Dokumen tersebut membahas tentang hukum agraria dan sejarah perkembangannya di Indonesia, mulai dari pengertian agraria, hukum tanah adat dan barat sebelum UUPA, ketentuan UUPA, serta konversi hak atas tanah menurut UUPA."
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021Leks&Co
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No. 18/2021
Outline
Hak Pengelolaan
Tanah Reklamasi
Hak Atas Tanah
Hak Guna Usaha
Hak Guna Bangunan
Hak Pakai
Pembatalan Hak atas Tanah
Satuan Rumah Susun
Properti untuk Orang Asing
Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah
Pendaftaran Tanah secara Elektronik
Kawasan dan Tanah Telantar
HPL
Ketentuan mengenai HPL diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah (“PP No. 18/2021”)
Sejarah Pengaturan HPL
Sebelum ditetapkannya PP No. 18/2021, ketentuan mengenai HPL disinggung dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah (“PP No. 40/1996”) dan berbagai aturan lain
HPL didefinisikan PP No. 40/1996 sebagai hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.
Ketentuan mengenai subjek HPL serta tata cara permohonan dan pemberiannya diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 Tentang Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan (“Permenag No. 9/1999”)
PP No. 18/2021 juga memberikan definisi HPL sebagai hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang HPL
HPL dapat berasal dari (i) tanah negara dan (i) tanah ulayat.
HPL di atas tanah negara diberikan sepanjang tugas pokok dan fungsinya langsung berhubungan dengan pengelolaan tanah
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021Leks&Co
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No. 18/2021
Outline
Hak Pengelolaan
Tanah Reklamasi
Hak Atas Tanah
Hak Guna Usaha
Hak Guna Bangunan
Hak Pakai
Pembatalan Hak atas Tanah
Satuan Rumah Susun
Properti untuk Orang Asing
Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah
Pendaftaran Tanah secara Elektronik
Kawasan dan Tanah Telantar
HPL
Ketentuan mengenai HPL diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah (“PP No. 18/2021”)
Sejarah Pengaturan HPL
Sebelum ditetapkannya PP No. 18/2021, ketentuan mengenai HPL disinggung dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah (“PP No. 40/1996”) dan berbagai aturan lain
HPL didefinisikan PP No. 40/1996 sebagai hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.
Ketentuan mengenai subjek HPL serta tata cara permohonan dan pemberiannya diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 Tentang Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan (“Permenag No. 9/1999”)
PP No. 18/2021 juga memberikan definisi HPL sebagai hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang HPL
HPL dapat berasal dari (i) tanah negara dan (i) tanah ulayat.
HPL di atas tanah negara diberikan sepanjang tugas pokok dan fungsinya langsung berhubungan dengan pengelolaan tanah
2. Hukum Agraria
Istilah Agraria berasal dari kata Akker (Bahasa Belanda), Agros
(Bahasa Yunani) berarti tanah pertanian, Agger (Bahasa Latin) berarti
tanah atau sebidang tanah, Agrarius (Bahasa Latin) berarti
perladangan, persawahan, pertanian, Agrarian (Bahasa Inggris)
berarti tanah untuk pertanian.
Dalam UUPA (UU No. 5 tahun 1960) tidak memberikan pengertian
agrarian. Ruang lingkup agrarian menurut UUPA meliputi bumi, air,
ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
(BARAKA).
3. Hukum Agraria
Pengertian hukum agraria merupakan suatu kelompok berbagai
bidang ilmu hukum, yang masing-masing mengatur hak-hak
penguasaan sumber daya alam tertentu yang termasuk pengertian
agraria seperti:
- Hukum Tanah
Mengatur hak-hak penguasaan atas tanah dalam arti permukaan
bumi
- Hukum Air
Mengatur hak-hak penguasaan atas air
- Hukum pertambangan
Mengatur hak-hak penguasaan atas bahan-bahan galian
- Hukum Penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang
angkasa
4. Hukum Agraria
Pengertian dan ruang lingkup agraria menurut UUPA :
1. Dapat berarti luas
Diatur dalam pasal 1 ayat 2 yang meliputi bumi, air, dan ruang
Angkasa.
a. bumi (pasal 1 ayat4 UUPA) meliputi:
- permukaan bumi
- tubuh bumi dan bawahnya
- tubuh bumi, yang berarti dibawah air
b. Pengertian air (pasal 1 ayat 5 UUPA) meliputi:
- perairan pedalaman
- laut wilayah Indonesia
5. Hukum Agraria
c. Pengertian ruang angkasa (pasal 1 ayat 6), adalah ruang diatas
bumi serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya (UU No.
7 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan)
2. Dapat berarti sempit, diatur dalam pasal 4 ayat 1 UUPA yaitu "
Tanah " dalam pasal 4 ayat 1 ditentukan, bahwa adanya macam-
macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah tersebut.
6. Sejarah Hukum Agraria
Hukum Tanah Lama (sebelum UUPA 1960)
Ketentuan Pokok
- Hukum Tanah Adat
- Hukum Tanah Barat
Ketentuan Pelengkap
- Hukum Tanah Antargolongan
- Hukum Tanah Administrasi
- Hukum Tanah Swapraja
Hukum Tanah Baru (Hukum Tanah Nasional)
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 mengenai Undang-Undang
Pokok Agraria (UUPA)
Mengandung
Pluralisme
Dualistis
7. Sejarah Hukum Agraria
Tanah-tanah dalam lingkungan masyarakat hukum adat tidak didaftar
sebagaimana tanah-tanah hak barat, karena masyarakat hukum adat
adalah masyarakat yang masih sederhana dan tertutup, walaupun
tidak didaftarkan secara tertulis, tanah dalam masyarakat hukum
adat diketahui jelas batas-batasnya dan hak-hak atas tanah dihargai
setiap warga, kepentingan hukum terjamin.
Semua Tanah di Indonesia
sebelum UUPA
Tanah Hak
Indonesia
Tanah Hak Barat
Diatur oleh Hukum
Tanah Adat
(Belum didaftar)
Diatur oleh Hukum
Tanah Barat
(Sudah didaftar)
8. Undang-Undang Pokok Agraria
UUPA berlaku sejak 24
September 1960
UUPA mengakhiri dualisme &
pluralisme hukum tanah di
Indonesia
UUPA sebagai dasar bagi
pembangunan hukum tanah
nasional yang tunggal
berdasarkan hukum adat
sebagai hukum nasional
Indonesia yang asli
UUPA mengakhiri berlakunya
hukum tanah kolonial
Hukum Tanah
Baru (Hukum
Tanah Nasional)
9. Fungsi Undang-Undang Pokok Agraria
UUPA
Menghapuskan dualisme hukum
tanah yang lama dan menciptakan
unifikasi serta kodifikasi Hukum
Agraria Nasional yang didasarkan
pada Hukum Tanah Adat
Mengadakan unifikasi hak-hak atas
tanah dan hak-hak jaminan atas tanah
melalui ketentuan-ketentuan
konversi
Meletakkan landasan hukum untuk
pembangunan Hukum Agraria
(Tanah) Nasional
10. Fungsi Undang-Undang Pokok Agraria
UUPA
Meletakkan dasar-dasar baik penyusunan
hukum agraria nasional yang merupakan alat
untuk membawakan kemakmuran,
kebahagiaan dan keadilan bagi negara, rakyat
tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan
makmur
Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan
kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum
pertanahan
Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan
kepastian hukum mengenai hak-hak atas
tanah bagi rakyat seluruhnya
11. Ketentuan – ketentuan Pokok Hukum Tanah
Nasional
Hukum Tanah Barat
Tertulis dalam Kitab
Undang-Undang
Hukum Perdata
(KUH Perdata)
Hukum Tanah Adat
Hukum Tanah
Nasional
Undang-Undang No.
5 Tahun 1960
tentang Peraturan
Dasar Pokok-pokok
Agraria (“UUPA”)
12. Hak Atas Tanah Milik Adat (Sebelum UUPA)
• TMA
• (Tanah Milik Adat)
• Orang-orang Indonesia Pribumi
(efelijk in individueel bezit)
• Agrarische Eigendom (Bagi
orang-orang Eropa yang tidak
tunduk terhadap hukum BW)
• Hak Milik Tanah Partikelir
(Landerijenbezitsrecht) Bagi
orang-orang timur asing,
Tionghoa, India, dll
GIRIK (Letter C)
Verpoding Indonesia
15. GIRIK
KETERANGAN:
1. Nomor Persil; 2. Kelas Desa; 3. Luasan Penguasaan Persil Sebelum Jual Beli; 4.
Luasan Penguasaan Persil terbaru setelah Jual Beli; 5. Coretan (Renvoi); 6.
Keterangan Coretan artinya: "Peralihan melalui Jual Beli, sehingga berpindah ke C
1540, pada 20 Oktober 1997“ 7. Nama Pemilik Pemilik Persil-Persil yang tercatat; 8.
Nomor C; 9. Alamat Pemilik Persil
Maka secara kalimat linear keterangan buku C desa di atas adalah: "Sebidang tanah
seluas 200 M2 (dua ratus meter persegi), Pada Persil 29 S1, sebagaimana Nomor C
1120 atas nama Dodi Oktarino, Buku C Desa XXX, Kabupaten XXX, Provinsi XXX, yang
berbatasan dengan: Utara : ..........Selatan:.........Barat:...........Timur:.......... (Batas
ditentukan sesuai intruksi Lurah/ Kepala Desa, dan Surat Keterangan dari tetangga)
Catatan:
1. Gaya Penulisan setiap Desa pasti berbeda-beda;
2. Contoh diatas adalah bentuk bahwa Dodi Oktarino sebagai pemilik pertama;
3. Jika Perolehan dari hasil Beli, Waris, atau Hibah, maka sebelum penulisan Persil
ada keterangan perolehannya terlebih dahulu.
16.
17. Konversi Hak Atas Tanah Bekas Hak Indonesia
Hak atas tanah yang berasal dari tanah bekas hak Indonesia terbagi menjadi
3 jenis:
1. Hak erfpacht yang altijddurend, hak yang diberikan sebagai pengganti
hak usaha di atas bekas tanah partikulir menurut S.1913 – 702. Hak ini
dapat dikonversi menjadi hak milik, hak guna usaha atau hak guna
bangunan, tergantung pada subyek dan peruntukkannya
2. Hak agrarische eigendom, adalah hak buatan semasa pemerintahan
kolonial belanda yang memberikan kaum bumiputera suatu hak baru
yang kuat atas sebidang tanah. Hak agrarische eigendom juga dapat
dikonversi menjadi hak milik, hak guna usaha atau hak guna bangunan
sesuai dengan subyek hak dan peruntukkannya
3. Hak gogolan, adalah hak seorang gogol (kuli) atas komunal desa. Hak
gogolan juga sering disebut hak sanggao atau hak pekulen. Hak
gogolan ada 2 jenis: Hak gogolan tetap (terus menerus mempunyai
tanah dan dapat diwariskan) dan tidak tetap (tidak secara terus
menerus dan apabila meninggal dikembalikan pada desa)
18. Hak Atas Tanah Menurut Hukum Barat (Sebelum
UUPA)
• HAK
• (Recht van)
EIGENDOM
(HM)
OPSTAL
(HGB)
ERFPACHT
(HGU)
HAK ATAS TANAH
MENURUT HUKUM BARAT
HANYA DIMILIKI OLEH
ORANG-ORANG/BADAN
HUKUM YANG TUNDUK
KEPADA HUKUM BARAT
(PASAL 131 ISR)
PRIBUMI DAPAT
MENUNDUKAN DIRI
(ONDERWEPING) PADA
HUKUM EROPA
(EUROPEESCH PRIVAAT
RECHT)
(PASAL 163 ISR)
PERJANJIAN OBLIGOTOIRE
(OBLOGOTORIE
OVEREENKKOMST)
DIHADAPAN NOTARIS
DIBUKTIKAN DENGAN
AKTA, SEBAGAI
PERJANJIAN NYATA
(FETELIJKE
OVEREENKOMST) S.1834.27
DIDAFTARKAN DI KANTOR
KADASTER KEPALA KANTOR
KADASTER MERANGKAP
SEBAGAI OVERSCHRIVJINGS
AMBTENAAR (PEGAWAI BALIK
NAMA UNTUK DILAKUKAN
PENYERAHAN YURIDIS
DISEBUT (JURIDISCHE
LEVERING) S.1834.27
KEPALA KANTOR KADASTER
MEMBERIKAN AKTA VAN
EIGENDOM, AKTA VAN OPSTAL,
AKTA VAN ERFPACHT ATAS
ANAMA PEMBELI DAN TANDA
BUKTI HAKNYA BERUPA
GROSSE AKTA VAN EIGENDOM,
AKTA VAN OPSTAL, AKTA VAN
ERFPACHT
(S.1916-705.27)
SISTEM PENDAFTARAN TANAH
WAKTU ITU MENGANUT SISTEM
REGISTRATION OF DEEDS
(YANG DIDAFTAR PERBUATAN
HUKUM YANG DILAKUKAN
BERUPA AKTA)
19. Konversi Hak Atas Tanah Bekas Hak Barat
Hak atas tanah yang berasal dari tanah hak barat terdiri dari beberapa jenis,
yaitu:
1. Hak eigendom, adalah hak untuk membuat suatu barang secara leluasa
dan untuk berbuat terhadap barang itu secara bebas sepenuhnya
asalkan tidak bertentangan dengan UU atau peraturan umum yang
ditetapkan oleh kuasa yang berwenang dan asal tidak menggangu hak2
orang lain. Hak eigendom merupakan hak yang paling sempurna dan
dapat dikonversi menjadi hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai.
Namun apabila dibebani hak opstal atau hak erfpacht, maka
konversinya harus atas kesepakatan antara pemegang hak eigendom
dengan pemegang hak opstal atau hak erfpacht
2. Hak opstal, adalah hak kebendaan untuk memiliki bangunan dan
tanaman-tanaman di atas sebidang tanah orang lain (Pasal 711 KUH
erdata). Hak opstal dapat dikonversi menjadi hak guna bangunan
20. Konversi Hak Atas Tanah Bekas Hak Barat
3. Hak erpacht, adalah hak untuk memetik kenikmatan seluas-luasnya
dari tanah milik orang lain dan mengusahkannya untuk waktu yang
sangat lama (Pasal 820 KUH Perdata). Ada 3 jenis, 1 Untuk
perusahaan kebun besar, dapat dikonversi menjadi ak guna usaha,
2 Untuk perumahan, dapat dikonversi menjadi hak guna bangunan,
3 Untuk pertanian kecil tidak dikonversi dan dihapus
4. Hak gebruik (recht van gebruik) adalah hak kebendaan atas benda
orang lain bagi seseorang tertentu untuk mengambil benda sendiri
dan memakai apabila ada hasilnya, sekedar buat keperluannya
sendiri beserta keluarganya, dapat dikonversi menjadi hak pakai
5. Bruikleen, adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu
menyerahkan benda dengan Cuma-Cuma kepada pihak lain untuk
dipakainya dengan disertai kewajiban untuk mengembalikan benda
tersebut pada waktu yang ditentukan. Bruikleen dikonversi
menjadi hak pakai
23. Politik Hukum Pertanahan Nasional
Apa Tujuan Yang
Hendak Dicapai
oleh Negara?
Apa Sarana Yang
Hendak
Digunakan
Negara?
Pasal 33 ayat (3)
UUD 1945 Dibentuk
UUPA
“Bumi dan air dan
kekayaan alam yang
terkandung di
dalamnya dikuasai
oleh Negara dan
dipergunakan untuk
sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”
24. Sarana Yang Digunakan Negara
a. Pasal 2 Jo. Pasal 15 UUPA
- Kewenangan Negara untuk mengatur:
1. Perencanaan;
2. Peruntukan;
3. Penugasan;
4. Penggunaan; dan
5. Pemeliharaan tanah
b. Pasal 6 UUPA
Pengaturan fungsi sosial tanah yang diwujudkan dalam peruntukan
tanah dalam kepentingan bersama berupa Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW)
25. TANAH NEGARA
PENGERTIAN
TANAH NEGARA
Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1953
tentang Penguasaan Tanah-tanah Negara,
Tanah Negara ialah tanah yang dikuasai langsung oleh Negara
Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah,
Tanah Negara yaitu tanah negara atau tanah yang dikuasai langsung
oleh Negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas
tanah
Maria Sumardjono (2001: 61) "Tanah negara adalah tanah-tanah yang
tidak dilekati dengan suatu hak yakni hak milik, hak guna usaha, hak
guna bangunan, hak pakai atas tanah negara, hak pengelolaan serta
tanah ulayat dan tanah wakaf"
Ali Achmad (Chomzah, 2002:1) "Tanah negara adalah tanah yang tidak
dipunyai oleh perseorangan atau badan hukum dengan suatu hak atas
tanah sesuai dengan ketentuan yang berlaku".
Boedi Harsono (2007: 271) "Tanah negara adalah Tanah-tanah yang
belum dihaki dengan hak-hak perorangan oleh UUPA disebut tanah-
tanah yang dikuasai langsung oleh Negara (Pasal 28, 37, 41, 43, 49)
26. GARAPAN
SK Gubernur DKI Jakarta
No. Da.11/1/3/1968
Tgl. 11 Januari 1968 :
Mencabut hak garapan
dari para penggarap
tanah di DKI Jakarta yang
tidak mempergunakan
haknya sama sekali
sesuai dengan fungsinya.
Penertiban
Tanah Garapan
SK Gubernur DKI Jakarta
No. Da.11/1/14/1968
Tgl. 27 Pebruari 1968 :
Pelaksanaan penelitian &
inventarisasi ditiap
wilayah Kota
Administrasi yang
hasilnya diserahkan ke
Gubernur untuk
ditetapkan, yang
kemudian pelaksanaan
pencabutannya
dilakukan oleh masing-
masing Walikota
Pedoman Pelaksanaan
Penertiban Tanah Garapan
Pencabutan Izin Menggarap
Tanah yang dikeluarkan oleh
Ka. Inspeksi Agraria
Untuk Penghijauan Tanah
Kosong (crash program)
SK Gubernur DKI Jakarta
No. D.IV-104/e/1/1976
Tgl. 13 Januari 1976 :
Pencabutan izin
menggarap dalam
rangka program bantuan
(crash program)
penghijauan tanah
kosong untuk melipat
gandakan produksi
pangan di DKI Jakarta
SK Gubernur DKI Jakarta
No. 353 Tahun 1977
Tgl. 06 Juni 1967 :
Mencabut &
menyatakan TIDAK
BERLAKU lagi semua
bentuk Tanah Garap di
DKI Jakarta
Pencabutan Izin
Garapan Tanah Negara
27. TANAH MILIK PERORANGAN MILIK BELANDA
P3MB (Panitia Pelaksanaan Penguasaan Milik Belanda)
UU NO. 3/PRP/60
TENTANG PENGUASAAN BENDA
TETAP MILIK PERORANGAN WARGA
NEGARA BELANDA
SEMUA BENDA TETAP MILIK WARGA
NEGARA BELANDA YANG TIDAK
TERKENA UU 86/58 TENTANG
NASIONALISASI YANG PEMILIKNYA
MENINGGALKAN WILAYAH RI
BENDA-BENDA TETAP YAITU TANAH
RUMAH DENGAN HAK EIGENDOM,
OPSTAL, AGRARIS DAN LAIN-LAIN
WAJIB MENYERAHKAN
PENGUASAAN TERSEBUT KEPADA
PANITIA SETEMPAT
KESEMPATAN MEMBELI RUMAH :
1. PNS/PENSIUNAN
2. MENGHUNI RUMAH DAN
MEMAKAI TANAH
3. SEPANJANG TIDAK DIPERLUKAN
PEMERINTAH UNTUK
KEPERLUAN KHUSUS
JIKA BUKAN PENGHUNI, DIBERI IJIN
UNTUK MEMBELI RUMAH MELALUI
PANITIA P3MB
28. TANAH MILIK PERUSAHAAN BELANDA
PERSETUJUAN PEMERINTAH
BELANDA DAN RI TGL. 7.9.1966
SEMUA KEKAYAAN/PEMILIKAN
KEKAYAAN BADAN HUKUM EKS
BELANDA BERUPA
BANGUNAN/RUMAH YANG TELAH
DITINGGALKAN OLEH
DIREKSI/PENGURUSNYA
MELAKUKAN PENJUALAN ATAS
BANGUNAN/RUMAH BESERTA
TANAHNYA
SEPANJANG TIDAK DIPERLUKAN
OLEH PEMERINTAH
MENGAJUKAN PERMOHONAN
KEPADA BPN RI
29. TANAH SWAPRAJA (TANAH KEKUASAAN KESULTANAN)
Hak-hak dan wewenang atas
bumi dan air dari Swapraja atau
bekas Swapraja yang masih ada
pada waktu mulai berlakunya
Undang-Undang ini dihapus
dan beralih kepada Negara
Tidak pernah dikonversi
menjadi tanah negara
berdasarkan bagian KEEMPAT
huruf A UUPA
TANAH SWAPRAJA
Berdasarkan Pasal 4 Peraturan
Pemerintah Nomor 224 tahun 1961,
Tanah Swapraja dan bekas Swapraja
diperuntukan, sebagian untuk
pemerintah, untuk mereka yang
dirugikan atas penghapusan hak
Swapraja , dan sebagian untuk
masyarakat yang membutuhkan
Ditetapkan oleh Menteri
Agraria
Untuk masyarakat dalam
rangka Landreform di
redistribusikan tanah bekas
swapraja
30. GRANT SULTAN
PENGERTIAN GRANT :
Tanda bukti Hak Atas Tanah
yang diberikan oleh Sultan
kepada Kaula Swapraja dan
Hamba Sahaya Raja-Raja
Pribumi untuk
menguasai/mengusahai
sebidang tanah dengan
penggunaan sebagai tapak
perumahan atau sebagai kebun
terletak di Swapraja
(Kesultanan)
GRANT adalah pemindahan
berupa akte grant yang
didaftar di kantor Sultan
Macam-macam Grant :
- Grant Controleur (Grant C)
- Grant Deli Maatschaappij
(Grant D)
Penegasan berdasarkan
Peraturan Menteri Negara
Pertanian & Agraria No. 2/62
tentang Penegasan konversi
dan pendaftaran bekas hak-hak
Indonesia atas tanah
Syarat-syarat :
- Tanah dikuasai secara fisik
dan digunakan terus
menerus
- Luas tanah jelas batas-
batasnya, tidak berupa
sungai, kampung, gunung dll
- Tanah tidak berupa
hutan/semak
- Tidak melebihi batas
maksimum
- Tidak merupakan tanah
absentee
TANAH NEGARA
31. SURAT KETERANGAN TANAH
Pasal 11 Peraturan Menteri
Dalam Negeri No. 6/72 tentang :
Pelimpahan wewenang
pemberian atas tanah. Kepada
Camat/Kepala Kecamatan
diberi wewenang untuk
memberikan ijin membuka
tanah yang luasnya tidak lebih
dari 2 Ha
Sering menjadi konflik,
sengketa dan atau perkara
masalah kelestarian lingkungan
hidup
Dicabut berdasarkan Instruksi
Menteri Dalam Negeri No.
593/5707/SJ tgl. 12.5.1984
IJIN LOKASI berdasarkan
Peraturan Menteri
Agraria/Kepala BPN No. 2/99
IJIN LOKASI berdasarkan
Menteri Negara Agraria dan
Tata Ruang/Kepala BPN No.
5/2015
DILUAR KAWASAN HUTAN
sebagaimana diatur Undang
Undang NO. 41/99
32. TANAH KESULTANAN JOGJAKARTA & SURAKARTA
Riksblad Yogyakarta tahun 1918
No. 16 disebut domein Sultan
yang menyatakan bahwa
semua tanah yang tidak ada
tanda bukti dan bukan tanah
eigendom menjadi milik
kesultanan Yogyakarta
Rijksblad Yogyakarta No. 13
tahun 1926 dan Rijksblad
Surakarta No. 14 tahun 1938
mengatur mengenai
pendaftaran tanah-tanah milik
Kaula Swapraja
Undang Undang No. 13/2012
tentang Keistimewaan Daerah
Istimewa Jogjakarta
33. BENTUK PROSES NASIONALISASI
1. Overneming yaitu proses nasionalisasi perusahaan Belanda setelah adanya
pengakuan kedaulatan oleh pemerintah Belanda terhadap Republik Indonesia
Serikat (RIS) tanggal 27 Desember 1949 yang dituangkan dalam pasal Konferensi
Meja Bundar yang menyatakan bahwa semua kekayaan dan tanggung jawab ex
Pemerintah Hindia Belanda akan dialihkan kepada Pemerintah RIS, dengan demikian
semua badan usaha termasuk asetnya dan kewajibannya yang sebelumnya
merupakan milik Pemerintah Kolonial Belanda, otomatis menjadi milik Negara atau
RIS, pengalihan hak dan kewajibannya disebut overneming.
2. Bezitneming ketika sejumlah perusahaan Belanda berakhir masa konsesinya dan
maksud untuk mengajukan permohonan perpanjangan ijin usahanya, pemerintah RI
umumnya menolak semua permohonan ini dan sebagai konsekuensinya mereka
tidak lagi melanjutkan usahanya dan harus meninggalkan Indonesia. aset yang
mereka tinggalkan kemudian di negosiasikan dengan pemerintah RI sebagai bentuk
transaksi pembelian, sementara kewajiban hutang mereka tetap ditanggung oleh
perusahaan induk yang bersangkutan.
3. Naasting ketika pada Desember 1958, Pemerintah Indonesia mengumumkan
program Nasionalisasi masih beroperasi di Indonesia dengan pembayarn ganti rugi
yang disebut Naasting.
34. KADASTER (PENDAFTARAN TANAH) SISTEM BELANDA (1879-1960)
Belanda pernah dijajah Perancis dewan Napoleon Bonaparte, memperkenalkan pendaftaran para
pemilik tanah, yang diperlukan untuk perangnya. Disinilah Napoleon membuat suatu pendaftaran
tanah pajak (Fiscal Cadaster) yang cukup memberikan dana untuk keperluan angkatan perangnya.
Napoleon memasang keponakannya sebagai Raja Belanda : Lodewijk Napoleon yang mengintrodusir
Requille Methodique dan disinilah pertamakali diatur nama pemilik tanah, daftar lokasi tanah, daftar
pembayar pajak (yang kemudian dinamakan “Vervonding”)
Belanda kemudian merdeka dan dengan dalih berdagang mencari rempah-rempah ke Indonesia
dengan perusahaan VOC yang kemudian bangkrut dan diganti dengan pemerintah Belanda yang
kemudian menjajah Indonesia dengan prinsip Concordant menerangkan area kegiatan di Hindia
Belanda dengan dengan peraturan-peraturan Belanda. Memperhatikan buku KUHP Perdata yang
biasa disebut BW (Burgelijk Wetboek) maka kita lihat bahwa daftar pajak, terutama daftar nama
pemilik pembayar pajak sering berubah karena perolehan hak baik karena perbuatan hukum (jual beli,
hibah, tukar menukar dll) maupun peristiwa hukum (pewarisan) diaturlah dalam BW Buku III, tentan
perbuatan (van verbinte nissen)
Peranan kantor pada zaman Hindia Belanda itu merupakan suatu kantor yang melayani publik dalam hal
publik Belanda dan bangsa lain yang tunduk pada KUHP yakni orang Eropa, Cina dan Timur asing lainnya.
Dengan mengadakan pendaftaran hak milik mereka hak atas tanah berupa :
• Recht Van Eigendom
• Recht Van Erfpacht
• Recht Van Opstal
• Recht Van Gebruik kemudian hak accesoir pada hak atas tanah seperti Hijpotheek dan lain-lain.
Jadi status tanah, nama pemilik tanah (Eigenar), luas tanah, deagram letak tanah (meet briet=surat ukur)
serta nilai tanah berupa Verpondings kohier
Dalam perjalanan instansi Kadaster itu bernaung dibawah Department Van Financien (Dep. Keuangan)
kemudia Kepala Kantor Kadaster menjadi Pegawai Balik Nama (Over) dibawah Departement Van Justitie
(Departemen Kehakiman) sekarang menjadi BPN RI
35. KADASTER SISTEM BELANDA
Bentuk Kadaster Hindia Belanda Recht Kadaster (Kadaster Hukum)
Sistem Kadaster : Murni Negatif
Asas yang dipakai : Publieteits Beginsel (Asas Publisitas = keterbukaan)
Specialiteits (asas spesialitas = setiap persil diukur)
Kepala Kadaster : Merangkap “Overschrijvings Ambtenaar” (Pegawai
Balik Nama) yang didaftarkan setiap peralihan hak
dibuktikan dengan akte “Obligatoire Overeenkomst”
(Perjanjian Nyata = Feitelijke Overeenkomst) dihadapan
Notaris untuk dilakukan pernyerahan yuridis (Juridische
Levering) oleh kepala kadaster dengan memberikan”akta
van eigendom atas nama pembeli”
36. APAKAH PRIBUMI DAPAT MEMILIKI HAK EIGENDOM SEMASA ZAMAN
HINDIA BELANDA?
Indische Staats Regeling, Pasal 51 ayat (7) :
“Tanah yang dipunyai oleh Pribumi dengan Hak Adat (Erfelijk Individueel
Gebruik) atas permintaan dari pemiliknya yang benar-benar berhak dapat
diberikan dengan hak eigendom ini dengan persyaratan-persyaratan yang
diatur dalam surat Eigendom itu harus disebutkan kewajiban terhadap negara
dan kotamadya setempat dan mengenai kewenangan untuk menjual kepada
bukan pribumi”
Pribumi tidak tunduk pada burgelijle wetboek/Kitab Undang-Undang
Perdata Eropa/Belanda
Pribumi dapat menundukkan dirinya ke BW/KUHP (lihat KBU 15
September 1916 No. 26 S 17-12 Jo 528 in wkg 1 Oktober 1917) dimana
harus surat keterangan (verklaring) dari pengusaha setempat (Hoofd v/n
plaatselijk bestuur) atau surat Keputusan Hakim setempat bahwa orang
tersebut menundukan diri pada Europeesch Privaat Recht.
Pribumi harus menunjukkan bahwa pribumi tersebut mempunyai hak milik
adat (erfelijk individueel bezit) dan benar-benar memiliki diketahui lurah
setempat (punya petuk/girik) dan membayar landrete (pajak tanah) dan
memohon agar pemilikan adat ini dijadikan eigendom yang bersangkutan
37. TERDAFTAR DIMANA EIGENDOM TERSEBUT ?
Hak Eigendom tersebut terdaftar di Kantor Kadaster (lihat Werkking van
Het Kadaster (ruang lingkup) pekerjaan kadaster) tercantum dalam S.70-
164 Jo 16.705
• Ada nomor Akta Eigendom
• Ada nomor verponding
• Ada buku Kohir Verponding
• Ada Meet-brief (surat ukur)
• Nama pemegang Akte Eigendom
Secara rapih di administrasikan ke kantor kadaster (sekarang Kanwil BPN
DKI Jakarta)
38. a. Undang-Undang No. 5/1960 pasal 1 tentang ketentuan Konversi jo. Pasal 2 dan 3
Peraturan Menteri Agraria No. 2 Tahun 1960 dengan membawa Grosse Akta Asli van
Eigendom datang ke Kantor Pengawas Pendaftaran Tanah bagi WNI Tunggal dapat di
konversi menjadi hak milik sedangkan bagi yang lewat waktu 6 bulan atau pemiliknya tidak
bisa membuktikan WNI Tunggal di konversi menjadi HGB dengan waktu 20 tahun berakhir
tanggal 24 September 1980
b. Berdasarkan Pasal 1 dan 2 peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2/1970 tentang
penyelesaian konversi Hak Barat menjadi HGB dan HGU, apabila pada tanggal 24
September 1960 Hak Eigendom di konversi menjadi hak HGB dan HGU hingga pada
tanggal 14 Mei 1970 belum mempunyai sertifikat untuk datang ke kantor Pengawas
Pendaftaran Tanah diberikan sertifikat sepanjang memenuhi pasal 30 dan 36 UUPA, jika
tidak memenuhi syarat pemegang hak bertempat di Indonesia menjadi Hak Pakai berlaku
selama sisa waktu HGB dan HGU dan menjadi tanah negara terhitung 24 September 1961
apabila tidak memenuhi pasal 30 dan 36.
c. Berdasarkan Keppres No. 32 tahun 1979 jo. Permendagri No. 3 Tahun 1979 tentang
ketentuan mengenai permohonan dan pemberian hak baru asal tanah konversi Hak Barat
menjadi tanah yang langsung dikuasai oleh negara terhitung mulai 24 September 1980
menjadi tanah yang langsung di kuasai negara dengan prioritas yang menguasai fisik.
d. Berdasarkan pasal 60 ayat 2 Peraturan Menteri Agraria / Ka. BPN No. 3 Tahun 1997
Grosse Akte Hak Eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie
(S.1834-27) yang telah dibubuhi catatan, bahwa hak eigendom berssangkutan dikonversi
menjadi hak milik.
KONVERSI HAK-HAK LAMA (EIGENDOM)
39. SISTEM PEMBUKTIAN HAK LAMA SEBELUM BERLAKUNYA
UUPA juncto PP NO. 10/1961
1. SISTEM PENDAFTARANNYA MENGANUT REGISTRTRATION OF
DEED (PENDAFTARAN DENGAN AKTE), SEKARANG DALAM
PP NO. 24/1997, SISTEMNYA REGISTRATION OF TITLE
(PENDAFTARAN HAK/SERTIFIKAT)
2. ALAT BUKTI HAKNYA, BERUPA:
- GROSSE VAN EIGENDOM (HAK MILIK)
- GROSSE VAN ERFPACHT (HAK GUNA USAHA)
- GROSSE VAN OPSTAL (HAK GUNA BANGUNAN ) DAN
- MEETBRIEF (SURAT UKUR)
40. PENGADMINISTRATSIANNYA SISTEM PEMBUKTIAN
HAK LAMA
Ruang lingkup Kantor Kadaster (Werkking van Het Kadaster S.70-164 Jo.
16-705) yang waktu itu dibawah Departement van Justitie (Departemen
Kehakiman) yang secara rapih diadministrasikan di Kantor Kadaster
sewaktu Jaman Ordonansi Balik Nama (Overschrijvings Ordonanntie S.
1834 - 27) yaitu :
1. Ada Nomor Akta Eigendom, Erfpacht dan Opstal
2. Ada Nomor Kohir verponding
3. Ada Nama Eigenaar (Pemegang Haknya)
4. Ada meet brief (Surat Ukur)
5. Ada surat pemberitahuan peralihannya (Landmeterkenissen) dan
ada berita Negaranya
6. Ada proses verbal mengenai status tanah yaitu (Ground Rechten)
41. PERMASALAHAN
Tidak semua data ada di Badan Pertanahan Nasional RI (Kantor
Pertanahan maupun Kanwil BPN Provinsi) dan Pertamina berupa :
1. Grosse Akte Van Eigendom, Erfpacht, Opstal
2. Berita Negara (Landmeterkenissen)
3. meet brief (Surat Ukur)
4. proses verbal mengenai status tanah yaitu (Ground Rechten)
Pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda semua kegiatan
pengadministrasian recht kadaster selalu dilaporkan ke Ratu di Belanda
dan dibukukan dalam arsip yang ada di Negeri Belanda baik yang ada di
Denhaag, Utrecht, dll yang ada di arsip negara Belanda.
Pemerintah Indonesia selaku institusi bisa melakukan penyalinan
(Afschrift) dengan membayar sesuai dengan tarif yang ditentukan oleh
Pemerintah Belanda.
50. Pengertian Penguasaan atas Tanah dalam
Hukum Tanah Nasional
Hak penguasaan atas tanah berisikan
serangkaian wewenang, kewajiban
dan/atau larangan bagi pemegang
haknya untuk berbuat sesuatu
mengenai tanah yang di haki
Penguasaan atas tanah secara
fisik dan yuridis
51. Jenis-Jenis Hak Tanah dalam Hukum Tanah
Nasional
Hak Menguasai dari
Negara
Hak-hak
perorangan
Primer
Diberikan
oleh
Negara
Sekunder
Bersumber
dari pihak
lain
Hak lainnya
Hak Milik
Hak Guna
Bangunan
Hak Guna
Usaha
Hak
Pengelolaan
HGB/HP
HM
HGB/HP
HPL
52. Hak Menguasai dari Negara
(Pasal 2 ayat (1) dan (2) UUPA))
Bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh
Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat
Hak menguasai dari Negara memberi wewenang untuk:
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasai
tersebut;
2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai
bumi, air dan ruang angkasa
53. Hak-hak individual
Hak yang memberi wewenang untuk
memakai tanah yang diberikan kepada
orang dan badan hukum
Meliputi:
a. Hak Primer
b. Hak Sekunder
c. Hak lainnya
54. A. Hak Primer
Hak-hak atas
tanah primer
yaitu hak-hak
atas tanah
yang diberikan
oleh Negara
Jenis Hak
Atas
Tanahnya
1) Hak Milik (Pasal 20-
27 UUPA)
2) Hak Guna Usaha
(Pasal 28-34 UUPA
dan Pasal 2-18 PP
No.40/1996)
3) Hak Guna Bangunan
(Pasal 35-40 UUPA
dan Pasal 19-38 PP
No.40/1996)
4) Hak Pakai (Pasal 41-
43 UUPA dan Pasal
39-58 PP
No.40/1996)
55. B. Hak Sekunder
Hak-hak atas
tanah yang
bersumber
pada hak
pihak lain
Jenis Hak
Atas
Tanahnya
1) Hak Guna Bangunan
(Pasal 37 UUPA dan
Pasal 24 PP
No.40/1996)
2) Hak Pakai (Pasal 41
UUPA dan Pasal 44
No.40/1996)
3) Hak Sewa (Pasal 44-
45 dan 53 UUPA)
4) Hak Usaha Bagi Hasil
(Pasal 53 UUPA)
5) Hak Gadai atas
Tanah (Pasal 53
UUPA)
6) Hak Menumpang
(Pasal 53 UUPA)
56. C. Hak Lainnya
Hak-hak atas tanah
lainnya yang
memberi sebagian
wewenang maupun
tidak memberi
wewenang secara
langsung kepada
pemegang haknya
Jenis Hak
Atas
Tanahnya
1) Hak atas Tanah
Wakaf
2) Hak Milik atas
Satuan Rumah Susun
3) Hak Tanggungan
57. Subjek Hak atas Tanah
Pasal 4 UUPA
(1) Atas dasar hak menguasai dari Negara ……… tanah, yang dapat
diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri-sendiri
maupun bersama-sama dan badan-badan hukum
58. Hukum Pertanahan
• Tanah sebagai bagian dari bumi disebutkan dalam pasal 4 ayat 1
UUPA, yaitu “Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang
dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas
permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada
dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama
dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum”.
• Yang dimaksud Hak Atas Tanah adalah hak yang memberi
wewenang kepada pemegang haknya untuk mempergunakan atau
mengambil manfaat dari tanah yang di hakinya. Kata
“mempergunakan” berarti hak atas tanah itu digunakan untuk
kepentingan mendirikan bangunan. Perkataan “mengambil
manfaat” berarti tanah itu digunakan untuk kepentingan dan bukan
untuk mendirikan bangunan, misalnya: pertanian, perikanan,
peternakan dan perkebunan.
59. Hukum Pertanahan
• Objek Hukum Tanah adalah Hak Penguasaan Atas Tanah, yang berarti
hak yang berisi serangkaian wewenang, kewajiban, dan atau larangan
bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang di
haki.
• Hak-hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah nasional adalah:
1. Hak Bangsa Indonesia atas tanah
2. Hak menguasai dari Negara atas tanah
3. Hak ulayat masyarakat hukum adat
4. Hak-hak perseorangan, meliputi:
a. Hak-hak atas tanah
b. Wakaf tanah hak milik
c. Hak jaminan atas tanah (hak tanggungan)
d. Hak Milik atas satuan rumah susun
60. Karakteristik Hak Atas Tanah
Hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1 UUPA adalah:
1. Hak Milik (Psl 20)
Adalah hak turun temurun, terikat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang
atas tanah, dengan mengingat ketentuan dala Pasal 6 (semua hak atas
tanah mempunyai fungsi sosial)
- Hak Milik tidak terbatas jangka waktunya
- Hak Milik dapat beralih (pewarisan dll)
- Hak Milik dapat menjadi jaminan utang yang dibebani Hak
Hapusnya Hak Milik (Pasal 27)
a. Tanah jatuh kepada Negara
- Karena pencabutan hak berdasar Pasal 18 (kepentingan umum)
- Karena penyerahan sukarela oleh pemiliknya
- Karena ditelantarkan
- Karena ketentuan pasal 21 (3) dan 26 ayat (2) (orang asing)
b. Tanahnya musnah
61. Karakteristik Hak Atas Tanah
Beberapa cara untuk memperoleh Hak Milik:
1. Pengakuan (toeeigening), Hak Milik diperoleh atas benda yang tidak ada
pemiliknya (res nullis). Res nullis hanya dapat dilakukan atas benda yang
bergerak (Pasal 585 – 586 KUH Perdata).
2. Perlekatan (na-trekking), Cara memperoleh Hak Milik terhadap suatu
benda yang bertambah besar atau berlipat ganda terhadap alam
3. Daluwarsa (verjaring), Hak Milik dapat diperoleh karena jangka waktu
penguasaan terhadap suatu benda terlampaui dengan memperhatikan
syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang
4. Pewarisan (Erfopvolging), Hak Milik diperoleh karena adanya warisan
5. Penyerahan (levering), Hak Milik yang diperoleh melalui penyerahan
pada prinsipnya terjadi karena adanya perbuatan hukum yang
memindahkan hak milik dari sesorang kepada pihak lain
62. Karakteristik Hak Atas Tanah
2. Hak Guna Usaha (Pasal 28)
Hak untuk mengukuhkan tanah yang dikuasai langsung oleh
Negara, selama jangka waktu yang tersebut guna pertanian,
perikanan dan peternakan.
Menurut Pasal 29 UUPA:
- Hak Guna Usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun
- Untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat
diberikan hak guna-usaha untuk waktu paling lama 35 tahun
- Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan
perusahaannya jangka waktu yang dimaksud dalam ayat (1) dan
(2) pasal ini dapat diperpanjang dengan waktu yang paling lama 25
tahun
63. Karakteristik Hak Atas Tanah
Hapusnya Hak Guna Bangunan (Pasal 34)
a. Jangka waktunya berakhir;
b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu
syarat tidak dipenuhi;
c. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya
berakhir;
d. Dicabut untuk kepentingan umum;
e. Ditelantarkan;
f. Tanahnya musnah;
g. Ketentuan dalam Pasal 30 ayat (2)
64. Karakteristik Hak Atas Tanah
3. Hak Pakai (Pasal 41)
Hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang
dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi
wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan
pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam
perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-
menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak
bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini.
Hak pakai dapat diberikan:
a. Selama jangka waktu tertentu atau selama tanahnya dipergunakan
untuk keperluan tertentu;
b. Dengan Cuma-Cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa
apapun
c. Pemberian hak pakai tidak boleh dan disertai syarat2 yang mengandung
pemerasan
65. Karakteristik Hak Atas Tanah
4. Hak Sewa (Pasal 44)
Hak ini dapat digunakan oleh (1) warga negara Indonesia, (2) Badan
Hukum Indonesia, (3) Warganegara asing yang berkedudukan di
Indonesia dan (4) Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di
Indonesia
Jangka waktunya berdasarkan perjanjian, dengan memperhatikan
Pasal 26 ayat 2 UUPA
67. Sistem Pendaftaran Tanah di Indonesia
- Sistem pendaftaran: REGISTRATION OF TITLE
- Sistem publikasi negatif dengan UNSUR-UNSUR POSITIF
(Penjelasan: PP No.10/1961 dan PP No 24/1997)
PENDAFTARAN PERTAMA KALI
Pendaftaran hak pertama kali pada
Daftar Umum di Kantor
Pertanahan atau dikenal juga
dengan “REGISTRATION OF TITLE”
atau disebut juga “REGISTRATION
OF RIGHT”
PENDAFTARAN PERALIHAN HAK
Pendaftaran peralihan hak atau
pendaftaran akta pada Daftar
Umum di Kantor Pertanahan
dikenal dengan “REGISTRATION
OF DEED”
68. Sistem Pendaftaran Tanah di Indonesia
SISTEM PUBLIKASI POSITIF
1. Menggunakan sistem pendaftaran
hak (Registration of Title)
2. Menggunakan daftar umum yang
mempunyai kekuatan bukti
3. Perlindungan hukum diberikan
kepada orang yang beritikad baik
dalam memperoleh hak dan orang
dianggap sebagai pemegang hak sah,
meskipun orang yang mengalihkan
hak ternyata bukan orang yang
sebenarnya berhak
SISTEM PUBLIKASI NEGATIF
1. Menggunakan sistem pendaftaran
akta (Registration of Deeds)
2. Menggunakan daftar umum yang
tidak mempunyai kekuatan bukti
3. Perlindungan hukum diberikan
kepada pemegang hak yang
sebenarnya, meskipun terdapat
tindakan pelanggaran hukum oleh
orang lain yang mengalihkan hak
orang tersebut
69. Sistem Pendaftaran Tanah di Indonesia
SISTEM PUBLIKASI POSITIF
Diberikan kekuatan bukti mutlak yang
berlaku terhadap semua orang pada
“SISTEM TORRENS” di Australia
KEUNTUNGAN SISTEM PUBLIKASI
POSITIF
- Terjaminnya kepastian
pemegang hak, yang terdaftar
dalam daftar umum
- Pemegang hak, yang terdaftar
dalam daftar umum tidak dapat
diganggu gugat (mutlak,
meskipun oleh pemegang hak
yang sebenarnya
KELEMAHAN SISTEM PUBLIKASI
POSITIF
Pendaftaran suatu hak atas tanah
atas nama seseorang yang tidak
berhak dalam daftar umum,
menghapus hak dari pemegang
hak yang sebenarnya
70. Sistem Pendaftaran Tanah di Indonesia
SISTEM PUBLIKASI NEGATIF
KEUNTUNGAN SISTEM PUBLIKASI
NEGATIF
Perlindungan hukum yang
diberikan kepada pemegang hak
yang sebenarnya, walaupun
pemegang hak sebenarnya
tersebut tidak terdaftar dalam
daftar umum
KELEMAHAN SISTEM PUBLIKASI
NEGATIF
- Pemerintah tidak menjamin
kebenaran dari isi daftar umum
yang diselenggarakan;
- Pemegang hak yang terdaftar
dalam daftar umum tidak
dilindungi haknya oleh negara,
apabila pemilik tanah
sebenarnya menuntut hak atas
tanahnya
71. Sistem Pendaftaran Tanah di Indonesia
Sistem Pendaftaran Tanah Indonesia =
Pendaftaran akta (Registration of
Deed) dengan sistem publikasi negatif
yang mengandung unsur positif
INDIKATOR NEGATIF
Pemegang hak yang tercantum
dalam daftar umum/buku
tanah/sertipikat hak, dapat digugat
oleh pemilik tanah sebagai
pemegang hak sebenarnya,
walaupun pemegang hak
sebenarnya tidak terdaftar dalam
daftar umum/buku tanah.
INDIKATOR POSITIF
Pihak ketiga tidak dapat menuntut tanah
yang sudah bersertipikat atas nama orang
atau badan hukum, jika selama 5 (lima)
tahun sejak dikeluarkan sertipikat, apabila
tidak mengajukan keberatan secara tertulis
kepada pemegang sertipikat tanah dan
Kantor Pertanahan ataupun mengajukan
gugatan ke Pengadilan mengenai
penguasaan tanah dan penerbitan
sertipikat tersebut. (Pasal 32 ayat (2) PP
No.24 Tahun 1997))
73. Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah
Tujuan Pendaftaran Tanah
- Memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada
pemegang haknya
- Memberikan keterangan yang dipercayai kebenarannya oleh yang
berkepentingan
- Demi terselenggaranya tertib administrasi pertanahan
74. Objek Pendaftaran Tanah
Objek pendaftaran tanah dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah No. 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP No.24/1997”):
- Hak atas tanah: Hak Milik, HGU, HGB, Hak Pakai
- Tanah Hak Pengelolaan
- Tanah Wakaf
- Tanah Negara
- Hak Tanggungan
- Hak Milik atas Satuan Rumah Susun
75. Kegiatan Pendaftaran Tanah
Pendaftaran Tanah:
- Pendaftaran tanah untuk pertama kali
- Pemeliharaan data pendaftaran tanah
Pasal 1 ayat (1) PP No.24/1997:
“Pendaftaran tanah adalah rangkuman kegiatan yang dilakukan oleh
Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur,
meliputi pengumpulan pengolahan, pembukuan dan penyajian serta
pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar
menjadi bidang-bidang Tanah yang sudah ada haknya dan hak milik
atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.”
76. Pendaftaran Tanah
a. Pendaftaran Tanah untuk Pertama Kali
Kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap objek pendaftaran
tanah yang belum pernah didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah
No.10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah (“PP No.10/1961”) dan PP
No.24/1997. dalam pasal 1 angka 9 PP No.24/1997 yang berlaku saat ini,
yaitu:
Meliputi:
1) Kegiatan di bidang fisik
2) Kegiatan di bidang yuridis
3) Penerbitan Tanda Bukti Hak
77. 1. Kegiatan di bidang fisik
Di bidang fisik tanahnya atau
teknis kadastral Berupa
kegiatan
a) Pengumpulan data fisik
(penetapan letak, batas, luas,
dan pemberian tanda batas);
b) Pengukuran dalam pembuatan
peta dan surat ukur
c) Pencatatan data yuridis dalam
buku tanah; dan
d) Pemberian nomor urut tahunan
dan tahun penerbitan pada
surat ukur
78. 2. Kegiatan di bidang yuridis
Di bidang yuridis, yaitu
mengenai hubungan hukum
dengan tanahnya atau pihak
ketiga
Berupa
kegiatan
a) Pengumpulan data yuridis
(berupa jenis haknya,
pemegang hak serta
keberadaan pihak ketiga yang
membebaninya); dan
b) Pencatatan data yuridis dalam
buku tanah
79. 3. Kegiatan penerbitan tanda bukti hak
Pemberian dokumen tanda
bukti hak kepada pemegang
hak atas tanah
Berupa
kegiatan
a) Penerbitan sertipikat sebagai
tanda bukti hak; dan
b) Penyerahan sertipikat kepada
pemegang haknya
80. Pendaftaran Tanah
b. Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah
- Kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan
yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat
ukur, buku tanah dan sertipikat dengan perubahan-perubahan yang
terjadi kemudian (Pasal 1 angka 12 PP No.24 Tahun 1997)
- Pendaftaran tanah wajib didaftarkan pada PPAT (Pasal 37 UU
No.24/1997)
Meliputi:
1) Perubahan Haknya
2) Perubahan Subjeknya
3) Perubahan Tanahnya
81. 1. Perubahan Haknya
Perubahan terjadi apabila
dibebani Hak Tanggungan
dan Hak atas Tanah yang
baru
Berupa
kegiatan
a) Pencatatan Hak Tangungan
pada Buku Tanah dan
pembuatan sertipikat Hak
Tanggungan; dan
b) Pembuatan akta pemberian hak
baru oleh PPAT, pendaftaran di
BPN setempat dan pembuatan
sertipikat Hak Barunya
82. 2. Perubahan Subjeknya
Perubahan terjadi
karena adanya
pengalihan hak
Berupa
kegiatan
a) Pengalihan hak karena hukum
akibat pewarisan wajib
didaftarkan dalam Buku Tanah
dan Sertipikat atas nama Ahli
Waris; dan
b) Pengalihan hak karena jual beli,
tukar menukar, hibah, inbreng,
dan lainnya dibuatkan akta
PPAT yang didaftarkan pada
BPN
83. 3. Perubahan Tanahnya
Perubahan terjadi karena
adanya pemisahan,
pemecahan dan
penggabungan bidang
tanah
Berupa
kegiatan
a) Pemisahan dilakukan terhadap
Hak Milik atas sebagian luas
tanah dan dibuatkan surat ukur
dan sertipikat Hak Milik oleh
BPN setempat;
b) Pemecahan dilakukan terhadap
tanah Hak Baru atas sebagian
luasnya; dan
c) Penggabungan dilakukan bagi
tanah Hak Baru atas total
luasnya yang digabungkan
dengan Hak Baru yang lainnya
84. Penetapan Hak Atas Tanah
Hak atas tanah dimulai dari pengkajian terhadap bentuk-bentuk
penguasaan tanah yang diakui sebagai miliknya dari segi riwayat
perolehannya, kekuatan hubungan hukumnya dengan tanah
tersebut. Pemilik tanah akan menunjukkan dimana letak tanahnya,
batas-batasnya, dan dimana tanah tersebut diperoleh. Bentuk yang
paling sederhana dari penguasaan tersebut adalah:
• Dikuasai berdasarkan pembukaan tanah
• Dikuasai karena diperoleh dari pembagian tanah dari Negara
• Karena penetapan Undang-Undang
• Karena title hukum umum (warisan, hibah, jual beli dll)
85. Penetapan Hak Atas Tanah
Tahap-tahap proses penetapan hak atas tanah secara garis besar adalah:
a. Pemohon mengajukan bukti dan riwayat perolehan serta hubungan
hukum penguasaan dengan tanah yang dimohonnya
b. Pemohon menunjukkan dimana letak dan pengakuan titik-titik batas
tanah yang dimohonnya tersebut
c. Pengujian letak dan batas-batas tanah tersebut dengan kegiatan
pengukuran yang meliputi:
- Mengukur dan menetapkan batas-batas tanah yang ditunjukkannya
- Menguji dengan data-data fisik, yuridis, administrasi di kantor BPN
yang bersangkutan
- Meminta pengakuan dari pemilik tanah yang berbatasan
- Pengujian mengenai kecocokan bukti pemohon dengan objek tanah,
serta kepentingan orang lain atas permohonan tersebut (Oleh
panitia pemeriksa tanah)
87. Konflik Pertanahan
Penyebab umum timbulnya konflik pertanahan:
a. Faktor hukum
- Tumpang tindih peraturan
- Regulasi kurang memadai
- Tumpang tindih peradilan
- Penyelesaian dan Birokrasi Berbelit-belit
b. Faktor non-hukum
- Tumpang tindih penggunaan tanah
- Nilai ekonomis tanah tinggi
- Kesadaran masyarakat meningkat
- Tanah tetap, penduduk bertambah
- Kemiskinan
88. Konflik Pertanahan
Secara khusus, pemicu terjadinya kasus-kasus sengketa tanah yang
selanjutnya bisa muncul sebagai konflik yang berdampak sosial-
politik, diberbagai wilayah Republik Indonesia dapat diidentifikasikan
menjadi 2 kategori:
1. Masalah sengketa atas keputusan Pengadilan
a. Tidak diterimanya keputusan pengadilan oleh pihak yang
bersengketa
b. Keputusan Pengadilan tidak bisa dieksekusi yang dikarenakan
status penguasaan dan pemilikannya sudah berubah
c. Keputusan Pengadilan menimbulkan akibat hukum yang
berbeda terhadap status objek perkara yang sama
d. Adanya permohonan tertentu berdasarkan putusan
Pengadilan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap
89. Konflik Pertanahan
2. Masalah permohonan hak atas tanah yang berkaitan dengan klaim hutan
dimana secara fisik sudah tidak berfungsi sebagai hutan lagi
3. Masalah sengketa batas dan pendaftaran tanah serta tumpang tindih
sertipikat di atas tanah yang sama
4. Masalah pendudukan kembali tanah yang telah dibebaskan oleh
pengembang perumahan karena ganti rugi yang dimanipulasi
5. Masalah pertanahan atas klaim tanah ulayat/adat
6. Masalah-masalah yang berkaitan dengan tanah perkebunan:
- Proses ganti rugi yang belum tuntas disertai tindakan intimidasi
- Pengambilalihan tanah garapan rakyat yang telah dikelola lebih dari
20 tahun untuk lahan perkebunan
- Perbedaan luas hasil ukur dengan HGU yang dimiliki perkebunan
- Perkebunan berada di atas tanah ulayat atau warisan.
90. Badan Hukum
Swasta dengan
Badan Hukum
Swasta;
Perorangan
dengan
Badan
Hukum
Perorangan
dengan
Peorangan
PIHAK-PIHAK YANG
BERSENGKETA
Perorangan
dengan Badan
Hukum Swasta
maupun Badan
Hukum Publik;
Badan
Hukum
Publik
dengan
Badan
Hukum
Publik;
Badan Hukum
Swasta dengan
Badan Hukum
Publik;
Perseorangan
dengan Badan
Hukum Publik
(Pemerintah/Pem
erintah Daerah,
BUMN/BUMD);
92. ASAS-ASAS HUKUM PEMBUKTIAN PERDATA
ASAS-ASAS
HUKUM
PEMBUKTIAN
PERDATA
ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM,
Asas ini berarti bahwa kedua belah pihak yang
bersengketa harus diperlakukan sama (equal
justice under law).
ASAS ACTOR SEQUITUR FORUM REI,
Gugatan harus diajukan pada pengadilan di mana
tergugat bertempat tinggal.
Asas ini dikembangkan dari asas presumption of
innocence yang dikenal dalam hukum pidana
ASAS ACTORI INCUMBIT PROBATION,
Asas ini mengandung arti bahwa siapa yang
mengaku memiliki hak maka ia harus
membuktikannya.
93. SENGKETA PERTANAHAN
PENGADILAN
LANDREFORM
UU No. 21 Th. 1964
PENGHAPUSAN
PENGADILAN
LANDREFORM Tgl.
31 Juli 1970
DIKEMBALIKAN
KEPADA
PERADILAN
UMUM (UU No. 7
Th. 1970)
PERADILAN
UMUM
UU No. 2/1986
Jo UU No. 8/2004
PERADILAN TATA
USAHA NEGARA
UU No. 5/1986
Jo UU No. 9/2004
KONSEP DI UU
PERTANAHAN
INISIATIF DPR
PERADILAN
KHUSUS
PERTANAHAN
PENGADILAN
94. SISTEM PERADILAN DI INDONESIA
PERADILAN UMUM
(PERDATA & PIDANA)
(Kewenangan Peradilan
Umum sesuai dengan UU
No 8/2004 tentang
perubahan UU No. 2/1986
disebutkan bahwa
kewenangan sesuai dgn
ketentuan dalam Pasal-
pasal antara lain Pasal 2,
6,50, dan Pasal 51
sedangkan dlm
menyelesaikan sengketa
tanah dapat dilihat dari
yurisprudensi putusan
Mahkamah Agung Republik
Indonesia No. 701 K/Pdt/
1997 Tgl 24-3-1999, dan
Putusan Mahkamah Agung
RI No. 1816 K/Pdt/1989 Tgl.
22-10-1992)
PERADILAN AGAMA
(Kewenangan Peradilan
Agama sesuai ketentuan
No. 3/2006 tentang
Perubahan Atas UU No.
7/1989 Tentang Peradilan
Agama, sesuai dengan
ketentuan Pasal 2,3 ayat (1),
49 ayat (1), 51 dan
Yurisprudensi Putusan
Mahkamah Agung RI No.
57.K/AG/1999 Tgl. 27-April-
2000)
PERADILAN MILITER
PERADILAN
TATA USAHA NEGARA
(TUN)
Kewenangan Peradilan tata
usaha negara dalam hal
penyelesaian sengketa atas
tanah dapat dilihat dalam
ketentuan UU No. 9/2004
tentang Perubahan atas UU
No. 5/1986 Tentang
Peradilan TUN Pasal 2, Pasal
5 ayat (1), Pasal 50, Pasal 51.
Sedangkan dalam
yurisprudensi dapat dilihat
dalam Putusan Mahkamah
Agung RI No. 84
K/TUN/1999 Tgl 14-12-2000
dan Putusan Mahkamah
Agung RI No.1687
K/Pdt/1998 Tgl. 29-9-1999
95. HUKUM ACARA PENYELESAIAN SENGKETA
PERTANAHAN
HUKUM ACARA
PENGADILAN
PERTANAHAN
• MENGGALI HUKUM
• MENGKONSTRUKSI
HUKUM
• MENGUPAYAKAN
PENEMUAN HUKUM
EK AEQUO ET
BONO
HAKIM
PASIF
HAKIM
AKTIF
Menggunakan bukti
bukti (dokumen)
menggali fakta
mencari kebenaran
material
• KOMISIONER
• BPN
• PAKAR
EK AEQUO ET
BONO
HIR & RBg
HAK
EIGENDOM
HIR & RBg
BAGIAN BK II
BW
UUPA
HAK ADAT
HAK ULAYAT
96. KEPALA PUTUSAN
DENGAN JUDUL
(Demi Ketuhanan Yang
Maha Esa)
IDENTITAS PARA PIHAK
(Dalam Tahap ini sering
muncul masalah Standi in
judicio tentang status
Para Pihak berperkara;
Kedudukan Para
Penggugat maupun
Kedudukan Tergugat,
harus secara jelas disebut
sebagai pihak yang
berhak mengajukan
gugatan dihapan
Pengadilan)
KONSIDERANS AMAR PUTUSAN
Decision Making
DUDUK PERKARA
(Hakim melakukan
konstatasi peristiwa
secara sistematis dan
kronologis sehingga
diperoleh duduk perkara)
PENERAPAN HUKUM
Legal Problem Solving
(Hakim mencarikan
kualifikasi masalah hukum
yang disebut peristiwa
hukum yang menjadi
pokok persengketaan
selanjutnya hakim
memberikan penerapan
hukumnya)
Bagian DEKLARATIF
yang memuat hubungan
hukum dan peristiwa
hukum
Bagian DISPOSITIF
yang memuat
penetapan kaidah
Hukum
ANATOMI PUTUSAN HAKIM
(Sudikno Mertokusumo (2000 : 53-54))
97. UNSUR KEPASTIAN
HUKUM
(RECHTSSICHERKEIT)
(Yang memberi jaminan
bahwa hukum itu dijalankan
sehingga yang berhak
menurut hukum dapat
memperoleh haknya dan
bahwa putusan seperti itu
juga dapat diterapkan
untuk jenis perkara yang
sama )
UNSUR
KEMANFAATAN
(ZWECKMASSIGKEIT)
(Bahwa isi putusan itu
tidak hanya bermanfaat
bagi pihak berperkara
tetapi juga bagi
masyarakat luas)
UNSUR KEADILAN
(GERECHTIGKEIT)
(Yang memberi keadilan
bagi pihak yang
bersangkutan; kalaupun
pihak lawan menilainya
tidak adil masyarakat
harus dapat menerimanya
sebagai adil.
Asas hukum yang
berbunyi Lex dura sed
tamen scripta yang
mengartikan hukum itu
kejam tetapi begitulah
bunyinya.)
UNSUR PERTIMBANGAN HUKUM
(Sudikno Mertokusumo (2000 : 90))
98. Asas ini memang lebih banyak digunakan dalam hukum acara perdata.
Sedangkan dalam hukum pidana terikat dengan perpaduan antara
penetapan peristiwa dan penemuan hukum. Bahkan dalam hukum
pembuktian di Inggris, pemisahan peristiwa dan hukum terlihat sangat
tajam dan dipisahkan, yaitu putusan mengenai peristiwa atau faktanya
menjadi wewenang juri, sedangkan putusan mengenai hukum adalah
wewenang hakim.
IUS CURIA NOVIT / IURA NOVIT CURIAIUS CURIA NOVIT / IURA NOVIT CURIA
99. ASAS ULTRA PETITA
ULTRA PETITA didefinisikan sebagai hakim menjatuhkan suatu putusan atas perkara
melebihi dari apa yang dituntut atau diminta.
Dalam hukum perdata, ultra petita diatur dalam Pasal 178 ayat (2) dan (3) HIR dan Pasal
189 ayat (2) dan (3) RBg, di dalam ketentuan tersebut secara gamblang melarang seorang
hakim untuk memutus melebihi dari apa yang dituntut. Alasannya adalah sederhana,
semua kembali kepada taat asas hukum bersifat pasif. Makna dari asas tersebut adalah
majelis tidak boleh menambah sendiri hal-hal yang lain, dan tidak boleh memberikan lebih
dari yang diminta oleh para pihak (ultra petita non cognoscitur). Namun tidak berhenti
dalam perbincangan hukum perdata saja yang menitikberatkan pada hubungan hukum
orang perorangan.
ultra petita yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga kekuasaan
kehakiman yang memiliki fungsi sebagai judicial control dalam kerangka check and
balances.
100. HAK IMUNITAS HAKIM
SE.MA NO. 9/76 :
HAKIM DALAM MENJALANKAN
TUGASNYA, TIDAK BISA DIPIDANA
MAUPUN DIGUGAT PERDATA
SEHINGGA MASYARAKAT TIDAK
DAPAT MENYALAHKAN PUTUSAN
HAKIM
PRINSIP-PRINSIP FUNDAMENTAL
HUKUM DAN FAIR TRIAL YANG
DILANGGAR OLEH HAKIM DALAM
MEMERIKSA DAN MEMUTUS
PERKARA. KONSEP JUDICIAL LIABILITY
DI NEGARA EROPA & AS
101. TAHAPAN
PENYELESAIA
N SENGKETA DI
LEMBAGA
PERADILAN
DI INDONESIA
(Sudargo Gautama, 1999 : 43)
TINGKAT PENGADILAN NEGERI,
yang akan berlangsung relatif cepat sekarang ini, karena ada petunjuk
mahkamah agung bahwa sedapatnya harus dibatasi berperkara sampai
kurang lebih 6 (enam) bulan. Namun dalam praktik bisa berbulan-bulan,
kadang-kadang setahun
TINGKAT PENGADILAN TINGGI,
seperti halnya dalam pengadilan negeri pada tingkat pengadilan tinggi ini pun
perkara sering berlangsung lama. Disamping itu pemeriksaan perkara melalui
pengadilan seringkali dihantui adanya anggapan bahwa pengadilan lebih
mementingkan kepentingan dirinya sendiri saja lebih dikenal dengan sebutan
mafia peradilan
TINGKAT KASASI,
pada tingkat ini sering terjadi keterlambatan dalam pemeriksaan.
Sebagaimana diungkapkan oleh Sudargo Gautama bahwa untuk dapat
diperiksa, harus menunggu bertahun-tahun lamanya, biasanya tidak kurang
dari 3 (tiga) tahun sebelum akhirnya diputus dalam kasasi. Hal ini disebabkan
karena antrian pemeriksaan dalam acara kasasi yang lama sekali yang
disebabkan banyaknya perkara kasasi yang ditangani
TINGKAT PENINJAUAN KEMBALI.
Pada tingkat ini, waktu yang diperlukan bisa mencapai 8-9 tahun sebelum
perkara ini tiba pada taraf dapat dilaksanakan (eksekusi) oleh pengadilan
negeri
102. KRITIK WERHAN ASMIN
TERHADAP PENYELESAIAN
SENGKETA MELALUI
PERADILAN
Dianggap
mengalami beban
yang terlampau
padat (overloaded)
Dianggap lamban
dan buang waktu
(waste if time)
Dianggap terlampau
teknis (technically)
Dianggap kurang
tanggap
(unresponsive)
terhadap kepentingan
umum
Dianggap biaya
mahal (very
expensive)
Dianggap terlampau
formalistik
(formalistic)
KRITIK PENYELESAIAN SENGKETA
MELALUI PERADILAN
103. KESULITAN
EKSEKUSI/
NON EXECUTABLE
Dalam pemeriksaan tingkat kasasi atau pun PK
diusahakan agar diperiksa oleh mejelis Hakim Agung
yang sama untuk menghindari putusan yang saling
controversial;
Adanya kompensasi dari pihak yang terkait
kepada pihak yang dirugikan karena tidak dapat
dieksekusi putusannya;
Adanya gugatan baru dengan posita dan petitum
yang lain (untuk menghindari gugatan yang
bersifat (Ne bis In idem);
Bilamana pertanggung jawaban dapat
dibebankan kepada Negara (state responsability)
maka dapat dimintakan ganti rugi kepada
pemerintah.
SOLUSI MENGATASI KESULITAN EKSEKUSI /
NON EXECUTABLE
104. DAYA IKAT PUTUSAN PENGADILAN
Daya Ikat
Putusan
Pengadilan
Putusan Tata Usaha Negara (TUN)
Prinsip yang dikenal dengan Erga Omnes
yaitu putusan peradilan administrasi yang
mempunyai daya mengikat secara umum
atau mengikat bagi siapa saja.
Putusan Perdata
Prinsip yang dikenal dengan Inter Parties
yaitu putusan peradilan perdata yang
mempunyai daya mengikat hanya bagi
pihak-pihak yang berperkara.
105. TEORI DAYA IKAT PUTUSAN PENGADILAN
Teori “res judicata pro veritate habetur”
Yaitu apa yang telah diputus oleh hakim harus dianggap
benar dan pembuktian lawan tidak dimungkinkan.
Dalam arti negatif hakim tidak boleh memutus perkara yang
pernah diputus sebelumnya antara pihak serta pokok
perkara yang sama.
TEORI
Daya Ikat
Putusan
Pengadilan
Ada upaya hukum dalam arti positif masih dimungkinkan
upaya hukum eksaminasi dan upaya hukum perlawanan
terhadap putusan yang sudah memperoleh kekuatan
hukum yang pasti / tetap (in kracht van gewijsde).
106. YURISPRUDENSI
YURISPRUDENSI
Yurisprudensi berasal dari “iuris prudential” (Latin), “Jurisprudentie” (Belanda),
“jurisprudence” (Perancis), yang berari “Ilmu Hukum” (Black’s law dictionary,
edisi II, 1979).
Dalam system common law, diterjemahkan sebagai :
Suatu ilmu pengetahuan hukum positif dan hubungan-hubungannya dengan
hukum lain
Dalam system statute law dan civil law, yurisprudensi diterjemahkan sebagai :
“Putusan-putusan Hakim terdahulu yang telah berkekuatan hukum tetap dan
diikuti oleh para hakim atau badan peradilan lain dalam memutus perkara atau
kasus yang sama” (Simorangkir, 1987 : 78)
Menurut Prof. Subekti, yang dimaksud dengan yurisprudensi adalah “Putusan-
putusan Hakim atau Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan
dibenarkan oleh Mahkamah Agung sebagai Pengadilan kasasi, atau putusan
Mahkamah Agung sendiri yang sudah berkekuatan hukum tetap”.
Tidak semua putusan hakim tingkat pertama atau tingkat banding dapat
dikategorikan sebagai yurisprudensi, kecuali putusan tersebut sudah melalui
proses eksaminasi dan notasi Mahkamah Agung dengan rekomendasi sebagai
putusan yang telah memenuhi standar hukum yurisprudensi :
Yurisprudensi Tetap Yurisprudensi Tidak
Tetap
108. FATWA
MAHKAMAH AGUNG
Secara Teoritis dalam tata urutan sumber hukum,
suatu fatwa Mahkamah Agung bukanlah sumber hukum dalam
arti formal dan tidak bersifat mengikat. Kalaupun ada
pengaruhnya, maka pengaruh itu bersifat “persuasive” dan tidak
bersifat “represif” ataupun ‘binding “(mengikat)
Dalam undang-undang tentang Mahkamah Agung Pasal 37,
istilah yang digunakan bukanlah fatwa tetapi istilah
pertimbangan dalam bidang hukum, yang dapat diberikan baik
diminta ataupun tidak diminta. Pada dasarnya tidak
diperkenankan menerbitkan fatwa yang langsung berkaitan
dengan perkara konkrit atau yang sedang berjalan dalam proses
perkara yang sedang diperiksa.
KEDUDUKAN FATWA MAHKAMAH AGUNG
110. JENJANG
PERTAMA
DIUPAYAKAN SELESAI
TINGKAT KAUM
(MUSYAWARAH DIBAWAH
MAMAH KEPALA WARIS)
JENJANG
KEDUA
SUKU, KERAPATAN SUKU,
PENGHULU SUKU
JENJANG
KETIGA
KERAPATAN ADAT NAGARI
(KNA) MEMBUAT MAJELIS
(LOBO JO RUGI)
MODEL PENYELESAIAN HUKUM ADAT DI
SUMATERA BARAT
111. KONSEP PERADILAN PERTANAHAN BERBENTUK AD
HOC
PENGADILAN
NEGERI
KABUPATEN/KOTAM
MEMERIKSA DAN
MEMUTUS
SENGKETA
PERTANAHAN YANG
MAJELIS HAKIMNYA
TERDIRI DARI HAKI
AD HOC
PERTANAHAN
PENGADILAN TINGGI
PROVINSI
MEMERIKSA DAN
MEMUTUS
SENGKETA
PERTANAHAN YANG
MAJELIS HAKIMNYA
TERDIRI DARI HAKI
AD HOC
PERTANAHAN
MAHKAMAH AGUNG
RI MEMERIKSA DAN
MEMUTUS UPAYA
HUKUM KASASI
YANG MAJELISNYA
TERDIRI DARI
HAKIM AGUNG AD
HOC PERTANAHAN
MAHKAMAH AGUNG
RI MEMERIKSA DAN
MEMUTUS UPAYA
HUKUM
PENINJAUAN
KEMBALI YANG
MAJELISNYA
TERDIRI DARI
HAKIM AGUNG AD
HOC PERTANAHAN
EK AEQUO ET
BONO