Asimilasi Masyarakat Cina Dengan Orang Melayu di Kelantan (Cina Peranakan Kel...
Makalah 1.ahmad suryadi 11150538 70 sdm
1. EVALUASI KINERJA DAN
KOMPENSASI
DOSEN ADE FAUJI,SE,MM
DI SUSUN OLEH :
AHMAD SURYADI 11150538
UNIVERSITAS BINA BANGSA BANTEN
Kampus Jl. Raya Serang – Jakarta Km. 03 No 1B (Pakupatan) Telp. 0254-220158
Fax. 0254-220157 Kota Serang-Banten
2. 1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-Nya saya dapat
menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan
yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi anugrah terbesar bagi seluruh
alam semesta.
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. saya mengharapkan kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepannya dapat saya
perbaiki. Karena saya sadar, makalah yang saya buat ini masih banyak terdapat kekurangannya
Serang,14 NOV 2018
Penulis
AHMAD SURYADI
3. 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................................1
DAFTAR ISI.................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................2
1.1 Rumusan Masalah..............................................................................................................4
1.2 Tujuan Penulisan Makalah................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................................4
2.1 Pengertian,fungsi evaluasi kinerja SDM...........................................................................4
2.2 Pengukuran kinerja ............................................................................................................9
2.3 Motivasi dan kepuasan kerja.............................................................................................15
2.4 Mengelola kecerdasan dan emosional SDM.....................................................................25
2.5 Membangun kapabilitas dan kompetensi SDM ................................................................31
2.6 Konsep audit kinerja dan pelaksanaan audit kinerja..........................................................35
BAB III KESIMPULAN ...............................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................40
4. 3
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 RUMUSAN MASALAH
Bagaimana pengertian fungsi dan evaluasi konerja
Bagaimana cara pengukuran kinerja
Apa yang menjadi motivasi dan penyebab kepuasan kerja
Bagaimana cara mengelola potensi kecerdasan dan emosional
Bagaimana cara membangun kapabilitas kan kompetensi
Bagaimana konsep audit
1.3TUJUAN PENULISAN
Agar lebih mengetahui bagaimana :
pengertian dan fungsi evaaluasi
pengukuran kinerja
cara memotivasi
cara mengelola kecerdasan dan emosional
membangun kapabilitas dan kompetensi
konsep audit
6. 5
2.1 PENGERTIAN,FUNGSI EVALUASI KINERJA SDM
A. PengertianEvaluasi Kinerja
Menurut Fisher, Schoenfeldt dan Shaw evaluasi kinerja merupakan suatu proses
dimana kontribusi karyawan terhadap organisasi dinilai dalam suatu periode tertentu. GT.
Milkovich dan Bourdreau mengungkapkan bahwa evaluasi/penilaian kinerja adalah suatu
proses yang dilakukan dalam rangka menilai kinerja pegawai, sedangkan kinerja pegawai
diartikan sebagai suatu tingkatan dimana karyawan memenuhi/mencapai persyaratan
kerja yang ditentukan.
Meggison (Mangkunegara, 2005:9) mendefinisikan evaluasi/penilaian kinerja
adlaah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seorang
karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Selanjutnya, Andew E. Sikula yang dikutip Mangkunegara (2000:69) mengemukakan
bahwa penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan
potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan
nilai, kualitas atau status dari beberapa objek orang ataupun sesuatu (barang).
Definisi yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Payaman Simanjuntak
(2005:105) yang menyatakan evaluasi kinerja adalah penilaian pelaksanaan tugas
(performance) seseorang atau sekelompok orang atau unit kerja organisasi atau
perusahaan.
Dengan demikian, evaluasi kinerja dapat dikatakan sebagai suatu sistem dan cara
penilaian pencapaian hasil kerja individu pegawai, unit kerja maupun organisasi secara
keseluruhan.
B. Tujuan EvaluasiKinerja
Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja
organisasi melalui peningkatan kinerja dari SDM organisasi. Secara lebih spesifik, tujuan
dari evaluasi kinerja sebagaimana dikemukakan Sunyoto (1999:1) yang dikutip oleh
Mangkunegara (2005:10) adalah:
Meningkatkan Saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja.
Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka
termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi
sama dengan prestasi yang terdahulu.
Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan
aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karier atau pekerjaan yang di
embannya sekarang.
Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga
karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya.
7. 6
Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan
kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu
jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah.
C. ManfaatEvaluasiKinerja
Adapun manfaat dari evaluasi kinerja SDM menurut Mangkunegara (2005:11) adalah:
Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk prestasi,
pemberhentian dan besarnya balas jasa
Untuk mengukur sejauh mana seorang karyawan dapat menyelesaikan
pekerjaannya
Sebagai dasar mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam perusahaan
Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal kerja,
metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan
pengawasan
Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang
ada di dalam organisasi
Sebagai kriteria menentukan, seleksi, dan penempatan karyawan
Sebagai alat memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan
Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian tugas (job
description)
Sedangkan menurut Payaman Simanjuntak (2005) menyatakan bahwa manfaat
evaluasi kinerja (EK) adalah sebagai berikut :
1) Peningkatan Kinerja. Terutama bila hasil EK menunjukkan kinerja seseorang rendah atau
dibawah standar yang telah ditetapkan, maka orang yang bersangkutan dan atasannya
akan segera membuat segala upaya untuk meningkatkan kinerja tersebut, misalnya
dengan bekerja lebih keras dan tekun. Untuk itu, setiap pekerja perlu menyadari dan
memiliki :
Kemampuan tertentu sebagai dasar untuk mengembangkan diri lebih lanjut ;
Keinginan untuk terus belajar dan meningkatkan kemampuan kerja
Sikap tertarik pada pekerjaan dan etos kerja yang tinggi ;
Keyakinan untuk berhasil.
2) Pengembangan SDM. EK sekaligus mengidenfikasi kekuatan dan kelemahan setiap
individu, serta potensi yang dimilikinya. Dengan demikian manajemen dan individu
dimaksud dapat mengoptimalkan pemanfaatan keunggulan dan potensi individu yang
bersangkutan, serta mengatasi dan mengkompensasi kelemahan – kelemahannya melalui
program pelatihan. Manajemen dan individu, baik untuk memenuhi kebutuhan
perusahaan atau organisasi, maupun dalam rangka pengembangan karier mereka masing-
masing.
8. 7
3) Pemberian Kompensasi. Melalui EK individu,dapat diketahui siapa yang memberikan
kontribusi kecil dalam pencapaian hasil akhir organisasi atau perusahaan. Pemberian
imbalan atau kompensasi yang adil haruslah didasarkan kepada kinerja atau kontribusi
setiap orang kepada perusahaan. Pekerja yang menampilkan EK yang tinggi patut diberi
kompensasi, antara lain berupa: pemberian penghargaan dan atau uang ; pemberian
bonus yang lebih besar daripada pekerja lain, dan atau percepatan kenaikan pangkat dan
gaji.
4) Program Peningkatan Produktivitas. Dengan mengetahui kinerja masing-masing individu,
kekuatan dan kelemahan masing-masing serta potensi yang mereka miliki manajemen
dapat menyusun program peningkatan produktivitas perusahaan.
5) Program Kepegawaian. Hasil EK sangat bermanfaat untuk menyusun program-program
kepegawaian, termasuk promosi, rotasi dan mutasi, serta perencanaan karier pegawai.
6) Menghindari Perlakuan Diskriminasi. EK dapat menghindari perlakuan diskriminasi dan
kolusi, karena setiap tindakan kepegawaian akan didasarkan kepada kriteria obyektif,
yaitu hasil evaluasi kinerja.
Kegiatan penilaian kinerja sendiri dimaksudkan untuk mengukur kinerja masing-
masing tenaga kerja dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas kerja, sehingga
dapat diambil tindakan yang efektif semisal pembinaan berkelanjutan maupun tindakan
koreksi atau perbaikan atas pekerjaan yang dirasa kurang sesuai dengan deskripsi
pekerjaan. Penilaian kinerja terhadap tenaga kerja biasanya dilakukan oleh pihak
manajemen atau pegawai yang berwenang untuk memberikan penilaian terhadap tenaga
kerja yang bersangkutan dan biasanya merupakan atasan langsung secara hierarkis atau
juga bisa dari pihak lain yang diberikan wewenang atau ditunjuk langsung untuk
memberikan penilaian. Hasil penilaian kinerja tersebut disampaikan kepada pihak
manajemen tenaga kerja untuk mendapatkan kajian dalam rangka keperluan selanjutnya,
baik yang berhubungan dengan pribadi tenaga kerja yang bersangkutan maupun yang
berhubungan dengan perusahaan.
Dalam melakukan penilaian kinerja terhadap seorang tenaga kerja, pihak yang
berwenang dalam memberikan penilaian seringkali menghadapi dua alternatif pilihan
yang harus diambil: pertama, dengan cara memberikan penilaian kinerja berdasarkan
deskripsi pekerjaan yang telah ditetapkan sebelumnya; kedua, dengan cara menilai
kinerja berdasarkan harapan-harapan pribadinya mengenai pekerjaan tersebut. Kedua
alternatif diatas seringkali membingungkan pihak yang berwenang dalam memberikan
penilaian karena besarnya kesenjangan yang ada diantara kedua alternatif tersebut
sehingga besar kemungkinan hanya satu pilihan alternatif yang bisa dipergunakan oleh
pihak yang berwenang dalam melakukan penilaian
Penentuan pilihan yang sederhana adalah menilai kinerja yang dihasilkan tenaga
kerja berdasarkan deskripsi pekerjaan yang telah ditetapkan pada saat melaksanakan
kegiatan analisis pekerjaan. Meskipun kenyataannya, cara ini jarang diperoleh kepastian
9. 8
antara pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh seorang tenaga kerja dengan deskripsi
pekerjaan yang telah ditetapkan. Karena seringkali deskripsi pekerjaan yang etrtulis
dalam perusahaan kurang mencerminkan karakteristik seluruh persoalan yang ada.
Kebiasaan yang sering dialami tenaga kerja adalah meskipun penilaian kinerja
telah selesai dilakukan oleh pihak yang berwenang dalam melakukan penilaian, tenaga
kerja yang bersangkutan tetap kurang mengetahui seberapa jauh mereka telah memenuhi
apa yang mereka harapkan. Seluruh proses tersebut (penilaian kinerja) analisis dan
perencanaan diliputi oleh kondisi yang tidak realistis semisal permaian, improvisasi, dan
sebagainya. Jalan yang lebih berat bagi pihak yang berwenang dalam melakukan
penilaian adalah menentukan hal-hal yang sebenarnya diharapkan tenaga kerja dalam
pekerjaan saat itu.
Cara menghindarkan hal tersebut biasa dilakukan manajemen adalah dengan cara
menanyakan pada masing-masing tenaga kerja untuk merumuskan pekerjaanya.
Meskipun cara ini sebenarnya agak bertentangan dengan literatur ketenaga kerjaan yang
ada. Dengan alasan para tenaga kerja cenderung merumuskan pekerjaan mereka dalam
arti apa yang telah mereka kerjakan, bukannya apa yang diperlukan oleh perusahaan. Hal
ini bukan berarti tenaga kerja tidak memiliki hak suara dalam merumuskan deskripsi
pekerjaan mereka. Mereka juga membantu merumuskan pekerjaan secara konstruktif,
karena kesalahan bukan karena tenaga kerja tidak diminta untuk membantu merumuskan
pekerjaan, tetapi karena seluruh beban pekerjaan dilimpahkan diatas pundak mereka.
11. 10
2.2 HR SCORE CARD (pengukuran kinerja SDM)
A. Pengertian Kinerja
Pengukuran kinerja adalah proses di mana organisasi menetapkan parameter hasil
untuk dicapai oleh program, investasi, dan akusisi yang dilakukan. Proses pengukuran
kinerja seringkali membutuhkan penggunaan bukti statistik untuk menentukan tingkat
kemajuan suatu organisasi dalam meraih tujuannya. Tujuan mendasar di balik
dilakukannya pengukuran adalah untuk meningkatkan kinerja secara umum.
Pengukuran Kinerja juga merupakan hasil dari suatu penilaian yang sistematik
dan didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator-indikator
masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak.. Pengukuran kinerja digunakan sebagai
dasar untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan
sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi.
Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja
juga digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran (James Whittaker, 1993)
Sedangkan menurut Junaedi (2002 : 380-381) “Pengukuran kinerja merupakan
proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian
misi melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun proses”. Artinya,
setiap kegiatan perusahaan harus dapat diukur dan dinyatakan keterkaitannya dengan
pencapaian arah perusahaan di masa yang akan datang yang dinyatakan dalam misi dan
visi perusahaan.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sistem pengukuran kinerja adalah
suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer perusahaan menilai pencapaian
suatu strategi melalui alat ukur keuangan dan non keuangan. Hasil pengukuran tersebut
kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang
prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan
penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian.
B. Tujuan dan ManfaatPengukuranKinerja
Batasan tentang pengukuran kinerja adalah sebagai usaha formal yang dilakukan
oleh organisasi untuk mengevaluasi hasil kegiatan yang telah dilaksanakan secara
periodik berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Tujuan pokok dari pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam
mencapai sasaran organisasi dan mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan
sebelumnya agar menghasilkan tindakan yang diinginkan (Mulyadi & Setyawan 1999:
227).
1) Secara umum tujuan dilakukan pengukuran kinerja adalah untuk (Gordon, 1993 : 36) :
12. 11
a. Meningkatkan motivasi karyawan dalam memberikan kontribusi kepada
organisasi.
b. Memberikan dasar untuk mengevaluasi kualitas kinerja masing-masing karyawan.
c. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan sebagai dasar
untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan dan
pengembangan karyawan.
d. Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan karyawan, seperti
produksi, transfer dan pemberhentian.
Pengukuran kinerja dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan dan
tahap pengukuran. Tahap persiapan atas penentuan bagian yang akan diukur, penetapan
kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja, dan pengukuran kinerja yang
sesungguhnya. Sedangkan tahap pengukuran terdiri atas pembanding kinerja
sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya dan kinerja yang
diinginkan (Mulyadi, 2001: 251).
Pengukuran kinerja memerlukan alat ukur yang tepat. Dasar filosofi yang dapat
dipakai dalam merencanakan sistem pengukuran prestasi harus disesuaikan dengan
strategi perusahaan, tujuan dan struktur organisasi perusahaan. Sistem pengukuran
kinerja yang efektif adalah sistem pengukuran yang dapat memudahkan manajemen
untuk melaksanakan proses pengendalian dan memberikan motivasi kepada manajemen
untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya.
1) Manfaat sistem pengukuran kinerja adalah (Mulyadi & Setyawan, 1999: 212-225):
a. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggannya dan membuat seluruh personil
terlibat dalam upaya pemberi kepuasan kepada pelanggan.
b. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata-rantai
pelanggan dan pemasok internal.
c. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya
pengurangan terhadap pemborosan tersebut.
d. Membuat suatu tujuan strategi yang masanya masih kabur menjadi lebih kongkrit
sehingga mempercepat proses pembelajaran perusaHAAN
C. Prinsip Pengukuran Kinerja
1) Dalam pengukuran kinerja terdapat beberapa prinsip-prinsip yaitu:
a. Seluruh aktivitas kerja yang signifikan harus diukur.
b. Pekerjaan yang tidak diukur atau dinilai tidak dapat dikelola karena darinya tidak
ada informasi yang bersifat obyektif untuk menentukan nilainya.
13. 12
c. Kerja yang tak diukur selayaknya diminimalisir atau bahkan ditiadakan.
d. Keluaran kinerja yang diharapkan harus ditetapkan untuk seluruh kerja yang
diukur.
e. Hasil keluaran menyediakan dasar untuk menetapkan akuntabilitas hasil alih-alih
sekedar mengetahui tingkat usaha.
f. Mendefinisikan kinerja dalam artian hasil kerja semacam apa yang diinginkan
adalah cara manajer dan pengawas untuk membuat penugasan kerja dari mereka
menjadi operasional.
g. Pelaporan kinerja dan analisis variansi harus dilakukan secara kerap.
h. Pelaporan yang kerap memungkinkan adanya tindakan korektif yang segera dan
tepat waktu.
i. Tindakan korektif yang tepat waktu begitu dibutuhkan untuk manajemen kendali
yang efektif.
D. Ukuran PengukuranKinerja
Terdapat tiga macam ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja
secara kuantitatif yaitu :
1) Ukuran Kriteria Tunggal (Single Criterium).
Yaitu ukuran kinerja yang hanya menggunakan satu ukuran untuk menilai kinerja
manajernya. Jika kriteria tunggal digunakan untuk mengukur kinerjanya, orang akan
cenderung memusatkan usahanya kepada kriteria tersebut sebagai akibat diabaikannya
kriteria yang lain yang kemungkinan sama pentingnya dalam menentukan sukses atau
tidaknya perusahaan atau bagiannya.
Sebagai contoh manajer produksi diukur kinerjanya dari tercapainya target
kuantitas produk yang dihasilkan dalam jangka waktu tertentu kemungkinan akan
mengabaikan pertimbangan penting lainnya mengenai mutu, biaya, pemeliharaan
equipment dan sumber daya manusia.
2) Ukuran Kriteria Beragam (Multiple Criterium)
Yaitu ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran dalam menilai
kinerja manajernya. Kriteria ini merupakan cara untuk mengatasi kelemahan kriteria
tunggal dalam pengukuran kinerja. Berbagai aspek kinerja manajer dicari ukuran
kriterianya sehingga seorang manajer diukur kinerjanya dengan berbagai kriteria. Tujuan
penggunaan kriteria ini adalah agar manajer yang diukur kinerjanya mengerahkan
usahanya kepada berbagai kinerja.
Contohnya manajer divisi suatu perusahaan diukur kinerjanya dengan berbagai
kriteria antara lain profitabilitas, pangsa pasar, produktifitas, pengembangan karyawan,
14. 13
tanggung jawab masyarakat, keseimbangan antara sasaran jangka pendek dan sasaran
jangka panjang. Karena dalam ukuran kriteria beragan tidak ditentukan bobot tiap-tiap
kinerja untuk menentukan kinerja keseluruhan manajer yang diukur kinerjanya, maka
manajer akan cenderung mengarahkan usahanya, perhatian, dan sumber daya
perusahaannya kepada kegiatan yang menurut persepsinya menjanjikan perbaikan yang
terbesar kinerjanya secara keseluruhan. Tanpa ada penentuan bobot resmi tiap aspek
kinerja yang dinilai didalam menilai kinerja menyeluruh manajer, akan mendorong
manajer yang diukur kinerjanya menggunakan pertimbangan dan persepsinya masing-
masing didalam memberikan bobot terhadap beragan kriteria yang digunakan untuk
menilai kinerjanya.
3) Ukuran Kriteria Gabungan (Composite Criterium)
Yaitu ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran
memperhitungkan bobot masing-masing ukuran dan menghitung rata-ratanya sebagai
ukuran menyeluruh kinerja manajernya. Karena disadari bahwa beberapa tujuan lebih
panting bagi perusahaan secara keseluruhan dibandingkan dengan tujuan yang lain,
beberapa perusahaan memberikan bobot angka tertentu kepada beragan kriteria kinerja
untuk mendapatkan ukuran tunggal kinerja manajer, setelah memperhitungkan bobot
beragam kriteria kinerja masing-masing.
E. Sistem PegukuranKinerja
Untuk mengukur kinerja, dapat digunakan beberapa ukuran kinerja. Beberapa
ukuran kinerja yang meliputi; kuantitas kerja, kualitas kerja, pengetahuan tentang
pekerjaan, kemampuan mengemukakan pendapat, pengambilan keputusan, perencanaan
kerja dan daerah organisasi kerja. Ukuran prestasi yang lebih disederhana terdapat tiga
kreteria untuk mengukur kinerja, pertama; kuantitas kerja, yaitu jumlah yang harus
dikerjakan, kedua, kualitas kerja, yaitu mutu yang dihasilkan, dan ketiga, ketepatan waktu,
yaitu kesesuaiannya dengan waktu yang telah ditetapkan.
Menurut Cascio (2003: 336-337), kriteria sistem pengukuran kinerja adalah sebagai berikut:
Relevn (relevance). Relevan mempunyai makna (1) terdapat kaitan yang erat antara
standar untuk pelerjaan tertentu dengan tujuan organisasi, dan (2) terdapat keterkaitan
yang jelas antara elemen-elemen kritis suatu pekerjaan yang telah diidentifikasi melalui
analisis jabatan dengan dimensi-dimensi yang akan dinilai dalam form penilaian.
Sensitivitas (sensitivity). Sensitivitas berarti adanya kemampuan sistem penilaian kinerja
dalam membedakan pegawai yang efektif dan pegawai yang tidak efektif.
15. 14
Reliabilitas (reliability). Reliabilitas dalam konteks ini berarti konsistensi penilaian.
Dengan kata lain sekalipun instrumen tersebut digunakan oleh dua orang yang berbeda
dalam menilai seorang pegawai, hasil penilaiannya akan cenderung sama.
Akseptabilitas (acceptability). Akseptabilitas berarti bahwa pengukuran kinerja yang
dirancang dapat diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya.
Praktis (practicality). Praktis berarti bahwa instrumen penilaian yang disepakati mudah
dimenegerti oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses penilaian tersebut.
Pendapat senada dikemukakan oleh Noe et al (2003: 332-335), bahwa kriteria sistem
pengukuran kinerja yang efektif terdiri dari beberapa aspek sebagai berikut:
Mempunyai Keterkaitan yang Strategis (strategic congruence). Suatu pengukuran kinerja
dikatakan mempunyai keterkaitan yang strategis jika sistem pengukuran kinerjanya
menggambarkan atau berkaitan dengan tujuan-tujuan organisasi. Sebagai contoh, jika
organisasi tersebut menekankan pada pentingnya pelayanan pada pelanggan, maka
pengukuran kinerja yang digunakan harus mampu menilai seberapa jauh pegawai
melakukan pelayanan terhadap pelanggannya.
Validitas (validity). Suatu pengukuran kinerja dikatakan valid apabila hanya mengukur
dan menilai aspek-aspek yang relevan dengan kinerja yang diharapkan.
Reliabilitas (reliability). Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi pengukuran kinerja
yang digunakan. Salah satu cara untuk menilai reliabilitas suatu pengukuran kinerja
adalah dengan membandingkan dua penilai yang menilai kinerja seorang pegawai. Jika
nilai dari kedua penilai tersebut relatif sama, maka dapat dikatakan bahwa instrumen
tersebut reliabel.
Akseptabilitas (acceptability). Akseptabilitas berarti bahwa pengukuran kinerja yang
dirancang dapat diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya. Hal ini menjadi suatu
perhatian serius mengingat sekalipun suatu pengukuran kinerja valid dan reliabel, akan
tetapi cukup banyak menghabiskan waktu si penilai, sehingga si penilai tidak nyaman
menggunakannya.
Spesifisitas (specificity). Spesifisitas adalah batasan-batasan dimana pengukuran kinerja
yang diharapkan disampaikan kepada para pegawai sehingga para pegawai memahami
apa yang diharapkan dari mereka dan bagaimana cara untuk mencapai kinerja tersebut.
Spesifisitas berkaitan erat dengan tujuan strategis dan tujuan pengembangan manajemen
kinerja.
17. 16
2.3 MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA
A. PengertianMotivasiKerja
Motif seringkali diistilahkan sebagai dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut
merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat, sehingga motif tersebut merupakan
driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku dan didalam
perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu (Moch. As’ad, 1995: 45). Motivasi secara
sederhana dapat diartikan “Motivating” yang secara implisit berarti bahwa pimpinan
suatu organisasi berada di tengah-tengah bawahannya, dengan demikian dapat
memberikan bimbingan, instruksi, nasehat dan koreksi jika diperlukan (Siagian, 1985:
129). Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa motivasi adalah keinginan yang
terdapat pada seorang individu yang merangsang untuk melakukan tindakan (Winardi,
2000: 312). Motivasi adalah dorongan yang ada dalam diri manusia yang menyebabkan
ia melakukan sesuatu (Wursanto, 1987: 132).
Dalam kehidupan manusia selalu mengadakan bermacam-macam aktifitas. Salah
satu aktivitas itu diwujudkan dalam gerakan-gerakan yang dinamakan kerja. Menurut
Moch As’ad (1999: 46) bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri
dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang bersangkutan. Faktor
pendorong penting yang 13 menyebabkan manusia bekerja, adalah adanya kebutuhan
yang harus dipenuhi. Aktifitas dalam kerja mengandung unsur suatu kegiatan sosial,
menghasilkan sesuatu, dan pada akhirnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhannya.
Namun demikian dibalik dari tujuan yang tidak langsung tersebut orang bekerja juga
untuk mendapatkan imbalan, upah atau gaji dari hasil kerjanya. Jadi pada hakekatnya
orang bekerja, tidak saja untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya tapi juga untuk
mencapai taraf hidup yang lebih baik. Menurut Smith dan Wakeley (Moch As’ad, 1999:
47) menyatakan bahwa seseorang didorong untuk beraktivitas karena dia berharap bahwa
hal ini akan membawa pada keadaan yang lebih memuaskan dari pada keadaaan sekarang.
Pendapat dari Gilmer (Moch As’ad, 1999: 47), bahwa bekerja itu merupakan proses fisik
maupun mental manusia dalam mencapai tujuannya. Dari beberapa pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa bekerja adalah aktivitas manusia baik fisik maupun mental yang
dasarnya mempunyai tujuan yaitu untuk mendapatkan kepuasan. Ini tidak berarti bahwa
semua aktivitas itu adalah bekerja, hal ini tergantung pada motivasi yang mendasari
dilakukannya aktivitas tersebut.
Dari berbagai pendapat mengenai definisi motivasi dan definisi kerja di atas dapat
disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah dorongan yang tumbuh dalam diri seseorang,
baik yang berasal dari dalam dan luar dirinya untuk melakukan suatu pekerjaan dengan
semangat tinggi menggunakan semua kemampuan dan ketrampilan yang dimilikinya
yang bertujuan untuk 14 mendapatkan hasil kerja sehingga mencapai kepuasan sesuai
18. 17
dengan keinginannya. Untuk dapat memberikan hasil kerja yang berkualitas dan
berkuantitas maka seorang pegawai/ guru membutuhkan motivasi kerja dalam dirinya
yang akan berpengaruh terhadap semangat kerjanya sehingga meningkatkan kinerjanya.
Telah lama diketahui bahwa manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial ia
membutuhkan rasa sayang, pengakuan keberadaan, rasa ingin memiliki berbagai
kebutuhan tersebut, manusia bekerja dan berusaha dengan sekuat tenaga untuk memenuhi
keinginan itu.
B. TeoriMotivasiKerja
Teori Motivasi menurut Abraham Maslow
Setiap manusia mempunyai needs (kebutuhan, dorongan, intrinsic dan extrinsic
factor), yang pemunculannya sangat tergantung dari kepentingan individu. Dengan
kenyataan ini, kemudian A. Maslow (Siagian, 1996: 149) membuat needs hierarchy
theory untuk menjawab tentang tingkatan kebutuhan manusia tersebut. Kebutuhan
manusia diklasifikasi menjadi lima hierarki kebutuhan yaitu :
1) Kebutuhan Fisiologis ( Physiological Needs )
Perwujudan dari kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan pokok manusia yaitu
sandang, pangan, papan, dan kesejahteraan individu. Kebutuhan ini dipandang sebagai
kebutuhan yang paling mendasar, karena tanpa pemenuhan kebutuhan tersebut, seseorang
tidak dapat dikatakan hidup normal. Meningkatnya kemampuan seseorang cenderung
mereka berusaha meningkatkan pemuas kebutuhan dengan pergeseran dari kuntitatif ke
kualitatif. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang amat primer, karena kebutuhan ini
telah ada dan terasa sejak manusia dilahirkan. Misalnya dalam hal sandang. Apabila
tingkat kemampuan seseorang masih rendah, kebutuhan akan sandang akan dipuaskan
sekedarnya saja. Jumlahnya terbatas dan mutunya pun belum mendapat perhatian utama
karena kemampuan untuk itu memang masih terbatas. Akan tetapi bila kemampuan
seseorang meningkat, pemuas akan kebutuhan sandang pun akan ditingkatkan, baik sisi
jumlah maupun mutunya. Demikian pula dengan pangan, seseorang dalam hal ini guru
yang ekonominya masih rendah, kebutuhan pangan biasanya masih 16 sangat sederhana.
Akan tetapi jika kemampuan ekonominya meningkat, maka pemuas kebutuhan akan
pangan pun akan meningkat. Hal serupa dengan kebutuhan akan papan/perumahan.
Kemampuan ekonomi seseorang akan mendorongnya untuk memikirkan pemuas
kebutuhan perumahan dengan pendekatan kuantitiatif dan kualitatif sekaligus.
2) Kebutuhan Rasa Aman ( Safety Needs )
19. 18
Kebutuhan keamanan harus dilihat dalam arti luas, tidak hanya diartikan dalam
arti keamanan fisik semata, tetapi juga keamanan psikologis dan perlakuan yang adil
dalam pekerjaan.Karena pemuas kebutuhan ini terutama dikaitkan dengan kekaryaan
seseorang, artinya keamanan dalam arti fisik termasuk keamanan seseorang didaerah
tempat tinggal, dalam perjalanan menuju ke tempat bekerja, dan keamanan di tempat
kerja.
3) Kebutuhan Sosial ( Social Needs )
Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial, tidak dapat memenuhi
kebutuhan sendiri dan pasti memerlukan bantuan orang lain, sehingga mereka harus
berinteraksi dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan sosial tercermin dalam
empat bentuk perasaan yaitu:
Kebutuhan akan perasaaan diterima orang lain dengan siapa ia bergaul dan
berinteraksi dalam organisasi dan demikian ia memiliki sense of belonging yang
tinggi.
Harus diterima sebagai kenyataan bahwa setiap orang mempunyai jati diri yang
khas dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dengan jati dirinya itu, setiap
manusia merasa dirinya penting, artinya ia memiliki sense of importance.
Kebutuhan akan perasaan maju dan tidak akan gagal sering disebut sense of
accomplishment. Tidak ada orang yang merasa senang apabila ia menemui
kegagalan, sebaliknya, ia senang apabila ia menemui keberhasilan.
Kebutuhan akan perasaan diikutsertakan ( sense of participation ). Kebutuhan ini
sangat terasa dalam hal pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan tugas
sendiri. Sudah barang tentu bentuk dari partisipasi itu dapat beraneka ragam
seperti dikonsultasikan, diminta memberikan informasi, didorong memberikan
saran.
4) Kebutuhan akan Harga Diri ( Esteem Needs )
Semua orang memerlukan pengakuan atas keberadaan statusnya oleh orang lain.
Situasi yang ideal adalah apabila prestise itu timbul akan menjadikan prestasi seseorang.
Akan tetapi tidak selalu demikian, karena dalam hal ini semakin tinggi kedudukan
seseorang, maka akan semakin banyak hal yang digunakan sebagai simbol statusnya itu.
Dalam kehidupan organisasi banyak fasilitas yang diperoleh seseorang dari organisasi
untuk menunjukkan kedudukan statusnya dalam organisasi. Pengalaman menunjukkan
bahwa baik dimasyarakat yang masih tradisional maupun di lingkungan masyarakat yang
sudah maju, simbol – simbol status tersebut tetap mempunyai makna penting dalam
kehidupan berorganisasi.
5) Aktualisasi Diri (Self Actualization )
20. 19
Hal ini dapat diartikan bahwa dalam diri seseorang terdapat kemampuan yang
perlu dikembangkan, sehingga dapat memberikan sumbangsih yang besar terhadap
kepentingan organisasi. Melalui kemampuan kerja yang semakin meningkat akan
semakin mampu memuaskan berbagai kebutuhannya dan pada tingkatan ini orang
cenderung untuk selalu mengembangkan diri serta berbuat yang lebih baik.
Teori Dua Faktor Herzberg
Menurut Herzberg (Hasibuan, 1996: 108), ada dua jenis faktor yang mendorong
seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan.
Dua faktor itu disebutnya faktor higiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor
intrinsik). Faktor higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan,
termasuk di dalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan
sebagainya (faktor ekstrinsik), sedangkan faktor motivator memotivasi seseorang untuk
berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk di dalamnya adalah achievement,
pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dsb (faktor intrinsik). Herzberg (Hasibuan,
1996: 108) berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan ada tiga hal penting yang harus
diperhatikan dalam memotivasi bawahan yaitu :
1. Hal-hal yang mendorong pegawai/ karyawan adalah pekerjaan yang
menantang yang mencakup perasaan untuk berprestasi, bertanggungjawab,
kemajuan dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan
atas semua itu.
2. Hal-hal yang mengecewakan pegawai/ karyawan adalah terutama faktor
yang bersifat embel-embel saja pada pekerjaan, peraturan pekerjaan,
penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak, gaji, tunjangan dan lain-
lainnya.
3. Pegawai/ karyawan, jika peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan
menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan.
Herzberg (Hasibuan, 1996: 109) menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan
pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu :
1) Maintenance Factor
Adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia
yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini menurut
Herzberg merupakan kebutuhan yang berlangsung terus menerus, karena kebutuhan
ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi. Misalnya orang lapar akan makan,
kemudian lapar lagi lalu makan lagi dan seterusnya Faktor-faktor pemeliharaan ini
meliputi hal-hal yang masuk dalam kelompok dissatisfiers seperti gaji, kondisi kerja
fisik, kepastian pekerjaan, supervisi yang menyenangkan, kendaraan dinas, rumah
21. 20
dinas dan macam-macam tunjangan lainnya. Hilangnya faktor pemeliharaan ini dapat
menyebabkan timbulnya ketidakpuasan dan absennya pegawai/ karyawan, bahkan
dapat menyebabkan banyak pegawai/ karyawan yang keluar. Faktor-faktor
pemeliharaan ini perlu mendapat perhatian yang wajar dari pimpinan, agar kepuasan
dan kegairahan bekerja bawahan dapat ditingkatkan. Menurut Herzberg maintenance
factors bukanlah alat motivator melainkan keharusan yang harus diberikan oleh
pimpinannya kepada mereka demi kesehatan dan kepuasa bawahannya, sedangkan
menurut Maslow merupakan alat motivator bagi pegawai/ karyawan.
2) Motivation Factors
Motivation Factors adalah faktor motivasi yang menyangkut kebutuhan
psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Faktor
motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung
berkaitan dengan pekerjaan, misalnya kursi yang empuk, ruangan yang nyaman,
penempatan yang tepat dan lain sebagainya. Hal tersebut merupakan kelompok Satisfiers,
adapun yang masuk dalam kelompok satisfiers antara lain:
Prestasi
Pengakuan
Pekerjaan itu sendiri
Tanggungjawab
Pengembangan potensi individu (Hasibuan, 1996: 110).
Pada dasarnya kedua teori ini sama-sama bertujuan mendapatkan alat dan cara
yang terbaik dalam memotivasi semangat kerja tenaga kerja/ pegawai agar mereka mau
bekerja giat untuk mencapai prestasi kerja yang optimal.
C. PengertianKepuasanKerja
Salah satu sarana penting pada manjemen sumber daya manusia dalam sebuah
organisasi adalah terciptanya kepuasan kerja para pegawai/ karyawan. Kepuasan kerja
menurut Susilo Martoyo (1992: 115), pada dasarnya merupakan salah satu aspek
psikologis yang mencerminkan perasaan 33 seseorang terhadap pekerjaannya, ia akan
merasa puas dengan adanya kesesuaian antara kemampuan, keterampilan dan harapannya
dengan pekerjaan yang ia hadapi. Kepuasan sebenarnya merupakan keadaan yang
sifatnya subyektif yang merupakan hasil kesimpulan yang didasarkan pada suatu
perbandingan mengenai apa yang diterima pegawai dari pekerjaannya dibandingkan
dengan yang diharapkan diinginkan, dan dipikirkannya sebagai hal yang pantas atau
berhak atasnya. Sementara setiap tenaga kerja/ pegawai secara subyektif menentukan
bagaimana pekerjaan itu memuaskan.
22. 21
Dalam tulisannya Jewell & Siegell (M. Idrus, 2006: 96) mengungkap bahwa
kepuasan kerja merupakan sikap yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja.
Lebih lanjut diungkap oleh Jewell & Siegell bahwa karyawan yang puas lebih menyukai
situasi kerjanya dibandingkan yang tidak. Lebih lanjut diungkap oleh Jewell & Siegell,
mengingat kepuasan kerja adalah sikap, dan karenanya merupakan konstruksi hipotesis
sesuatu yang tidak dilihat, tetapi ada atau tidak adanya diyakini berkaitan dengan pola
perilaku tertentu.
Menurut Hani Handoko (2000: 193) kepuasan kerja adalah keadaan emosional
yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para pegawai memandang
pekerjaan mereka. Sedangkan menurut Blum (Moch. As’ad, 1995: 104 ) mengemukakan
bahwa kepuasan kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap
khusus terhadap faktorfaktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu
diluar kerja. 34 Dari berbagai pendapat mengenai kepuasan kerja di atas penulis
menyimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual yang
merupakan sikap dan perasaan seseorang yang timbul berdasarkan penilaian terhadap
situasi kerja dan apa yang diperoleh dari pekerjaannya, kepuasan akan dirasakan jika
adanya kesesuaian antara kemampuan, keterampilan dan harapannya dengan pekerjaan
yang ia hadapi. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda–beda
sesuai dengan sistem nilai–nilai yang berlaku dalam dirinya. Ini disebabkan karena
adanya perbedaan pada masing–masing individu. Semakin banyak aspek–aspek dalam
pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, maka akan semakin tinggi tingkat
kepuasan yang dirasakan dan sebaliknya.
D. Teori– TeoriKepuasan Kerja
Menurut Wexley dan Yulk (Moch. As’ad, 1995: 105), pada dasarnya teori – teori
tentang kepuasan kerja yang lazim dikenal ada tiga macam yaitu:
a. Discrepancy theory
Discrepancy theory yang dipelopori oleh Porter menjelaskan bahwa
kepuasan kerja seseorang diukur dengan menghitung selisih apa yang seharusnya
diinginkan dengan kenyataan yang dirasakan. Kemudian Locke menerangkan
bahwa kepuasan kerja seseorang tergantung pada perbedaan antara apa yang
diinginkan dengan apa yang menurut persepsinya telah diperoleh melalui
pekerjaannya. Orang akan puas 35 apabila tidak ada perbedaan antara yang
diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum yang
diinginkan maka orang akan menjadi lebih puas lagi walaupun terdapat
“discrepancy”, tetapi merupakan discrepancy positif. Sebaliknya, semakin jauh
23. 22
dari kenyataan yang dirasakan itu dibawah standar minimum sehingga menjadi
discrepancy negatif, maka makin besar pula ketidakpuasan terhadap pekerjaannya.
b. Equity theory
Equity theory dikembangkan oleh Adams tahun 1963. Dalam equity theory,
kepuasan kerja seseorang tergantung apakah ia merasakan keadilan atau tidak atas
situasi. Perasaan keadilan atau ketidakadilan atas suatu situasi diperoleh dengan
membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun di
tempat lain.
Menurut Wexley dan Yulk (Moch. As’ad, 1995: 105), teori elemen– elemen dari
equity ada tiga yaitu :
1) Input adalah sesuatu yangberharga yang dirasakan pegawai sebagai
sumbangan terhadappekerjaannya, seperti pendidikan, pengalaman
kerja, dan kecakapan
2) .Out Comes adalah sesuatu yang berharga yang dirasakan pegawai
sebagai hasil dari pekerjaannya, seperti gaji, status, simbol, dan
penghargaan.
3) Comparation Person adalah dengan membandingkan input, out comes
terhadap orang lain. Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapi
menguntungkan bisa menimbulkan kepuasan, tetapi bisa pula tidak
Akan tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang dan merugikan, akan
menimbulkan ketidakpuasan. Kelemahan dari teori ini adalah kenyataan
bahwa kepuasan kerja seseorang juga ditentukan oleh individual
differences (misalnya pada waktu orang melamar kerja apabila ditanya
tentang besarnya upah/ gaji yang diinginkan. Selain itu, menurut Locke
tidak liniernya hubungan antara besarnya kompensasi dengan tingkat
kepuasan lebih banyak bertentangan dengan kenyataan (Moch. As’ad,
1995: 105).
c. Two Factor Teory
Menurut two factor theory, kepuasan kerja itu merupakan dua hal yang
berbeda, artinya kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu tidak
merupakan suatu variable kontinyu. Herzberg membagi situasi yang
mempengaruhi perasaan seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok
yaitu kelompok satisfiers atau motivator yang terdiri dari prestasi pengakuan,
tanggungjawab. Kedua yaitu kelompok sebagai sumber ketidakpuasan atau
dissatisfiers yang terdiri dari prosedur kerja, upah atau gaji, hubungan antar
pegawai.
24. 23
Menurut Herzberg, perbaikan terhadap kondisi dalam kelompok dissatisfiers ini
akan mengurangi ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan kerja karena
bukan merupakan sumber kepuasan kerja. Sedangkan kelompok satisfiers merupakan
faktor yang menimbulkan kepuasan kerja. Selain teori di atas ada pula teori lain lagi
mengenai kepuasan kerja, adapun teori lainnya adalah sebagai berikut :
a. Value Theory
Menurut teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil
pekerjaan diterima individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang menerima
hasil, akan semakin puas dan sebaliknya. Kunci menuju kepuasan pada teori ini
adalah perbedaan antara aspek pekerjaan yang dimiliki dengan yang diinginkan
seseorang. Semakin besar perbedaan, semakin rendah kepuasan orang.
b. Model dari Kepuasan Bidang/ Bagian (Facet Satisfication)
Model Lawler dari kepuasan bidang berkaitan erat dengan teori keadilan
dari Adams,menurut model Lawler orang akan puas dengan bidang tertentu dari
pekerjaan mereka jika jumlah dari bidang mereka persepsikan harus mereka
terima untuk melaksanakan kerja mereka sama dengan jumlah yang mereka
persepsikan dari yang secara aktual mereka terima. Jumlah dari bidang yang
dipersepsikan orang sebagai sesuai tergantung dari bagaimana orang
mempersepsikan masukan pekerjaan, ciri-ciri pekerjaan, dan bagaimana mereka
mempersepsikan masukan dan keluaran dari orang lain yang dijadikan
pembanding.
c. Teori Proses-Bertentangan (Opponent-Proses Theory)
Teori proses bertentangan dari Landy memandang kepuasan kerja dari
perspektif yang berbeda secara mendasar daripada pendekatan yang lain. Teori ini
menekankan bahwa orang ingin mempertahankan suatu keseimbangan emosional
(emotional equilibrium), berdasarkan asumsi bahwa kepuasan kerja yang
bervariasi secara mendasar dari waktu ke waktu akibatnya ialah bahwa
pengukuran kepuasan kerja perlu dilakukan secara periodik dengan interval waktu
yang sesuai.
E. Faktor– FaktorTimbulnya KepuasanKerja
Sebagian besar orang berpendapat bahwa gaji atau upah merupakan faktor utama
untuk dapat menimbulkan kepuasan kerja. Sampai taraf tertentu, hal ini memang bisa
25. 24
diterima, terutama dalam negara yang sedang berkembang, dimana uang merupakan
kebutuhan yang sangat vital untuk bisa memenuhi kebutuhan pokok sehari – hari. Akan
tetapi kalau masyarakat sudah bisa memenuhi kebutuhan keluarganya secara wajar, maka
gaji atau upah ini tidak menjadi faktor utama. Sesuai dengan tingkatan motivasi manusia
yang dikemukakan oleh Maslow, maka upah atau gaji merupakan kebutuhan dasar.
Harold E. Burt (Moch. As’ad, 1995: 112) mengemukakan pendapatnya tentang faktor –
faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja antara lain:
Faktor hubungan antar pegawai, antara lain hubungan antara pimpinan dengan pegawai,
faktor fisik dan kondisi kerja, hubungan sosial diantara pegawai, sugesti dari teman kerja,
emosi dan situasi kerja.
Faktor individual, antara lain sikap kerja seseorang terhadap pekerjaannya, umur orang
sewaktu bekerja, serta jenis kelamin pegawai.
Faktor – faktor dari luar (ekstern) antara lain keadaan keluarga pegawai,rekreasi,
pendidikan (training, up grading dan lain – lain).
Sedangkan menurut pendapat Gilmer (Moch. As’ad, 1995: 114) tentang faktor –
faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja sebagai berikut :
Kesempatan untuk maju. Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh
kesempatan peningkatan pengalaman dan kemampuan kerja selama bekerja.
Keamanan kerja. Faktor ini sering disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik
pegawai pria maupun wanita. Keadaan yang aman sangat mempengaruhi perasaan kerja
pegawai selama bekerja.
Gaji Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang yang
mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya.
Manajemen kerja. Manajemen kerja yang baik adalah yang memberikan situasi dan
kondisi kerja yang stabil, sehingga pegawai dapat bekerja dengan nyaman.
Kondisi kerja. Dalam hal ini adalah tempat kerja, ventilasi, penyinaran, kantin, dan
tempat parkir.
Komunikasi. Komunikasi yang lancar antara karyawan dengan pimpinan banyak dipakai
untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak pimpinan untuk mau
mendengar, memahami dan mengakui pendapat atau prestasi pegawainya sangat berperan
dalam menimbulkan kepuasan kerja. Menurut pendapat Moch. As’ad (1995: 115), faktor
yang mempengaruhi
27. 26
2.4 MENGELOLA POTENSI KECERDASAN DAN
EMOSIONAL SDM
Manusia diciptakan dengan dianugerahi kelebihan dibanding makhluk lainnya,
yaitu adanya cipta, rasa dan karsa. Dari ketiga kelebihan tadi masing-masing bisa
dikembangkan ke dalam potensi-potensi. Potensi yang bersumber dari cipta, yaitu potensi
intelektual atau intelectual quotient (IQ). Potensi dari rasa, yakni potensi emosional atau
emosional quotinet (EQ) dan potensi spiritual (SQ). Sedangkan potensi yang bersumber
dari karsa, adalah potensi ketahanmalangan atau adversity quotient (AQ) dan potensi
vokasional quotient (VQ).
A. PengertianTeoriKecerdasanEmosi
Kecerdasan emosional atau yang biasa dikenal dengan EQ (bahasa Inggris:
emotional quotient) adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola,
serta mengontrol emosi dirinya dan oranglain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi
mengacu pada perasaan terhadap informasi akan suatu hubungan. Sedangkan, kecerdasan
(intelijen) mengacu pada kapasitas untuk memberikan alasan yang valid akan suatu
hubungan. Kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali diri sendiri dan orang
lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan mengelola emosi dengan baik pada diri
sendiri dan hubungannya dengan orang lain (Goleman,2001:512). Seseorang dengan
kecerdasan emosional yang berkembang dengan baik, kemungkinan besar akan berhasil
dalam kehidupannya karena mampu menguasai kebiasaan berfikir yang mendorong
produktivitas (Widagdo, 2001). Goleman (2001) membagi kecerdasan emosional yang
dapat memperngaruhi keberhasilan seseorang dalam bekerja ke dalam lima bagian utama
yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan ketrampilan sosial.
Menurut Salovey dan Mayer, 1999 (handbook Emotional Intelligence training,
prime consulting, p.11) kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk merasakan emosi,
menerima dan membangun emosi dengan baik, memahami emosi dan pengetahuan
emosional sehingga dapat meningkatkan perkembangan emosi dan intelektual. Salovey
juga memberikan definisi dasar tentang kecerdasan emosi dalam lima wilayah utama
yaitu, kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri,
mengenali emosi orang kain, dan kemampuan membina hubungan dengan orang lain.
Seorang ahli kecerdasan emosi, Goleman (2000, p.8) mengatakan bahwa yang dimaksud
dengan kecerdasan emosi di dalamnya termasuk kemampuan mengontrol diri, memacu,
tetap tekun, serta dapat memotivasi diri sendiri. Kecakapan tersebut mencakup
pengelolaan bentuk emosi baik yang positif maupun negatif. Purba (1999, p.64)
berpendapat bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan di bidang emosi yaitu
28. 27
kesanggupan menghadapi frustasi, kemampuan mengendalikan emosi, semamgat
optimisme, dan kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain atau empati.
Berikut ini adalah beberapa pendapat tentang kecerdasan emosional menurut para
ahli (Mu’tadin, 2002), yaitu:
1. Salovey dan Mayer (1990)
Salovey dan Mayer (1990) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk
membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan perasaan
secara mendalam sehingga dapat membantu perkembangan emosi dan intelektual.
2. Cooper dan Sawaf (1998)
Cooper dan Sawaf (1998) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan
emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Lebih
lanjut dijelaskan, bahwa kecerdasan emosi menuntut seseorang untuk belajar mengakui,
menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat dan
menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari.
3. Howes dan Herald (1999)
Howes dan Herald (1999) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosinya. Lebih lanjut
dijelaskan, bahwa emosi manusia berada di wilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang
tersembunyi dan sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasan emosional
akan menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri
dan orang lain.
4. Goleman (2003)
Goleman (2003) mendefiniskan kecerdasan emosional sebagai kemampuan lebih
yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan,
mengendalikan emosi, dan menunda kepuasan serta mengatur keadaan jiwa. Dengan
kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang
tepat, memilah kepuasan, dan mengatur suasana hati.
Goleman (2003) menjelaskan bahwa kecerdasan emosional terbagi ke dalam lima
wilayah utama, yaitu kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi diri,
memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan kemampuan membina
hubungan dengan orang lain. Secara jelas hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Kesadaran Diri (Self Awareness)
29. 28
Self Awareness adalah kemampuan untuk mengetahui apa yang dirasakan dalam
dirinya dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri,
memiliki tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri sendiri dan kepercayaan diri yang
kuat.
Pengaturan Diri (Self Management)
Self Management adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan dan
menangani emosinya sendiri sedemikian rupa sehingga berdampak positif pada
pelaksanaan tugas, memiliki kepekaan pada kata hati, serta sanggup menunda kenikmatan
sebelum tercapainya suatu sasaran dan mampu pulih kembali dari tekanan emosi.
Motivasi (Self Motivation)
Self Motivation merupakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan
menuntun diri menuju sasaran, membantu pengambilan inisiatif serta bertindak sangat
efektif, dan mampu untuk bertahan dan bangkit dari kegagalan dan frustasi.
Empati (Empathy/Social awareness)
Empathy merupakan kemampuan merasakan apa yang dirasakakan orang lain,
mampu memahami perspektif orang lain dan menumbuhkan hubungan saling percaya,
serta mampu menyelaraskan diri dengan berbagai tipe hubungan.
Ketrampilan Sosial (Relationship Management)
Relationship Management adalah kemampuan untuk menangani emosi dengan
baik ketika berhubungan sosial dengan orang lain, mampu membaca situasi dan jaringan
sosial secara cermat, berinteraksi dengan lancar, menggunakan ketrampilan ini untuk
mempengaruhi, memimpin, bermusyawarah, menyelesaikan perselisihan, serta bekerja
sama dalam tim.
5. Menurut Prati, et al. (2003)
kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk membaca dan memahami orang lain,
dan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan untuk mempengaruhi orang lain
melalui pengaturan dan penggunaan emosi. Jadi kecerdasan emosi dapat diartikan tingkat
kecemerlangan seseorang dalam menggunakan perasaannya untuk merespon keadaan
perasaan dari diri sendiri maupun dalam menghadapi lingkungannya. Sementara itu
menurut Bitsch (2008) indikator yang termasuk dalam variabel kecerdasan emosional ada
7. Tujuh indikator tersebut diukur dengan ”The Yong emotional intelligence Inventory
(EQI)”, yakni kuesioner self-report yang mengukur 7 indikator tersebut adalah:
Intrapersonal skills,
Interpesonal skills,
Assertive,
30. 29
Contentment in life,
Reselience,
Self-esteem,
Self-actualization.
B. Faktor-FaktorYang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi
A. Faktor Internal.
Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi kecerdasan
emosinya. Faktor internal ini memiliki dua sumber yaitu segi jasmani dan segi psikologis.
Segi jasmani adalah faktor fisik dan kesehatan individu, apabila fisik dan kesehatan
seseorang dapat terganggu dapat dimungkinkan mempengaruhi proses kecerdasan
emosinya. Segi psikologis mencakup didalamnya pengalaman, perasaan, kemampuan
berfikir dan motivasi.
B. Faktor Eksternal.
Faktor ekstemal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan emosi berlangsung.
Faktor ekstemal meliputi: 1) Stimulus itu sendiri, kejenuhan stimulus merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam memperlakukan
kecerdasan emosi tanpa distorsi dan 2) Lingkungan atau situasi khususnya yang
melatarbelakangi proses kecerdasan emosi. Objek lingkungan yang melatarbelakangi
merupakan kebulatan yang sangat sulit dipisahkan.
C. Cara MeningkatkanKecerdasanEmosional
1. Membaca situasi
Dengan memperhatikan situasi sekitar, kita akan mengetahui apa yang harus
dilakukan.
2. Mendengarkan dan menyimak lawan bicara
Dengarkan dan simak pembicaraan dan maksud dari lawan bicara, agar tidak
terjadi salah paham serta dapat menjaga hubungan baik.
3. Siap berkomunikasi
Jika terjadi suatu masalah, bicarakanlah agar tidak terjadi salah paham.
4. Tak usah takut ditolak
Setiap usaha terdapat dua kemungkinan, diterima atau ditolak, jadi siapkan diri
dan jangan takut ditolak
5. Mencoba berempati
EQ tinggi biasanya didapati pada orang-orang yang mampu berempati atau bisa
mengerti situasi yang dihadapi orang lain.
31. 30
6. Pandai memilih prioritas
Ini perlu agar bisa memilih pekerjaan apa yang mendesak, dan apa yang bisa
ditunda.
7. Siap mental
Situasi apa pun yang akan dihadapi, kita harus menyiapkan mental sebelumnya.
8. Ungkapkan lewat kata-kata
Katakan maksud dan keinginan dengan jelas dan baik, agar dapat salaing mengerti.
9. Bersikap rasional
Kecerdasan emosi berhubungan dengan perasaan, namun tetap berpikir rasional.
10. Fokus
Konsentrasikan diri pada suatu masalah yang perlu mendapat perhatian. Jangan
memaksa diri melakukannya dalam 4-5 masalah secara bersamaan.
D. PengukuranKompetensi Emosional
EI Kemampuan biasanya diukur menggunakan tes kinerja maksimum dan
memiliki hubungan yang kuat dengan kecerdasan tradisional, sedangkan EI sifat biasanya
diukur dengan menggunakan kuesioner laporan diri dan memiliki hubungan yang kuat
dengan kepribadian.
Dua alat pengukuran didasarkan pada model Goleman:
Inventory Emotional Kompetensi (ECI), yang diciptakan pada tahun 1999, dan
Inventarisasi Kompetensi Emosional dan Sosial (ESCI), yang diciptakan pada tahun 2007.
The Appraisal Kecerdasan Emosional, yang diciptakan pada tahun 2001 dan yang dapat
diambil sebagai laporan diri atau 360 derajat penilaian.
33. 32
2.5 MEMBANGUN KAPABILITAS DAN KOMPETENSI SDM
A. PengertianKapabilitas
Untuk mengetahui dengan jelas pengertian kapabilitas, berikut ini akan dikemukakan
penegertian kapabilitas yang diambil dari beberapa sumber.
Pengertian kapabilitas menurut kamus bahasa Indonesia (2014) adalah :
Kapabilitas, artinya juga sama dengan Kompetensi, yaitu Kemampuan. Namun
pemaknaan kapabilitas tidak sebatas memiliki keterampilan (skill) saja namun
lebih dari itu, yaitu lebih paham secara mendetail sehingga benar benar menguasai
kemampuannya dari titik kelemahan hingga cara mengatasinya.
Pengertian kapabilitas menurut Baker dan Sinkula (2005) adalah
kapabilitas adalah kumpulan keterampilan yang lebih spesifik, prosedur, dan
proses yang dapat memanfaatkan sumber daya ke keunggulan kompetitif.
Berdasarkan pengertian kapabilitas yang telah diungkapkan, maka dapat
didefinisasikan sebagai sebuah kemampuan yang memiliki lebih dari hanya
keterampilan pada suatu hal yang menjadi keunggulan bersaing dan menguasai
kemampuan dari titik kelemahan.
B. PengertianKompetensi
Pengertian dan arti kompetensi oleh Spencer dapat didefinisikan sebagai
karakteristik yang mendasari seseorang yang berkaitan dengan efektivitas kinerja
individu dalam pekerjaannya atau karakteristik dasar individu yang memiliki hubungan
kausal atau sebagai sebab-akibat dengan criteria yang diajukan acuan, efektif atau
berkinerja prima atau superior di tempat kerja atau pada situasi tertentu (A competency is
an underlying characteristic of an individual that is causally related to criterian
referenced effective and or superior performance in a job or situation). Berdasarkan dari
arti definisi kompetensi ini, maka banyak mengandung beberapamakna yang terkandung
di dalamnya adalah sebagai berikut.
a) Karakteristik dasar (underlying characteristic ) kompetensi adalah bagian
dari kepribadian yang mendalam dan melekat pada seseorang serta
mempunyai perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan tugas
pekerjaan.
b) Hubungan kausal (causally related) berarti kompetensi dapat
menyebabkan atau digunakan untuk memprediksikan kinerja seseorang
34. 33
artinya jika mempunyai kompetensi yang tinggi maka akan mempunyai
kinerja tinggi pula (sebagai akibat).
c) Criteria (criterian referenced) yang diajukan sebagai acuan, bahwa
kompetensi secara nyata akan memprediksi seseorang dapat bekerja
dengan baik, harus terukur dan spesifik atau terstandar, misalnya criteria
volume penjualan yang mempu dihasilkan seseorang salesman sebesar
1.000 buah/bulan atau manajer keuangan dapat mendapatkan keuntungan
1 miliar/tahun.
Kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu
pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung
oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Dengan demikian, kompetensi
menunjukan keterampilan atau pengetahuan yang dicirikan oleh profesionalisme dalam
suatu bidang tertentu sebagai sesuatu yang terpenting, sebagai unggulan bidang tersebut.2
Spencer menyatakan bahwa kompetensi merupakan landasan dasar karakteristik
orang dan mengindikasikan cara berperilaku atau berfikir, menyamakan situasi, dan
mendukung untuk periode waktu cukup lama.
Terdapat lima tipe karakterteristik kompetensi, yaitu sebagai berikut :3
a) Motif adalah sesuatu yang secara konsisten dipikirkan atau di diinginkan orang yang
menyebabkan tindakan.
b) Sifat adalah karakteristik fisik dan respons yang konsisten terhadap situasi atau informasi.
c) Konsep diri adalah sikap, nilai-nilai, atau citra diri seseorang.
d) Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki orang dalam bidang spesifik.
e) Keterampilan adalah kemampuan mengerjakan tugas fisik atau mental tertentu.
C. PengertianKompetensi SDM
Menurut Mangkunegara, kompetensi sumber daya manusia adalah kompetensi yang
berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan karakteristik kepribadian yang
mempengaruhi secara langsung terhadap kinerjanya.
Kompetensi sumber daya manusia menurut hasil kajian Perrin yaitu :6
1) Memiliki kemampuan komputer (Eksekutif Lini)
2) Memiliki pengetahuan yang luas tentang visi
35. 34
3) Memiliki kemampuan mengantisipasi pengaruh perubahan
4) Memiliki kemampuan memberikan pendidikan tentang sumber daya manusia.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kompetensi sumber daya manusia adalah
kemampuan yang dimiliki seseorang yang berhubungan dengan pengetahuan,
keterampilan dan karakteristik kepribadian yang mempengaruhi secara langsung terhadap
kinerjanya yang dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Tiga hal pokok dalam kompetensi SDM adalah:
Pengetahuan (Knowladge), merupakan penguasaan ilmu dan teknologi yang dimiliki
seseorang, dan diperoleh melalui proses pembelajaran serta pengalaman selama
kehidupannya. Indikator pengetahuan (knowladge) dalam hal ini adalah, pengetahuan
manajemen bisnis, pengetahuan produk atau jasa, pengetahuan tentang konsumen,
promosi dan strategi pemasaran.
Keterampilan (Skill), adalah kapasitas khusus untuk memanipulasi suatu objek secara
fisik. Indikator keterampilan meliputi keterampilan produksi, berkomunikasi, kerjasama
dan organisasi, pengawasan, keuangan, administrasi dan akuntansi.
Kemampuan (Ability), adalah kapasitas seorang individu untuk mengerjakan berbagai
tugas dalam suatu pekerjaan. Indikator kemampuan meliputi kemampuan mengelola
bisnis, mengambil keputusan, memimpin, mengendalikan, berinovasi, situasi dan
perubahan lingkungan bisnis.
37. 36
2.6 KONSEP AUDIT KINERJA & PELAKSANAAN AUDIT
KINERJA
A. Pengertian Audit Kinerja
Audit kinerja adalah audit atas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah
yang terdiri atas audit aspek ekonomi, efisiensi, dan audit aspek efektifitas.
B. Definisi Audit Menurut Para Ahli
1. Alvin A. Arens, Mark S. Beasley dan Randal J.Elder, 2011:4. Auditing
merupakan pengumpulan dan pertimbangan bukti tentang informasi untuk menentukan
dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dan ukuran yang telah ditetapkan.
Audit harus dilaksanakan oleh seorang yang berpengalaman, tanpa paksaan.
2. Whittington, O. Ray dan KurtPann , 2012:4. Audit merupakan pengawasan
laporan keuangan perusahaan oleh perusahaan akuntan publik yang independen. Audit
terdiri dari penyelidikan mencari catatan akuntansi dan bukti lain yang mendukung
laporan keuangan tersebut. Dengan memperoleh pemahaman tentang pengendalian
internal perusahaan, dan dengan mengamati dokumen, mengamati aset, membuat
bertanya dalam dan di luar perusahaan, dan melakukan prosedur audit lain, auditor akan
menghimpun bukti yang diperlukan untuk menentukan apakah laporan keuangan
menyediakan objektif dan cukup melengkapi gambaran situasi keuangan perusahaan dan
kegiatan selama periode yang diaudit.
3. Sukrisno Agoes , 1996:1. Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan
teratur, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh
pihak manajemen beserta dokumen-dokumen pembukuan dan bukti-bukti penunjangnya,
dengan tujuan untuk bisa memberikan pedapat mengenai laporan keseimbangan laporan
keuangan tersebut
4. Sukrisno Agoes , 2004. Suatu pengamatan yang dilakukan secara kritis dan
sistematis oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun
oleh manajemen beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti penunjangnya,
dengan tujuan untuk bisa memberikan anggapan mengenai kewajaran laporan keuangan
tersebut
5. Arens dan Loebbecke, 1996:1. Proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan
bukti tentang informasi yang bisa di ukur mengenai suatu entitas ekonomi yang
dilaksanakan seorang yang berpengalaman dan independen untuk dapat menentukan dan
melaporkan kebenaran informasi.
6. PSAK – Tim Sukses UKT Akuntansi 2006. Suatu proses sistematik yang
bertujuan untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang dikumpulkan atas pernyataan
atau asersi tentang aksi-aksi ekonomi dan kejadian-kejadian dan menggambarkan
bagaimana tingkat komunikasi antara pernyataan atau asersi dengan kenyataan dan
menkomunikasikan hasilnya kepada yamg berkepentingan
38. 37
7. Konrath, 2002:5. Suatu proses sistematis untuk secara objektif mendapatkan
dan mengevaluasi bukti mengenai asersi tentang kegiatan-kegiatan dan kejadian-kejadian
ekonomi untuk meyakinkan tingkat keterkaitan antara asersi tersebut dan kriteria yang
telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang
berkepentingan
C. Jenis-Jenis Audit
1. Operasional Audit ( Pemeriksaan Operasional/Manajemen)
Operasional atau manajemen audit merupakan pemeriksaan atas semua atau
sebagian kebijakan dan prosedur operasional suatu organisasi untuk menilai efisiensi ,
efektifitas, dan ekonomisasinya. Audit operasional bisa menjadi alat manajemen yang
efektif dan efisien untuk meningkatkan kemampuan perusahaan. Hasil dari audit
operasional berupa rekomendasi-rekomendasi perbaikan bagi manajemen sehingga audit
macam ini lebih merupakan konsultasi manajemen.
2. Compliance Audit ( Audit Ketaatan )
Compliance Audit merupakan pemeriksaan untuk mengetahui apakah prosedur
dan aturan yang telah ditetapkan pengaruh berwenang sudah ditaati oleh anggota di
organisasi tersebut. Compliance Audit biasanya ditugaskan oleh pengaruh berwenang
yang telah menetapkan metode/ peraturan dalam perusahaan sehingga hasil audit jenis ini
tidak untuk dipublikasikan tetapi untuk internal manajemen.
3. Financial audit ( Audit atas Laporan Keuangan )
Pemeriksaan berdasarkan laporan keuangan yakni evaluasi kesesuaian laporan
keuangan yang dihadirkan bagi manajemen menurut keseluruhan dibandingkan dengan
standar akuntansi keuangan yang berlaku publik. Dalam Definisinya apakah laporan
keuangan secara umum ialah informasi yang bisa ditukar dan bisa diverifikasi lalu telah
dihidangkan sesuai dengan ciri-ciri tertentu. Umumnya ciri-ciri yang dimaksud ialah
standar akuntansi yang berlaku umum seperti prinsip akuntansi yang berterima umum.
Hasil audit berdasarkan laporan keuangan merupakan opini auditor yakni
UnqualifiedOpinion, QualifiedOpinion, DisclaimerOpinion dan AdverseOpinion.
D. Manfaat Audit Kinerja,
Audit kinerja dalam pelaksanaannya dapat mengidentifikasi berbagai masalah
yang menuntut adanya pemeriksaan lebih rinci antara lain :
39. 38
Pengukuran standar atu penetapan penjabaran tujuan oleh manajemen
dalam pengukuran hasil kerja, produktifitas, efisiensi, atau penggunaan
barang/jasa yang kurang tepat.
Tiadanya kejelasan prosedur tertulis atau prosedur berbelitbelit, sehingga
bisa ditafsirkan salah atau tidak konsiten dan menambah pelayanan
menjadi lama.
Personil yang kurang cakap, sehingga menimbulkan kelambatan dan
kekurangan lainnya, termasuk kegagalan menerima tanggung jawab yang
besar
Beberapa pekerjaan duplikasi atau tumpang tindih, sehingga terjadi
pemborosan dan saling lempar tanggung jawab.
Anggaran yang dipakai tidak tepat sasaran
Pola pembiyaan yang terlalu mewah kurang bermanfaat tidak efisien.
Penggunaan pekerjaan tertangguh, menumpuk dan penyelesaian terlambat.
Banyak pekerja terlalu besar, koordinasi buruk dan personil banyak tidak
punya tugas
Pengorganisasian terlau besar, koordinasi buruk dan personil banyak tidak
punya tugas
Pengadaan barang terlalu banyak dengan harga mahal persedian
menumpuk. Dengan adanya audit kinerja seperti diatas segera dapat
dihindari. Masalah diatas dapat diuji dan dianalisis serta dicari solosi agar
kedepan kondisi lebih baik, maka audit kinerja sangat bermanfaat bagi
Kementerian/Lembaga
Kehati-hati/kewaspadaan dan kebijakan yang tepat dalam penggunaan
sumber daya dengan selalu membandingkan berbagai alternatif biaya
dengan manfaatnya
Kesadaran biaya para pejabat eksekutif yang cukup tinggi dalam
pengunaan dana/anggaran
Kesadaran biaya para pejabat dalam melakasanakan berbagai
pekerjaan/prosedur
Perencanaan akan semakin baik dengan terarah dan terpadu
Para pengawai akan semakinkompeten, rajin dan disiplin
Prsedur menjadi sederhana dan efisien, tepi aman, sehingga pelaksanaan
yang lancer
Supervisi kinerja para pejabat akan semakinefektif
Ketidakkompetenan, ketikberean, pemborosan, ketikefesienan dan
kecurangan akan mudah terdeteksi.
40. 39
BAB III
KESIMPULAN
Evaluasi kinerja dapat dikatakan sebagai suatu sistem dan cara penilaian
pencapaian hasil kerja individu pegawai, unit kerja maupun organisasi secara keseluruhan
Pengukuran kinerja adalah proses di mana organisasi menetapkan parameter hasil
untuk dicapai oleh program, investasi, dan akusisi yang dilakukan. Proses pengukuran
kinerja seringkali membutuhkan penggunaan bukti statistik untuk menentukan tingkat
kemajuan suatu organisasi dalam meraih tujuannya. Tujuan mendasar di balik
dilakukannya pengukuran adalah untuk meningkatkan kinerja secara umum.
Motivasi kerja adalah dorongan yang tumbuh dalam diri seseorang, baik yang
berasal dari dalam dan luar dirinya untuk melakukan suatu pekerjaan dengan semangat
tinggi menggunakan semua kemampuan dan ketrampilan yang dimilikinya yang
bertujuan untuk mendapatkan hasil kerja sehingga mencapai kepuasan sesuai dengan
keinginannya
Kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual yang merupakan sikap
dan perasaan seseorang yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja dan apa
yang diperoleh dari pekerjaannya
Kecerdasan emosional atau yang biasa dikenal dengan eq (bahasa inggris:
emotional quotient) adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola,
serta mengontrol emosi dirinya dan oranglain di sekitarnya.
Kapabilitas sebagai sebuah kemampuan yang memiliki lebih dari hanya
keterampilan pada suatu hal yang menjadi keunggulan bersaing dan menguasai
kemampuan dari titik kelemahan.
Kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu
pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung
oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut
Audit kinerja adalah audit atas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah
yang terdiri atas audit aspek ekonomi, efisiensi, dan audit aspek efektifitas.