SlideShare a Scribd company logo
1 of 10
The United Nations Convention Against Torture and Other
Cruel, Inhuman, Or Degrading Treatment Or Punishment
(UNCAT)
UNCAT/konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak
manusiawi, dan merendahkan martabat manusia merupakan sebuah bentuk upaya universal
untuk secara efektif menghapus seluruh praktik penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi
lainnya diseluruh dunia. Sehingga sudah sepantasnya menjadi perhatian seluruh negara-negara
dunia untuk saling memastikan dihapuskannya praktik penyiksaan baik yang dilegalkan dalam
bentuk hukuman perundang-undangan.
Secara normatif Indonesia sudah meratifikasi UNCAT melalui UU no 5 tahun 1998 tentang
konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak
manusiawi atau merendahkan martabat manusia dengan deklarasi terhadap pasal 20 dan
reservasi/ persyaratan terhadap pasal 30 ayat 1 konvensi ini. Namun ratifikasi terhadap UNCAT
ini tidak dibarengi dengan reformasi berbagai ketentuan hukum terkait, sehingga pemberkaluan
UNCAT di Indonesia masih terkesan pincang
Peraturan dan Sanki Polri Terhadap Pelanggaran Profesi
Dalam menjalankan tugasnya, Polri tidak saja terikat pada UU No. 2/2002 dan tunduk pada kekuasan peradilan
umum, melainkan juga terikat pada Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia (KEPP),
sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 34 Ayat (1) UU. Terhadap masing-masing pelanggaran, memiliki
mekanisme dan sanksi yang berbeda. Jika terdapat unsur tindak pidana maka berkas perkara akan diberikan
kepada Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) yang kemudian akan dilanjutkan dengan pemeriksaan di
pengadilan umum; 1. Jika terdapat unsur pelanggaran kode etik maka berkas perkara akan dilimpahkan kepada
atasan yang berhak menghukum (Ankum) yang selanjutnya akan dibuat komisi kode etik Polri.
2. Jika terdapat unsur pelanggaran disiplin maka berkas perkara akan dilimpahkan kepada atasan yang berhak
menghukum (Ankum) yang selanjutnya akan diperiksa dalam sidang disiplin.
Sementara itu, berkaitan dengan sanksi, terhadap masing-masing pelanggaran juga memiliki sanksi yang berbeda,
yakni jika terbukti pelanggaran yang dilakukan kepolisian adalah pelanggaran yang memiliki unsur pidana, maka
sanksi yang diberikan didasarkan pada ketentuan pasal-pasal di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP). Sementara itu, jika terbukti yang terjadi adalah pelanggaran kode etik maka sanksi yang diberikan
berupa, dinyatakan sebagai perbuatan tercela; Diperintahkan untuk menyatakan penyesalan dan minta maaf secara
terbatas dan terbuka; Mengikuti pembinaan ulang profesi; Tidak layak lagi untuk menjalankan profesi kepolisian.
Adapun jika terbukti yang terjadi adalah pelanggaran disiplin maka sanksinya berupa: 1. Teguran tertulis; 2.
Penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun; 3. Penundaan kenaikan gaji berkala; 4. Penundaan
kenaikan pangkat paling lama 1 (satu) tahun; 5. Mutasi yang bersifat demosi; 6. Pembebasan dari jabatan; dan 7.
Penempatan dalam tempat khusus selama 21 (dua puluh satu) hari.
2019-2020 Temuan Kasus Torture (Penyiksaan) Oleh
Aparat Kepolisian
Temuan Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, salah satu lembaga bantuan hukum
advokasi HAM) dari periode juni 2019 hingga mei 2020 terdapat 62 kasus penyiksaan dan tindakan tidak
manusiawi, dari 62 kasus itu tercatat 220 korban dengan rincian 199 ornag luka-luka dan 21 orang tewas. Terjadi
pada kasus seperti salah tangkap, pembubaran aksi, penyiksaan anak dan penyiksaan tahanan. Pratik-praktik
penyiksaan dan tindakan kejam lainnya sering digunakan sebagi metode penyidikan dan artikulasi relasi kuasa
ketika praktik-praktik penyiksaan dan tindakan kejam lainnya dilakukan sebagai jalan pintas untuk mendapat
pengakuan dari tersangka dan atau korban juga menjadi ajang bagi polisi untuk menunjukkan relasi kuasanya
sehingga timbul tindakan-tindakan arogansi aparat penegak hukum terhadap masyarakat. Akibatnya, korban yang
statusnya juga belum menjadi tersangka pun, ketika berada dibawah penguasaan polisi rentan menjadi korban
penyiksaan dan tindakan kejam lainnya. Dalam jenis kasus praktik penyiksaan didominasi oleh kasus salah
tangkap menemukan praktik penyiksaan kerap kali terjadi pada kasus salah tangkap dan tindakan maladministrasi
kepolisian dalam penahanan dan penangkapan yang tidak sesuai dengan PERKAP No 8 Tahun 2009. Dominasi
kasus salah tangkap semain menegaskan bahwa praktik penyiksaan berkaitan erat dengan artikulasi relasi kuasa
antar penegak hukum denga korban/terduga pelaku yang disangkakan. Yang sebagian besar menyasar pada warga
sipil atau yang belum terbukti bersalah. Pemukulan dan penendangan merupakan metode yang paling umum
dipakai dalam peristiwa penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi lainnya. Korban biasanya dipukuli dengan
tangan kosong maupun dengan benda seperti kayu, rotan, hingga palu besi digunakan untuk memperoleh
keterangan maupun sebagai bentuk penegakan hukuman. Dalam beberapa peristiwa, korban yang sudah tak
berdaya terus dipukuli oleh pelaku hingga berujung kemajian. Metode ini menyebabkan luka-luka seperti luka
lebam, lecet hingga kerusakan pada tulang dan fungsi organ tubuh bagian dalam. Metode penyiksaan seperti ini
juga mengakibatkan tekan dalam bentuk psikologis bagi korban yang mengalaminya.
Surat KIP (keterbukaan Infomasi Publik) POLRI Agustus
2019-Feburari 2020
Sedangkan dalam surat mendukung validitas data pemantauan media, Kontras mengirimkan
surat. Bedasarkan data keterangan jawaban Polri menemukan 38 kasus kekerasan anggota
kepolisian yng mereka temui dalam periode Agustus 2019-Feburari 2020. 38 kasus tersebut
diproses sebagi pelanggaran disiplin sebanyak 23 kasus dan pelanggaran KEPP sebanyak 15
kasus. Kasus yang telah selesai disidang disiplin 9 kasus dan sidang komisi KEPP 6 kasus.
Tidak ada satu kasus pun yang berlanjut ke proses pidana. Dominasi praktik penyiksaan oleh
Polri menunjukan hal ini patut menjadi perhatian bagi Koprs Bhayangkara untuk meningkatkan
kembali model pengawasan dengan memantau tendensi, potensi serta peluang terjadinya
penyalahgunaan wewenang dengan melakukan praktik penyiksaan. Pemantauan ini mesti
dilakukan secara menyeluruh dan terus menerus, terutama dalam proses rekrutmen dan seleksi,
mekanisme supervisi serta sejauh mana kontrol formal internal yang sudah dan akan dibangun
dapat mencegah penyalahgunaan wewenang secara efektif. Keseluruhan kasus tersebut
diselesaikan secara internal dan tidak ada yang dilanjutkna ke ranah pidana. Hal ini
menunjukkan mekanisme internal lembaga negara dalam memeriksa dugaan kekerasan yang
dilakukan oleh anggotanya justru berpotensi digunakan sebagai tameng untuk melindungi para
aparat pelaku kekerasan dari sanksi pidana yang sejatinya merupakan amanat pasal 12 UNCAT
(negara wajib memastikan adanya pengadilan secara segera dan imparsil setiap kali ada dugaan
kuat perihal terjadinya peristiwa penyiksaan diwilayahnya).
Data OMBUSMAN; Kepolisian Menjadi Lembaga
Terlapor Terbanyak Mencapai 669 Aduan
Data Ombudsman menerima jauh lebih banyak laporan pengaduan terkait tindak
kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian. Periode Juni 2020 - Mei 2021 angka
ini mencapai 669 aduan yang masuk dengan kasus yang mendominasi adalah
dugaan maladministrasi, seperti penundaan berlarut, penyimpangan prosedur,
dan tidak memberikan pelayanan. Banyaknya pengaduan maladministrasi,
seperti tidak membawa surat perintah penangkapan atau surat terkait upaya
paksa kepolisian dan penangkapan korban tanpa pernah dipanggil menjadi saksi
terlebih dahulu. Banyaknya aduan yang masuk terkait tindak kekerasan oleh
aparat kepolisian menunjukkan mekanisme pengawasan eksternal yang masih
lemah dan belum berjalan secara efektif. Padahal, pengawasan yang ketat
sangatlah diperlukan karena anggota kepolisian memiliki kewenangan diskresi
dan pengabaian terhadapnya dapat menjadi celah bagi tindakan yang sewenang-
wenang yang bisa menimbulkan korban jiwa, seperti penggunaan senjata api dan
pengeroyokan.
Impunitas Polri; Kultur Kekerasan dan Lemahnya Penegakan Hukum
Dalam konteks kultur polri masih memiliki masalah yakni impunitas, sebagaimana data tidak
ada satupun kasus penyiksaan oleh aparat Polri yang diselesai secara tuntas melalui peradilan
pidana, yang mana ini sangat perbanding terbalik dengan kasus-kasus kekerasaan yang
dilakukan oleh masyarakat sipil. Padahal, proses hukum aparat POLRI secara pidana melalui
peradilan umum merupakan suatu hal yang sangat dimungkinkan dan dipromosikan dalam
hukum positif yang saat ini berlaku. Pasal 28 peraturan KAPOLRI Nomor 14/2011 telah
menegaskan bahwa penerapan sanksi tuntutan pidana dan atau perdata kepada anggota yang
diberi sanksi.
Mekanisme pengawasan oleh Propam tidak berjalan secara efektif karena masih banyak kasus
yang tidak terungkap atau cenderung ditutup-tutupi (Contoh kasus Alm sahbudin di Bengkulu
Utara terjadi stagnansi proses kasus dugaan praktik penyiksaan yang berujung kematian dengan
pernyataan pihak kepolisian yang menutupi penyebabnya). Menyoroti kecenderungan Propam
yang lebih sering menyelesaikan kasus kekerasan melalui mekanisme internalnya sendiri,
seperti sidang dewan etik dan profesi, bukannya langsung memprosesnya melalui peradilan
umum seperti yang telah diatur dalam UU Kepolisian (UU No 2 tahun 2002). Banyak dari
pelaku kekerasan hanya diberikan sanksi berupa mutasi non-job dan bukan pemecatan atau
bahkan dikenakan pidana. Pemberian sanksi yang tidak tegas ini tentu tidak menimbulkan efek
jera bagi pelaku kekerasan dan membuka celah bagi keberulangan kekerasan itu kembali.
Selain melalui Propam, pengawasan antar satuan tingkatan POLRI juga perlu diperketat
guna mempersempit ruang pelanggaran dan kesewenang-wenangan. Banyak tindak
kekerasan yang terjadi akibat longgarnya pengawasan antar satuan tingkatan. Polri
seharusnya dapat menanggulangi permasalahan ini dengan memberikan pembinaan
terhadap anggotanya secara maksimal, melakukan fungsi kontrol dan evaluasi dengan
baik, dan menegakkan hukum dengan pemberian sanksi sesuai dengan tindak kekerasan
yang dilakukan agar menimbulkan efek jera bagi pelakunya. Longgarnya pengawasan
antar satuan tingkatan ini salah satunya menjadi alasan tingkat kekerasan polisi cenderung
tinggi.
Ketidak mungkinan secara De Jure atau De Facto untuk membawa pelaku pelanggaran
hak asasi manusia guna mempertanggung jawabkan perbuatannya baik dalam proses
peradilan kiriminal, sipil, administratif, atau disipliner menyebabkan praktik penyiksaan
terus menerus terjadi. Terlebih lagi, model penegakan hukum yang dilakukan kepada
aktor-aktor penyiksaan hanya ditindak ditingkat internal yang pengawasannya dilakukan
dari mereka yang sesama profesi. Besar dugaan adanya pemakluman kasus dari yang
dilakukna para pelaku penyiksaan. Sehingga konsekuensi lanjutannnya ialah mereka tidak
dapat dijadikan objek pemeriksaan yang dapat memungkinkan terciptanya penuntutan,
penahanan, pengadilan dan apabila dianggap bersalah, penghukuman dengan hukuman
yang sesuai, serta melakukan reparasi hak-hak kedapa para korban mereka karena negara
memiliki kewajiban untuk memastikan fisik dan mental korban.
Pembenahan
Penghormatan dan penagakan hak asasi manusia merupakan komitmen negara untuk memberikan perlindungan bagi
setiap orang, termasuk salah satunya untuk bebas dari penyikasaan. Perkembangan hukum serta kelembagaan terhadap
situasi penyiksaan adalah pekerjaan rumah yang masih dimiliki oleh negara untuk bergerak secara konsisten menuju
penghapusan praktik penyiksaan serta tindakan tidak manusiawi lainnya. Secara umum, praktik penyiksaan masih terus
berlangsung akibat.
A) Sistem hukum dan peraturan perundang-undangan yang tidak memadai yang ditandai dengan lebarnya jarak antara
peraturan domestik denfgan standard internasional hak asasi manusia.
B) kultur kekerasan dan penyiksaan dimana penyiksaan sangat dekat dengan kultur kekerasaan di lingkungan aparat
penegak hukum, alat-alat negara dan di masyarakat yang menjadikan penyiksaan menjadi hal yang lumrah dan ditoleransi
dengan pengatas namaan keamanan negara dan ketertiban sosial.
C) Politik impunitas dan penegakan hukum yang tumpul. Hal ini ditandai dengan lemahnya dan kegagalan penegakan
hulkum dan penghukuman terhadap pelaku-pelaku penyiksaan, tidak terjaminnya hak-hak korban penyiksaan dan rentan
terus berulang sedangkan pola penyiksaan masih berkutat pada pemaksaan pemidanaan.
Kasus kekerasan yang terjadi antar satuan tingkatan menunjukkan tidak efektifnya mekanisme pengawasan Polri baik itu
yang bersifat internal maupun eksternal. Hal ini merupakan suatu kesalahan yang fatal karena pengawasan terhadap kerja-
kerja Polri berkaitan erat dengan hak asasi manusia. Lemahnya fungsi ini berperan banyak melanggengkan impunitas di
tubuh Polri yang akibatnya adalah pembatasan atau bahkan penghilangan hak-hak dasar warga sipil. Yang menjadi
pekerjaan Polri sendiri atau tanggung jawab negara adalah coba untuk merubah kultur kekerasan yang ada didalm tubuh
Polri, aparat mengesampingkan hak dari konstitusional dari warganegra dan banyak hal hal lain juga. Disimpulkan bahwa
pemerintah belum dapat menciptakan ruang yang aman dan nyaman kepada masyarakatnya.
Sebagai bentuk akunstabilitas dan perbaiknya terhadap institusi yang dominan
terjadinya praktik-praktik penyiksaan, sudah saatnya membuka diri untuk
mengevaluasi secara menyeluruh dengan melibatkan pengawasan eksternal.
Memastikan bahwa anggota Polri yang terlibat dalam kasus penyiksaan diproses
secara adil dan sesuai dengan hukum yang berlaku, dengan mekanisme hukum yang
transparan dan dapat diakses oleh publik. Institusi-institusi negara yang independen
yang memiliki mandat untuk melakukan fungsi pengawasan, pemantauan,
perlindungan dan pemulihan secara ketat harus menggunakan alat ukur terpercaya
untuk mempersempit ruang gerak para pelaku kejahatan penyiksaan. Institusi
eksternal tersebut harus dipastikan dapat bersinergi dengan institusi negara lainnya
untuk memastikan adanya mekanisme pencegahan, penghukuman atas kejahatan
penyiksaan yang masih berjalan, dan memberikan perlindungan kepada saksi serta
pemulihan hak-hak korban sesuai dengan standar instrumen hukum HAM
internasional. Polisi memiliki banyak alat perlengkapan hukum yang sangat humanis
sangat menjunjung HAM, namun pada kenyataannya hukum undang-undang itu tidak
semulus pada tulisan-tulisannya. Bagaimana PERKAP HAM yang sudah tumpul
kembali diaktifasi dan dioptimalkan sesuai dalam praktik kerjanya, lalu sejauh mana
evaluasinya. Bagaimana setiap anggota Polri wajib mengetahui prinsip-prinsip HAM
dan konvensi yang telah diratifikasi.
ini tidaklah mengejutkan jika masyarakat percaya jargon
#percumalaporpolisi mengingat hasil ombusman saja Lembaga yang
berwenang tidak ditanggapi apalagi kasus masyarakat yang undue delay
peti es, mending ganti satpam BCA aja.

More Related Content

What's hot

Ketika Kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Hukum Saling Menolak
Ketika Kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Hukum Saling MenolakKetika Kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Hukum Saling Menolak
Ketika Kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Hukum Saling MenolakTri Widodo W. UTOMO
 
Unsur delik tindak pidana kejahatan pemilihan umum legislatif
Unsur delik tindak pidana kejahatan pemilihan umum legislatifUnsur delik tindak pidana kejahatan pemilihan umum legislatif
Unsur delik tindak pidana kejahatan pemilihan umum legislatifAhmad Solihin
 
Uu Pers & KEJ (Kode Etik Jurnalistik
Uu Pers & KEJ (Kode Etik JurnalistikUu Pers & KEJ (Kode Etik Jurnalistik
Uu Pers & KEJ (Kode Etik Jurnalistikyudikrismen1
 
Peran Intelijen Kepolisian Dalam Pengungkapan Tindak Pidana Pembunuhan di Wil...
Peran Intelijen Kepolisian Dalam Pengungkapan Tindak Pidana Pembunuhan di Wil...Peran Intelijen Kepolisian Dalam Pengungkapan Tindak Pidana Pembunuhan di Wil...
Peran Intelijen Kepolisian Dalam Pengungkapan Tindak Pidana Pembunuhan di Wil...AlfirdausDaus
 
Tugas hukum dan etika pers danu
Tugas hukum dan etika pers danuTugas hukum dan etika pers danu
Tugas hukum dan etika pers danuDanu Putra
 
Media Indonesia 18 Maret 2014
Media Indonesia 18 Maret 2014Media Indonesia 18 Maret 2014
Media Indonesia 18 Maret 2014hastapurnama
 
Fitriati 02211020 2005
Fitriati 02211020 2005Fitriati 02211020 2005
Fitriati 02211020 2005gaga sihab
 
Bab I Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidana
Bab I Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidanaBab I Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidana
Bab I Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidanaAndy Susanto
 
Pendidikan Anti Korupsi - Buku Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan...
Pendidikan Anti Korupsi - Buku Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan...Pendidikan Anti Korupsi - Buku Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan...
Pendidikan Anti Korupsi - Buku Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan...Haristian Sahroni Putra
 
Literasi undang undang.
Literasi undang undang.Literasi undang undang.
Literasi undang undang.1971razak
 
Media Indonesia 21 Maret 2014
Media Indonesia 21 Maret 2014Media Indonesia 21 Maret 2014
Media Indonesia 21 Maret 2014hastapurnama
 
Media Indonesia 17 Maret 2014
Media Indonesia 17 Maret 2014Media Indonesia 17 Maret 2014
Media Indonesia 17 Maret 2014hastapurnama
 
(Sindonews.com) opini hukum-politik 21 desember 2015-10 februari 2015
(Sindonews.com) opini hukum-politik 21 desember 2015-10 februari 2015(Sindonews.com) opini hukum-politik 21 desember 2015-10 februari 2015
(Sindonews.com) opini hukum-politik 21 desember 2015-10 februari 2015ekho109
 
Penegakan Hukum Korupsi bansos
Penegakan Hukum  Korupsi bansosPenegakan Hukum  Korupsi bansos
Penegakan Hukum Korupsi bansosAndy Susanto
 

What's hot (20)

Ketika Kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Hukum Saling Menolak
Ketika Kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Hukum Saling MenolakKetika Kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Hukum Saling Menolak
Ketika Kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Hukum Saling Menolak
 
Studi kasus hukum tata negara
Studi kasus hukum tata negaraStudi kasus hukum tata negara
Studi kasus hukum tata negara
 
Unsur delik tindak pidana kejahatan pemilihan umum legislatif
Unsur delik tindak pidana kejahatan pemilihan umum legislatifUnsur delik tindak pidana kejahatan pemilihan umum legislatif
Unsur delik tindak pidana kejahatan pemilihan umum legislatif
 
Hukum
HukumHukum
Hukum
 
Uu Pers & KEJ (Kode Etik Jurnalistik
Uu Pers & KEJ (Kode Etik JurnalistikUu Pers & KEJ (Kode Etik Jurnalistik
Uu Pers & KEJ (Kode Etik Jurnalistik
 
Peran Intelijen Kepolisian Dalam Pengungkapan Tindak Pidana Pembunuhan di Wil...
Peran Intelijen Kepolisian Dalam Pengungkapan Tindak Pidana Pembunuhan di Wil...Peran Intelijen Kepolisian Dalam Pengungkapan Tindak Pidana Pembunuhan di Wil...
Peran Intelijen Kepolisian Dalam Pengungkapan Tindak Pidana Pembunuhan di Wil...
 
Tugas hukum dan etika pers danu
Tugas hukum dan etika pers danuTugas hukum dan etika pers danu
Tugas hukum dan etika pers danu
 
Media Indonesia 18 Maret 2014
Media Indonesia 18 Maret 2014Media Indonesia 18 Maret 2014
Media Indonesia 18 Maret 2014
 
Fitriati 02211020 2005
Fitriati 02211020 2005Fitriati 02211020 2005
Fitriati 02211020 2005
 
PROPOSAL SKRIPSI
PROPOSAL SKRIPSIPROPOSAL SKRIPSI
PROPOSAL SKRIPSI
 
Bab I Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidana
Bab I Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidanaBab I Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidana
Bab I Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidana
 
Pendidikan Anti Korupsi - Buku Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan...
Pendidikan Anti Korupsi - Buku Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan...Pendidikan Anti Korupsi - Buku Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan...
Pendidikan Anti Korupsi - Buku Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan...
 
Literasi undang undang.
Literasi undang undang.Literasi undang undang.
Literasi undang undang.
 
6 suparman marzuki
6 suparman marzuki6 suparman marzuki
6 suparman marzuki
 
Media Indonesia 21 Maret 2014
Media Indonesia 21 Maret 2014Media Indonesia 21 Maret 2014
Media Indonesia 21 Maret 2014
 
Media Indonesia 17 Maret 2014
Media Indonesia 17 Maret 2014Media Indonesia 17 Maret 2014
Media Indonesia 17 Maret 2014
 
(Sindonews.com) opini hukum-politik 21 desember 2015-10 februari 2015
(Sindonews.com) opini hukum-politik 21 desember 2015-10 februari 2015(Sindonews.com) opini hukum-politik 21 desember 2015-10 februari 2015
(Sindonews.com) opini hukum-politik 21 desember 2015-10 februari 2015
 
Hukum kepolisian
Hukum kepolisianHukum kepolisian
Hukum kepolisian
 
Tesis khairul
Tesis khairul Tesis khairul
Tesis khairul
 
Penegakan Hukum Korupsi bansos
Penegakan Hukum  Korupsi bansosPenegakan Hukum  Korupsi bansos
Penegakan Hukum Korupsi bansos
 

Similar to UNCAT Ratifikasi dan Praktik Penyiksaan Oleh Aparat Kepolisian di Indonesia

Dokumentasi Pelanggaran Hak Tersangka Kasus Narkotika
Dokumentasi Pelanggaran Hak Tersangka Kasus NarkotikaDokumentasi Pelanggaran Hak Tersangka Kasus Narkotika
Dokumentasi Pelanggaran Hak Tersangka Kasus NarkotikaLBH Masyarakat
 
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 3 februari 2015-5 maret 2015
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 3 februari 2015-5 maret 2015(Sindonews.com) Opini hukum-politik 3 februari 2015-5 maret 2015
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 3 februari 2015-5 maret 2015ekho109
 
Bab I Pendahuluan.pdf
Bab I Pendahuluan.pdfBab I Pendahuluan.pdf
Bab I Pendahuluan.pdfBayuilham4
 
sistemperadilanpidana-181029144128.pdf
sistemperadilanpidana-181029144128.pdfsistemperadilanpidana-181029144128.pdf
sistemperadilanpidana-181029144128.pdfyulianmuhtadin
 
Materi 6 a pemberantasan korupsi di indonesia dalam lintasan sejarah 2010
Materi 6 a pemberantasan korupsi di indonesia dalam lintasan sejarah 2010Materi 6 a pemberantasan korupsi di indonesia dalam lintasan sejarah 2010
Materi 6 a pemberantasan korupsi di indonesia dalam lintasan sejarah 2010Fathur Rohman
 
Peradilan pidana 007
Peradilan pidana 007Peradilan pidana 007
Peradilan pidana 007Abiyan Azam
 
UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI JALUR PENAL MELALUI PEMBAHARUAN RKUHP DENGAN UU...
UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI  JALUR PENAL MELALUI PEMBAHARUAN RKUHP DENGAN UU...UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI  JALUR PENAL MELALUI PEMBAHARUAN RKUHP DENGAN UU...
UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI JALUR PENAL MELALUI PEMBAHARUAN RKUHP DENGAN UU...Muhammad Rafi Kambara
 
Cara Pengadilan Mengeksekusi Tindak Pidana Korupsi
Cara Pengadilan Mengeksekusi Tindak Pidana KorupsiCara Pengadilan Mengeksekusi Tindak Pidana Korupsi
Cara Pengadilan Mengeksekusi Tindak Pidana KorupsiAndrean Tan
 
Rekomendasi pertanyaan dpr ri
Rekomendasi pertanyaan dpr riRekomendasi pertanyaan dpr ri
Rekomendasi pertanyaan dpr rippibelanda
 
bahan ajar KRIMINOLOGI dan materi untuk mengetahui apa itu kriminologi
bahan ajar KRIMINOLOGI dan materi untuk mengetahui apa itu kriminologibahan ajar KRIMINOLOGI dan materi untuk mengetahui apa itu kriminologi
bahan ajar KRIMINOLOGI dan materi untuk mengetahui apa itu kriminologiRobyJuniawan
 
penerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikan
penerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikanpenerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikan
penerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikanDELA ASFARINA
 
Uas spp soal politik kriminal
Uas spp soal politik kriminalUas spp soal politik kriminal
Uas spp soal politik kriminalBrigita Manohara
 
Pengertian Dan Asas-asas.ppt
Pengertian Dan Asas-asas.pptPengertian Dan Asas-asas.ppt
Pengertian Dan Asas-asas.pptThariqFebriansyah
 
Tindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.pptTindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.pptAZIS50
 
Tindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.pptTindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.pptssuser0a01f91
 
UPAYAH PEMBERANTASAN KORUPSI KELOMPOK 4 (1)-2.pptx
UPAYAH PEMBERANTASAN KORUPSI KELOMPOK 4 (1)-2.pptxUPAYAH PEMBERANTASAN KORUPSI KELOMPOK 4 (1)-2.pptx
UPAYAH PEMBERANTASAN KORUPSI KELOMPOK 4 (1)-2.pptxriopongsarani88
 
UPAYAH PEMBERANTASAN KORUPSI KELOMPOK 4 (1)-2.pptx
UPAYAH PEMBERANTASAN KORUPSI KELOMPOK 4 (1)-2.pptxUPAYAH PEMBERANTASAN KORUPSI KELOMPOK 4 (1)-2.pptx
UPAYAH PEMBERANTASAN KORUPSI KELOMPOK 4 (1)-2.pptxriopongsarani88
 
UPAYAH PEMBERANTASAN KORUPSI KELOMPOK 4 (1)-2.pptx
UPAYAH PEMBERANTASAN KORUPSI KELOMPOK 4 (1)-2.pptxUPAYAH PEMBERANTASAN KORUPSI KELOMPOK 4 (1)-2.pptx
UPAYAH PEMBERANTASAN KORUPSI KELOMPOK 4 (1)-2.pptxriopongsarani88
 
Materi kuliah Hukum Acara Pidana PPT
Materi kuliah Hukum Acara Pidana PPTMateri kuliah Hukum Acara Pidana PPT
Materi kuliah Hukum Acara Pidana PPTAndhika Pratama
 

Similar to UNCAT Ratifikasi dan Praktik Penyiksaan Oleh Aparat Kepolisian di Indonesia (20)

Dokumentasi Pelanggaran Hak Tersangka Kasus Narkotika
Dokumentasi Pelanggaran Hak Tersangka Kasus NarkotikaDokumentasi Pelanggaran Hak Tersangka Kasus Narkotika
Dokumentasi Pelanggaran Hak Tersangka Kasus Narkotika
 
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 3 februari 2015-5 maret 2015
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 3 februari 2015-5 maret 2015(Sindonews.com) Opini hukum-politik 3 februari 2015-5 maret 2015
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 3 februari 2015-5 maret 2015
 
Bab I Pendahuluan.pdf
Bab I Pendahuluan.pdfBab I Pendahuluan.pdf
Bab I Pendahuluan.pdf
 
sistemperadilanpidana-181029144128.pdf
sistemperadilanpidana-181029144128.pdfsistemperadilanpidana-181029144128.pdf
sistemperadilanpidana-181029144128.pdf
 
Pidana peencurian
Pidana peencurianPidana peencurian
Pidana peencurian
 
Materi 6 a pemberantasan korupsi di indonesia dalam lintasan sejarah 2010
Materi 6 a pemberantasan korupsi di indonesia dalam lintasan sejarah 2010Materi 6 a pemberantasan korupsi di indonesia dalam lintasan sejarah 2010
Materi 6 a pemberantasan korupsi di indonesia dalam lintasan sejarah 2010
 
Peradilan pidana 007
Peradilan pidana 007Peradilan pidana 007
Peradilan pidana 007
 
UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI JALUR PENAL MELALUI PEMBAHARUAN RKUHP DENGAN UU...
UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI  JALUR PENAL MELALUI PEMBAHARUAN RKUHP DENGAN UU...UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI  JALUR PENAL MELALUI PEMBAHARUAN RKUHP DENGAN UU...
UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI JALUR PENAL MELALUI PEMBAHARUAN RKUHP DENGAN UU...
 
Cara Pengadilan Mengeksekusi Tindak Pidana Korupsi
Cara Pengadilan Mengeksekusi Tindak Pidana KorupsiCara Pengadilan Mengeksekusi Tindak Pidana Korupsi
Cara Pengadilan Mengeksekusi Tindak Pidana Korupsi
 
Rekomendasi pertanyaan dpr ri
Rekomendasi pertanyaan dpr riRekomendasi pertanyaan dpr ri
Rekomendasi pertanyaan dpr ri
 
bahan ajar KRIMINOLOGI dan materi untuk mengetahui apa itu kriminologi
bahan ajar KRIMINOLOGI dan materi untuk mengetahui apa itu kriminologibahan ajar KRIMINOLOGI dan materi untuk mengetahui apa itu kriminologi
bahan ajar KRIMINOLOGI dan materi untuk mengetahui apa itu kriminologi
 
penerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikan
penerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikanpenerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikan
penerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikan
 
Uas spp soal politik kriminal
Uas spp soal politik kriminalUas spp soal politik kriminal
Uas spp soal politik kriminal
 
Pengertian Dan Asas-asas.ppt
Pengertian Dan Asas-asas.pptPengertian Dan Asas-asas.ppt
Pengertian Dan Asas-asas.ppt
 
Tindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.pptTindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.ppt
 
Tindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.pptTindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.ppt
 
UPAYAH PEMBERANTASAN KORUPSI KELOMPOK 4 (1)-2.pptx
UPAYAH PEMBERANTASAN KORUPSI KELOMPOK 4 (1)-2.pptxUPAYAH PEMBERANTASAN KORUPSI KELOMPOK 4 (1)-2.pptx
UPAYAH PEMBERANTASAN KORUPSI KELOMPOK 4 (1)-2.pptx
 
UPAYAH PEMBERANTASAN KORUPSI KELOMPOK 4 (1)-2.pptx
UPAYAH PEMBERANTASAN KORUPSI KELOMPOK 4 (1)-2.pptxUPAYAH PEMBERANTASAN KORUPSI KELOMPOK 4 (1)-2.pptx
UPAYAH PEMBERANTASAN KORUPSI KELOMPOK 4 (1)-2.pptx
 
UPAYAH PEMBERANTASAN KORUPSI KELOMPOK 4 (1)-2.pptx
UPAYAH PEMBERANTASAN KORUPSI KELOMPOK 4 (1)-2.pptxUPAYAH PEMBERANTASAN KORUPSI KELOMPOK 4 (1)-2.pptx
UPAYAH PEMBERANTASAN KORUPSI KELOMPOK 4 (1)-2.pptx
 
Materi kuliah Hukum Acara Pidana PPT
Materi kuliah Hukum Acara Pidana PPTMateri kuliah Hukum Acara Pidana PPT
Materi kuliah Hukum Acara Pidana PPT
 

UNCAT Ratifikasi dan Praktik Penyiksaan Oleh Aparat Kepolisian di Indonesia

  • 1. The United Nations Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman, Or Degrading Treatment Or Punishment (UNCAT) UNCAT/konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia merupakan sebuah bentuk upaya universal untuk secara efektif menghapus seluruh praktik penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi lainnya diseluruh dunia. Sehingga sudah sepantasnya menjadi perhatian seluruh negara-negara dunia untuk saling memastikan dihapuskannya praktik penyiksaan baik yang dilegalkan dalam bentuk hukuman perundang-undangan. Secara normatif Indonesia sudah meratifikasi UNCAT melalui UU no 5 tahun 1998 tentang konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia dengan deklarasi terhadap pasal 20 dan reservasi/ persyaratan terhadap pasal 30 ayat 1 konvensi ini. Namun ratifikasi terhadap UNCAT ini tidak dibarengi dengan reformasi berbagai ketentuan hukum terkait, sehingga pemberkaluan UNCAT di Indonesia masih terkesan pincang
  • 2. Peraturan dan Sanki Polri Terhadap Pelanggaran Profesi Dalam menjalankan tugasnya, Polri tidak saja terikat pada UU No. 2/2002 dan tunduk pada kekuasan peradilan umum, melainkan juga terikat pada Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia (KEPP), sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 34 Ayat (1) UU. Terhadap masing-masing pelanggaran, memiliki mekanisme dan sanksi yang berbeda. Jika terdapat unsur tindak pidana maka berkas perkara akan diberikan kepada Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) yang kemudian akan dilanjutkan dengan pemeriksaan di pengadilan umum; 1. Jika terdapat unsur pelanggaran kode etik maka berkas perkara akan dilimpahkan kepada atasan yang berhak menghukum (Ankum) yang selanjutnya akan dibuat komisi kode etik Polri. 2. Jika terdapat unsur pelanggaran disiplin maka berkas perkara akan dilimpahkan kepada atasan yang berhak menghukum (Ankum) yang selanjutnya akan diperiksa dalam sidang disiplin. Sementara itu, berkaitan dengan sanksi, terhadap masing-masing pelanggaran juga memiliki sanksi yang berbeda, yakni jika terbukti pelanggaran yang dilakukan kepolisian adalah pelanggaran yang memiliki unsur pidana, maka sanksi yang diberikan didasarkan pada ketentuan pasal-pasal di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sementara itu, jika terbukti yang terjadi adalah pelanggaran kode etik maka sanksi yang diberikan berupa, dinyatakan sebagai perbuatan tercela; Diperintahkan untuk menyatakan penyesalan dan minta maaf secara terbatas dan terbuka; Mengikuti pembinaan ulang profesi; Tidak layak lagi untuk menjalankan profesi kepolisian. Adapun jika terbukti yang terjadi adalah pelanggaran disiplin maka sanksinya berupa: 1. Teguran tertulis; 2. Penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun; 3. Penundaan kenaikan gaji berkala; 4. Penundaan kenaikan pangkat paling lama 1 (satu) tahun; 5. Mutasi yang bersifat demosi; 6. Pembebasan dari jabatan; dan 7. Penempatan dalam tempat khusus selama 21 (dua puluh satu) hari.
  • 3. 2019-2020 Temuan Kasus Torture (Penyiksaan) Oleh Aparat Kepolisian Temuan Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, salah satu lembaga bantuan hukum advokasi HAM) dari periode juni 2019 hingga mei 2020 terdapat 62 kasus penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi, dari 62 kasus itu tercatat 220 korban dengan rincian 199 ornag luka-luka dan 21 orang tewas. Terjadi pada kasus seperti salah tangkap, pembubaran aksi, penyiksaan anak dan penyiksaan tahanan. Pratik-praktik penyiksaan dan tindakan kejam lainnya sering digunakan sebagi metode penyidikan dan artikulasi relasi kuasa ketika praktik-praktik penyiksaan dan tindakan kejam lainnya dilakukan sebagai jalan pintas untuk mendapat pengakuan dari tersangka dan atau korban juga menjadi ajang bagi polisi untuk menunjukkan relasi kuasanya sehingga timbul tindakan-tindakan arogansi aparat penegak hukum terhadap masyarakat. Akibatnya, korban yang statusnya juga belum menjadi tersangka pun, ketika berada dibawah penguasaan polisi rentan menjadi korban penyiksaan dan tindakan kejam lainnya. Dalam jenis kasus praktik penyiksaan didominasi oleh kasus salah tangkap menemukan praktik penyiksaan kerap kali terjadi pada kasus salah tangkap dan tindakan maladministrasi kepolisian dalam penahanan dan penangkapan yang tidak sesuai dengan PERKAP No 8 Tahun 2009. Dominasi kasus salah tangkap semain menegaskan bahwa praktik penyiksaan berkaitan erat dengan artikulasi relasi kuasa antar penegak hukum denga korban/terduga pelaku yang disangkakan. Yang sebagian besar menyasar pada warga sipil atau yang belum terbukti bersalah. Pemukulan dan penendangan merupakan metode yang paling umum dipakai dalam peristiwa penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi lainnya. Korban biasanya dipukuli dengan tangan kosong maupun dengan benda seperti kayu, rotan, hingga palu besi digunakan untuk memperoleh keterangan maupun sebagai bentuk penegakan hukuman. Dalam beberapa peristiwa, korban yang sudah tak berdaya terus dipukuli oleh pelaku hingga berujung kemajian. Metode ini menyebabkan luka-luka seperti luka lebam, lecet hingga kerusakan pada tulang dan fungsi organ tubuh bagian dalam. Metode penyiksaan seperti ini juga mengakibatkan tekan dalam bentuk psikologis bagi korban yang mengalaminya.
  • 4. Surat KIP (keterbukaan Infomasi Publik) POLRI Agustus 2019-Feburari 2020 Sedangkan dalam surat mendukung validitas data pemantauan media, Kontras mengirimkan surat. Bedasarkan data keterangan jawaban Polri menemukan 38 kasus kekerasan anggota kepolisian yng mereka temui dalam periode Agustus 2019-Feburari 2020. 38 kasus tersebut diproses sebagi pelanggaran disiplin sebanyak 23 kasus dan pelanggaran KEPP sebanyak 15 kasus. Kasus yang telah selesai disidang disiplin 9 kasus dan sidang komisi KEPP 6 kasus. Tidak ada satu kasus pun yang berlanjut ke proses pidana. Dominasi praktik penyiksaan oleh Polri menunjukan hal ini patut menjadi perhatian bagi Koprs Bhayangkara untuk meningkatkan kembali model pengawasan dengan memantau tendensi, potensi serta peluang terjadinya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan praktik penyiksaan. Pemantauan ini mesti dilakukan secara menyeluruh dan terus menerus, terutama dalam proses rekrutmen dan seleksi, mekanisme supervisi serta sejauh mana kontrol formal internal yang sudah dan akan dibangun dapat mencegah penyalahgunaan wewenang secara efektif. Keseluruhan kasus tersebut diselesaikan secara internal dan tidak ada yang dilanjutkna ke ranah pidana. Hal ini menunjukkan mekanisme internal lembaga negara dalam memeriksa dugaan kekerasan yang dilakukan oleh anggotanya justru berpotensi digunakan sebagai tameng untuk melindungi para aparat pelaku kekerasan dari sanksi pidana yang sejatinya merupakan amanat pasal 12 UNCAT (negara wajib memastikan adanya pengadilan secara segera dan imparsil setiap kali ada dugaan kuat perihal terjadinya peristiwa penyiksaan diwilayahnya).
  • 5. Data OMBUSMAN; Kepolisian Menjadi Lembaga Terlapor Terbanyak Mencapai 669 Aduan Data Ombudsman menerima jauh lebih banyak laporan pengaduan terkait tindak kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian. Periode Juni 2020 - Mei 2021 angka ini mencapai 669 aduan yang masuk dengan kasus yang mendominasi adalah dugaan maladministrasi, seperti penundaan berlarut, penyimpangan prosedur, dan tidak memberikan pelayanan. Banyaknya pengaduan maladministrasi, seperti tidak membawa surat perintah penangkapan atau surat terkait upaya paksa kepolisian dan penangkapan korban tanpa pernah dipanggil menjadi saksi terlebih dahulu. Banyaknya aduan yang masuk terkait tindak kekerasan oleh aparat kepolisian menunjukkan mekanisme pengawasan eksternal yang masih lemah dan belum berjalan secara efektif. Padahal, pengawasan yang ketat sangatlah diperlukan karena anggota kepolisian memiliki kewenangan diskresi dan pengabaian terhadapnya dapat menjadi celah bagi tindakan yang sewenang- wenang yang bisa menimbulkan korban jiwa, seperti penggunaan senjata api dan pengeroyokan.
  • 6. Impunitas Polri; Kultur Kekerasan dan Lemahnya Penegakan Hukum Dalam konteks kultur polri masih memiliki masalah yakni impunitas, sebagaimana data tidak ada satupun kasus penyiksaan oleh aparat Polri yang diselesai secara tuntas melalui peradilan pidana, yang mana ini sangat perbanding terbalik dengan kasus-kasus kekerasaan yang dilakukan oleh masyarakat sipil. Padahal, proses hukum aparat POLRI secara pidana melalui peradilan umum merupakan suatu hal yang sangat dimungkinkan dan dipromosikan dalam hukum positif yang saat ini berlaku. Pasal 28 peraturan KAPOLRI Nomor 14/2011 telah menegaskan bahwa penerapan sanksi tuntutan pidana dan atau perdata kepada anggota yang diberi sanksi. Mekanisme pengawasan oleh Propam tidak berjalan secara efektif karena masih banyak kasus yang tidak terungkap atau cenderung ditutup-tutupi (Contoh kasus Alm sahbudin di Bengkulu Utara terjadi stagnansi proses kasus dugaan praktik penyiksaan yang berujung kematian dengan pernyataan pihak kepolisian yang menutupi penyebabnya). Menyoroti kecenderungan Propam yang lebih sering menyelesaikan kasus kekerasan melalui mekanisme internalnya sendiri, seperti sidang dewan etik dan profesi, bukannya langsung memprosesnya melalui peradilan umum seperti yang telah diatur dalam UU Kepolisian (UU No 2 tahun 2002). Banyak dari pelaku kekerasan hanya diberikan sanksi berupa mutasi non-job dan bukan pemecatan atau bahkan dikenakan pidana. Pemberian sanksi yang tidak tegas ini tentu tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku kekerasan dan membuka celah bagi keberulangan kekerasan itu kembali.
  • 7. Selain melalui Propam, pengawasan antar satuan tingkatan POLRI juga perlu diperketat guna mempersempit ruang pelanggaran dan kesewenang-wenangan. Banyak tindak kekerasan yang terjadi akibat longgarnya pengawasan antar satuan tingkatan. Polri seharusnya dapat menanggulangi permasalahan ini dengan memberikan pembinaan terhadap anggotanya secara maksimal, melakukan fungsi kontrol dan evaluasi dengan baik, dan menegakkan hukum dengan pemberian sanksi sesuai dengan tindak kekerasan yang dilakukan agar menimbulkan efek jera bagi pelakunya. Longgarnya pengawasan antar satuan tingkatan ini salah satunya menjadi alasan tingkat kekerasan polisi cenderung tinggi. Ketidak mungkinan secara De Jure atau De Facto untuk membawa pelaku pelanggaran hak asasi manusia guna mempertanggung jawabkan perbuatannya baik dalam proses peradilan kiriminal, sipil, administratif, atau disipliner menyebabkan praktik penyiksaan terus menerus terjadi. Terlebih lagi, model penegakan hukum yang dilakukan kepada aktor-aktor penyiksaan hanya ditindak ditingkat internal yang pengawasannya dilakukan dari mereka yang sesama profesi. Besar dugaan adanya pemakluman kasus dari yang dilakukna para pelaku penyiksaan. Sehingga konsekuensi lanjutannnya ialah mereka tidak dapat dijadikan objek pemeriksaan yang dapat memungkinkan terciptanya penuntutan, penahanan, pengadilan dan apabila dianggap bersalah, penghukuman dengan hukuman yang sesuai, serta melakukan reparasi hak-hak kedapa para korban mereka karena negara memiliki kewajiban untuk memastikan fisik dan mental korban.
  • 8. Pembenahan Penghormatan dan penagakan hak asasi manusia merupakan komitmen negara untuk memberikan perlindungan bagi setiap orang, termasuk salah satunya untuk bebas dari penyikasaan. Perkembangan hukum serta kelembagaan terhadap situasi penyiksaan adalah pekerjaan rumah yang masih dimiliki oleh negara untuk bergerak secara konsisten menuju penghapusan praktik penyiksaan serta tindakan tidak manusiawi lainnya. Secara umum, praktik penyiksaan masih terus berlangsung akibat. A) Sistem hukum dan peraturan perundang-undangan yang tidak memadai yang ditandai dengan lebarnya jarak antara peraturan domestik denfgan standard internasional hak asasi manusia. B) kultur kekerasan dan penyiksaan dimana penyiksaan sangat dekat dengan kultur kekerasaan di lingkungan aparat penegak hukum, alat-alat negara dan di masyarakat yang menjadikan penyiksaan menjadi hal yang lumrah dan ditoleransi dengan pengatas namaan keamanan negara dan ketertiban sosial. C) Politik impunitas dan penegakan hukum yang tumpul. Hal ini ditandai dengan lemahnya dan kegagalan penegakan hulkum dan penghukuman terhadap pelaku-pelaku penyiksaan, tidak terjaminnya hak-hak korban penyiksaan dan rentan terus berulang sedangkan pola penyiksaan masih berkutat pada pemaksaan pemidanaan. Kasus kekerasan yang terjadi antar satuan tingkatan menunjukkan tidak efektifnya mekanisme pengawasan Polri baik itu yang bersifat internal maupun eksternal. Hal ini merupakan suatu kesalahan yang fatal karena pengawasan terhadap kerja- kerja Polri berkaitan erat dengan hak asasi manusia. Lemahnya fungsi ini berperan banyak melanggengkan impunitas di tubuh Polri yang akibatnya adalah pembatasan atau bahkan penghilangan hak-hak dasar warga sipil. Yang menjadi pekerjaan Polri sendiri atau tanggung jawab negara adalah coba untuk merubah kultur kekerasan yang ada didalm tubuh Polri, aparat mengesampingkan hak dari konstitusional dari warganegra dan banyak hal hal lain juga. Disimpulkan bahwa pemerintah belum dapat menciptakan ruang yang aman dan nyaman kepada masyarakatnya.
  • 9. Sebagai bentuk akunstabilitas dan perbaiknya terhadap institusi yang dominan terjadinya praktik-praktik penyiksaan, sudah saatnya membuka diri untuk mengevaluasi secara menyeluruh dengan melibatkan pengawasan eksternal. Memastikan bahwa anggota Polri yang terlibat dalam kasus penyiksaan diproses secara adil dan sesuai dengan hukum yang berlaku, dengan mekanisme hukum yang transparan dan dapat diakses oleh publik. Institusi-institusi negara yang independen yang memiliki mandat untuk melakukan fungsi pengawasan, pemantauan, perlindungan dan pemulihan secara ketat harus menggunakan alat ukur terpercaya untuk mempersempit ruang gerak para pelaku kejahatan penyiksaan. Institusi eksternal tersebut harus dipastikan dapat bersinergi dengan institusi negara lainnya untuk memastikan adanya mekanisme pencegahan, penghukuman atas kejahatan penyiksaan yang masih berjalan, dan memberikan perlindungan kepada saksi serta pemulihan hak-hak korban sesuai dengan standar instrumen hukum HAM internasional. Polisi memiliki banyak alat perlengkapan hukum yang sangat humanis sangat menjunjung HAM, namun pada kenyataannya hukum undang-undang itu tidak semulus pada tulisan-tulisannya. Bagaimana PERKAP HAM yang sudah tumpul kembali diaktifasi dan dioptimalkan sesuai dalam praktik kerjanya, lalu sejauh mana evaluasinya. Bagaimana setiap anggota Polri wajib mengetahui prinsip-prinsip HAM dan konvensi yang telah diratifikasi.
  • 10. ini tidaklah mengejutkan jika masyarakat percaya jargon #percumalaporpolisi mengingat hasil ombusman saja Lembaga yang berwenang tidak ditanggapi apalagi kasus masyarakat yang undue delay peti es, mending ganti satpam BCA aja.