Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas tentang penyebab dan penanganan terlambat bangun pasca anestesi umum, yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti overdosis obat, durasi anestesi yang lama, gangguan metabolik, dan komplikasi neurologis. Langkah diagnosis dan terapi yang disarankan adalah memastikan stabilitas pasien, mengevaluasi sejarah medis dan manajemen anestesi, serta melakuk
Formulir edukasi tindakan anestesi dan sedasimukhlansyarif
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai berbagai jenis anestesia dan sedasi yang dapat diberikan kepada pasien sebelum operasi, mencakup anestesia umum, spinal/epidural, blok perifer, dan sedasi. Anestesia umum akan membuat pasien tidak sadar selama operasi, sedangkan spinal/epidural dan blok perifer hanya membius bagian tubuh tertentu sehingga pasien tetap sadar. Sedasi hanya menyebabkan pasien mengantuk tanpa kehilangan k
Dokumen ini memberikan panduan untuk merawat mangsa yang pengsan akibat kecederaan. Ia menjelaskan tanda-tanda pengsan dan cara untuk mengekalkan saluran pernafasan terbuka, menilai tahap sedar dan kecederaan lain, serta menguruskan pemindahan mangsa ke hospital dengan selamat. Langkah-langkah penting termasuk memeriksa saluran udara, menilai tahap sedar setiap 10 minit, memeriksa kecederaan luaran, dan
Dokumen tersebut memberikan penjelasan mengenai pemberian obat melalui selang intravena, termasuk definisi, jenis-jenis pemberian (infus kontinu, intermiten, bolus), hal-hal yang perlu dipertimbangkan, reaksi tubuh, dan efek sampingnya. Pemberian obat secara intravena merupakan cara yang paling cepat dan pasti, namun jika dilakukan terlalu cepat dapat menyebabkan toksisitas, sedangkan terlalu lambat dapat
Formulir edukasi tindakan anestesi dan sedasimukhlansyarif
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai berbagai jenis anestesia dan sedasi yang dapat diberikan kepada pasien sebelum operasi, mencakup anestesia umum, spinal/epidural, blok perifer, dan sedasi. Anestesia umum akan membuat pasien tidak sadar selama operasi, sedangkan spinal/epidural dan blok perifer hanya membius bagian tubuh tertentu sehingga pasien tetap sadar. Sedasi hanya menyebabkan pasien mengantuk tanpa kehilangan k
Dokumen ini memberikan panduan untuk merawat mangsa yang pengsan akibat kecederaan. Ia menjelaskan tanda-tanda pengsan dan cara untuk mengekalkan saluran pernafasan terbuka, menilai tahap sedar dan kecederaan lain, serta menguruskan pemindahan mangsa ke hospital dengan selamat. Langkah-langkah penting termasuk memeriksa saluran udara, menilai tahap sedar setiap 10 minit, memeriksa kecederaan luaran, dan
Dokumen tersebut memberikan penjelasan mengenai pemberian obat melalui selang intravena, termasuk definisi, jenis-jenis pemberian (infus kontinu, intermiten, bolus), hal-hal yang perlu dipertimbangkan, reaksi tubuh, dan efek sampingnya. Pemberian obat secara intravena merupakan cara yang paling cepat dan pasti, namun jika dilakukan terlalu cepat dapat menyebabkan toksisitas, sedangkan terlalu lambat dapat
Dokumen tersebut membahas tentang modul asma yang mencakup pengertian asma, gejala, diagnosis, uji fungsi paru, imunopatologi, perubahan fisiologi dan biokimia, serta penatalaksanaan asma baik pada saat serangan maupun di luar serangan.
Dokumen tersebut membahas tentang pemberian obat melalui jalur intravena. Terdapat beberapa cara pemberian obat intravena seperti infus kontinu, infus intermiten, dan pemberian secara bolus. Dokumen juga menjelaskan hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat intravena seperti kecepatan pemberian, kompatibilitas cairan infus dan obat, serta reaksi tubuh terhadap obat intravena.
Dokumen tersebut membahas tentang pemberian obat melalui jalur intravena. Terdapat beberapa cara pemberian obat intravena yaitu infus lanjut, infus berulang, dan pemberian secara bolus. Dokumen juga menjelaskan hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat intravena seperti kecepatan pemberian, kompatibilitas cairan dan obat, serta reaksi tubuh terhadap obat intravena.
Dokumen tersebut membahas tentang anestetik umum yang merupakan obat yang bekerja secara umum pada susunan saraf pusat untuk menghilangkan rasa sakit dan kesadaran. Anestetik umum dapat berupa gas, cairan yang menguap, atau obat suntik yang dibagi ke dalam beberapa stadium berdasarkan derajat penghambatan susunan saraf pusat.
Nhb Comparison of the lma supreme tm with the lmaNur Hajriya
The document compares the LMA Proseal and LMA Supreme for airway management in patients anesthetized in the prone position. 120 patients were randomized to receive either device. Both devices had high first attempt success rates for insertion of over 98%. However, the Proseal required fewer manipulations to achieve effective ventilation and provided a higher seal pressure compared to the Supreme. Overall, both devices successfully managed the airway with low complication rates, but the Proseal performed slightly better.
Ringkasan dokumen tersebut adalah: Teknik anestesia yang digunakan untuk operasi laparoscopy meliputi anestesia umum, lokal, dan regional. Anestesia umum direkomendasikan untuk prosedur laparoscopy yang lebih lama karena dapat mengendalikan ventilasi dan tekanan intraabdominal. Anestesia lokal dan regional memberikan keuntungan pemulihan yang lebih cepat namun perlu dipertimbangkan faktor teknis dan kemampuan pasien.
Manajemen perioperatif atas pasien dengan anoreksia nervosa beratNur Hajriya
Ringkasan dari dokumen tersebut adalah: Studi kasus wanita 26 tahun dengan anoreksia nervosa berat dan fraktur tibia yang menunda operasi karena kondisi pasien yang lemah. Setelah peningkatan BMI, operasi dilakukan dengan pemantauan yang ketat. Tinjauan literatur menunjukkan bahwa hipoglikemia dan leukositopenia berat muncul pada BMI di bawah 11,1 dan 11,3, tetapi menghilang pada BMI di atas 14,5 dan 15,
This document discusses difficult intubation and airways. It defines difficult airway as difficulty with facemask ventilation or tracheal intubation. The incidence is estimated between 3-18%. Optimal positioning for intubation is neck flexion with atlanto-axial extension. Several scales are used to evaluate difficulty, including LEMON, LM MAP, 4D, Wilson Risk Scale, and Magboul 4M. Preparations for difficult intubation include different sized laryngoscopes, ET tubes, introducers, airways, and LMAs. Special techniques discussed are awake intubation and awake tracheostomy under local anesthesia. The ASA algorithm provides guidance for recognized and unrecognized difficult airways.
Dokumen tersebut membahas tentang hormon antidiuretik (vasopressin) yang berperan dalam pengaturan osmolalitas dan volume plasma serta penggunaannya dalam terapi diabetes insipidus kranialis, gangguan perdarahan, gagal jantung, dan syok septik. Vasopressin dapat meningkatkan tekanan darah pada kondisi tersebut.
Dokumen tersebut membahas tentang modul asma yang mencakup pengertian asma, gejala, diagnosis, uji fungsi paru, imunopatologi, perubahan fisiologi dan biokimia, serta penatalaksanaan asma baik pada saat serangan maupun di luar serangan.
Dokumen tersebut membahas tentang pemberian obat melalui jalur intravena. Terdapat beberapa cara pemberian obat intravena seperti infus kontinu, infus intermiten, dan pemberian secara bolus. Dokumen juga menjelaskan hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat intravena seperti kecepatan pemberian, kompatibilitas cairan infus dan obat, serta reaksi tubuh terhadap obat intravena.
Dokumen tersebut membahas tentang pemberian obat melalui jalur intravena. Terdapat beberapa cara pemberian obat intravena yaitu infus lanjut, infus berulang, dan pemberian secara bolus. Dokumen juga menjelaskan hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat intravena seperti kecepatan pemberian, kompatibilitas cairan dan obat, serta reaksi tubuh terhadap obat intravena.
Dokumen tersebut membahas tentang anestetik umum yang merupakan obat yang bekerja secara umum pada susunan saraf pusat untuk menghilangkan rasa sakit dan kesadaran. Anestetik umum dapat berupa gas, cairan yang menguap, atau obat suntik yang dibagi ke dalam beberapa stadium berdasarkan derajat penghambatan susunan saraf pusat.
Nhb Comparison of the lma supreme tm with the lmaNur Hajriya
The document compares the LMA Proseal and LMA Supreme for airway management in patients anesthetized in the prone position. 120 patients were randomized to receive either device. Both devices had high first attempt success rates for insertion of over 98%. However, the Proseal required fewer manipulations to achieve effective ventilation and provided a higher seal pressure compared to the Supreme. Overall, both devices successfully managed the airway with low complication rates, but the Proseal performed slightly better.
Ringkasan dokumen tersebut adalah: Teknik anestesia yang digunakan untuk operasi laparoscopy meliputi anestesia umum, lokal, dan regional. Anestesia umum direkomendasikan untuk prosedur laparoscopy yang lebih lama karena dapat mengendalikan ventilasi dan tekanan intraabdominal. Anestesia lokal dan regional memberikan keuntungan pemulihan yang lebih cepat namun perlu dipertimbangkan faktor teknis dan kemampuan pasien.
Manajemen perioperatif atas pasien dengan anoreksia nervosa beratNur Hajriya
Ringkasan dari dokumen tersebut adalah: Studi kasus wanita 26 tahun dengan anoreksia nervosa berat dan fraktur tibia yang menunda operasi karena kondisi pasien yang lemah. Setelah peningkatan BMI, operasi dilakukan dengan pemantauan yang ketat. Tinjauan literatur menunjukkan bahwa hipoglikemia dan leukositopenia berat muncul pada BMI di bawah 11,1 dan 11,3, tetapi menghilang pada BMI di atas 14,5 dan 15,
This document discusses difficult intubation and airways. It defines difficult airway as difficulty with facemask ventilation or tracheal intubation. The incidence is estimated between 3-18%. Optimal positioning for intubation is neck flexion with atlanto-axial extension. Several scales are used to evaluate difficulty, including LEMON, LM MAP, 4D, Wilson Risk Scale, and Magboul 4M. Preparations for difficult intubation include different sized laryngoscopes, ET tubes, introducers, airways, and LMAs. Special techniques discussed are awake intubation and awake tracheostomy under local anesthesia. The ASA algorithm provides guidance for recognized and unrecognized difficult airways.
Dokumen tersebut membahas tentang hormon antidiuretik (vasopressin) yang berperan dalam pengaturan osmolalitas dan volume plasma serta penggunaannya dalam terapi diabetes insipidus kranialis, gangguan perdarahan, gagal jantung, dan syok septik. Vasopressin dapat meningkatkan tekanan darah pada kondisi tersebut.
This document provides guidelines for managing severe local anesthetic toxicity:
1. Signs of toxicity include sudden changes in mental status, seizures, and cardiovascular collapse. Immediate steps are to secure the airway, provide oxygen, treat seizures, and assess the cardiovascular system.
2. For circulatory arrest, start CPR and treat arrhythmias. Consider lipid emulsion and continue CPR during treatment. For stable patients, consider lipid emulsion and treat hypotension, bradycardia, or tachyarrhythmias.
3. Follow up includes monitoring for pancreatitis, reporting cases, and safe transfer until recovery is achieved.
Cyclooxygenase 2 inhibitors and non spesific non steroidal antiNur Hajriya
This document discusses nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) and their mechanisms of action, effects, and examples. It notes that NSAIDs inhibit the cyclooxygenase (COX) enzymes COX-1 and COX-2, which are involved in prostaglandin synthesis. COX-1 mediates important homeostatic functions while COX-2 mediates inflammation. NSAIDs have analgesic, anti-inflammatory, and antipyretic effects. Examples mentioned include celecoxib, rofecoxib, valdecoxib, and parecoxib. The document also summarizes the clinical uses, side effects, classifications, and descriptions of several common NSAIDs like aspirin and acet
pathophysiological changes in ckd patients for anaesthetic concerndrshowketdar
The document discusses the various pathophysiological changes that occur in patients with chronic renal failure who are candidates for renal transplantation. It outlines the widespread effects on multiple organ systems including the cardiovascular, pulmonary, hematological, gastrointestinal, neurological and endocrine systems that result from the kidney disease. Examples of issues that can arise include fluid overload, electrolyte imbalances, anemia, gastrointestinal bleeding, neuropathy and metabolic acidosis. Treatment options for end stage renal disease are then briefly mentioned as dialysis or renal transplantation.
This document provides an overview of spinal and epidural anesthesia techniques and relevant anatomy. It discusses the vertebral column, ligaments, meninges, spinal cord development and curves, and spinal nerves. Understanding this anatomy is important as spinal and epidural techniques are blind procedures with a risk of failure or complications if done incorrectly. Knowledge of the neurovascular structures like the spinal cord and its close relationship with the epidural space can help increase the success rate of these techniques and reduce devastating complications.
Cholinergic system model questions & answersRathnakar U P
There are two main types of cholinergic receptors: nicotinic and muscarinic. Nicotinic receptors are located at the neuromuscular junction. Muscarinic receptors have five subtypes (M1-M5) located throughout the body. M1 receptors are found in the CNS, gastric glands, and autonomic ganglia. M2 receptors are located in the heart. M3 receptors are present in smooth muscle, glands, and the eye. Cholinergic transmission involves the synthesis, storage, release, and binding of acetylcholine to receptors, followed by termination of the signal when acetylcholine is broken down.
Dokumen tersebut merangkum karakteristik dan efek morfin sebagai prototipe opioid agonis. Morfin memiliki efek analgesi yang kuat namun juga menyebabkan efek samping seperti mual, sedasi, dan depresi ventilasi. Morfin lebih efektif untuk menghilangkan nyeri tumpul berkelanjutan dibandingkan nyeri tajam sementara.
Complications of anaesthesia in opthalmic surgeryDevdutta Nayak
Local and regional anesthesia techniques are commonly used for ophthalmic surgery. Potential complications include retrobulbar hemorrhage, globe perforation, optic nerve injury, brainstem anesthesia from intravascular injection, and the oculo-cardiac reflex. Careful patient assessment, proper needle selection, knowledge of orbital anatomy, and gentle technique can help minimize risks. Regional techniques like peribulbar and sub-Tenon's blocks provide good akinesia while avoiding potential dangers of retrobulbar injection.
This document discusses epidural anesthesia. Some key points:
- Epidural anesthesia allows for placement of a continuous catheter, which is useful for cases of unpredictable duration, prolonged postoperative analgesia, chronic pain control, and obstetric analgesia/anesthesia.
- Local anesthetics injected into the epidural space spread horizontally to nearby dermatomes and vertically in a preferentially cephalad direction.
- Factors affecting the level and spread of an epidural block include injection site, dose, volume, concentration, position, age, and speed of injection. Increasing dose and volume increases spread, while concentration mostly affects density.
- Onset is usually within 5 minutes, and peak
Dokumen tersebut membahas tentang anestesi lokal dan komplikasinya. Definisi anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi di bagian tubuh tertentu untuk prosedur medis tanpa rasa sakit. Komplikasi anestesi lokal dapat terjadi secara lokal di area injeksi maupun sistemik seperti jarum patah, rasa sakit, atau efek samping obat. Persiapan sebelum dan peraw
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE PADA MATA PELAJARAN IPA DENGAN TOPIK ORGAN PEREDARAN DARAH PADA MANUSIA KELAS V SEMESTER I SD NEGERI 17 KATOBU.
Dokumen tersebut membahas anestesi pada bedah saraf dan beberapa aspek khususnya anestesi untuk bedah fossa posterior. Hal-hal penting yang dibahas antara lain anatomi fossa posterior, tujuan anestesia untuk menjaga tekanan intrakranial dan hemodinamik stabil, serta pencegahan komplikasi seperti edema otak dan trombosis.
Laporan pendahuluan ini membahas intracerebral hematoma (ICH) yang merupakan penyebab ketiga dari cerebrovaskular accident. ICH dapat terjadi akibat trauma kepala dan lebih dari 50% kasus disertai hematoma epidural atau subdural. Laporan ini menjelaskan pengertian, etiologi, patofisiologi, gejala, pemeriksaan, dan penatalaksanaan ICH serta diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dan rencan
Laporan ini berisi ringkasan akhir studi kasus seorang pasien hipertensi selama masa praktik klinik keperawatan. Laporan ini mendiskusikan asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien tersebut berdasarkan diagnosis dan perencanaan keperawatan.
Teks tersebut membahas manajemen preoperatif, perioperatif, dan postoperatif pada pasien yang akan menjalani tonsilektomi. Terdapat penjelasan mengenai jenis anestesi, persiapan pasien sebelum operasi, monitoring selama operasi, dan pengawasan setelah operasi.
Kasus ini membahas tentang seorang pasien wanita yang mengalami nyeri kepala, mual, dan penglihatan kabur. Berdasarkan pemeriksaan, didiagnosis menderita tumor otak. Beberapa tindakan yang dilakukan antara lain CT-Scan dan pemberian obat analgesik untuk meringankan nyeri.
Penggolongan Obat : Susunan Syaraf Pusat dan Otonom serta Antibiotika serta A...pjj_kemenkes
1. Dokumen tersebut membahas tentang penggolongan obat-obat yang bekerja pada sistem saraf pusat dan otonom serta antibiotika.
2. Obat-obat tersebut dikelompokkan menjadi penstimulasi atau penghambatan sistem saraf pusat, analgesik-antipiretik, antiepilepsi, psikofarmaka, obat sistem saraf otonom, dan antibiotika.
3. Jenis obat yang dijelaskan meliputi amfetamin, metilfenidat
1. Dokumen tersebut membahas tentang penggolongan obat ke dalam tiga kelompok utama yaitu obat sistem saraf pusat, obat sistem saraf otonom, dan antibiotika.
2. Obat sistem saraf pusat dibagi menjadi dua golongan yakni perangsang dan penekan, contohnya amfetamin, metilfenidat, kafein sebagai perangsang dan anestesi, hipnotik, sedatif sebagai penekan.
3. Jenis antibiot
Program S1
# KodeMK Mata Kuliah SKS Dosen Hari Mulai Selesai Ruang Kelas Pernah Semester Hapus
1 IEK6433 EKONOMI SDA & LINGKUNGAN 3 Prof. La Ode Muh. Harafah, SE. M. Si. Dr. Senin 07:30 09:59 A3.2.02 Kelas C : 101-dst 4 [Hapus: IEK6433]
2 IEK6649 KEBANKSENTRALAN 3 Djamal Nasir Baso, SE M. Si Senin 10:00 12:30 Lab Kom IE Kelas : C 121-dst 6 [Hapus: IEK6649]
3 IEK6435 BANK & LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA 3 Tibertius Nempung, SE MS Selasa 10:00 12:30 A3.2.02 Kelas : C 101-DST 4 [Hapus: IEK6435]
4 IEK6437 EKONOMI INDUSTRI 3 Abd. Azis Muthalib, SE MS Rabu 07:30 09:59 A3.2.01 Kelas : C 91-136 4 [Hapus: IEK6437]
5 IEK6438 AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH 3 Mulyati Akib, SE. M. Si. Rabu 10:00 12:30 A3.1.05 Kelas Ganjil 4 [Hapus: IEK6438]
6 IEK6434 EKONOMETRIKA 3 Rosnawintang, SE. M. Si. Dr. Kamis 07:30 09:59 Lab Kom IE Kelas : C 91-136 4 [Hapus: IEK6434]
7 IEK6431 MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH 3 Fajar Saranani, SE. M.Si. Dr. Kamis 10:00 11:40 A3.1.03 Kelas Ganjil 4 [Hapus: IEK6431]
VENTILASI MEKANIS
RSUD Asy Syifa’
2023
Kebutuhan Ventilasi Mekanik
Tujuan Ventilasi Mekanik
FISIOLOGIS
Support manipulasi pertukaran gas
Meningkatkan volume paru
Menurunkan upaya napas (WoB)
KLINIS
Mengatasi gagal napas & distres pernapasan
Mengatasi hipoksemia
Mengatasi Atelectasis
Mengatasi kelelahan otot pernapasan
Memungkinkan sedasi atau paralisis
Menurunkan konsumsi O2
Penilaian awal Respiratory Distress
Gagal Napas Akut
Ketidakmampuan untuk mempertahankan kadar PaO2, PaCO2, dan pH normal
PaO2 di bawah kisaran normal < 70 mmHg .
PaCO2 > 50 mmHg
pH ≤ 7.25 mmHg
Hipoventilasi dan Gagal Napas
Common Cause of Hypoxemic Respiratory Failure:
Pneumonia
Cardiogenic pulmonary edema
ARDS
Aspiration of gastric contents
Multiple trauma
Immunocompromised host with pulmonary infiltrates
Pulmonary embolism
Gagal Napas Akut dan Indikasi Ventilasi Mekanik
Kriteria Standar Memulai Ventilasi Mekanik
Kriteria Standar Memulai Ventilasi Mekanik
Keberhasilan Intervensi
Postoperative Respiratory Failure.
the need for intubation and mechanical ventilation in the 48 hours after surgery.
SHOCK
DEFINE AS: a state which a profound and widespread reduction of effective tissue perfusion leads to reversible and if prolonged, irreversible cellular injury.
Classified into:
Cardiogenic
Hypovolemic
Obstructive
Distributive
Clinical presentation of shock
Sesak Napas
Takipnea dan takikardia ( alkalosis respiratorik atau asidosis metabolik) Menurunnya produksi urin.
Penurunan kesadaran (gangguan elektrolit, hipoksemia dan hiperkapnia)
Penurunan kesadaran merupakan indikasi dilakukan intubasi dan ventilasi mekanik.
Physiologic effect of shock
Minute Ventilasi (VE) akan meningkat untuk mencapai kondisi normokapnia.
VE yang meningkat memicu aliran balik vena dan vasokonstriksi Membantu sistem kardiovaskular mengatasi kondisi hipovolemia.
Physiologic effect of shock
Cellular dysfunction & injury Respiratory muscle dysfunction.
Mekanisme :
Failure of neuromuscular transmission
The cytotoxic effect of nitric oxide and its metabolites
Free radicals
Ubiquitin-proteasome proteolysis
Decrease in nicotinic acetylcoholine receptors.
Physiologic effect of shock
Shock Patient Respiratory failure because INABILITY of the RESPIRATORY MUSCLES TO MAINTAIN ADEQUATE VENTILATION.
Kontoyannis et al studies:
In 28 cardiogenic shock patients.
Ventilated patiens were weaned from IABP more often, and their survival was greater.
During Shock, PVR increases.
Goals of Mechanical Ventilationin Shock
In Hemodynamically unstable patients, tissue perfussion, including CNS compromised.
2 main goals :
establish an adequate airway
reduce VO2.
By resting the respiratory muscles and allowing for sedation, MV can reduce VO2 and decrease sympathetic tone. These effects may improve tissue perfusion.
It is important to achieve patient-ventilator synchronization, otherwise, WoB increase diverts blood to the respiratory muscles & away from other vulnerable tissue beds.
Adequate preoxygenation
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang persisten dengan tekanan sistolik di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Hipertensi dapat dibedakan menjadi ringan, sedang, dan berat berdasarkan peningkatan tekanan diastolik. Hipertensi dapat disebabkan oleh faktor keturunan, karakteristik individu, dan gaya hidup seperti asupan garam dan alkohol yang berlebihan. Pengobatan hipert
The document discusses post-resuscitation care after cardiac arrest. It describes 4 major components of post-cardiac arrest syndrome: 1) identifying and treating the precipitating cause, 2) anoxic brain injury, 3) post-cardiac arrest myocardial dysfunction, and 4) systemic ischemia/reperfusion response. Key aspects of post-resuscitation care include identifying and treating the cause of arrest, airway/ventilation management, hemodynamic support, targeted temperature management, glycemic control, seizure prevention, and neuroprognostication. The goals are to prevent further brain and organ injury, optimize hemodynamics and oxygen delivery, and allow time for recovery.
Surviving sepsis campaign international for pediatricNur Hajriya
1. The document presents guidelines for the management of septic shock and sepsis-associated organ dysfunction in children from an international panel.
2. It describes the methodology used to develop the guidelines, including definitions of sepsis, scope of patients, selection of panel members, development of questions and prioritization of outcomes, and formulation of recommendations based on the GRADE approach.
3. The guidelines provide recommendations on screening and diagnosis of sepsis, antimicrobial therapy, source control, and fluid therapy for septic shock in children.
Tiga komplikasi utama pasca bedah jantung adalah perdarahan berlebihan, shock refraktori, dan gangguan pernapasan seperti pneumonia. Pengetahuan mengenai patogenesis dan penatalaksanaan komplikasi-komplikasi ini dapat menyelamatkan pasien.
Dokumen tersebut membahas tentang penilaian tingkat kesadaran pasien, yang meliputi penilaian stimulus yang dibutuhkan pasien untuk merespon, kualitas respon, dan waktu respon. Penurunan tingkat kesadaran dapat menandakan disfungsi neurologis. Ada beberapa tingkat penurunan kesadaran akut seperti confusion, delirium, letargi, stupor, dan koma. Dokumen juga membahas tentang traumatic brain injury, penilaian AVPU dan ICDSC, serta penting
2. Pendahuluan
• Pada akhir anestesi dan pembedahan pasien
harus terjaga atau mudah dibangunkan,
melindungi jalan napas, mempertahankan
ventilasi yang memadai dan dengan mengontrol
atau meminimalkan rasa sakit pasien.
• Waktu untuk terbangun dari anestesi sangat
bervariasi dan tergantung pada banyak faktor
yang berhubungan dengan pasien, jenis
anestesi yang diberikan dan panjang operasi.
Sarangi S. Delayed Awakening From Anaesthesia. The Internet
Journal of Anaesthesiology.2009; 19(1).
3. Definisi
• Tidak ada definisi tunggal tentang terlambat
bangun atau tertunda munculnya kesadaran
setelah anestesi umum.
• Dengan menggunakan obat-obatan dan agen
inhalasi dengan masa kerja sangat cepat seperti
propofol dan desflurane, pasien umumnya
terbangun dalam beberapa menit. Bahkan
setelah operasi lama, respon terhadap
rangsangan harus terjadi dalam 60-90 menit.2
Sarangi S. Delayed Awakening From Anaesthesia. The Internet
Journal of Anaesthesiology.2009; 19(1).
4. Skala Pengukuran
• Tabel 1. Glasgow Coma Scale
Pada awalnya dikembangkan sebagai alat untuk menilai prognosis setelah
trauma kepala, juga telah digunakan untuk tren tingkat kesadaran
5. • 6 domain; fisiologis, nosiseptif, emosi, kegiatan hidup sehari-
hari, kognitif dan perspektif pasien.
• Pemulihan fisiologis memerlukan waktu 40 menit pada 40%
pasien. Hanya 11% dari pasien memerlukan satu hari di
semua domain untuk pemulihan lengkap .
Tabel 2. Skala Pemulihan Pasca Operasi
(Post Operative Recovery Scale/PQRS
Radhakrishnan J, Jesudasan S, Jacob R. Delayed awakening or emergence from anaesthesia. Update in anaesthesia
7. Penyebab
• Overdosis.
– Terlalu banyak obat yang diberikan atau pasien terlalu
rentan.
– Pasien lemah, kecil atau lansia umumnya memerlukan
dosis yang lebih rendah daripada orang yang sehat, orang
dewasa normal.
– Metabolisme obat tertunda terjadi pada gagal ginjal atau
hati, dan dosis yang lebih kecil mungkin diperlukan.
– Peningkatan kepekaan terhadap agen tertentu. Misalnya
sensitivitas sangat meningkat terhadap obat relaksan otot
non-depolarisasi pada pasien myasthenia gravis.
8. • Durasi dan jenis anestesi yang diberikan.
– Untuk agen anestesi inhalasi kecepatan timbul secara
langsung berhubungan dengan ventilasi alveolar
– Ketika durasi anestesi berkepanjangan,mula kerja
obat tergantung pada penyerapan jaringan total obat
yang berhubungan dengan kelarutan obat,
konsentrasi rata-rata yang digunakan dan durasi
paparan.
– Agen anestesi intravena, pemulihan segera terutama
tergantung pada redistribusi dari darah dan otak ke
otot dan lemak.
9. • Potensiasi oleh obat lain.
– Konsumsi obat sedatif seperti benzodiazepin atau
alkohol sebelum premedikasi akan mempotensiasi
efek depresan sistem saraf pusat obat bius dan
analgesik, dan dapat menunda mula kerja obat
anestesi.
• Blokade neuromuskular berkepanjangan.
– Sisa hasil blokade neuromuskuler berupa
kelumpuhan mungkin dianggap sebagai tidak respon
meskipun pasien mungkin sepenuhnya sadar dan
menyadari. Ini dapat terjadi sekunder karena
overdosis atau tidak lengkapnya pembalikan
(reverse) obat relaksan otot non-depolarisasi
10. • Gagal ginjal
– terdapat pengurangan eliminasi obat
• Gagal Nafas.
– Pasien yang tidak bernapas secara efektif selama atau
setelah anestesi dapat menjadi hyperkarbia
(mengangkat CO2) ke tingkat yang dapat menghasilkan
sedasi atau bahkan tidak sadar. Faktor risiko meliputi
penyakit pernafasan yang telah terjadi, terutama pasien
dengan retensi CO2 sebelum operasi, opioid dosis
tinggi, obstruksi napas dan obat-obatan pembalik
(reverse) pelumpuh otot.
11. • Gangguan metabolik.
– Hipoglikemia.
– Hiperglikemia berat.
– Ketidakseimbangan elektrolit.
– Hipotermia.
– Sindrom antikolinergik sentral mungkin dapat terjadi
walau jarang, mengikuti penggunaan obat
antikolinergik terutama hiosin, juga antihistamin,
antidepresan, fenotiazin dan petidin.
12. • Komplikasi neurologis.
– Hipoksia serebral dari setiap penyebab akan
mengakibatkan berkurangnya tingkat sadar yang
mungkin pertama hadir sebagai lambatnya pulih
sadar dari anestesi, terutama jika keadaan hipoksia
telah terjadi selama anestesi.
– Gangguan intraserebral seperti perdarahan, emboli
atau trombosis, sangat jarang terjadi kecuali pada
bedah saraf, bedah jantung, serebrovaskular dan
operasi karotis.
14. Langkah Penegakkan Diagnosis
1. Riwayat harus ditinjau, terutama dalam hal konsumsi obat, termasuk
terapi herbal.
2. Pastikan semua agen inhalasi telah dimatikan.
3. Pencatatan pre- dan durante anestesi harus ditinjau, terutama dalam hal
konsentrasi,dosis obat dan lama kerja obat/ terakhir diberikan.
4. Jumlah pemberian cairan harus diperhatian. Kelebihan cairan dapat
tertarik ke paru-paru, menyebabkan penurunan pertukaran oksigen dan
hiperkarbia dan hipoksia.
5. Tanda-tanda vital harus menunjukkan stabilitas kardiopulmoner .
6. Suhu tubuh harus mendekati normal.
7. Hypo dan hiperventilasi harus dikecualikan oleh pemeriksaan analisa gas
darah.
8. Asidosis metabolik harus dikeluarkan sebagai penyebab lambat bangun.
9. Residu obat pelumpuh otot harus dikecualikan dengan monitoring dan
meminta pasien mengangkat kepala lebih dari 5 detik.
10. Pemeriksaan neurologis harus mencakup pemeriksaan pupil , gerakan
motorik simetris, adanya reflek muntah atau batuk.
11. CT scan, konsultasi neurologis ataupun bedah saraf diindikasikan jika
penyebab lain telah disingkirkan.
15. Terapi
• Tergantung penyebabnya
• Pastikan jalan nafas aman. Perbaiki kesulitan jalan nafas napas,
dengan cara jaw thrust, pemasangan guedel atau nasofaring airway,
reintubation, pemberian tekanan positif kontinue pada jalan nafas.
Berikan oksigen untuk mengobati hipoksi
• Pastikan respirasi adekuat. Jika diindikasikan, ventilasi pasien
melalui tube endotrakheal
• Nilai tingkat kesadaran, denyut jantung, tekanan darah, EKG,
perfusi perifer, dan output urin. Resusitasi bila ada indikasi.
Pemantauan intensif dari semua parameter hemodinamik, ETCO2,
SpO2, CVP, input dan output adalah wajib.
• Lakukan penilaian ulang mengenai riwayat penyakit, investigasi dan
manajemen perioperatif, termasuk grafik anestesi dan waktu
pemberian obat, untuk mencari kemungkinan penyebab terlambat
bangun post anestesi.
16. Terapi
• Carilah tanda-tanda overdosis opioid berupa pupil
pinpoint dan laju pernapasan lambat.
• Balikkan efek obat pelumpuh otot non depolarisasi
• Mengukur suhu dan persiapkan langkah-langkah
yang diperlukan bila suhu hipotermia
• Periksa glukosa darah, berikan infus dekstrosa jika
GDS < 150 mg/dl
• Pastikan tekanan darah normal, sesuai dengan
keadaan preop, berikan vasopressor jika diperlukan.
17. • Ukur analisa gas darah, glukosa dan elektrolit
pasien, lakukan koreksi bila terdapat kelainan.
• Lakukan hitung darah lengkap dan lakukan transfusi
jika diindikasikan.
• Periksa EKG 12 lead, lakukan konsultasi bila
diperlukan
• Jika tidak ada penyebab lain dapat ditemukan pada
lambat bangun post anestesi, gangguan intra
serebral dapat diduga dan pemeriksaan neurologis
harus dilakukan, terutama untuk mencari tanda-
tanda lokal gangguan neurologis. Diperlukan CT
pencitraan radiologi atau MRI untuk mengkonfirmasi
diagnosis. Lakukan konsultasi dengan neurologi
atau bedah saraf sesuai dengan indikasi.
18. DAFTAR PUSTAKA
1. Reason JT, Carthey J, and de Leval, MR. Diagnosing “Vulnerable System Syndrome”: An Essential Prerequisite to
Effective Risk Management. Qual Health Care. 2001;10:ii21-ii25.
2. Sarangi S. Delayed Awakening From Anaesthesia. The Internet Journal of Aaesthesiology.2009; 19(1).
3. Razavi M, Bameshki AR, TaghaviGilani M. Delayed Awakening from Anaesthesia Following Electrolyte and Acid
Base Disorders, Two Cases. Patient Saf Qual Improv.2014; 2(1):65-68.
4. Rhona C F, Sinclair B, Faliero R J. Delayed recovery of consciousness after anaesthesia. Continuing Education in
Anaesthesia, Critical Care & pain. 2006; 6(3):114-118.
5. Deuri A, Goswami D, Samplay M, Das J. Nonawakening following general anaesthesia after ventriculo-peritoneal
shunt surgery: An acute presentation of intracerebral haemorrhage. Indian J Anaesth 2010 Nov-Dec;54(6):569-
571.
6. Radhakrishnan J, Jesudasan S, Jacob R. Delayed awakening or emergence from anaesthesia. Update in
anaesthesia 2001; 13:4-6.
7. Context Sensitive Elimination Times. Chris Thompson, Royal Prince Alfred Hospital, Sydney, Australia, 2000.
8. Miller RD, Roderick LL. Diuretic-induced hypokalaemia, pancuronium neuromuscular blockade and its antagonism
by neostigmine. Br J Anaesth1978; 50(6):786-792.
9. Muscle relaxants and anticholinesterases; Peck TE, Williams M, editors. Pharmacology for Anaesthesia and
Intensive Care. Greenwich Medical Media Ltd; 2000. p. 137-157
10. Millers RD. Millers, Anaesthesia.7th Edition, United States of America, Elsevier Churchill, 2010.P 2722-2723.
11. Kalra S, Wadhwa R. Role of amino acid infusion in delayed recovery from neuromuscular blockers. Indian J
Anaesth 2010; 54:166-168.
12. Grati L, Toumi S, Gahbiche M. Failure to recover after anaesthesia for surgery of a liver hydatid cyst assigned to
hypernatremia. Ann Fr Anaesth Reanim 2009; 28(3):261-262.
13. Moon HS, Lee SK, Chung JH, In CB. Hypocalcemia and hypokalemia due to hyperventilation syndrome in spinal
anaesthesia.- A case report. Korean J Anaesthesiol 2011; 61(6):519-523.
14. Daniel I. Sessler. Temperature Monitoring and Perioperative Thermoregulation. Ananesthesiology 2008;
109(z):318-338.
15. Brown DV, Heller F, Barkin R. Anticholinergic syndrome after anaesthesia: a case report and review. Am J Ther
2004; 11:144-153.