SlideShare a Scribd company logo
1 of 29
Download to read offline
PAI BERWAWASAN MULTIKULTURAL DAN TRANSDISIPLINER
TENTANG
PENDIDIKAN ISLAM MULTIKULTURAN DAN PENDIDIKAN KARAKTER
DALAM DIMENSI BUDAYA BANGSA INDONESIA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah PAI Berwawasan Multikultural dan
Transdisipliner
Oleh Dr. Asnawan, S.Pd.I., M.S.I
OLEH:
M. ABU SIRI
Program Magister Pendidikan Agama Islam
IAI Al-Falah As-Sunniyyah (INAIFAS) - KENCONG
JEMBER
2023
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat serta
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah yang
berjudul Pendidikan Islam Multikultural dan Pendidikan Karakter dalam Dimensi Budaya
Bangsa Indonesia ini menjelaskan tentang pentingnya sebuah pendidikan islam multicultural
yang berdimensi budaya bangsa dan juga Pendidikan karakter agar peserta didik mengetahui
tentang budaya dan juga tentang Pendidikan karakter di Indonesia.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat di kehidupan masyarakat baik bagi penulis
maupun pembaca. Selesainya penulisan makalah ini semata-mata berkat bantuan dari berbagai
pihak, yang telah memberikan dukungan dalam berbagai bentuk kepada penulis. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penulisan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan,
untuk itu penulis berharap kritik dan saran dari para pembaca, guna menyempurnakan makalah
ini.
Bangsalsari, 15 Juni 2023
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI ...........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah ...............................................................................................................7
C. Tujuan .................................................................................................................................7
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Multikultural............................................................................... 8
B. Multikulturalisme dalam Pendidikan Islam................................................................... 10
C. Prinsip dan Tujuan Pendidikan Islam Multikultural ..................................................... 13
D. Unsur-unsur Pendidikan Multikultural.......................................................................... 18
E. Pengertian Pendidikan Karakter ................................................................................... 19
F. Pendidikan Karakter dalam Islam.................................................................................. 21
G. Tujuan Pendidikan Karakter .......................................................................................... 23
H. Unsur-unsur Pendidikan Karakter ................................................................................. 24
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 26
B. Saran ............................................................................................................................... 27
C. Daftar Pustaka................................................................................................................. 28
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
INDONESIA merupakan salah satu negara yang dianugerahi kemajemukan melebihi
negara-negara lain di dunia, bukan hanya secara suku, etnik, bahasa dan agama, tetapi juga
secara kultural yang telah dimulai sejak embrio sejarah kelahirannya1
. Keragaman ini di
satu sisi dapat menjadi potensi besar bagi kemajuan bangsa. Tetapi disisi lain, juga
berpotensi menimbulkan berbagai permasalahan bila tidak dikelola dengan baik. Umat
Islam sebagai kaum mayoritas harus berperan aktif dalam mengelola aspek keragaman
bangsa ini melalui jalur pendidikan. Sebagai salah satu instrumen penting peradaban umat,
pendidikan Islam perlu dioptimalkan pengembangannya guna menata dinamika
keragaman agar menjadi potensi strategis bagi kemajuan bangsa.
Namun demikian, kendati telah dirintis berbagai langkah reformasi dan model
pengembangan pendidikan Islam, tetapi ikhtiar tersebut hingga kini belum sepenuhnya
mencapai tujuan sebagaimana diharapkan. Pada ranah empiris, implementasi pendidikan
Islam di berbagai unit pendidikan belum banyak memberikan implikasi signifikan
terhadap perubahan prilaku peserta didik, padahal salah satu tujuan utama pendidikan
Islam menurut J. Awang2
adalah terjadinya perubahan, baik pola fikir (way of thinking),
perasaan dan kepekaan (way of feeling), maupun pandangan hidup (way of life) pada
peserta didik.
Tidak sedikit hasil penelitian yang membuktikan bahwa hingga saat ini, pendidikan
Islam di sekolah-sekolah maupun institusi pendidikan lainnya, masih cenderung dogmatis
serta kurang mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif sehingga melahirkan
pemahaman agama yang tekstual dan eksklusif3
.
Di Indonesia, kritik terhadap dunia pendidikan Islam yang mengemuka akhir-akhir ini
adalah bahwa pendidikan Islam belum berhasil membangun manusia yang berkarakter.
Maraknya tindak kekerasan antar-pelajar, antar-mahasiswa, pelajar dengan mahasiswa
maupun pelajar-mahasiswa dengan masyarakat yang sering terjadi memperkuat pendapat
tersebut. Selain itu, persoalan-persoalan korupsi, kejahatan seksual, perusakan, kehidupan
1
Ngaimun Naim, Pendidikan Multikultural : Konsep dan Aplikasi (Jogjakarta,Ar-Ruzz Media, 2008), hal. 51.
2
Jaffari Awang, Islamic Education Multicultural. (Universitas Kebangsaan Malaysia, Journal Of Islamic And
Management Education, edisi II, Nopember 2009) hal. 47
3
Ibrahim Mohammad Hamam ; Multicultural Education Issues: Concept and implementation. (Amman Jordan,
The Faculty of Educational Sciences, European Journal of Social Sciences, Vol.30 No.2, 2012) hal. 28.
5
ekonomi yang konsumtif, kehidupan politik yang tidak produktif, perilaku individualis
yang menjadi sorotan tajam masyarakat semakin mempertegas sinyalemen kegagalan
pendidikan Islam dalam membentuk manusia Indonesia yang berkarakter4
.
Kritik lain yang tidak kalah tajamnya adalah mulai lunturnya semangat kebangsaan.
Semangat ke-Bhineka Tunggal Ika-an bangsa Indonesia akhir-akhir ini merosot tajam.
Terkikisnya semangat saling menghargai antar-suku bangsa, etnis, ras, dan antar-pemeluk
agama saat ini merupakan salah satu indikator bahwa pembentukan manusia Indonesia
yang multikultur dan berkarakter masih jauh dari harapan. Dalam konteks inilah
pendidikan Islam melalui upaya pendekatan multicultural merupakan sebuah keniscayaan.
Pendidikan Islam multicultural mendesak dikembangkan secara integratif, komprehensif
dan konseptual.5
Fenomena meningkatnya dekadensi moral dan prilaku tak terpuji seperti kekerasan,
tawuran, eksklusifisme dan lemahnya toleransi serta penghargaan terhadap orang lain
dalam segala bentuknya yang melibatkan anak sekolah merupakan indikator nyata dari
belum efektifnya model dan fungsi pendidikan Islam yang selama ini dijalankan. Maka tak
heran jika banyak pihak mulai mempertanyakan sejauhmana efektifitas pendidikan Islam
bagi peningkatan kesadaran dan perubahan prilaku peserta didik baik secara individual
maupun sosial kultural. Pertanyaan ini wajar mengingat secara teoritis, pendidikan
diyakini sebagai system rekayasa sosial yang paling berpengaruh mewarnai dan
membentuk pola fikir dan prilaku seseorang dalam hidup kesehariannya.
Dari berbagai fenomena di atas, kemudian banyak pihak memandang perlu
dikembangkannya model pendidikan Islam multikultural yakni sebuah model
pengembangan yang fokus pada pentingnya penghormatan terhadap keragaman dan
pengakuan kesederajatan paedagogis terhadap semua orang (equal for all) yang memiliki
hak yang sama untuk memperoleh layanan pendidikan, serta penghapusan berbagai bentuk
diskriminasi demi membangun kehidupan masyarakat yang adil sehingga terwujud
suasana toleran, demokratis, humanis, inklusif, tenteram dan sinergis tanpa melihat latar
belakang kehidupannya, apapun etnik, status sosial, agama dan jenis kelaminnya6
.
Pendidikan Islam multikultural adalah proses penanaman sejumlah nilai Islami yang
relevan agar peserta didik dapat hidup berdampingan secara damai dan harmonis dalam
4
Mudrofin, Pendidikan Karakter (Jogjakarta, Pustaka Pelita, 2012), hal 62.
5
Hermanto, Pembentukan pendidikan berbasis Karakter (Jogjakarta, Sinar Press,2011), hal 11.
6
Munir A. Shaikh, Multicultural Education: Concepts and Management. (Columbia University, Journal Current
Issues in Comparative Education, Vol. 7, 2011), hal 22.
6
realitas kemajemukan dan berperilaku positif, sehingga dapat mengelola kemajemukan
menjadi kekuatan untuk mencapai kemajuan, tanpa mengaburkan dan menghapuskan
nilainilai agama, identitas diri dan budaya.7
Pengembangan pendidikan berbasis karakter dan budaya bangsa perlu menjadi program
nasional. Dalam pendidikan, pembentukan karakter dan budaya bangsa pada peserta didik
tidak harus masuk kurikulum. Nilai-nilai yang ditumbuhkembangkan dalam diri peserta
didik berupa nilai-nilai dasar yang disepakati secara nasional. Nilai-nilai yang
dimaksudkan di antaranya adalah kejujuran, dapat dipercaya, kebersamaan, toleransi,
tanggung jawab, dan peduli kepada orang lain.
Franz Magnis-Suseno, dalam acara Sarasehan Nasional Pengembangan Pendidikan
Budaya dan Karakter Bangsa (14/01/2010) mengatakan bahwa pada era sekarang ini yang
dibutuhkan bukan hanya generasi muda yang berkarakter kuat, tetapi juga benar, positif,
dan konstruktif. Namun, untuk membentuk peserta didikpeserta didik yang berkarakter
kuat, tidak boleh ada feodalisme para pendidik. Jika pendidik membuat peserta didik
menjadi ”manutan” (obedient) dengan nilai-nilai penting, tenggang rasa, dan tidak
membantah, karakter peserta didik tidak akan berkembang. Kalau kita mengharapkan
karakter, peserta didik itu harus diberi semangat dan didukung agar ia menjadi pemberani,
berani mengambil inisiatif, berani mengusulkan alternatif, dan berani mengemukakan
pendapat yang berbeda. Kepada peserta didik, perlu diajarkan cara berpikir sendiri.
Untuk pengembangan Pendidikan berbasis karakter dan budaya bangsa, dibutuhkan
masukan, antara lain, menyangkut model-model pengembangan karakter dan budaya
bangsa sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem Pendidikan nasional. Kebutuhan
terus harus dimaknai serius karena memerlukan banyak pengorbanan. Kerisauan dan
kerinduan banyak pihak untuk kembali memperkuat pendidikan karakter dan budaya
bangsa perlu direspons dengan baik. Karena itu, data akurat yang menyangkut modelmodel
pengembangan karakter dan budaya bangsa perlu digali dan dilaksanakan melalui kajian
empiris, yakni kegiatan penelitian.
Syarat menghadirkan Pendidikan karakter dan budaya bangsa di sekolah harus
dilakukan secara holistis. Pendidikan karakter tidak bisa terpisah dengan bentuk
pendidikan yang sifatnya kognitif atau akademik. Konsep pendidikan tersebut harus
diintegrasikan ke dalam kurikulum. Hal ini tidak berarti bahwa Pendidikan karakter akan
7
Tim Kemenag RI. Panduan Integrasi Nilai Multikultur dalam Pendidikan Agama Islam (Jakarta, PT Kirana
Cakra Buana bekerjasama dengan Kemenag RI, Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII),
TIFA Foundation dan Yayasan Rahima, 2012), hal 8
7
diterapkan secara teoretis, tetapi menjadi penguat kurikulum yang sudah ada, yaitu dengan
mengimplementasikannya dalam mata pelajaran dan keseharian peserta didik didik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud pengertian pendidikan multikultural?
2. Bagaimana multikulturalisme dalam pendidikan islam?
3. Apa saja prinsip dan tujuan pendidikan islam multikulturalisme?
4. Apa saja unsur-unsur pendidikan multikulturalisme?
5. Apa yang dimaksud dengan pendidikan karakter?
6. Bagaimana pendidikan karakter dalam islam?
7. Apa saja tujuan pendidikan karakter?
8. Apa saja unsur pendidikan karakter?
C. Tujuan
1. Menjelaskan tentang pengertian pendidikan multikultural
2. Menjelaskan tentang bagaimana multikulturalisme dalam pendidikan islam
3. Menjelaskan apa saja prinsip dan tujuan pendidikan islam multikulturalisme
4. Menjelaskan apa saja unsur-unsur pendidikan multikulturalisme
5. Menjelaskan tentang pendidikan karakter
6. Menjelaskan tentang pendidikan karakter dalam islam
7. Menjelaskan apa saja tujuan pendidikan karakter
8. Menjelaskan apa saja unsur pendidikan karakter
8
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Multikultural
Pada Multikultural secara harfiyah, berasal dari multi artinya banyak dan culture
artinya budaya. Makna keseluruhan dapat berarti keragaman budaya (Scott Lash dan
Mike Featherstone (ed.), 2002; 2). Kultur atau merupakan ciri-ciri dari tingkah laku
manusiayang dipelajari, tidak diturunkan secara genetis dan tidak bersifat khusus,
sehingga kultur padamasyarakat tertentu bisa berbeda dengankultur masyarakat
lainnya. Maka multicultural berarti budaya yang bervariasi8
.
Selain multikultural, terdapat istilah sejenisnya, yaitu pluralitas. Istilah
multikultural hampir sama dengan pluralitas. Perbedaannya dapat dijelaskan
bahwapluralitas sekedar menunjukkan adanya kemajemukan, namun kedua istilah sama
berlangsung di dalam ruang public9
.
Kemudian pengertian Pendidikan multikultural (multicultural education) menurut
(Susilo Andrew; Hakikat pendidikan multikultural dan teori multikultural, 2014; 06)
merupakan strategi pendidikan yang memanfaatkan keberagaman latar belakang
kebudayaan dari para peserta didik sebagai salah satu kekuatan untuk membentuk sikap
multikultural. Strategi ini sangat bermanfaat, sekurang-kurangnya bagi sekolah sebagai
lembaga pendidikan dapat membentuk pemahaman bersama atas konsep kebudayaan,
perbedaan budaya, keseimbangan, dan demokrasi dalam arti yang luas.
Dengan demikian, aspek pokok yang sangat ditekankan dalam gerakan
multikulturalisme adalah kesediaan menerima dan memperlakukan kelompok lain
secara sama dan seharusnya sesuai dengan prinsip- prinsip kemanusiaan. Harkat dan
martabat manusia yang hidup dalam suatu komunitas dengan entitas budayanya
masing-masing (yang bersifat dinamis dan khas), merupakan dimensi yang sangat
penting diperhatikan dalam gerakan multikulturalisme.
Dua kata, pendidikan dan multikultural, memiliki keterkaitan sebagai subjek dan
objek atau ‘yang diterangkan’ dan ‘menerangkan’, juga esensi dan konsekuensi.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar
8
Yaqin, M. Ainul, Pendidikan Multikultural (Cross-Cultural Understanding untuk Demokrasi dan Keadilan),
Yogyakarta; Pilar Media, 2005. hal.9
9
Taylor, Charles, “The Politics of Recognation” dalam Amy Gutman, Multiculturalism, Examining the Politics
of Recognition Princenton; Princenton University Press, 1994. hal.18
9
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan dan
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdeasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirirnya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan pendidikan
multikultural, secara terminologi merupakan proses pengembangan seluruh potensi
manusia yang menghargai pluralitas dan heterogenitas sebagai konsekuensi keragaman
budaya, etnis, suku dan aliran (agama)10
.
Menurut Prudance Crandall, seorang pakar dari Amerika menyatakan, pendidikan
multikultural adalah pendidikan yang memperhatikan secara sungguh- sungguh
terhadap latar belakang peserta didik baik dari aspek keragaman suku (etnis), ras, agama
(aliran kepercayaan) dan budaya (kultur).11
Jika dipetakan, definisi pendidikan multikultural sesungguhnya dapat dilihat dari
tiga sisi, yaitu sebagai sebuah ide atau konsep, sebagai gerakan pembaruan pendidikan,
dan sebagai sebuah proses. Pendidikan multikultural sebagai sebuah ide diartikan
bahwa bagi semua siswa – dengan tanpa melihat gender, kelas sosial, etnik, ras, dan
karakteristik budaya – harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar di
sekolah. Banks, dalam kutipan Azyumardi Azra mendefinisikan pendidikan
multikultural sebagai bidang kajian dan disiplin yang muncul yang tujuan utamanya
menciptakan kesempatan pendidikan yang setara bagi siswa dari ras, etnik, kelas sosial,
dan kelompok budaya yang berbeda.12
Salah satu persoalan yang masih terus terjadi hingga saat ini. Sikap memandang
rendah orang lain, berpihak dengan kelompoknya (ashabiyah), tidak siap berbeda dan
memperlakukan orang lain dengan tidak adil, adalah di antara sikap-sikap yang
mengindikasikan masih lemahnya sikap multikulturalisme dalam kehidupan
masyarakat saat ini, baik secara konsep maupun praktik. Hal ini dalam Islam sangat
dilarang, di mana Islam menghendaki keadilan, persatuan, dan persaudaraan di antara
sesama muslim.
Di Indonesia, sikap-sikap multikultural selayaknya ditanamkan kepada masyarakat,
karena di negara ini memiliki berbagai perbedaan yang beragam, baik secara budaya,
10
Maslikhah, Quo Vadis Pendidikan Multikultural: Rekonstruksi Sistem Pendidikan Berbasis Kebangsaan,
(Surabaya: JP Books kerjasama dengan STAIN Salatiga Press, 2007), cet. 1, hal. 48.
11
Ainnurrofik Dawam, Emoh Sekolah Menolak Komersialisasi Pendidikan dan Kanibalisme Intelektual Menuju
Pendidikan Multikultural,(Yogyakarta: Inspeal Ahimsakarya, 2003), hal. 100.
12
Azyumardi Azra, Dari Pendidikan Kewargaan hingga Pendidikan Multkultural : Pengalaman Indonesia, dalam
Edukasi : Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, Vol. 2, No. 4, tahun 2004, hal. 19-20.
10
suku, agama, bahasa, dan lain-lain. Dengan sikap multikultural yang melembaga pada
setiap masyarakat, maka akan tercipta keharmonisan, saling menghargai, toleransi, dan
hidup dengan damai di antara saling berbeda. Ini sebagaimana dikehendaki dalam
lambang negara ini, “Bhinneka Tunggal Ika; berbeda-beda tetapi tetap satu, dalam satu
negara, bangsa, dan bahasa Indonesia.
B. Multikulturalisme dalam Pendidikan Islam
Multikulturalisme merupakan sebuah paham tentang realitas masyarakat yang
beragam. Yang mana multikulturaliasme adalah sebuah respon dari sebuah fakta sosial
yang beragam dan plural, sehingga keteraturan hidup yang humanis, demokratis dan
berkeadilan akhirnya dapat di capai. Pendidikan Islam, sebagaimana telah di jelaskan di
atas, mendasarkan konsep dan karakteristiknya pada nilai-nilai islam. Untuk melihat
bagaimana pendidikan Islam berbicara tentang multikulturalisme, maka kita harus
mengkaji terlebih dahulu, bagaimana Islam memandang multikulturalisme. Dari sini akan
kita dapatkan sebuah kesimpulan multikulturalisme dalam agama Islam, yang nantinya
dapat kita generalisasikan kepada pendidikan Islam.
Sejak awal, Islam turun ke dunia untuk tujuan kemanusian. Islam secara tegas dan jelas
menyatakan bahwa Islam diturunkan untuk semesta alam. Artinya Islam lahir bukan
semata–mata untuk umat Islam saja, tetapi semangat universalitas Islam sudah
ditampakkan. Hal ini dapat kita lihat dari firman Allah tentang tujuan keterutusan
Rasulullah, yang artinya tujuan diturunkannya Islam, yang kemudian kita kenal denga
tujuan risalah. Dalam Surat al Anbiya’ ayat 107, allah berfirman yang artinya: “Dan
tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam”.
Hal ini menegaskan betapa Islam diperuntukkan untuk semua manusia, bahkan semua
alam dengan kergaman, perbedaan dan pluraliras yang mengitarinya. Pada dasarnya, Islam
memandang multikulturalisme sebagai sebuah sunnatullah, keniscayaan alam yang tak
terbantahkan. Perbedaan dan keragaman tersebut kemudian bukan menjadi alasan untuk
saling bercerai-berai, pecah-belah dan terjadi konflik. Dalam ayat lain dijelaskan bahwa
keberagaman sosial ummat manusia yang ada, tidak lain adalah untuk menguji manusia
supaya mereka mampu berbuat baik dan menciptakan kedamaian. Sebagaimana yang
termaktub dalam Surat al-Maidah ayat 4:
“Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.
Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah
11
hendak menguji kamu terhadap pemberian- Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah
berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-
Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu”.
Dalam ayat ini dapat kita pahami bahwa Allah sengaja menjadikan ummat yang tidak
satu ini dengan tujuan untuk menguji manusia, bagaimana mereka memahai perbedaan dan
keragaman ummat itu. Selain itu, supaya manusia mau berlomba- lomba dalam kebaikan
dan kebenaran, bukan malah untuk saling berselisih dan berkonflik. Dalam ayat lain juga
disebutkan bahwa Allah tidak menjadikan manusia masyarakat yang homogen, karena
perselisihan dan perbedaan pendapat adalah sesuatu yang “sudah pasti” ada. Dan hanya
orang-orang yang diberi rahmat-Nyalah yang dapat memahami ini dan mampu
menghindarkan diri dari perselisihan tersebut. Sebagaimana dalam Surat Hud ayat 118-
119:
“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi
mereka senantiasa berselisih pendapat. kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh
Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu (keputusan-
Nya) telah ditetapkan: sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin
dan manusia (yang durhaka) semuanya”. (Q.S. Huud: 118-119)
Lebih jelas lagi, Allah menegaskan bahwa Allah sengaja menciptakan manusia itu
berbeda, baik dalam dimensi bangsa, suku, jenis kelamin dan sebagainya. Tujuan agung
dari itu semua adalah supaya manusia dapat saling mengenal. Taaruf di sini adalah sebuah
isyarat dari allah supaya manusia mampu untk hidup damai di antara berbagai keragaman
tersebut. Saling mengenal ini juga dapat dipahami dengan saling memahami antar
keragaman. Sebagaiman yang tersebut dalam Surat al-Hujurat ayat 13:
“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki- laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di
sisi Allah ialah orang yang bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Mengenal (Q.S. al-Hujurat ayat 13).
Ayat ini juga menerangkan bahwa keragaman tersebut bukanlah sebuah “pembeda” di
hadapan Allah. Karena yang paling mulia di hadapan Allah hanyalah kadar ketaqwaan.
Semakin tinggi ketaqwaan seseorang, akan semakin mulialah seseorang tersebut di sisi
Allah. Meskipun seseorang tersebut mungkin dalam keragaman manusia menempati posisi
yang rendah dan hina.
Jelas sudah bahwa Islam sangat menjunjung tinggi semangat multikulturalisme. Bukan
semata-mata karena manusia diciptakan berkeragaman, tapi lebih dari itu adalah supaya
12
manusia dalat menjalankan tugas sucinya sebagai penyelamat bumi, wakil Allah di muka
bumi ini. Serta supaya manusia mampu menebarkan kasih sayang dan kedamaian di
seluruh alam. Semangat multikulturalisme dalam Islam sangat terlihat jelas pada zaman
Rosulullah. Di madinah, Rasulullah melakukan sebuah tansformasi sosial, di mana seluruh
masyarakatnya hidup secara damai. Padahal saat itu masyarakat Madinah sangatlah plural,
baik dalam agama, suku, bani maupun nasab. Konsep hidup bersama secara damai tersebut
merupakan manifestasi dari kesepakatan bersama yang dikenal dengan “Piagam
Madinah”.
Dalam Piagam yang memuat 47 pasal tersebut, tidak pernah sekalipun disinggung kata
“Islam” dan “Alquran”, meskipun mayoritas masyarakatnya pada saat itu adalah muslim.13
Piagam tersebut memuat kesepakatan antara masyatrakat migran (muhajirin), etnis
madinah, suku Aus, Khazraj, Qainiqa’, Nadlir dan Quraidhah, dengan back ground
keyakinan, Islam, Yahudi, Nasrani, dan Musyrik.
Dalam konteks menghargai perbedan Alquran menyebutkan bahwa masing-masing
agama dianjurkan untuk menjalankan ajaran agamanya, meskipun dilarang untuk
mencampur adukkan antar syariat agama masing-masing. Surat al-Kaƒrun tampaknya
contoh nyata implementasi dari toleransi beragama di tengah pluralitas. Dalam ayat teakhir
Surat al-Kafirun disebutkan
“Untukmulah agamamu, dan untukulah agamaku” (Q.S. Al Kafirun:6)
Jika Islam secara tegas menghargai keragaman manusia dan multikulturalisme, maka
demikian juga dengan Pendidikan Islam, yang mempunyai dasar Islam, yakni Alqur an
dan Sunnah. Serta tujuan yang sama dengan tujuan risalah Islam. Sebagaimana telah
diungkapkan di depan, bahwa tujuan Islam berbanding lurus dengan tujuan Pendidikan
Islam. Pendidikan Islam pada dasarnya sangat mendukung semangat multikulturalisme.
Hal ini didasari akan realitas masyarakat Islam yang terdiri berbagai kultur, bahasa, ras
dan lainnya. Sehingga multikulturalisme nantinya akan menjembatani tercapainya tujuan
Pendidikan Islam.
Di samping itu, Pendidikan Islam juga memahami bahwa masyarakat muslim juga
hidup berdampingan dengan masyarakat lain yang beragam. Di sini Pendidikan
Multikultural nantinya mampu menjadi bekal bagi output Pendidikan Islam untuk mampu
hidup bersama dalam realitas masyarakat yang plural secara damai dan beerkeadilan.
13
Said Agil Siraj, Islam Kebangsaan (Jakarta: Pustaka Ciganjur, 1999), hlm. 328.
13
Sudah selayaknya individu muslim menjadi “sponsor” terwujudkan toleransi antara
keragaman budaya demi terciptanya masyarakat yang damai, sesuai tujuan Islam.
Meskipun dalam kenyatannya, praktik Pendidikan Islam seringkali menampakkan
fenomena yang kontradiksi. Praktik Pendidikan Islam lebih menampilkan semangat
fanatisme dan eksklusifisme. Sebagaimana yang diungkapkan Zakiyudin Baidhawy,
bahwa model pendidikan agama (termasuk Pendidikan Islam) selama ini tidak
dimodifikasi oleh pluralisme demokrasi dan multikultural. Model tersebut
menyembunyikan secara sistemik nilai saling menghargai (mutual respect) dari bebagai
jalan hidup dan mengabaikan kontribusi kelompok-kelompok minoritas terhadap
kebudayaan masyarakat Indonesia.14
Yang terjadi kemudian output dari pendidikan itu
sendiri tak jarang bersikap fanatik dan menganggap kelompok lain salah.
Realitas Pendidikan Islam, khususnya pondok pesantren lebih menampilkan Islam
sesuai dengan aliran yang diyakininya. Hal ini kemmudian dimanifestasikan dengan
berbagai kurikulum dan referensi (maraji’) yang cenderung dari satu ideologi atau
madzhab tertentu saja. Sedangkan pendapat dan madzhab dari golongan lain sering kali
ditinggalkan dan bahkan dianggap salah. Contoh riil adalah kurikulum Fiqih yang ada di
Madrasah- madrasah yang beraliran sunny. Kurikulum yang diajarkan lebih cenderung
berorientasi pada satu madzhab, yakni syafii. Peserta didik seakan-akan dilarang untuk
mempelajari mazhab lain. Yang terjadi, terbangun pada sikap peserta didik bahwa kaiƒyah
fiqih yang tidak seperti yang pernah diajarkan, berarti salah.
Fenomena tersebut adalah sedikit contoh betapa praktik Pendidikan Islam seringkali
menjauhkan diri dari semangat multiuklturalisme, yang sebenarnya adalah semangat
Islam. Kedepan harus ada pergeseran yang berarti, baik itu melalui paradigma, kurikulum
maupun operasionalisasi proses pendidikan. Pergeseran tersebut tentunya akan semakin
mendekatkan diri pada semangat Islam yang menjunjung tinggi kedamaian dan keadilan.
C. Prinsip dan Tujuan Pendidikan Multikultural
Dalam perspektif pendidikan Islam multikultural, pertentangan dan konflik
kemanusiaan yang mengancam integrasi dan keutuhan bersama, selalu disebabkan oleh
sikap ekskluisifisme dan fanatisme yang berlebihan. Oleh karena itu pendidikan Islam
14
Zakiyudin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural (Jakarta: Erlangga, 205), hlm. 20.
14
multicultural membagun prinsip-prinsip yang berbasis antitesa terhadap factor penyebab
konflik, prinsip-prinsip tersebut antara lain: humanitas, unitas dan kontekstualitas.15
a) Prinsip Humanitas
Manusia memiliki nilai-nilai kodrati, seperti kebebasan memilih dan berbuat
serta bertanggung jawab atas apa yang kita lakukan. Nilai-nilai ini tidak dapat
dimanipulasi dan ditukar dengan nilai apapun. Kesediaan menerima perbedaan dan
menghargai nilai budaya, agama, ras, dan etnis tidak bekembang dengan
sendirinya, melainkan harus diupayakan dengan kesadaran bahwa keragaman
merupakan kodrat manusia. Dalam prinsip humanitas ditegaskan bahwa
pengembangan nilai kemanusian pada dasarnya adalah pemenuhan kodrat
kemanusiaan. Sehingga manusia menjadi lebih bermartabat yang tecermin dari
keluhuran akal-budi dan moralnya yang membedakan dengan makhluk yang
lainya. Prinsip di atas sesuai dengan ajaran Islam yang aturanaturannya
diorientasikan pada al-hajah al-asasiyah manusia. Karena itu Allah swt menyebut
Islam sebagai agama fitroh16
. Yang kehadirannya dimaksudkan untuk mewujudkan
kehidupan yang menentramkan, yang didalamnya sarat akan keselamatan,
perdamaian, toleransi, harmonisasi, dan persaudaraan yang dalam term Al-Qur’an
disebut rahmatan lil alamin.17
Bahkan diitegaskan dalam Qs. Al-An’am ayat 132
َ
‫ن‬ْ
‫و‬ُ‫ل‬َ
‫م‬ْ‫ع‬َ‫ي‬ ‫ا‬َّ
‫م‬َ
‫ع‬ ٍّ
‫ل‬ِ‫اف‬َ‫غ‬ِ‫ب‬ َ
‫ك‬ُّ‫ب‬َ
‫ر‬ ‫ا‬َ
‫م‬َ
‫و‬
ۗ
‫ا‬ْ
‫و‬ُ‫ل‬ِ
‫م‬َ
‫ع‬ ‫ا‬َِّ
ِ
‫ّم‬ ٌ
‫ت‬ٰ
‫ج‬َ
‫ر‬َ
‫د‬ ٍّ
ِ
‫ل‬ُ
‫ك‬ِ‫ل‬َ
‫و‬
Artinya: Dan masing-masing orang ada tingkatannya, (sesuai) dengan apa
yang mereka kerjakan. Dan Tuhanmu tidak lengah terhadap apa yang mereka
kerjakan.
Maka jangan memandang orang lain dari jenis golongan yang mereka anut
tapi dari akhlak, amal dan kontribusinya bagi kemanusiaan. Dalam sebuah hadits
Nabi saw menegaskan bahwa “yang paling baik diantara manusia ialah yang
paling banyak memberi rmanfaat bagi sesamanya”. Dalam hal ini semua ulama
sepakat orang seperti itulah yang paling utama, apapun jenis golongan dan
pemikirannya.
15
Chairul Mahfud, Pendidikan multikultural (Jogjakarta, PP, 2006), hal 29.
16
Qs. Ar-Rum ayat 30 menyebutkan “ Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui
17
Periksa Qs. 21 : 107, yang menyebutkan “Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam.
15
b) Prinsip Unitas
Kemajemukan dan keanekaragaman agama, etnis, ras, dan budaya
mengisyaratkan perlunya kerjasama antar semua komponen. Keanekaragaman dan
perbedaan dalam masyarakat tidak mengharuskan terpecah-belah. Kemajemukan
itu justru dilihat sebagai potensi kekayaan yang aka menjadi modal utama untuk
memotivasi dan berkompetisi dalam kebaikan. Prinsip ini menegaskan bahwa
keanekaragaman itu penting dalam rangka saling memperkaya untuk menciptakan
iklim kompetisi positif yang memacu langkah kemajuan.
Prinsip ini mendapat legitimasi dalam Al-Qur’an, khususnya pada Qs Al-
Maidah ayat 48:
ً‫ة‬َّ
‫م‬ُ‫ا‬ ْ
‫م‬ُ
‫ك‬َ‫ل‬َ
‫ع‬ََ
‫َل‬ ُِٰ
‫اّلل‬ َ‫ء‬
ۤ
‫ا‬َ
‫ش‬ ْ
‫َو‬‫ل‬َ
‫و‬ ۗ
ۗ
‫ا‬ً
‫ع‬ْ‫ي‬َِ
‫َج‬ ْ
‫م‬ُ
‫ك‬ُ‫ع‬ِ
‫ج‬ْ
‫ر‬َ
‫م‬ ِِٰ
‫اّلل‬ َ
‫َل‬ِ‫ا‬
ِۗ
‫ت‬ْٰ
‫ْي‬َْ
‫اْل‬ ‫وا‬ُ
‫ق‬ِ‫ب‬َ‫ت‬ْ
‫اس‬َ‫ف‬ ْ
‫م‬ُ
‫ك‬‫ى‬ٰ‫ت‬ٰ‫ا‬ ٓ
‫ا‬َ
‫م‬ ْ ِ
‫ِف‬ ْ
‫م‬ُ
‫ك‬َ
‫و‬ُ‫ل‬ْ‫ب‬َ‫ِي‬
ِ‫ل‬ ْ
‫ن‬ِ
‫ك‬ٰ‫ل‬َّ
‫و‬ ً‫ة‬َ
‫د‬ِ
‫اح‬َّ
‫و‬
َ
‫ن‬ْ
‫و‬ُ
‫ف‬ِ‫ل‬َ‫ت‬َْ
‫َت‬ ِ
‫ه‬ْ‫ي‬ِ‫ف‬ ْ
‫م‬ُ‫ت‬ْ‫ن‬ُ
‫ك‬‫ا‬َِ
‫ِب‬ ْ
‫م‬ُ
‫ك‬ُ‫ئ‬ِ
ِ‫ب‬َ‫ن‬ُ‫ي‬َ‫ف‬
Artinya: Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan
yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat
(saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-
Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah
kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu
kamu perselisihkan itu.18
c) Prinsip Kontekstualitas
Kesadaran multikultural mengisyaratkan akan perlunya pemahaman secara
khusus berdasarkan nilai kultur. Pentingnya akan kesadaran multikultural ini tidak
akan mendapatkan respon yang positif dan berjalan sebagaiman fungsinya jika
tidak ditempatkan pada kontek budaya masyarakat setempat. Untuk mendapatkan
suatu iklim yang kondusif dan dapat bekerja sama dengan baik maka
multikulturalisme harus dijadikan sebagai basic of value system tersendiri oleh
masyarakat sesuai dengan konsensus yang berlaku.19
Dalam konteks internal truth
claim bisa dipandang perlu, akan tetapi dalam konteks ekternalitas hal itu tidak
diperlukan. Karena yang diperlukan dalam kaitan dengan masyarakat yang
beragama adalah mencari persamaan bukan pada perbedaan. Disinilah perlunya
mencari esensi dari nilai-nilai budaya dan pemikiran agama dalam wilayah
konseptual maupun praksis sosialnya.
18
Oemar Bakry. Tafsir Rahmat, (Jakarta, Pustaka Agung , 1983), hal . 217.
19
Maksum, Paradigma Pendidikan Multikultural (Jogjakarta: Ircisod, 2004), hal. 240-241.
16
َ
‫و‬َ
‫س‬ ٍّ
‫ة‬َ
‫م‬ِ‫ل‬َ
‫ك‬ ٰ
‫َل‬ِ‫ا‬ ‫ا‬ْ
‫َو‬‫ل‬‫ا‬َ
‫ع‬َ‫ت‬
َِٰ
‫اّلل‬ َّ
‫َّل‬ِ‫ا‬ َ
‫د‬ُ‫ب‬ْ‫ع‬َ‫ن‬ َّ
‫َّل‬َ‫ا‬ ْ
‫م‬ُ
‫ك‬َ‫ن‬ْ‫ي‬َ‫ب‬َ
‫و‬ ‫ا‬َ‫ن‬َ‫ن‬ْ‫ي‬َ‫ب‬ ٍٍّۢ
‫ء‬
ۤ
‫ا‬
Artinya: “Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama
antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah.”
Khumaidah menyebutkan bahwa prinsip pendidikan multikultural meliputi:
penanaman kesadaran akan pentingnya hidup bersama dalam keragaman dan
perbedaan kultur serta agama yang ada, penanaman semangat relasi antar manusia
dengan spirit kesetaraan dan kesederajatan, saling percaya, saling memahami,
menghargai perbedaan dan keunikan agama-agama, serta menerima perbedaan-
perbedaan dengan pikiran terbuka untuk mengatasi konflik agar tercipta
perdamaian dan kedamaian.20
Tujuan utama dari pendidikan multicultural adalah untuk menanamkan sikap
simpatik, respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut agama dan budaya yang
berbeda. Pendidikan multikultural bertujuan mewujudkan sebuah bangsa yang
kuat, maju, adil, makmur, dan sejahtera tanpa perbedaan etnik, ras, agama, dan
budaya. Dengan semangat membangun kekuatan diseluruh sektor sehingga
tercapai kemakmuran bersama, memiliki harga diri yang tinggi dan dihargai bangsa
lain. Tujuan pendidikan multikultural menurut Muhammad Tang21
mencakup tujuh
aspek, yaitu:
a) Pengembangan leterasi etnis dan budaya. Memfasilitasi siswa memiliki
pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai budaya semua kelompok
etnis.
b) Perkembangan pribadi. Memfasilitasi siswa bahwa semua budaya setiap
etnis sama nilai antar satu dengan yang lain. Sehingga memiliki
kepercayaan diri dalam berinteraksi dengan orang lain (kelompok etnis)
walaupun berbeda budaya masyarakatnya.
c) Klarifikasi nilai dan sikap. Pendidikan mengangkat nilai-nilai inti yang
berasal dari prinsip martabat manusia, keadilan, persamaan, dan, dan
demokratis. Sehingga pendidikan multikultural membantu siswa
memahami bahwa berbagai konflik nilai tidak dapat dihindari dalam
masyarakat pluralistik.
20
Khumaidah, Multikulturalisme (Jogjakarta: Kanisius, 2004), hal. 279
21
Muhammad Tang, (dkk), Pendidikan Multikultural Telaah Pemikiran dan Implikasinya dalam Pembelajaran
PAI, ( Yogyakarta: Idea Press,2003) hal. 86-88.
17
d) Untuk menciptakan pesamaan peluang pendidikan bagi semua siswa
yang berbeda-beda ras, etnis, kelas sosial, dan kelompok budaya.
e) Untuk membantu siswa memperoleh pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang diperlukan dalam menjalankan peran-peran seefektif
mungkin pada masyarakat demokrasi-pluralistik serta diperlukan untuk
berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi dengan warga dari kelompok
beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang
berjalan untuk kebaikan bersama.
f) Persamaan dan keunggulan pendidikan. Tujuan ini berkaitan dengan
peningkatan pemahaman guru terhadap bagaimana keragaman budaya
membentuk gaya belajar, perilaku mengajar, dan keputusan
penyelenggaraan pendidikan. Keragaman budaya berpengaruh pada
pola sikap dan perilaku setiap individu. Sehingga guru harus mampu
memahami siswa sebagai individu yg memiliki ciri unik dan
memperhitungkan lingkungan fisik dan sosial yang dapat
mempengaruhi proses pembelajaran.
g) Memperkuat pribadi untuk reformasi sosial. Pendidikan multikultural
memfasilitasi peserta didik memiliki dsan mengembangkan sikap, nilai,
kebiasaan, dan keterampilan sehingga mampu menjadi agen perubahan
sosial yang memiliki komitmen tinggi dalam reformasi masyarakat
untuk memberantas perbedaan (disparaties) etnis dan rasial.
Menurut Tilaar terdapat tujuh tujuan dalam pendidikan multikultural yaitu: (1)
Pengembangan presfektif sejarah yang bergam. (2) Memperkuat kesadaran budaya
yang terdapat dalam masyarakat. (3) Memperkuat kompetensi intelektual dari
budayabudaya yang hidup dalam msyarakat. (4) Menghilangkan rasisme,
seksisme, dan berbagai jenis prasangka. (5). Mengembangkan kesadaran terhadap
kepemilikan pelanet bumi seisinya. (6). Mengembangkan keterampilan aksi social,
dan (7) Memiliki wawasan kebangsaan atau kenegaraan yang kokoh22
.
Berbagai pandangan diatas, menunjukkan bahwa pendidikan multikultural
setidaknya memiliki dua tujuan besar, yakni tujuan awal dan tujuan akhir, yaitu:
Tujuan awal pendidikan multicultural adalah membangun wacana pendidikan
22
H.A.R Tilaar, Multikulturalisme; Tantangan-tantangan global masa depan dalam transformasi pendidikan
nasional (Jakarta, Grasindo, 2004), hal .34.
18
multikultural dan penanaman nilai-nilai pluralisme, humanisme dan demokrasi
terhadap para pelaku pendidikan. Sedangkan tujuan akhir dari pendidikan
multikultural adalah agar peserta didik mampu memahami dan menguasai setiap
materi pembelajaran serta memiliki karakter yang kuat untuk selalu bersikap
demokratis, pluralis dan demokratis.
D. Unsur-unsur Pendidikan Islam Multikultural
Pendidikan Islam berbasis multikultural pada hakikatnya adalah pendidikan yang
menempatkan multikulturalisme sebagai salah satu visi pendidikan dengan karakter utama
yang bersifat inklusif, egaliter dan humanis, namun tetap kokoh pada nilai-nilai spiritual
dan ketuhanan yang berdasarkan al-Qur’an dan asSunnah. Diantara unsur-unsur dalam
pendidikan Islam berbasis multikultural selain pluralitas dan inklusivitas, yang tak kalah
dominannya adalah unsur humanisme demokratik, integralitas dan pragmatis.23
Terkait dengan unsur pendidikan multikultural di atas, Paulo Freire berpendapat bahwa
pendidikan bukan menara gading yang berusaha menjauhi realitas sosial dan budaya.
Pendidikan harus mampu menciptakan tatanan masyarakat yang terdidik dan
berpendidikan, bukan masyarakat yang hanya mengagungkan prestise sosial sebagai
akibat kekayaan dan kemakmuran yang dialaminya. Pendidikan multikultural
(multicultural education) merupakan respon terhadap perkembangan keragaman populasi
sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. Secara luas
pendidikan multikultural itu mencakup seluruh siswa tanpa membedakan kelompok-
kelompoknya seperti gender, etnik, ras, budaya, strata sosial dan agama.
Dari pengertian pendidikan multikultural di atas, dapat diambil beberapa pemahaman,
antara lain; pertama, Pendidikan multikultural merupakan sebuah proses pengembangan
yang berusaha meningkatkan sesuatu yang sejak awal atau sebelumnya sudah ada. Karena
itu, pendidikan multicultural tidak mengenal batasan atau sekat-sekat sempit yang sering
menjadi tembok tebal bagi interaksi sesama manusia. Kedua, pendidikan multicultural
mengembangkan seluruh potensi manusia, meliputi, potensi intelektual, sosial, moral,
religius, ekonomi, potensi kesopanan dan budaya. Sebagai langkah awal adalah ketaatan
terhadap nilai-nilai kemanusiaan, penghormatan terhadap harkat dan martabat seseorang,
23
Ainul Yaqin Pendidikan multikultural : Cross cultural understanding untuk demokrasi dan keadilan
(Jogjakarta; Pilar Media, 2005), hal. 48.
19
penghargaan terhadap orang yang berbeda dalam hal tingkatan ekonomi, aspirasi politik,
agama, atau tradisi budaya.
Ketiga, pendidikan yang menghargai pluralitas dan heterogenitas. Pluralitas dan
heterogenitas adalah sebuah keniscayaan ketika berada pada masyarakat sekarang ini.
Dalam hal ini, pluralitas bukan hanya dipahami keragaman etnis dan suku, akan tetapi juga
dipahami sebagai keragaman pemikiran, keragaman paradigma, keragaman paham,
keragaman ekonomi, politik dan sebagainya. Sehingga tidak memberi kesempatan bagi
masing-masing kelompok untuk mengklaim bahwa kelompoknya menjadi panutan bagi
pihak lain. Dengan demikian, Upaya pemaksaan tersebut tidak sejalan dengan napas dan
nilai pendidikan multikultural.
Keempat, pendidikan yang menghargai dan menjunjung tinggi keragaman budaya,
etnis, suku dan agama. Penghormatan dan penghargaan seperti ini merupakan sikap yang
sangat urgen untuk disosialisasikan. Sebab dengan kemajuan teknologi telekomunikasi,
informasi dan transportasi telah melampaui batas-batas negara, sehingga tidak mungkin
sebuah negara terisolasi dari pergaulan dunia.
Oleh karena itu, cukup proporsional jika proses Pendidikan multikultural diharapkan
membantu para siswa dalam mengembangkan proses identifikasi (pengenalan) anak didik
terhadap budaya, suku bangsa, dan masyarakat global. Pengenalan kebudayaan
maksudnya anak dikenalkan dengan berbagai jenis tempat ibadah, lembaga
kemasyarakatan dan sekolah. Pengenalan suku bangsa artinya anak dilatih untuk bisa
hidup sesuai dengan kemampuannya dan berperan positif sebagai salah seorang warga dari
masyarakatnya. Sementara lewat pengenalan secara global diharapkan siswa memiliki
sebuah pemahaman tentang bagaimana mereka bisa mengambil peran dalam percaturan
kehidupan global yang dia hadapi.
E. Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter pada hakikatnya sebuah sistem yang mengatur nilai-nilai luhur
terhadap peserta didik yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan,
dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dalam
pelaksanaannya di sekolah harus melibatkan semua komponen-komponen pendidikan itu
sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau
pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan
kulikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga
20
sekolah/lingkungan24
. Dalam upaya meningkatkan kembali Pendidikan karakter serta
budaya bangsa ini, guru harus menjadi contoh teladan bagi peserta didiknya. Misalnya
ketika guru dalam menyampaikan materi maupun ketika bertoleransi. Dari situ akan
memunculkan sifat yang pada saat nanti menjadi kebiasaan bagi peserta didik. Jadi peran
yang dimunculkan oleh guru tidak hanya sebagai pendidik, tetapi sebagai suri tauladan
dari sikap dan tingkah lakunya.
Istilah pendidikan karakter masih jarang didefisinikan oleh banyak kalangan sehingga
masih banyak masalah ketidak tepatan makna yang beredar di masyarakat mengenai
makna pendidikan karakter, antara lain pendidikan karakter adalah mata pelajaran agama
dan PKn, karenanya itu menjadi tanggung jawab guru Agama dan PKn saja. Ada pula yang
mengartikan pendidikan karakter sebagai mata pelajaran yang berkaitan dengan budi
pekerti dan sebagainya. Berbagai makna yang kurang tepat tentang pendidikan karakter
itu bermunculan dan menempati pemikiran banyak orang tua, guru, dan masyarakata
umum.25
Karakter secara harfiah berasal dari bahasa Latin Charakter, yang antara lain berarti:
watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian atau akhlak. Sehingga karakter
dapat difahami sebagai sifat dasar, kepribadian, tingkah laku/perilaku dan kebiasaan yang
berpola. Perspektif pendidikan karakter adalah peranan pendidikan dalam membangun
karakter peserta didik. Pendidikan karakter adalah upaya penyiapan kekayaan peserta didik
yang berdimensi agama, sosial, budaya, yang mampu diwujudkan dalambentuk budi
pekerti baik dalam perkataan, perbuatan, pikiran, sikap, dan kepribadian.
Sedangkan secara istilah, karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya
dimana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya
sendiri26
. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas
seseorang atau sekelompok orang27
. Definisi dari The stamp of individually or group
impressed by nature, education or habit. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia
yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
24
Suyitno, I. (2012). Pengembangan pendidikan karakter dan budaya bangsa berwawasan kearifan lokal. Jurnal
pendidikan karakter, 3(1).
25
Kesuma, Dharma dkk. 2011. Pendidikan Karakter: kajian teori dan praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya
Offset. 2015. hal.7
26
Mochtar Buchori, Character Building dan Pendidikan Kita . Kompas. Megawangi, Ratna. 2009. Pendidikan
Karakter. Jakarta: Indonesia Heritage Foundation.
27
Majid, Abdul & Andayani, Dian. 2010. Pedidikan karakter dalam perspektif Islam. Bandung: Insan Cita Utama.
2010. hal.11
21
lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Karakter dapat juga diartikan sama dengan akhlak dan budi pekerti, sehingga karakter
bangsa identik dengan akhlak bangsa atau budi pekerti bangsa. Bangsa yang berkarakter
adalah bangsa yang berakhlak dan berbudi pekerti, sebaliknya bangsa yang tidak
berkarakter adalah bangsa yang tidak atau kurang berakhlak atau tidak memiliki standar
norma dan perilaku yang baik. Dengan demikian, pendidikan karakter adalah usaha yang
sungguh- sungguh untuk memahami, membentuk, memupuk nilai-nilai etika, baik untuk
diri sendiri maupun untuk semua warga masyarakat atau warga negara secara
keseluruhan28
.
Pendidikan karakter merupakan segala upaya yang dilakukan oleh pendidik untuk
mengajarkan kebiasaan cara berfikir dan berperilaku yang membantu anak untuk hidup
dan bekerja Bersama sebagai keluarga, masyarakat dan bernegara dan membantu mereka
untuk membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan, karakter juga dapat
diistilahkan dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dengan orang lain. Sedangkan kata berkarakter diterjemahkan sebagai
mempunyai tabiat, mempunyai kepribadian, sikap pribadi yang stabil hasil proses
konsolidasi secara progesif dan dinamis, integrasi pernyataan dan tindakan.
Selanjutnya Ki Hadjar Dewantara mengatakan, yang dinama- kan “budipekerti” atau
watak atau dalam bahasa asing disebut “karakter” yaitu “bulatnya jiwa manusia” sebagai
jiwa yang “berasas hukum kebatinan”. Orang yang memiliki kecerdasan budi- pekerti itu
senantiasa memikir-mikirkan dan merasa-rasakan serta selalu memakai ukuran,
timbangan, dan dasar-dasar yang pasti dan tetap. Itulah sebabnya orang dapat kita kenal
wataknya dengan pasti; yaitu karena watak atau budipekerti itu memang bersifat tetap dan
pasti.29
F. Pendidikan Karakter dalam Islam
Berdasarkan pengertian tentang pendidikan karakter yang sudah diuraikan di depan,
bahwa pendidikan karakter adalah upaya dengan sengaja menolong individu siswa agar
memahami, peduli akan dan bertindak atas dasar inti nilai-nilai etis. Seseorang dapat
dikatakan berkarakter bila seseorang tersebut perilakunya sesuai dengan kaidah moral. Jadi
28
Zubaedi, 2011. Design pendidikan karakter. Jakarta: Prenada Media Group. 2011. hal 19
29
Haryanto, 2011. Pendidikan Karakter Menurut Ki Hadjar Dewantara. Kurikulum dan Pendidikan FIP UNY.
2014. hal.23
22
inti dari pendidikan karakter adalah moralitas sebagai bangunan karakter yang harus
dimiliki siswa sebagai modal dalam bersikap dan berperilaku dalam hidup dan
kehidupannya, baik dalam hidup sehari-hari berkaitan dengan dirinya maupun hidup
bermasyarakat.
Pendidikan karakter dalam Islam berarti pendidikan karakter sebagaimana dalam
pengertian secara umum yang didasarkan pada segi-segi ajaran Islam sebagai substansi
materi yang produknya adalah karakter Islami yaitu karakter yang sesuai dengan ajaran
Islam. Dalam konteks pendidikan karakter, yang menjadi unsur utama adalah peserta didik
atau siswa sedang siswa secara naluriah dan alamiah dalam pandangan Islam sudah
memiliki potensi “fitrah” atau dasar pembawaan yang baik namun sifat pembawaan dasar
tadi tidak secara otomatis menjadi baik tanpa pendidikan. Dengan demikian semua fitrah
peserta didik tadi juga harus dikawal dengan Pendidikan agar menjadi baik. Hal ini
diperkuat dengan hadis nabi yang menegaskan bahwa tugas kenabian Muhammad
Rasulullah adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Kata menyempunakan
berarti meningkatkan atau mengembangkan yang pada hakekatnya sudah ada potensi
berakhlak baik sebelumnya. Dalam hadis lain juga dijelaskan yang intinya bahwa manusia
dilahirkan dalam keadaan fitri, bergantung pada bagaimana lingkungannya yang akan
membentuk kefitrian itu dalam warna tertentu dan khas sesuai dengan lingkungan tersebut.
Berdasarkan kondisi tentang hakekat peserta didik tersebut bahwa manusia sudah
memiliki modal dasar yang baik dan modal tersebut juga tergantung dimana lingkungan
itu akan mempengaruhi, maka ada kekuatan-kekuatan yang perlu ditekankan dalam rangka
mempengaruhi potensi dasar tadi menjadi baik yaitu melalui internalisasi nilai-nilai
melalui pendidikan Islam. Pendidikan agama Islam secara substansial memiliki empat
aspek materi yaitu Qur’an hadis, akidah akhlak, feqih, dan sejarah peradaban Islam.
Keempat materi tersebut dimaksudkan agar siswa mampu menjadi ibadurrahman sesuai
tujuan pendidikan Islam. Keempat materi tadi memiliki peran dan fungsi yang berlainan
dalam rangka membentuk dan membangunan karakter yang Islami, namun semuanya kait
mengkait satu sama lain.
Keempat material pendidikan Islam tersebut yang menjadi modal dasar secara lengkap
untuk membentuk karakter siswa yang Islami. Salah satu karakter Islami yang terpenting
saat ini yang kental dengan istilah kesalihan pribadi dan kesalehan sosial. Kesalehan
pribadi berkaitan dengan hubungan baik dengan Tuhan sedang kesalehan sosial
menyangkut hubungan baik dengan lingkungan (masyarakat dan alam sekitar).
23
Islam pada dasarnya dibagi menjadi tiga bagian yaitu akidah (keyakinan), syariah
(peribadatan atau praktek ibadah), dan akhlak (pengamalan agama). Ketiganya saling
berkaitan, akidah sebagai sistem keyakinan yang akan menggerakkan diri melalui action
ibadah sesuai keyakinan tersebut sedang akhlak sebagai pengejawantahandari akidah dan
syariah terwujud dalam perilaku amaliah sehari-hariyang baik. Ancok (1995) menjelaskan
bahwa akhlak atau pengamalanagama yaitu bagaimana individu berelasi dengan dunianya,
terutama dengan manusia lain30
. Dalam Islam dimensi ini menyangkut perilaku suka
menolong, bekerjasama, berderma, menyejahterakan dan menumbuhkembangkan orang
lain, menegakkan keadilan, berlaku jujur, memaafkan, menjaga lingkungan hidup,
menjaga amanat dan sebagainya. Singkatnya dimensi akhlak dalam Islam melingkupi
dimensi vertikal dan horizontal atau tercipta kesalehan pribadi dan kesalehan sosial.
G. Tujuan Pendidikan Karakter
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.31
Mencermati fungsi pendidikan nasional, yakni mengembang- kan kemampuan dan
membentuk watak dan peradaban bangsa seharusnya memberikan pencerahan yang
memadahi bahwa pendidikan harus berdampak pada watak manusia/ bangsa Indonesia
atau karakter. Karakter merupakan sesuatu yang mengualifikasi seorang pribadi. Dari
kematangan karakter inilah, kualitas seorang pribadi dapat diukur. Tujuan pendidikan
karakter meliputi :
1. Mendorong kebiasaan perilaku yeng terpuji sejalan dengannilai- nilai universal, tradisi
budaya, kesepakatan sosial, dan religiositas agama.
2. Menanamkan jiwa kepemimpinan yang bertanggung jawab sebagai penerus bangsa.
3. Memupuk ketegaran dan kepekaan mental peserta didik terhadap situasi sekitarnya,
sehingga tidak terjerumus kepada perilaku yang menyimpang, baik secara indivdu
maupun sosial.
30
Ancok, Djamaludin dan Fuat Nashori Suroso. 1995. Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
31
Kesuma, Dharma dkk. 2011. Pendidikan Karakter: kajian teori dan praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya
Offset. 2015. hal.10
24
4. Meningkatkan kemmpuan menghindari sifat tercela yang dapat merusak diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan.
5. Agar siswa memahami dan menghayati nilai- nilai yang relevan bagi pertumbuhan
dan penghargaan harkat dan martabat manusia.
H. Unsur-unsur Pendidikan Karakter
Ada beberapa dimensi manusia yang secara psikologis dan sosiologis perlu dibahas
dalam kaitannya dengan terbentuknya karakter pada diri manusia. adapun unsur-unsur
tersebut adalah sikap, emosi, kemauan, kepercayaan dan kebiasaan. (Mun’im, 2011: 168)
Sikap seseorang akan dilihat orang lain dan sikap itu akan membuat orang lain menilai
bagaimanakah karakter orang ter- sebut, demikian juga halnya emosi, kemauan,
kepercayaan dan kebiasaan, dan juga konsep diri (Self Conception).
1. Sikap
Sikap seseorang biasanya adalah merupakan bagian karakter- nya, bahkan dianggap
sebagai cerminan karakter seseorang tersebut. Tentu saja tidak sepenuhnya benar, tetapi
dalam hal tertentu sikap seseorang terhadap sesuatu yang ada dihadapannya
menunjukkan bagaimana karakternya.
2. Emosi
Emosi adalah gejala dinamis dalam situasi yang dirasakan manusia, yang disertai
dengan efeknya pada kesadaran, perilaku, dan juga merupakan proses fisiologis.
3. Kepercayaan
Kepercayaan merupakan komponen kognitif manusia dari faktor sosiopsikologis.
Kepercayaan bahwa sesuatu itu “benar” atau “salah” atas dasar bukti, sugesti otoritas,
pengalaman, dan intuisi sangatlah penting untuk membangun watak dan karakter
manusia. jadi, kepercayaan itu memperkukuh eksistensi diri dan memperkukuh
hubungan denga orang lain.
4. Kebiasaan dan Kemauan
Kebiasaan adalah komponen konatif dari faktor sosio- psikologis. Kebiasaan
adalah aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis, dan tidak
direncanakan. Sementara itu, kemauan merupakan kondisi yang sangat men- cerminkan
karakter seseorang. Ada orang yang kemauannya keras, yang kadang ingin
mengalahkan kebiasaan, tetapi juga ada orang yang kemauannya lemah. Kemauan erat
berkaitan dengan tindakan, bahakan ada yang mendefinisikan kemauan sebagai
tindakan yang merupakan usaha seseorang untuk mencapai tujuan.
25
5. Konsep diri (Self Conception)
Hal penting lainnya yang berkaitan dengan (pembangunan) karakter adalah konsep
diri. Proses konsepsi diri merupakan proses totalitas, baik sadar maupun tidak sadar,
tentang bagaimana karakter dan diri kita dibentuk. Dalam proses konsepsi diri, biasanya
kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Citra diri dari orang
lain terhadap kita juga akan memotivasi kita untuk bangkit membangun karakter yang
lebih bagus sesuai dengan citra. Karena pada dasarnya citra positif terhadap diri kita,
baik dari kita maupun dari orang lain itu sangatlah berguna.
26
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pada Multikultural secara harfiyah, berasal dari multi artinya banyak dan culture
artinyabudaya. Makna keseluruhan dapat berarti keragaman budaya Scott Lash dan Mike
Featherstone. Strategi ini sangat bermanfaat, sekurang-kurangnya bagi sekolah sebagai
lembaga pendidikan dapat membentuk pemahaman bersama atas konsep kebudayaan,
perbedaan budaya, keseimbangan, dan demokrasi dalam arti yang luas.
Multikulturalisme merupakan sebuah paham tentang realitas masyarakat yang
beragam. Yang mana multikulturaliasme adalah sebuah respon dari sebuah fakta sosial
yang beragam dan plural, sehingga keteraturan hidup yang humanis, demokratis dan
berkeadilan akhirnya dapat di capai. Pendidikan Islam, sebagaimana telah di jelaskan di
atas, mendasarkan konsep dan karakteristiknya pada nilai-nilai islam. Untuk melihat
bagaimana pendidikan Islam berbicara tentang multikulturalisme, maka kita harus
mengkaji terlebih dahulu, bagaimana Islam memandang multikulturalisme. Dari sini akan
kita dapatkan sebuah kesimpulan multikulturalisme dalam agama Islam, yang nantinya
dapat kita generalisasikan kepada pendidikan Islam. "Untukmulah agamamu, dan
untukulah agamaku" Jika Islam secara tegas menghargai keragaman manusia dan
multikulturalisme, maka demikian juga dengan Pendidikan Islam, yang mempunyai dasar
Islam, yakni Alqur an dan Sunnah. Serta tujuan yang sama dengan tujuan risalah Islam.
Dalam perspektif pendidikan Islam multikultural, pertentangan dan konflik
kemanusiaan yang mengancam integrasi dan keutuhan bersama, selalu disebabkan oleh
sikap ekskluisifisme dan fanatisme yang berlebihan. Manusia memiliki nilai-nilai kodrati,
seperti kebebasan memilih dan berbuat serta bertanggung jawab atas apa yang kita lakukan.
Sehingga manusia menjadi lebih bermartabat yang tecermin dari keluhuran akal-budi dan
moralnya yang membedakan dengan makhluk yang lainya. Prinsip di atas sesuai dengan
ajaran Islam yang aturanaturannya diorientasikan pada al-hajah al-asasiyah manusia. Yang
kehadirannya dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan yang menentramkan, yang
didalamnya sarat akan keselamatan, perdamaian, toleransi, harmonisasi, dan persaudaraan
yang dalam term Al-Qur’an disebut rahmatan lil alamin.
Kemajemukan itu justru dilihat sebagai potensi kekayaan yang aka menjadi modal
utama untuk memotivasi dan berkompetisi dalam kebaikan. Prinsip ini menegaskan bahwa
keanekaragaman itu penting dalam rangka saling memperkaya untuk menciptakan iklim
kompetisi positif yang memacu langkah kemajuan. Hal penting lainnya yang berkaitan
27
dengan karakter adalah konsep diri. Citra diri dari orang lain terhadap kita juga akan
memotivasi kita untuk bangkit membangun karakter yang lebih bagus sesuai dengan citra.
B. SARAN
Dalam Pembahasan ini tentu saja banyak kekurangannya sehingga kami sebagai
pemateri disni mengharap dari bapak dosesn pengampu dan juga teman-teman untuk
memberikan masukan dan juga saran dan keritik yang mambangun kapeda kami agar
makalah kami menjadi sempurna dan juga bisa diterima.
28
DAFTAR PUSTAKA
Ngaimun Naim, Pendidikan Multikultural : Konsep dan Aplikasi (Jogjakarta,Ar-Ruzz Media,
2008), hal. 51.
Jaffari Awang, Islamic Education Multicultural. (Universitas Kebangsaan Malaysia, Journal
Of Islamic And Management Education, edisi II, Nopember 2009) hal. 47
Ibrahim Mohammad Hamam ; Multicultural Education Issues: Concept and implementation.
(Amman Jordan, The Faculty of Educational Sciences, European Journal of Social
Sciences, Vol.30 No.2, 2012) hal. 28.
Mudrofin, Pendidikan Karakter (Jogjakarta, Pustaka Pelita, 2012), hal 62.
Hermanto, Pembentukan pendidikan berbasis Karakter (Jogjakarta, Sinar Press,2011), hal 11.
Munir A. Shaikh, Multicultural Education: Concepts and Management. (Columbia University,
Journal Current Issues in Comparative Education, Vol. 7, 2011), hal 22.
Tim Kemenag RI. Panduan Integrasi Nilai Multikultur dalam Pendidikan Agama Islam
(Jakarta, PT Kirana Cakra Buana bekerjasama dengan Kemenag RI, Asosiasi Guru
Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII), TIFA Foundation dan Yayasan Rahima,
2012), hal 8
Yaqin, M. Ainul, Pendidikan Multikultural (Cross-Cultural Understanding untuk Demokrasi
dan Keadilan), Yogyakarta; Pilar Media, 2005. hal.9
Taylor, Charles, “The Politics of Recognation” dalam Amy Gutman, Multiculturalism,
Examining the Politics of Recognition Princenton; Princenton University Press, 1994.
hal.18
Maslikhah, Quo Vadis Pendidikan Multikultural: Rekonstruksi Sistem Pendidikan Berbasis
Kebangsaan, (Surabaya: JP Books kerjasama dengan STAIN Salatiga Press, 2007), cet.
1, hal. 48.
Ainnurrofik Dawam, Emoh Sekolah Menolak Komersialisasi Pendidikan dan Kanibalisme
Intelektual Menuju Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta: Inspeal Ahimsakarya,
2003), hal. 100.
Azyumardi Azra, Dari Pendidikan Kewargaan hingga Pendidikan Multkultural : Pengalaman
Indonesia, dalam Edukasi : Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, Vol.
2, No. 4, tahun 2004, hal. 19-20.
Said Agil Siraj, Islam Kebangsaan (Jakarta: Pustaka Ciganjur, 1999), hlm. 328.
29
Zakiyudin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural (Jakarta: Erlangga, 205),
hlm. 20.
Chairul Mahfud, Pendidikan multikultural (Jogjakarta, PP, 2006), hal 29.
Qs. Ar-Rum ayat 30 menyebutkan “ Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama
Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui
Periksa Qs. 21 : 107, yang menyebutkan “Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta alam.
Oemar Bakry. Tafsir Rahmat, (Jakarta, Pustaka Agung , 1983), hal . 217.
Maksum, Paradigma Pendidikan Multikultural (Jogjakarta: Ircisod, 2004), hal. 240-241.
Khumaidah, Multikulturalisme (Jogjakarta: Kanisius, 2004), hal. 279
Muhammad Tang, (dkk), Pendidikan Multikultural Telaah Pemikiran dan Implikasinya dalam
Pembelajaran PAI, ( Yogyakarta: Idea Press,2003) hal. 86-88.
H.A.R Tilaar, Multikulturalisme; Tantangan-tantangan global masa depan dalam
transformasi pendidikan nasional (Jakarta, Grasindo, 2004), hal .34.
Ainul Yaqin Pendidikan multikultural : Cross cultural understanding untuk demokrasi dan
keadilan (Jogjakarta; Pilar Media, 2005), hal. 48.
Suyitno, I. (2012). Pengembangan pendidikan karakter dan budaya bangsa berwawasan
kearifan lokal. Jurnal pendidikan karakter, 3(1).
Kesuma, Dharma dkk. 2011. Pendidikan Karakter: kajian teori dan praktik. Bandung: Remaja
Rosdakarya Offset. 2015. hal.7
Mochtar Buchori, Character Building dan Pendidikan Kita . Kompas. Megawangi, Ratna.
2009. Pendidikan Karakter. Jakarta: Indonesia Heritage Foundation.
Majid, Abdul & Andayani, Dian. 2010. Pedidikan karakter dalam perspektif Islam. Bandung:
Insan Cita Utama. 2010. hal.11
Zubaedi, 2011. Design pendidikan karakter. Jakarta: Prenada Media Group. 2011. hal 19
Haryanto, 2011. Pendidikan Karakter Menurut Ki Hadjar Dewantara. Kurikulum dan
Pendidikan FIP UNY. 2014. hal.23
Ancok, Djamaludin dan Fuat Nashori Suroso. 1995. Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Kesuma, Dharma dkk. 2011. Pendidikan Karakter: kajian teori dan praktik. Bandung: Remaja
Rosdakarya Offset. 2015. hal.10

More Related Content

Similar to PAI-MULTIDIMENSI

Penguatan nilai nilai kebangasaan dan penghargaan atas kebhinekaaan melalui p...
Penguatan nilai nilai kebangasaan dan penghargaan atas kebhinekaaan melalui p...Penguatan nilai nilai kebangasaan dan penghargaan atas kebhinekaaan melalui p...
Penguatan nilai nilai kebangasaan dan penghargaan atas kebhinekaaan melalui p...aris margono
 
Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia
Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesiaMateri kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia
Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesiaYhana Hadayana
 
194-Article Text-694-1-10-20210208.pdf
194-Article Text-694-1-10-20210208.pdf194-Article Text-694-1-10-20210208.pdf
194-Article Text-694-1-10-20210208.pdfSaddamSevenmatika1
 
Ilmu Dan Pendidikan Multikultural 154 Fikri.pptx
Ilmu Dan Pendidikan Multikultural 154 Fikri.pptxIlmu Dan Pendidikan Multikultural 154 Fikri.pptx
Ilmu Dan Pendidikan Multikultural 154 Fikri.pptxMuhammadFikriRamadha11
 
Latar Belakang Masalah "Pendidikan Multikultural"
Latar Belakang Masalah "Pendidikan Multikultural"Latar Belakang Masalah "Pendidikan Multikultural"
Latar Belakang Masalah "Pendidikan Multikultural"Ali Murfi
 
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER ASWAJA SEBAGAI STRATEGI DERADIKALISASI.docx
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER ASWAJA SEBAGAI STRATEGI DERADIKALISASI.docxPENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER ASWAJA SEBAGAI STRATEGI DERADIKALISASI.docx
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER ASWAJA SEBAGAI STRATEGI DERADIKALISASI.docxQoniahHilya
 
01 peranan pendidikan formal juanda
01 peranan pendidikan formal   juanda01 peranan pendidikan formal   juanda
01 peranan pendidikan formal juandaArken Arken
 
Tugas sosioantropologi
Tugas sosioantropologiTugas sosioantropologi
Tugas sosioantropologiZurie Hafiez
 
1054 3280-1-pb
1054 3280-1-pb1054 3280-1-pb
1054 3280-1-pbDewi Yama
 
Memenangi globalisasi dari kritik diri
Memenangi globalisasi dari kritik diri Memenangi globalisasi dari kritik diri
Memenangi globalisasi dari kritik diri Erta Erta
 
Pendidikan dalam Membentuk Masyarakat Madani (makalah BIK)
Pendidikan dalam Membentuk Masyarakat Madani (makalah BIK)Pendidikan dalam Membentuk Masyarakat Madani (makalah BIK)
Pendidikan dalam Membentuk Masyarakat Madani (makalah BIK)Muh Nafis Edi Yahyana
 
INKLUSIVITAS AJARAN AGAMA ISLAM DALAM PENDIDIKAN MULTIKUTIRAL
INKLUSIVITAS AJARAN AGAMA ISLAM DALAM PENDIDIKAN MULTIKUTIRALINKLUSIVITAS AJARAN AGAMA ISLAM DALAM PENDIDIKAN MULTIKUTIRAL
INKLUSIVITAS AJARAN AGAMA ISLAM DALAM PENDIDIKAN MULTIKUTIRALMinten Ayu Larassati
 
Wawasan Pengembangan Pendidikan Islam
Wawasan Pengembangan Pendidikan IslamWawasan Pengembangan Pendidikan Islam
Wawasan Pengembangan Pendidikan IslamAli Murfi
 
Kelebihan dan Kelemahan sistem pendidikan Islam
Kelebihan dan Kelemahan sistem pendidikan Islam Kelebihan dan Kelemahan sistem pendidikan Islam
Kelebihan dan Kelemahan sistem pendidikan Islam FathurRozi45
 
KELEBIHAN DAN KELEMAHAN SISTEM PENDIDIKAN ISALAM
KELEBIHAN DAN KELEMAHAN SISTEM PENDIDIKAN ISALAMKELEBIHAN DAN KELEMAHAN SISTEM PENDIDIKAN ISALAM
KELEBIHAN DAN KELEMAHAN SISTEM PENDIDIKAN ISALAMFathurRozi45
 
Pengembangan model pendidikan multikulturalisme untuk anak usia sekolah
Pengembangan model pendidikan multikulturalisme untuk anak usia sekolahPengembangan model pendidikan multikulturalisme untuk anak usia sekolah
Pengembangan model pendidikan multikulturalisme untuk anak usia sekolahHari Adi
 
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulumPengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulumsman 2 mataram
 

Similar to PAI-MULTIDIMENSI (20)

Penguatan nilai nilai kebangasaan dan penghargaan atas kebhinekaaan melalui p...
Penguatan nilai nilai kebangasaan dan penghargaan atas kebhinekaaan melalui p...Penguatan nilai nilai kebangasaan dan penghargaan atas kebhinekaaan melalui p...
Penguatan nilai nilai kebangasaan dan penghargaan atas kebhinekaaan melalui p...
 
Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia
Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesiaMateri kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia
Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia
 
194-Article Text-694-1-10-20210208.pdf
194-Article Text-694-1-10-20210208.pdf194-Article Text-694-1-10-20210208.pdf
194-Article Text-694-1-10-20210208.pdf
 
Ilmu Dan Pendidikan Multikultural 154 Fikri.pptx
Ilmu Dan Pendidikan Multikultural 154 Fikri.pptxIlmu Dan Pendidikan Multikultural 154 Fikri.pptx
Ilmu Dan Pendidikan Multikultural 154 Fikri.pptx
 
Latar Belakang Masalah "Pendidikan Multikultural"
Latar Belakang Masalah "Pendidikan Multikultural"Latar Belakang Masalah "Pendidikan Multikultural"
Latar Belakang Masalah "Pendidikan Multikultural"
 
Assignment edu 2
Assignment edu 2Assignment edu 2
Assignment edu 2
 
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER ASWAJA SEBAGAI STRATEGI DERADIKALISASI.docx
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER ASWAJA SEBAGAI STRATEGI DERADIKALISASI.docxPENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER ASWAJA SEBAGAI STRATEGI DERADIKALISASI.docx
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER ASWAJA SEBAGAI STRATEGI DERADIKALISASI.docx
 
01 peranan pendidikan formal juanda
01 peranan pendidikan formal   juanda01 peranan pendidikan formal   juanda
01 peranan pendidikan formal juanda
 
Tugas sosioantropologi
Tugas sosioantropologiTugas sosioantropologi
Tugas sosioantropologi
 
1054 3280-1-pb
1054 3280-1-pb1054 3280-1-pb
1054 3280-1-pb
 
Memenangi globalisasi dari kritik diri
Memenangi globalisasi dari kritik diri Memenangi globalisasi dari kritik diri
Memenangi globalisasi dari kritik diri
 
Dwi fanda
Dwi fandaDwi fanda
Dwi fanda
 
Pend Lam
Pend LamPend Lam
Pend Lam
 
Pendidikan dalam Membentuk Masyarakat Madani (makalah BIK)
Pendidikan dalam Membentuk Masyarakat Madani (makalah BIK)Pendidikan dalam Membentuk Masyarakat Madani (makalah BIK)
Pendidikan dalam Membentuk Masyarakat Madani (makalah BIK)
 
INKLUSIVITAS AJARAN AGAMA ISLAM DALAM PENDIDIKAN MULTIKUTIRAL
INKLUSIVITAS AJARAN AGAMA ISLAM DALAM PENDIDIKAN MULTIKUTIRALINKLUSIVITAS AJARAN AGAMA ISLAM DALAM PENDIDIKAN MULTIKUTIRAL
INKLUSIVITAS AJARAN AGAMA ISLAM DALAM PENDIDIKAN MULTIKUTIRAL
 
Wawasan Pengembangan Pendidikan Islam
Wawasan Pengembangan Pendidikan IslamWawasan Pengembangan Pendidikan Islam
Wawasan Pengembangan Pendidikan Islam
 
Kelebihan dan Kelemahan sistem pendidikan Islam
Kelebihan dan Kelemahan sistem pendidikan Islam Kelebihan dan Kelemahan sistem pendidikan Islam
Kelebihan dan Kelemahan sistem pendidikan Islam
 
KELEBIHAN DAN KELEMAHAN SISTEM PENDIDIKAN ISALAM
KELEBIHAN DAN KELEMAHAN SISTEM PENDIDIKAN ISALAMKELEBIHAN DAN KELEMAHAN SISTEM PENDIDIKAN ISALAM
KELEBIHAN DAN KELEMAHAN SISTEM PENDIDIKAN ISALAM
 
Pengembangan model pendidikan multikulturalisme untuk anak usia sekolah
Pengembangan model pendidikan multikulturalisme untuk anak usia sekolahPengembangan model pendidikan multikulturalisme untuk anak usia sekolah
Pengembangan model pendidikan multikulturalisme untuk anak usia sekolah
 
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulumPengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
 

Recently uploaded

aksi nyata - aksi nyata refleksi diri dalam menyikapi murid.pdf
aksi nyata - aksi nyata refleksi diri dalam menyikapi murid.pdfaksi nyata - aksi nyata refleksi diri dalam menyikapi murid.pdf
aksi nyata - aksi nyata refleksi diri dalam menyikapi murid.pdfwalidumar
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfNurulHikmah50658
 
Diskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdf
Diskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdfDiskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdf
Diskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdfHendroGunawan8
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTIndraAdm
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDNurainiNuraini25
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidupfamela161
 
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxPPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxSaefAhmad
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxNurindahSetyawati1
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...asepsaefudin2009
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxdeskaputriani1
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...Kanaidi ken
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)MustahalMustahal
 

Recently uploaded (20)

aksi nyata - aksi nyata refleksi diri dalam menyikapi murid.pdf
aksi nyata - aksi nyata refleksi diri dalam menyikapi murid.pdfaksi nyata - aksi nyata refleksi diri dalam menyikapi murid.pdf
aksi nyata - aksi nyata refleksi diri dalam menyikapi murid.pdf
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
 
Diskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdf
Diskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdfDiskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdf
Diskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdf
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
 
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxPPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 

PAI-MULTIDIMENSI

  • 1. PAI BERWAWASAN MULTIKULTURAL DAN TRANSDISIPLINER TENTANG PENDIDIKAN ISLAM MULTIKULTURAN DAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM DIMENSI BUDAYA BANGSA INDONESIA Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah PAI Berwawasan Multikultural dan Transdisipliner Oleh Dr. Asnawan, S.Pd.I., M.S.I OLEH: M. ABU SIRI Program Magister Pendidikan Agama Islam IAI Al-Falah As-Sunniyyah (INAIFAS) - KENCONG JEMBER 2023
  • 2. ii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat serta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah yang berjudul Pendidikan Islam Multikultural dan Pendidikan Karakter dalam Dimensi Budaya Bangsa Indonesia ini menjelaskan tentang pentingnya sebuah pendidikan islam multicultural yang berdimensi budaya bangsa dan juga Pendidikan karakter agar peserta didik mengetahui tentang budaya dan juga tentang Pendidikan karakter di Indonesia. Semoga makalah ini dapat bermanfaat di kehidupan masyarakat baik bagi penulis maupun pembaca. Selesainya penulisan makalah ini semata-mata berkat bantuan dari berbagai pihak, yang telah memberikan dukungan dalam berbagai bentuk kepada penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penulisan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis berharap kritik dan saran dari para pembaca, guna menyempurnakan makalah ini. Bangsalsari, 15 Juni 2023 Penulis
  • 3. iii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii DAFTAR ISI ...........................................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ....................................................................................................................4 B. Rumusan Masalah ...............................................................................................................7 C. Tujuan .................................................................................................................................7 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Pendidikan Multikultural............................................................................... 8 B. Multikulturalisme dalam Pendidikan Islam................................................................... 10 C. Prinsip dan Tujuan Pendidikan Islam Multikultural ..................................................... 13 D. Unsur-unsur Pendidikan Multikultural.......................................................................... 18 E. Pengertian Pendidikan Karakter ................................................................................... 19 F. Pendidikan Karakter dalam Islam.................................................................................. 21 G. Tujuan Pendidikan Karakter .......................................................................................... 23 H. Unsur-unsur Pendidikan Karakter ................................................................................. 24 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 26 B. Saran ............................................................................................................................... 27 C. Daftar Pustaka................................................................................................................. 28
  • 4. 4 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang INDONESIA merupakan salah satu negara yang dianugerahi kemajemukan melebihi negara-negara lain di dunia, bukan hanya secara suku, etnik, bahasa dan agama, tetapi juga secara kultural yang telah dimulai sejak embrio sejarah kelahirannya1 . Keragaman ini di satu sisi dapat menjadi potensi besar bagi kemajuan bangsa. Tetapi disisi lain, juga berpotensi menimbulkan berbagai permasalahan bila tidak dikelola dengan baik. Umat Islam sebagai kaum mayoritas harus berperan aktif dalam mengelola aspek keragaman bangsa ini melalui jalur pendidikan. Sebagai salah satu instrumen penting peradaban umat, pendidikan Islam perlu dioptimalkan pengembangannya guna menata dinamika keragaman agar menjadi potensi strategis bagi kemajuan bangsa. Namun demikian, kendati telah dirintis berbagai langkah reformasi dan model pengembangan pendidikan Islam, tetapi ikhtiar tersebut hingga kini belum sepenuhnya mencapai tujuan sebagaimana diharapkan. Pada ranah empiris, implementasi pendidikan Islam di berbagai unit pendidikan belum banyak memberikan implikasi signifikan terhadap perubahan prilaku peserta didik, padahal salah satu tujuan utama pendidikan Islam menurut J. Awang2 adalah terjadinya perubahan, baik pola fikir (way of thinking), perasaan dan kepekaan (way of feeling), maupun pandangan hidup (way of life) pada peserta didik. Tidak sedikit hasil penelitian yang membuktikan bahwa hingga saat ini, pendidikan Islam di sekolah-sekolah maupun institusi pendidikan lainnya, masih cenderung dogmatis serta kurang mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif sehingga melahirkan pemahaman agama yang tekstual dan eksklusif3 . Di Indonesia, kritik terhadap dunia pendidikan Islam yang mengemuka akhir-akhir ini adalah bahwa pendidikan Islam belum berhasil membangun manusia yang berkarakter. Maraknya tindak kekerasan antar-pelajar, antar-mahasiswa, pelajar dengan mahasiswa maupun pelajar-mahasiswa dengan masyarakat yang sering terjadi memperkuat pendapat tersebut. Selain itu, persoalan-persoalan korupsi, kejahatan seksual, perusakan, kehidupan 1 Ngaimun Naim, Pendidikan Multikultural : Konsep dan Aplikasi (Jogjakarta,Ar-Ruzz Media, 2008), hal. 51. 2 Jaffari Awang, Islamic Education Multicultural. (Universitas Kebangsaan Malaysia, Journal Of Islamic And Management Education, edisi II, Nopember 2009) hal. 47 3 Ibrahim Mohammad Hamam ; Multicultural Education Issues: Concept and implementation. (Amman Jordan, The Faculty of Educational Sciences, European Journal of Social Sciences, Vol.30 No.2, 2012) hal. 28.
  • 5. 5 ekonomi yang konsumtif, kehidupan politik yang tidak produktif, perilaku individualis yang menjadi sorotan tajam masyarakat semakin mempertegas sinyalemen kegagalan pendidikan Islam dalam membentuk manusia Indonesia yang berkarakter4 . Kritik lain yang tidak kalah tajamnya adalah mulai lunturnya semangat kebangsaan. Semangat ke-Bhineka Tunggal Ika-an bangsa Indonesia akhir-akhir ini merosot tajam. Terkikisnya semangat saling menghargai antar-suku bangsa, etnis, ras, dan antar-pemeluk agama saat ini merupakan salah satu indikator bahwa pembentukan manusia Indonesia yang multikultur dan berkarakter masih jauh dari harapan. Dalam konteks inilah pendidikan Islam melalui upaya pendekatan multicultural merupakan sebuah keniscayaan. Pendidikan Islam multicultural mendesak dikembangkan secara integratif, komprehensif dan konseptual.5 Fenomena meningkatnya dekadensi moral dan prilaku tak terpuji seperti kekerasan, tawuran, eksklusifisme dan lemahnya toleransi serta penghargaan terhadap orang lain dalam segala bentuknya yang melibatkan anak sekolah merupakan indikator nyata dari belum efektifnya model dan fungsi pendidikan Islam yang selama ini dijalankan. Maka tak heran jika banyak pihak mulai mempertanyakan sejauhmana efektifitas pendidikan Islam bagi peningkatan kesadaran dan perubahan prilaku peserta didik baik secara individual maupun sosial kultural. Pertanyaan ini wajar mengingat secara teoritis, pendidikan diyakini sebagai system rekayasa sosial yang paling berpengaruh mewarnai dan membentuk pola fikir dan prilaku seseorang dalam hidup kesehariannya. Dari berbagai fenomena di atas, kemudian banyak pihak memandang perlu dikembangkannya model pendidikan Islam multikultural yakni sebuah model pengembangan yang fokus pada pentingnya penghormatan terhadap keragaman dan pengakuan kesederajatan paedagogis terhadap semua orang (equal for all) yang memiliki hak yang sama untuk memperoleh layanan pendidikan, serta penghapusan berbagai bentuk diskriminasi demi membangun kehidupan masyarakat yang adil sehingga terwujud suasana toleran, demokratis, humanis, inklusif, tenteram dan sinergis tanpa melihat latar belakang kehidupannya, apapun etnik, status sosial, agama dan jenis kelaminnya6 . Pendidikan Islam multikultural adalah proses penanaman sejumlah nilai Islami yang relevan agar peserta didik dapat hidup berdampingan secara damai dan harmonis dalam 4 Mudrofin, Pendidikan Karakter (Jogjakarta, Pustaka Pelita, 2012), hal 62. 5 Hermanto, Pembentukan pendidikan berbasis Karakter (Jogjakarta, Sinar Press,2011), hal 11. 6 Munir A. Shaikh, Multicultural Education: Concepts and Management. (Columbia University, Journal Current Issues in Comparative Education, Vol. 7, 2011), hal 22.
  • 6. 6 realitas kemajemukan dan berperilaku positif, sehingga dapat mengelola kemajemukan menjadi kekuatan untuk mencapai kemajuan, tanpa mengaburkan dan menghapuskan nilainilai agama, identitas diri dan budaya.7 Pengembangan pendidikan berbasis karakter dan budaya bangsa perlu menjadi program nasional. Dalam pendidikan, pembentukan karakter dan budaya bangsa pada peserta didik tidak harus masuk kurikulum. Nilai-nilai yang ditumbuhkembangkan dalam diri peserta didik berupa nilai-nilai dasar yang disepakati secara nasional. Nilai-nilai yang dimaksudkan di antaranya adalah kejujuran, dapat dipercaya, kebersamaan, toleransi, tanggung jawab, dan peduli kepada orang lain. Franz Magnis-Suseno, dalam acara Sarasehan Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa (14/01/2010) mengatakan bahwa pada era sekarang ini yang dibutuhkan bukan hanya generasi muda yang berkarakter kuat, tetapi juga benar, positif, dan konstruktif. Namun, untuk membentuk peserta didikpeserta didik yang berkarakter kuat, tidak boleh ada feodalisme para pendidik. Jika pendidik membuat peserta didik menjadi ”manutan” (obedient) dengan nilai-nilai penting, tenggang rasa, dan tidak membantah, karakter peserta didik tidak akan berkembang. Kalau kita mengharapkan karakter, peserta didik itu harus diberi semangat dan didukung agar ia menjadi pemberani, berani mengambil inisiatif, berani mengusulkan alternatif, dan berani mengemukakan pendapat yang berbeda. Kepada peserta didik, perlu diajarkan cara berpikir sendiri. Untuk pengembangan Pendidikan berbasis karakter dan budaya bangsa, dibutuhkan masukan, antara lain, menyangkut model-model pengembangan karakter dan budaya bangsa sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem Pendidikan nasional. Kebutuhan terus harus dimaknai serius karena memerlukan banyak pengorbanan. Kerisauan dan kerinduan banyak pihak untuk kembali memperkuat pendidikan karakter dan budaya bangsa perlu direspons dengan baik. Karena itu, data akurat yang menyangkut modelmodel pengembangan karakter dan budaya bangsa perlu digali dan dilaksanakan melalui kajian empiris, yakni kegiatan penelitian. Syarat menghadirkan Pendidikan karakter dan budaya bangsa di sekolah harus dilakukan secara holistis. Pendidikan karakter tidak bisa terpisah dengan bentuk pendidikan yang sifatnya kognitif atau akademik. Konsep pendidikan tersebut harus diintegrasikan ke dalam kurikulum. Hal ini tidak berarti bahwa Pendidikan karakter akan 7 Tim Kemenag RI. Panduan Integrasi Nilai Multikultur dalam Pendidikan Agama Islam (Jakarta, PT Kirana Cakra Buana bekerjasama dengan Kemenag RI, Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII), TIFA Foundation dan Yayasan Rahima, 2012), hal 8
  • 7. 7 diterapkan secara teoretis, tetapi menjadi penguat kurikulum yang sudah ada, yaitu dengan mengimplementasikannya dalam mata pelajaran dan keseharian peserta didik didik. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud pengertian pendidikan multikultural? 2. Bagaimana multikulturalisme dalam pendidikan islam? 3. Apa saja prinsip dan tujuan pendidikan islam multikulturalisme? 4. Apa saja unsur-unsur pendidikan multikulturalisme? 5. Apa yang dimaksud dengan pendidikan karakter? 6. Bagaimana pendidikan karakter dalam islam? 7. Apa saja tujuan pendidikan karakter? 8. Apa saja unsur pendidikan karakter? C. Tujuan 1. Menjelaskan tentang pengertian pendidikan multikultural 2. Menjelaskan tentang bagaimana multikulturalisme dalam pendidikan islam 3. Menjelaskan apa saja prinsip dan tujuan pendidikan islam multikulturalisme 4. Menjelaskan apa saja unsur-unsur pendidikan multikulturalisme 5. Menjelaskan tentang pendidikan karakter 6. Menjelaskan tentang pendidikan karakter dalam islam 7. Menjelaskan apa saja tujuan pendidikan karakter 8. Menjelaskan apa saja unsur pendidikan karakter
  • 8. 8 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Pendidikan Multikultural Pada Multikultural secara harfiyah, berasal dari multi artinya banyak dan culture artinya budaya. Makna keseluruhan dapat berarti keragaman budaya (Scott Lash dan Mike Featherstone (ed.), 2002; 2). Kultur atau merupakan ciri-ciri dari tingkah laku manusiayang dipelajari, tidak diturunkan secara genetis dan tidak bersifat khusus, sehingga kultur padamasyarakat tertentu bisa berbeda dengankultur masyarakat lainnya. Maka multicultural berarti budaya yang bervariasi8 . Selain multikultural, terdapat istilah sejenisnya, yaitu pluralitas. Istilah multikultural hampir sama dengan pluralitas. Perbedaannya dapat dijelaskan bahwapluralitas sekedar menunjukkan adanya kemajemukan, namun kedua istilah sama berlangsung di dalam ruang public9 . Kemudian pengertian Pendidikan multikultural (multicultural education) menurut (Susilo Andrew; Hakikat pendidikan multikultural dan teori multikultural, 2014; 06) merupakan strategi pendidikan yang memanfaatkan keberagaman latar belakang kebudayaan dari para peserta didik sebagai salah satu kekuatan untuk membentuk sikap multikultural. Strategi ini sangat bermanfaat, sekurang-kurangnya bagi sekolah sebagai lembaga pendidikan dapat membentuk pemahaman bersama atas konsep kebudayaan, perbedaan budaya, keseimbangan, dan demokrasi dalam arti yang luas. Dengan demikian, aspek pokok yang sangat ditekankan dalam gerakan multikulturalisme adalah kesediaan menerima dan memperlakukan kelompok lain secara sama dan seharusnya sesuai dengan prinsip- prinsip kemanusiaan. Harkat dan martabat manusia yang hidup dalam suatu komunitas dengan entitas budayanya masing-masing (yang bersifat dinamis dan khas), merupakan dimensi yang sangat penting diperhatikan dalam gerakan multikulturalisme. Dua kata, pendidikan dan multikultural, memiliki keterkaitan sebagai subjek dan objek atau ‘yang diterangkan’ dan ‘menerangkan’, juga esensi dan konsekuensi. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar 8 Yaqin, M. Ainul, Pendidikan Multikultural (Cross-Cultural Understanding untuk Demokrasi dan Keadilan), Yogyakarta; Pilar Media, 2005. hal.9 9 Taylor, Charles, “The Politics of Recognation” dalam Amy Gutman, Multiculturalism, Examining the Politics of Recognition Princenton; Princenton University Press, 1994. hal.18
  • 9. 9 peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan dan mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdeasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirirnya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan pendidikan multikultural, secara terminologi merupakan proses pengembangan seluruh potensi manusia yang menghargai pluralitas dan heterogenitas sebagai konsekuensi keragaman budaya, etnis, suku dan aliran (agama)10 . Menurut Prudance Crandall, seorang pakar dari Amerika menyatakan, pendidikan multikultural adalah pendidikan yang memperhatikan secara sungguh- sungguh terhadap latar belakang peserta didik baik dari aspek keragaman suku (etnis), ras, agama (aliran kepercayaan) dan budaya (kultur).11 Jika dipetakan, definisi pendidikan multikultural sesungguhnya dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu sebagai sebuah ide atau konsep, sebagai gerakan pembaruan pendidikan, dan sebagai sebuah proses. Pendidikan multikultural sebagai sebuah ide diartikan bahwa bagi semua siswa – dengan tanpa melihat gender, kelas sosial, etnik, ras, dan karakteristik budaya – harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar di sekolah. Banks, dalam kutipan Azyumardi Azra mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai bidang kajian dan disiplin yang muncul yang tujuan utamanya menciptakan kesempatan pendidikan yang setara bagi siswa dari ras, etnik, kelas sosial, dan kelompok budaya yang berbeda.12 Salah satu persoalan yang masih terus terjadi hingga saat ini. Sikap memandang rendah orang lain, berpihak dengan kelompoknya (ashabiyah), tidak siap berbeda dan memperlakukan orang lain dengan tidak adil, adalah di antara sikap-sikap yang mengindikasikan masih lemahnya sikap multikulturalisme dalam kehidupan masyarakat saat ini, baik secara konsep maupun praktik. Hal ini dalam Islam sangat dilarang, di mana Islam menghendaki keadilan, persatuan, dan persaudaraan di antara sesama muslim. Di Indonesia, sikap-sikap multikultural selayaknya ditanamkan kepada masyarakat, karena di negara ini memiliki berbagai perbedaan yang beragam, baik secara budaya, 10 Maslikhah, Quo Vadis Pendidikan Multikultural: Rekonstruksi Sistem Pendidikan Berbasis Kebangsaan, (Surabaya: JP Books kerjasama dengan STAIN Salatiga Press, 2007), cet. 1, hal. 48. 11 Ainnurrofik Dawam, Emoh Sekolah Menolak Komersialisasi Pendidikan dan Kanibalisme Intelektual Menuju Pendidikan Multikultural,(Yogyakarta: Inspeal Ahimsakarya, 2003), hal. 100. 12 Azyumardi Azra, Dari Pendidikan Kewargaan hingga Pendidikan Multkultural : Pengalaman Indonesia, dalam Edukasi : Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, Vol. 2, No. 4, tahun 2004, hal. 19-20.
  • 10. 10 suku, agama, bahasa, dan lain-lain. Dengan sikap multikultural yang melembaga pada setiap masyarakat, maka akan tercipta keharmonisan, saling menghargai, toleransi, dan hidup dengan damai di antara saling berbeda. Ini sebagaimana dikehendaki dalam lambang negara ini, “Bhinneka Tunggal Ika; berbeda-beda tetapi tetap satu, dalam satu negara, bangsa, dan bahasa Indonesia. B. Multikulturalisme dalam Pendidikan Islam Multikulturalisme merupakan sebuah paham tentang realitas masyarakat yang beragam. Yang mana multikulturaliasme adalah sebuah respon dari sebuah fakta sosial yang beragam dan plural, sehingga keteraturan hidup yang humanis, demokratis dan berkeadilan akhirnya dapat di capai. Pendidikan Islam, sebagaimana telah di jelaskan di atas, mendasarkan konsep dan karakteristiknya pada nilai-nilai islam. Untuk melihat bagaimana pendidikan Islam berbicara tentang multikulturalisme, maka kita harus mengkaji terlebih dahulu, bagaimana Islam memandang multikulturalisme. Dari sini akan kita dapatkan sebuah kesimpulan multikulturalisme dalam agama Islam, yang nantinya dapat kita generalisasikan kepada pendidikan Islam. Sejak awal, Islam turun ke dunia untuk tujuan kemanusian. Islam secara tegas dan jelas menyatakan bahwa Islam diturunkan untuk semesta alam. Artinya Islam lahir bukan semata–mata untuk umat Islam saja, tetapi semangat universalitas Islam sudah ditampakkan. Hal ini dapat kita lihat dari firman Allah tentang tujuan keterutusan Rasulullah, yang artinya tujuan diturunkannya Islam, yang kemudian kita kenal denga tujuan risalah. Dalam Surat al Anbiya’ ayat 107, allah berfirman yang artinya: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. Hal ini menegaskan betapa Islam diperuntukkan untuk semua manusia, bahkan semua alam dengan kergaman, perbedaan dan pluraliras yang mengitarinya. Pada dasarnya, Islam memandang multikulturalisme sebagai sebuah sunnatullah, keniscayaan alam yang tak terbantahkan. Perbedaan dan keragaman tersebut kemudian bukan menjadi alasan untuk saling bercerai-berai, pecah-belah dan terjadi konflik. Dalam ayat lain dijelaskan bahwa keberagaman sosial ummat manusia yang ada, tidak lain adalah untuk menguji manusia supaya mereka mampu berbuat baik dan menciptakan kedamaian. Sebagaimana yang termaktub dalam Surat al-Maidah ayat 4: “Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah
  • 11. 11 hendak menguji kamu terhadap pemberian- Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan- Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu”. Dalam ayat ini dapat kita pahami bahwa Allah sengaja menjadikan ummat yang tidak satu ini dengan tujuan untuk menguji manusia, bagaimana mereka memahai perbedaan dan keragaman ummat itu. Selain itu, supaya manusia mau berlomba- lomba dalam kebaikan dan kebenaran, bukan malah untuk saling berselisih dan berkonflik. Dalam ayat lain juga disebutkan bahwa Allah tidak menjadikan manusia masyarakat yang homogen, karena perselisihan dan perbedaan pendapat adalah sesuatu yang “sudah pasti” ada. Dan hanya orang-orang yang diberi rahmat-Nyalah yang dapat memahami ini dan mampu menghindarkan diri dari perselisihan tersebut. Sebagaimana dalam Surat Hud ayat 118- 119: “Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu (keputusan- Nya) telah ditetapkan: sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya”. (Q.S. Huud: 118-119) Lebih jelas lagi, Allah menegaskan bahwa Allah sengaja menciptakan manusia itu berbeda, baik dalam dimensi bangsa, suku, jenis kelamin dan sebagainya. Tujuan agung dari itu semua adalah supaya manusia dapat saling mengenal. Taaruf di sini adalah sebuah isyarat dari allah supaya manusia mampu untk hidup damai di antara berbagai keragaman tersebut. Saling mengenal ini juga dapat dipahami dengan saling memahami antar keragaman. Sebagaiman yang tersebut dalam Surat al-Hujurat ayat 13: “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki- laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mengenal (Q.S. al-Hujurat ayat 13). Ayat ini juga menerangkan bahwa keragaman tersebut bukanlah sebuah “pembeda” di hadapan Allah. Karena yang paling mulia di hadapan Allah hanyalah kadar ketaqwaan. Semakin tinggi ketaqwaan seseorang, akan semakin mulialah seseorang tersebut di sisi Allah. Meskipun seseorang tersebut mungkin dalam keragaman manusia menempati posisi yang rendah dan hina. Jelas sudah bahwa Islam sangat menjunjung tinggi semangat multikulturalisme. Bukan semata-mata karena manusia diciptakan berkeragaman, tapi lebih dari itu adalah supaya
  • 12. 12 manusia dalat menjalankan tugas sucinya sebagai penyelamat bumi, wakil Allah di muka bumi ini. Serta supaya manusia mampu menebarkan kasih sayang dan kedamaian di seluruh alam. Semangat multikulturalisme dalam Islam sangat terlihat jelas pada zaman Rosulullah. Di madinah, Rasulullah melakukan sebuah tansformasi sosial, di mana seluruh masyarakatnya hidup secara damai. Padahal saat itu masyarakat Madinah sangatlah plural, baik dalam agama, suku, bani maupun nasab. Konsep hidup bersama secara damai tersebut merupakan manifestasi dari kesepakatan bersama yang dikenal dengan “Piagam Madinah”. Dalam Piagam yang memuat 47 pasal tersebut, tidak pernah sekalipun disinggung kata “Islam” dan “Alquran”, meskipun mayoritas masyarakatnya pada saat itu adalah muslim.13 Piagam tersebut memuat kesepakatan antara masyatrakat migran (muhajirin), etnis madinah, suku Aus, Khazraj, Qainiqa’, Nadlir dan Quraidhah, dengan back ground keyakinan, Islam, Yahudi, Nasrani, dan Musyrik. Dalam konteks menghargai perbedan Alquran menyebutkan bahwa masing-masing agama dianjurkan untuk menjalankan ajaran agamanya, meskipun dilarang untuk mencampur adukkan antar syariat agama masing-masing. Surat al-Kaƒrun tampaknya contoh nyata implementasi dari toleransi beragama di tengah pluralitas. Dalam ayat teakhir Surat al-Kafirun disebutkan “Untukmulah agamamu, dan untukulah agamaku” (Q.S. Al Kafirun:6) Jika Islam secara tegas menghargai keragaman manusia dan multikulturalisme, maka demikian juga dengan Pendidikan Islam, yang mempunyai dasar Islam, yakni Alqur an dan Sunnah. Serta tujuan yang sama dengan tujuan risalah Islam. Sebagaimana telah diungkapkan di depan, bahwa tujuan Islam berbanding lurus dengan tujuan Pendidikan Islam. Pendidikan Islam pada dasarnya sangat mendukung semangat multikulturalisme. Hal ini didasari akan realitas masyarakat Islam yang terdiri berbagai kultur, bahasa, ras dan lainnya. Sehingga multikulturalisme nantinya akan menjembatani tercapainya tujuan Pendidikan Islam. Di samping itu, Pendidikan Islam juga memahami bahwa masyarakat muslim juga hidup berdampingan dengan masyarakat lain yang beragam. Di sini Pendidikan Multikultural nantinya mampu menjadi bekal bagi output Pendidikan Islam untuk mampu hidup bersama dalam realitas masyarakat yang plural secara damai dan beerkeadilan. 13 Said Agil Siraj, Islam Kebangsaan (Jakarta: Pustaka Ciganjur, 1999), hlm. 328.
  • 13. 13 Sudah selayaknya individu muslim menjadi “sponsor” terwujudkan toleransi antara keragaman budaya demi terciptanya masyarakat yang damai, sesuai tujuan Islam. Meskipun dalam kenyatannya, praktik Pendidikan Islam seringkali menampakkan fenomena yang kontradiksi. Praktik Pendidikan Islam lebih menampilkan semangat fanatisme dan eksklusifisme. Sebagaimana yang diungkapkan Zakiyudin Baidhawy, bahwa model pendidikan agama (termasuk Pendidikan Islam) selama ini tidak dimodifikasi oleh pluralisme demokrasi dan multikultural. Model tersebut menyembunyikan secara sistemik nilai saling menghargai (mutual respect) dari bebagai jalan hidup dan mengabaikan kontribusi kelompok-kelompok minoritas terhadap kebudayaan masyarakat Indonesia.14 Yang terjadi kemudian output dari pendidikan itu sendiri tak jarang bersikap fanatik dan menganggap kelompok lain salah. Realitas Pendidikan Islam, khususnya pondok pesantren lebih menampilkan Islam sesuai dengan aliran yang diyakininya. Hal ini kemmudian dimanifestasikan dengan berbagai kurikulum dan referensi (maraji’) yang cenderung dari satu ideologi atau madzhab tertentu saja. Sedangkan pendapat dan madzhab dari golongan lain sering kali ditinggalkan dan bahkan dianggap salah. Contoh riil adalah kurikulum Fiqih yang ada di Madrasah- madrasah yang beraliran sunny. Kurikulum yang diajarkan lebih cenderung berorientasi pada satu madzhab, yakni syafii. Peserta didik seakan-akan dilarang untuk mempelajari mazhab lain. Yang terjadi, terbangun pada sikap peserta didik bahwa kaiƒyah fiqih yang tidak seperti yang pernah diajarkan, berarti salah. Fenomena tersebut adalah sedikit contoh betapa praktik Pendidikan Islam seringkali menjauhkan diri dari semangat multiuklturalisme, yang sebenarnya adalah semangat Islam. Kedepan harus ada pergeseran yang berarti, baik itu melalui paradigma, kurikulum maupun operasionalisasi proses pendidikan. Pergeseran tersebut tentunya akan semakin mendekatkan diri pada semangat Islam yang menjunjung tinggi kedamaian dan keadilan. C. Prinsip dan Tujuan Pendidikan Multikultural Dalam perspektif pendidikan Islam multikultural, pertentangan dan konflik kemanusiaan yang mengancam integrasi dan keutuhan bersama, selalu disebabkan oleh sikap ekskluisifisme dan fanatisme yang berlebihan. Oleh karena itu pendidikan Islam 14 Zakiyudin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural (Jakarta: Erlangga, 205), hlm. 20.
  • 14. 14 multicultural membagun prinsip-prinsip yang berbasis antitesa terhadap factor penyebab konflik, prinsip-prinsip tersebut antara lain: humanitas, unitas dan kontekstualitas.15 a) Prinsip Humanitas Manusia memiliki nilai-nilai kodrati, seperti kebebasan memilih dan berbuat serta bertanggung jawab atas apa yang kita lakukan. Nilai-nilai ini tidak dapat dimanipulasi dan ditukar dengan nilai apapun. Kesediaan menerima perbedaan dan menghargai nilai budaya, agama, ras, dan etnis tidak bekembang dengan sendirinya, melainkan harus diupayakan dengan kesadaran bahwa keragaman merupakan kodrat manusia. Dalam prinsip humanitas ditegaskan bahwa pengembangan nilai kemanusian pada dasarnya adalah pemenuhan kodrat kemanusiaan. Sehingga manusia menjadi lebih bermartabat yang tecermin dari keluhuran akal-budi dan moralnya yang membedakan dengan makhluk yang lainya. Prinsip di atas sesuai dengan ajaran Islam yang aturanaturannya diorientasikan pada al-hajah al-asasiyah manusia. Karena itu Allah swt menyebut Islam sebagai agama fitroh16 . Yang kehadirannya dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan yang menentramkan, yang didalamnya sarat akan keselamatan, perdamaian, toleransi, harmonisasi, dan persaudaraan yang dalam term Al-Qur’an disebut rahmatan lil alamin.17 Bahkan diitegaskan dalam Qs. Al-An’am ayat 132 َ ‫ن‬ْ ‫و‬ُ‫ل‬َ ‫م‬ْ‫ع‬َ‫ي‬ ‫ا‬َّ ‫م‬َ ‫ع‬ ٍّ ‫ل‬ِ‫اف‬َ‫غ‬ِ‫ب‬ َ ‫ك‬ُّ‫ب‬َ ‫ر‬ ‫ا‬َ ‫م‬َ ‫و‬ ۗ ‫ا‬ْ ‫و‬ُ‫ل‬ِ ‫م‬َ ‫ع‬ ‫ا‬َِّ ِ ‫ّم‬ ٌ ‫ت‬ٰ ‫ج‬َ ‫ر‬َ ‫د‬ ٍّ ِ ‫ل‬ُ ‫ك‬ِ‫ل‬َ ‫و‬ Artinya: Dan masing-masing orang ada tingkatannya, (sesuai) dengan apa yang mereka kerjakan. Dan Tuhanmu tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan. Maka jangan memandang orang lain dari jenis golongan yang mereka anut tapi dari akhlak, amal dan kontribusinya bagi kemanusiaan. Dalam sebuah hadits Nabi saw menegaskan bahwa “yang paling baik diantara manusia ialah yang paling banyak memberi rmanfaat bagi sesamanya”. Dalam hal ini semua ulama sepakat orang seperti itulah yang paling utama, apapun jenis golongan dan pemikirannya. 15 Chairul Mahfud, Pendidikan multikultural (Jogjakarta, PP, 2006), hal 29. 16 Qs. Ar-Rum ayat 30 menyebutkan “ Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui 17 Periksa Qs. 21 : 107, yang menyebutkan “Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
  • 15. 15 b) Prinsip Unitas Kemajemukan dan keanekaragaman agama, etnis, ras, dan budaya mengisyaratkan perlunya kerjasama antar semua komponen. Keanekaragaman dan perbedaan dalam masyarakat tidak mengharuskan terpecah-belah. Kemajemukan itu justru dilihat sebagai potensi kekayaan yang aka menjadi modal utama untuk memotivasi dan berkompetisi dalam kebaikan. Prinsip ini menegaskan bahwa keanekaragaman itu penting dalam rangka saling memperkaya untuk menciptakan iklim kompetisi positif yang memacu langkah kemajuan. Prinsip ini mendapat legitimasi dalam Al-Qur’an, khususnya pada Qs Al- Maidah ayat 48: ً‫ة‬َّ ‫م‬ُ‫ا‬ ْ ‫م‬ُ ‫ك‬َ‫ل‬َ ‫ع‬ََ ‫َل‬ ُِٰ ‫اّلل‬ َ‫ء‬ ۤ ‫ا‬َ ‫ش‬ ْ ‫َو‬‫ل‬َ ‫و‬ ۗ ۗ ‫ا‬ً ‫ع‬ْ‫ي‬َِ ‫َج‬ ْ ‫م‬ُ ‫ك‬ُ‫ع‬ِ ‫ج‬ْ ‫ر‬َ ‫م‬ ِِٰ ‫اّلل‬ َ ‫َل‬ِ‫ا‬ ِۗ ‫ت‬ْٰ ‫ْي‬َْ ‫اْل‬ ‫وا‬ُ ‫ق‬ِ‫ب‬َ‫ت‬ْ ‫اس‬َ‫ف‬ ْ ‫م‬ُ ‫ك‬‫ى‬ٰ‫ت‬ٰ‫ا‬ ٓ ‫ا‬َ ‫م‬ ْ ِ ‫ِف‬ ْ ‫م‬ُ ‫ك‬َ ‫و‬ُ‫ل‬ْ‫ب‬َ‫ِي‬ ِ‫ل‬ ْ ‫ن‬ِ ‫ك‬ٰ‫ل‬َّ ‫و‬ ً‫ة‬َ ‫د‬ِ ‫اح‬َّ ‫و‬ َ ‫ن‬ْ ‫و‬ُ ‫ف‬ِ‫ل‬َ‫ت‬َْ ‫َت‬ ِ ‫ه‬ْ‫ي‬ِ‫ف‬ ْ ‫م‬ُ‫ت‬ْ‫ن‬ُ ‫ك‬‫ا‬َِ ‫ِب‬ ْ ‫م‬ُ ‫ك‬ُ‫ئ‬ِ ِ‫ب‬َ‫ن‬ُ‫ي‬َ‫ف‬ Artinya: Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan- Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.18 c) Prinsip Kontekstualitas Kesadaran multikultural mengisyaratkan akan perlunya pemahaman secara khusus berdasarkan nilai kultur. Pentingnya akan kesadaran multikultural ini tidak akan mendapatkan respon yang positif dan berjalan sebagaiman fungsinya jika tidak ditempatkan pada kontek budaya masyarakat setempat. Untuk mendapatkan suatu iklim yang kondusif dan dapat bekerja sama dengan baik maka multikulturalisme harus dijadikan sebagai basic of value system tersendiri oleh masyarakat sesuai dengan konsensus yang berlaku.19 Dalam konteks internal truth claim bisa dipandang perlu, akan tetapi dalam konteks ekternalitas hal itu tidak diperlukan. Karena yang diperlukan dalam kaitan dengan masyarakat yang beragama adalah mencari persamaan bukan pada perbedaan. Disinilah perlunya mencari esensi dari nilai-nilai budaya dan pemikiran agama dalam wilayah konseptual maupun praksis sosialnya. 18 Oemar Bakry. Tafsir Rahmat, (Jakarta, Pustaka Agung , 1983), hal . 217. 19 Maksum, Paradigma Pendidikan Multikultural (Jogjakarta: Ircisod, 2004), hal. 240-241.
  • 16. 16 َ ‫و‬َ ‫س‬ ٍّ ‫ة‬َ ‫م‬ِ‫ل‬َ ‫ك‬ ٰ ‫َل‬ِ‫ا‬ ‫ا‬ْ ‫َو‬‫ل‬‫ا‬َ ‫ع‬َ‫ت‬ َِٰ ‫اّلل‬ َّ ‫َّل‬ِ‫ا‬ َ ‫د‬ُ‫ب‬ْ‫ع‬َ‫ن‬ َّ ‫َّل‬َ‫ا‬ ْ ‫م‬ُ ‫ك‬َ‫ن‬ْ‫ي‬َ‫ب‬َ ‫و‬ ‫ا‬َ‫ن‬َ‫ن‬ْ‫ي‬َ‫ب‬ ٍٍّۢ ‫ء‬ ۤ ‫ا‬ Artinya: “Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah.” Khumaidah menyebutkan bahwa prinsip pendidikan multikultural meliputi: penanaman kesadaran akan pentingnya hidup bersama dalam keragaman dan perbedaan kultur serta agama yang ada, penanaman semangat relasi antar manusia dengan spirit kesetaraan dan kesederajatan, saling percaya, saling memahami, menghargai perbedaan dan keunikan agama-agama, serta menerima perbedaan- perbedaan dengan pikiran terbuka untuk mengatasi konflik agar tercipta perdamaian dan kedamaian.20 Tujuan utama dari pendidikan multicultural adalah untuk menanamkan sikap simpatik, respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut agama dan budaya yang berbeda. Pendidikan multikultural bertujuan mewujudkan sebuah bangsa yang kuat, maju, adil, makmur, dan sejahtera tanpa perbedaan etnik, ras, agama, dan budaya. Dengan semangat membangun kekuatan diseluruh sektor sehingga tercapai kemakmuran bersama, memiliki harga diri yang tinggi dan dihargai bangsa lain. Tujuan pendidikan multikultural menurut Muhammad Tang21 mencakup tujuh aspek, yaitu: a) Pengembangan leterasi etnis dan budaya. Memfasilitasi siswa memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai budaya semua kelompok etnis. b) Perkembangan pribadi. Memfasilitasi siswa bahwa semua budaya setiap etnis sama nilai antar satu dengan yang lain. Sehingga memiliki kepercayaan diri dalam berinteraksi dengan orang lain (kelompok etnis) walaupun berbeda budaya masyarakatnya. c) Klarifikasi nilai dan sikap. Pendidikan mengangkat nilai-nilai inti yang berasal dari prinsip martabat manusia, keadilan, persamaan, dan, dan demokratis. Sehingga pendidikan multikultural membantu siswa memahami bahwa berbagai konflik nilai tidak dapat dihindari dalam masyarakat pluralistik. 20 Khumaidah, Multikulturalisme (Jogjakarta: Kanisius, 2004), hal. 279 21 Muhammad Tang, (dkk), Pendidikan Multikultural Telaah Pemikiran dan Implikasinya dalam Pembelajaran PAI, ( Yogyakarta: Idea Press,2003) hal. 86-88.
  • 17. 17 d) Untuk menciptakan pesamaan peluang pendidikan bagi semua siswa yang berbeda-beda ras, etnis, kelas sosial, dan kelompok budaya. e) Untuk membantu siswa memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat demokrasi-pluralistik serta diperlukan untuk berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi dengan warga dari kelompok beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan bersama. f) Persamaan dan keunggulan pendidikan. Tujuan ini berkaitan dengan peningkatan pemahaman guru terhadap bagaimana keragaman budaya membentuk gaya belajar, perilaku mengajar, dan keputusan penyelenggaraan pendidikan. Keragaman budaya berpengaruh pada pola sikap dan perilaku setiap individu. Sehingga guru harus mampu memahami siswa sebagai individu yg memiliki ciri unik dan memperhitungkan lingkungan fisik dan sosial yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran. g) Memperkuat pribadi untuk reformasi sosial. Pendidikan multikultural memfasilitasi peserta didik memiliki dsan mengembangkan sikap, nilai, kebiasaan, dan keterampilan sehingga mampu menjadi agen perubahan sosial yang memiliki komitmen tinggi dalam reformasi masyarakat untuk memberantas perbedaan (disparaties) etnis dan rasial. Menurut Tilaar terdapat tujuh tujuan dalam pendidikan multikultural yaitu: (1) Pengembangan presfektif sejarah yang bergam. (2) Memperkuat kesadaran budaya yang terdapat dalam masyarakat. (3) Memperkuat kompetensi intelektual dari budayabudaya yang hidup dalam msyarakat. (4) Menghilangkan rasisme, seksisme, dan berbagai jenis prasangka. (5). Mengembangkan kesadaran terhadap kepemilikan pelanet bumi seisinya. (6). Mengembangkan keterampilan aksi social, dan (7) Memiliki wawasan kebangsaan atau kenegaraan yang kokoh22 . Berbagai pandangan diatas, menunjukkan bahwa pendidikan multikultural setidaknya memiliki dua tujuan besar, yakni tujuan awal dan tujuan akhir, yaitu: Tujuan awal pendidikan multicultural adalah membangun wacana pendidikan 22 H.A.R Tilaar, Multikulturalisme; Tantangan-tantangan global masa depan dalam transformasi pendidikan nasional (Jakarta, Grasindo, 2004), hal .34.
  • 18. 18 multikultural dan penanaman nilai-nilai pluralisme, humanisme dan demokrasi terhadap para pelaku pendidikan. Sedangkan tujuan akhir dari pendidikan multikultural adalah agar peserta didik mampu memahami dan menguasai setiap materi pembelajaran serta memiliki karakter yang kuat untuk selalu bersikap demokratis, pluralis dan demokratis. D. Unsur-unsur Pendidikan Islam Multikultural Pendidikan Islam berbasis multikultural pada hakikatnya adalah pendidikan yang menempatkan multikulturalisme sebagai salah satu visi pendidikan dengan karakter utama yang bersifat inklusif, egaliter dan humanis, namun tetap kokoh pada nilai-nilai spiritual dan ketuhanan yang berdasarkan al-Qur’an dan asSunnah. Diantara unsur-unsur dalam pendidikan Islam berbasis multikultural selain pluralitas dan inklusivitas, yang tak kalah dominannya adalah unsur humanisme demokratik, integralitas dan pragmatis.23 Terkait dengan unsur pendidikan multikultural di atas, Paulo Freire berpendapat bahwa pendidikan bukan menara gading yang berusaha menjauhi realitas sosial dan budaya. Pendidikan harus mampu menciptakan tatanan masyarakat yang terdidik dan berpendidikan, bukan masyarakat yang hanya mengagungkan prestise sosial sebagai akibat kekayaan dan kemakmuran yang dialaminya. Pendidikan multikultural (multicultural education) merupakan respon terhadap perkembangan keragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. Secara luas pendidikan multikultural itu mencakup seluruh siswa tanpa membedakan kelompok- kelompoknya seperti gender, etnik, ras, budaya, strata sosial dan agama. Dari pengertian pendidikan multikultural di atas, dapat diambil beberapa pemahaman, antara lain; pertama, Pendidikan multikultural merupakan sebuah proses pengembangan yang berusaha meningkatkan sesuatu yang sejak awal atau sebelumnya sudah ada. Karena itu, pendidikan multicultural tidak mengenal batasan atau sekat-sekat sempit yang sering menjadi tembok tebal bagi interaksi sesama manusia. Kedua, pendidikan multicultural mengembangkan seluruh potensi manusia, meliputi, potensi intelektual, sosial, moral, religius, ekonomi, potensi kesopanan dan budaya. Sebagai langkah awal adalah ketaatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, penghormatan terhadap harkat dan martabat seseorang, 23 Ainul Yaqin Pendidikan multikultural : Cross cultural understanding untuk demokrasi dan keadilan (Jogjakarta; Pilar Media, 2005), hal. 48.
  • 19. 19 penghargaan terhadap orang yang berbeda dalam hal tingkatan ekonomi, aspirasi politik, agama, atau tradisi budaya. Ketiga, pendidikan yang menghargai pluralitas dan heterogenitas. Pluralitas dan heterogenitas adalah sebuah keniscayaan ketika berada pada masyarakat sekarang ini. Dalam hal ini, pluralitas bukan hanya dipahami keragaman etnis dan suku, akan tetapi juga dipahami sebagai keragaman pemikiran, keragaman paradigma, keragaman paham, keragaman ekonomi, politik dan sebagainya. Sehingga tidak memberi kesempatan bagi masing-masing kelompok untuk mengklaim bahwa kelompoknya menjadi panutan bagi pihak lain. Dengan demikian, Upaya pemaksaan tersebut tidak sejalan dengan napas dan nilai pendidikan multikultural. Keempat, pendidikan yang menghargai dan menjunjung tinggi keragaman budaya, etnis, suku dan agama. Penghormatan dan penghargaan seperti ini merupakan sikap yang sangat urgen untuk disosialisasikan. Sebab dengan kemajuan teknologi telekomunikasi, informasi dan transportasi telah melampaui batas-batas negara, sehingga tidak mungkin sebuah negara terisolasi dari pergaulan dunia. Oleh karena itu, cukup proporsional jika proses Pendidikan multikultural diharapkan membantu para siswa dalam mengembangkan proses identifikasi (pengenalan) anak didik terhadap budaya, suku bangsa, dan masyarakat global. Pengenalan kebudayaan maksudnya anak dikenalkan dengan berbagai jenis tempat ibadah, lembaga kemasyarakatan dan sekolah. Pengenalan suku bangsa artinya anak dilatih untuk bisa hidup sesuai dengan kemampuannya dan berperan positif sebagai salah seorang warga dari masyarakatnya. Sementara lewat pengenalan secara global diharapkan siswa memiliki sebuah pemahaman tentang bagaimana mereka bisa mengambil peran dalam percaturan kehidupan global yang dia hadapi. E. Pengertian Pendidikan Karakter Pendidikan karakter pada hakikatnya sebuah sistem yang mengatur nilai-nilai luhur terhadap peserta didik yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dalam pelaksanaannya di sekolah harus melibatkan semua komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan kulikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga
  • 20. 20 sekolah/lingkungan24 . Dalam upaya meningkatkan kembali Pendidikan karakter serta budaya bangsa ini, guru harus menjadi contoh teladan bagi peserta didiknya. Misalnya ketika guru dalam menyampaikan materi maupun ketika bertoleransi. Dari situ akan memunculkan sifat yang pada saat nanti menjadi kebiasaan bagi peserta didik. Jadi peran yang dimunculkan oleh guru tidak hanya sebagai pendidik, tetapi sebagai suri tauladan dari sikap dan tingkah lakunya. Istilah pendidikan karakter masih jarang didefisinikan oleh banyak kalangan sehingga masih banyak masalah ketidak tepatan makna yang beredar di masyarakat mengenai makna pendidikan karakter, antara lain pendidikan karakter adalah mata pelajaran agama dan PKn, karenanya itu menjadi tanggung jawab guru Agama dan PKn saja. Ada pula yang mengartikan pendidikan karakter sebagai mata pelajaran yang berkaitan dengan budi pekerti dan sebagainya. Berbagai makna yang kurang tepat tentang pendidikan karakter itu bermunculan dan menempati pemikiran banyak orang tua, guru, dan masyarakata umum.25 Karakter secara harfiah berasal dari bahasa Latin Charakter, yang antara lain berarti: watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian atau akhlak. Sehingga karakter dapat difahami sebagai sifat dasar, kepribadian, tingkah laku/perilaku dan kebiasaan yang berpola. Perspektif pendidikan karakter adalah peranan pendidikan dalam membangun karakter peserta didik. Pendidikan karakter adalah upaya penyiapan kekayaan peserta didik yang berdimensi agama, sosial, budaya, yang mampu diwujudkan dalambentuk budi pekerti baik dalam perkataan, perbuatan, pikiran, sikap, dan kepribadian. Sedangkan secara istilah, karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya dimana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya sendiri26 . Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang27 . Definisi dari The stamp of individually or group impressed by nature, education or habit. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, 24 Suyitno, I. (2012). Pengembangan pendidikan karakter dan budaya bangsa berwawasan kearifan lokal. Jurnal pendidikan karakter, 3(1). 25 Kesuma, Dharma dkk. 2011. Pendidikan Karakter: kajian teori dan praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset. 2015. hal.7 26 Mochtar Buchori, Character Building dan Pendidikan Kita . Kompas. Megawangi, Ratna. 2009. Pendidikan Karakter. Jakarta: Indonesia Heritage Foundation. 27 Majid, Abdul & Andayani, Dian. 2010. Pedidikan karakter dalam perspektif Islam. Bandung: Insan Cita Utama. 2010. hal.11
  • 21. 21 lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Karakter dapat juga diartikan sama dengan akhlak dan budi pekerti, sehingga karakter bangsa identik dengan akhlak bangsa atau budi pekerti bangsa. Bangsa yang berkarakter adalah bangsa yang berakhlak dan berbudi pekerti, sebaliknya bangsa yang tidak berkarakter adalah bangsa yang tidak atau kurang berakhlak atau tidak memiliki standar norma dan perilaku yang baik. Dengan demikian, pendidikan karakter adalah usaha yang sungguh- sungguh untuk memahami, membentuk, memupuk nilai-nilai etika, baik untuk diri sendiri maupun untuk semua warga masyarakat atau warga negara secara keseluruhan28 . Pendidikan karakter merupakan segala upaya yang dilakukan oleh pendidik untuk mengajarkan kebiasaan cara berfikir dan berperilaku yang membantu anak untuk hidup dan bekerja Bersama sebagai keluarga, masyarakat dan bernegara dan membantu mereka untuk membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan, karakter juga dapat diistilahkan dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain. Sedangkan kata berkarakter diterjemahkan sebagai mempunyai tabiat, mempunyai kepribadian, sikap pribadi yang stabil hasil proses konsolidasi secara progesif dan dinamis, integrasi pernyataan dan tindakan. Selanjutnya Ki Hadjar Dewantara mengatakan, yang dinama- kan “budipekerti” atau watak atau dalam bahasa asing disebut “karakter” yaitu “bulatnya jiwa manusia” sebagai jiwa yang “berasas hukum kebatinan”. Orang yang memiliki kecerdasan budi- pekerti itu senantiasa memikir-mikirkan dan merasa-rasakan serta selalu memakai ukuran, timbangan, dan dasar-dasar yang pasti dan tetap. Itulah sebabnya orang dapat kita kenal wataknya dengan pasti; yaitu karena watak atau budipekerti itu memang bersifat tetap dan pasti.29 F. Pendidikan Karakter dalam Islam Berdasarkan pengertian tentang pendidikan karakter yang sudah diuraikan di depan, bahwa pendidikan karakter adalah upaya dengan sengaja menolong individu siswa agar memahami, peduli akan dan bertindak atas dasar inti nilai-nilai etis. Seseorang dapat dikatakan berkarakter bila seseorang tersebut perilakunya sesuai dengan kaidah moral. Jadi 28 Zubaedi, 2011. Design pendidikan karakter. Jakarta: Prenada Media Group. 2011. hal 19 29 Haryanto, 2011. Pendidikan Karakter Menurut Ki Hadjar Dewantara. Kurikulum dan Pendidikan FIP UNY. 2014. hal.23
  • 22. 22 inti dari pendidikan karakter adalah moralitas sebagai bangunan karakter yang harus dimiliki siswa sebagai modal dalam bersikap dan berperilaku dalam hidup dan kehidupannya, baik dalam hidup sehari-hari berkaitan dengan dirinya maupun hidup bermasyarakat. Pendidikan karakter dalam Islam berarti pendidikan karakter sebagaimana dalam pengertian secara umum yang didasarkan pada segi-segi ajaran Islam sebagai substansi materi yang produknya adalah karakter Islami yaitu karakter yang sesuai dengan ajaran Islam. Dalam konteks pendidikan karakter, yang menjadi unsur utama adalah peserta didik atau siswa sedang siswa secara naluriah dan alamiah dalam pandangan Islam sudah memiliki potensi “fitrah” atau dasar pembawaan yang baik namun sifat pembawaan dasar tadi tidak secara otomatis menjadi baik tanpa pendidikan. Dengan demikian semua fitrah peserta didik tadi juga harus dikawal dengan Pendidikan agar menjadi baik. Hal ini diperkuat dengan hadis nabi yang menegaskan bahwa tugas kenabian Muhammad Rasulullah adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Kata menyempunakan berarti meningkatkan atau mengembangkan yang pada hakekatnya sudah ada potensi berakhlak baik sebelumnya. Dalam hadis lain juga dijelaskan yang intinya bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan fitri, bergantung pada bagaimana lingkungannya yang akan membentuk kefitrian itu dalam warna tertentu dan khas sesuai dengan lingkungan tersebut. Berdasarkan kondisi tentang hakekat peserta didik tersebut bahwa manusia sudah memiliki modal dasar yang baik dan modal tersebut juga tergantung dimana lingkungan itu akan mempengaruhi, maka ada kekuatan-kekuatan yang perlu ditekankan dalam rangka mempengaruhi potensi dasar tadi menjadi baik yaitu melalui internalisasi nilai-nilai melalui pendidikan Islam. Pendidikan agama Islam secara substansial memiliki empat aspek materi yaitu Qur’an hadis, akidah akhlak, feqih, dan sejarah peradaban Islam. Keempat materi tersebut dimaksudkan agar siswa mampu menjadi ibadurrahman sesuai tujuan pendidikan Islam. Keempat materi tadi memiliki peran dan fungsi yang berlainan dalam rangka membentuk dan membangunan karakter yang Islami, namun semuanya kait mengkait satu sama lain. Keempat material pendidikan Islam tersebut yang menjadi modal dasar secara lengkap untuk membentuk karakter siswa yang Islami. Salah satu karakter Islami yang terpenting saat ini yang kental dengan istilah kesalihan pribadi dan kesalehan sosial. Kesalehan pribadi berkaitan dengan hubungan baik dengan Tuhan sedang kesalehan sosial menyangkut hubungan baik dengan lingkungan (masyarakat dan alam sekitar).
  • 23. 23 Islam pada dasarnya dibagi menjadi tiga bagian yaitu akidah (keyakinan), syariah (peribadatan atau praktek ibadah), dan akhlak (pengamalan agama). Ketiganya saling berkaitan, akidah sebagai sistem keyakinan yang akan menggerakkan diri melalui action ibadah sesuai keyakinan tersebut sedang akhlak sebagai pengejawantahandari akidah dan syariah terwujud dalam perilaku amaliah sehari-hariyang baik. Ancok (1995) menjelaskan bahwa akhlak atau pengamalanagama yaitu bagaimana individu berelasi dengan dunianya, terutama dengan manusia lain30 . Dalam Islam dimensi ini menyangkut perilaku suka menolong, bekerjasama, berderma, menyejahterakan dan menumbuhkembangkan orang lain, menegakkan keadilan, berlaku jujur, memaafkan, menjaga lingkungan hidup, menjaga amanat dan sebagainya. Singkatnya dimensi akhlak dalam Islam melingkupi dimensi vertikal dan horizontal atau tercipta kesalehan pribadi dan kesalehan sosial. G. Tujuan Pendidikan Karakter Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.31 Mencermati fungsi pendidikan nasional, yakni mengembang- kan kemampuan dan membentuk watak dan peradaban bangsa seharusnya memberikan pencerahan yang memadahi bahwa pendidikan harus berdampak pada watak manusia/ bangsa Indonesia atau karakter. Karakter merupakan sesuatu yang mengualifikasi seorang pribadi. Dari kematangan karakter inilah, kualitas seorang pribadi dapat diukur. Tujuan pendidikan karakter meliputi : 1. Mendorong kebiasaan perilaku yeng terpuji sejalan dengannilai- nilai universal, tradisi budaya, kesepakatan sosial, dan religiositas agama. 2. Menanamkan jiwa kepemimpinan yang bertanggung jawab sebagai penerus bangsa. 3. Memupuk ketegaran dan kepekaan mental peserta didik terhadap situasi sekitarnya, sehingga tidak terjerumus kepada perilaku yang menyimpang, baik secara indivdu maupun sosial. 30 Ancok, Djamaludin dan Fuat Nashori Suroso. 1995. Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 31 Kesuma, Dharma dkk. 2011. Pendidikan Karakter: kajian teori dan praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset. 2015. hal.10
  • 24. 24 4. Meningkatkan kemmpuan menghindari sifat tercela yang dapat merusak diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. 5. Agar siswa memahami dan menghayati nilai- nilai yang relevan bagi pertumbuhan dan penghargaan harkat dan martabat manusia. H. Unsur-unsur Pendidikan Karakter Ada beberapa dimensi manusia yang secara psikologis dan sosiologis perlu dibahas dalam kaitannya dengan terbentuknya karakter pada diri manusia. adapun unsur-unsur tersebut adalah sikap, emosi, kemauan, kepercayaan dan kebiasaan. (Mun’im, 2011: 168) Sikap seseorang akan dilihat orang lain dan sikap itu akan membuat orang lain menilai bagaimanakah karakter orang ter- sebut, demikian juga halnya emosi, kemauan, kepercayaan dan kebiasaan, dan juga konsep diri (Self Conception). 1. Sikap Sikap seseorang biasanya adalah merupakan bagian karakter- nya, bahkan dianggap sebagai cerminan karakter seseorang tersebut. Tentu saja tidak sepenuhnya benar, tetapi dalam hal tertentu sikap seseorang terhadap sesuatu yang ada dihadapannya menunjukkan bagaimana karakternya. 2. Emosi Emosi adalah gejala dinamis dalam situasi yang dirasakan manusia, yang disertai dengan efeknya pada kesadaran, perilaku, dan juga merupakan proses fisiologis. 3. Kepercayaan Kepercayaan merupakan komponen kognitif manusia dari faktor sosiopsikologis. Kepercayaan bahwa sesuatu itu “benar” atau “salah” atas dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman, dan intuisi sangatlah penting untuk membangun watak dan karakter manusia. jadi, kepercayaan itu memperkukuh eksistensi diri dan memperkukuh hubungan denga orang lain. 4. Kebiasaan dan Kemauan Kebiasaan adalah komponen konatif dari faktor sosio- psikologis. Kebiasaan adalah aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis, dan tidak direncanakan. Sementara itu, kemauan merupakan kondisi yang sangat men- cerminkan karakter seseorang. Ada orang yang kemauannya keras, yang kadang ingin mengalahkan kebiasaan, tetapi juga ada orang yang kemauannya lemah. Kemauan erat berkaitan dengan tindakan, bahakan ada yang mendefinisikan kemauan sebagai tindakan yang merupakan usaha seseorang untuk mencapai tujuan.
  • 25. 25 5. Konsep diri (Self Conception) Hal penting lainnya yang berkaitan dengan (pembangunan) karakter adalah konsep diri. Proses konsepsi diri merupakan proses totalitas, baik sadar maupun tidak sadar, tentang bagaimana karakter dan diri kita dibentuk. Dalam proses konsepsi diri, biasanya kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Citra diri dari orang lain terhadap kita juga akan memotivasi kita untuk bangkit membangun karakter yang lebih bagus sesuai dengan citra. Karena pada dasarnya citra positif terhadap diri kita, baik dari kita maupun dari orang lain itu sangatlah berguna.
  • 26. 26 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Pada Multikultural secara harfiyah, berasal dari multi artinya banyak dan culture artinyabudaya. Makna keseluruhan dapat berarti keragaman budaya Scott Lash dan Mike Featherstone. Strategi ini sangat bermanfaat, sekurang-kurangnya bagi sekolah sebagai lembaga pendidikan dapat membentuk pemahaman bersama atas konsep kebudayaan, perbedaan budaya, keseimbangan, dan demokrasi dalam arti yang luas. Multikulturalisme merupakan sebuah paham tentang realitas masyarakat yang beragam. Yang mana multikulturaliasme adalah sebuah respon dari sebuah fakta sosial yang beragam dan plural, sehingga keteraturan hidup yang humanis, demokratis dan berkeadilan akhirnya dapat di capai. Pendidikan Islam, sebagaimana telah di jelaskan di atas, mendasarkan konsep dan karakteristiknya pada nilai-nilai islam. Untuk melihat bagaimana pendidikan Islam berbicara tentang multikulturalisme, maka kita harus mengkaji terlebih dahulu, bagaimana Islam memandang multikulturalisme. Dari sini akan kita dapatkan sebuah kesimpulan multikulturalisme dalam agama Islam, yang nantinya dapat kita generalisasikan kepada pendidikan Islam. "Untukmulah agamamu, dan untukulah agamaku" Jika Islam secara tegas menghargai keragaman manusia dan multikulturalisme, maka demikian juga dengan Pendidikan Islam, yang mempunyai dasar Islam, yakni Alqur an dan Sunnah. Serta tujuan yang sama dengan tujuan risalah Islam. Dalam perspektif pendidikan Islam multikultural, pertentangan dan konflik kemanusiaan yang mengancam integrasi dan keutuhan bersama, selalu disebabkan oleh sikap ekskluisifisme dan fanatisme yang berlebihan. Manusia memiliki nilai-nilai kodrati, seperti kebebasan memilih dan berbuat serta bertanggung jawab atas apa yang kita lakukan. Sehingga manusia menjadi lebih bermartabat yang tecermin dari keluhuran akal-budi dan moralnya yang membedakan dengan makhluk yang lainya. Prinsip di atas sesuai dengan ajaran Islam yang aturanaturannya diorientasikan pada al-hajah al-asasiyah manusia. Yang kehadirannya dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan yang menentramkan, yang didalamnya sarat akan keselamatan, perdamaian, toleransi, harmonisasi, dan persaudaraan yang dalam term Al-Qur’an disebut rahmatan lil alamin. Kemajemukan itu justru dilihat sebagai potensi kekayaan yang aka menjadi modal utama untuk memotivasi dan berkompetisi dalam kebaikan. Prinsip ini menegaskan bahwa keanekaragaman itu penting dalam rangka saling memperkaya untuk menciptakan iklim kompetisi positif yang memacu langkah kemajuan. Hal penting lainnya yang berkaitan
  • 27. 27 dengan karakter adalah konsep diri. Citra diri dari orang lain terhadap kita juga akan memotivasi kita untuk bangkit membangun karakter yang lebih bagus sesuai dengan citra. B. SARAN Dalam Pembahasan ini tentu saja banyak kekurangannya sehingga kami sebagai pemateri disni mengharap dari bapak dosesn pengampu dan juga teman-teman untuk memberikan masukan dan juga saran dan keritik yang mambangun kapeda kami agar makalah kami menjadi sempurna dan juga bisa diterima.
  • 28. 28 DAFTAR PUSTAKA Ngaimun Naim, Pendidikan Multikultural : Konsep dan Aplikasi (Jogjakarta,Ar-Ruzz Media, 2008), hal. 51. Jaffari Awang, Islamic Education Multicultural. (Universitas Kebangsaan Malaysia, Journal Of Islamic And Management Education, edisi II, Nopember 2009) hal. 47 Ibrahim Mohammad Hamam ; Multicultural Education Issues: Concept and implementation. (Amman Jordan, The Faculty of Educational Sciences, European Journal of Social Sciences, Vol.30 No.2, 2012) hal. 28. Mudrofin, Pendidikan Karakter (Jogjakarta, Pustaka Pelita, 2012), hal 62. Hermanto, Pembentukan pendidikan berbasis Karakter (Jogjakarta, Sinar Press,2011), hal 11. Munir A. Shaikh, Multicultural Education: Concepts and Management. (Columbia University, Journal Current Issues in Comparative Education, Vol. 7, 2011), hal 22. Tim Kemenag RI. Panduan Integrasi Nilai Multikultur dalam Pendidikan Agama Islam (Jakarta, PT Kirana Cakra Buana bekerjasama dengan Kemenag RI, Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII), TIFA Foundation dan Yayasan Rahima, 2012), hal 8 Yaqin, M. Ainul, Pendidikan Multikultural (Cross-Cultural Understanding untuk Demokrasi dan Keadilan), Yogyakarta; Pilar Media, 2005. hal.9 Taylor, Charles, “The Politics of Recognation” dalam Amy Gutman, Multiculturalism, Examining the Politics of Recognition Princenton; Princenton University Press, 1994. hal.18 Maslikhah, Quo Vadis Pendidikan Multikultural: Rekonstruksi Sistem Pendidikan Berbasis Kebangsaan, (Surabaya: JP Books kerjasama dengan STAIN Salatiga Press, 2007), cet. 1, hal. 48. Ainnurrofik Dawam, Emoh Sekolah Menolak Komersialisasi Pendidikan dan Kanibalisme Intelektual Menuju Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta: Inspeal Ahimsakarya, 2003), hal. 100. Azyumardi Azra, Dari Pendidikan Kewargaan hingga Pendidikan Multkultural : Pengalaman Indonesia, dalam Edukasi : Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, Vol. 2, No. 4, tahun 2004, hal. 19-20. Said Agil Siraj, Islam Kebangsaan (Jakarta: Pustaka Ciganjur, 1999), hlm. 328.
  • 29. 29 Zakiyudin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural (Jakarta: Erlangga, 205), hlm. 20. Chairul Mahfud, Pendidikan multikultural (Jogjakarta, PP, 2006), hal 29. Qs. Ar-Rum ayat 30 menyebutkan “ Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui Periksa Qs. 21 : 107, yang menyebutkan “Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. Oemar Bakry. Tafsir Rahmat, (Jakarta, Pustaka Agung , 1983), hal . 217. Maksum, Paradigma Pendidikan Multikultural (Jogjakarta: Ircisod, 2004), hal. 240-241. Khumaidah, Multikulturalisme (Jogjakarta: Kanisius, 2004), hal. 279 Muhammad Tang, (dkk), Pendidikan Multikultural Telaah Pemikiran dan Implikasinya dalam Pembelajaran PAI, ( Yogyakarta: Idea Press,2003) hal. 86-88. H.A.R Tilaar, Multikulturalisme; Tantangan-tantangan global masa depan dalam transformasi pendidikan nasional (Jakarta, Grasindo, 2004), hal .34. Ainul Yaqin Pendidikan multikultural : Cross cultural understanding untuk demokrasi dan keadilan (Jogjakarta; Pilar Media, 2005), hal. 48. Suyitno, I. (2012). Pengembangan pendidikan karakter dan budaya bangsa berwawasan kearifan lokal. Jurnal pendidikan karakter, 3(1). Kesuma, Dharma dkk. 2011. Pendidikan Karakter: kajian teori dan praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset. 2015. hal.7 Mochtar Buchori, Character Building dan Pendidikan Kita . Kompas. Megawangi, Ratna. 2009. Pendidikan Karakter. Jakarta: Indonesia Heritage Foundation. Majid, Abdul & Andayani, Dian. 2010. Pedidikan karakter dalam perspektif Islam. Bandung: Insan Cita Utama. 2010. hal.11 Zubaedi, 2011. Design pendidikan karakter. Jakarta: Prenada Media Group. 2011. hal 19 Haryanto, 2011. Pendidikan Karakter Menurut Ki Hadjar Dewantara. Kurikulum dan Pendidikan FIP UNY. 2014. hal.23 Ancok, Djamaludin dan Fuat Nashori Suroso. 1995. Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kesuma, Dharma dkk. 2011. Pendidikan Karakter: kajian teori dan praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset. 2015. hal.10