1. Konflik Jerusalem dalam Interpretasi Sejarah
Judul buku : Jerusalem 33; Imperium Romanum, Kota Para Nabi, dan Tragedi di Tanah
Suci
Penulis : Trias Kuncahyono
Penerbit : Buku Kompas
Cetakan I : April 2011
Tebal : xxxviii + 330 halaman
Peresensi : Muhammad Rajab*
Siapa yang memasukkan kejahatan ke dalam dunia ini?. Siapa yang memasukkan
kejahatan ke tanah Palestina?. Mengapa di sebuah wilayah di sebut Tanah Suci justru
kejahatan, keangkaramurkaan, ketamakan manusia, dan peperangan tidak pernah
berhenti, bahkan menjadi perang yang tiada ujung?. Benarkah perdamaian akan
muncul di Tanah Palestina apabila kiamat akan tiba?.
Itulah beberapa pertanyaan yang digunakan oleh Trias Kuncahyono untuk mengawali
penulisan buku ini. Sebuah pertanyaan ringan tapi membutuhkan jawaban kompleks.
Tidak semua orang dengan mudah akan mendapatkan jawaban dari beberapa
pertanyaan di atas, karena untuk mendapatkan jawabannya dibutuhkan kajian,
penelusuran, dan penelitian yang mendalam. Seperti yang dilakukan oleh penulis buku
ini, ia harus melakukan penelusuran fakta-fakta sejarah ke Jerusalem Palestina dan
mengkaji beberapa buku Jerusalem serta wawancara dengan beberapa tokoh yang
kompeten di Jerusalem.
Kehadiran Buku “Jerusalem 33; Imperium Romanum Kota Para Nabi, dan Tragedi di
Tanah Suci” ini untuk membedah tragedi konflik di Jerusalem dengan menggunakan
sudut pandang sejarah dan ploitik yang sekaligus memberikan jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan di atas. Menariknya,walaupun dengan menggunakan penelitian
dan kajian yang mendalam, tapi buku ini menyajikan data-data dan fakta-fakta sejarah
dengan bahasa yang mengalir dan mudah dicerna. Buku ini juga dikuatkan dengan
gambar-gambar sebagai bukti sejarah yang ada di Jerusalem Palestina.
Buku ini merupakan buku kedua Trias Kuncahyono setelah buku sebelumnya,
Jerusalem:Kesucian, Konflik dan Pengadilan Akhir (2008). Buku tersebut menerangkan
2. bahwa Jerusalem paling tidak mengalami beberapa kali penaklukan. Di dalam buku ini
dijelaskan gambaran-gambaran peristiwa bersejarah yang terjadi di awal tahun Masehi.
Dalam hal ini termasuk kondisi sosial politik zaman itu ketika tanah palestina berada di
bawah kekuatan Imperium Romanum. Orang Romawi tidak hanya menduduki wilayah
itu, mereka juga membawa serta hukum dan kebiasaan ke tanah jajahannya, terasuk
Palestina. Penguasa Romawi juga membangun jalan-jalan dn banyak rumah ibadah.
Dalam pandangan sejarah, Jerusalem merupakan kota yang banyak menyaksikan para
nabi berkarya, yang menyediakan airnya untuk diminum oleh para nabi, yang
menyaksikan kelahiran para utusan Allah. Di tanah suci ini muncul tiga agama samawi
yaitu, Yahudi, Kristen dan Islam. Tiga penganut agama tersebut tak henti -hentinya
terlibat konflik. Saking seringnya terjadi konflik sampai-sampai mendapat label sinis
sebagai rumpun agama Ibrahimi yang senang bertengkar (Religius quarrel of Abrahimic
religions).
Komaruddin Hidayat menganggap buku ini penting karena buku ini akan menunjukkan
bahwa banyak persoalan agama yang telah diikutcampurkan dalam urusan selain
agama, yaitu salah satunya politik yang mengakibatkan terjadinya konflik atas nama
agama. Kita juga akan dipahamkan kepada kematian atau penyaliban Kristus dalam
konteks masa lalu.
Buku ini bisa dikatakan sebagai catatan dan protes terhadap penodaan dan
penghianatan manusia kepada kasih dan pesan suci Tuhan yang telah menjadikan
ajaran agama yang pada mulanya ajakan kasih dan damai, namun nyatanya agama
telah terdegradasi menjadi sumber konflik yang berdarah-darah.
Persinggungan Politik
Perang memang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari bangsa-bangsa yang
pernah hidup dan menguasai wilayah Jerusalem. Sampai saat ini kita tidak melihat
adanya tanda-tanda akan berakhirnya konflik antara Israil dan Pelestina. Ketika Trias
menulis buku ini, konflik bersenjata juga tengah terjadi antara Israil dan Hamas yang
menguasai wilayah Gaza. Dalam tempo sepekan, gempuran Israil telah menewaskan
lebih dari 400 orang Palestina. Sementara setelah perang usai lebih dari 1000 orang
Gaza tewas di tangan Israil.
Padahal dalam perjalanan sejarah Romawi dijelaskan bahwa Imperium Romanum atau
kekaisaran Romawi pernah mencapai zaman keemasan pada masa pemerintahan
3. Kaisar Augustus (21 SM-14 SM). Itulah masa di mana segenap warganya menikmati
hidup yang sejahtera, aman, dan damai. Karenanya Kasisar Augustus sering disebut-sebut
sebagai “Pangeran Perdamaian”.
Namun, kedamaian itu ternyata tidak sampai ke Jerusalem, yang waktu itu menjadi
bagian daerah taklukkan Romawi di Timur Tengah. Di sana para penguasa Roma
memerintah secara otoriter, bahkan kejam. Tak ada sedikitpun rasa damai di kota itu.
Bagi warga Jerusalem, perjalanan sejarah bersama imperium Romanum justru
meninggalkan luka yang dalam, terutama setelah peristiwa konspirasi Triumvirat
Pontius Pilatus, Raja Herodes Antipas, Serta Imam Agung Hanas dan Kayafas pada
tahun 33 SM.
Menurut Trias, kisah perselingkuhan politik dan agama tersebut barangkali tidak akan
terjadi kalau saja Palestina dengan Jerusalemnya tidak jatuh ke tangan kekuasaan
Roma. Pada tahun 63 SM, dimulai dengan direbutnya menara Strato di Strato, di bawah
pimpinan Jenderal Pompey atau Pompius, Pelestina dijajah Imperium Romanum.
Sejarah menceritakan pada tahun 30 SM, Kaisar Augustus menyerahkan kota itu
kepada Herodes Agung yang kemudian membangun kembali Strato. Oleh Herodes,
nama Kota itu diubah dari Strato menjadi Kaisarea untuk menghormati Kaisar
Augustus, yang menjadi penguasa Kekaisaran Romawi antara tahun 27 SM hingga 14
SM. (hal. 13)
Buku ini banyak memberikan pelajaran bagi kita. Seperti kasus perselingkuhan agama
dan politik pada masa Imperium Romawi yang dijelaskan dalam buku ini patut dijadikan
pelajaran berharga bagi umat manusia, khususnya dalam kondisi sekarang yang marak
terjadi aksi terorisme atas nama agama.
*Peresensi adalah
Penikmat Buku & Penggiat Kajian di Pusat Studi Islam dan Filsafat (PSIF) Unmuh
Malang
Agresi 'Israel', Bencana Palestina; Dampak dan Implikasinya
[ 02/09/2014 - 02:14 ]
4. Nabeel Sahli
(Elhayat London)
Berbagai analisis politik soal keuntungan dan kerugian dari masing-masing pihak 'Israel' dan Palestina
dari sisi politik dan militer dalam agresi 'Israel' ke Jalur Gaza sejak Selasa, 7 Juli lalu, meski warga Gaza
menunjukkan sikap tegar yang melegenda. Namun ada dampak dan implikasi berupa bencana bagi
warga dan infra struktur. Hal itu disimpulkan oleh Kyung-wha Kang, asisten Sekjen PBB untuk urusan
kemanusiaan dan wakil koordinasi bantuan gawat darurat di Majlis Umum bulan lalu. Imbas dan efek
yang merusak yang ditinggalkan oleh serangan militer 'Israel' itu sangat berbahaya. Dunia, kata Kyung
sangat khawatir terhadap pengaruh agresi bagi anak-anak dan sipil Gaza termasuk sock di masa
mendatang.
Kyung menambahkan, “Tidak ada seorang pun dari warga Gaza yang selamat dari konflik ini. Banyak
pihak yang pesimis karena masyarakat internasional tidak mampu menjaga mereka saat bertempur.
Mereka hanya melihat kami dengan tatapan ingin dibantu. Semua orang ingin hidup damai dan layak.
Namun warga Gaza tidak merasakan itu cukup lama, karena itu konflik ini harus dihentikan selamanya.”
Di antara dampak agresi bersifat bencana bagi warga Jalur Gaza kerusakan lingkungan dan unsur-unsurnya
dalam segala sektor, terutama tempat tinggal, pertanian, kesuburan tanah, air dan lain
penopang kehidupan lainnya. Para pakar menyatakan, bahwa agresi 'Israel' telah meninggalkan tanah
menjadi terbakar. Sebagian besar wilayah Jalur Gaza tidak layak ntuk ditinggali dan ditanami serta tidak
mungkin dipulihkan. Ini akibat pencemaran akibat agresi berulang-ulang di Jalur Gaza. Bahkan harus ada
analisis kimia dan mengukur radiasi untuk memastikan bahayanya di masa mendatang bagi kesehatan
lingkungan dan manusianya di Jalur Gaza.
Selain itu, lalu lintas peralatan berat militer 'Israel' dan dampak kerusakannya di Jalur
Gaza menyebabkan kerusakan fisik tanah dan mengurangi oksigen dan tingkat serapan air serta
mematikan tanah. Ini membutuhkan rehabilitasi jangka panjang dan biaya besar. Dimana setiap
centimeter tanah membutuhkan 100 tahun ke kondisi semula.
Sebelum bicara kerugian dan dampak ekonomi, meski 'Israel' sudah menarik diri dari Jalur Gaza dan
membekukan pemukiman Yahudinya di tahun 2005 setelah menjajahnya dalam waktu lama. Namun
militer 'Israel' menjadi Jalur Gaza seperti penjara besar bagi lebih dari 1,6 juta warga Palestina di wilayah
yang tidak lebih dari 365 km2 , menjadi sasaran pembunuhan dan penghancuran setiap hari secara
sistematis.
Kemiskinan, kelaparan menjadi pemandangan umum di antara warga Jalur Gaza akibat blokade dan
penutupan perlintasan terutama sejak musim panas tahun 2007. Pengangguran 60% dari total tenaga
5. kerja, lebih dari 2/3 penduduk Palestina di Jalur Gaza berada di bawah garis kemiskinan.
Agresi juga menciptakan bencana ekonomi dan social. Data Palestina dari pusat HAM internasional dan
sumber-sumber pemerintah memperkirakan, disamping 2000 lebih korban tewas, 400 di antaranya anak-anak,
10 ribu luka, kerugian ekonomi dan penghancuran sistematis infrastruktur di Jalur Gaza akibat 51
hari agresi sangat besar. Total rumah yang menjadi target penghancuran adalah 10.604, 1724 lainnya
dihancurkan total, 8.880 rumah lainnya rusak sebagian.
Data lain menunjukkan 12 mobil ambulan hancur, 10 pusat pelayanan kesehatan rusak, 34 pusat
kesehatan ditutup, 13 rumah sakit rusak, 16 pekerja sector kesehatan gugur, 38 luka. Sekolah dan
kampus tak selamat dari serangan, 188 sekolah rusak,152 ribu pelajar dirugikan, 6 kampus Palestina
rusak dan 10 ribu mahasiswa dirugikan.
Total kerugian ekonomi akibat agresi ke Gaza mencapai 2,4 milyar dolar US, 1.960 milyar dolar US
kerugian langsung, 440 juta dolar US kerugian tidak langsung. Belum lagi 19 fasilitas perusahaan listrik
rusak total dan sebagian. Sebagian laporan menunjukkan bahwa biaya rekonstruksi Jalur Gaza akan
menelan 5 milyar dolar US.
Selain itu, akibat agresi ‘Israel’ ke Jalur Gaza, sebanyak 22 lembaga sosial rusak, 180 ribu penerima
santunan, 475 ribu orang terlantar akibat kekerasan ‘Israel’ dan 310 ribu orang terlantar dan terusir dari
rumah mereka dan 165 ribu terusir karena rumah mereka hancur.
Meski kini sedang dilakukan usaha rekontruksi, namun pertanyaan terpenting adalah kapan blockade
Jalur Gaza dibebaskan? Kapan perlintasan-perlintasan dibuka? Apakah Gaza akan memiliki pelabuhan
dan bandara udara dengan penuh? Semuanya tergantung sikap bersatu Palestina, dukungan Arab dan
dunia internasional. Apalagi kesadaran barat akan citra ‘Israel’ sebagai Negara rasis makin terkuak.
(at/Infopalestina.com)
* Kolumnis Palestina