1. 1
Sepuluh Hal Penyebab Do'a Tak Kunjung Terkabul
Sudah selayaknya kita sebagai umat muslim yang menjunjung
tinggi rasa keimanan kita dengan cara berdo'a untuk memohon ampun atau
memohon keinginan kita, oleh karena itu kita di anjurkan untuk
memanjatkan do'a kepada Ilâhi Rabbî baik secara sendiri maupun berjama'ah
kepada Allah SWT, karena Allah pun sudah memberikan kemudahan
kepada hambanya dalam firman-Nya yang berbunyi:
ۚ
“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan
bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku
(berdo'a kepada-Ku) akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina." (QS
Al-Mu'min/40: 60)
Dari ayat di atas bahwa Allah SWT mempertegas serta menjajikan
kepada hamba-Nya yang memang merasa butuh kepada-Nya untuk berdo'a
maka Allah akan mengabulkanya, dari sini terlihat bahwa do'a merupakan
serangkaian ibadah kepada-Nya, seperti hadits Nabi saw yang diriwayatkan
at-Tirmidzi yang berbunyi:
“Doa itu adalah intisari ibadah”. (Hadits Riwayat at-Tirmidzi dari Anas bin
Malik, Sunan at-Tirmidzi, juz V, hal. 456, hadits no. 3371)
Karena do'a merupakan intisari ibadah bagi umat islam, maka
secara tidak langsung kita harus melaksanakannya sebagai bukti rasa syukur
kita kepada nikmat yang telah di berikan-Nya.“
Dari sinilah kemudian timbul beberapa masalah terhadap sesuatu
yang telah kita do'akan terkadang tidak terkabul atau belum terkabul,
padahal kita sudah meminta dengan setulus hati dan penuh kepasrahan
kepada Allah SWT, sehingga kita berkeyakinan bahwa do'a kita pasti akan
terkabul. Namun kebanyakan orang yang berdo'a kepada-Nya masih tetap
ada yang belum terkabulkan.
2. 2
Ibrahim bin Adham, salah seorang ulama Sufi ‘ternama’ dari Iraq
(w. 165 H./782 M.), menuturkan bahwa hati manusia sudah mati karena
beberapa hal sehingga do'a tidak terkabulkan antara lain:
Pertama, banyak orang mengenal Allah, tetapi mereka tidak
menunaikan hak-Nya.
Kita pahami bersama bahwa manusia hidup di dunia adalah untuk
melakukan ibadah kepada Allah SWT. Seperti diperintahkan dalam firman
Allah yang berbunyi :
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan aku tidak
menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan.” (QS ad-Dzâriyât/51: 56-57).
Kedua, banyak orang yang (telah) membaca kitab Allah, tetapi
mereka enggan untuk mengamalkanya.
Membaca kitab suci bagi umat islam adalah sesuatu yang memang
sudah menjadi kebutuhan serta kewajiban, karena al-Qur'an merupakan
kitab pedoman dan tuntunan bagi umat islam yang beriman kepada Allah
SWT, tetapi melihat kenyataan yang terjadi di sekitar kita, timbul
pertanyaan: berapa orang yang mengamalkan makna yang terkandung
dalam al-Qur’an?
Ketiga, banyak orang mengetahui bahwa Iblis adalah musuh yang
nyata, tetapi meraka justeru mengikuti langkah-langkah Iblis.
Keadaan ini yang semakin memperburuk hidup manusia,
persoalanya disaat manusia sedang dihadapkan dengan pangkat yang di
embanya yaitu sebagai khalîfah fil ardh (khalifah di muka bumi), seperti yang
dijelaskan firman Allah dalam QS al-Baqarah/2: 30, yang berbunyi:
ۖ
ۖ
3. 3
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Tetapi masih banyak saja manusia yang melakukan kejahatan
ataupun ketidakadilan yang secara tidak langsung perbuatan itu adalah
bisikan iblis yang terkutuk, yang seharusnya kita semua memeranginya
dengan cara menahan hawa nafsu dan selalu memperbanyak dzikir dan
taqarrub ilallâh (mendekatkan diri kepada Allah).
Keempat, banyak orang menyatakan cinta kepada Rasulullah saw.,
tetapi mereka justeru meninggalkan sunnah-sunnahnya.
Nabi Muhammad saw merupakan Nabi panutan kita selaku utusan
Allah SWT yang telah membawa agama islam sebagai penyempurna akhlaq
umat, sehingga sudah sewajarnya kita selaku umatnya harus mencintai
karena Nabi pun menyayangi umatnya, seperti yang di jelaskan dalam QS
at-Taubah/9: 128, yang berbunyi:
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa
olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu,
amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin”.
Perwujudan dari ayat di atas, yaitu kita harus melaksanakan segala
sunnah (tuntunan)nya, baik yang berupa sunnah (tuntunan) qauliyyah
(perkataan), fi'liyyah (perbuatan), maupun taqrîriyyah (ketetapan).
Kelima, banyak orang mencintai surga dan ingin menjadi penghuni
surga, tetapi mereka tidak mau mengamalkan ‘amalan’ ahli surga.
Rasanya tidak mungkin ketika seseorang tidak mengharapkan
masuk surga yang penuh dengan kenikmatan dan keindahan yang tiada tara,
dan rasanya mustahil apabila seseorang mengharapkan ingin masuk neraka
yang begitu penuh dengan siksa. Namun yang di sayangkan dari banyaknya
cara untuk kita beribadah baik yang mahdhah (seperti: shalat fardhu, puasa
ramadhan, dan lain-lain) maupun ghairu mahdhah (ibadah sunah dan ibadah
sosial) hanya berapa yang kita amalkan dalam kehidupan sehari hari.
4. 4
Keenam, banyak orang mengakuai takut akan siksa neraka, tetapi
mereka tidak pernah berhenti untuk berbuat dosa.
Perbuatan inilah yang jarang kita sadari bahwa sekecil apa pun
kesalahan kita pasti akan menghantarkan kita kemuka neraka yang penuh
siksa, seperti yang telah di janjikan oleh Allah SWT. Dalam QS az-
Zalzalah/99: 7-8, yang berbunyi:
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan
melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah
pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula”.
Ketujuh, banyak orang mengetahui bahwa kematian itu sesuatu
yang pasti, tetapi mereka tidak melakukan persiapan untuk mati.
Inilah yang penting bagi kita bahwa kita itu tidak selamanya akan
hidup terus dan abadi di dunia tetapi kita semua itu akan mengalami apa
yang di namakan kematian karena “sesuatu yang bernafas akan mati” itulah
kepastian Allah kepada manusia agar tidak bosan -bosan menyembah-Nya.
Tetapi jika manusia ingkar kepada-Nya maka laknat Allah akan lebih besar,
seperti laknat Allah kepada Fir'aun yang sombong kepada-Nya.
Kedelapan, banyak orang selalu memperhatikan kesalahan orang
lain, tetapi mereka tidak mau memperhatikan kesalahan diri mereka sendiri.
Ada pepatah mengatakan bahwa: “semut di seberang lautan tampak,
tetapi gajah di ujung mata tak kelihatan”. Mungkin (pepatah ini) bisa
mewakili dari jutaan bahkan milyaran orang yang terlau yakin bahwa
dirinya adalah manusia yang paling benar, paling jujur, paling bijak, dan
paling-paling lainya, sehingga terlena dengan keburukan orang lain di sekitar
kita, yang akhirnya akan membawa dirinya terjun ke jurang kenistaan dunia
yang begitu singkat.
Kesembilan, banyak orang menerima rezeki dari Allah, tetapi
mereka tidak bersyukur kepada-Nya.
Manusia seperti tidak pernah merasa cukup, selalu merasa kurang
walaupun sudah bertumpuk harta dan segudang pangan sehingga,
melakukan hal hal yang menyimpang dari ajaran al-Qur'an dan Hadits.
5. 5
Kesepuluh, banyak orang terbiasa untuk mengubur jenazah (orang-
orang yang telah meninggal dunia), tetapi mereka tidak pernah mau
mengambil pelajaran darinya.
Setiap kali kita diingatkan dengan kejadian yang sering kali muncul
di tengah kita yaitu dengan apa yang di sebut kematian tetapi kita hanya
lebih menonjolkan pada bentuk keprihatinan fisik, entah itu menangis atau
pun berdiam diri tanpa arti, seharusnya kita selaku umat muslim yang selalu
patuh dengan perintah Allah SWT, mestinya kita mencoba menggali lebih
dalam apa makna dari kematian itu, sehingga hidup kita akan tetap berusaha
bertindak dan berperilaku sesuai dengan ajaran agama kita (Islam).
Semua sikap di atas merupakan sebuah langkah yang akan
meringankan bobot do'a kita bahkan akan menghilangkan makna do'a yang
telah kita panjatkan kepada Allah SWT, yang akhirnya do'a kita tidak
terkabul karena terhalangi oleh perbuatan kita sendiri yang selalu
mengabaikan hal -hal yang sering kita lewati setiap hari, namun tidak
memaknai dari perbuatan itu. Maka mulai saat ini kita harus memperbaiki
perbuatan kita agar apa yang kita semua harapkan dapat terkabul sesuai yang
di impikan, Yaitu bisa hidup di dunia senang dan di akhirat bahagia,
“fiddunyâ hasanah wa fil âkhirati hasanah”. Āmîn.
Wallâhu a’lamu bish-shawâb.