1. MAKALAH
Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Evaluasi kinerja dan
konpensasi”
OLEH :
SRISTI LISTIANA 11150106
KELAS 7O MSDM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BINA BANGSA
2018/2019
2. KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat-nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah yang ditugaskan dari dosen pengampu
kami.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Evaluasi
kinerja dan konpensasi. Kami menyadari sepenuh hati bahwa masih banyak
kekurangan yang terdapat di dalam makalah ini, untuk itu kami mohon
maaf atas kekurangan dari makalah ini, dan kami sangat menerima kritik
dan saran dari pembaca.
Serang, November 2018
Penulis
3. BAB I
a) PENGERTIAN, FUNGSI EVALUASI KINERJASDM
a.1. Pengertian Evaluasi Menurut Para Ahli
GT. Milkovich dan Bourdreau mengungkapkan bahwa evaluasi/penilaian kinerja adalah
suatu proses yang dilakukan dalam rangka menilai kinerja pegawai, sedangkan kinerja
pegawai diartikan sebagai suatu tingkatan dimana karyawan memenuhi/mencapai
persyaratan kerja yang ditentukan.
Definisi Evaluasi kinerja atau penilaian prestasi karyawan yang dikemukakan Leon C.
Menggison (1981:310) dalam Mangkunegara (2000:69) adalah sebagai berikut:
”penilaian prestasi kerja (Performance Appraisal) adalah suatu proses yang digunakan
pimpinan untuk menentukkan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai
dengan tugas dan tanggng jawabnya”.
Payaman Simanjuntak (2005:105) yang menyatakan evaluasi kinerja adalah penilaian
pelaksanaan tugas (performance) seseorang atau sekelompok orang atau unit kerja
organisasi atau perusahaan. Dengan demikian, evaluasi kinerja dapat dikatakan sebagai
suatu sistem dan cara penilaian pencapaian hasil kerja individu pegawai, unit kerja
maupun organisasi secara keseluruhan.
4. a.2. Tujuan Evaluasi Kinerja
Tujuan dari evaluasi kinerja menurut Mangkunegara (2005:10) adalah untuk :
1. Meningkatkan saling pengertian di antara karyawan tentang persyaratan kinerja
2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka
termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi sama
dengan prestasi yang terdahulu
3. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan
aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karir atau terhadap pekerjaan yang
diembannya sekarang
4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga
karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai potensinya
5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan
kebutuhan pelatihan, khususnya rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu
jika tidak ada hal-hal yang ingin diubah.
Dalam cakupan yang lebih umum, Payaman Simanjuntak (2005:106) menyatakan
bahwa tujuan dari evaluasi kinerja adalah untuk menjamin pencapaian sasaran dan
tujuan perusahaan, terutama bila terjadi kelambatan atau penyimpangan.
Bila terjadi kelambatan, harus segera dicari penyebabnya diupayakan mengatasinya dan
dilakukan percepatan. Demikian pula bila terjadi penyimpangan harus segera dicari
penyebabnya untuk diatasi dan diluruskan atau diperbaiki sehingga dapat menjadi
sasaran dan tujuan sebagaimana direncanakan semula.
5. a.3. Fungsi Evaluasi Kinerja
Kegunaan dari evaluasi kinerja SDM menurut Mangkunegara (2005:11) adalah :
1. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk prestasi,
pemberhentian dan besarnya balas jasa
2. Untuk mengukur sejauh mana seorang karyawan dapat menyelesaikan
pekerjaannya
3. Sebagai dasar mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam perusahaan
4. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal kerja,
metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan pengawasan
5. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang
ada di dalam organisasi
6. Sebagai kriteria menentukan, seleksi, dan penempatan karyawan
7. Sebagai alat memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan
8. Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian tugas
(jobdescription)
Sedangkan Payaman Simanjuntak (2005) menyatakan bahwa manfaat evaluasi kinerja
(EK) adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan Kinerja. Terutama bila hasil EK menunjukkan kinerja seseorang
rendah atau dibawah standar yang telah ditetapkan, maka orang yang bersangkutan dan
atasannya akan segera membuat segala upaya untuk meningkatkan kinerja tersebut,
misalnya dengan bekerja lebih keras dan tekun. Untuk itu, setiap pekerja perlu
menyadari dan memiliki.
2. Kemampuan tertentu sebagai dasar untuk mengembangkan diri lebih lanjut.
3. Keinginan untuk terus belajar dan meningkatkan kemampuan kerja.
4. Sikap tertarik pada pekerjaan dan etos kerja yang tinggi.
5. Keyakinan untuk berhasil.
6. Pengembangan SDM , Evaluasi Kinerja sekaligus mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan setiap individu, serta potensi yang dimilikinya. Dengan demikian
manajemen dan individu dimaksud dapat mengoptimalkan pemanfaatan keunggulan dan
6. potensi individu yang bersangkutan, serta mengatasi dan mengkompensasi kelemahan -
kelemahannya melalui program pelatihan. Manajemen dan individu, baik untuk
memenuhi kebutuhan perusahaan atau organisasi, maupun dalam rangka
pengembangan karier mereka masing-masing.
7. Pemberian Kompensasi. Melalui evaluasi kinerja individu, dapat diketahui siapa
yang memberikan kontribusi kecil dalam pencapaian hasil akhir organisasi atau
perusahaan. Pemberian imbalan atau kompensasi yang adil haruslah didasarkan kepada
kinerja atau kontribusi setiap orang kepada perusahaan. Pekerja yang menampilkan
evaluasi kinerja yang tinggi patut diberi kompensasi, antara lain berupa: pemberian
penghargaan dan atau uang, pemberian bonus yang lebih besar daripada pekerja lain,
dan atau percepatan kenaikan pangkat dan gaji.
8. Program Peningkatan Produktivitas. Dengan mengetahui kinerja masing-masing
individu, kekuatan dan kelemahan masing-masing serta potensi yang mereka miliki
manajemen dapat menyusun program peningkatan produktivitas perusahaan.
9. Program Kepegawaian. Hasil evaluasi kinerja sangat bermanfaat untuk
menyusun program-program kepegawaian, termasuk promosi, rotasi dan mutasi, serta
perencanaan karier pegawai.
10. Menghindari Perlakuan Diskriminasi. Evaluasi kinerja dapat menghindari
perlakuan diskriminasi dan kolusi, karena setiap tindakan kepegawaian akan didasarkan
kepada kriteria obyektif, yaitu hasil evaluasi kinerja.
7. a.4. Metode Evaluasi Kinerja
Metode yang dapat dipergunakan dalam melakukan evaluasi kinerja pada dasarnya
sama dengan metode yang dipergunakan dalam mendapatkan umpan balik, melakukan
penilaian dan review. Adapun metode evaluasi manajemen kinerja yang digunakan
adalah:
a) Penilaian diri sendiri dari pekerja yang bersangkutan
b) Penilaian dari atasan langsung
c) Penilaian dari rekan sekerja
d) Penilaian dari bawahan langsung
e) Penilaian dari sumber lain, seperti: pelanggan, pemasok, komite para manajer,
konsultan eksternal
f) Evaluasi 360-derajat
Memperbaiki Evaluasi Kinerja.
Proses evaluasi kinerja potensial menimbulkan masalah. Evaluator dapat melakukan
tindakan bermurah hati, efek hallo dan kesalahan semacamnya atau menggunakan
proses untuk tujuan politis. Secara tidka sadar dapat melambungkan evaluasi,
merendahkan evaluasi, atau menekankan pengukuran satu karakteristtik dan
mengabaikan pengukuran karateristik lainnya (kesalahan hallo). Beberapa penilai
membiaskan evaluasi dengan tidak sadar menyebnangi orang yang mempunyai kualitas
dan sifat yang sama dengan mereka.
Beberapa evaluator melihat proses evaluasi sebagai peluang politis. Memberika
penghargaan atau menghukum pekerja yang mereka suka atau tidak suka. Meskipun
tidak terdapat perlindungan yang akan menjamin evaluasi kinerja yang akurat, saran
dibawah diberikan untuk membuat proses lebih objektif dan jujur.
a) Menekankan pada prilaku dan sikap
b) Mencatat perilaku kinerja dalam buku harian
c) Menggunakan banyak evaluator
d) Megevaluasi secara selektif
e) Melatih evaluator
8. f) Menyedikan pekerja dengan proses perlindungan.
Metode Evaluasi Kinerja
Menurut Robbins dalam Wibowo (2007,h 364) merupakan beberapa metode yang
dapat dipergunakan tentang mengevaluasi kinerja karyawan. Teknik yang dapat
dipergunakan dalam evaluasi individu adalah sebagai berikut:
a) Written Essays
Teknik ini memberikan evaluasi kerja dengan cara mendeskripsikan apa yang menjadi
penilaian terhadap kinerja individu, tim maupun organisasi.
b) Critical Incidents
Teknik ini mengevaluasi perilaku yang menjadi kunci dalam membuat perbedaan antara
menjalankan pekerjaan secara efektif dengan tidak efektif.
c) Graphic Rating Scales
Teknik ini merupakan metode evaluasi di mana evaluator memperingkat faktor kinerja
dalam skala inkermental.
d) Behaviorally Anchored Rating Scales
Teknik ini merupakan pendekatan skala yang mengkombinasi elemen utama dari
critikal incident dan graphic ranting scale. Penilai memeringkat pekerja berdasarkan
butir-butir sepanjang kontinum, tetapi titiknya adalah contoh prilaku aktual pada
pekerjaan tertentu daripada deskripsi umum atau sifat.
e) Group Order Ranking
Teknik ini merupakan metode evaluasi yang menempatkan pekerja dari terbaik ke
terburuk.
f) Individual Ranking
Teknik ini merupakan metode evaluasi yang menyusun/rank-order pekerja dari terbaik
ke terburuk.
g) Paired Comparison
9. Teknik ini merupakan metode evaluasi yang membandingkan masing-masing pekerja
dengan setiap pekerja lain dan menyusun peringkat berdasarkan pada jumlah nilai
supervisor yang dicapai pekerja.
Evaluasi Kinerja Tim
Konsep evaluasi kinerja hampir dikembangkan hanya dengan pekerja individu dalam
pikiran. Hal tersebut mencerminkan kepercayaan bahwa individu merupakan bangunan
utama yang dibangun di sekitar organisasi.Namun, semakin banyak organisasi yang
membangun tim, bagaimana mereka harus mengevaluasi kinerja.
Terdapat empat saran muntuk merancang sistem yang mendukung dan memperbaiki
kinerja tim, yaitu sebagai berikut:
a. Mengikat hasil tim pada tujuan organisasi. Untuk itu, penting menemukan
ukuran yang diterapkan pada tujuan yang penting yang diharapkan dapat diselesaikan
tim.
b. Memulai dengan pelanggan tim dan proses kerja yang diikuti tim untuk
memuaskan kebutuhan pelanggan. Produk akhir yang diterima pelanggan dapat
dievaluasi dalam bentuk persyaratan pelanggan. Transaksi di antara tim dapat dievaluasi
berdasar pada pengirim dan kualitas. Langkah proses dapat dievaluasi berdasar pada
waste dan cycle time.
c. Mengatur kinerja tim dan individu. Untuk itu didefinisikan peran setiap anggota
tim dalam bentuk penyelesaian yang mendukung proses kerja tim. Kemudian,
mengukur kontribusi masing-masing anggota dan kinerja menyeluruh tim. Keterampilan
individu penting untuk keberhasilan tim, tetapi tidak cukup untuk kinerja tim yang baik.
d. Melatih tim untuk menciptakan ukuran sendiri. Tim mendefinisikan sasarannya
dan setiap anggota memastikan bahwa setiap orang memahami perannya dalam tim dan
membantu mengembangkan ke dalam unit yang lebih erat. ode Evaluasi Kinerja
10. BAB II
b) PENGUKURAN KINERJA(HR SCORE CARD)
b.1. Pengertian pengukuran kinerja
Human resources scorecard adalah suatu sistem pengukuran sumber daya manusia yang
mengaitkan orang – strategi – kinerja untuk menghasilkan perusahaan yang unggul.
Human resources scorecard menjabarkan misi, visi, strategi menjadi aksi human
resources yang dapat di ukur kontribusinya. Human resources scorecard menjabarkan
sesuatu yang tidak berwujud/intangible (leading/sebab) menjadi berwujud/tangible
(lagging/akibat). Human resources scorecard merupakan suatu sistem pengukuran yang
mengaitkan sumber daya manusia dengan strategi dan kinerja organisasi yang akhirnya
akan mampu menimbulkan kesadaran mengenai konsekuensi keputusan investasi
sumber daya manusia, sehingga investasi tersebut dapat dilakukan secara tepat arah dan
tepat jumlah. Selain itu, human resources scorecard dapat menjadi alat bantu bagi
manajer sumber daya manusia untuk memastikan bahwa semua keputusan sumber daya
manusia mendukung atau mempunyai kontribusi langsung pada implementasi strategi
usaha.
Berdasarkan kesimpulan diatas pengertian HR Scorecard adalah suatu sistem
pengukuran pada kontribusi departemen sumber daya manusia sebagai aset untuk
menciptakan nilai – nilai bagi suatu organisasi.
11. b.2. Manfaat HR Scorecard
Manfaat Human Resource Scorecard
Human resources scorecard memberikan manfaat yaitu menggambarkan peran dan
kontribusi sumber daya manusia kepada pencapaian visi perusahaan secara jelas dan
terukur, agar profesional sumber daya manusia mampu dalam mengendalikan biaya
yang dikeluarkan dan nilai yang dikontribusikan dan memberikan gambaran hubungan
sebab akibat. Adapun menurut Bryan E.Becker (2009,p80-82) sebagai
berikut :
1. Memperkuat perbedaan antara HR do able dan HR deliverable
Sistem pengukuran SDM harus membedakan secara jelas antara deliverable, yang
mempengaruhi implementasi strategi, dan do able yang tidak. Sebagai contoh,
implementasi kebijakan bukan suatu deliverable hingga ia menciptakan perilaku
karyawan yang mendorong implementasi strategi. Suatu sistem pengukuran SDM tepat
secara kontinu mendorong professional SDM untuk berfikir secara strategis serta secara
operasional.
2. Mengendalikan biaya dan menciptakan nilai
SDM selalu di harapkan mengendalikan biaya bagi perusahaan. Pada saat yang sama,
memainkan peran strategis berarti SDM harus pula menciptakan nilai. HR Scorecard
membantu para manajemen sumber daya manusia untuk menyeimbangkan secara
efektif kedua tujuan tersebut. Hal itu bukan saja mendorong para praktisi untuk
menghapus biaya yang tidak tepat, tetapi juga membantu mereka mempertahankan
“investasi” dengan menguraikan manfaatpotensial dalam pengertian kongkrit.
3. HR Scorecard mengukur leading indicators
12. Model kontribusi strategis SDM kami menghubungkan keputusan-keputusan dan sistem
SDM dengan HR deliverable, yang selanjutnya mempengarui pendorong kinerja kunci
dalam implementasi perusahaan. Sebagaimana terdapat leading dan lagging indicator
dalam sistem pengukuran kinerja seimbang keseluruhan
perusahaan, di dalam rantai nilai SDM terdapat pendorong (deliver) dan hasil
(outcome). Hal ini bersifat essensial untuk memantau keselarasan antara keputusan-
keputusan SDM dan unsur-unsur sistem yang mendorong HR deliverable. Menilai
keselarasan ini memberikan umpan balik mengenai kemajuan SDM menuju deliverable
tersebut dan meletakan fondasi bagi pengaruh strategi SDM.
HR Scorecard menilai kontribusi SDM dalam implementasi strategi dan pada akhirnya
kepada “bottom line”. Sistem pengukuran kinerja strategi apapun harus memberikan
jawaban bagi chief HR officer atas pertanyaannya, “apa kontribusi SDM terhadap
kinerja perusahaan?” efek kumulatif ukuran - ukuran HR
deliverable pada scorecard harus memberikan jawaban itu. Para manajer SDM harus
memiliki alasan strategi yang ringkas, kredibel dan jelas, untuk semua ukuran
deliverable. Jika alasan itu tidak ada, begitu pula pada ukuran itu tidak ada. Pada
manajer lini harus menemukan ukuran deliverable ini sekredibel seperti yang dilakukan
manajer SDM, sebab matrik-matriks itu merepresentasikan solusi - solusi bagi persoalan
bisnis, bukan persoalan SDM.
4. HR Scorecard memungkinkan professional SDM mengelola secara efektiftanggung
jawab strategi mereka. HR Scorecard mendorong sumber daya manusia untuk fokus
secara tepat pada bagaimana keputusan mereka mempengaruhi keberhasilan
implementasi strategi perusahaan. Sebagaimana kami menyoroti pentingnya “fokus
strategis karyawan” bagi keseluruhan perusahaan, HR Scorecard harus memperkuat
fokus
strategis para manajer SDM dan karena para professional SDM dapat mencapai
pengaruh strategis itu sebagian besar dengan cara mengadopsi perspektif sistemik dari
13. pada dengan cara memainkan kebijakan individual, scorecard mendorong mereka lebih
jauh untuk berfikir secara sistematis mengenai strategi SDM.
5. HR Scorecard mendorong Fleksibilitas dan perubahan.
Kritik yang umum terhadap sistem pengukuran kinerja ialah sistem ini menjadi
terlembagakan dan secara actual merintangi perubahan. Strategi - strategi tumbuh,
organisasi perlu bergerak dalam arah yang berbeda, namun sasaran - sasaran kinerja
yang sudah tertinggal menyebabkan manajer dan karyawan ingin memelihara status
quo. Memang, salah satu kritik terhadap manajemen berdasarkan pengukuran ini ialah
bahwa orang-orang menjadi trampil dalam mencapai angka-angka yang diisyaratkan
dalam sistem nama dan mengubah pendekatan manajemen mereka ketika kondisi yang
bergeser menuntutnya. HR Scorecard memunculkan fleksibilitas dan perubahan, sebab
ia fokus pada implementasi strategi perusahaan, yang akan secara konstan menuntut
perubahan. Dengan pendekatan ini, ukuran-ukuran mendapat makna yang baru.
14. b.3. Sistem Pengukuran HR Scorecard
Model 7 (tujuh) langkah dalam merancang suatu system pengukuran Human Resource
Scorecard, yaitu :
1) Mendefinisikan strategi bisnis perusahaan dengan jelas.
Sebelum membangun strategi pengembangan SDM yang perlu dilaksanakan adalah
mengklarifikasi kembali kebijakan dan strategi pengembangan perusahaan secara
keseluruhan. Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan bagaimana perusahaan
perusahaan menciptakan nilai, strategi-strategi apa yang dapat membuat perusahaan
sukses, ukuran-ukuran apa yang bias menunjukkan kesuksesan perusahaan harus sudah
terformulasi dengan jelas dan sudah terkomunikasikan dengan baik keseluruh lapisan
karyawan atau Organisasi. Departemen SDM sebagai bagian dari perusahaan, mutlak
dalam mengembangkan strateginya harus mengacu pada arah dan strategi yang telah
ditetapkan perusahaan. Jadi strategi bisnis harus diklarifikasi dengan terminology yang
detail dan dapat dilaksanakan oleh pelakunya. Kuncinya adalah membuat sasaran
perusahaan dimana karyawan memahami peran mereka dan organisasi mengetahui
bagaimana mengukur kesuksesan meraka (kinerja karyawan) dalam mencapai sasaran
tersebut
2) Membangun kasus bisnis untuk SDM sebagai sebuah modal strategis.
Professional SDM perlu membangun kasus bisnis untuk mengetahui mengapa dan
bagaimana SDM dapat mendukung pencapaian strategi tersebut. Departemen SDM
dapat menjadi model strategi, apalagi bila manager lini dan manager SDM mau berbagi
tanggung jawab dalam poses implementasi strategi tersebut. Dalam proses perumusan
kasus bisnis, perlu dilakukan suatu observasi pendahuluan untuk menyusun
rekomendasi yang akan diberikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesuksesan
perusahaan pada akhirnya bagaimana oraganisasi mengeksekusi strateginya secara
efektif, bukan sekedar isi dari strategi itu sendiri.
3) Menciptakan Peta Strategi.
15. Setiap organisasi dalam memenuhi kebutuhan pelaksanaan selalu melakukan
serangkaian aktivitas spesifik yang bila digambarkan akan membentuk suatu proses
rantai penciptaan nilai. Proses penciptaan nilai bagi pelanggan inilah yang disebut
dengan model rantai nilai, meski belum terartikulasi sepenuhnya. Peta strategi membagi
proses penciptaan nilai menjadi empat pespektip, yaitu pertumbuhan dan pembelajaran,
proses internal, pelanggan dan financial.
4) Mengindentifikasikan HR Deliverable dalam Peta Strategi.
Peran strategis departemen SDM terjadi ketika terjadi titik temu antara strategi bisnis
perusahaan dengan programprogram yang dijalankan oleh department SDM. Semakin
sering titik temu diantara keduanya terjadi, maka semakin strtaegis pula peran SDM
dalam perusahaan tersebut..Untuk merealisasikan hal ini, para professional di
departemen SDM harus mampu memahami aspek bisnis perusahaan secara keseluruhan.
Bila hal ini tidak terpenuhi, para manajer dari fungsi lain tidak akan menghargai
kebijakan yang diambil oleh departemen SDM. Berdasarkan strategi perusahaan,
department SDM kemudian membuat HR Deliverables yang dirancang untuk
mendukung realisasi dari strategi dan kinerja perusahaan seperti apa yang memerlukan
kompetensi, reward dan tugas organisasi yang tepat.
5) Menyelaraskan Arsitektur SDM dengan HR Deliverables.
Setelah HR Deliverables ditentukan, maka tahap selanjutnya adalah menyesuaikan HR
Deliverables tersebut dengan arsitektur SDM yang dimilki oleh departemen SDM yakni
Fungsi, Sistem, dan Perilaku karyawan.
6) Merancang Sistim Pengukuran Strategik.
Setelah tercipta keselarasan antara HR Deliverables dengan arsitektur SDM, maka
langkah selanjutnya adalah menetapkan ukuran-ukuran strategis (key performance
indicator) untuk tiap HR Deliverables. Dalam proses penyusunan HR Scorecard, HR
deliverabales merupakan sasaran strategis yang harus dicapai oleh departemen SDM.
7) Mengelola Implementasi melalui pengukuran
Setelah HR Scorecard dikembangkan berdasarkan prinsip yang digambarkan dalam
model diatas, hasilnya menjadi alat yang sangat berguna untuk menjaga skor pengaruh
SDM terhadap kinerja organisasi.
16. BAB III
c) MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA
c.1. Motivasi Kerja
Menurut Luthan (1992) Motivasi berasal dari kata latin movere, artinya “bergerak”.
Motivasi merupakan suatu proses yang dimulai dengan adanya kekurangan psikologis
atau kebutuhan yang menimbulkan suatu dorongan dengan maksud mencapai suatu
tujuan atau insentif. Pengertian proses motivasi ini dapat dipahami melalui hubungan
antara kebutuhan, dorongan dan insentif (tujuan).
Motivasi dalam dunia kerja adalah suatu yang dapat menimbulkan semangat atau
dorongan kerja. Menurut As’ad (2004) motivasi kerja dalam psikologi karya biasa
disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi seseorang tenaga kerja
ikut menentukan besar kecilnya prestasinya.
Menurut Munandar (2001) motivasi kerja memiliki hubungan dengan prestasi kerja.
Prestasi kerja adalah hasil dari interaksi anatar motivasi kerja, kemampuan, dan
peluang.
17. c.2. Teori Motivasi Hirarki Kebutuhan Maslow
Menurut teori Maslow, setiap kebutuhan harus dipenuhi sebelum memotivasi perilaku
berikutnya; dalam situasi kerja, ini berarti bahwa orang-orang mengerahkan usaha untuk
mengisi kepuasan kebutuhan yang terendah.
1) Physiological needs (kebutuhan bersifat biologis) àsuatu kebutuhan yang sangat
mendasar. Contohnya: kita memerlukan makan, air, dan udara untuk hidup. Kebutuhan
ini merupakan kebutuhan yang sangat primer, karena kebutuhan ini telah ada sejak lahir.
Jika kebutuhan ini tidak dipenuhi, maka individu berhenti eksistensinya.
2) Safety needs (kebutuhan rasa aman) àkebutuhan untuk merasa aman baik secara fisik
maupun psikologis dari gangguan. Apabila kebutuhan ini diterapkan dalam dunia kerja
maka individu membutuhkan keamanan jiwanya ketika bekerja.
3) Social needs (kebutuhan-kebutuhan sosial) àManusia pada dasarnya adalah makhluk
sosial, sehingga mereka memiliki kebutuhan-kebutuhan sosial
4) Esteem needs (kebutuhan akan harga diri) àPenghargaan meliputi faktor internal,
sebagai contoh, harga diri, kepercayaan diri, otonomi, dan prestasi; dan faktor eksternal.
Dalam dunia kerja, kebutuhan harga diri dapat terungkap dalam keinginan untuk dipuji
dan keinginan untuk diakui prestasi kerjanya.
5) Self Actualization àKebutuhan akan aktualisasi diri, termasuk kemampuan
berkembang, kemampuan mencapai sesuatu, kemampuan mencukupi diri sendiri. pada
tingkatan ini, contohnya karyawan cenderung untuk selalu mengembangkan diri dan
berbuat yang terbaik.
Teori Maslow telah dipublikasikan lebih dari setengah abad yang.Itu adalah penelitian
yang cukup menarik minat pada saat itu, namun ketertarikan ini hampir seluruhnya mati
beberapa tahun lalu disebabkan adanya nonsupport untuk proposisi dasar.Di antara
praktisi manajer, mahasiswa, dan banyak konsultan manajemen, bagaimanapun,
"segitiga Maslow" telah sangat influental.
18. c.3. Kepuasan Kerja
Dikemukan oleh Robbin (2001) bahwa kepuasan kerja adalah sikap yang umum
terhadap suatu pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima
seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima.
Pendapat lain bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap yang dimiliki oleh para
individu sehubungan dengan jabatan atau pekerjaan mereka (Winardi,1992). Selain itu
pendapat Indrawidjaja (2000) bahwa kepuasan kerja secar umum menyangkut berbagai
hal seperti kognisi, emosi, dan kecenderungan perilaku seseorang. Adapun yang
menentukan kepuasan kerja adalah :
1. Kerja yang secara mental menantang pegawai yang cenderung menyukai pekerjaan
yang memberikan kesempatan menggunakan keterampilan dan kemampuan dalam
bekerja
2. Gagasan yang pantas pegawai menginginkan sistem upah/gaji dan kebijakan
promosi yang asil, tidak meragukan san sesuai dengan pengharapan mereka.
3. Kondisi kerja mendukung pegawai peduli lingkungan kerja baik untuk kenyamanan
pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik
4. Rekan sekerja yang mendukung adanya interaksi sosial antara sesama pegawai
yang saling mendukung meningkatkan kepuasan kerja
5. Jangan melupakan kesesuaian antara kepribadian pekerjaan, Holand dalam Robbin
(2001) mengungkapkan bahwa kecocokan yang tinggi antara kepribadian seorang
pegawai dan pengharapan akan menghasilkan individual yang lebih terpuaskan
6. Ada dalam gen bahwa 30% dari kepuasan individual dapat dijelaskan oelh
keturunan.
Dalam mengelola personalia (Kepegawaian) harus senantiasa memonitor kepuasan
kerja, karena hal itu mempengaruhi tingkat absensi, perputaran tenaga kerja, semangat
kerja, keluhan dan masalah personalia vital lainnya (Handoko,2000). Oleh karena itu
fungsi personalia emmpunyai pengaruh baik langsung maupun tidak langsung, selain itu
berbagai kebijakan dalam kegiatan personalia berdampak pada iklim organisasi
19. memberikan suatu lingkungan kerja yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan
bagi anggota organisasiyang akhirnya memenuhi kepuasan kerja anggota organisasi.
c.4. Faktor – Faktor yang mempengaruhi Motivasi dan Kepuasan Kerja
Adapun yang menjadi faktornya adalah sebagai berikut :
a. Pekerja itu sendiri( Work It Self) setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan
tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing
b. Atasan (Supervisor) atasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan
bawahannya
c. Teman sekerja (Workers) faktor yang menghubungkan pegawai dengan pegawai
atau pegawai dengan atasannya, baik yang sama ataupun yang beda pekerjaannya
d. Promosi (Promotion) faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan
untuk memperoleh peningkatan karier selam bekerja
e. Gaji/upah (Pay) faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak
atau tidak.
20. BAB IV
d) MENGELOLAFUNGSIDAN KECERDASAN EMOSINAL
d.1. Pengertian Emosi
Beberapa pendapat tentang Emosi, (Hamzah B. Uno, 2008 : 63)
a). James dan Lange, Emosi adalah persepsi perubahan jasmaniah yang terjadi dalam
memberi tanggapan (respons) terhadap suatu peristiwa. Pengalaman emosi merupakan
persepsi dari reaksi terhadap situasi.
b). Lerner, emosi di dalam ya ada dua komponen yang pada umumnya dipercayai
membentuk pengalaman emosi, yaitu tanggapan psikologis dan perasaan-perasaan
subyektif.
c). Crooks dan Stein, Emosi itu memotivasi tindakan. Hubungan motivasi dan emosi
(perasaan-perasaan dan gejolak yang subyektif) sangat erat sekali.Sebagai misal bila
seseorang sedang marah, maka memotivasi dirinya untuk menendang tembok dan
semacamnya.
Dari berbagai pendapat tadi bisa dikatakan bahwa emosi merupakan perpaduan antara
perasaan dan tindakan yang mendasarkan pada perasaan tersebut.
Tentang Kecerdasan Emosional, Dengan melihat dan memahami pengertian Kecerdasan
dan pengertian Emosi, maka dapat dikatakan bahwa Kecerdasan Emosi adalah
kemampuan yang meliputi kemampuan untuk memotivasi diri dan bertahan menghadapi
frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak terlalu melebihkan kesenangan,
mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan
berpikir, berempati dan berdoa (Hamzah B. Uno, 2008 : 68)
21. d.2.Dua keahlian Orang yang Cerdas Secara Emosional
Secara sederhana, ada dua kelompok keahlian yang dimiliki orang yang cerdas secara
emosional:
a). Kemampuan Pribadi
Pengenalan diri (Self Awareness), memahami emosi, batasan yang dapat dicapai,
kemampuan, kekuatan dan kelemahan.
Manajemen diri (Self Management), mampu mengendalikan diri menghadapi berbagai
situasi
Orientasi Tujuan (Goal Orientation), mengetahui apa yang menjadi tujuannya dan
menyusun langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapainya.
b). Kemampuan Sosial
Empati: mengenali perasaan dan emosi orang lain serta mampu menempatkan diri
dalam posisi tersebut.
Keahlian sosial (Social skills): mampu berinteraksi dengan orang lain, bekerjasama,
mengelola konflik serta bersikap dengan tepat terhadap berbagai situasi perasaan dan
emosi orang lain.
22. BAB V
e) MEMBANGUN KAPABILITAS DAN KOMPETENSISDM
e.1. Pengertian Kapabilitas
Menurut Amir (2011:86) menjelaskan bahwa kapabilitas ialah kemampuan
mengeksploitasi secara baik sumber daya yang dimiliki dalam diri maupun di dalam
organisasi, serta potensi diri untuk menjalankan aktivitas tertentu ataupun
serangkaian aktivitas. Ibarat individu, belum tentu seorang yang memiliki bakat,
misalnya pemain piano bisa bermain piano dengan baik. Ini sangat ditentukan dengan
bagaimana ia mengembangkannya dengan latihan, dan belajar.
Hal tersebut didukung oleh pendapat Robbin yang mengartikan bahwa kemampuan
merupakan sebuah kapasitas yang dimiliki oleh tap-tiap individu untuk
melakasanakan tugasnya. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan
merupakan suatu penilaian atau ukuran dari apa yang dilakukan oleh orang tersebut.
Menurut Moenir (1998:116), kapabilitas atau kemampuan adalah berasal dari kata
dasar mampu yang dalam hubungan dengan tugas dan pekerjaan berarti dapat satu-
persatu melakukan tugas, pekerjaan sehingga menghasilkan barang atau jasa sesuai
dengan yang diharapkan. Kemampuan dengan sendirinya juga kata sifat dan keadaan
ditujukan kepada sifat atau keadaan seseorang yang dapat melaksanakan tugas atau
pekerjaan atas dasar ketentuan yang ada. Kemajuan suatu organisasi sangat
ditentukan oleh kemampuan sumber daya manusia.
23. e.2. Pengertian Kompetensi
Kompetensi dalam arti sebuah konsep yang mengandung arti untuk menggabungkan
SPKJ yaitu penggabungan antara Skill (Ketrampilan), Personal`s Atribut (Atribut
Perseorangan), Knowledge ( ilmu pengetahuan) dan tercermin dari Job Behaviour
(Perilaku Kinerja) yang terukur, dapat diamati sehingga dapat dievaluasi.
Boleh dibilang kompetensi sendiri adalah sebuah faktor yang dapat menentukan
keberhasilan kinerja seseorang. Jadi titik perhatian yang utama dari sebuah kompetensi
adalah sebuah perbuatan yang merupakan perpaduan dari ketrampilan, atribut
perseorangan dan ilmu pengetahuan.
Pemicu Utama timbulnya manajemen berbasis kompetensi adalah karena adanya sebuah
keinginan untuk menempatkan posisi seorang karyawan pada tempat atau jabatan yang
sesuai dengan kualitas kemampuan karyawan tersebut istilah kerennya The Right Man
on The Right Place.
Jadi penjabaran secara lebih detail dari sebuah Manajemen Sumber Daya Berbasis
Kompetensi adalah sebuah proses untuk merencanakan, mengorganisasi, melaksanakan
serta mengendalikan semua aktifitas seorang tenaga kerja yang dimulai sejak proses
rekruitmen, pengembangan diri, perencanaan karier, evaluasi kerja, rencana suksesi,
maupun sistem renumerasi hingga memasuki masa pensiun tenaga kerja tersebut,
dimana semua proses untuk mengambil sebuah keputusan didasari pada sebuah
informasi akan kebutuhan dari kompetensi sebuah jabatan, serta kompetensi setiap
individu guna menggapai tujuan perusahaan atau sebuah organisasi.
24. e.3. Tujuan dan Jenis Kompetensi
Tujuan sebuah Manajemen Sumber Daya Berbasis Kompetensi bertujuan untuk
menghasilkan hasil akhir yang diselaraskan dengan tujuan serta sasaran perusahaan/
organisasi dengan menerapkan standar kinerja yang sesuai denagn ketentuan yang telah
ditetapkan.
Jenis Kompetensi ada dua macam kompetensi, yaitu :
1. Soft Competency atau Kompetensi Manajerial, yakni sebuah kompetensi yang
berhubungan dengan kemampuan mengelola pegaewai, serta membangun
hubungan dengan orang lain., seperti kemampuan untuk memecahkan masalah,
kemampuan memimpin, dan kemampuan untuk membangun komunikasi.
2. Hard Competency atau Kompetensi Teknis, yakni sebuah kompetensi yang
berhubungan dengan kapasitas fungsional sebuah pekerjaan yang berkaitan
dengan keteknisan yang berhubungan dengan pekerjaan yang dilakoni., seperti
kemampuan pemasaran/ marketing, akuntansi, dll.
Karakteristik Manajemen Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi adalah selalu
fokus pada tujuan perusahaan/ organisasi, sehingga seluruh karyawan sebuah
perusahaan/ organisasi dapat mencapai hasil seperti yang sudah direncanakan dan
diharapkan di awal waktu, dengan mereferensikan karyawan yang memiliki etos kerja
yang berkualitas kepada karyawan yang lain sehingga tercipta persaingan yang sehat.
Jika ada karyawan yang belum bisa mencapai seperti yang diharapkan , maka karyawan
tersebut harus mengikuti trainning peningkatan kemampuan, yang telah direncanakan
sehingga diharapkan melalui pelatihan ini akan membuat semua karyawan dapat
memiliki standar kerja dan kemampuan yang sepadan.
25. BAB VI
f) KONSEP AUDIT DAN PELAKSANAAN AUDIT KINERJA
f.1. Pengertian Audit
Audit kinerja dapat dilaksanakan oleh external auditor maupun internal auditor. Sesuai
amanat UU No. 15 Tahun 2004 dan PP No. 60 Tahun 2008. UU No. 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara memberikan
mandat dan kewenangan kepada BPK – sebagai lembaga pemeriksa eksternal – untuk
melaksanakan audit kinerja. Di sisi lain, PP No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah juga memberikan kewenangan pada Aparat Pengawas
Intern Pemerintah untuk melaksanakan audit kinerja, sebagai suatu bentuk pengawasan.
Dengan demikian, auditor eksternal dan auditor internal perlu berkoordinasi dalam
melaksanakan audit kinerja. Jangan sampai terjadi overlapping. Keduanya harus
menjaga hubungan dan komunikasi yang harmonis agar tercipta konfigurasi audit
kinerja yang baik.
Audit kinerja merupakan metamorfosis dari audit intern (internal audit) yang kemudian
berkembang menjadi audit operasional (operational audit) dan selanjutnya menjadi audit
manajemen (management audit). Audit manajemen berfokus pada penilaian aspek
ekonomi dan efisiensi. Audit manajemen kemudian dilengkapi dengan audit program
(program audit) yang bertujuan untuk menilai efektivitas. Koalisi antara audit
manajemen dan audit program inilah yang disebut sebagai audit kinerja (performance
audit).
26. f.2. Manfaat Audit Kinerja
Audit kinerja dalam pelaksanaannya dapat mengidentifikasi berbagai masalah yang
menuntut adanya pemeriksaan lebih rinci antara lain :
a. Pengukuran standar atu penetapan penjabaran tujuan oleh manajemen dalam
pengukuran hasil kerja, produktifitas, efisiensi, atau penggunaan barang/jasa
yang kurang tepat.
b. Tiadanya kejelasan prosedur tertulis atau prosedur berbelitbelit, sehingga bisa
ditafsirkan salah atau tidak konsiten dan menambah pelayanan menjadi lama.
c. Personil yang kurang cakap, sehingga menimbulkan kelambatan dan kekurangan
lainnya, termasuk kegagalan menerima tanggung jawab yang besar
d. Beberapa pekerjaan duplikasi atau tumpang tindih, sehingga terjadi pemborosan
dan saling lempar tanggung jawab.
e. Anggaran yang dipakai tidak tepat sasaran
f. Pola pembiyaan yang terlalu mewah kurang bermanfaat tidak efisien.
g. Penggunaan pekerjaan tertangguh, menumpuk dan penyelesaian terlambat.
h. Banyak pekerja terlalu besar, koordinasi buruk dan personil banyak tidak punya
tugas
i. Pengorganisasian terlau besar, koordinasi buruk dan personil banyak tidak
punya tugas
j. Pengadaan barang terlalu banyak dengan harga mahal persedian menumpuk.
Dengan adanya audit kinerja seperti diatas segera dapat dihindari. Masalah
diatas dapat diuji dan dianalisis serta dicari solosi agar kedepan kondisi lebih
baik, maka audit kinerja sangat bermanfaat bagi Kementerian/Lembaga
k. Kehati-hati/kewaspadaan dan kebijakan yang tepat dalam penggunaan sumber
daya dengan selalu membandingkan berbagai alternatif biaya dengan
manfaatnya
27. l. Kesadaran biaya para pejabat eksekutif yang cukup tinggi dalam pengunaan
dana/anggaran
m. Kesadaran biaya para pejabat dalam melakasanakan berbagai pekerjaan/prosedur
n. Perencanaan akan semakin baik dengan terarah dan terpadu
o. Para pengawai akan semakin kompeten, rajin dan disiplin
p. Prsedur menjadi sederhana dan efisien, tepi aman, sehingga pelaksanaan yang
lancar
q. Supervisi kinerja para pejabat akan semakin efektif
r. Ketidak kompetenan, ketidak beresan, pemborosan, ketidak efesienan dan
kecurangan akan mudah terdeteksi.
28. f.3. Perencanaan dan Program Audit Kinerja
A. Penugasan Audit Kinerja
Penugasan Audit Kinerja berdasarkan Program Kerja Pemeriksaan Tahunan (PKPT)
atau bisa juga berdasarkan permintaan langsung dari Pemegang saham Perusahaan (Non
PKPT).
B. Perencanaan Pemeriksaan dan Program Audit Kinerja
a). Perencanaan Pemeriksaan
Setelah adanya penugasan untuk melakukan Audit Kinerja, auditor melaksanakan
perencanaan pemeriksaan.
Auditor akan membuat lembar perencanaan pemeriksaan dengan memperhatikan:
1. Dasar pemeriksaan
2. Obyek pemeriksaan
3. Alamat Obyek pemeriksaan
4. Sasaran Pemeriksaan
5. Nomor Kartu Penugasan
6. Petugas Pemeriksa, terdiri dari:
Pengawas
Ketua Team
Anggota Team (jumlah anggota team disesuaikan dengan obyek audit)
7. Lampiran berkas:
Surat tugas (KM. 4)
Kesimpulan Hasil Review Internal Control
Internal Control Questioneres
Program Audit (KM.9)
Laporan Audit tahun lalu
29. Kertas Kerja Pemeriksaan tahun lalu
Urutan Pelaksanaan Pekerjaan Perencanaan Pemeriksaan adalah sebagai berikut:
Penyusunan Rencana Pemeriksaan oleh Ketua Team
Rencana Pemeriksaan yang selesai disusun, diserahkan kepada Pengawas untuk
direview
Rencana Pemeriksaan selesai direview pengawas diserahkan kepada Pembantu
Penanggung jawab untuk disetujui
b) Program Audit
Sebelum pelaksanaan Audit Kinerja, perlu dibuat program audit yang merupakan
langkah kerja yang harus dilakukan selama pelaksanaan audit. BPKP menggunakan
program audit sebagai alat pengendali dari setiap kegiatan audit yang dilakukan. Untuk
setiap tahap audit harus dipersiapkan program kerja audit secara tertulis. Program kerja
audit harus dituangkan dalam suatu kertas kerja audit, dan setiap penugasan
mengandung bagian pokok:
a. Pendahuluan yang memuat:
Informasi latar belakang mengenai kegiatan/program yang diperiksa yang
berguna bagi para auditor untuk dapat melaksanakan program kerja auditnya
Komentar mengenai kegiatan/program yang sedang diaudit dari berbagai pihak
seperti hasil audit BPKP atau lembaga audit lainnya dan komentar auditor
sendiri.
b. Pernyataan Tujuan Audit, yaitu memaparkan tujuan-tujuan khusus audit yang
menentukan arah audit, Cara pendekatan dan metode audit yang dipilih.
c. Instruksi-instruksi Khusus, bagian ini memuat instruksiinstruksi khusus BPKP perlu
mendapat perhatian khusus auditor, seperti penyampaian laporan, masalah koordinasi
audit dan lain-lain.
d. Langkah-langkah kerja, yang memuat pengarahanpengarahan khusus dalam
pelaksanaan tugas audit.
30. Dalam pembuatan program kerja audit, auditor harus memperhatikan dasar-dasar
sebagai berikut:
Tujuan audit harus dinyatakan secara jelas dan harus dapat dicapai atas dasar pekerjaan
yang direncanakan dalam program kerja audit
1. Program kerja audit harus disusun sesuai dengan penugasan yang bersangkutan
2. Program kerja audit harus mempertimbangkan hasil audit tahap sebelumnya
3. Setiap langkah kerja harus merinci pekerjaan yang harus dilakukan disertai
alasan-alasannya
4. Setiap langkah kerja harus berbentuk instruksi mengenai pekerjaan-pekerjaan
yang harus dilakukan
5. Program kerja audit harus menggambarkan urutan prioritas langkah-langkah
kerja yang harus dilaksanakan
6. Program kerja audit harus fleksibel, setiap perubahan harus dengan persetujuan
Pengendali Teknis/Pengendali Mutu
7. Dalam penyusunan program kerja audit, auditor harus memperhatikan Aturan
Perilaku Pemeriksa, Norma Pemeriksaan APFP, Standar Audit Pemerintahan
(SAP), dan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
8. Program kerja audit harus menyertakan taksiran-taksiran waktu yang diperlukan
sesuai dengan perencanaan kerja audit guna melaksanakan kegiatan yang
bersangkutan. Anggaran waktu diperlukan juga untuk menentukan jumlah
tenaga audit yang harus dikerahkan agar tugas audit dapat diselesaikan dalam
waktu yang tepat
9. Program kerja audit disiapkan oleh ketua tim audit dan harus disetujui
Pengendali Teknis dan Pengendali Mutu.
31. BAB VII
G. PENUTUP
g.1. Kesimpulan
Penilaian kinerja dapat digunakan untuk mendeteksi kebutuhan pelatihan
karyawan, yakni pelatihan apakah yang sebenarnya dibutuhkan oleh karyawan agar
kenerja organisasi dapat optimal. Penilaian kinerja juga dapat digunakan untyuk menilai
apakah pelatihan yang pernah diadakan efektiv atau tidak. Hasil dari penilaian kinerja
dapat membantu manajer untuk mengambil keputusan siapa yang layak dipromosikan,
dipertahankan, atau bahkan harus dikeluarkan dari organisasi.
Penilaian kinerja dapat digunakan untuk membuat sebuah perencanaan
(pengembangan) SDM, untuk mengidentifikasi siapa layak duduk dimana, dengan
tingkat gaji berapa. Diluar daripada itu, perusahaan melaksanakan evaluasi/penilaian
kinerja kadang juga bertujuan untuk melaksanakan riset saja.
Kompensasi adalah seluruh imbalan yang diterima karyawan atas hasil kerja
karyawan tersebut pada organisasi. Pemberian kompensasi merupakan salah satu
pelaksanaan fungsi MSDM yang berhubungan dengan semua jenis pemberian
penghargaan individual sebagai pertukaran dalam melakukan tugas keorganisasian.
Kompensasi merupakan biaya utama atas keahlian atau pekerjaan dan kesetiaan dalam
bisnis perusahaan pada abad ke-21 ini.
Audit kinerja bermanfaat untuk membantu pimpinan dalam melaksanakan tugas
dan tanggung jawab, serta memberikan informasi yang bermutu, tepat waktu untuk
pengambilan keputusan, dalam rangka pencapaian tujua. Audit kinerja bermanfaat untuk
membantu pimpinan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab, serta memberikan
33. g.2. SARAN
Di dalam suatu perusahaan atau organisasi perlu di adakan evaluasi kinerja yang
optimal agar tidak terjadi kesalahan dalam pemberian kompensasi kepada pegawai atau
karyawan. Karena apabila terjadi kesalahan dalam penilaian kinerja yang secara
langsung berdampak pada pemberian kompensasi akan membuat karyawan merasa
tidak betah yang berujung pada penurunan kinerja pegawai, pada akhirnya perusahaan
atau organisasi akan menjadi dirugikan. MSDM sangat diperlukan di dalam suatu
perusahan atau organisasi, termasuk di dalamnya adalah evaluasi kinerja dan pemberian
kompensasi.
DAFTAR PUSTAKA
34. Randall S. Schuler, Susan E. Jackson. 1999 Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Erlangga.
Wibowo Phil. 2009. Manajemen Kinerja. Jakarta: Rajawali Pers
Lijan Poltak Sinambela. 2012. Kinerja Pegawai. Yogyakarta: Graha Ilmu
Robert L. Mathis, and Jhon H. Jackson, 2001, Human resources management,
alih bahasa tim salemba empat Jakarta. Penerbit Salemba Empat Jakarta
Surya Dharma dan Yuanita Suntrio, 2001, Human Resources Scorecard :
Suatu model pengukuran kinerja SDM, Usahawan No. 11 Th. XXX
Nopember 2001 page 9-14. From : http://www.lmfeui.com/uploads,
retrieved at 9 Juli 2004. -----------------, 2001, The human capital scorecard., From :
http://www.opm.gov/hrmc/2001/msg-112b.htm,. retrieved at 8 Juli 2004.
Kecerdasan Emosional oleh Daniel Goleman, Gramedia Pustaka 1996. Diterjemahkan dari
Daniel Goleman (1995). Emotional Intelligence. New York: Bantam Books
Ika UT,2009.
“Makalah Evaluasi Kinerja 1” Ikatan Alumni Universitas Terbuka Jakarta. http://ika-
utjakarta.blogspot.com/2009/11/makalah-evaluasi-kinerja-1.html (diakses 30 September
2013).
Dewitri,2011.“Kompensasi danEvaluasi Kinerja”ManajemenSDM
Lanjutanhttp://dewiramli.blogspot.com/2011/11/kompensasi-dan-evaluasi-kinerja.html
(diakses30 September2013)