Disampaikan oleh Sony Heru Prasetyo, Kasubag Penyusunan Peraturan Perundang-undangan Ditjen Minerba, pada penajaman desain program Selamatkan Hutan dan Lahan Melalui Tata Kelola Hutan dan Lahan yang Baik (SETAPAK), 3 Februari 2016.
Disampaikan oleh Rudhy Hendarto, Inspektur Tambang dalam Penajam Desain Program Selamatkan Hutan dan Lahan Melalui Tata Kelola Hutan dan Lahan yang Baik (SETAPAK), 3 Februari 2016.
Disampaikan oleh Bapak Hendaryanto, Kasubdit Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah, Kementerian Dalam Negeri.
Disampaikan oleh Rudhy Hendarto, Inspektur Tambang dalam Penajam Desain Program Selamatkan Hutan dan Lahan Melalui Tata Kelola Hutan dan Lahan yang Baik (SETAPAK), 3 Februari 2016.
Disampaikan oleh Bapak Hendaryanto, Kasubdit Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah, Kementerian Dalam Negeri.
Dokumen ini merupakan penetapan Izin Usaha Pertambangan (IUP) berstatus Clear and Clean (C&C) yang dicabut oleh pemberi izin sebagaimana terlampir yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Permen ESDM no. 43/2015 jo Permen ESDM no. 2/2013 sebagai pelaksanaan dari UU no. 4/2009, dengan kriteria: administrasi, kewilayahan, teknis dan lingkungan, dan finansial.
Perkembangan tora yang berasal dari kawasan hutanAdi Pujakesuma
“PERKEMBANGAN TORA YANG BERASAL
DARI KAWASAN HUTAN”
DISAMPAIKAN OLEH:
DIREKTUR JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN PADA RAPAT KERJA NASIONAL LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN. Yogyakarta, 27- 28 Februrai 2020.
NAWACITA RPJMN 2015-2019 dan Dilanjutkan RPJMN 2020-2024.
Tersedianya sumber Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) dan terlaksananya redistribusi tanah dan legalisasi aset
(teridentifikasi kawasan hutan yang akan dilepaskan sedikitnya sebanyak 4,1 juta ha) • Meningkatnya akses masyarakat untuk mengelola hutan melalui hutan kemasyarakatan, hutan desa, hutan tanaman
rakyat, hutan adat dan hutan rakyat serta kemitraan seluas 12,7 juta ha.
KETERANGAN
a) Kriteria 1 masih menunggu PP untuk menarik 20% (429.358 ha) di
lokasi pelepasan.
b) Kriteria 2 (938.878 ha) masih perlu ditindaklanjut dengan
permohonan daerah sesuai Permenko.
c) Kriteria 3 (39.229 ha) masih perlu ditindaklanjut dengan
permohonan daerah sesuai Permenko.
d) Kriteria 4 sudah dikeluarkan SK Pelepasan (264.578,31 ha) clear
jadi APL, tindak lanjut legalisasi dan reditribusi oleh BPN (Sudah
terbit sertifikat sebanyak 16.340 bidang untuk 6.515 KK pada 41
lokasi)
e) Kriteria 5,6, dan 7 terdiri dari :
1. Data Realisasi Tata Batas 2014 sd 2018 seluas 307.516 ha (clear jadi APL)
tindak lanjut legalisasi dan redistribusi oleh BPN.
2. Realisasi perubahan kawasan hutan dalam rangka RTRWP Kaltim (16.503
ha), Kepri (207.000 ha), Sulsel (72.558 ha), 296.061 ha. (clear jadi APL),
tindak lanjut legalisasi dan redistribusi oleh BPN
6 3. Adendum IUPHHK 34.134 ha (clear jadi APL), tindak
lanjut legalisasi dan redistribusi oleh BPN. 4. Adendum IUPHHK 16.895 ha (Kawasan Hutan), tindak lanjut
Perhutanan Sosial. 5. SK Penyelesaian Pola PPTKH 74 Kabupaten 109.960,4 ha
(perubahan batas) 6. SK Penyelesaian Pola PPTKH 74 Kabupaten 69.176,5 ha
(perhutanan sosial) 7. SK Penyelesaian Pola PPTKH 56 Kabupaten 94.702 ha
(perubahan batas) 8. SK Penyelesaian Pola PPTKH 56 Kabupaten 56.503,5 ha
(perhutanan sosial)
Perlunya menetapkan arah, kebijakan, dan strategi sektor pertambangan nasional yang jelas dan terukur dan menuangkannya ke dalam suatu dokumen kebijakan pertambangan nasional yang bersifat resmi dan mengikat dalam aturan dan pelaksanaannya.
Pertambangan merupakan opsi menarik untuk optimalisasi penggunaan lahan, menambah lapangan kerja, memenuhi kebutuhan dalam negeri dan penerimaan negara.
Tulisan ini mencoba menjawab beberapa pertanyaan penelitian berikut, antara lain: 1. Bagaimana terjadinya proses dan bentuk (serta hak) penguasaan atas tanah di Indonesia (legal and historical perspectives)? 2. Bagaimana prinsip dan aplikasi kebijakan pertanahan di Indonesia (doktrin tanah)? 3. Bagaimanakah tujuan hukum dan/atau politik (hukum) agraria di Indonesia? 4. Bagaimanakah bentuk dan perlindungan atas pengakuan hak-hak atas tanah di Indonesia? 5. Bagaimanakah sengketa tanah ditinjau dari sudut budaya hukum? 6. Bagaimanakah sengketa tanah ditinjau dari sudut substansi hukum? 7. Bagaimanakah sengketa tanah ditinjau dari sudut struktur hukum? 8. Bagaimanakah sengketa tanah ditinjau dalam dimensi kepastian hukum? 9. Bagaimanakah sengketa tanah ditinjau dalam dimensi keadilan?
Sosialisasi muatan PP 22 tahun 2021 (terkait pl)Heri Romansyah
Berikut ini merupakan sosialisasi PP 22/2021 tentang PPPLH yang disampaikan oleh KLHK. Berisi :
- Perubahan-perubahan
- Sistematika P3LH
- Struktur kerangka P3LH
- Persetujuan Lingkungan
-
Dokumen ini merupakan penetapan Izin Usaha Pertambangan (IUP) berstatus Clear and Clean (C&C) yang dicabut oleh pemberi izin sebagaimana terlampir yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Permen ESDM no. 43/2015 jo Permen ESDM no. 2/2013 sebagai pelaksanaan dari UU no. 4/2009, dengan kriteria: administrasi, kewilayahan, teknis dan lingkungan, dan finansial.
Perkembangan tora yang berasal dari kawasan hutanAdi Pujakesuma
“PERKEMBANGAN TORA YANG BERASAL
DARI KAWASAN HUTAN”
DISAMPAIKAN OLEH:
DIREKTUR JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN PADA RAPAT KERJA NASIONAL LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN. Yogyakarta, 27- 28 Februrai 2020.
NAWACITA RPJMN 2015-2019 dan Dilanjutkan RPJMN 2020-2024.
Tersedianya sumber Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) dan terlaksananya redistribusi tanah dan legalisasi aset
(teridentifikasi kawasan hutan yang akan dilepaskan sedikitnya sebanyak 4,1 juta ha) • Meningkatnya akses masyarakat untuk mengelola hutan melalui hutan kemasyarakatan, hutan desa, hutan tanaman
rakyat, hutan adat dan hutan rakyat serta kemitraan seluas 12,7 juta ha.
KETERANGAN
a) Kriteria 1 masih menunggu PP untuk menarik 20% (429.358 ha) di
lokasi pelepasan.
b) Kriteria 2 (938.878 ha) masih perlu ditindaklanjut dengan
permohonan daerah sesuai Permenko.
c) Kriteria 3 (39.229 ha) masih perlu ditindaklanjut dengan
permohonan daerah sesuai Permenko.
d) Kriteria 4 sudah dikeluarkan SK Pelepasan (264.578,31 ha) clear
jadi APL, tindak lanjut legalisasi dan reditribusi oleh BPN (Sudah
terbit sertifikat sebanyak 16.340 bidang untuk 6.515 KK pada 41
lokasi)
e) Kriteria 5,6, dan 7 terdiri dari :
1. Data Realisasi Tata Batas 2014 sd 2018 seluas 307.516 ha (clear jadi APL)
tindak lanjut legalisasi dan redistribusi oleh BPN.
2. Realisasi perubahan kawasan hutan dalam rangka RTRWP Kaltim (16.503
ha), Kepri (207.000 ha), Sulsel (72.558 ha), 296.061 ha. (clear jadi APL),
tindak lanjut legalisasi dan redistribusi oleh BPN
6 3. Adendum IUPHHK 34.134 ha (clear jadi APL), tindak
lanjut legalisasi dan redistribusi oleh BPN. 4. Adendum IUPHHK 16.895 ha (Kawasan Hutan), tindak lanjut
Perhutanan Sosial. 5. SK Penyelesaian Pola PPTKH 74 Kabupaten 109.960,4 ha
(perubahan batas) 6. SK Penyelesaian Pola PPTKH 74 Kabupaten 69.176,5 ha
(perhutanan sosial) 7. SK Penyelesaian Pola PPTKH 56 Kabupaten 94.702 ha
(perubahan batas) 8. SK Penyelesaian Pola PPTKH 56 Kabupaten 56.503,5 ha
(perhutanan sosial)
Perlunya menetapkan arah, kebijakan, dan strategi sektor pertambangan nasional yang jelas dan terukur dan menuangkannya ke dalam suatu dokumen kebijakan pertambangan nasional yang bersifat resmi dan mengikat dalam aturan dan pelaksanaannya.
Pertambangan merupakan opsi menarik untuk optimalisasi penggunaan lahan, menambah lapangan kerja, memenuhi kebutuhan dalam negeri dan penerimaan negara.
Tulisan ini mencoba menjawab beberapa pertanyaan penelitian berikut, antara lain: 1. Bagaimana terjadinya proses dan bentuk (serta hak) penguasaan atas tanah di Indonesia (legal and historical perspectives)? 2. Bagaimana prinsip dan aplikasi kebijakan pertanahan di Indonesia (doktrin tanah)? 3. Bagaimanakah tujuan hukum dan/atau politik (hukum) agraria di Indonesia? 4. Bagaimanakah bentuk dan perlindungan atas pengakuan hak-hak atas tanah di Indonesia? 5. Bagaimanakah sengketa tanah ditinjau dari sudut budaya hukum? 6. Bagaimanakah sengketa tanah ditinjau dari sudut substansi hukum? 7. Bagaimanakah sengketa tanah ditinjau dari sudut struktur hukum? 8. Bagaimanakah sengketa tanah ditinjau dalam dimensi kepastian hukum? 9. Bagaimanakah sengketa tanah ditinjau dalam dimensi keadilan?
Sosialisasi muatan PP 22 tahun 2021 (terkait pl)Heri Romansyah
Berikut ini merupakan sosialisasi PP 22/2021 tentang PPPLH yang disampaikan oleh KLHK. Berisi :
- Perubahan-perubahan
- Sistematika P3LH
- Struktur kerangka P3LH
- Persetujuan Lingkungan
-
1. Nyawiji Nandur Kanggo Lestarine Kendeng
2. Sedulur Kendeng Social Audit Training: Increasing Community Participation in Development Oversight
3. Sedulur Kendeng Social Audit Training: Increasing Community Participation in Development Oversight
4. Self-led influencing: Shifting the Empowerment Narrative
5. Moeldoko and JMPPK Discuss Kendeng Mountain Study
1. Aliansi Masyarakat Sipil: “RPJMD Harus Inklusif, Adil dan Berkelanjutan”
2. Lingkar Belajar Advokasi Kebijakan dan Temu Kartini Kendeng
3. Kendeng Tadarus Kanggo Ibu Bumi
4. “Surat Super Soko Semar (SUPERSEMAR)“ KLHS Perintah Presiden, Harus Dijalankan !!!
5. Para Kartini dari Jawa Tengah Ini akan Terus Suarakan Kelestarian Bumi
6. JMPPK Bangun Posko Pantau Pelanggaran Tambang Pegunungan Kendeng
1. The Civil Society Alliance: "The RPJMD of Central Java Province Must Be Inclusive, Fair and Sustainable"
2. Community Training on Policy Advocacy and Kendeng Women Gathering
3. Kendeng Community Recites Al-Quran for the Mother Nature
4. “Letter of Super Soko Semar (SUPERSEMAR)” KLHS Orders President, Must Be Done !!!
5. These Kartini from Central Java Will Continue to Speak Out for the Sustainability of the Earth
6. JMPPK Builds Command Post to Monitor Kendeng Mountain Mining Violations
1. Nyawiji Nandur Kanggo Lestarine Kendeng
2. mplikasi Omnibus Law terhadap Upaya Penataan Ruang dan Pencegahan Korupsi Sektor Sumber Daya Alam
3. Prinsip Berdikari: Menggeser Narasi Pemberdayaan
4. Pelatihan Audit Sosial: Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan Pembangunan
5. Moeldoko dan JMPPK Bahas Kajian Pegunungan Kendeng
Compared with other sources of energy, oil and gas continue to become primary sources of energy in Indonesia with the highest level of consumption. Apart from propping up almost one third of national revenue, oil and gas also significantly contribute to create job opportunities, supply the need of fuel, petrochemical industry which in turn effectively enhances investment and economy.
As a natural resource contained within the bowel of the earth, the constitution of the Republic of Indonesia asserts that the ownership and enterpreneurship of national oil and gas industry is controlled by the state and immensely benefitted to the welfare of people accordingly (constitution 1945, article 33). Furthermore, it is asserted through the law 22/2001 on oil and gas that the control by the state is administered by the government as the holder of mining right. It means, the government is entitled with authority to administer the exploration and exploitation of oil and gas throughout Indonesian territory.
Saat ini EITI sedang menyusun sebuah tinjauan strategis untuk memperbaiki standar EITI di masa depan. Salah satu proposal yang diangkat adalah mengenai dorongan atau permintaan membuka kontrak antara pemerintah dan perusahaan ekstraktif. Dewan EITI saat ini sedang mengumpulkan pandangan dari Negara pelaksana EITI perihal hal ini. Jika disetujui, maka keputusan terhadap topik ini akan dimasukkan sebagai bagian dari keputusan Dewan dalam Konferensi Global EITI ke-6 yang akan diselenggarakan di Sydney bulan Mei 2013.
Keterbukaan informasi publik merupakan hak asasi setiap warga negara yang mendukung pengembangan diri dan kehidupan seseorang, baik secara pribadi/individu maupun dalam hubungan sosialnya, serta dalam menjalankan peran kehidupan berbangsa dan bernegara secara baik dan bertanggung jawab. Keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri dari negara demokratis, dan menjadiprasyarat dalam partisipasi, transparansi, dan akuntablitas dalam tata kelola pemerintahan yang baik. Keterbukaan informasi publik dapat mendorong kemajuan sebuah bangsa, karena memungkinkan adanya kontrol publik serta mendorong terciptanya check and balances.
In Indonesia, natural resources including oil and gas, mineral and coal mining are controlled by the state and managed for the greatest prosperity of the people1. This means that the country and its citizens are the true owners of the natural resource wealth. While, the utilization is represented by the government so that it is managed as well as possible for the purpose of people’s welfare in accordance with the stipulated provisions. In realizing the benefits of welfare, transparency and accountability in the management of natural resources are absolutely essential.
Openness of public information is a human right of every citizen who supports self- development and the life of a person, both personally / individually and in social relations, and in carrying out the role of national and state life in a good and responsible manner. Openness of public information is one of the characteristics of a democratic country, and is a prerequisite for participation, transparency and accountability in good governance. Openness of public information can encourage the progress of a nation, because it allows for public control and encourages the creation of checks and balances
Keterbukaan dalam menjalankan pemerintahan dibutuhkan untuk mewujudkan pemerintahan yang partisipatif, dimana masyarakat dapat aktif berpartisipasi mengawal dan mengawasi jalannya pemerintahan. Untuk mendukung hal tersebut, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk menggunakan prinsip keterbukaan informasi kepada publik di antaranya melalui Undang-Undang No.14 Tahun 2008 tentang keterbukaan publik dan lahirnya Open Government Partnership (OGP) yang kini beranggotakan 78 negara, dimana Indonesia menjadi salah satu pelopornya, serta lahirnya Perpres No. 39 Tahun 2019 tentang Satu Data
The principle of openness in running the government is needed to realize a participatory government where people can actively participate in overseeing policy implementation. To support this, the Government of Indonesia has committed to use the principle of public information disclosure, which is shown through Law No. 14/2008. Moreover, Indonesia had participated in Open Government Partnership (OGP) which has 78-member countries which Indonesia is one of the pioneers of OGP, as well as Presidential Decree No.39/2019 on Satu Data (One Data) Indonesia.
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara pada September, 2019. Dalam peraturan tersebut, Pemerintah memasukkan ketentuan yang mengatur tentang data dan sistem informasi pertambangan. Pemerintah Provinsi NTB juga menjamin ruang bagi publik untuk berpartisipasi melakukan pengawasan terhadap operasional pertambangan di wilayahnya. Dua klausul ini merupakan jawaban atas persoalan-persoalan mendasar yang dialami masyarakat yang hidup di sekitar tambang, diantaranya adalah minimnya akses informasi dan ruang partisipasi.
The government of West Nusa Tenggara Province issued a Local Government Regulation on Mining Governance in September 2019. In this newly-issued regulation, there is a specific chapter on data and information systems of the mining sector and also provisions that guarantee public participation to monitor mining activities in the province. This is an answer to the problems faced by the people living near mining areas in West Nusa Tenggara Province.
West Nusa Tenggara Province (NTB) is one of the provinces with abundant metal and non-metal mineral resources and spread in almost all districts / cities. Now, there are 261 Mining Business Licenses (IUP) in NTB, consisting of 27 metal mineral IUPs and 234 rock IUPs (NTB ESDM Service, 2019). From 27 metal mineral IUPs, in fact there are 11 IUPs covering an area of 35,519 ha that are indicated to be in protected and conservation forest areas (DG Minerba, MEMR, 2017). Whereas based on Law number 41 of 1999 concerning Forestry, the two regions may not be used for mining activities.
The need for contract (and licensing documents) openness in the extractive industries is currently getting stronger, along with public demands for a transparent and accountable extractive industry governance. Some cases have shown a good precedent of contract openness in the said sector in Indonesia
Komisi Informasi telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pelayanan Informasi Penyediaan Publik dalam masa Darurat Kesehatan Masyarakat Akibat CoronaVirus Disease 2019 (Covid-19). Surat Edaran (SE) ini mengatur ketentuan penyediaan informasi terkait penanganan Covid-19 yang mudah dijangkau dan dipahami oleh masyarakat. Sehingga, diperlukan sebuah kajian untuk menilai pemenuhan hak informasi masyarakat, dan secara khusus menilai efektivitas implementasi SE tersebut. Kaji cepat ini bertujuan untuk; (1) mengetahui gambaran tata kelola keterbukaan informasi penanganan Covid-19 di Nusa Tenggara Barat (NTB) selama masa tanggap darurat Covid-19; dan (2) menilai sejauh mana efektivitas implementasi Surat Edaran Komisi Informasi Pusat Nomor 2 tahun 2020 di NTB. Hasil kaji cepat ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dalam meningkatkan efektivitas penanganan Covid-19, serta meningkatkan partisipasi publik selama masa tanggap darurat. Kaji cepat ini dilaksanakan menggunakan metode survei secara online dan tatap muka selama 10 hari sejak tanggal 28 April-5 Mei 2020. Survei tatap muka dilakukan di Kabupaten Lombok Tengah, Lombok Barat dan Kota Mataram. Jumlah responden seluruhnya sebanyak 582 orang yang berasal dari seluruh kabupaten/kota di NTB. Sedangkan jumlah responden tatap muka sebanyak 121 orang yang dipilih secara acak berdasarkan jenis kelamin, usia, dan tingkat kesejahteraan rumah tangga.
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 secara tegas menyatakan bahwa seluruh kekayaan alam yang ada di bumi Indonesia dikuasai oleh negara dan digunakan untuk mewujudkan kemakmuran rakyat.1 Minyak dan gas bumi (migas), serta pertambangan mineral dan batubara (minerba) merupakan beberapa kekayaan alam Indonesia, yang harus dikelola untuk mencapai tujuan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. Mengingat industri migas dan minerba tergolong sebagai industri ekstraktif yang high risk, high technology, dan high cost, maka pengelolaannya perlu dilakukan melalui kerja sama dengan berbagai pihak yang memiliki modal kapital maupun teknologi yang kompetitif. Kerja sama pengelolaan migas dan minerba ini sebagian besar dilakukan berdasarkan sistem kontrak. Dalam konteks Indonesia, sistem kontrak banyak digunakan untuk kegiatan sektor hulu yang mencakup kegiatan eksplorasi dan eksploitasi/produksi migas dan minerba, sedangkan untuk kegiatan
hilir dilaksanakan melalui pemberian izin usaha.2 Sejak tahun 2009, sebagian sektor hulu minerba dilaksanakan melalui sistem perizinan
Countries around the world collect taxes from their people in various forms, income tax, vehicle tax, land-building tax, fees from extraction of natural resources (royalties) and so forth. John Locke declared tax payments as reciprocity for meeting the people’s needs to get protection from the state.1 Such protection can be interpreted as guarantee and fulfillment of basic rights such as the right to life, health, ownership of property, and education.2 Richard Murphy emphasized the principle of protection, countries that collect taxes must protect their citizens without discrimination and provide public goods.3
Di Indonesia, kekayaan alam termasuk di dalamnya minyak dan gas bumi (migas) dan pertambangan mineral dan batubara (minerba) dikuasai
oleh negara dan dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat1. Ini artinya bahwa negara dan warganya adalah pemilik sesungguhnya kekayaan sumber daya alam (SDA). Sedangkan pemanfatannya diwakilkan kepada pemerintah agar dikelola dengan sebaik-baiknya untuk tujuan kesejahteraan rakyat sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dalam mewujudkan manfaat kesejahteraan itu, maka transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan SDA mutlak untuk dilaksanakan
Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia expressly states that all-natural resources in the land of Indonesia are controlled by the state and used to realize the prosperity of the people.1 Oil and gas, as well as minerals and coal are some of Indonesia’s natural wealth, which must be managed to achieve the objectives of Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. Considering that oil and gas, mineral and coal are classified as high risk, high technology, and high cost industries, the management needs to be done in collaboration with various parties who have capital and competitive technology. Most of the cooperation in oil and gas, mineral and coal management is carried out based on the contract system. In the Indonesian context, the contract system is widely used for upstream sector activities that include exploration and exploitation/production of oil and gas, and mineral and coal, while for downstream activities it is implemented through the granting of a business license.2 Since 2009, part of the upstream mineral and coal sector has been implemented through a licensing system.
More from Publish What You Pay (PWYP) Indonesia (20)
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023Muh Saleh
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 merupakan survei yang mengintegrasikan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGI). SKI 2023 dikerjakan untuk menilai capaian hasil pembangunan kesehatan yang dilakukan pada kurun waktu lima tahun terakhir di Indonesia, dan juga untuk mengukur tren status gizi balita setiap tahun (2019-2024). Data yang dihasilkan dapat merepresentasikan status kesehatan tingkat Nasional sampai dengan tingkat Kabupaten/Kota.
Ketersediaan data dan informasi terkait capaian hasil pembangunan kesehatan penting bagi Kementerian Kesehatan, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai bahan penyusunan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran berbasis bukti termasuk pengembangan Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2024-2029) oleh Kementerian PPN/Bappenas. Dalam upaya penyediaan data yang valid dan akurat tersebut, Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam penyusunan metode dan kerangka sampel SKI 2023, serta bersama dengan Lintas Program di Kementerian Kesehatan, World Health Organization (WHO) dan World Bank dalam pengembangan instrumen, pedoman hingga pelaporan survei.
Disampaikan pada PKN Tingkat II Angkatan IV-2024 BPSDM Provinsi Jawa Tengah dengan Tema “Transformasi Tata Kelola Pelayanan Publik untuk Mewujudkan Perekonomian Tangguh, Berdayasaing, dan Berkelanjutan”
Dr. Tri Widodo Wahyu Utomo, S.H., MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI
Disampaikan dalam Drum-up Laboratorium Inovasi Kabupaten Sorong, 27 Mei 2024
Dr. Tri Widodo W. Utomo, S.H., MA.
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Kementerian Kesehatan menggulirkan transformasi sistem kesehatan.
Terdapat 6 pilar transformasi sistem kesehatan sebagai penopang kesehatan
Indonesia yaitu: 1) Transformasi pelayanan kesehatan primer; 2) Transformasi
pelayanan kesehatan rujukan; 3) Transformasi sistem ketahanan kesehatan;
4) Transformasi sistem pembiayaan kesehatan; 5) Transformasi SDM
kesehatan; dan 6) Transformasi teknologi kesehatan.
Transformasi pelayanan kesehatan primer dilaksanakan melalui edukasi
penduduk, pencegahan primer, pencegahan sekunder dan peningkatan
kapasitas serta kapabilitas pelayanan kesehatan primer. Pilar prioritas
pertama ini bertujuan menata kembali pelayanan kesehatan primer yang ada,
sehingga mampu melayani seluruh penduduk Indonesia dengan pelayanan
kesehatan yang lengkap dan berkualitas.
Penataan struktur layanan kesehatan primer tersebut membutuhkan
pendekatan baru yang berorientasi pada kebutuhan layanan di setiap
siklus kehidupan yang diberikan secara komprehensif dan terintegrasi
antar tingkatan fasilitas pelayanan kesehatan. Pendekatan baru ini disebut
sebagai Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer, melibatkan Puskesmas, unit
pelayanan kesehatan di desa/kelurahan yang disebut juga sebagai Puskesmas
Pembantu dan Posyandu. Selanjutnya juga akan melibatkan seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan primer.
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Reformasi Perizinan di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasca Berlakunya UU No. 23/2014
1. REFORMASI PERIZINAN DI BIDANG
PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
PASCA BERLAKUNYA UU NO. 23 TAHUN 2014
Sony Heru Prasetyo, S.H.,S.Hum.,M.H.
Kasubag Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan
Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara
Jakarta, 3 Februari 2016
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA
2. REGULASI & ARAH KEBIJAKAN BIDANG
MINERBA TERKAIT TATA KELOLA PERIZINAN
Dalam kurun waktu tahun 2012 s.d tahun 2016,
kebijakan dan regulasi terkait tata kelola perizinan
pertambangan mineral dan batubara diwarnai dengan
beberapa isu penting, yaitu:
1. Kebijakan Penetapan WP dan Moratorium
Penerbitan IUP Baru
2. Penataan IUP (Kebijakan Clear and Clean IUP)
3. Penyesuaian dengan UU Nomor 23 Tahun 2014
4. Reformasi Perizinan Pertambangan Minerba
3. MORATORIUM PERIZINAN PERTAMBANGAN
SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 4 TAHUN 2009
Sejak diterbitkannya UU Nomor 4 Tahun 2009,
Pemerintah (Direktorat Jenderal Minerba) telah
menerbitkan 2 (dua) Surat Edaran terkait
Moratorium Penerbitan IUP Baru sbb:
1. Surat Edaran DJMBP No. 03 tentang Perizinan
Pertambangan Sebelum Terbitnya Peraturan
Pemerintah Sebagai Pelaksanaan UU No. 4 Tahun
2009
2. Surat Edaran DJMB No. 08 Tahun 2012 tentang
Penghentian Sementara Penerbitan IUP Baru
Sampai Ditetapkannya Wilayah Pertambangan
5. SURAT EDARAN DJMB NO. 08.E/30/DJB/2012
Moratorium Penerbitan IUP Baru
disebabkan karena belum adanya
penetapan Wilayah Pertambangan dari
Pemerintah
Meskipun Kepmen ESDM Tentang
Penetapan WP telah terbit pada tahun
2013 dan 2014, namun hingga saat ini
Menteri belum juga menetapkan satu
wilayah pun menjadi Wilayah Izin Usaha
Pertambangan (WIUP) mineral logam dan
batubara sebagai dasar dilakukannya
pelelangan wilayah dan penerbitan IUP
baru (mineral logam dan batubara)
MORATORIUM PENERBITAN IUP BARU
UNTUK LOGAM DAN BATUBARA MASIH
BERLAKU EFEKTIF HINGGA SAAT INI
6. KONDISI OBYEKTIF PERLUNYA MORATORIUM
PENERBITAN IUP BARU
1. Penataan IUP Belum Sepenuhnya selesai
2. Kebijakan Pengendalian Produksi
3. Masih Terbatasnya Tenaga Fungsional
Inspektur Tambang
4. Terbitnya UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah
7. II. PENATAAN IUP
Pemerintah sejak tahun 2011 mulai melakukan
penataan IUP yang diterbitkan oleh Pemerintah
Daerah(dalam rangka pembinaan dan
pengawasan), diawali dengan adanya Rekonsiliasi
IUP Nasional pada bulan Mei 2011
Kebijakan IUP Clear and Clean dan Sertifikat Clear
and Clean menjadi salah satu bagian dari upaya
penataan IUP yang saat ini masih dijalankan oleh
Pemerintah dan Pemerintah Provinsi
Moratorium penerbitan IUP baru diharapkan dapat
mengakselerasi pelaksanaan penataan IUP existing
8. II. PENATAAN IUP
Keterangan :
1. Setiap perubahan jumlah IUP merupakan usulan penambahan, penciutan dan peningkatan tahap dari Pemerintah Provinsi dan
Kabupaten/Kota.
2. Daftar Korsup KPK di 12 Provinsi : Sulawesi Tengah, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah,
Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Maluku Utara, Sulawesi Tanggara dan Sulawesi Selatan
3. Daftar Korsup KPK di 19 Provnsi : Aceh, Sumatera Utara, Bengkulu, Lampung, Banten, Maluku, Papua, Papua Barat, Jabar, Jateng, Jatim,
DIY, NTT, NTB, Sulut, Sulbar dan Gorontalo
9. STATUS PENATAAN IUP
STATUS
MINERAL BATUBARA
JUMLAH
EKS OP EKS OP
C&C 1,491 2,422 1,298 1,159 6,370
NON C&C 1,143 1,680 822 315 3,960
SUB
TOTAL
2,634 4,102 2,120 1,474
10,320
TOTAL 6,736 3,594
Status: 21 Januari 2016
Keterangan:
Data IUP didasarkan atas penyampaian SK pencabutan, masa berlaku habis dan peningkatan
tahap oleh Pemerintah Daerah.
10. TINDAK LANJUT PENATAAN IUP
Kementerian ESDM telah mengeluarkan Permen ESDM No. 43
Tahun 2015 tentang Tata Cara Evaluasi Penerbitan IUP Minerba
dalam rangka percepatan evaluasi C&C kepada Gubernur
paling lambat 90 hari kerja.
Beberapa hal yang diatur dalam Permen ESDM No. 43/2015:
1. Penyelesaian evaluasi C&C oleh Gubernur dilakukan dalam
jangka waktu paling lambat 90 hari kerja (paling lambat 12
Mei 2016)
2. Menteri/Gubernur melakukan pemberian sanksi
administratif kepada pemegang IUP yang tidak memenuhi
kriteria administratif, kewilayahan, teknis, lingkungan, dan
finansial, termasuk melakukan pencabutan IUP
3. Menteri mengumukan IUP C&C dan Sertifikat C&C kepada
pemegang IUP yang memenuhi kriteria administratif,
kewilayahan, teknis, lingkungan, dan finansial
11. III. UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH
Pada tanggal 2 Oktober 2014 terbit UU Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
UU No. 23/2014 membawa perubahan paradigma
penyelenggaraan kewenangan pemerintahan terkait
pengelolaan SDA, termasuk di bidang pertambangan
minerba
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan bidang
kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber daya
mineral dibagi antara pemerintah pusat dan daerah
provinsi (Pasal 14 ayat 1)
UU No. 4 Tahun 2009 dan seluruh peraturan
turunannya (PP, Permen, dll) wajib menyesuaikan diri
dengan UU No. 23/2014
12. Wilayah
Kerja
Kab/Kota dan
lintas Kab/Kota
Wilayah
Kerja
lintas Provinsi
PEMERINTAH PEMERINTAH DAERAH / PEMERINTAH
GUBERNUR
PEMERINTAH
LOKAL DAN
REGIONAL
NASIONAL
GUBERNUR
PEMERINTAH
12
(Pasal 37 dan Pasal 48 UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba Jo UU
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah)
13. PEMBAGIAN URUSAN DI BIDANG
PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
(PASAL 15 AYAT (1) JO. LAMPIRAN HURUF CC ANGKA 2)
No. Pemerintah Pusat Daerah Provinsi
1. Penetapan WP sebagai bagian dari tata ruang
wilayah nasional, yang terdiri atas wilayah
usaha pertambangan, wilayah pertambangan
rakyat, dan wilayah pencadangan negara serta
wilayah usaha pertambangan khusus
2. Penetapan WIUP mineral logam dan batubara
serta wilayah izin usaha pertambangan khsusus
3. Penetapan WIUP mineral bukan logam dan
batuan lintas Daerah provinsi dan wilayah laut
lebih dari 12 mil
Penetapan WIUP mineral bukan logam dan batuan
dalam 1 (satu) Daerah provinsi dan wilayah laut s.d 12
mil
4. Penerbitan izin usaha pertambangan mineral
logam, batubara, mineral bukan logam, dan
batuan pada:
a. Wilayah izin usaha pertambangan yang
berada pada wilayah lintas Daerah
provinsi;
b. Wilayah izin usaha pertambangan yang
berbatasan langsung dengan negara lain;
c. Wilayah laut lebih dari 12 mil.
a. Penerbitan IUP mineral logam dan batubara dalam
rangka penanaman modal dalam negeri pada wilayah
izin usaha pertambangan Daerah yang berada dalam 1
(satu) Daerah provinsi termasuk wilayah laut sampai
dengan 12 mil laut
b. Penerbitan IUP mineral bukan logam dan batuan
dalam rangka penanaman modal dalam negeri pada
wilayah izin usaha pertambangan Daerah yang
berada dalam 1 (satu) Daerah provinsi termasuk
wilayah laut sampai dengan 12 mil laut
14. No. Pemerintah Pusat Daerah Provinsi
5. Penerbitan izin usaha pertambangan dalam rangka
penanaman modal asing
6. Pemberian izin usaha pertambangan khusus mineral
dan batubara
7. Pemberian registrasi izin usaha pertambangan dan
penetapan jumlah produksi setiap Daerah provinsi
untuk komoditas mineral logam dan batubara
8. Penerbitan izin usaha pertambangan operasi produksi
khusus untuk pengolahan dan pemurnian yang
komoditas tambangnya berasal dari Daerah provinsi
lain di luar lokasi fasilitas pengolahan dan pemurnian,
atau impor serta dalam rangka penanaman modal asing
Penerbitan izin usaha pertambangan operasi
produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian
dalam rangka penanaman modal dalam negeri yang
komoditas tambangnya berasal dari 1 (satu) Daerah
provinsi
9. Penerbitan izin usaha jasa pertambangan dan surat
keterangan terdaftar dalam rangka penanaman modal
dalam negeri dan penanaman modal asing yang
kegiatan usahanya di seluruh wilayah Indonesia
Penerbitan izin usaha jasa pertambangan dan surat
keterangan terdaftar dalam rangka penanaman
modal dalam negeri yang kegiatan usahanya dalam 1
(satu) Daerah provinsi
10. Penetapan harga patoka mineral logam dan batubara Penetapan harga patokan mineral bukan logam dan
batuan
11. Pengelolaan inspektur tambang dan pejabat pengawas
pertambangan
12. Penerbitan izin pertambangan rakyat untuk
komoditas mineral logam, batubara, mineral bukan
logam, dan batuan dalam wilayah pertambangan
rakyat
Lanjutan
15. KEWAJIBAN PEMDA DALAM
PELAYANAN PERIZINAN
Daerah dapat melakukan penyederhanaan jenis dan prosedur
pelayanan publik untuk meningkatkan mutu pelayanan dan
daya saing daerah (Ps. 349)
Pemda dapat memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik
Kepala Daerah wajib memberikan pelayanan perizinan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Ps. 350)
Dalam memberikan pelayanan perizinan Daerah membentuk
Unit Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kepala Daerah yang tidak memberikan pelayanan perizinan
dikenai sanksi administratif, dan Menteri dapat mengambil alih
pemberian izin yang menjadi kewenangan Pemda
Kepala Daerah yang tidak memberikan pelayanan perizinan
sebagaimana Ps. 350 dikenai sanksi pidana sesuai ketentuan
peraturan perundang-udangan apabila pelanggarannya bersifat
pidana
16. Pasal 402, mengatur bahwa:
a. Izin yang telah dikeluarkan sebelum berlakunya
UU Nomor 23 Tahun 2014, tetap berlaku sampai
dengan habis berlakunya izin;
b. BUMD yang telah ada sebelum berlakunya UU Nomor
23 Tahun 2014, wajib menyesuaiakan dengan ketentuan
dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 dalam jangka waktu
paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak UU Nomor
23 Tahun 2014 diundangkan (paling lambat 2 Oktober
2017).
KETENTUAN PERALIHAN
UU NO. 23/2014
19. PENYEDERHANAAN PERIZINAN SEKTOR
MINERBA
Penyederhanaan perizinan sektor minerba, diharapkan
dapat menjamin hal sbb:
a) Perizinan yang tidak tumpang tindih (melakukan
justifikasi, rasionalisasi, sinkronisasi perizinan eksisiting
dengan tuntutan dunia usaha yang relatif dinamis);
b) Pengurangan persyaratan perizinan (menghindari adanya
duplikasi dan pengulangan persyaratan perizinan);
c) Tata kelola waktu perizinan yang jelas (menyesuaikan SOP
dan Standar Pelayanan Minimal yang sudah ditetapkan);
d) Biaya perizinan yang jelas (harus ada maklumat pelayanan
yang memuat biaya menjamin aspek akuntabilitas);
e) Kemudahan tempat perizinan (menjadikan ruang RPIIT
sebagai role model PTSP);
f) Proses otomasi perizinan (mengutamakan pelayanan
perizinan secara online untuk memberi kemudahan kepada
dunia usaha dan mengurangi inefisiensi dari sisi waktu).
20. 20
WP
WUP
WPN
WPR
WIUP
WIUPK
IPR
IUPK
IUP Lelang
Lelang
Permohonan
Lelang
Lelang
Mineral Batubara Min Non logam Batuan
Permohonan
Permohonan Permohonan Permohonan
Permohonan
IZIN USAHA PERTAMBANGAN
(BAB I Pasal 3, 4 - BAB II Pasal 6,7,8,10,11,12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27,
28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38 – BAB III 47, 48 - BAB IV 51, 52, 53, 54, 56, 57, 58, 59, 60,
62, 63, 64, 65, 66, 67, PP No. 23 Tahun 2010)
IUP/K EKSPLORASI &
OPERASI PRODUKSI
KP PU
KP EKSPLORASI
KP EKSPLOITASI
KP ANGKUT-JUAL
KP OLAH-MURNI
UU No. 11 Thn 1967
Usaha pertambangan dilakukan
berdasakan IUP, IUPK atau IPR dan
terletak pada WP
Dalam 1 WUP/K dapat terdiri atas 1 atau lebih WIUP
Setiap pemohon hanya dapat diberikan 1 WIUP/K
Bagi yang terbuka (go public) dapat lebih dari 1
WIUP
21. IUP EKSPLORASI IUP OPERASI PRODUKSI
MINERAL PU EXPL FS LUAS KONST PROD LUAS
LOGAM
1 3 + (2X1) 1+(1) Max.
100.000
Min. 5.000
2 20 + (2x10) Max. 25.000
BATUBARA
1 2 + (2X1) 2 Max. 50.000
Min. 5.000
2 20 + (2x10) Max. 15.000
BUKAN
LOGAM
1
Jenis
ttn
1
1
Jenis
tertentu
3 + (1X1)
1
Jenis
tertentu
1+(1)
Max. 25.000
Min. 500
3 10 + (2x5)
Jenis tertentu
20 +(2x10)
Max. 5.000
BATUAN
1 1 1 Max. 5.000
Min. 5
1 5 + (2x5) Max.1000
RADIO AKTIF
1 3+(1x1) 1 Tergantung
Penugasan
Tergantung
Penugasan
Tergantung
Penugasan
: Sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi
22.
23.
24.
25.
26. PENDELEGASIAN WEWENANG PERIZINAN
MINERBA KE BKPM
Menteri ESDM telah menerbitkan Permen ESDM No. 25 Tahun 2015
tentang Pendelegasian Wewenang Pemberian Perizinan Bidang
Pertambangan Mineral dan Batubara Dalam Rangka Pelaksanaan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kepada Badan Koordinasi Penanaman
Modal
Kewenangan pemberian perizinan di bidang pertambangan yang
didelegasikan kepada BKPM, meliputi:
1. IUP Ekslorasi
2. IUP Operasi Produksi
3. Pengakhiran IUP karena pengembalian
4. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan
5. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian
6. Izin Sementara untuk melakukan pengangkutan dan penjualan
7. IUP Operasi Produksi untuk penjualan
8. Izin Prinsip pengolahand dan/atau pemurnian
9. Izin Usaha Jasa Pertambangan
27. PENDELEGASIAN WEWENANG PERIZINAN
MINERBA KE BKPM
Dalam rangka pendelegasian pemberian perizinan di bidang
pertambangan yang didelegasikan kepada Kepala BKPM termasuk
pemberian persetujuan terhadap:
1. Perubahan status dari perusahaan PMDN menjadi perusahaan PMA
2. Perubahan status dari perusahaan PMA menjadi perusahaan PMDN
3. Persetujuan perubahan IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengangkutan dan penjualan terkait:
a) Penyesuaian kerjasama
b) Penambahan kerjsasama
c) Peningkatan jumlah kapasitas
d) Penyesuaian IUP Operasi Produksi untuk penjualan
Dalam rangka pemberian perizinan, Menteri ESDM menunjuk
pejabat/pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Minerba dengan
status penugasan sebagai perwakilan KESDM untuk ditempatkan di
BKPM
28. The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia
28
TIMELINE KERJA PTSP PUSAT
Peluncuran
perizinan
online
BKPM
Desember
2014
Januari
2015
2016
Peluncura
n PTSP
Pusat
(26 Jan)
PTSP Daerah
24 Provinsi – 120 Kabupaten/Kota
( Feb- Desember)
PTSP Daerah
34 provinsi
561 kab/kota
TUJUAN PTSP PUSAT:
Tercapainya proses perizinan yang cepat, sederhana, transparan dan terintegrasi
KONSEP PTSP PUSAT
• Investor cukup datang ke BKPM sebagai penyelenggara PTSP Pusat untuk
mengurus perizinan investasi, tidak perlu lagi berkeliling kantor
Kementerian/Lembaga
• Investor dapat memonitor proses perizinan secara online
• Investor memperoleh kepastian mengenai tenggat waktu perizinan
Uji Coba
PTSP
Pusat ( 15
Jan)
Sosialisasi
PTSP Pusat
( Jan- Maret)
Percepatan dan
Penyederhanaan
Perizinan
( Feb-April)
Februari- Desember