Manusia memiliki harapan karena merupakan bagian dari sifat manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki kebutuhan hidup. Harapan dipengaruhi oleh faktor lingkungan sosial, ekonomi, dan pendidikan seseorang. Harapan juga tidak dapat dipisahkan dari kepercayaan terhadap diri sendiri dan Tuhan."
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Makalah Ilmu Budaya Dasar - Manusia dan Harapan
1. 1
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Setiap manusia mempunyai harapan. Manusia tanpa harapan,
berarti manusia itu mati dalam hidup. Orang yang akan meninggal
sekalipun mempunyai harapan, biasanya berupa pesan-pesan
kepada ahli warisnya.
Harapan itu biasanya sesuai dengan pengetahuan, pengalaman,
lingkungan hidup dan kemampuan. Misalnya, Budi yang hanya
mampu membeli sepeda, tidak mungkin mempunyai harapan untuk
membeli mobil. Seseorang yang mempunyai harapan yang
berlebihan tentu menjadi buah tertawaan orang banyak, atau orang
itu seperti peribahasa “Si Pungkuk merindukan bulan”.
Harapan harus berdasarkan kepercayaan, baik kepercayaan
pada diri sendiri, maupun kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Agar harapannya terwujud, maka selain berusaha dengan
sungguh-sungguh, manusia tak lepas atau tidak boleh bosan berdoa.
Hal ini disebabkan karena antara harapan dan kepercayaan itu tidak
dapat dipisahkan. Harapan dan kepercayaan itu adalah bagian dari
hidup manusia. Tiap manusia mempunyai harapan dan juga pasti
mempunyai kepercayaan kepada Tuhan YME. Karena itu wajarlah
kalau harapan itu banyak menimbulkan daya kreativitas seniman
untuk mencipta seni. Banyak hasil seni seperti: seni sastra, seni
patung, seni film, seni lukis, seni musik, filsafat yang lahir dari
kandungan harapan dan kepercayaan.
Tuhan adalah tumpuan segala harapan. Kepada-Nya
kepercayaan diutamakan sepenuhnya. Berhasil tidaknya suatu
harapan itu tergantung dari usaha orang yang mempunyai harapan.
Dengan terbahasnya masalah kehidupan manusia ini,
diharapkan kita semua terbuka hati dan pikiran, sehingga
mempunyai persepsi, penalaran, wawasan yang luas dan mendalam
2. 2
tentang kehidupan manusia yang tertuang dalam hasil budaya.
Dengan melalui hasil budaya bangsa diharapkan pula kita akan
dapat memahami dan menghayati tingkah laku, norma-norma sosial
dan nilai-nilai yang terkandung dalam hasil budaya itu, sehingga kita
akan lebih manusiawi sebagai salah satu ciri manusia Indonesia
seutuhnya.
1.2 Masalah
1.2.1 Apa pengertian harapan?
1.2.2 Apa hubungan antara manusia dan harapan?
1.2.3 Apa sebab manusia memiliki harapan?
1.2.4 Apa hubungan antara harapan dan kepercayaan?
1.2.5 Apa perbedaan harapan dan cita-cita?
1.3 Tujuan
1.3.1 Menjelaskan pengertian harapan
1.3.2 Menjelaskan hubungan antara manusia dan harapan
1.3.3 Menjelaskan penyebab manusia memiliki harapan
1.3.4 Menjelaskan hubungan antara harapan dan kepercayaan
1.3.5 Menjelaskan perbedaan harapan dan cita-cita
3. 3
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Pengertian Harapan
Harapan atau asa adalah bentuk dasar dari kepercayaan akan
sesuatu yang diinginkan akan didapatkan atau suatu kejadian akan
bebuah kebaikan di waktu yang akan datang. Pada umumnya
harapan berbentuk abstrak, tidak tampak, namun diyakini bahkan
terkadang, dibatin dan dijadikan sugesti agar terwujud. Namun ada
kalanya harapan tertumpu pada seseorang atau sesuatu. Pada
praktiknya banyak orang mencoba menjadikan harapannya menjadi
nyata dengan cara berdoa atau berusaha.
Harapan berasal dari kata harap, artinya supaya sesuatu terjadi
atau sesuatu terjadi atau suatu yang belum terwujud. Sedangkan
harapan itu sendiri mempunyai makna sesuatu yang terkandung
dalam hati setiap orang yang datangnya merupakan karunia Tuhan,
yang sifatnya terpatri dan sukar dilukiskan. Yang mempunyai
harapan atau keinginan itu hati. Putus harapan berarti putus asa.
Dan agar harapan dapat dicapai, memerlukan kepercayaan kepada
diri sendiri,kepercayaan kepada orang lain dan kepercayaan kepada
Tuhan.
Misalnya, Ani, seorang mahasiswa belajar rajin dengan harapan
di dalam ujian semester memperoleh nilai A. Hal itu dilakukan
dengan keyakinan bahwa akan terwujud apa yang diharapkan. Jadi
untuk mewujudkan harapan itu harus disertai usaha yang sesuai
dengan apa yang diharapkan. Tetapi meskipun sudah berusaha
keras, kadang-kadang harapan itu belum tebtu terwujud.
Selama masih hidup, semua orang selalu ada perasaan
berharap. Kadangkala seseorang yang gagal dalam meraih apa yang
diharapkan akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam hidupnya.
Ketidakseimbangan ini dapat berwujud dalam berbagai bentuk yang
dapat memberikan beban mental pada diri sendiri, misalnya: putus
4. 4
asa, selalu termenung, frustasi dan sebagainya. Sebaiknya
kegagalan yang diperolehnya itu dianggap sebagai pengalaman,
sehingga dirinya sadar untuk berusaha memperbaiki lebih lanjut.
Setiap orang mempunyai berbagai cara untuk memenuhi
keinginannya, baik dengan cara yang dibenarkan maupun dengan
cara yang dilarang oleh norma-norma agama dan hukum. Beberapa
faktor yang dapat menyebabkan seseorang melakukan pelanggaran
dalam usahanya mencapai apa yang jadi harapnnya, misalnya:
faktor lingkungan sosial, ekonomi, pendidikan, tidak adanya
landasan iman yang kuat, kurang rasa percaya diri, dan kurang
pendidikan mental.Semua itu dapat berakibat buruk pada diri
seseorang.
Beberapa pendapat menyatakan bahwa esensi harapan berbeda
dengan "berpikir positif" yang merupakan salah satu cara
terapi/proses sistematis dalam psikologi untuk menangkal "pikiran
negatif" atau "berpikir pesimis".
Kalimat lain "harapan palsu" adalah kondisi dimana harapan
dianggap tidak memiliki dasar kuat atau berdasarkan khayalan serta
kesempatan harapan tersebut menjadi nyata sangatlah kecil.
2.2 Manusia dan Harapan
Harapan dalam kehidupan manusia merupakan cita-cita,
keinginan, penantian, kerinduan supaya sesuatu itu terjadi. Dalam
menantikan adanya sesuatu yang terjadi dan diharapkan, menusia
melibatkan manusia lain atau kekuatan lain di luar dirinya supaya
sesuatu terjadi, selain hasil usahanya yang telah dilakukan atau
ditunggu hasilnya. Jadi, yang diharapkan itu adalah hasil jerih payah
dirinya dan bantuan kekuatan lain. Bahkan harapan itu tidak bersifat
egosentris, berbeda dengan keinginan yang menurut kodratnya
bersifat egosentris, usahanya ialah memiliki (Gabriel Marcel, 1889-
1973). Harapan tertuju kepada “Engkau”, sedangkan keinginan
kepada „Aku”. Harapan ditujukan kepada orang lain atau kepada
5. 5
Tuhan. Keinginan itu untuk kepentingan dirinya, meskipun
pemenuhan keinginan itu melalui pemenuhan keinginan orang lain.
Misalnya melakukan perbuatan sedekah kepada orang lain; orang
lain terpenuhi keinginannya, yaitu kebahagian sewaktu berbuat baik
kepada orang lain.
Menurut macamnya ada harapan yang optimis dan harapan
pesimistis (tipis harapan). Harapan yang optimis artinya sesuatu
yang akan terjadi itu sudah memberikan tanda-tanda yang dapat
dianalisis secara rasional, bahwa sesuatu yang akan terjadi bakal
muncul. Dan harapan yang pesimistis ada tanda-tanda rasional tidak
bakal terjadi.
Harapan itu ada karena manusia hidup. Manusia hidup penuh
dengan dinamikanya, penuh dengan keinginannya atau
kemauannya. Harapan untuk setiap orang berbeda-beda kadarnya.
Orang yang wawasan pikirannya luas, harapannya pun akan luas.
Demikian pula orang yang wawasan pikirannya sempit, maka akan
sempit pula harapannya.
Besar-kecilnya harapan sebenarnya tidak ditentukan oleh luas
atau tidaknya wawasan berpikir seseorang, tetapi kepribadian
seseorang dapat menentukan dan mengontrol jenis, macam, dan
besar-kecilnya harapan tersebut. Bila kepribadian seseorang kuat,
jenis dan besarnya harapan akan berbeda dengan orang yang
kepribadiannya lemah. Kepribadian yang kuat akan mengontrol
harapan seefektif dan seefisien mungkin sehingga tidak merugikan
bagi dirinya tau bagi orang lain, untuk masa kini atau untuk masa
depan, bagi masa di dunia atau masa di akherat kelak.
Harapan seseorang juga ditentukan oleh kiprah usaha atau
bekerja kerasnya seseorang. Orang yang bekerja keras akan
mempunyai harapan yang besar. Untuk memperoleh harapan yang
besar, tetapi kemampuannya kurang, biasanya disertai dengan unsur
dalam, yaitu berdoa.
6. 6
Harapan itu bersifat manusiawi dan dimiliki semua orang. Dalam
hubungannya dengan pendidikan moral, untuk mewujudkan harapan
perlu di wujudkan hal – hal sebagai berikut:
a. Harapan apa yang baik
b. Bagaimana mencapai harapan itu
c. Bagaimana bila harapan itu tidak tercapai.
Jika manusia mengingat bahwa kehidupan tidak hanya di dunia
saja namun di akhirat juga, maka sudah selayaknya “harapan”
manusia untuk hidup di kedua tempat tersebut bahagia. Dengan
begitu manusia dapat menyelaraskan kehidupan antara dunia dan
akhirat dan selalu berharap bahwa hari esok lebih baik dari pada hari
ini, namun kita harus sadar bahwa harapan tidak selamanya menjadi
kenyataan.
2.3 Sebab Manusia Memiliki Harapan
Menurut kodratnya manusia itu adalah makhluk sosial. Setiap
lahir ke dunia ini langsung disambut dalam suatu pergaulan hidup,
yakni di tengah suatu keluarga atau anggota masyarakat lainnya.
Tak ada satu manusia pun yang luput dari pergaulan hidup. Di
tengah manusia lain itulah seseorang dapat hidup dan berkembang
fisik dan jasmani, serta mental dan spiritualnya.
Ada dua hal yang mendorong manusia hidup bergaul dengan
manusia lain, yaitu: dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup.
2.3.1 Dorongon Kodrat
Kodrat ialah sifat, keadaan, atau pembawaan alamiah
yang sudah terjelma dalam diri manusia sejak manusia itu
diciptakan oleh Tuhan. Misalnya: menangis, bergembira,
berpikir, bercinta, berjalan, berkata, mempunyai keturunan
dan sebagainya. Setiap manusia mempunyai kemampuan
untuk itu semua.
Dorongan kodrat menyebabkan manusia mempunyai
keinginan atau harapan. Seperti halnya orang yang menonton
7. 7
pertunjukan lawak dengan harapan agar terhibur. Sang
pelawak juga mengharapkan agar penonton tertawa terbahak-
bahak. Jika penonton tidak tertawa, berarti harapannya gagal
dalam menghibur penonton.
Kodrat juga terdapat pada binatang dan tumbuh-
tumbuhan, karena binatang dan tumbuhan perlu makan,
berkembang biak dan mati. Kodrat manusia mirip dengan
kodrat binatang, tetapi biar bagaimanapun juga besar sekali
perbedaannya. Perbedaan antara kedua mahluk itu, ialah
bahwa manusia memiliki budi dan kehendak. Budi ialah akal,
kemampuan untuk memilih. Kedua hal tersebut tidak dapat
dipisahkan, sebab bila orang akan memilih, ia harus
mengetahui lebih dahulu barang yang dipilihnya. Dengan
budinya manusia dapat mengetahui mana yang baik dan
mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang
salah, dan dengan kehendaknya manusia dapat memilih.
Dalam diri manusia masing-masing sudah terjelma sifat,
kodrat pembawaan dan kemampuan untuk hidup bergaul,
hidup bermasyarakat atau hidup bersama dengan manusia
lain. Dengan kodrat ini, maka manusia mempunyai harapan.
2.3.2 Dorongan Kebutuhan Hidup
Sudah menjadi kodrat bahwa manusia mempunyai
bermacam-macam kebutuhan hidup. Kebutuhan hidup itu
pada garis besamya dapat dibedakan atas : kebutuhan
jasmani dan kebutuhan rohani.
Kebutuhan jasmaniah, misalnya; makan, minum, pakaian,
rumah. (sandang, pangan dan papan). Sedangkan kebutuhan
rohaniah, misalnya: kebahagiaan, kepuasan, keberhasilan,
hiburan dan ketenangan.
8. 8
Untuk memenuhi semua kebutuhan itu manusia harus bekerja
sama dengan manusia lain. Hal ini disebabkan karena kemampuan
manusia sangat terbatas, baik kemampuan fisik (jasmaniah) maupun
kemampuan berpikimya. Kalaupun ada orang yang mempunyai
kelebihan kemampuan, maka hal tersebut hanya berlaku dalam satu
dua bidang tertentu. Tak seorang pun mampu dalam segala hal,
trampil dalam segala hal, atau berbakat dalam segala hal.
Dengan adanya dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup
itu maka manusia mempunyai harapan, karena pada hakekatnya
harapan itu adalah keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sehubungan dengan kebutuhan-kebutuhan manusia itu,
Abraham Maslow mengkategorikan kebutuhan manusia menjadi lima
macam. Lima macam kebutuhan itu merupakan lima harapan
manusia, yaitu:
a. Harapan untuk memperoleh kelangsungan hidup (survival)
b. Harapan untuk memperoleh keamanan (safety)
c. Harapan untuk memiliki hak dan kewajiban untuk mencintai dan
dicintai (being loving and love)
d. Harapan memperoleh status atau diterima atau diakui lingkungan
(status)
e. Harapan untuk memperoleh perwujudan dan cita-cita (self-
actualization)
2.4 Kepercayaan
Kepercayaan berasal dari kata percaya, artinya mengakui atau
meyakini akan kebenaran. Kepercayaan adalah hal-hal yang
berhubungan dengan pengakuan atau keyakinan akan kebenaran.
maka jelaslah kepada kita, bahwa dasar kepercayaan itu adalah
kebenaran. Ada jenis pengetahuan yang dimiliki seseorang, bukan
karena merupakan hasil penyelidikan sendiri, melainkan diterima dari
orang lain. Kebenaran pengetahuan yang didasarkan atas orang lain
itu disebabkan karenaa orang lain itu dapat dipercaya. Yang diselidiki
9. 9
bukan lagi masalahnya, melainkan orang yang memberitahukan itu
dapat dipercaya atau tidak. Pengetahuan yang diterima dari orang
lain atas kewibawaannya itu disebut kepercayaan. Makin besar
kewibawaan yang memberitahu mengenai pengetahuan itu makin
besar kepercayaan.
Dalam agama terdapat kebenaran-kebenaran yang dianggap
diwahyukan artinya diberitahukan oleh Tuhan - langsung atau tidak
langsung kepada manusia. Kewibawaan pemberi kebenaran itu ada
yang melebihi besarnya . Kepercayaan dalam agama merupakan
keyakinan yang paling besar. Hak berpikir bebas, hak atas keyakinan
sendiri menimbulkan juga hak ber agama menurut keyakinan. Dalam
hal beragama tiap-tiap orang wajib menerima dan menghormati
kepercayaan orang yang beragama itu. Dasarnya ialah keyakinan
masing-masing.
2.5 Kepercayaan dan Usaha Meningkatkannya
Dasar kepercayaan adalah kebenaran. Sumber kebenaran
adalah manusia. Kepercayaan itu dapat dibedakan atas :
2.5.1 Kepercayaan Pada Diri Sendiri
Kepercayaan pada diri sendiri itu ditanamkan setiap
pribadi manusia. Percaya pada diri sendiri pada hakekatnya
percaya pada Tuhan Yang Maha Esa Percaya pada diri
sendiri, menganggap dirinya tidak salah, dirinya menang,
dirinya mampu mengerjakan yang diserahkan atau
dipercayakan kepadanya.
2.5.2 Kepercayaan Kepada Orang Lain
Percaya kepada orang lain itu dapat berupa percaya
kepada saudara, orang tua, guru, atau siapa saja.
Kepercayaan kepada orang lain itu sudah tentu percaya
ternadap kata hatinya, perbuatan yang sesuai dengan kata
hati, atau terhadap kebenarannya. Ada ucapan yang berbunyi,
orang itu dipercaya karena ucapannya. Misalnya, orang yang
10. 10
berjanji sesuatu harus dipenuhi, meskipun janji itu tidak
terdengar orang lain, apalagi membuat janji kepada orang lain.
2.5.3 Kepercayaan Kepada Pemerintah
Berdasarkan pandangan teokratis menurut etika, filsafat
tingkah laku karya Prof.Ir, Poedjawiyatna, negara itu berasal
dari Tuhan. Tuhan langsung memerintah dan memimpin
bangsa manusia, atau setidak-tidaknya Tuhanlah pemilik
kedaulatan sejati, Karena semua adalah ciptaan Tuhan.
Semua mengemban kewibawaan, terutama pengemban
tertinggi, yaitu raja, langsung dikaruniai kewibawaan oleh
Tuhan, sebab langsung dipilih oleh Tuhan pula (kerajaan).
Pandangan demokratis mengatakan bahwa kedaulatan adalah
dari rakyat, (kewibawaan pun milik rakyat. Rakyat adalah
negara, rakyat itu menjelma pada negara. Satu-satunya
realitas adalah negara). Manusia sebagai seorang (individu)
tak berarti. Orang. mempunyai arti hanya dalam masyarakat,
negara. Hanya negara sebagai keutuhan (totalitas) yang ada,
kedaulatan mutlak pada negara, negara demikian itu disebut
negara totaliter. satu-satunya yang mempunyai hak ialah
negara; manusia perorangan tidak mempunyai hak, ia hanya
mempunyai kewajiban (negara diktator).
Jelaslah bagi kita, baik teori atau pandangan teokratis
ataupun demokratis negara atau pemerintah itu benar, karena
Tuhan adalah sumber kebenaran. Karena itu wajarlah kalau
manusia sebagai warga negara percaya kepada
negara/pemerintah.
2.5.4 Kepercayaan Kepada Tuhan
Kepercayaan kepada Tuhan yang maha kuasa itu amat
penting, karena keberadaan manusia itu bukan dengan
sendirinya, tetapi diciptakan oleh Tuhan. Kepercayaan berarti
keyakinan dan pengakuan akan kebenaran. Kepercayaan itu
amat penting, karena merupakan tali kuat yang dapat
11. 11
menghubungkan rasa manusia dengan Tuhannya. Bagaimana
Tuhan dapat menolong umatnya, apabila umat itu tidak
mempunyai kepercayaan kepada Tuhannya, sebab tidak ada
tali penghubung yang mengalirkan daya kekuatannya. Oleh
karena itu jika manusia berusaha agar mendapat pertolongan
dari padanya, manusia harus percaya kepada Tuhan, sebab
Tuhanlah yang selalu menyertai manusia. Kepercayaan atau
pengakuan akan adanya zat yang maha tinggi yang
menciptakan alam semesta seisinya merupakan
konsekuensinya tiap-tiap umat beragama dalam melakukan
pemujaan kepada zat tersebut.
12. 12
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Harapan dan Cita-Cita
Cita-cita merupakan Impian yang disertai dengan tindakan dan
juga di berikan batas waktu. Jadi jika kita bermimpi untuk menjadi
seorang yang sukses, dokter, insinyur, arsitek, manager suatu
perusahaan, atau mungkin presiden, kita harus berusaha dengan
sungguh-sungguh. Semua itu harus di sertai dengan tindakan, bukan
hanya berandai-andai saja. Serta jangan lupa di berikan target waktu
sehingga kita punya timeline kapan hal tersebut bisa diwujudkan.
Dari kecil kita pasti dinasehati oleh orangtua, guru ataupun buku
untuk menggantungkan cita-cita setinggi langit. Semua itu memang
benar karena dengan adanya cita-cita atau impian dalam hidup akan
membuat kita semangat dan bekerja keras untuk menggapai
kehidupan yang lebih baik di dunia.
Cita-cita yang baik adalah cita-cita yang dapat dicapai melalui
kerja keras, kreativitas, inovasi, dukungan orang lain dan
sebagainya. Khayalan hasil melamun cenderung tidak logis dan
bersifat mubazir karena banyak waktu yang terbuang untuk
menghayal yang tidak-tidak.
Dalam bercita-cita pun sebaiknya jangan terlalu mendetail dan
fanatik karena kita bisa dibuat stres dan depresi jika tidak tercapai.
Contoh adalah seseorang yang punya cita-cita jadi dokter. Ketika dia
tidak masuk jurusan IPA dia stress, lalu gagal tes masuk jurusan
kedokteran dia stress, dan seterusnya.
Tidak semua orang bisa menentukan cita-cita. Jika tidak bisa
menentukan cita-cita, maka bercita-citalah untuk menjadi orang yang
berguna dan dicintai orang banyak dengan hidup yang
berkecukupan. Untuk mendapatkan motivasi dalam mengejar cita-
cita kita bisa mempelajari kisah sukses orang lain atau membaca
atau melihat film motivasi hidup.
13. 13
Bila dibandingkan dengan cita-cita, maka harapan mengandung
pengertian tidak terlalu muluk, sedangkan cita-cita pada umumnya
perlu setinggi bintang. Antara harapan dan cita-cita terdapat
persamaan, yaitu: keduanya menyangkut masa depan karena belum
terwujud, pada umumnya dengan cita-cita maupun harapan orang
menginginkan hal yang lebih baik atau meningkat.
3.2 Harapan dan Doa
Orang yang berdoa bukan hanya sekadar sadar bahwa
kekuatannya lemah, tetapi ada unsure keyakinan bahwa berdoa itu
merupakan kewajiban. “Dan berfirman Tuhan kamu: Berdoalah kamu
kepada-Ku. Juga Aku akan mengabulkan doamu” (QS. Gafir: 60).
“Maka wajib atas kamu berdoa” (H.R. Turmidzi).
Hal lain yang menyebabkan harapan disertai doa ialah karena
kesadaran bahwa manusia itu lemah (QS. An-Nisa: 28). Kelemahan
manusia itu, dilukiskan sebagai berikut.
a. Manusia hidup dalam kondisi ketidakpastian; hal yang penting
bagi keamanan dan kesejahteraan manusia berada di luar
jangkauannya. Dengan kata lain, manusia ditandai oleh
ketidakpastian.
b. Terbatasnya kesanggupan manusia untuk mengendalikan dan
untuk mempengaruhi kondisi hidupnya. Pada titik tertentu,
kondisi manusia ada dalam kaitan konflik antara keinginan dan
cita-cita dengan lingkungannya, yang ditandai oleh
ketidakberdayaan.
c. Manusia hidup bermasyarakat, yang ditandai dengan adanya
alokasi teratur dari berbagai fungsi, fasilitas, pembagian kerja,
produksi, dan ganjaran. Manusia membutuhkan kondisi
imperative (keterpaksaan), yaitu adanya suatu tingkat
superordinasi atau subordinasi atau berbagai aturan dalam
hubungan manusia.
14. 14
Kemudian masyarakat berada di tengah-tengah kondisi
kelangkaan, yang menyebabkan adanya perbedaan distribusi barang
dan nilai. Dengan demikian timbullah deprivasi (perampasan) yang
sifatnya relative.
Dalam konteks “ketidakpastian” manusia ditunjukkan kenyataan
semua usaha manusia bahwa, betapa pun ia merencanakan dengan
baik dan melaksanakannya dengan seksama, ia tetap tidak terlepas
dari kekecewaan. Dalam usahanya, manusia melibatkan emosi yang
tinggi sehinggi kekecewaan ini akan membawa luka yang dalam.
Dalam dunia teknologi modern pun, yang penuh dengan
perhitungan, keberuntungan tetap merupakan suatu berkat dari
ketidakpastian.
Dalam konteks “ketidakmungkinan” ditunjukkan bahwa semua
keinginan tidak dapat terkabul. Kematian, penderitaan, kecelakaan,
dan seterusnya, itu semua menandai eksistensi manusia.
Pengalaman manusia dalam konteks “ketidakmungkinan”
membawanya ke luar dari situasi perilaku sosial dan batasan cultural
dari tujuan dan norma sehari-hari. Resep-resep sosial dan kultural
tidak memiliki kelengkapan total sebagai penyediaan “mekanisme”
penyesuaian. Kedua hal ini menghadapkan manusia pada kondisi
“titik kritis” dengan lingkungan perilaku sehari-hari yang berstruktur.
Maka dari semua peristiwa ini, yang ada hanya “doa dan harapan”.
Doa dan harapan pada hakikatnya merupakan proses hubungan
antara manusia dengan Tuhannya dan antara manusia dengan
manusia. Proses hubungan ini lebih lanjut dapat diartikan memohon
pertolongan, mengingat, meminta perlindungan, mendekatkan diri
(silahturami dengan manusia, taqarrub dengan Tuhan).
3.3 Harapan Terakhir
Dalam hidup di dunia, manusia dihadapkan pada persoalan yang
beragam baik itu masalah positif maupun negative. Untuk
menghadapi persoalan hidup tersebut manusia perlu belajar dari
15. 15
manusia lainnya baik formal maupun informal agar memiliki
kehidupan yang sejahtera menurut Aristoteles, hidup dan kehidupan
itu berasal dari generation spontanea, yang berarti kehidupan itu
terjadi dengan sendirinya. Kebutuhan manusia terbagi atas
kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. Ada yang dalam
pandangan hidupnya hanya ingin memuaskan kehidupan duniawi
namun juga ada yang sebaliknya. Terkait dengan tingkat kesadaran
kehidupan beragama, manusia akan semakin yakin bahwa mereka
akan mati. Dunia serba gemerlap hanya akan ditinggalkan dan akan
hidup abadi di alam akhirat.
Dengan pengetahuan serta pengertian agama tentang adanya
kehidupan abadi di akhirat, manusia menjalankan ibadahnya. Ia akan
menjalankan perintah Tuhan melalui agama, serta menjauhkan diri
dari larangan yang diberikan-Nya. Manusia menjalankan hal itu
karena sadar sebagai makhluk yang tidak berdaya di hadapan
Tuhan. Kehidupan dunia yang sifatnya sementara dikalahkannya
demi kehidupan yang abadi di akherat karena tahu bagaimana
beratnya siksaan di neraka dan bagaimana bahagianya di surga.
Kebaikan di surga yang abadi inilah yang merupakan harapan
terakhir manusia.
16. 16
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Harapan berasal dari kata harap yaitu keinginan supaya
sesuatu terjadi atau sesuatu terjadi atau suatu yang belum terwujud.
Kata orang manusia tanpa harapan adalah manusia yang mati
sebelum waktunya. Bisa jadi, karena harapan adalah sesuatu yang
hendak kita raih dan terpampang di muka. Hampir sama dengan
visi walau dalam spektrum sederhana, harapan merupakan ciptaan
yang kita buat sebagai sesuatu yang hendak kita raih. Jadi hidup
tanpa harapan adalah hidup tanpa visi dan tujuan.
Maka bila manusia yang hidup tanpa harapan pada hakekatnya
dia sudah mati. Harapan bukanlah sesuatu yang terucap di mulut saja
tetapi juga berangkat dari usaha. Dia adalah kecenderungan batin
untuk membuat sebuah rencana aksi, peristiwa, atau sesuatu
menjadi lebih bagus. Sederhananya, harapan membuat kita
berpikir untuk melakukan sesuatu yang lebih baik untuk meraih
sesuatu yang lebih baik.
Harapan dan rasa optimis juga memberikan kita kekuatan
untuk melawan setiap hambatan. Seolah kita selalu mendapatkan
jalan keluar untuk setiap masalah. Seolah kita punya kekuatan yang
lebih untuk siap menghadapi resiko. Ini kita sebut sebagai
perlawanan. Orang yang hidup tanpa optimisme dan cenderung
pasrah pada realita maka dia cenderung untuk bersikap pasif.
Ada dua hal yang mendorong manusia hidup bergaul dengan
manusia lain, yaitu: dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup.
Dalam setiap harapan juga terdapat yang namanya
kepercayaan, baik itu percaya terhadap diri sendiri, orang lain,
pemerintah, atau Tuhan, karena kepercayaan dapat membantu kita
untuk mewujudkan apa yang kita inginkan.
17. 17
Harapan seseorang juga ditentukan oleh kiprah usaha atau
bekerja kerasnya seseorang. Orang yang bekerja keras akan
mempunyai harapan yang besar. Untuk memperoleh harapan yang
besar, tetapi kemampuannya kurang, biasanya disertai dengan unsur
dalam, yaitu berdoa.
4.2 Saran
Dalam setiap kehidupan manusia yang pastinya mempunyai
harapan, kita tidak boleh menyerah untuk mewujudkan harapan
tersebut. Karena harapan dan keinginan itu lah yang membuat hidup
kita menjadi lebih berarti di dunia ini, yang terus memberikan
dorongan agar kita tetap melakukan dan memberikan yang terbaik
dalam setiap pekerjaan.
Selain itu kita juga harus berpedoman terhadap kepercayaan
kepada Tuhan YME. Dengan usaha dan doa yang seimbang,
diharapkan kita dapat mewujudkan apa yang kita inginkan dengan
tetap berada dalam norma-norma masyarakat yang berlaku dan tidak
merugikan orang lain. Selain itu juga untuk mempersiapkan mental
kita jika harapan yang diinginkan tidak tercapai, sehingga tidak
membuat kita putus asa untuk terus mencoba.
18. 18
DAFTAR PUSTAKA
Mustopo, M. Habib. Ilmu Budaya Dasar. Surabaya: Usaha Nasional. 1989.
Sulaeman, M. Munandar. Ilmu Budaya Dasar. Bandung: Refika Offset.
1988.
http://gegehare.blogspot.com/2011/04/ilmu-budaya-dasar-bab-9-manusia-
dan.html
http://ibdjk.blogspot.com/2013/01/makna-harapan.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Harapan
http://mahisaajy.blogspot.com/2011/05/persamaan-harapan-dan-cita-
cita.html
http://skyrider27.blogspot.com/2010/06/manusia-dan-harapan.html