SlideShare a Scribd company logo
Get Homework/Assignment Done
Homeworkping.com
Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sites
Presentasi Kasus
PENGELOLAAN ANESTESI UMUM PADA PASIEN
DENGAN TONSILITIS KRONIK
Disusun Oleh :
Rusiana Nasilah (1102008225)
Putri Humairoh (1102008197)
2
Pembimbing :
Dr. Widodo, SpAn
Dr. Iranima, SpAn
SMF ANESTESIOLOGI
KEPANITERAAN 15 JULI-3 AGUSTUS 2013
RS GUNUNG JATI-CIREBON
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan
meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami
pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi
inhalasi dan penanggulangan penyakit menahun. Anestesi yang ideal adalah tercapainya
anestesi yang meliputi hipnotik/sedasi, analgesi dan relaksasi otot.
Anestesi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : (1) anestesi lokal, yaitu suatu
tindakan menghilangkan nyeri lokal tanpa disertai hilangnya kesadaran, dan (2) anestesi
umum yaitu keadaan ketidaksadaran yang reversibel yang disebabkan oleh zat anestesi,
disertai hilangnya sensasi sakit pada seluruh tubuh. Sebagian besar operasi (70-75 %)
dilakukan dengan anestesi umum, lainnya dengan anestesi lokal/ regional.
Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat
beberapa tahap pesiapan yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi, tahap penatalaksanaan
anestesi dan pemeliharaan serta tahap pemulihan dan perawatan pasca anestesi.
Tahap pra anestesi merupakan tahap persiapan yang sangat menentukan
keberhasilan suatu anestesi. Hal ini penting dalam tahap ini adalah : (1) menyiapkan pasien
yang meliputi riwayat penyakit pasien, keadaan umum pasien, dan mental pasien, (2)
menyiapkan teknik, obat-obatan dan macam anestesi yang digunakan, (3) memperkirakan
3
kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul pada waktu pengelolaan anestesi dan
komplikasi yang mungkin timbul pada pasca anestesi.
Tahap pengelolaan anestesi meliputi premedikasi, induksi dan pemeliharaan yang
dapat dilakukan secara intravena maupun inhalasi. Pada tahap ini perlu monitoring dan
pengawasan ketat serta pemeliharaan jalan nafas karena pada saat ini pasien dalam keadaan
sadar dan kemungkinan komplikasi anestesi maupun pembedahan dapat terjadi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANESTESIA UMUM
Anestesi umum adalah bentuk anestesi yang paling sering digunakan atau
dipraktikkan yang dapat disesuaikan dengan jumlah terbesar pembedahan, karena
dengan anestesi ini jalan nafas dapat terus dipertahankan dan nafas dapat dikontrol. (2)
Pada kasus ini anestesi yang digunakan adalah anestesi umum yaitu hilangnya
rasa sakit di seluruh tubuh disertai hilangnya kesadaran yang bersifat sementara dan
reversible yang diakibatkan oleh obat anestesi. Dalam memberikan obat–obat pada
penderita yang akan menjalani operasi maka perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai
premedikasi, induksi, atau pemeliharaan. (5)
1. Persiapan Pra Anestesi
Salah satu hal yang sangat penting dalam tindakan anestesi adalah kunjungan pra
anestesi pada pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan, baik elektif dan
darurat mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan tindakan tersebut.Adapun tujuan
persiapan pra anestesi adalah untuk mempersiapkan mental dan fisik secara optimal,
4
merencanakan dan memilih tehnik serta obat – obat anestesi yang sesuai dengan fisik
dan kehendak pasien, menentukan status fisik penderita dengan klasifikasi ASA
(American Society Anesthesiology). (3)
1. Macam-macam teknik anestesi :
No. Teknik Resevoirbag Valve Rebreathing Soda lime
1. Open _ _ _ _
2. Semi open + + _ _
3. Semi closed + + + +
4. Closed + + + +
Keterangan :
Rebreathing ( - ) = CO2 langsung ke udara kamar.
Rebreathing ( + ) = CO2 langsung ke udara kamar & sebagian dihisap lagi.
Rebreathing ( + ) = CO2 dihisap lagi.
Pada kasus ini dipakai semi closed anestesi karena mempunyai beberapa
keuntungan :
1). Konsentrasi inspirasi relatif konstan.
2). Konservasi panas dan uap.
3). Menurunkan polusi kamar.
4). Menurunkan resiko ledakan dengan obat yang mudah terbakar.
2. Menentukan status fisik penderita dengan klasifikasi ASA (American Society
Anesthesiology), yaitu : (4)
 ASA 1 : Pasien dalam keadaan sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa
kelainan faali, biokimia dan psikiatri. Angka mortalitas
mencapai 2 %.
 ASA 2 : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang karena
penyakit bedah maupun proses patofisiolgis. Angka mortalitas
mencapai 16 %.
 ASA 3 : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat sehingga
aktivitas harian terbatas . Angka mortalitas mencapai 36 %.
5
 ASA 4 : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung
mengancam kehidupannya dan tidak selalu sembuh dengan
operasi. Angka mortalitas mencapai 68 %.
 ASA 5 : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil.Tindakan operasi
hampir tidak ada harapan.Tidak ada harapan hidup dalam 24 jam walaupun
dioperasi atau tidak. Angka mortalitas mencapai 98 %.
b.Premedikasi Anestesi
Tujuan premedikasi bukan hanya untuk mempermudah induksi dan mengurangi
jumlah obat – obatan yang digunakan, tetapi terutama untuk menenangkan pasien
sebagai persiapan anestesi. Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum
anestesi dilakukan. Tindakan ini biasanya dilakukan sebelum pasien dibawa ke ruang
operasi. (4)
Tindakan premedikasi ini mempunyai tujuan antara lain untuk memberikan rasa
nyaman bagi pasien, membuat amnesia, memberikan analgesia, mencegah muntah,
memperlancar induksi, mengurangi jumlah obat – obat anestesi, menekan reflek –
reflek yang tidak diinginkan, mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas.
Obat –obat yang sering digunakan sebagai premedikasi adalah :
1. Golongan hipnotik sedatif : Barbiturat, Benzodiazepin, Transquilizer.
2. Analgetik narkotik : Morfin, Petidin, Fentanil.
3. Neuroleptik : Droperidol, Dehidrobenzoperidol.
4. Anti kolinergik : Atropin, Skopolamin.
Obat – obat premedikasi :
Sulfas Atropin
Sulfas atropin termasuk golongan anti kolinergik. Berguna mengurangi sekresi
lendir dan mengurangi efek bronkhial dan kardial yang berasal dari perangsangan
parasimpatis akibat obat anestesi atau tindakan operasi. Pada dosis klinik (0,4–0,6 mg )
akan menimbulkan bradikardi yang disebabkan perangsangan nervus Vagus. Pada dosis
yang lebih besar (> 2 mg) akan menghambat nervus Vagus sehingga terjadi takikardi.
Efek lainnya yaitu melemaskan nervus otot polos, mendepresi vagal reflek, menurunkan
spasme gastrointestinal dan mengurangi rasa mual serta muntah.
6
Obat ini juga dapat menimbulkan rasa kering di mulut serta penglihatan kabur,
maka lebih baik tidak diberikan pra anestesi lokal atau regional. Dalam dosis toksik
dapat menyebabkan gelisah, delirium, halusinasi, dan kebingungan pada pasien. Tetapi
hal ini dapat diatasi dengan pemberian Prostigmin 1 – 2 mg intra vena.
Sedian : dalam bentuk Sulfat Atropin dalam ampul 0,25 mg dan 0,50 mg.
Dosis : 0,01 mg/kgBB dan 0,1 – 0,4 mg untuk anak – anak.
Pemberian : SC, IM, IV.(7)
Pethidin
Merupakan derivat fenil piperidin yang efek utamanya, depresi nafas dan efek
sentral lain. Efek analgetik timbul lebih cepat setelah pemberian sub cutan atau intra
muskular, tapi masa kerja lebih pendek. Dosis toksik menimbulkan perangsangan SSP
misal tremor, kedutan otot dan konvulsi. Pada saluran nafas, akan menurunkan tidal
volume sedang frekuensi nafas kurang dipengaruhi sehingga efek depresi nafas tidak
disadari. Secara sistemik menimbulkan anestesi kornea dengan akibat hilangnya refleks
kornea. Obat ini juga meningkatkan kepekaan alat keseimbangan sehingga
menimbulkan mual, muntah dan pusing pada penderita yang berobat jalan. Pada
penderita rawat baring, obat ini tidak mempengaruhi sistem kardiovaskuler, tapi
penderita berobat jalan dapat timbul sinkop orthostotik karena hipotensi akibat
vasodilatasi perifer karena pelepasan histamin. (4)
Absorbsi petidin berlangsung baik pada semua cara pemberian. Pada pemberian
IV kadarnya dalam darah akan turun cepat 1-2 jam pertama. Petidin dimetabolisme di
hati dan dikeluarkan lewat ginjal sekitar 1/3 dosis yang diberikan. Preparat oral dalam
tablet 50 mg, parenteral dalam bentuk ampul 50 mg per cc. Dosis dewasa 50-100 mg
disuntikkan SK atau IM. Jika secara IV efek analgesiknya tercapai dalam waktu 15
menit. (4)
c. Induksi
Induksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai tercapainya stadium
pembedahan (III) yang selanjutnya diteruskan dengan tahap pemeliharaan anestesi
untuk mempertahankan atau memperdalam stadium anestesi setelah induksi. (4)
Macam-macam stadium anestesi :
Stadium I (analgesia) : - mulai pemberian zat anestesi sampai dengan
hilangnya kesadaran
7
- mengikuti perintah, rasa sakit hilang.
Stadium II ( Delirium ) : - mulai hilangnya kesadaran sampai dengan permulaan
stadium bedah.
- gerakan tidak menurut kehendak, nafas tidak teratur,
midriasis, takikardi.
Stadium III (Pembedahan) :
1. Tingkat 1 :nafas teratur spontan, miosis, bola mata tidak menurut kehendak, nafas
dada dan perut seimbang.
2. Tingkat 2 :nafas teratur spontan kurang dalam, bola mata tidak bergerak, pupil
mulai melebar, mulai relaksasi otot.
3. Tingkat 3 : nafas perut lebih dari nafas dada, relaksasi otot sempurna.
4. Tingkat 4 :nafas perut sempurna, tekanan darah menurun, midriasis maksimal,
reflek cahaya ( - )
Stadium IV. (Paralisis) : nafas perut melemah, tekanan darah tidak terukur,
denyut nadi berhenti dan meninggal.
Pada kasus ini digunakan Propofol.
Propofol
Propofol merupakan derivat isoprofilfenol yang digunakan untuk induksi dan
pemeliharaan anestesi umum. Propofol secara kimia tidak ada hubungannya dengan
anestesi IV lain. Pemberian IV ( 2 mg/kg BB ) menginduksi anestesi secara cepat
seperti Tiopental. Anestesi dapat dipertahankan dengan infus Propofol yang
berkesinambungan dengan Opiat, N2 dan atau anestesi inhalasi lain.(4)
Propofol menurunkan tekanan arterial sistemik, dan kembali normal dengan
intubasi trekea. Propofol tidak menimbulkan aritmia, atau iskemik otot jantung, tidak
merusak fungsi hati dan ginjal. (7)
Keuntungan Propofol, bekerja lebih cepat dari Tiopental, mempunyai
induksi yang cepat, masa pulih sadar yang cepat, sehingga berguna pada pasien rawat
jalan yang memerlukan prosedur cepat dan singkat. (7)
Sediaan :ampul atau vial 20 ml ( 200 mg ), tiap ml mengandung 10 mg
Propofol.
Dosis : 1,5 – 2 mg/kgBB iv (anak)
2 – 2,5 mg/kgBB iv (dewasa)
8
4. Pemeliharaan
Maintenance atau pemeliharaan adalah pemberian obat untuk
mempertahankan atau memperdalam stadium anestesi setelah induksi. Pada kasus
ini menggunakan Isofluran, N2O, dan O2.
(5)
a. isofluran
isofluran merupakan halogenasi eter yang pada dosis anestetik atau
subanestetik enurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi
meninggikan aliran darah otak dan tekanan intrakranial
Efek terhadap kardiovaskuler cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia.
Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada laporan toksik
terhadap hepar
b. Dinitrogen Oksida/Gas Gelak/N2O
Merupakan gas yang tidak berwarna, berbau amis, dan tidak iritasi.
Mempunyai sifat anestesi yang kurang kuat, tetapi dapat melalui stadium induksi
dengan cepat, karena gas ini tidak larut dalam darah. Gas ini tidak mempunyai
relaksasi otot, oleh karena itu operasi abdomen dan ortopedi perlu tambahan
dengan zat relaksasi otot. Terhadap SSP menimbulkan analgesi yang berarti.
Depresi nafas terjadi pada masa pemulihan, hal ini terjadi karena Dinitrogen Oksida
mendesak oksigen dengan ruangan–ruangan tubuh. Hipoksia difus dapat dicegah
dengan pemberian oksigen konsentrasi tinggi beberapa menit sebelum anestesi
selesai. Penggunaan biasanya dipakai perbandingan atau kombinasi
dengan oksigen.
Perbandingan N2O : O2 adalah sebagai berikut 60% : 40 % ; 70% : 30%
atau 50% : 50%. (4)
5. Obat Pelumpuh Otot (Muscle Relaxant)
Obat golongan ini menghambat transmisi neuromuscular sehingga
menimbulkan kelumpuhan pada otot rangka. Menurut mekanisme kerjanya, obat ini
dibagi menjadi 2 golongan yaitu obat penghambat secara depolarisasi resisten,
misalnya suksinil kolin, dan obat penghambat kompetitif atau non depolarisasi , misal
kurarin. Dalam anestesi umum , obat ini memudahkan dan mengurangi cedera
9
tindakan laringoskopi dan intubasi trakea, serta memberi relaksasi otot yang
dibutuhkan dalam pembedahan dan ventilasi kendali. (4)
Dua golongan obat pelumpuh otot
1. Depolarisasi.
- Ada fasikulasi otot
- Berpotensiasi dengan antikolinesterase
- Tidak menunjukkan kelumpuhan bertahap pada perangsangan tunggal atau
tetanik
- Belum dapat diatasi dengan obat spesifik
- Kelumpuhan berkurang dengan penambahan obat pelumpuh otot non
depolarisasi dan asidosis
- Contoh: suksametonium (suksinil kolin)
2. Non depolarisasi
- Tidak ada fasikulasi otot
- Berpotensiasi dengan hipokalemia, hipotermia, obat anestetik inhalasi, eter,
halothane, enfluran, isoflurane
- Menunjukkan kelumpuhan yang bertahap pada perangsangan tunggal atau
tetanik
- Dapat diantagonis oleh antikolinesterase
- Contoh: tracrium (atrakurium besilat), pavulon (pankuronium bromida),
norkuron (pankuronium bromida), esmeron (rokuronium bromida).
1. Succynil Choline
Merupakan pelumpuh otot depolarisasi dengan mula kerja cepat, sekitar
1 – 2 menit dan lama kerja singkat sekitar 3 – 5 menit sehingga obat ini sering
digunakan dalam tindakan intubasi trakea. Lama kerja dapat memanjang jika
kadar enzim kolinesterase berkurang, misalnya pada penyakit hati parenkimal,
kakeksia, anemia, dan hipoproteinemia. (4)
Komplikasi dan efek samping dari obat ini adalah bradikardi, bradiaritma
dan asistole, takikardi dan takiaritmia, peningkatan tekanan intra okuler,
hiperkalemi dan nyeri otot fasikulasi. (3)
Obat ini tersedia dalam flacon berisi bubuk 100 mg dan 50 mg.
Pengenceran dengan garam fisiologis / aquabidest steril 5 atau 25 ml sehingga
10
membentuk larutan 2% sebagai pelumpuh otot jangka pendek. Dosis untuk
inhalasi 1 – 2 mg / kgBB. (7)
2. Atrakurium besilat (Tracrium)
Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang relative baru dengan
struktur benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman Leontice Leontopeltatum.
Keunggulan atracurium adalah :
- metabolisme terjadi di dalam darah
- tidak mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang
- tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskular yang bermakna
Kemasan dibuat dalam ampul berisi 5 ml yang mengandung 50 mg
atrakurium besilat. Stabilitas larutan sangat bergantung penyimpanan pada suhu
dingin dan perlindungan terhadap penyinaran. (4)
Dosis intubasi : 0,5 - 0,6 mg / Kg BB / IV
Dosis relaksasi otot : 0,5 – 0,6 mg / Kg BB / IV
Dosis pemeliharaan : 0,1 – 0,2 mg / Kg BB / IV
6. Analgetik
Ketorolac
Ketorolac dapat diberikan secara oral, intramuskuler, atau intravena. Setelah
suntikan intramuscular atau intravena efek analgesinya dicapai dalam 30 menit,
maksimal setelah 1-2 jam dengan lama kerja sekitar 4-6 jam dan penggunaannya
dibatasi untuk 5 hari.
Cara kerja ketorolac ialah menghambat sintesis prostaglandin di perifer tanpa
mengganggu reseptor opioid di system saraf pusar. Sifat analgetik ketorolac setara
dengan opioid, yaitu 30 mg ketorolac = 12 mg morfin = 100 mg pethidin, sedangkan
sifat antipiretik dan antiinflamasinya rendah. Ketorolac dapat digunakan secara
bersamaan dengan opioid.
Dosis awal 10-30 mg dan dapat diulang setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan.
Untuk pasien normal dosis sehari dibatasi maksimal 90 mg dan untuk berat < 50 kg,
manula atau gangguan faal ginjal dibatasi maksimal 60 mg.
Sediaan : dalam ampul 5mg / 5ml
Pemberian : IM atau IV (2)
11
7. Intubasi Trakea
Merupakan suatu tindakan memasukkan pipa khusus ke dalam trakea,
sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah di monitor dan dikendalikan.
Tindakan intubasi trakea ini bertujuan untuk :
1. Mempermudah pemberian anestesi.
2. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas dan demi kelancaran pernafasan.
3. Mencegah kemungkinan aspirasi lambung.
4. Mempermudah penghisapan sekret trakheobronkial.
5. Untuk pemakaian ventilasi yang lama.
6. Mengatasi obstruksi laring akut. (4)
8. Terapi Cairan
Dalam suatu tindakan operasi terapi cairan harus diperhatikan dengan
serius, terapi cairan perioperatif bertujuan untuk :
1. Mencukupi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama operasi.
2. Replacement dan dapat untuk tindakan emergency pemberian obat. (6)
Pemberian cairan operasi dibagi : (7)
1. Pra operasi
Pada pasien pra operasi dapat terjadi defisit cairan yang diakibatkan
karena kurang makan, puasa, muntah, penghisapan isi lambung, penumpukan
cairan pada ruang ketiga seperti pada ileus obstruktif, perdarahan, luka bakar
dan lain – lain. Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml /
kgBB / jam. Bila terjadi dehidrasi ringan maka diperlukan cairan sebanyak 2%
BB, dehidrasi sedang perlu cairan sebanyak 5% BB, dan dehidrasi berat
sebesar 7% BB. Setiap kenaikan suhu 1
0
Celcius kebutuhan cairan bertambah
10 – 15 %.
2. Selama operasi
Selama tindakan operasi ini dapat terjadi kehilangan cairan karena proses
operasi. Kebutuhan cairan pada dewasa untuk operasi ringan 4ml/kgBB/jam,
sedang 6ml/kgBB/ jam, berat 8 ml/kgBB/jam. Bila terjadi perdarahan selama
operasi, di mana perdarahan kurang dari 10% EBV maka cukup digantikan
12
dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali volume darah yang hilang. Apabila
perdarahan lebih dari 10 % maka dapat dipertimbangkan pemberian plasma /
koloid / dekstran dengan dosis 1 – 2 kali darah yang hilang. Sedangkan apabila
terjadi perdarahan lebih dari 20% akan dipertimbangkan untuk dilakukannya
transfusi.
3. Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan
selama operasi ditambah kebutuhan sehari – hari pasien.
9. Pemulihan
Pasca anetesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi yang
biasanya dilakukan diruang pulih sadar atau recovery room yaitu ruangan untuk
observasi pasien pasa operasi atau anestesi. Ruang pulih sadar adalah batu loncatan
sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif di
ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari
komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya.1
Di ruang pulih sadar dimonitor jalan nafasnya apakah bebas atau tidak,
ventilasinya cukup atau tidak, dan sirkulasinya sudah baik ataukah tidak. Selain
obstruksi jalan nafas karena lidah yang jatuh ke belakang atau karena spasme laring,
pasca bedah dini juga dapat terjadi muntah yang dapat menyebabkan aspirasi.1
Monitor kesadaran merupakan hal yang penting karena selama pasien belum sadar
dapat terjadi gangguan jalan nafas. Tidak sadar yang berkepanjangan adalah akibat dari
pengaruh sisa obat anestesi, hipotermi, atau hipoksia, dan hiperkarbi. Hipoksia dan
hiperkarbi terjadi pada pasien dengan gangguan jalan nafas dan ventilasi. Menggigil
yang terjadi pasca bedah adalah akibat efek vasodilatasi obat anestesi. Menggigil akan
menambah beban jantung dan sangat berbahaya pada pasien dangan penyakit jantung.4
Tabel 1. Aldrette Scoring System
Kriteria Recovery score
in 15 30 45 60 out
Aktivitas Dapat
bergerak
4 anggota
gerak
2 2 2 2 2 2
13
volunter
atau atas
perintah
2 anggota
gerak
1 1 1 1 1 1
0 anggota
gerak
0 0 0 0 0 0
Respirasi
Sirkulasi
Mampu benafas dan batuk
secara bebas
2 2 2 2 2 2
Dyspnea, nafas dangkal
atau terbatas
1 1 1 1 1 1
Apnea 0 0 0 0 0 0
Tensi Pre
op…mmHg
Tensi ± 20
mmHg preop
2 2 2 2 2 2
Tensi ± 20-50
mmHg preop
1 1 1 1 1 1
Tensi ± 50
mmHg preop
0 0 0 0 0 0
Kesadaran Sadar Penuh 2 2 2 2 2 2
Bangun waktu dipanggil 1 1 1 1 1 1
Tidak ada respon 0 0 0 0 0 0
Warna
kulit
Normal 2 2 2 2 2 2
Pucat kelabu 1 1 1 1 1 1
Sianotik 0 0 0 0 0 0
Dengan demikian pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang
disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya.
B. TONSILITIS KRONIS
Tonsillitis kronis adalah peradangan kronis yang mengenai seluruh jaringan tonsil
yang umumnya didahului oleh suatu peradangan di bagian tubuh lain, seperti misalnya
sinusitis, rhinitis, infeksi umum seperti morbili dan sebagainya.
a. Etiologi dan Faktor Predisposisi
14
Organisme penyebab tonsillitis kronis yaitu beta hemolitikus streptokokus.
Infeksi yang berulang-ulang bisa menyebabkan terjadinya pembesaran tonsil melalui
parenchym atau degenerasi fibroid. Tetapi kadang-kadang kuman dapat berubah
menjadi kuman golongan gram negative.
Selain itu, yang harus menjadi perhatian adalah factor predisposisi timbulnya
tonsillitis kronis adalah rangsangan menahun dari rokok, beberapa jenis makanan,
hygine mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsillitis
akut yang tidak adekuat.
b. Patologi
Terjadinya proses peradangan yang berulang sehingga selain epitel mukosa
juga jaringan limfoid mengalami pengikisan maka pada proses penyembuhan
jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan
sehingga kriptus menjadi lebar. Secara klinis, kriptus ini tampak diisi oleh detritus.
Jika proses berjalan terus yang dapat menembus kapsul tonsil dan akhirnya
menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa tonsilaris. Pada anak-anak
proses ini dapat disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.
c. Manifestasi klinik
Pasien mengeluh ada ganjalan di tenggorokan, tenggorokan terasa kering dan
pernafasan berbau. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan
yang tidak rata, kriptus membesar, dan kriptus berisi detritus.
Gejala tonsillitis kronis menurut Mawson (1977), dibagi menjadi : 1.) gejala
local, yang bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit tenggorok, sulit sampai
sakit menelan, 2.) gejala sistemik, malaise, nyeri kepala, subfebris, nyeri otot dan
persendian, 3.) gejala klinis tonsil dengan debris di kriptenya (tonsillitis folikularis
kronis), edema atau hipertrofi tonsil (tonsillitis parenkimatosa kronis), tonsil fibrotic
dan kecil (tonsillitis fibrotic kronis), plika tonsilaris anterior hiperemis dan
pembengkakan kelenjar limfe regional.
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur
jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua
tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :
 TO : tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat
 T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
 T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
15
 T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
 T4 : > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnose
tonsilofaringitis akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi :
1. Leukosit ↑
2. Hemoglobin ↓
3. Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas.
d. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari tonsillitis kronik adalah :
1. Penyakit-penyakit yang disertai dengan pembentukan pseudomembran yang
menutupi tonsil (tonsillitis membranosa)
a. Tonsillitis difteri
b. Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa)
c. Mononucleosis infeksiosa
2. Penyakit Kronik Faring Granulomatus
a. Faringitis Tuberkulosa
b. Faringitis Luetika
c. Lepra
d. Aktinomikosis Faring
Penyakit-penyakit diatas, keluhan umumnya berhubungan dengan nyeri
tenggorok dan kesulitan menelan. Diagnosa pasti berdasarkan pada pemeriksaan
serologi, hapusan jaringan atau kultur, X-ray dan biopsy.
e. Penatalaksanaan
Pengobatan pasti untuk tonsillitis kronis adalah pembedahan dengan
pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana
penatalaksanaan medis atau yang konservatif gagal untuk meringankan gejala-gejala.
Penatalaksanaan medis termasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi tenggorokan
sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripte tonsil dengan alat irigasi gigi
(oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi kronis
maupun berulang.
16
Indikasi tonsilektomi menurut American Academy of Otolaryngology – Head
and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan :
1. Serangan tonsillitis lebih dari 3 kali pertahun walaupun telah mendapatkan terapi
yang adekuat.
2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan
pertumbuhan orofacial.
3. Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan nafas,
sleep apneu, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor pulmonale.
4. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak hilang
dengan pengobatan.
5. Nafas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.
6. Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grub A streptokokus beta
hemolitikus.
7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
8. Otitis media efusi atau otitis media supuratif.
f. Komplikasi
Komplikasi tonsillitis kronis meliputi komplikasi local dan sistemik.
b. Komplikasi Lokal
 Peritonsilitis
 Abses pertonsiler (Quinsy)
 Abses Parafaringeal
 Kista tonsil
 Tonsilolith
c. Komplikasi Sistemik yang dapat menyebar secara hematogen dan limfogen.
 Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik
 Glomerulonefritisarthritis
 Nefritis
 Iridosiklitis
 Dermatitis
 Pruritus
17
 Urtikaria
 Furunkulosis
18
BAB III
ILUSTRASI KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Nn R
Usia : 26 tahun
No.CM : 785877
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Cirebon
Diagnosis pre operasi : Tonsilitis Kronis
Jenis Operasi : Tonsilektomi
Jenis Anestesi : General Anestesi
Tanggal masuk : 18-07-2013
Tanggal Operasi : 19-07-2013
B. ANAMNESIS
Keluhan utama : Nyeri Tenggorokan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 2 tahun yang lalu, pasien mengeluhkan nyeri tenggorokan, nyeri dirasakan
hilang timbul. Awalnya hanya ringan, namun semakin lama dirasakan semakin
memberat. Sulit menelan (+), rasa mengganjal di tenggorokan (+), pasien juga sering
mengalami batuk pilek sebelumnya dan hilang timbul. Pasien juga mengeluhkan sering
terbangun di malam hari karena rasa tidak nyaman dan sesak, terbangun sekitar 2-3 kali
dalam semalam. Serak (-), tidur mengorok (+)
Riwayat penyakit dahulu :
- R. Asma disangkal
- R. Alergi obat dan makanan disangkal
- R. DM disangkal
Riwayat operasi : riwayat pernah operasi disangkal
19
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Baik, compos mentis
2. Tanda Vital T : 120/70 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 22 x/menit
S : 36,5  C
BB : 50kg
3. Status generalis :
a. Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
b. Hidung : Nafas cuping hidung (-), sekret (-)
c. Mulut : Tidak ditemukan gigi palsu
d. Telinga : Pendengaran baik (+) secret (-)
e. Leher : Kel thyroid tidak membesar
f. Tenggorok : T3-T3, kripta melebar, hiperemis (-), detritus (-), uvula di
tengah.
g. Thorax : Retraksi (-)
Paru I: Pengembangan dada kanan = kiri
P: Fremitus raba kanan = kiri
P: Sonor-sonor
A: Suara dasar: vesikuler +/+
Suara tambahan : -/-
Jantung I : Ictus cordis tidak tampak
A: Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
h. Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba
i. Extremitas : edem (-) sianosis (-) akral dingin (-)
20
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hb : 13,0 g/dl
Hct : 38.7 %
Plt : 220
Wbc : 6.7
GDS : 89 mg/dl
Ureum : 14.6 mg/dl
Kreatinin : 0,56 mg/dl
Albumin : 3,8 g/dL
SGOT : 20 u/L
SGPT : 10 u/L
HbsAg : negatif (-)
TERAPI THT
1. Pro Tonsilektomi
2. IVFD RL 20 tetes/menit
3. Konsul anestesi
KESIMPULAN
1. Kelainan sistemik : (-)
2. Status fisik ASA I
21
TATA LAKSANA ANESTESI
1. Di ruang persiapan
a. Cek persetujuan operasi dan identitas penderita
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital
c. Lama puasa 6 jam
d. Cek obat dan alat anestesi
e. Posisi terlentang
f. Pakaian pasien diganti pakaian operasi
g. Infus RL 20 tetes/menit
2. Di ruang operasi
a. Jam 09.00 pasien masuk kamar operasi, manset dan monitor dipasang,
premedikasi injeksi petidin 50 mg iv.
b. Jam 09.05 dilakukan induksi dengan propofol 100 mg, segera kepala
diekstensikan, face mask didekatkan pada hidung dengan O2 6 l/menit.
Setelah reflek bulu mata menghilang, Tramus 20 mg dimasukkan IV, tampak
fasikulasi otot. Sesudah tenang dilakukan intubasi dengan nasal endotrakheal
tube no. 6,5 dan Guedel, balon ET dikembangkan. Setelah terpasang baik
dihubungkan dengan mesin anestesi untuk mengalirkan N2O:O2 = 4 L:6 L
permenit.
c. Jam 09.25 dialirkan volutail berupa isovluran 1-2 vol %,
d. Jam 09.30 operasi dimulai dan tanda vital dimonitor tiap 15 menit.Infus RL
500cc.
e. Jam 10.30 Injeksi ketorolac 30 mg , injeksi Ondansetron 4 mg, infus RL 500
cc.
f. Jam 11.00 operasi selesai penderita dipindah ke ruang recovery.
Monitoring Selama Anestesi
Jam Tensi Nadi SpO2 Keterangan
09.00 120/70 84 100% Masuk ruang operasi, infuse RL 500cc, injeksi
petidin 50 mg
09.05 115/65 88 100% Injeksi propofol 100 mg, Tramus 20 mg
09.15 102/62 76 100%
22
09.30 106/64 80 100% Infus RL 500cc
09.45 105/66 80 100% Dexametason 10 mg
10.00 106/66 80 100%
10.15 106/64 82 100%
10.30 108/66 84 100% injeksi ondancetron 4 mg dan ketorolac 30 mg
10.45 108/68 84 100%
11.00 110/68 84 100% Operasi Selesai, pindah ke RR
INSTRUKSI PASCA ANESTESI
Pasien dirawat di RR dalam posisi supine, oksigen 2 liter/menit, awasi respirasi,
nadi, tensi tiap 15 menit. Bila tensi turun dibawah 90/60, berikan kristaloid atau efedrin
10 mg. Bila muntah, berikan ondansetron 4 mg. Bila kesakitan, berikan ketorolac 15
mg. Infus RL dan NaCl 1500 cc/24 jam dengan tetesan 18 tetes per menit. Setelah
sadar, pasien di rawat di ruang perawatan sesuai dengan bagian operator. Bila aldrette
skor > 8 tanpa nilai 0, dipindah ke ruang perawatan.
Setelah pasien sadar, pasien dipindahkan ke ruang perawatan .
1. Awasi keadaan umum, perdarahan, selama 2 jam post operasi.
2. Cek darah rutin & elektrolit dan dikoreksi bila perlu
3. Bila tidak ada mual, tidak ada muntah, bising usus (+), boleh makan dan minum
secara bertahap
4. Bila nyeri bertambah, konsultasi ke bagian anestesi.
23
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pasien diatas dari pre operasi (anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang) didapatkan status fisik pasien diklasifikasikan sebagai ASA I yaitu pasien
sehat baik secara organik, fisiologik, psikiatrik, maupun biokimia.
Secara keseluruhan, tidak didapatkan aspek-aspek yang dapat memperberat
proses anestesi selama pembedahan. Namun, ada beberapa aspek yang perlu
diperhatikan selama masa pembiusan. Refleks laring mengalami penurunan selama
anestesia. Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas
merupakan risiko utama pada pasien-pasien yang menjalani anestesia. Untuk
meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif
dengan anestesia harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu
sebelum induksi anestesia.
Tindakan premedikasi sendiri, yaitu pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi
anestesia bertujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia
diantaranya untuk meredakan kecemasan dan ketakutan, memperlancar induksi
anestesia, mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus, meminimalkan jumlah obat
anestetik, mengurangi mual-muntah pasca bedah,menciptakan amnesia, mengurangi isi
cairan lambung, mengurangi refleks yang membahayakan.
Keluhan pasien jika disertai nyeri karena penyakitnya dapat diberikan preparat
opioid misalnya petidin 50 mg intramuskular, fentanyl 50 microgram, ataupun morfin.
Sedangkan untuk mengurangi mual muntah pasca bedah sering ditambahkan
premedikasi berupa ondansentron 2 -4 mg iv.
Berdasarkan status fisik pasien tersebut, jenis anestesi yang paling baik
digunakan dalam tonsilektomi adalah general anestesi. Teknik anestesi umum yang
dipilih adalah teknik balance anesthesia, nafas kendali dengan nasootracheal
tube nomor 6,5. Teknik ini dimulai dengan pemberian obat pelumpuh otot non depolar,
setelah itu dilakukan pemasangan nasotrakeal tube.
Pada pasien ini diberikan obat pelumpuh otot atracurium besylate 20 mg iv,
yang merupakan nondepolaritation intermediete acting. Sedangkan atracurium sebagai
obat pelumpuh otot non depolarisasi dipilih sebagai agen penginduksi karena
mempunyai beberapa keunggulan antara lain metabolisme terjadi di dalam darah
24
(plasma) terutama melalui suatu reaksi kimia unik yang disebut eliminasi Hofman.
Reaksi ini tidak tergantung pada fungsi hati atau ginjal. Selain itu tidak mempunyai efek
kumulasi pada pemberian berulang dan tidak menyebabkan perubahan fungsi
kardiovaskular. Dosis intubasi dan relaksasi otot adalah 0,5-0,6 mg/kgBB (iv), dan
dosis pemeliharaan yaitu 0,1-0,2 mg/kgBB (iv). Obat pelumpuh otot kalau perlu
diulangi lagi dengan 1/3 dosis awal, yaitu apabila pasien tampak ada usaha bernafas
spontan, cegukan, ada tahanan pada inflasi paru, atau otot perut mulai tegang.
Menjelang akhir operasi saat mulai menjahit lapisan kulit diusahakan nafas spontan
dengan membantu usaha nafas sendiri secara manual.
Ektubasi dapat segera diberikan setelah spontan normal kembali dengan
volume tidal 300 ml. O2 diberikan terus ( 5-6 L ) selama 2-3 menit untuk mencegah
hipoksia difusi. Apabila nafas tetap lemah setelah ditunggu beberapa menit dapat diberi
obat anti pelumpuh otot non depolarisasi sebelum diekstubasi yaitu neostigmin
(prostigmin) dosis 0,04 mg/kg, piridostigmin 0,1-0,4 mg/kg, atau fisostigmin 0,01-0,03
mg/kg. Penawar pelumpuh otot bersifat muskarinik menyebabkan hipersalivasi,
keringatan, bradikardi, kejang bronkus, hipermotilitas usus, dan pandangan kabur,
sehingga pemberiannya harus disertai oleh obat vagolitik seperti atropin dosis 0,01-0,02
mg/kg.
Induksi anestesi merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi. Obat-obatan yang sering
digunakan untuk induksi antar lain tiopental, propofol dan ketamin. Pada pasien ini
diberikan propofol 100 mg iv.
Propofol merupakan obat induksi anestesi cepat, yang didistribusikan dan
dieliminasikan dengan cepat. Propofol diberikan dengan dosis bolus untuk induksi 2-2,5
mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi intravena total 4-12 mg/Kg/jam dan dosis sedasi
untuk perawatan intensif 0,2 mg/Kg. Efek samping propofol pada sistem pernafasan
adanya depresi pernapasan, apneu, bronkospasme, dan laringospasme. Pada susunan
saraf pusat adanya sakit kepala, pusing, euforia, kebingungan, gerakan klonik-
mioklonik, epistotonus, mual, muntah. Pada daerah penyuntikan dapat terjadi nyeri.
Selesai dilakukan induksi, sampai pasien tertidur dan reflek bulu mata hilang.
Sungkup ditempatkan pada muka. Sebaiknya dagu ditahan atau sedikit ditarik ke
belakang ( posisi kepala ekstensi) agar jalan nafas bebas dan pernafasan lancar.
Pengikat sungkup muka ditempatkan dibawah kepala. Jika pernafasan masih tidak
25
lancar dicoba mendorong kedua pangkal rahang ke depan dengan jari manis dan tengah
tangan kiri. Kalau perlu dengan kedua tangan kita yaitu dengan kedua ibu dan telunjuk
jari yang memegang sungkup muka dan dengan jari-jari yang lain menarik rahang ke
atas. Tangan kanan kita bila brbas dapat memegang balon pernafasan dari alat anestesi
untuk membuat pernafasan ( menekan balon sedikit bila pasien melakukan ispirasi).
N2O mulai diberikan 4L dengan O2 2 L /menit untuk memperdalamkan anestesi,
bersamaan dengan ini sevo dibuka sampai 1% dan sedikit demi sedikit ( sesudah setiap
5-10 kali tarik nafas) dinaikkan dengan 1% sampai 3 atau 4 % tergantung reaksi dan
besar tubuh penderita. Kedalaman anestesi dinilai dari tanda-tanda mata ( bola mata
menetap), nadi tidak cepat dan terhadap rangsang operasi tidak banyak berubah. Jika
stadium anestesi sudah cukup dalam, rahang sudah lemas, masukkan pipa
orofaring. Isoflurane kemudian dikurangi dan dihentikan beberapa menit sebelum
operasi selesai. Selesai operasi N2O dihentikan dan pasien diberi O2 100% beberapa
menit mencegah hipoksia.
isofluran merupakan halogenasi eter yang pada dosis anestetik atau subanestetik
enurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi meninggikan aliran darah
otak dan tekanan intrakranial . Efek terhadap kardiovaskuler cukup stabil, jarang
menyebabkan aritmia.
Pada pasien ini diberikan maintenance O2 + N2O + isofluran . Oksigen
diberikan untuk mencukupi oksigen jaringan. Pemberian anestesi dengan N2O harus
disertai O2 minimal 25%, gas ini bersifat sebagai anestetik lemah tetapi analgetiknya
kuat. Sevoflurane merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih anestesi lebih cepat
dibandingkan isoflurane. Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang
menyebabkan aritmia. Setelah pemberian dihentikan, isoflurane cepat dikeluarkan oleh
tubuh.
Sebelum operasi selesai pada pasien ini diberikan analgetik ketorolac 30 mg
dan antiemetik ondansetron 4 mg. Pemberian ketorolac pada pasien ini bertujuan untuk
mengurangi nyeri pasca pembedahan, dan ondansetron diberikan dengan tujuan
mengurangi mengurangi mual dan muntah pasca pembedahan dengan kerja di sentral.
Setelah operasi selesai pasien dibawa ke Recovery Room (RR). Di ruang inilah
pemulihan dari anestesi umum atau anestesi regional dilakukan. RR terletak berdekatan
dengan ruang operasi sehingga apabila terjadi suatu kondisi yang memerlukan
pembedahan ulang tidak akan mengalami kesulitan. Pada saat di RR, dilakukan
26
monitoring seperti di ruang operasi, yaitu meliputi tekanan darah, saturasi oksigen,
EKG, denyut nadi hingga kondisi stabil. Bila pasien gelisah harus diteliti apakah karena
kesakitan atau karena hipoksia (TD turun, nadi cepat , misalnya karena
hipovolemik). Bila kesakitan harus diberikan analgetik seperti petidin 15-25 mg IV,
tetapi kalau gelisah karena hipoksia harus diobati sebabnya, misalnya dengan
menambah cairan elektrolit ( RL ), koloid ( dextran), darah. Oksigen selalu diberikan
sebelum pasien sadar penuh. Pasien hendaknya jangan dikirim ke ruangan sebelem
sadar, tenang, reflek jalan nafas sudah aktif, tekanan darah, nadi dalam batas normal.
Pasien dapat keluar dari RR apabila sudah mencapai skor Lockherte/Aldrete lebih dari
tujuh. Sedangkan pada pasien diatas, didapatkan skornya 10 sehingga pasien dapat
dipindahkan ke tempat perawatan selanjutnya.
27
BAB V
KESIMPULAN
Dalam suatu tindakan anestesi banyak hal yang harus diperhatikan agar tindakan
anestesi tersebut dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan anestesi. Dalam hal
ini pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang
melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang baik dan teliti memungkinkan kita mengetahui
kondisi pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat
mengantisipasinya serta dapat menentukan teknik anestesi yang akan dipakai. Selain itu,
pemilihan obat dan dosisnya harus benar- benar diperhatikan agar tidak menimbulkan
efek samping yang membahayakan pasien.
Anestesi umum adalah pilihan anestesi untuk tonsilektomi. Status fisik pasien
termasuk dalam ASA I sehingga secara keseluruhan, tidak didapatkan aspek-aspek yang
dapat memperberat proses anestesi maupun pembedahan. Tindakan premedikasi sendiri,
yaitu pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia bertujuan untuk melancarkan
induksi, rumatan dan bangun dari anestesia. Pasien dapat keluar dari recovery
room apabila sudah mencapai skor Lockherte/Aldrete lebih dari tujuh. Hal ini penting
dilakukan untuk menilai kondisi paska operasi pasien.
Dalam laporan ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi umum pada operasi
tonsilektomi pada pasien perempuan, umur 21 tahun, status fisik ASA I. Dengan
diagnosis tonsilitis kronis dengan menggunakan teknik general anestesi inhalasi semi
closed dengan ET no 6,5.
Secara umum pelaksanaan operas dan penanganan anestesi berlangsung dengan
baik tanpa ada kendala yang berarti.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief, S.A., Suryadi, K.A., Dachlan, R. 2002. Petunjuk Praktis
Anestesiologi. Edisi Kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. Jakarta:
FK UI
2. Pramono, A., 2008. Study Guide Anestesiologi dan Reanimasi. Yogyakarta : FK
UMY.
3. Boulton, T.B., Blogg, C.E., 1994. Anestesiologi. Edisi 10. EGC. Jakarta.
4. Anonim1, 2008. Narfoz. Diakses dari http://www.pharosindonesia.com/our-
product/46-ethical/109-narfoz.html
5. Dachlan, R dkk. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta : bagian
Anesteiologi dan terapi Intensif. FK UI
6. Muhiman, M. 2000. Anastesiologi. Jakarta : bagian Anestesiologi dan terapi
Intensif. FK UI.
7. Dobson Michael B, Penuntun Praktis Anestesi, cetakan I, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 1994.
8. Gan, Sulistia, Farmakologi dan terapi, edisi ke- 3 FKUI, Jakarta, 1986.
9. Muhardi, M, dkk. Anastesiologi, bagian Anastesiologi dan Terapi Intensif,
FKUI, CV Infomedia, Jakarta, 1989.
10. Snow, J.C. Manual of Anasthaesiology, 2 nd edition, Little Brown and
Company, Boston, 1982.Tjay, Tan Hoan, Obat – obat Penting, edisi ke – 4,
Depkes RI, Jakarta, 1979
29

More Related Content

What's hot

Presentasi Kasus Anastesiologi : Anastesi Umum pada Apendisitis Akut
Presentasi Kasus Anastesiologi : Anastesi Umum pada Apendisitis AkutPresentasi Kasus Anastesiologi : Anastesi Umum pada Apendisitis Akut
Presentasi Kasus Anastesiologi : Anastesi Umum pada Apendisitis Akut
Tenri Ashari Wanahari
 
Ulkus peptikum
Ulkus peptikum Ulkus peptikum
Ulkus peptikum
Andika August
 
Tekanan Intrakranial
Tekanan IntrakranialTekanan Intrakranial
Tekanan Intrakranial
Aris Rahmanda
 
Otitis media akut
Otitis media akutOtitis media akut
Otitis media akut
Ariesta Mp
 
Overview syok
Overview syokOverview syok
SKA / CAD
SKA / CADSKA / CAD
SKA / CAD
yus rendra
 
Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang ppt
Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang pptCase Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang ppt
Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang ppt
Syscha Lumempouw
 
Kuliah otologi (1)
Kuliah otologi (1)Kuliah otologi (1)
Kuliah otologi (1)
fikri asyura
 
Kejang demam pada Anak
Kejang demam pada AnakKejang demam pada Anak
Kejang demam pada AnakKindal
 
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitisKolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitisyudhasetya01
 
Muntah pada Anak
Muntah pada AnakMuntah pada Anak
Muntah pada Anak
mataharitimoer MT
 
wawancara-dan-pemeriksaan-psikiatri
wawancara-dan-pemeriksaan-psikiatriwawancara-dan-pemeriksaan-psikiatri
wawancara-dan-pemeriksaan-psikiatri
Dhian Khikmah
 
Ekstubasi dalam & ekstubasi sadar
Ekstubasi dalam & ekstubasi sadarEkstubasi dalam & ekstubasi sadar
Ekstubasi dalam & ekstubasi sadar
Nur Hajriya
 
Muscle relaxants in anesthesia
Muscle relaxants in anesthesiaMuscle relaxants in anesthesia
Muscle relaxants in anesthesia
Nur Hajriya
 
Patofisiologi hipertensi
Patofisiologi hipertensiPatofisiologi hipertensi
Patofisiologi hipertensi
SofiaNofianti
 
Resusitasi cairan
Resusitasi cairanResusitasi cairan
Resusitasi cairan
Wahyu Purnama
 
Presentasi kasus diare akut dehidrasi ringansedang : Sub SMF/Divisi Tropik In...
Presentasi kasus diare akut dehidrasi ringansedang : Sub SMF/Divisi Tropik In...Presentasi kasus diare akut dehidrasi ringansedang : Sub SMF/Divisi Tropik In...
Presentasi kasus diare akut dehidrasi ringansedang : Sub SMF/Divisi Tropik In...
Soroy Lardo
 
206432773 case-varicella-kulkel-1
206432773 case-varicella-kulkel-1206432773 case-varicella-kulkel-1
206432773 case-varicella-kulkel-1
homeworkping7
 

What's hot (20)

Presentasi Kasus Anastesiologi : Anastesi Umum pada Apendisitis Akut
Presentasi Kasus Anastesiologi : Anastesi Umum pada Apendisitis AkutPresentasi Kasus Anastesiologi : Anastesi Umum pada Apendisitis Akut
Presentasi Kasus Anastesiologi : Anastesi Umum pada Apendisitis Akut
 
Ulkus peptikum
Ulkus peptikum Ulkus peptikum
Ulkus peptikum
 
Tekanan Intrakranial
Tekanan IntrakranialTekanan Intrakranial
Tekanan Intrakranial
 
Otitis media akut
Otitis media akutOtitis media akut
Otitis media akut
 
Overview syok
Overview syokOverview syok
Overview syok
 
SKA / CAD
SKA / CADSKA / CAD
SKA / CAD
 
Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang ppt
Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang pptCase Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang ppt
Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang ppt
 
Kuliah otologi (1)
Kuliah otologi (1)Kuliah otologi (1)
Kuliah otologi (1)
 
Otitis media akut
Otitis media akutOtitis media akut
Otitis media akut
 
Kejang demam pada Anak
Kejang demam pada AnakKejang demam pada Anak
Kejang demam pada Anak
 
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitisKolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
 
Muntah pada Anak
Muntah pada AnakMuntah pada Anak
Muntah pada Anak
 
wawancara-dan-pemeriksaan-psikiatri
wawancara-dan-pemeriksaan-psikiatriwawancara-dan-pemeriksaan-psikiatri
wawancara-dan-pemeriksaan-psikiatri
 
Fraktur tibia
Fraktur tibiaFraktur tibia
Fraktur tibia
 
Ekstubasi dalam & ekstubasi sadar
Ekstubasi dalam & ekstubasi sadarEkstubasi dalam & ekstubasi sadar
Ekstubasi dalam & ekstubasi sadar
 
Muscle relaxants in anesthesia
Muscle relaxants in anesthesiaMuscle relaxants in anesthesia
Muscle relaxants in anesthesia
 
Patofisiologi hipertensi
Patofisiologi hipertensiPatofisiologi hipertensi
Patofisiologi hipertensi
 
Resusitasi cairan
Resusitasi cairanResusitasi cairan
Resusitasi cairan
 
Presentasi kasus diare akut dehidrasi ringansedang : Sub SMF/Divisi Tropik In...
Presentasi kasus diare akut dehidrasi ringansedang : Sub SMF/Divisi Tropik In...Presentasi kasus diare akut dehidrasi ringansedang : Sub SMF/Divisi Tropik In...
Presentasi kasus diare akut dehidrasi ringansedang : Sub SMF/Divisi Tropik In...
 
206432773 case-varicella-kulkel-1
206432773 case-varicella-kulkel-1206432773 case-varicella-kulkel-1
206432773 case-varicella-kulkel-1
 

Similar to 162697358 case-anestesi

Makalah kompetensi detal
Makalah kompetensi detalMakalah kompetensi detal
Makalah kompetensi detal
Warnet Raha
 
Penggolongan Obat : Susunan Syaraf Pusat dan Otonom serta Antibiotika serta A...
Penggolongan Obat : Susunan Syaraf Pusat dan Otonom serta Antibiotika serta A...Penggolongan Obat : Susunan Syaraf Pusat dan Otonom serta Antibiotika serta A...
Penggolongan Obat : Susunan Syaraf Pusat dan Otonom serta Antibiotika serta A...
pjj_kemenkes
 
Modul farmakologi 2 kb 3.-
Modul farmakologi 2 kb 3.-Modul farmakologi 2 kb 3.-
Modul farmakologi 2 kb 3.-
pjj_kemenkes
 
Lapsus anes
Lapsus anesLapsus anes
Lapsus anes
Lala Meitry
 
LAPKAS TUMOR MAKSILA ppt.pptx
LAPKAS TUMOR MAKSILA ppt.pptxLAPKAS TUMOR MAKSILA ppt.pptx
LAPKAS TUMOR MAKSILA ppt.pptx
MRezkiZanuar
 
Makalah kompetensi detal
Makalah kompetensi detalMakalah kompetensi detal
Makalah kompetensi detal
Septian Muna Barakati
 
Bab i
Bab iBab i
perioperatif anes aul.pptx
perioperatif anes aul.pptxperioperatif anes aul.pptx
perioperatif anes aul.pptx
AuliaDwiJuanita
 
Pedoman pelayanan anestesi
Pedoman pelayanan anestesiPedoman pelayanan anestesi
Pedoman pelayanan anestesi
syukur_ode
 
Obat Emergensi dan Anestesi.pptx
Obat Emergensi dan Anestesi.pptxObat Emergensi dan Anestesi.pptx
Obat Emergensi dan Anestesi.pptx
ssuser11fe02
 
62749747 presus-tiva
62749747 presus-tiva62749747 presus-tiva
62749747 presus-tivaNaufal Naufal
 
Menajemen Nyeri secara fisiolgi dalam persalinan.pptx
Menajemen Nyeri secara fisiolgi dalam persalinan.pptxMenajemen Nyeri secara fisiolgi dalam persalinan.pptx
Menajemen Nyeri secara fisiolgi dalam persalinan.pptx
razgrizamora
 
materi tentang Anestetik dan Psikofarmaka.pdf
materi tentang Anestetik dan Psikofarmaka.pdfmateri tentang Anestetik dan Psikofarmaka.pdf
materi tentang Anestetik dan Psikofarmaka.pdf
SopiOktapiani
 
Patient Controlled Analgesia for Pain Management - dr. Arif H.M. Marsaban
Patient Controlled Analgesia for Pain Management - dr. Arif H.M. MarsabanPatient Controlled Analgesia for Pain Management - dr. Arif H.M. Marsaban
Patient Controlled Analgesia for Pain Management - dr. Arif H.M. Marsaban
Department of Anesthesiology, Faculty of Medicine Hasanuddin University
 
Rute dan efek Pemberian Obat.pptx
Rute dan efek Pemberian Obat.pptxRute dan efek Pemberian Obat.pptx
Rute dan efek Pemberian Obat.pptx
destriRani
 
03. tren dan isu terkait gangguan persyarapan ( pertemuan ketiga)
03. tren dan isu terkait gangguan persyarapan ( pertemuan ketiga)03. tren dan isu terkait gangguan persyarapan ( pertemuan ketiga)
03. tren dan isu terkait gangguan persyarapan ( pertemuan ketiga)Prodalima Sinulingga, M.Kep
 

Similar to 162697358 case-anestesi (20)

Makalah kompetensi detal
Makalah kompetensi detalMakalah kompetensi detal
Makalah kompetensi detal
 
Makalah kompetensi detal
Makalah kompetensi detalMakalah kompetensi detal
Makalah kompetensi detal
 
Makalah kompetensi detal
Makalah kompetensi detalMakalah kompetensi detal
Makalah kompetensi detal
 
Penggolongan Obat : Susunan Syaraf Pusat dan Otonom serta Antibiotika serta A...
Penggolongan Obat : Susunan Syaraf Pusat dan Otonom serta Antibiotika serta A...Penggolongan Obat : Susunan Syaraf Pusat dan Otonom serta Antibiotika serta A...
Penggolongan Obat : Susunan Syaraf Pusat dan Otonom serta Antibiotika serta A...
 
Modul farmakologi 2 kb 3.-
Modul farmakologi 2 kb 3.-Modul farmakologi 2 kb 3.-
Modul farmakologi 2 kb 3.-
 
Lapsus anes
Lapsus anesLapsus anes
Lapsus anes
 
LAPKAS TUMOR MAKSILA ppt.pptx
LAPKAS TUMOR MAKSILA ppt.pptxLAPKAS TUMOR MAKSILA ppt.pptx
LAPKAS TUMOR MAKSILA ppt.pptx
 
Makalah kompetensi detal
Makalah kompetensi detalMakalah kompetensi detal
Makalah kompetensi detal
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
perioperatif anes aul.pptx
perioperatif anes aul.pptxperioperatif anes aul.pptx
perioperatif anes aul.pptx
 
Pedoman pelayanan anestesi
Pedoman pelayanan anestesiPedoman pelayanan anestesi
Pedoman pelayanan anestesi
 
Obat Emergensi dan Anestesi.pptx
Obat Emergensi dan Anestesi.pptxObat Emergensi dan Anestesi.pptx
Obat Emergensi dan Anestesi.pptx
 
62749747 presus-tiva
62749747 presus-tiva62749747 presus-tiva
62749747 presus-tiva
 
Anesthesia-msn
 Anesthesia-msn Anesthesia-msn
Anesthesia-msn
 
Menajemen Nyeri secara fisiolgi dalam persalinan.pptx
Menajemen Nyeri secara fisiolgi dalam persalinan.pptxMenajemen Nyeri secara fisiolgi dalam persalinan.pptx
Menajemen Nyeri secara fisiolgi dalam persalinan.pptx
 
materi tentang Anestetik dan Psikofarmaka.pdf
materi tentang Anestetik dan Psikofarmaka.pdfmateri tentang Anestetik dan Psikofarmaka.pdf
materi tentang Anestetik dan Psikofarmaka.pdf
 
Patient Controlled Analgesia for Pain Management - dr. Arif H.M. Marsaban
Patient Controlled Analgesia for Pain Management - dr. Arif H.M. MarsabanPatient Controlled Analgesia for Pain Management - dr. Arif H.M. Marsaban
Patient Controlled Analgesia for Pain Management - dr. Arif H.M. Marsaban
 
Rute dan efek Pemberian Obat.pptx
Rute dan efek Pemberian Obat.pptxRute dan efek Pemberian Obat.pptx
Rute dan efek Pemberian Obat.pptx
 
03. tren dan isu terkait gangguan persyarapan ( pertemuan ketiga)
03. tren dan isu terkait gangguan persyarapan ( pertemuan ketiga)03. tren dan isu terkait gangguan persyarapan ( pertemuan ketiga)
03. tren dan isu terkait gangguan persyarapan ( pertemuan ketiga)
 

More from homeworkping7

207797480 effective-study-skills-3
207797480 effective-study-skills-3207797480 effective-study-skills-3
207797480 effective-study-skills-3
homeworkping7
 
207745685 b-777-oral-study
207745685 b-777-oral-study207745685 b-777-oral-study
207745685 b-777-oral-study
homeworkping7
 
207702106 spec-pro-cases
207702106 spec-pro-cases207702106 spec-pro-cases
207702106 spec-pro-cases
homeworkping7
 
207619526 urc-case-study
207619526 urc-case-study207619526 urc-case-study
207619526 urc-case-study
homeworkping7
 
207528705 family-case-study-1
207528705 family-case-study-1207528705 family-case-study-1
207528705 family-case-study-1
homeworkping7
 
207492751 examples-of-unethical-behavior-in-the-workplace
207492751 examples-of-unethical-behavior-in-the-workplace207492751 examples-of-unethical-behavior-in-the-workplace
207492751 examples-of-unethical-behavior-in-the-workplace
homeworkping7
 
207402181 ee-ass1
207402181 ee-ass1207402181 ee-ass1
207402181 ee-ass1
homeworkping7
 
207372012 long-case-rawalo-dedi
207372012 long-case-rawalo-dedi207372012 long-case-rawalo-dedi
207372012 long-case-rawalo-dedi
homeworkping7
 
207287040 a-study-on-impact-of-ites-sectors-in-india
207287040 a-study-on-impact-of-ites-sectors-in-india207287040 a-study-on-impact-of-ites-sectors-in-india
207287040 a-study-on-impact-of-ites-sectors-in-india
homeworkping7
 
207285085 classic-knitwear-case-study
207285085 classic-knitwear-case-study207285085 classic-knitwear-case-study
207285085 classic-knitwear-case-study
homeworkping7
 
207244508 united-color-of-benaton
207244508 united-color-of-benaton207244508 united-color-of-benaton
207244508 united-color-of-benaton
homeworkping7
 
207137236 ee2207-lm
207137236 ee2207-lm207137236 ee2207-lm
207137236 ee2207-lm
homeworkping7
 
207135483 oblicon-case-digestsxavier
207135483 oblicon-case-digestsxavier207135483 oblicon-case-digestsxavier
207135483 oblicon-case-digestsxavier
homeworkping7
 
207095812 supply-chain-management
207095812 supply-chain-management207095812 supply-chain-management
207095812 supply-chain-management
homeworkping7
 
207043126 ikea-case-study-solution
207043126 ikea-case-study-solution207043126 ikea-case-study-solution
207043126 ikea-case-study-solution
homeworkping7
 
206915421 avatar-case-study
206915421 avatar-case-study206915421 avatar-case-study
206915421 avatar-case-study
homeworkping7
 
206891661 ee2002-lab-manual-fall-2013
206891661 ee2002-lab-manual-fall-2013206891661 ee2002-lab-manual-fall-2013
206891661 ee2002-lab-manual-fall-2013
homeworkping7
 
206885611 eskom-ee-simama-ranta-2014
206885611 eskom-ee-simama-ranta-2014206885611 eskom-ee-simama-ranta-2014
206885611 eskom-ee-simama-ranta-2014
homeworkping7
 
206883782 lawyers-fiduciary-obligations
206883782 lawyers-fiduciary-obligations206883782 lawyers-fiduciary-obligations
206883782 lawyers-fiduciary-obligations
homeworkping7
 
206869083 ortho-study-guide
206869083 ortho-study-guide206869083 ortho-study-guide
206869083 ortho-study-guide
homeworkping7
 

More from homeworkping7 (20)

207797480 effective-study-skills-3
207797480 effective-study-skills-3207797480 effective-study-skills-3
207797480 effective-study-skills-3
 
207745685 b-777-oral-study
207745685 b-777-oral-study207745685 b-777-oral-study
207745685 b-777-oral-study
 
207702106 spec-pro-cases
207702106 spec-pro-cases207702106 spec-pro-cases
207702106 spec-pro-cases
 
207619526 urc-case-study
207619526 urc-case-study207619526 urc-case-study
207619526 urc-case-study
 
207528705 family-case-study-1
207528705 family-case-study-1207528705 family-case-study-1
207528705 family-case-study-1
 
207492751 examples-of-unethical-behavior-in-the-workplace
207492751 examples-of-unethical-behavior-in-the-workplace207492751 examples-of-unethical-behavior-in-the-workplace
207492751 examples-of-unethical-behavior-in-the-workplace
 
207402181 ee-ass1
207402181 ee-ass1207402181 ee-ass1
207402181 ee-ass1
 
207372012 long-case-rawalo-dedi
207372012 long-case-rawalo-dedi207372012 long-case-rawalo-dedi
207372012 long-case-rawalo-dedi
 
207287040 a-study-on-impact-of-ites-sectors-in-india
207287040 a-study-on-impact-of-ites-sectors-in-india207287040 a-study-on-impact-of-ites-sectors-in-india
207287040 a-study-on-impact-of-ites-sectors-in-india
 
207285085 classic-knitwear-case-study
207285085 classic-knitwear-case-study207285085 classic-knitwear-case-study
207285085 classic-knitwear-case-study
 
207244508 united-color-of-benaton
207244508 united-color-of-benaton207244508 united-color-of-benaton
207244508 united-color-of-benaton
 
207137236 ee2207-lm
207137236 ee2207-lm207137236 ee2207-lm
207137236 ee2207-lm
 
207135483 oblicon-case-digestsxavier
207135483 oblicon-case-digestsxavier207135483 oblicon-case-digestsxavier
207135483 oblicon-case-digestsxavier
 
207095812 supply-chain-management
207095812 supply-chain-management207095812 supply-chain-management
207095812 supply-chain-management
 
207043126 ikea-case-study-solution
207043126 ikea-case-study-solution207043126 ikea-case-study-solution
207043126 ikea-case-study-solution
 
206915421 avatar-case-study
206915421 avatar-case-study206915421 avatar-case-study
206915421 avatar-case-study
 
206891661 ee2002-lab-manual-fall-2013
206891661 ee2002-lab-manual-fall-2013206891661 ee2002-lab-manual-fall-2013
206891661 ee2002-lab-manual-fall-2013
 
206885611 eskom-ee-simama-ranta-2014
206885611 eskom-ee-simama-ranta-2014206885611 eskom-ee-simama-ranta-2014
206885611 eskom-ee-simama-ranta-2014
 
206883782 lawyers-fiduciary-obligations
206883782 lawyers-fiduciary-obligations206883782 lawyers-fiduciary-obligations
206883782 lawyers-fiduciary-obligations
 
206869083 ortho-study-guide
206869083 ortho-study-guide206869083 ortho-study-guide
206869083 ortho-study-guide
 

Recently uploaded

VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBIVISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
gloriosaesy
 
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptxtugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
d2spdpnd9185
 
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdfPENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
smp4prg
 
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdfLaporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
gloriosaesy
 
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya PositifKoneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Rima98947
 
Karakteristik Manusia Komunikan dalam Bingkai Psikologi Komunikasi
Karakteristik Manusia Komunikan dalam Bingkai Psikologi KomunikasiKarakteristik Manusia Komunikan dalam Bingkai Psikologi Komunikasi
Karakteristik Manusia Komunikan dalam Bingkai Psikologi Komunikasi
AdePutraTunggali
 
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docxRUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
kinayaptr30
 
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.pptKOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
Dedi Dwitagama
 
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docxINSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
lindaagina84
 
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-OndelSebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
ferrydmn1999
 
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
Nur afiyah
 
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenUNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
AdrianAgoes9
 
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaanPermainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
DEVI390643
 
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdfLK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
UditGheozi2
 
0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx
0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx
0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx
Indah106914
 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptxRANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
SurosoSuroso19
 
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdfNUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
DataSupriatna
 
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
MirnasariMutmainna1
 
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
agusmulyadi08
 

Recently uploaded (20)

VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBIVISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
 
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptxtugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
 
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdfPENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
 
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdfLaporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
 
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya PositifKoneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
 
Karakteristik Manusia Komunikan dalam Bingkai Psikologi Komunikasi
Karakteristik Manusia Komunikan dalam Bingkai Psikologi KomunikasiKarakteristik Manusia Komunikan dalam Bingkai Psikologi Komunikasi
Karakteristik Manusia Komunikan dalam Bingkai Psikologi Komunikasi
 
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docxRUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
 
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.pptKOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
 
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docxINSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
 
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-OndelSebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
 
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
 
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
 
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenUNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
 
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaanPermainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
 
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdfLK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
 
0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx
0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx
0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx
 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptxRANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
 
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdfNUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
 
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
 
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
 

162697358 case-anestesi

  • 1. Get Homework/Assignment Done Homeworkping.com Homework Help https://www.homeworkping.com/ Research Paper help https://www.homeworkping.com/ Online Tutoring https://www.homeworkping.com/ click here for freelancing tutoring sites Presentasi Kasus PENGELOLAAN ANESTESI UMUM PADA PASIEN DENGAN TONSILITIS KRONIK Disusun Oleh : Rusiana Nasilah (1102008225) Putri Humairoh (1102008197)
  • 2. 2 Pembimbing : Dr. Widodo, SpAn Dr. Iranima, SpAn SMF ANESTESIOLOGI KEPANITERAAN 15 JULI-3 AGUSTUS 2013 RS GUNUNG JATI-CIREBON BAB I PENDAHULUAN Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan penyakit menahun. Anestesi yang ideal adalah tercapainya anestesi yang meliputi hipnotik/sedasi, analgesi dan relaksasi otot. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : (1) anestesi lokal, yaitu suatu tindakan menghilangkan nyeri lokal tanpa disertai hilangnya kesadaran, dan (2) anestesi umum yaitu keadaan ketidaksadaran yang reversibel yang disebabkan oleh zat anestesi, disertai hilangnya sensasi sakit pada seluruh tubuh. Sebagian besar operasi (70-75 %) dilakukan dengan anestesi umum, lainnya dengan anestesi lokal/ regional. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa tahap pesiapan yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi, tahap penatalaksanaan anestesi dan pemeliharaan serta tahap pemulihan dan perawatan pasca anestesi. Tahap pra anestesi merupakan tahap persiapan yang sangat menentukan keberhasilan suatu anestesi. Hal ini penting dalam tahap ini adalah : (1) menyiapkan pasien yang meliputi riwayat penyakit pasien, keadaan umum pasien, dan mental pasien, (2) menyiapkan teknik, obat-obatan dan macam anestesi yang digunakan, (3) memperkirakan
  • 3. 3 kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul pada waktu pengelolaan anestesi dan komplikasi yang mungkin timbul pada pasca anestesi. Tahap pengelolaan anestesi meliputi premedikasi, induksi dan pemeliharaan yang dapat dilakukan secara intravena maupun inhalasi. Pada tahap ini perlu monitoring dan pengawasan ketat serta pemeliharaan jalan nafas karena pada saat ini pasien dalam keadaan sadar dan kemungkinan komplikasi anestesi maupun pembedahan dapat terjadi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANESTESIA UMUM Anestesi umum adalah bentuk anestesi yang paling sering digunakan atau dipraktikkan yang dapat disesuaikan dengan jumlah terbesar pembedahan, karena dengan anestesi ini jalan nafas dapat terus dipertahankan dan nafas dapat dikontrol. (2) Pada kasus ini anestesi yang digunakan adalah anestesi umum yaitu hilangnya rasa sakit di seluruh tubuh disertai hilangnya kesadaran yang bersifat sementara dan reversible yang diakibatkan oleh obat anestesi. Dalam memberikan obat–obat pada penderita yang akan menjalani operasi maka perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi, atau pemeliharaan. (5) 1. Persiapan Pra Anestesi Salah satu hal yang sangat penting dalam tindakan anestesi adalah kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan, baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan tindakan tersebut.Adapun tujuan persiapan pra anestesi adalah untuk mempersiapkan mental dan fisik secara optimal,
  • 4. 4 merencanakan dan memilih tehnik serta obat – obat anestesi yang sesuai dengan fisik dan kehendak pasien, menentukan status fisik penderita dengan klasifikasi ASA (American Society Anesthesiology). (3) 1. Macam-macam teknik anestesi : No. Teknik Resevoirbag Valve Rebreathing Soda lime 1. Open _ _ _ _ 2. Semi open + + _ _ 3. Semi closed + + + + 4. Closed + + + + Keterangan : Rebreathing ( - ) = CO2 langsung ke udara kamar. Rebreathing ( + ) = CO2 langsung ke udara kamar & sebagian dihisap lagi. Rebreathing ( + ) = CO2 dihisap lagi. Pada kasus ini dipakai semi closed anestesi karena mempunyai beberapa keuntungan : 1). Konsentrasi inspirasi relatif konstan. 2). Konservasi panas dan uap. 3). Menurunkan polusi kamar. 4). Menurunkan resiko ledakan dengan obat yang mudah terbakar. 2. Menentukan status fisik penderita dengan klasifikasi ASA (American Society Anesthesiology), yaitu : (4)  ASA 1 : Pasien dalam keadaan sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa kelainan faali, biokimia dan psikiatri. Angka mortalitas mencapai 2 %.  ASA 2 : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang karena penyakit bedah maupun proses patofisiolgis. Angka mortalitas mencapai 16 %.  ASA 3 : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat sehingga aktivitas harian terbatas . Angka mortalitas mencapai 36 %.
  • 5. 5  ASA 4 : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung mengancam kehidupannya dan tidak selalu sembuh dengan operasi. Angka mortalitas mencapai 68 %.  ASA 5 : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil.Tindakan operasi hampir tidak ada harapan.Tidak ada harapan hidup dalam 24 jam walaupun dioperasi atau tidak. Angka mortalitas mencapai 98 %. b.Premedikasi Anestesi Tujuan premedikasi bukan hanya untuk mempermudah induksi dan mengurangi jumlah obat – obatan yang digunakan, tetapi terutama untuk menenangkan pasien sebagai persiapan anestesi. Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi dilakukan. Tindakan ini biasanya dilakukan sebelum pasien dibawa ke ruang operasi. (4) Tindakan premedikasi ini mempunyai tujuan antara lain untuk memberikan rasa nyaman bagi pasien, membuat amnesia, memberikan analgesia, mencegah muntah, memperlancar induksi, mengurangi jumlah obat – obat anestesi, menekan reflek – reflek yang tidak diinginkan, mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas. Obat –obat yang sering digunakan sebagai premedikasi adalah : 1. Golongan hipnotik sedatif : Barbiturat, Benzodiazepin, Transquilizer. 2. Analgetik narkotik : Morfin, Petidin, Fentanil. 3. Neuroleptik : Droperidol, Dehidrobenzoperidol. 4. Anti kolinergik : Atropin, Skopolamin. Obat – obat premedikasi : Sulfas Atropin Sulfas atropin termasuk golongan anti kolinergik. Berguna mengurangi sekresi lendir dan mengurangi efek bronkhial dan kardial yang berasal dari perangsangan parasimpatis akibat obat anestesi atau tindakan operasi. Pada dosis klinik (0,4–0,6 mg ) akan menimbulkan bradikardi yang disebabkan perangsangan nervus Vagus. Pada dosis yang lebih besar (> 2 mg) akan menghambat nervus Vagus sehingga terjadi takikardi. Efek lainnya yaitu melemaskan nervus otot polos, mendepresi vagal reflek, menurunkan spasme gastrointestinal dan mengurangi rasa mual serta muntah.
  • 6. 6 Obat ini juga dapat menimbulkan rasa kering di mulut serta penglihatan kabur, maka lebih baik tidak diberikan pra anestesi lokal atau regional. Dalam dosis toksik dapat menyebabkan gelisah, delirium, halusinasi, dan kebingungan pada pasien. Tetapi hal ini dapat diatasi dengan pemberian Prostigmin 1 – 2 mg intra vena. Sedian : dalam bentuk Sulfat Atropin dalam ampul 0,25 mg dan 0,50 mg. Dosis : 0,01 mg/kgBB dan 0,1 – 0,4 mg untuk anak – anak. Pemberian : SC, IM, IV.(7) Pethidin Merupakan derivat fenil piperidin yang efek utamanya, depresi nafas dan efek sentral lain. Efek analgetik timbul lebih cepat setelah pemberian sub cutan atau intra muskular, tapi masa kerja lebih pendek. Dosis toksik menimbulkan perangsangan SSP misal tremor, kedutan otot dan konvulsi. Pada saluran nafas, akan menurunkan tidal volume sedang frekuensi nafas kurang dipengaruhi sehingga efek depresi nafas tidak disadari. Secara sistemik menimbulkan anestesi kornea dengan akibat hilangnya refleks kornea. Obat ini juga meningkatkan kepekaan alat keseimbangan sehingga menimbulkan mual, muntah dan pusing pada penderita yang berobat jalan. Pada penderita rawat baring, obat ini tidak mempengaruhi sistem kardiovaskuler, tapi penderita berobat jalan dapat timbul sinkop orthostotik karena hipotensi akibat vasodilatasi perifer karena pelepasan histamin. (4) Absorbsi petidin berlangsung baik pada semua cara pemberian. Pada pemberian IV kadarnya dalam darah akan turun cepat 1-2 jam pertama. Petidin dimetabolisme di hati dan dikeluarkan lewat ginjal sekitar 1/3 dosis yang diberikan. Preparat oral dalam tablet 50 mg, parenteral dalam bentuk ampul 50 mg per cc. Dosis dewasa 50-100 mg disuntikkan SK atau IM. Jika secara IV efek analgesiknya tercapai dalam waktu 15 menit. (4) c. Induksi Induksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai tercapainya stadium pembedahan (III) yang selanjutnya diteruskan dengan tahap pemeliharaan anestesi untuk mempertahankan atau memperdalam stadium anestesi setelah induksi. (4) Macam-macam stadium anestesi : Stadium I (analgesia) : - mulai pemberian zat anestesi sampai dengan hilangnya kesadaran
  • 7. 7 - mengikuti perintah, rasa sakit hilang. Stadium II ( Delirium ) : - mulai hilangnya kesadaran sampai dengan permulaan stadium bedah. - gerakan tidak menurut kehendak, nafas tidak teratur, midriasis, takikardi. Stadium III (Pembedahan) : 1. Tingkat 1 :nafas teratur spontan, miosis, bola mata tidak menurut kehendak, nafas dada dan perut seimbang. 2. Tingkat 2 :nafas teratur spontan kurang dalam, bola mata tidak bergerak, pupil mulai melebar, mulai relaksasi otot. 3. Tingkat 3 : nafas perut lebih dari nafas dada, relaksasi otot sempurna. 4. Tingkat 4 :nafas perut sempurna, tekanan darah menurun, midriasis maksimal, reflek cahaya ( - ) Stadium IV. (Paralisis) : nafas perut melemah, tekanan darah tidak terukur, denyut nadi berhenti dan meninggal. Pada kasus ini digunakan Propofol. Propofol Propofol merupakan derivat isoprofilfenol yang digunakan untuk induksi dan pemeliharaan anestesi umum. Propofol secara kimia tidak ada hubungannya dengan anestesi IV lain. Pemberian IV ( 2 mg/kg BB ) menginduksi anestesi secara cepat seperti Tiopental. Anestesi dapat dipertahankan dengan infus Propofol yang berkesinambungan dengan Opiat, N2 dan atau anestesi inhalasi lain.(4) Propofol menurunkan tekanan arterial sistemik, dan kembali normal dengan intubasi trekea. Propofol tidak menimbulkan aritmia, atau iskemik otot jantung, tidak merusak fungsi hati dan ginjal. (7) Keuntungan Propofol, bekerja lebih cepat dari Tiopental, mempunyai induksi yang cepat, masa pulih sadar yang cepat, sehingga berguna pada pasien rawat jalan yang memerlukan prosedur cepat dan singkat. (7) Sediaan :ampul atau vial 20 ml ( 200 mg ), tiap ml mengandung 10 mg Propofol. Dosis : 1,5 – 2 mg/kgBB iv (anak) 2 – 2,5 mg/kgBB iv (dewasa)
  • 8. 8 4. Pemeliharaan Maintenance atau pemeliharaan adalah pemberian obat untuk mempertahankan atau memperdalam stadium anestesi setelah induksi. Pada kasus ini menggunakan Isofluran, N2O, dan O2. (5) a. isofluran isofluran merupakan halogenasi eter yang pada dosis anestetik atau subanestetik enurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi meninggikan aliran darah otak dan tekanan intrakranial Efek terhadap kardiovaskuler cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada laporan toksik terhadap hepar b. Dinitrogen Oksida/Gas Gelak/N2O Merupakan gas yang tidak berwarna, berbau amis, dan tidak iritasi. Mempunyai sifat anestesi yang kurang kuat, tetapi dapat melalui stadium induksi dengan cepat, karena gas ini tidak larut dalam darah. Gas ini tidak mempunyai relaksasi otot, oleh karena itu operasi abdomen dan ortopedi perlu tambahan dengan zat relaksasi otot. Terhadap SSP menimbulkan analgesi yang berarti. Depresi nafas terjadi pada masa pemulihan, hal ini terjadi karena Dinitrogen Oksida mendesak oksigen dengan ruangan–ruangan tubuh. Hipoksia difus dapat dicegah dengan pemberian oksigen konsentrasi tinggi beberapa menit sebelum anestesi selesai. Penggunaan biasanya dipakai perbandingan atau kombinasi dengan oksigen. Perbandingan N2O : O2 adalah sebagai berikut 60% : 40 % ; 70% : 30% atau 50% : 50%. (4) 5. Obat Pelumpuh Otot (Muscle Relaxant) Obat golongan ini menghambat transmisi neuromuscular sehingga menimbulkan kelumpuhan pada otot rangka. Menurut mekanisme kerjanya, obat ini dibagi menjadi 2 golongan yaitu obat penghambat secara depolarisasi resisten, misalnya suksinil kolin, dan obat penghambat kompetitif atau non depolarisasi , misal kurarin. Dalam anestesi umum , obat ini memudahkan dan mengurangi cedera
  • 9. 9 tindakan laringoskopi dan intubasi trakea, serta memberi relaksasi otot yang dibutuhkan dalam pembedahan dan ventilasi kendali. (4) Dua golongan obat pelumpuh otot 1. Depolarisasi. - Ada fasikulasi otot - Berpotensiasi dengan antikolinesterase - Tidak menunjukkan kelumpuhan bertahap pada perangsangan tunggal atau tetanik - Belum dapat diatasi dengan obat spesifik - Kelumpuhan berkurang dengan penambahan obat pelumpuh otot non depolarisasi dan asidosis - Contoh: suksametonium (suksinil kolin) 2. Non depolarisasi - Tidak ada fasikulasi otot - Berpotensiasi dengan hipokalemia, hipotermia, obat anestetik inhalasi, eter, halothane, enfluran, isoflurane - Menunjukkan kelumpuhan yang bertahap pada perangsangan tunggal atau tetanik - Dapat diantagonis oleh antikolinesterase - Contoh: tracrium (atrakurium besilat), pavulon (pankuronium bromida), norkuron (pankuronium bromida), esmeron (rokuronium bromida). 1. Succynil Choline Merupakan pelumpuh otot depolarisasi dengan mula kerja cepat, sekitar 1 – 2 menit dan lama kerja singkat sekitar 3 – 5 menit sehingga obat ini sering digunakan dalam tindakan intubasi trakea. Lama kerja dapat memanjang jika kadar enzim kolinesterase berkurang, misalnya pada penyakit hati parenkimal, kakeksia, anemia, dan hipoproteinemia. (4) Komplikasi dan efek samping dari obat ini adalah bradikardi, bradiaritma dan asistole, takikardi dan takiaritmia, peningkatan tekanan intra okuler, hiperkalemi dan nyeri otot fasikulasi. (3) Obat ini tersedia dalam flacon berisi bubuk 100 mg dan 50 mg. Pengenceran dengan garam fisiologis / aquabidest steril 5 atau 25 ml sehingga
  • 10. 10 membentuk larutan 2% sebagai pelumpuh otot jangka pendek. Dosis untuk inhalasi 1 – 2 mg / kgBB. (7) 2. Atrakurium besilat (Tracrium) Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang relative baru dengan struktur benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman Leontice Leontopeltatum. Keunggulan atracurium adalah : - metabolisme terjadi di dalam darah - tidak mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang - tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskular yang bermakna Kemasan dibuat dalam ampul berisi 5 ml yang mengandung 50 mg atrakurium besilat. Stabilitas larutan sangat bergantung penyimpanan pada suhu dingin dan perlindungan terhadap penyinaran. (4) Dosis intubasi : 0,5 - 0,6 mg / Kg BB / IV Dosis relaksasi otot : 0,5 – 0,6 mg / Kg BB / IV Dosis pemeliharaan : 0,1 – 0,2 mg / Kg BB / IV 6. Analgetik Ketorolac Ketorolac dapat diberikan secara oral, intramuskuler, atau intravena. Setelah suntikan intramuscular atau intravena efek analgesinya dicapai dalam 30 menit, maksimal setelah 1-2 jam dengan lama kerja sekitar 4-6 jam dan penggunaannya dibatasi untuk 5 hari. Cara kerja ketorolac ialah menghambat sintesis prostaglandin di perifer tanpa mengganggu reseptor opioid di system saraf pusar. Sifat analgetik ketorolac setara dengan opioid, yaitu 30 mg ketorolac = 12 mg morfin = 100 mg pethidin, sedangkan sifat antipiretik dan antiinflamasinya rendah. Ketorolac dapat digunakan secara bersamaan dengan opioid. Dosis awal 10-30 mg dan dapat diulang setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan. Untuk pasien normal dosis sehari dibatasi maksimal 90 mg dan untuk berat < 50 kg, manula atau gangguan faal ginjal dibatasi maksimal 60 mg. Sediaan : dalam ampul 5mg / 5ml Pemberian : IM atau IV (2)
  • 11. 11 7. Intubasi Trakea Merupakan suatu tindakan memasukkan pipa khusus ke dalam trakea, sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah di monitor dan dikendalikan. Tindakan intubasi trakea ini bertujuan untuk : 1. Mempermudah pemberian anestesi. 2. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas dan demi kelancaran pernafasan. 3. Mencegah kemungkinan aspirasi lambung. 4. Mempermudah penghisapan sekret trakheobronkial. 5. Untuk pemakaian ventilasi yang lama. 6. Mengatasi obstruksi laring akut. (4) 8. Terapi Cairan Dalam suatu tindakan operasi terapi cairan harus diperhatikan dengan serius, terapi cairan perioperatif bertujuan untuk : 1. Mencukupi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama operasi. 2. Replacement dan dapat untuk tindakan emergency pemberian obat. (6) Pemberian cairan operasi dibagi : (7) 1. Pra operasi Pada pasien pra operasi dapat terjadi defisit cairan yang diakibatkan karena kurang makan, puasa, muntah, penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti pada ileus obstruktif, perdarahan, luka bakar dan lain – lain. Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kgBB / jam. Bila terjadi dehidrasi ringan maka diperlukan cairan sebanyak 2% BB, dehidrasi sedang perlu cairan sebanyak 5% BB, dan dehidrasi berat sebesar 7% BB. Setiap kenaikan suhu 1 0 Celcius kebutuhan cairan bertambah 10 – 15 %. 2. Selama operasi Selama tindakan operasi ini dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan cairan pada dewasa untuk operasi ringan 4ml/kgBB/jam, sedang 6ml/kgBB/ jam, berat 8 ml/kgBB/jam. Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang dari 10% EBV maka cukup digantikan
  • 12. 12 dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali volume darah yang hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran dengan dosis 1 – 2 kali darah yang hilang. Sedangkan apabila terjadi perdarahan lebih dari 20% akan dipertimbangkan untuk dilakukannya transfusi. 3. Setelah operasi Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan selama operasi ditambah kebutuhan sehari – hari pasien. 9. Pemulihan Pasca anetesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi yang biasanya dilakukan diruang pulih sadar atau recovery room yaitu ruangan untuk observasi pasien pasa operasi atau anestesi. Ruang pulih sadar adalah batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya.1 Di ruang pulih sadar dimonitor jalan nafasnya apakah bebas atau tidak, ventilasinya cukup atau tidak, dan sirkulasinya sudah baik ataukah tidak. Selain obstruksi jalan nafas karena lidah yang jatuh ke belakang atau karena spasme laring, pasca bedah dini juga dapat terjadi muntah yang dapat menyebabkan aspirasi.1 Monitor kesadaran merupakan hal yang penting karena selama pasien belum sadar dapat terjadi gangguan jalan nafas. Tidak sadar yang berkepanjangan adalah akibat dari pengaruh sisa obat anestesi, hipotermi, atau hipoksia, dan hiperkarbi. Hipoksia dan hiperkarbi terjadi pada pasien dengan gangguan jalan nafas dan ventilasi. Menggigil yang terjadi pasca bedah adalah akibat efek vasodilatasi obat anestesi. Menggigil akan menambah beban jantung dan sangat berbahaya pada pasien dangan penyakit jantung.4 Tabel 1. Aldrette Scoring System Kriteria Recovery score in 15 30 45 60 out Aktivitas Dapat bergerak 4 anggota gerak 2 2 2 2 2 2
  • 13. 13 volunter atau atas perintah 2 anggota gerak 1 1 1 1 1 1 0 anggota gerak 0 0 0 0 0 0 Respirasi Sirkulasi Mampu benafas dan batuk secara bebas 2 2 2 2 2 2 Dyspnea, nafas dangkal atau terbatas 1 1 1 1 1 1 Apnea 0 0 0 0 0 0 Tensi Pre op…mmHg Tensi ± 20 mmHg preop 2 2 2 2 2 2 Tensi ± 20-50 mmHg preop 1 1 1 1 1 1 Tensi ± 50 mmHg preop 0 0 0 0 0 0 Kesadaran Sadar Penuh 2 2 2 2 2 2 Bangun waktu dipanggil 1 1 1 1 1 1 Tidak ada respon 0 0 0 0 0 0 Warna kulit Normal 2 2 2 2 2 2 Pucat kelabu 1 1 1 1 1 1 Sianotik 0 0 0 0 0 0 Dengan demikian pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya. B. TONSILITIS KRONIS Tonsillitis kronis adalah peradangan kronis yang mengenai seluruh jaringan tonsil yang umumnya didahului oleh suatu peradangan di bagian tubuh lain, seperti misalnya sinusitis, rhinitis, infeksi umum seperti morbili dan sebagainya. a. Etiologi dan Faktor Predisposisi
  • 14. 14 Organisme penyebab tonsillitis kronis yaitu beta hemolitikus streptokokus. Infeksi yang berulang-ulang bisa menyebabkan terjadinya pembesaran tonsil melalui parenchym atau degenerasi fibroid. Tetapi kadang-kadang kuman dapat berubah menjadi kuman golongan gram negative. Selain itu, yang harus menjadi perhatian adalah factor predisposisi timbulnya tonsillitis kronis adalah rangsangan menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygine mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat. b. Patologi Terjadinya proses peradangan yang berulang sehingga selain epitel mukosa juga jaringan limfoid mengalami pengikisan maka pada proses penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kriptus menjadi lebar. Secara klinis, kriptus ini tampak diisi oleh detritus. Jika proses berjalan terus yang dapat menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa tonsilaris. Pada anak-anak proses ini dapat disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula. c. Manifestasi klinik Pasien mengeluh ada ganjalan di tenggorokan, tenggorokan terasa kering dan pernafasan berbau. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus membesar, dan kriptus berisi detritus. Gejala tonsillitis kronis menurut Mawson (1977), dibagi menjadi : 1.) gejala local, yang bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit tenggorok, sulit sampai sakit menelan, 2.) gejala sistemik, malaise, nyeri kepala, subfebris, nyeri otot dan persendian, 3.) gejala klinis tonsil dengan debris di kriptenya (tonsillitis folikularis kronis), edema atau hipertrofi tonsil (tonsillitis parenkimatosa kronis), tonsil fibrotic dan kecil (tonsillitis fibrotic kronis), plika tonsilaris anterior hiperemis dan pembengkakan kelenjar limfe regional. Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :  TO : tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat  T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring  T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
  • 15. 15  T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring  T4 : > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnose tonsilofaringitis akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi : 1. Leukosit ↑ 2. Hemoglobin ↓ 3. Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas. d. Diagnosis Banding Diagnosis banding dari tonsillitis kronik adalah : 1. Penyakit-penyakit yang disertai dengan pembentukan pseudomembran yang menutupi tonsil (tonsillitis membranosa) a. Tonsillitis difteri b. Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa) c. Mononucleosis infeksiosa 2. Penyakit Kronik Faring Granulomatus a. Faringitis Tuberkulosa b. Faringitis Luetika c. Lepra d. Aktinomikosis Faring Penyakit-penyakit diatas, keluhan umumnya berhubungan dengan nyeri tenggorok dan kesulitan menelan. Diagnosa pasti berdasarkan pada pemeriksaan serologi, hapusan jaringan atau kultur, X-ray dan biopsy. e. Penatalaksanaan Pengobatan pasti untuk tonsillitis kronis adalah pembedahan dengan pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan medis atau yang konservatif gagal untuk meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripte tonsil dengan alat irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi kronis maupun berulang.
  • 16. 16 Indikasi tonsilektomi menurut American Academy of Otolaryngology – Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan : 1. Serangan tonsillitis lebih dari 3 kali pertahun walaupun telah mendapatkan terapi yang adekuat. 2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan orofacial. 3. Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan nafas, sleep apneu, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor pulmonale. 4. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak hilang dengan pengobatan. 5. Nafas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan. 6. Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grub A streptokokus beta hemolitikus. 7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan. 8. Otitis media efusi atau otitis media supuratif. f. Komplikasi Komplikasi tonsillitis kronis meliputi komplikasi local dan sistemik. b. Komplikasi Lokal  Peritonsilitis  Abses pertonsiler (Quinsy)  Abses Parafaringeal  Kista tonsil  Tonsilolith c. Komplikasi Sistemik yang dapat menyebar secara hematogen dan limfogen.  Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik  Glomerulonefritisarthritis  Nefritis  Iridosiklitis  Dermatitis  Pruritus
  • 18. 18 BAB III ILUSTRASI KASUS A. IDENTITAS Nama : Nn R Usia : 26 tahun No.CM : 785877 Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Cirebon Diagnosis pre operasi : Tonsilitis Kronis Jenis Operasi : Tonsilektomi Jenis Anestesi : General Anestesi Tanggal masuk : 18-07-2013 Tanggal Operasi : 19-07-2013 B. ANAMNESIS Keluhan utama : Nyeri Tenggorokan Riwayat Penyakit Sekarang : Sejak 2 tahun yang lalu, pasien mengeluhkan nyeri tenggorokan, nyeri dirasakan hilang timbul. Awalnya hanya ringan, namun semakin lama dirasakan semakin memberat. Sulit menelan (+), rasa mengganjal di tenggorokan (+), pasien juga sering mengalami batuk pilek sebelumnya dan hilang timbul. Pasien juga mengeluhkan sering terbangun di malam hari karena rasa tidak nyaman dan sesak, terbangun sekitar 2-3 kali dalam semalam. Serak (-), tidur mengorok (+) Riwayat penyakit dahulu : - R. Asma disangkal - R. Alergi obat dan makanan disangkal - R. DM disangkal Riwayat operasi : riwayat pernah operasi disangkal
  • 19. 19 C. PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan Umum : Baik, compos mentis 2. Tanda Vital T : 120/70 mmHg N : 80 x/menit RR : 22 x/menit S : 36,5  C BB : 50kg 3. Status generalis : a. Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik b. Hidung : Nafas cuping hidung (-), sekret (-) c. Mulut : Tidak ditemukan gigi palsu d. Telinga : Pendengaran baik (+) secret (-) e. Leher : Kel thyroid tidak membesar f. Tenggorok : T3-T3, kripta melebar, hiperemis (-), detritus (-), uvula di tengah. g. Thorax : Retraksi (-) Paru I: Pengembangan dada kanan = kiri P: Fremitus raba kanan = kiri P: Sonor-sonor A: Suara dasar: vesikuler +/+ Suara tambahan : -/- Jantung I : Ictus cordis tidak tampak A: Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-) h. Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba i. Extremitas : edem (-) sianosis (-) akral dingin (-)
  • 20. 20 D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Hb : 13,0 g/dl Hct : 38.7 % Plt : 220 Wbc : 6.7 GDS : 89 mg/dl Ureum : 14.6 mg/dl Kreatinin : 0,56 mg/dl Albumin : 3,8 g/dL SGOT : 20 u/L SGPT : 10 u/L HbsAg : negatif (-) TERAPI THT 1. Pro Tonsilektomi 2. IVFD RL 20 tetes/menit 3. Konsul anestesi KESIMPULAN 1. Kelainan sistemik : (-) 2. Status fisik ASA I
  • 21. 21 TATA LAKSANA ANESTESI 1. Di ruang persiapan a. Cek persetujuan operasi dan identitas penderita b. Pemeriksaan tanda-tanda vital c. Lama puasa 6 jam d. Cek obat dan alat anestesi e. Posisi terlentang f. Pakaian pasien diganti pakaian operasi g. Infus RL 20 tetes/menit 2. Di ruang operasi a. Jam 09.00 pasien masuk kamar operasi, manset dan monitor dipasang, premedikasi injeksi petidin 50 mg iv. b. Jam 09.05 dilakukan induksi dengan propofol 100 mg, segera kepala diekstensikan, face mask didekatkan pada hidung dengan O2 6 l/menit. Setelah reflek bulu mata menghilang, Tramus 20 mg dimasukkan IV, tampak fasikulasi otot. Sesudah tenang dilakukan intubasi dengan nasal endotrakheal tube no. 6,5 dan Guedel, balon ET dikembangkan. Setelah terpasang baik dihubungkan dengan mesin anestesi untuk mengalirkan N2O:O2 = 4 L:6 L permenit. c. Jam 09.25 dialirkan volutail berupa isovluran 1-2 vol %, d. Jam 09.30 operasi dimulai dan tanda vital dimonitor tiap 15 menit.Infus RL 500cc. e. Jam 10.30 Injeksi ketorolac 30 mg , injeksi Ondansetron 4 mg, infus RL 500 cc. f. Jam 11.00 operasi selesai penderita dipindah ke ruang recovery. Monitoring Selama Anestesi Jam Tensi Nadi SpO2 Keterangan 09.00 120/70 84 100% Masuk ruang operasi, infuse RL 500cc, injeksi petidin 50 mg 09.05 115/65 88 100% Injeksi propofol 100 mg, Tramus 20 mg 09.15 102/62 76 100%
  • 22. 22 09.30 106/64 80 100% Infus RL 500cc 09.45 105/66 80 100% Dexametason 10 mg 10.00 106/66 80 100% 10.15 106/64 82 100% 10.30 108/66 84 100% injeksi ondancetron 4 mg dan ketorolac 30 mg 10.45 108/68 84 100% 11.00 110/68 84 100% Operasi Selesai, pindah ke RR INSTRUKSI PASCA ANESTESI Pasien dirawat di RR dalam posisi supine, oksigen 2 liter/menit, awasi respirasi, nadi, tensi tiap 15 menit. Bila tensi turun dibawah 90/60, berikan kristaloid atau efedrin 10 mg. Bila muntah, berikan ondansetron 4 mg. Bila kesakitan, berikan ketorolac 15 mg. Infus RL dan NaCl 1500 cc/24 jam dengan tetesan 18 tetes per menit. Setelah sadar, pasien di rawat di ruang perawatan sesuai dengan bagian operator. Bila aldrette skor > 8 tanpa nilai 0, dipindah ke ruang perawatan. Setelah pasien sadar, pasien dipindahkan ke ruang perawatan . 1. Awasi keadaan umum, perdarahan, selama 2 jam post operasi. 2. Cek darah rutin & elektrolit dan dikoreksi bila perlu 3. Bila tidak ada mual, tidak ada muntah, bising usus (+), boleh makan dan minum secara bertahap 4. Bila nyeri bertambah, konsultasi ke bagian anestesi.
  • 23. 23 BAB IV PEMBAHASAN Pada pasien diatas dari pre operasi (anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang) didapatkan status fisik pasien diklasifikasikan sebagai ASA I yaitu pasien sehat baik secara organik, fisiologik, psikiatrik, maupun biokimia. Secara keseluruhan, tidak didapatkan aspek-aspek yang dapat memperberat proses anestesi selama pembedahan. Namun, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan selama masa pembiusan. Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan risiko utama pada pasien-pasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum induksi anestesia. Tindakan premedikasi sendiri, yaitu pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia bertujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia diantaranya untuk meredakan kecemasan dan ketakutan, memperlancar induksi anestesia, mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus, meminimalkan jumlah obat anestetik, mengurangi mual-muntah pasca bedah,menciptakan amnesia, mengurangi isi cairan lambung, mengurangi refleks yang membahayakan. Keluhan pasien jika disertai nyeri karena penyakitnya dapat diberikan preparat opioid misalnya petidin 50 mg intramuskular, fentanyl 50 microgram, ataupun morfin. Sedangkan untuk mengurangi mual muntah pasca bedah sering ditambahkan premedikasi berupa ondansentron 2 -4 mg iv. Berdasarkan status fisik pasien tersebut, jenis anestesi yang paling baik digunakan dalam tonsilektomi adalah general anestesi. Teknik anestesi umum yang dipilih adalah teknik balance anesthesia, nafas kendali dengan nasootracheal tube nomor 6,5. Teknik ini dimulai dengan pemberian obat pelumpuh otot non depolar, setelah itu dilakukan pemasangan nasotrakeal tube. Pada pasien ini diberikan obat pelumpuh otot atracurium besylate 20 mg iv, yang merupakan nondepolaritation intermediete acting. Sedangkan atracurium sebagai obat pelumpuh otot non depolarisasi dipilih sebagai agen penginduksi karena mempunyai beberapa keunggulan antara lain metabolisme terjadi di dalam darah
  • 24. 24 (plasma) terutama melalui suatu reaksi kimia unik yang disebut eliminasi Hofman. Reaksi ini tidak tergantung pada fungsi hati atau ginjal. Selain itu tidak mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang dan tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskular. Dosis intubasi dan relaksasi otot adalah 0,5-0,6 mg/kgBB (iv), dan dosis pemeliharaan yaitu 0,1-0,2 mg/kgBB (iv). Obat pelumpuh otot kalau perlu diulangi lagi dengan 1/3 dosis awal, yaitu apabila pasien tampak ada usaha bernafas spontan, cegukan, ada tahanan pada inflasi paru, atau otot perut mulai tegang. Menjelang akhir operasi saat mulai menjahit lapisan kulit diusahakan nafas spontan dengan membantu usaha nafas sendiri secara manual. Ektubasi dapat segera diberikan setelah spontan normal kembali dengan volume tidal 300 ml. O2 diberikan terus ( 5-6 L ) selama 2-3 menit untuk mencegah hipoksia difusi. Apabila nafas tetap lemah setelah ditunggu beberapa menit dapat diberi obat anti pelumpuh otot non depolarisasi sebelum diekstubasi yaitu neostigmin (prostigmin) dosis 0,04 mg/kg, piridostigmin 0,1-0,4 mg/kg, atau fisostigmin 0,01-0,03 mg/kg. Penawar pelumpuh otot bersifat muskarinik menyebabkan hipersalivasi, keringatan, bradikardi, kejang bronkus, hipermotilitas usus, dan pandangan kabur, sehingga pemberiannya harus disertai oleh obat vagolitik seperti atropin dosis 0,01-0,02 mg/kg. Induksi anestesi merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi. Obat-obatan yang sering digunakan untuk induksi antar lain tiopental, propofol dan ketamin. Pada pasien ini diberikan propofol 100 mg iv. Propofol merupakan obat induksi anestesi cepat, yang didistribusikan dan dieliminasikan dengan cepat. Propofol diberikan dengan dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi intravena total 4-12 mg/Kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0,2 mg/Kg. Efek samping propofol pada sistem pernafasan adanya depresi pernapasan, apneu, bronkospasme, dan laringospasme. Pada susunan saraf pusat adanya sakit kepala, pusing, euforia, kebingungan, gerakan klonik- mioklonik, epistotonus, mual, muntah. Pada daerah penyuntikan dapat terjadi nyeri. Selesai dilakukan induksi, sampai pasien tertidur dan reflek bulu mata hilang. Sungkup ditempatkan pada muka. Sebaiknya dagu ditahan atau sedikit ditarik ke belakang ( posisi kepala ekstensi) agar jalan nafas bebas dan pernafasan lancar. Pengikat sungkup muka ditempatkan dibawah kepala. Jika pernafasan masih tidak
  • 25. 25 lancar dicoba mendorong kedua pangkal rahang ke depan dengan jari manis dan tengah tangan kiri. Kalau perlu dengan kedua tangan kita yaitu dengan kedua ibu dan telunjuk jari yang memegang sungkup muka dan dengan jari-jari yang lain menarik rahang ke atas. Tangan kanan kita bila brbas dapat memegang balon pernafasan dari alat anestesi untuk membuat pernafasan ( menekan balon sedikit bila pasien melakukan ispirasi). N2O mulai diberikan 4L dengan O2 2 L /menit untuk memperdalamkan anestesi, bersamaan dengan ini sevo dibuka sampai 1% dan sedikit demi sedikit ( sesudah setiap 5-10 kali tarik nafas) dinaikkan dengan 1% sampai 3 atau 4 % tergantung reaksi dan besar tubuh penderita. Kedalaman anestesi dinilai dari tanda-tanda mata ( bola mata menetap), nadi tidak cepat dan terhadap rangsang operasi tidak banyak berubah. Jika stadium anestesi sudah cukup dalam, rahang sudah lemas, masukkan pipa orofaring. Isoflurane kemudian dikurangi dan dihentikan beberapa menit sebelum operasi selesai. Selesai operasi N2O dihentikan dan pasien diberi O2 100% beberapa menit mencegah hipoksia. isofluran merupakan halogenasi eter yang pada dosis anestetik atau subanestetik enurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi meninggikan aliran darah otak dan tekanan intrakranial . Efek terhadap kardiovaskuler cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia. Pada pasien ini diberikan maintenance O2 + N2O + isofluran . Oksigen diberikan untuk mencukupi oksigen jaringan. Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%, gas ini bersifat sebagai anestetik lemah tetapi analgetiknya kuat. Sevoflurane merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih anestesi lebih cepat dibandingkan isoflurane. Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia. Setelah pemberian dihentikan, isoflurane cepat dikeluarkan oleh tubuh. Sebelum operasi selesai pada pasien ini diberikan analgetik ketorolac 30 mg dan antiemetik ondansetron 4 mg. Pemberian ketorolac pada pasien ini bertujuan untuk mengurangi nyeri pasca pembedahan, dan ondansetron diberikan dengan tujuan mengurangi mengurangi mual dan muntah pasca pembedahan dengan kerja di sentral. Setelah operasi selesai pasien dibawa ke Recovery Room (RR). Di ruang inilah pemulihan dari anestesi umum atau anestesi regional dilakukan. RR terletak berdekatan dengan ruang operasi sehingga apabila terjadi suatu kondisi yang memerlukan pembedahan ulang tidak akan mengalami kesulitan. Pada saat di RR, dilakukan
  • 26. 26 monitoring seperti di ruang operasi, yaitu meliputi tekanan darah, saturasi oksigen, EKG, denyut nadi hingga kondisi stabil. Bila pasien gelisah harus diteliti apakah karena kesakitan atau karena hipoksia (TD turun, nadi cepat , misalnya karena hipovolemik). Bila kesakitan harus diberikan analgetik seperti petidin 15-25 mg IV, tetapi kalau gelisah karena hipoksia harus diobati sebabnya, misalnya dengan menambah cairan elektrolit ( RL ), koloid ( dextran), darah. Oksigen selalu diberikan sebelum pasien sadar penuh. Pasien hendaknya jangan dikirim ke ruangan sebelem sadar, tenang, reflek jalan nafas sudah aktif, tekanan darah, nadi dalam batas normal. Pasien dapat keluar dari RR apabila sudah mencapai skor Lockherte/Aldrete lebih dari tujuh. Sedangkan pada pasien diatas, didapatkan skornya 10 sehingga pasien dapat dipindahkan ke tempat perawatan selanjutnya.
  • 27. 27 BAB V KESIMPULAN Dalam suatu tindakan anestesi banyak hal yang harus diperhatikan agar tindakan anestesi tersebut dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan anestesi. Dalam hal ini pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang baik dan teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat mengantisipasinya serta dapat menentukan teknik anestesi yang akan dipakai. Selain itu, pemilihan obat dan dosisnya harus benar- benar diperhatikan agar tidak menimbulkan efek samping yang membahayakan pasien. Anestesi umum adalah pilihan anestesi untuk tonsilektomi. Status fisik pasien termasuk dalam ASA I sehingga secara keseluruhan, tidak didapatkan aspek-aspek yang dapat memperberat proses anestesi maupun pembedahan. Tindakan premedikasi sendiri, yaitu pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia bertujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia. Pasien dapat keluar dari recovery room apabila sudah mencapai skor Lockherte/Aldrete lebih dari tujuh. Hal ini penting dilakukan untuk menilai kondisi paska operasi pasien. Dalam laporan ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi umum pada operasi tonsilektomi pada pasien perempuan, umur 21 tahun, status fisik ASA I. Dengan diagnosis tonsilitis kronis dengan menggunakan teknik general anestesi inhalasi semi closed dengan ET no 6,5. Secara umum pelaksanaan operas dan penanganan anestesi berlangsung dengan baik tanpa ada kendala yang berarti.
  • 28. 28 DAFTAR PUSTAKA 1. Latief, S.A., Suryadi, K.A., Dachlan, R. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. Jakarta: FK UI 2. Pramono, A., 2008. Study Guide Anestesiologi dan Reanimasi. Yogyakarta : FK UMY. 3. Boulton, T.B., Blogg, C.E., 1994. Anestesiologi. Edisi 10. EGC. Jakarta. 4. Anonim1, 2008. Narfoz. Diakses dari http://www.pharosindonesia.com/our- product/46-ethical/109-narfoz.html 5. Dachlan, R dkk. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta : bagian Anesteiologi dan terapi Intensif. FK UI 6. Muhiman, M. 2000. Anastesiologi. Jakarta : bagian Anestesiologi dan terapi Intensif. FK UI. 7. Dobson Michael B, Penuntun Praktis Anestesi, cetakan I, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1994. 8. Gan, Sulistia, Farmakologi dan terapi, edisi ke- 3 FKUI, Jakarta, 1986. 9. Muhardi, M, dkk. Anastesiologi, bagian Anastesiologi dan Terapi Intensif, FKUI, CV Infomedia, Jakarta, 1989. 10. Snow, J.C. Manual of Anasthaesiology, 2 nd edition, Little Brown and Company, Boston, 1982.Tjay, Tan Hoan, Obat – obat Penting, edisi ke – 4, Depkes RI, Jakarta, 1979
  • 29. 29