2. Kasus BLBI
Kasus surat keterangan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia
(SKL BLBI) ini terjadi pada 2004 silam saat Syafruddin
mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban atau yang
disebut SKL terhadap Sjamsul Nursalim selaku pemegang
saham pengendali BDNI, yang memiliki kewajiban kepada
BPPN. SKL itu dikeluarkan mengacu pada Inpres Nomor 8
Tahun 2002 yang dikeluarkan pada 30 Desember 2002 oleh
Megawati Soekarnoputri, yang saat itu menjabat Presiden
RI.
Berdasarkan audit yang dilakukan BPK, nilai kerugian
keuangan negara mencapai 4,58 triliun. Kasus ini turut
menyeret beberapa nama, seperti Syafruddin Arsjad
Temenggung dan Sjamsul Nursalim.
3. Kasus e-KTP
Kasus korupsi KTP elektronik menjadi
kasus yang menarik perhatian publik
karena nilainya yang fantastis dan penuh
dengan drama. Berdasarkan perhitungan
BPK, negara mengalami kerugian sebesar
Rp 2,3 triliun. Beberapa nama besar yang
terseret dalam kasus ini adalah mantan
Ketua DPR RI Setya Novanto, Irman
Gusman, dan Andi Narogong.
4. Kasus Hambalang
Kasus korupsi terakhir yang memiliki nilai
kerugian tertinggi adalah kasus proyek
Hambalang. Hasil audit BPK menyebutkan bahwa
kasus ini mengakibatkan kerugian negara sebesar
Rp 706 miliar. Akibat korupsi tersebut,
megaproyek wisma atlet Hambalang mangkrak
pada tahun 2012. Beberapa nama yang ikut
terseret dalam kasus ini adalah mantan Ketua
Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum,
mantan Bendahara Partai Demokrat Muhammad
Nazaruddin, mantan Kemenpora Andi
Mallarangeng, dan Angelina Sondakh.
5. Mengenal Hakim Killer MA
Hakim yang dikenal “killer” bagi terdakwa
korupsi dan memiliki komitmen terhadap
pemberantasan korupsi yang sudah tak
terbantahkan lagi dari putusan-
putusannya, adalah Hakim Artidjo.
Beberapa putusan kasasi yang diajukan
oleh sejumlah pejabat publik yang korup,
selalu diganjar dengan hukuman berat.
6. Mengenal Hakim Killer MA
Nama Artidjo mulai dikenal publik
setelah memperberat vonis Angelina
Sondakh dari 4 tahun penjara
menjadi 12 tahun. Sejak saat itu,
Artidjo seringkali memberikan vonis
yang memberatkan kepada para
koruptor.
7. Mengenal Hakim Killer MA
Artidjo pernah memperberat
hukuman OC Kaligis, penyuap Mantan
Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara (PTTUN) Medan, Sumatera
Utara, Tripeni. Hukuman terhadap
pengacara kondang itu diperberat
dari tujuh tahun menjadi 10 tahun.
8. Mengenal Hakim Killer MA
Selain itu, Artidjo juga pernah
menolak kasasi yang diajukan
mantan Ketua Umum Partai
Demokrat, Anas Urbaningrum. Ia
memperberat hukuman terhadap
Anas menjadi 14 tahun.
9. Mengenal Hakim Killer MA
Artidjo juga tercatat pernah
memperberat hukuman Lutfi Hasan
Ishaq dari 16 tahun menjadi 18 tahun
penjara, dan masih banyak putusan
lainnya yang dianggap berani dan
kontroversial.
10. Mengenal Hakim Killer MA
Nama lengkapnya adalah Artidjo
Alkostar.
Lahir di Situbondo pada 22 Mei 1949.
Beliau adalah Pengajar di Program
Pascasarjana Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia (UII)
Yogyakarta.
11. Mengenal Hakim Killer MA
Ketika menjadi pembela kasus Santa
Cruz di Dili pada 1992, ia pernah
diintai oleh intel hingga diancam supir
taksi. Tak hanya itu, sewaktu
membela korban penembakan
misterius muncul kabar bahwa ada
tim yang sudah mengincar Artidjo. Ia
akan ditembak ketika kembali ke
Yogyakarta.
12. Mengenal Hakim Killer MA
Ancaman juga datang ketika ia
berbeda pendapat saat memutuskan
perkara. Salah satunya, kala menjadi
Hakim Agung yang menangani
perkara korupsi yayasan dengan
terdakwa mantan presiden Soeharto.
Saat dua hakim lainnya menginginkan
perkara tersebut dihentikan, Artidjo
justru sebaliknya.
13. Mengenal Hakim Killer MA
Perbedaan pendapat dengan hakim lainnya
tidak terjadi sekali saja. Artidjo tercatat
sebagai satu-satunya hakim yang
memberikan opini berbeda saat memutus
perkara korupsi Bank Bali dengan terdakwa
Joko Tjandra. Ketika kedua koleganya
setuju membebaskan terdakwa, Atidjo
menolak kesepakatan itu. Ia bersikeras
agar opini penolakannya masuk dalam
putusan. Itu ia lakukan sebagai bentuk
pertanggungjawabannya pada publik dan
DPR.
14. KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi Republik
Indonesia (biasa disingkat KPK) adalah
lembaga negara yang dibentuk dengan
tujuan meningkatkan daya guna dan hasil
guna terhadap upaya pemberantasan tindak
pidana korupsi. KPK bersifat independen dan
bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun
dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya.
15. Pedoman dan Tanggung Jawab
Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK
berpedoman kepada lima asas, yaitu:
kepastian hukum, keterbukaan,
akuntabilitas, kepentingan umum, dan
proporsionalitas. KPK bertanggung jawab
kepada publik dan menyampaikan
laporannya secara terbuka dan berkala
kepada Presiden, DPR, dan BPK.
16. Struktur Pimpinan KPK
KPK dipimpin oleh Pimpinan KPK yang
terdiri atas lima orang, seorang ketua
merangkap anggota dan empat orang wakil
ketua merangkap anggota. Pimpinan KPK
memegang jabatan selama empat tahun
dan dapat dipilih kembali hanya untuk
sekali masa jabatan. Dalam pengambilan
keputusan, pimpinan KPK bersifat kolektif
kolegial.
17. Struktur Pimpinan KPK
Wakil Ketua KPK merupakan pimpinan KPK
yang juga merangkap sebagai anggota KPK.
Wakil Ketua KPK terdiri dari:
(1) Wakil Ketua Bidang Pencegahan;
(2) Wakil Ketua Bidang Penindakan;
(3) Wakil Ketua Bidang Informasi dan Data;
dan
(4) Wakil Ketua Bidang Pengawasan Internal
dan Pengaduan Masyarakat.
18. Tugas KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:
(1) Koordinasi dengan instansi yang berwenang
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
(2) Supervisi terhadap instansi yang berwenang
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
(3) Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;
(4) Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak
pidana korupsi; dan
(5) Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan
pemerintahan negara.
19. Wewenang KPK
Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi
Pemberantasan Korupsi berwenang:
(1) Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan tindak pidana korupsi;
(2) Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan
pemberantasan tindak pidana korupsi;
(3) Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan
tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait;
(4) Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan
instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi; dan
(5) Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan
tindak pidana korupsi.