Makalah ini membahas tentang pembuatan suspensi terdeflokulasi dengan menggunakan CMC Na sebagai agen pengental dan pemeriksaan sifat fisiknya. Beberapa parameter yang diamati meliputi volume sedimentasi dan kemudahan dispersi ulang dengan variasi konsentrasi CMC Na. Tujuannya adalah mengetahui pengaruh konsentrasi CMC Na terhadap volume sedimentasi dan kemudahan dispersi ulang suspensi.
1. MAKALAH SEMINAR PRAKTIKUM FARMASI FISIK
PEMBUATAN SUSPENSI TERDEFLOKULASI DAN
PEMERIKSAAN SIFAT-SIFAT FISIKNYA
OLEH:
KELOMPOK 3
HERNANDO YN MANALU (151501212)
DEVI SILITONGA (151501227)
YUNI YUSMAINI PJT (151501228)
MAULANA SAKTI (151501230)
HARRY DENDI SIMANJUNTAK (151501241)
DESY NURUL F. R. (151501243)
Kelas : IV-D
Program Studi : S1-Reguler Farmasi
Gelombang : Jumat
Tanggal Seminar :
LABORATORIUM FARMASI FISIK
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
2. LEMBAR PENGESAHAN MAKALAH SEMINAR
PEMBUATAN SUSPENSI TERDEFLOKULASI DAN
PEMERIKSAAN SIFAT-SIFAT FISIKNYA
OLEH:
HERNANDO YN MANALU (151501212)
DEVI SILITONGA (151501227)
YUNI YUSMAINI PJT (151501228)
MAULANA SAKTI (151501230)
HARRY DENDI SIMANJUNTAK (151501241)
DESY NURUL F. R. (151501243)
Medan, 12 Mei 2017
Asisten, Praktikan,
( ) ( Kelompok 3 )
3. BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Suspensi farmasi adalah dispersi kasar, dimana partikel padat yang tak
larut terdispersi dalam medium cair. Partikelnya mempunyai diameter yang
sebagian besar lebih dari 0,1 mikron. Pembuatan sediaan suspensi biasanya
didasarkan pada ketidakmampuan bahan obat untuk larut dalam pelarut air,
contohnya tetes mata yang mengandung hidrokortison yang diformulasikan dalam
bentuk suspensi karena kelarutan dari hidrokortison (Aulton,2007). Juga untuk
sediaan dimana obatnya mempunyai rasa tidak enak, untuk sediaan yang cocok
bagi pengobatan kulit, membran mukosa dan kosmetik. Suspensi dalam farmasi
digunakan dalam berbagai cara: injeksi intramuskular (Suspensi Penicilin G ),
tetes mata (Suspensi Hidrokortison Asetat), melalui mulut (Suspensi Sulfat/
Kemisetin) dan melalui rektum (Suspensi Sulfatiazol) (Anief, 1993).
Sistem dispersi terdiri dari zat berupa partikel-partikel yang dinamakan
fase terdispers yang tersebar dalam suatu medium kontinu atau medium dispersi.
Zat yang terdispersi tersebut berjarak ukuran antara dimensi partikel-partikel
atomik dan molekular sampai partikel-partikel yang berukuran milimeter
(Moechtar, 1989). Zat pensuspensi yang terpilih umumnya dari golongan koloid
pelindung, zat yang menaikkan viskositas, surfaktan, dan zat pendispersi.
Kombinasi dari golongan ini diperlukan untuk memperoleh sifat-sifat rheologi
yang dikehendaki (Anief, 1999).
Dalam pembuatan suspensi dikenal 2 macam sistem yaitu flokukasi dan
deflokulasi. Dalam sistem flokulasi, partikel terflokulasi terikat lemah, cepat
mengendap, mudah tersuspensi kembali dan tidak membentuk cake. Sedangkan
pada sistem deflokulasi, partikel terdeflokulasi mengendap perlahan, akhirnya
membentuk sedimen dan terjadi agregasi, cake yang keras dan sukar terdispersi
kembali. Pada sistem flokulasi, mencegah pemisahan tergantung pada kadar
partikel padat dan derajat flokulasinya dan suatu waktu flokulasi kelihatan kasar
akibat terjadi flokul. Dalam sistem deflokulasi, partikel terdispersi baik dan
mengendap sendiri, tapi lebih lambat daripada sistem flokulasi, tapi partikel
deflokulasi membentuk sedimen atau cake yang terdispersi kembali (Anief, 1993).
4. 1.2. Prinsip Percobaan
Pembuatan suspensi terdeflokulasi dengan menggunakan CMC Na sebagai
suspending agent dimana CMC Na akan terdispersi dalam air, kemudian butir-
butir CMC Na yang bersifat hidrofil akan menyerap air dan terjadi pembengkakan
air yang sebelumnya ada di luar granul akan bergerak bebas, tidak dapat lagi
bergerak bebas karena terjadi gaya tolak menolak antar partikel yang lebih besar
daripada gaya tarik menarik, sehingga keadaan larutan terjadi peningkatan
viskositas dan menyebabkan partikel terperangkap dalam sistem dan
memperlambat proses pengendapan. Kemudian diamati sifat-sifat fisiknya, yaitu
stabilitas fisik dimana didiamkan didalam suhu kamar selama 1 minggu dan
dicatat volumenya setiap hari serta kemudian didispersi ulang kembali dimana
suspensi yang telah didiamkan 7 hari dibalikkan dengan tangan dengan kecepatan
20 kali permenit dan dihitung jumlah pembalikannya (N) yang diperlukan
sehingga diperoleh suspensi yang homogen kembali.
1.3. Tujuan Percobaan
- Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi CMC Na terhadap volume
sedimentasi.
- Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi CMC Na terhadap kemudahan
dispersi ulang.
5. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Suspensi adalah suatu sistem yang terpisah dengan dua sistem yang terbagi
dengan baik. Pembagian tersebut antara lain adalah partikel padat yang tidak
terlarut dalam cairan. Kebanyakan suspensi farmasi terdiri atas medium dispersi
berupa cair (Aulton, 2007). Suspensi farmasetik adalah dispersi kasar yang
didalamnya terdispersi partikel-partikel padat yang tidak larut dalam medium cair.
Sebagian besar partikel tersebut menunjukkan gerak Brown jika dispersi memiliki
viskositas yang rendah (Sinko, 2013).
Suatu suspensi dalam bidang farmasi adalah suatu dispersi kasar dimana
partikel zat padat yang tidak larut terdispersi dalam suatu medium cair. Partikel-
partikel tersebut kebanyakan mempunyai diameter lebih besar dari 0,1 mikrometer
dan beberapa dari partikel tersebut bila diselidiki dibawah mikroskop akan
menunjukkan adanya gerak brown jika dispersi mempunyai viskositas yang
rendah (Martin,1993)
Suspensi dalam farmasi digunakan dalam berbagai cara:
- Intramuskular inj. (Penicillin G suspension).
- Tetes mata (Hydrocortisone acetate suspension).
- Oral (Sulfa/Kemicetine suspension).
- Rektal (para nitro sulphathiazole suspension).
Pembuatan sediaan suspensi biasanya didasarkan pada ketidakmampuan
bahan obat untuk larut dalam pelarut air. salah satu contohnya tetes mata yang
mengandung hidrokortison yang diformulasikan dalam bentuk suspensi karena
kelarutan dari hidrokortison (Aulton,2007). Juga untuk sediaan dimana obatnya
mempunyai rasa tidak enak, untuk sediaan yang cocok bagi pengobatan kulit,
membran mukosa dan kosmetik (Anief, 1999).
Faktor yang mempengaruhi stabilnya suspensi adalah:
- Ukuran partikel
- Sedikit banyaknya bergerak partikel
- Tolak menolak dari antar partikel karena adanya muatan listrik
- Konsentrasi suspensoid (Anief, 1999).
6. Usaha harus dilakukan untuk mereduksi padatan menjadi partikel-partikel
kecil dan mendispersikannya dalam suatu medium kontinu. Luas permukaan
partikel yang besar yang merupakan hasil dari pengecilan padatan berkaitan
dengan energi bebas permukaan yang membuat sistem menjadi tak stabil secara
termodinamik, yang berarti partikel-partikel tersebut berenergi tinggi dan
cenderung unutk mengelompok kembali sedemikian rupa hingga mengueangi luas
permukaan dan energi bebas permukaan. Oleh sebab itu, partikel-partikel dalam
suspensi cenderung berflokulasi, yaitu membentuk gumpalan lunak dan ringan
yang tergabung bersama-sama karena gaya Van Der Waals yang lemah. Pada
kondisi tertentu, sebagai contoh pada gumpalan padat, partikel-pertikel dapat
menyatu dengan gaya yang lebih kuat dan membentuk agregat. Penggumpalan
(caking) sering kali terjadi karena pertumbuhan dan peleburan kristal-kristal
dalam endapan dan menghasilkan suatu agregat padat (Sinko, 2006).
Gaya pada permukaan partikel mempengaruhi derajat flokulasi dan
aglomerasi dalam suatu suspensi. Gaya tarik-menarik yang terjadi adalah tipe
London – Van Der Waals; gaya tolak-menolaknya merupakan hasil interaksi
lapisan rangkap elektrik yang mengelilingi setiap partikel (Sinko,2006).
Untuk partikel yang memiliki diameter sekitar 2 sampai 5µm (bergantung
pada densitas partikel serta viskositas medium pensuspensi), gerak Brown
meniadakan sedimentasi hingga tingkat yang dapat diukur pada suhu kamar
dengan menjaga bahan terdispersi tetap berada dalam gerakan acak. Jari-jari kritis,
r, yang dibawah jari-jari tersebut partikel-partikel akan terjaga dalam suspensi
melalui pengeboman kinetik partikel oleh molekul-molekul medium pensuspensi
(gerak Brown) telah diteliti oleh Button (Sinko, 2006).
Dapat dilihat di bawah mikroskop bahwa gerakan Brown dari partikel
uang terkecil dalam daerah partikel dari suspensi farmasi, biasanya dihilangkan,
bila sampel terdispersi dalam 50% larutan gliserin dengan viskositas +5 cps. Maka
itu, tak diinginkan jika partikel-pertikel dalam suspensi farmasi biasa,
mengandung suspending agent, dalam keadaan gerakan Brown yang kuat (Anief,
1999).
Sistem flokulasi biasanya mencegah paling tidak pemisahan yang serius
tergantung kadar partikel padatnya dan derajat flokulasinya. Sedang pada suatu
7. waktu sistem flokulasi kelihatan kasar sebab terjadinya flokul. Dalam sistem
deflokulasi, partikel-partikel terdispersi baik dan mengenap sendirian, tapi lebih
lambat daripada sisten flokulasi. Partikel-partikel ini berkehendak membentuk
cake atau sedimen yang terdispersi kembali (Anief, 1999).
Dalam keadaan deflokulasi masing-masing partikel-partikel biasanya juga
terdispersi dengan zat yang menurunkan tegangan antarmuka.Untuk menjaga
kedaan ini, juga diperlukan zat yang membantu kenaikan viskositas dari
suspending agent.Zat ini menghambat terjadinya pengenapan dan agglomerasi
dari partikel dengan berfungsi sebagai rintangan enersi yang mengurangi tarik-
menarik antar partikel pada preparat topikal (Anief, 1999).
Sifat partikel deflokulasi:
- Partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lainnya
- yang terjadi lambat masing-masing partikel mengendap terpisah dan
partikel berada dalam ukuran paling kecil
- Sedimen terbentuk lambat
- Akhirnya sedimen akan membentuk cake yang keras dan sukar
terdispersi kembali
- Wujud suspensi bagus karena zat tersuspensi dalam waktu relative
lama, terlihat bahwa ada endapan dan cairan atas berkabut.
Zat pensuspensi yang terpilih umumnya dari golongan koloid pelindung,
zat yang menaikkan viskositas, surfaktan, dan zat pendispersi.Kombinasi dari
golongan ini diperlukan untuk memperoleh sifat-sifat rhoelogi yang dikehendaki
(Anief, 1999).
Khusus dengan sistem deflokukasi, faktor-faktor yang berhubungan dalam
hukum Stokes menjadi penting seperti ukuran partikel, kerapatan dari vehicle dan
dari partikel, dan viskositas medium.Beberapa zat pensuspensi yang luas dipakai
dalam formulasi tergolong modifikasi polimer selulosa, protein seperti gelatin,
polimer sintetik total. Dari modifikasi selulosa, protein seperti gelatin, polimer
sintetik total (Anief, 1999).
CMC adalah anoinik polimer, sedang Methocel HG adalah nonionok.
CMCnatrium dipakai dalam konsentrasi sampai 0,5% dalam injeksi, dalam
sediaan farmasi oral dipakai dengan konsentrasi lebih besar sebab mengandung
8. lebih banyak bagian padatnya. Pada CMC ada beberapa kerugian untuk dipakai
yaitu incompatible dengan beberapa elektrolit dan senyawa ammonium quartener
dan akan membentuk kompleks dengan surfaktan tertentu (Anief, 1999).
Faktor hokum Stokes dan sangat penting dalam sistem deflokulasi adalah
kerapatan dari medium. Ada beberapa jalan untuk mengatur kerapatan ini, bila
mungkin. Dengan penambahan substansi nonionik seperti sorbitol, PVP, gliserin,
gula atau PEG dapat menolong. Dalam hal berubahnya kerapatan dari medium,
efek yang tampak pada viskositasjuga dapat tercapai, berkat tercapainya efek
bentuk viskositasyang ditimbulkan oleh ikatan hidrogen dari molekul air dan
glycols (Anief, 1999).
Salah satu masalah yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi
adalah cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas
partikel. Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga homogenitas
partikel. Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas
suspensi. Beberapa fkctor yang memengaruhi stabilitas suspensi ialah: ukuran
partikel, ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel
tersebut serta daya tekan ke atas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran
partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan
antara luas penampang dengan daya tekan ke atas terdapat hubungan linier.
Artinya semakin kecil ukuran partikel semakin besar luas penampang partikel,
daya tekan ke atas cairan akan semakin besar, akibatnya memperlambat gerakan
partikel untuk mengendap sehingga untuk memperlambat gerakan tersebut dapat
dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel (Syamsuni, 2006).
Cara mengerjakan obat dalam suspensi, suspensi dapat dibuat dengan
metode dispersi, metode ini dilakukan dengan cara menambahkan serbuk bahan
obat ke dalam mucilago yang telah terbentuk, kemudian baru diencerkan perlu
diketahui bahwa kadang-kadang terjadi kerusakan pada saat mendispersikan
serbuk ke dalam pembawa. Hal tersebut karena adanya udara, lemak, atau
kontaminan pada serbuk.Serbuk yang sangat halus mudah termasuki udara
sehingga sangat halus, sukar dibasahi. Jika sudut kontak ± 90º serbuk akan
mengambang di atas cairan. Serbuk yang demikian disebut memiliki sifat
hidrofob. Untuk menurunkan tegangan permukaan antara partikel zat padat
9. dengan cairan tersebut perlu ditambahkan zat pembasah atau wetting agent.
Metode presipitasi, zat yang hendak didispersikan dilarutkan dahulu ke dalam
pelarut organic yang hendak dicampur dengan air. Setelah larut dalam pelarut
organic, larutan zat ini kemudian diencerkan dengan larutan pensuspensi dalam air
sehingga akan terjadi endapan halus tersuspensi dengan bahan pensuspensi cairan
organik tersebut adalah etanol, propilen glikol, dan polietilen glikol ( Syamsuni,
2006).
Suspensi memberi andil dalam bidang farmasi dan kedokteran dalam hal
membuat zat-zat yang tidak larut dan seringkali tidak enak rasanya menjadi suatu
sediaan yang enak atau juga dalam hal membentuk suatu sediaan obat kulit yang
cocok unuk penggunaan parental dari obat-obat yang tidak larut. Suspensi dalam
bidang farmasi dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok: campuran yang
diberikan per-oral, cairan (lotion) yang digunakan untuk obat luar, dan sediaan-
sediaan yang dapat disuntikkan. Contoh dari suspensi dalam sirup antibiotik oral,
yang umumnya mengandung 125-500 mg zat padat per 5 ml. jika diformulasikan
untuk penggunaan sebagai obat tetes untuk anak-anak, konsentrasi dari zat-zat
yang tersuspensi biasanya lebih besar (Martin, 1993).
Semua suspensi harus dikemas dalam wadah mulut lebar yang mempunyai
ruang udara yang memadai diatas cairan. Kebanyakan suspensi harus disimpan
dalam wadah tertutup rapat dan terlindung dari pembekuan, panas yang berlebihan
dan cahaya. Untuk menjamin distribusi zat padat yang merata dalam pembawa
sehingga dosis yang diberikan setiap kali tepat dan seragam (Ansel, 1989).
Untuk menghasilkan suspensi yang memiliki sifat fisika, kimia, dan
farmakologi yang optimum, karakteristik fase terdispersi harus dipilih secara hati-
hati. Distribusi ukuran partikel, luas permukaan spesifik, inhibisi pertumbuhan
kristal, dan perubahan pada bentuk polimorf merupakan hal yang perlu
diperhatikan. Pembuat formulasi harus memastikan bahwa sifat-sifat ini serta sifat
lainnya tidak berubah secara berarti selama penyimpanan hingga dapat
mengganggu kinerja suspense. Terakhir, sangat diharapkan produk tersebut
mengandung bahan-bahan yang dapat dicampurkan ke dalam campuran dengan
relkatif mudah dengan menggunakan metode dan perlengkapan standar (Sinko,
2006).
10. BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat
Batang pengaduk, Beaker Glass 400 ml “Schot Duran”, Benang Wol,
Botol Kaca 100 ml, Cawan Penguap, Erlenmeyer 30 ml “Pyrex”, Gelas Ukur 50
ml “Iwaki Pyrex”, Kaca Arloji, Kertas Perkamen, Lumpang dan Alu, Neraca
Analitik, Object Glass, Pipet Tetes, Pipet Volume 5 ml “MDL”, Pot Plastik,
Serbet, Spatula, Sudip.
3.2 Bahan
- Aquades
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai
rasa (Depkes RI, 1979) .
- CMC Na
Pemerian : serbuk berwarna putih, tidak berasa, bergranuul, mudah
terdispersi dalam air membentuk larutan koloidal, tidak larut
dalam etanol, dalam eter dana dalam pelarut organik lain
(Depkes RI, 1979) .
- Gliserin
Pemerian : Cairan bening tidak berwarna, tidak berbau, kental dan
higroskopis, rasa manis, sekitar 0,6 kali lebih manis dari
sukrosa (Depkes RI, 1979).
- Sulfamerazin
Pemerian : Serbuk putih agak kekuningan, tidak berbau atau hampir
tidak berbau rasa agak pahit, kalau terkena cahaya langsung
lambat laun warna menjadi tua (Depkes RI, 1979).
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 Pembuatan Suspensi Sulfamerazin
Ditimbang 3,2 gram sulfamerazin,lalu dibuat suspensi dengan kosentrasi
CMC Na yang diinginkan. Dimasukkan CMC Na ke dalam lumpang yang telah
berisi air panas sebanyak 20 kali CMC Na, kemudian didiamkan selama 15-20
11. menit sampai mengembang, digerus dengan penambahan air sampai wujudnya
transparan. Dimasukkan Sulfamerazin, digerus dengan penambahan gliserin
secukupnya sampai didapat massa yang dapat dikempa. Dihomogenkan dengan
massa CMC Na dan ditambahkan aquadest sampai diperoleh 50 ml suspensi.
Dimasukkan suspensi Sulfamerazin ke dalam gelas ukur 50 ml.
3.3.2 Pengamatan Stabilitas Suspensi
Dimasukkan suspensi ke dalam gelas ukur 50 ml,kemudian dibuat
perlakuan, disimpan dalam suhu kamar, setelah itu dilakukan pengamatan. Dicatat
volume endapan dan suspensi setiap hari selama seminggu.
3.3.3 Pengamatan Kemudahan Dispersi Ulang
Dilakukan pembalikan dengan tangan pada suspensi yang telah didiamkan
selama 7 hari dilakukan dengan kecepatan 20 kali permenit lalu dihitung jumlah
pembalikan yang dibutuhkan sehingga diperoleh susupensi yang homogen
kembali.
3.4 Flowsheet
3.4.1 Pembuatan Suspensi
←
← Dibuat suspensi sebanyak 50 ml dengan konsentrasi CMC
Na yang bervariasi (0; 0,5; 1; 1,5; 2 %)
← Dibasahi dengan gliserin sampai membentuk massa yang
bisa dikempa
← Dilumpang lain dimasukkan air panas dengan jumlah 20
kali berat CMC Na
← Ditaburkan CMC Na di air panas lalu didiamkan sampai
mengembang
← Digerus CMC Na yang telah mengembang dengan
penambahan aquadest sampai wujudnya transparan
← Dicampurkan CMC Na dengan Sulfamerazin
← Dihomogenkan
← Diaddkan sampai 50 ml
Sulfamerazin 7%
Suspensi terdeflokulasi sulfamerazin 50 ml
12. 3.4.2 Pengamatan Stabilitas Suspensi
← Disimpan suspensi dalam suhu kamar
← Dicatat volume endapan setiap hari selama 1 minggu
3.4.3 Pengamatan Kemudahan Dispersi Ulang Suspensi
← Dibalikkan suspensi dengan tangan dengan kecepatan 20
kali per menit
← Dihitung jumlah pembalikkan (N) yang diperlukan
sehingga suspensi homogen kembali
Suspensi dalam gelas ukur
Hasil
Hasil
Suspensi dalam gelas ukur
Setelah didiamkan 7 hari
13. BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1. Pengamatan volume sediaan
Lama
Pendiaman
(Hari)
Volume Sediaan
CMC Na (%)
0 (ml) 0,5 (ml) 1 (ml) 1,5 (ml) 2 (ml)
1 23 50 49 50 50
2 20 49,9 48 49 50
3 19 49,8 47,5 49,9 50
4 18 49,9 47 49,8 50
5 - - - - -
6 - - - - -
7 13 48 46 49,7 50
4.1.2. Pengamatan volume sedimentasi
Lama
Pendiaman
(Hari)
Volume Sedimentasi
CMC Na (%)
0 (ml) 0,5 (ml) 1 (ml) 1,5 (ml) 2 (ml)
1 0,4 1 0,98 1 1
2 0,4 0,99 0,96 0,99 1
3 0,38 0,98 0,95 0,98 1
4 0,36 0,98 0,98 0,97 1
5 - - - - -
6 - - - - -
7 0,26 0.96 0,92 0,95 1
4.1.3. Redispersi (N) VS Konsentrasi CMC Na
Konsentrasi
CMC Na (%)
Angka Dispersi
Ulang (N)
0 % ˃ 20 kali (23 kali)
0,5 % -
1 % -
1,5 % -
2 % -
4.2. Perhitungan
- Sulfamerazin 7%
= 7 gr / 100 ml x 50 ml = 3,5 g
14. - Larutan CMC Na berbagai konsentrasi
- CMC Na 0% = tidak menggunakan CMC Na
- CMC Na0,5% = 0,5/100 x 50 ml = 0,25 gr; volume air = 5 ml
- CMC Na 1% = 1/100 x 50 ml = 0,5 gr; volume air =10 ml
- CMC Na 1,5% = 1,5/100 x 50 ml = 0,75 gr; volume air =15 ml
- CMC Na 2% = 2/100 x 50 ml = 1 gr; volume air =20 ml
4.3. Grafik
Gambar 3.1. Grafik volume sediaan berdasarkan konsentrasi
Gambar 3.2. Grafik volume sedimentasi berdasarkan konsentrasi
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1 2 3 4 7
volume sedimen
(F)
Waktu (hari)
0%
0,50%
1%
1,50%
2%
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0% 0.50% 1% 1.50% 2%
volume sedimen
(F)
konsentrasi (% )
Hari ke-7
15. 4.4. Persamaan Reaksi
-
4.5. Pembahasan
Dari hasil percobaan yang dilakukan didapat perbedaan volume pada
pembuatan suspensi dengan CMC Na dengan berbagai konsentrasi, didapat CMC
Na pada suspensi, yaitu konsentrasi 2% memiliki laju pengendapan paling kecil
yaitu 0 (nol). Pada pengamatan hari ke-tujuh saat pengocokan ulang, suspensi
tidak dapat dikocok karena terbentuk caking pada suspensi, dan suspensi menjadi
sangat kental bahkan tidak dapat dituangkan dari wadah (gelas ukur).
Dalam sistem terdeflokulasi, partikel-partikel tidak bergabung, tekanan
pada masing-masing partikel itu sendiri menyebabkan terbentuknya caking dan
partikel-partikel yang terdapat pada dasar wadah caking dari suatu suspensi
biasanya dicegah dengan menambahkan agen pemflokulasi tersebut tidak dapat
tereliminasi oleh reduksi ukuran partikel atau dengan meningkatnya viskositas dan
fase kontinu sebuah larutan (Jones, 2008).
Penambahan CMC Na sebagai suspending agent akan memperlambat laju
pengendapan pada suspensi. Variasi CMC Na (konsentrasi) yang diberikan akan
memperoleh laju pengendapan yang bervariasi juga yaitu semakin tinggi
konsentrasi maka akan semakin kecil laju pengendapan suspense (Martin dkk,
1993).
Penggunakan CMC Na sebagai bahan pensuspensi menghasilkan suspensi
terdeflokulasi. CMC Na meningkatkan viskositas medium sehingga partikel-
partikel tak aktif lama mengendap. Jika terbentuk endapat atau cake, maka akan
sukar diredispersikan (Moechtar, 1989).
Zat pensuspensi ditambahkan ke medium dispersi untuk menghasilkan
struktur yang membantu terdispersinya fase dalam suspensi. Karboksil Metil
Selulosa (CMC Na) merupakan salah satu zat pensuspensi yang digunakan untuk
mengentalkan medium dispersi (Ansel, 2005).
16. BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pengaruh konsentrasi CMC Na terhadap stabilitas fisik suspensi adalah
semakin besar konsentrasi CMC Na, maka semakin lambat laju
pengendapan suspensi tetapi semakin lama akan mengalami caking.
Semakin besar konsentrasi CMC Na yang digunakan, angka redispersi
yang dihasilkan akan semakin besar pula.
5.2 Saran
Sebaiknya pada percobaan selanjutnya dapat digunakan bahan pensuspensi
yang lain seperti tragakan atau gom arab.
Sebaiknya pada percobaan selanjutnya dapat digunakan zat aktif lain
contohnya suspensi kalium pospat monobase
17. DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. (1999).Sistem Dispersi, Formulasi Suspensi dan Emulsi. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press. Halaman 21 - 29.
Aulton, M. E. (2007). Aulton’s Pharmaceutics. London : Elsevier. Halaman 578 -
580.
Depkes RI. (1979). Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 144.
Martin, dkk.(1993). Farmasi Fisik.Jakarta : UI Press. Halaman 1130 – 1131.
Moechtar. (1989). Farmasi Fisika: Bagian Larutan dan Sistem Dispersi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 129 dan 131.
Sinko, J. P. (2006). Farmasi Fisik dan Ilmu Farmasetika.Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Halaman 629 – 636.
Syamsuni, H. A. (2006). Ilmu Resep. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Halaman 135 – 145.