1. 1
As-Sakînah1
Dalam beberapa perhelatan, utamanya walîmatul ‘ursy, kita sering
mendengar kata ‘sakînah’, yang selalu dikaitkan dengan kata mawaddah dan
rahmah, yang oleh para penceramah diterjemahkan dengan ‘ketenangan’,
yang terkait dengan cinta dan kasih-sayang.
Sakînah (ketenangan) adalah sebuah ‘keadaan’, yang dalam istilah
tasawuf disebut dengan sebutan hâl (jamaknya: ahwâl). Keadaan ini
termasuk tempat persinggahan yang bersifat pemberian, dan bukan sesuatu
yang didapat atau sebagai akibat dari sebuah pencarian dan usaha.
Allah telah menyebutkan kata sakînah ini di enam tempat dalam
Kitab-Nya, yaitu:
َ
َ
ال
َ
قَوََمُه
َ
لََمُهُّيِب
َ
نََ
ّ
نِإََ
َ
ةَآيََِهِكلُمَن
َ
أََُم
ُ
كَّيِتأَيََ
ُ
وتُابّاّتلََِهّيِفََة
َ
ّينِكَسَن
ّ
ِمَ
َّ
ِبّّرَم
ُ
كََةّّيِقَبَوَاّّم
ّ
ِمَََكَر
َ
تََ
ُ
آلََى َ
وسُمََ
ُ
آلَوََ
َ
ونُاّر
َ
هََ
ُ
ه
ُ
لِّم
َ
َتََ
ُ
ة
َ
كِئ
َ
َلَّمالَۚ
ّ
نِإَ
َ ِفََ
َ
ذىَٰ
َ
كِلََةَي
َ
َلََم
ُ
ك
ّ
ّلَنِإَمُنت
ُ
كَََيِنِمؤ
ُ
مَ
"Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya tanda ia akan
menjadi Raja, ialah kembalinya tabut2
kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan
dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut
itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu,
jika kamu orang yang beriman." (QS al-Baqarah/2: 248),
َّم
ُ
ثََ
َ
لَنز
َ
أََُ ّ
اّللََ
ُ
هَت
َ
ّينِكَسََى َ ََعََِ ِولُسَّرََ
َ ََعَوَََيِنِمؤُّمالََ
َ
لَنز
َ
أَوَاودُنُجََم
ّ
ّلَ
ا
َ
هوَر
َ
تَََب
ّ
ّذَعَوَََينِ
ّ
اَّلَواُر
َ
ف
َ
كَۚ
َ
ذَوىَٰ
َ
كِلََُاءَزَجَيِرِف
َ
َكاّلََنَ
"Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada RasulNya dan kepada orang-
orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada
melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang- orang yang kafir, dan
demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir. (QS at-Taubah/9: 26),
1
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madârijus Sâlikîn, juz II, hal. 502.
2
Tabut. ialah: “peti tempat menyimpan Taurat yang membawa ketenangan
bagi mereka.”
2. 2
َ
ّ
ّلِإََُوهُ ُنُص
َ
تََد
َ
ق
َ
فََُهَ َُص
َ
نََُ ّ
اّللََذِإََ
ُ
هَجَرخ
َ
أَََينِ
ّ
اَّلَواُر
َ
ف
َ
كَََ ِان
َ
ثََِي
َ
ناثََذِإَ
اَّم
ُ
هََ ِفََِاّر
َ
غاّلََذِإََ
ُ
ول
ُ
ق
َ
يََِهِبِاح َصِلََ
َ
ّلََنَز
َ
َتََ
ّ
نِإَََ ّ
اّللَا
َ
نَعَمَۖ
َ
لَنز
َ
أ
َ
فََُ ّ
اّللَ
َ
ُ
هَت
َ
ّينِكَسَََعَِهّي
َ
لََُه
َ
دّي
َ
أَوََودُنُ
ِِبََم
ّ
ّلَا
َ
هوَر
َ
تََ
َ
لَعَجَوََ
َ
ةَّمِ
َ
َكَََينِ
ّ
اَّلَواُر
َ
ف
َ
كَ
َى
َ
لف ُالّسَۗ
ُ
ةَّمِ
َ
َكَوََِ
ّ
اّللَََ ِهَاَّيلُعاّلَُۗ ّ
اّللَوََيزِزَعََّيمِكَحَ
“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka Sesungguhnya Allah telah
menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya
(dari Mekah) sedang Dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada
dalam gua, di waktu Dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita,
Sesungguhnya Allah beserta kita." Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada
(Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan
Al-Quran menjadikan orang-orang kafir Itulah yang rendah. dan kalimat Allah
Itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana3
." (QS at-Taubah/9:
40).
ََو
ُ
هَيِ
ّ
اَّلََ
َ
لَنز
َ
أََ
َ
ة
َ
ّينِك ّالّسََ ِفََِوب
ُ
ل
ُ
قَََيِنِمؤُّمالَوا
ُ
اد
َ
د ََيِّلَاانَيّمِإَََع
ّ
مَ
َمِهِناَيّمِإَِۗ
ّ
ِّللَوََ
ُ
ودُنُجََِاتَاوَّم ّالّسََ ِضّر
َ
اْلَوَۚ
َ
ن
َ
َكَوََُ ّ
اّللَاّيّمِلَعََِكَحاّيّمَ
“Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin
supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada).
dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi4
dan adalah Allah Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS al-Fath/48: 4).
َد
َ
ق
ّ
ّلَََ ِضَّرََُ ّ
اّللََِنَعَََيِنِمؤُّمالََذِإََ
َ
ك
َ
ونُعِايَب
ُ
يَََت
َ
َتََِةَرَج
ّ
الّشَََمِلَع
َ
فَاَمََ ِفَ
َمِهِوب
ُ
ل
ُ
قََ
َ
لَنز
َ
أ
َ
فََ
َ
ة
َ
ّينِك ّالّسََمِهّي
َ
لَعََمُهَاب
َ
ث
َ
أَوَاحت
َ
فَايبِر
َ
قَ
"Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka
berjanji setia kepadamu di bawah pohon5
, maka Allah mengetahui apa yang ada
3
Maksudnya: orang-orang kafir telah sepakat hendak membunuh Nabi
SAW, Maka Allah s.w.t. memberitahukan maksud jahat orang-orang kafir itu kepada
Nabi SAW. karena itu Maka beliau keluar dengan ditemani oleh Abu Bakar dari
Mekah dalam perjalanannya ke Madinah beliau bersembunyi di suatu gua di bukit
Tsur.
4
Yang dimaksud dengan tentara langit dan bumi ialah penolong yang
dijadikan Allah untuk orang-orang mukmin seperti malaikat-malaikat, binatang-
binatang, angin taufan dan sebagainya,
5
Pada bulan Zulkaidah tahun keenam Hijriyyah Nabi Muhammad s.a.w.
3. 3
dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi Balasan
kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)6
." (QS al-Fath/48: 18).
َذِإََ
َ
لَعَجَََينِ
ّ
اَّلَواُر
َ
ف
َ
كََ ِفََُمِهِوب
ُ
ل
ُ
قََ
َ
ةّّيِّمَاْلََ
َ
ةّّيِ
َ
َحََِةّّيِلِهاَاْلََ
َ
لَنز
َ
أ
َ
فََُ ّ
اّللَ
ََسَ
ُ
هَت
َ
ّينِكََى َ ََعََِ ِولُسَّرََ
َ ََعَوَََيِنِمؤُّمالََمُهَمَزل
َ
أَوََ
َ
ةَّمِ
َ
َكََىىَوقّاّتلَوا
ُ
ن
َ
َكَوََّقَح
َ
أَ
اَهِبَاَه
َ
له
َ
أَوَۚ
َ
ن
َ
َكَوََُ ّ
اّللََ
ّ
ِل
ُ
كِبََء
َ
َشَاّيّمِلَعَ
"Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu)
kesombongan Jahiliyah, lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan
kepada orang-orang Mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa."
(QS al-Fath/48: 26).
Jika Syaikhul-Islam -- Ibnu Taimiyah -- menghadapi masalah yang
berat, maka dia membaca ayat-ayat yang di dalamnya terkandung
ketenangan. Saya sendiri pernah mencoba membaca ayat-ayat ini untuk
mengenyahkan kegundahan di dalam hati. Maka saya bisa merasakan
pengaruhnya yang amat besar dalam mendatangkan ketenangan.
Makna sakînah adalah ketenangan dan thuma'nînah yang diturunkan
Allah ke dalam hati hamba-Nya ketika mengalami keguncangan dan
kegelisahan karena ketakutan yang mencekam. Setelah itu dia tidak lagi
merasakannya, karena ketakutan itu sudah disingkirkan, sehingga
menambah imannya, kekuatan keyakinan dan keteguhan hatinya. Karena itu
Allah mengabarkan ketenangan yang diturunkan-Nya kepada
Rasulullah Shallallâhu ‘Alaihi wa Sallam dan kepada orang-orang yang
beserta pengikut-pengikutnya hendak mengunjungi Mekkah untuk melakukan
'umrah dan melihat keluarga-keluarga mereka yang telah lama ditinggalkan. Sesampai
di Hudaibiyah beliau berhenti dan mengutus Utsman bin Affan lebih dahulu ke
Mekah untuk menyampaikan maksud kedatangan beliau dan kamu muslimin.
mereka menanti-nanti kembalinya Utsman, tetapi tidak juga datang karena Utsman
ditahan oleh kaum musyrikin kemudian tersiar lagi kabar bahwa Utsman telah
dibunuh. karena itu Nabi menganjurkan agar kamu muslimin melakukan bai'ah (janji
setia) kepada beliau. merekapun Mengadakan janji setia kepada Nabi dan mereka
akan memerangi kamu Quraisy bersama Nabi sampai kemenangan tercapai.
Perjanjian setia ini telah diridhai Allah sebagaimana tersebut dalam ayat 18 surat ini,
karena itu disebut Bai'atur Ridwan. Bai'atur Ridwan ini menggetarkan kaum
musyrikin, sehingga mereka melepaskan Utsman dan mengirim utusan untuk
Mengadakan Perjanjian damai dengan kaum muslimin. Perjanjian ini terkenal
dengan Shulhul Hudaibiyah.
6
Yang dimaksud dengan kemenangan yang dekat ialah kemenangan kaum
muslimin pada perang Khaibar.
4. 4
beriman ketika mereka dalam keadaan cemas dan gelisah, seperti saat hij
rah, yaitu ketika beliau dan Abu Bakar bersembunyi di dalam gua, sementara
musuh-musuh beliau ada di atas kepala. Andaikan di antara mereka ada
yang melongok ke bawah, tentulah mereka akan melihat beliau dan Abu
Bakar. Begitu pula pada saat perang Hunain, karena pasukan Muslimin
melarikan diri setelah mendapatkan gempuran serangan musuh. Sebagian di
antara mereka tidak memedulikan nasib sebagian yang lain. Begitu pula saat
perjanjian Hudaibiyah, ketika hati mereka dirasuki perasaan cemas dan
gelisah atas sikap orang-orang kafir, yang memaksakan syarat-syarat
perjanjian yang harus diterima orang-orang Islam.
Abdullah bin Abbas Radhiyallâhu ‘Anhumâ berkata, "Setiap sakînah
yang disebutkan di dalam al-Qur'an berarti thuma'ninah atau ketenangan,
kecuali yang disebutkan di dalam QS al-Baqarah.7
Al-Harawi -- dalam kitab Manâzilus-Sâirîn – berkata: "Sakînah
merupakan istilah untuk tiga perkara”:8
1. Sakînah Bani Israel yang dimasukkan ke dalam Tabut. Ada perbedaan
pendapat, apakah sakinah ini berupa jenis ataukah makna. Kalaupun
jenis, bagaimana sifatnya? Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib,
jenisnya berupa angin yang bertiup kencang, memiliki wajah seperti
wajah manusia. Diriwayatkan dari Mujahid, bahwa rupanya seperti
kucing yang mempunyai dua sayap dan mata yang berkilauan.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, jenisnya berupa baskom yang terbuat
dari emas surga, yang digunakan untuk mencuci hati para nabi. Jika
sakinah ini diartikan makna, maka artinya ketenangan. Taruklah
bahwa maknanya adalah yang pertama, maka sakinah di sini adalah
Tabut itu sendiri.
2. Sakînah yang disampaikan kepada orang yang sedang dibicarakan,
bukan termasuk sesuatu yang bisa dicari dan dimiliki, tetapi
merupakan anugerah dari Allah, yang diturunkan ke lisan orang yang
benar, seperti wahyu yang diturunkan ke dalam hati para nabi. Jika
sakinah ini turun ke dalam hati seseorang, maka dia menjadi tenang,
tunduk dan pasrah, lisannya tidak mengatakan kecuali yang baik,
seakan ada penghalang antara lisan itu dan perkataan-perkataan kotor
dan kebatilan. Abdullah bin Abbas Radhiyallîhu ‘Anhumâ berkata,
"Kami saling membicarakan bahwa sakinah ini turun ke lisan Umar
dan hatinya, lalu dia menyampaikannya."
3. Sakînah yang turun ke dalam hati Rasulullah Shallallâhu ‘Alaihi wa
Sallam dan hati orang-orang yang beriman. Sakînah ini merupakan
sesuatu yang mampu menghimpun kekuatan dan ruh, menenangkan
orang yang tadinya dicekam rasa takut, menghibur hati yang sedih
7
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madârijus …, hal. 503.
8
Ibid., hal. 504-505.
5. 5
dan gelisah serta menenangkan orang yang durhaka, lancang dan
enggan.
Syaikh -- al-Harawi -- menyebutkan bahwa sesuatu yang diturunkan
Allah ke dalam hati Rasul-Nya dan hamba-hamba-Nya yang
beriman, mencakup tiga makna: Cahaya, kekuatan dan ruh, yang
menghasilkan tiga buah: Ketenangan orang yang takut, kegembiraan
orang yang sedih dan ketenangan orang yang durhaka, lancang dan
enggan. Dengan ruh sakînah ini ada kehidupan hati. Dengan
cahayanya hati menjadi bersinar, dan dengan kekuatannya ada
keteguhan dan hasrat. Dengan cahaya, seorang hamba bisa
menyingkap bukti-bukti iman, hakikat keyakinan, bisa mem-bedakan
antara yang haq dan batil, petunjuk dan kesesatan, keraguan dan
keyakinan. Dengan kehidupan, menghasilkan kesadaran, pemikiran
dan membuatnya waspada terhadap kelalaian. Dengan kekuatan,
menghasilkan kelurusan, kejujuran dan ma'rifah yang benar,
penguasaan jiwa dan membebaskannya dari aib dan kekurangan.
Karena itu sakînah ini bisa menambah keimanan yang sudah ada.
Ketenangan kewibawaan yang diturunkan Allah sebagai sifat orang
yang memilikinya, merupakan cahaya dari sakînah yang ketiga ini dan
merupakan buahnya.
Menurut al-Harawi, ada tiga derajat sakînah,9
yaitu:
1. Sakînah kekhusyu'an saat melaksanakan pengabdian, berupa
memenuhi hak, mengagungkan dan menghadirkan hati. Yang
dimaksudkan adalah ketenangan, kewibawaan dan kekhusyu'an yang
diperoleh pelakunya karena berbuat kebajikan.
Allah berfirman,
َم
َ
ل
َ
أََِنأَيَََينِ
ّ
َّلِلَواُنَآمَن
َ
أَََع
َ
ّش
َ
َتََمُهُوب
ُ
ل
ُ
قََِركِ َِّلََِ
ّ
اّللَاَمَوََ
َ
لَز
َ
نَََنِمَ
َّ
ِقَاْلََ
َ
ّلَوَوا
ُ
ون
ُ
كَيَََينِ
ّ
َّل
َ
َكَوا
ُ
وت
ُ
أَََابَتِكاّلَنِمََ
ُ
لب
َ
قََ
َ
ال َط
َ
فََُمِهّي
َ
لَعَ
َُدَم
َ
اْلََت َّس
َ
ق
َ
فََمُهُوب
ُ
ل
ُ
قَۖيِث
َ
كَوََمُهن
ّ
ِمََ
ُ
قِاس
َ
فَ
َ
ونَ
"Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk
hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun
(kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya
telah diturunkan Al kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang
panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. dan kebanyakan di
antara mereka adalah orang-orang yang fasik." (QS al-Hadîd/57: 16).
9
Ibid., hal. 506-507.
6. 6
Karena iman mengharuskan munculnya kekhusyu'an dan memang
iman itu menyeru kepada kekhusyu'an, maka Allah menyeru mereka
dari kedudukan iman ke kedudukan kebajikan. Dengan kata lain
Allah befirman, "Belumkah tiba saatnya bagi mereka untuk mencapai
kebajikan dengan iman?" Untuk mewujudkannya ialah dengan
kekhusyu'an mereka saat mengingat apa yang diturunkan Allah
kepada mereka.
Memenuhi hak artinya memenuhi hak pengabdian, yang zhahir
maupun batin. Pengagungan pengabdian mengikuti pengagungan
terhadap Allah yang disembah. Seberapa jauh pengagungan kepada
Allah bersemayam di dalam hati hamba, maka sejauh itu pula
pengagungannya terhadap pengabdian kepada-Nya. Menghadirkan
hati ialah saat menyaksikan Allah yang disembah, seakan-akan dia
benar-benar dapat melihat-Nya.
2. Sakînah saat bermu'amalah, dengan menghisab diri, lemah lembut
terhadap makhluk dan memerhatikan hak Allah. Derajat inilah yang
biasa digeluti orang-orang sufi dan yang menjadi ciri mereka dalam
bermu'amalah dengan Allah serta dengan makhluk, yang bisa
diperoleh dengan tiga perkara:
a. Menghisab (mengevaluasi) diri, sehingga dapat diketahui apa
yang menjadi bagiannya dan apa kewajibannya. Kebersihan dan
kesuciannya tergantung dari hisab ini. Al-Hasan berkata, "Demi
Allah, engkau tidak melihat seorang yang berimanan melainkan
dia berdiri di hadapan diri sendiri seraya bertanya, "Apa yang
kamu kehendaki dari kata ini? Apa yang kamu kehendaki dari
sesuap makanan? Apa yang kamu kehendaki dengan masuk atau
keluar dari suatu tempat?"
Dengan hisab ini dia bisa mengetahui aib dan kekurangannya, lalu
memungkinkan untuk membenahinya.
b. Lemah lembut terhadap makhluk, sesuai dengan kelaziman dalam
bermu'amalah dengan mereka, tidak memerlakukan mereka
dengan keras dan kaku, karena cara ini justru membuat mereka
lari menghindar, merusak hati dan hubungan dengan Allah serta
membuang-buang waktu. Tidak ada yang lebih bermanfaat dalam
bermu'amalah dengan manusia kecuali dengan lemah lembut. Hal
ini harus diterapkan kepada orang asing, sehingga bisa merebut
hati dan cintanya, atau terhadap sahabat dan kekasih, untuk
menjaga kelangsungan hubungan dan kasih sayang, atau terhadap
musuh dan orang yang membenci, untuk memadamkan
kekerasannya dan menghentikan kejahatannya.
7. 7
c. Memerhatikan hak Allah. Hal ini bisa mendatangkan kebaikan
dan kemaslahatan di dunia maupun di akhirat. Dua tingkatan di
atas tidak dianggap benar kecuali dengan memenuhi hak Allah.
3. Sakînah yang menguatkan keridhaan terhadap bagian dirinya,
mencegah dari pembualan dan menempatkan orang yang
memilikinya pada batasan ‘ubudiyah. Sakînah ini tidak – begitu saja –
‘turun’ (didapatkan), kecuali ke dalam hati para nabi atau wali Allah.
Orang yang memiliki sakînah ini harus ridha kepada bagiannya dan
tidak menoleh ke bagian yang diterima orang lain. Sehingga orang
yang memiliki sakînah ini juga tidak membual. Sebab bualan muncul
dari hati yang tidak memiliki sakînah. Orang yang memiliki sakînah ini
juga tidak melanggar batasan ‘ubudiyah. Jika dikatakan bahwa
sakînah ini tidak turun kecuali ke dalam hati nabi atau wali, karena ini
merupakan karunia Allah yang paling agung. Maka dari itu Allah
tidak menjadikannya kecuali bagi para Nabi/Rasul-Nya dan orang-
orang yang beriman, seperti yang disebutkan di dalam al-Qur'an.10
Jadi “sakînah” – bagi setiap orang yang beriman -- dapat diartikan
dengan: “kedamaian, ketenangan dan ketenteraman yang kita peroleh
sebagai perwujudan cinta dan kasih-sayang Allah kepada diri kita, yang kita
peroleh sebagai anugerah dari-Nya, sebagai balasan atas keimanan dan
ketakwaan kita kepada-Nya .
Insyâallâh kita semua pasti memiliki harapan yang sama terhadap
masa depan kita, baik yang telah mendapatkan maupun yang akan dan
sedang mencari sakînah. Dan semoga makna dari kata-kata ini semakin
memberikan motivasi untuk kita semua terutama diri kita, agar menjadi lebih
baik dan segera mendapatkan yang lebih baik pula dalam upaya kita untuk
mendapatkan sakînah, dengan ‘cara’ mewujudkan ke-Iman-an kita dalam ke-
Takwa-an kita, dalam ibadah kita kepada Allah dan mu’amalah kita bersama
makhluk-makhluk Allah.
Āmîn Yâ Mujîbas Sâilîn.
10
Ibid., hal. 508-512.