SlideShare a Scribd company logo
1 of 7
Pilar-pilar Muhasabah
Siapa pun yang mengadakan perjalanan menuju ke hadirat Allah
tidak akan pernah lepas dari empat macam persinggahan, yaitu al-yaqzhah
(kegalauan hati setelah terjaga dari tidur yang lelap), al-bashîrah (cahaya di
dalam hati untuk melihat janji dan ancaman, surga dan neraka, apa yang
telah dijanjikan Allah terhadap para wali dan musuh-Nya), al-fikrah
(pandangan hati yang hanya tertuju ke sesuatu yang hendak dicari, sekalipun
dia belum memiliki gambaran jalan yang menghantarkannya ke sana) dan
al-‘azm (tekad yang bulat untuk melakukan perjalanan, siap menghadapi
segala rintangan dan mencari penuntun yang dapat menghantarkannya ke
tujuan yang hendak dicapai olehnya). (Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madarijus
Sâlikîn, juz I, hal.169)
Empat persinggahan ini tak ubahnya pilar bagi suatu bangunan.
Perjalanan tidak akan sampai kepada-Nya kecuali dengan melewati empat
persinggahan ini, tak ubahnya perjalanan secara nyata yang harus melewati
beberapa etape. Orang yang hanya menetap di kampung halaman-nya, tidak
berpikir untuk mengadakan perjalanan kecuali dia sadar dari kelalaiannya
untuk mengadakan perjalanan. Jika sudah memiliki kesadaran, maka dia
harus mengetahui segala urusan tentang perjalanannya, bahaya, manfaat dan
kemaslahatannya. Kemudian dia berpikir untuk mengadakan persiapan dan
mencari bekal. Kemudian dia harus memiliki tekad yang bulat. Jika tekad
dan maksudnya sudah bulat, maka dia mulai beralih ke persinggahan
muhasabah, atau memilah antara bagiannya dan kewajibannya. Dia boleh
mengambil apa yang menjadi bagiannya dan harus melaksanakan
kewajibannya. Sebab dia akan mengadakan perjalanan dan tidak akan
kembali lagi.
Dari muhasabah dia beralih ke taubah. Sebab jika dia sudah
menghisab dirinya, tentu dia akan mengetahui hak yang harus dia penuhi,
lalu keluar untuk memberikan hak itu kepada yang berhak menerimanya.
Inilah hakikat taubat. Tetapi dengan mendahulukan muhasabah akan
menjadi lebih baik. Kalaupun mendahulukannya juga tidak apa-apa, karena
muhasabah tak bisa dilakukan kecuali setelah ada taubat yang sebenarnya.
Yang pasti, taubat itu ada di antara dua muhasabah, yaitu muhasabah sebelum
taubat yang hukumnya wajib dan muhasabah sesudah taubat yang hukumnya
harus tetap dijaga. Taubat akan tetap terjaga jika berada di antara dua
muhasabah ini, sebagaimana yang ditunjukkan firman Allah,
 ۖ‫د‬ٍ ۖ‫غ‬‫غ‬‫غ‬َ‫ٍد‬ ‫ل‬ِ‫غ‬ ۖ‫ت‬ْ ‫ل‬ ‫م‬َ‫ٍد‬ ‫د‬َّ‫م‬‫غ‬‫غ‬‫ق‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ق ا‬‫غ‬‫غ‬‫م‬َّ‫م‬  ۖ‫س‬ٌ ‫م‬ ‫غ‬‫غ‬‫ف‬ْ ‫ل‬‫ن‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ر‬ْ ‫ل‬ ‫غ‬‫غ‬‫ظ‬ُ‫ر‬ ‫تظن‬َ‫ٍد‬‫ل‬ْ ‫ل‬‫و‬َ‫ٍد‬  ۖ‫غ‬‫غ‬‫لل‬َّ‫م‬َ‫ٍد‬ ‫غاواۖ ا‬‫غ‬‫ق‬ُ‫ر‬‫ت‬َّ‫م‬‫ظناواۖ ا‬ُ‫مر‬َ‫ٍد‬ ‫نۖ آ‬َ‫ٍد‬ ‫ذني‬ِ‫غ‬‫ل‬َّ‫م‬‫ا‬ ۖ‫ق ا‬‫ه‬َ‫ٍد‬ ‫ني‬ُّ‫ه‬‫أ‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ق ا‬‫ني‬َ‫ٍد‬ۖ  ۖ
 ۖ‫لل‬َّ‫م‬َ‫ٍد‬ ‫قاواۖ ا‬ُ‫ر‬‫ت‬َّ‫م‬‫وا‬َ‫ٍد‬ۚ‫ن‬َ‫ٍد‬ ‫لاو‬ُ‫ر‬‫م‬َ‫ٍد‬ ‫ع‬ْ ‫ل‬ ‫ت‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ق ا‬‫م‬َ‫ٍد‬ ‫ب‬ِ‫غ‬ ۖ‫ر‬ٌ ‫م‬ ‫بري‬ِ‫غ‬‫خ‬َ‫ٍد‬  ۖ‫لل‬َّ‫م‬َ‫ٍد‬ ‫نۖ ا‬َّ‫م‬ ‫إ‬ِ‫غ‬ ۖ
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap
diri memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
1
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan." (QS al-Hasyr/59: 18).
Maksud "memerhatikan" dalam ayat ini ialah memerhatikan
kelengkapan persiapan untuk menyongsong hari akhirat, mendahulukan apa
yang bisa menyelamatkannya dari siksa Allah, agar wajahnya menjadi bersih
di sisi Allah.
Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah Shallallâhu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda,
‫ن‬ْ ‫ل‬ ‫مغ‬َ‫ٍد‬  ۖ‫ز‬ُ‫ر‬ ‫ج‬ِ‫غ‬ ‫ق ا‬‫غ‬‫غ‬‫ع‬َ‫ٍد‬ ‫ل‬ْ ‫ل‬‫ا‬‫و‬َ‫ٍد‬  ۖ‫ت‬ِ‫غ‬ ‫او‬ْ ‫ل‬ ‫مغ‬َ‫ٍد‬ ‫ل‬ْ ‫ل‬‫ا‬ ۖ‫د‬َ‫ٍد‬‫غ‬‫غ‬‫ع‬ْ ‫ل‬ ‫ب‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ق ا‬‫غ‬‫م‬َ‫ٍد‬ ‫ل‬ِ‫غ‬ ۖ‫ل‬َ‫ٍد‬ ‫مغ‬ِ‫غ‬ ‫ع‬َ‫ٍد‬ ‫و‬َ‫ٍد‬  ۖ‫ه‬ُ‫ر‬ ‫س‬َ‫ٍد‬ ‫ف‬ْ ‫ل‬‫ن‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ن‬َ‫ٍد‬ ‫دا‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ن‬ْ ‫ل‬ ‫م‬َ‫ٍد‬  ۖ‫س‬ُ‫ر‬ ‫ري‬ِّ‫كس‬َ‫ٍد‬ ‫ل‬ْ ‫ل‬‫ا‬ ۖ
‫لل‬َّ‫م‬ِ‫غ‬ ‫ل ىۖ ا‬َ‫ٍد‬‫ع‬َ‫ٍد‬  ۖ‫ظن ى‬َّ‫مم‬َ‫ٍد‬ ‫ت‬َ‫ٍد‬‫و‬َ‫ٍد‬  ۖ‫ق ا‬‫ه‬َ‫ٍد‬ ‫اوا‬َ‫ٍد‬ ‫ه‬َ‫ٍد‬  ۖ‫ه‬ُ‫ر‬ ‫س‬َ‫ٍد‬ ‫ف‬ْ ‫ل‬‫ن‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ع‬َ‫ٍد‬ ‫ب‬َ‫ٍد‬‫ت‬ْ ‫ل‬‫أ‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ل‬َ‫ٍد‬ ‫ق ا‬‫غ‬‫غ‬‫ق‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ن‬ٌ ‫م‬ ‫غ‬‫غ‬‫س‬َ‫ٍد‬ ‫ح‬َ‫ٍد‬  ۖ‫ث‬ٌ ‫م‬ ‫دني‬ِ‫غ‬‫ح‬َ‫ٍد‬  ۖ‫ذا‬َ‫ٍد‬‫ه‬َ‫ٍد‬  ۖ‫ل‬َ‫ٍد‬ ‫ق ا‬‫ق‬َ‫ٍد‬  ۖ
‫ل‬َ‫ٍد‬ ‫بغغ‬ْ ‫ل‬‫ق‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ق ا‬‫ري‬َ‫نٍد‬ْ ‫ل‬‫د‬ُّ‫ه‬‫ف يۖ ال‬ِ‫غ‬ ۖ‫ه‬ُ‫ر‬ ‫س‬َ‫ٍد‬ ‫ف‬ْ ‫ل‬‫ن‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ب‬َ‫ٍد‬ ‫س‬َ‫ٍد‬ ‫ق ا‬‫ح‬َ‫ٍد‬  ۖ‫ل‬ُ‫ر‬ ‫قاو‬ُ‫ر‬‫ني‬َ‫هۖ ٍد‬ُ‫ر‬ ‫س‬َ‫ٍد‬ ‫ف‬ْ ‫ل‬‫ن‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ن‬َ‫ٍد‬ ‫دا‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ن‬ْ ‫ل‬ ‫م‬َ‫ٍد‬  ۖ‫ه‬ِ‫غ‬ ‫ل‬ِ‫غ‬‫او‬ْ ‫ل‬ ‫ق‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ظن ى‬َ‫عٍد‬ْ ‫ل‬ ‫م‬َ‫ٍد‬ ‫و‬َ‫ٍد‬  ۖ
‫ل‬َ‫ٍد‬ ‫ق ا‬‫غ‬‫غ‬‫ق‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ب‬ِ‫غ‬ ‫ق ا‬‫غ‬‫غ‬‫ط‬َّ‫م‬ ‫خ‬َ‫ٍد‬ ‫ل‬ْ ‫ل‬‫ا‬ ۖ‫ن‬ِ‫غ‬ ‫غ‬‫غ‬‫ب‬ْ ‫ل‬ ۖ‫ر‬َ‫ٍد‬ ‫م‬َ‫ٍد‬ ‫ع‬ُ‫ر‬  ۖ‫ن‬ْ ‫ل‬ ‫ع‬َ‫ٍد‬  ۖ‫و ى‬َ‫ٍد‬ ‫ر‬ْ ‫ل‬ ‫ني‬ُ‫ور‬َ‫ٍد‬  ۖ‫ة‬ِ‫غ‬ ‫م‬َ‫ٍد‬ ‫ق ا‬‫ري‬َ‫قٍد‬ِ‫غ‬‫ل‬ْ ‫ل‬‫ا‬ ۖ‫م‬َ‫ٍد‬‫او‬ْ ‫ل‬ ‫ني‬َ‫بۖ ٍد‬َ‫ٍد‬ ‫س‬َ‫ٍد‬ ‫ق ا‬‫ح‬َ‫ٍد‬ ‫ني‬ُ‫نۖ ر‬ْ ‫ل‬ ‫أ‬َ‫ٍد‬ ۖ
‫ر‬ِ‫غ‬ ‫غ‬‫غ‬‫ب‬َ‫ٍد‬‫ك‬ْ ‫ل‬ ‫ل‬ْ ‫ل‬َ‫ٍد‬ ‫ضۖ ا‬ِ‫غ‬ ‫ر‬ْ ‫ل‬ ‫غ‬‫غ‬‫ع‬َ‫ٍد‬ ‫ل‬ْ ‫ل‬‫ل‬ِ‫غ‬ ۖ‫غاوا‬‫غ‬‫ظن‬ُ‫نير‬َّ‫زم‬َ‫ٍد‬ ‫ت‬َ‫ٍد‬‫و‬َ‫ٍد‬  ۖ‫باوا‬ُ‫ر‬‫غ‬‫غ‬‫س‬َ‫ٍد‬ ‫ق ا‬‫ح‬َ‫ٍد‬ ‫ت‬ُ‫ر‬ ۖ‫ن‬ْ ‫ل‬ ‫أ‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ل‬َ‫ٍد‬ ‫غ‬‫غ‬‫ب‬ْ ‫ل‬‫ق‬َ‫ٍد‬ ۖ‫م‬ْ ‫ل‬ ‫ك‬ُ‫ر‬ ‫س‬َ‫ٍد‬ ‫ف‬ُ‫ر‬‫ن‬ْ ‫ل‬‫أ‬َ‫ٍد‬ ۖ‫باوا‬ُ‫ر‬‫س‬ِ‫غ‬ ‫ق ا‬‫ح‬َ‫ٍد‬  ۖ
‫غ ي‬‫غ‬‫ف‬ِ‫غ‬ ۖ‫ه‬ُ‫ر‬ ‫سغ‬َ‫ٍد‬ ‫ف‬ْ ‫ل‬‫ن‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ب‬َ‫ٍد‬ ‫غ‬‫غ‬‫س‬َ‫ٍد‬ ‫ق ا‬‫ح‬َ‫ٍد‬  ۖ‫ن‬ْ ‫ل‬ ‫م‬َ‫ٍد‬  ۖ‫ل ى‬َ‫ٍد‬‫ع‬َ‫ٍد‬  ۖ‫ة‬ِ‫غ‬ ‫م‬َ‫ٍد‬ ‫ق ا‬‫ري‬َ‫قٍد‬ِ‫غ‬‫ل‬ْ ‫ل‬‫ا‬ ۖ‫م‬َ‫ٍد‬‫او‬ْ ‫ل‬ ‫ني‬َ‫بۖ ٍد‬ُ‫ر‬ ‫ق ا‬‫س‬َ‫ٍد‬ ‫ح‬ِ‫غ‬ ‫ل‬ْ ‫ل‬‫ا‬ ۖ‫ف‬ُّ‫ه‬ ‫خ‬ِ‫غ‬ ‫ني‬َ‫ق اۖ ٍد‬‫م‬َ‫ٍد‬ ‫ن‬َّ‫م‬‫إ‬ِ‫غ‬‫و‬َ‫ٍد‬  ۖ
‫ق ا‬‫غ‬‫غ‬‫ري‬ًّ‫قا‬ِ‫غ‬‫ت‬َ‫ٍد‬ ۖ‫د‬ُ‫ر‬‫ب‬ْ ‫ل‬‫ع‬َ‫ٍد‬ ‫ل‬ْ ‫ل‬‫ا‬ ۖ‫ن‬ُ‫ر‬ ‫كاو‬ُ‫ر‬ ‫ني‬َ‫لۖ ٍد‬َ‫ٍد‬  ۖ‫ل‬َ‫ٍد‬ ‫ق ا‬‫ق‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ن‬َ‫ٍد‬ ‫را‬َ‫ٍد‬ ‫ه‬ْ ‫ل‬ ‫م‬ِ‫غ‬  ۖ‫ن‬ِ‫غ‬ ‫ب‬ْ ‫ل‬ ۖ‫ن‬ِ‫غ‬ ‫ماو‬ُ‫ر‬ ‫ري‬ْ ‫مل‬َ‫ٍد‬  ۖ‫ن‬ْ ‫ل‬ ‫ع‬َ‫ٍد‬  ۖ‫و ى‬َ‫ٍد‬ ‫ر‬ْ ‫ل‬ ‫ني‬ُ‫ور‬َ‫ٍد‬  ۖ‫ق ا‬‫ري‬َ‫نٍد‬ْ ‫ل‬‫د‬ُّ‫ه‬‫ۖ ال‬
‫ه‬ُ‫ر‬ ‫مغ‬ُ‫ر‬ ‫ع‬َ‫ٍد‬ ‫ط‬ْ ‫ل‬ ‫م‬َ‫ٍد‬  ۖ‫ن‬َ‫ٍد‬ ‫نيغ‬ْ ‫أل‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ن‬ْ ‫ل‬ ‫مغ‬ِ‫غ‬  ۖ‫ه‬ُ‫ر‬ ‫ك‬َ‫ٍد‬ ‫رني‬ِ‫غ‬ ‫شغ‬َ‫ٍد‬  ۖ‫ب‬ُ‫ر‬ ‫سغ‬ِ‫غ‬ ‫ق ا‬‫ح‬َ‫ٍد‬ ‫ني‬ُ‫ق اۖ ر‬‫غ‬‫م‬َ‫ٍد‬ ‫ك‬َ‫ٍد‬  ۖ‫ه‬ُ‫ر‬ ‫سغ‬َ‫ٍد‬ ‫ف‬ْ ‫ل‬‫ن‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ب‬َ‫ٍد‬ ‫س‬ِ‫غ‬ ‫ق ا‬‫ح‬َ‫ٍد‬ ‫ني‬ُ‫ت ىۖ ر‬َّ‫م‬‫ح‬َ‫ٍد‬  ۖ
‫ه‬ُ‫ر‬ ‫س‬ُ‫ر‬ ‫ب‬َ‫ٍد‬‫ل‬ْ ‫ل‬‫م‬َ‫ٍد‬ ‫و‬َ‫ٍد‬
"Orang yang cerdas adalah orang yang memersiapkan dirinya dan beramal untuk
hari setelah kematian, sedangkan orang yang bodoh adalah orang jiwanya mengikuti
hawa nafsunya dan berangan angan kepada Allah." Dia (At-Tirmidzi) berkata:
Hadits ini hasan; dia berkata: maksud sabda Nabi "Orang yang memersiapkan diri",
dia berkata, yaitu: orang yang selalu mengoreksi dirinya pada waktu di dunia
sebelum dihisab pada hari Kiamat. Dan telah diriwayatkan dari Umar bin al-
Khaththab dia berkata: hisablah (hitunglah) diri kalian sebelum kalian dihitung dan
persiapkanlah untuk hari semua dihadapkan (kepada Rabb Yang Maha Agung),
hisab (perhitungan) akan ringan pada hari kiamat bagi orang yang selalu menghisab
dirinya ketika di dunia." Dan telah diriwayatkan dari Maimun bin Mihran dia
berkata: Seorang hamba tidak akan bertakwa hingga dia menghisab dirinya
sebagaimana dia menghisab temannya dari mana dia mendapatkan makan dan
pakaiannya." (HR at-Tirmidzi dari Syaddad bin Aus, Sunan at-Tirmidzi, juz
IV, hal. 219, hadits no. 2459)
Menurut Syaikh Abu Isma'il Abdullah al-Ansari al-Harawi (wafat
481 H./1088 M.), penulis kitab Manâzilus-Sâ'irîn, bahwa pilar yang
2
menopang muhasabah itu ada tiga (Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madarijus
Sâlikîn, juz I, hal. 170), yaitu:
1. Membandingkan antara Nikmat Allah dan Kejahatanmu
Maksudnya, engkau harus membandingkan apa yang berasal dari
Allah dan apa yang berasal dari dirimu. Dengan begitu engkau akan
mengetahui letak ketimpangannya, dan engkau juga akan mengetahui bahwa
di sana hanya ada ampunan dan rahmat Allah di satu sisi, dan di sisi lain
adalah kehancuran dan kerusakan.
Dengan membandingkan seperti ini engkau bisa mengetahui bahwa
Allah adalah Allah dalam pengertian yang sebenarnya, dan hamba adalah
hamba dalam pengertian yang sebenarnya. Engkau juga akan mengetahui
hakikat jiwa dan sifat-sifatnya, keagungan Rubûbiyyah Allah, hanya Allahlah
yang memiliki kesempumaan, setiap nikmat berasal dari-Nya sebagai
karunia, dan siksaan juga berasal dari-Nya yang ditimpakan secara adil. Jika
engkau tidak membuat perbandingan seperti ini, tentu engkau tidak akan
bisa mengetahui hakikat dirimu sendiri dan Rubûbiyyah Pencipta jiwamu.
Jika engkau membuat perbandingan seperti ini, maka engkau akan
tahu bahwa jiwamu adalah sumber segala kejahatan dan kekurangan.
Sedangkan hukum yang dimilikinya adalah kebodohan dan kezhaliman.
Andaikan tidak karena karunia Allah dan rahmat-Nya yang mensucikan
jiwa itu, tentu ia tidak akan menjadi suci sama sekali. Kemudian engkau
juga bisa membandingkan antara kebaikan dan keburukan. Sehingga dengan
membandingkan ini engkau bisa mengetahui mana yang lebih banyak dan
mana yang lebih dominan di antara keduanya. Perbandingan yang kedua ini
merupakan perbandingan antara perbuatanmu dan apa yang datang dari
dirimu secara khusus.
Seseorang tidak bisa membuat perbandingan ini jika dia tidak
memiliki tiga indikator:
a. Cahaya hikmah
b. Buruk sangka terhadap diri sendiri
c. Membedakan antara nikmat dan ujian.
Cahaya hikmah merupakan cahaya yang disusupkan Allah ke
dalam hati orang-orang yang mengikuti para rasul. Dengan kata lain, cahaya
hikmah adalah ilmu yang dimiliki seseorang sehingga dia bisa membedakan
antara yang haq (benar) dan bâthil (salah), petunjuk dan kesesatan, mudharat
dan manfaat, yang sempurna dan yang kurang, yang baik dan yang buruk.
Dengan cahaya hikmah ini seseorang bisa melihat tingkatan-tingkatan amal,
mana yang harus dipentingkan dan mana yang tidak dipentingkan, mana
yang harus diterima dan mana yang ditolak. Jika cahaya ini kuat, maka
3
muhasabah juga akan kuat dan sempurna. Buruk sangka terhadap diri sendiri
amat diperlukan, sebab baik sangka terhadap diri sendiri akan menghalangi
koreksi dan kerancuan, sehingga dia melihat keburukan sebagai kebaikan,
aib sebagai kesempumaan. Membedakan nikmat dari ujian, artinya
membedakan nikmat yang dilihatnya sebagai kebaikan dan kasih sayang
Allah serta yang bisa membawanya kepada kenikmatan yang abadi, dan
membedakannya dengan nikmatyang hanya sekadar sebagai tipuan. Sebab
berapa banyak orang yang tertipu dengan nikmat, sementara dia tidak
menyadarinya, tertipu oleh pujian orang-orang bodoh, terpedaya oleh
limpahan Allah, dan justru kebanyakan manusia termasuk dalam kelompok
yang kedua ini.
Tiga indikator ini merupakan tanda kebahagiaan dan keselamatan.
Jika tiga hal ini dilaksanakan secara sempurna, maka seseorang bisa
mengetahui nikmat Allah yang sebenarnya. Selain itu ada ujian yang berupa
nikmat atau cobaan berupa limpahan pemberian. Maka hendaklah setiap
orang mewaspadai hal ini, sebab dia berada di antara anugerah dan hujjah,
dan banyak orang yang timpang dalam membedakan dua hal ini.
2. Membedakan antara Bagian dan Kewajiban
Harus ada pemilahan antara hak-hak yang harus engkau penuhi,
seperti kewajiban-kewajiban ibadah, ketaatan dan menjauhi kedurhakaan,
dan hak yang menjadi bagianmu. Apa yang menjadi bagianmu adalah
mubah menurut ketetapan syariat, dan apa yang menjadi kewajibanmu harus
engkau penuhi dan engkau harus memberikan hak kepada siapa pun yang
berhak menerimanya. Banyak orang yang mencampur aduk antara
kewajiban dan hak-nya, sehingga dia sendiri menjadi kebingungan antara
mengerjakan dan meninggalkan. Banyak orang yang sebenarnya dia boleh
mengerjakan sesuatu namun dia justru meninggalkannya, seperti orang yang
rajin beribadah dengan meninggalkan apa yang sebenarnya boleh dia kerja-
kan, seperti meninggalkan hal-hal yang mubah, karena dia mengira bahwa
hal itu tidak boleh dia kerjakan. Begitu pula sebaliknya, orang yang rajin
beribadah dengan mengerjakan sesuatu yang sebenarnya harus dia
tinggalkan, karena dia mengira hal itu merupakan haknya. Yang pertama
seperti orang yang rajin beribadah dengan tidak mau menikah, tidak mau
memakan daging, buah-buah, makanan yang lezat dan pakaian yang bagus.
Karena kebodohannya dia mengira bahwa semua itu merupakan larangan
baginya, sehingga dia harus meninggalkannya, atau dia berpendapat bahwa
dengan meninggalkannya akan membuat ibadahnya bertambah afdhal.
Dalam Ash-Shahih disebutkan pengingkaran Nabi Muhammad Shallallâhu
‘Alaihi wa Sallam terhadap beberapa shahabat yang tidak mau menikahi
wanita, terus-menerus berpuasa dan shalat malam. Yang kedua seperti orang
yang rajin beribadah, namun bernuansa bid'ah. Dia melihat cara ibadahnya
itu benar, karena begitulah yang banyak dilakukan orang. Sebagaima sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Anas bin Malik,
4
‫يه‬‫ي‬‫لع علي‬‫ي‬‫ي‬‫لع ال‬‫ى‬‫يل‬‫ي‬‫لع ص‬‫ي‬ِّ  ‫ي‬‫ي‬‫ب‬ِ‫ِّي‬‫ن‬َّ‫لع ال‬‫ج‬ِ‫ِّي‬ ‫وا‬َ‫جا‬ ‫ز‬ْ‫َو‬ ‫أ‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ت‬ِ‫ِّي‬ ‫يتو‬‫ي‬‫ي‬ُ‫تو‬‫ب‬ُ‫تو‬ ‫لع‬‫ى‬‫ي‬‫ي‬‫ل‬َ‫جا‬‫إ‬ِ‫ِّي‬ ‫لع‬‫ط‬ٍ ‫إ‬ ‫ي‬‫ي‬‫ه‬ْ‫َو‬ ‫ر‬َ‫جا‬  ‫لع‬‫ة‬ُ‫تو‬ ‫ث‬َ‫جا‬‫ال‬َ‫جا‬ ‫ث‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ء‬َ‫جا‬ ‫جءا‬َ‫جا‬  ‫لع‬
‫وسلم‬‫يءا‬‫ي‬‫م‬َّ ‫ل‬َ‫جا‬‫ف‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫م‬‫يل‬‫ي‬‫لع وس‬‫ه‬‫ي‬‫ي‬‫لع علي‬‫ي‬‫ي‬‫لع ال‬‫ى‬‫يل‬‫ي‬‫لع ص‬‫ي‬ِّ  ‫ي‬‫ي‬‫ب‬ِ‫ِّي‬‫ن‬َّ‫لع ال‬‫ة‬ِ‫ِّي‬‫د‬َ‫جا‬‫بءا‬َ‫جا‬‫ع‬ِ‫ِّي‬  ‫لع‬‫ن‬ْ‫َو‬ ‫ع‬َ‫جا‬  ‫لع‬‫ن‬َ‫جا‬ ‫لتو‬ُ‫تو‬‫أ‬َ‫جا‬‫س‬ْ‫َو‬ ‫ي‬َ‫جا‬  ‫لع‬
‫ي‬‫ي‬‫لع ال‬‫ى‬‫يل‬‫ي‬‫لع ص‬‫ي‬ِّ  ‫ب‬ِ‫ِّي‬‫ن‬َّ‫لع ال‬‫ن‬َ‫جا‬ ‫م‬ِ‫ِّي‬  ‫لع‬‫ن‬ُ‫تو‬ ‫ح‬ْ‫َو‬ ‫ن‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ن‬َ‫جا‬ ‫ي‬ْ‫َو‬‫أ‬َ‫جا‬‫و‬َ‫جا‬  ‫لع‬‫ا‬‫لتو‬ُ‫تو‬‫ءا‬‫ق‬َ‫جا‬‫ف‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ءا‬‫ه‬َ‫جا‬ ‫لتو‬ُّ‫قءا‬َ‫جا‬‫ت‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫م‬ْ‫َو‬ ‫ه‬ُ‫تو‬ ‫ن‬َّ‫أ‬َ‫جا‬‫ك‬َ‫جا‬  ‫لع‬‫ا‬‫رو‬ُ‫تو‬ ‫ب‬ِ‫ِّي‬‫خ‬ْ‫َو‬ ‫أ‬ُ‫تو‬ ‫لع‬
‫م‬ْ‫َو‬ ‫ه‬ُ‫تو‬ ‫د‬ُ‫تو‬‫ح‬َ‫جا‬ ‫أ‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ل‬َ‫جا‬ ‫قءا‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ر‬َ‫جا‬ ‫خ‬َّ ‫أ‬َ‫جا‬‫ت‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ءا‬‫م‬َ‫جا‬ ‫و‬َ‫جا‬  ‫لع‬‫ه‬ِ‫ِّي‬ ‫ب‬ِ‫ِّي‬‫ن‬ْ‫َو‬‫ذ‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ن‬ْ‫َو‬ ‫م‬ِ‫ِّي‬  ‫لع‬‫م‬َ‫جا‬‫د‬َّ‫ق‬َ‫جا‬‫ت‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ءا‬‫م‬َ‫جا‬  ‫لع‬‫ه‬ُ‫تو‬ ‫ل‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ر‬َ‫جا‬ ‫ف‬ِ‫ِّي‬‫غ‬ُ‫تو‬  ‫لع‬‫د‬ْ‫َو‬ ‫ق‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫م‬‫لع وسل‬‫ه‬‫لع علي‬
، ‫لع‬‫ر‬َ‫جا‬ ‫ه‬ْ‫َو‬ ‫د‬َّ‫لع الي‬‫م‬ُ‫تو‬‫صيتو‬ُ‫تو‬ ‫أ‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ءا‬‫ني‬َ‫جا‬‫أ‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ر‬ُ‫تو‬ ‫خي‬َ‫جا‬ ‫لع آ‬‫ل‬َ‫جا‬ ‫قءا‬َ‫جا‬‫و‬َ‫جا‬  ‫لع‬‫ا‬‫د‬ً‫ ا‬‫ب‬َ‫جا‬‫أ‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ل‬َ‫جا‬ ‫ي‬ْ‫َو‬‫ل‬َّ‫ل‬‫لع ا‬‫ي‬‫ل‬ِّ ‫ص‬َ‫جا‬ ‫أ‬ُ‫تو‬ ‫لع‬‫ي‬‫ن‬ِّ ‫إ‬ِ‫ِّي‬‫ف‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ءا‬‫ن‬َ‫جا‬‫أ‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ءا‬‫م‬َّ ‫أ‬َ‫جا‬ ‫لع‬
‫ء‬َ‫جا‬ ‫جييءا‬َ‫جا‬ ‫ف‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ا‬‫د‬ً‫ ا‬‫ب‬َ‫جا‬‫أ‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ج‬ُ‫تو‬ ‫و‬َّ ‫ز‬َ‫جا‬ ‫ت‬َ‫جا‬‫أ‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ال‬َ‫جا‬ ‫ف‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ء‬َ‫جا‬ ‫سءا‬َ‫جا‬ ‫ن‬ِّ ‫ل‬‫لع ا‬‫ل‬ُ‫تو‬ ‫ز‬ِ‫ِّي‬ ‫ت‬َ‫جا‬‫ع‬ْ‫َو‬ ‫أ‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ءا‬‫ن‬َ‫جا‬‫أ‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ر‬ُ‫تو‬ ‫خ‬َ‫جا‬ ‫لع آ‬‫ل‬َ‫جا‬ ‫قءا‬َ‫جا‬‫و‬َ‫جا‬  ‫لع‬‫ر‬ُ‫تو‬ ‫ط‬ِ‫ِّي‬ ‫ف‬ْ‫َو‬‫أ‬ُ‫تو‬ ‫لع‬‫ال‬َ‫جا‬ ‫و‬َ‫جا‬  ‫لع‬
‫ذا‬َ‫جا‬‫ي‬‫ي‬‫ك‬َ‫جا‬  ‫لع‬‫م‬ْ‫َو‬ ‫ي‬‫ي‬‫ت‬ُ‫تو‬‫ل‬ْ‫َو‬‫ق‬ُ‫تو‬ ‫لع‬‫ن‬َ‫جا‬ ‫ذي‬ِ‫ِّي‬‫ي‬‫ي‬‫ل‬َّ‫لع ا‬‫م‬ُ‫تو‬‫ي‬‫ي‬‫ت‬ُ‫تو‬‫ن‬ْ‫َو‬‫أ‬َ‫جا‬ ‫لع‬: ‫لع‬‫ل‬َ‫جا‬ ‫قءا‬َ‫جا‬‫ف‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫م‬‫لع وسل‬‫ه‬‫لع علي‬‫ل‬‫لع ا‬‫ى‬‫لع صل‬‫ل‬ِ‫ِّي‬ ‫لع ا‬‫ل‬ُ‫تو‬ ‫ستو‬ُ‫تو‬ ‫ر‬َ‫جا‬  ‫لع‬
‫م‬ُ‫تو‬‫يتو‬‫ي‬‫ص‬ُ‫تو‬ ‫أ‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ي‬‫ي‬‫ي‬‫ن‬ِّ ‫ك‬ِ‫ِّي‬ ‫ل‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ه‬ُ‫تو‬ ‫ي‬‫ي‬‫ل‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫م‬ْ‫َو‬ ‫ك‬ُ‫تو‬ ‫يءا‬‫ي‬‫ق‬َ‫جا‬‫ت‬ْ‫َو‬‫أ‬َ‫جا‬‫و‬َ‫جا‬  ‫لع‬‫ي‬‫ي‬‫ل‬َِّ‫ِّي‬ِ‫ِّي‬  ‫لع‬‫م‬ْ‫َو‬ ‫ك‬ُ‫تو‬ ‫يءا‬‫ي‬‫ش‬َ‫جا‬ ‫خ‬ْ‫َو‬ ‫أل‬َ‫جا‬  ‫لع‬‫ي‬‫ي‬‫ي‬‫ن‬ِّ ‫إ‬ِ‫ِّي‬ ‫لع‬‫ي‬‫ي‬‫ل‬َِّ‫ِّي‬ ‫وا‬َ‫جا‬  ‫لع‬‫ءا‬‫ي‬‫ي‬‫م‬َ‫جا‬ ‫أ‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ا‬‫ذ‬َ‫جا‬‫ك‬َ‫جا‬ ‫و‬َ‫جا‬  ‫لع‬
‫تي‬ِ‫ِّي‬‫ن‬َّ‫س‬ُ‫تو‬  ‫لع‬‫ن‬ْ‫َو‬ ‫ع‬َ‫جا‬  ‫لع‬‫ب‬َ‫جا‬ ‫غ‬ِ‫ِّي‬ ‫ر‬َ‫جا‬  ‫لع‬‫ن‬ْ‫َو‬ ‫م‬َ‫جا‬ ‫ف‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ء‬َ‫جا‬ ‫سءا‬َ‫جا‬ ‫ن‬ِّ ‫ل‬‫لع ا‬‫ج‬ُ‫تو‬ ‫و‬َّ ‫ز‬َ‫جا‬ ‫ت‬َ‫جا‬‫أ‬َ‫جا‬‫و‬َ‫جا‬  ‫لع‬‫د‬ُ‫تو‬‫ق‬ُ‫تو‬‫ر‬ْ‫َو‬ ‫أ‬َ‫جا‬‫و‬َ‫جا‬  ‫لع‬‫ي‬‫ل‬ِّ ‫ص‬َ‫جا‬ ‫أ‬ُ‫تو‬‫و‬َ‫جا‬  ‫لع‬‫ر‬ُ‫تو‬ ‫ط‬ِ‫ِّي‬ ‫ف‬ْ‫َو‬‫أ‬ُ‫تو‬‫و‬َ‫جا‬  ‫لع‬
‫ني‬ِّ ‫م‬ِ‫ِّي‬  ‫لع‬‫س‬َ‫جا‬ ‫ي‬ْ‫َو‬‫ل‬َ‫جا‬‫ف‬َ‫جا‬.
“Ada tiga orang mendatangi rumah isteri-isteri Nabi Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam
dan bertanya tentang ibadah Nabi Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam. Dan setelah
diberitakan kepada mereka, kesan yang tanpak pada diri mereka, mereka merasa
bahwa hal itu masih (terlalu) sedikit bagi mereka. Mereka berkata, "Ibadah kita tak
ada apa-apanya dibanding (ibadah) Nabi Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam, bukankah
beliau sudah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan juga yang akan datang?"
Salah seorang dari mereka berkata, "Sungguh, aku akan shalat malam selama-
lamanya." Kemudian yang lain berkata, "Kalau aku, maka sungguh, aku akan
berpuasa Dahr (setahun penuh) dan aku tidak akan berbuka." Dan yang lain lagi
berkata, "Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selama-lamanya."
Kemudian datanglah Rasulullah Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam kepada mereka
seraya bertanya: "Kalian berkata begini dan begitu. Ada pun aku, demi Allah,
adalah orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian, dan juga paling
bertakwa. Aku berpuasa dan juga berbuka, aku shalat dan juga tidur serta menikahi
wanita. Barangsiapa yang benci sunnahku, maka bukanlah dari golonganku." (HR
al-Bukhari dari Anas bin Malik, Shahîh al-Bukhâriy, juz II, hal. 7, hadits no.
5063)
3. Tidak Ridha terhadap Ketaatan Yang Dilakukan
Engkau harus tahu bahwa setiap ketaatan yang engkau ridhai,
akanmenjadi beban dosa bagimu, dan setiap kedurhakaan yang dituduhkan
saudaramu kepadamu, maka terimalah tuduhan itu dan anggaplah bahwa
memang itulah yang benar. Sebab keridhaan seorang hamba terhadap
ketaatan dirinya merupakan bukti baik sangka terhadap diri sendiri dan
kebodohannya terhadap hak-hak ubudiyah serta tidak tahu apa yang dituntut
5
Allah darinya, lalu akhirnya melahirkan takabur dan ujub, yang dosanya
lebih besar dari dosa-dosa besar yang nyata, seperti zina, minum khamr, lari
dari medan peperangan dan lain-lainnya. Orang-orang yang memiliki
bashirah justru lebih meningkatkan istighfar setelah mengerjakan berbagai
macam ketaatan, karena mereka menyadari keterbatasannya dalam
melaksanakan ketaatan itu dan merasa belum memenuhi hak-hak Allah
sesuai dengan keagungan-Nya. Allah juga memerintahkan agar Rasulullah
Shallallâhu Alaihi wa Sallam senantiasa memohon ampunan dalam setiap
kesempatan dan sehabis melaksanakan tugas-tugas risalah atau setelah
melaksanakan suatu ibadah. Dalam surat terakhir yang diturunkan, Allah
juga tetap memerintahkan beliau untuk memohon ampunan,
﴿ ‫لع‬‫ح‬ُ‫تو‬ ‫ت‬ْ‫َو‬‫ف‬َ‫جا‬‫ل‬ْ‫َو‬‫ا‬‫و‬َ‫جا‬  ‫لع‬‫ل‬َِّ‫ِّي‬ ‫لع ا‬١‫يي‬‫ي‬‫ف‬ِ‫ِّي‬ ‫لع‬‫ن‬َ‫جا‬ ‫لتو‬ُ‫تو‬‫خ‬ُ‫تو‬ ‫د‬ْ‫َو‬ ‫ي‬‫ي‬‫ي‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫س‬َ‫جا‬ ‫نءا‬َّ‫لع ال‬‫ت‬َ‫جا‬ ‫ي‬ْ‫َو‬‫أ‬َ‫جا‬‫ر‬َ‫جا‬ ‫و‬َ‫جا‬  ‫لع‬﴾
﴿ ‫لع‬‫ءا‬٢ ‫لع‬‫ه‬ُ‫تو‬‫ر‬ْ‫َو‬ ‫ف‬ِ‫ِّي‬‫غ‬ْ‫َو‬ ‫ت‬َ‫جا‬‫س‬ْ‫َو‬ ‫وا‬َ‫جا‬  ‫لع‬‫ك‬َ‫جا‬ ‫ب‬ِّ ‫ر‬َ‫جا‬  ‫لع‬‫د‬ِ‫ِّي‬‫م‬ْ‫َو‬ ‫ح‬َ‫جا‬ ‫ب‬ِ‫ِّي‬ ‫لع‬‫ح‬ْ‫َو‬ ‫ب‬ِّ ‫س‬َ‫جا‬ ‫ف‬َ‫جا‬ ‫لع‬﴾ۚ‫ن‬َ‫جا‬ ‫يءا‬‫ي‬‫ك‬َ‫جا‬  ‫لع‬‫ه‬ُ‫تو‬ ‫ني‬َّ‫إ‬ِ‫ِّي‬ ‫لع‬
﴿ ‫لع‬‫ءا‬‫ب‬ً‫ ا‬‫توا‬َّ ‫ت‬َ‫جا‬٣ ﴾ ‫لع‬
"Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia
masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji
Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Penerima
taubat." (QS an-Nashr/110: 1-3).
Berkaitan dengan dengan QS al-‘Ashr ini, Umar bin al-Khaththab
dan Ibnu Abbas memahami turunnya surat ini sebagai isyarat telah dekatnya
ajal beliau. Seakan-akan Allah hendak memberitahukan hal ini kepada
beliau, dengan memerintahkan agar beliau memohon ampunan setelah
selesai dalam mengerjakan setiap tugasnya. Dengan kata lain, surat ini
semacam pemberitahuan: “Engkau telah selesai dalam mengerjakan
kewajibanmu dan tidak ada lagi kewajiban yang tersisa setelah itu. Maka
jadikanlah istighfâr sebagai kesudahannya. (Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-
Qurân, juz XX, 232)
6
Allah darinya, lalu akhirnya melahirkan takabur dan ujub, yang dosanya
lebih besar dari dosa-dosa besar yang nyata, seperti zina, minum khamr, lari
dari medan peperangan dan lain-lainnya. Orang-orang yang memiliki
bashirah justru lebih meningkatkan istighfar setelah mengerjakan berbagai
macam ketaatan, karena mereka menyadari keterbatasannya dalam
melaksanakan ketaatan itu dan merasa belum memenuhi hak-hak Allah
sesuai dengan keagungan-Nya. Allah juga memerintahkan agar Rasulullah
Shallallâhu Alaihi wa Sallam senantiasa memohon ampunan dalam setiap
kesempatan dan sehabis melaksanakan tugas-tugas risalah atau setelah
melaksanakan suatu ibadah. Dalam surat terakhir yang diturunkan, Allah
juga tetap memerintahkan beliau untuk memohon ampunan,
﴿ ﴿‫ح‬ُ ﴿ ‫ت‬ْ‫ُح‬‫ف‬َ‫ْت‬‫ل‬ْ‫ُح‬‫لا‬‫و‬َ‫ْت‬  ﴿‫لل‬َّ‫ه‬ِ ‫لاَو‬ ‫﴿ لا‬١‫ف ي‬‫ف‬‫ف‬ِ ‫لاَو‬ ﴿‫ن‬َ‫ْت‬ ‫لنو‬ُ ﴿‫خ‬ُ ﴿ ‫د‬ْ‫ُح‬ ‫ف‬‫ف‬‫ي‬َ‫ْت‬ ﴿‫س‬َ‫ْت‬ ‫نءا‬َّ‫ه‬‫ت﴿ لال‬َ‫ْت‬ ‫ي‬ْ‫ُح‬‫أ‬َ‫ْت‬‫ر‬َ‫ْت‬ ‫و‬َ‫ْت‬  ﴿﴾
﴿ ﴿‫ءا‬٢ ﴿‫ه‬ُ ﴿‫ر‬ْ‫ُح‬ ‫ف‬ِ ‫لاَو‬‫غ‬ْ‫ُح‬ ‫ت‬َ‫ْت‬‫س‬ْ‫ُح‬ ‫ولا‬َ‫ْت‬  ﴿‫ك‬َ‫ْت‬ ‫ِب‬ّ‫ َك‬‫ر‬َ‫ْت‬  ﴿‫د‬ِ ‫لاَو‬‫م‬ْ‫ُح‬ ‫ح‬َ‫ْت‬ ‫ِب‬ِ ‫لاَو‬ ﴿‫ح‬ْ‫ُح‬ ‫ِب‬ّ‫ َك‬‫س‬َ‫ْت‬ ‫ف‬َ‫ْت‬ ﴿﴾ۚ‫ن‬َ‫ْت‬ ‫فءا‬‫ف‬‫ك‬َ‫ْت‬  ﴿‫ه‬ُ ﴿ ‫نف‬َّ‫ه‬‫إ‬ِ ‫لاَو‬ ﴿
﴿ ﴿‫ِبءا‬ً‫نولاا‬َّ‫ه‬ ‫ت‬َ‫ْت‬٣ ﴾ ﴿
"Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia
masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji
Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Penerima
taubat." (QS an-Nashr/110: 1-3).
Berkaitan dengan dengan QS al-‘Ashr ini, Umar bin al-Khaththab
dan Ibnu Abbas memahami turunnya surat ini sebagai isyarat telah dekatnya
ajal beliau. Seakan-akan Allah hendak memberitahukan hal ini kepada
beliau, dengan memerintahkan agar beliau memohon ampunan setelah
selesai dalam mengerjakan setiap tugasnya. Dengan kata lain, surat ini
semacam pemberitahuan: “Engkau telah selesai dalam mengerjakan
kewajibanmu dan tidak ada lagi kewajiban yang tersisa setelah itu. Maka
jadikanlah istighfâr sebagai kesudahannya. (Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-
Qurân, juz XX, 232)
6

More Related Content

What's hot

Syari'at . tariqat . hakikat .
Syari'at . tariqat . hakikat .Syari'at . tariqat . hakikat .
Syari'at . tariqat . hakikat .Anwar FN
 
الحال والمقام
الحال والمقامالحال والمقام
الحال والمقامNabilah Karim
 
Mahabbah atau hub
Mahabbah atau hubMahabbah atau hub
Mahabbah atau hub1620119596
 
Tasawuf dan ajaran mahabbah
Tasawuf dan  ajaran mahabbahTasawuf dan  ajaran mahabbah
Tasawuf dan ajaran mahabbahLuwi Darmawan
 
Mahabbatullah (Tasawuf) ~Miylkha & Evrid
Mahabbatullah (Tasawuf) ~Miylkha & EvridMahabbatullah (Tasawuf) ~Miylkha & Evrid
Mahabbatullah (Tasawuf) ~Miylkha & EvridMiylkha Husain
 
(4)amanah allah bagi setiap ruh manusia
(4)amanah allah bagi setiap ruh manusia(4)amanah allah bagi setiap ruh manusia
(4)amanah allah bagi setiap ruh manusiaDr. Maman SW
 
10.konsep taqwa dlm islam
10.konsep taqwa dlm islam10.konsep taqwa dlm islam
10.konsep taqwa dlm islamazizan azfar
 
الحال والمقام (Hal dan Maqam)
الحال والمقام (Hal dan Maqam)الحال والمقام (Hal dan Maqam)
الحال والمقام (Hal dan Maqam)hafizahyamin
 
(4) amanah allah bagi setiap ruh manusia
(4) amanah allah bagi setiap ruh manusia(4) amanah allah bagi setiap ruh manusia
(4) amanah allah bagi setiap ruh manusiaDr. Maman SW
 

What's hot (18)

Syari'at . tariqat . hakikat .
Syari'at . tariqat . hakikat .Syari'at . tariqat . hakikat .
Syari'at . tariqat . hakikat .
 
Modul 12 kb 4
Modul 12 kb 4Modul 12 kb 4
Modul 12 kb 4
 
Tazkiyatun nafs
Tazkiyatun nafsTazkiyatun nafs
Tazkiyatun nafs
 
Maqamat wa Ahwal
Maqamat wa AhwalMaqamat wa Ahwal
Maqamat wa Ahwal
 
الحال والمقام
الحال والمقامالحال والمقام
الحال والمقام
 
Mahabbah atau hub
Mahabbah atau hubMahabbah atau hub
Mahabbah atau hub
 
Tasawuf dan ajaran mahabbah
Tasawuf dan  ajaran mahabbahTasawuf dan  ajaran mahabbah
Tasawuf dan ajaran mahabbah
 
Mahabbatullah (Tasawuf) ~Miylkha & Evrid
Mahabbatullah (Tasawuf) ~Miylkha & EvridMahabbatullah (Tasawuf) ~Miylkha & Evrid
Mahabbatullah (Tasawuf) ~Miylkha & Evrid
 
(4)amanah allah bagi setiap ruh manusia
(4)amanah allah bagi setiap ruh manusia(4)amanah allah bagi setiap ruh manusia
(4)amanah allah bagi setiap ruh manusia
 
Ringkasan Materi PAI Kelas 8 Bab 4 Akhlak Mazmumah
Ringkasan Materi PAI Kelas 8 Bab 4 Akhlak MazmumahRingkasan Materi PAI Kelas 8 Bab 4 Akhlak Mazmumah
Ringkasan Materi PAI Kelas 8 Bab 4 Akhlak Mazmumah
 
10.konsep taqwa dlm islam
10.konsep taqwa dlm islam10.konsep taqwa dlm islam
10.konsep taqwa dlm islam
 
Akhlak Madzmumah
Akhlak MadzmumahAkhlak Madzmumah
Akhlak Madzmumah
 
Presentasi agama
Presentasi agamaPresentasi agama
Presentasi agama
 
الحال والمقام (Hal dan Maqam)
الحال والمقام (Hal dan Maqam)الحال والمقام (Hal dan Maqam)
الحال والمقام (Hal dan Maqam)
 
Mahabbah
MahabbahMahabbah
Mahabbah
 
Modul 14 kb 4
Modul 14 kb 4Modul 14 kb 4
Modul 14 kb 4
 
Syirik bahaya
Syirik bahayaSyirik bahaya
Syirik bahaya
 
(4) amanah allah bagi setiap ruh manusia
(4) amanah allah bagi setiap ruh manusia(4) amanah allah bagi setiap ruh manusia
(4) amanah allah bagi setiap ruh manusia
 

Viewers also liked

Writing narrative reviews-Rossella Ferrari
Writing narrative reviews-Rossella FerrariWriting narrative reviews-Rossella Ferrari
Writing narrative reviews-Rossella FerrariRossella Ferrari
 
SLIDESHARE POWER POINT MARIA BENSHIMOL
SLIDESHARE POWER POINT MARIA BENSHIMOLSLIDESHARE POWER POINT MARIA BENSHIMOL
SLIDESHARE POWER POINT MARIA BENSHIMOLMaria100784
 
Teoría electromagnética. tarea 1
Teoría electromagnética. tarea 1Teoría electromagnética. tarea 1
Teoría electromagnética. tarea 1cleysmed
 
птицы
птицыптицы
птицыredkina
 
Menebas atau ditebas pedang waktu
Menebas atau ditebas pedang waktuMenebas atau ditebas pedang waktu
Menebas atau ditebas pedang waktuMuhsin Hariyanto
 
Yovita kristin (090210302079)
Yovita kristin (090210302079)Yovita kristin (090210302079)
Yovita kristin (090210302079)Vichrista Arista
 
Peringatan malam nishfu sya'ban
Peringatan malam nishfu sya'banPeringatan malam nishfu sya'ban
Peringatan malam nishfu sya'banMuhsin Hariyanto
 
Group2 china
Group2 chinaGroup2 china
Group2 chinaKNUFE1
 
Bádminton presentacion
Bádminton presentacionBádminton presentacion
Bádminton presentacioninma2001
 
areas bajo regimen de administracion especial
areas bajo regimen  de administracion especialareas bajo regimen  de administracion especial
areas bajo regimen de administracion especialLuismarcampos
 
Ashish Dhawan - Designing Philanthropy For Impact: Education
Ashish Dhawan - Designing Philanthropy For Impact: EducationAshish Dhawan - Designing Philanthropy For Impact: Education
Ashish Dhawan - Designing Philanthropy For Impact: Educationdvarad09
 
Irena measuring the-economics-2016
Irena measuring the-economics-2016Irena measuring the-economics-2016
Irena measuring the-economics-2016Grupa PTWP S.A.
 

Viewers also liked (17)

Writing narrative reviews-Rossella Ferrari
Writing narrative reviews-Rossella FerrariWriting narrative reviews-Rossella Ferrari
Writing narrative reviews-Rossella Ferrari
 
SLIDESHARE POWER POINT MARIA BENSHIMOL
SLIDESHARE POWER POINT MARIA BENSHIMOLSLIDESHARE POWER POINT MARIA BENSHIMOL
SLIDESHARE POWER POINT MARIA BENSHIMOL
 
Teoría electromagnética. tarea 1
Teoría electromagnética. tarea 1Teoría electromagnética. tarea 1
Teoría electromagnética. tarea 1
 
птицы
птицыптицы
птицы
 
Menebas atau ditebas pedang waktu
Menebas atau ditebas pedang waktuMenebas atau ditebas pedang waktu
Menebas atau ditebas pedang waktu
 
employee of the year
employee of the yearemployee of the year
employee of the year
 
la web 2.0
la web 2.0la web 2.0
la web 2.0
 
Yovita kristin (090210302079)
Yovita kristin (090210302079)Yovita kristin (090210302079)
Yovita kristin (090210302079)
 
Peringatan malam nishfu sya'ban
Peringatan malam nishfu sya'banPeringatan malam nishfu sya'ban
Peringatan malam nishfu sya'ban
 
Group2 china
Group2 chinaGroup2 china
Group2 china
 
Natale a scuola
Natale a scuolaNatale a scuola
Natale a scuola
 
Bádminton presentacion
Bádminton presentacionBádminton presentacion
Bádminton presentacion
 
Projeto - Módulo I
Projeto - Módulo IProjeto - Módulo I
Projeto - Módulo I
 
areas bajo regimen de administracion especial
areas bajo regimen  de administracion especialareas bajo regimen  de administracion especial
areas bajo regimen de administracion especial
 
Khutbah nikah farisa
Khutbah nikah farisaKhutbah nikah farisa
Khutbah nikah farisa
 
Ashish Dhawan - Designing Philanthropy For Impact: Education
Ashish Dhawan - Designing Philanthropy For Impact: EducationAshish Dhawan - Designing Philanthropy For Impact: Education
Ashish Dhawan - Designing Philanthropy For Impact: Education
 
Irena measuring the-economics-2016
Irena measuring the-economics-2016Irena measuring the-economics-2016
Irena measuring the-economics-2016
 

Similar to Pilar pilar muhasabah

Similar to Pilar pilar muhasabah (20)

Pilar pilar muhasabah
Pilar pilar muhasabahPilar pilar muhasabah
Pilar pilar muhasabah
 
Pilar pilar muhasabah
Pilar pilar muhasabahPilar pilar muhasabah
Pilar pilar muhasabah
 
Makalah "Taqwa"
Makalah "Taqwa"Makalah "Taqwa"
Makalah "Taqwa"
 
Bersihkan hati menuju fitrah insani umy
Bersihkan hati menuju fitrah insani umyBersihkan hati menuju fitrah insani umy
Bersihkan hati menuju fitrah insani umy
 
ust dwi-condro-triono-qadha-dan-qadar
ust dwi-condro-triono-qadha-dan-qadarust dwi-condro-triono-qadha-dan-qadar
ust dwi-condro-triono-qadha-dan-qadar
 
Materi 10. qodlo qodar
Materi 10. qodlo qodarMateri 10. qodlo qodar
Materi 10. qodlo qodar
 
toaz.info-iman-kepada-qadha-dan-qadar-baruppt-pr_6ffb47f43e70a92e5641e8ad35f8...
toaz.info-iman-kepada-qadha-dan-qadar-baruppt-pr_6ffb47f43e70a92e5641e8ad35f8...toaz.info-iman-kepada-qadha-dan-qadar-baruppt-pr_6ffb47f43e70a92e5641e8ad35f8...
toaz.info-iman-kepada-qadha-dan-qadar-baruppt-pr_6ffb47f43e70a92e5641e8ad35f8...
 
Kuliah hadith 32,33 sabar
Kuliah hadith 32,33 sabarKuliah hadith 32,33 sabar
Kuliah hadith 32,33 sabar
 
Multi Artikel Religius Islam
Multi Artikel Religius Islam Multi Artikel Religius Islam
Multi Artikel Religius Islam
 
Kumpulan Artikel Islami
Kumpulan Artikel IslamiKumpulan Artikel Islami
Kumpulan Artikel Islami
 
Makalah pai kelas 1 a
Makalah pai kelas 1 aMakalah pai kelas 1 a
Makalah pai kelas 1 a
 
10 Kunci Tazkiyatun Nafs
10 Kunci Tazkiyatun Nafs10 Kunci Tazkiyatun Nafs
10 Kunci Tazkiyatun Nafs
 
Firar
FirarFirar
Firar
 
Makalah pai kelas 1 a
Makalah pai kelas 1 aMakalah pai kelas 1 a
Makalah pai kelas 1 a
 
(21) seruling kearifan
(21) seruling kearifan(21) seruling kearifan
(21) seruling kearifan
 
2.5 kalimatullahi hiyal 'ulya
2.5 kalimatullahi hiyal 'ulya2.5 kalimatullahi hiyal 'ulya
2.5 kalimatullahi hiyal 'ulya
 
Keutamaan sayyidul istighfar 01
Keutamaan sayyidul istighfar 01Keutamaan sayyidul istighfar 01
Keutamaan sayyidul istighfar 01
 
Hari Raya Orang Mukmin.pptx
Hari Raya Orang Mukmin.pptxHari Raya Orang Mukmin.pptx
Hari Raya Orang Mukmin.pptx
 
Kelompok 1 Al-Quran.pptx
Kelompok 1 Al-Quran.pptxKelompok 1 Al-Quran.pptx
Kelompok 1 Al-Quran.pptx
 
(21) seruling kearifan
(21) seruling kearifan(21) seruling kearifan
(21) seruling kearifan
 

More from Muhsin Hariyanto

Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahMuhsin Hariyanto
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Muhsin Hariyanto
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanMuhsin Hariyanto
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMuhsin Hariyanto
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Muhsin Hariyanto
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabulMuhsin Hariyanto
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamMuhsin Hariyanto
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifMuhsin Hariyanto
 

More from Muhsin Hariyanto (20)

Khutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 hKhutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 h
 
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
 
Etika dalam berdoa
Etika dalam berdoaEtika dalam berdoa
Etika dalam berdoa
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul
 
Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)
 
Strategi dakwah
Strategi dakwahStrategi dakwah
Strategi dakwah
 
Sukses karena kerja keras
Sukses karena kerja kerasSukses karena kerja keras
Sukses karena kerja keras
 
Opini dul
Opini   dulOpini   dul
Opini dul
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayam
 
Tentang diri saya
Tentang diri sayaTentang diri saya
Tentang diri saya
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
 
Ketika kita gagal
Ketika kita gagalKetika kita gagal
Ketika kita gagal
 
Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!
 
Gatotkaca winisuda
Gatotkaca winisudaGatotkaca winisuda
Gatotkaca winisuda
 

Pilar pilar muhasabah

  • 1. Pilar-pilar Muhasabah Siapa pun yang mengadakan perjalanan menuju ke hadirat Allah tidak akan pernah lepas dari empat macam persinggahan, yaitu al-yaqzhah (kegalauan hati setelah terjaga dari tidur yang lelap), al-bashîrah (cahaya di dalam hati untuk melihat janji dan ancaman, surga dan neraka, apa yang telah dijanjikan Allah terhadap para wali dan musuh-Nya), al-fikrah (pandangan hati yang hanya tertuju ke sesuatu yang hendak dicari, sekalipun dia belum memiliki gambaran jalan yang menghantarkannya ke sana) dan al-‘azm (tekad yang bulat untuk melakukan perjalanan, siap menghadapi segala rintangan dan mencari penuntun yang dapat menghantarkannya ke tujuan yang hendak dicapai olehnya). (Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madarijus Sâlikîn, juz I, hal.169) Empat persinggahan ini tak ubahnya pilar bagi suatu bangunan. Perjalanan tidak akan sampai kepada-Nya kecuali dengan melewati empat persinggahan ini, tak ubahnya perjalanan secara nyata yang harus melewati beberapa etape. Orang yang hanya menetap di kampung halaman-nya, tidak berpikir untuk mengadakan perjalanan kecuali dia sadar dari kelalaiannya untuk mengadakan perjalanan. Jika sudah memiliki kesadaran, maka dia harus mengetahui segala urusan tentang perjalanannya, bahaya, manfaat dan kemaslahatannya. Kemudian dia berpikir untuk mengadakan persiapan dan mencari bekal. Kemudian dia harus memiliki tekad yang bulat. Jika tekad dan maksudnya sudah bulat, maka dia mulai beralih ke persinggahan muhasabah, atau memilah antara bagiannya dan kewajibannya. Dia boleh mengambil apa yang menjadi bagiannya dan harus melaksanakan kewajibannya. Sebab dia akan mengadakan perjalanan dan tidak akan kembali lagi. Dari muhasabah dia beralih ke taubah. Sebab jika dia sudah menghisab dirinya, tentu dia akan mengetahui hak yang harus dia penuhi, lalu keluar untuk memberikan hak itu kepada yang berhak menerimanya. Inilah hakikat taubat. Tetapi dengan mendahulukan muhasabah akan menjadi lebih baik. Kalaupun mendahulukannya juga tidak apa-apa, karena muhasabah tak bisa dilakukan kecuali setelah ada taubat yang sebenarnya. Yang pasti, taubat itu ada di antara dua muhasabah, yaitu muhasabah sebelum taubat yang hukumnya wajib dan muhasabah sesudah taubat yang hukumnya harus tetap dijaga. Taubat akan tetap terjaga jika berada di antara dua muhasabah ini, sebagaimana yang ditunjukkan firman Allah, ۖ‫د‬ٍ ۖ‫غ‬‫غ‬‫غ‬َ‫ٍد‬ ‫ل‬ِ‫غ‬ ۖ‫ت‬ْ ‫ل‬ ‫م‬َ‫ٍد‬ ‫د‬َّ‫م‬‫غ‬‫غ‬‫ق‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ق ا‬‫غ‬‫غ‬‫م‬َّ‫م‬ ۖ‫س‬ٌ ‫م‬ ‫غ‬‫غ‬‫ف‬ْ ‫ل‬‫ن‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ر‬ْ ‫ل‬ ‫غ‬‫غ‬‫ظ‬ُ‫ر‬ ‫تظن‬َ‫ٍد‬‫ل‬ْ ‫ل‬‫و‬َ‫ٍد‬ ۖ‫غ‬‫غ‬‫لل‬َّ‫م‬َ‫ٍد‬ ‫غاواۖ ا‬‫غ‬‫ق‬ُ‫ر‬‫ت‬َّ‫م‬‫ظناواۖ ا‬ُ‫مر‬َ‫ٍد‬ ‫نۖ آ‬َ‫ٍد‬ ‫ذني‬ِ‫غ‬‫ل‬َّ‫م‬‫ا‬ ۖ‫ق ا‬‫ه‬َ‫ٍد‬ ‫ني‬ُّ‫ه‬‫أ‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ق ا‬‫ني‬َ‫ٍد‬ۖ ۖ ۖ‫لل‬َّ‫م‬َ‫ٍد‬ ‫قاواۖ ا‬ُ‫ر‬‫ت‬َّ‫م‬‫وا‬َ‫ٍد‬ۚ‫ن‬َ‫ٍد‬ ‫لاو‬ُ‫ر‬‫م‬َ‫ٍد‬ ‫ع‬ْ ‫ل‬ ‫ت‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ق ا‬‫م‬َ‫ٍد‬ ‫ب‬ِ‫غ‬ ۖ‫ر‬ٌ ‫م‬ ‫بري‬ِ‫غ‬‫خ‬َ‫ٍد‬ ۖ‫لل‬َّ‫م‬َ‫ٍد‬ ‫نۖ ا‬َّ‫م‬ ‫إ‬ِ‫غ‬ ۖ "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan 1
  • 2. bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS al-Hasyr/59: 18). Maksud "memerhatikan" dalam ayat ini ialah memerhatikan kelengkapan persiapan untuk menyongsong hari akhirat, mendahulukan apa yang bisa menyelamatkannya dari siksa Allah, agar wajahnya menjadi bersih di sisi Allah. Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah Shallallâhu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‫ن‬ْ ‫ل‬ ‫مغ‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ز‬ُ‫ر‬ ‫ج‬ِ‫غ‬ ‫ق ا‬‫غ‬‫غ‬‫ع‬َ‫ٍد‬ ‫ل‬ْ ‫ل‬‫ا‬‫و‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ت‬ِ‫غ‬ ‫او‬ْ ‫ل‬ ‫مغ‬َ‫ٍد‬ ‫ل‬ْ ‫ل‬‫ا‬ ۖ‫د‬َ‫ٍد‬‫غ‬‫غ‬‫ع‬ْ ‫ل‬ ‫ب‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ق ا‬‫غ‬‫م‬َ‫ٍد‬ ‫ل‬ِ‫غ‬ ۖ‫ل‬َ‫ٍد‬ ‫مغ‬ِ‫غ‬ ‫ع‬َ‫ٍد‬ ‫و‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ه‬ُ‫ر‬ ‫س‬َ‫ٍد‬ ‫ف‬ْ ‫ل‬‫ن‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ن‬َ‫ٍد‬ ‫دا‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ن‬ْ ‫ل‬ ‫م‬َ‫ٍد‬ ۖ‫س‬ُ‫ر‬ ‫ري‬ِّ‫كس‬َ‫ٍد‬ ‫ل‬ْ ‫ل‬‫ا‬ ۖ ‫لل‬َّ‫م‬ِ‫غ‬ ‫ل ىۖ ا‬َ‫ٍد‬‫ع‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ظن ى‬َّ‫مم‬َ‫ٍد‬ ‫ت‬َ‫ٍد‬‫و‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ق ا‬‫ه‬َ‫ٍد‬ ‫اوا‬َ‫ٍد‬ ‫ه‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ه‬ُ‫ر‬ ‫س‬َ‫ٍد‬ ‫ف‬ْ ‫ل‬‫ن‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ع‬َ‫ٍد‬ ‫ب‬َ‫ٍد‬‫ت‬ْ ‫ل‬‫أ‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ل‬َ‫ٍد‬ ‫ق ا‬‫غ‬‫غ‬‫ق‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ن‬ٌ ‫م‬ ‫غ‬‫غ‬‫س‬َ‫ٍد‬ ‫ح‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ث‬ٌ ‫م‬ ‫دني‬ِ‫غ‬‫ح‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ذا‬َ‫ٍد‬‫ه‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ل‬َ‫ٍد‬ ‫ق ا‬‫ق‬َ‫ٍد‬ ۖ ‫ل‬َ‫ٍد‬ ‫بغغ‬ْ ‫ل‬‫ق‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ق ا‬‫ري‬َ‫نٍد‬ْ ‫ل‬‫د‬ُّ‫ه‬‫ف يۖ ال‬ِ‫غ‬ ۖ‫ه‬ُ‫ر‬ ‫س‬َ‫ٍد‬ ‫ف‬ْ ‫ل‬‫ن‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ب‬َ‫ٍد‬ ‫س‬َ‫ٍد‬ ‫ق ا‬‫ح‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ل‬ُ‫ر‬ ‫قاو‬ُ‫ر‬‫ني‬َ‫هۖ ٍد‬ُ‫ر‬ ‫س‬َ‫ٍد‬ ‫ف‬ْ ‫ل‬‫ن‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ن‬َ‫ٍد‬ ‫دا‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ن‬ْ ‫ل‬ ‫م‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ه‬ِ‫غ‬ ‫ل‬ِ‫غ‬‫او‬ْ ‫ل‬ ‫ق‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ظن ى‬َ‫عٍد‬ْ ‫ل‬ ‫م‬َ‫ٍد‬ ‫و‬َ‫ٍد‬ ۖ ‫ل‬َ‫ٍد‬ ‫ق ا‬‫غ‬‫غ‬‫ق‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ب‬ِ‫غ‬ ‫ق ا‬‫غ‬‫غ‬‫ط‬َّ‫م‬ ‫خ‬َ‫ٍد‬ ‫ل‬ْ ‫ل‬‫ا‬ ۖ‫ن‬ِ‫غ‬ ‫غ‬‫غ‬‫ب‬ْ ‫ل‬ ۖ‫ر‬َ‫ٍد‬ ‫م‬َ‫ٍد‬ ‫ع‬ُ‫ر‬ ۖ‫ن‬ْ ‫ل‬ ‫ع‬َ‫ٍد‬ ۖ‫و ى‬َ‫ٍد‬ ‫ر‬ْ ‫ل‬ ‫ني‬ُ‫ور‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ة‬ِ‫غ‬ ‫م‬َ‫ٍد‬ ‫ق ا‬‫ري‬َ‫قٍد‬ِ‫غ‬‫ل‬ْ ‫ل‬‫ا‬ ۖ‫م‬َ‫ٍد‬‫او‬ْ ‫ل‬ ‫ني‬َ‫بۖ ٍد‬َ‫ٍد‬ ‫س‬َ‫ٍد‬ ‫ق ا‬‫ح‬َ‫ٍد‬ ‫ني‬ُ‫نۖ ر‬ْ ‫ل‬ ‫أ‬َ‫ٍد‬ ۖ ‫ر‬ِ‫غ‬ ‫غ‬‫غ‬‫ب‬َ‫ٍد‬‫ك‬ْ ‫ل‬ ‫ل‬ْ ‫ل‬َ‫ٍد‬ ‫ضۖ ا‬ِ‫غ‬ ‫ر‬ْ ‫ل‬ ‫غ‬‫غ‬‫ع‬َ‫ٍد‬ ‫ل‬ْ ‫ل‬‫ل‬ِ‫غ‬ ۖ‫غاوا‬‫غ‬‫ظن‬ُ‫نير‬َّ‫زم‬َ‫ٍد‬ ‫ت‬َ‫ٍد‬‫و‬َ‫ٍد‬ ۖ‫باوا‬ُ‫ر‬‫غ‬‫غ‬‫س‬َ‫ٍد‬ ‫ق ا‬‫ح‬َ‫ٍد‬ ‫ت‬ُ‫ر‬ ۖ‫ن‬ْ ‫ل‬ ‫أ‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ل‬َ‫ٍد‬ ‫غ‬‫غ‬‫ب‬ْ ‫ل‬‫ق‬َ‫ٍد‬ ۖ‫م‬ْ ‫ل‬ ‫ك‬ُ‫ر‬ ‫س‬َ‫ٍد‬ ‫ف‬ُ‫ر‬‫ن‬ْ ‫ل‬‫أ‬َ‫ٍد‬ ۖ‫باوا‬ُ‫ر‬‫س‬ِ‫غ‬ ‫ق ا‬‫ح‬َ‫ٍد‬ ۖ ‫غ ي‬‫غ‬‫ف‬ِ‫غ‬ ۖ‫ه‬ُ‫ر‬ ‫سغ‬َ‫ٍد‬ ‫ف‬ْ ‫ل‬‫ن‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ب‬َ‫ٍد‬ ‫غ‬‫غ‬‫س‬َ‫ٍد‬ ‫ق ا‬‫ح‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ن‬ْ ‫ل‬ ‫م‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ل ى‬َ‫ٍد‬‫ع‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ة‬ِ‫غ‬ ‫م‬َ‫ٍد‬ ‫ق ا‬‫ري‬َ‫قٍد‬ِ‫غ‬‫ل‬ْ ‫ل‬‫ا‬ ۖ‫م‬َ‫ٍد‬‫او‬ْ ‫ل‬ ‫ني‬َ‫بۖ ٍد‬ُ‫ر‬ ‫ق ا‬‫س‬َ‫ٍد‬ ‫ح‬ِ‫غ‬ ‫ل‬ْ ‫ل‬‫ا‬ ۖ‫ف‬ُّ‫ه‬ ‫خ‬ِ‫غ‬ ‫ني‬َ‫ق اۖ ٍد‬‫م‬َ‫ٍد‬ ‫ن‬َّ‫م‬‫إ‬ِ‫غ‬‫و‬َ‫ٍد‬ ۖ ‫ق ا‬‫غ‬‫غ‬‫ري‬ًّ‫قا‬ِ‫غ‬‫ت‬َ‫ٍد‬ ۖ‫د‬ُ‫ر‬‫ب‬ْ ‫ل‬‫ع‬َ‫ٍد‬ ‫ل‬ْ ‫ل‬‫ا‬ ۖ‫ن‬ُ‫ر‬ ‫كاو‬ُ‫ر‬ ‫ني‬َ‫لۖ ٍد‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ل‬َ‫ٍد‬ ‫ق ا‬‫ق‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ن‬َ‫ٍد‬ ‫را‬َ‫ٍد‬ ‫ه‬ْ ‫ل‬ ‫م‬ِ‫غ‬ ۖ‫ن‬ِ‫غ‬ ‫ب‬ْ ‫ل‬ ۖ‫ن‬ِ‫غ‬ ‫ماو‬ُ‫ر‬ ‫ري‬ْ ‫مل‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ن‬ْ ‫ل‬ ‫ع‬َ‫ٍد‬ ۖ‫و ى‬َ‫ٍد‬ ‫ر‬ْ ‫ل‬ ‫ني‬ُ‫ور‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ق ا‬‫ري‬َ‫نٍد‬ْ ‫ل‬‫د‬ُّ‫ه‬‫ۖ ال‬ ‫ه‬ُ‫ر‬ ‫مغ‬ُ‫ر‬ ‫ع‬َ‫ٍد‬ ‫ط‬ْ ‫ل‬ ‫م‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ن‬َ‫ٍد‬ ‫نيغ‬ْ ‫أل‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ن‬ْ ‫ل‬ ‫مغ‬ِ‫غ‬ ۖ‫ه‬ُ‫ر‬ ‫ك‬َ‫ٍد‬ ‫رني‬ِ‫غ‬ ‫شغ‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ب‬ُ‫ر‬ ‫سغ‬ِ‫غ‬ ‫ق ا‬‫ح‬َ‫ٍد‬ ‫ني‬ُ‫ق اۖ ر‬‫غ‬‫م‬َ‫ٍد‬ ‫ك‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ه‬ُ‫ر‬ ‫سغ‬َ‫ٍد‬ ‫ف‬ْ ‫ل‬‫ن‬َ‫ٍد‬ ۖ‫ب‬َ‫ٍد‬ ‫س‬ِ‫غ‬ ‫ق ا‬‫ح‬َ‫ٍد‬ ‫ني‬ُ‫ت ىۖ ر‬َّ‫م‬‫ح‬َ‫ٍد‬ ۖ ‫ه‬ُ‫ر‬ ‫س‬ُ‫ر‬ ‫ب‬َ‫ٍد‬‫ل‬ْ ‫ل‬‫م‬َ‫ٍد‬ ‫و‬َ‫ٍد‬ "Orang yang cerdas adalah orang yang memersiapkan dirinya dan beramal untuk hari setelah kematian, sedangkan orang yang bodoh adalah orang jiwanya mengikuti hawa nafsunya dan berangan angan kepada Allah." Dia (At-Tirmidzi) berkata: Hadits ini hasan; dia berkata: maksud sabda Nabi "Orang yang memersiapkan diri", dia berkata, yaitu: orang yang selalu mengoreksi dirinya pada waktu di dunia sebelum dihisab pada hari Kiamat. Dan telah diriwayatkan dari Umar bin al- Khaththab dia berkata: hisablah (hitunglah) diri kalian sebelum kalian dihitung dan persiapkanlah untuk hari semua dihadapkan (kepada Rabb Yang Maha Agung), hisab (perhitungan) akan ringan pada hari kiamat bagi orang yang selalu menghisab dirinya ketika di dunia." Dan telah diriwayatkan dari Maimun bin Mihran dia berkata: Seorang hamba tidak akan bertakwa hingga dia menghisab dirinya sebagaimana dia menghisab temannya dari mana dia mendapatkan makan dan pakaiannya." (HR at-Tirmidzi dari Syaddad bin Aus, Sunan at-Tirmidzi, juz IV, hal. 219, hadits no. 2459) Menurut Syaikh Abu Isma'il Abdullah al-Ansari al-Harawi (wafat 481 H./1088 M.), penulis kitab Manâzilus-Sâ'irîn, bahwa pilar yang 2
  • 3. menopang muhasabah itu ada tiga (Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madarijus Sâlikîn, juz I, hal. 170), yaitu: 1. Membandingkan antara Nikmat Allah dan Kejahatanmu Maksudnya, engkau harus membandingkan apa yang berasal dari Allah dan apa yang berasal dari dirimu. Dengan begitu engkau akan mengetahui letak ketimpangannya, dan engkau juga akan mengetahui bahwa di sana hanya ada ampunan dan rahmat Allah di satu sisi, dan di sisi lain adalah kehancuran dan kerusakan. Dengan membandingkan seperti ini engkau bisa mengetahui bahwa Allah adalah Allah dalam pengertian yang sebenarnya, dan hamba adalah hamba dalam pengertian yang sebenarnya. Engkau juga akan mengetahui hakikat jiwa dan sifat-sifatnya, keagungan Rubûbiyyah Allah, hanya Allahlah yang memiliki kesempumaan, setiap nikmat berasal dari-Nya sebagai karunia, dan siksaan juga berasal dari-Nya yang ditimpakan secara adil. Jika engkau tidak membuat perbandingan seperti ini, tentu engkau tidak akan bisa mengetahui hakikat dirimu sendiri dan Rubûbiyyah Pencipta jiwamu. Jika engkau membuat perbandingan seperti ini, maka engkau akan tahu bahwa jiwamu adalah sumber segala kejahatan dan kekurangan. Sedangkan hukum yang dimilikinya adalah kebodohan dan kezhaliman. Andaikan tidak karena karunia Allah dan rahmat-Nya yang mensucikan jiwa itu, tentu ia tidak akan menjadi suci sama sekali. Kemudian engkau juga bisa membandingkan antara kebaikan dan keburukan. Sehingga dengan membandingkan ini engkau bisa mengetahui mana yang lebih banyak dan mana yang lebih dominan di antara keduanya. Perbandingan yang kedua ini merupakan perbandingan antara perbuatanmu dan apa yang datang dari dirimu secara khusus. Seseorang tidak bisa membuat perbandingan ini jika dia tidak memiliki tiga indikator: a. Cahaya hikmah b. Buruk sangka terhadap diri sendiri c. Membedakan antara nikmat dan ujian. Cahaya hikmah merupakan cahaya yang disusupkan Allah ke dalam hati orang-orang yang mengikuti para rasul. Dengan kata lain, cahaya hikmah adalah ilmu yang dimiliki seseorang sehingga dia bisa membedakan antara yang haq (benar) dan bâthil (salah), petunjuk dan kesesatan, mudharat dan manfaat, yang sempurna dan yang kurang, yang baik dan yang buruk. Dengan cahaya hikmah ini seseorang bisa melihat tingkatan-tingkatan amal, mana yang harus dipentingkan dan mana yang tidak dipentingkan, mana yang harus diterima dan mana yang ditolak. Jika cahaya ini kuat, maka 3
  • 4. muhasabah juga akan kuat dan sempurna. Buruk sangka terhadap diri sendiri amat diperlukan, sebab baik sangka terhadap diri sendiri akan menghalangi koreksi dan kerancuan, sehingga dia melihat keburukan sebagai kebaikan, aib sebagai kesempumaan. Membedakan nikmat dari ujian, artinya membedakan nikmat yang dilihatnya sebagai kebaikan dan kasih sayang Allah serta yang bisa membawanya kepada kenikmatan yang abadi, dan membedakannya dengan nikmatyang hanya sekadar sebagai tipuan. Sebab berapa banyak orang yang tertipu dengan nikmat, sementara dia tidak menyadarinya, tertipu oleh pujian orang-orang bodoh, terpedaya oleh limpahan Allah, dan justru kebanyakan manusia termasuk dalam kelompok yang kedua ini. Tiga indikator ini merupakan tanda kebahagiaan dan keselamatan. Jika tiga hal ini dilaksanakan secara sempurna, maka seseorang bisa mengetahui nikmat Allah yang sebenarnya. Selain itu ada ujian yang berupa nikmat atau cobaan berupa limpahan pemberian. Maka hendaklah setiap orang mewaspadai hal ini, sebab dia berada di antara anugerah dan hujjah, dan banyak orang yang timpang dalam membedakan dua hal ini. 2. Membedakan antara Bagian dan Kewajiban Harus ada pemilahan antara hak-hak yang harus engkau penuhi, seperti kewajiban-kewajiban ibadah, ketaatan dan menjauhi kedurhakaan, dan hak yang menjadi bagianmu. Apa yang menjadi bagianmu adalah mubah menurut ketetapan syariat, dan apa yang menjadi kewajibanmu harus engkau penuhi dan engkau harus memberikan hak kepada siapa pun yang berhak menerimanya. Banyak orang yang mencampur aduk antara kewajiban dan hak-nya, sehingga dia sendiri menjadi kebingungan antara mengerjakan dan meninggalkan. Banyak orang yang sebenarnya dia boleh mengerjakan sesuatu namun dia justru meninggalkannya, seperti orang yang rajin beribadah dengan meninggalkan apa yang sebenarnya boleh dia kerja- kan, seperti meninggalkan hal-hal yang mubah, karena dia mengira bahwa hal itu tidak boleh dia kerjakan. Begitu pula sebaliknya, orang yang rajin beribadah dengan mengerjakan sesuatu yang sebenarnya harus dia tinggalkan, karena dia mengira hal itu merupakan haknya. Yang pertama seperti orang yang rajin beribadah dengan tidak mau menikah, tidak mau memakan daging, buah-buah, makanan yang lezat dan pakaian yang bagus. Karena kebodohannya dia mengira bahwa semua itu merupakan larangan baginya, sehingga dia harus meninggalkannya, atau dia berpendapat bahwa dengan meninggalkannya akan membuat ibadahnya bertambah afdhal. Dalam Ash-Shahih disebutkan pengingkaran Nabi Muhammad Shallallâhu ‘Alaihi wa Sallam terhadap beberapa shahabat yang tidak mau menikahi wanita, terus-menerus berpuasa dan shalat malam. Yang kedua seperti orang yang rajin beribadah, namun bernuansa bid'ah. Dia melihat cara ibadahnya itu benar, karena begitulah yang banyak dilakukan orang. Sebagaima sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Anas bin Malik, 4
  • 5. ‫يه‬‫ي‬‫لع علي‬‫ي‬‫ي‬‫لع ال‬‫ى‬‫يل‬‫ي‬‫لع ص‬‫ي‬ِّ ‫ي‬‫ي‬‫ب‬ِ‫ِّي‬‫ن‬َّ‫لع ال‬‫ج‬ِ‫ِّي‬ ‫وا‬َ‫جا‬ ‫ز‬ْ‫َو‬ ‫أ‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ت‬ِ‫ِّي‬ ‫يتو‬‫ي‬‫ي‬ُ‫تو‬‫ب‬ُ‫تو‬ ‫لع‬‫ى‬‫ي‬‫ي‬‫ل‬َ‫جا‬‫إ‬ِ‫ِّي‬ ‫لع‬‫ط‬ٍ ‫إ‬ ‫ي‬‫ي‬‫ه‬ْ‫َو‬ ‫ر‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ة‬ُ‫تو‬ ‫ث‬َ‫جا‬‫ال‬َ‫جا‬ ‫ث‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ء‬َ‫جا‬ ‫جءا‬َ‫جا‬ ‫لع‬ ‫وسلم‬‫يءا‬‫ي‬‫م‬َّ ‫ل‬َ‫جا‬‫ف‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫م‬‫يل‬‫ي‬‫لع وس‬‫ه‬‫ي‬‫ي‬‫لع علي‬‫ي‬‫ي‬‫لع ال‬‫ى‬‫يل‬‫ي‬‫لع ص‬‫ي‬ِّ ‫ي‬‫ي‬‫ب‬ِ‫ِّي‬‫ن‬َّ‫لع ال‬‫ة‬ِ‫ِّي‬‫د‬َ‫جا‬‫بءا‬َ‫جا‬‫ع‬ِ‫ِّي‬ ‫لع‬‫ن‬ْ‫َو‬ ‫ع‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ن‬َ‫جا‬ ‫لتو‬ُ‫تو‬‫أ‬َ‫جا‬‫س‬ْ‫َو‬ ‫ي‬َ‫جا‬ ‫لع‬ ‫ي‬‫ي‬‫لع ال‬‫ى‬‫يل‬‫ي‬‫لع ص‬‫ي‬ِّ ‫ب‬ِ‫ِّي‬‫ن‬َّ‫لع ال‬‫ن‬َ‫جا‬ ‫م‬ِ‫ِّي‬ ‫لع‬‫ن‬ُ‫تو‬ ‫ح‬ْ‫َو‬ ‫ن‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ن‬َ‫جا‬ ‫ي‬ْ‫َو‬‫أ‬َ‫جا‬‫و‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ا‬‫لتو‬ُ‫تو‬‫ءا‬‫ق‬َ‫جا‬‫ف‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ءا‬‫ه‬َ‫جا‬ ‫لتو‬ُّ‫قءا‬َ‫جا‬‫ت‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫م‬ْ‫َو‬ ‫ه‬ُ‫تو‬ ‫ن‬َّ‫أ‬َ‫جا‬‫ك‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ا‬‫رو‬ُ‫تو‬ ‫ب‬ِ‫ِّي‬‫خ‬ْ‫َو‬ ‫أ‬ُ‫تو‬ ‫لع‬ ‫م‬ْ‫َو‬ ‫ه‬ُ‫تو‬ ‫د‬ُ‫تو‬‫ح‬َ‫جا‬ ‫أ‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ل‬َ‫جا‬ ‫قءا‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ر‬َ‫جا‬ ‫خ‬َّ ‫أ‬َ‫جا‬‫ت‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ءا‬‫م‬َ‫جا‬ ‫و‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ه‬ِ‫ِّي‬ ‫ب‬ِ‫ِّي‬‫ن‬ْ‫َو‬‫ذ‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ن‬ْ‫َو‬ ‫م‬ِ‫ِّي‬ ‫لع‬‫م‬َ‫جا‬‫د‬َّ‫ق‬َ‫جا‬‫ت‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ءا‬‫م‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ه‬ُ‫تو‬ ‫ل‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ر‬َ‫جا‬ ‫ف‬ِ‫ِّي‬‫غ‬ُ‫تو‬ ‫لع‬‫د‬ْ‫َو‬ ‫ق‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫م‬‫لع وسل‬‫ه‬‫لع علي‬ ، ‫لع‬‫ر‬َ‫جا‬ ‫ه‬ْ‫َو‬ ‫د‬َّ‫لع الي‬‫م‬ُ‫تو‬‫صيتو‬ُ‫تو‬ ‫أ‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ءا‬‫ني‬َ‫جا‬‫أ‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ر‬ُ‫تو‬ ‫خي‬َ‫جا‬ ‫لع آ‬‫ل‬َ‫جا‬ ‫قءا‬َ‫جا‬‫و‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ا‬‫د‬ً‫ ا‬‫ب‬َ‫جا‬‫أ‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ل‬َ‫جا‬ ‫ي‬ْ‫َو‬‫ل‬َّ‫ل‬‫لع ا‬‫ي‬‫ل‬ِّ ‫ص‬َ‫جا‬ ‫أ‬ُ‫تو‬ ‫لع‬‫ي‬‫ن‬ِّ ‫إ‬ِ‫ِّي‬‫ف‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ءا‬‫ن‬َ‫جا‬‫أ‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ءا‬‫م‬َّ ‫أ‬َ‫جا‬ ‫لع‬ ‫ء‬َ‫جا‬ ‫جييءا‬َ‫جا‬ ‫ف‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ا‬‫د‬ً‫ ا‬‫ب‬َ‫جا‬‫أ‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ج‬ُ‫تو‬ ‫و‬َّ ‫ز‬َ‫جا‬ ‫ت‬َ‫جا‬‫أ‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ال‬َ‫جا‬ ‫ف‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ء‬َ‫جا‬ ‫سءا‬َ‫جا‬ ‫ن‬ِّ ‫ل‬‫لع ا‬‫ل‬ُ‫تو‬ ‫ز‬ِ‫ِّي‬ ‫ت‬َ‫جا‬‫ع‬ْ‫َو‬ ‫أ‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ءا‬‫ن‬َ‫جا‬‫أ‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ر‬ُ‫تو‬ ‫خ‬َ‫جا‬ ‫لع آ‬‫ل‬َ‫جا‬ ‫قءا‬َ‫جا‬‫و‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ر‬ُ‫تو‬ ‫ط‬ِ‫ِّي‬ ‫ف‬ْ‫َو‬‫أ‬ُ‫تو‬ ‫لع‬‫ال‬َ‫جا‬ ‫و‬َ‫جا‬ ‫لع‬ ‫ذا‬َ‫جا‬‫ي‬‫ي‬‫ك‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫م‬ْ‫َو‬ ‫ي‬‫ي‬‫ت‬ُ‫تو‬‫ل‬ْ‫َو‬‫ق‬ُ‫تو‬ ‫لع‬‫ن‬َ‫جا‬ ‫ذي‬ِ‫ِّي‬‫ي‬‫ي‬‫ل‬َّ‫لع ا‬‫م‬ُ‫تو‬‫ي‬‫ي‬‫ت‬ُ‫تو‬‫ن‬ْ‫َو‬‫أ‬َ‫جا‬ ‫لع‬: ‫لع‬‫ل‬َ‫جا‬ ‫قءا‬َ‫جا‬‫ف‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫م‬‫لع وسل‬‫ه‬‫لع علي‬‫ل‬‫لع ا‬‫ى‬‫لع صل‬‫ل‬ِ‫ِّي‬ ‫لع ا‬‫ل‬ُ‫تو‬ ‫ستو‬ُ‫تو‬ ‫ر‬َ‫جا‬ ‫لع‬ ‫م‬ُ‫تو‬‫يتو‬‫ي‬‫ص‬ُ‫تو‬ ‫أ‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ي‬‫ي‬‫ي‬‫ن‬ِّ ‫ك‬ِ‫ِّي‬ ‫ل‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ه‬ُ‫تو‬ ‫ي‬‫ي‬‫ل‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫م‬ْ‫َو‬ ‫ك‬ُ‫تو‬ ‫يءا‬‫ي‬‫ق‬َ‫جا‬‫ت‬ْ‫َو‬‫أ‬َ‫جا‬‫و‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ي‬‫ي‬‫ل‬َِّ‫ِّي‬ِ‫ِّي‬ ‫لع‬‫م‬ْ‫َو‬ ‫ك‬ُ‫تو‬ ‫يءا‬‫ي‬‫ش‬َ‫جا‬ ‫خ‬ْ‫َو‬ ‫أل‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ي‬‫ي‬‫ي‬‫ن‬ِّ ‫إ‬ِ‫ِّي‬ ‫لع‬‫ي‬‫ي‬‫ل‬َِّ‫ِّي‬ ‫وا‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ءا‬‫ي‬‫ي‬‫م‬َ‫جا‬ ‫أ‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ا‬‫ذ‬َ‫جا‬‫ك‬َ‫جا‬ ‫و‬َ‫جا‬ ‫لع‬ ‫تي‬ِ‫ِّي‬‫ن‬َّ‫س‬ُ‫تو‬ ‫لع‬‫ن‬ْ‫َو‬ ‫ع‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ب‬َ‫جا‬ ‫غ‬ِ‫ِّي‬ ‫ر‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ن‬ْ‫َو‬ ‫م‬َ‫جا‬ ‫ف‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ء‬َ‫جا‬ ‫سءا‬َ‫جا‬ ‫ن‬ِّ ‫ل‬‫لع ا‬‫ج‬ُ‫تو‬ ‫و‬َّ ‫ز‬َ‫جا‬ ‫ت‬َ‫جا‬‫أ‬َ‫جا‬‫و‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫د‬ُ‫تو‬‫ق‬ُ‫تو‬‫ر‬ْ‫َو‬ ‫أ‬َ‫جا‬‫و‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ي‬‫ل‬ِّ ‫ص‬َ‫جا‬ ‫أ‬ُ‫تو‬‫و‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ر‬ُ‫تو‬ ‫ط‬ِ‫ِّي‬ ‫ف‬ْ‫َو‬‫أ‬ُ‫تو‬‫و‬َ‫جا‬ ‫لع‬ ‫ني‬ِّ ‫م‬ِ‫ِّي‬ ‫لع‬‫س‬َ‫جا‬ ‫ي‬ْ‫َو‬‫ل‬َ‫جا‬‫ف‬َ‫جا‬. “Ada tiga orang mendatangi rumah isteri-isteri Nabi Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam dan bertanya tentang ibadah Nabi Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam. Dan setelah diberitakan kepada mereka, kesan yang tanpak pada diri mereka, mereka merasa bahwa hal itu masih (terlalu) sedikit bagi mereka. Mereka berkata, "Ibadah kita tak ada apa-apanya dibanding (ibadah) Nabi Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam, bukankah beliau sudah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan juga yang akan datang?" Salah seorang dari mereka berkata, "Sungguh, aku akan shalat malam selama- lamanya." Kemudian yang lain berkata, "Kalau aku, maka sungguh, aku akan berpuasa Dahr (setahun penuh) dan aku tidak akan berbuka." Dan yang lain lagi berkata, "Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selama-lamanya." Kemudian datanglah Rasulullah Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam kepada mereka seraya bertanya: "Kalian berkata begini dan begitu. Ada pun aku, demi Allah, adalah orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian, dan juga paling bertakwa. Aku berpuasa dan juga berbuka, aku shalat dan juga tidur serta menikahi wanita. Barangsiapa yang benci sunnahku, maka bukanlah dari golonganku." (HR al-Bukhari dari Anas bin Malik, Shahîh al-Bukhâriy, juz II, hal. 7, hadits no. 5063) 3. Tidak Ridha terhadap Ketaatan Yang Dilakukan Engkau harus tahu bahwa setiap ketaatan yang engkau ridhai, akanmenjadi beban dosa bagimu, dan setiap kedurhakaan yang dituduhkan saudaramu kepadamu, maka terimalah tuduhan itu dan anggaplah bahwa memang itulah yang benar. Sebab keridhaan seorang hamba terhadap ketaatan dirinya merupakan bukti baik sangka terhadap diri sendiri dan kebodohannya terhadap hak-hak ubudiyah serta tidak tahu apa yang dituntut 5
  • 6. Allah darinya, lalu akhirnya melahirkan takabur dan ujub, yang dosanya lebih besar dari dosa-dosa besar yang nyata, seperti zina, minum khamr, lari dari medan peperangan dan lain-lainnya. Orang-orang yang memiliki bashirah justru lebih meningkatkan istighfar setelah mengerjakan berbagai macam ketaatan, karena mereka menyadari keterbatasannya dalam melaksanakan ketaatan itu dan merasa belum memenuhi hak-hak Allah sesuai dengan keagungan-Nya. Allah juga memerintahkan agar Rasulullah Shallallâhu Alaihi wa Sallam senantiasa memohon ampunan dalam setiap kesempatan dan sehabis melaksanakan tugas-tugas risalah atau setelah melaksanakan suatu ibadah. Dalam surat terakhir yang diturunkan, Allah juga tetap memerintahkan beliau untuk memohon ampunan, ﴿ ‫لع‬‫ح‬ُ‫تو‬ ‫ت‬ْ‫َو‬‫ف‬َ‫جا‬‫ل‬ْ‫َو‬‫ا‬‫و‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ل‬َِّ‫ِّي‬ ‫لع ا‬١‫يي‬‫ي‬‫ف‬ِ‫ِّي‬ ‫لع‬‫ن‬َ‫جا‬ ‫لتو‬ُ‫تو‬‫خ‬ُ‫تو‬ ‫د‬ْ‫َو‬ ‫ي‬‫ي‬‫ي‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫س‬َ‫جا‬ ‫نءا‬َّ‫لع ال‬‫ت‬َ‫جا‬ ‫ي‬ْ‫َو‬‫أ‬َ‫جا‬‫ر‬َ‫جا‬ ‫و‬َ‫جا‬ ‫لع‬﴾ ﴿ ‫لع‬‫ءا‬٢ ‫لع‬‫ه‬ُ‫تو‬‫ر‬ْ‫َو‬ ‫ف‬ِ‫ِّي‬‫غ‬ْ‫َو‬ ‫ت‬َ‫جا‬‫س‬ْ‫َو‬ ‫وا‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ك‬َ‫جا‬ ‫ب‬ِّ ‫ر‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫د‬ِ‫ِّي‬‫م‬ْ‫َو‬ ‫ح‬َ‫جا‬ ‫ب‬ِ‫ِّي‬ ‫لع‬‫ح‬ْ‫َو‬ ‫ب‬ِّ ‫س‬َ‫جا‬ ‫ف‬َ‫جا‬ ‫لع‬﴾ۚ‫ن‬َ‫جا‬ ‫يءا‬‫ي‬‫ك‬َ‫جا‬ ‫لع‬‫ه‬ُ‫تو‬ ‫ني‬َّ‫إ‬ِ‫ِّي‬ ‫لع‬ ﴿ ‫لع‬‫ءا‬‫ب‬ً‫ ا‬‫توا‬َّ ‫ت‬َ‫جا‬٣ ﴾ ‫لع‬ "Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Penerima taubat." (QS an-Nashr/110: 1-3). Berkaitan dengan dengan QS al-‘Ashr ini, Umar bin al-Khaththab dan Ibnu Abbas memahami turunnya surat ini sebagai isyarat telah dekatnya ajal beliau. Seakan-akan Allah hendak memberitahukan hal ini kepada beliau, dengan memerintahkan agar beliau memohon ampunan setelah selesai dalam mengerjakan setiap tugasnya. Dengan kata lain, surat ini semacam pemberitahuan: “Engkau telah selesai dalam mengerjakan kewajibanmu dan tidak ada lagi kewajiban yang tersisa setelah itu. Maka jadikanlah istighfâr sebagai kesudahannya. (Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al- Qurân, juz XX, 232) 6
  • 7. Allah darinya, lalu akhirnya melahirkan takabur dan ujub, yang dosanya lebih besar dari dosa-dosa besar yang nyata, seperti zina, minum khamr, lari dari medan peperangan dan lain-lainnya. Orang-orang yang memiliki bashirah justru lebih meningkatkan istighfar setelah mengerjakan berbagai macam ketaatan, karena mereka menyadari keterbatasannya dalam melaksanakan ketaatan itu dan merasa belum memenuhi hak-hak Allah sesuai dengan keagungan-Nya. Allah juga memerintahkan agar Rasulullah Shallallâhu Alaihi wa Sallam senantiasa memohon ampunan dalam setiap kesempatan dan sehabis melaksanakan tugas-tugas risalah atau setelah melaksanakan suatu ibadah. Dalam surat terakhir yang diturunkan, Allah juga tetap memerintahkan beliau untuk memohon ampunan, ﴿ ﴿‫ح‬ُ ﴿ ‫ت‬ْ‫ُح‬‫ف‬َ‫ْت‬‫ل‬ْ‫ُح‬‫لا‬‫و‬َ‫ْت‬ ﴿‫لل‬َّ‫ه‬ِ ‫لاَو‬ ‫﴿ لا‬١‫ف ي‬‫ف‬‫ف‬ِ ‫لاَو‬ ﴿‫ن‬َ‫ْت‬ ‫لنو‬ُ ﴿‫خ‬ُ ﴿ ‫د‬ْ‫ُح‬ ‫ف‬‫ف‬‫ي‬َ‫ْت‬ ﴿‫س‬َ‫ْت‬ ‫نءا‬َّ‫ه‬‫ت﴿ لال‬َ‫ْت‬ ‫ي‬ْ‫ُح‬‫أ‬َ‫ْت‬‫ر‬َ‫ْت‬ ‫و‬َ‫ْت‬ ﴿﴾ ﴿ ﴿‫ءا‬٢ ﴿‫ه‬ُ ﴿‫ر‬ْ‫ُح‬ ‫ف‬ِ ‫لاَو‬‫غ‬ْ‫ُح‬ ‫ت‬َ‫ْت‬‫س‬ْ‫ُح‬ ‫ولا‬َ‫ْت‬ ﴿‫ك‬َ‫ْت‬ ‫ِب‬ّ‫ َك‬‫ر‬َ‫ْت‬ ﴿‫د‬ِ ‫لاَو‬‫م‬ْ‫ُح‬ ‫ح‬َ‫ْت‬ ‫ِب‬ِ ‫لاَو‬ ﴿‫ح‬ْ‫ُح‬ ‫ِب‬ّ‫ َك‬‫س‬َ‫ْت‬ ‫ف‬َ‫ْت‬ ﴿﴾ۚ‫ن‬َ‫ْت‬ ‫فءا‬‫ف‬‫ك‬َ‫ْت‬ ﴿‫ه‬ُ ﴿ ‫نف‬َّ‫ه‬‫إ‬ِ ‫لاَو‬ ﴿ ﴿ ﴿‫ِبءا‬ً‫نولاا‬َّ‫ه‬ ‫ت‬َ‫ْت‬٣ ﴾ ﴿ "Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Penerima taubat." (QS an-Nashr/110: 1-3). Berkaitan dengan dengan QS al-‘Ashr ini, Umar bin al-Khaththab dan Ibnu Abbas memahami turunnya surat ini sebagai isyarat telah dekatnya ajal beliau. Seakan-akan Allah hendak memberitahukan hal ini kepada beliau, dengan memerintahkan agar beliau memohon ampunan setelah selesai dalam mengerjakan setiap tugasnya. Dengan kata lain, surat ini semacam pemberitahuan: “Engkau telah selesai dalam mengerjakan kewajibanmu dan tidak ada lagi kewajiban yang tersisa setelah itu. Maka jadikanlah istighfâr sebagai kesudahannya. (Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al- Qurân, juz XX, 232) 6