Teori penulisan dan penyusunan kitab sejarah Deuteronomistik menurut Martin Noth, F.M. Cross, dan Mayes menyatakan bahwa kitab-kitab tersebut merupakan kumpulan berbagai tradisi yang disusun oleh pengarang Deuteronomis untuk memberikan kerangka kronologis panjang sejarah Israel sejak Musa hingga pembuangan ke Babel.
2. Pokok Pokok Pembahasan
Definisi “Deuteronomistis”
Teori Penulisan dan Penyusunan Kitab Sejarah Deuteronomistik
Martin Noth, F.M. Cross, Mayes
3. Sejarah Deuteronomistis
The Deuteronomistic History (DH) is a modern theoretical construct holding
that behind the present forms of the books of Deuteronomy and Joshua,
Judges, Samuel, and Kings (the Former Prophets in the Hebrew canon) there
was a single literary work. [satu kesatuan karya)
https://www.oxfordbibliographies.com/view/document/obo-
9780195393361/obo-9780195393361-0028.xml
“Deuteronomic history” is a term used by biblical scholars for a hypothetical work
composed in ancient times that consisted of the books of Deuteronomy through
2 Kings. A variant form used by some scholars is “Deuteronomistic history.”
Russell Fuller
4. Siapakah Deuteronomist
Either a single preacher or a group of like‐minded teachers in Judah who imposed a theological view with a
distinctive oratorical style on the books of the OT, especially from Deuteronomy to 2 Kings which are often
called ‘the Deuteronomistic History’, from the death of Moses in Deut. 34 to King Jehoiachin's release from
prison in 561 BCE and the reversal of fortune in Babylon (2 Kgs. 25).
The intention was to explain the nation's fate as due to its apostasy from the true worship of God. There
was a covenant (Deut. 7: 12) which God for his part would keep, but peace and prosperity for the people
depended on their faithfulness. The prophecies of Jeremiah (and some would add many other prophetic
collections) seem to have been edited to express the Deuteronomist point of view. The collapse of Judah in
586 BCE and the Exile are interpreted as vindicating Deuteronomy's prophecy of punishment if they were
faithless (Jer. 36: 29).
http://www.oxfordbiblicalstudies.com/article/opr/t94/e523
5. Berberapa kitab, satu karya
Kitab-kitab Yosua, Hakim-Hakim, Samuel dan Raja-Raja masing-masing dapat dipandang sebagai satu karya
dari satu karangan, dengan coraknya dan batas-batasnya tersendiri.
Berbeda: bahan tradisi yang dipakai, yang berasal dari pelbagai bidang kehidupan Israel, mis. kehidupan
marga atau suku, hubungan antar suku, urusan kenegaraan, proses pengadilan, perayaan ibadat, dll.
• dari segi isinya: Yang dikisahkan adalah tokoh yang berbeda satu sama lain atau dari zaman yang
berlainan.
• dari segi bentuknya: Di samping kisah-kisah yang bersifat saga, legenda atau sejarah, terdapat pula
undang-undang, syair-syair, daftar-daftar, kronik-kronik.
6. Kekhasan Setiap Kitab
Kitab Yosua menyimpan pelbagai kisah kerakyatan tentang gejala-gejala di daerah Benyamin (Yos 2-9)
dan daftar-daftar batas dan kota (Yos 13-21).
Kitab Hakim-Hakim mengumpulkan epos-epos populer tentang sejumlah pemimpin berkharisma di
Israel kuno.
Kitab Samuel yang menyimpan beberapa lingkaran kisah tentang to¬koh-tokoh nasional seperti Samuel,
Saul dan Daud.
Kitab Raja-Raja yang menyimpan catatan kronik singkat tentang semua raja Israel dan Yehuda,
berselang-seling dengan kisah-kisah tentang nabi-nabi.
7. Batas-Batas Kitab: Tidak Jelas
•cukup jelas: antara kitab Yosua dan kitab Hakim-hakim. Kitab Yosua berakhir dengan kematian Yosua;
kitab Hakim-hakim memulai suatu zaman baru dalam sejarah suku-suku Israel (Hak 2:10).
• tidak jelas: antara kitab Hakim-hakim dan kitab Samuel. Zaman para Hakim itu ternyata tidak berakhir
pada akhir kitab, melainkan masih berlanjut dalam kisah tentang Eli dan Samuel (sampai 1Sam 7). Samuel
pun sering disebut sebagai hakim terakhir dan terbesar.
•makin tidak jelas, bahkan hampir tidak ada, antara kitab Samuel dan Raja-Raja. Kisah tentang Daud dari
akhir 2Samuel masih berkelanjutan dalam 1Raj 1-2 yang bercerita tentang akhir hidup Daud.
Catatan: Persoalan ketidakjelasan batas antar kitab ini membuat Alkitab Yunani (Septuaginta) melihat kitab
Samuel dan Raja-Raja sebagai satu kesatuan yang disebutnya sebagai 1, 2, 3, dan 4 Raja-Raja / Kerajaan .
8. Skema Kitab Sejarah
Deuteronomistis: Sebuah Alternatif
---------------------------------------------------------
Yos 1-Hak 1 Menduduki negeri
Hak 2 - 21 dan mempertahankannya
--------------------------------------------------------------------
1Sam 1-31 Samuel dan raja Saul
2Sam 1-24 R A J A D A U D
1Raj 1-11 Raja Salomo
--------------------------------------------------------------------
1Raj 12-14 Perpecahan Kerajaan
1Raj 15-2Raj 17 Dua kerajaan sampai 721SM
2Raj 18-25 Yehuda sampai Pembuangan;
------------------------------------------------------------
10. Martin Noth
The architect of the modern theory, which holds to greater unity within the work, was Martin Noth
who built upon older theories (see Noth’s Theory [Single Literary Work]). He noted similarities in
language, style, and content among these biblical books in his Überlieferungsgeschichtliche and
suggested that an originally unified work was composed during the exilic period by an individual—the
“Deuteronomist” (Dtr)—reflecting on the loss of the kingdoms soon after the Babylonian conquest of
Jerusalem in 587–586 BCE following the conclusion of 2 Kings.
Karya M. Noth yang lain: “Das Deuteronomischen Geschichtswerk”, “Karya Sejarah Deuteronomis”
(selanjutnya disingkatkan KSDtr)
Kesamaan dalam bahasa, gaya, dan isi dari beberapa kitab tersebut.
11. Martin Noth
This author compiled already existing traditions and supplied his own framework and connecting
material, as well as speeches for key characters (e.g., Josh. 24; 1 Sam. 8; 12), to express his view
of the history of the people of Israel from the time of Moses to the exile in Babylon.
The book of Deuteronomy forms a kind of theological preface for the history, with an introduction
(chaps. 1–3) and a conclusion (31.1–13 and parts of chap. 34) supplied.
Noth dated this Deuteronomic history to the exilic period because it concludes (2 Kings 25.27–
30) with the release of the Judean king Jehoiachin from prison in Babylon (561 BCE).
According to Noth, the PURPOSE of the history was to show the exiles that their situation was
the result of infidelity to the covenant as set forth in the Deuteronomic laws.
12. Martin Noth
Noth's theory has been widely accepted.
It explains why the literary traditions (J, E, and P) found in the first four books of
the Pentateuch are absent in subsequent books, and why those traditions end with some
abruptness without the fulfillment of the promises made in them.
As the biblical books were collected, edited, and arranged, the Deuteronomic history
replaced the original endings of the Pentateuchal traditions.
Russell Fuller. http://www.oxfordbiblicalstudies.com/article/opr/t120/e0187
13. Gagasan Pokok Teori Martin Noth
•Kitab Yosua s/d 2 Raja-Raja merupakan kumpulan berbagai bahan tradisi yang sudah ada: undang-
undang, kisah-kisah tentang pendudukan negeri, tentang hakim-hakim, tentang Samuel, Saul, Daud
dan Salomo, tentang beberapa nabi, juga kronik-kronik para raja Israel dan Yehuda.
•Dari semua bahan tradisi yang semula masih lepas-lepas itu seorang pengarang yang berpandangan
dasar a la kitab Ulangan (si Deuteronomis) untuk pertama kali menyusun sebuah sejarah panjang
bangsa Israel yang mencakup zaman Musa, Yosua, para Hakim, dan seluruh masa Kerajaan.
14. Gagasan Pokok Teori Martin Noth
Noth melihat KSDtr itu sebagai suatu kesatuan yang berasal dari tangan satu pengarang, yang bekerja pada akhir
masa Pembuangan (setelah th. 560 SM). Kesatuan KSDtr itu ditunjukkannya dari berbagai sudut
A. Dari awal sampai akhir KSDtr, ditemukan bahasa Deuteronomis yang khas, yang sering mengulang-ulang
rumusan yang sama dan bernada gamblang, tanpa banyak keindahan dan kesenian
B. Noth juga mengamati konsistensi sejumlah gagasan teologis, seperti mis. sentralisasi ibadat, dan gagasan pokok
bahwa hubungan dengan Allah tidak berdasarkan persembahan korban melainkan berdasarkan ketaatan kepada
hukum Perjanjian
C. Kisah sejarah yang panjang itu disajikan dengan suatu kerangka kronologis yang menunjukkan kesatuan.
15. F.M.Cross
F.M. Cross, Canaanite Myth and Hebrew Epic (Cambridge, MA 1993)
1. seorang pengarang sejarah deuteronomistis sebelum masa Pembuangan (kiranya pada akhir abad ketujuh, pada
masa raja Yosia) - menyusun atau mengarang karya sejarah yang panjang itu untuk mendukung reformasi raja
Yosia (639-609) - mendukung kerajaan Yehuda serta janji yang kekal untuk wangsa Daud - reformasi keagamaan
dan politis Raja Yosia terhenti pada kematiannya
2. seorang editor sejarah deuteronomistis dalam masa Pembuangan (sekitar pertengahan abad keenam).
memperluasnya sampai ke peristiwa Pembuangan - menjelaskan mengapa nasib buruk Pembuangan menimpa
Yehuda – mengajak Israel bertobat – masih ada harapan baru setelah pembuangan.
16. F.M Cross
Cross argued that the Deuteronomic history had two editions, the first during that king's reign in the
late seventh century BCE, serving as a support for his political and religious programs.
After Josiah's untimely death in 609 and the fall of Jerusalem in 587/586, the first edition was
rewritten to explain and even to justify the exile, as Noth had originally suggested.
Other modifications of Noth's hypothesis continue to be proposed, implicitly demonstrating the
strength of his original insight.
Russell Fuller. http://www.oxfordbiblicalstudies.com/article/opr/t120/e0187
17. Mayes
A.D.H. Mayes, 1983, The Story of Israel between Settlement and Exile, A Redactional Study of the
Deuteronomistic History, London: SCM
A. Dalam setiap kitab ditemukannya sekurang-kurangnya dua lapisan penyusunan deuteronomistis, masing-
masing dengan minat dan tekanan tersendiri.
B. Ada dua tahap utama dalam peredaksian deuteronomistis, yakni
•penyusunan sejarah deuteronomistis sebelum masa Pembuangan, dan
•re-edisi atau revisi pada masa Pembuangan
18. Pengarang Deuteronomis
Pengarang KSDtr pada masa reformasi Yosia - pertama kali merangkaikan kisah-kisah Musa, Yosua, para hakim
dan penyelamat, raja-raja pertama serta semua raja Israel dan Yehuda selanjutnya, ke dalam satu gambaran
menyeluruh sejarah bangsa Israel, mulai dari pendudukan negeri sampai kepada pembuangan.
Tradisi Deuteronomis [berakar dalam Kerajaan Utara] – beberapa undang-undang Deuteronomis lebih cocok
dengan keadaan kerajaan Israel daripada keadaan kerajaan Yehuda – dekat pandangan Hosea, nabi Kerajaan
Utara pada abad ke-8.
Setelah jatuhnya Kerajaan Utara (722), tradisi Deuteronomis itu kiranya dibawa ke Yehuda dan Yerusalem.
Para penganut Tradisi Deut mendorong pembaharuan ibadat (700 SM) dilancarkan oleh raja Hizkia. Mereka
didiamkan pada masa kelaliman raja Manase, tetapi sesudah itu mereka kembali menjadi penggerak penting
dalam usaha pembaharuan yang dijalankan oleh raja Yosia.
19. Pengarang Deuteronomis
Ia memulai kisah sejarah bangsa Israel itu dari peristiwa gunung Horeb (sebutan deuteronomis untuk
Sinai), yang ia gambarkan sebagai awal dan dasar keberadaan bangsa Israel (bdk. Ul 1-11). Ia
menyajikan kembali hukum yang diterima Musa di Horeb, sebagai sumber kesejahteraan bagi
kehidupan bangsa di dalam negeri terjanji (Ul 12-26).
Kesejahteraan itu menurut pengarang KSDtr terwujud sepenuhnya pada zaman Yosua, yang
digambarkan sebagai zaman ideal. Seluruh negeri dapat diduduki oleh aksi Yosua bersama-sama
dengan kedua belas suku Israel di bawah pimpinan YHWH. Seluruh janji YHWH kepada Musa
terpenuhi secara lengkap pada zaman itu, karena Yosua senantiasa bertindak menurut perintah Allah
yang dituliskan oleh Musa.
20. Pengarang Deuteronomistis
Akan tetapi setelah Yosua, negeri yang sudah diduduki itu mulai terancam oleh bangsa-bangsa dari luar
karena Israel meninggalkan YHWH dan mengikuti Baal. Kendatipun setiap kali diberikan seorang hakim
sebagai penyelamat dan pemulih keadaan, namun ketidak-setiaan yang sama terulang terus menerus (Hak
2:19).
Zaman para hakim/penyelamat itu dilanjut¬kan dalam sejarah Samuel dan Saul yang keduanya
digambarkan pula sebagai tokoh penyelamat (1Sam 7 dan 11).
Tetapi monarki Saul, orang Benyamin yang oleh Samuel diangkat menjadi raja pertama dan kemudian
ditolak lagi, oleh pengarang ini tidak dinilai sebagai monarki yang dikehendaki Allah.
Kerajaan yang dikehen¬daki Allah sesungguhnya baru mulai ter¬wujud dengan Daud dan dinastinya.
Keluarga inilah yang mendapat janji kekal dari YHWH bahwa akan bertahan untuk selama-lamanya.
21. Pengarang Deuteronomistis
Setelah kerajaan terpecah, monarki Israel Utara se¬lu-ruhnya dinilai negatif dan lebih cepat menemui
kehancuran (721; lih. 2Raj 17), karena terus melan¬jutkan dosa Yerobeam di tempat-tempat suci
Betel dan Dan, di mana Yerobeam telah mendirikan sapi-sapi emas. Sedangkan raja-raja Yehuda /
Yerusalem masing-masing diukur menurut model Daud.
Kendatipun kebanyakan raja itu tidak memenuhi standard, namun YHWH tetap mendukung kerajaan
Yehuda karena kebenaran Daud serta janji yang diberikan kepadanya dan wangsanya.
Sejarah Yehuda itu akhirnya memuncak dalam pemerintahan seorang raja muda yang bernama Yosia,
yang sepenuhnya memenuhi model Daud, dan membaharui kehidupan bangsa sesuai dengan apa
yang difirmankan Allah melalui Musa.
Versi pertama KSDtr ini berakhir dengan sebuah happy end.
22. Editor Deuteronomistis
Re-edisi KSDtr pada masa Pembuangan tidak hanya melengkapi apa yang terjadi setelah reformasi
raja Yosia sampai dengan peristiwa Pembuangan (2Raj 24-25), tetapi merupakan suatu relectura,
yakni suatu pembacaan ulang seluruh KSDtr dalam terang peristiwa yang telah menimpa bangsa
Yehuda, yakni hancurnya kerajaan, kota Yerusalem dan Bait Allah, serta Pembuangan ke Babel.
Editor ini mengembangkan secara lebih ekplisit suatu tema yang sudah tersirat dalam KSDtr, yakni
bahwa hukum Musa dalam Ul 12-26 adalah hukum Perjanjian, hukum yang menjadi syarat dalam
hu¬bungan Perjanjian Allah dengan Israel, dengan segala konsekuensinya yang berupa kutukan dan
berkat (Ul 4 dan 27-30).
23. Editor Deuteronomistis
Pendudukan negeri terjanji pada zaman Yosua oleh editor ini tampak dipandang belum lengkap, dan baru
akan dibuat lengkap oleh YHWH apabila Israel dengan setia berpegang pada hukum Perjanjian itu (Yos 23).
Akan tetapi yang sebaliknya yang terjadi.
Pada zaman be¬rikut, zaman hakim-hakim, Israel terus menerus me¬langgar Perjanjian dengan beribadah
kepada allah-allah dari bangsa-bangsa yang masih tinggal di dalam negeri terjanji, dan karenanya bangsa-
bangsa itu tidak pernah jadi diusir oleh YHWH (Hak 2:20i,23).
Kedosaan Israel mencapai puncak baru dengan permohonan akan seorang raja, kendati pun YHWH sudah
menjadi raja mereka (1Sam 12).
Sikap negatif editor terhadap kerajaan –menurut Mayes – menyangkut pula kerajaan dinasti Daud yang
ternyata juga tidak mampu menjamin bahwa Israel berpegang pada hukum Perjanjian, khususnya
pengabdian yang eksklusif kepada YHWH.
24. Editor Deuteronomistis
Bangsa Israel menanggung hukuman atas ketidak-setiaannya itu, berupa pembuangan dari negerinya (2Raj
17, 24-25, 23:26-27).
Akan tetapi penjelasan keras dan tajam mengapa kecelakaan itu menimpa Israel, oleh editor tidak
dilepaskan dari pemberian setitik peng¬harapan kepada mereka yang kembali kepada YHWH .
Selalu masih ada waktu bagi umat untuk menyadari kesalahannya dan kembali kepada Tuhan, se¬per¬ti
telah acap-kali dilakukan oleh angkatan-angkatan umat Israel pada masa para hakim. Setiap kali mereka
berseru kepadanya, maka Tuhan membang¬kitkan seo¬rang penyelamat bagi mereka. Sekarang juga Tuhan
masih mau menyelamatkan umatnya dari geng¬gam¬an Babel, asalkan mereka mau mengikuti beberapa
orang te¬la¬dan dahulu, yakni Daud dan Yosua; dan mau ber¬pegang teguh kepada perintah Tuhan yang
ditu¬liskan Musa. Tujuan terakhir editor deutero¬nomistis dalam kitab Yosua s/d Raja-Raja ialah
mendo¬rong pertobatan.
25. Editor Deuteronomistis
Hal ini sangat tampak dari kitab Raja-Raja. Sepanjang kisahnya pengarang mengingatkan pembaca akan
belaskasihan Tuhan yang panjang sabar dan selalu menunda pelaksanaan hukuman (1Raj 11:34 dst, 21:29, 2Raj
17:7 dst 22:19-20). Tuhan masih memberi waktu untuk penyesalan sehingga malapetaka dapat dihindarkan. Dan
bahkan setelah malapetaka itu terjadi dan bangsa sudah dibuang, masih ada kesempatan untuk berkiblat ke Bait
Allah dan menyesal; dan Tuhan boleh diharapkan mendengarkan doa orang yang terbuang jauh itu (1Raj 8:46-
51).
26. The Deuteronomic “theology of
history”
The Deuteronomic “theology of history” shows through very clearly in Judges: unless the people of the Covenant remain faithful and
obedient to Yahweh, they will suffer the due consequences of disobedience, whether it be an overtly willful act or an unthinking
negligence in keeping the Covenant promise.
The Deuteronomist worked out a formula for his theology of history that was based in a very dramatic way on the historical events of the
period:
(1) obedience to Yahweh brings peace and well-being;
(2) a period of well-being often involves a slackening of resolve to keep the commandments of Yahweh or outright disobedience;
(3) disobedience leads to a weakness of the faith that had bound the community together and thus leaves the community open to
repression and attacks from external enemies; and
(4) external repression forces the community to reassess its position and ask the cause of the calamities, thus leading to repentance and
eventual strength to resist all enemies.
https://www.britannica.com/topic/biblical-literature/The-Deuteronomic-theology-of-history
27. Terjemahan:
Teologi sejarah Deuteronomis terlihat dengan sangat jelas dalam kitab Hakim-hakim: “Jika bangsa
‘Perjanjian” tidak setia dan taat kepada Yahweh, mereka akan menderita akibat dari ketidaktaatan,
apakah itu tindakan yang disengaja atau kelalaian yang tidak terpikirkan Ketika menepati Perjanjian.
Deuteronomis menyusun rumusan untuk teologi sejarahnya yang didasarkan pada peristiwa-peristiwa
sejarah pada periode itu:
28. (1) Ketaatan kepada Yahweh membawa kedamaian dan kesejahteraan;
(2) periode kesejahteraan sering membuat luntur niat untuk mematuhi perintah-perintah Yahweh
atau ketidaktaatan langsung;
(3) ketidaktaatan mengarah pada kelemahan iman yang telah mengikat komunitas bersama dan
dengan demikian membuat komunitas terbuka terhadap represi/penindasan dan serangan dari
musuh dari luar; dan
(4) penindasan eksternal memaksa bangsa Israel untuk menilai kembali posisinya dan menanyakan
asal usul bencana, sehingga mengarahkan bangsa itu pada pertobatan dan akhirnya kekuatan Kembali
bangkit untuk melawan semua musuh.