SlideShare a Scribd company logo
1 of 7
Download to read offline
EDISI III VOLUME 6 YUSTITIA RAHMANIYAH
9
TINJAUAN YURIDIS TENTANG DISKRESI KEPOLISIAN
(PASAL 18 UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002)
GUNA PENGHENTIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA
DI POLRES MUSI BANYUASIN
Oleh : M. Afrizal, S.H., M.H. (NIDN. 0221049302)
Penulis adalah dosen tetap di STIH Rahmaniyah Sekayu
Abstrak
Penyelenggaraan fungsi kepolisian merupakan pelaksanaan profesi artinya dalam menjalankan
tugas seorang anggota Polri menggunakan kemampuan profesinya terutama keahlian di bidang
teknis kepolisian.Dalam menjalankan tugas sebagai hamba hukum polisi senantiasa menghormati
hukum dan hak asasi manusia.Oleh karena itu dalam menjalankan profesinya setiap insan
kepolisian tunduk pada kode etik profesi sebagai landasan moral.
Penyaringan-penyaringan perkara yang masuk ke dalam proses peradilan pidana merupakan
perwujudan dari kebutuhan-kebutuhan praktis sistem peradilan pidana, baik karena tujuan dan
asas maupun karena semakin beragamnya aliran-aliran modern saat ini, baik pada lingkup
perkembangan hukum pidana maupun kriminologi yang disadari atau tidak disadari, langsung atau
tidak langsung mempengaruhi nilai-nilai perkembangan yang ada pada masyarakat dewasa ini.
Hukum tidak mungkin mengatur seluruh persoalan secara rinci dan di pihak lain hukum selalu
ketinggalan dari perkembangan yang terjadi dalam tata kehidupan masyarakat.
Untuk mencegah dilakukannya tindakan yang tidak perlu oleh aparat kepolisian selaku penegak
hukum akibat kekosongan dalam hukum atau terdapat lebih dari satu peraturan perundang-
undangan yang mengatur hal yang sama atau peraturan perundang-undangan tertentu yang tidak
efektif, maka dalam pelaksanaan tugas dianut asas kewajiban atau plichtmatigheid yang dalam
pelaksanaanya terlihat dalam bentuk bentuk diskresi.
Penerapan Diskresi Kepolisian (Pasal 18 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002) dalam Penghentian
Penyidikan Tindak Pidana Saat Ini, menurut Prof. Dr. H. R. Abdussalam, S.ik, S.H., M.H. dalam
Bukunyan dan berdasarkan interview dengan Anggota Sat Reskrim Polres Musi Banyuasin
menjelaskan bahwa, hukum Kepolisian sebagai hukum posistif dalam disiplin hukum merumuskan 5
(lima ) syarat untuk melakukan tindakan lain sebagaimana terdapat dalam KUHAP dan Undang –
Undang Nomor 2 Tahun 2002 yaitu :Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum,
Tindakanselarasdengan kewajiban hukumyangmengharuskandilakukannyatindakanjabatan,
Tindakan jabatannya harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya,
Tindakan atas perundangan yanglayakberdasarkankeadaanmemaksa, Tindakan tersebut harus
menghormati hak asasi manusia.
Kelemahan Diskresi Kepolisian Dalam Tindakan Penghentian Penyidikantindak pidana adalah:Masih
Lemahnya Penegakan Hukum di Indonesia, Oknum Aparat; danPengetahuan Penyidik.
Kata Kunci : tindak pidana, penyidikan, diskresi kepolisian
A. PENDAHULUAN
Peran Polisi secara umum dikenal
sebagai pemelihara Kamtibmas juga sebagai
aparat penegak hukum dalam proses
pidana.Polisi adalah aparat penegak hukum
jalanan yang langsung berhadapan dengan
masyarakat dan penjahat. Dalam Pasal 2 UU
Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Republik Indonesia, “Fungsi Kepolisian
adalah salah satu fungsi pemerintahan
negara di bidang pemeliharaan keamanan
dan ketertiban masyarakat, penegakan
hukum, perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat”. Pasal 4 UU
No.2 Tahun 2002 juga menegaskan
“Kepolisian Negara RI bertujuan untuk
EDISI III VOLUME 6 YUSTITIA RAHMANIYAH
10
mewujudkan keamanan dalam negeri yang
meliputi terpeliharanya keamanan dan
ketertiban masyarakat, tertib, dan tegaknya
hukum, terselenggaranya perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat, serta terbinanya ketentraman
masyarakat dengan menjunjung tinggi hak
asasi manusia”.
Penyelenggaraan fungsi kepolisian
merupakan pelaksanaan profesi artinya
dalam menjalankan tugas seorang anggota
Polri menggunakan kemampuan profesinya
terutama keahlian di bidang teknis
kepolisian.Dalam menjalankan tugas sebagai
hamba hukum polisi senantiasa
menghormati hukum dan hak asasi
manusia.Oleh karena itu dalam menjalankan
profesinya setiap insan kepolisian tunduk
pada kode etik profesi sebagai landasan
moral.
Keberhasilan penyelenggaraan fungsi
kepolisian dengan tanpa meninggalkan etika
profesi sangat dipengaruhi oleh kinerja polisi
yang direfleksikan dalam sikap dan perilaku
pada saat menjalankan tugas dan
wewenangnya.Dalam Pasal 13 UU Kepolisian
ditegaskan tugas pokok kepolisian adalah
memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, menegakkan hukum, dan
memberikan perlindungan, pengayoman dan
pelayanan kepada masyarakat.
Ada berbagai hukum yang berlaku di
Indonesia salah satunya adalah hukum
pidana.Hukum pidana ini bertujuan untuk
mencegah atau menghambat perbuatan-
perbuatan masyarakat yang tidak sesuai
dengan aturan-aturan hukum yang berlaku,
karena bentuk hukum pidana merupakan
bagian dari pada keseluruan hukum yang
berlaku di suatu negara, serta meletakkan
dasar-dasar dan aturan-aturan.
Menurut Moeljatno hukum pidana
adalah bagian dari keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara, yang mengadakan
dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :
1) Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan, yang
dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidan tertentu bagi
barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
2) Menentukan kapan dan dalam hal-hal
apa kepada mereka yang telah melanggar
larangan-larangan dapat dikenakan atau
dijatuhi pidana sebagaimana yang telah
diancamkan.
3) Menentukan dengan cara yang
bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan apabila ada orang yang
disangka telah melanggar larangan
tersebut.1
Dengan demikian hukum bukan suatu
karya seni yang adanya hanya untuk
dinikmati oleh orang-orang yang menikmati
saja, bukan pula suatu kebudayaan yang
hanya ada untuk bahan pengkajian secara
sosial-rasional tetapi hukum diciptakan
untuk dilaksanakan, sehingga hukum itu
sendiri tidak menjadi mati karena mati
kefungsiannya.
Penyaringan-penyaringan perkara yang
masuk ke dalam proses peradilan pidana
merupakan perwujudan dari kebutuhan-
kebutuhan praktis sistem peradilan pidana,
baik karena tujuan dan asas maupun karena
semakin beragamnya aliran-aliran modern
1Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, PT.
Rineka Cipta, Jakarta. 2008, hlm 1
EDISI III VOLUME 6 YUSTITIA RAHMANIYAH
11
saat ini, baik pada lingkup perkembangan
hukum pidana maupun kriminologi yang
disadari atau tidak disadari, langsung atau
tidak langsung mempengaruhi nilai-nilai
perkembangan yang ada pada masyarakat
dewasa ini. Hukum tidak mungkin mengatur
seluruh persoalan secara rinci dan di pihak
lain hukum selalu ketinggalan dari
perkembangan yang terjadi dalam tata
kehidupan masyarakat.
Untuk memberikan gambaran yang lebih
khusus mengenai hukum pidana, maka
pengertian hukum pidana yang diungkapkan
Simons dalam bukunya Leeboek Nederlandas
strafrecht, memberikan definisi sebagai
berikut : “Hukum pidana adalah
kesemuannya perintah-perintah dan
larangan-larangan yang diadakan oleh
negara dan yang diancam dengan suatu
nestapa (pidana) barang siapa yang tidak
mentaatinya, kesemuannya aturan-aturan
untuk mengadakan (menjatuhi) dan
menjalankan pidana tersebut”.2
Dari definisi di atas maka dapat
dijabarkan bahwa hukum pidana
mengandung unsur-unsur atau ciri-ciri
sebagai berikut:
1. Adanya perbuatan pidana, perbuatan
yang bertentangan dengan hukum
pidana yang berlaku.
2. Adanya pidana, penderitaan atau
nestapa yang dibebankan terhadap orang
yang melakukan perbuatan yang
dilarang.
3. Adanya pelaku atau orang yang telah
melakukan perbuatan yang dilarang
menurut aturan-aturan hukum pidana
yang berlaku.
2Ibid, hlm. 8
Ketiga unsur-unsur tersebut merupakan
rangkaian yang saling berhubungan satu
sama.Hukum pidana merupakan hukum
yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan
yang dilarang oleh undang-undang beserta
sanksi pidana yang dijatuhkannya kepada
pelaku. Untuk dapat dipidana menurut
Bambang Waluyo harus terpenuhi beberapa
unsur seperti:
1. Perbuatan yang dapat diancam dengan
hukuman (Strafbare feiten) misalnya :
a. mengambil barang milik orang lain;
b. dengan sengaja merampas nyawa orang
lain.
2. Siapa-siapa yang dapat dihukum atau
dengan perkataan lain mengatur
pertanggungan jawab terhadap hukum
pidana.
3. Hukum apa yang dapat dijatuhkan
terhadap orang yang melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan
undang-undang atau juga disebut
hukum penetentiair.3
“Perbuatan pidana adalah perbuatan
yang dilarang oleh suatu aturan hukum
larangan mana yang disertai ancaman
(sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi
barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.”4
Asas legalitas menjamin agar tidak ada
kesewenang-wenangan dalam menetapkan
perbuatan yang dapat dikategorikan dalam
suatu rumusan delik.Rumusan delik
merupakan landasan untuk pengambilan
keputusan yang lebih lanjut.Ada kalahnya
dalam menetapkan pidana juga
3 Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan,
Sinar Grafika, Jakarta 2008, hlm 6-7
4Moeljatno, op.cit. hlm.59
EDISI III VOLUME 6 YUSTITIA RAHMANIYAH
12
memperhatikan hal-hal yang menjadi dasar
pertimbangan pemberatan.
Penyidik setelah menerima hasil laporan
penyelidik tentang terjadinya suatu peristiwa
yang patut diduga merupakan tindak pidana
wajib segera melakukan tindakan
Penyidikan yang diperlukan (pasal 106
KUHAP). Kata ”patut diduga” dalam hal ini
memberikan keleluasaan bagi penyidik untuk
menentukannya dan begitu juga berdasarkan
wewenang yang dimilkinya menurut pasal 7
ayat (1) KUHAP, penyidik berwenang untuk
melakukan penyidikan namun juga
berwenang untuk menghentikan penyidikan
dan atau mengadakan tindakan lain menurut
hukum bertanggung jawab.
Untuk mencegah dilakukannya tindakan
yang tidak perlu oleh aparat kepolisian
selaku penegak hukum akibat kekosongan
dalam hukum atau terdapat lebih dari satu
peraturan perundang-undangan yang
mengatur hal yang sama atau peraturan
perundang-undangan tertentu yang tidak
efektif, maka dalam pelaksanaan tugas
dianut asas kewajiban atau plichtmatigheid
yang dalam pelaksanaanya terlihat dalam
bentuk bentuk diskresi.5
Berdasarkan uraian diatas dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana cara penerapan diskresi
Kepolisian (pasal 18 Undang-undang
Nomor 2 tahun 2002) untuk penghentian
penyidikan tindak pidana saat ini ?
2. Bagaimana kelemahan diskresi
kepolisian dalam tindakan penghentian
penyidikan ?
5Momo Kelana, 1998, Memahami Undang-
Undang Kepolisian, Perguruan Tinggi Ilmu
Kepolisian, Jakarta, hlm. 93.
B. METODEPENELITIAN
Ruang lingkup penelitian ini adalah
Tinjauan yuridis tentang diskresi kepolisian
(Pasal 18 Undang-undang Nomor 2 tahun
2002) untuk penghentian penyidikan tindak
pidana di Polres Musi Banyuasin.
Adapun tujuan penelitian ini adalah
Untuk mengetahui bagaimana cara
penerapan diskresi Kepolisian (pasal 18
Undang-undang Nomor 2 tahun 2002) untuk
penghentian penyidikan tindak pidana saat
ini dan Untuk mengetahui kelemahan
diskresi kepolisian dalam tindakan
penghentian penyidikan.
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Penerapan Diskresi Kepolisian (Pasal
18 Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2002) dalam Penghentian Penyidikan
Tindak Pidana Saat Ini.
Dalam melaksanakan tindakan Diskresi
kepolisian tersebut menggunakan asas - asas
berdasarkan pada kewajiban. Menurut
putusan Hoge Raad (Mahkamah Agung)
Belanda tanggal 9 Maret 1917, suatu
tindakan dapat dianggap rechtmatigheid (sah
sesuaidengan hukum) sekalipun tanpa
pemberian kuasa secara khusus oleh
Undang - Undang, asal berdasarkan
kewajiban kewajiban menurut Undang -
Undang. Di Negara Belanda dinamakan asas
plictmatigheid (kesesuaian dengan
kewajiban).6
Agar tindakan diskresi Kepolisian tidak
dapat dituntut di depan hukum, maka
tindakan diskresi tersebut harus
berdasarkan kepada batas - batas
6
https://id.scribd.com/doc/69213036/Makalah-
diskresi-kepolisian
EDISI III VOLUME 6 YUSTITIA RAHMANIYAH
13
kewajibannya. Untuk dapat menentukan
batas - batas kewajibannya dan sekaligus
untuk dapat membatasi tindakan tersebut
terdapat 4 (empat) sub asas dari asas
kewajiban, yaitu :
a. otwendig noodzakelijk (keperluan),
b. Sachlik, zakelyk(objektif)ataupribadi.
c. Zweckmassig, doelmatigheid (tujuan),
d. Evenredig (keseimbangan),
Prof. Dr. H. R. Abdussalam, S.ik, S.H.,
M.H. dalam bukunya, hukum Kepolisian
sebagai hukum posistif dalam disiplin
hukum merumuskan 5 (lima ) syarat untuk
melakukan tindakan lain sebagaimana
terdapat dalam KUHAP dan Undang –
undang nomor 2 tahun 2002 yaitu :
1) Tidak bertentangan dengan suatu aturan
hukum adalah tindakan - tindakan yang
dibenarkan menurut hukum perundang -
undangantetapi tidak diatur dalam KUHAP
dan Undang - undang nomor 2
tahun2002, yaitu : tindakan karena
terpaksa oleh suatu kekuasaan yang
tidak dapat dihindarkan (pasal 48
KUHAP), mempertahankan dirinya atau
orang lain (pasal 49 ayat 1 KUHAP),
pembelaan darurat (pasal 49 ayat 2
KUHP), tindakan untuk melaksakan
suatu peraturan perun dangan (pasal 50
KUHP) dan tindakan memaksa dengan
kekerasan terhadap orang - orang supaya
merekamenurut perintah dan petunjuk -
petunjuk yang diberikan polisipada
waktu mencegah kecelakaan dan
mengatur lalu lintas di jalan umum.7
2) Tindakanselarasdengan
kewajiban hukumyangmengharuskandila
7Wawancara Dengan Bapak Tohirin, Kanit
Pidsus Polres Musi Banyuasin, Tanggal 28 Maret
2016.
kukannyatindakanjabatanadalah
tindakan hanya diambilapabila betul -
betul diperlukan untuk meniadakan
suatu gangguanatau untuk mencegah
terjadinya suatu gangguan.
3) Tindakan jabatannya harus patut
dan masuk akal dan termasukdalam
lingkungan jabatannya adalah tindakan
itu merupakantindakan atau jalan yang
paling tepat untuk
mengelakkangangguan secara sempurna
dan paling tepat agar kerugian
dapatdiperkecil atau juga segala
tindakan yang sesuai dengankepentingan
hukum, yang menurut pendapat umum
tidak bolehberlebih - lebihan untuk
mencapai tujuan dengan
memperhatikanusul - usul orang yang
bersangkutan.
4) Tindakan atas perundangan
yang layak berdasarkan keadaanmemaks
a adalah tindakan tersebut harus ada
keseimbanganantara sifat (kerasnya
lunaknya) tindakan atau sarana
yangdigunakan pada satu pihak dan
besar kecilnya suatu gangguanatau berat
ringannya suatu objek yang harus
ditindak pada pihaklain. Tindakan
tersebut harus menghormati hak asasi
manusia adalahtindakan tersebut tidak
didasarkan atas kepentingan pribadi
ataugolongan atau karena dendam
pribadi. Jadi dalam bertindak harusada
keseimbangan antara hak asasi yang
dilanggar oleh pelanggarhukum dengan
kewajiban hukumnya.8
8Abdussalam, Hukum Kepolisian Sebagai
Hukum Positif Dalam Disiplin Hukum, Restu Agung,
Jakarta, 2009, hlm.50-52.
EDISI III VOLUME 6 YUSTITIA RAHMANIYAH
14
Jadi sekalipun Undang-undang Nomor 2
Tahun 2002 pasal 15 ayat (2),Pasal 16 ayat
(1) dan (2) tersebut belum memberikan
regulasi secara tegas dan jelas mengenai
kewenangan diskresi,namun setidaknya
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 telah
memberikan peluang dalam penggunaan
atau pelaksanaan kewenangan diskresi bagi
Aparat Kepolisian Republik Indonesia,dimana
aparat kepolisian diberikan hak untuk
melakukan tindakan lain dalam proses
penyelidikan dan penyidikan sepanjang
tindakan tersebut dianggap
bertanggungjawab secara hukum serta
memenuhi syarat pelaksanaan sebagaimana
yang telah ditentukan secara yuridis normatif
dalam pasal 6 ayat (2),namun dalam
prakteknya kewenangan diskresi inisangat
jarang dilakukan oleh aparat kepolisian,
karena seperti kasus pencurian ringan,
penggelapan/ penipuan ringan, dan
penganiayaan ringan merupakan delik
biasa,akan tetapi diskresi kepolisian dapat
diselesaikan secara ADR ( alternatife dispoote
resolution) atau diselesaikan secara damai
oleh kedua belah pihak yaitu pihak terlapor
dan korban.9
2. Kelemahan Diskresi Kepolisian Dalam
Tindakan Penghentian Penyidikan
J. Goldstein (1960) mencatat bahwa
diskresi yang dilakukan Pejabat Polisi
merupakan keputusan-keputusan yang
hampir tidak kelihatan. Ini disebabkan
adanya diskresi Pejabat Polisi kebanyakan
tidak dipahami dan dihargai oleh masyarakat
karena tidak diakui oleh para pimpinan dan
9Wawancara Dengan Bapak Tohirin, Kanit
Pidsus Polres Musi Banyuasin, Tanggal 28 Maret
2016.
pejabat-pejabat negara.Penggunaan diskresi
oleh anggota juga jarang sekali diamati
secara teliti oleh masyarakat, anggota DPR,
Pengadilan, dan para pimpinan Kepolisian
termasuk para perwira lapangan.
Anggota patroli dan reserse bekerja
sendiri atau bersama mitra yang saling
mendukung.Seringnya terjadi situasi dimana
korban dan pelapor tidak mau
memperpanjang urusannya dengan Polisi.
Adanya situasi dimana pejabat Polisi
tidak melakukan penahanan dan tidak
membuat laporan atas kejadiantersebut -
yang merupakan hal yang sering
terjadi.Situasi diatas menyebabkan
penggunaan diskresi tidak dapat dievaluasi.
Hal ini berakibat bahwa penggunaan diskresi
berpotensi menimbulkan masalah,
diantaranya:
a. Lack of Accountability.
b. Unpredictability.
c. Inkonsistensi.
d. Diskriminasi dan inkonsistensi.
Beberapa hal yang menjadi Kelemahan
bagi penyidik dalam menggunakan wewenang
diskresinya pada saat penyidikan tindak
pidana adalah:
a. Masih Lemahnya Penegakan Hukum di
Indonesia.
b. Oknum Aparat
c. Pengetahuan Penyidik
D. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan, disimpulkan antara sebagai
berikut:
1. Penerapan Diskresi Kepolisian (Pasal 18
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002)
dalam Penghentian Penyidikan Tindak
EDISI III VOLUME 6 YUSTITIA RAHMANIYAH
15
Pidana Saat Ini, menurut Prof. Dr. H. R.
Abdussalam, S.ik, S.H., M.H. dalam
Bukunyan dan berdasarkan interview
dengan Anggota Sat Reskrim Polres Musi
Banyuasin menjelaskan bahwa, hukum
Kepolisian sebagai hukum posistif dalam
disiplin hukum merumuskan 5 (lima )
syarat untuk melakukan tindakan lain
sebagaimana terdapat dalam KUHAP dan
Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2002
yaitu :
a. Tidak bertentangan dengan suatu
aturan hukum;
b. Tindakanselarasdengan
kewajiban hukumyangmengharuskan
dilakukannyatindakanjabatan;
c. Tindakan jabatannya harus patut
dan masuk akal dan termasukdalam
lingkungan jabatannya ;
d. Tindakan atas perundangan
yang layak berdasarkan keadaanmem
aksa;
e. Tindakan tersebut harus menghormati
hak asasi manusia.
2. Kelemahan Diskresi Kepolisian Dalam
Tindakan Penghentian Penyidikantindak
pidana adalah:
a. Masih Lemahnya Penegakan Hukum
di Indonesia.
b. Oknum Aparat; dan
c. Pengetahuan Penyidik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdussalam, Hukum Kepolisian Sebagai
Hukum Positif Dalam Disiplin Hukum,
Restu Agung, Jakarta, 2009.
Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan,
Sinar Grafika, Jakarta 2008.
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, PT.
Rineka Cipta, Jakarta. 2008.
Momo Kelana, 1998, Memahami Undang-
Undang Kepolisian, Perguruan Tinggi
IlmuKepolisian, Jakarta.
https://id.scribd.com/doc/69213036/Makal
ah-diskresi-kepolisian

More Related Content

What's hot

Undang Undang Polri
Undang Undang PolriUndang Undang Polri
Undang Undang Polrirestamadiun
 
Peran Intelijen Kepolisian Dalam Pengungkapan Tindak Pidana Pembunuhan di Wil...
Peran Intelijen Kepolisian Dalam Pengungkapan Tindak Pidana Pembunuhan di Wil...Peran Intelijen Kepolisian Dalam Pengungkapan Tindak Pidana Pembunuhan di Wil...
Peran Intelijen Kepolisian Dalam Pengungkapan Tindak Pidana Pembunuhan di Wil...AlfirdausDaus
 
Rilis Calon Kapolri - LBH Jakarta
Rilis Calon Kapolri - LBH JakartaRilis Calon Kapolri - LBH Jakarta
Rilis Calon Kapolri - LBH JakartaCIkumparan
 
Bab I Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidana
Bab I Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidanaBab I Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidana
Bab I Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidanaAndy Susanto
 
Wewenang KPK untuk Tidak Mengeluarkan SP3 PerkaraTtipikor Dihubungkan dengan ...
Wewenang KPK untuk Tidak Mengeluarkan SP3 PerkaraTtipikor Dihubungkan dengan ...Wewenang KPK untuk Tidak Mengeluarkan SP3 PerkaraTtipikor Dihubungkan dengan ...
Wewenang KPK untuk Tidak Mengeluarkan SP3 PerkaraTtipikor Dihubungkan dengan ...AndriKoswara1
 
Fitriati 02211020 2005
Fitriati 02211020 2005Fitriati 02211020 2005
Fitriati 02211020 2005gaga sihab
 
Proses penegakkan hukum tindak pidana (pemeriksaan saksi dan tersangka)
Proses penegakkan hukum tindak pidana (pemeriksaan  saksi dan tersangka)Proses penegakkan hukum tindak pidana (pemeriksaan  saksi dan tersangka)
Proses penegakkan hukum tindak pidana (pemeriksaan saksi dan tersangka)Dadang DjokoKaryanto
 
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAK...
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM  PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAK...KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM  PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAK...
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAK...moremoremorena
 
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 3 februari 2015-5 maret 2015
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 3 februari 2015-5 maret 2015(Sindonews.com) Opini hukum-politik 3 februari 2015-5 maret 2015
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 3 februari 2015-5 maret 2015ekho109
 

What's hot (14)

Uu 2 tahun 2002
Uu 2 tahun 2002Uu 2 tahun 2002
Uu 2 tahun 2002
 
Undang Undang Polri
Undang Undang PolriUndang Undang Polri
Undang Undang Polri
 
Peran Intelijen Kepolisian Dalam Pengungkapan Tindak Pidana Pembunuhan di Wil...
Peran Intelijen Kepolisian Dalam Pengungkapan Tindak Pidana Pembunuhan di Wil...Peran Intelijen Kepolisian Dalam Pengungkapan Tindak Pidana Pembunuhan di Wil...
Peran Intelijen Kepolisian Dalam Pengungkapan Tindak Pidana Pembunuhan di Wil...
 
Hukum
HukumHukum
Hukum
 
Rilis Calon Kapolri - LBH Jakarta
Rilis Calon Kapolri - LBH JakartaRilis Calon Kapolri - LBH Jakarta
Rilis Calon Kapolri - LBH Jakarta
 
Bab I Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidana
Bab I Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidanaBab I Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidana
Bab I Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidana
 
Wewenang KPK untuk Tidak Mengeluarkan SP3 PerkaraTtipikor Dihubungkan dengan ...
Wewenang KPK untuk Tidak Mengeluarkan SP3 PerkaraTtipikor Dihubungkan dengan ...Wewenang KPK untuk Tidak Mengeluarkan SP3 PerkaraTtipikor Dihubungkan dengan ...
Wewenang KPK untuk Tidak Mengeluarkan SP3 PerkaraTtipikor Dihubungkan dengan ...
 
Uu 16 2004 Pjls
Uu 16 2004 PjlsUu 16 2004 Pjls
Uu 16 2004 Pjls
 
Fitriati 02211020 2005
Fitriati 02211020 2005Fitriati 02211020 2005
Fitriati 02211020 2005
 
Proses penegakkan hukum tindak pidana (pemeriksaan saksi dan tersangka)
Proses penegakkan hukum tindak pidana (pemeriksaan  saksi dan tersangka)Proses penegakkan hukum tindak pidana (pemeriksaan  saksi dan tersangka)
Proses penegakkan hukum tindak pidana (pemeriksaan saksi dan tersangka)
 
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAK...
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM  PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAK...KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM  PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAK...
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAK...
 
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 3 februari 2015-5 maret 2015
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 3 februari 2015-5 maret 2015(Sindonews.com) Opini hukum-politik 3 februari 2015-5 maret 2015
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 3 februari 2015-5 maret 2015
 
Uu 02 2002
Uu 02 2002Uu 02 2002
Uu 02 2002
 
Penegakkan Hukum
Penegakkan HukumPenegakkan Hukum
Penegakkan Hukum
 

Similar to Diskresi Kepolisian Dalam Penghentian Penyidikan

Bab I Pendahuluan.pdf
Bab I Pendahuluan.pdfBab I Pendahuluan.pdf
Bab I Pendahuluan.pdfBayuilham4
 
sistemperadilanpidana-181029144128.pdf
sistemperadilanpidana-181029144128.pdfsistemperadilanpidana-181029144128.pdf
sistemperadilanpidana-181029144128.pdfyulianmuhtadin
 
Sistem peradilan pidana
Sistem peradilan pidanaSistem peradilan pidana
Sistem peradilan pidanayudikrismen1
 
Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2
Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2
Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2eli priyatna laidan
 
Ajaran dan konsep perbuatan melawan hukum di dalam hukum pidana
Ajaran dan konsep perbuatan melawan hukum di dalam hukum pidanaAjaran dan konsep perbuatan melawan hukum di dalam hukum pidana
Ajaran dan konsep perbuatan melawan hukum di dalam hukum pidanaJoke Punuhsingon
 
penerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikan
penerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikanpenerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikan
penerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikanDELA ASFARINA
 
Ketika Hukum di negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di negeriku dikali NOLKetika Hukum di negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di negeriku dikali NOLatuulll
 
Ketika Hukum di Negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di Negeriku dikali NOLKetika Hukum di Negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di Negeriku dikali NOLatuulll
 
Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdf
Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdfAsas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdf
Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdfAchmad98
 
Pengertian Dan Asas-asas.ppt
Pengertian Dan Asas-asas.pptPengertian Dan Asas-asas.ppt
Pengertian Dan Asas-asas.pptThariqFebriansyah
 
Materi kuliah Hukum Acara Pidana PPT
Materi kuliah Hukum Acara Pidana PPTMateri kuliah Hukum Acara Pidana PPT
Materi kuliah Hukum Acara Pidana PPTAndhika Pratama
 

Similar to Diskresi Kepolisian Dalam Penghentian Penyidikan (20)

Pidana peencurian
Pidana peencurianPidana peencurian
Pidana peencurian
 
Bab I Pendahuluan.pdf
Bab I Pendahuluan.pdfBab I Pendahuluan.pdf
Bab I Pendahuluan.pdf
 
sistemperadilanpidana-181029144128.pdf
sistemperadilanpidana-181029144128.pdfsistemperadilanpidana-181029144128.pdf
sistemperadilanpidana-181029144128.pdf
 
Sistem peradilan pidana
Sistem peradilan pidanaSistem peradilan pidana
Sistem peradilan pidana
 
ppt hukum.pptx
ppt hukum.pptxppt hukum.pptx
ppt hukum.pptx
 
Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2
Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2
Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2
 
Ajaran dan konsep perbuatan melawan hukum di dalam hukum pidana
Ajaran dan konsep perbuatan melawan hukum di dalam hukum pidanaAjaran dan konsep perbuatan melawan hukum di dalam hukum pidana
Ajaran dan konsep perbuatan melawan hukum di dalam hukum pidana
 
penerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikan
penerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikanpenerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikan
penerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikan
 
Makalah peran polisi sebagai penegak hukum
Makalah peran polisi sebagai penegak hukumMakalah peran polisi sebagai penegak hukum
Makalah peran polisi sebagai penegak hukum
 
Ketika Hukum di negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di negeriku dikali NOLKetika Hukum di negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di negeriku dikali NOL
 
Ketika Hukum di Negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di Negeriku dikali NOLKetika Hukum di Negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di Negeriku dikali NOL
 
Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdf
Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdfAsas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdf
Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdf
 
Pengertian Dan Asas-asas.ppt
Pengertian Dan Asas-asas.pptPengertian Dan Asas-asas.ppt
Pengertian Dan Asas-asas.ppt
 
Slide hukum pidana rose
Slide hukum pidana roseSlide hukum pidana rose
Slide hukum pidana rose
 
01. laporan pkm magang
01. laporan pkm magang01. laporan pkm magang
01. laporan pkm magang
 
Mph mahatma
Mph mahatmaMph mahatma
Mph mahatma
 
K elompok 7 pkn
K elompok 7 pknK elompok 7 pkn
K elompok 7 pkn
 
K elompok 7 pkn
K elompok 7 pknK elompok 7 pkn
K elompok 7 pkn
 
Yuni nasrul latifi 14220019
Yuni nasrul latifi 14220019Yuni nasrul latifi 14220019
Yuni nasrul latifi 14220019
 
Materi kuliah Hukum Acara Pidana PPT
Materi kuliah Hukum Acara Pidana PPTMateri kuliah Hukum Acara Pidana PPT
Materi kuliah Hukum Acara Pidana PPT
 

Diskresi Kepolisian Dalam Penghentian Penyidikan

  • 1. EDISI III VOLUME 6 YUSTITIA RAHMANIYAH 9 TINJAUAN YURIDIS TENTANG DISKRESI KEPOLISIAN (PASAL 18 UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002) GUNA PENGHENTIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI POLRES MUSI BANYUASIN Oleh : M. Afrizal, S.H., M.H. (NIDN. 0221049302) Penulis adalah dosen tetap di STIH Rahmaniyah Sekayu Abstrak Penyelenggaraan fungsi kepolisian merupakan pelaksanaan profesi artinya dalam menjalankan tugas seorang anggota Polri menggunakan kemampuan profesinya terutama keahlian di bidang teknis kepolisian.Dalam menjalankan tugas sebagai hamba hukum polisi senantiasa menghormati hukum dan hak asasi manusia.Oleh karena itu dalam menjalankan profesinya setiap insan kepolisian tunduk pada kode etik profesi sebagai landasan moral. Penyaringan-penyaringan perkara yang masuk ke dalam proses peradilan pidana merupakan perwujudan dari kebutuhan-kebutuhan praktis sistem peradilan pidana, baik karena tujuan dan asas maupun karena semakin beragamnya aliran-aliran modern saat ini, baik pada lingkup perkembangan hukum pidana maupun kriminologi yang disadari atau tidak disadari, langsung atau tidak langsung mempengaruhi nilai-nilai perkembangan yang ada pada masyarakat dewasa ini. Hukum tidak mungkin mengatur seluruh persoalan secara rinci dan di pihak lain hukum selalu ketinggalan dari perkembangan yang terjadi dalam tata kehidupan masyarakat. Untuk mencegah dilakukannya tindakan yang tidak perlu oleh aparat kepolisian selaku penegak hukum akibat kekosongan dalam hukum atau terdapat lebih dari satu peraturan perundang- undangan yang mengatur hal yang sama atau peraturan perundang-undangan tertentu yang tidak efektif, maka dalam pelaksanaan tugas dianut asas kewajiban atau plichtmatigheid yang dalam pelaksanaanya terlihat dalam bentuk bentuk diskresi. Penerapan Diskresi Kepolisian (Pasal 18 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002) dalam Penghentian Penyidikan Tindak Pidana Saat Ini, menurut Prof. Dr. H. R. Abdussalam, S.ik, S.H., M.H. dalam Bukunyan dan berdasarkan interview dengan Anggota Sat Reskrim Polres Musi Banyuasin menjelaskan bahwa, hukum Kepolisian sebagai hukum posistif dalam disiplin hukum merumuskan 5 (lima ) syarat untuk melakukan tindakan lain sebagaimana terdapat dalam KUHAP dan Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2002 yaitu :Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum, Tindakanselarasdengan kewajiban hukumyangmengharuskandilakukannyatindakanjabatan, Tindakan jabatannya harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya, Tindakan atas perundangan yanglayakberdasarkankeadaanmemaksa, Tindakan tersebut harus menghormati hak asasi manusia. Kelemahan Diskresi Kepolisian Dalam Tindakan Penghentian Penyidikantindak pidana adalah:Masih Lemahnya Penegakan Hukum di Indonesia, Oknum Aparat; danPengetahuan Penyidik. Kata Kunci : tindak pidana, penyidikan, diskresi kepolisian A. PENDAHULUAN Peran Polisi secara umum dikenal sebagai pemelihara Kamtibmas juga sebagai aparat penegak hukum dalam proses pidana.Polisi adalah aparat penegak hukum jalanan yang langsung berhadapan dengan masyarakat dan penjahat. Dalam Pasal 2 UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, “Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat”. Pasal 4 UU No.2 Tahun 2002 juga menegaskan “Kepolisian Negara RI bertujuan untuk
  • 2. EDISI III VOLUME 6 YUSTITIA RAHMANIYAH 10 mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib, dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia”. Penyelenggaraan fungsi kepolisian merupakan pelaksanaan profesi artinya dalam menjalankan tugas seorang anggota Polri menggunakan kemampuan profesinya terutama keahlian di bidang teknis kepolisian.Dalam menjalankan tugas sebagai hamba hukum polisi senantiasa menghormati hukum dan hak asasi manusia.Oleh karena itu dalam menjalankan profesinya setiap insan kepolisian tunduk pada kode etik profesi sebagai landasan moral. Keberhasilan penyelenggaraan fungsi kepolisian dengan tanpa meninggalkan etika profesi sangat dipengaruhi oleh kinerja polisi yang direfleksikan dalam sikap dan perilaku pada saat menjalankan tugas dan wewenangnya.Dalam Pasal 13 UU Kepolisian ditegaskan tugas pokok kepolisian adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Ada berbagai hukum yang berlaku di Indonesia salah satunya adalah hukum pidana.Hukum pidana ini bertujuan untuk mencegah atau menghambat perbuatan- perbuatan masyarakat yang tidak sesuai dengan aturan-aturan hukum yang berlaku, karena bentuk hukum pidana merupakan bagian dari pada keseluruan hukum yang berlaku di suatu negara, serta meletakkan dasar-dasar dan aturan-aturan. Menurut Moeljatno hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk : 1) Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidan tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. 2) Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan. 3) Menentukan dengan cara yang bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.1 Dengan demikian hukum bukan suatu karya seni yang adanya hanya untuk dinikmati oleh orang-orang yang menikmati saja, bukan pula suatu kebudayaan yang hanya ada untuk bahan pengkajian secara sosial-rasional tetapi hukum diciptakan untuk dilaksanakan, sehingga hukum itu sendiri tidak menjadi mati karena mati kefungsiannya. Penyaringan-penyaringan perkara yang masuk ke dalam proses peradilan pidana merupakan perwujudan dari kebutuhan- kebutuhan praktis sistem peradilan pidana, baik karena tujuan dan asas maupun karena semakin beragamnya aliran-aliran modern 1Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta. 2008, hlm 1
  • 3. EDISI III VOLUME 6 YUSTITIA RAHMANIYAH 11 saat ini, baik pada lingkup perkembangan hukum pidana maupun kriminologi yang disadari atau tidak disadari, langsung atau tidak langsung mempengaruhi nilai-nilai perkembangan yang ada pada masyarakat dewasa ini. Hukum tidak mungkin mengatur seluruh persoalan secara rinci dan di pihak lain hukum selalu ketinggalan dari perkembangan yang terjadi dalam tata kehidupan masyarakat. Untuk memberikan gambaran yang lebih khusus mengenai hukum pidana, maka pengertian hukum pidana yang diungkapkan Simons dalam bukunya Leeboek Nederlandas strafrecht, memberikan definisi sebagai berikut : “Hukum pidana adalah kesemuannya perintah-perintah dan larangan-larangan yang diadakan oleh negara dan yang diancam dengan suatu nestapa (pidana) barang siapa yang tidak mentaatinya, kesemuannya aturan-aturan untuk mengadakan (menjatuhi) dan menjalankan pidana tersebut”.2 Dari definisi di atas maka dapat dijabarkan bahwa hukum pidana mengandung unsur-unsur atau ciri-ciri sebagai berikut: 1. Adanya perbuatan pidana, perbuatan yang bertentangan dengan hukum pidana yang berlaku. 2. Adanya pidana, penderitaan atau nestapa yang dibebankan terhadap orang yang melakukan perbuatan yang dilarang. 3. Adanya pelaku atau orang yang telah melakukan perbuatan yang dilarang menurut aturan-aturan hukum pidana yang berlaku. 2Ibid, hlm. 8 Ketiga unsur-unsur tersebut merupakan rangkaian yang saling berhubungan satu sama.Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang beserta sanksi pidana yang dijatuhkannya kepada pelaku. Untuk dapat dipidana menurut Bambang Waluyo harus terpenuhi beberapa unsur seperti: 1. Perbuatan yang dapat diancam dengan hukuman (Strafbare feiten) misalnya : a. mengambil barang milik orang lain; b. dengan sengaja merampas nyawa orang lain. 2. Siapa-siapa yang dapat dihukum atau dengan perkataan lain mengatur pertanggungan jawab terhadap hukum pidana. 3. Hukum apa yang dapat dijatuhkan terhadap orang yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang atau juga disebut hukum penetentiair.3 “Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.”4 Asas legalitas menjamin agar tidak ada kesewenang-wenangan dalam menetapkan perbuatan yang dapat dikategorikan dalam suatu rumusan delik.Rumusan delik merupakan landasan untuk pengambilan keputusan yang lebih lanjut.Ada kalahnya dalam menetapkan pidana juga 3 Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta 2008, hlm 6-7 4Moeljatno, op.cit. hlm.59
  • 4. EDISI III VOLUME 6 YUSTITIA RAHMANIYAH 12 memperhatikan hal-hal yang menjadi dasar pertimbangan pemberatan. Penyidik setelah menerima hasil laporan penyelidik tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan Penyidikan yang diperlukan (pasal 106 KUHAP). Kata ”patut diduga” dalam hal ini memberikan keleluasaan bagi penyidik untuk menentukannya dan begitu juga berdasarkan wewenang yang dimilkinya menurut pasal 7 ayat (1) KUHAP, penyidik berwenang untuk melakukan penyidikan namun juga berwenang untuk menghentikan penyidikan dan atau mengadakan tindakan lain menurut hukum bertanggung jawab. Untuk mencegah dilakukannya tindakan yang tidak perlu oleh aparat kepolisian selaku penegak hukum akibat kekosongan dalam hukum atau terdapat lebih dari satu peraturan perundang-undangan yang mengatur hal yang sama atau peraturan perundang-undangan tertentu yang tidak efektif, maka dalam pelaksanaan tugas dianut asas kewajiban atau plichtmatigheid yang dalam pelaksanaanya terlihat dalam bentuk bentuk diskresi.5 Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana cara penerapan diskresi Kepolisian (pasal 18 Undang-undang Nomor 2 tahun 2002) untuk penghentian penyidikan tindak pidana saat ini ? 2. Bagaimana kelemahan diskresi kepolisian dalam tindakan penghentian penyidikan ? 5Momo Kelana, 1998, Memahami Undang- Undang Kepolisian, Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, hlm. 93. B. METODEPENELITIAN Ruang lingkup penelitian ini adalah Tinjauan yuridis tentang diskresi kepolisian (Pasal 18 Undang-undang Nomor 2 tahun 2002) untuk penghentian penyidikan tindak pidana di Polres Musi Banyuasin. Adapun tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui bagaimana cara penerapan diskresi Kepolisian (pasal 18 Undang-undang Nomor 2 tahun 2002) untuk penghentian penyidikan tindak pidana saat ini dan Untuk mengetahui kelemahan diskresi kepolisian dalam tindakan penghentian penyidikan. C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Penerapan Diskresi Kepolisian (Pasal 18 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002) dalam Penghentian Penyidikan Tindak Pidana Saat Ini. Dalam melaksanakan tindakan Diskresi kepolisian tersebut menggunakan asas - asas berdasarkan pada kewajiban. Menurut putusan Hoge Raad (Mahkamah Agung) Belanda tanggal 9 Maret 1917, suatu tindakan dapat dianggap rechtmatigheid (sah sesuaidengan hukum) sekalipun tanpa pemberian kuasa secara khusus oleh Undang - Undang, asal berdasarkan kewajiban kewajiban menurut Undang - Undang. Di Negara Belanda dinamakan asas plictmatigheid (kesesuaian dengan kewajiban).6 Agar tindakan diskresi Kepolisian tidak dapat dituntut di depan hukum, maka tindakan diskresi tersebut harus berdasarkan kepada batas - batas 6 https://id.scribd.com/doc/69213036/Makalah- diskresi-kepolisian
  • 5. EDISI III VOLUME 6 YUSTITIA RAHMANIYAH 13 kewajibannya. Untuk dapat menentukan batas - batas kewajibannya dan sekaligus untuk dapat membatasi tindakan tersebut terdapat 4 (empat) sub asas dari asas kewajiban, yaitu : a. otwendig noodzakelijk (keperluan), b. Sachlik, zakelyk(objektif)ataupribadi. c. Zweckmassig, doelmatigheid (tujuan), d. Evenredig (keseimbangan), Prof. Dr. H. R. Abdussalam, S.ik, S.H., M.H. dalam bukunya, hukum Kepolisian sebagai hukum posistif dalam disiplin hukum merumuskan 5 (lima ) syarat untuk melakukan tindakan lain sebagaimana terdapat dalam KUHAP dan Undang – undang nomor 2 tahun 2002 yaitu : 1) Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum adalah tindakan - tindakan yang dibenarkan menurut hukum perundang - undangantetapi tidak diatur dalam KUHAP dan Undang - undang nomor 2 tahun2002, yaitu : tindakan karena terpaksa oleh suatu kekuasaan yang tidak dapat dihindarkan (pasal 48 KUHAP), mempertahankan dirinya atau orang lain (pasal 49 ayat 1 KUHAP), pembelaan darurat (pasal 49 ayat 2 KUHP), tindakan untuk melaksakan suatu peraturan perun dangan (pasal 50 KUHP) dan tindakan memaksa dengan kekerasan terhadap orang - orang supaya merekamenurut perintah dan petunjuk - petunjuk yang diberikan polisipada waktu mencegah kecelakaan dan mengatur lalu lintas di jalan umum.7 2) Tindakanselarasdengan kewajiban hukumyangmengharuskandila 7Wawancara Dengan Bapak Tohirin, Kanit Pidsus Polres Musi Banyuasin, Tanggal 28 Maret 2016. kukannyatindakanjabatanadalah tindakan hanya diambilapabila betul - betul diperlukan untuk meniadakan suatu gangguanatau untuk mencegah terjadinya suatu gangguan. 3) Tindakan jabatannya harus patut dan masuk akal dan termasukdalam lingkungan jabatannya adalah tindakan itu merupakantindakan atau jalan yang paling tepat untuk mengelakkangangguan secara sempurna dan paling tepat agar kerugian dapatdiperkecil atau juga segala tindakan yang sesuai dengankepentingan hukum, yang menurut pendapat umum tidak bolehberlebih - lebihan untuk mencapai tujuan dengan memperhatikanusul - usul orang yang bersangkutan. 4) Tindakan atas perundangan yang layak berdasarkan keadaanmemaks a adalah tindakan tersebut harus ada keseimbanganantara sifat (kerasnya lunaknya) tindakan atau sarana yangdigunakan pada satu pihak dan besar kecilnya suatu gangguanatau berat ringannya suatu objek yang harus ditindak pada pihaklain. Tindakan tersebut harus menghormati hak asasi manusia adalahtindakan tersebut tidak didasarkan atas kepentingan pribadi ataugolongan atau karena dendam pribadi. Jadi dalam bertindak harusada keseimbangan antara hak asasi yang dilanggar oleh pelanggarhukum dengan kewajiban hukumnya.8 8Abdussalam, Hukum Kepolisian Sebagai Hukum Positif Dalam Disiplin Hukum, Restu Agung, Jakarta, 2009, hlm.50-52.
  • 6. EDISI III VOLUME 6 YUSTITIA RAHMANIYAH 14 Jadi sekalipun Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 pasal 15 ayat (2),Pasal 16 ayat (1) dan (2) tersebut belum memberikan regulasi secara tegas dan jelas mengenai kewenangan diskresi,namun setidaknya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 telah memberikan peluang dalam penggunaan atau pelaksanaan kewenangan diskresi bagi Aparat Kepolisian Republik Indonesia,dimana aparat kepolisian diberikan hak untuk melakukan tindakan lain dalam proses penyelidikan dan penyidikan sepanjang tindakan tersebut dianggap bertanggungjawab secara hukum serta memenuhi syarat pelaksanaan sebagaimana yang telah ditentukan secara yuridis normatif dalam pasal 6 ayat (2),namun dalam prakteknya kewenangan diskresi inisangat jarang dilakukan oleh aparat kepolisian, karena seperti kasus pencurian ringan, penggelapan/ penipuan ringan, dan penganiayaan ringan merupakan delik biasa,akan tetapi diskresi kepolisian dapat diselesaikan secara ADR ( alternatife dispoote resolution) atau diselesaikan secara damai oleh kedua belah pihak yaitu pihak terlapor dan korban.9 2. Kelemahan Diskresi Kepolisian Dalam Tindakan Penghentian Penyidikan J. Goldstein (1960) mencatat bahwa diskresi yang dilakukan Pejabat Polisi merupakan keputusan-keputusan yang hampir tidak kelihatan. Ini disebabkan adanya diskresi Pejabat Polisi kebanyakan tidak dipahami dan dihargai oleh masyarakat karena tidak diakui oleh para pimpinan dan 9Wawancara Dengan Bapak Tohirin, Kanit Pidsus Polres Musi Banyuasin, Tanggal 28 Maret 2016. pejabat-pejabat negara.Penggunaan diskresi oleh anggota juga jarang sekali diamati secara teliti oleh masyarakat, anggota DPR, Pengadilan, dan para pimpinan Kepolisian termasuk para perwira lapangan. Anggota patroli dan reserse bekerja sendiri atau bersama mitra yang saling mendukung.Seringnya terjadi situasi dimana korban dan pelapor tidak mau memperpanjang urusannya dengan Polisi. Adanya situasi dimana pejabat Polisi tidak melakukan penahanan dan tidak membuat laporan atas kejadiantersebut - yang merupakan hal yang sering terjadi.Situasi diatas menyebabkan penggunaan diskresi tidak dapat dievaluasi. Hal ini berakibat bahwa penggunaan diskresi berpotensi menimbulkan masalah, diantaranya: a. Lack of Accountability. b. Unpredictability. c. Inkonsistensi. d. Diskriminasi dan inkonsistensi. Beberapa hal yang menjadi Kelemahan bagi penyidik dalam menggunakan wewenang diskresinya pada saat penyidikan tindak pidana adalah: a. Masih Lemahnya Penegakan Hukum di Indonesia. b. Oknum Aparat c. Pengetahuan Penyidik D. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, disimpulkan antara sebagai berikut: 1. Penerapan Diskresi Kepolisian (Pasal 18 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002) dalam Penghentian Penyidikan Tindak
  • 7. EDISI III VOLUME 6 YUSTITIA RAHMANIYAH 15 Pidana Saat Ini, menurut Prof. Dr. H. R. Abdussalam, S.ik, S.H., M.H. dalam Bukunyan dan berdasarkan interview dengan Anggota Sat Reskrim Polres Musi Banyuasin menjelaskan bahwa, hukum Kepolisian sebagai hukum posistif dalam disiplin hukum merumuskan 5 (lima ) syarat untuk melakukan tindakan lain sebagaimana terdapat dalam KUHAP dan Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2002 yaitu : a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum; b. Tindakanselarasdengan kewajiban hukumyangmengharuskan dilakukannyatindakanjabatan; c. Tindakan jabatannya harus patut dan masuk akal dan termasukdalam lingkungan jabatannya ; d. Tindakan atas perundangan yang layak berdasarkan keadaanmem aksa; e. Tindakan tersebut harus menghormati hak asasi manusia. 2. Kelemahan Diskresi Kepolisian Dalam Tindakan Penghentian Penyidikantindak pidana adalah: a. Masih Lemahnya Penegakan Hukum di Indonesia. b. Oknum Aparat; dan c. Pengetahuan Penyidik. DAFTAR PUSTAKA Abdussalam, Hukum Kepolisian Sebagai Hukum Positif Dalam Disiplin Hukum, Restu Agung, Jakarta, 2009. Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta 2008. Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta. 2008. Momo Kelana, 1998, Memahami Undang- Undang Kepolisian, Perguruan Tinggi IlmuKepolisian, Jakarta. https://id.scribd.com/doc/69213036/Makal ah-diskresi-kepolisian