Hukum Perumahan dan Hukum Rumah Susun Pasca UU Cipta KerjaLeks&Co
Outline:
1. Perubahan istilah
2. Skala perumahan
3. Hunian berimbang
4. Dana konversi
5. PPJB
6. Sanksi administratif & pidana
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (“UU No. 1/2011”) Pasca UU Cipta Kerja
Pada awalnya, pengaturan mengenai Perumahan dan Kawasan Permukiman dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (“UU No.1/2011”). Namun, sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU No. 11/2020”), UU No.1/2011 mengalami beberapa perubahan.
1. Rusun umum & alas hak rusun
2. Pemisahan & pertelaan
3. SHM & SKBG sarusun
4. P3SRS
5. Sanksi administratif & pidana
6. Perbandingan PP rusun
Perubahan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun(”UU No. 20/2011”) Pasca UU Cipta Kerja
Pada awalnya, pengaturan mengenai Rumah Susun dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (“UU No.20/2011”). Namun, sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU No. 11/2020”), UU No.20/2011 mengalami beberapa perubahan.
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021Leks&Co
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No. 18/2021
Outline
Hak Pengelolaan
Tanah Reklamasi
Hak Atas Tanah
Hak Guna Usaha
Hak Guna Bangunan
Hak Pakai
Pembatalan Hak atas Tanah
Satuan Rumah Susun
Properti untuk Orang Asing
Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah
Pendaftaran Tanah secara Elektronik
Kawasan dan Tanah Telantar
HPL
Ketentuan mengenai HPL diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah (“PP No. 18/2021”)
Sejarah Pengaturan HPL
Sebelum ditetapkannya PP No. 18/2021, ketentuan mengenai HPL disinggung dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah (“PP No. 40/1996”) dan berbagai aturan lain
HPL didefinisikan PP No. 40/1996 sebagai hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.
Ketentuan mengenai subjek HPL serta tata cara permohonan dan pemberiannya diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 Tentang Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan (“Permenag No. 9/1999”)
PP No. 18/2021 juga memberikan definisi HPL sebagai hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang HPL
HPL dapat berasal dari (i) tanah negara dan (i) tanah ulayat.
HPL di atas tanah negara diberikan sepanjang tugas pokok dan fungsinya langsung berhubungan dengan pengelolaan tanah
HUKUM PROPERTI PASCA UU CIPTA KERJA
Kepemilikan HMSRS Orang Asing
Ketentuan Umum HMSRS
• UU Rusun: SHMSRS diterbitkan bagi setiap orang yang memenuhi syarat sebagai pemegang HAT
• HAT adalah hak-hak atas tanah yang diatur dalam UUPA, untuk Orang Asing yang relevan adalah Hak Pakai
Kepemilikan HMSRS oleh Orang Asing
• UU CK: HMSRS dapat diberikan kepada Orang Asing yang memiliki izin sesuai ketentuan per-uu-an
• PP 18/2021: Rumah tempat tinggal/hunian yang dapat dimiliki Orang Asing dapat berupa Rusun yang dibangun di atas bidang tanah: (i) HP atas Tanah Negara/HPL/Hak Milik; atau (ii) HGB atas Tanah Negara/HPL/Hak Milik
• Orang Asing dapat memiliki Sarusun yang dibangun di atas HP atau HGB. Ketentuan Orang Asing berhak memiliki Sarusun di atas HGB hanya muncul di PP 18/2021
Catatan/Tanggapan Kritis
• Ada potensi pertentangan ketentuan dalam PP 18/2021 dengan ketentuan dalam UU Rusun dan UUPA
• PP 18/2021 memperkenankan Orang Asing memiliki Sarusun yang dibangun di atas HGB, padahal dalam UU Rusun dan UUPA, Orang Asing hanya berhak memiliki Sarusun yang dibangun di atas HP
• Apa beda SHMSRS Orang Asing di atas HGB dan SKBG?
• Risiko: Ketentuan PP 18/2021 diajukan uji materiil melalui Mahkamah Agung karena dinilai bertentangan dengan UU Rusun dan UUPA
Kepemilikan HMSRS Orang Asing (HGB) Tidak Meliputi Tanah Bersama
Kepemilikan Sarusun oleh Orang Asing tidak meliputi Tanah Bersama
• UU Rusun: HMSRS merupakan hak milik yang bersifat perorangan terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama
• Pasal 188 (2) Permen ATR 18/2021: dalam hal Sarusun Orang Asing dibangun di atas HGB, hak bersama atas kepemilikan Sarusun dihitung berdasarkan NPP yang terdiri atas bagian bersama, benda bersama, dan tidak termasuk tanah bersama
• Sebaliknya, jika dibangun di atas HP, karena Orang Asing berhak memegang HP, maka hak bersama yang dapat dimiliki Orang Asing meliputi tanah bersama
Catatan/Tanggapan Kritis
• Jika Orang Asing yang memiliki Sarusun yang dibangun di atas HGB tidak memiliki hak bersama atas tanah bersama, bukankah seharusnya Orang Asing juga dapat memiliki Sarusun yang dibangun di atas HM dengan catatan ia tidak memiliki hak bersama atas tanah bersama? Mengapa dibatasi hanya di atas HGB?
• Bagaimana perhitungan NPP jika ada Orang Asing berkenaan dengan tanah bersama? 100% - NPP orang asing? Bagaimana pencatatan para pemilik hak atas tanah ketika terjadi perpanjangan hak? Tidak ada panduan tentang hal ini.
Batasan Kepemilikan Orang Asing atas Properti yang Belum Jelas
Batasan Kepemilikan Orang Asing atas Properti
• Minimal Harga
v Belum diatur di dalam Peraturan Menteri
v Sebelumnya batasan minimal harga diatur dalam Permen ATR 29/2016, namun dicabut oleh Permen ATR 18/2021
• Luas bidang tanah
v Rumah tapak: Maksimal 2.000m2 [kecuali untuk perwakilan negara asing/badan internasional]
• Jumlah bidang tanah atau Sarusun
v Rumah tapak: 1 bidang tanah [kecuali untuk perwakilan negara asing/badan internasional]
Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah SusunLeks&Co
Pembentukan P3SRS wajib difasilitasi oleh Pelaku Pembangunan paling lambat sebelum masa transisi berakhir.
Masa transisi ditetapkan paling lama 1 tahun sejak penyerahan pertama kali Sarusun kepada pemilik, tanpa dikaitkan dengan belum terjualnya Sarusun.
Pembentukan P3SRS terdiri atas Persiapan Pembentukan dan Pelaksanaan Pembentukan P3SRS yang pembiayaannya dibebankan kepada Pelaku Pembangunan.
Hukum Perumahan dan Hukum Rumah Susun Pasca UU Cipta KerjaLeks&Co
Outline:
1. Perubahan istilah
2. Skala perumahan
3. Hunian berimbang
4. Dana konversi
5. PPJB
6. Sanksi administratif & pidana
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (“UU No. 1/2011”) Pasca UU Cipta Kerja
Pada awalnya, pengaturan mengenai Perumahan dan Kawasan Permukiman dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (“UU No.1/2011”). Namun, sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU No. 11/2020”), UU No.1/2011 mengalami beberapa perubahan.
1. Rusun umum & alas hak rusun
2. Pemisahan & pertelaan
3. SHM & SKBG sarusun
4. P3SRS
5. Sanksi administratif & pidana
6. Perbandingan PP rusun
Perubahan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun(”UU No. 20/2011”) Pasca UU Cipta Kerja
Pada awalnya, pengaturan mengenai Rumah Susun dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (“UU No.20/2011”). Namun, sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU No. 11/2020”), UU No.20/2011 mengalami beberapa perubahan.
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021Leks&Co
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No. 18/2021
Outline
Hak Pengelolaan
Tanah Reklamasi
Hak Atas Tanah
Hak Guna Usaha
Hak Guna Bangunan
Hak Pakai
Pembatalan Hak atas Tanah
Satuan Rumah Susun
Properti untuk Orang Asing
Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah
Pendaftaran Tanah secara Elektronik
Kawasan dan Tanah Telantar
HPL
Ketentuan mengenai HPL diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah (“PP No. 18/2021”)
Sejarah Pengaturan HPL
Sebelum ditetapkannya PP No. 18/2021, ketentuan mengenai HPL disinggung dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah (“PP No. 40/1996”) dan berbagai aturan lain
HPL didefinisikan PP No. 40/1996 sebagai hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.
Ketentuan mengenai subjek HPL serta tata cara permohonan dan pemberiannya diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 Tentang Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan (“Permenag No. 9/1999”)
PP No. 18/2021 juga memberikan definisi HPL sebagai hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang HPL
HPL dapat berasal dari (i) tanah negara dan (i) tanah ulayat.
HPL di atas tanah negara diberikan sepanjang tugas pokok dan fungsinya langsung berhubungan dengan pengelolaan tanah
HUKUM PROPERTI PASCA UU CIPTA KERJA
Kepemilikan HMSRS Orang Asing
Ketentuan Umum HMSRS
• UU Rusun: SHMSRS diterbitkan bagi setiap orang yang memenuhi syarat sebagai pemegang HAT
• HAT adalah hak-hak atas tanah yang diatur dalam UUPA, untuk Orang Asing yang relevan adalah Hak Pakai
Kepemilikan HMSRS oleh Orang Asing
• UU CK: HMSRS dapat diberikan kepada Orang Asing yang memiliki izin sesuai ketentuan per-uu-an
• PP 18/2021: Rumah tempat tinggal/hunian yang dapat dimiliki Orang Asing dapat berupa Rusun yang dibangun di atas bidang tanah: (i) HP atas Tanah Negara/HPL/Hak Milik; atau (ii) HGB atas Tanah Negara/HPL/Hak Milik
• Orang Asing dapat memiliki Sarusun yang dibangun di atas HP atau HGB. Ketentuan Orang Asing berhak memiliki Sarusun di atas HGB hanya muncul di PP 18/2021
Catatan/Tanggapan Kritis
• Ada potensi pertentangan ketentuan dalam PP 18/2021 dengan ketentuan dalam UU Rusun dan UUPA
• PP 18/2021 memperkenankan Orang Asing memiliki Sarusun yang dibangun di atas HGB, padahal dalam UU Rusun dan UUPA, Orang Asing hanya berhak memiliki Sarusun yang dibangun di atas HP
• Apa beda SHMSRS Orang Asing di atas HGB dan SKBG?
• Risiko: Ketentuan PP 18/2021 diajukan uji materiil melalui Mahkamah Agung karena dinilai bertentangan dengan UU Rusun dan UUPA
Kepemilikan HMSRS Orang Asing (HGB) Tidak Meliputi Tanah Bersama
Kepemilikan Sarusun oleh Orang Asing tidak meliputi Tanah Bersama
• UU Rusun: HMSRS merupakan hak milik yang bersifat perorangan terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama
• Pasal 188 (2) Permen ATR 18/2021: dalam hal Sarusun Orang Asing dibangun di atas HGB, hak bersama atas kepemilikan Sarusun dihitung berdasarkan NPP yang terdiri atas bagian bersama, benda bersama, dan tidak termasuk tanah bersama
• Sebaliknya, jika dibangun di atas HP, karena Orang Asing berhak memegang HP, maka hak bersama yang dapat dimiliki Orang Asing meliputi tanah bersama
Catatan/Tanggapan Kritis
• Jika Orang Asing yang memiliki Sarusun yang dibangun di atas HGB tidak memiliki hak bersama atas tanah bersama, bukankah seharusnya Orang Asing juga dapat memiliki Sarusun yang dibangun di atas HM dengan catatan ia tidak memiliki hak bersama atas tanah bersama? Mengapa dibatasi hanya di atas HGB?
• Bagaimana perhitungan NPP jika ada Orang Asing berkenaan dengan tanah bersama? 100% - NPP orang asing? Bagaimana pencatatan para pemilik hak atas tanah ketika terjadi perpanjangan hak? Tidak ada panduan tentang hal ini.
Batasan Kepemilikan Orang Asing atas Properti yang Belum Jelas
Batasan Kepemilikan Orang Asing atas Properti
• Minimal Harga
v Belum diatur di dalam Peraturan Menteri
v Sebelumnya batasan minimal harga diatur dalam Permen ATR 29/2016, namun dicabut oleh Permen ATR 18/2021
• Luas bidang tanah
v Rumah tapak: Maksimal 2.000m2 [kecuali untuk perwakilan negara asing/badan internasional]
• Jumlah bidang tanah atau Sarusun
v Rumah tapak: 1 bidang tanah [kecuali untuk perwakilan negara asing/badan internasional]
Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah SusunLeks&Co
Pembentukan P3SRS wajib difasilitasi oleh Pelaku Pembangunan paling lambat sebelum masa transisi berakhir.
Masa transisi ditetapkan paling lama 1 tahun sejak penyerahan pertama kali Sarusun kepada pemilik, tanpa dikaitkan dengan belum terjualnya Sarusun.
Pembentukan P3SRS terdiri atas Persiapan Pembentukan dan Pelaksanaan Pembentukan P3SRS yang pembiayaannya dibebankan kepada Pelaku Pembangunan.
Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli RumahLeks&Co
Pendahuluan
Peraturan Menteri PU dan PR Nomor 11/PRT/M/2019 tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah (“Permen PPJB”) mencabut dua peraturan sebelumnya, yaitu:
- Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 11/KPTS/1994 tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun; dan
- Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 09/KPTS/M/1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah.
Di dalam ketentuan peralihan, disebutkan bahwa PPJB yang masih dalam proses penyusunan (belum ditandatangani sebelum 18 Juli 2019), harus disesuaikan dengan ketentuan Permen PPJB.
Reforma Agraria adalah penataan kembali struktur
penguasaan, pemilikian, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui
Penataan Aset dan disertai dengan Penataan Akses
untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Hukum Perumahan dan Hukum Rumah Susun Pasca UU Cipta Kerja
Pendahuluan
Pada awalnya, pengaturan mengenai Perumahan dan Kawasan Permukiman dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (“UU No.1/2011”). Namun, sejak diundangkannya Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU No. 11/2020”), UU No. 1/2011 mengalami beberapa perubahan.
Perencanaan dan Perancangan Rumah
UU No.1/2011
Perencanaan dan perancangan rumah harus memenuhi persyaratan teknis, administratif, tata ruang, dan ekologis.
UU No.11/2020
Hasil perencanaan dan perancangan rumah harus memenuhi standar.
Perencanaan dan Perancangan PSU
UU No.1/2011
Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum harus memenuhi persyaratan administratif, teknis, dan ekologis.
UU No.11/2020
Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum harus memenuhi standar.
Hunian Berimbang
UU No. 1/2011
Tidak diatur mengenai konversi Hunian Berimbang (kecuali untuk rusun umum).
UU No. 11/2020
Dalam hal rumah sederhana tidak dapat dibangun dalam bentuk rumah tunggal atau rumah deret, dapat dikonversi dalam:
a. bentuk rumah susun umum yang dibangun dalam satu hamparan yang sama; atau
b. bentuk dana untuk pembangunan rumah umum.
Rumah Susun Negara adalah rumah susun yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, sarana pembinaan keluarga, serta penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri. - Rumah Susun Komersial adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan. jadi inilah yang dinamakan rumah susun yaaaaaaaaaaaaaaaa
Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli RumahLeks&Co
Pendahuluan
Peraturan Menteri PU dan PR Nomor 11/PRT/M/2019 tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah (“Permen PPJB”) mencabut dua peraturan sebelumnya, yaitu:
- Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 11/KPTS/1994 tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun; dan
- Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 09/KPTS/M/1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah.
Di dalam ketentuan peralihan, disebutkan bahwa PPJB yang masih dalam proses penyusunan (belum ditandatangani sebelum 18 Juli 2019), harus disesuaikan dengan ketentuan Permen PPJB.
Reforma Agraria adalah penataan kembali struktur
penguasaan, pemilikian, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui
Penataan Aset dan disertai dengan Penataan Akses
untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Hukum Perumahan dan Hukum Rumah Susun Pasca UU Cipta Kerja
Pendahuluan
Pada awalnya, pengaturan mengenai Perumahan dan Kawasan Permukiman dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (“UU No.1/2011”). Namun, sejak diundangkannya Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU No. 11/2020”), UU No. 1/2011 mengalami beberapa perubahan.
Perencanaan dan Perancangan Rumah
UU No.1/2011
Perencanaan dan perancangan rumah harus memenuhi persyaratan teknis, administratif, tata ruang, dan ekologis.
UU No.11/2020
Hasil perencanaan dan perancangan rumah harus memenuhi standar.
Perencanaan dan Perancangan PSU
UU No.1/2011
Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum harus memenuhi persyaratan administratif, teknis, dan ekologis.
UU No.11/2020
Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum harus memenuhi standar.
Hunian Berimbang
UU No. 1/2011
Tidak diatur mengenai konversi Hunian Berimbang (kecuali untuk rusun umum).
UU No. 11/2020
Dalam hal rumah sederhana tidak dapat dibangun dalam bentuk rumah tunggal atau rumah deret, dapat dikonversi dalam:
a. bentuk rumah susun umum yang dibangun dalam satu hamparan yang sama; atau
b. bentuk dana untuk pembangunan rumah umum.
Rumah Susun Negara adalah rumah susun yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, sarana pembinaan keluarga, serta penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri. - Rumah Susun Komersial adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan. jadi inilah yang dinamakan rumah susun yaaaaaaaaaaaaaaaa
Materi ini akan membahas lebih dalam terkait APHB yaitu singkatan dari Akta Pembagian Hak Bersama. Tentu hal ini akrab didengar apabila ada pemegang hak atas tanah yang akan berencana melakukan pembagian kepemilikan bersama, dalam hal ini memerlukan pembuatan Akta Pembagian Hak Bersama.
Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggunan / SKHMT - Ricco Survival Yubaidi, S.H.,...Ricco Survival Yubaidi
Materi Kali Ini Kita Akan Membahas Mengenai SKMHT, yaitu Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan. Hal ini juga menjadi salah satu kewenangan Notaris/PPAT sebagaimana diatur dalam UU Nomor 4 Tahun 1996. Simak lebih lanjut.
Supreme Court Regulation No. 3 of 2023 on Procedure for Appointment of Arbitr...Leks&Co
In general, arbitration procedures are regulated under Law No. 30 of 1999 on Arbitration and Alternative Dispute Resolution (“Arbitration Law”).
In the last quarter of 2023, the Supreme Court issued SC Regulation No. 3/2023. As part of the regulatory framework under Arbitration Law, this regulation sets out further details in arbitration procedures, among others, the court-ordered appointment of arbitrators, right to challenge, and the enforcement as well as the annulment of arbitral awards.
Key Provisions of SC Regulation No.3/2023
1. Recognition of Sharia Arbitration;
2. Appointment of Arbitrator and Right to Challenge;
3. Registration and Enforcement of Arbitral Award; and
4. Annulment of Arbitral Award;
This regulation aims to streamline arbitration processes and ensure clarity and fairness in the resolution of disputes through both conventional and Sharia arbitration mechanisms.
Filsafat Hukum John Finnis Kewajiban Hukum dan Hukum tidak AdilLeks&Co
Filsafat Hukum John Finnis Kewajiban Hukum dan Hukum tidak Adil
Siapakah John Finnis?
Biografi Singkat John Finnis
• John Finnis adalah seorang pemikir hukum kodrat kontemporer;
• Cukup banyak mengacu dan dipengaruhi oleh pemikiran Thomas Aquinas;
• Ia membedakan kewajiban hukum dari sudut pandang moral dan dari sudut pandang legal;
• Finnis menyelesaikan gelar sarjana-nya di Universitas Adelaide dan kemudian melanjutkan Pendidikan pada tahun 1960 di Oxford dengan beasiswa Australian Rhodes;
• Dalam membuat disertasi hukumnya yang mengangkat tema “kekuasaan yudisial”, Finnis berada di bawah pengawasan HLA Hart yang merupakan seorang profesor yurisprudensi pada Universitas Oxford dan seorang filosof hukum terkenal pada zamannya;
• Banyak pemikiran hukum dan politik yang dicapai oleh Finnis merupakan tanggapan kritis dari pemikiran Hart;
• Hart juga yang merekomendasikan Finnis untuk menulis Natural Law and Natural Rights;
• Finnis berpandangan bahwa terhadap hukum yang tidak adil, yang gugur hanya “kewajiban hukum dalam arti moral”, sedangkan, “kewajiban hukum dalam arti legal” tetap hidup dan mengikat.
Filsafat Hukum John Finnis
Finnis mengatakan, ada beberapa nilai kehidupan manusia, yaitu hidup; pengetahuan; rekreasi; pengalaman estetis; sosial (persahabatan); kemasukakalan praktis (practical reasonableness); dan agama.
Kemasukakalan Praktis
• Kemasukakalan praktis adalah suatu nilai dasar yang melibatkan kegiatan intelektual dalam pemilihan pengambilan tindakan seseorang ketika menghadapi berbagai permasalahan yang ada dan gaya hidup dan juga pembentukan karakter orang tersebut.
Syarat-syarat dasar kemasukakalan praktis:
1. Rencana hidup yang koheren;
2. Tidak mengurangi nilai dasar lain secara sewenang-wenang;
3. Netral terhadap orang lain yang juga berpartisipasi dalam nilai baik manusia;
4. Pelepasan;
5. Komitmen;
6. (Keterbatasan) Relevansi terhadap konsekuensi; efisiensi yang wajar;
7. Penghargaan terhadap nilai dasar lain dalam setiap tindakan;
8. Apresiasi dan pembinaan kebaikan bersama pada komunitas; dan
9. Mengikuti suara hati.
Outline
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
Alih Daya
Lembur
Pengupahan
Pemutusan Hubungan Kerja
Penggunaan Tenaga Kerja Asing
PKWT – Perubahan UU Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja
PKWT dibuat berdasarkan (i) jangka waktu, atau (ii) selesainya suatu pekerjaan tertentu;
Jangka waktu atau selesainya pekerjaan tertentu diatur dalam perjanjian kerja;
Ketentuan lebih lanjut PKWT diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Alih Daya - Perubahan UU Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja
UU Cipta Kerja menghapus ketentuan mengenai:
penyerahan sebagian pekerjaan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau perjanjian penyediaan jasa pekerja;
persyaratan pemborongan dan penyediaan jasa pekerja;
syarat-syarat pekerjaan yang dapat dilakukan pemborongan dan penyediaan jasa pekerja;
peralihan hubungan kerja dari perusahaan pemborongan/penyediaan jasa pekerja ke perusahaan pemberi pekerjaan dalam hal tidak dipenuhinya persyaratan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan...
Penyelesaian Sengketa Komersial Implementasi dalam Praktik dan Contoh KasusLeks&Co
Sengketa Komersial
Sengketa, persoalan, dan konflik yang timbul di antara para pihak yang timbul dalam ruang lingkup niaga atau perdagangan, antara lain:
perniagaan;
perbankan;
keuangan;
penanaman modal;
industri;
konstruksi;
dll.
Situasi dalam Sengketa Komersial
Setiap pihak bersengketa memiliki perspektif, kepentingan, sumber daya, aspirasi, dan ketakutan masing-masing.
Hampir sebagian besar pihak yang bersengketa tidak menikmati pengalaman bersengketa karena menguras energi.
Sengketa memaksa pihak yang bersengketa untuk berhubungan dengan pihak lain (lawan) yang sebenarnya tidak ingin ditemuinya.
Sengketa dapat memakan waktu panjang dan biaya yang besar bagi pihak bersengketa.
Tugas Lawyer Adalah Menjaga Kepentingan Kliennya
Menjadi “part of the solution, not part of the problem”.
Memahami aspek komersial dan praktik bisnis yang menjadi sengketa;
Mencari langkah-langkah penyelesaian sengketa dengan menganalisa risiko-risiko bagi klien.
Menganalisa dan nenyampaikan risiko-risiko yang dapat terjadi terkait pelaksanaan upaya hukum kepada klien agar klien dapat mengetahui konsekuensi yang dapat terjadi ke depan.
Legal Writing – Cont’d
Mulai dengan menulis untuk kepentingan hukum (penulisan hukum)
Penting sekali untuk praktisi hukum seperti advokat, hakim, in-house lawyers, jaksa, dll
Tujuan : Untuk menginformasikan, membujuk, mencatat suatu hal penting
Untuk hakim, jika ditulis secara tidak baik atau bahkan salah maka pesan yang mau disampaikan tidak akan tercapai. Jika ini adalah suatu putusan pengadilan, maka putusan tersebut tentu berisiko dibantah lebih lanjut (upaya hukum seperti banding, kasasi, dll)
Untuk advokat, jika salah menulis bahasa hukum maka bisa kalah di suatu kasus, kehilangan klien, dokumen menjadi ambigu tidak jelas (berakibat sengketa), malpraktik, dll
Terdapat tiga tipe :
Untuk menginformasikan, misalnya surat kepada klien, surat kepada pihak ketiga, nasihat hukum dan memo. Surat termasuk komunikasi elektronik seperti surat elektronik dan WhatsApp misalnya
Untuk membujuk, misalnya gugatan, memori banding, memori kasasi
Untuk mencatat atau mendokumentasikan, misalnya akta, kontrak, wasiat, resolusi rapat umum pemegang saham, dll
Updated and revised edition: The Ownership of House and Resident by ForeignerLeks&Co
Franework
Legal basis;
Subject;
Object;
Terms and conditions;
Transfer of house and residence;
Mortgage rights of house or residence;
Termination of the ownership of house or residence;
Differences between the previous regulation and the current regulation; and
Conflicting regulations.
Association of Owner And Tenant of Condominium Unit (P3SRS)Leks&Co
The establishment of P3SRS must be facilitated by the developers no later than the end of transition period.
The transition period is at the latest 1 year from the first handover of condominium unit to the owner, despite that the condition all condominium units have not been sold.
The “facilitation” must consist of at least:
providing meeting rooms along with its supporting equipment, which must consist of at least tables, chairs, whiteboards/stationaries, microphones, and information/media boards for the owners and/or tenants.
providing ownership and/or tenancy data, along with the location of condominium units based on the record conducted by the developers.
supporting the administration and providing meals (consumption).
The establishment of P3SRS consists of the (i) preparation for the establishment, and (ii) implementation of establishment, with the funding that will be borne by the developer.
Perizinan Berusaha di Indonesia Melalui OSSLeks&Co
Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik atau OSS (Online Single Submission) adalah perizinan berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati / wali kota kepada Pelaku Usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.
Sistem OSS hanya merupakan sebuah platform perantara perizinan berusaha yang dikelola oleh Lembaga OSS yang bekerja sama dengan menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati / wali kota sebagai pejabat-pejabat yang berwenang menerbitkan izin.
Jenis perizinan berusaha yang diurus melalui OSS terbagi menjadi Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional.
Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak yang didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di pengadilan
Perjanjian Sewa Menyewa Mal
1.Ketentuan Sewa Menyewa Berdasarkan KUHPerdata dan 2.Peraturan Menteri Perdagangan
3.Poin-poin Perjanjian Sewa Menyewa Mal
4.Aspek Pidana terkait Sewa Menyewa
5.Putusan Pengadilan terkait Sewa Menyewa
2. Latar Belakang
• Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah
Susun (“UU Rumah Susun”) diundangkan pada tanggal
10 November 2011, dan berlaku sejak tanggal
diundangkan.
• Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah
Susun (“UU Lama”) dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
• Semua peraturan pelaksanaan dari UU Lama dinyatakan
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum
diganti dengan peraturan pelaksanaan yang baru
berdasarkan Undang-Undang baru ini.
3. • Bangunan gedung bertingkat;
• Dibangun dalam satu lingkungan yang terbagi dalam
bagian-bagian;
• Distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah
horizontal maupun vertikal;
• Merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat
dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk
tempat hunian;
• Dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan
tanah bersama.
Rumah
Susun
Perhimpunan Pemilik dan Penghuni
Satuan Rumah Susun (PPPSRS)
• Badan hukum
• Anggotanya adalah pemilik atau
penghuni Sarusun
Jenis
Rumah
Susun
Rumah
Susun
Umum
Rumah
Susun
Khusus
Rumah
Susun
Negara
Rumah
Susun
Komersial
4. Pembangunan Rusun oleh Perusahaan
Penanam Modal Asing
• Pengembangan Rusun komersial dapat dilaksanakan oleh setiap
orang, termasuk oleh perusahaan penanaman modal asing (Pasal 16
ayat (1) dan Pasal Pasal 41 UU Rumah Susun);
• Penanaman modal asing wajib dilakukan dalam bentuk perseroan
terbatas (“PT PMA”);
• Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (“KBLI”) yang cocok
bagi PT PMA dengan kegiatan pengembangan Rusun adalah KBLI
No. 68110 (Real Estat Yang Dimiliki Sendiri Atau Disewa).
5. Pembangunan Rusun oleh Perusahaan
Penanam Modal Asing (Cont’d)
• KBLI No. 68110 (Real Estat Yang Dimiliki Sendiri Atau Disewa):
“Kelompok ini mencakup usaha pembelian, penjualan, persewaan
dan pengoperasian real estat baik yang dimiliki sendiri maupun
disewa, seperti bangunan apartemen, bangunan tempat tinggal dan
bukan tempat tinggal. Termasuk kegiatan penjualan tanah dan
pengoperasian kawasan tempat tinggal yang bisa dipindah-pindah.”
• Penanam modal asing dapat memiliki 100 % (seratus persen) saham
di dalam PT PMA dengan KBLI No. 68110.
6. Sertifikat Hak Milik
Satuan Rumah
Susun (“SHM
Sarusun”)
Tanda bukti kepemilikan
atas satuan rumah susun
(Sarusun) di atas tanah
hak milik (HM), hak guna
bangunan (HGB) atau hak
pakai (HP) di atas tanah
negara, serta HGB atau
HP di atas tanah hak
pengelolaan (HPL).
Sertifikat Kepemilikan
Bangunan Gedung
Satuan Rumah Susun
(“SKBH satuan
Sarusun”)
Tanda bukti
kepemilikan atas
Sarusun di atas barang
milik negara/daerah
berupa tanah atau
tanah wakaf dengan
cara sewa.
• Angka yang menunjukkan perbandingan antara Sarusun terhadap hak atas
bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang dihitung
berdasarkan nilai sarusun yang bersangkutan terhadap jumlah nilai rumah
susun secara keseluruhan pada waktu pelaku pembangunan pertama kali
memperhitungkan biaya pembangunannya secara keseluruhan untuk
menentukan harga jualnya
Nilai
Perbandingan
Proporsional
(NPP)
7. Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun
(SHM Sarusun)
Merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, yang terdiri
dari:
a. Salinan buku tanah dan surat ukur atas tanah bersama sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan;
b. Gambar denah lantai pada tingkat rumah susun
bersangkutan yang menunjukkan Sarusun yang dimiliki; dan
c. Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian
bersama, benda bersama, dan tanah bersama bagi yang
bersangkutan.
Dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
8. Sertifikat Kepemilikan Bagunan Gedung
Sarusun (SKBG Sarusun)
Merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan
yang terdiri atas:
a. Salinan buku bangunan gedung;
b. Salinan surat perjanjian sewa atas tanah;
c. Gambar denah lantai pada tingkat Rusun yang
bersangkutan yang menunjukkan sarusun yang
dimiliki; dan
d. Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas
bagian bersama dan benda bersama yang
bersangkutan.
Dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani
fidusia sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
9. Kewajiban Pelaku Pembangunan Rusun
Komersial untuk Menyediakan Rusun Umum
• Pelaku pembangunan Rusun komersial wajib untuk
menyediakan Rusun umum (yang dapat dilakukan di
luar lokasi Rusun komersial di dalam kabupaten/kota
yang sama) minimal 20% dari total luas lantai Rusun
komersial yang dibangun.
• Ketentuan lebih lanjut akan diatur di Peraturan
Pemerintah
10. • Hak Milik
• Hak Guna Bangunan atau Hak
Pakai di atas Tanah Negara
• Hak Guna Bangunan atau Hak
Pakai di atas Hak Pengelolaan
Rusun dapat
dibangun di atas
tanah:
11. Gambar dan Uraian
Pelaku pembangunan wajib memisahkan Rusun atas Sarusun
yang bersifat perorangan, dengan hak bersama bersama, benda
bersama dan tanah bersama
Pemisahan Rusun wajib dituangkan dalam
bentuk gambar dan uraian
Gambar dan uraian
menjadi dasar untuk
menetapkan NPP,
SHM sarusun atau
SKBG sarusun, dan
PPJB
Gambar dan
uraian dibuat
sebelum
pelaksanaan
pembangunan
Rusun
Ketentuan lebih
lanjut diatur
dengan peraturan
pemerintah
12. Gambar dan uraian
dituangkan dalam bentuk
akta pemisahan yang
disahkan oleh
bupati/walikota
Khusus untuk DKI
Jakarta, akta
pemisahan disahkan
oleh Gubernur
Status hak atas tanah
dan
Dalam melakukan
pembangunan Rusun,
pelaku pembangunan
harus memenuhi
ketentuan administratif
yang meliputi:
Izin mendirikan
bangunan (IMB)
13. Rencana fungsi dan
pemanfaatan Rusun
harus mendapatkan izin
dari bupati/walikota
Khusus untuk Provinsi DKI
Jakarta, rencana fungsi dan
pemanfaatan harus
mendapatkan izin dari
Gubernur.
Setelah mendapatkan izin, pelaku pembangunan wajib
meminta pengesahan dari pemerintah daerah tentang
pertelaan yang menunjukkan batas yang jelas dari setiap
Sarusun, bagian bersama, benda bersama, dan tanah
bersama berserta uraian NPP.
14. Permohonan izin diajukan oleh pelaku pembangunan
dengan melampirkan persyaratan berikut:
• sertifikat hak atas tanah;
• surat keterangan rencana kabupaten/kota;
• gambar rencana tapak;
• gambar rencana arsitektur yang memuat denah,
tampak, dan potongan Rusun yang menunjukkan
dengan jelas batasan secara vertikal dan horizontal
dari Sarusun;
• gambar rencana yang menunjukkan dengan jelas
bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama;
dan
• gambar rencana utilitas umum dan instalasi berserta
perlengkapannya.
• Perjanjian tertulis pemanfaatan dan pendayagunaan
tanah (bila dibangun di atas tanah sewa).
15. Perubahan Rencana Fungsi dan Pemanfaatan
Tanah Rusun
• Wajib mendapatkan izin dari bupati/ walikota;
• Perubahan rencana fungsi dan pemanfaatan rusun tidak
mengurangi fungsi bagian bersama, benda bersama, dan
fungsi hunian.
• Dalam hal perubahan rencana fungsi dan pemanfaatan tanah
Rusun mengakibatkan perubahan NPP, maka pertelaannya
harus mendapatkan pengesahan kembali dari
bupati/walikota.
• Khusus untuk Provinsi DKI Jakarta, harus mendapatkan izin
dari Gubernur;
16. Sertifikat Laik Fungsi
• Pelaku pembangunan wajib mengajukan permohonan
Sertifikat Laik Fungsi (SLF) kepada bupati/walikota
setelah menyelesaikan seluruh atau sebagian
pembangunan rusun sepanjang tidak bertentangan dengan
IMB.
• Laik fungsi adalah berfungsinya seluruh atau sebagian
bangunan rusun yang dapat menjamin dipenuhinya
persyaratan tata bangunan dan keandalan bangunan rusun
sesuai dengan fungsi yang ditetapkan dalam IMB.
• Khusus untuk Provinsi DKI Jakarta, permohonan
diajukan kepada Gubernur.
17. Pemasaran Rusun
• Apabila pemasaran dilakukan sebelum pembangunan rusun
dilaksanakan, pelaku pembangunan sekurang-kurangnya harus
memiliki (Pasal 42 ayat (2) UU Rusun):
a. kepastian peruntukan ruang;
b. kepastian hak atas tanah;
c. kepastian status penguasaan rusun;
d. perizinan pembangunan rusun; dan
e. jaminan atas pembangunan rusun dari lembaga penjamin.
• Dalam hal pemasaran dilakukan sebelum pembangunan rusun
segala sesuatu yang dijanjikan oleh pelaku pembangunan
dan/atau agen pemasaran mengikat sebagai perjanjian
pengikatan jual beli bagi para pihak.
18. Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)
PPJB
dilakukan
setelah
memenuhi
persyaratan
atau
kepastian:
Status kepemilikan tanah
Kepemilikan IMB
Ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
Keterbangunan paling
sedikit 20%
20% dari volume
konstruksi bangunan
rusun yang sedang
dipasarkan
Hal yang
diperjanjikan
Lokasi, bentuk,
spesifikasi, harga,
prasarana, sarana,
utilitas umum, waktu
serah terima
Dibuat di hadapan
notaris
19. Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)
Pedoman PPJB Rusun
Keputusan Menteri Negara Perumahan
Rakyat Nomor: 11/KPTS/1994 tentang
Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah
Susun (Kepmenpera No. 11/1994)
20. Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)
Ketentuan Material dalam PPJB
PPJB mengatur hal-hal berikut, antara lain:
Objek yang akan diperjualbelikan adalah hak milik atas Sarusun yang
meliputi bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama sesuai
dengan Nilai Perbandingan Proportional (NPP) dari Sarusun yang
bersangkutan. Rusun yang akan dijual wajib memiliki izin-izin seperti
izin lokasi, bukti penguasaan dan pembayaran tanah dan izin mendirikan
bangunan.
Pengelolaan Rusun menetapkan bahwa pembeli harus bersedia untuk
menjadi anggota Perimpunan Pemilik dan Penghuni Sarusun (sekarang
PPPSRS) dalam rangka untuk mengelola bagian bersama, benda bersama,
dan tanah bersama berserta fasilitasnya dengan memungut uang pangkal
dan iuran yang besarnya akan ditetapkan secara musyawarah.
21. PPJB (Cont’d)
Kewajiban Pengusaha Pembangunan Perumahan dan Permukiman:
1. Sebelum melakukan pemasaran perdana, perusahaan pembangunan
perumahan dan permukiman wajib melaporkan kepada Bupati/Walikota
dengan tembusan kepada Menteri Negara Perumahan Rakyat, dengan
melampirkan:
• salinan surat persetujuan izin prinsip;
• salinan surat keputusan pemberian izin lokasi;
• bukti pengadaan dan pelunasan tanah;
• salinan surat izin mendirikan bangunan;
• gambar denah pertelaan yang telah mendapat pengesahan dari pemerintah
daerah setempat.
Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalendar
terhitung sejak tanggal yang tercantum dalam tanda terima laporan tersebut
belum mendapat jawaban dari Bupati/Walikota yang bersangkutan, maka
pemasaran perdana tersebut dapat dilaksanakan.
Ketentuan dan syarat terkait pemasaran dalam UU Rusun bukanlah hal
yang baru, sebab sebelumnya telah diatur di dalam Kepmenpera No.
11/1994.
22. PPJB (Cont’d)
2. Menyediakan dokumen pembangunan perumahan antara lain :
• sertifikat hak atas tanah;
• rencana tapak;
• gambar rencana arsitektur yang memuat denah dan potongan
beserta pertelaannya yang menunjukkan dengan jelas batas
secara vertikal dan horizontal dari Sarusun;
• gambar rencana struktur beserta, perhitungannya;
• gambar rencana yang menunjukkan dengan jelas bagian
bersama, benda bersama, dan tanah bersama;
• gambar rencana jaringan dan instalasi beserta perlengkapannya.
3. Menyelesaikan bangunan sesuai dengan standar yang telah
diperjanjikan;
4. Memperbaiki kerusakan yang terjadi dalam jangka waktu 100 hari
setelah tanggal ditandatangani berita acara penyerahan sarusun, dari
pengusaha kepada pemesan;
23. PPJB (Cont’d)
5. Bertanggung jawab terhadap adanya cacat tersembunyi yang
baru dapat diketahui di kemudian hari;
6. Menjadi pengelola sementara Rusun sebelum terbentuknya
perhimpunan penghuni dan membantu menunjuk pengelola
setelah perhimpunan penghuni terbentuk;
7. Mengasuransikan pekerjaan pembangunan tersebut selama
berlangsungnya pembangunan;
8. Jika selama berlangsungnya pembangunan terjadi force
majeur (keadaan kahar) yang di luar kemampuan para pihak,
Pengusaha dan Pembeli akan mempertimbangkan
penyelesaiannya sebaik-baiknya dengan dasar pertimbangan
utama adalah dapat diselesaikannya pembangunan sarusun;
24. PPJB (Cont’d)
9. Menyiapkan akta jual beli Sarusun kemudian bersama-sama dengan
pembeli menandatangani akta jual beli di hadapan Notaris/PPAT
pada tanggal yang ditetapkan. Kemudian, perusahaan pembangunan
perumahan dan permukiman dan/atau Notaris/PPAT yang ditunjuk
akan mengurus agar pembeli memperoleh sertifikat hak milik atas
Sarusun atas nama pembeli, yang biayanya ditanggung oleh
pembeli.
10. Menyerahkan Sarusun termasuk fasilitas umum dan fasilitas sosial
secara sempurna pada tanggal yang ditetapkan, dan jika pengusaha
belum dapat menyelesaikan pada waktu tersebut, maka diberi
kesempatan menyelesaikan pembangunan tersebut dalam jangka
waktu 120 (seratus dua puluh) hari kalendar, dihitung sejak tanggal
rencana penyerahan rusun tersebut.
25. PPJB (Cont’d)
Apabila penyerahan Sarusun ternyata masih tidak terlaksana sama
sekali, maka perikatan jual beli batal demi hukum, dan kebatalan ini
tidak perlu dibuktikan atau dimintakan keputusan pengadilan atau
badan arbitrase. Perusahaan pembangunan perumahan dan
permukiman diwajibkan mengembalikan pembayaran uang yang
telah diterima dari pembeli ditambah dengan denda dan bunga
setiap bulannya sesuai dengan suku bunga bank yang berlaku.
11. Penyelesaian perselisihan yang terjadi sehubungan dengan
perjanjian jual beli pendahuluan sarusun dilakukan melalui arbitrase
yang ditetapkan sesuai dengan aturan-aturan Badan Arbitrase
Nasional Indonesia (BANI) dengan biaya ditanggung renteng oleh
para pihak.
26. PPJB (Cont’d)
Kewajiban Pemesan adalah:
1. Menyatakan bahwa pemesan (calon pembeli) telah membaca, memahami, dan menerima
syarat-syarat dan ketentuan dari surat pesanan dan pengikatan jual beli serta akan tunduk
kepada syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan anggaran dasar perhimpunan pemilik dan
penghuni Sarusun dan dokumen-dokumen lain terkait, serta bahwa ketentuan dari
perjanjian-perjanjian dan dokumen-dokumen tersebut mengikat pembeli;
2. Setiap pemesan setelah menjadi pembeli Sarusun wajib membayar biaya pengelolaan
(management fee) dan biaya utilitas (utility charge) dan jika terlambat pembayarannya
dikenakan denda yang besarnya disesuaikan dengan keputusan perhimpunan penghuni;
3. Yang menjadi tanggung jawab pemesan meliputi:
a. biaya pembayaran akta-akta yang diperlukan
b. biaya jasa PPAT untuk pembuatan akta jual beli Sarusun;
c. biaya untuk memperoleh Hak Milik atas Sarusun, biaya pendaftaran jual beli atas
Sarusun
27. PPJB (Cont’d)
4. Setelah akta jual beli ditandatangani tetapi sebelum sertifikat hak milik
Sarusun diterbitkan oleh kantor pertanahan setempat:
a) Jika Sarusun tersebut dialihkan kepada pihak ketiga dikenakan biaya
administrasi yang ditetapkan perusahaan pembangunan dan perumahan
dan pemukiman, yang besarnya tidak lebih dari 1% dari harga jual.
b) Jika Sarusun dialihkan kepada pihak anggota keluarga karena sebab
apapun juga termasuk karena pewarisan menurut hukum dikenakan
biaya administrasi untuk Notaris/ PPAT yang besarnya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
5. Sebelum lunasnya pembayaran atas harga jual Sarusun yang dibelinya
pemesan tidak dapat mengalihkan atau menjadikan Sarusun tersebut
sebagai jaminan utang tanpa persetujuan tertulis dari perusahaan
pembangunan perumahan dan pemukiman.
28. SHM
Sarusun atau
SKBG
Sarusun
Sertifikat
Laik Fungsi
Pembangunan Rusun dinyatakan selesai
Setelah
Penerbitan
Pasal 44 Undang-
Undang Rumah
Susun
29. Pemanfaatan Rusun
• Hunian, atau
• Campuran
Pemanfaatan
Rusun:
“Fungsi campuran” adalah campuran antara fungsi hunian dan
bukan hunian
Terdapat kerancuan di dalam UU Rusun, sebab UU Rusun tidak
mengatur pemanfaatan Rusun untuk fungsi bukan hunian.
30. Pengelolaan Rusun
Pengelolaan Rusun meliputi kegiatan
operasional, pemeliharaan, dan perawatan
bagian bersama,
benda bersama, dan tanah bersama.
Pengelolaan Rusun harus dilaksanakan oleh
pengelola yang
berbadan hukum, kecuali Rusun umum
sewa, Rusun khusus, dan Rusun negara
Pengelola berhak
Pengelolaan Rusun
menerima sejumlah biaya pengelolaan yang
dibebankan kepada pemilik dan penghuni
secara proporsional.
Pengelola yang berbadan hukum tersebut
harus mendaftar dan mendapatkan izin
usaha dari
bupati/walikota. Khusus untuk Provinsi
DKI Jakarta, harus didapat dari Gubernur.
31. Pengelolaan Rusun (Cont)
Dapat bekerjasama dengan Pengelola
Pelaku Pembangunan, dalam masa transisi wajib mengelola
Rusun sebelum terbentuknya Perhimpunan pemilik dan
penghuni sarusun (PPPSRS)
• Masa transisi ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak penyerahan
pertama kali sarusun kepada pemilik.
• Besarnya biaya pengelolaan Rusun pada masa transisi ditanggung oleh
pelaku pembangunan dan pemilik sarusun berdasarkan Nilai Perbandingan
Proporsional (NPP) setiap sarusun
32. Pendirian PPPSRS Berdasarkan Undang
Undang Rusun
• Pelaku pembangunan wajib memfasilitasi
terbentuknya PPPSRS paling lambat sebelum masa
transisi berakhir;
• PPPSRS diberi kedudukan sebagai badan hukum
berdasarkan undang-undang;
• Pemilik sarusun wajib membentuk PPPSRS;
• PPPSRS beranggotakan pemilik atau penghuni yang
mendapat kuasa dari pemilik sarusun.
33. Pendirian PPPSRS Berdasarkan Undang
Undang Rusun (Cont’d)
• Dalam hal PPPSRS telah terbentuk, pelaku pembangunan
segera menyerahkan pengelolaan benda bersama, bagian
bersama, dan tanah bersama kepada PPPSRS.
• PPPSRS dapat membentuk atau menunjuk pengelola;
• Tata cara mengurus kepentingan para pemilik dan penghuni
yang bersangkutan dengan penghunian diatur dalam
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPPSRS;
34. Pendirian PPPSRS Berdasarkan Kepmenpera
No. 06/1995
Keputusan Menteri NegaraPerumahan Rakyat
No. 06/KPTS/BKP4N/1995 tentang Pedoman
Penyusunan Akta Pendirian, Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan
Penghuni Rumah Susun
Mengatur tentang pendirian Perhimpunan
pemilik dan penghuni sarusun (PPPSRS)
35. Pendirian PPPSRS Berdasarkan Kepmenpera
No. 06/1995 (Cont’d)
• Para pemilik dan/atau penghuni Rusun mengadakan rapat
pembentukan PPPSRS, dan hasilnya dituangkan dalam risalah
(notulen) rapat;
• Rapat pembentukan PPPSRS menunjuk beberapa anggota atau
peserta rapat yang diberi kuasa untuk membuat pernyataan dari
segala yang diputuskan dalam rapat di hadapan notaris;
• Rapat pembentukan PPPSRS memutuskan dan menetapkan
anggaran dasar dari PPPSRS;
• Akta pembentukan disahkan oleh Bupati/Walikota, dan untuk
Daerah Khusus Ibukota Jakarta disahkan oleh Gubernur.
36. Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Sarusun
(PPPSRS) – Cont’d
• Dalam hal PPPSRS memutuskan sesuatu yang berkaitan
dengan kepemilikan dan pengelolaan Rusun, setiap anggota
mempunyai hak yang sama dengan NPP
• Dalam hal PPPSRS memutuskan sesuatu yang berkaitan
dengan kepentingan penghunian Rusun, setiap anggota berhak
memberikan satu suara. Ini berarti apabila sarusun telah
dihuni, suara pemilik dapat dikuasakan kepada setiap
penghuni sarusun. Sedangkan, apabila sarusun belum dihuni,
setiap nama pemilik hanya mempunyai satu suara walaupun
pemilik yang bersangkutan memiliki lebih dari satu sarusun.
37. Hak Suara Anggota PPPSRS
Hak Suara untuk Anggota PPPSRS
• Hak Suara Penghunian:
Hak suara untuk menentukan tata tertib, pemakaian fasilitas bersama dan kewajiban
pembayaran iuran atas pengelolaan dan asuransi kebakaran terhadap hak bersama
seperti pengelolaan benda bersama, bagian bersama dan tanah bersama
• Hak Suara Pengelolaan:
Hak suara untuk menentukan pemeliharaan, perbaikan dan pembangunan prasarana
lingkungan, serta fasilitas sosial, bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama
• Hak Suara Kepemilikan:
Hak suara untuk menentukan hal-hal yang menyangkut hubungan antara penghuni
Sarusun, pemilihan pengurus perhimpunan penghuni dan biaya-biaya atas sarusun.
Jenis hak suara tersebut di atas berpedoman pada Kepmenpera No. 06/1995
38. Hak Suara Anggota PPPSRS (Cont’d)
Kepemilikan
NPP
Pengelolaan
NPP
Penghunian
One unit one vote, apabila sarusun
sudah dihuni, suara pemilik dapat
dikuasakan kepada penghuni.
Apabila belum dihuni, pemilik
hanya punya satu suara meski
memiliki lebih dari satu sarusun
39. Ketentuan Pidana (Cont’d)
• Pelaku pembangunan rusun komersial yang
mengingkari kewajibannya untuk menyediakan
rusun umum minimal 20 % dari total rusun
komersial yang dibangun.
Dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2
tahun atau denda paling
banyak Rp 20 M
• Pelaku pembangunan yang membuat PPJB yang
tidak sesuai dengan yang dipasarkan
• atau belum memenuhi semua persyaratan kepastian
seperti yang tercantum di dalam UU sebagai
berikut:
• status kepemilikan tanah;
• kepemilikan IMB;
• ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas
umum;
• keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh
persen); dan
• hal yang diperjanjikan.
Dipidana penjara paling
lama 4 tahun atau denda
paling banyak Rp 4 M
40. Ketentuan Pidana (Cont’d)
Dipidana dengan
pidana penjara paling
lama 1 tahun atau
denda paling banyak
Rp 50 juta
• Merusak atau mengubah prasarana, sarana, dan
utilitas umum;
• Melakukan perbuatan yang membahayakan orang
lain atau kepentingan umum;
• Mengubah fungsi dan pemanfaatan sarusun; atau
• Mengalihfungsikan prasarana, sarana, dan utilitas
umum, serta benda bersama, bagian bersama dan
tanah bersama dalam pembangunan atau pengelolaan
rusun.
Dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 tahun atau denda
paling banyak Rp 50 jutaRupiah
• mengubah peruntukan lokasi Rusun yang
sudah ditetapkan; atau
• mengubah fungsi dan pemanfaatan Rusun
41. Ketentuan Pidana yang dilakukan oleh Badan Hukum
• Selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana
dapat dijatuhkan terhadap badan hukum berupa pidana denda
dengan pemberatan 3 kali dari pidana denda terhadap orang
(Pasal 117 UU Rumah Susun)
• Badan hukum dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
Pencabutan Izin Usaha
Pencabutan Status Badan Hukum
Pembubaran suatu perseroan terbatas terjadi karena dicabutnya izin usaha
perseroan terbatas tersebut, sehingga mewajibkan perseroan terbatas tersebut
untuk melakukan likuidasi.
42. Sengketa Pembentukan PPPSRS
Sengketa Rapat Pembentukan PPRS Bellezza
• Perkara Perdata No. 235/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel
oleh Para Pemilik Sarusun PPRS Bellezza Permata
Hijau terhadap (i) PT Sumber Daya Nusaphala, (ii)
Notaris Mahendra Adinegara, dan (ii) Pengurus
PPRS The Bellezza.
• Gugatan Tata Usaha Negara oleh Para Pemilik
terhadap Gubernur DKI Jakarta. PPRS The
Bellezza Sebagai Tergugat Intervensi.
43. Flowchart Rapat Pembentukan Pembentukan
PPRS The Bellezza
Undangan Rapat
dan Agenda Rapat
Umum (min. H-7)
Verifikasi
oleh Panitia
Rapat
Pembukuan serta
penetapan tata tertib
Rapat Umum oleh
Ketua PPRS
Kuorum 2/3 atau
sama dengan 67%
dari jumlah peserta
Rapat Umum.
Tidak Tercapai Tercapai
Rapat ditunda
selama 2 x 30 menit
Pemilihan Pengurus
PPRS
Berapapun jumlah
yang hadir dapat
melangsungkan Rapat
Umum dan
mengambil keputusan
yang sah dan
mengikat semua
Peserta Rapat
44. Flowchart Rapat Pembentukan Pembentukan
PPRS The Bellezza (Cont’d)
Ketua PPRS
Sementara memimpin
agenda rapat
Aklamasi Voting (pemungutan suara)
Pengurus terpilih
Serah terima jabatan oleh
Ketua PPRS Sementara
kepada Ketua PPRS terpilih
Ketua PPPRS terpilih
mengajukan draft AD/ART
ditolak/keberatan,
maka voting
(pemungutan suara);
Penetapan AD/ART
PPRS
Permohonan
pengesahan ke
Gubernur DKI
Jakarta
Aklamasi
45. Sengketa Pembentukan P3SRS
Perkara Perdata No. 235/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel
Pengguggat Tergugat I
Tidak semua pemilik dan penghuni
Apartemen The Bellezza menerima
undangan Rapat Pembentukan PPRS The
Bellezza (Rapat Pembentukan);
Tergugat I telah mengirim undangan Rapat
Pembentukan kepada seluruh pemilik dan
penghuni Rusun The Bellezza;
Pengiriman undangan Rapat Pembentukan
tidak sesuai dengan Kepmenpera No.
06/1995, karena kurang dari 14 hari
sebelum Rapat Pembentukan;
Kepmenpera No. 06/1995 tidak mengatur
jangka waktu pengiriman undangan terkait
dengan Rapat Pembentukan. Pengaturan
jangka waktu undangan diatur dalam Lampiran
III Kepmenpera No. 06/1995, adalah pedoman
mengenai pembuatan ART.
Kuorum Rapat Pembentukan kurang dari
30% dari NPP;
Tidak terdapat pengaturan secara khusus yang
mengatur mengenai kuorum Rapat
Pembentukan untuk pertama kali. Pengesahan
Tata Tertib Rapat Pembentukan bukanlah
berdasarkan kuorum dari NPP, namun
berdasarkan aklamasi.
46. Sengketa Pembentukan P3SRS (Cont’d)
Perkara Perdata No. 235/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel
Berdasarkan kebiasaan, rapat umum luar
biasa untuk pertama kali dilakukan setelah
beberapa kali jeda waktu selama 30 menit,
dan apabila tidak kuorum maka ditunda
untuk kemudian diundang kembali;
Mekanisme Rapat Pembentukan telah
dilakukan berdasarkan ketentuan di dalam
Tata Tertib Rapat Pembentukan.
Rapat Pembentukan tidak mencapai
kuorum, namun Tergugat membahas dan
memutuskan Tata Tertib Rapat
Pembentukan;
Tata Tertib Rapat Pembentukan diperlukan
karena tidak terdapat pengaturan secara
khusus yang mengatur mekanisme
maupun kuorum Rapat Pembentukan
untuk pertama kali. Tata Tertib Rapat
Pembentukan dijadikan pedoman dan
dasar pelaksanaan dan jalannya Rapat
Pembentukan, selayaknya norma
pelaksanaan rapat yang ada di dalam
masyarakat.
47. Sengketa Pembentukan P3SRS (Cont’d)
Perkara Perdata No. 235/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel
Tergugat I tidak dapat menunjukkan surat
keputusan Gubernur DKI Jakarta tentang
pertelaan;
Pertelaan Apartemen The Bellezza telah
disahkan berdasarkan Kepgub DKI Jakarta
No. 2190/2010, tertanggal 17 Desember
2010.
AD/ART seharusnya disusun oleh
pengurus terpilih, dan disahkan dalam
rapat umum yang berbeda (bukan di dalam
Rapat Pembentukan tersebut).
Pengurus PPRS The Bellezza yang terpilih
menyampaikan usulan draft AD/ART yang
mengacu pada draft yang diberikan oleh
Dinas Perumahan DKI Jakarta. Dalam
undangan disebutkan bahwa draft tersebut
sebelumnya telah disampaikan kepada
para penghuni dan pemilik Apartemen The
Bellezza untuk dapat diambil dan
dipelajari. Kemudian, draft AD/ART
disahkan secara musyawarah untuk
mufakat di dalam Rapat Pembentukan.
48. Sengketa Pembentukan P3SRS (Cont’d)
Putusan Perkara Perdata No. 235/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel
Pertimbangan Hukum:
• Tergugat I telah mengajukan bukti surat undangan Rapat Pembentukan;
• Telah menjadi pengetahuan umum bahwa pemilik Rusun pada umumnya adalah orang-orang
yang mobilitasnya sangat tinggi;
• Kepmenpera No. 06/1995 tidak mengatur secara tegas kuorum Rapat Pembentukan;
• Saksi ahli Mo. Yahya Mulyarso, S.H., MSi menjelaskan bahwa tidak ada aturan yang
mengatur mengenai jangka waktu pengiriman undangan Rapat Pembentukan kepada
para penghuni dan pemilik Rusun;
• Tergugat II telah membacakan draft Tata Tertib Rapat Pembentukan, dan di dalam Rapat
Pembentukan peserta rapat telah diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan
terhadap draft, dan draft tersebut diterima secara aklamasi oleh peserta rapat;
• Pengurus PPRS The Bellezza terpilih telah diakui keabsahannya berdasarkan Keputusan
Gubernur DKI Jakarta tentang pengesahan akta pembentukan PPRS The Bellezza;
49. Sengketa Pembentukan P3SRS (Cont’d)
Putusan Perkara Perdata No. 235/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel
Amar Putusan:
• Menolak gugatan Penggugat.
• Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara.
Perangkat hukum pembentukan PPPSRS masih belum memadai, dan sebagai
akibatnya pembentukan PPPSRS menjadi sumber konflik antara pengembang dengan
penghuni, terutama terkait prosedur pembentukan PPPSRS untuk pertama kalinya.
50. Sengketa Pembentukan P3SRS
Perkara Tata Usaha Negara No. 226/G/2012/PTUN.JKT
Penggugat Tergugat II Intervensi
Kepgub DKI No. 1397/2011 telah
melanggar Kepmen No. 06/1995 jo. Pasal
71 PP No. 4/1998, antara lain mengenai
tata cara undangan, kuorum rapat beserta
Tata Tertib Rapat Pembentukan, sehingga
seluruh hasil Rapat Pembentukan harus
dinyatakan tidak sah
Terkait Rapat Pembentukan, tidak ada
satupun ketentuan dalam Kepmenpera No.
06/1995 yang mengatur mengenai tata
cara undangan, kuorum serta tata tertib
bagi Rapat Pembentukan untuk pertama
kali.
Di dalam susunan pengurus PPRS The
Bellezza terdapat juga pihak PT Sumber
Daya Nusaphala, sehingga melanggar
Pasal 57 ayat (4) PP No. 4/1988.
Pengurus PPRS The Bellezza terdiri dari
orang pribadi, bukan PT Sumber Daya
Nusaphala. Pengurus PPRS The Bellezza
dipilih berdasarkan asas kekeluargaan.
Penggugat juga mengajukan gugatan
perbuatan melawan hukum di Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan.
Gugatan perbuatan melawan hukum oleh
Penggugat tidak ada hubungannya dengan
perkara ini, sebab tidak mengikutsertakan
Gubernur DKI Jakarta sebagai Tergugat.
51. Sengketa Pembentukan P3SRS
Perkara Tata Usaha Negara No. 226/G/2012/PTUN.JKT
Tindakan Tergugat yang menerbitkan
Kepgub No. 1397/2011 mengabaikan
keberatan Para Penggugat sehingga
bertentangan dengan asas-asas umum
pemerintahan yang baik.
Dinas Perumahan DKI Jakarta telah
menindaklanjuti surat keberatan Para
Penggugat.
Putusan Perkara Tata Usaha Negara No. 226/G/2012/PTUN.JKT
Pertimbangan Hukum:
• Majelis Hakim tidak menemukan adanya kewenangan Tergugat untuk menunda
pengesahan akta notaris, dan Tergugat justru terikat untuk tunduk pada pembentukan
PPRS berdasarkan akta notaris.
• Dalam ketentuan hukum materil, Tergugat tidak memiliki kewenangan untuk menunda
dan mengenyampingkan akta pembentukan.
• Putusan Peradilan Tata Usaha Negara tidak mungkin dapat menyelesaikan
permasalahan Para Penggugat sepanjang akta pembentukan tersebut tidak dibatalkan,
sehingga gugatan perdata yang diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sudah
tepat untuk menghindari disparitas putusan antara lembaga peradilan.
52. Sengketa Pembentukan P3SRS
Putusan Perkara Tata Usaha Negara No. 226/G/2012/PTUN.JKT
• Pokok permasalahan menyangkut mengenai keabsahan suatu akta notaris yang
pembatalannya merupakan kewenangan peradilan umum, dan oleh karenanya pokok
sengketa ini bukanlah sengketa tata usaha negara.
Amar Putusan:
• Menyatakan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta tidak berwenang sengketa tata
usaha negara ini.
• Menghukum Para Penggugat untuk membayar biaya perkara.
53. Leks&Co
Menara Palma 17 Floor, Suite17-02B
Jl. HR. Rasuna Said Blok X2 Kav.6
Kuningan, Jakarta 12950, Indonesia
T. +62 21 5795 7550
F. +62 21 5795 7551
www.lekslawyer.com