Makalah ini membahas mengenai hak warga negara asing terhadap penguasaan tanah di Indonesia. Secara garis besar, subjek hukum yang dapat memiliki hak penguasaan tanah adalah warga negara Indonesia dan badan hukum nasional, meskipun warga negara asing juga dapat memiliki hak penguasaan tanah sementara berdasarkan UUPA dan peraturan terkait.
3. A. Latar Belakang
Tanah merupakan salah satu sumber kehidupan yang
sangat vital bagi manusia, baik dalam fungsinya sebagai
sarana untuk mencari penghidupan yaitu sebagai
pendukung mata pencaharian di berbagai bidang
seperti
pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, industri,
maupun yang dipergunakan sebagai tempat untuk
bermukim dengan didirikannya perumahan sebagai
tempat tinggal.
3
4. Ketentuan yuridis yang mengatur mengenai eksistensi
tanah yaitu terdapat dalam Undang-undang Nomor 5
Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria yang selanjutnya disebut UUPA, merupakan
pelaksanaan dari ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-
undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa bumi dan
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat.
4
5. Adapun pengejawantahan lebih lanjut mengenai hukum
tanah, banyak tersebar dalam berbagai peraturan
perundang-undangan lainnya seperti Peraturan
Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah;
Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pelimpahan
Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan
Pemberian Hak atas Tanah; dan lain-lain.
5
6. Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian
dari bumi yang disebut permukaan bumi. Tanah yang
dimaksudkan di sini bukan mengatur tanah dalam
segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu
aspeknya yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang
disebut hak. Tanah sebagai bagian dari bumi disebutkan
dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA yaitu:
6
7. “Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang
dimaksud dalam Pasal 2, ditentukan adanya macam-
macam hak atas permukaan bumi yang disebut
tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh
orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama
dengan orang lain serta badan-badan hukum.”
7
8. Hak yang dapat diberikan kepada warga negara, namun
ada masalah selanjutnya, yakni warga negara yang
mendiami Indonesia bukan hanya warga negara
Indonesia saja, tetapi ada juga warga negara asing.
Masalahnya adalah bagaimanakah pengaturan secara
yuridis mengenai pemberian hak kepada selain warga
negara Indonesia. Berdasarkan latar belakang diatas
Kami bermaksud membuat Makalah dengan judul “Hak
Warga Negara Asing terhadap Penguasaan Tanah di
Indonesia”.
8
9. B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, kami akan membatasi
pokok bahasan makalah ini. Kami membatasi masalah
menjadi dua hal, yaitu:
1. Siapa saja yang boleh memiliki hak penguasaan atas
tanah?
2. Apakah Warga Negara Asing boleh memiliki hak
atas tanah?
9
10. C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui siapa saja yang boleh memiliki
hak penguasaan atas tanah.
2. Untuk mengetahui apakah warga negara asing boleh
memiliki hak penguasaan atas tanah ataukah tidak.
10
11. D. Sistematika Penulisan
Berikut dijelaskan sistematika yang dipakai oleh Kami
dalam peyusunan makalah ini, yaitu: Bab I berisi
tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan
Penulisan dan Sistematika Penulisan. Bab II berisi empat
sub pembahasan, yaitu pertama mengenai Subjek Hak
Atas Tanah, kedua mengenai status warga negara asing
di Indonesia. Bab III berisi mengenai Kesimpulan dan
Saran.
11
13. A. Subjek Hak Atas Tanah
Pada asasnya hak milik hanya dapat dipunyai oleh
orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama
dengan orang lain. Badan hukum tidak dapat
mempunyai tanah dengan hak milik, kecuali badan
hukum yang ditetapkan oleh pemerintah dan telah
dipenuhi syarat-syaratnya. Demikian pasal 21 ayat (1)
dan (2) UUPA.
13
14. Sesuai dengan pasal 9 ayat (1) UUPA, menurut pasal 21
ayat (1) UUPA, hanya warga negara Indonesia saja yang
dapat mempunyai hak milik, sebagaimana telah
dijelaskan, bahwa larangan itu tidak diadakan
perbedaan antara orang-orang Indonesia asli dan
keturunan asing. Meskipun, menurut pasal 9 ayat (2)
UUPA, tidak diadakan perbedaan antara sesama warga
negara dalam hal pemilikan tanah diadakan perbedaan
antara mereka yang berkewarganegaraan tunggal dan
rangkap.
14
15. B. Status WNA di Indonesia
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepada
Badan Pertanahan Nasional Tentang Persyaratan
Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh
Orang Asing, pada pasal 1:
“Orang asing yang kehadirannya di Indonesia memberi
manfaat bagi pembangunan nasional dapat memiliki
sebuah rumah tempat tinggal atau hunian dalam bentuk
rumah dengan hak atas tanah tertentu atau satuan
rumah susun yang dibangun di atas tanah hak pakai atas
tanah negara.” (Pasal 1 ayat 1)
15
16. “Orang asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
adalah orang asing yang memiliki dan memelihara
kepentingan ekonomi di Indonesia dengan
melaksanakan investasi untuk memiliki rumah tempat
tinggal atau hunian di Indonesia.” (Pasal 1 ayat 2)
(Harsono, Boedi. 2004. Hukum Agraria Indonesia.
Jakarta: Penerbit Djambatan. Hlm 295)
16
17. C. Hak Penguasaan Atas Tanah
Warga Negara Asing
Penguasaan tanah oleh orang asing dan badan hukum
asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia diatur
dalam Pasal 41 dan 42 UUPA. Lebih lanjut diatur dalam
Peraturan Pemerintah (PP) nomor 40 tahun 1996
tentang Hak Guna Usaha, hak Guna Bangunan, dan Hak
Pakai atas Tanah dan PP nomor 41 tahun 1996 tentang
Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh
Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia.
17
18. Meskipun pada asasnya hanya orang-orang warga negara
Indonesia tunggal saja yang dapat memiliki
tanah, dalam hal-hal tertentu selama dalam waktu yang
terbatas UUPA masih memungkinkan orang-orang asing
dan warga negara Indonesia yang berkewarganegaraan
rangkap untuk mempunyai tanah dengan hak milik.
Diberikannya kemungkinan itu adalah atas dasar
pertimbangan peri kemanusiaan.
18
19. Pasal 21 ayat 3 UUPA menentukan, bahwa orang asing
yang sesudah tanggal 24 september 1960 memperoleh
hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau
percampuran harta karena perkawinan, wajib
melepaskan hak itu dalam jangka waktu satu tahun
sejak diperolehnya hak tersebut. Ketentuan itu berlaku
juga terhadap seorang warga negara Indonesia yang
mempunyai hak milik dan setelah tanggal 24 september
1960 kehilangan kewarganegaraannya.
19
20. Jangka waktu satu tahun tersebut dihitung sejak
hilangnya kewarganegaraan Indonesia itu.
Bagaimanakah ketentuannya jika yang menerima hak
milik secara demikian seorang Indonesia yang
berkewarganegaraan rangkap atau jika seorang pemilik
semula berkewarganegaraan Indonesia
tunggal, menurut hemat penulis (Eddy
Ruchiyat, S.H.), pasal 21 ayat 3 UUPA berlaku juga
terhadap mereka berdasarkan ketentuan pasal 21 ayat 4
UUPA.
20
21. Cara-cara yang disebutkan dalam ayat 3 diatas adalah
cara memperoleh hak tanpa melakukan sesuatu
tindakan positif yang sengaja ditujukan pada terjadinya
peralihan hak yang bersangkutan. Demikian penjelasan
pasal 21 ayat 3 UUPA tersebut. Cara-cara lain tidak
diperbolehkan karena dilarang oleh pasal 26 ayat 2
UUPA, juga beli, tukar menukar, hibah, dan pemberian
dengan wasiat (legat).
21
22. Memperoleh hak milik dengan kedua cara tersebut
diatas masih dimungkinkan bagi orang-orang asing dan
warga negara Indonesia yang berkewarganegaraan
rangkap, tetapi dalam waktu satu tahun pemilikan itu
harus diakhiri. Bagaimana cara mengakhirinya?
22
23. Dikatakan dalam ayat tersebut, bahwa di dalam waktu
satu tahun hak miliknya itu harus dilepaskan. Kalau hak
miliknya itu tidak dilepaskan, hak tersebut menjadi
hapus dan tanahnya menjadi tanah negara, yaitu tanah
yang dikuasai langsung oleh negara. Maksudnya, setelah
itu bekas pemilik diberi kesempatan untuk meminta
kembali tanah yang bersangkutan dengan hak dapat
dipunyainya, yaitu bagi orang asing hak pakai dan bagi
orang Indonesia yang berkewarganegaraan
rangkap, HGU, HGB, atau hak pakai.
23
24. Menurut PP Nomor 41 Tahun 1996 Tentang Pemilikan
Rumah Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing: “Warga
negara asing dapat memiliki rumah yang berdiri sendiri
di atas bidang tanah Hak Pakai atas Tanah Negara
(HPTN) atau di atas bidang tanah yang dikuasai
berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak atas
tanah. Perjanjian tersebut harus dalam bentuk tertulis
dengan akta PPAT dan wajib didaftarkan”.
24
25. Sebelum PP Nomor 41 Tahun 1996 terbit, alternatif bagi
WNA yang memerlukan rumah/hunian adalah dengan
mengadakan perjanjian sewa-menyewa rumah/
bangunan yang sudah ada di atas sebidang tanah untuk
dihuni tanpa penguasaan hak atas tanahnya.
Penguasaan tanah oleh penyewa bangunan hanyalah
dalam hubungan dengan perjanjian sewa menyewa
bangunan tersebut. Perjanjian sewa menyewa yang
obyeknya bangunan tersebut, yang lazim juga disebut
hak atas bangunan, tidak memerlukan akta PPAT dan
berada di luar pengaturan PP Nomor 41 Tahun 1996.
25
27. A. Kesimpulan
Subjek hukum yang memiliki hak
pengelolaan, khususnya yaitu hak milik adalah warga
negara Indonesia, badan hukum nasional yang diberi
kewenangan oleh undang-undang. Adapun warga
negara asing dan badan hukum asing yang mempunyai
perwakilan di Indonesia juga mendapatkan hak
penguasaan tanah yang diatur dalam Pasal 41 dan 42
UUPA.
27
28. Lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor
40 tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah jo. PP nomor 41
tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal
atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di
Indonesia.
28
29. Pasal 21 ayat 3 UUPA juga menentukan, bahwa orang
asing yang sesudah tanggal 24 september 1960
memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat
atau percampuran harta karena perkawinan juga
mendapatkan hak milik yang bersifat sementara yang
setelahnya harus diserahkan kembali pada negara. Cara-
cara yang disebutkan seperti diatas adalah cara
memperoleh hak tanpa melakukan sesuatu tindakan
positif yang sengaja ditujukan pada terjadinya peralihan
hak yang bersangkutan.
29
30. B. Saran
Bertitik tolak dari kesimpulan pembahasan makalah
ini, maka kami menyarankan beberapa hal, yaitu dengan
kondisi globalisasi yang sedang terjadi saat ini, maka
seharusnya pemerintah membuat aturan yang bisa
mempermudah orang asing untuk tinggal supaya
nantinya bisa berinvestasi dengan mudah dan tidak
terganggu dengan aturan yang mempersulit.
30
31. Adapun pelanggaran-pelanggaran atas aturan misalnya
dengan pencaloan hak atas penguasaan tanah yang
dilakukan antara warga negara Indonesia dan warga
negara asing harus ditindak dengan tegas dan juga
pemerintah membuat aturan preventif supaya
persekongkolan antara warga negara Indonesia dan
warga negara asing tidak terjadi. Kemudian, pemerintah
juga diharapkan memperbaharui kembali aturan yuridis
mengenai hukum agrarian di Indonesia ini.
31
32. Daftar Pustaka
Literatur Buku:
Harsono, Boedi. 2004. Hukum Agraria Indonesia.
Jakarta: Penerbit Djambatan.
Ruchiyat, Eddy. 2004. Politik Pertanahan Nasional
Sampai Orde Reformasi. Bandung: Alumni.
Soebekti. 2004. Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
32
33. Perundang-undangan:
UUD 1945 Republik Indonesia
UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar
Pokok Agraria
UU Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan
PP Nomor 40 Tahun 1966 Tentang Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas
Tanah
PP Nomor 41 Tahun 1996 Tentang Pemilikan Rumah
Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing
33