Dokumen tersebut membahas etika dalam berdoa menurut pandangan Islam. Beberapa etika utama dalam berdoa antara lain memilih waktu-waktu mulia untuk berdoa seperti malam Jumat, bulan Ramadhan, dan sepertiga malam terakhir, tidak meninggikan suara, merendahkan hati dengan penuh khusyuk dan harap, mengawali doa dengan dzikir dan shalawat, serta berdoa dengan optimisme bahwa doa akan dikab
1. 1
Etika Dalam Berdoa
Etika merupakan sikap yang ‘patut’ dimiliki dan diejawantahkan
manusia dalam kehidupan sehari-hari. Dalam berinteraksi dengan sesama,
kita membutuhkan etika. Saat menghadiri acara-acara resmi ‘pun’ ada
etikanya. Ketika seorang bawahan menghadap atasan, lagi-lagi dituntut
untuk beretika. Dan masih banyak lagi praktik-praktik kehidupan yang etika
berperan di dalamnya.
Jika dalam berinteraksi antarsesama saja kita membutuhkan etika.
Sudah barang tentu saat berinteraksi dengan Tuhan (Allah) pun ada
etikanya. Jika dalam menemui seseorang yang lebih terhormat saja
terkadang kita sibuk untuk memikirkan bagaimana cara beretika yang
sepatutnya. Bagaimana ketika kita ingin menemui (menghadap) Dzat yang
menciptakan orang terhormat tersebut? Pantaskah kita tidak beretika?
Berdoa merupakan salah satu bentuk interaksi manusia dengan
Sang Pencipta. Sebab dalam berdoa ada suatu permohonan yang diajukan
manusia kepada Tuhan-Nya yang sudah pasti akan melihat, mendengar dan
diharapkan (akan) mengabulkan apa yang dimohon oleh hamba-Nya.
Allah SWT telah berfirman:
ۖۖ
"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa
apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran.” (QS al-Baqarah/2:186)
Dalam kaitannya dengan etika dalam berdoa, Imam al-Ghazali
rahimahullâh dalam karya monumentalnya -- Ihyâ ‘Ulûmiddîn ---
memaparkan beberapa hal yang perlu diperhatikan dan diejawantahkan
seseorang ketika berdoa, antara lain:
Berdoa Pada Waktu-waktu Mulia
Seseorang yang berdoa hendaklah bisa memilih dan memanfaatkan
waktu-waktu mulia seperti hari ‘Arafah yang mulia, bulan Ramadhan yang
diberkahi serta hari Jumat di tiap minggu. Selain itu ada juga waktu sahur
atau sepertiga malam terakhir yang juga merupakan waktu mulia untuk
berdoa.
2. 2
Rasulullah saw bersabda:
“Setiap sepertiga malam yang terakhir Allah SWT turun ke langit dunia dan
berfirman: Siapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Ku-kabulkan. Siapa yang
meminta kepada-Ku maka akan Ku-berikan. Dan siapa yang memohon ampun
kepada-Ku maka akan Ku-ampuni.” (Hadits Riwayat al-Bukhari, Shahîh al-
Bukhâriy, juz II, hal. 66, hadits no. 1145 dan Shahîh Muslim, juz II, hal. 175,
hadits no. 1808; dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu)
Selain waktu-waktu di atas, terdapat juga saat-saat mulia yang baik
digunakan untuk berdoa yaitu saat turunnya hujan, ketika shalat hendak
didirikan, berdoa di antara azan dan iqamah, berdoa selepas shalat dan
berdoa dalam keadaan sujud.
Rasulullah saw bersabda:
“Tidak ditolak doa antara azan dan iqamah” (Hadits Riwayat al-Baihaqi, As-
Sunan al-Kubrâ, juz I, hal. 410, hadits no. 2013; at-Tirmidzi, Sunan at-
Tirmidzi, juz I, hal. 415, hadits no. 212; Abu Dawud, Sunan Abî Dâwud, juz I,
hal. 144, hadits no. 521 dan Abu Ya’la, Musnad Abî Ya’lâ, VII, 172, hadits
no. 4147 dari Anas bin Malik r.a.)
“Kedekatan antara hamba dengan Rabbnya ialah ketika ia sedang bersujud. Maka
perbanyaklah doa di dalamnya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah r.a., Shahîh
Muslim, juz II, hal. 49, hadits no. 1111)
Tidak Meninggikan Suara
Ketika Rasulullah saw mendengar suatu kaum yang meninggikan
suara saat berdoa, Beliau lalu menegurnya dengan berkata:
3. 3
“Wahai sekalian manusia, rendahkanlah diri kalian karena kalian tidak menyeru
kepada Dzat yang tuli dan juga bukan Dzat yang jauh. Dia selalu bersama kalian
dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Dekat. Maha suci nama-Nya dan Maha
Tinggi kebesaran-Nya.” (HR al-Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy, juz IV, hal. 69,
hadits no. 2992 dan Muslim, Shahîh Muslim, juz VIII, hal. 73, hadits no.
7037, dari Abu Musa al-‘Asy’ari)
Pernyataan Rasulullah saw di atas memberikan sinyal bahwa dalam
berdoa hendaklah kita tidak meninggikan suara. Sebab Dzat yang kita
mohon selalu ada di dekat kita, selalu mendengar apa yang kita pinta
meskipun dalam bisikan hati sekalipun.
Dalam al-Qur’an sendiri telah disebutkan akan larangan
meninggikan suara ketika berdoa. Sebagaimana firman Allah SWT:
ۖۚ
“Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah ar-Rahman. Dengan nama yang mana
saja kamu seru, Dia mempunyai al-Asmâul Husna (nama-nama yang terbaik) dan
janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula
merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu." (QS al- Isrâ’/17:
110)
Yang dimaksud kata “shalat” dalam ayat di atas sebagaimana
Imam Muslim meriwayatkan dari ‘Aisyah r.a. ialah: “berdoa.”
Merendahkan Hati, Khusyu’, Penuh Harap dan Rasa Takut
Orang yang berdoa hendaklah menghayati tiap doa-doanya.
Dengan rasa ketundukan dan kerendahan hati serta penuh pengharapan,
pikiran dan hatinya benar-benar hadir saat berdoa.
Allah SWT berfirman:
4. 4
ۚ
ۖ
“Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepada nya Yahya
dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah
orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang
baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah
orang-orang yang khusyu' kepada kami.” (QS. Al-Anbiyâ’/21: 90)
Di lain tempat Allah SWT juga berfirman:
ۚ
ۚ
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan
janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan harapan (akan
dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang
berbuat baik.” (QS Al-A’râf/7: 55-56)
Mengawali Doa Dengan Dzikrullâh dan Shalawat
Termasuk etika dalam berdoa ialah tidak langsung memulainya
dengan sebuah permohonan. Akan tetapi terlebih dahulu dibuka dengan
dzikrullah (bisa dengan pujian kepada Allah SWT) dan shalawat atas Nabi
saw. Abu Sulaiman ad-Darani rahimahullâh mengatakan bahwa orang yang
memohon kepada Allah SWT hendaklah memulainya dengan bershalawat
atas Nabi saw. Sebab Allah SWT sangat memuliakan orang yang berdoa
dengan diawali hal tersebut.
Mengenai perintah bershalawat saat akan memanjatkan doa
disebutkan dalam hadits Fadhalah bin ‘Ubaid, ia berkata,
5. 5
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendengar seseorang memanjatkan doa
dalam shalatnya, lalu ia tidak memanjatkan shalawat pada Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Beliau pun berkata, “Orang ini terlalu tergesa-gesa dalam doanya.”
Kemudian beliau memanggilnya lalu menegurnya atau mengatakan pada lainnya,
“Jika salah seorang di antara kalian berdoa, maka mulailah dengan memuji Allah,
menyanjung-Nya, lalu bershalawat pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu
mintalah doa yang diinginkan.” (HR at-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, juz V, hal.
517, hadits no. 3477 dan Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad ibn Hanbal, juz
VI, hal. 18, hadits no. 23982, dari Fadhalah bin ‘Ubaid. Abu Isa at- Tirmidzi
mengatakan bahwa hadits ini hasan-shahih)
Optimisme Dalam Berdoa
Orang yang berdoa harus selalu yakin bahwa doanya akan
terkabulkan. Dan janganlah berdoa dengan mengatakan: “Ya Allah ampunilah
aku jika Kau menghendaki dan kasihanilah aku jika Kau menghendaki.” Allah
SWT ialah Dzat yang selalu mengabulkan permohonan hambanya,
sebagaimana dinyatakan dalam beberapa ayat al Qur’an (baca: QS al-
Baqarah/2: 186). Akan tetapi apa yang kita mohon tidak selamanya
langsung diberikan Oleh-Nya. Bisa jadi ditahan untuk diberikan diakhirat
kelak atau bisa juga dijawab dengan penghapusan dosa-dosa sesuai dengan
kadar doa kita. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw:
“Tidaklah seorang muslim berdoa kecuali dikabulkannya. Bisa dengan dipercepat
pemberiannya di dunia, bisa dijadikan tabungan baginya di akherat dan bisa juga
dihapuskan dosa-dosanya setara dengan doanya selama ia tidak berdoa sambil
berbuat dosa atau memutuskan silaturahmi atau meminta cepat-cepat dikabulkan.
Beliau bersabda: Jika demikian kita perbanyak doa. Beliau pun bersabda juga:
6. 6
"Allah lebih banyak pemberiannya.” (HR al-Bukhari, Al-Adab al-Mufrad, juz I,
hal. 248, hadits no. 710 dan Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad ibn Hanbal,
juz III, hal. 18, hadits no. 11149, dari Abu Sa’id al-Khudriy)
Wallâhu A’lamu bish-Shawâb.