Disampaikan oleh Bapak Hendaryanto, Kasubdit Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah, Kementerian Dalam Negeri.
Disampaikan oleh Rudhy Hendarto, Inspektur Tambang dalam Penajam Desain Program Selamatkan Hutan dan Lahan Melalui Tata Kelola Hutan dan Lahan yang Baik (SETAPAK), 3 Februari 2016.
Disampaikan oleh Sony Heru Prasetyo, Kasubag Penyusunan Peraturan Perundang-undangan Ditjen Minerba, pada penajaman desain program Selamatkan Hutan dan Lahan Melalui Tata Kelola Hutan dan Lahan yang Baik (SETAPAK), 3 Februari 2016.
Kinerja PNBP Sektor Hulu Migas terus menurun dalam tujuh tahun terakhir yang berakibat pada penurunan DBH Migas bagi daerah penghasil di 19 Provinsi. Selengkapnya, bisa dilihat di policy brief ini.
Disampaikan oleh Rudhy Hendarto, Inspektur Tambang dalam Penajam Desain Program Selamatkan Hutan dan Lahan Melalui Tata Kelola Hutan dan Lahan yang Baik (SETAPAK), 3 Februari 2016.
Disampaikan oleh Sony Heru Prasetyo, Kasubag Penyusunan Peraturan Perundang-undangan Ditjen Minerba, pada penajaman desain program Selamatkan Hutan dan Lahan Melalui Tata Kelola Hutan dan Lahan yang Baik (SETAPAK), 3 Februari 2016.
Kinerja PNBP Sektor Hulu Migas terus menurun dalam tujuh tahun terakhir yang berakibat pada penurunan DBH Migas bagi daerah penghasil di 19 Provinsi. Selengkapnya, bisa dilihat di policy brief ini.
KKPR menggantikan izin lokasi dan berbagai izin pemanfaatan ruang (IPR) dalam membangun dan mengurus tanah yang awalnya merupakan kewenangan pemerindah daerah (Pemda). KKPR berfungsi sebagai salah satu perizinan dasar yang perlu didapatkan sebelum pelaku usaha dapat melanjutkan proses perizinan berusaha
Peraturan Menteri PU No. 603 Tabun 2005 tentang Pedoman Umum Sistem Pengendal...Joy Irman
Peraturan Menteri PU No. 603 Tabun 2005 tentang Pedoman Umum Sistem Pengendalian Manajemen Penyelenggaraan Pembangunan Prasarana dan Sarana Bidang Pekerjaan Umum, yang survei, investigasi, disain, lahan, konstruksi, operasi, pemeliharaan atau SIDLACOM.
KKPR menggantikan izin lokasi dan berbagai izin pemanfaatan ruang (IPR) dalam membangun dan mengurus tanah yang awalnya merupakan kewenangan pemerindah daerah (Pemda). KKPR berfungsi sebagai salah satu perizinan dasar yang perlu didapatkan sebelum pelaku usaha dapat melanjutkan proses perizinan berusaha
Peraturan Menteri PU No. 603 Tabun 2005 tentang Pedoman Umum Sistem Pengendal...Joy Irman
Peraturan Menteri PU No. 603 Tabun 2005 tentang Pedoman Umum Sistem Pengendalian Manajemen Penyelenggaraan Pembangunan Prasarana dan Sarana Bidang Pekerjaan Umum, yang survei, investigasi, disain, lahan, konstruksi, operasi, pemeliharaan atau SIDLACOM.
Pembiayaan Standar Pelayanan Minimum (SPM) Bidang Perumahan RakyatOswar Mungkasa
PERTEMUAN PUSAT DAN DAERAH DALAM RANGKA PENGANGGARAN SPM DALAM DOKUMEN PERENCANAAN PEMDA BIDANG PERUMAHAN DAN PEKERJAAN UMUM
JAKARTA, 26 SEPTEMBER 2011
KESERASIAN PENATAAN RUANG ANTAR WILAYAKESERASIAN WILAYAH DI KAWASAN JABODETAB...Fitri Indra Wardhono
HAL-HAL POKOK SUBSTANSI UU No.26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
PERPRES No. 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JABODETABEKPUNJUR
ARAHAN PENGEMBANGAN KOTA TANGERANG BERDASARKAN PERPRES No. 54 TAHUN 2008
OTONOMI DAERAH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP BIDANG KETENAGAKERJAANTOFIK SUPRIYADI
Penataan kembali setelah sistem pemerintahan yang carut-marut selama masa Orde Baru dilakukan dengan penerapan pemerintahan otonomi daerah sebagai paradigma dalam pemberdayaan masyarakat. Pemerintahan otonomi daerah berlaku setelah adanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dengan perubahan keduanya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008. Selanjutnya berlaku Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan mencabut undang-undang mengenai pemerintahan daerah yang berlaku sebelumnya.
1. Nyawiji Nandur Kanggo Lestarine Kendeng
2. Sedulur Kendeng Social Audit Training: Increasing Community Participation in Development Oversight
3. Sedulur Kendeng Social Audit Training: Increasing Community Participation in Development Oversight
4. Self-led influencing: Shifting the Empowerment Narrative
5. Moeldoko and JMPPK Discuss Kendeng Mountain Study
1. Aliansi Masyarakat Sipil: “RPJMD Harus Inklusif, Adil dan Berkelanjutan”
2. Lingkar Belajar Advokasi Kebijakan dan Temu Kartini Kendeng
3. Kendeng Tadarus Kanggo Ibu Bumi
4. “Surat Super Soko Semar (SUPERSEMAR)“ KLHS Perintah Presiden, Harus Dijalankan !!!
5. Para Kartini dari Jawa Tengah Ini akan Terus Suarakan Kelestarian Bumi
6. JMPPK Bangun Posko Pantau Pelanggaran Tambang Pegunungan Kendeng
1. The Civil Society Alliance: "The RPJMD of Central Java Province Must Be Inclusive, Fair and Sustainable"
2. Community Training on Policy Advocacy and Kendeng Women Gathering
3. Kendeng Community Recites Al-Quran for the Mother Nature
4. “Letter of Super Soko Semar (SUPERSEMAR)” KLHS Orders President, Must Be Done !!!
5. These Kartini from Central Java Will Continue to Speak Out for the Sustainability of the Earth
6. JMPPK Builds Command Post to Monitor Kendeng Mountain Mining Violations
1. Nyawiji Nandur Kanggo Lestarine Kendeng
2. mplikasi Omnibus Law terhadap Upaya Penataan Ruang dan Pencegahan Korupsi Sektor Sumber Daya Alam
3. Prinsip Berdikari: Menggeser Narasi Pemberdayaan
4. Pelatihan Audit Sosial: Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan Pembangunan
5. Moeldoko dan JMPPK Bahas Kajian Pegunungan Kendeng
Compared with other sources of energy, oil and gas continue to become primary sources of energy in Indonesia with the highest level of consumption. Apart from propping up almost one third of national revenue, oil and gas also significantly contribute to create job opportunities, supply the need of fuel, petrochemical industry which in turn effectively enhances investment and economy.
As a natural resource contained within the bowel of the earth, the constitution of the Republic of Indonesia asserts that the ownership and enterpreneurship of national oil and gas industry is controlled by the state and immensely benefitted to the welfare of people accordingly (constitution 1945, article 33). Furthermore, it is asserted through the law 22/2001 on oil and gas that the control by the state is administered by the government as the holder of mining right. It means, the government is entitled with authority to administer the exploration and exploitation of oil and gas throughout Indonesian territory.
Saat ini EITI sedang menyusun sebuah tinjauan strategis untuk memperbaiki standar EITI di masa depan. Salah satu proposal yang diangkat adalah mengenai dorongan atau permintaan membuka kontrak antara pemerintah dan perusahaan ekstraktif. Dewan EITI saat ini sedang mengumpulkan pandangan dari Negara pelaksana EITI perihal hal ini. Jika disetujui, maka keputusan terhadap topik ini akan dimasukkan sebagai bagian dari keputusan Dewan dalam Konferensi Global EITI ke-6 yang akan diselenggarakan di Sydney bulan Mei 2013.
Keterbukaan informasi publik merupakan hak asasi setiap warga negara yang mendukung pengembangan diri dan kehidupan seseorang, baik secara pribadi/individu maupun dalam hubungan sosialnya, serta dalam menjalankan peran kehidupan berbangsa dan bernegara secara baik dan bertanggung jawab. Keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri dari negara demokratis, dan menjadiprasyarat dalam partisipasi, transparansi, dan akuntablitas dalam tata kelola pemerintahan yang baik. Keterbukaan informasi publik dapat mendorong kemajuan sebuah bangsa, karena memungkinkan adanya kontrol publik serta mendorong terciptanya check and balances.
In Indonesia, natural resources including oil and gas, mineral and coal mining are controlled by the state and managed for the greatest prosperity of the people1. This means that the country and its citizens are the true owners of the natural resource wealth. While, the utilization is represented by the government so that it is managed as well as possible for the purpose of people’s welfare in accordance with the stipulated provisions. In realizing the benefits of welfare, transparency and accountability in the management of natural resources are absolutely essential.
Openness of public information is a human right of every citizen who supports self- development and the life of a person, both personally / individually and in social relations, and in carrying out the role of national and state life in a good and responsible manner. Openness of public information is one of the characteristics of a democratic country, and is a prerequisite for participation, transparency and accountability in good governance. Openness of public information can encourage the progress of a nation, because it allows for public control and encourages the creation of checks and balances
Keterbukaan dalam menjalankan pemerintahan dibutuhkan untuk mewujudkan pemerintahan yang partisipatif, dimana masyarakat dapat aktif berpartisipasi mengawal dan mengawasi jalannya pemerintahan. Untuk mendukung hal tersebut, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk menggunakan prinsip keterbukaan informasi kepada publik di antaranya melalui Undang-Undang No.14 Tahun 2008 tentang keterbukaan publik dan lahirnya Open Government Partnership (OGP) yang kini beranggotakan 78 negara, dimana Indonesia menjadi salah satu pelopornya, serta lahirnya Perpres No. 39 Tahun 2019 tentang Satu Data
The principle of openness in running the government is needed to realize a participatory government where people can actively participate in overseeing policy implementation. To support this, the Government of Indonesia has committed to use the principle of public information disclosure, which is shown through Law No. 14/2008. Moreover, Indonesia had participated in Open Government Partnership (OGP) which has 78-member countries which Indonesia is one of the pioneers of OGP, as well as Presidential Decree No.39/2019 on Satu Data (One Data) Indonesia.
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara pada September, 2019. Dalam peraturan tersebut, Pemerintah memasukkan ketentuan yang mengatur tentang data dan sistem informasi pertambangan. Pemerintah Provinsi NTB juga menjamin ruang bagi publik untuk berpartisipasi melakukan pengawasan terhadap operasional pertambangan di wilayahnya. Dua klausul ini merupakan jawaban atas persoalan-persoalan mendasar yang dialami masyarakat yang hidup di sekitar tambang, diantaranya adalah minimnya akses informasi dan ruang partisipasi.
The government of West Nusa Tenggara Province issued a Local Government Regulation on Mining Governance in September 2019. In this newly-issued regulation, there is a specific chapter on data and information systems of the mining sector and also provisions that guarantee public participation to monitor mining activities in the province. This is an answer to the problems faced by the people living near mining areas in West Nusa Tenggara Province.
West Nusa Tenggara Province (NTB) is one of the provinces with abundant metal and non-metal mineral resources and spread in almost all districts / cities. Now, there are 261 Mining Business Licenses (IUP) in NTB, consisting of 27 metal mineral IUPs and 234 rock IUPs (NTB ESDM Service, 2019). From 27 metal mineral IUPs, in fact there are 11 IUPs covering an area of 35,519 ha that are indicated to be in protected and conservation forest areas (DG Minerba, MEMR, 2017). Whereas based on Law number 41 of 1999 concerning Forestry, the two regions may not be used for mining activities.
The need for contract (and licensing documents) openness in the extractive industries is currently getting stronger, along with public demands for a transparent and accountable extractive industry governance. Some cases have shown a good precedent of contract openness in the said sector in Indonesia
Komisi Informasi telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pelayanan Informasi Penyediaan Publik dalam masa Darurat Kesehatan Masyarakat Akibat CoronaVirus Disease 2019 (Covid-19). Surat Edaran (SE) ini mengatur ketentuan penyediaan informasi terkait penanganan Covid-19 yang mudah dijangkau dan dipahami oleh masyarakat. Sehingga, diperlukan sebuah kajian untuk menilai pemenuhan hak informasi masyarakat, dan secara khusus menilai efektivitas implementasi SE tersebut. Kaji cepat ini bertujuan untuk; (1) mengetahui gambaran tata kelola keterbukaan informasi penanganan Covid-19 di Nusa Tenggara Barat (NTB) selama masa tanggap darurat Covid-19; dan (2) menilai sejauh mana efektivitas implementasi Surat Edaran Komisi Informasi Pusat Nomor 2 tahun 2020 di NTB. Hasil kaji cepat ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dalam meningkatkan efektivitas penanganan Covid-19, serta meningkatkan partisipasi publik selama masa tanggap darurat. Kaji cepat ini dilaksanakan menggunakan metode survei secara online dan tatap muka selama 10 hari sejak tanggal 28 April-5 Mei 2020. Survei tatap muka dilakukan di Kabupaten Lombok Tengah, Lombok Barat dan Kota Mataram. Jumlah responden seluruhnya sebanyak 582 orang yang berasal dari seluruh kabupaten/kota di NTB. Sedangkan jumlah responden tatap muka sebanyak 121 orang yang dipilih secara acak berdasarkan jenis kelamin, usia, dan tingkat kesejahteraan rumah tangga.
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 secara tegas menyatakan bahwa seluruh kekayaan alam yang ada di bumi Indonesia dikuasai oleh negara dan digunakan untuk mewujudkan kemakmuran rakyat.1 Minyak dan gas bumi (migas), serta pertambangan mineral dan batubara (minerba) merupakan beberapa kekayaan alam Indonesia, yang harus dikelola untuk mencapai tujuan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. Mengingat industri migas dan minerba tergolong sebagai industri ekstraktif yang high risk, high technology, dan high cost, maka pengelolaannya perlu dilakukan melalui kerja sama dengan berbagai pihak yang memiliki modal kapital maupun teknologi yang kompetitif. Kerja sama pengelolaan migas dan minerba ini sebagian besar dilakukan berdasarkan sistem kontrak. Dalam konteks Indonesia, sistem kontrak banyak digunakan untuk kegiatan sektor hulu yang mencakup kegiatan eksplorasi dan eksploitasi/produksi migas dan minerba, sedangkan untuk kegiatan
hilir dilaksanakan melalui pemberian izin usaha.2 Sejak tahun 2009, sebagian sektor hulu minerba dilaksanakan melalui sistem perizinan
Countries around the world collect taxes from their people in various forms, income tax, vehicle tax, land-building tax, fees from extraction of natural resources (royalties) and so forth. John Locke declared tax payments as reciprocity for meeting the people’s needs to get protection from the state.1 Such protection can be interpreted as guarantee and fulfillment of basic rights such as the right to life, health, ownership of property, and education.2 Richard Murphy emphasized the principle of protection, countries that collect taxes must protect their citizens without discrimination and provide public goods.3
Di Indonesia, kekayaan alam termasuk di dalamnya minyak dan gas bumi (migas) dan pertambangan mineral dan batubara (minerba) dikuasai
oleh negara dan dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat1. Ini artinya bahwa negara dan warganya adalah pemilik sesungguhnya kekayaan sumber daya alam (SDA). Sedangkan pemanfatannya diwakilkan kepada pemerintah agar dikelola dengan sebaik-baiknya untuk tujuan kesejahteraan rakyat sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dalam mewujudkan manfaat kesejahteraan itu, maka transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan SDA mutlak untuk dilaksanakan
Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia expressly states that all-natural resources in the land of Indonesia are controlled by the state and used to realize the prosperity of the people.1 Oil and gas, as well as minerals and coal are some of Indonesia’s natural wealth, which must be managed to achieve the objectives of Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. Considering that oil and gas, mineral and coal are classified as high risk, high technology, and high cost industries, the management needs to be done in collaboration with various parties who have capital and competitive technology. Most of the cooperation in oil and gas, mineral and coal management is carried out based on the contract system. In the Indonesian context, the contract system is widely used for upstream sector activities that include exploration and exploitation/production of oil and gas, and mineral and coal, while for downstream activities it is implemented through the granting of a business license.2 Since 2009, part of the upstream mineral and coal sector has been implemented through a licensing system.
More from Publish What You Pay (PWYP) Indonesia (20)
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Kementerian Kesehatan menggulirkan transformasi sistem kesehatan.
Terdapat 6 pilar transformasi sistem kesehatan sebagai penopang kesehatan
Indonesia yaitu: 1) Transformasi pelayanan kesehatan primer; 2) Transformasi
pelayanan kesehatan rujukan; 3) Transformasi sistem ketahanan kesehatan;
4) Transformasi sistem pembiayaan kesehatan; 5) Transformasi SDM
kesehatan; dan 6) Transformasi teknologi kesehatan.
Transformasi pelayanan kesehatan primer dilaksanakan melalui edukasi
penduduk, pencegahan primer, pencegahan sekunder dan peningkatan
kapasitas serta kapabilitas pelayanan kesehatan primer. Pilar prioritas
pertama ini bertujuan menata kembali pelayanan kesehatan primer yang ada,
sehingga mampu melayani seluruh penduduk Indonesia dengan pelayanan
kesehatan yang lengkap dan berkualitas.
Penataan struktur layanan kesehatan primer tersebut membutuhkan
pendekatan baru yang berorientasi pada kebutuhan layanan di setiap
siklus kehidupan yang diberikan secara komprehensif dan terintegrasi
antar tingkatan fasilitas pelayanan kesehatan. Pendekatan baru ini disebut
sebagai Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer, melibatkan Puskesmas, unit
pelayanan kesehatan di desa/kelurahan yang disebut juga sebagai Puskesmas
Pembantu dan Posyandu. Selanjutnya juga akan melibatkan seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan primer.
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023Muh Saleh
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 merupakan survei yang mengintegrasikan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGI). SKI 2023 dikerjakan untuk menilai capaian hasil pembangunan kesehatan yang dilakukan pada kurun waktu lima tahun terakhir di Indonesia, dan juga untuk mengukur tren status gizi balita setiap tahun (2019-2024). Data yang dihasilkan dapat merepresentasikan status kesehatan tingkat Nasional sampai dengan tingkat Kabupaten/Kota.
Ketersediaan data dan informasi terkait capaian hasil pembangunan kesehatan penting bagi Kementerian Kesehatan, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai bahan penyusunan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran berbasis bukti termasuk pengembangan Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2024-2029) oleh Kementerian PPN/Bappenas. Dalam upaya penyediaan data yang valid dan akurat tersebut, Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam penyusunan metode dan kerangka sampel SKI 2023, serta bersama dengan Lintas Program di Kementerian Kesehatan, World Health Organization (WHO) dan World Bank dalam pengembangan instrumen, pedoman hingga pelaporan survei.
Pengawasan Usaha Pembudidayaan Ikan Pasca UU Cipta Kerja
Kebijakan Perizinan Pertambangan Minerba berdasarkan UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah
1. Disampaikan dalam FGD
“Kebijakan Perizinan Pertambangan Mineral dan Batubara
dalam Kerangka Implementasi UU Pemda dan PTSP”
Jakarta, 22 Juni 2016
2. Jakarta 2016
KEBIJAKAN PERIZINAN PERTAMBANGAN MINERAL
DAN BATUBARA
BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NO 23 TAHUN 2014 TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH
KASUBDIT ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
DIREKTORAT SINKRONISASI URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH I
DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAH
3. NKRI, PEMERINTAHAN DAERAH, UU NO. 23 TAHUN 2014 & URUSAN PEM. DAERAH
PERUBAHAN KEWENANGAN BIDANG ESDM PEMBERIAN IZIN USAHA
PERTAMBANGAN
HAL – HAL YANG PERLU SEGERA DILAKUKAN DAERAH TERKAIT PERUBAHAN
KEWENANGAN
PENUTUP
1
2
4
5
OUTLINE PAPARAN
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
3
5. NKRI DAN PEMERINTAHAN DAERAH
UUD 1945
1. Menegaskan perlunya pengaturan terhadap penyelenggaraan
pemerintahan daerah (UU No. 23/2014)
2. Menegaskan bahwa UU No. 23/2014 bukan UU Kemendagri semua
urusan konkuren dari K/L ada dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah
3. Menegaskan posisi dari provinsi, kab/kota sebagai bagian dari NKRI
memiliki satu tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945
6. HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT & DAERAH
o Konsekuensi dari negara kesatuan adalah tanggung jawab akhir
pemerintahan ada ditangan Presiden, dimana urusan
Pemerintahan yang diserahkan ke Daerah berasal dari kekuasaan
pemerintahan yang ada ditangan Presiden.
o Presiden menetapkan pedoman penyelengaraan urusan
pemerintahan dan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
o Pembinaan dan pengawasan peyelenggaraan Pemda
kabupaten/kota dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat.
Hubungan Presiden dengan gubernur dan bupati/walikota
bersifat hierarkis dan hubungan gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat dengan bupati/walikota juga bersifat hierarkis
Sumber: Pemaparan Ditjen Otonomi Daerah
7. IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH
Lemah
Konsep/Aturan
Ttg Pilkada
Langsung,
Manajemen
Pemda,
Pemekaran,
Pembagian
Urusan, Posisi
Gub Sbg Wkl
Pempus, Wakil
Kdh, 1001 Hal
Lagi
Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004
Lemahnya
Kapasitas
Kelembagaan Dan
Pelaku/Aktor
Otda
Kurang
Intensifnya
Pembimbingan,
Pembinaan Dan
Pengawasan Oleh
Pempus
Kultur Yang
Kurang
Menunjang Di
Banyak Daerah
Sumber: Pemaparan Ditjen Otonomi Daerah
PERUBAHAN UU No. 32 TAHUN 2004
8. PEMBAGIAN URUSAN PEM. DAERAH
o Dalam RUU Pemda, pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah Pusat, provinsi dan kabupaten/kota diatur secara jelas
sehingga setiap tingkatan atau susunan pemerintahan memikul
tanggung jawab untuk melayani masyarakat sesuai dengan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya.
Sumber: Pemaparan Ditjen Otonomi Daerah
o Kejelasan pembagian Urusan Pemerintahan juga menghindari
terjadinya tumpang tindih kewenangan antar susunan atau
tingkatan pemerintahan dan menghindari saling lempar tanggung
jawab.
SALAH SATU PERUBAHAN DALAM UU No. 32 TAHUN 2004
9. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH
adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan
Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara
dan penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk melindungi,
melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat.
1. Urusan pemerintahan daerah merupakan kewenangan Presiden
2. Pelaksana urusan pemerintahan daerah
kementerian negara dan penyelenggara pemerintahan daerah
3. Tujuan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah adalah untuk
melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan
masyarakat
Sumber: Ketentuan Umum UU No. 23 Tahun 2014
10. PRINSIP URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH
penanggungjawab
penyelenggaraan
suatu Urusan
Pemerintahan
ditentukan
berdasarkan
kedekatannya
dengan luas,
besaran, dan
jangkauan dampak
yang ditimbulkan
oleh penyelenggaraan
suatu Urusan
Pemerintahan
penyelenggara suatu
Urusan Pemerintahan
ditentukan
berdasarkan
perbandingan tingkat
daya guna yang
paling tinggi yang
dapat diperoleh
penyelenggara suatu
Urusan Pemerintahan
ditentukan
berdasarkan luas,
besaran, dan
jangkauan dampak
yang timbul akibat
penyelenggaraan
suatu Urusan
Pemerintahan
AKUNTABILITAS EFISIENSI EKSTERNALITAS
penyelenggara suatu
Urusan Pemerintahan
ditentukan
berdasarkan
pertimbangan dalam
rangka menjaga
keutuhan dan
kesatuan bangsa,
menjaga kedaulatan
Negara, implementasi
hubungan luar negeri,
pencapaian program
strategis nasional
dan pertimbangan
lain yang diatur
dalam ketentuan
peraturan perundang-
undangan
STRATEGIS NAS.
Sumber: Pasal 13 UU No. 23 Tahun 2014
11. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH
urusan pemerintahan
yang mutlak menjadi
kewenangan Pemerintah
Pusat
(politik luar negeri,
pertahanan, keamanan,
yustisi, moneter dan
fiskal nasional dan
agama)
urusan pemerintahan
yang dibagi antara
Pemerintah Pusat,
provinsi dan
kabupaten/kota;
urusan Pemerintah Pusat
yang dilimpahkan
pelaksanaannya kepada
gubernur dan
bupati/walikota di
wilayahnya masing-
masing,
misalnya urusan
menjaga 4 pilar negara.
ABSOLUT KONKUREN UMUM
WAJIB PILIHAN
Yan
Dasar
Tdk Yan
Dasar
ESDM
12. Pasal 16
1. Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan
konkuren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) berwenang untuk:
a. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria dalam rangka
penyelenggaraan Urusan Pemerintahan; dan
b. melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan UP
yang menjadi kewenangan Daerah.
2. NSPK berupa ketentuan peraturan perUUan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat sebagai pedoman dalam penyelenggaraan UP -konkuren
yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan yang menjadi
kewenangan Daerah.
3. Kewenangan Pemerintah Pusat dilaksanakan oleh kementerian dan LPNK.
4. Pelaksanaan kewenangan yang dilakukan oleh LPNK dikoordinasikan dng
kementerian terkait.
5. Penetapan NSPK dilakukan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak PP
mengenai pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren diundangkan.
PEDOMAN PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH
13. Pemetaan Urusan
Pemerintahan …
Amanat Pasal 24 UU 23/2014
Penganggaran
Kelembagaan
Perencanaan
Intensitas Urusan
Daerah
Jml Penduduk
Besar APBD
Luas Wilayah
Potensi
Proy. Tenaga Kerja
Pemanf. Lahan
Urs. Wajib tdk Yan
Urusan Pilihan
Daerah
PERMEN K/L
Rekomendasi
Mendagri
PEMETAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH
K/L DAERAH&
melakukan
KEMENDAGRI
fasilitasi
15. CARA MENGENDALIKAN KEKUASAAN PEMERINTAHAN DI DAERAH
Pasal 6
Pemerintah Pusat menetapkan
kebijakan sebagai dasar dalam
menyelenggarakan Urusan
Pemerintahan.
Pasal 7
1. Pemerintah Pusat melakukan
pembinaan dan pengawasan
terhadap penyelenggaraan
Urusan Pemerintahan oleh
Daerah.
2. Presiden memegang tanggung
jawab akhir atas
penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan yang
dilaksanakan oleh Pemerintah
Pusat dan Daerah.
Dari sinilah munculnya NSPK
Terutama utk pedoman
penyelenggaraan UPD
Untuk memastikan bahwa NSPK tsb
ditaati oleh daerah maka BINWAS
menjadi suatu kebutuhan
Output Binwas harus dapat memastikan
bahwa apa yang menjadi tanggung jawab
presiden dalam menyelenggarakan Urusan
Pemerintahan telah dilaksanakan dengan
baik oleh Penyelenggara Pemerintahan
Sumber: UU No. 23 Tahun 2014
16. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
UU No. 32/2004 UU No. 23/2014
o Pemerintah melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan
pemerintahan daerah namun tidak
dirumuskan dengan jelas.
o Tidak terdapat sanksi bagi kepala daerah
yang melalaukan tugas dan tanggung
jawabnya atau melanggar peraturan
perundang-undangan.
o Tidak ada pengaturan yang jelas peran
kementerian/LPNK dalam melakukan
pembinaan terhadap penyelenggaraan
pemerintahan daerah
o Pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur
secara jelas dengan berbagai instrumen
seperti evaluasi, klarifikasi, persetujuan, dan
bentuk lainnya;
o Diatur sanksi bagi penyelenggara
pemerintahan daerah yang melanggar aspek-
aspek kritis dan penting yang mempengaruhi
keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan;
o Kewenangan pembinaan oleh
kementerian/LPNK yang urusannya
diotonomikan diperjelas berupa
pengawasan teknis, sedangkan
pengawasan umum dilakukan oleh
Kementerian Dalam Negeri
o Peran Gubernur sebagai wakil pemerintah
pusat dipertegas dan diperkuat dalam
melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap kabupaten/kota di wilayahnya.
17. PENANGGUNGJAWAB BINWAS DI DAERAH
Pasal 8
1. Pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintah Pusat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) terhadap penyelenggaraan
Urusan Pemerintahan oleh Daerah provinsi dilaksanakan oleh
Menteri/ Kepala LPNK
2. Pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintah Pusat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) terhadap penyelenggaraan
Urusan Pemerintahan oleh Daerah kabupaten/kota dilaksanakan
oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
3. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri
(Mendagri).
19. NO SUB URUSAN
PP 38 TAHUN 2007 UU 23 TAHUN 2014
Pusat Provinsi Kab/Kota Pusat Provinsi
Kab/
Kota
1 Migas V V V V - -
2 Minerba
(* Panas Bumi, Air
Tanah)
V V V V V -
3 Geologi V V V V V -
4 Ketenagalistrikan V V V V V -
5 Energi Baru
Terbarukan
(Sub Urusan Baru)
- - - V V V
1 KEWENANGAN:
Penerbitan izin
pemanfaatan
langsung panas
bumi dalam
daerah
Kab/Kota
• Urusan Migas Kewenangan Sepenuhnya ada di Pemerintah Pusat
• Kewenangan Urusan Minerba, Ketenagalistrikan, EBT, dan Geologi dibagi
kewenanganya antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi dengan
mempertimbangkan prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta
kepentingan strategis nasional.
• Pemerintah Kab/Kota hanya mempunyai kewenangan pada sub bidang EBT
yakni terkait dengan Penerbitan izin pemanfaatan langsung panas bumi dalam
daerah Kab/Kota
* Nomenklatur Sub Urusan pada PP 38/2007.(Minerba, Panas Bumi dan Air Tanah)
20. SUB-URUSAN MINERAL DAN BATUBARA
Sub
Urusan
PP 38 TAHUN 2007 UU 23 TAHUN 2014
Pusat Provinsi Kab/Kota Pusat Provinsi Kab/
Kota
Minerba 27
Kewenangan
18
Kewenangan
18
Kewenangan
11
Kewenangan
7
Kewenangan
-
Efisiensi/Penyederhanaan Kewenangan
Kewenangan Kab/Kota beralih ke Provinsi
Efisiensi/Penyederhanaan Kewenangan
Kabupaten/Kota Tidak
Punya Kewenangan Sub
Urusan Minerba
21. 1. Penetapan wilayah izin usaha pertambangan mineral bukan logam dan batuan dalam 1
(satu) Daerah provinsi dan wilayah laut sampai dengan 12 mil.
2. Penerbitan izin usaha pertambangan mineral logam dan batubara dalam rangka
penanaman modal dalam negeri pada wilayah izin usaha pertambangan Daerah yang
berada dalam 1 (satu) Daerah provinsi termasuk wilayah laut sampai dengan 12 mil laut.
3. Penerbitan izin usaha pertambangan mineral bukan logam dan batuan dalam rangka
penanaman modal dalam negeri pada wilayah izin usaha pertambangan yang berada
dalam 1 (satu) Daerah provinsi termasuk wilayah laut sampai dengan 12 mil laut.
4. Penerbitan izin pertambangan rakyat untuk komoditas mineral logam, batubara, mineral
bukan logam dan batuan dalam wilayah pertambangan rakyat.
5. Penerbitan izin usaha pertambangan operasi produksi khusus untuk pengolahan dan
pemurnian dalam rangka penanaman modal dalam negeri yang komoditas tambangnya
berasal dari 1 (satu) Daerah provinsi yang sama.
6. Penerbitan izin usaha jasa pertambangan dan surat keterangan terdaftar dalam rangka
penanaman modal dalam negeri yang kegiatan usahanya dalam 1 (satu) Daerah provinsi.
7. Penetapan harga patokan mineral bukan logam dan batuan.
7 KEWENANGAN PROVINSI SUB BIDANG MINERAL DAN BATUBARA
Sesuai Amanat Lampiran UU 23 Tahun 2014
22. HAL – HAL YANG PERLU SEGERA DILAKUKAN DAERAH TERKAIT PERUBAHAN
KEWENANGAN
4
23. 1. Agar tidak terjadi kevakuman
pelaksanaan pemerintahan dalam
pelayanan publik dan urusan
pemerintahan lainnya.
2. Untuk menghindari stagnasi
penyelenggaraan pemerintahan daerah
yang berakibat terhentinya pelayanan
kepada masyarakat luas, yang
pelaksanaannya tidak dapat ditunda dan
tidak dapat dilaksanakan tanpa
dukungan P3D.
3. Penyelenggaraan pemerintahan daerah,
diharapkan tetap akan dilaksanakan
walau tanpa dukungan P3D oleh
tingkatan/susunan pemerintahan yang
saat ini menyelenggarakan urusan
pemerintahan konkuren tersebut sampai
dengan diserahkannya P3D
SEGERA MELAKUKAN SERAH TERIMA P3D
Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Nomor 120/253/Sj
Berdasarkan dengan Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2014
Pasal 404 yang mengatakan
“Serah terima personel,
pendanaan, sarana dan
prasarana, serta dokumen
sebagai akibat pembagian
Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah Pusat, Daerah
provinsi dan Daerah
kabupaten/kota yang diatur
berdasarkan Undang Undang
ini dilakukan paling lama 2
(dua) tahun terhitung sejak
Undang Undang ini
diundangkan”.
24. 1. Bupati/Walikota tidak lagi mempunyai
kewenangan dalam penyelenggraan urusan
pemerintahan bidang pertambangan minerba
terhitung tanggal 2 Oktober 2014
2. Dengan berlakuknya UU 23 Tahun 2014, maka
pasal – pasal dalam Undang – Undang No 4
Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara beserta peraturan pelaksanaanya
yang mengatur kewenangan Bupati/Wlikota
tidak mempunyai kekuatan hukum;
3. Untuk memberikan kepastian hukum dan
kepastian berusaha kepada pemegang Izin
Usaha Pertambangan (IUP) Mineral dan
Batubara, Gubernur dan Bupati/Walikota
segera melalkukan koordinasi terkait dengan
penyerahan Dokumen IUP
BUPATI/WALIKOTA
SEGERA MENYERAHKAN BERKAS PERIZINAN KEPADA GUBERNUR
Surat Edaran (SE) Menteri ESDM No 04.E/30/DJB/2015
Bupati/Walikota Segera
menyerahkan Dokumen-
Dokumen Perijinan kepada
Gubernur
1. IUP Eksplorasi
2. IUP Operasi Produksi
Mineral Logam
3. IUP Mineral Bukan Logam,
Batuan dan Batubara,
4. dll
25. TINDAK LANJUT PENGALIHAN P3D
P 3 D P R O V I N S I K A B / K O T A
Personil
pastikan kualitas dan kuantitas personil
yang akan menangani kewenangan
inventarisasi personil yang mempunyai
kompentensi teknis ESDM
Pendanaan
adanya perencanaan pendanaan
setelah diserahterimakan dan pastikan
pemeliharaan terhadap aset yang
diserahterimakan terbiayai
inventarisasi pendanaan terkait
kegiatan ESDM yang kewenangannya
akan diserahterimakan
Prasarana
dan Sarana
inventarisasi atas prasarana dan
sarana yang akan diserahterimakan
inventarisasi prasarana dan sarana
(aset) yang akan diserahterimakan
Dokumen
memastikan kesesuaian dokumen, jika
diperlukan lakukan cek lapangan untuk
menjaga akuntalibitas
inventarisasi dokumen-dokumen terkait
kegiatan ESDM
HARMONISASI
Tim transisi (keterlibatan SKPD terkait)
26. Pegawai Negeri Sipil Daerah Provinsi dan Daerah
Kabupaten/Kota yang:
1. menduduki Jabatan Fungsional Inspektur Tambang;
2. menduduki Jabatan Fungsional Inspektur Minyak dan
Gas Bumi;
3. melaksanakan pengawasan pertambangan yang
ditetapkan berdasarkan Keputusan Gubernur/Bupati/
Walikota;
4. mengisi kebutuhan Jabatan Fungsional Inspektur
Tambang atau Inspektur Minyak dan Gas Bumi yang
saat ini masih menduduki jabatan pelaksana;
5. telah mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan
Jabatan Fungsional Inspektur Tambang yang
memenuhi syarat pengangkatan sebagai Inspektur
Tambang dan bekerja pada unit kerja yang
melaksanakan tugas dan fungsi bidang pengelolaan
pertambangan;
6. telah mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan
Jabatan Fungsional Inspektur Minyak dan Gas Bumi
yang memenuhi syarat pengangkatan sebagai
Inspektur Minyak dan Gas Bumi dan bekerja pada unit
kerja yang melaksanakan tugas dan fungsi
pengelolaan minyak dan gas bumi; dan
7. telah lulus pendidikan Diploma IV (D-lV) program
konsentrasi Keinspekturan Tambang dan
Keinspekturan Minyak dan Gas Bumi.
1. Pegawai Negeri Sipil yang menduduki Jabatan Pimpinan
Tinggi dan Jabatan Administrasi yang melaksanakan tugas
pengawasan minyak dan gas bumi dapat dialihkan menjadi
Pegawai Negeri Sipil Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral.
2. Pegawai Negeri Sipil yang menduduki Jabatan Pimpinan
Tinggi dan Jabatan Administrasi yang melaksanakan tugas
pengawasan pertambangan dapat dialihkan menjadi Pegawai
Negeri Sipil Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
3. Pegawai Negeri Sipil yang telah mengikuti dan lulus
pendidikan dan pelatihan Jabatan Fungsional Inspektur
Tambang tetapi berada di luar unit kerja yang melaksanakan
tugas dan fungsi bidang pengelolaan pertambangan dapat
dialihkan menjadi Pegawai Negeri Sipil Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral.
4. Pegawai Negeri Sipil yang telah mengikuti dan lulus
pendidikan dan pelatihan Jabatan Fungsional Inspektur
Minyak dan Gas Bumi tetapi berada di luar unit kerja yang
melaksanakan tugas dan fungsi bidang pengelolaan minyak
dan gas bumi dapat dialihkan menjadi Pegawai Negeri Sipil
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Kriteria PNS yang wajib
dialihtugaskan ke Kemen. ESDM
Kriteria PNS yang dapat
dialihtugaskan ke Kemen. ESDM
Sumber : Perka BKN No. 10 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Pengalihan PNS yang Menyelenggarakan Urusan Pemerintahan
Bidang ESDM (Diundangkan tanggal 29 April 2016)
27. Pegawai Negeri Sipil Daerah
Kabupaten/Kota yang:
1. menduduki Jabatan Fungsional Inspektur
Ketenagalistrikan;
2. menduduki Jabatan Fungsional Penyelidik
Bumi;
3. mengisi kebutuhan Jabatan Fungsional
Inspektur Ketenagalistrikan atau Penyelidik
Bumi yang saat ini menduduki jabatan
Pelaksana;
4. telah mengikuti dan lulus pendidikan dan
pelatihan Jabatan Fungsional Inspektur
Ketenagalistrikan yang memenuhi syarat
pengangkatan sebagai Inspektur
Ketenagalistrikan dan bekerja pada unit kerja
yang melaksanakan tugas dan fungsi bidang
ketenagalistrikan; dan
5. telah mengikuti dan lulus pendidikan dan
pelatihan Jabatan Fungsional Penyelidik Bumi
yang memenuhi syarat pengangkatan sebagai
Penyelidik Bumi dan bekerja pada unit kerja
yang melaksanakan tugas dan fungsi bidang
penyelidikan kebumian.
Kriteria PNS yang wajib
dialihtugaskan ke Provinsi
Kriteria PNS yang dapat
dialihtugaskan ke Provinsi
1. Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten/Kota yang
melaksanakan tugas dan fungsi bidang energi dan sumber
daya mineral dan/atau tugas dan fungsi lain yang
menyelenggarakan penatalaksanaan personil, pendanaan,
sarana dan prasarana, dan dokumentasi dapat dialihkan
menjadi Pegawai Negeri Sipil Daerah Provinsi.
2. Pegawai Negeri Sipil yang telah pendidikan dan pelatihan
Jabatan Ketenagalistrikan tetapi berada di melaksanakan
tugas dan mengikuti dan lulus Fungsional Inspektur luar
unit kerja yang fungsi di bidang ketenagalistrikan dapat
dialihkan menjadi Pegawai Negeri Sipil Daerah Provinsi
3. Pegawai Negeri Sipil yang telah mengikuti dan lulus
pendidikan dan pelatihan Jabatan Fungsional Penyelidik
Bumi tetapi berada di luar unit kerja yang melaksanakan
tugas dan fungsi di bidang kegeologian dapat dialihkan
menjadi Pegawai Negeri Sipil Daerah Provinsi
4. Pegawai Negeri Sipil yang menduduki Jabatan
Administrasi yang melaksanakan tugas dan fungsi di
bidang kegeologian, ketenagalistrikan, atau energi baru
terbarukan dan konservasi energi kecuali pemanfaatan
langsung panas bumi dapat dialihkan menjadi Pegawai
Negeri Sipil Daerah Provinsi
Sumber : Perka BKN No. 10 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Pengalihan PNS yang Menyelenggarakan Urusan Pemerintahan
Bidang ESDM (Diundangkan tanggal 29 April 2016)
28. Izin yang telah dikeluarkan sebelum berlakunya Undang-
Undang ini tetap berlaku sampai dengan habis berlakunya izin
Pasal 402
Termasuk perizinan di bidang ESDM
Tindak
lanjut
Provinsi segera berkoordinasi dengan Kabupaten/Kota untuk:
1. Menginventarisasi perizinan yang masih berlaku, sedang berproses
pengajuan dan yang akan berakhir di Kabupaten/Kota
Tim Transisi Provinsi dan Kab/Kota
2. Menginventarisasi regulasi dan kebijakan terkait bidang ESDM
3. Mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM)
4. Berkoordinasi terknis dengan Kementerian ESDM
HAL LAIN
Sumber: UU No. 23 Tahun 2014
29. PENUTUP
1. Provinsi dan Kabupaten/Kota perlu berkoordinasi aktif/keterlibatan
( masa transisi), jangan saling menunggu menjamin kepastian pelayanan
tetap berjalan
2. Provinsi agar berkoordinasi secara teknis dengan Kementerian ESDM
3. Kabupaten/Kota lingkup Provinsi Bengkulu agar segera menginventarisasi
persiapan pemindahan Personil, Prasarana sarana, Pendanaan dan
Dokumen (P3D) berkoordinasi dengan Provinsi
4. Kegiatan urusan ESDM agar tetap mendasarkan pada:
a. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
b. Surat Edaran Nomor 120/253/Sj tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
Setelah Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah; dan
c. Surat Edaran Nomor 04.E/30/DJB/2015 tentang Penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara setelah Berlakunya
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
30. TERIMA KASIH
SUBDIT
ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
DIREKTORAT SIUPD I
DITJEN BINA BANGDA
KEMENDAGRI
TELP/FAX: (021) 7983785
Email :
subditesdmkemendagri@yahoo.com