2. Kerawanan Pangan
suatu kondisi ketidakcukupan pangan yang
dialami daerah, masyarakat atau rumah tangga, pada waktu tertentu
untuk
memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan
kesehatan
masyarakat.
Rawan Pangan Kronis
ketidakmampuan rumah tangga untuk
memenuhi standar minimum kebutuhan pangan anggotanya pada
periode
yang lama karena keterbatasan kepemilikan lahan, asset produktif
dan
kekurangan pendapatan.
3. Rawan Pangan Transien
suatu keadaan rawan pangan yang bersifat
mendadak dan sementara, yang disebabkan oleh perbuatan manusia
(penebangan liar yang menyebabkan banjir atau karena konflik sosial),
maupun karena alam berupa berbagai musibah yang tidak dapat diduga
sebelumnya, seperti: bencana alam (gempa bumi, tanah
longsor,gunungmeletus, banjir bandang, tsunami).
a.Transien Berat: apabila dampak
bencana berpengaruh terhadap
kondisi
sosial ekonomi lebih dari 30 persen
penduduk suatu wilayah.
b. Transien Ringan: apabila dampak
bencana berpengaruh terhadap
kondisi
sosial ekonomi kurang dari 10-30 persen
penduduk suatu wilayah.
4. Investigasi
kegiatan peninjauan ke tempat kejadian rawan pangan
untuk melihat langsung dan melakukan cross check terhadap
kejadian rawanpangan dan gizi, sekaligus mengumpulkan data dan
informasi gunamengidentifikasi permasalahan, sasaran penerima
manfaat, serta jenisbantuan yang diperlukan.
Intervensi
tindakan yang dilakukan oleh pemerintah
bersama-sama
masyarakat dalam menanggulangi kejadian
rawan pangan transien maupun
kronis, untuk mengatasi masyarakat yang
mengalami rawan pangan sesuai
dengan kebutuhannya secara tepat dan cepat.
5. • Intervensi Jangka
Pendek/Tanggap Darurat adalah
suatu kegiatanpenanganan
daerah rawan pangan bersifat
segera.
• Intervensi Jangka Menengah
adalah suatu kegiatan
penanganan daerahrawan pangan
yang dilakukan dalam kurun waktu
3 (tiga) hingga 6 (enam)bulan.
• Intervensi Jangka Panjang
adalah suatu kegiatan
penanganan daerahrawan pangan
yang dilakukan dalam kurun waktu
di atas 6 (enam) bulan.
Sasaran penerima
manfaat adalah
masyarakat yang
terindikasi rawan
pangan transien atau
kronis yang ditetapkan
berdasarkan hasil
rekomendasi
dari Tim Investigasi.
6. Monitoring (Pemantauan) adalah kegiatan mengamati perkembangan
pelaksanaan rencana pembangunan, mengidentifikasi serta mengantisipasi
permasalahan yang timbul dan/atau akan timbul untuk dapat diambil tindakan
sedini mungkin atau suatu proses mengukur, mencatat, mengumpulkan,
memproses/mempelajari, mengawasi, dan mengkomunikasikan informasi
untuk membantu pengambilan keputusan, yang dilakukan secara terus
menerus dan berkala di setiap tingkatan agar program/kegiatan dapat berjalan
sesuai dengan rencana atau pengamatan secara kontinyu mengenai
penggunaan input untuk melaksanakan kegiatan, pencapaian hasil, dan
dampak proyek.
Evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan
(input), keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standar
atau proses penilaian secara sistematik, reguler, dan obyektif mengenai
relevansi, kinerja dan keberhasilan program/proyek yang sedang berjalan dan
sudah diselesaikan.
7. Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) adalah suatu
sistempendeteksian dan pengelolaan informasi tentang situasi
pangan dan gizi yangberjalan terus menerus.
Informasi yang dihasilkan menjadi dasarperencanaan, penentuan
kebijakan, koordinasi program, dan kegiatanpenanggulangan rawan pangan dan
gizi.
SKPG (Peraturan Menteri Pertanian/Ketua Harian Dewan
Ketahanan Pangan Nomor 43 Tahun 2010 )adalah serangkaian proses untuk
mengantisipasi kejadian rawan pangan
dan gizi melalui pengumpulan, pemrosesan, penyimpanan, analisis, dan
penyebaran informasi situasi pangan dan gizi. Dalam melaksanakan SKPG,
pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota membentuk
Kelompok Kerja (Pokja) Pangan dan Gizi yang berada di bawah koordinasi
Dewan Ketahanan Pangan.
8. 1. Mengetahui lokasi (kecamatan dan
desa) yang mempunyai risiko rawan
pangan dan gizi
2. Memantau keadaan pangan dan gizi
secara berkesinambungan.
3. Merumuskan usulan tindakan jangka
pendek dan jangka panjang.
9. Bagi Kepala Daerah:
Sebagai dasar menetapkan kebijakan
penanggulangan masalah pangan dan gizi
dalam:
1. Menentukan daerah prioritas.
2. Merumuskan tindakan pencegahan
terhadap ancaman krisis pangan dan gizi.
3. Mengalokasikan sumberdaya secara lebih
efektif dan efisien.
4. Mengkoordinasikan program lintas sektor.
Bagi pengelola program:
1. Penetapan lokasi dan
sasaran.
2. Menyusun kegiatan
terpadu sesuai dengan
tugas pokok dan fungsi
sektor.
3. Proses pemantauan
pelaksanaan.
4. Pelaksanakan kerjasama
lintas sektor.
5. Mengevaluasi
pelaksanaan program.
10. Bagi masyarakat
a. Kemungkinan kejadian krisis
pangan di masyarakat dapat
dicegah.
b. Ketahanan pangan ditingkat rumah
tangga meningkat.
c. Melindungi golongan rawan dari
keadaan yang dapat memperburuk
status gizi.
12. • Analisis bulanan dan tahunan menginformasikan tentang
aspekketersediaan, akses, dan pemanfaatan pangan
yang menjadi dasar untukmenganalisis situasi pangan
dan gizi di suatu daerah
• Data bulanan dan tahunanyang digunakan dalam analisis
SKPG tersebut dikumpulkan dari lembaga
yangberwenang menyediakan data, seperti BPS, Dinas
Kesehatan, Dinas Perdagangan,Dinas Pertanian, atau
Dinas/Kantor/Badan/Unit Kerja lainnya yang terkait
13. Data bulanan dan tahunan tersebut selanjutnya diolah dan dianalisis
untukmengetahui tingkat kerawanan pangan suatu daerah. Hasil analisis
SKPG yangmencerminkan tingkat kerawanan pangan
tersebut, selanjutnya dilihat apakah disuatu daerah terindikasi rawan
(berwarna merah), waspada (berwarna kuning),dan aman pangan
(berwarna hijau).
14.
15. Apa keluaran SKPG ?
Keluaran SKPG disuatu Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut:
1. Tersedianya Peta kecamatan daerah rawan pangan dan gizi.
2. Adanya ramalan produksi dan ketersediaan makanan pokok.
3. Diketahuinya perkembangan pola konsumsi dan status gizi.
4. Adanya rumusan kebijakan bidang pangan dan gizi.
Apa indikator SKPG ?
1.Produksi Pangan.
a.Luas Tanam (LT).
b.Luas Kerusakan (LK).
c.Luas Panen (LP)
2.Non Pangan, dikembangkan
oleh daerah
3.Harga Pangan.
a.Harga Produsen.
b.Harga Konsumen.
4.Indikator Konsumsi Pangan.
Perubahan
jenis, frekuensi, jumlah
makanan pokok.
5.Indikator Status Gizi.
a.Prevalensi Gizi Kurang balita
bPertumbuhan Balita (SKDN).
c.Kasus Gizi Buruk dari pemantauan
KLB gizi oleh TPG.
6.Indikator Keluarga Miskin
-Proporsi keluarga miskin
7. Indikator lokal dikembangkan sesuai
dengan keadaan daerah
16.
17.
18.
19.
20.
21. 1.Mengumpulkan dan menyajikan
data pangan dan gizi dari sektor
terkait.
2.Menyiapkan analisis hasil kajian
data untuk pemetaan, peramalan
dan pemantauan pangan dan gizi.
3.Menyampaikan hasil analisis
(informasi pangan dan gizi) pada
setiap kesempatan pertemuan
koordinasi.
22. Di setiap Kabupaten/Kota perlu dibentuk Kelompok
Kerja (POKJA) Kewaspadaan Pangan dan Gizi
(KPG), melalui Surat Keputusan
Bupati/Walikotamadya, ber-dasarkan Inmendagri
Nomor 23 tahun 1998 tentang pembentukan Tim
Pangan dan Gizi di Daerah Pokja KPG terdiri dari
unsur-unsur
kesehatan, pertanian, Bappeda, BKKBN, Sosial, D
olog, statistik dll yang dianggap perlu
pengorganisasian (struktur organisasi, tugas dan
mekanisme kerja) Pokja KPG disesuaikan dengan
situasi setempat, mengacu pada Petunjuk Teknis
SKPG di Kabupaten/ Kota.
23. Apa kewenangan daerah dalam pelak-sanaan SKPG ?
1. SKPG adalah salah satu system surveilens yang menjadi
kewenangan pemerintah dan daerah dalam bidang kesehatan
dan pertanian (UU No 22 tahun 1999 dan PP No 25 tahun 2000).
2. SKPG merupakan kegiatan yang wajib tetap dilaksanakan oleh
Propinsi dan Kabupaten/Kota sebagai wilayah administrasi
kesehatan (SE Menteri Kesehatan 27 Juli 2000
No.1107/Menkes/E/VII/2000).
3. Daerah berwenang menyesuaikan SKPG sesuai keadaan
setempat.