2. PENDAHULUAN
Farmakologi : Pharmacon (Obat) & Logos (Ilmu
Pengetahuan)
Ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya pada
sistem biologi.
Obat : bahan atau sediaan yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi
atau kondisi patologi dalam rangka penetapan
diagnosi, pencegahan, penyembuhan, pemulihan
dari sakit, gejala sakit atau penyakit untuk
meningkatkan kesehatan dan kontrasepsi.
3. Sejarah Farmakologi
Sejak saman dahulu obat-obatan telah digunakan untuk
mengobati penyakit pada manusia dan hewan
Clandius Galen (129-200 M) : Para empiris mengatakan
bahwa semua ditemukan oleh pengalaman.
Bagaimanapun kami , berpendapat bahwa hal
ituditemukan sebagian oleh pengalaman , sebagian
olehTeori. Baik pengalaman maupun teori saja sangat
tepat untuk menemukan semua.
4. Theophrastus von Hohenheim (1493-1541 M),
disebut Paracelsus : Segala hal adalah racun, tidak
ada yang tanpa racun; dosis saja menyebabkan hal
tidak menjadi racun.
Johann JakobWepfer (1620-1695) adalah orang
pertama yang memverifikasi dengan hewan
percobaan pernyataan tentang tindakan
farmakologis atau toksikologi.
5. Rudolf Buchheim (1820-1879) mendirikan
lembaga pertama farmakologi diUniversitas
Dorpat (Tartu, Estonia) pada tahun 1847,
mengantarkan farmakologi sebagaidisiplin ilmiah
independen
• Oswald Schmiedeberg (1838-1921), Konsep
dasar seperti hubungan aktivitas struktur, reseptor
obat, dan toksisitas selektif muncul dari kerja
6. John J. Abel (1857-1938) adalah salah satu orang
pertama Amerika yang melatih di Schmiedeberg
itu laboratorium dan pendiri Journal of
Pharmacology and ExperimentalTherapeutics
(diterbitkan dari 1909 sampai sekarang).
7. Akhir abad 19 : obat-obatan berasal dari produk alam
berupa tanaman segar atau kering
Untuk pengamanan produk medis, maka dikeringkan
atau direndam dalam alkohol atau minyak tumbuhan
Sintesis obat, isolasi dari tanaman
Uji preklinik, uji klinik, tosisitas
9. Peranan Farmakologi
• Pekerjaan Kefarmasian : pembuatan
(pengendalian mutu sediaan farmasi, pengadaan,
penyimpanan dan distribusi obat, pengolahan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional
• Peran Farmakologi : sebagai bagian dari kontrol
kualitas serta pengembangan obat tahap praklinik
dan klinik
10. Kerja Obat
Efek obat terjadi karna interaksi fisiko-
kimiawi antara obat atau metabolit aktif
dengan reseptor atau bagian tertentu dari
tubuh.
Untuk mencapai tempat kerjanya maka obat
harus melalui 3 proses :
1. Fase Farmasetik
2. Fase Farmakokinetik
3. Fase Farmakodinamik
11. Fase Farmasetika
Fase yang dipengaruhi antara lain oleh cara
pembuatan obat, bentuk sediaan obat dan
zat tambahan yang digunakan.
Tablet terdegradasi granul
Partikel kecil pelepasan zat aktif
Zat aktif terdisolusi absorpsi
Larutan ˃ suspensi ˃ serbuk ˃ kapsul ˃
tablet ˃ tablet salut
14. 1. Absorpsi
Adalah proses masuknya obat ke dalam
sirkulasi sistemik.
a. Kelarutan
Kecepatan melarut dari suatu obat akan
menentukan kecepatan absorpsi obat
16. b. pH : derajat keasaman atau kebasahan
Obat yang bersifat asam lemah akan mudah
menembus membran sel pada suasana
asam atau obat relatif tidak terionisasi.
Aspirin mudah menembus membran
lambung dari pada membran usus
Obat yang bersifat basa lemah akan mudah
diabsorpsi di usus halus
17. c. Tempat Absorpsi
Obat dapat diabsorpsi pada kulit, membran
mukosa, lambung dan usus halus.
Absorpsi obat menembus lapisan sel tunggal
seperti pada ephitelium intestinal akan
lebih cepat dibandingkan membran kulit
yang berlapis-lapis
18. d. Sirkulasi Darah
Obat baiknya diberikan pada daerah yang
kaya akan sirkulasi darah.
Pemberian melalui sublingual lebih cepat
diabsorpsi dari sub kutan (sirkulasi darah
kurang)
20. 2. Distribusi
Merupakan proses dimana obat berada
dalam cairan tubuh dan jaringan tubuh.
Kecepatan distribusi dipengaruhi oleh aliran
darah, afinitas obat pada jaringan dan
protein.
Faktor lain yang mempengaruhi distribusi
obat adalah fungsi kardiovaskuler.
21. PERSENTASI PENGIKATAN DENGAN PROTEIN
DAN WAKTU PARUH OBAT TERTENTU
OBAT % Terikat t1/2, jam
Furosemida 95 1,5
Aspirin 49 0.25-2
Digoxin 25 36
Eritromisin 70 3
Lorazepam 92 15
Quinidin 70 6
Rifampisin 89 2
Teofilin 60 9
22. Organ (jantung, ginjal, hati) yang mendapat
suplai darah lebih banyak atau cepat akan
menerima obat lebih banyak dan cepat
dari organ lain (tulang, abses).
Pada saat obat masuk ke sirkulasi sistemik ,
sebagian besar akan terikat oleh protein
plasma (albumin), ikatan ini membentuk
molekul besar sehingga tdk dapat
menembus membran.
23. Hanya obat bebas yg mencapai sasaran dan
mengalami metabolisme sehingga mudah
diekskresikan.
Berkurangnya obat bebas (tidak terikat)
akan menyebabkan pelepasan obat yang
terikat oleh protein, jadi terjadi
keseimbangan yg dinamis.
Perbandingan obat bebas dan obat terikat
menentukan durasi obat
24. Obat lipofil mempunyai afinitas yang tinggi
terhadap jaringan, sehingga cenderung
terakumulasi, apabila aliran darah sedikit
di jaringan, maka distribusi obat
terhambat. Pemberian obat yang terlalu
cepat berpotensi menimbulkan toksik.
25. 3. Metabolisme
Merupakan reaksi perubahan zat kimia
dalam jaringan biologis yang dikalisis oleh
enzim menjadi metabolitnya.
Hati merupakan organ utama tempat
metabolisme obat.
Kebanyakan metabolisme menggunakan
enzim sitokrom P450 (hepar dan GI)
26. Waktu Paruh
Dilambangkan dengan t½ adalah
waktu yang dibutuhkan oleh
separuh konsentrasi obat untuk
dieleminasi.
Suatu obat akan melalui beberapa
kali waktu paruh sebelum lebih dari
90% obat dieleminasi.
28. 4. Ekskresi
Ginjal adalah organ utama dalam ekskresi
obat atau metabolitnya.
Organ lain tempat ekskresi adalah
instestinal (feses), paru-paru, kulit,
keringat, air liur dan air susu.
Kecepatan ekskresi dilihat dari nilai t½, obat
yg panjang t½nya maka frekuensinya
pemakaiannya relatif panjang.
29. Proses ekskresi obat dalam ginjal meliputi :
a. Filtrasi glomelurus
Obat bebas akan mengalami filtrasi
glomelurus masuk ke tubulus.
Kelarutan dan pH tidak berpengaruh
Dipengaruhi oleh ukuran partikel
30. b. Reabsorpsi tubulus
Di tubulus kebanyakan obat mengalami
reabsorpsi ke sirkulasi sistemik kembali,
terutama zat non polar atau bentuk non
ion.
c. Sekresi tubulus
Obat yang tdk mengalami FG dapat masuk
ke tubulus melalui sekresi di tubulus
proksimal.
31. Fase Farmakodinamik
Mempelajari efek obat dalam tubuh atau
jaringan hidup atau mempelajari pengaruh
obat terhadap fisiologi tubuh.
a. Berinteraksi dengan reseptor
Reseptor dapat berupa protein, asam
nukleat, enzim, karbohidrat atau lemak.
Semakin banyak reseptor yg diduduki maka
intensitas efek semakin meningkat
32. b. Berinteraksi dgn enzim
Obat dapat menimbulkan efek karna
mengikat enzim yg dikeluarkan oleh tubuh.
Obat DM : memperbanyak insulin
c. Kerja non spesifik
Obat yang bekerja tanpa mengikat reseptor.
Misalnya alkohol mendenaturasi protein,
norit mengikat racun atau bakteri
33. Conc
Waktu
To T1 T2 T3
MEC
To - T1 = Mula
To – T2 = Puncak, T1 – T3 = Lama Kerja Obat
34. Indeks Terapetik dan Batasan
Terapetik
• Mengukur batas keamanan suatu
obat , yaitu dengan mengukur ratio
dosis terapetik efektif dan dosis
lethal
• Atau = IT
• IT kecil = batas keamanan tipis
• IT besar = batas keamanan lebar
• IT kecil = diperlukan batas terapetik
berulang, misal ; 3 X 1 dll
ED50
LD50
35. KURVA IT
% tase hewan
Yang ber-respon
0
50
100
Dosis
ED50 LD50
36. DOSIS PEMBEBANAN
• Jika diinginkan efek segera
• Untuk mencapai MEC yang cepat, dan
selanjutnya diberi dosis biasa
• Misal : Digoksin (Digitalis) atau digitalisasi
(pembebanan)
EFEK SAMPING
– Efek samping = efek fisiologis yang tidak
diinginkan atau diinginkan
– Efek Merugikan = reaksi obat yang merugikan
– Efek toksik = menimbulkan toksisitas
38. • Reseptor : suatu makromolekul target
khusus yang mengikat suatu obat dan
memediasi kerja farmakologis obat
tersebut
• Reseptor : enzim, asam nukleat atau
protein terikat membran khusus
• Pembentukan kompleks obat-reseptor
menghasilkan suatu respon biologis
39. • Besarnya respon sebanding dgn
jumlah kompleks obat dan reseptor
• Untuk menyatakan hub antara kons.
Obat dan respon biologis adalah dgn
kurva konsentrasi terhadap respon
• Efek biologis lebih terkait dgn
konsentrasi obat dlm plasma daripada
dosis obat
40. A G O N I S
• Suatu senyawa yg berikatan dgn
reseptor respon biologis
• Agonis : obat, ligan endogen
• A. Parsial : respon biologis tidak
maksimal : sebagian
• A. Penuh : respon biologis maksimal :
100%
41.
42. ANTAGONIS
• Memblok atau membalikkan efek
agonis
• Nalokson : antagonis opioid
• Antagonis kompetitif : potensi agonis
lebih kecil : menggeser kurva dosis-
respon ke kanan
43.
44.
45. Interaksi Obat dgn Komponen
Makromolekul Biologis
Obat memberikan efek setelah berinteraksi
pada :
• Protein (dlm membran plasma) : mediator
reseptor, kanal ion
• Komponen dl sel : enzim, reseptor nuklear
• Ekstraseluler tanpa reseptor : netralisasi
asam lambung : antasida
46. Tipe Reseptor
Reseptor terhubung kanal ion
Reseptor terhubung enzim
Reseptor terkopling protein G
Reseptor nuklear
47.
48. Reseptor Terkopling Protein G
• GPCR, disebut juga reseptor
metabotropik, berada di sel membran dan
responnya terjadi dalam hitungan detik.
• Tranduksi sinyal terjadi dengan aktivasi
bagian protein G yang kemudian
memodulasi/mengatur aktivitas enzim
atau fungsi kanal.
• Contoh reseptor : Histamin H1,
Adrenoreseptor β2, Muskarinik
50. Reseptor Terhubung Kanal Ion
• Reseptor ini berada di membran sel,
disebut juga reseptor ionotropik.
• Respon terjadi dalam hitungan
milidetik.
• Kanal merupakan bagian dari reseptor.
• Contoh : reseptor nikotinik, reseptor
GABA A, reseptor ionotropik glutamat
dan reseptor 5-HT3
51. Reseptor Nikotinik Asetilkolin
• Reseptor ini ditemukan di otot skeletal,
ganglion sistem saraf simpatk dan
parasimpatik, neuron sistem saraf
pusat, dan sel non neural.
53. • Reseptor ini terdiri dari 5 subunit (yaitu subunit
α1, β1, γ atau ε, dan δ)
• Melintasi membran, membentuk kanal polar
Masing-masing sub unit terdiri dari 4 segmen
transmembran, segmen ke-2 (M2) membentuk
kanal ion. Domain N-terminal ekstraseluler
masing-masing sub unit mengandung 2 residu
sistein yang dipisahkan oleh 13 asam amino
membentuk ikatan disulfida yang membentuk
loop, merupakan binding site untuk agonis.
55. Reseptor Terhubung Transkripsi Gen
• disebut juga reseptor nuklear
• Merupakan reseptor sitosolik yang
kemudian bermigrasi ke nukleus
setelah berikatan dengan ligand, seperti
reseptor glukokortikoid).
• Contoh : reseptor kortikosteroid, reseptor
estrogen dan progestogen, reseptor
vitamin D.
57. Reseptor Terhubung Enzim
• Reseptor terhubung enzim merupakan protein
transmembran dengan bagian besar ekstraseluler
mengandung binding site untuk ligan
• contoh : faktor pertumbuhan, sitokin) dan bagian
intraseluler mempunyai aktivitas enzim (biasanya
aktivitas tirosin kinase). Aktivasi menginisiasi jalur
intraseluler yang melibatkan tranduser sitosolik dan
nuklear, bahkan transkripsi gen.
• Reseptor sitokin mengaktifkan Jak kinase, yang
pada gilirannya mengaktifkan faktor transkripsi Stat,
yang kemudian mengaktifkan transkripsi gen
59. • Reseptor faktor pertumbuhan terdiri dari 2
reseptor, masing-masing dengan satu
sisi pengikatan untuk ligan.
• Agonis berikatan pada 2 reseptor
menghasilkan kopling (dimerisasi).
• Tirosin kinase dalam masing-masing
reseptor saling memposforilasi satu sama
lain.
60. • Protein penerima (adapter) yang
mengandung gugus –SH berikatan
pada residu terposforilasi dan
mengaktifkan tiga jalur kinase.
• Kinase 3 memposforilasi berbagai
faktor transkripsi, kemudian
mengaktifkan transkripsi gen untuk
proliferasi dan diferensiasi
62. INTERAKSI OBAT - OBAT
• Interaksi Obat terjadi karena kerja atau
efek obat yang berubah atau
mengalami modifikasi akibat interaksi
dengan satu atau lebih obat.
• Inkompatibilitas Obat adalah reaksi
kimia atau fisik yang terjadi antara dua
obat atau lebih dalam keadaan invitro.
63. INTERAKSI FARMAKOKINETIK
A. Absorpsi
Minum ≥ 2 obat, maka laju absorpsi obat
dapat berubah :
• Memperpendek atau
memperpanjang waktu
pengosongan lambung
• Mengubah pH lambung
• Membentuk kompleks obat
64. • ↑ pengosongan lambung (Laksatif) » ↑
motilitas GI » ↓ absorpsi obat (banyak
diabsorpsi di usus kecuali barbiturat,
salisilat, teofilin)
• ↓ pengosongan lambung (narkotika &
antikolinergik) » ↓ motilitas GI » ↑ absorpsi
• ↓ pH lambung » obat asam lemah (aspirin)
cepat diabsorpsi
• ↑ pH lambung (antasida) » absorpsi aspirin
menurun
65. • Obat dapat bereaksi secara kimiawi »
tetrasiklin dgn ion logam berat (Ca,
Mg, Al, Fe) » membentuk kompleks »
tetrasiklin tdk diabsorpsi.
66. B. Distribusi
Minum 2 ≥ yg berikatan dgn albumin »
plasma » terjadi ↓ pengikatan pd salah
satu atau kedua obat » ↑ obat bebas dlm
plasma » ↑ kerja obat » toksisitas obat.
70. INTERAKSI FARMAKODINAMIK
• Dapat menimbulkan efek adiktif,
sinergis, antagonis.
• Adiktif : efek dua kali lipat
• Sinergis : lebih besar dari dua kali lipat
• Antagonis : efek dari salah satu atau
kedua obat menurun.
76. PENDAHULUAN
• Dosis Obat » umur, berat badan, protein
serum, jaringan lemak
• Perubahan terapi » bayi baru lahir, bayi,
orang lanjut usia
• Bayi » organ tubuh belum matang
• Lanjut usia » fungsi organ menurun
• Secara tradisional » terapi difokuskan »
orang dewasa
• Perlu perhatian bagi bayi dan manula
77. FARMAKOLOGI PEDIATRIK
• Dosis obat anak dapat disesuaikan dgn
dosis dewasa
• Dosis anak ditentukan » tingkat
kematangan organ tubuh, BB, LPT
• Neonatus dan Bayi » getah lambung
bersifat basa, fungsi hati dan ginjal
belum matang » ↓ metabolisme dan ↓
ekskresi obat
• Ginjal & Hati » matang » 1 tahun
• pH getah lambung » 1-2,5 » 3 tahun
78. FARMAKOKINETIK
ABSORPSI
• ↑ pH lambung » ↑ absorpsi penisilin »
dosis dikurangi
• ↓ eliminasi first-pass hati » ↑ distribusi
obat » dosis obat ↓ » terutama yg
menjalani first-pass di hati
• Absorpsi obat topikal diabsorpsi lebih
besar pd bayi : dewasa » kulit bayi tipis
79. DISTRIBUSI
• Bayi & anak » tekanan darah ↓ » aliran
darah jaringan ↓
• Protein plasma bayi ↓ » obat bebas ↑ »
dosis obat ↓
• Antibiotik (sefalosporin & sulfonamid),
fenobarbital, teofilin » dosis ↓ pediatrik
• Sawar darah otak belum berkembang »
banyak obat masuk ke sel otak
80. METABOLISME
• Aktivitas enzim hati menurun » hati bayi
belum matang
• Waktu paruh obat » panjang » anak yg
lebih besar atau dewasa
• Waktu paruh pd anak yg lebih besar »
lebih singkat » laju metabolisme ↑
• Dosis tinggi untuk anak yg lebih besar »
untuk mengimbangi laju metabolisme yg
meningkat
81. EKSKRESI
• Eliminasi obat melalui ginjal » ↓ sampai
usia 1 tahun
• Volume darah lebih sedikit : dewasa
• Laju filtrasi glomerulus 30%-40% dr
dewasa
• Penurunan ekskresi obat » waktu paruh
lebih panjang » toksisitas
82. FARMAKODINAMIK
• Organ bayi belum matang » pengaruhi
kerja obat
• Kepekaan » reseptor berbeda pada
neonatus, bayi dan anak kecil
• Dosis perlu diturunkan ayau dinaikkan
• Aspirin, morfin, fenobarbital lebih toksik
pd anak daripada dewasa
• atropin, kodein, digoksin » efek sama
atau kurang toksik dr dewasa
83. • Jaringan yg sedang bertumbuh pd bayi
dan anak kecil lebih peka terhadap obat
tertentu
• Tetrasiklin » trisemester I kehamilan &
anak usia 8 tahun » perubahan warna
tulang & gigi yg permanen
• Kortikosteroid pd anak menghambat
pertumbuhan anak » Tinggi Badan &
Berat Badan dipantau
84. FARMAKOLOGI GERIATRIK
• ± 20% orang lanjut usia menggunakan
40% obat
• Efek samping dan interaksi obat lebih
tinggi pada usia lanjut
• Orang lanjut usia menggunakan banyak
obat karna penyakit
• Swamedikasi, berobat pd beberapa
dokter & penuaan fisiologis » ↑ reaksi
merugikan dari obat
85. TABEL PERUBAHAN FISIOLOGIS
GI ↑ pH lambung
↓ peristaltik GI
Jantung & Sirkulasi ↓ curang jantung
↓ aliran darah
Hati ↓ fungsi enzim
↓ aliran darah
Ginjal ↓ aliran darah
↓ fungsi nefron
↓ laju filtrasi glomerulus
86. FARMAKOKINETIK
ABSORPSI
• ↓ pH lambung » mengubah absorpsi
aspirin
• ↓ aliran darah ke GI (40%-50%) » ↓
curah jantung » absorpsi
diperlambat
87. DISTRIBUSI
• ↑ rasio lemak » obat sifat lipofil
cenderung terakumulasi
• ↓ serum protein dan ↓ albumin » ↑
obat bebas » toksisitas
88. METABOLISME
• ↓ produksi enzim hati, aliran darah
dan fungsi total hati » ↓
metabolisme obat
• ↑ t½ » ↑ akumulasi obat » toksisitas
89. EKSKRESI
• ↓ aliran darah ginjal & ↓ laju filtrasi
glomerulus » ↓ ekskresi obat » ↑
akumulasi obat
90. FARMAKODINAMIK
• Orang lanjut usia dapat lebih atau
kurang peka terhadap kerja obat
• Disebabkan perubahan jumlah
reseptor obat, perubahan afinitas
reseptor terhadap obat
92. Antimikroba harus memiliki sifat
toksisitas selektif artinya bahwa
antimikroba tersebut harus bersifat
toksik untuk mikroba tetapi tidak
toksik terhadap hospes.
- Bakteriostatik
- Bakterisid
93. Spektrum Aktivitas AM
1. Spektrum Sempit
Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah isoniazid
yang hanya aktif pada mikobakteria.
2. Spektrum Sedang
Ampisilin efektif pada bakteri gram positif dan beberapa
gram negatif.
3. Spektrum Luas
Kloramfenikol dan Tetrasiklin efektif pada spesias mikroba
secara luas. Pemberian AM ini dapat merubah flora normal
bakteri dan menimbulkan superinfeksi, contohnya kandida
yang perkembangannya dipengaruhi oleh adanya
mikroorganisme lainnya.
94. Mekanisme Kerja AM
1. Mengganggu Metabolisme Sel Mikroba
AM: Sulfonamid, Trimetoprin, Asam p-
aminosalisilat (PAS) dan sulfon.
2. Menghambat Sintesis Dinding Sel Mikroba
AM: Penisilin, Sefalosporin, Basitrasin, Vankomisin
dan Sikloserin.
3. Mengganggu Permeabilitas Membran Sel Mikroba
AM: Polikmisin, Golongan Polien dan AM
kemoterapeutik.
95. Mekanisme Kerja AM
4. Menghambat Sintesis Protein Sel Mikroba
AM: Aminoglikosida, Makrolaid, Linkomisin,
Tetrasiklin dan Kloramfenikol.
5. Menghambat Sintesis atau Merusak Asam Nukleat
Sel mikroba
AM: Rifampisin dan Golongan Kuinolon.
96. Resistensi Antimikroba
Resisten dapat diartikan sebagai tidak
berpengaruhnya AM terhadap pertumbuhan
mikroba pada kadar maksimum.
1. Resistensi Genetik
a. Mutasi Spontan
Pada keadaan ini sel hasil mutasi dapat bereplikasi
dan mentransmisikan sifat-sifat pada sel anaknya
sehingga timbul strain yang resisten, contohnya
strain Mycobacterium tuberculosis resisten
terhadap rifampisin (tunggal).
97. b. Resistensi Obat Karena Transfer DNA
Kondisi ini ditandai dengan adanya transfer DNA dari
satu organisme ke organisme lainnya. Faktor R
ekstrakromosomal ini masuk ke dalam sel melalui
proses transformasi , transduksi dan konyugasi
bakteri.
2. Mekanisme Resistensi
a. Modifikasi Tempat Target
Perubahan tempat target melalui mutasi dapat
menimbulkan resistensi misalnya pada pengikatan
protein
oleh penisilin pada S. aureus yang resisten terhadap
metisilin.
98. b. Menurunkan Akumulasi
Hal ini terjadi karena adanya penurunan
penetrasi AB sehingga obat tersebut tidak sampai
pada tempat terget karena adanya lapisan
lipopolisakarida atau dengan adanya siklus efluks
sehingga organisme terlindungi.
c. Inaktivasi Oleh Enzim
Adanya enzim –laktamase akan
menghancurkan penisilin dan sefalosporin
serta asetiltransferase dapat mengubah
kloramfenikol menjadi lebih aktif.
99. A. Umur
Neonatus dan manula untuk pemberian AM harus disesuaikan
dengan keadaannya masing-masing. Ini disebabkan pada
neonatus organ tua system tubuhnya belum berkembang
sempurna dan pada manula terjadi kemunduran fungsi organ
sehingga dapat timbul efek toksik.
B. Kehamilan
Pada ibu hamil pemberian obat AM harus melalui
pertimbangan yang seksama karena kemungkinan timbulnya
efek pada fetus tergantung pada daya obat menembus sawar
uri serta usia janin. Pemberian streptomisin pada kehamilan tua
dapat berefek ketulian pada bayi dan pada trisemester pertama
dapat menimbulkan teratogenik.
Farmakodinamik dan
Farmakokinetik
100. C. Genetik
Faktor genetik dapat menimbulkan efek berbeda terhadap
obat.
Contohnya defesiensi enzim G6PD dapat menimbulkan
hemolisis
pada pemberian sulfonamide, kloramfenikol, dapson dan
nitrofurantoin.
D. Keadaan Patologik Tubuh Hospes
Pemberian AM harus selalu memperhatikan kemungkinnan
adanya gangguan fungsi dan sistem organ terutama hati dan
ginjal. Sirosis hati dapat meningkatkan toksisitas tetrasiklin,
memperpanjang waktu paruh eliminasi linkomisin sehingga
menimbulkan bahaya toksik sedangkan pada insufisiensi ginjal
dapat menimbulkan intoksikasi terutama pada streptomisin dan
kanamisin.
101. 1. Reaksi Alergi
Reaksi ini sangat berkaitan dengan sistem imun individu, dimana
penentuan reaksi alergi sukar ditentukan karena orang yang pernah
mengalami reaksi alergi dengan penisilin tidak selalu reaksi ini pada
pemberian berulang sebaliknya orang tidak memiliki riwayat alergi
dapat terserang alergi pada pemberian berulang.
2. Reaksi Idiosinkrasi
Gejala ini adalah reaksi abnormal yang diturunkan secara genetik
pada AM tertentu. Sekitar 10% orang kulit hitam mengalami anemia
hemolitik berat bila mendapat primakuin (kekurangan enzim G6PD)
3. Reaksi Toksik
Efek toksik dapat ditimbulkan oleh semua jenis AM terhadap hospes.
Misalnya golongan tetrasiklin yang dapat mengganggu pertumbuhan
jaringan tulang, termasuk gigi akibat deposisi kompleks tetrasiklin
kalsium-ortofosfat.
Efek Samping
102. a. Dosis Kurang
Dosis Penisilin G untuk pengobatan meningitis oleh
pneumokokus jauh lebih tinggi di bandingkan dosis untuk
pengobatan infeksi saluran napas bawah walaupun oleh
kuman yang sama.
b. Masa Terapi Kurang
Para ahli kebanyakan melakukan individualisasi masa terapi
yang disesuaikan dengan tercapainya respon klinik yang di
kehendaki.Tetapi untuk penyakit faringitis (S.
pyogenes),osteomielitis,endokarditis,lepra dan tuberculosis
paru tetap di pertahankan masa terapi yang walau efek klinis
cepat terlihat
Kegagalan Terapi
103. c. Kesalahan Penetapan Etilogi.
Pemberian AM pada peningkatkan suhu badan tidaklah
bermanfaat karena bukanlah keharusan bahwa demam
disebabkan oleh kuman,virus,jamur dan lain-lain.
d. Faktor Farmakokinetik
Bagian tubuh ada yang bisa ditembus oleh AM dan ada
yang tidak bisa di tembus AM.Antiseptik traktus urinarus
(nitrofurantion, asam nalidiksat ) hanya efektif untuk
infeksi saluran kemih dan tidak mencapai kadar terapeutik
pada infeksi pada organ lain.
104. e. AM Kurang Tepat
Seorang klinikus harus dapat mengetahui jenis AM yang
secara klinik efektif pada suatu kuman tertentu, misalnya
infeksi oleh S. Faecalis ialah ampisilin, walaupun secara in
vitro kuman tsb sensitive juga pada Gentamisin dan
Sefamandol.
f. Faktor Pasien
Buruknya pertahanan tubuh pasien adalah salah satu
penyebab AM, contohnya AIDS yang dapat mengganggu
mekanisme pertahanan badan.
105. Indikasi Klinik
Penggunaan AM di tentukan berdasarkan indikasinya dengan
beberapa pertimbangan :
A Efek yang di timbulkan oleh adanya mikroba dalam tubuh hospes
dan bukan semata karena kehadiran mikroba tersebut.
B Efek terapi AM karena kerja AM terhadap biomekanisme dan bukan
pada tubuh hospes.
C. AM bukan obat penyembuh tetapi hanya menyingkatkan waktu
hospes untuk sembuh dari penyakit infeksi.
Infeksi ringan tidak perlu segera mendapatkan AM karena menunda
pemberian AM akan merangsang mekanisme kekebalan tubuh tetapi
pada infeksi berat bila telah berlangsung dalam beberapa waktu
lamanya maka perlu mendapatkan terapi AM.
106. Kombinasi AM
1. Pengobatan Infeksi Campuran
infeksi pascabedah abdominal sering disebabkan
oleh kuman anaerob (AM metronidazol,
klindamisin) dan kuman aerob (AM gentamisin)
2. Pengobatan Awal Infeksi Berat
infeksi septisemia, meningitis purulenta, dll.
kombinasi diperlukan dgn segera karna
keterlambatan dapat membahayakan pasien
sedangkan kuman penyebab belum diketahui
107. 3. Mendapatkan efek sinergi
sinergisme terjadi bila kombinasi menghasilkan
efek yg lebih besar dari kedua AM,
infeksi Pseudomonas pd pasien neutropenia
diberikan : aminoglikosida & karbenisilin
4. Memperlambat resistensi
bila mutasi merupakan mekanisme timbulnya
resistensi maka kombinasi AM merupakan cara
memperlambat resistensi
108. Kombinasi AM
1. Pengobatan Infeksi Campuran
infeksi pascabedah abdominal sering disebabkan
oleh kuman anaerob (AM metronidazol,
klindamisin) dan kuman aerob (AM gentamisin)
2. Pengobatan Awal Infeksi Berat
infeksi septisemia, meningitis purulenta, dll.
kombinasi diperlukan dgn segera karna
keterlambatan dapat membahayakan pasien
sedangkan kuman penyebab belum diketahui
109. 3. Mendapatkan efek sinergi
sinergisme terjadi bila kombinasi menghasilkan
efek yg lebih besar dari kedua AM,
infeksi Pseudomonas pd pasien neutropenia
diberikan : aminoglikosida & karbenisilin
4. Memperlambat resistensi
bila mutasi merupakan mekanisme timbulnya
resistensi maka kombinasi AM merupakan cara
memperlambat resistensi
111. PENISILIN
• Agen AM pertama yg dihasilkan dr jamur
genus Penicllium diperkenalkan pd
tahun 1945 (Obat Ajaib)
• Struktur beta laktam penisilin
menghambat sintesis dinding sel bakteri
dgn menghambat enzim bakteri yg
diperlukan untuk pemecahan sel dan
sintesis seluler
• Beberapa penisilin akan berkurang
aktivitasnya dalam suasana asam
112. PENISILIN SPEKTRUM LUAS
• Dipakai untuk membunuh bakteri gram
positif maupun gram negatif
• Kelompok obat ini tidak dipakai apabila
penisilin biasa seperti penisilin G masih
efektif
• Efektif melawan Escherichia coli,
Haemophillus influenzae, shigella
dysentriae, Salmonella sp
• Ampisillin, amoksisilin, bekampisilin,
siklasilin
113. PENISILIN RESISTEN
PENISILINASE
• Untuk membunuh Staphylococcus
aureus penghasil penisilinase
• Kloksasilin dan Dikloksasilin : oral
• Metisilin, Nafsilin & Oksasilin : IM, IV
• Obat gol ini kurang efektif pada gram
negatif
• Kurang efektif pd gram positif
dibandingkan dgn Penisilin G
114. PENISILIN
ANTIPSEUDOMONAS
• Efektik untuk Pseudomonas aeruginosa,
basilus gram negatif yg sulit dibasmi
• Obat ini jg berguna untuk Proteus sp,
Serratia sp, Acinetobacter sp, Klebsiella
pneumoniae
• Kerjanya mirip aminoglikosida, tapi
kurang toksis dr aminoglikosida
115. FARMAKOKINETIK
• Amoksisilin diabsorpsi baik pd GI, 20%
berikatan pd protein
• Kloksasilin hanya sebagian diabsorpsi, >
90% berikatan dgn protein, dapat
meningkatkan toksisitas
• t½ kedua obat ini singkat, 70%
Amoksisilin diekskresikan lewat urin &
70% Kloksasilin lewat empedu dan urin
116. FARMAKODINAMIK
• Amoksisilin dan Kloksasilin : bakterisidal
• Mengganggu sintesis dinding sel : sel
bakteri lisis
• Penambahan Asam Klavulanat
menambah efek Amoksisilin
• Efek Amoksisilin dan Kloksasilin
berkurang : Eritromisin dan Tetrasiklin
123. SEFALOSPORIN
• Sefalosporin dihasilkan dr jamur genus
Cephalosporium acremonium
• Jamur ini aktif melawan gram positif dan gram
negatif, tetapi resisten terhadap beta laktamase
• Tahun 1960, untuk efektivitasnya maka
molekulnya diubah secara kimia : sefalosporin
semisintetik
• Mempunyai struktur beta laktam yg dapat
menghambat enzim bakteri yg diperlukan untuk
mensintesis dinding sel
124. AKTIVITAS AM
• Merupakan AM betalaktam
• Menghambat sintesis dinding sel mikroba
• Menghambat reaksi transpeptidase, tahap
ketiga dalam reaksi pembentukan dinding
sel
• Aktif terhadap gram positif maupun negatif
130. PENDAHULUAN
• Malaria : infeksi protozoa pada
sirkulasi sistemik (darah) dan hati
• Disebabkan protozoa bersel satu :
Plasmodium
• Ada 50 spesies Plasmodium, yg
menginfeksi hanya 4 spesies
• P. Falsifarum, P. Vivax, P. Malariae,
P. Ovale
131. DASAR BIOLOGI INFEKSI
• Plasmodium masuk tubuh : saliva nyamuk
Anopheles betina (sporozoit)
• Menetap di sel parenkim hati :skizon
jaringan
• Fase preeritrosit : 5-16 hari
• Sizon jaringan pecah, melepaskan beribu
merozoit ke sirkulasi sistemik
• Eritrosit pecah melepaskan 6-24 merozoit
ke sirkulasi
• Gejala khas malaria : demam dan
menggigil
132. • Sebagian merozoit berdiferensiasi
menjadi gamet jantan dan betina
• Pembuahan terjadi dlm usus
nyamuk
• Zigot berkembang menjadi
sporozoit
• Pindah ke kelenjar ludah nyamuk
• Fase aseksual
133. • Malaria tertiana : P. Vivax
• Malaria quartana : P. Malariae
• Malaria tropica : P. Falsiparum
• Malaria pernisiosa : P. Ovale
134. KLASIFIKASI
• Skizontosid jaringan dan darah : bekerja
pada merozoid di eritrosit : klorokuin,
kuinin dan meflokuin
• Gametositosid : membunuh gametosid dlm
eritrosit shg transmisi ke nyamuk
dihambat : klorokuin, kuinin (P. Vivax, P.
Malariae), primakuin (P. Falsifarum)
• Sporontosid : menghambat perkembangan
gametosid di tubuh nyamuk yg menghisap
darah pasien : primakuin dan kloroguanid
135. MEKANISME KERJA
• Pirimetamin : hambat as. Folat ke as. folinat
• sulfadoksin : menghambat pemanfataan
PABA : untuk sintesis as. Folat
• Primakuin : hambat sintesis protein
•
136. PEMBERIAN OBAT
• Klorokuin (akut & profilaksis : 300
mg/minggu, 2 minggu sebelum, 4
minggu setelah meninggalkan daerah
endemik
• Doksisiklin (profilaksis) : 100 mg/hr, 1-2
hr sebelum dan 4 minggu setelahnya
• Hidroklorokuin (akut, profilaksis) : awal
600 mg, lalu 300 mg/minggu sebelum
sampai 4 minggu setelahnya
137. • Primakuin (akut, profilaksis) : 15 mg
selama 14 hari
• Pirimetamin (proflaksis) : 25 mg setiap
minggu hingga 10 minggu
• Kuinin (akut) : tunggal atau kombinasi
dgn sulfadoksin/doksisiklin 260-650 mg
tiap 8 jam selama 6-12 hari
139. PENDAHULUAN
• Terjadi pd jaringan yg memiliki sedikit
vaskularisasi (permukaan kulit, kuku,
rambut)
• Pertumbuhan lambat shg sulit dibunuh
• Pembelahan selnya menjadi target
antimikroba
• Bersifat oportunistik
• Antifungi dasarnya membantu sistem imun
inang melawan fungi
140. • Kelarutan buruk shg distribusi ke tempat
kerja bermasalah
• Harus bersifat Toksisitas selektif
• Penggolongan antifungi berdasarkan
mekanisme kerja
141. ANTIFUNGI POLIENA
• Bekerja dgn mengikat ergosterol
• Obat : amfoterisin B dan nistatin
• Sel mamalia mengandung sterol
(kolesterol), namun afinitas amfoterisin
terhadap ergosterol > kolesterol
• Gangguan fungsi membran, elektrolit
keluar keluar dari sel
• Amfoterisin paling sering digunakan
untuk infeksi fungi dan ragi, pada pasien
gangguan sistem imun
142. • Amfoterisin diberikan secara IV dan
topikal
• Toksisitas : nefrotoksisitas
• Nistatin sangat toksik : terbatas untuk
topikal : C. Albicans
143. ANTIFUNGI AZOL
• Senyawa azol : senyawa fungistatik
spektrum luas : menghambat senyawa
ergosterol
• Dibandingkan Imidazol (memiliki 2 N
pada cincin azol), triazol (3 N)
mempunyai ES sedikit, distribusi baik,
interaksi obat sedikit
• Imidazol aktif secara topikal
• Triazol aktif secara sistematik
144. ANTIFUNGI LAIN
• TERBINAFIN & GRISEOFULVIN
• Jaringan target : jaringan yg tdk
bervaskularisasi : rambut, kulit dan kuku
• Dipakai secara oral , bukan topikal
• Terbinafin bekerja : mencegah sintesis
ergosterol
• Griseofulvin bekerja : berikatan dgn
keratin sel prekursor, shg sel resisten
terhadap infeksi fungus
147. Siklus hidup virus
• Pelekatan & penetrasi virus ke sel inang
• Pelepasan selubung genom virus di dlm
sel
• Sintesis komponen virus dlm sel inang
• Perakitan partikel virus
• Pelepasan virus untuk menyebar &
menyerang sel inang
148. ANTI-HIV
• virus imunodefisiensi manusia (human
immunodeficiency virus-HIV), penyebab
dindrom defisinesi imun dapatan
(acquired immune deficiency syndrom-
AIDS) : suatu retrovirus asam nukleat
(RNA)
• Mempunyai enzim spesifik : transkriptase
balik (reverse transcriptase-RT)
• Enzim ini target utama obat yg berefikasi
melawan HIV
149. Inhibitor RT terbagi atas 3 (berdasar
kemiripan struktur :
• Nukleosida : abakavir, didanosin,
zidovudin
• Nonnukleosida : amprenavir, delavirdin,
nevirapin
• Nukleotida : adefovir, tenofovir
Ketiga inhibitor RT diatas menghambat
pembentukan DNA virus dari RNA oleh
RT
151. ANTIVIRUS LAIN
• Asiklovir : mengobati penyakit herpes
• Pemberian : topikal, IV, oral
• Sama dgn inhibitor RT, harus mengalami
3 kali fosforilasi untuk menjadi aktif
• Asiklovir trifosfat : menghambat DNA
polimerase virus herpes