Mempelajari tentang pemeriksaan fisik thorax dengan cara inspeksi, pelpasi, perkusi dan auskultasi. serta harus mengetahui suara atau bunyi yang dihasilkan dan batas pemeriksaan antara jantung dan paru. maka perawat dapat mempelajari dan harus mengetahui tentang pemeriksaan paru dan jantung
Mempelajari tentang pemeriksaan fisik thorax dengan cara inspeksi, pelpasi, perkusi dan auskultasi. serta harus mengetahui suara atau bunyi yang dihasilkan dan batas pemeriksaan antara jantung dan paru. maka perawat dapat mempelajari dan harus mengetahui tentang pemeriksaan paru dan jantung
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra ReponibilisTenri Ashari Wanahari
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Reponibilis
SMF Ilmu Bedah
Universitas Sebelas Maret (UNS)/RSUD Dr. Moewardi, Solo, Indonesia
merupakan pemeriksaan yang dilakukan pada perut ibu hamil untuk mengetahui apa yang ada d fundus, lateral kanan dan kiri uterus, menentukan sudah masuk pap atau belum dan untuk mengetahui seberapa jauh penurunan kepala
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra ReponibilisTenri Ashari Wanahari
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Reponibilis
SMF Ilmu Bedah
Universitas Sebelas Maret (UNS)/RSUD Dr. Moewardi, Solo, Indonesia
merupakan pemeriksaan yang dilakukan pada perut ibu hamil untuk mengetahui apa yang ada d fundus, lateral kanan dan kiri uterus, menentukan sudah masuk pap atau belum dan untuk mengetahui seberapa jauh penurunan kepala
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE PADA MATA PELAJARAN IPA DENGAN TOPIK ORGAN PEREDARAN DARAH PADA MANUSIA KELAS V SEMESTER I SD NEGERI 17 KATOBU.
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
EVIDENCE BASED DALAM PELAYANAN KB DAN KONTRASEPSI.pdf
perioperatif anes aul.pptx
1. MANAGEMENT PERIOPERATIF
Preseptor:
dr. Wirawan Anggorotomo, Sp, An
Disusun:
Aulia Dwi Juanita 21360331
Windy Kurniatiani 21360341
KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANASTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RS PERTAMINA BINTANG AMIN BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2022
2. PERIOPERATIF
Kata “perioperatif” adalah suatu istilah gabungan yang
mencakup tiga fase pengalaman pembedahan, yaitu fase
praoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif. Dalam setiap
fase tersebut dimulai dan diakhiri dalam waktu tertentu dalam
urutan peristiwa yang membentuk pengalaman bedah
3. FASE PERIOPERATIF
● Fase praoperatif dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah
dibuat dan berakhir ketika pasien dikirim ke meja operasi
● Fase intraoperatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke
bagian atau departemen bedah dan berakhir saat pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan.
● Fase Pascaoperatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang
pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatana
klinik atau di rumah.
4. FASE PRAOPERATIF
1. Anamnesa
● Riwayat anastesi sebelumnya dan operasi sebelumnya
● Riwat alergi dan penyakit penyerta
2. Pemeriksaan fisik
● Inspeksi, palpasi, perkusi, dan aukultasi
● Airway ( Metode Lemon)
5. 2. PEMERIKSAAN FISIK
Salah satu alat yang dikembangkan untuk menentukan pasien mungkin
menimbulkan kesulitan manajemen jalan nafas adalah metode LEMON.
L = Look externally
Melihat adanya hal-hal yang menyebabkan pasien membutuhkan
tindakan ventilasi atau intubasi dan evaluasi kesulitan secara fisik, misalkan
leher pendek, trauma facial, gigi yang besar, kumis atau jenggot, atau lidah
yang besar.
E = Evaluate 3 – 3 – 2 rule
Penentuan jarak anatomis menggunakan jari sebagai alat ukur untuk
mengetahui seberapa besar bukaan mulut.
6. M = Mallampati score
Mallampati score digunakan sebagai
alat klasifikasi untuk menilai visualisasi
hipofaring, caranya pasien berbaring
dalam posisi supine, membuka mulut
sambil menjulurkan lidah.
Klasifikasi Klinis
Kelas I Tampak uvula,
pilar fausial dan
palatum mole
Kelas II Pilar fausial dan
palatum mole
terlihat
Kelas III Palatum durum
dan palatum
mole masih
terlihat
Kelas IV Palatum durum
sulit terlihat
7. O = Obstruction/Obesity
Menilai adanya keadaan yang dapat menyebabkan obstruksi
misalkan abses peritonsil, trauma.
Obesitas dapat menyebabkan sulitnya intubasi karena memperberat
ketika melakukan laringoskop dan mengurangi visualisasi laring.
N = Neck deformity
Menilai apakah ada deformitas leher yang dapat menyebabkan
berkurangnya range of movement dari leher sehingga intubasi menjadi
sulit.
8. B6
Pemeriksaan fisik yang dilakukan secara umum adalah pemeriksaan tinggi dan
berat badan, kesadaran, tanda-tanda anemia, ikterus, sianosis, dehidrasi,
oedema, tekanan darah, frekuensi nadi, suhu tubuh, frekuensi nafas dan nyeri.
Secara keseluruhan dilakukan pemeriksaan 56 yaitu :
• B1 (Breathe)
- frekuensi napas, tipe napas, regularitas, ada tidaknya retraksi, suara napas
: vesikuler, ronki, wheezing.
• B2 (Blood/sistem kardiovaskuler)
- Nadi (Regularitas, frekuensi, isi nadi)
- Tekanan darah
- Apakah ada syok, perdarahan
9. • B3 (Brain/susunan saraf)
- Tingkat kesadaran penderita (GCS)
- Apakah ada kelumpuhan saraf
- Tanda-tanda TIK
• B4 (Bladder)
- Produksi urin
- Apakah ada penyumbatan saluran kencing / darah pada kencing
• B5 (Bowel)
- Apakah ada muntah, diare, kembung, nyeri tekan
- Bising usus, peristltik usus
- Apakah ada cairan bebas di perut (ascites)
• B6 (Bone)
- Patah tulang, Bentuk leher
- Kelainan tulang belakang : skoliosis, kifosis, lordosis
10. 3. Pemeriksaan Penunjang
(hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan).
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien preoperasi
antara lain :
a. Pemeriksaan Radiologi seperti : Foto thoraks, EKG, dll
b. Pemeriksaan Laboratorium: hemoglobin, leukosit, limfosit, LED, dll
c. Pemeriksaan Kadar Gula Darah
11. Klasifikasi Status Anestesi
Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA (American
Society of Anasthesiologist).
Klasifikasi Status Fisik dari ASA :
● ASA 1 : Pasien tidak memiliki kelainan organik maupun sistemik selain penyakit yang akan dioperasi.
● ASA 2 : Pasien yang memiliki kelainan sistemik ringan atau dengan sedang . Misalnya diabetes
mellitus yang terkontrol atau hipertensi ringan
● ASA 3 : Pasien memiliki kelainan sistemik berat, sehingga aktivita rutin terbatas. Misalnya diabetes
mellitus yang tak terkontrol, asma bronkial, hipertensi tak terkontrol
● ASA 4 : Pasien memiliki kelainan sistemik berat, tak dapat melakukan aktivitas rutin dan
penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya sitiap saat. Misalnya asma bronkial yang berat,
koma diabetikum
● ASA 5 : Pasien dalam kondisi yang sangat jelek dimana tindakan anestesi mungkin saja dapat
menyelamatkan tapi risiko kematian tetap jauh lebih besar. Misalnya operasi pada pasien koma
berat
Untuk operasi darurat, di belakang angka diberi huruf E (emergency)
12. 5. Masukkan Oral
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam
dan pada bayi 3-4 jam.
6. Premedikasi
Pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi dengan tujuan
untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anesthesia
diantaranya:
• Meredakan kecemasan dan ketakutan
• Memperlancar induksi anesthesia
• Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
• Meminimalkan jumlah obat anestetik
• Mengurangi mual muntah pasca bedah
14. Fase Intraoperatif
Untuk persiapan induksi anastesia sebaiknya kita ingat kata
STATICS:
S = Scope
T = Tubes
A = Airway
T = Tape
I = Introducer
C = Connector
S = Suction
15. Terapi Cairan
● Terapi cairan perioperatif termasuk penggantian defisit cairan sebelumnya,
kebutuhan maintenance dan luka operasi seperti pendarahan.
● Kebutuhan Cairan Selama Operasi
Jenis Operasi Kebutuhan Cairan Selama Operasi
Ringan 4 cc/kgBB/jam
Sedang 6 cc/kgBB/jam
Berat 8 cc/kgBB/jam
16. Rumatan anestesi (maintenance) dapat dikerjakan dengan
secara intravena (anestesi intravena total) atau dengan
inhalasi atau dengan campuran intravena inhalasi.
Rumatan anestesi biasanya mengacu pada trias anestesi
yaitu:
Hipnosis (Propofol , Ketamine , Midazolam )
Analgesia (Fentanyl)
Relaksasi otot (Succinylcholine Rocuronium )
17. Anestesi Umum
Anestesi Umum (General anesthesia) merupakan tindakan menghilangkan rasa
nyeri secara sentral diseritai hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel.
● Anestesi Inhalasi
Halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, desflurane, dan methoxyflurane
merupakan cairan yang mudah menguap.
● Anestesi Intravena
Termasuk golongan ini adalah: barbiturate (thiopental, methothexital);
benzodiazepine (midazolam, diazepam); opioid analgesic (morphine, fentanyl,
sufentanil, alfentanil, remifentanil); propofol; ketamin, suatu senyawa
arylcylohexylamine yang dapat menyebabkan keadaan anestesi disosiatif dan obat-obat
lain (droperianol, etomidate, dexmedetomidine).
18. Anestesi Regional
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian
tubuh sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls
nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversibel).
Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya.
Tetapi pasien tetap sadar.
● Anestesi regional meliputi 2 cara, yaitu
- blok sentral ( blok spinal, Epidural, kaudal)
- blok perifer ( blok pleksus, brachialis, aksiller, anestesi
regional intravena).
19. Beberapa anastetik lokal yang sering digunakan :
● Kokain dalam bentuk topikal semprot 4% untuk mukosa
jalan nafas atas. Lama kerja 2-30 menit.
● Prokain untuk infiltrasi larutan: 0,25-0,5%, blok saraf: 1-
2%, dosis 15mg/kgBB dan lama kerja 30-60 menit.
● Lidokain konsentrasi efektif minimal 0,25%, infiltrasi,
mula kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik. Kerja sekitar
1-1,5 jam tergantung konsentrasi larutan.
● Bupivakain konsentrasi efektif minimal 0,125%, mula
kerja lebih lambat dibanding lidokain, tetapi lama kerja
sampai 8 jam.
21. ● Anestesi spinal merupakan pemberian obat anestetik lokal ke
dalam ruang subarachnoid.
- bupivacaine 0,75% sebanyak 10-12 mg
- untuk perosedur yang kurang dari satu jam menggunakan
bupivacaine 0,75% dosis rendah sebanyak 7,5 mg
- mepivacaine 1,5% sebanyak 45 mg
- procaine 10% sebanyak 100-150 mg.
22. Fase Pasca Perioperatif
Vital sign dan oksigenasi segera dicek begitu datang. Setelah itu
tensi, nadi, dan respirasi diukur secara rutin setiap 5 menit selama 15
menit atau sampai stabil dan setelah itu setiap 15 menit.
Meskipun kejadian hipoksia tadak ada hubungan dengan
tingkat kesadaran, Oksimetri sebaiknya dipasang kontinyu pada
semua pasien yang pulih dari anestesi umum paling tidak sampai
sadar penuh.
Semua pasien yang sadar dari anestesi umum sebaiknya
mendapat 30-40% oksigen selama pemulihan karena hipoksia
sementara dapat terjadi pada pasien yang sehat
23. Pasien yang tersedasi berat dan hemodinamikanya tidak
stabil setelah anestesi regional juga diberi suplemen oksigen di RR
Tingkat sensorik dan motorik dicatat periodik pada catatan hilangnya
blok. Untuk menilai blokade motoris ekstremitas inferior oleh spinal
anestesia digunakan Bromage score.
Gerakan Ekstremitas Inferior Skor
Gerakan penuh dari tungkai 0
Tidak mampu mengekstensikan
tungkai
1
Tidak mampu memfleksikan lutut 2
Tidak mampu memfleksikan
pergelangan kaki
3
24. Skor pemulihan post anestesia dari Aldrete (Dewasa).
Objek Kriteria Skor
Warna Kulit Merah
Coklat
Sianotik
2
1
0
Pernafasan Bisa bernafas dalam dan batuk
Dangkal tapi pertukaran adekuat
Apnea atau obstruksi
2
1
0
Sirkulasi Tensi 20% dibawah normal
Tensi 20-50% di bawah normal
Deviasi tensi >50% dari normal
2
1
0
Kesadaran Sadar baik dan berorientasi baik
Dapat dibangunkan tapi tertidur lagi
Tidak respon
2
1
0
Aktivitas Semua ekstremitas bergerak
Dua ekstremitas bergerak
Tidak ada gerak
2
1
0
(Idealnya pasien dikeluarkan bila skor total 10
atau minimal 9)
25. Steward score (anak-anak)
Objek Kriteria Skor
Pergerakan Gerak bertujuan
Gerak tak bertujuan
Tidak bergerak
2
1
0
Pernafasan Batuk, menangis
Sesak atau pernafasan
terbatas
Perlu bantuan
2
1
0
Kesadaran Menangis
Bereaksi terhadap
rangsangan
Tidak bereaksi
2
1
0
Jumlahnya >5, penderita dapat dipindahkan ke ruangan
26. Kesimpulan
Tingkat keberhasilan pembedahan sangat tergantung pada setiap
tahapan yang dialami dan saling ketergantungan antara tim
kesehatan yang terkait di samping peranan pasien yang kooperatif
selama proses perioperatif. Tindakan prebedah, bedah, dan pasca
bedah yang dilakukan secara tepat dan berkesinambungan akan
sangat berpengaruh terhadap suksesnya pembedahan dan
kesembuhan pasien.
27. Daftar Pustaka
● Ahsan, dkk.(2017) Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pre operasi pada pasien section
caesarea di ruang instalasi bedah sentral rsud kanjuruhan kepanjen kabupaten malang.
● Apriliana, D, Harvina dkk. (2013)Rerata Waktu Pasien Pasca Operasi Tinggal Di Ruang Pemulihan Rsup
Dr Kariadi Semarang Pada Bulan Maret – Mei 2013.
● Birnbaumer DM.(2015). Airway Assessment Using "LEMON" Score Predicts Difficult ED Intubation.
Emerg Med J.
● Ganiswara, Silistia G. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy Pharmacology). Alih Bahasa: Bagian
Farmakologi FKUI. Jakarta, 1995
● KEMENKES RI NOMOR HK.02.02/MENKES/251/2015 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Anestesiologi dan Terapi Intensif
● Latief S.A, Suryadi K, Dachlan.M. (2002) Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi ke-2. Bagian
Anestesiologi dan Terapi intensif FK UI, jakarta.
● R. Sjamsuhidajat & Wim De Jonng.2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta :Penerbit buku kedokteran
EGC.
● Sudadi, S.Pandit, H.Ferry (2016) PENGELOLAAN PASIEN DI POST ANESTESI CARE UNIT (PACU).
Vol III.No.3
28. CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, and includes
icons by Flaticon and infographics & images by Freepik
Terima
Kasih