Instrumen pengendalian pemanfaattan ruang di Indonesia.
Sebuah rekomendasi untuk memasukkan aspek-aspek science dan lingkungan hidup dalam proses tata ruang di Indonesia
Oleh: Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA
STUDI PERBANDINGAN TERHADAP
UU NO. 22 TAHUN 1948, UU NO. 1 TAHUN 1957,
UU NO. 18 TAHUN 1965, UU NO. 5 TAHUN 1974, UU NO. 22 TAHUN 1999, SERTA UU NO. 32 TAHUN 2004
Instrumen pengendalian pemanfaattan ruang di Indonesia.
Sebuah rekomendasi untuk memasukkan aspek-aspek science dan lingkungan hidup dalam proses tata ruang di Indonesia
Oleh: Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA
STUDI PERBANDINGAN TERHADAP
UU NO. 22 TAHUN 1948, UU NO. 1 TAHUN 1957,
UU NO. 18 TAHUN 1965, UU NO. 5 TAHUN 1974, UU NO. 22 TAHUN 1999, SERTA UU NO. 32 TAHUN 2004
Materi Produk Hukum Daerah ini merupakan bahan perkenalan untuk selayang pandang mengenai jenis dan prosedur pembentukan Produk Hukum Daerah sebagaimana telah dipresentasikan dihadapan Mahasiswa STIA Al Gazali Barru pada Latihan Kepemimpinan Dasar 14 Agustus 2019
Isu isu strategis dan agenda pembangunan rt rpjmn 2020-2024Dr. Zar Rdj
ARAHAN PRESIDEN TERPILIH
1. PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR, Menyambungkan infrastruktur besar dengan kawasan-kawasan produksi rakyat: kawasan industri kecil, Kawasan Ekonomi Khusus, kawasan pariwisata, kawasan persawahan, kawasan perkebunan, dan tambak-tambak perikanan;
2. PEMBANGUNAN SDM, Pembangunan SDM dengan menjamin kesehatan ibu hamil, kesehatan bayi, kesehatan balita, kesehatan anak usia sekolah, penurunan stunting-kematian ibu-kematian bayi, peningkatan kualitas pendidikan, vokasi, membangun lembaga manajemen talenta Indonesia, dan dukungan bagi diaspora bertalenta tinggi;
3. MENDORONG INVESTASI, Mengundang investasi seluas-luasnya untuk membuka lapangan pekerjaan, memangkas perizinan, pungli dan hambatan investasi lainnya;
4. REFORMASI BIROKRASI, Reformasi struktural agar lembaga semakin sederhana, semakin simple, semakin lincah, mindset berubah, kecepatan melayani, kecepatan memberikan izin, efisiensi Lembaga;
5. PENGGUNAAN APBN, Menjamin penggunaan APBN yang fokus dan tepat sasaran, memastikan setiap rupiah dari APBN memiliki manfaat ekonomi, memberikan manfaat untuk rakyat, meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dalam rangka Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga
Disampaikan oleh Bapak Hendaryanto, Kasubdit Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah, Kementerian Dalam Negeri.
IMPLIKASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERH...01112015
IMPLIKASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014
TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEHUTANAN
Oleh:
DR. SUHAJAR DIANTORO M.SI
STAF AHLI MENTERI DALAM NEGERI BIDANG PEMERINTAHAN
Jakarta, Kamis 25 Februari 2016
Materi Produk Hukum Daerah ini merupakan bahan perkenalan untuk selayang pandang mengenai jenis dan prosedur pembentukan Produk Hukum Daerah sebagaimana telah dipresentasikan dihadapan Mahasiswa STIA Al Gazali Barru pada Latihan Kepemimpinan Dasar 14 Agustus 2019
Isu isu strategis dan agenda pembangunan rt rpjmn 2020-2024Dr. Zar Rdj
ARAHAN PRESIDEN TERPILIH
1. PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR, Menyambungkan infrastruktur besar dengan kawasan-kawasan produksi rakyat: kawasan industri kecil, Kawasan Ekonomi Khusus, kawasan pariwisata, kawasan persawahan, kawasan perkebunan, dan tambak-tambak perikanan;
2. PEMBANGUNAN SDM, Pembangunan SDM dengan menjamin kesehatan ibu hamil, kesehatan bayi, kesehatan balita, kesehatan anak usia sekolah, penurunan stunting-kematian ibu-kematian bayi, peningkatan kualitas pendidikan, vokasi, membangun lembaga manajemen talenta Indonesia, dan dukungan bagi diaspora bertalenta tinggi;
3. MENDORONG INVESTASI, Mengundang investasi seluas-luasnya untuk membuka lapangan pekerjaan, memangkas perizinan, pungli dan hambatan investasi lainnya;
4. REFORMASI BIROKRASI, Reformasi struktural agar lembaga semakin sederhana, semakin simple, semakin lincah, mindset berubah, kecepatan melayani, kecepatan memberikan izin, efisiensi Lembaga;
5. PENGGUNAAN APBN, Menjamin penggunaan APBN yang fokus dan tepat sasaran, memastikan setiap rupiah dari APBN memiliki manfaat ekonomi, memberikan manfaat untuk rakyat, meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dalam rangka Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga
Disampaikan oleh Bapak Hendaryanto, Kasubdit Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah, Kementerian Dalam Negeri.
IMPLIKASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERH...01112015
IMPLIKASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014
TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEHUTANAN
Oleh:
DR. SUHAJAR DIANTORO M.SI
STAF AHLI MENTERI DALAM NEGERI BIDANG PEMERINTAHAN
Jakarta, Kamis 25 Februari 2016
Disampaikan oleh Sony Heru Prasetyo, Kasubag Penyusunan Peraturan Perundang-undangan Ditjen Minerba, pada penajaman desain program Selamatkan Hutan dan Lahan Melalui Tata Kelola Hutan dan Lahan yang Baik (SETAPAK), 3 Februari 2016.
Otonomi Daerah dalam Perspektif Teori, Kebijakan, dan PraktekDadang Solihin
Kekuasaan negara dipisahkan secara horizontal melalui fungsi legislatif, eksekutif, dan judikatif dan dibagikan secara vertikal dalam hubungan ‘atas-bawah’.
mata kuliah ini secara umum membahas sistem administrasi negara, khususnya di indonesia, pendekatan sistemik, konstruksi nilai, landasan sistem penyelenggaraan negara, serta mapu memahami konsep organisasi negara, kebijakan public, public budgeting, public personel administration, good governance, public enterprise dan public service
Daerah Khusus, Daerah Istimewa, dan Otonomi Khususafifahdhaniyah
Daerah Khusus, Daerah Istimewa, dan Otonomi Khusus
Merupakan bagian dari bentuk otonomi daerah yang diterapkan di negara Indonesia berasaskan desentralisasi. Beberapa daerah yang memiliki kekhususan dan keistimewaan antara lain: DKI Jakarta, Papua, DI Aceh, dan DI Yogyakarta
1. Nyawiji Nandur Kanggo Lestarine Kendeng
2. Sedulur Kendeng Social Audit Training: Increasing Community Participation in Development Oversight
3. Sedulur Kendeng Social Audit Training: Increasing Community Participation in Development Oversight
4. Self-led influencing: Shifting the Empowerment Narrative
5. Moeldoko and JMPPK Discuss Kendeng Mountain Study
1. Aliansi Masyarakat Sipil: “RPJMD Harus Inklusif, Adil dan Berkelanjutan”
2. Lingkar Belajar Advokasi Kebijakan dan Temu Kartini Kendeng
3. Kendeng Tadarus Kanggo Ibu Bumi
4. “Surat Super Soko Semar (SUPERSEMAR)“ KLHS Perintah Presiden, Harus Dijalankan !!!
5. Para Kartini dari Jawa Tengah Ini akan Terus Suarakan Kelestarian Bumi
6. JMPPK Bangun Posko Pantau Pelanggaran Tambang Pegunungan Kendeng
1. The Civil Society Alliance: "The RPJMD of Central Java Province Must Be Inclusive, Fair and Sustainable"
2. Community Training on Policy Advocacy and Kendeng Women Gathering
3. Kendeng Community Recites Al-Quran for the Mother Nature
4. “Letter of Super Soko Semar (SUPERSEMAR)” KLHS Orders President, Must Be Done !!!
5. These Kartini from Central Java Will Continue to Speak Out for the Sustainability of the Earth
6. JMPPK Builds Command Post to Monitor Kendeng Mountain Mining Violations
1. Nyawiji Nandur Kanggo Lestarine Kendeng
2. mplikasi Omnibus Law terhadap Upaya Penataan Ruang dan Pencegahan Korupsi Sektor Sumber Daya Alam
3. Prinsip Berdikari: Menggeser Narasi Pemberdayaan
4. Pelatihan Audit Sosial: Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan Pembangunan
5. Moeldoko dan JMPPK Bahas Kajian Pegunungan Kendeng
Compared with other sources of energy, oil and gas continue to become primary sources of energy in Indonesia with the highest level of consumption. Apart from propping up almost one third of national revenue, oil and gas also significantly contribute to create job opportunities, supply the need of fuel, petrochemical industry which in turn effectively enhances investment and economy.
As a natural resource contained within the bowel of the earth, the constitution of the Republic of Indonesia asserts that the ownership and enterpreneurship of national oil and gas industry is controlled by the state and immensely benefitted to the welfare of people accordingly (constitution 1945, article 33). Furthermore, it is asserted through the law 22/2001 on oil and gas that the control by the state is administered by the government as the holder of mining right. It means, the government is entitled with authority to administer the exploration and exploitation of oil and gas throughout Indonesian territory.
Saat ini EITI sedang menyusun sebuah tinjauan strategis untuk memperbaiki standar EITI di masa depan. Salah satu proposal yang diangkat adalah mengenai dorongan atau permintaan membuka kontrak antara pemerintah dan perusahaan ekstraktif. Dewan EITI saat ini sedang mengumpulkan pandangan dari Negara pelaksana EITI perihal hal ini. Jika disetujui, maka keputusan terhadap topik ini akan dimasukkan sebagai bagian dari keputusan Dewan dalam Konferensi Global EITI ke-6 yang akan diselenggarakan di Sydney bulan Mei 2013.
Keterbukaan informasi publik merupakan hak asasi setiap warga negara yang mendukung pengembangan diri dan kehidupan seseorang, baik secara pribadi/individu maupun dalam hubungan sosialnya, serta dalam menjalankan peran kehidupan berbangsa dan bernegara secara baik dan bertanggung jawab. Keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri dari negara demokratis, dan menjadiprasyarat dalam partisipasi, transparansi, dan akuntablitas dalam tata kelola pemerintahan yang baik. Keterbukaan informasi publik dapat mendorong kemajuan sebuah bangsa, karena memungkinkan adanya kontrol publik serta mendorong terciptanya check and balances.
In Indonesia, natural resources including oil and gas, mineral and coal mining are controlled by the state and managed for the greatest prosperity of the people1. This means that the country and its citizens are the true owners of the natural resource wealth. While, the utilization is represented by the government so that it is managed as well as possible for the purpose of people’s welfare in accordance with the stipulated provisions. In realizing the benefits of welfare, transparency and accountability in the management of natural resources are absolutely essential.
Openness of public information is a human right of every citizen who supports self- development and the life of a person, both personally / individually and in social relations, and in carrying out the role of national and state life in a good and responsible manner. Openness of public information is one of the characteristics of a democratic country, and is a prerequisite for participation, transparency and accountability in good governance. Openness of public information can encourage the progress of a nation, because it allows for public control and encourages the creation of checks and balances
Keterbukaan dalam menjalankan pemerintahan dibutuhkan untuk mewujudkan pemerintahan yang partisipatif, dimana masyarakat dapat aktif berpartisipasi mengawal dan mengawasi jalannya pemerintahan. Untuk mendukung hal tersebut, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk menggunakan prinsip keterbukaan informasi kepada publik di antaranya melalui Undang-Undang No.14 Tahun 2008 tentang keterbukaan publik dan lahirnya Open Government Partnership (OGP) yang kini beranggotakan 78 negara, dimana Indonesia menjadi salah satu pelopornya, serta lahirnya Perpres No. 39 Tahun 2019 tentang Satu Data
The principle of openness in running the government is needed to realize a participatory government where people can actively participate in overseeing policy implementation. To support this, the Government of Indonesia has committed to use the principle of public information disclosure, which is shown through Law No. 14/2008. Moreover, Indonesia had participated in Open Government Partnership (OGP) which has 78-member countries which Indonesia is one of the pioneers of OGP, as well as Presidential Decree No.39/2019 on Satu Data (One Data) Indonesia.
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara pada September, 2019. Dalam peraturan tersebut, Pemerintah memasukkan ketentuan yang mengatur tentang data dan sistem informasi pertambangan. Pemerintah Provinsi NTB juga menjamin ruang bagi publik untuk berpartisipasi melakukan pengawasan terhadap operasional pertambangan di wilayahnya. Dua klausul ini merupakan jawaban atas persoalan-persoalan mendasar yang dialami masyarakat yang hidup di sekitar tambang, diantaranya adalah minimnya akses informasi dan ruang partisipasi.
The government of West Nusa Tenggara Province issued a Local Government Regulation on Mining Governance in September 2019. In this newly-issued regulation, there is a specific chapter on data and information systems of the mining sector and also provisions that guarantee public participation to monitor mining activities in the province. This is an answer to the problems faced by the people living near mining areas in West Nusa Tenggara Province.
West Nusa Tenggara Province (NTB) is one of the provinces with abundant metal and non-metal mineral resources and spread in almost all districts / cities. Now, there are 261 Mining Business Licenses (IUP) in NTB, consisting of 27 metal mineral IUPs and 234 rock IUPs (NTB ESDM Service, 2019). From 27 metal mineral IUPs, in fact there are 11 IUPs covering an area of 35,519 ha that are indicated to be in protected and conservation forest areas (DG Minerba, MEMR, 2017). Whereas based on Law number 41 of 1999 concerning Forestry, the two regions may not be used for mining activities.
The need for contract (and licensing documents) openness in the extractive industries is currently getting stronger, along with public demands for a transparent and accountable extractive industry governance. Some cases have shown a good precedent of contract openness in the said sector in Indonesia
Komisi Informasi telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pelayanan Informasi Penyediaan Publik dalam masa Darurat Kesehatan Masyarakat Akibat CoronaVirus Disease 2019 (Covid-19). Surat Edaran (SE) ini mengatur ketentuan penyediaan informasi terkait penanganan Covid-19 yang mudah dijangkau dan dipahami oleh masyarakat. Sehingga, diperlukan sebuah kajian untuk menilai pemenuhan hak informasi masyarakat, dan secara khusus menilai efektivitas implementasi SE tersebut. Kaji cepat ini bertujuan untuk; (1) mengetahui gambaran tata kelola keterbukaan informasi penanganan Covid-19 di Nusa Tenggara Barat (NTB) selama masa tanggap darurat Covid-19; dan (2) menilai sejauh mana efektivitas implementasi Surat Edaran Komisi Informasi Pusat Nomor 2 tahun 2020 di NTB. Hasil kaji cepat ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dalam meningkatkan efektivitas penanganan Covid-19, serta meningkatkan partisipasi publik selama masa tanggap darurat. Kaji cepat ini dilaksanakan menggunakan metode survei secara online dan tatap muka selama 10 hari sejak tanggal 28 April-5 Mei 2020. Survei tatap muka dilakukan di Kabupaten Lombok Tengah, Lombok Barat dan Kota Mataram. Jumlah responden seluruhnya sebanyak 582 orang yang berasal dari seluruh kabupaten/kota di NTB. Sedangkan jumlah responden tatap muka sebanyak 121 orang yang dipilih secara acak berdasarkan jenis kelamin, usia, dan tingkat kesejahteraan rumah tangga.
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 secara tegas menyatakan bahwa seluruh kekayaan alam yang ada di bumi Indonesia dikuasai oleh negara dan digunakan untuk mewujudkan kemakmuran rakyat.1 Minyak dan gas bumi (migas), serta pertambangan mineral dan batubara (minerba) merupakan beberapa kekayaan alam Indonesia, yang harus dikelola untuk mencapai tujuan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. Mengingat industri migas dan minerba tergolong sebagai industri ekstraktif yang high risk, high technology, dan high cost, maka pengelolaannya perlu dilakukan melalui kerja sama dengan berbagai pihak yang memiliki modal kapital maupun teknologi yang kompetitif. Kerja sama pengelolaan migas dan minerba ini sebagian besar dilakukan berdasarkan sistem kontrak. Dalam konteks Indonesia, sistem kontrak banyak digunakan untuk kegiatan sektor hulu yang mencakup kegiatan eksplorasi dan eksploitasi/produksi migas dan minerba, sedangkan untuk kegiatan
hilir dilaksanakan melalui pemberian izin usaha.2 Sejak tahun 2009, sebagian sektor hulu minerba dilaksanakan melalui sistem perizinan
Countries around the world collect taxes from their people in various forms, income tax, vehicle tax, land-building tax, fees from extraction of natural resources (royalties) and so forth. John Locke declared tax payments as reciprocity for meeting the people’s needs to get protection from the state.1 Such protection can be interpreted as guarantee and fulfillment of basic rights such as the right to life, health, ownership of property, and education.2 Richard Murphy emphasized the principle of protection, countries that collect taxes must protect their citizens without discrimination and provide public goods.3
Di Indonesia, kekayaan alam termasuk di dalamnya minyak dan gas bumi (migas) dan pertambangan mineral dan batubara (minerba) dikuasai
oleh negara dan dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat1. Ini artinya bahwa negara dan warganya adalah pemilik sesungguhnya kekayaan sumber daya alam (SDA). Sedangkan pemanfatannya diwakilkan kepada pemerintah agar dikelola dengan sebaik-baiknya untuk tujuan kesejahteraan rakyat sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dalam mewujudkan manfaat kesejahteraan itu, maka transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan SDA mutlak untuk dilaksanakan
Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia expressly states that all-natural resources in the land of Indonesia are controlled by the state and used to realize the prosperity of the people.1 Oil and gas, as well as minerals and coal are some of Indonesia’s natural wealth, which must be managed to achieve the objectives of Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. Considering that oil and gas, mineral and coal are classified as high risk, high technology, and high cost industries, the management needs to be done in collaboration with various parties who have capital and competitive technology. Most of the cooperation in oil and gas, mineral and coal management is carried out based on the contract system. In the Indonesian context, the contract system is widely used for upstream sector activities that include exploration and exploitation/production of oil and gas, and mineral and coal, while for downstream activities it is implemented through the granting of a business license.2 Since 2009, part of the upstream mineral and coal sector has been implemented through a licensing system.
More from Publish What You Pay (PWYP) Indonesia (20)
ppt. kls xi kd. 3.4. Hubungan Internasional.pptx.pdf
Kebijakan dan Mekanisme Pelaksanaan UU no. 23/2014 tentang Pemda terkait Desentralisasi dan Perizinan SDA
1. Disampaikan dalam Konferensi Tata Kelola Sumberdaya Ekstraktif,
“Extracting the Future: Menata Sumberdaya Ekstraktif untuk
Pembangunan Berkelanjutan.”
Jakarta, 17 November 2015
2. KEBIJAKAN DAN MEKANISME PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERKAIT
DESENTRALISASI DAN PERIZINAN SDA
DR. KURNIASIH, SH, M.Si
DIREKTUR PRODUK HUKUM DAERAH
DIREKTORAT JENDERAL OTONOMI DAERAH
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
3.
4. .......Kemudian dari pada itu untuk membentuk
suatu Pemerintah Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia
itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan
Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang
Maha Esa.
PEMBUKAAN UUD 1945
5. DESENTRALISASI DLM KORIDOR UU PEMDA
Pasal 133
Ketentuan peraturan perundang-undangan yang
bertentangan dan/atau tidak sesuai dengan
undang-undang ini, diadakan penyesuaian.
UU 22 THN
1999
UU 32 THN
2004
UU 23 THN
2014
Pasal 237
Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan secara langsung dengan daerah otonom wajib
mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya pada
Undang-Undang ini.
Pasal 407
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua
peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara
langsung dengan Daerah wajib mendasarkan dan
menyesuaikan pengaturannya pada Undang-Undang ini.
6. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu
dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap
provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-
undang.
Pasal 18 ayat 1 UUD 1945
7. ARTICLE 1 Const. 1945
INDONESIA IS A UNITARY STATE
ARTICLE 18 Const. 1945
NKRI DIVIDED INTO PROVINCIAL REGIONS AND AREAS OF THE PROVINCE IS
DIVIDED INTO REGENCY AND CITY, WHICH EACH PROVINCE, REGENCY, AND
THE CITY HAS ORGANIZED LOCAL GOVERNMENT LEGISLATION
7
N K R I
Province : 34
Regency : 415
City : 93
WITH LARGE AND SMALL ISLANDS
WITH DIVERSITY AND POPULATION
CULTURE AND CUSTOMS, RELIGION
AND NATURAL RESOURCES AND THE
WEALTHS
Considering Law No. 23/2014 on
Local Government
542 Autonomous
Regions
8. LATAR BELAKANG PEMBENTUKAN
UU NOMOR 23 TAHUN 2014
1. Menjamin efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan
daerah dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
2. Menata manajemen pemerintahan
daerah yang lebih responsif,
akuntabel, transparan dan efisien.
3. Menata keseimbangan tanggung
jawab antar tingkatan/susunan
pemerintahan dalam
menyelenggarakan urusan
pemerintahan.
4. Menata pembentukan daerah agar
lebih selektif sesuai dengan kondisi
dan kemampuan daerah.
5. Menata hubungan antara pusat dan
daerah dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Menimbang:
......
b. bahwa penyelenggaraan
pemerintahan daerah diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan,
pemberdayaan, dan peran serta
masyarakat, serta peningkatan daya
saing daerah dengan memperhatikan
prinsip demokrasi, pemerataan,
keadilan, dan kekhasan suatu daerah
dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
c. bahwa efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan
daerah perlu ditingkatkan dengan
lebih memperhatikan aspek-aspek
hubungan antara Pemerintah Pusat
dengan daerah dan antardaerah,
potensi dan keanekaragaman daerah,
serta peluang dan tantangan
persaingan global dalam kesatuan
sistem penyelenggaraan
pemerintahan negara;
8
9. KEKUASAAN PEMERINTAHAN
Pasal 5
Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan
sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Kekuasaan Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diuraikan dalam berbagai Urusan Pemerintahan.
Dalam menyelenggarakan Urusan Pemerintahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Presiden dibantu oleh menteri yang
menyelenggarakan Urusan Pemerintahan tertentu.
2
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) di Daerah dilaksanakan berdasarkan asas
Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan.
1
3
4
10. KEKUASAAN PEMERINTAHAN
Pasal 6
Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan sebagai dasar
dalam menyelenggarakan Urusan Pemerintahan.
Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh
Daerah.
Presiden memegang tanggung jawab akhir atas
penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang dilaksanakan
oleh Pemerintah Pusat dan Daerah.
1
2
Pasal 7
11. URUSAN PEMERINTAHAN
KONKURENABSOLUT
PILIHAN
(8)
WAJIB
(24)
PELAYANAN
DASAR (6)
NON
PELAYANAN
DASAR (18)
S P M
1. PENDIDIKAN
2. KESEHATAN
3. PU DAN PR
4. PERUMAHAN
RAKYAT & KAW
PERMUKIMAN
5. TRAMTIBUM &
LINMAS
6. SOSIAL
dilaksanakan secara bertahap dengan mempertimbangkan kapasitas
keuangan daerah, sumber daya personil, dan ketersediaan sarana dan
prasarana.
Memprioritaskan
pelaksanaan urusan wajib
yang berkaitan dengan
pelayanan dasar
1. PERTAHANAN
2. KEAMANAN
3. AGAMA
4. YUSTISI
5. POLITIK LUAR
NEGERI
6. MONETER &
FISKAL
NSPK
PEMERINTAHAN
UMUM
1. Pembinaan wawasan
Kebangsaan dan Ketahanan
Nasional.
2. Pembinaan Persatuan dan
Kesatuan Bangsa.
3. Pembinaan kerukunan
antarsuku dan Intrasuku, umat
beragama, ras dan gol lainnya
4. Penanganan Konflik Sosial.
5. Koordinasi Pelaksanaan tugas
antar instansi pemerintahan
yang ada di Wilayah Daerah
Provinsi dan Kabupaten/Kota.
6. Pengembangan kehidupan
demokrasi berdasarkan
Pancasila.
7. Pelaksanaan semua Urusan
Pemerintahan yang bukan
merupakan kewenangan Daerah
dan tidak dilaksanakan oleh
Instansi Vertikal.
12. Pasal 17
Daerah berhak menetapkan kebijakan Daerah untuk
menyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Daerah.
Daerah dalam menetapkan kebijakan Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), wajib berpedoman pada norma, standar,
prosedur, dan kriteria yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Dalam hal kebijakan Daerah yang dibuat dalam rangka penyelenggaraan
Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah tidak
mempedomani norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat membatalkan kebijakan Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
2
Apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (5) Pemerintah Pusat belum menetapkan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, penyelenggara Pemerintahan Daerah melaksanakan
Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
1
3
4
13. KEPALA DAERAH
KEDUDUKAN GUBERNUR
WAKIL PEMERINTAH PUSAT
Memimpin
pelaksanaan urusan
pemerintahan yang
mjd kewenangan
daerah provinsi
(dibiayai dari APBD)
melaksanakan
tugas pembantuan
dari Pemerintah
Pusat (dibiayai
APBD)
Melaksanakan pembinaan
dan pengawasan
penyelenggaraan
pemerintahan daerah
kabupaten/kota dan tugas
lain (Pasal 91)
Melaksanakan tugas dan
wewenang lain selain yang
diatur dalam Pasal 91
Membentuk perda
Dibantu
perangkat daerah
Tidak membentuk perda
Dibantu perangkat gubernur
sbg wakil Pemerintah Pusat
Dibiayai APBN
Pelaksana
urusan
pemerintahan
umum (APBN)
13
Tidak membentuk
perda
Dibantu instansi
vertikal (kesbangpol
kemendagri)
Dibiayai APBN
15. UU 23 TAHUN 2014
Pendanaan Penyelenggaraan
Urusan Pemerintahan di Daerah
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah didanai dari dan atas beban APBD.
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat di Daerah didanai dari dan atas
beban APBN.
1
2
Pasal 282
Administrasi pendanaan penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
yang menjadi kewenangan Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan secara terpisah dari administrasi pendanaan
penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
3
16. PERMENDAGRI NOMOR 52 TAHUN 2015
TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN
BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2016
PENYUSUNAN APBD TAHUN ANGGARAN 2016 DIDASARKAN PRINSIP
1
Sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah;
Tertib, taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan, efisien,
ekonomis, efektif, bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa
keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat;
Tepat waktu, sesuai dengan tahapan dan jadwal yang telah
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
Transparan, untuk memudahkan masyarakat mengetahui dan
mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang APBD;
Partisipatif, dengan melibatkan masyarakat; dan
Tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dan peraturan daerah
lainnya.
2
3
4
5
6
18. NO SUB URUSAN PEMERINTAH PUSAT DAERAH PROVINSI DAERAH
KABUPATEN/KOTA
1. Perencanaan Hutan a. Penyelenggaraan
inventarisasi hutan.
b. Penyelenggaraan
pengukuhan kawasan hutan.
c. Penyelenggaraan
penatagunaan kawasan
hutan.
d. Penyelenggaraan
pembentukan wilayah
pengelolaan hutan.
e. Penyelenggaraan rencana
kehutanan nasional.
-- --
2. Pengelolaan Hutan a. Penyelenggaraan tata hutan.
b. Penyelenggaraan rencana
pengelolaan hutan.
c. Penyelenggaraan
pemanfaatan hutan dan
penggunaan kawasan hutan.
d. Penyelenggaraan rehabilitasi
dan reklamasi hutan.
e. Penyelenggaraan
perlindungan hutan.
f. Penyelenggaraan
pengolahan dan
penatausahaan hasil hutan.
g. Penyelenggaraan
pengelolaan kawasan hutan
dengan tujuan khusus
(KHDTK).
a. Pelaksanaan tata hutan
kesatuan pengelolaan hutan
kecuali pada kesatuan
pengelolaan hutan konservasi
(KPHK).
b. Pelaksanaan rencana
pengelolaan kesatuan
pengelolaan hutan kecuali pada
kesatuan pengelolaan hutan
konservasi (KPHK).
c. Pelaksanaan pemanfaatan
hutan di kawasan hutan
produksi dan hutan lindung,
meliputi :
1) Pemanfaatan kawasan
hutan;
2) Pemanfaatan hasil hutan
bukan kayu;
--
19. NO SUB URUSAN PEMERINTAH PUSAT DAERAH PROVINSI DAERAH
KABUPATEN/KOTA
2. Pengelolaan Hutan 3) Pemungutan hasil hutan;
4) Pemanfaatan jasa
lingkungan kecuali
pemanfaatan penyimpanan
dan/atau penyerapan
karbon.
a. Pelaksanaan rehabilitasi di
luar kawasan hutan negara.
b. Pelaksanaan perlindungan
hutan di hutan lindung, dan
hutan produksi.
c. Pelaksanaan pengolahan hasil
hutan bukan kayu.
d. Pelaksanaan pengolahan hasil
hutan kayu dengan kapasitas
produksi < 6000 m³/tahun.
e. Pelaksanaan pengelolaan
KHDTK untuk kepentingan
religi.
--
3. Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan
Ekosistemnya
a. Penyelenggaraan
pengelolaan kawasan suaka
alam dan kawasan
pelestarian alam.
b. Penyelenggaraan konservasi
tumbuhan dan satwa liar.
c. Penyelenggaraan
pemanfaatan secara lestari
kondisi lingkungan kawasan
pelestarian alam.
d. Penyelenggaraan
pemanfaatan jenis
tumbuhan dan satwa liar.
a. Pelaksanaan perlindungan,
pengawetan dan pemanfaatan
secara lestari taman hutan
raya (TAHURA) lintas Daerah
kabupaten/kota.
b. Pelaksanaan perlindungan
tumbuhan dan satwa liar yang
tidak dilindungi dan/atau tidak
masuk dalam lampiran
(Appendix) CITES.
c. Pelaksanaan pengelolaan
kawasan bernilai ekosistem
penting dan daerah penyangga
kawasan suaka alam dan
kawasam pelestarian alam.
Pelaksanaan pengelolaan
TAHURA kabupaten/ kota.
20. NO SUB URUSAN PEMERINTAH PUSAT DAERAH PROVINSI DAERAH
KABUPATEN/KOTA
4. Pendidikan dan
Pelatihan, Penyuluhan
dan Pemberdayaan
Masyarakat di bidang
Kehutanan
a. Penyelenggaraan pendidikan
dan pelatihan serta
pendidikan menengah
kehutanan.
b. Penyelenggaraan penyuluhan
kehutanan nasional.
a. Pelaksanaan penyuluhan
kehutanan provinsi.
b. Pemberdayaan masyarakat
di bidang kehutanan.
--
5. Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai (DAS)
Penyelenggaraan
pengelolaan DAS.
Pelaksanaan pengelolaan
DAS lintas Daerah
kabupaten/kota dan
dalam Daerah
kabupaten/kota dalam 1
(satu) Daerah provinsi.
6. Pengawasan Kehutanan Penyelenggaraan
pengawasan terhadap
pengurusan hutan.
-- --
22. NO SUB URUSAN PEMERINTAH PUSAT DAERAH PROVINSI
DAERAH
KABUPATEN/KOTA
1. Geologi a.Penetapan cekungan air
tanah.
b.Penetapan zona
konservasi air tanah pada
cekungan air tanah lintas
Daerah provinsi dan lintas
negara.
c.Penetapan kawasan
lindung geologi dan
warisan geologi (geo-
heritage).
d.Penetapan status dan
peringatan dini bahaya
gunung api.
e.Peringatan dini potensi
gerakan tanah.
f. Penetapan neraca sumber
daya dan cadangan
sumber daya mineral dan
energi nasional.
g.Penetapan kawasan rawan
bencana geologi.
a.Penetapan zona
konservasi air tanah
pada cekungan air
tanah dalam Daerah
provinsi.
b.Penerbitan izin
pengeboran, izin
penggalian, izin
pemakaian, dan izin
pengusahaan air tanah
dalam Daerah provinsi.
c.Penetapan nilai
perolehan air tanah
dalam Daerah provinsi.
23. NO SUB URUSAN PEMERINTAH PUSAT DAERAH PROVINSI DAERAH
KABUPATEN/KOTA
2. Mineral dan Batubara
a. Penetapan wilayah pertambangan
sebagai bagian dari rencana tata
ruang wilayah nasional, yang terdiri
atas wilayah usaha pertambangan,
wilayah pertambangan rakyat dan
wilayah pencadangan negara serta
wilayah usaha pertambangan khusus.
b. penetapan wilayah izin usaha
pertambangan mineral logam dan
batubara serta wilayah izin usaha
pertambangan khusus.
c. Penetapan wilayah izin usaha
pertambangan mineral bukan logam
dan batuan lintas Daerah provinsi dan
wilayah laut lebih dari 12 (dua belas)
mil.
d. Penerbitan izin usaha pertambangan
mineral logam, batubara, mineral
bukan logam dan batuan pada :
1) wilayah izin usaha Pertambangan
yang berada pada wilayah lintas
Daerah provinsi;
a. Penetapan wilayah izin usaha
pertambangan mineral bukan logam
dan batuan dalam 1 (satu) Daerah
provinsi dan wilayah laut sampai
dengan 12 (dua belas) mil.
b. Penerbitan izin usaha pertambangan
mineral logam dan batubara dalam
rangka penanaman modal dalam
negeri pada wilayah izin usaha
pertambangan Daerah yang berada
dalam 1 (satu) Daerah provinsi
termasuk wilayah laut sampai
dengan 12 mil laut.
c. Penerbitan izin usaha pertambangan
mineral bukan logam dan batuan
dalam rangka penanaman modal
dalam negeri pada wilayah izin usaha
pertambangan yang berada dalam 1
(satu) Daerah provinsi termasuk
wilayah laut sampai dengan 12 mil
laut.
d. Penerbitan izin pertambangan rakyat
untuk komoditas mineral logam,
batubara, mineral bukan logam dan
batuan dalam wilayah pertambangan
rakyat.
24. NO SUB URUSAN PEMERINTAH PUSAT DAERAH PROVINSI DAERAH
KABUPATEN/KOTA
2. Mineral dan Batubara 2) wilayah izin usaha
pertambangan yang
berbatasan langsung dengan
negara lain; dan
3) wilayah laut lebih dari 12 mil;
a. Penerbitan izin usaha
pertambangan dalam rangka
penanaman modal asing.
b. Pemberian izin usaha
pertambangan khusus mineral
dan batubara.
c. Pemberian registrasi izin
usaha pertambangan dan
penetapan jumlah produksi
setiap Daerah provinsi untuk
komiditas mineral logam dan
batubara.
d. Penerbitan izin usaha
pertambangan operasi
produksi khusus untuk
pengolahan dan pemurnian
yang komoditas tambangnya
yang berasal dari Daerah
provinsi lain di luar lokasi
fasilitas pengolahan dan
pemurnian, atau impor serta
dalam rangka penanaman
modal asing.
e. Penerbitan izin usaha
pertambangan operasi
produksi khusus untuk
pengolahan dan pemurnian
dalam rangka penanaman
modal dalam negeri yang
komoditas tambangnya berasal
dari 1 (satu) Daerah provinsi
yang sama.
f. Penerbitan izin usaha jasa
pertambangan dan surat
keterangan terdaftar dalam
rangka penanaman modal
dalam negeri yang kegiatan
usahanya dalam 1 (satu)
Daerah provinsi.
g. Penetapan harga patokan
mineral bukan logam dan
batuan.
25. NO SUB URUSAN PEMERINTAH PUSAT DAERAH
PROVINSI
DAERAH
KABUPATEN/KOTA
2.
Mineral dan Batubara
e. Penerbitan izin usaha jasa
pertambangan dan surat
keterangan terdaftar dalam
rangka penanaman modal
dalam negeri dan
penanaman modal asing
yang kegiatan usahanya di
seluruh wilayah Indonesia.
f. Penetapan harga patokan
mineral logam dan batubara.
g. Pengelolaan inspektur
tambang dan pejabat
pengawas pertambangan.
3. Minyak dan Gas Bumi
Penyelenggaraan minyak dan
gas bumi.
26. NO SUB URUSAN PEMERINTAH PUSAT DAERAH PROVINSI DAERAH
KABUPATEN/KOTA
4. Energi Baru Terbarukan a. Penetapan wilayah kerja
panas bumi.
b. Pelelangan wilayah kerja
panas bumi.
c. Penerbitan izin pemanfaatan
langsung panas bumi lintas
Daerah provinsi.
d. Penerbitan izin panas bumi
untuk pemanfaatan tidak
langsung.
e. Penetapan harga listrik
dan/atau uap panas bumi.
f. Penetapan badan usaha
sebagai pengelola tenaga air
untuk pembangkit listrik.
g. Penerbitan surat keterangan
terdaftar usaha jasa
penunjang yang kegiatan
usahanya dalam lintas Daerah
provinsi.
h. Penerbitan izin usaha niaga
bahan bakar nabati (biofuel)
sebagai bahan bakar lain
dengan kapasitas penyediaan
di atas 10.000 (sepuluh ribu)
ton pertahun.
a. Penerbitan izin pemanfaatan
langsung panas bumi lintas
Daerah kabupaten/kota dalam
1 (satu) Daerah provinsi.
b. Penerbitan surat keterangan
terdaftar usaha jasa
penunjang yang kegiatan
usahanya dalam 1 (satu)
Daerah provinsi.
c. Penerbitan izin, pembinaan
dan pengawasan usaha niaga
bahan bakar nabati (biofuel)
sebagai bahan bakar lain
dengan kapasitas penyediaan
sampai dengan 10.000
(sepuluh ribu) ton pertahun.
Penerbitan izin
pemanfaatan langsung
panas bumi dalam
Daerah
kabupaten/kota.
27. NO SUB URUSAN PEMERINTAH PUSAT DAERAH PROVINSI DAERAH
KABUPATEN/KOTA
5. Ketenagalistrikan a. Penetapan wilayah usaha
penyediaan tenaga listrik dan
izin jual beli tenaga listrik lintas
negara.
b. Penerbitan izin usaha
penyediaan tenaga listrik lintas
Daerah provinsi, badan usaha
milik negara dan penjualan
tenaga listrik serta penyewaan
jaringan kepada penyedia
tenaga listrik lintas Daerah
provinsi atau badan usaha milik
negara.
c. Penerbitan izin operasi yang
fasilitas instalasinya mencakup
lintas Daerah provinsi atau
berada di wilayah di atas 12 mil
laut.
d. Penetapan tarif tenaga listrik
untuk konsumen dan
penerbitan izin pemanfaatan
jaringan untuk telekomunikasi,
multimedia, dan informatika
dari pemegang izin yang
ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat.
a. Penerbitan izin usaha
penyediaan tenaga listrik non
badan usaha milik negara dan
penjualan tenaga listrik serta
penyewaan jaringan kepada
penyedia tenaga listrik dalam
Daerah provinsi.
b. Penerbitan izin operasi yang
fasilitas instalasinya dalam
Daerah provinsi.
c. Penetapan tarif tenaga listrik
untuk konsumen dan
penerbitan izin pemanfaatan
jaringan untuk telekomunikasi,
multimedia, dan informatika
dari pemegang izin yang
ditetapkan oleh Pemerintah
Daerah provinsi.
d. Persetujuan harga jual tenaga
listrik dan sewa jaringan tenaga
listrik, rencana usaha
penyediaan tenaga listrik,
penjualan kelebihan tenaga
listrik dari pemegang izin yang
ditetapkan oleh Pemerintah
Daerah provinsi.
28. NO SUB URUSAN PEMERINTAH PUSAT DAERAH PROVINSI DAERAH
KABUPATEN/KOTA
5. Ketenagalistrikan e. Persetujuan harga jual
tenaga listrik dan sewa
jaringan tenaga listrik,
rencana usaha penyediaan
tenaga listrik, penjualan
kelebihan tenaga listrik dari
pemegang izin yang
ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat.
f. Penerbitan izin usaha jasa
penunjang tenaga listrik
yang dilakukan oleh badan
usaha milik negara atau
penanam modal
asing/mayoritas sahamnya
dimiliki oleh penanam
modal asing.
g.Penyediaan dana untuk
kelompok masyarakat tidak
mampu, pembangunan
sarana penyediaan tenaga
listrik belum berkembang,
daerah terpencil dan
perdesaan.
e. Penerbitan izin usaha jasa
penunjang tenaga listrik
bagi badan usaha dalam
negeri/mayoritas
sahamnya dimiliki oleh
penanam modal dalam
negeri.
f. Penyediaan dana untuk
kelompok masyarakat
tidak mampu,
pembangunan sarana
penyediaan tenaga listrik
belum berkembang,
daerah terpencil dan
perdesaan.