1. LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI FISIK
PERCOBAAN IV βEMULSIFIKASIβ
Senin, 23 Maret 2015
Disusun oleh:
Dianeti Hardianti (31113013)
Mina Audina (31113030)
Ria Oktaviani (31113042)
Rizki Mohamad F (31113045)
Kelompok 10
Farmasi 2A
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
STIKes BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2015
2. I. TUJUAN PERCOBAAN
a. Menghitung jumlah golongan emulgator surfaktan yang digunakan dalam
pembuatan emulsi;
b. Membuat emulsi dengan emulgator golongan surfaktan;
c. Mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi;
d. Menentukan HLB butuh minyak yang digunakan dalam pembuatan
emulsi.
II. PRINSIP PERCOBAAN
Pembuatan emulsi dengan menggunakan emulgator dengan variasi HLB
butuh dan penentuan kestabilan suatu emulsi dengan nilai HLB butuh yang
bervariasi yang didasarkan pada penampakan fisik dari emulsi tersebut, misalnya
perubahan volume, perubahan warna dan pemisahan fase terdispersi dan
pendispersi dalam jangka waktu tertentu pada kondisi yang dipaksakan.
III. DASAR TEORI
Emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamik yang
mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, dimana satu
diantaranya didispersikan sebagai bola-bola dalam fase cair lain.
Salah satu fase cair dalam suatu emulsi terutama bersifat polar (sebagai
contoh air), sedangkan lainnya relatif non polar (sebagai contoh minyak).
a. Bila fase minyak didispersikan sebagai bola-bola ke seluruh fase kontinu
air, sistem tersebut dikenal sebagai suatu emulsi minyak dalam air (o/w).
b. Bila fase minyak bertindak sebagai fase kontinu, emulsi tersebut dikenal
sebagai produk air dalam minyak (w/o).
3. Emulsi yang dipakai untuk obat luar bertipe o/w atau w/o, ntuk tipe o/w
menggunakan zat pengemulsi disamping beberapa yang dikemukakan tadi yakni
natrium lauril sulfat, trietanolamin stearat.
Untuk memperoleh emulsi yang stabil perlu diperhatikan faktor-faktor
sebagai berikut :
a. Penggunaan zat-zat yang mempertinggi viskositas
b. Perbandingan opimum dari minyak dan air. Emulsi dengan minyak 2/3-3/4
bagian meskipun disimpan lama tidak akan terpisah dalam lapisan-lapisan
c. Penggunaan alat khusus untuk membuat emulsa homogen.
Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor
yang penting untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak
dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan.
Zat pengemulsi yang sering digunakan adalah gelatin, gom akasia,
tragakan, sabun, senyawa amonium kwarterner, senyawa kolesterol, surfaktan,
atau emulgator lain yang cocok. Untuk mempertinggi kestabilan dapat
ditambahkan zat pengental, misalnya tragakan, tilosa, natrium
karboksimetilselulosa.
Salah satu emulgator yang banyak digunakan adalah surfaktan.
Mekanisme kerja emulgator ini adalah menurunkan tegangan antar permukaan air
dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan globul-globul fasa
terdispersinya. Secara kimia molekul surfaktan terdiri atas gugus polar dan
nonpolar. Apabila surfaktan dimasukkan ke dalam suatu sistem yang terdiri dari
air dan minyak, maka gugus polar akan terarah ke fasa air sedangkan gugus non
4. polar terarah ke gugus ke fasa minyak. Surfaktan yang memiliki gugus polar lebih
kuat akan cenderung membentuk emulsi minyak dalam air, sedangkan bila gugus
nonpolar yang lebih kuat maka akan membentuk emulsi air dalam minyak. Oleh
karena itu diperlukan pengetahuan tentang kekuatan gugus polar-nonpolar dari
surfaktan. Metode yang dapat digunakan untuk menilai efisiensi emulgator yang
ditambahkan adalah metode HLB (Hydrophilic-Lipophilic Balance).
HLB (hydrophyl lipophyl balance) yaitu angka yang menunjukan
perbandingan antara kelompok lipofil dan kelompok hidrofil. Setiap jenis
emulgator memiliki harga keseimbangan yang bersarnya tidak sama. Semakin
besar harga HLB berarti semakin banyak kelompok yang suka pada air, itu artinya
emulgator tersebut lebih mudah larut dalam air dan demikian sebaliknya.
Nilai HLB Tipe System
3 - 6 A/M emulgator
7 - 9 Zat pembasah (Wetting agent)
8 - 18 M/A emulgator
13 - 15 Zat pembersih (detergent)
15 - 18 Zat penambah pelarutan (solubilizer)
Dikenal beberapa fenomena ketidakstabilan emulsi yaitu:
a. Flokulasi dan Creaming
Fenomena ini terjadi karena penggabungan partikel yang disebabkan oleh
adanya energi bebas permukaan saja. Flokulasi adalah terjadinya kelomok-
kelompok globul yang letaknya tidak beraturan di dalam suatu emulsi.
Creaming adalah terjadinya lapisan-lapisan dengan konsentrasi yang berbeda-
5. beda di dalam suatu emulsi. Lapisan dengan konsentrasi yang paling pekat
akan berada di sebelah atas atau disebelah bawah tergantung dari bobot jenis
fasa yang terdispersi.
b. Koalesen dan Demulsifikasi
Fenomena ini terjadi bukan karena semata-mata karena energi bebas
permukaan saja, tetapi juga karena tidak semua globul terlapis oleh film antar
permukaan. Koalesen adalah terjadinya penggabungan globul-globul menjadi
lebih besar, sedangkan demulsifikasi adalah merupakan proses lebih lanjut
dari koalesen dimana kedua fasa terpisah menjadi dua cairan yang tidak
bercampur. Kedua fenomena ini tidak dapat diperbaiki dengan pengocokan.
Formula:
Paraffin Liquid 30%
Tween 5%
Span
Air ad 100 ml
Uraian Bahan:
1. Air suling
Nama resmi : Aqua destillata.
Sinonim : Air suling.
Rumus Molekul : H2O.
Berat Molekul : 18,02 .
Pemerian : Cairan tidak berwarna, tidak mempunyai rasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
6. Kegunaan : Sebagai fasa cair.
2. Span 80
Nama resmi : Sorbotin Monooleat
Sinonim : Span 80
Pemerian : Larutan berminyak, tidak berwarna, bau
karakteristik dari asam lemak
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Kelarutan : Praktis tidak larut, tetapi terdispersi dalam air,
dapat bercampur dengan alkohol, seidikit larut
dalam minyak kapas.
Kegunaan : Sebagai emulgator tipe minyak
HLB butuh : 4,3
3. Tween 80
Nama resmi : Polyoxyethyllene sorbitan monooleate
Sinonim : Tween 80
Pemerian : Cairan kental seperti minyak, jernih kuning, bau
karakteristik dari asam lemak
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol 95 % P,
dalam etanol P, sukar larut dalam parafin cair P
dan dalam minyak biji kapas P.
Kegunaan : Sebagai emulgator tipe air
HLB butuh : 15,0
7. 4. Paraffin Liquid
Nama resmi : Paraffinum Liquidum
Sinonim : Parafin cair
Pemerian : Cairan kental transparan, tidak berfluoresensi,
tidak berwarna, hampr tidak berbau, hampir tidak
berasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari
cahaya
Kelarutan : Tidak larut dalam air dan dalam etanol 95% P,
larut dalam kloroform P, dan dalam eter P.
Kegunaan : Sebagai fase minyak
IV. PROSEDUR
a. Buat sutu seri emulsi dengan HLB butuh
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
b. Hitung jumlah tween dan span yang dibutuhkan untuk masing β masing
harga HLB butuh
c. Timbang tween dan span sesuai perhitungan
d. Paraffin Liq + Span (fase minyak) Air + Span (fase air)
8. Panaskan sampai suhu 700 C
e.
Fase minyak ditambahkan kedalam
fase air sambil di aduk dengan
pengaduk listrik
f.
Emulsi yang sudah homogeny dimasukan
kedalam tabung sedimentasi beri tanda masing
βmasing HLB
g. Amati kestabilan selama 5 hari
h. Catat pada HLB berapa emulsi relative paling stabil
i. Parameter kestabilan emulsi dengan menghitung volume sedimentasi (F)
dengan persamaan
F =
ππ’
π0
Vu : Volume Sedimen
V0 : Volume awal
F : Volume Sedimentasi
9. V. DATA HASIL PENGAMATAN
1. Perhitungan Jumlah Tween 80 dan Span 80
a. HLB Butuh 5
%Tween =
((5β4,3)
(15β4,3)
x 100 % = 6,54%
=
6,54
100
x 5 gram = 0,32 gram
% Span = 100% - 6,54%= 99,46%
=
99,46
100
x 5 gram= 4,97 gram
b. HLB Butuh 6
%Tween =
((6β4,3)
(15β4,3)
x 100 % = 15,8%
=
15,8
100
x 5 gram = 0,79 gram
% Span = 100% - 15,8%= 84,2%
=
84,2
100
x 5 gram= 4,2 gram
c. HLB Butuh 7
%Tween =
((7β4,3)
(15β4,3)
x 100 % = 25,2%
=
25,2
100
x 5 gram = 1,26 gram
% Span = 100% - 25,2 %= 74,8%
=
74,8
100
x 5 gram= 3,74 gram
d. HLB Butuh 8
%Tween =
((8β4,3)
(15β4,3)
x 100 % = 34,5%
=
34,5
100
x 5 gram = 1,725 gram
% Span = 100% - 34,5%= 65,5%
=
65,5
100
x 5 gram= 3,275 gram
10. e. HLB Butuh 9
%Tween =
((9β4,3)
(15β4,3)
x 100 % = 44%
=
44
100
x 5 gram = 2,2 gram
% Span = 100% - 44%= 56%
=
56
100
x 5 gram= 2,8 gram
f. HLB Butuh 10
%Tween =
((10β4,3)
(15β4,3)
x 100 % = 53,2%
=
53,2
100
x 5 gram = 2,66 gram
% Span = 100% - 53,2%= 46,8%
=
46,8
100
x 5 gram= 2,34 gram
g. HLB Butuh 11
%Tween =
((11β4,3)
(15β4,3)
x 100 % = 62,6%
=
62,6
100
x 5 gram = 3,13 gram
% Span = 100% - 62,6%= 37,4%
=
37,4
100
x 5 gram= 1,87gram
h. HLB Butuh 12
%Tween =
((12β4,3)
(15β4,3)
x 100 % = 72%
=
72
100
x 5 gram = 3,6 gram
% Span = 100% - 72%= 28%
=
28
100
x 5 gram= 1,4 gram
i. HLB Butuh 13
%Tween =
((13β4,3)
(15β4,3)
x 100 % = 81,3%
=
8,3
100
x 5 gram = 4,065 gram
14. 4 80 79 0,98
5 80 78 0,97
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan tentang emulsifikasi.
Percobaan ini bertujuan untuk menghitung jumlah golongan emulgator surfaktan
yang digunakan dalam pembuatan emulsi, membuat emulsi dengan emulgator
golongan surfaktan, mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi, dan menentukan
HLB butuh minyak yang digunakan dalam pembuatan emulsi. Dengan
formulanya yaitu: paraffin liquid 30%, span dan tween 5% dan air ad 100 ml.
Pada percobaan ini sebagai fase minyak digunakan parafin cair yang
dicampur dengan span 80, sedangkan sebagai fase air adalah air suling yang
dicampur dengan tween 80. Tipe emulsi yang dibuat adalah tipe emulsi W/O pada
HLB butuh 5, 6, 7, 8 dan 9. Dan tipe O/W pada HLB butuh 10, 11, 12, 13 dan 14.
Setelah dilakukan perhitungan jumlah span 80 dan tween 80 maka
dilakukan penimbangan dengan jumlah span 80 dan tween 80 yang berbeda pada
HLB butuh 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13 dan 14 yaitu seperti pada tabel.
Setelah dilakukan penimbangan, sebelum pencampuran terlebih dahulu
masing-masing emulgator yang telah dicampur ke dalam fasanya (parafin cair
yang dicampur dengan span 80, sedangkan air suling yang dicampur dengan
tween 80), dipanaskan hingga suhu 70o C, kemudian setelah itu dilakukan
pencampuran dimana fase minyak didispersikan ke dalam fase cair sambil
dilakukan pengadukan.
Untuk membantu memecah fase dalam (minyak) menjadi tetesan-tetesan
digunakan alat pengaduk yang mekanik yaitu mikser. Adapun mekanismenya
15. adalah setelah terjadi perceraian awal tetesan-tetesan, tetesan berikutnya akan
mendapatkan kekuatan tambahan karena turbulensi (arah mikser yang berputar
secara tyrbulen) menyebabkan deformasi tetesan-tetesan tersebut menjadi
tetesan yang lebih kecil sehingga emulsi yang terjadi nantinya akan lebih
homogen. Dalam hal ini yang harus dihindari adalah terbentuknya busa, yang
disebabkan oleh surfaktan yang larut dalam air. Karenanya untuk memperkecil
terbentuknya busa emulsifikasi harus dilaksanakan dalam sistem tertutup.
Setelah dilakukan pengocokan dua fase yang tidak bercampur ini,
hasilnya disimpan dalam gelas ukur dan diamati selama 5 hari berturut-turut dari
segi penampakan fisik dari emulsi, baik itu dari perubahan volume, perubahan
warna maupun terjadinya pemisahan fase terdispersi dan fase pendispersi. Dimana
gejala-gejala fisik tersebut menunjukkan ketidakstabilan emulsi yang dibuat.
Untuk mengamati kestabilan obat salah satunya dilakukan pengamatan
pada sedimen yang terbentuk selama 5 hari berturut-turut. Lalu dilakukan
perhitungan volume sedimentasi dengan dengan persamaan:
F =
ππ’
π0
dengan Vu adalah volume sedimen, V0 adalah volume awal dan F adalah volume
sedimentasi. Didapatkan nilai F yang berbeda selama 5 hari berturut-turut pada
tiap HLB butuh yaitu pada HLB butuh 5: 0,97; 0,97; 0,96; 0,95 dan 0,95. Pada
HLB butuh 6: 1;0,97; 0,96; 0,96 dan 0,96. Pada HLB butuh 7: 1; 0,98; 0,98; 0,97
dan 0,97. Pada HLB butuh 8: 1; 0,98; 0,96; 0,93 dan 0,92. Pada HLB butuh 9:
0,97; 0,97; 0,96; 0,94 dan 0,94. Pada HLB butuh 10: 0,99; 0,99; 0,97; 0,95 dan
0,95. Pada HLB butuh 11: 1; 1; 0,98; 0,97 dan 0,97. Pada HLB butuh 12: 1; 1;
16. 0,98; 0,98 dan 0,97. Pada HLB butuh 13: 0,96; 0,96; 0,95; 0,94 dan 0,93. Dan
pada HLB butuh 14: 1; 1; 0,98; 0,98 dan 0,97.
Berdasarkan literature (Martin 5th
, edisi Indonesia hal 563)
RHLB Parafin untuk emulsi O/W adalah 10, dan RHLB Parafin untuk Emulsi
W/O adalah 4. Pada emulsi tipe W/O seharusnya emulsi yang stabil adalah dari
HLB 4, namun hasil yang didapatkan nilai F yang mendekati 1 ada pada emulsi
HLB 7. Pada emulsi tipe O/W seharusnya emulsi yang stabil adalah dari HLB
10, namun hasil yang didapatkan nilai F yang mendekati 1 ada pada emulsi HLB
12. Hal itu mungkin terjadi dikarenakan kesalahan dari praktikan dalam
membuat emulsi dan juga dapat dikarenakan kesalahan dari alat-alat yang
digunakan.
VI. KESIMPULAN
Dari data hasil pengamatan dan pembahasan di atas dapat disimpulkan:
1. Surfaktan yang digunakan pada praktikum ini adalah tween 80 dan span
80.
2. Banyaknya span 80 dan tween 80 yang dibutuhkan untuk membuat HLB
butuh 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13 dan 14 adalah masing-masing:
HLB Butuh Jumlah Tween (g) Jumlah Span (g)
5 0,32 4,97
6 0,79 4,21
7 1,26 3,74
8 1,725 3,275
9 2,2 2,8
17. 10 2,66 2,34
11 3,13 1,87
12 3,9 1,1
13 4,05 0,95
14 4,53 0,47
3. Pada emulsi tipe W/O (HLB butuh 5-9) yang paling stabil adalah pada
HLB butuh 7.
4. Pada emusli tipe O/W (HLB butuh 10-14) yang paling stabil adalah pada
HLB butuh 12.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Ansel, Howard. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi , edisi keempat.
Jakarta: Universitas Indonesia Press
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan
RI: Jakarta
Martin, A. (1990). Farmasi Fisik Jilid 1. Jakarta: Universitas Indonesia
Press