunikasi amsal ini adalah adanya sinergitas antara akal dan pancaindra, menyingkap hakikat sesuatu yang jauh dari pikiran kemudian mendekatkannya, melalui pilihan kata yang pendek tetapi mudah dicerna oleh otak sebagai perekam kode (makna). Jalal al-Din al-Suyu>t}i membagi amsa>l ka>minah, musarraha, dan amsa>l mursalah.48 Ketiga model analogi komunikasi dalam Al-Quran ini dapat dijadikan jurnalis dalam 
47 Moh Ali Aziz, op. cit., h. 76. 48Lala>l al-Di>n al-Suyu>t}i>, al-Itqa>m fi Ulu>m al-Qura>n, jilid II (Kairo Mesir: Da>r al-Fikr, 2003), h. 113. Lihat Mardan, Al-Qur’an: Sebuah Pengantar Memahami Al-Quran Secara Utuh, h. 173.
Profesionalisme Jurnalis Islami 28 
sistem informasi dakwah untuk menambah kredibilitas dalam membahasakan Al-Quran di tengah umat. 
Selain analogi komunikasi dalam Al-Quran tersebut, untuk memaksimalkan kredibilitas jurnalis dalam sistem informasi dakwah ilmu al-Baya>n hampir sama dengan ilmu retorika, keduanya mengembangkan satu topik. Dalam ilmu al-Baya>n secara garis besar ada 3 cara untuk mengembangkan kalimat diantaranya: al-tasybih (metafora), al-Majaz (Sindiran), dan al- Kina>yah (kiasan).49 Semua model perumpamaan ini sebagai spirit pentingnya jurnalis mendesain materi dakwah untuk memudahkan mad’u memahami pesan-pesan Al-Quran dan Sunnah. 
Meningkatkan kredibilitas jurnalis melalui kemampuan menyusun keindahan pesan dakwah melalui kalimat indah, dikenal dalam ilmu al-Badi’ ilmu ini dapat dipelajari untuk memberikan kemasan pada materi memilih kalimat sehingga nyaman dicerna, mencerahkan pikiran, menunjukkan pemecahan, dan bermanfaat bagi mad’u.50 Ilmu ini memiliki fasilitas memperindah kalimat dari sudut kata-kata (al-lafziyyah) dan maknanya (al- Ma’nawiyah). Kriteria orator yang baik tidak hanya 
49Ibid., h. 77. 50Jalaluddin Rahmat, Etika Komunikasi Religi, Makalah Seminar, (Jakarta: Perpustakaan Nasional, 18 Mei 1996.
Profesionalisme Jurnalis Islami 29 
menyampaikan pidato yang mengesankan namun perlu mengandung makna yang mendalam. Peletak dasar ilmu ini adalah Abdullah bin Mu’taz al-Abbasi (w. 270 H). ia dikagumi oleh Qudama bin Ja’far yang kemudian ikut mengembangkan ilmu ini.51 Karena objek kajian dakwah adalah manusia maka ilmuan dakwah perlu memahami psikologi mitra dakwah untuk mencapai sasaran dakwah.52 Pesan Sayyidina Ali bin Abi Thalib dikutip Ahmad Ghulusy bahwa proses transformasi pesan dakwah seorang jurnalis perlu mengoptimalkan rasio, rasa, dan rahasia.53 Hemat penulis semua materi dakwah ini dapat meningkatkan kredibilitas jurnalis di tengah masyarakat. 
Materi harus mengandung unsur hikmah, nasehat, dan pelajaran yang bermanfaat dan sangat dibutuhkan mad’u.54 Sejalan dengan padangan ini Ali Al-Qahtani berpendapat bahwa kredibilitas seorang jurnalis perlu memiliki kecerdasan kognitif, 
51Ibid. 52Ishak Asep dan Hendri Tanjung, Management Sumber Daya Manusia (Cet. I; Jakarta: Prenada Media group), h. 19 Bandingkan dengan Yunan Yusuf, Manajemen dakwah, h. 104. 53Moh Ali Aziz, op. cit., h. 76. 54Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dan Imam Nawawi al-Bantuny, Nas}a>ihul Iba>d (Beirut: Da>r) h. 162.
Profesionalisme Jurnalis Islami 30 
kecerdasan humanis, dan kecerdasan spiritual.55 Penguasaan materi melalui kecerdasan lisan (komunikasi verbal) memiliki spirit inovasi sehingga dapat mengangkat kredibilitas jurnalis yang berimplikasi pada perubahan pola pikir mad’u. 
Jalaluddin Rumi dikutip Aziz salah satu tokoh sufi dari Persia, bahwa dalam proses komunikasi lidah dibayang-bayangi oleh daya rohani. dalam mencurahkan perasaan dan pikirannya dalam sebuah puisi tentang ketajaman media lidah menyebarluaskan informasi melalui saluran rongga mulut hingga ditangkap oleh panca indra manusia.56 Setiap kata, kalimat bisa berbekas dalam daya nalar mad’u jika kata dan kalimat tersebut sepadam dengan kemampuan daya serap mad’u. 
Dalam sistem informasi dakwah kecerdasan jurnalis dalam mengomunikasikan pesan-pesan Al-Quran dan Sunnah termasuk proses pemindahan makna ke mad’u. Hal ini sesuai teori Larry A. Samover bahwa bahasa proses kecerdasan manusia memahami dan memilih kata dalam berkomunikasi dan memindahkan lambang dari suasana kebatinan menjadi kalimat yang dapat 
55Said bin Ali Al-Qaht}ani, Dakwah Islam dan Dakwah Bijak (Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 1994), h. 362. 56Ibid., h. 75.
Profesionalisme Jurnalis Islami 31 
dipahami seseorang,57 yang memberikan respon dari proses transmisi pesan untuk meningkatkan kredibilitas aplikasi dakwah. 
Menurut Peter Drucker bahwa kredibilitas seorang komunikator dalam sistem informasi jika memiliki kemampuan merencanakan anatomi pesan dan menetapkan target-target pencapaian. Selain itu dapat merumuskan desain aplikasi komunikasi yang memiliki struktur pesan yang mudah difahami sesama peserta komunikasi.58 Secara objektif struktur pesan, konten, teknologinya, dan sangat relevan dengan strategi sistem informasi dakwah dalam menetapkan sasaran dakwah secara sistematis bagi semua sub sistem dakwah.59 Menerapkan desain sistem informasi dakwah yang akan dicapai, penting dianalisis sesuai dengan permasalahan masyarakat yang akan dijadikan sebagai objek dakwah untuk meningkatkan efektifitas dakwah. 
Meningkatkan efektifitas dakwah sebagian bagian indikator kredibilitas jurnalis perlu menguasai tiga metode dakwah. 
57Larry A. Samover, Richhard E. Porter, and Nemi C. Jaim, Understanding Intercultural Communication (Wodsworth Publishing Company, Belmont California, t.t), h. 23. 58Peter Drucker, Structural of Communication (New York: Sage Publishing Company, Belmont California, t.t), h. 33. 59H. Nasuka, Teori Sistem: Sebagai Salah satu Alternatif Pendekatan dalam Ilmu-ilmu Agama Islam (Cet. I; Jakarta: Prenada Media Group, 2005), h. 22.
Profesionalisme Jurnalis Islami 32 
Menurut Ali Mahfuz bahwa ada tiga metode dakwah yang dapay diaplikasikan dalam mengkomunikasikan pesan-pesan Al-Quran dan Sunnah antara lain dakwah bi al-Lisan, bi al-Qalam, dan bi al- H{al.60 Ketiga bentuk dakwah ini akan dijelaskan sistem aplikasinya sebagai berikut: 
a. Profesionalitas Jurnalis 
Profesionalitas berasal dari kata profesi. Profesi adalah suatu pekerjaan yang mempunyai fungsi pengabdian kepada masyarakat yang menuntut keterampilan tertentu melalui pendidikan dan latihan tertentu serta memiliki kode etik yang menjadi pedoman anggotanya.61 Jurnalis adalah pendidik yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang pendidikan sehingga ia mampu melakukan tugas, peran dan fungsinya sebagai pendidik dengan kemampuan yang maksimal.62 
60Syekh ‘Ali Mahfuż, Hidayah Al-Mursyidin Ila Turu>q al-Wa’zhwa al- Khita>bah (Beirut Lebanon: Dar Al-Ma’rifah), h. 93. 61 Buchari, Alma. GuruProfesional Menguasai Metode dan Terampil Mengajar (Cet.II Bandung: Alfabeta, 2009), h.134. 62Lihat Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Cet. II; Jakarta: Misaka Galiza, 2003), h.85-86.
Profesionalisme Jurnalis Islami 33 
Profesionalitas jurnalis adalah produk, atau kadar. Ini mengacu pada sikap para anggota profesi terhadap profesinya dalam hal pengetahuan dan keahlian dalam melaksanakan pekerjaan tertentu yang memerlukan pendidikan, keterampilan, kejujuran dan memiliki kepandaian untuk melaksanakannya, yang dapat dipertanggungjawabkan baik secara akademik, profesi dan pedagogik. Orang yang profesional adalah orang yang memiliki profesi.63 Jurnalis adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.64 Profesi jurnalis juga diartikan suatu keahlian yang dimiliki seseorang, sesuai keahliannya atau kelebihannya. 
Profesionalistas jurnalis harus dikembangkan baik melalui pendidikan dan pelatihan serta kegiatan lain untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya agar lebih meningkat, usaha yang dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah pengembangan kurikulum, peningkatan kompetensi jurnalis 
63Lihat Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Pendidikan Islam (Cet. VI; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h. 207. 64Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru (Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h. 2.
Profesionalisme Jurnalis Islami 34 
melalui pelatihan dan perbaikan sarana prasarana pendidikan dan peningkatan mutu manajemen sekolah.65 Dunia pendidikan merupakan sarana yang sangat diharapkan untuk membangun generasi muda, jurnalis profesional dapat mengarahkan sasaran pendidikan membangun generasi muda menjadi generasi yang penuh harapan. Profesi juga diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memiliki karateristik adanya praktek yang ditunjang oleh teori, pelatihan, kode etik yang mengatur perilaku dan punya otonomi dalam melaksanakan pekrejaannya. 
Dari pengertian di atas dapat di pahami bahwa profesionalitas jurnalis adalah kemampuan meningkatkan mutu pendidikan yang berkualitas dan komitmen dalam menjalankan tugasnya, serta memiliki kemampuan mentrasper ilmu kepada peserta didik. Sementara profesionalisme adalah kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas keahlian dan kewenangan yang berkaitan dengan mata pencaharian seseorang.66 Seorang 
65Lihat Buchari Alma, dkk.Guru Profesional Menguasai Metode dan Terampil Mengajar (Cet. II; Bandung: Alfabeta, 2009), h.124. 66Kunandar, Guru Profesional Implementasi KurikulumTingkat Satuan Pendidikan dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru (Bandung: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 46.
Profesionalisme Jurnalis Islami 35 
profesional mempunyai prestise yang tinggi, dan karenanya mendapat imbalan yang layak. 
b. Perspektif Pendidikan Islam 
Definisi pendidikan Islam yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan Islami, yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam. Marimba dalam Ahmad Tafsir menjelaskan pendidikan Islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.67 Jadi pendidikan adalah kegiatan pengembangan pribadi peserta didik oleh pendidik atau orang yang mendidik. 
Pandangan Islam tentang profesionalitas ada dua kriteria pokok, yaitu panggilan hidup dan keahlian. Pendidikan Islam adalah usaha yang dilakukan untuk membina dan mengembangkan sumber daya manusia yang dimilikinya baik jasmani maupun rohani menuju terbentuknya manusia seutuhnya dengan norma 
67 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Cet.VIII; Bandung: Rosdakarya, 2008), h.24.
Profesionalisme Jurnalis Islami 36 
Islam.68 Pendidikan Islam yang menyeimbangkan antara kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional, serta menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Pendidikan Islam adalah segala usaha yang dilakukan untuk membina dan mengembangkan sumber daya manusia baik jasmani maupun rohani menuju terbentuknya manusia seutuhnya sesuai dengan norma Islam.69 Pendidikan Islam sebagai bagian dari pendidikan nasional, harus mampu menyesuaikan visinya dengan visi pendidikan nasional. Visi dan orientasi pendidikan Islam diarahkan untuk mentransformasikan berbagai ilmu keislaman.70 H. M. Arifin Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam yang telah menjiwai dan mewarnai kepribadiannya.71 Sementara Zakiah Daradjat berpandangan bahwa Pendidikan Islam adalah usaha pembentukan 
68Lihat Achmadi, Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan (Cet. I; Yogyakarta: Aditya Media, 1992), h. 20. 69Ahmad Tafsir, op.cit., 70Lihat Abuddin Nata, Perspektif Pendidikan Islam tentang Strategi Pembelajaran (Cet.I ; Jakarta: Kencana, 2009), h. 17. 71Lihat M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Interdisipliner (Cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara, 1992 ), h. 28.
Profesionalisme Jurnalis Islami 37 
kepribadian muslim.72 Di Muhammadiyah seperti yang dikutip oleh Ahmad Tafsir mengatakan bahwa pendidik adalah setiap orang yang bertanggung jawab atas perkembangan anak didik. Buku Pedoman Jurnalis Muhammadiyah yang kutip oleh Ahmad Tafsir mengatakan antara lain jurnalis Muhammadiyah pada haketkatnya, sebagai mahluk Allah dan sabagai manusia muslim yang memiliki tanggung jawab untuk menunaikan amanah Allah, dan sebagai karyawan yang setia pada sumpahnya. Dalam melaksanakan dua hal tersebut harus dilaksanakan dengan profesional.73 
c. Perspektif Pendidikan Islam 
Definisi pendidikan Islam yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan Islami, yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam. Marimba dalam Ahmad Tafsir menjelaskan pendidikan Islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju 
72Lihat Zakiah Darajat, et al., Ilmu Pendidikan Islam (Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 28. 73 Ahmad Tafsir, op.cit., h. 114.
Profesionalisme Jurnalis Islami 38 
terbentuknya kepribadian yang utama.74 Jadi pendidikan adalah kegiatan pengembangan pribadi peserta didik oleh pendidik atau orang yang mendidik. 
Pandangan Islam tentang profesionalitas ada dua kriteria pokok, yaitu panggilan hidup dan keahlian. Pendidikan Islam adalah usaha yang dilakukan untuk membina dan mengembangkan sumber daya manusia yang dimilikinya baik jasmani maupun rohani menuju terbentuknya manusia seutuhnya dengan norma Islam.75 Pendidikan Islam yang menyeimbangkan antara kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional, serta menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Pendidikan Islam adalah segala usaha yang dilakukan untuk membina dan mengembangkan sumber daya manusia baik jasmani maupun rohani menuju terbentuknya manusia seutuhnya sesuai dengan norma Islam.76 Pendidikan Islam sebagai bagian dari pendidikan nasional, harus mampu menyesuaikan visinya dengan visi pendidikan nasional. Visi dan orientasi pendidikan Islam 
74Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Cet.VIII; Bandung: Rosdakarya, 2008), h.24. 75Lihat Achmadi, Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan (Cet. I; Yogyakarta: Aditya Media, 1992), h. 20. 76Ahmad Tafsir, op.cit.,
Profesionalisme Jurnalis Islami 39 
diarahkan untuk mentransformasikan berbagai ilmu keislaman.77 H. M. Arifin Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam yang telah menjiwai dan mewarnai kepribadiannya.78 Sementara Zakiah Daradjat berpandangan bahwa Pendidikan Islam adalah usaha pembentukan kepribadian muslim.79 Di Muhammadiyah seperti yang dikutip oleh Ahmad Tafsir mengatakan bahwa pendidik adalah setiap orang yang bertanggung jawab atas perkembangan anak didik. Buku Pedoman Jurnalis Muhammadiyah yang kutip oleh Ahmad Tafsir mengatakan antara lain jurnalis Muhammadiyah pada haketkatnya, sebagai mahluk Allah dan sabagai manusia muslim yang memiliki tanggung jawab untuk menunaikan amanah Allah, dan sebagai karyawan yang setia pada sumpahnya. Dalam 
77Lihat Abuddin Nata, Perspektif Pendidikan Islam tentang Strategi Pembelajaran (Cet.I ; Jakarta: Kencana, 2009), h. 17. 78Lihat M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Interdisipliner (Cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara, 1992 ), h. 28. 79Lihat Zakiah Darajat, et al., Ilmu Pendidikan Islam (Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 28.
Profesionalisme Jurnalis Islami 40 
melaksanakan dua hal tersebut harus dilaksanakan dengan profesional.80 BAB II PROFESIONALITAS JURNALIS A. Konsep Profesionalitas Jurnalis 
Profesionalitas berasal dari kata profesi yang berarti suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu pekerjaan atau jabatan yang menghasilkan upah atau gaji dan dari gaji ia dapat melangsungkan hidupnya. Bantuan profesional untuk mengembangkan kemampuan dalam bekerja merupakan sebuah kondisi yang sangat diperlukan jika ingin berkembang kearah yang lebih baik.81 Jadi profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu. Artinya suatu pekerjaan atau jabatan yang 
80 Ahmad Tafsir, op.cit., h. 114. 81Lihat Dadang Suhandar, Supervisi Pendidikan Layanan dalam Meningkatkan Mutu Pembelajaran di Era Otonomi Daerah (Cet. III; Bandung: Alfabeta, 2010), h. 84.
Profesionalisme Jurnalis Islami 41 
disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, tetapi memerlukan persiapan melalui pendidikan dan pelatihan secara khusus. 
Secara umum profesi diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjutan, di dalam sains dan teknologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat.82 Pekerjaan profesional akan senantiasa menggunakan teknik dan prosedur yang berpijak pada landasan intelektual yang harus dipelajari secara sengaja, terencana dan kemudian dipergunakan demi kemaslahatan orang lain. Mulyana A.Z. berpendapat setiap profesi paling tidak harus memenuhi 4 syarat berikut, yaitu: 
1. Pendidikan dan pelatihan yang memadai, 
2. Adanya Komitmen terhadap tugas profesionalnya, 
3. Adanya usaha untuk senantiasa mengembangkan diri sesuai dengan kondisi lingkungan dan tuntutan zaman, dan 
4. Adanya standar etika yang harus dipenuhi. 83 
82Lihat Made Pidarta, Landasan Kependidikan (Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 265. 83 Mulyana A.Z, Rahasia Menjadi Guru Hebat :Memotivasi Diri Menjadi Guru Luar Biasa (Jakarta: Grasindo, 2010), h. 114.
Profesionalisme Jurnalis Islami 42 
Hal ini berarti pekerjaan profesional jurnalis harus memiliki persepsi filosofis dan ketanggapan yang bijaksana yang lebih mantap dalam menyikapi dan melaksanakan pekerjaan. Dalam Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Jurnalis dan Dosen pasal 1 ayat (4) menjelaskan pengertian profesional sebagai berikut: 
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.84 
Sedangkan menurut Nana Sudjana, profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu, dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang tidak memiliki keahlian dan memilih pekerjaan jurnalis sebagai akibat tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.85 Maka dari itu dapat dipahami bahwa yang menjadi seorang jurnalis adalah orang-orang yang dipersiapkan dan terpilih sesuai 
84Republik Indonesia, Undang-undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Cet. I; Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 3. 85Lihat Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional (Cet. XVI; Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h. 14.
Profesionalisme Jurnalis Islami 43 
standar karena tidak semua orang dapat menjadi jurnalis, sebab menjadi jurnalis merupakan sebuah profesi yang penuh dengan loyalitas dan tanggung jawab. Lebih lanjut Agus F. Tamyong, menjelaskan pengertian jurnalis profesional adalah: 
Orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang kejurnalisan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai jurnalis dengan kemampuan maksimal. Atau dengan kata lain, jurnalis profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya.86 
Jurnalis dalam kutipan di atas adalah tenaga pendidik, yakni orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik, mengajar, membimbing, mengasuh dan mengarahkan. Dalam bahasa Inggris dijumpai beberapa kata yang berdekatan artinya dengan pendidik. Kata teacher yang diartikan jurnalis atau pengajar dan tutor yang berarti jurnalis pribadi, atau jurnalis yang mengajar di rumah.87 Selanjutnya, dalam bahasa Arab dijumpai 
86Ibid., h. 15. 87John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: Cet. VIII; Jakarta: Gramedia, 1980), h. 560 dan 608.
Profesionalisme Jurnalis Islami 44 
kata ustāz, mu’addib, mu’allim dan mudarris.88 Kesemua term- term ini, terhimpun dalam satu pengertian, yakni pendidik yang lazimnya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan sebutan ‚jurnalis‛. 
Dalam A Dictionary of Modern Written Arabic dikatakan bahwa kata ustāz, berarti teacher (jurnalis), professor (gelar akademik), jenjang di bidang intelektual, pelatih, penulis, dan penyair. Adapun kata mudarris berarti teacher (jurnalis), instructur (pelatih) dan lecturer (dosen). Selanjutnya kata mu’allim yang juga berarti teacher (jurnalis), trainer (pemandu). Juga kata mu’addib berarti educator (pendidik) atau tecaher (jurnalis dalam lembaga pendidikan Al-Qu’ran).89 
Kata-kata yang bervariasi tersebut di atas, menunjukkan adanya perbedaan ruang lingkup dan lingkungan di mana jurnalis secara umum diartikan sebagai transformator pengetahuan dan keterampilan di sekolah. Jika pengetahuan dan keterampilan tersebut diberikan di perjurnalisan tinggi disebut lecturer (dosen) atau professor, di rumah-rumah secara pribadi disebut tutor, di 
88Louis Ma’luf, al-Munjid fī al-Lugha (Cet. XII; Bairut: Dār al- Masyriq, 1977), h. 6. 89Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic (Cet, IV; London Macdonald dan Evans, Ltd, 1980), h. 11- 15.
Profesionalisme Jurnalis Islami 45 
pusat-pusat latihan disebut instruktor atau trainer dan di lembaga- lembaga pendidikan yang mengajarkan agama disebut ustāz. 
Kata pendidik secara fungsional menunjukkan kepada seorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman dan semisalnya. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, dikemukakan bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai jurnalis, dosen, konselor, pamong belajar, widyaswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.90 Dalam beberapa literatur kependidikan pada umumnya, istilah pendidik sering diwakili oleh istilah jurnalis. Istilah jurnalis sebagaimana dijelaskan oleh Hadari Nawawi adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah/kelas. Secara lebih khusus lagi, ia mengatakan jurnalis berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing. Jurnalis dalam pengertian tersebut, menurutnya, bukanlah sekadar orang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan materi 
90H. Dedi Hamid, Undang-undang RI No. 20 Tahuun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Asokadikta Daruru Bahagia, 2003), h. 3.
Profesionalisme Jurnalis Islami 46 
pengetahuan tertentu, dalam mengarahkan perkembangan peserta didiknya untuk menjadi anggota masyarakat sebagai orang dewasa.91 Tugas jurnalis selain memberikan pelajaran di kelas, juga harus membantu mendewasakan anak didik. Dari uraian di atas, tampak bahwa pengertian jurnalis atau pendidik selalu dikaitkan dengan bidang tugas atau pekerjaan yang harus dilakukannya. Ini menunjukkan bahwa pada akhirnya pendidik itu merupakan profesi atau keahlian tertentu yang melekat pada seseorang yang tugasnya berkaitan dengan pendidikan. Pekerjaan yang bersifat profesional di bidang pendidikan memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Atas dasar pengertian ini, pekerjaan profesional berbeda dengan pekerjaan lain yang karena suatu profesi memerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya. 
Profesi atau profesionalitas jurnalis dapat diartikan pandangan tentang bidang pekerjaan sebagai suatu pengabdian di bidang pendidikan melalui keahlian tertentu dan yang menganggap keahlian sebagai sesuatu yang harus diperbarui 
91Lihat Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas (Cet. III; Jakarta: Haji Masagung, 1989), h. 123.
Profesionalisme Jurnalis Islami 47 
secara terus-menerus dengan memanfaatkan kemajuan-kemajuan dalam ilmu pengetahuan.92 Berdasarkan uraian tersebut dipahami bahwa pada mulanya kata profesi tidak lain dari adalah pernyataan atau pengakuan tentang bidang pekerjaan atau bidang pengabdian yang dipilih, maka profesional dimulai dari pemahaman dan pemanfaatan terhadap kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan yang sudah ada. Adapun ciri-ciri jurnalis profesional dapat dilihat dari penjelasan beberapa ahli berikut ini. Kunandar mengemukakan ciri-ciri profesional di bidang pendidikan sebagai berikut : 
1. Diakui oleh masyarakat dan layanan yang diberikan itu hanya dikerjakan oleh pekerja yang dikategorikan sebagai suatu profesi. 
2. Memiliki ilmu pengetahuan sebagai landasan dari sejumlah teknik dan prosedur yang unik. Misalnya profesi di bidang kedokteran, Juga profesi di bidang kejurnalisan misalnya harus mempelajari psikologi, metodik dan lain- lain. 
92Lihat Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengetahui Kelemahan Pendidikan di Indonesia (Ed. I; Bogor: Kencana, 2003), h. 140.
Profesionalisme Jurnalis Islami 48 
3. Diperlukan persiapan yang matang dan sistematis, dalam melaksanakan pekerjaan profesinya. 
4. Memiliki mekanisme untuk menyaring orang-orang yang berkompeten yang diperbolehkan bekerja. 
5. Memiliki organisasi profesional untuk layanan kepada masyarakat.93 
Wolmer dan Mills dalam Sardiman mengatakan pekerjaan itu baru dikatakan sebagai profesional, apabila memenuhi kriteria sebagai berikut; Memiliki pengetahuan umum yang luas dan keahlian khusus yang mendalam, memiliki kode etik jabatan dan merupakan karya bakti seumur hidup. Jurnalis sebagai pekerja profesional harus memperoleh dukungan masyarakat, mendapat pengesahan dan perlindungan hukum, memiliki persyaratan kerja yang sehat, dan memiliki jaminan hidup yang layak.94 
Selanjutnya Ornstein dan Levine dalam Raflis Kosasi menyatakan profesionalitas itu adalah jabatan, sesuai dengan pengertian profesi yakni melayani masyarakat, karir yang akan 
93Kunandar, Pendidikan Indonesia dan Problematikanya (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 11-12. Bandingkan Kunandar, Guru Profesional: Implmentasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Srtifikasi Guru (Cet. III; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 46-47. 94Lihat Sardiman A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Cet. IX; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h. 132.
Profesionalisme Jurnalis Islami 49 
dilaksanakan sepanjang hayat, memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek, memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang, mempunyai persyaratan untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan izin atau persyaratan khusus yang ditentukan untuk dapat mendudukinya, menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan berhubungan dengan layanan yang diberikan. 
Jurnalis profesional dalam melaksanakan tugasnya menggunakan administrasi untuk memudahkan profesinya, dan juga mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri, mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan dengan jabatan lainnya.95 
Demikian pula Sanusi dalam Raflis Kosasi mengemukakan ada sepuluh ciri-ciri utama suatu profesi,96 sebagai berikut: 
1. Suatu jabatan yang memiliki fungsi yang signifikansi sosial yang menentukan. 
95Lihat Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan (Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1999), h. 15. 96Ibid., h. 17.
Profesionalisme Jurnalis Islami 50 
2. Jabatan yang menuntut keterampilan/keahlian tertentu. 
3. Keterampilan/keahlian yang dituntut dapat pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah. 
4. Jabatan berdasarkan disiplin ilmu yang jelas, sistematik, bukan hanya sekedar pendapat khalayak umum. 
5. Mempunyai prestasi yang tinggi di masyarakat, dan karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula. 
6. Proses pendidikan untuk jabatan itu merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai professional. 
7. Dalam memberikan pelayanan, anggota profesi berpegang pada kode etik organisasi profesi. 
8. Anggota profesi bebas dalam memberikan judgement terhadap permasalahan profesi yang dihadapi. 
9. Dalam melayani masyarakat anggota profesi bebas dari campur tangan orang luar. 
10. Jabatan profesi mempunyai prestise yang tinggi di masyarakat, karenanya memperoleh imbalan yang tinggi. 
Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Jurnalis dan Dosen pasal 7 menyebutkan bahwa profesi jurnalis
Profesionalisme Jurnalis Islami 51 
dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip,97 sebagai berikut: 
1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa. 
2. Memiliki komitmen untuk menigkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan ahklak mulia. 
3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas. 
4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas. 
5. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan. 
6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja. 
7. Memiliki kesempurnaan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat. 
8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, 
97Republik Indonesia, Undang-undang RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, (Cet. I; Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 6.
Profesionalisme Jurnalis Islami 52 
9. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas profesional jurnalis. 
Dari ciri-ciri tersebut, dapat disimpulkan bahwa profesi jurnalis adalah suatu pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan beberapa bidang ilmu yang harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Pekerja profesional berbeda dengan pekerja lainnya, karena suatu profesi memerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya. 
Profesionalitas jurnalis dapat terwujud maka Undang- Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Jurnalis dan Dosen mensyaratkan beberapa ketentuan, seperti mereka harus mengikuti sertifikasi pendidik. Ini memberikan stimulus kepada jurnalis untuk meningkatkan kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma IV untuk jurnalis (pasal 9), dan progran pascasarjana (S-2) untuk dosen serta program doktor untuk dosen program S-2 (Pasal 46). 
Kompetensi jurnalis profesional sebagaimana dalam Undang-Undang Jurnalis dan Dosen tersebut di atas adalah
Profesionalisme Jurnalis Islami 53 
berkaitan dengan (a) kompetensi pedagogik yang ditandai dengan penguasaan bidang studi tertentu secara materi maupun metodologi pembelajaran; (b) kompetensi sosial yang berupa kemampuan jurnalis/dosen untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan anak didik, orang tua, dan masyarakat; (c) kompetensi kepribadian yang berkaitan dengan akhlak dan perilaku sehari-hari seorang jurnalis/dosen; (d) kompetensi profesional yang meliputi kesungguhan seseorang untuk mengajar dengan dukungan penguasan materi dan metode pembelajaran. 
Sertifikat pendidik merupakan bukti tertulis yang di berikan kepada jurnalis layak untuk menjadi jurnalis/dosen yang diperoleh dari perjurnalisan tinggi yang memiliki program tenaga kependidikan yang terakreditasi untuk jurnalis (pasal 11), dan dari perjurnalisan tinggi terakreditasi yang ditetapkan pemerintah untuk dosen (pasal 47). Pemerintah berkewajiban untuk mulai melaksanakan program sertifikasi paling lama 12 bulan setelah Uudang-Undang ini disahkan (pasal 83 ayat 1) dan jurnalis yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik wajib memenuhinya paling lama 10 tahun ke depan (pasal 82 ayat 2). 
Jurnalis yang ingin meningkatkan kualifikasi akademik atau ingin memperoleh sertifikat pendidik dapat mengajukan bantuan biaya kepada pemerintah. Dalam pasal 13 Undang-
Profesionalisme Jurnalis Islami 54 
Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 dinyatakan; Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi jurnalis yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. 
Masalah anggaran sebagaimana yang disebutkan di atas berkaitan dengan kesejahteraan jurnalis dan dosen, di mana dalam Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 memberikan jaminan bagi jurnalis dan dosen untuk mendapatkan imbalan yang layak, sehingga pekerjaan sebagai jurnalis dan dosen dapat dianggap sebagai pekerjaan yang profesional, menarik dan kompetitif. Hal ini dipertegas dengan pasal 14 ayat (1): Dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya, jurnalis berhak: (a) memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial dan pasal 15 ayat (1): Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai jurnalis yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi. 
Upah atau gaji jurnalis dapat mempengaruhi peningkatan profesionalitas jurnalis. Secara asumtif, dapat dikatakan anggaran
Profesionalisme Jurnalis Islami 55 
berupa upah atau gaji jurnalis tidak terkait langsung dengan peningkatan profesional, tetapi ia dapat mempengaruhi mutu pendidikan. Demikian pula secara subtanstif bahwa gaji yang diperoleh oleh jurnalis akan mempengaruhi dinamika perilaku dan kehidupan jurnalis dalam melaksanakan tugas-tugas profesinya. 
Mohammad Surya mengatakan terdapat keterkaitan yang kuat antara kualitas jurnalis beserta kesejehterannya dengan mutu pendidikan. Kualitas profesional jurnalis merupakan indikator yang kuat terhadap prestasi belajar siswa sebagai hasil pendidikan.98 Berdasar pada pernyataan ini maka dapat dipahami bahwa kesejahteraan jurnalis memiliki keterkaitan yang kuat dengan peningkatan profesionalisme dan kinerja jurnalis dalam proses pembelajaran. Dengan demikian meningkatkan gaji jurnalis adalah sesuatu yang prioritas dalam upaya mereformasi dunia pendidikan. 
Penghasilan jurnalis memberikan dampak terhadap profesionalitas dan peningkatan mutu pendidikan. Gaji jurnalis hanya merupakan salah satu faktor/ variabel dalam peningkatan mutu pendidikan. Gaji merupakan salah satu faktor yang terkait dengan perwujudan kinerja ‚perilaku pembelajaran‛ juga 
98Lihat Mohammad Surya, Percikan Perjuangan Guru (Cet. I; Semarang: Aneka Ilmu, 2003), h. 68.
Profesionalisme Jurnalis Islami 56 
menentukan mutu pendidikan. Hal ini mengandung makna bahwa apabila gaji jurnalis terwujud dalam batas-batas yang signifikan, maka akan terwujud ‚perilaku pembelajaran‛ yang efektif, yang memberikan dampak pada perwujudan interaksi pembelajaran yang efektif pula, dan pada gilirannya akan menghasilkan ‚perilaku pembelajaran‛ peserta didik, untuk mewujudkan hasil belajar sebagai indikator mutu pendidikan, dengan asumsi bahwa faktor-faktor lainnya baik internal maupun eksternal memberikan konstribusi secara signifikan. Dalam perspektif pendidikan Islam, jurnalis harus memiliki sifat ikhlas untuk mendapatkan ridha Allah semata, melaksanakan dengan penuh kesungguhan , sebagaimana Firman Allah dalam Q.S.Yasin/36: 21 اتَّبِعُوا مَن لاَّ سٌَْأَلُكُمْ أَجْراً وَهُم مُّهْتَدُونَ ﴿ ٢١ ﴾ 
Terjemahnya: 
Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.99 
Dalam pandangan penulis bahwa tidak berarti jurnalis harus hidup miskin, melarat dan sengsara, melainkan ia boleh memiliki kekayaan sebagaimana lazimnya orang lain. Hal ini 
99Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 2002 ), h.708.
Profesionalisme Jurnalis Islami 57 
berarti bahwa jurnalis tidak boleh menerima pemberian atau upah karena jasanya dalam mengajar, melainkan ia boleh menerima pemberian atau upah/gaji tersebut. 
Ditinjau dari aspek fikih, upah atau gaji atas profesi jurnalis adalah terkait dengan penyampaian ilmu. Ilmu dalam pandangan syariat adalah wajib disampaikan kepada orang lain. Bila dikaitkan lagi dengan masalah fikih maka gaji jurnalis termasuk ijārah (sewa) atas barang maupun sewa atas jasa profesi orang yang diperbolehkan.100 Jadi, dapat dirumuskan bahwa jurnalis-jurnalis boleh saja, menerima gaji karena jurnalis termasuk pekerjaan profesi yang menuntut adanya profesionalitas jurnalis yang ideal. 
Profesionalitas jurnalis dipandang sebagai pekerjaan melalui keahlian dan harus didukung sumber dana yang kuat secara terus-menerus dengan memanfaatkan kemajuan yang terdapat dalam ilmu pengetahuan dan peningkatan mutu pendidikan.101Untuk meningkatkan mutu pendidikan, yang harus dilakukan adalah menata tujuan pendidikan yang mampu menghadapi tantangan abad ke-21, ini adalah hubungan yang erat 
100Lihat Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islāmi wa Adillatuh, jilid IV (Bairut: Dār al-Fikr, 1989), h. 766. 101Lihat Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengetahui Kelemahan Pendidikan di Indonesia, (Ed. I; Bogor: Kencana, 2003), h. 140.
Profesionalisme Jurnalis Islami 58 
antara lembaga pendidikan dengan dunia kerja. Hal ini menekankan kepada perlunya dibangun tenaga kerja Indonesia yang profesional. Dengan demikian, dibutuhkan upaya yang sungguh-sungguh agar lembaga pendidikan diarahkan kepada terbentuknya sumber daya manusia yang profesional. Istilah profesional sebagaimana yang telah diuraikan menjadi suatu istilah baku dalam mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) memasuki abad ke-21 yang penuh dengan persaingan. Ada yang menekankan profesionalitas kepada penguasaan beserta kiat-kiat dalam penerapannya, dan ada pula yang menekankan kepada kemampuan manajemen. Apakah sikap profesionalitas ini telah dikembangkan dalam lembaga pendidikan? Kenyataan menunjukkan bahwa lembaga yang ada sekarang ini, lebih mementingkan pembentukan intelektual, tetapi belum memberikan perhatian kepada terbentuknya sikap profesional. B. Tipologi Jurnalis Profesional dalam Perspektif Pendidikan Islam
Profesionalisme Jurnalis Islami 59 
Tipologi adalah ilmu yang mempelajari tentang watak dan atau kepribadian manusia.102 Dengan batasan seperti ini, maka pandangan tentang tipologi jurnalis profesional yang dimaksudkan adalah syarat jurnalis profesional, sifat, dan tugasnya. Ketiga tipologi ini, sangat terkait dengan watak dan kepribadian jurnalis yang dalam berbagai literatur pendidikan Islam yang penulis telusuri, sering dijelaskan secara bersamaan.103 Dalam kenyataannya bahwa syarat, sifat dan tugas jurnalis sulit dibedakan, sehingga untuk membedakannya harus ditelusuri dengan cara mencermati ketiga masalah terseb ut berdasarkan tipologinya masing-masing. Untuk memperoleh kemampuan melaksanakan tugas secara maksimal, jurnalis harus memenuhi syarat-syarat seperti yang ungkapakn Soejono dalam Ahmad Tafsir sebagai berikut: 1. Syarat-Syarat Jurnalis 
a. Tentang umur, harus sudah dewasa. Hal ini penting karena menyangkut perkembangan seseorang, tugas harus 
102Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, op. cit., h. 1022. Lihat juga Trisno Yuwono dan Pius Abdullah, Kamus Praktis Bahasa Indonesia (Surabaya: Arkola, 1999), h. 430 103. Lihat Ahmad Tafsir, op. cit., h. 79 dan 82
Profesionalisme Jurnalis Islami 60 
dilakukan secara bertanggung, itu hanya dapat dilakukan oleh orang telah dewasa, b. Tentang kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani. Jasmani yang tidak sehat akan membahayakan pelaksanaan pendidikan, dan rohani yang tidak sehat tidak mampu bertanggung jawab, c. Tentang kemampuan mengajar, ia harus ahli. Hal ini penting bagi jurnalis dengan pengetahuannya ia diharapkan mengembangkan peserta didiknya, 
d. Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi, harus memberikan contoh yang baik, dan dedikasi tinggi diperlukan dalam mendidik dan meningkatkan mutu pembelajaran.104 Berdasarkan pada pengertian jurnalis sebagai pendidik sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, seseorang dapat disebut sebagai jurnalis yang profesional bila memenuhi beberapa persyaratan. Seseorang yang diangkat menjadi jurnalis pada suatu lembaga pendidikan tertentu, ia terlebih dahulu mengikuti diseleksi berdasarkan ketentuan yang merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh seorang jurnalis. 
104 Lihat Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Cet.VIII; Bandung: Rosdakarya, 2008), h. 80.
Profesionalisme Jurnalis Islami 61 
Syarat menjadi seorang jurnalis profesional harus diperhatikan dan diterapkan secara tegas, terutama dalam penerimaan jurnalis.105 Zakiah Daradjat bahwa untuk menjadi jurnalis yang baik ada empat syarat yang harus dipenuhi, yaitu takwa kepada Allah, berilmu, sehat jasmani dan berkelakuan baik.106 Dalam hal ini, Ahmad Tafsir juga mengemukakan empat syarat bagi seorang jurnalis dengan merujuk pendapat Soejono yang secara singkat dapat disebutkan, jurnalis harus dewasa, harus sehat jasmani, dan rohani, harus ahli atau memiliki kemampuan mengajar, berkesusilaan dan berpendidikan tinggi.107 
Syarat-syarat menjadi jurnalis sebagaimana yang telah disebutkan meliputi: ‚Takwa kepada Allah, sudah dewasa‛,108 sehat jasmani dan rohani, berilmu, memiliki kemampuan mengajar, berkelakuan baik dalam arti berkesusilaan, dan berdedikasi tinggi. Syarat yang disebut terakhir ini, menyangkut 
105Lihat Ahmad Tafsir, loc. cit. 106Lihat Zakiah Daradjat et al., Ilmu Pendidikan Islam (Cet. V; Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 41. 107Ahmad Tafsir, op.cit., h. 80. 108Seseorang dianggap sudah dewasa sejak ia berusia 18 tahun atau dia sudah kawin. Akan tetapi menurut ilmu pendidikan, laki-laki baru dianggap sudah dewasa setelah berumur 21 tahun dan bagi perempuan setelah berusia 18 tahun. ibid.
Profesionalisme Jurnalis Islami 62 
masalah akhlak dan tidak hanya diperlukan dalam mendidik, tetapi juga diperlukan dalam meningkatkan mutu pembelajaran. 
Seorang jurnalis profesional dalam perspektif pendidikan Islam harus memiliki dan menghiasi dirinya dengan akhlak yang terpuji (al-akhla>q al-mahmudah) sekaligus menghindari akhlak yang tercela (al-akhla>q al-mazmumah). Seorang jurnalis yang senantiasa menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia dan terpuji, dipastikan peserta didik yang merupakan anak didiknya akan merasa senang kepadanya dan menghormatinya. Sebaliknya jika seorang jurnalis berakhlak tercela, maka peserta didiknya akan menjauhinya, bahkan mungkin menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya penyakit kejiwaan (sindrom) di kalangan murid-muridnya yang disebut fobi sekolah.109 Zakiah Daradjat menyebutkan sejumlah akhlak yang seharusnya dimiliki seorang jurnalis, misalnya; mencintai jabatannya sebagai jurnalis, bersikap adil terhadap semua peserta didiknya, berlaku sabar dan tenang, berwibawa, gembira, bersifat manusiawi, bekerja sama dengan jurnalis lain, dan bekerja sama dengan masyarakat.110 Akhlak 
109Fobi sekolah adalah penyakit kejiwaan yang mencerminkan rasa takut terhadap sekolah, sehingga anak-anak yang seharusnya bersekolah tidak mau datang ke sekolah, dan bahkan lebih parah lagi dapat mengasingkan diri dari lingkungan sosial. Azyumardi Azra, op. cit., h. 164. 110 Lihat Zakiah Daradjat et al., op. cit., h. 42-44.
Profesionalisme Jurnalis Islami 63 
jurnalis yang dikemukakan ini merupakan implementasi dari kode etik jurnalis Indonesian. Tujuan kode etik antara lain untuk menjunjung tinggi martabat profesi, memelihara kesejahteraan para anggota, meningkatkan mutu dan kualitas profesi, meningkatkan mutu organisasi profesi. Organisasi ini dapat menghubungkan antara jurnalis dan pemerintah, sehingga tidak bertindak sewenang-wenang melaggar kode etik. Kode etik merupakan landasan moral, pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. 
Kode etik profesional jurnalis sesuai dengan firman Allah dalam Q.S. Al-Muddatstsir/74:1-7. 
            
          
Terjemahnya: 
1. Hai orang yang berkemul (berselimut), 2. bangunlah, lalu berilah peringatan! 3. dan Tuhanmu agungkanlah! 4. dan pakaianmu bersihkanlah, 5. dan perbuatan dosa tinggalkanlah, 6. dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang
Profesionalisme Jurnalis Islami 64 
lebih banyak. 7. dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah. 
Dalam melaksanakan pekerjaan sebagai jurnalis harus selalu didasarkan pada ketentuan yang berlaku sehingga dapat menjadi ibadah di sisi Allah swt. Adapun rumusan kode etik Jurnalis Indonesia setelah disempurnakan dalam kongres PGRI XVI tahun 1989 di Jakarta,111 sebagai berikut: 
1. Jurnalis berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila; 
2. Jurnalis memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional; 
3. Jurnalis berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan; 
4. Jurnalis menciptakan suasana sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses beajar mengajar; 
5. Jurnalis memelihara hubungan baik dengan orangtua murid dan masyarkat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan; 
6. Jurnalis secara pribadi dan berama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya; 
111Syaiful Sagala, op.cit., h. 35.
Profesionalisme Jurnalis Islami 65 
7. Jurnalis memelihara hubungan seprofesi, semgangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial; 
8. Jurnalis secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian; 
9. Jurnalis melaksanakan segala kebijaksanaan perintah dalam bidang pendidikan. 
Kode eitk profesi jurnalis menggambarkan kompetensi kepribadian, ini merupakan barometer atau ukuran bagaimana jurnalis bertindak, bersikap, dan berbuat dalam kehidupannya, baik individu, keluarga, sekolah, dan masyarakat. Selain itu jurnalis juga harus mengimplementasikan nilai-nilai ajaran agama, mislanya jujur dalam perkataan dan perbuatan. 
Peranan jurnalis di sekolah ditentukan oleh kedudukanya sebagai orang dewasa, sebagai pengajar, pendidik dan sebagai pegawai. Yang paling utama adalah jurnalis dalam kedudukannya sebagai pengajar dan pendidik yang harus mampu menunjukkan kelakuan yang layak bagi jurnalis menurut harapan masyarakat. 
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa jurnalis sebagai pendidik, di samping harus mampu mentransfer ilmunya kepada peserta didik yang dihadapinya, ia juga harus memiliki kode etik dalam bersikap. Menurut pandangan
Profesionalisme Jurnalis Islami 66 
Soetjipto dan Raflis Kosasi adalah sikap profesional kejurnalisan terhadap peraturan perundang-undangan dan organisasi profesi, teman sejawat, anak didik, tempat kerja, pemimpin, dan pekerjaan.112 Tugas jurnalis Indonesia adalah melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan. Dan jurnalis merupakan unsur aparatur negara, maka ia harus melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan. Dengan kata lain, jurnalis harus bersikap tunduk pada peraturan perundang-undangan. Jurnalis juga harus bersikap secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi. Dengan kata lain, bahwa setiap jurnalis wajib berpartisipasi guna memelihara, membina, dan meningkatkan mutu organiasi profesi dalam rangka mewujudkan cita-cita organisasi. 
Sikap jurnalis terhadap teman sejawat adalah memelihara hubungan seprofesi, memiliki semangat kekeluargaan, dan mempunyai kesetiakawanan sosial. Sikap seperti ini, harus pula diwujudkan dalam bersikap terhadap 
112Soetjipto dan Raflis Kosasi, op.cit.,
Profesionalisme Jurnalis Islami 67 
anak didik, yakni berbakti dalam arti membimbing peserta didik sesuai dengan tujuan k pendidikan.113 Mengenai sikap terhadap tempat kerja, adalah menciptakan suasana kerja yang baik, sikap terhadap pemimpin adalah menciptakan suasana harmonis terhadap kepala sekolah dan sikap terhadap pekerjaan adalah melaksanakan tugas jurnalis dengan penuh kesabaran dan ketelatenan yang tinggi, terutama bila berhubungan dengan peserta didik. 
Kamal Muh. Isa menyatakan bahwa seorang jurnalis dituntut untuk memiliki berbagai sikap, yakni sifat amanat, mampu mempersiapkan dirinya, menghindari sikap tamak dan batil, harus memiliki sikap terpuji.114 Semua sikap jurnalis seperti yang telah disebutkan, merupakan syarat penting untuk ditanamkan dalam diri setiap jurnalis dalam rangka meningkatkan mutu, baik peningkatan mutu jurnalis sebagai pendidik maupun peningkatan mutu siswa sebagai peserta didik. 
113 Lihat Republik Indonesia , Undang-undang R.I. Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Bandung: Fokusmedia, 2003), h. 3. 114Lihat Kamal H. Mohamad Isa, Khashaish Madrasah al-Nubuwwa diterjemahkan oleh Chairul Halim dengan judul Manajemen Pendidikan Islam (Cet. I; Jakarta: Fikahati Aneska, 1994), h. 64-65.
Profesionalisme Jurnalis Islami 68 
Berkenaan dengan uraian di atas maka dapat dikemukakan bahwa standarisasi syarat jurnalis profesional perspektif Islam minimal enam syarat, yaitu beriman dan takwa kepada Allah, sudah dewasa, berilmu pengetahuan yang luas, sehat jasmani dan rohani, berakhlak mulia, dan memiliki kemampuan mendidik. 
2. Sifat jurnalis 
Syarat adalah sifat minimal yang harus dipenuhi oleh jurnalis, sedangkan sifat adalah pelengkap syarat sehingga jurnalis dikatakan memenuhi syarat maksimal. Pembedaan ini diperlukan karena tidak mudah menemukan jurnalis dengan syarat maksimal. 115 Dalam hal ini, dengan memenuhi syarat minimal, seseorang dapat menjadi jurnalis. 
Mohamad Surya mengatakan sifat utama dari seorang jurnalis yang profesional adalah kemampuannya dalam mewujudkan kinerja professional yang sebaik-baiknya dalam mencapai tujuan pendidikan. Sifat-sifat tersebut, mencakup kepribadian jurnalis dan penguasaan keterampilan teknis 
115Lihat Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Cet.VIII; Bandung: Rosdakarya, 2008,h. 82
Profesionalisme Jurnalis Islami 69 
kejurnalisan.116 Seorang jurnalis hendaknya memiliki kompetensi yang mantap. Kompetensi adalah seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam diri jurnalis agar dapat mewujudkan kinerjanya secara profesional, tepat, dan efektif. Kompetensi yang dimaksud berada dalam diri pribadi jurnalis yang bersumber dari kualitas kepribadian, pendidikan, dan pengalamannya. Kompetensi tersebut meliputi kompetensi intelektual, fisik, pribadi, sosial, dan spritual.117 
Athiyah al-Abrasyi sebagaimana yang dikutip Abuddin Nata, disebutkan bahwa terdapat tujuh sifat yang harus dimiliki oleh jurnalis dalam perspektif pendidikan Islam, yakni; zuhud, jiwa yang bersih, ikhlas, pemaaf, mencintai murid, mengetahui bakat, tabiat, dan watak murid, serta menguasai mata pelajaran.118 Sementara Asama Hasan Fahmi sebagaimana dikutip oleh Ahmad Tafsir, ia mengajukan beberapa sifat jurnalis yakni, tenang, tidak bermuka masam, tidak berolok-olok di hadapan anak didik dan sopan santun.119 
116Lihat H. Mohamad Surya, op. cit., h. 248-249. 117Ibid., h. 249-250. 118Disadur dari H. Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1 (Cet. I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 71-76. 119Ahmad Tafsir, op. cit., h. 83.
Profesionalisme Jurnalis Islami 70 
Sejalan dengan uraian di atas, Ahmad Tafsir dalam pandangannya tentang sifat-sifat jurnalis, mengemukakan bahwa sifat jurnalis adalah kasih sayang pada murid, senang memberi nasehat, senang memberi peringatan, senang melarang murid melakukan hal yang tidak baik, bijak dalam memilih bahan pelajaran yang sesuai dengan lingkungan murid, hormat pada pelajaran lain yang bukan pegangannya, bijak dalam memilih bahan pelajaran, mementingkan berfikir dan berijtihad, jujur dalam keilmuan, dan bersifat adil.120 Abuddin Nata dalam Filsafat Pendidikan Islam, ketika membahas tentang sifat-sifat pendidik yang baik, ia menjelaskan bahwa seorang jurnalis selain menguasai pengetahuan yang akan diajarkannya kepada murid, juga harus memiliki sifat-sifat terpuji, sehingga apa yang disampaikan jurnalis kepada muridnya didengar dan dipatuhi, tingkah lakunya dapat ditiru dan diteladani dengan baik.121 
Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan, terdapat perbedaan pandangan dalam merumuskan sifat-sifat jurnalis. Ada yang merumuskan sifat jurnalis sama dengan syarat jurnalis. Misalnya, ‚sopan santun‛ sebagai sifat jurnalis dalam rumusan 
120Ibid., h. 84. 121Lihat Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1 (Cet. I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 71.
Profesionalisme Jurnalis Islami 71 
Asama Fahmi, esensinya sama dengan ‚berkelakuan baik‛ sebagai syarat jurnalis dalam rumusan Zakiyah Daradjat sebagaimana yang telah disebutkan dalam uraian terdahulu. 
Lain halnya dengan rumusan sifat jurnalis yang telah dikemukakan oleh Mohamad Surya, di mana ia berpandangan bahwa sifat jurnalis adalah kompetensi jurnalis.122 Kompetensi jurnalis yang dimaksud, merupakan bagian integral dari sifat utama dari seorang jurnalis profesional yang diuraikan pada subbab mendatang. 
Berdasarkan dari uraian-uraian di atas, maka dalam pandangan penulis bahwa sifat-sifat jurnalis yang telah dirumuskan oleh pakar-pakar pendidikan semisal Athiyah al- Abrasyi, Asama Hasan Fahmi, dan Ahmad Tafsir, mengacu pada sifat-sifat jurnalis menurut perspektif pendidikan Islam. Sedangkan rumusan Mohamad Surya, adalah mengacu pada sifat- sifat jurnalis menurut perspektif pendidikan umum. Dengan merekonsiliasikan keduanya, akan bermuara pada suatu rumusan bahwa sifat-sifat jurnalis yang profesional adalah harus berdasarkan nilai-nilai moralitas Islam dan harus ditunjang oleh beberapa kompetensi, yakni kompetensi intelektual, kompetensi 
122Lihat Mohammad Surya, op. cit., h. 248.
Profesionalisme Jurnalis Islami 72 
fisik, kompetensi pribadi, kompetensi sosial, dan kompetensi spritual. 3. Tugas Jurnalis 
Jurnalis sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Minat, bakat, kemampuan, dan potensi yang dimiliki peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan jurnalis.123Jurnalis mempunyai tugas memperhatikan peserta didik secara individual, karena antara satu peserta didik dengan peserta didik lainnya memiliki perbedaan yang sangat mendasar. 
Jurnalis mempunyai beberapa tugas anatara lain membentuk kepribadian, memberikan kemudahan belajar. Selain itu tugas jurnalis yang dimaksudkan di sini, yaitu mendidik, mengajar dan melatih peserta didik. Ketiga tugas jurnalis tersebut, ada pihak yang memandangnya sebagai tugas pokok.124 Selanjutnya, mendidik sebagai tugas jurnalis menurut Ahmad Tafsir, telah disepakati oleh kalangan para ahli pendidikan, baik Islam maupun Barat. Ia mengakui, bahwa mendidik merupakan 
123E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan (Cet.VII; Bandung: Rosdakarya, 2007), h. 35. 124Lihat Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan (Cet I ; Bandung : Pustaka Setia, 2002), h. 15.
Profesionalisme Jurnalis Islami 73 
tugas jurnalis yang amat luas dan sebagian dilakukan dalam bentuk mengajar, memberi dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan dan sebagainya.125 Dengan demikian, dapat dipahami bahwa jurnalis dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, ia berusaha merujuk pada kegiatan pembinaan dan pengembangan peserta didik. 
Tugas jurnalis sebagai pendidik tidak hanya terbatas pada usaha mencerdaskan otak peserta didiknya saja, melainkan juga berupaya membentuk seluruh kepribadiannya, sehingga dapat menjadi manusia dewasa yang memiliki kemampuan dalam menguasai ilmu pengetahuan dan mengembangkannya untuk kesejahteraan hidup umat manusia.126 Tugas jurnalis dalam kegiatan mendidik ini berkonotasi sebagai suatu proses ‚memanusiakan‛ manusia agar mampu hidup secara mandiri dan dapat bertanggung jawab dalam seluruh lini kehidupan, sehingga tugas yang diembannya itu dapat dipahami berdimensi kemanusiaan dan kemasyarakatan. 
Selain mendidik, tugas jurnalis termasuk pula mengajar dan melatih peserta didik, mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, Sedang melatih 
125Lihat Ahmad Tafsir, op.cit., h. 78. 126ibid. h.
Profesionalisme Jurnalis Islami 74 
berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada peserta didik.127S.Nasution memahaminya mengajar adalah menanamkan pengetahuan, menyampaikan kebudayaan, dan sebagai suatu aktivitas dalam mengatur lingkungan anak dengan sebaik- baiknya, sehingga terjadi pembelajaran. Melalui aktivitas yang disebut terakhir ini, mengajar mengandung arti membimbing, aktivitas dan pengalaman peserta didik serta membantu perkembangannya sehingga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.128 Selain tugas mengajar, jurnalis juga bertugas untuk membuat persiapan mengajar, tugas mengevaluasi hasil belajar yang selalu bertalian dengan pencapaian tujuan pembelajaran. 
Tugas jurnalis dalam melatih peserta didik yang dalam hal ini jurnalis bertindak sebagai pelatih untuk mengembangkan keterampilan peserta didik.129 Jurnalis sebagai pelatih, memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi peserta didik untuk mengembangkan cara pembelajarannya sendiri.130 
127Lihat Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional (Ed. II; Bandung: Remaja Rosda Karya,1996), h. 7. 128S. Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar (Cet. I; Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 4 – 6. 129Sudarwan Danim, loc. cit. 130Lihat H. Mohamad Surya, op. cit., h. 47.
Profesionalisme Jurnalis Islami 75 
Mendidik, mengajar maupun melatih peserta didik, tentunya dapat berjalan lancar selama jurnalis berperan aktif dalam melaksanakan tugas-tugasnya terutama tugasnya sebagai pendidik. Dapat disimpulkan bahwa tugas jurnalis secara umum adalah mendidik, dan tugas jurnalis secara khusus adalah mengajar dan melatih peserta didik. Di sini penulis perlu tegaskan bahwa keberhasilan jurnalis sebagai pendidik dalam mengajar dan keberhasilan peserta didik dalam belajar sangat dipengaruhi oleh jurnalis itu sendiri. Karena itu, tipologi jurnalis sebagai pendidik yang meliputi syarat, sifat, dan tugasnya harus mendapat perhatian khusus dari jurnalis dalam menjelaskan tugas kejurnalisan yang merupakan pekerjaan profesi, dengan demikian dipahami bagaimana peran jurnalis itu dalam kaitan profesi yang diembannya. 
Peran jurnalis yang dimaksudkan adalah serangkaian usaha-usaha yang dilakukan dan diupayakan oleh jurnalis sebagai pendidik dan meningkatkan profesionalitasnya. Menurut Mohamad Surya peran jurnalis secara profesional bukan hanya di sekolah saja, melainkan juga di luar sekolah, misalnya di lingkungan keluarga dan di lingkungan masyarakat.131 Dengan demikian, jurnalis yang profesional memiliki peran yang serba 
131H. Mohamad Surya, op. cit., h. 223-224.
Profesionalisme Jurnalis Islami 76 
kompleks, karena ia bukan hanya berkedudukan sebagai tenaga pendidik di sekolah, tetapi ia juga memiliki kedudukan sebagai pendidik di luar sekolah dan di masyarakat. 
Proses Pembelajaran di sekolah merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan jurnalis sebagai pemegang peran utama. Menurut telaahan penulis, ditemukan berbagai tulisan yang dikemukakan oleh para pendidikan tentang peran yang diemban oleh jurnalis di lingkungan sekolah yang utama adalah sebagai pendidik, pengajar dan pelatih peserta didik. Akan tetapi, sesuai dengan adanya perkembangan maka pembelajaran membawa konsekuensi kepada jurnalis untuk meningkatkan perannya, karena pembelajaran sebagian besar ditentukan oleh peran jurnalis di sekolah.132 Peran jurnalis dalam pembelajaran di sekolah mempunyai peran utamanya meliputi beberapa hal, antara lain; Jurnalis sebagai demonstrator dan motivator. Sebagai demonstrator, jurnalis memiliki peran dalam memperagakan apa yang diajarkannya secara didaktis, dan apa yang disampaikannya itu dapat diterima oleh peserta didik, sehingga peserta didik akan mampu mengembangkan dan meningkatkan kemampuannya pada tingkat keberhasilan yang lebih optimal. Untuk sampai ke tujuan tersebut, jurnalis juga sebagai demonstrator, berperan sebagai 
132Moh. Uzer Usman, op. cit., h. 9.
Profesionalisme Jurnalis Islami 77 
motivator, yakni merangsang dan atau memberikan dorongan untuk menumbuhkan potensi peserta didik, menumbuhkan aktivitas dan daya cipta (kreativitas), sehingga terjadi dinamika dalam pembelajaran. Dalam semboyan pendidikan di Taman Siswa sudah lama dikenal dengan istilah ‚ing ngarso sun tulada, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani‛.133 Dengan semboyang ini, maka nampak bahwa peranan jurnalis sebagai motivator sangat penting dalam interaksi pembelajaran, karena menyangkut esensi pekerjaan mendidik yang membutuhkan kemahiran sosial, menyangakut performance dalam arti personalisasi dan sosialisasi diri. 
Jurnalis sebagai mediator dan fasilitator, Sebagai mediator, maka jurnalis berperan menjembatani dalam kegiatan belajar peserta didik. Mediator menurut Sardiman AM, berarti jurnalis sebagai penyedia media, yakni bagaimana upaya jurnalis meyediakan dan mengorganisasikan penggunaan media pembelajaran.134 Karena jurnalis sebagai mediator, praktis juga berperan sebagai fasilitator, yakni memberikan fasilitas atau kemudahan dalam pembelajaran yang sedemikian rupa, dan serasi 
133Lihat Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Cet. VII; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h. 143. 134Lihat Ibid., h. 144.
Profesionalisme Jurnalis Islami 78 
dengan perkembangan siswa, sehingga interaksi belajar akan berlangsung secara efektif. Hal ini, sesuai dengan paradigma ‚Tut Wuri Handayani‛. 
Jurnalis sebagai evaluator dan pengelola kelas. Sebagai evaluator, maka jurnalis berperan mengadakan evaluasi, yakni penilaian terhadap hasil yang telah dicapai oleh peserta didik.135 Dengan penilaian, jurnalis dapat mengetahui keberhasilan pencapaian, penguasaan peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan. Peserta didik belum sampai pada tingkat keberhasilan, maka jurnalis dituntut untuk lebih berperan sebagai pengelola kelas, dalam arti bahwa ia berperan sebagai learning manager, yakni mengelola kelas dan mengarahkan lingkungan kelas agar kegiatan belajar terarah kepada tujuan untuk keberhasilan peserta didik secara optimal. 
Mohamad Surya, peran jurnalis di sekolah adalah keseluruhan kegiatan pendidikan di tingkat operasional, jurnalis merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tingkat institusional, intsruksional.136 Hal ini bemakna bahwa peran jurnalis harus dipertahankan, dan ditingkatkan. Karena, jurnalis dituntut untuk memiliki komitmen yang kuat 
135Lihat Moh. Uzer Usman, op. cit., h. 11. 136H. Mohamad Surya, op. cit., h. 223.
Profesionalisme Jurnalis Islami 79 
dalam upaya menfungsikan multiperannya secara utuh dan menyeluruh. 
Di luar sekolah, jurnalis memiliki peran yang signifikan. Di lingkungan keluarga misalnya, jurnalis merupakan unsur keluarga sebagai pengelola, peserta didik sebagai pendidik dalam keluarga.137 Hal ini mengandung makna bahwa jurnalis sebagai unsur keluarga harus mampu mewujudkan keluarga yang kokoh, sehingga menjadi fondasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara keseluruhan. 
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, jurnalis merupakan unsur strategis sebagai pendidik anggota masyarakat. Sebagai anggota masyarakat, jurnalis harus menunjukkan kepribadiannya secara efektif agar menjadi teladan bagi masyarakat di sekitarnya.138 Sebagai masyarakat, jurnalis berperan sebagai mediator antara masyarakat dan dunia pendidikan. Dalam hal ini, Moh. Uzer Usman menyatakan bahwa jurnalis berperan untuk menyampaikan segala perkembangan kemajuan dunia sekitar kepada masyarakat, khususnya masalah- masalah pendidikan. Jurnalis sebagai pemimpin generasi muda maka masa depan generasi muda terletak di tangan jurnalis. 
137Ibid. 138Ibid., h. 224.
Profesionalisme Jurnalis Islami 80 
Jurnalis berperan sebagai pemimpin mereka dalam mempersiapkan diri untuk anggota masyarakat yang dewasa.139 
Jurnalis merupakan model atau teladan bagi peserta didik dan semua orang disekitarnya, sebagai teladan jurnalis akan mendapat sorotan dari peserta didik atau orang di sekitarnya. Oleh Karena itu jurnalis dalam bertindak dan bersikap harus menjadi panutan bagi peserta didiknya dan lingkungannya. Hubnungan kemanusiaan diwujudkan dalam semua pergaulan manusia, intelektual, moral, kindahan, terutama berprilaku.140 Peran jurnalis yang disebutkan di atas, jika berfungsi sebagaimana mestinya, maka akan membawa lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat pada suasana edukatif, sehingga akan tercipta lingkungan yang berpendidikan, terarah dan menyeluruh, baik di sekolah maupun di luar sekolah, misalnya dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam pandangan penulis bahwa multiperan jurnalis di luar sekolah, perlu diwujudkan secara nyata melalui satu pendekatan dan program yang dilaksanakan secara profesional, sistemik, sinergik, dan simbiosis dari semua pihak terkait. 
139Moh. Uzer Usman, op. cit., h. 12. 140E. Mulyasa, op.cit., h. 46.
Profesionalisme Jurnalis Islami 81 
C. Kompetensi Jurnalis Profesional dan Upaya Peningkatan Mutu dalam Perspektif Pendidikan Islam 
Kompetensi berasal dari bahasa Inggris yaitu competence yang berarti kecakapan dan kemampuan.141 Menurut kamus bahasa Indonesia kompetensi merupakan kewenangan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal.142 Jadi pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Charles. E. Johnson, yang dikutip oleh M. Uzer Usman, bahwa kompetensi merupakan gambaran hakikat dan prilaku jurnalis yang tampak sangat berarti.143 Demikian pula Mc. Leod dalam M. User Usman bahwa, kompetensi merupakan prilaku yang rasioanal untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan.144 Sedangkan E. Mulyasa, berpendapat bahwa, kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.145 Adapun kompetensi jurnalis merupakan 
141John M Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Cet. XXI; Jakarta: PT. Gramedia, 1995), h. 132. 142Departemen Pendidikan Nasional, op.cit., h. 528. 143Moh Uzer Usman, op. cit., 37-38. 144Ibid. 145E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi (Cet. VI; Bandung: PT. Rosdakarya Offset, 2004), h., 37-38.
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis

More Related Content

What's hot

Perkembangan Peradaban Islam Pada Masa Kejayaan
Perkembangan Peradaban Islam Pada Masa KejayaanPerkembangan Peradaban Islam Pada Masa Kejayaan
Perkembangan Peradaban Islam Pada Masa Kejayaansamiul12
 
halumma-illa-mardhotillah
halumma-illa-mardhotillahhalumma-illa-mardhotillah
halumma-illa-mardhotillahDedeSutisna8
 
Kuliah 2 Komunikasi Islam sebagai komunikasi alternatif
Kuliah 2 Komunikasi Islam sebagai komunikasi alternatifKuliah 2 Komunikasi Islam sebagai komunikasi alternatif
Kuliah 2 Komunikasi Islam sebagai komunikasi alternatifFara Omar
 
Makalah Pendidikan Agama Islam
Makalah Pendidikan Agama IslamMakalah Pendidikan Agama Islam
Makalah Pendidikan Agama IslamDeaApriliyanti19
 
Kebijakan pendidikan inovasi islam
Kebijakan pendidikan inovasi islamKebijakan pendidikan inovasi islam
Kebijakan pendidikan inovasi islamHaubibBro
 
Pgsd 3 memahami-mazhab_(munawar)
Pgsd 3 memahami-mazhab_(munawar)Pgsd 3 memahami-mazhab_(munawar)
Pgsd 3 memahami-mazhab_(munawar)Bahagie Putra
 
Al-Qur'an Hadits MI/SD
Al-Qur'an Hadits MI/SDAl-Qur'an Hadits MI/SD
Al-Qur'an Hadits MI/SDHazana Itriya
 
Filsafat Kemuhammadiyahan
Filsafat KemuhammadiyahanFilsafat Kemuhammadiyahan
Filsafat KemuhammadiyahanKasmadi Rais
 
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi IJurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi IMuhammad Zen
 
Potret Remaja Masa Depan
Potret Remaja Masa DepanPotret Remaja Masa Depan
Potret Remaja Masa Depanrandiramlan
 
Kemenangan makin terang
Kemenangan makin terangKemenangan makin terang
Kemenangan makin terangRizky Faisal
 
Jurnalisme (bukan) ghibah
Jurnalisme (bukan) ghibahJurnalisme (bukan) ghibah
Jurnalisme (bukan) ghibahEnjang Muhaemin
 
Konsep Pendidikan Pesantren
Konsep Pendidikan PesantrenKonsep Pendidikan Pesantren
Konsep Pendidikan PesantrenZaharah Fitria
 
Contoh rpp ski kls 7 m ts k 13
Contoh rpp ski kls 7 m ts k 13Contoh rpp ski kls 7 m ts k 13
Contoh rpp ski kls 7 m ts k 13kreasi_cerdik
 
Kurikulum pesantren salafiyah
Kurikulum pesantren salafiyahKurikulum pesantren salafiyah
Kurikulum pesantren salafiyahIzzanAlbari
 

What's hot (19)

Bermuhammadiyah
BermuhammadiyahBermuhammadiyah
Bermuhammadiyah
 
Perkembangan Peradaban Islam Pada Masa Kejayaan
Perkembangan Peradaban Islam Pada Masa KejayaanPerkembangan Peradaban Islam Pada Masa Kejayaan
Perkembangan Peradaban Islam Pada Masa Kejayaan
 
halumma-illa-mardhotillah
halumma-illa-mardhotillahhalumma-illa-mardhotillah
halumma-illa-mardhotillah
 
23819
2381923819
23819
 
Kuliah 2 Komunikasi Islam sebagai komunikasi alternatif
Kuliah 2 Komunikasi Islam sebagai komunikasi alternatifKuliah 2 Komunikasi Islam sebagai komunikasi alternatif
Kuliah 2 Komunikasi Islam sebagai komunikasi alternatif
 
Makalah Pendidikan Agama Islam
Makalah Pendidikan Agama IslamMakalah Pendidikan Agama Islam
Makalah Pendidikan Agama Islam
 
Kebijakan pendidikan inovasi islam
Kebijakan pendidikan inovasi islamKebijakan pendidikan inovasi islam
Kebijakan pendidikan inovasi islam
 
Pgsd 3 memahami-mazhab_(munawar)
Pgsd 3 memahami-mazhab_(munawar)Pgsd 3 memahami-mazhab_(munawar)
Pgsd 3 memahami-mazhab_(munawar)
 
Al-Qur'an Hadits MI/SD
Al-Qur'an Hadits MI/SDAl-Qur'an Hadits MI/SD
Al-Qur'an Hadits MI/SD
 
Filsafat Kemuhammadiyahan
Filsafat KemuhammadiyahanFilsafat Kemuhammadiyahan
Filsafat Kemuhammadiyahan
 
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi IJurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
Jurnal lengkap Manajemen Dakwah UIN Jakarta Edisi I
 
Potret Remaja Masa Depan
Potret Remaja Masa DepanPotret Remaja Masa Depan
Potret Remaja Masa Depan
 
Kemenangan makin terang
Kemenangan makin terangKemenangan makin terang
Kemenangan makin terang
 
Jurnalisme (bukan) ghibah
Jurnalisme (bukan) ghibahJurnalisme (bukan) ghibah
Jurnalisme (bukan) ghibah
 
Konsep Pendidikan Pesantren
Konsep Pendidikan PesantrenKonsep Pendidikan Pesantren
Konsep Pendidikan Pesantren
 
Contoh rpp ski kls 7 m ts k 13
Contoh rpp ski kls 7 m ts k 13Contoh rpp ski kls 7 m ts k 13
Contoh rpp ski kls 7 m ts k 13
 
Membangun hmi baru menuju cirebon lebih baik
Membangun hmi baru menuju cirebon lebih baikMembangun hmi baru menuju cirebon lebih baik
Membangun hmi baru menuju cirebon lebih baik
 
Daesh mediasosial
Daesh mediasosialDaesh mediasosial
Daesh mediasosial
 
Kurikulum pesantren salafiyah
Kurikulum pesantren salafiyahKurikulum pesantren salafiyah
Kurikulum pesantren salafiyah
 

Viewers also liked

11 elemen citizen journalism
11 elemen citizen journalism11 elemen citizen journalism
11 elemen citizen journalismVictor Mambor
 
Citizen Journalism & Personal Branding (an Introduction)
Citizen Journalism & Personal Branding (an Introduction)Citizen Journalism & Personal Branding (an Introduction)
Citizen Journalism & Personal Branding (an Introduction)Iskandar Zulkarnaen
 
Indeks kebebasan pers 2012 di indonesia
Indeks kebebasan pers 2012 di indonesiaIndeks kebebasan pers 2012 di indonesia
Indeks kebebasan pers 2012 di indonesiaAsep Saefullah
 
Metode ilmiah berfikir secara deduktif
Metode ilmiah berfikir secara deduktifMetode ilmiah berfikir secara deduktif
Metode ilmiah berfikir secara deduktifAhwal Dejiro
 
Syarifudin,konsep maulid 2014
Syarifudin,konsep maulid 2014Syarifudin,konsep maulid 2014
Syarifudin,konsep maulid 2014Syarifudin Amq
 
Syarifudin, the power of minal alam
Syarifudin, the power of minal alamSyarifudin, the power of minal alam
Syarifudin, the power of minal alamSyarifudin Amq
 
It usage-at-university
It usage-at-universityIt usage-at-university
It usage-at-universitySyarifudin Amq
 
Syarifudin, teknologi mata dan telinga
Syarifudin, teknologi mata dan telingaSyarifudin, teknologi mata dan telinga
Syarifudin, teknologi mata dan telingaSyarifudin Amq
 
Syarifudin, sistem informasi dakwah
Syarifudin, sistem informasi dakwahSyarifudin, sistem informasi dakwah
Syarifudin, sistem informasi dakwahSyarifudin Amq
 
Sistem informasi masjd ,2 mei 2014
Sistem informasi masjd ,2 mei 2014Sistem informasi masjd ,2 mei 2014
Sistem informasi masjd ,2 mei 2014Syarifudin Amq
 
Syarifudin gerakan memakmurkan masjid
Syarifudin gerakan memakmurkan masjidSyarifudin gerakan memakmurkan masjid
Syarifudin gerakan memakmurkan masjidSyarifudin Amq
 
Syarifudin, buku spesifikasi komputer grafis
Syarifudin, buku spesifikasi komputer grafisSyarifudin, buku spesifikasi komputer grafis
Syarifudin, buku spesifikasi komputer grafisSyarifudin Amq
 
02 penelitian-dan-metode-ilmiah
02 penelitian-dan-metode-ilmiah02 penelitian-dan-metode-ilmiah
02 penelitian-dan-metode-ilmiahZahra Zakira
 

Viewers also liked (20)

11 elemen citizen journalism
11 elemen citizen journalism11 elemen citizen journalism
11 elemen citizen journalism
 
Citizen Journalism & Personal Branding (an Introduction)
Citizen Journalism & Personal Branding (an Introduction)Citizen Journalism & Personal Branding (an Introduction)
Citizen Journalism & Personal Branding (an Introduction)
 
Indeks kebebasan pers 2012 di indonesia
Indeks kebebasan pers 2012 di indonesiaIndeks kebebasan pers 2012 di indonesia
Indeks kebebasan pers 2012 di indonesia
 
Pemetaan Silabus Hukum danEtika Jurnalisme
Pemetaan Silabus Hukum danEtika JurnalismePemetaan Silabus Hukum danEtika Jurnalisme
Pemetaan Silabus Hukum danEtika Jurnalisme
 
Metode ilmiah berfikir secara deduktif
Metode ilmiah berfikir secara deduktifMetode ilmiah berfikir secara deduktif
Metode ilmiah berfikir secara deduktif
 
10 prinsip presentasi
10 prinsip presentasi10 prinsip presentasi
10 prinsip presentasi
 
Syarifudin,konsep maulid 2014
Syarifudin,konsep maulid 2014Syarifudin,konsep maulid 2014
Syarifudin,konsep maulid 2014
 
Ict muhammadiyah 2
Ict muhammadiyah 2Ict muhammadiyah 2
Ict muhammadiyah 2
 
Kue lebaran
Kue lebaranKue lebaran
Kue lebaran
 
Syarifudin, the power of minal alam
Syarifudin, the power of minal alamSyarifudin, the power of minal alam
Syarifudin, the power of minal alam
 
It usage-at-university
It usage-at-universityIt usage-at-university
It usage-at-university
 
Syarifudin, teknologi mata dan telinga
Syarifudin, teknologi mata dan telingaSyarifudin, teknologi mata dan telinga
Syarifudin, teknologi mata dan telinga
 
Syarifudin, sistem informasi dakwah
Syarifudin, sistem informasi dakwahSyarifudin, sistem informasi dakwah
Syarifudin, sistem informasi dakwah
 
Sistem informasi masjd ,2 mei 2014
Sistem informasi masjd ,2 mei 2014Sistem informasi masjd ,2 mei 2014
Sistem informasi masjd ,2 mei 2014
 
Dakwah kontemporer
Dakwah kontemporerDakwah kontemporer
Dakwah kontemporer
 
10 prinsip presentasi
10 prinsip presentasi10 prinsip presentasi
10 prinsip presentasi
 
Syarifudin gerakan memakmurkan masjid
Syarifudin gerakan memakmurkan masjidSyarifudin gerakan memakmurkan masjid
Syarifudin gerakan memakmurkan masjid
 
Syarifudin, buku spesifikasi komputer grafis
Syarifudin, buku spesifikasi komputer grafisSyarifudin, buku spesifikasi komputer grafis
Syarifudin, buku spesifikasi komputer grafis
 
Amstal alquran
Amstal alquranAmstal alquran
Amstal alquran
 
02 penelitian-dan-metode-ilmiah
02 penelitian-dan-metode-ilmiah02 penelitian-dan-metode-ilmiah
02 penelitian-dan-metode-ilmiah
 

Similar to Syarifudin, profesionalisne jurnalis

Ambon-1 Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Ambon-1 Syarifudin, profesionalisne jurnalisAmbon-1 Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Ambon-1 Syarifudin, profesionalisne jurnalisSyarifudin Amq
 
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalisSyarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalisSyarifudin Amq
 
Syarifudin, jurnalis profesional
Syarifudin, jurnalis profesionalSyarifudin, jurnalis profesional
Syarifudin, jurnalis profesionalSyarifudin Amq
 
Syarifudin, jurnalis profesional
Syarifudin, jurnalis profesionalSyarifudin, jurnalis profesional
Syarifudin, jurnalis profesionalSyarifudin Amq
 
Artikel b.indo revisi 2 (1)
Artikel b.indo revisi 2  (1)Artikel b.indo revisi 2  (1)
Artikel b.indo revisi 2 (1)AgungSFajar
 
Membangun independensi dan profesionalitas wartawan melalui kajian holistik p...
Membangun independensi dan profesionalitas wartawan melalui kajian holistik p...Membangun independensi dan profesionalitas wartawan melalui kajian holistik p...
Membangun independensi dan profesionalitas wartawan melalui kajian holistik p...Kal Bu Lorca
 
Presentasi pelatihan televisi
Presentasi pelatihan televisiPresentasi pelatihan televisi
Presentasi pelatihan televisiMudrikan Nacong
 
JURNALISTIK Seputar Bentuk, Produk, Bahasa & Kode Etik
JURNALISTIK  Seputar Bentuk, Produk, Bahasa & Kode Etik JURNALISTIK  Seputar Bentuk, Produk, Bahasa & Kode Etik
JURNALISTIK Seputar Bentuk, Produk, Bahasa & Kode Etik phebtwo Ayy
 
Teknik Presentase TV Efektif
Teknik Presentase TV EfektifTeknik Presentase TV Efektif
Teknik Presentase TV EfektifMudrikan Nacong
 
pert 11 humas.pptxsefrduhtrFJFGDhtrsrthGFD124
pert 11 humas.pptxsefrduhtrFJFGDhtrsrthGFD124pert 11 humas.pptxsefrduhtrFJFGDhtrsrthGFD124
pert 11 humas.pptxsefrduhtrFJFGDhtrsrthGFD124YuliaIya1
 
Syarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetakSyarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetakSyarifudin Amq
 
Kebudayaan islam
Kebudayaan islamKebudayaan islam
Kebudayaan islammuhfachrul3
 
Syarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetakSyarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetakSyarifudin Amq
 
Syarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetakSyarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetakSyarifudin Amq
 
Makalah metodologi islam ibu titin
Makalah metodologi islam ibu titinMakalah metodologi islam ibu titin
Makalah metodologi islam ibu titinapotek agam farma
 

Similar to Syarifudin, profesionalisne jurnalis (20)

Ambon-1 Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Ambon-1 Syarifudin, profesionalisne jurnalisAmbon-1 Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Ambon-1 Syarifudin, profesionalisne jurnalis
 
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalisSyarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
 
Syarifudin, jurnalis profesional
Syarifudin, jurnalis profesionalSyarifudin, jurnalis profesional
Syarifudin, jurnalis profesional
 
Syarifudin, jurnalis profesional
Syarifudin, jurnalis profesionalSyarifudin, jurnalis profesional
Syarifudin, jurnalis profesional
 
Dakwah dan komunikasi
Dakwah dan komunikasiDakwah dan komunikasi
Dakwah dan komunikasi
 
Pendidikan jurnalisme aswaja
Pendidikan jurnalisme aswajaPendidikan jurnalisme aswaja
Pendidikan jurnalisme aswaja
 
Artikel b.indo revisi 2 (1)
Artikel b.indo revisi 2  (1)Artikel b.indo revisi 2  (1)
Artikel b.indo revisi 2 (1)
 
Peranan pers dalam peningkatan pembelajaran
Peranan pers dalam peningkatan pembelajaranPeranan pers dalam peningkatan pembelajaran
Peranan pers dalam peningkatan pembelajaran
 
Membangun independensi dan profesionalitas wartawan melalui kajian holistik p...
Membangun independensi dan profesionalitas wartawan melalui kajian holistik p...Membangun independensi dan profesionalitas wartawan melalui kajian holistik p...
Membangun independensi dan profesionalitas wartawan melalui kajian holistik p...
 
Presentasi pelatihan televisi
Presentasi pelatihan televisiPresentasi pelatihan televisi
Presentasi pelatihan televisi
 
JURNALISTIK Seputar Bentuk, Produk, Bahasa & Kode Etik
JURNALISTIK  Seputar Bentuk, Produk, Bahasa & Kode Etik JURNALISTIK  Seputar Bentuk, Produk, Bahasa & Kode Etik
JURNALISTIK Seputar Bentuk, Produk, Bahasa & Kode Etik
 
Teknik Presentase TV Efektif
Teknik Presentase TV EfektifTeknik Presentase TV Efektif
Teknik Presentase TV Efektif
 
pert 11 humas.pptxsefrduhtrFJFGDhtrsrthGFD124
pert 11 humas.pptxsefrduhtrFJFGDhtrsrthGFD124pert 11 humas.pptxsefrduhtrFJFGDhtrsrthGFD124
pert 11 humas.pptxsefrduhtrFJFGDhtrsrthGFD124
 
Syarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetakSyarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetak
 
Menjadi Jurnalis
Menjadi JurnalisMenjadi Jurnalis
Menjadi Jurnalis
 
Kebudayaan islam
Kebudayaan islamKebudayaan islam
Kebudayaan islam
 
Syarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetakSyarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetak
 
Syarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetakSyarifudin, dakwah melalui media cetak
Syarifudin, dakwah melalui media cetak
 
Pendahuluan
PendahuluanPendahuluan
Pendahuluan
 
Makalah metodologi islam ibu titin
Makalah metodologi islam ibu titinMakalah metodologi islam ibu titin
Makalah metodologi islam ibu titin
 

More from Syarifudin Amq

Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015Syarifudin Amq
 
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015Syarifudin Amq
 
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015Syarifudin Amq
 
Syarifudin, teknologi komunikasi
Syarifudin, teknologi komunikasiSyarifudin, teknologi komunikasi
Syarifudin, teknologi komunikasiSyarifudin Amq
 
Syarifudin, sejarah rasul.
Syarifudin, sejarah rasul.Syarifudin, sejarah rasul.
Syarifudin, sejarah rasul.Syarifudin Amq
 
Syarifudin, rumah pertobatan manusia
Syarifudin, rumah pertobatan manusiaSyarifudin, rumah pertobatan manusia
Syarifudin, rumah pertobatan manusiaSyarifudin Amq
 
Syarifudin, qasidah 2013
Syarifudin, qasidah 2013Syarifudin, qasidah 2013
Syarifudin, qasidah 2013Syarifudin Amq
 
Syarifudin, proposal pergerakan dakwah imam rijali
Syarifudin, proposal pergerakan dakwah imam rijaliSyarifudin, proposal pergerakan dakwah imam rijali
Syarifudin, proposal pergerakan dakwah imam rijaliSyarifudin Amq
 
Syarifudin, problematika dakwah di maluku
Syarifudin, problematika dakwah di malukuSyarifudin, problematika dakwah di maluku
Syarifudin, problematika dakwah di malukuSyarifudin Amq
 
Syarifudin, praktek desain cover
Syarifudin, praktek desain coverSyarifudin, praktek desain cover
Syarifudin, praktek desain coverSyarifudin Amq
 
Syarifudin, praktek dakwah
Syarifudin, praktek dakwahSyarifudin, praktek dakwah
Syarifudin, praktek dakwahSyarifudin Amq
 
Syarifudin, perencanaan media
Syarifudin, perencanaan mediaSyarifudin, perencanaan media
Syarifudin, perencanaan mediaSyarifudin Amq
 
Syarifudin, peradaban islam maluku 2014
Syarifudin, peradaban islam maluku 2014Syarifudin, peradaban islam maluku 2014
Syarifudin, peradaban islam maluku 2014Syarifudin Amq
 
Syarifudin, pemberdayaan wakaf produktif, 3 mei 2014
Syarifudin, pemberdayaan  wakaf produktif, 3 mei 2014Syarifudin, pemberdayaan  wakaf produktif, 3 mei 2014
Syarifudin, pemberdayaan wakaf produktif, 3 mei 2014Syarifudin Amq
 
Syarifudin, paradigma ilmu.docx
Syarifudin, paradigma ilmu.docxSyarifudin, paradigma ilmu.docx
Syarifudin, paradigma ilmu.docxSyarifudin Amq
 
Syarifudin, panduan praktikum mahasiswa
Syarifudin, panduan praktikum mahasiswaSyarifudin, panduan praktikum mahasiswa
Syarifudin, panduan praktikum mahasiswaSyarifudin Amq
 
Syarifudin, outline dakwah dan komunikasi 2012
Syarifudin, outline dakwah dan komunikasi 2012Syarifudin, outline dakwah dan komunikasi 2012
Syarifudin, outline dakwah dan komunikasi 2012Syarifudin Amq
 
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku
Syarifudin, mozaik peradaban islam malukuSyarifudin, mozaik peradaban islam maluku
Syarifudin, mozaik peradaban islam malukuSyarifudin Amq
 
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku (2)
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku (2)Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku (2)
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku (2)Syarifudin Amq
 

More from Syarifudin Amq (20)

Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
 
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
 
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
 
Syarifudin, teknologi komunikasi
Syarifudin, teknologi komunikasiSyarifudin, teknologi komunikasi
Syarifudin, teknologi komunikasi
 
Syarifudin, sejarah rasul.
Syarifudin, sejarah rasul.Syarifudin, sejarah rasul.
Syarifudin, sejarah rasul.
 
Syarifudin, rumah pertobatan manusia
Syarifudin, rumah pertobatan manusiaSyarifudin, rumah pertobatan manusia
Syarifudin, rumah pertobatan manusia
 
Syarifudin, qasidah 2013
Syarifudin, qasidah 2013Syarifudin, qasidah 2013
Syarifudin, qasidah 2013
 
Syarifudin, proposal pergerakan dakwah imam rijali
Syarifudin, proposal pergerakan dakwah imam rijaliSyarifudin, proposal pergerakan dakwah imam rijali
Syarifudin, proposal pergerakan dakwah imam rijali
 
Syarifudin, problematika dakwah di maluku
Syarifudin, problematika dakwah di malukuSyarifudin, problematika dakwah di maluku
Syarifudin, problematika dakwah di maluku
 
Syarifudin, praktek desain cover
Syarifudin, praktek desain coverSyarifudin, praktek desain cover
Syarifudin, praktek desain cover
 
Syarifudin, praktek dakwah
Syarifudin, praktek dakwahSyarifudin, praktek dakwah
Syarifudin, praktek dakwah
 
Syarifudin, perencanaan media
Syarifudin, perencanaan mediaSyarifudin, perencanaan media
Syarifudin, perencanaan media
 
Syarifudin, peradaban islam maluku 2014
Syarifudin, peradaban islam maluku 2014Syarifudin, peradaban islam maluku 2014
Syarifudin, peradaban islam maluku 2014
 
Syarifudin, pemberdayaan wakaf produktif, 3 mei 2014
Syarifudin, pemberdayaan  wakaf produktif, 3 mei 2014Syarifudin, pemberdayaan  wakaf produktif, 3 mei 2014
Syarifudin, pemberdayaan wakaf produktif, 3 mei 2014
 
Syarifudin,zakat
Syarifudin,zakatSyarifudin,zakat
Syarifudin,zakat
 
Syarifudin, paradigma ilmu.docx
Syarifudin, paradigma ilmu.docxSyarifudin, paradigma ilmu.docx
Syarifudin, paradigma ilmu.docx
 
Syarifudin, panduan praktikum mahasiswa
Syarifudin, panduan praktikum mahasiswaSyarifudin, panduan praktikum mahasiswa
Syarifudin, panduan praktikum mahasiswa
 
Syarifudin, outline dakwah dan komunikasi 2012
Syarifudin, outline dakwah dan komunikasi 2012Syarifudin, outline dakwah dan komunikasi 2012
Syarifudin, outline dakwah dan komunikasi 2012
 
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku
Syarifudin, mozaik peradaban islam malukuSyarifudin, mozaik peradaban islam maluku
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku
 
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku (2)
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku (2)Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku (2)
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku (2)
 

Syarifudin, profesionalisne jurnalis

  • 2. Profesionalisme Jurnalis Islami 2 BAB I A. Pendahuluan Peran jurnalis dalam menentukan masa depan masyarakat lebih baik cukup signifikan karena karya-karyanya memiliki tiga kecenderungan yang cukup memiliki kekuatan sebagai jurnalis yang profesional. Tokoh-tokoh jurnalis yang telah menorehkan wajah perjalan sejaran jurnalis di Dunia antara lain adalah: Adam Abdullah Aluri karyanya membuat dunia jurnalis menjadi cerah dengan bukunya Sejarah Jurnalis Islam dalam membentuk cakrawala umat dunia global. Jum’ah Amin Aziz dalam bukunya Kaidah-kaidah Jurnalis dalam menulis straigh news. Muhammad Husein Fadullah dalam karyanya kaidah logika jurnalis yang profesional.1 Kompetensi jurnalis inilah yang memberikan pencerahan bagi jurnalis dewasa ini sehingga karya-karya jurnalis berkembang cukup pesat seiring ditemukannya teknologi informasi dan komuniaksi di Dunia Eropa. Kajian kompetensi jurnalis yang profesional di bidangnya bermuara pada mata air ilmu pengetahuan yang diproduksi secara filosofis oleh para ilmuan, untuk dijadikan rujukan bagi praktisi 1Zainur Rofiq, Mengenal Dunia Jurnalis (Cairo: Terobososan karya Mahasiswa al-Az-Har, 1998), h. 151.
  • 3. Profesionalisme Jurnalis Islami 3 jurnalis dalam memajukan dan meningkatkan media massa. Untuk memajukan pengolahan informasi ilmuan jurnalistik berpikir keras untuk memproduksi ilmu praktis yang dapat memudahkan praktisi jurnalistik mencari, mengolah, dan menyebarkan melalui teknologi informasi dan komunikasi di tengah masyarakat. Kompetensi Jurnalis Islami dalam buku ini akan memberikan pelajaran-pelajaran teknis tentang cara mengkonstruksi berita yang dapat menyelamatkan manusia dari berbagai macam informasi yang dapat menyesatkan dan merusak alam pikiran manusia. Buku ini berlandasakan pada QS Al- Hujurat (49) : 6. Terjemahnya: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. Pesan-pesan dari Al-Quran tersebut yang menjadi pondasi dalam mempelajari buku kompetensi jurnalisitik. Yakni mahasiswa akan diberikan cara mengolah, merawat, dan menjaga informasi agar tidak merusak pikiran orang lain akibat kurang adanya tahkik (konfirmasi) yang jelas. Sebagai mahasiswa perlu menjelaskan bahwa ‚setiap informasi itu perlu diferfikasi
  • 4. Profesionalisme Jurnalis Islami 4 darimanapun datangnya dan Sumber berita tersebut‛ siapa narasumbernya, apakah narasumbernya jujur (credible), apa materinya, kepada siapa ia maksudkan, bagaimana cara menyampaikan berita, lewat saluran media massa yang akan disampaikan, di tengah masyarakat. Perkembangan teknologi informasi yang sangat canggih dewasa ini banyak informasi yang tersedia di media massa sehingga persaingan para jurnalis semakin kompetitif untuk menyebarkan informasi yang akan diterima oleh masyarakat. Banyak informasi yang tersedia di media massa sehingga membutuhkan kompetensi jurnalis untuk lebih profesional sebagai standar jurnalis yang layak untuk menjadi wartawan. Dalam perkembangan media yang sangat pesat membutuhkan kompetensi jurnalis Islami untuk menentukan standar jurnalis profesional. Kompetensi jurnalis ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pemberitaan yang sopan, santun, berbobot, dan bermanfaat bagi semua lapisan masyarakat bukan golongan tertentu saja. Jika jurnalis memiliki kompetensi spiritual, intelektual, sosial, dan enterpreneurship maka masa depan umat manusia akan lebih tercerahkan. Pertanyaannya adalah apakah semua jurnalis telah memiliki kompetensi tersebut, dan bagaimana mereka memahami kompetensi tersebut serta menerapkannya
  • 5. Profesionalisme Jurnalis Islami 5 dalam peliputan dan penulisan berita. Inilah yang akan diekplorasi dalam buku ini. Realitas inilah yang memberikan motivasi lahirnya buku ini untuk menjadi pegangan bagi calon jurnalis yang akan meningkatkan citra pemberitaan dan kompetensi jurnalis yang profesional. Buku ini akan memberikan cara cakrawala baru tentang dunia jurnalistik yang selama ini belum ada lembaga sertifikasi jurnalis yang bertugas untuk menguji secara cermat para praktisi jurnalis yang tidak pernah melewati jenjang pendidikan jurnalis di dunia akademik. Jika dicermati dengan seksama bahwa jurnalis perlu memiliki beberapa idiologi dalam menulis berita antara lain idiologi kapitalis, sosialis, dan Islamis. Jurnalis Islami memiliki kompetensi keduanya untuk memberikan keseimbangan kepada dunia jurnalis bahwa semua itu perlu digunakan untuk sebesar- besar kemaslahatan umat manusia. Kompetensi jurnalis Islami harus menjadi prontier spirit bagi pembaruan perkembangan jurnalis di dunia dengan mengendalikan, memferifikasi, dan menelaah secara cermat setiap informasi yang dapat merusak alam pikiran masyarakat untuk mencegah perbuatan keji dan mungkar.
  • 6. Profesionalisme Jurnalis Islami 6 BAB II KOMPETENSI JURNALIS A. Kompetensi Jurnalis Salah satu kompetensi jurnalis adalah kredibilitas. kredibilitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah perihal dapat dipercaya, mempengaruhi di mata umum.2 Pengertian ini menunjukkan bahwa pentingnya kepercayaan pada Institusi media massa memberikan dampak pada konsumen dalam menyebarkan berita. Pengertian ini juga relevan dengan tradisi dalam menjaga keabsahan berita. Dalam ilmu hadis bahwa perawi (jurnalis) harus siqah artinya berstatus adil dan d}a>bit memiliki kejujuran, tidak berbohong, cerdas dan berbudi).3 Salah satu makna dari s{iqah antara lain bahwa jurnalis tersebut dapat dipercaya beritanya karena ia menggali dengan proses budiluhur. Kredibilitas jurnalis tersebut sesuai dengan konsep Jalaluddin Rakhmat seperangkat presepsi tentang sifat-sifat baik dari seorang jurnalis.4 Tak dapat dipungkiri bahwa kredibilitas salah satu kriteria jurnalis profesional. Jika jurnalis memiliki sifat 2Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Bahasa, 2009), h. 818. 3Abdul al-Aziz Ibnu Muhammad Ibnu Ibrahim Abdul latif, Dawa>bit} al- Ja>rh wa al-Ta'dil (Saudi Arabia, al-Madinah al-Munawwarah, 1381), h. 136. 4Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi: Edisi Revisi (Cet. XXII; PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 257.
  • 7. Profesionalisme Jurnalis Islami 7 kredibilitas (dipercaya) maka proses pemberitaan bisa meningkat dan berjalan efektif mencerahkan masyarakat. Kredibilitas jurnalis memiliki peran strategis, dalam mentransformasikan pesan-pesan agama Islam di tengah masyarakat.5 Peran kredibilitas menggunakan bahasa sebagai perangkat untuk merubah cara pandangan mad’u menurut Thomas Hobes yang dikembangkan H.E King menurut Jalaluddin Rakhmat bahwa kompetensi menyebarkan pesan yang dapat berpengaruh dalam aspek fisik dan psikis termasuk aspek kompetensi seorang komunikator.6 Secara keilmuan hemat Yusuf Qardawi perlu ada perbedaan mendasar dari aspek bangunan keilmuan khususnya perbedaan antara kompetensi dalam ilmu jurnalis Islam bersumber dari ilmu dakwah.7 Argumentasi ini cukup mendasar sehingga ada pemetaan keilmuan dari aspek filosofis memberikan kontribusi pada kompetensi jurnalis. Menurut syarifudin bahwa setiap jurnalis bisa menjadi sang pencerah. Untuk menjadi sang pencerah maka perlu 5A. Zuad MZ dan Muhammad Sidiq, Mutiara Al-Quran: Sorotan Al- Quran Terhadap berbagai teknologi Moderen (Cet. I; Surabaya, Sarana Ilmiah Press, 1998), h. 142. 6op. cit., Jalaluddin Rakhmat 7H.M. Sattu Alang, Dosen Tetap Pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Negeri Alauddin Makassar dan sekarang menjabat sebagai Ketua LPM UIN Alauddin Makassar.
  • 8. Profesionalisme Jurnalis Islami 8 memiliki kompetensi memahami berita, menjelaskan berita, dan memili kata dan kalimat yang dapat mencerahkan masyarakat melalui karya jurnalis. Atas dasar inilah sehingga perlu indikator sebagai jurnalis profesional. Kiteria jurnalis profesional menurut Syarifudin antara lain: 1. Memahami bahasa Al-Quran sebagai spirit inspirasi, inovasi dan kreativitas sebagai jurnalis Islami. 2. Mengetahui hukum dalam Agama Islam untuk menghindari prilaku menyimpang wartawan. 3. Memiliki prilaku dan citra baik di tengah masyarakat sehingga berita dari jurnalis tersebut dapat dipercaya. 4. Secara akademik memiliki jenjang pendidikan jurnalis Islami sehingga berita-berita yang ditulis sesuai dengan konsep Islam. Konsep Islam yang dimasudkan adalah jurnalis yang memiliki cakwala rahmatallil’alamin. 5. Dapat menggunakan teknologi informasi, dakwah, dan komunikasi sebagai perpanjangan panca indra jurnalis. Indikator kompetensi jurnalis di atas sesuai pandangan Ilyas Ismail bahwa kriteria jurnalis profesional antara lain; 1). Jika ia memenuhi kompetensi intelektual, 2). Kekuatan moral
  • 9. Profesionalisme Jurnalis Islami 9 (budipekerti yang luhur), dan 3). Kekuatan spiritual.8 Syarat ini adalah usaha maksimal untuk memberikan pelayanan agama sesuai kompetensi yang di miliki oleh jurnalis. Salah satu kriteria kompetensi dalam dunia pendidikan adalah kemampuan menggunakan teknologi pembelajaran sebagai indikator guru profesional. Indikator ini juga menjadi standar sebagai jurnalis profesional dalam mengkomunikasikan Al-Quran dan Sunnah sebaga spirit dan strategi menggunakan teknologi dakwah dan komunikasi dalam mencerahkan masyarakat. Secara akademik kompetensi jurnalis profesionalisme memiliki pengetahuan atau keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kompetensi jurnalis lain dari padangan kemendiknas antara lain pengenalan kaidah-kaidah jurnalis, pengembangan potensi jurnalis, penguasaan akademik, dan sikap kepribadian.9 Sebagai standar keilmuan jurnalis ia perlu memiliki standar kompetensi antara lain: 8A. Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun dan Peradaban Islam (Cet. I. Jakarta: Prenada Media Group, 2011), h. 57. 9Kunandar, Guru Profesionalisme Implementasi Kurikulum Satuan Tingkat Pelajaran (KTSP) dan kesiapan menghadapi sertifikasi Guru (Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 45.
  • 10. Profesionalisme Jurnalis Islami 10 1. Waspada secara preofesional menjaga lingkungan masyarakat, sekolah, dan rumah sebagai tempat penyebaran Informasi. 2. Menyadari akan nilai-nilai atau manfaat pekerjaannya, dan terus berusaha maksimal memberitakan yang terbaik bagi masyarakat. 3. Seorang jurnalis perlu memiliki kecerdasan sosial oleh larangan-larangan dalam hubungan tentang kebebasan pribadi yang dikemukakan oleh beberapa orang untuk menggambarkan profesi kejurnalisan. 4. Memiliki kecerdasan sosial yang diperoleh dari pekerjaannya tentang kerjanya secara biologis, sosiologis, antropologis, dan budaya dalam kelas. 5. Berkeinginan untuk terus berubah, dasar bahwa perannya memberikan berita yang terbaik di tengah masyarakat dibawah pengaruhnya. Dalam artian tinggi rendahnya kualitas berita ditentukan oleh jurnalis.10 Profesionalisme jurnalis adalah adanya kesadaran keyakinan bahwa proses transformasi pesan-pesan Tuhan adalah tugas mulya yang harus dilengkapi oleh kecakapan diagnostik, kompetitif, 10Ibid., h. 65.
  • 11. Profesionalisme Jurnalis Islami 11 aplikatif, untuk meyakinkan pesannya kepada masyarakat. Profesionalisme juga dapat didefinisikan bahwa suatu pekerjaan bidang tertentu yang dilakukan karena Allah bukan karena penilaian makhluknya.11 Kompetensi jurnalis menurut Ali Mahfuz yang dikutip oleh Samsul Munir Amin adalah seseorang yang memiliki karakter sifat-sifat kenabian sebagai aturan standar umum adalah amanah, siddiq, fat}a>nah, tabli>g. Fat}a>nah meliputi kompetensi psikologis, psikomotorik, dan afektif.12 Profesinalisme jurnalis adalah Pekerjaan berdasarkan motivasi (niat) transformasi pesan-pesan normatif yang disampaikan kepada masyarakat semata-mata untuk mengabdi pada Tuhan dan dedikasi pada sesama manusia untuk saling mencerahkan berdasarkan petunjuk dalam Al-Quran dan Sunnah.13 Dalam konteks ini Profesionalisme menurut Talcott Parson sebagai seorang sosiolog adalah kemampuan memetakan kebutuhan dan tujuan masyarakat melalui pesan-pesan kesucian. Adaptation (cara jurnalis beradabtasi dengan medang dakwah), goal attaiment (proses pencapaian tujuan), integration 11Ahmat Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Islam (Cet. II; Bandung: Remaja Rosda karya, 1994), h. 107. 12Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Cet. I; Jakarta: Amzah, 2009), h. 126-127. 13Ibid
  • 12. Profesionalisme Jurnalis Islami 12 (keterpaduan antar sub sistem), latent: pattern maintenance and tension management (idologi).14 Pandangan Talcott Parson tersebut hemat penulis jika jurnalis memenuhi kriteria dalam aplikasi dakwah maka dapat dikategorikan sebagai jurnalis yang profesional. Profesionalisme jurnalis adalah adanya kesadaran tinggi pada sebagian orang yang memiliki kecerdasan aqidah, syari’ah, dan akhlaq serta kemampuan memaknai Al-Quran- Sunnah melalui kecakapan menjelaskan pesan-pesan Al-Quran Sunnah melalui bantuan teknologi komunikasi untuk mencerahkan umat dari kelemahan aqidah, syariah, dan akhlaq. Kompetensi jurnalis profesional dalam kajian ilmu dakwah dari Yusuf Qardawi yang dikutip Engjang mengungkapkan tujuh kriteria jurnalis antara lain: 1. Jurnalis harus kredibel/tsiqah (dapat dipercaya dan dipertanggung jawabkan). (Siddiq, Amanah, Fathanah, tablig). 2. Pesannya memiliki akurasi data yang tinggi (dalam artian tidak bertentangan dengan akal, agama, budaya, moral, dan tradisi budaya setempat. 3. Metodenya sistematis dan sesuai tatatertib logika dalam penggalian dalam Al-Quran dan Sunnah serta informasi yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan mad’u. 14Talcott Parson, The Social System: The Structure of Social Action ( First published in New Fetter Lane London e-Library, 2005) h. 76.
  • 13. Profesionalisme Jurnalis Islami 13 4. Menggunankan nalar/akal dalam menggali informasi dalam Al-Quran dan Sunnah sesuai daya nalar manusia (mudah dicernah masyarakat), Menggunakan busana dan bahasa yang sesuai daya nalar mad’u. 5. Balig (dewasa mampu membedakan baik dan buruk), Tidak gila (Memiliki kesadaran yang tinggi dan Sehat jasmani).15 B. Tipologi Jurnalis Profesional Tipologi Jurnalis profesional jika ia memiliki kriteria secara metodologis mampu merubah psikologi masyarakat dari satu kondisi ke kondisi lain melalui kualitas pemberitaan menuju cita- cita bangsa Indonesia yang adil, sejahterah, dan makmur. Merubah pembaca secara psikologi tersebut dalam dunia komunikasi bahwa perubahan fisik dengan meransang cara kerja otak kiri dan otak kanan dalam menerima berita melalui media massa. Jurnalis profesional dalam melakukan eksplorasi kandungan Al-Quran dan Sunnah melalui sistem informasi dakwah di tengah umat,16 tidak cukup jika hanya mengandalkan kekuatan lisan saja tetapi perlu analogi, tafsir, ta’wil, perumpamaan, dan teknologi 15Sultan, Desain Ilmu Dakwah (Cet. II; Jakarta: Prenada Media Group, 2009), h. 33. 16H.M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Quran Perlu di Orientasikan pada kenyataan hidup di masyarakat (Jakarta: Harian Pelita, kamis, 22 Agustus 1991), h. 5.
  • 14. Profesionalisme Jurnalis Islami 14 informasi sebagai penunjang dalam memahami, menjelaskan,17 dan mengomunikasikan kandungan Al-Quran dan Sunnah di tengah problematika masyarakat modern. Kelemahan jurnalis memahami Al-Quran dan Sunnah dapat menurunkan kredibilitasnya di tengah umat karena dianggap beritanya kurang kredibel. Hal ini sesuai dengan paradigma kredibilitas seorang jurnalis Umar Tilmizani pada tahun 1952 pengagum Hasan Al-Banna mengungkapkan bahwa dakwah yang berhasil jika mengumpulkan semua jurnalis kredibilitas (akhlaq yang luhur) dalam satu jama'ah) untuk melawan imprealisme budaya barat.18 Hemat penulis gerakan sistem informasi dakwah Umar Tilmizani ini penekanan pada kredibilitas jurnalis dapat meningkatkan efektifitas dalam penerapan sistem informasi dakwah. Pandangan kredibilitas Umar Tilmizani ini sesuai paradigma yang dikemukakan Hovlan dan Weiss (1974) bahwa subjek dakwah itu cenderung lebih senang dengan komunikator yang 17Andi Faisal Bakti, Nation Building: Kontribusi Komunikasi Agama Lintas Budaya Terhadap Kebangkitan Bangsa Indonesia (Cet. I; Jakarta: Curia Press, 2006), h. 142. 18Umar Tilmizani, Am ketiga Ikhwanul Muslimin (Jakarta: Rabbani press, 1998), h. 99
  • 15. Profesionalisme Jurnalis Islami 15 memiliki predikat yang tinggi.19 Dari pandangan tersebut ada dua kredibilitas yang perlu diperhatikan oleh seorang jurnalis yakni keahlian dan kepercayaan. Keahlian adalah kesan profesionalisme yang dibentuk oleh seorang jurnalis dalam kemampuan menyampaikan ide/gagasan yang indah, teratur setiap kalimat yang diucapkan dan mudah dicerna oleh mad’u. Sedangkan kepercayaan kesan jurnalis yang dibentuk atas dasar watak yang sopan, santun, dan memahami tradisi-tradisi moral, dan etika serta budaya orang lain. Semua sifat ini dapat memberikan kepercayaan bagi mad’u. Jika kepercayaan telah dimiliki oleh jurnalis maka dapat meningkatkan kredibilitas jurnalis di mata mad’u yang berimplikasi pada peningkatan daya serap mad’u. Semua komponen kredibilitas jurnalis tersebut berperan terselenggaranya peningkatan sistem informasi dakwah agar tetap bertahan dan lestari. Kelestarian aplikasi dakwah tetap di butuhkan mad’u jika terjadi peningkatan kompetensi jurnalis melalui komunikasi empati untuk menjaga keteraturan interaksi sosial dalam masyarakat sebagai bagian penting dari kredibilitas jurnalis. Keteraturan interaksi sosial di tengah masyarakat membutuhkan kredibilitas jurnalis mengkomunikasikan dan membahasakan Al- 19Op.cit., Jalaluddin Rakhmat
  • 16. Profesionalisme Jurnalis Islami 16 Quran dan Sunnah sesuai daya nalar mad’u. Pandangan ini relevan dengan teori sistem Tacott Parson bahwa menjaga kredibilitas informasi termasuk sub sistem penting dalam struktur masyarakat. Hal ini bertujuan untuk menghindari benturan interaksi budaya seperti cara beradaptasi, cara mencapai tujuan, interaksi antar lembaga, dan cara beragama.20 Hemat penulis semua sub sistem ini perlu dijaga, dirawat melalui kredibilitas jurnalis mentransformasikan sistem informasi dakwah di tengah masyarakat. Unsur penting dalam masyarakat adalah kebutuhan informasi yang sehat melalui kemasan teknologi informasi dakwah. Kemasan materi dakwah membutuhkan kredibilitas mendesain materi dakwah yang akan dipublikasikan di tengah masyarakat. Hal ini telah dikembangkan oleh pada abad ke 20 oleh Sayyid Qutub pada tahun 1970 dalam kitab fi> Z{ila>lil Qur’an. Hal ini diungkapkan oleh Muhammad Ali Aziz bahwa penekanan materi dakwah pada aspek teologis untuk memberikan 20Talcott Parson, Multiculturalism Society Interaction (New Yok: Publiset Press, 2001), h. 55 lihat juga terjemahan oleh: Deddi Mulyana Pola Interaksi Masyarakat Multikultural (Cet. III; Jakarta: Bumi Aksara 1991), h. 23.
  • 17. Profesionalisme Jurnalis Islami 17 semangat keberagamaan pada umat.21 Fikih dakwah juga dikembangkan oleh M.Natsir tokoh Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII), bahwa kredibilitas dakwah tidak terlepas dari kecerdasan fleksibilitas jurnalis beradaptasi dengan kondisi sosiologis masyarakat dalam menerapkan rambu-rambu, melalui pendekatan yang empati, untuk menciptakan suasana dakwah yang komunikatif.22 Hal ini juga relevan dengan pandangan Ali Yafie yang dikutip oleh Muhammad Azis bahwa kredibilitas seorang jurnalis dapat dipercaya jika memenuhi tiga hal yakni; kebijaksanaannya, sifatnya (kredibilitasnya) dan akhlaknya.23 Semua pandangan ini termasuk unsur kredibilitas jurnalis dalam meningkatkan sistem informasi dakwah dapat tercapai dengan baik. Kredibilitas jurnalis bukan hal baru dalam peradaban ilmu komunikasi, Aristoteles dengan keahliannya berpidato telah mengamati dan meneliti apa yang menyebabkan pendengar mau membuang waktunya untuk mendengar suatu pidato. Unsur kepercayan pada sumber yang mengadakan komunikasi 21Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwah: Edisi Revisi (Cet. II; Jakarta: Prenada Group, 2009), h.158. 22Ibid. 23Ibid.
  • 18. Profesionalisme Jurnalis Islami 18 merupakan unsur penting dalam melakukan dakwah yang efektif.24 Terkait dengan hal ini, Devito mengemukakan adanya tiga tipe kredibilitas, yaitu; a). Kredibilitas berdasarkan titel. b). Kredibilitas yang didapat selama berkomunikasi, c). Kredibilitas yang didapat pada akhir komunikasi.25 Hemat Wilbur Schramn seseorang ahli komunikasi mendapat kredibilitas dari audiens jika menyampaikan pesan berdasarkan keahliannya.26 Perspektif ini sesuai dengan sistem komunikasi Islam yang dikemukakan oleh Hasan Al-Banna yang dikutip oleh Thomas Arnold Walker bahwa menyampaikan pesan berdasarkan pengetahuan seorang komunikator,27 untuk menghindari distorsi sistem informasi dakwah. Sistem informasi dakwah disebut juga komunikasi Islam, karena unsur komunikasi tersebut berlandaskan pada nilai-nilai 24Tasmara, Toto, Komunikasi Dakwah, (Cet. I; Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 35. 25Joseph A Devito, The Interpersonal Comunication Book, (New York, 1976), h. 130-132. 26Wilbur Schramn, Men Message and Media, (Horper and Row, New York, 1973), h. 115. 27Thomas Arnold Walker, The Preaching of Islam (Delhi: Law Price Publications, 1998), h. 95.
  • 19. Profesionalisme Jurnalis Islami 19 Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Sunnah.28 Salah satu unsur sistem informasi dakwah yakni sub sistem source credibility. Terkait kompetensi jurnalis, menurut pandangan Robert L. Mathis adalah orang yang dengan keterampilannya mengerjakan pekerjaan dengan mudah, cepat, intuitif dan sangat jarang atau tidak pernah membuat kesalahan.29 Source credibility menurut Boulter Level kompetensi terdiri dari unsur kompetensi kecerdasan sosial, visible dan dapat dikontrol perilaku dari luar.30 Sedangkan trait dan motivasi letaknya lebih dalam pada titik sentral kepribadian. Kompetensi pengetahuan dan keahlian relatif mudah untuk dikembangkan, misalnya dengan program pelatihan untuk meningkatkan tingkat kemampuan sumber daya manusia. Sedangkan motif kompetensi dan trait berada pada kepribadian seseorang yang membutuhkan proses pendalaman dan 28Acep Arifuddin, Pengembangan Metode Dakwah (Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), h. 1. 29Robert L. Mathis dan John Jakson, Human Resource Management10thEdition diterjemahkan oleh Diana Angjelina dengan judul: Manajemen Sumber Daya manusia (Cet. Jakarta: Salemba Raya, 2006), h. 376. 30Al-Qaht}ani, Sa’d ibn Wahf. Muqawwimat al-Daiyah al-Najih fi D{au al-Kitab wa al-Sunnah: Mafhum wa Naz}har wa Tat}biq, diterjemahkan oleh: Aidil Novia dengan Judul Menjadi Dai yang Sukses (Cet. I; Jakarta Timur: Qisthi Press 2005). h. 9.
  • 20. Profesionalisme Jurnalis Islami 20 pengalaman.31 Misalnya kompetensi berkomunikasi, penguasaan diri, pengetahuan psikologi, kependidikan, ilmu umum, Al-Quran dan Sunnah, kemampuan wawasan agama secara holistik.32 Jadi source credibility mencakup sikap, persepsi, dan emosi termasuk faktor kompetensi jurnalis. Jika hal ini dipenuhi oleh jurnalis maka dapat memberikan pilihan kebenaran dalam problematika di tengah realitas sosial. Sedangkan motif source credibility trait berada pada kepribadian sesorang, sehingga cukup sulit dinilai dan dikembangkan. Salah satu cara yang paling efektif adalah memilih karakteristik tersebut dalam proses seleksi. Adapun konsep diri dan social role terletak di antara keduanya dan dapat diubah melalui pelatihan, psikoterapi.33 Kompetensi keilmuan jurnalis dalam mentransformasikan pesan melalui sistem informasi dakwah termasuk skill mengolah data (pesan) yang bersumber dalam Al-Quran dan Sunnah, yang dikemas dalam sistem komunikasi empati, komunikasi partisipatori, yang dikemas 31Fitzppatrick, Colletive Bergaining Vulnerability Assessment, (Jakarta: Nursing Manajement: 2001), h. 40-42. 32Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Cet. I; Jakarta: Amzah, 2009), h. 82-83. 33Tom E. Rolnickiet.al, Scholastic Journalism diterjemahkan oleh: Tri Wibowo dengan judul, Pengantar Dasar Jurnalisme (Cet. I; Jakarta: Prenada Kencana, 2008), h. 4.
  • 21. Profesionalisme Jurnalis Islami 21 melalui teknologi komunikasi.34 Unsur ini semua adalah unsur kredibilitas jurnalis yang dapat meningkatkan mutu dan aplikasi sistem informasi dakwah yang lebih baik. Hemat penulis dalam meningkatkan mutu dan aplikasi sistem informasi dakwah menurut kajian Mulyati Amin bahwa kredibilitas jurnalis dalam dakwah jama’ah termasuk model dakwah partisipatori dalam bentuk gerakan-gerakan dakwah sosial, pendidikan, dan pemurnian aqidah bersama-sama dengan masyarakat.35 Jika unsur kredibilitas jurnalis tersebut ditunjang oleh fasilitas teknologi yang memadai maka dapat meningkatkan kecepatan publikasi yang efektif. Pemanfaatan teknologi komunikasi dalam sistem informasi dakwah memiliki daya serap tinggi di tengah mad’u jika kemasan materi dakwah melalui komputer grafis sebagai media efektif untuk mendesain materi dakwah. Jika kemampuan jurnalis mendesain materi dakwah yang mudah diakses mad’u maka kredibilitas jurnalis dapat meningkat di tengah masyarakat. Kredibilitas mentransformasikan Al-Quran dan Sunnah membutuhkan teori use and gratification yang dapat beradaptasi 34Muliaty Amin, Dakwah Jamaah: Suatu Model Dakwah Islam: Berwawasan Jender di Kabupaten Bulukumba Disertasi dipertanggugjawabkan dalam memenuhi Program Doktor tahun 2010. 35 Usman Jasad, op. cit., 294.
  • 22. Profesionalisme Jurnalis Islami 22 dengan kebutuhan masyarakat. Menurut W. Philips Davison dikutip oleh Jalaluddin Rahmat bahwa masyarakat bukan orang pasif yang bisa dibentuk seenaknya oleh komunikator tetapi masyarakat terdiri dari kumpulan struktur nilai dan ukuran kebenaran tersendiri serta kebutuhan informasi.36 Kondisi ini mad’u seperti ini membutuhkan kredibilitas jurnalis dalam komunikasi budaya, melalui kemasan materi dakwah yang sesuai dengan daya nalar mad’u sebagai objek dakwah. Menurut pandangan Liliweri bahwa komunikasi antar budaya memiliki ragam etnis, suku, agama, bahasa, dan tradisi. Heterogenitas masyarakat secara vertikal maupun horizontal perlu kredibilitas pendekatan komunikasi antar budaya untuk menyamakan presepsi pesan apa yang akan disampaikan sesuai kebutuhan masyarakat.37 Kondisi masyarakat multikultural hemat penulis perlu maping materi dakwah dengan memperhatikan kebutuhan informasi bagi mad’u tentang persoalan sosial yang dihadapi di tengah masyarakat. Keadaan ini perlu kredibilitas jurnalis beradabtasi dengan menerapkan pendekatan komunikasi 36Op. cit., Jalaluddin Rahmat, h. 203. 37Alo Liliweri, Komunikasi Antarbudaya (Cet. II; Jakarta: Pustaka Pelajar, 2002), h. 19.
  • 23. Profesionalisme Jurnalis Islami 23 antar budaya untuk mengkomunikasikan pesan-pesan Al-Quran dan Sunnah di tengah masyarakat. Kredibilitas membahasakan Al-Quran dan Sunnah sesuai kebutuhan mad’u dapat meningkatkan dan meminimalisasi distorsi informasi di tengah masyarakat multikultural.38 Kemampuan jurnalis mengomunikasikan spirit pencerahan dalam Al-Quran dan Sunnah yang disesuaikan dengan daya nalar masyarakat dapat meningkatkan kesadaran yang berimplikasi pada peningkatan prilaku baik di tengah masyarakat. Dalam meningkatkan maid set mad’u yang lebih inovatif dan kreatif mendesain pola hidup yang lebih baik membutuhkan kredibilitas jurnalis dengan menawarkan wawasan atau cara pandang yang lebih rasional dan logis dalam menata hidup yang lebih baik. Merubah cara pandang manusia, membutuhkan kredibilitas jurnalis sesuai visi dan misi kenabian yang perlu dipertahankan dan dilestarikan.39 Sifat-sifat kenabian sebagai aturan standar umum adalah amanah, siddiq, fat}a>nah, tabli>g. Fat}a>nah meliputi 38Rupert Brown, Prejudice Its Social Psycology diterjemahkan oleh: Helly P. Soetjipto dan Sri Mulyantini Sutjipto dengan Judul: Menangani Prasangka dari Perspektif Sosial (Cet. I; Jakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 125. 39Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Subuah kajian Hermeneutika (Cet. I; Bandung: Mizan2011), h.115.
  • 24. Profesionalisme Jurnalis Islami 24 kompetensi psikologis, psikomotorik, dan afektif.40 Ketiga unsur ini jika dimiliki jurnalis maka dapat meningkatkan kredibilitas jurnalis di tengah masyarakat. Kredibilitas jurnalis kerpa kali berbeda dengan jurnalis yang lain dalam membahasakan agama karena perbedaan latarbelakang pendidikan dan cara pandnag memahami referensi dalam berbagai literatur. Jurnalis selalu dipengaruhi oleh dimensi internal (kondisi psikologis), dan dimensi eksternal (kondisi sosiologis).41 Menurut Leonard W. Doob dan Raymond V. Kesikar yang dikutip Totok Jumantoro bahwa pengaruh komunikasi eksternal dipengaruhi oleh rekaman peristiwa seseorang melalui pengalaman empiris.42 Hemat penulis hal ini sangat relevan dengan padangan J.DeVito Bahwa semakin banyak input informasi positif semakin tinggi respon positif dalam ekspresi seseorang. Teori J. DeVito ini di aktualisasikan peradaban global dengan konsep culture imprealisme theory yang dikembangkan oleh Herbert Schiller (1973) yang dikutip Usman Jasad menggambarkan bahwa perlu konstruksi informasi kepada audiens 40A. Machfud, Filsafat Dakwah: Ilmu Dakwah dan Penerapannya (Cet. II; Jakarta: Bulan Bintang, 2004), h.33. 41Ibid. 42Totok Jumantoro, Psikologi Dakwah: Dengan Aspek-Aspek Kejiwaan yang Qur’ani (Cet. I; Jakarta: Amzah, 2001), h. 35.
  • 25. Profesionalisme Jurnalis Islami 25 karena kerap kali masyarakat cenderung meniru apa yang dilihat atau dicerna oleh panca indra manusia.43 Selain dampak eksternal hemat Jalaluddin Rahmat yang dikutip dari pandangan Ibnu Maskawaih bahwa manusia dipengaruh oleh potensi dasar (internal) yaitu; potensi nabati, hewani, dan insani.44 Ketiga potensi dasar manusia ini menentukan kecenderungannya dalam berkomunikasi. Jika potensi nabati lebih dominan dalam diri seseorang maka kecendrungan manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup lebih indivudual dan kerap kali lebih mementinkan diri sendiri, jika potensi hewani lebih dominasi maka prilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup cenderung suka mengambil yang bukan haknya, dan jika potensi insani yang menguasai alam pikiran manusia maka kecendrungan pola pemenuhan kebutuhan hidup sesuai volume efektifitas informasi yang diterima. Peningkatan efektifitas dakwah melalui kredibilitas jurnalis melalui pendekatan komunikasi empati bagi mad’u, merupakan hal penting dalam mengkomunikasikan pesan-pesan keselamatan di tengah realitas masyarakat dengan bahasa yang indah. Keindahan bahasa termasuk salah satu kemapuan jurnalis dalam 43Ibid. 44Jalaluddin Rahmat, op. cit., h. 90.
  • 26. Profesionalisme Jurnalis Islami 26 meningkatkan kredibilitas. Gagasan ini menurut Ubay bin Ka’ab ah}san al-Qaul (Ucapan yang paling baik) menjelaskan bahwa contoh kalimat yang indah seperti dalam ‚syair itu mengandung hikmah‛, dan perkataan ah}san dapat memacu mad’u mencegah dan memberikan inovasi pada mad’u berupa kecerdasan afektif, behavioral, dan kecerdasan kognitif.45 Kompetensi jurnalis dari aspek kognitif termasuk etika pemilihan pesan yang dapat menggugah aspek emosional mad’u melalui konsep akan pentingnya nilai-nilai kejujuran dalam kehidupan bermasyarakat sebagai aspek penting meningkatkan kredibilitas jurnalis di tengah masyarakat. Pandangan ini sesuai dengan M. Sayyid T{ant}awi bahwa aspek kredibilitas jurnalis termasuk kejujuran, menjauhi kebohongan, memiliki argumentatif yang logis, mencapai kebenaran.46 Kompetensi jurnalis mengomunikasikan mencapai kebenaran melalui kecerdasan ma’ani (kecerdasan memaknai), baya>ni (kecerdasan menjelaskan), dan badi (kecerdasan pemilihan 45Ahmad Ghulusy, ad-Da’watul Islamiyah, (Kairo: Darul Kijab, 1987), h. 9. 46Muhammad Sayyi>d Tant}awi, Adab al-Hiwa>r fi> al-Islam (Mesir: Da>r Anahdhah, 1984), h. 18. Lihat dalam Ace Arifudin Metode Pengembanga Dakwah, 2011. h . 11.
  • 27. Profesionalisme Jurnalis Islami 27 kalimat yang indah) untuk menyentuh kondisi perasaan mad’u sehingga dapat meningkatkan kredibilitas jurnalis. Ilmu al-Baya>n adalah Abu ‘Ubaidah (w.211 H) murid Imam al-Khalil bin Ahmad. Karya Abu Ubaidillah adalah Majaz Al- Quran (Sindiran dalam Al-Quran) sebagai informasi cara mengomunikasikan pesan-pesan Al-Quran yang kemudian disempurnakan oleh al-Jurjani. 47 Hal ini sesuai dengan padangan Manna al-Qattan bahwa kecanggihan proses transformasi pesan dalam Al-Quran dengan menggunakan kalimat amsal (perumpamaan) untuk memudahkan manusia memahami dan menangkap ultimate substance di balik metateks. Kemudahan dalam tradisi komunikasi amsal ini adalah adanya sinergitas antara akal dan pancaindra, menyingkap hakikat sesuatu yang jauh dari pikiran kemudian mendekatkannya, melalui pilihan kata yang pendek tetapi mudah dicerna oleh otak sebagai perekam kode (makna). Jalal al-Din al-Suyu>t}i membagi amsa>l ka>minah, musarraha, dan amsa>l mursalah.48 Ketiga model analogi komunikasi dalam Al-Quran ini dapat dijadikan jurnalis dalam 47 Moh Ali Aziz, op. cit., h. 76. 48Lala>l al-Di>n al-Suyu>t}i>, al-Itqa>m fi Ulu>m al-Qura>n, jilid II (Kairo Mesir: Da>r al-Fikr, 2003), h. 113. Lihat Mardan, Al-Qur’an: Sebuah Pengantar Memahami Al-Quran Secara Utuh, h. 173.
  • 28. Profesionalisme Jurnalis Islami 28 sistem informasi dakwah untuk menambah kredibilitas dalam membahasakan Al-Quran di tengah umat. Selain analogi komunikasi dalam Al-Quran tersebut, untuk memaksimalkan kredibilitas jurnalis dalam sistem informasi dakwah ilmu al-Baya>n hampir sama dengan ilmu retorika, keduanya mengembangkan satu topik. Dalam ilmu al-Baya>n secara garis besar ada 3 cara untuk mengembangkan kalimat diantaranya: al-tasybih (metafora), al-Majaz (Sindiran), dan al- Kina>yah (kiasan).49 Semua model perumpamaan ini sebagai spirit pentingnya jurnalis mendesain materi dakwah untuk memudahkan mad’u memahami pesan-pesan Al-Quran dan Sunnah. Meningkatkan kredibilitas jurnalis melalui kemampuan menyusun keindahan pesan dakwah melalui kalimat indah, dikenal dalam ilmu al-Badi’ ilmu ini dapat dipelajari untuk memberikan kemasan pada materi memilih kalimat sehingga nyaman dicerna, mencerahkan pikiran, menunjukkan pemecahan, dan bermanfaat bagi mad’u.50 Ilmu ini memiliki fasilitas memperindah kalimat dari sudut kata-kata (al-lafziyyah) dan maknanya (al- Ma’nawiyah). Kriteria orator yang baik tidak hanya 49Ibid., h. 77. 50Jalaluddin Rahmat, Etika Komunikasi Religi, Makalah Seminar, (Jakarta: Perpustakaan Nasional, 18 Mei 1996.
  • 29. Profesionalisme Jurnalis Islami 29 menyampaikan pidato yang mengesankan namun perlu mengandung makna yang mendalam. Peletak dasar ilmu ini adalah Abdullah bin Mu’taz al-Abbasi (w. 270 H). ia dikagumi oleh Qudama bin Ja’far yang kemudian ikut mengembangkan ilmu ini.51 Karena objek kajian dakwah adalah manusia maka ilmuan dakwah perlu memahami psikologi mitra dakwah untuk mencapai sasaran dakwah.52 Pesan Sayyidina Ali bin Abi Thalib dikutip Ahmad Ghulusy bahwa proses transformasi pesan dakwah seorang jurnalis perlu mengoptimalkan rasio, rasa, dan rahasia.53 Hemat penulis semua materi dakwah ini dapat meningkatkan kredibilitas jurnalis di tengah masyarakat. Materi harus mengandung unsur hikmah, nasehat, dan pelajaran yang bermanfaat dan sangat dibutuhkan mad’u.54 Sejalan dengan padangan ini Ali Al-Qahtani berpendapat bahwa kredibilitas seorang jurnalis perlu memiliki kecerdasan kognitif, 51Ibid. 52Ishak Asep dan Hendri Tanjung, Management Sumber Daya Manusia (Cet. I; Jakarta: Prenada Media group), h. 19 Bandingkan dengan Yunan Yusuf, Manajemen dakwah, h. 104. 53Moh Ali Aziz, op. cit., h. 76. 54Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dan Imam Nawawi al-Bantuny, Nas}a>ihul Iba>d (Beirut: Da>r) h. 162.
  • 30. Profesionalisme Jurnalis Islami 30 kecerdasan humanis, dan kecerdasan spiritual.55 Penguasaan materi melalui kecerdasan lisan (komunikasi verbal) memiliki spirit inovasi sehingga dapat mengangkat kredibilitas jurnalis yang berimplikasi pada perubahan pola pikir mad’u. Jalaluddin Rumi dikutip Aziz salah satu tokoh sufi dari Persia, bahwa dalam proses komunikasi lidah dibayang-bayangi oleh daya rohani. dalam mencurahkan perasaan dan pikirannya dalam sebuah puisi tentang ketajaman media lidah menyebarluaskan informasi melalui saluran rongga mulut hingga ditangkap oleh panca indra manusia.56 Setiap kata, kalimat bisa berbekas dalam daya nalar mad’u jika kata dan kalimat tersebut sepadam dengan kemampuan daya serap mad’u. Dalam sistem informasi dakwah kecerdasan jurnalis dalam mengomunikasikan pesan-pesan Al-Quran dan Sunnah termasuk proses pemindahan makna ke mad’u. Hal ini sesuai teori Larry A. Samover bahwa bahasa proses kecerdasan manusia memahami dan memilih kata dalam berkomunikasi dan memindahkan lambang dari suasana kebatinan menjadi kalimat yang dapat 55Said bin Ali Al-Qaht}ani, Dakwah Islam dan Dakwah Bijak (Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 1994), h. 362. 56Ibid., h. 75.
  • 31. Profesionalisme Jurnalis Islami 31 dipahami seseorang,57 yang memberikan respon dari proses transmisi pesan untuk meningkatkan kredibilitas aplikasi dakwah. Menurut Peter Drucker bahwa kredibilitas seorang komunikator dalam sistem informasi jika memiliki kemampuan merencanakan anatomi pesan dan menetapkan target-target pencapaian. Selain itu dapat merumuskan desain aplikasi komunikasi yang memiliki struktur pesan yang mudah difahami sesama peserta komunikasi.58 Secara objektif struktur pesan, konten, teknologinya, dan sangat relevan dengan strategi sistem informasi dakwah dalam menetapkan sasaran dakwah secara sistematis bagi semua sub sistem dakwah.59 Menerapkan desain sistem informasi dakwah yang akan dicapai, penting dianalisis sesuai dengan permasalahan masyarakat yang akan dijadikan sebagai objek dakwah untuk meningkatkan efektifitas dakwah. Meningkatkan efektifitas dakwah sebagian bagian indikator kredibilitas jurnalis perlu menguasai tiga metode dakwah. 57Larry A. Samover, Richhard E. Porter, and Nemi C. Jaim, Understanding Intercultural Communication (Wodsworth Publishing Company, Belmont California, t.t), h. 23. 58Peter Drucker, Structural of Communication (New York: Sage Publishing Company, Belmont California, t.t), h. 33. 59H. Nasuka, Teori Sistem: Sebagai Salah satu Alternatif Pendekatan dalam Ilmu-ilmu Agama Islam (Cet. I; Jakarta: Prenada Media Group, 2005), h. 22.
  • 32. Profesionalisme Jurnalis Islami 32 Menurut Ali Mahfuz bahwa ada tiga metode dakwah yang dapay diaplikasikan dalam mengkomunikasikan pesan-pesan Al-Quran dan Sunnah antara lain dakwah bi al-Lisan, bi al-Qalam, dan bi al- H{al.60 Ketiga bentuk dakwah ini akan dijelaskan sistem aplikasinya sebagai berikut: a. Profesionalitas Jurnalis Profesionalitas berasal dari kata profesi. Profesi adalah suatu pekerjaan yang mempunyai fungsi pengabdian kepada masyarakat yang menuntut keterampilan tertentu melalui pendidikan dan latihan tertentu serta memiliki kode etik yang menjadi pedoman anggotanya.61 Jurnalis adalah pendidik yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang pendidikan sehingga ia mampu melakukan tugas, peran dan fungsinya sebagai pendidik dengan kemampuan yang maksimal.62 60Syekh ‘Ali Mahfuż, Hidayah Al-Mursyidin Ila Turu>q al-Wa’zhwa al- Khita>bah (Beirut Lebanon: Dar Al-Ma’rifah), h. 93. 61 Buchari, Alma. GuruProfesional Menguasai Metode dan Terampil Mengajar (Cet.II Bandung: Alfabeta, 2009), h.134. 62Lihat Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Cet. II; Jakarta: Misaka Galiza, 2003), h.85-86.
  • 33. Profesionalisme Jurnalis Islami 33 Profesionalitas jurnalis adalah produk, atau kadar. Ini mengacu pada sikap para anggota profesi terhadap profesinya dalam hal pengetahuan dan keahlian dalam melaksanakan pekerjaan tertentu yang memerlukan pendidikan, keterampilan, kejujuran dan memiliki kepandaian untuk melaksanakannya, yang dapat dipertanggungjawabkan baik secara akademik, profesi dan pedagogik. Orang yang profesional adalah orang yang memiliki profesi.63 Jurnalis adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.64 Profesi jurnalis juga diartikan suatu keahlian yang dimiliki seseorang, sesuai keahliannya atau kelebihannya. Profesionalistas jurnalis harus dikembangkan baik melalui pendidikan dan pelatihan serta kegiatan lain untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya agar lebih meningkat, usaha yang dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah pengembangan kurikulum, peningkatan kompetensi jurnalis 63Lihat Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Pendidikan Islam (Cet. VI; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h. 207. 64Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru (Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h. 2.
  • 34. Profesionalisme Jurnalis Islami 34 melalui pelatihan dan perbaikan sarana prasarana pendidikan dan peningkatan mutu manajemen sekolah.65 Dunia pendidikan merupakan sarana yang sangat diharapkan untuk membangun generasi muda, jurnalis profesional dapat mengarahkan sasaran pendidikan membangun generasi muda menjadi generasi yang penuh harapan. Profesi juga diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memiliki karateristik adanya praktek yang ditunjang oleh teori, pelatihan, kode etik yang mengatur perilaku dan punya otonomi dalam melaksanakan pekrejaannya. Dari pengertian di atas dapat di pahami bahwa profesionalitas jurnalis adalah kemampuan meningkatkan mutu pendidikan yang berkualitas dan komitmen dalam menjalankan tugasnya, serta memiliki kemampuan mentrasper ilmu kepada peserta didik. Sementara profesionalisme adalah kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas keahlian dan kewenangan yang berkaitan dengan mata pencaharian seseorang.66 Seorang 65Lihat Buchari Alma, dkk.Guru Profesional Menguasai Metode dan Terampil Mengajar (Cet. II; Bandung: Alfabeta, 2009), h.124. 66Kunandar, Guru Profesional Implementasi KurikulumTingkat Satuan Pendidikan dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru (Bandung: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 46.
  • 35. Profesionalisme Jurnalis Islami 35 profesional mempunyai prestise yang tinggi, dan karenanya mendapat imbalan yang layak. b. Perspektif Pendidikan Islam Definisi pendidikan Islam yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan Islami, yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam. Marimba dalam Ahmad Tafsir menjelaskan pendidikan Islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.67 Jadi pendidikan adalah kegiatan pengembangan pribadi peserta didik oleh pendidik atau orang yang mendidik. Pandangan Islam tentang profesionalitas ada dua kriteria pokok, yaitu panggilan hidup dan keahlian. Pendidikan Islam adalah usaha yang dilakukan untuk membina dan mengembangkan sumber daya manusia yang dimilikinya baik jasmani maupun rohani menuju terbentuknya manusia seutuhnya dengan norma 67 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Cet.VIII; Bandung: Rosdakarya, 2008), h.24.
  • 36. Profesionalisme Jurnalis Islami 36 Islam.68 Pendidikan Islam yang menyeimbangkan antara kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional, serta menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Pendidikan Islam adalah segala usaha yang dilakukan untuk membina dan mengembangkan sumber daya manusia baik jasmani maupun rohani menuju terbentuknya manusia seutuhnya sesuai dengan norma Islam.69 Pendidikan Islam sebagai bagian dari pendidikan nasional, harus mampu menyesuaikan visinya dengan visi pendidikan nasional. Visi dan orientasi pendidikan Islam diarahkan untuk mentransformasikan berbagai ilmu keislaman.70 H. M. Arifin Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam yang telah menjiwai dan mewarnai kepribadiannya.71 Sementara Zakiah Daradjat berpandangan bahwa Pendidikan Islam adalah usaha pembentukan 68Lihat Achmadi, Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan (Cet. I; Yogyakarta: Aditya Media, 1992), h. 20. 69Ahmad Tafsir, op.cit., 70Lihat Abuddin Nata, Perspektif Pendidikan Islam tentang Strategi Pembelajaran (Cet.I ; Jakarta: Kencana, 2009), h. 17. 71Lihat M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Interdisipliner (Cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara, 1992 ), h. 28.
  • 37. Profesionalisme Jurnalis Islami 37 kepribadian muslim.72 Di Muhammadiyah seperti yang dikutip oleh Ahmad Tafsir mengatakan bahwa pendidik adalah setiap orang yang bertanggung jawab atas perkembangan anak didik. Buku Pedoman Jurnalis Muhammadiyah yang kutip oleh Ahmad Tafsir mengatakan antara lain jurnalis Muhammadiyah pada haketkatnya, sebagai mahluk Allah dan sabagai manusia muslim yang memiliki tanggung jawab untuk menunaikan amanah Allah, dan sebagai karyawan yang setia pada sumpahnya. Dalam melaksanakan dua hal tersebut harus dilaksanakan dengan profesional.73 c. Perspektif Pendidikan Islam Definisi pendidikan Islam yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan Islami, yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam. Marimba dalam Ahmad Tafsir menjelaskan pendidikan Islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju 72Lihat Zakiah Darajat, et al., Ilmu Pendidikan Islam (Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 28. 73 Ahmad Tafsir, op.cit., h. 114.
  • 38. Profesionalisme Jurnalis Islami 38 terbentuknya kepribadian yang utama.74 Jadi pendidikan adalah kegiatan pengembangan pribadi peserta didik oleh pendidik atau orang yang mendidik. Pandangan Islam tentang profesionalitas ada dua kriteria pokok, yaitu panggilan hidup dan keahlian. Pendidikan Islam adalah usaha yang dilakukan untuk membina dan mengembangkan sumber daya manusia yang dimilikinya baik jasmani maupun rohani menuju terbentuknya manusia seutuhnya dengan norma Islam.75 Pendidikan Islam yang menyeimbangkan antara kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional, serta menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Pendidikan Islam adalah segala usaha yang dilakukan untuk membina dan mengembangkan sumber daya manusia baik jasmani maupun rohani menuju terbentuknya manusia seutuhnya sesuai dengan norma Islam.76 Pendidikan Islam sebagai bagian dari pendidikan nasional, harus mampu menyesuaikan visinya dengan visi pendidikan nasional. Visi dan orientasi pendidikan Islam 74Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Cet.VIII; Bandung: Rosdakarya, 2008), h.24. 75Lihat Achmadi, Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan (Cet. I; Yogyakarta: Aditya Media, 1992), h. 20. 76Ahmad Tafsir, op.cit.,
  • 39. Profesionalisme Jurnalis Islami 39 diarahkan untuk mentransformasikan berbagai ilmu keislaman.77 H. M. Arifin Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam yang telah menjiwai dan mewarnai kepribadiannya.78 Sementara Zakiah Daradjat berpandangan bahwa Pendidikan Islam adalah usaha pembentukan kepribadian muslim.79 Di Muhammadiyah seperti yang dikutip oleh Ahmad Tafsir mengatakan bahwa pendidik adalah setiap orang yang bertanggung jawab atas perkembangan anak didik. Buku Pedoman Jurnalis Muhammadiyah yang kutip oleh Ahmad Tafsir mengatakan antara lain jurnalis Muhammadiyah pada haketkatnya, sebagai mahluk Allah dan sabagai manusia muslim yang memiliki tanggung jawab untuk menunaikan amanah Allah, dan sebagai karyawan yang setia pada sumpahnya. Dalam 77Lihat Abuddin Nata, Perspektif Pendidikan Islam tentang Strategi Pembelajaran (Cet.I ; Jakarta: Kencana, 2009), h. 17. 78Lihat M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Interdisipliner (Cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara, 1992 ), h. 28. 79Lihat Zakiah Darajat, et al., Ilmu Pendidikan Islam (Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 28.
  • 40. Profesionalisme Jurnalis Islami 40 melaksanakan dua hal tersebut harus dilaksanakan dengan profesional.80 BAB II PROFESIONALITAS JURNALIS A. Konsep Profesionalitas Jurnalis Profesionalitas berasal dari kata profesi yang berarti suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu pekerjaan atau jabatan yang menghasilkan upah atau gaji dan dari gaji ia dapat melangsungkan hidupnya. Bantuan profesional untuk mengembangkan kemampuan dalam bekerja merupakan sebuah kondisi yang sangat diperlukan jika ingin berkembang kearah yang lebih baik.81 Jadi profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu. Artinya suatu pekerjaan atau jabatan yang 80 Ahmad Tafsir, op.cit., h. 114. 81Lihat Dadang Suhandar, Supervisi Pendidikan Layanan dalam Meningkatkan Mutu Pembelajaran di Era Otonomi Daerah (Cet. III; Bandung: Alfabeta, 2010), h. 84.
  • 41. Profesionalisme Jurnalis Islami 41 disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, tetapi memerlukan persiapan melalui pendidikan dan pelatihan secara khusus. Secara umum profesi diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjutan, di dalam sains dan teknologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat.82 Pekerjaan profesional akan senantiasa menggunakan teknik dan prosedur yang berpijak pada landasan intelektual yang harus dipelajari secara sengaja, terencana dan kemudian dipergunakan demi kemaslahatan orang lain. Mulyana A.Z. berpendapat setiap profesi paling tidak harus memenuhi 4 syarat berikut, yaitu: 1. Pendidikan dan pelatihan yang memadai, 2. Adanya Komitmen terhadap tugas profesionalnya, 3. Adanya usaha untuk senantiasa mengembangkan diri sesuai dengan kondisi lingkungan dan tuntutan zaman, dan 4. Adanya standar etika yang harus dipenuhi. 83 82Lihat Made Pidarta, Landasan Kependidikan (Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 265. 83 Mulyana A.Z, Rahasia Menjadi Guru Hebat :Memotivasi Diri Menjadi Guru Luar Biasa (Jakarta: Grasindo, 2010), h. 114.
  • 42. Profesionalisme Jurnalis Islami 42 Hal ini berarti pekerjaan profesional jurnalis harus memiliki persepsi filosofis dan ketanggapan yang bijaksana yang lebih mantap dalam menyikapi dan melaksanakan pekerjaan. Dalam Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Jurnalis dan Dosen pasal 1 ayat (4) menjelaskan pengertian profesional sebagai berikut: Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.84 Sedangkan menurut Nana Sudjana, profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu, dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang tidak memiliki keahlian dan memilih pekerjaan jurnalis sebagai akibat tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.85 Maka dari itu dapat dipahami bahwa yang menjadi seorang jurnalis adalah orang-orang yang dipersiapkan dan terpilih sesuai 84Republik Indonesia, Undang-undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Cet. I; Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 3. 85Lihat Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional (Cet. XVI; Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h. 14.
  • 43. Profesionalisme Jurnalis Islami 43 standar karena tidak semua orang dapat menjadi jurnalis, sebab menjadi jurnalis merupakan sebuah profesi yang penuh dengan loyalitas dan tanggung jawab. Lebih lanjut Agus F. Tamyong, menjelaskan pengertian jurnalis profesional adalah: Orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang kejurnalisan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai jurnalis dengan kemampuan maksimal. Atau dengan kata lain, jurnalis profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya.86 Jurnalis dalam kutipan di atas adalah tenaga pendidik, yakni orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik, mengajar, membimbing, mengasuh dan mengarahkan. Dalam bahasa Inggris dijumpai beberapa kata yang berdekatan artinya dengan pendidik. Kata teacher yang diartikan jurnalis atau pengajar dan tutor yang berarti jurnalis pribadi, atau jurnalis yang mengajar di rumah.87 Selanjutnya, dalam bahasa Arab dijumpai 86Ibid., h. 15. 87John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: Cet. VIII; Jakarta: Gramedia, 1980), h. 560 dan 608.
  • 44. Profesionalisme Jurnalis Islami 44 kata ustāz, mu’addib, mu’allim dan mudarris.88 Kesemua term- term ini, terhimpun dalam satu pengertian, yakni pendidik yang lazimnya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan sebutan ‚jurnalis‛. Dalam A Dictionary of Modern Written Arabic dikatakan bahwa kata ustāz, berarti teacher (jurnalis), professor (gelar akademik), jenjang di bidang intelektual, pelatih, penulis, dan penyair. Adapun kata mudarris berarti teacher (jurnalis), instructur (pelatih) dan lecturer (dosen). Selanjutnya kata mu’allim yang juga berarti teacher (jurnalis), trainer (pemandu). Juga kata mu’addib berarti educator (pendidik) atau tecaher (jurnalis dalam lembaga pendidikan Al-Qu’ran).89 Kata-kata yang bervariasi tersebut di atas, menunjukkan adanya perbedaan ruang lingkup dan lingkungan di mana jurnalis secara umum diartikan sebagai transformator pengetahuan dan keterampilan di sekolah. Jika pengetahuan dan keterampilan tersebut diberikan di perjurnalisan tinggi disebut lecturer (dosen) atau professor, di rumah-rumah secara pribadi disebut tutor, di 88Louis Ma’luf, al-Munjid fī al-Lugha (Cet. XII; Bairut: Dār al- Masyriq, 1977), h. 6. 89Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic (Cet, IV; London Macdonald dan Evans, Ltd, 1980), h. 11- 15.
  • 45. Profesionalisme Jurnalis Islami 45 pusat-pusat latihan disebut instruktor atau trainer dan di lembaga- lembaga pendidikan yang mengajarkan agama disebut ustāz. Kata pendidik secara fungsional menunjukkan kepada seorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman dan semisalnya. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, dikemukakan bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai jurnalis, dosen, konselor, pamong belajar, widyaswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.90 Dalam beberapa literatur kependidikan pada umumnya, istilah pendidik sering diwakili oleh istilah jurnalis. Istilah jurnalis sebagaimana dijelaskan oleh Hadari Nawawi adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah/kelas. Secara lebih khusus lagi, ia mengatakan jurnalis berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing. Jurnalis dalam pengertian tersebut, menurutnya, bukanlah sekadar orang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan materi 90H. Dedi Hamid, Undang-undang RI No. 20 Tahuun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Asokadikta Daruru Bahagia, 2003), h. 3.
  • 46. Profesionalisme Jurnalis Islami 46 pengetahuan tertentu, dalam mengarahkan perkembangan peserta didiknya untuk menjadi anggota masyarakat sebagai orang dewasa.91 Tugas jurnalis selain memberikan pelajaran di kelas, juga harus membantu mendewasakan anak didik. Dari uraian di atas, tampak bahwa pengertian jurnalis atau pendidik selalu dikaitkan dengan bidang tugas atau pekerjaan yang harus dilakukannya. Ini menunjukkan bahwa pada akhirnya pendidik itu merupakan profesi atau keahlian tertentu yang melekat pada seseorang yang tugasnya berkaitan dengan pendidikan. Pekerjaan yang bersifat profesional di bidang pendidikan memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Atas dasar pengertian ini, pekerjaan profesional berbeda dengan pekerjaan lain yang karena suatu profesi memerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya. Profesi atau profesionalitas jurnalis dapat diartikan pandangan tentang bidang pekerjaan sebagai suatu pengabdian di bidang pendidikan melalui keahlian tertentu dan yang menganggap keahlian sebagai sesuatu yang harus diperbarui 91Lihat Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas (Cet. III; Jakarta: Haji Masagung, 1989), h. 123.
  • 47. Profesionalisme Jurnalis Islami 47 secara terus-menerus dengan memanfaatkan kemajuan-kemajuan dalam ilmu pengetahuan.92 Berdasarkan uraian tersebut dipahami bahwa pada mulanya kata profesi tidak lain dari adalah pernyataan atau pengakuan tentang bidang pekerjaan atau bidang pengabdian yang dipilih, maka profesional dimulai dari pemahaman dan pemanfaatan terhadap kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan yang sudah ada. Adapun ciri-ciri jurnalis profesional dapat dilihat dari penjelasan beberapa ahli berikut ini. Kunandar mengemukakan ciri-ciri profesional di bidang pendidikan sebagai berikut : 1. Diakui oleh masyarakat dan layanan yang diberikan itu hanya dikerjakan oleh pekerja yang dikategorikan sebagai suatu profesi. 2. Memiliki ilmu pengetahuan sebagai landasan dari sejumlah teknik dan prosedur yang unik. Misalnya profesi di bidang kedokteran, Juga profesi di bidang kejurnalisan misalnya harus mempelajari psikologi, metodik dan lain- lain. 92Lihat Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengetahui Kelemahan Pendidikan di Indonesia (Ed. I; Bogor: Kencana, 2003), h. 140.
  • 48. Profesionalisme Jurnalis Islami 48 3. Diperlukan persiapan yang matang dan sistematis, dalam melaksanakan pekerjaan profesinya. 4. Memiliki mekanisme untuk menyaring orang-orang yang berkompeten yang diperbolehkan bekerja. 5. Memiliki organisasi profesional untuk layanan kepada masyarakat.93 Wolmer dan Mills dalam Sardiman mengatakan pekerjaan itu baru dikatakan sebagai profesional, apabila memenuhi kriteria sebagai berikut; Memiliki pengetahuan umum yang luas dan keahlian khusus yang mendalam, memiliki kode etik jabatan dan merupakan karya bakti seumur hidup. Jurnalis sebagai pekerja profesional harus memperoleh dukungan masyarakat, mendapat pengesahan dan perlindungan hukum, memiliki persyaratan kerja yang sehat, dan memiliki jaminan hidup yang layak.94 Selanjutnya Ornstein dan Levine dalam Raflis Kosasi menyatakan profesionalitas itu adalah jabatan, sesuai dengan pengertian profesi yakni melayani masyarakat, karir yang akan 93Kunandar, Pendidikan Indonesia dan Problematikanya (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 11-12. Bandingkan Kunandar, Guru Profesional: Implmentasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Srtifikasi Guru (Cet. III; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 46-47. 94Lihat Sardiman A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Cet. IX; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h. 132.
  • 49. Profesionalisme Jurnalis Islami 49 dilaksanakan sepanjang hayat, memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek, memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang, mempunyai persyaratan untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan izin atau persyaratan khusus yang ditentukan untuk dapat mendudukinya, menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan berhubungan dengan layanan yang diberikan. Jurnalis profesional dalam melaksanakan tugasnya menggunakan administrasi untuk memudahkan profesinya, dan juga mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri, mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan dengan jabatan lainnya.95 Demikian pula Sanusi dalam Raflis Kosasi mengemukakan ada sepuluh ciri-ciri utama suatu profesi,96 sebagai berikut: 1. Suatu jabatan yang memiliki fungsi yang signifikansi sosial yang menentukan. 95Lihat Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan (Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1999), h. 15. 96Ibid., h. 17.
  • 50. Profesionalisme Jurnalis Islami 50 2. Jabatan yang menuntut keterampilan/keahlian tertentu. 3. Keterampilan/keahlian yang dituntut dapat pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah. 4. Jabatan berdasarkan disiplin ilmu yang jelas, sistematik, bukan hanya sekedar pendapat khalayak umum. 5. Mempunyai prestasi yang tinggi di masyarakat, dan karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula. 6. Proses pendidikan untuk jabatan itu merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai professional. 7. Dalam memberikan pelayanan, anggota profesi berpegang pada kode etik organisasi profesi. 8. Anggota profesi bebas dalam memberikan judgement terhadap permasalahan profesi yang dihadapi. 9. Dalam melayani masyarakat anggota profesi bebas dari campur tangan orang luar. 10. Jabatan profesi mempunyai prestise yang tinggi di masyarakat, karenanya memperoleh imbalan yang tinggi. Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Jurnalis dan Dosen pasal 7 menyebutkan bahwa profesi jurnalis
  • 51. Profesionalisme Jurnalis Islami 51 dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip,97 sebagai berikut: 1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa. 2. Memiliki komitmen untuk menigkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan ahklak mulia. 3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas. 4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas. 5. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan. 6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja. 7. Memiliki kesempurnaan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat. 8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, 97Republik Indonesia, Undang-undang RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, (Cet. I; Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 6.
  • 52. Profesionalisme Jurnalis Islami 52 9. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas profesional jurnalis. Dari ciri-ciri tersebut, dapat disimpulkan bahwa profesi jurnalis adalah suatu pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan beberapa bidang ilmu yang harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Pekerja profesional berbeda dengan pekerja lainnya, karena suatu profesi memerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya. Profesionalitas jurnalis dapat terwujud maka Undang- Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Jurnalis dan Dosen mensyaratkan beberapa ketentuan, seperti mereka harus mengikuti sertifikasi pendidik. Ini memberikan stimulus kepada jurnalis untuk meningkatkan kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma IV untuk jurnalis (pasal 9), dan progran pascasarjana (S-2) untuk dosen serta program doktor untuk dosen program S-2 (Pasal 46). Kompetensi jurnalis profesional sebagaimana dalam Undang-Undang Jurnalis dan Dosen tersebut di atas adalah
  • 53. Profesionalisme Jurnalis Islami 53 berkaitan dengan (a) kompetensi pedagogik yang ditandai dengan penguasaan bidang studi tertentu secara materi maupun metodologi pembelajaran; (b) kompetensi sosial yang berupa kemampuan jurnalis/dosen untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan anak didik, orang tua, dan masyarakat; (c) kompetensi kepribadian yang berkaitan dengan akhlak dan perilaku sehari-hari seorang jurnalis/dosen; (d) kompetensi profesional yang meliputi kesungguhan seseorang untuk mengajar dengan dukungan penguasan materi dan metode pembelajaran. Sertifikat pendidik merupakan bukti tertulis yang di berikan kepada jurnalis layak untuk menjadi jurnalis/dosen yang diperoleh dari perjurnalisan tinggi yang memiliki program tenaga kependidikan yang terakreditasi untuk jurnalis (pasal 11), dan dari perjurnalisan tinggi terakreditasi yang ditetapkan pemerintah untuk dosen (pasal 47). Pemerintah berkewajiban untuk mulai melaksanakan program sertifikasi paling lama 12 bulan setelah Uudang-Undang ini disahkan (pasal 83 ayat 1) dan jurnalis yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik wajib memenuhinya paling lama 10 tahun ke depan (pasal 82 ayat 2). Jurnalis yang ingin meningkatkan kualifikasi akademik atau ingin memperoleh sertifikat pendidik dapat mengajukan bantuan biaya kepada pemerintah. Dalam pasal 13 Undang-
  • 54. Profesionalisme Jurnalis Islami 54 Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 dinyatakan; Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi jurnalis yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Masalah anggaran sebagaimana yang disebutkan di atas berkaitan dengan kesejahteraan jurnalis dan dosen, di mana dalam Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 memberikan jaminan bagi jurnalis dan dosen untuk mendapatkan imbalan yang layak, sehingga pekerjaan sebagai jurnalis dan dosen dapat dianggap sebagai pekerjaan yang profesional, menarik dan kompetitif. Hal ini dipertegas dengan pasal 14 ayat (1): Dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya, jurnalis berhak: (a) memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial dan pasal 15 ayat (1): Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai jurnalis yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi. Upah atau gaji jurnalis dapat mempengaruhi peningkatan profesionalitas jurnalis. Secara asumtif, dapat dikatakan anggaran
  • 55. Profesionalisme Jurnalis Islami 55 berupa upah atau gaji jurnalis tidak terkait langsung dengan peningkatan profesional, tetapi ia dapat mempengaruhi mutu pendidikan. Demikian pula secara subtanstif bahwa gaji yang diperoleh oleh jurnalis akan mempengaruhi dinamika perilaku dan kehidupan jurnalis dalam melaksanakan tugas-tugas profesinya. Mohammad Surya mengatakan terdapat keterkaitan yang kuat antara kualitas jurnalis beserta kesejehterannya dengan mutu pendidikan. Kualitas profesional jurnalis merupakan indikator yang kuat terhadap prestasi belajar siswa sebagai hasil pendidikan.98 Berdasar pada pernyataan ini maka dapat dipahami bahwa kesejahteraan jurnalis memiliki keterkaitan yang kuat dengan peningkatan profesionalisme dan kinerja jurnalis dalam proses pembelajaran. Dengan demikian meningkatkan gaji jurnalis adalah sesuatu yang prioritas dalam upaya mereformasi dunia pendidikan. Penghasilan jurnalis memberikan dampak terhadap profesionalitas dan peningkatan mutu pendidikan. Gaji jurnalis hanya merupakan salah satu faktor/ variabel dalam peningkatan mutu pendidikan. Gaji merupakan salah satu faktor yang terkait dengan perwujudan kinerja ‚perilaku pembelajaran‛ juga 98Lihat Mohammad Surya, Percikan Perjuangan Guru (Cet. I; Semarang: Aneka Ilmu, 2003), h. 68.
  • 56. Profesionalisme Jurnalis Islami 56 menentukan mutu pendidikan. Hal ini mengandung makna bahwa apabila gaji jurnalis terwujud dalam batas-batas yang signifikan, maka akan terwujud ‚perilaku pembelajaran‛ yang efektif, yang memberikan dampak pada perwujudan interaksi pembelajaran yang efektif pula, dan pada gilirannya akan menghasilkan ‚perilaku pembelajaran‛ peserta didik, untuk mewujudkan hasil belajar sebagai indikator mutu pendidikan, dengan asumsi bahwa faktor-faktor lainnya baik internal maupun eksternal memberikan konstribusi secara signifikan. Dalam perspektif pendidikan Islam, jurnalis harus memiliki sifat ikhlas untuk mendapatkan ridha Allah semata, melaksanakan dengan penuh kesungguhan , sebagaimana Firman Allah dalam Q.S.Yasin/36: 21 اتَّبِعُوا مَن لاَّ سٌَْأَلُكُمْ أَجْراً وَهُم مُّهْتَدُونَ ﴿ ٢١ ﴾ Terjemahnya: Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.99 Dalam pandangan penulis bahwa tidak berarti jurnalis harus hidup miskin, melarat dan sengsara, melainkan ia boleh memiliki kekayaan sebagaimana lazimnya orang lain. Hal ini 99Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 2002 ), h.708.
  • 57. Profesionalisme Jurnalis Islami 57 berarti bahwa jurnalis tidak boleh menerima pemberian atau upah karena jasanya dalam mengajar, melainkan ia boleh menerima pemberian atau upah/gaji tersebut. Ditinjau dari aspek fikih, upah atau gaji atas profesi jurnalis adalah terkait dengan penyampaian ilmu. Ilmu dalam pandangan syariat adalah wajib disampaikan kepada orang lain. Bila dikaitkan lagi dengan masalah fikih maka gaji jurnalis termasuk ijārah (sewa) atas barang maupun sewa atas jasa profesi orang yang diperbolehkan.100 Jadi, dapat dirumuskan bahwa jurnalis-jurnalis boleh saja, menerima gaji karena jurnalis termasuk pekerjaan profesi yang menuntut adanya profesionalitas jurnalis yang ideal. Profesionalitas jurnalis dipandang sebagai pekerjaan melalui keahlian dan harus didukung sumber dana yang kuat secara terus-menerus dengan memanfaatkan kemajuan yang terdapat dalam ilmu pengetahuan dan peningkatan mutu pendidikan.101Untuk meningkatkan mutu pendidikan, yang harus dilakukan adalah menata tujuan pendidikan yang mampu menghadapi tantangan abad ke-21, ini adalah hubungan yang erat 100Lihat Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islāmi wa Adillatuh, jilid IV (Bairut: Dār al-Fikr, 1989), h. 766. 101Lihat Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengetahui Kelemahan Pendidikan di Indonesia, (Ed. I; Bogor: Kencana, 2003), h. 140.
  • 58. Profesionalisme Jurnalis Islami 58 antara lembaga pendidikan dengan dunia kerja. Hal ini menekankan kepada perlunya dibangun tenaga kerja Indonesia yang profesional. Dengan demikian, dibutuhkan upaya yang sungguh-sungguh agar lembaga pendidikan diarahkan kepada terbentuknya sumber daya manusia yang profesional. Istilah profesional sebagaimana yang telah diuraikan menjadi suatu istilah baku dalam mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) memasuki abad ke-21 yang penuh dengan persaingan. Ada yang menekankan profesionalitas kepada penguasaan beserta kiat-kiat dalam penerapannya, dan ada pula yang menekankan kepada kemampuan manajemen. Apakah sikap profesionalitas ini telah dikembangkan dalam lembaga pendidikan? Kenyataan menunjukkan bahwa lembaga yang ada sekarang ini, lebih mementingkan pembentukan intelektual, tetapi belum memberikan perhatian kepada terbentuknya sikap profesional. B. Tipologi Jurnalis Profesional dalam Perspektif Pendidikan Islam
  • 59. Profesionalisme Jurnalis Islami 59 Tipologi adalah ilmu yang mempelajari tentang watak dan atau kepribadian manusia.102 Dengan batasan seperti ini, maka pandangan tentang tipologi jurnalis profesional yang dimaksudkan adalah syarat jurnalis profesional, sifat, dan tugasnya. Ketiga tipologi ini, sangat terkait dengan watak dan kepribadian jurnalis yang dalam berbagai literatur pendidikan Islam yang penulis telusuri, sering dijelaskan secara bersamaan.103 Dalam kenyataannya bahwa syarat, sifat dan tugas jurnalis sulit dibedakan, sehingga untuk membedakannya harus ditelusuri dengan cara mencermati ketiga masalah terseb ut berdasarkan tipologinya masing-masing. Untuk memperoleh kemampuan melaksanakan tugas secara maksimal, jurnalis harus memenuhi syarat-syarat seperti yang ungkapakn Soejono dalam Ahmad Tafsir sebagai berikut: 1. Syarat-Syarat Jurnalis a. Tentang umur, harus sudah dewasa. Hal ini penting karena menyangkut perkembangan seseorang, tugas harus 102Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, op. cit., h. 1022. Lihat juga Trisno Yuwono dan Pius Abdullah, Kamus Praktis Bahasa Indonesia (Surabaya: Arkola, 1999), h. 430 103. Lihat Ahmad Tafsir, op. cit., h. 79 dan 82
  • 60. Profesionalisme Jurnalis Islami 60 dilakukan secara bertanggung, itu hanya dapat dilakukan oleh orang telah dewasa, b. Tentang kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani. Jasmani yang tidak sehat akan membahayakan pelaksanaan pendidikan, dan rohani yang tidak sehat tidak mampu bertanggung jawab, c. Tentang kemampuan mengajar, ia harus ahli. Hal ini penting bagi jurnalis dengan pengetahuannya ia diharapkan mengembangkan peserta didiknya, d. Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi, harus memberikan contoh yang baik, dan dedikasi tinggi diperlukan dalam mendidik dan meningkatkan mutu pembelajaran.104 Berdasarkan pada pengertian jurnalis sebagai pendidik sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, seseorang dapat disebut sebagai jurnalis yang profesional bila memenuhi beberapa persyaratan. Seseorang yang diangkat menjadi jurnalis pada suatu lembaga pendidikan tertentu, ia terlebih dahulu mengikuti diseleksi berdasarkan ketentuan yang merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh seorang jurnalis. 104 Lihat Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Cet.VIII; Bandung: Rosdakarya, 2008), h. 80.
  • 61. Profesionalisme Jurnalis Islami 61 Syarat menjadi seorang jurnalis profesional harus diperhatikan dan diterapkan secara tegas, terutama dalam penerimaan jurnalis.105 Zakiah Daradjat bahwa untuk menjadi jurnalis yang baik ada empat syarat yang harus dipenuhi, yaitu takwa kepada Allah, berilmu, sehat jasmani dan berkelakuan baik.106 Dalam hal ini, Ahmad Tafsir juga mengemukakan empat syarat bagi seorang jurnalis dengan merujuk pendapat Soejono yang secara singkat dapat disebutkan, jurnalis harus dewasa, harus sehat jasmani, dan rohani, harus ahli atau memiliki kemampuan mengajar, berkesusilaan dan berpendidikan tinggi.107 Syarat-syarat menjadi jurnalis sebagaimana yang telah disebutkan meliputi: ‚Takwa kepada Allah, sudah dewasa‛,108 sehat jasmani dan rohani, berilmu, memiliki kemampuan mengajar, berkelakuan baik dalam arti berkesusilaan, dan berdedikasi tinggi. Syarat yang disebut terakhir ini, menyangkut 105Lihat Ahmad Tafsir, loc. cit. 106Lihat Zakiah Daradjat et al., Ilmu Pendidikan Islam (Cet. V; Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 41. 107Ahmad Tafsir, op.cit., h. 80. 108Seseorang dianggap sudah dewasa sejak ia berusia 18 tahun atau dia sudah kawin. Akan tetapi menurut ilmu pendidikan, laki-laki baru dianggap sudah dewasa setelah berumur 21 tahun dan bagi perempuan setelah berusia 18 tahun. ibid.
  • 62. Profesionalisme Jurnalis Islami 62 masalah akhlak dan tidak hanya diperlukan dalam mendidik, tetapi juga diperlukan dalam meningkatkan mutu pembelajaran. Seorang jurnalis profesional dalam perspektif pendidikan Islam harus memiliki dan menghiasi dirinya dengan akhlak yang terpuji (al-akhla>q al-mahmudah) sekaligus menghindari akhlak yang tercela (al-akhla>q al-mazmumah). Seorang jurnalis yang senantiasa menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia dan terpuji, dipastikan peserta didik yang merupakan anak didiknya akan merasa senang kepadanya dan menghormatinya. Sebaliknya jika seorang jurnalis berakhlak tercela, maka peserta didiknya akan menjauhinya, bahkan mungkin menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya penyakit kejiwaan (sindrom) di kalangan murid-muridnya yang disebut fobi sekolah.109 Zakiah Daradjat menyebutkan sejumlah akhlak yang seharusnya dimiliki seorang jurnalis, misalnya; mencintai jabatannya sebagai jurnalis, bersikap adil terhadap semua peserta didiknya, berlaku sabar dan tenang, berwibawa, gembira, bersifat manusiawi, bekerja sama dengan jurnalis lain, dan bekerja sama dengan masyarakat.110 Akhlak 109Fobi sekolah adalah penyakit kejiwaan yang mencerminkan rasa takut terhadap sekolah, sehingga anak-anak yang seharusnya bersekolah tidak mau datang ke sekolah, dan bahkan lebih parah lagi dapat mengasingkan diri dari lingkungan sosial. Azyumardi Azra, op. cit., h. 164. 110 Lihat Zakiah Daradjat et al., op. cit., h. 42-44.
  • 63. Profesionalisme Jurnalis Islami 63 jurnalis yang dikemukakan ini merupakan implementasi dari kode etik jurnalis Indonesian. Tujuan kode etik antara lain untuk menjunjung tinggi martabat profesi, memelihara kesejahteraan para anggota, meningkatkan mutu dan kualitas profesi, meningkatkan mutu organisasi profesi. Organisasi ini dapat menghubungkan antara jurnalis dan pemerintah, sehingga tidak bertindak sewenang-wenang melaggar kode etik. Kode etik merupakan landasan moral, pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Kode etik profesional jurnalis sesuai dengan firman Allah dalam Q.S. Al-Muddatstsir/74:1-7.                       Terjemahnya: 1. Hai orang yang berkemul (berselimut), 2. bangunlah, lalu berilah peringatan! 3. dan Tuhanmu agungkanlah! 4. dan pakaianmu bersihkanlah, 5. dan perbuatan dosa tinggalkanlah, 6. dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang
  • 64. Profesionalisme Jurnalis Islami 64 lebih banyak. 7. dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah. Dalam melaksanakan pekerjaan sebagai jurnalis harus selalu didasarkan pada ketentuan yang berlaku sehingga dapat menjadi ibadah di sisi Allah swt. Adapun rumusan kode etik Jurnalis Indonesia setelah disempurnakan dalam kongres PGRI XVI tahun 1989 di Jakarta,111 sebagai berikut: 1. Jurnalis berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila; 2. Jurnalis memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional; 3. Jurnalis berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan; 4. Jurnalis menciptakan suasana sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses beajar mengajar; 5. Jurnalis memelihara hubungan baik dengan orangtua murid dan masyarkat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan; 6. Jurnalis secara pribadi dan berama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya; 111Syaiful Sagala, op.cit., h. 35.
  • 65. Profesionalisme Jurnalis Islami 65 7. Jurnalis memelihara hubungan seprofesi, semgangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial; 8. Jurnalis secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian; 9. Jurnalis melaksanakan segala kebijaksanaan perintah dalam bidang pendidikan. Kode eitk profesi jurnalis menggambarkan kompetensi kepribadian, ini merupakan barometer atau ukuran bagaimana jurnalis bertindak, bersikap, dan berbuat dalam kehidupannya, baik individu, keluarga, sekolah, dan masyarakat. Selain itu jurnalis juga harus mengimplementasikan nilai-nilai ajaran agama, mislanya jujur dalam perkataan dan perbuatan. Peranan jurnalis di sekolah ditentukan oleh kedudukanya sebagai orang dewasa, sebagai pengajar, pendidik dan sebagai pegawai. Yang paling utama adalah jurnalis dalam kedudukannya sebagai pengajar dan pendidik yang harus mampu menunjukkan kelakuan yang layak bagi jurnalis menurut harapan masyarakat. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa jurnalis sebagai pendidik, di samping harus mampu mentransfer ilmunya kepada peserta didik yang dihadapinya, ia juga harus memiliki kode etik dalam bersikap. Menurut pandangan
  • 66. Profesionalisme Jurnalis Islami 66 Soetjipto dan Raflis Kosasi adalah sikap profesional kejurnalisan terhadap peraturan perundang-undangan dan organisasi profesi, teman sejawat, anak didik, tempat kerja, pemimpin, dan pekerjaan.112 Tugas jurnalis Indonesia adalah melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan. Dan jurnalis merupakan unsur aparatur negara, maka ia harus melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan. Dengan kata lain, jurnalis harus bersikap tunduk pada peraturan perundang-undangan. Jurnalis juga harus bersikap secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi. Dengan kata lain, bahwa setiap jurnalis wajib berpartisipasi guna memelihara, membina, dan meningkatkan mutu organiasi profesi dalam rangka mewujudkan cita-cita organisasi. Sikap jurnalis terhadap teman sejawat adalah memelihara hubungan seprofesi, memiliki semangat kekeluargaan, dan mempunyai kesetiakawanan sosial. Sikap seperti ini, harus pula diwujudkan dalam bersikap terhadap 112Soetjipto dan Raflis Kosasi, op.cit.,
  • 67. Profesionalisme Jurnalis Islami 67 anak didik, yakni berbakti dalam arti membimbing peserta didik sesuai dengan tujuan k pendidikan.113 Mengenai sikap terhadap tempat kerja, adalah menciptakan suasana kerja yang baik, sikap terhadap pemimpin adalah menciptakan suasana harmonis terhadap kepala sekolah dan sikap terhadap pekerjaan adalah melaksanakan tugas jurnalis dengan penuh kesabaran dan ketelatenan yang tinggi, terutama bila berhubungan dengan peserta didik. Kamal Muh. Isa menyatakan bahwa seorang jurnalis dituntut untuk memiliki berbagai sikap, yakni sifat amanat, mampu mempersiapkan dirinya, menghindari sikap tamak dan batil, harus memiliki sikap terpuji.114 Semua sikap jurnalis seperti yang telah disebutkan, merupakan syarat penting untuk ditanamkan dalam diri setiap jurnalis dalam rangka meningkatkan mutu, baik peningkatan mutu jurnalis sebagai pendidik maupun peningkatan mutu siswa sebagai peserta didik. 113 Lihat Republik Indonesia , Undang-undang R.I. Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Bandung: Fokusmedia, 2003), h. 3. 114Lihat Kamal H. Mohamad Isa, Khashaish Madrasah al-Nubuwwa diterjemahkan oleh Chairul Halim dengan judul Manajemen Pendidikan Islam (Cet. I; Jakarta: Fikahati Aneska, 1994), h. 64-65.
  • 68. Profesionalisme Jurnalis Islami 68 Berkenaan dengan uraian di atas maka dapat dikemukakan bahwa standarisasi syarat jurnalis profesional perspektif Islam minimal enam syarat, yaitu beriman dan takwa kepada Allah, sudah dewasa, berilmu pengetahuan yang luas, sehat jasmani dan rohani, berakhlak mulia, dan memiliki kemampuan mendidik. 2. Sifat jurnalis Syarat adalah sifat minimal yang harus dipenuhi oleh jurnalis, sedangkan sifat adalah pelengkap syarat sehingga jurnalis dikatakan memenuhi syarat maksimal. Pembedaan ini diperlukan karena tidak mudah menemukan jurnalis dengan syarat maksimal. 115 Dalam hal ini, dengan memenuhi syarat minimal, seseorang dapat menjadi jurnalis. Mohamad Surya mengatakan sifat utama dari seorang jurnalis yang profesional adalah kemampuannya dalam mewujudkan kinerja professional yang sebaik-baiknya dalam mencapai tujuan pendidikan. Sifat-sifat tersebut, mencakup kepribadian jurnalis dan penguasaan keterampilan teknis 115Lihat Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Cet.VIII; Bandung: Rosdakarya, 2008,h. 82
  • 69. Profesionalisme Jurnalis Islami 69 kejurnalisan.116 Seorang jurnalis hendaknya memiliki kompetensi yang mantap. Kompetensi adalah seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam diri jurnalis agar dapat mewujudkan kinerjanya secara profesional, tepat, dan efektif. Kompetensi yang dimaksud berada dalam diri pribadi jurnalis yang bersumber dari kualitas kepribadian, pendidikan, dan pengalamannya. Kompetensi tersebut meliputi kompetensi intelektual, fisik, pribadi, sosial, dan spritual.117 Athiyah al-Abrasyi sebagaimana yang dikutip Abuddin Nata, disebutkan bahwa terdapat tujuh sifat yang harus dimiliki oleh jurnalis dalam perspektif pendidikan Islam, yakni; zuhud, jiwa yang bersih, ikhlas, pemaaf, mencintai murid, mengetahui bakat, tabiat, dan watak murid, serta menguasai mata pelajaran.118 Sementara Asama Hasan Fahmi sebagaimana dikutip oleh Ahmad Tafsir, ia mengajukan beberapa sifat jurnalis yakni, tenang, tidak bermuka masam, tidak berolok-olok di hadapan anak didik dan sopan santun.119 116Lihat H. Mohamad Surya, op. cit., h. 248-249. 117Ibid., h. 249-250. 118Disadur dari H. Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1 (Cet. I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 71-76. 119Ahmad Tafsir, op. cit., h. 83.
  • 70. Profesionalisme Jurnalis Islami 70 Sejalan dengan uraian di atas, Ahmad Tafsir dalam pandangannya tentang sifat-sifat jurnalis, mengemukakan bahwa sifat jurnalis adalah kasih sayang pada murid, senang memberi nasehat, senang memberi peringatan, senang melarang murid melakukan hal yang tidak baik, bijak dalam memilih bahan pelajaran yang sesuai dengan lingkungan murid, hormat pada pelajaran lain yang bukan pegangannya, bijak dalam memilih bahan pelajaran, mementingkan berfikir dan berijtihad, jujur dalam keilmuan, dan bersifat adil.120 Abuddin Nata dalam Filsafat Pendidikan Islam, ketika membahas tentang sifat-sifat pendidik yang baik, ia menjelaskan bahwa seorang jurnalis selain menguasai pengetahuan yang akan diajarkannya kepada murid, juga harus memiliki sifat-sifat terpuji, sehingga apa yang disampaikan jurnalis kepada muridnya didengar dan dipatuhi, tingkah lakunya dapat ditiru dan diteladani dengan baik.121 Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan, terdapat perbedaan pandangan dalam merumuskan sifat-sifat jurnalis. Ada yang merumuskan sifat jurnalis sama dengan syarat jurnalis. Misalnya, ‚sopan santun‛ sebagai sifat jurnalis dalam rumusan 120Ibid., h. 84. 121Lihat Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1 (Cet. I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 71.
  • 71. Profesionalisme Jurnalis Islami 71 Asama Fahmi, esensinya sama dengan ‚berkelakuan baik‛ sebagai syarat jurnalis dalam rumusan Zakiyah Daradjat sebagaimana yang telah disebutkan dalam uraian terdahulu. Lain halnya dengan rumusan sifat jurnalis yang telah dikemukakan oleh Mohamad Surya, di mana ia berpandangan bahwa sifat jurnalis adalah kompetensi jurnalis.122 Kompetensi jurnalis yang dimaksud, merupakan bagian integral dari sifat utama dari seorang jurnalis profesional yang diuraikan pada subbab mendatang. Berdasarkan dari uraian-uraian di atas, maka dalam pandangan penulis bahwa sifat-sifat jurnalis yang telah dirumuskan oleh pakar-pakar pendidikan semisal Athiyah al- Abrasyi, Asama Hasan Fahmi, dan Ahmad Tafsir, mengacu pada sifat-sifat jurnalis menurut perspektif pendidikan Islam. Sedangkan rumusan Mohamad Surya, adalah mengacu pada sifat- sifat jurnalis menurut perspektif pendidikan umum. Dengan merekonsiliasikan keduanya, akan bermuara pada suatu rumusan bahwa sifat-sifat jurnalis yang profesional adalah harus berdasarkan nilai-nilai moralitas Islam dan harus ditunjang oleh beberapa kompetensi, yakni kompetensi intelektual, kompetensi 122Lihat Mohammad Surya, op. cit., h. 248.
  • 72. Profesionalisme Jurnalis Islami 72 fisik, kompetensi pribadi, kompetensi sosial, dan kompetensi spritual. 3. Tugas Jurnalis Jurnalis sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Minat, bakat, kemampuan, dan potensi yang dimiliki peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan jurnalis.123Jurnalis mempunyai tugas memperhatikan peserta didik secara individual, karena antara satu peserta didik dengan peserta didik lainnya memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Jurnalis mempunyai beberapa tugas anatara lain membentuk kepribadian, memberikan kemudahan belajar. Selain itu tugas jurnalis yang dimaksudkan di sini, yaitu mendidik, mengajar dan melatih peserta didik. Ketiga tugas jurnalis tersebut, ada pihak yang memandangnya sebagai tugas pokok.124 Selanjutnya, mendidik sebagai tugas jurnalis menurut Ahmad Tafsir, telah disepakati oleh kalangan para ahli pendidikan, baik Islam maupun Barat. Ia mengakui, bahwa mendidik merupakan 123E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan (Cet.VII; Bandung: Rosdakarya, 2007), h. 35. 124Lihat Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan (Cet I ; Bandung : Pustaka Setia, 2002), h. 15.
  • 73. Profesionalisme Jurnalis Islami 73 tugas jurnalis yang amat luas dan sebagian dilakukan dalam bentuk mengajar, memberi dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan dan sebagainya.125 Dengan demikian, dapat dipahami bahwa jurnalis dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, ia berusaha merujuk pada kegiatan pembinaan dan pengembangan peserta didik. Tugas jurnalis sebagai pendidik tidak hanya terbatas pada usaha mencerdaskan otak peserta didiknya saja, melainkan juga berupaya membentuk seluruh kepribadiannya, sehingga dapat menjadi manusia dewasa yang memiliki kemampuan dalam menguasai ilmu pengetahuan dan mengembangkannya untuk kesejahteraan hidup umat manusia.126 Tugas jurnalis dalam kegiatan mendidik ini berkonotasi sebagai suatu proses ‚memanusiakan‛ manusia agar mampu hidup secara mandiri dan dapat bertanggung jawab dalam seluruh lini kehidupan, sehingga tugas yang diembannya itu dapat dipahami berdimensi kemanusiaan dan kemasyarakatan. Selain mendidik, tugas jurnalis termasuk pula mengajar dan melatih peserta didik, mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, Sedang melatih 125Lihat Ahmad Tafsir, op.cit., h. 78. 126ibid. h.
  • 74. Profesionalisme Jurnalis Islami 74 berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada peserta didik.127S.Nasution memahaminya mengajar adalah menanamkan pengetahuan, menyampaikan kebudayaan, dan sebagai suatu aktivitas dalam mengatur lingkungan anak dengan sebaik- baiknya, sehingga terjadi pembelajaran. Melalui aktivitas yang disebut terakhir ini, mengajar mengandung arti membimbing, aktivitas dan pengalaman peserta didik serta membantu perkembangannya sehingga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.128 Selain tugas mengajar, jurnalis juga bertugas untuk membuat persiapan mengajar, tugas mengevaluasi hasil belajar yang selalu bertalian dengan pencapaian tujuan pembelajaran. Tugas jurnalis dalam melatih peserta didik yang dalam hal ini jurnalis bertindak sebagai pelatih untuk mengembangkan keterampilan peserta didik.129 Jurnalis sebagai pelatih, memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi peserta didik untuk mengembangkan cara pembelajarannya sendiri.130 127Lihat Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional (Ed. II; Bandung: Remaja Rosda Karya,1996), h. 7. 128S. Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar (Cet. I; Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 4 – 6. 129Sudarwan Danim, loc. cit. 130Lihat H. Mohamad Surya, op. cit., h. 47.
  • 75. Profesionalisme Jurnalis Islami 75 Mendidik, mengajar maupun melatih peserta didik, tentunya dapat berjalan lancar selama jurnalis berperan aktif dalam melaksanakan tugas-tugasnya terutama tugasnya sebagai pendidik. Dapat disimpulkan bahwa tugas jurnalis secara umum adalah mendidik, dan tugas jurnalis secara khusus adalah mengajar dan melatih peserta didik. Di sini penulis perlu tegaskan bahwa keberhasilan jurnalis sebagai pendidik dalam mengajar dan keberhasilan peserta didik dalam belajar sangat dipengaruhi oleh jurnalis itu sendiri. Karena itu, tipologi jurnalis sebagai pendidik yang meliputi syarat, sifat, dan tugasnya harus mendapat perhatian khusus dari jurnalis dalam menjelaskan tugas kejurnalisan yang merupakan pekerjaan profesi, dengan demikian dipahami bagaimana peran jurnalis itu dalam kaitan profesi yang diembannya. Peran jurnalis yang dimaksudkan adalah serangkaian usaha-usaha yang dilakukan dan diupayakan oleh jurnalis sebagai pendidik dan meningkatkan profesionalitasnya. Menurut Mohamad Surya peran jurnalis secara profesional bukan hanya di sekolah saja, melainkan juga di luar sekolah, misalnya di lingkungan keluarga dan di lingkungan masyarakat.131 Dengan demikian, jurnalis yang profesional memiliki peran yang serba 131H. Mohamad Surya, op. cit., h. 223-224.
  • 76. Profesionalisme Jurnalis Islami 76 kompleks, karena ia bukan hanya berkedudukan sebagai tenaga pendidik di sekolah, tetapi ia juga memiliki kedudukan sebagai pendidik di luar sekolah dan di masyarakat. Proses Pembelajaran di sekolah merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan jurnalis sebagai pemegang peran utama. Menurut telaahan penulis, ditemukan berbagai tulisan yang dikemukakan oleh para pendidikan tentang peran yang diemban oleh jurnalis di lingkungan sekolah yang utama adalah sebagai pendidik, pengajar dan pelatih peserta didik. Akan tetapi, sesuai dengan adanya perkembangan maka pembelajaran membawa konsekuensi kepada jurnalis untuk meningkatkan perannya, karena pembelajaran sebagian besar ditentukan oleh peran jurnalis di sekolah.132 Peran jurnalis dalam pembelajaran di sekolah mempunyai peran utamanya meliputi beberapa hal, antara lain; Jurnalis sebagai demonstrator dan motivator. Sebagai demonstrator, jurnalis memiliki peran dalam memperagakan apa yang diajarkannya secara didaktis, dan apa yang disampaikannya itu dapat diterima oleh peserta didik, sehingga peserta didik akan mampu mengembangkan dan meningkatkan kemampuannya pada tingkat keberhasilan yang lebih optimal. Untuk sampai ke tujuan tersebut, jurnalis juga sebagai demonstrator, berperan sebagai 132Moh. Uzer Usman, op. cit., h. 9.
  • 77. Profesionalisme Jurnalis Islami 77 motivator, yakni merangsang dan atau memberikan dorongan untuk menumbuhkan potensi peserta didik, menumbuhkan aktivitas dan daya cipta (kreativitas), sehingga terjadi dinamika dalam pembelajaran. Dalam semboyan pendidikan di Taman Siswa sudah lama dikenal dengan istilah ‚ing ngarso sun tulada, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani‛.133 Dengan semboyang ini, maka nampak bahwa peranan jurnalis sebagai motivator sangat penting dalam interaksi pembelajaran, karena menyangkut esensi pekerjaan mendidik yang membutuhkan kemahiran sosial, menyangakut performance dalam arti personalisasi dan sosialisasi diri. Jurnalis sebagai mediator dan fasilitator, Sebagai mediator, maka jurnalis berperan menjembatani dalam kegiatan belajar peserta didik. Mediator menurut Sardiman AM, berarti jurnalis sebagai penyedia media, yakni bagaimana upaya jurnalis meyediakan dan mengorganisasikan penggunaan media pembelajaran.134 Karena jurnalis sebagai mediator, praktis juga berperan sebagai fasilitator, yakni memberikan fasilitas atau kemudahan dalam pembelajaran yang sedemikian rupa, dan serasi 133Lihat Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Cet. VII; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h. 143. 134Lihat Ibid., h. 144.
  • 78. Profesionalisme Jurnalis Islami 78 dengan perkembangan siswa, sehingga interaksi belajar akan berlangsung secara efektif. Hal ini, sesuai dengan paradigma ‚Tut Wuri Handayani‛. Jurnalis sebagai evaluator dan pengelola kelas. Sebagai evaluator, maka jurnalis berperan mengadakan evaluasi, yakni penilaian terhadap hasil yang telah dicapai oleh peserta didik.135 Dengan penilaian, jurnalis dapat mengetahui keberhasilan pencapaian, penguasaan peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan. Peserta didik belum sampai pada tingkat keberhasilan, maka jurnalis dituntut untuk lebih berperan sebagai pengelola kelas, dalam arti bahwa ia berperan sebagai learning manager, yakni mengelola kelas dan mengarahkan lingkungan kelas agar kegiatan belajar terarah kepada tujuan untuk keberhasilan peserta didik secara optimal. Mohamad Surya, peran jurnalis di sekolah adalah keseluruhan kegiatan pendidikan di tingkat operasional, jurnalis merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tingkat institusional, intsruksional.136 Hal ini bemakna bahwa peran jurnalis harus dipertahankan, dan ditingkatkan. Karena, jurnalis dituntut untuk memiliki komitmen yang kuat 135Lihat Moh. Uzer Usman, op. cit., h. 11. 136H. Mohamad Surya, op. cit., h. 223.
  • 79. Profesionalisme Jurnalis Islami 79 dalam upaya menfungsikan multiperannya secara utuh dan menyeluruh. Di luar sekolah, jurnalis memiliki peran yang signifikan. Di lingkungan keluarga misalnya, jurnalis merupakan unsur keluarga sebagai pengelola, peserta didik sebagai pendidik dalam keluarga.137 Hal ini mengandung makna bahwa jurnalis sebagai unsur keluarga harus mampu mewujudkan keluarga yang kokoh, sehingga menjadi fondasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara keseluruhan. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, jurnalis merupakan unsur strategis sebagai pendidik anggota masyarakat. Sebagai anggota masyarakat, jurnalis harus menunjukkan kepribadiannya secara efektif agar menjadi teladan bagi masyarakat di sekitarnya.138 Sebagai masyarakat, jurnalis berperan sebagai mediator antara masyarakat dan dunia pendidikan. Dalam hal ini, Moh. Uzer Usman menyatakan bahwa jurnalis berperan untuk menyampaikan segala perkembangan kemajuan dunia sekitar kepada masyarakat, khususnya masalah- masalah pendidikan. Jurnalis sebagai pemimpin generasi muda maka masa depan generasi muda terletak di tangan jurnalis. 137Ibid. 138Ibid., h. 224.
  • 80. Profesionalisme Jurnalis Islami 80 Jurnalis berperan sebagai pemimpin mereka dalam mempersiapkan diri untuk anggota masyarakat yang dewasa.139 Jurnalis merupakan model atau teladan bagi peserta didik dan semua orang disekitarnya, sebagai teladan jurnalis akan mendapat sorotan dari peserta didik atau orang di sekitarnya. Oleh Karena itu jurnalis dalam bertindak dan bersikap harus menjadi panutan bagi peserta didiknya dan lingkungannya. Hubnungan kemanusiaan diwujudkan dalam semua pergaulan manusia, intelektual, moral, kindahan, terutama berprilaku.140 Peran jurnalis yang disebutkan di atas, jika berfungsi sebagaimana mestinya, maka akan membawa lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat pada suasana edukatif, sehingga akan tercipta lingkungan yang berpendidikan, terarah dan menyeluruh, baik di sekolah maupun di luar sekolah, misalnya dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam pandangan penulis bahwa multiperan jurnalis di luar sekolah, perlu diwujudkan secara nyata melalui satu pendekatan dan program yang dilaksanakan secara profesional, sistemik, sinergik, dan simbiosis dari semua pihak terkait. 139Moh. Uzer Usman, op. cit., h. 12. 140E. Mulyasa, op.cit., h. 46.
  • 81. Profesionalisme Jurnalis Islami 81 C. Kompetensi Jurnalis Profesional dan Upaya Peningkatan Mutu dalam Perspektif Pendidikan Islam Kompetensi berasal dari bahasa Inggris yaitu competence yang berarti kecakapan dan kemampuan.141 Menurut kamus bahasa Indonesia kompetensi merupakan kewenangan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal.142 Jadi pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Charles. E. Johnson, yang dikutip oleh M. Uzer Usman, bahwa kompetensi merupakan gambaran hakikat dan prilaku jurnalis yang tampak sangat berarti.143 Demikian pula Mc. Leod dalam M. User Usman bahwa, kompetensi merupakan prilaku yang rasioanal untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan.144 Sedangkan E. Mulyasa, berpendapat bahwa, kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.145 Adapun kompetensi jurnalis merupakan 141John M Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Cet. XXI; Jakarta: PT. Gramedia, 1995), h. 132. 142Departemen Pendidikan Nasional, op.cit., h. 528. 143Moh Uzer Usman, op. cit., 37-38. 144Ibid. 145E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi (Cet. VI; Bandung: PT. Rosdakarya Offset, 2004), h., 37-38.