1. TUGAS SOSIOANTROPOLOGI
Disusun guna memenuhi tugas akhir semester mata kuliah Sosiologi dan Antropologi
pendidikan
Di susun oleh :
Muhammad Sahrul Kurniawan
14602249008
PENDIDIKAN KEPELATIHAN OLAHRAGA
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2016
2. Kondisi Pendidikan Di Indonesia Dan Apa Tantangan Pendidikan
Di Indonesia
(NO.1)
Pendidikan indonesia saat ini menalami hambatan .Sebagai bangsa yang
relatif muda (belum sampai berumur satu abad), tentulah jika masa depan kita
berorientasi kepada kecenderungan modus (standar) internasional dewasa ini,
akan banyak dijumpai kekurangan-kekurangan yang bersifat ontologis baik yang
menyangkut sumber daya manusia maupun penguasaan teknologi.
Derasnya aliran barang, jasa, pengetahuan, dan teknologi dari luar negeri
tidak diimbangi dengan kesadaran adanya aliran pemikiran/paham, karakter atau
gaya hidup yang tidak sesuai dengan karakter dan budaya bangsa. Sehingga
bangsa dan masyarakat Indonesia dewasa ini bersifat terbuka absolut dari
pengaruh luar. Hal inilah yang menyebabkan bangsa Indonesia dewasa ini seakan
mengalami disorientasi baik dari segi ekonomi, politik, sosial, budaya dan
pendidikan. Dewasa ini Indonesia sedang mengalami disorientasi epoleksosbud.
Revolusi mental yang digulirkan oleh Presiden Joko Widodo kiranya patut
direnungkan, digali dan diimplementasikan untuk mewujudkan kemerdekaan
Indonesia dalam bidang ekonomi, politik, sosial, budaya dan pendidikan.
Revolusi mental perlu didukung dengan penguatan 4 (empat) pilar yaitu:
Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, NKRI dan BhinekaTunggal Ika.
Ditengah kegamangan politik, ekonomi, sosial dan budaya maka dalam
bidang pendidikan terdapat pertanyaan guru seperti apakah dewasa yang dianggap
ideal bagi bangsa ini? Berbagai penelitian menunjukkan bahwa selama ini,
walaupun telah mengalami berbagai fase perubahan kurikulum yang dibarengi
dengan berbagai macam peraturan perundangan, masih saja kualitas pendidikan
belum seperti yang diharapkan, terutama jika dilihat dari prestasi yang
3. dibandingkan dengan prestasi pendidikan bangsa-bangsa lain. Walaupun hasil
penelitian OECD tahun 2015 menunjukkan adanya inovasi pembelajaran, tetapi
herannya mengapa prestasi belajar masih belum memuaskan? Disorientasi bidang
epoleksosbud ditengarai sebagai biangnya segala persoalan yang muncul dalam
bidang pendidikan. Disorientasi epoleksosbud menyebabkan timbulnya anomali
paradigma kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, yang pada
gilirannya menghasilkan ketidakteraturan pola kehidupan masyarakat yang dapat
berujung pada perikehidupan yang anarkhis.
Pengembangan pendidikan di Indonesia terkendala oleh adanya anomali
paradigma pendidikan yaitu: pendidikan jangka panjang versus pendidikan jangka
pendek, pendidikan terdesentralisasi versus pendidikan terpusat, pendidikan
terbuka versus pendidikan tertutup, inovasi pendidikan versus status quo
pendidikan, pendidikan sebagai kebutuhan versus pendidikan sebagai investasi,
pendidikan yang melestarikan versus pendidikan yang konstruktif, pendidikan
berorientasi proses versus pendidikan berorientasi hasil, pendidikan untuk semua
versus pendidikan terkanalisasi, dst. Selama anomali paradigma tersebut belum
memperoleh solusinya maka selama itu pula persoalan pendidikan masih bersifat
imanent dan latent.
Akibat lanjut dari adanya persoalan pendidikan yang belum tuntas maka
berdampak pula pada pengembangan kualitas pendidikan, profesional guru dan
prestasi belajar. Anomali paradigma pada gilirannya juga muncul dalam
pengembangan pendidikan guru di Indonesia, misalnya: guru sebagai
pengembang pendidikan versus guru sebagai pelaksana pendidikan, guru kelas
versus guru mata pelajaran, guru pusat versus guru daerah, pendidikan guru
concurant versus pendidikan guru consecutive, tanggung jawab masyarakat versus
tangung jawab pemerintah, idealitas pendidikan versus pragmatisme pendidikan,
dst.
4. Dengan kondisi seperti tersebut di atas maka banyak persoalan
pendidikan yang menghadang didepan kita: kegamangan penerapan kurikulum,
kontroversi (fungsi) ujian nasional, persoalan sertifikasi guru dan dipenuhinya
jam mengajar, penguatan peran LPTK, sinergitas antar lembaga birokrasi
pendidikan, persoalan penempatan guru, pengembangan profesionalitas guru,
peran lembaga penjaminan mutu yang overlaping dengan peran LPTK, reformasi
pendidikan, overlaping permendiknas, sustainabilitas dan auntabilitas pendidikan,
pemerataan pendidikan, partisipasi pendidikan, standar nasional pendidikan guru,
pendidikan karakter dan karakter bangsa, dst.
Keadaan tambah runyam dikarenakan adanya fenomena The Death Blow
of Humanistic Sciences, yaitu ditetapkan dan dikukuhkannya The Naturalistic
Sciences sebagai the Knightnya peradaban dunia; sehingga sepak terjang
peradaban bangsa-bangsa di dunia dianggap dapat dituntun oleh hegemoni ilmu-
ilmu dasar (Basic Sciences) saja yang didefinisikan sebagai Fisika, Biologi,
Kimia dan Matematika Murni; dengan serta mengabaikan (kematian) Humanistic
Sciences, yang meliputi Agama, Budaya, Seni, Social Sciences, Psychology, dst.
Sehingga puncak sistemik di Indonesia terjadi pada gerakan Back to Basicnya
Wardiman (Mendikbud mantan Menristek), bahwa anak SD tak perlu macam-
macam yang penting Calistung (Baca, Tulis dan Hitung saja); dan yang terakhir
pada Kurikulum 2013 dengan ketetapan bahwa semua Mapel menggunakan
pendekatan Saintifik.
Untuk membangun peradaban yang adil diperlukan redefinisi perihal apa
yang dimaksud dan disebut sebagai Basic Sciences; menurut saya Basic Sciences
juga harus meliputi the basicnya dari Ilmu-ilmu Humaniora.
Terdapat harapan dari apa yang disampaikan oleh Mendikbud Anies
Baswedan bahwa pengembangan pendidikan guru akan dilakukan dengan
memperkuat kompetensi kepala sekolah, guru, dan pemangku kepentingan
5. lainnya; meningkatkan kualitas dan akses; dan meningkatkan efektivitas birokrasi
pendidikan dan pelibatan publik dalam penyelesaian persoalan pendidikan.
6. Kondisi Indonesia Dari Pandangan Multicultural
(NOMOR 3)
1. Pengertian Masyarakat Multikultural
Di Indonesia, konsep tentang multikulturalisme telah lama diperbincangkan
oleh para tokoh sosial maupun agama. Hal ini berkaitan dengan masyarakat Indonesia
yang memiliki banyak sukubangsa, agama, dan ras. Dengan itulah konsep masyarakat
multikultural menjadi topik yang relevan untuk ditelaah karena sesuai dengan
semboyan Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Masyarakat multikultutral disini
lebih dipandang sebagai masyarakat yang memiliki kesederajatan dalam bertindak di
negara meski berbeda-beda sukubangsa, ras, maupun agama. Lebih tepatnya
masyarakat multikultural tidaklah hanya sebagai konsep keanekaragaman secara
sukubangsa atau kebudayaan sukubangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk,
akan tetapi menekankan pada keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan.
Dalam artian lain, multikulturalisme dinyatakan sebagai sebuah ideologi yang
menekankan pengakuan dan penghargaan pada kesederajatan atas perbedaan
kebudayaan. Untuk lebih jelasnya, berikut pengertian masyarakat multikultural
menurut beberapa tokoh:
a. Furnivall, Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri
dari dua atau lebih elemen (kelompok) yang hidup sendiri-sendiri tanpa
ada pembauran satu sama lain di dalam suatu satu kesatuan politik.
b. Clifford Gertz, Masyarakat multikultural adalah merupakan masyarakat
yang terbagi dalam sub-sub sistem yang kurang lebih berdiri sendiri dan
masing-masing sub sistem terkait oleh ikatan-ikatan primordial.
c. Nasikun, Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat bersifat
majemuk sejauh masyarakat tersebut secara setruktur memiliki sub-
subkebudayaan yang bersifat deverse yang ditandai oleh kurang
berkembangnya sistem nilai yang disepakati oleh seluruh anggota
masyarakat dan juga sistem nilai dari satu-kesatuan sosial, serta seringnya
muncul konflik-konflik sosial. Dari pengertian diatas dapat dikatakan
bahwa masyarakat multikultural merupakan masyarakat yang :
1) Kesederajatan dalam kedudukan (status sosial) meski berbeda-beda
dalam kebudayaan maupun SARA.
2) Mengakui perbedaan dan kompleksitas dalam masyarakat.
3) Menjunjungtinggi unsur kebersamaan, kerja sama, selalu hidup
berdampingan dengan damai meski terdapat perbedaan.
4) Menghargai hak asasi manusia dan toleransi terhadap perbedaan.
5) Tidak mempersoalkan kelompok minoritas maupun mayoritas.
Dari penjelas di atas dapat dikatakan bahwa masyarakat multikultural merupakan
masyarakat yang memahami keberagaman dalam kehidupan di dunia dan menerima
adanya keragaman tersebut, seperti: nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik
yang mereka anut. Dan bisa dibedakan pula dengan pengertian majemuk yang artinya
7. terdiri atas beberapa bagian yang merupakan kesatuan, plural artinya lebih dari satu,
sedangkan beragam artinya berwarna-warni.
2. Karakteristik Masyarakat Multikultural
Pierre L. Va den Berghe seorang sosiolog terkemuka menjelaskan karakteristik
masyarakat multikultural dan memprediksikan akibat dari kehidupan sehari-harinya
sebagai berikut :
a. Terjadi segmentasi ke dalam kelompok sub budaya yang saling berbeda
(Primordial). Masyarakat multikultural yang tersegmentasi dalam kelompok
subbudaya saling berbeda merupakan masyarakat yang terbagi-bagi dalam
kelompok-kelompok kecil berdasarkan ras, suku, agama masing-masing dan
dalam pergaulan terpisahkan karena individu lebih memilih berinteraksi dengan
orang satu suku, ras, atau agamanya saja. Dalam pengertian lain, masyarakat
multikultural terlihat hidup bersama meski berbeda ras, agama, dan etnis
(tersegmentasi), akan tetapi dalam kesehariannya mereka lebih sering memilih
bersahabat atau bergaul dengan orang-orang berasal dari daerah mereka saja
karena dianggap lebih mudah berkomunikasi, memiliki ikatan batin yang sama,
dan memiliki banyak kesamaan.
b. Memiliki struktur yang terbagi ke dalam lembaga non komplementer. Dalam
masyarakat multikultural tidak hanya memiliki lembaga formal yang harus
ditaati, tetapi mereka juga memiliki lembaga informal (nonkomplementer) yang
harus ditaati. Dengan kata lain, mereka lebih taat dan hormat pada lembaga
nonkomplementer tersebut karena dipimpin oleh tokoh adat yang secara
emosional lebih dekat.
c. Kurang mengembangkan konsensus di antara anggota terhadap nilai yang
bersifat dasar. Masyarakat multikultural dengan berbagairagam ras, etnik, dan
agama menimbulkan perbedaan persepsi, pengalaman, kebiasaan, dan
pengetahuan akan mengakibatkan sulitnya mendapatkan kesepakatan terhadap
nilai maupun norma yang menjadi dasar pijakan mereka. Singkatnya,
masyarakat ini sulit menyatukan pendapat karena perbedaan-perbedaan yang
mereka pegang.
d. Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan saling tergantung
secara ekonomi. Dengan berbagai perbedaan, masyarakat multikultural susah
mendapatkan kesepakatan dalam berbagai hal. Dengan itulah, untuk
menyatukannya harus ada pemaksaan demi tercapainya integrasi sosial. Selain
itu, masyarakat ini saling tergantung secara ekonimi dasebabkan oleh
kedekatannya hanya dengan kelompok-kelompok mereka saja.
e. Adanya dominasi politik suatu kelompok atas kelompok lain Masyarakat
multikultural memiliki kelompok-kelompok berbeda-beda secara ekonomi dan
politik. Tak bisa dipungkiri akan terdapat kelompok yang mendominasi politik
dan dengan sendirinya kelompok tersebut biasanya memaksakan kebijakan
politiknya demi keuntungan kelompoknya sendiri.
3. Kategori Masyarakat Multikultural
8. a. Masyarakat majemuk dengan kompetisi seimbang. Masyarakat majemuk
dengan kompetisi seimbang yaitu masyarakat yang berada di suatu daerah
memiliki kesempatan yang sama dalam hal persaingan politik, ekonomi,
maupun kedudukan. Hal ini bisa disebabkan oleh keseimbangan jumlah
suku, ras, agama, maupun ketersediaan sumber daya yang ada.
b. Masyarakat majemuk dengan mayoritas dominan. Masyarakat majemuk
dengan mayoritas dominan yaitu masyarakat yang berdiam di satu tempat
tetapi komposisi penduduk berbeda antara ras satu dengan ras lainnya atau
suku maupun agama. Sehingga penduduk mayoritas biasanya lebih
dominan atau menguasai hal-hal tertentu, mungkin dari segi politik ataupun
ekonomi. Dari kondisi ini memungkinkan adanya pemaksaan terhadap
masyarakat minoritas untuk mengikuti sistem maupun budaya masyarakat
mayoritas. Dan kemungkinan masyarakat minoritas dengan sendirinya
mengikut masyarakat mayoritas karena pengaruhnya sangat dominan.
c. Masyarakat mejemuk dengan minoritas dominan. Masyarakat mejemuk
dengan minoritas dominan yaitu masyarakat minoritas menguasai atau
mendominasi kehidupan daerah tersebut, seperti: masyarakat Tiong Hoa
minoritas di Indonesia akan tetapi mendominasi ekonomi di Indonesia.
d. Masyarakat majemuk dengan fragmentasi. Masyarakat majemuk dengan
fragmentasi yaitu masyarakat yang telah memiliki dominasi berbeda-beda
setia segi kehidupannya. Disini masyarakat tidak memiliki dominasi dalam
segalanya karena setiap masyarakat tersebut memiliki dominasinya sendiri-
sendiri.
4. Faktor Penyebab Masyarakat Multikultural di Indonesia
a. Faktor Sejarah Indonesia. Indonesia merupakan negara yang memiliki
sumber daya alam yang melimpah terutama dalam hal rempah-rempah.
Sehingga banyak negara-negara asing ingin menjajah seperti Portugis,
Belanda, Inggris, dan Jepang. Dengan demikian mereka tinggal dalam
jangka waktu yang lama bahkan ada yang menikah dengan bangsa
Indonesia. Kondisi inilah yang menambah kekayaan budaya dan ras yang
di Indonesia.
b. Faktor Pengaruh Kebudayaan Asing. Globalisasi merupakan proses penting
dalam penyebaran budaya dalam masyarakat dunia terutama Indonesia
dengan sitem demokrasinya menjadi negara ini merupakan negara yang
terbuka. Dengan keterbukaan tersebut, masyarakat mudah menerima
budaya yang datang dari luar meski sering terjadi benturan budaya asing
dengan budaya lokal. Masuknya budaya asing inilah salah satu faktor
memperkaya budaya dan membuat masyarakat menjadi masyarakat
multikultural.
c. Faktor Geografis. Selain itu negara kaya rempah-rempah, Indonesia juga
memiliki letak geografis yang strategis yaitu diantara dua benua dan dua
samudra sehingga Indonesia dijadikan sebagai jalur perdagangan
internasional. Karena sebagai jalur perdagangan, banyak negara-negara
9. asing datang ke Indonesia dengan tujuan berdagang seperti Cina, India,
Arab, dan negara-negara Eropa. Kondisi inilah memambah budaya yang
masuk ke Indonesia dan terciptanya masyarakat multikultural.
d. Faktor fisik dan geologi. Kalau dilihat dari struktur geologi Indonesia
terletak diantara tigal lempeng yang berbeda yaitu Asia, Australia, dan
Pasifik. Kondisi ini menjadikan Indonesia menjadi negara berpulau-pulau
dan memiliki beberapa tipe geologi seperti: tipe Asiatis, tipe peralihan, dan
tipe Australis. Dengan berpulau-pulau maka kehidupan masyarakat setiap
pulau berbeda-beda sesuai dengan kondisi pulauanya. Masyarakat yang
berada di pulau kecil akan mengalami kesulitan sumber daya alam, dan
pulau besar memiliki sumber daya alam yang banyak. Hal ini lah membuat
budaya setiap pulau berbeda pula.
e. Faktor Iklim berbeda Selain memiliki berbagai pulau di Indonesia yang
mempengaruhi kebudayaan masyarakat, iklim juga sangat mempengaruhi
kebudayaan di Indonesia seperti: orang yang berada di daerah pegunungan
dengan iklim sejuk membentuk kebudayaan masyarakat yang ramah.
Sedangkan orang yang berada di tepi pantai yang memiliki iklim panas
membentuk kontrol emosi seseorang lebih cepat marah.