SlideShare a Scribd company logo
1 of 75
BIOFARMASI DAN SEDIAAN OBAT
Apt. Wahyu Pramudya, S.Farm
Fakultas Farmasi
STIKES MUHAMMADIYAH SIDRAP
Biofarmasi dan Sediaan Obat
• Kecepatan dan jumlah obat optimal
• Terapi obat harus maksimal
• Tidak boleh ada reaksi merugikan/bahaya
• Kondisi Penyakit Tertentu
• Desain Obat Rasional
Kecepatan dan Jumlah Obat Optimal
Terapi Obat Maksimal
• Terapi obat maksimal berhubungan dengan
ketaatan/keteraturan pasien (patient compliance)
terhadap obat yang diberikan kepadanya sesuai
dengan resep dokter. Hal ini berpengaruh
terhadap efek optimal dari obat tersebut.
Contoh :
antibiotik harus habis, walau gejala penyakit
sudah hilang.
Terapi Obat Maksimal
• Sifat Individual
• Relasi Dokter-Pasien
• Jenis Penyakit
• Jumlah Obat dan
Frekuensi Takarannya
Reaksi merugikan obat
• Obat di dalam tubuh akan mengalami
proses yang berhubungan dengan fungsi
fisiologis dan biokimia.
Reaksi lokal atau sistemik.
1. Efek Terapeutik
2. Efek Merugikan /Non Terapeutik
Reaksi Merugikan Obat
• Reaksi hipersensitivitas
• Toleransi
• Reaksi Alergi
• Toksisitas
Reaksi Merugikan Obat
Kondisi Penyakit Tertentu
• Obat yang ideal adalah obat yang mampu
bekerja secara cepat untuk waktu tertentu saja
dan selektif (hanya bekerja pada
gangguan/penyakit tertentu)
• Semakin selektif kerja obat, semakin kurang
efek samping obat tersebut.
contoh : alopurinol (enzyme-blocker pada
sintesa asam urat-pada gout)
Sistem Pelepasan Produk Obat
• Disintegrasi
• Disolusi
• Absorpsi
• Respon (Efek
Terapeutik yang
diharapkan)
Sistem Pelepasan Produk Obat
(Tablet)
Pertimbangan Fungsi Anatomis & Fisiologis
• Tempat pemberian obat
• Aliran darah
• Luas permukaan
• Permeasi obat melalui membran
sel
• pH
• Terikatnya obat pada makromolekul
• Metabolisme obat.
Tempat Pemberian Obat
• Rute pemberian atau tempat pemberian obat
turut menentukan kecepatan dan kelengkapan
resorpsi obat.
Efek Lokal :
Rute pemberian obat efek lokal terdiri dari
Intranasal, Inhalasi (intraplumonal), Kulit (topikal)
Efek Sistemik :
Rute pemberian obat efek sistemik terdiri dari
oral, sublingual, Injeksi (SC,IC,IM,IV) dan rektal.
PH
• Banyak obat merupakan asam atau basa lemah.
Obat diserap dalam bentuk tidak terionisasi
(nonionized). Oleh karena itu perubahan pH dalam
saluran gastro-intestinalis akan mempengaruhi
penyerapan obat.
• Contoh : Suatu antasida akan mengganggu
penyerapan pentobarbital (asam), sedangkan
penyerapan pseudoefedrin (basa) akan lebih
sempurna bila diberikan bersama-sama dengan
gel Al hidroxida
Permeasi Obat Melalui Membran Sel
a. Difusi pasif
b. Carrier mediated transport
- Transport aktif
- Difusi yg difasilitasi / transport
Permeasi Obat Melalui Membran Sel
Permeasi Obat Melalui Membran Sel
Difusi Terfasilitasi Transpor Aktif
Metabolisme Obat
• Metabolisme obat adalah proses modifikasi
biokimia senyawa obat oleh organisme
hidup, pada umumnya dilakukan melalui
proses enzimatik.
• Proses metabolisme obat merupakan salah
satu hal penting dalam penentuan durasi
dan intensitas khasiat farmakologis obat.
Metabolisme Obat
• Reaksi fase I. disebut
juga reaksi nonsintetik,
terjadi melalui reaksi-
reaksi oksidasi, reduksi,
hidrolisis, siklikasi, dan
desiklikasi.
• Reaksi fase II, disebut
pula reaksi konjugasiyang
terjadi melalui reaksi
metilasi, asetilasi, sulfasi,
dan glukoronidasi
Koefisien Partisi
Derajat Ionisasi
• Ionisasi molekul obat merupakan hal yang penting karena terkait
dengan absorpsi obat dan distribusi pada jaringan tubuh.
• Kerja didalam sel & membran sel (HANDERSON HASELBACH)
Pka = pH + log[Cu/Ci]
Pkb = pH – log[Cu/Ci]
• CONTOH :
– Fenobarbital
– Asam aromatik lemah  asam benzoat, asam salisilat, asam
mandelat  antibakteri
– pH = 3  100x netral
Kompleksasi
• Senyawa yang dihasilkan oleh kombinasi
senyawa yang mengandung gugus
elektron donor dengan ion logam
membentuk suatu cincin
• Logam dalam biologis :
– Fe, Mg, Cu, Mn, Co, Zn.
Kompleksasi
• Senyawa yang dapat membentuk kelat dengan ion
logam karena mempunyai gugus elektron donor
• Ligan dalam sistem biologis :
– Vitamin : Riboflavin, Asam folat
– Basa purin : Hipoxantin, Guanosin
– Asam trikarboksilat : Asam laktat, Asam sitrat
– Asam amino protein : Glisin, Sistein, Histidin,
Histamin, Asam glutamat.
FAKTOR BENTUK SEDIAAN
- Jenis bentuk sediaan
a. Larutan air
b. Suspensi dlm. air
c. Tablet : - inti - salut - salut enterik
d. Kapsul keras
e. Kapsul lunak
Kecepatan disolusi sangat dipengaruhi oleh
bentuk sediaan obat. Kecepatan disolusi
dari berbagai sediaan oral menurun
dengan urutan berikut :
Larutan < suspensi < emulsi < serbuk <
kapsul < tablet < film coated (salut film) <
dragee (salut gula) < enteric coated (salut
selaput) < sustained release/retard
p.135 chap 9
Waktu hancur
Obat dalam sediaan pelepasan lambat mempunyai
sistem pelepasan obat yang unik, yaitu mula-mula
dilepaskan kira-kira separuh dari dosis total yang
merupakan dosis inisial, kemudian diikuti dengan
pelepasan sisa obat secara bertahap dan seragam
selama periode waktu tertentu.
Tujuan sediaan ini adalah untuk memperoleh
kadar terapeutik obat dalam darah dengan cepat,
dan mempertahankankadar tersebut selama
periode waktu tertent
Waktu paruh, dilambangkan dengan t1/2,
dari suatu obat adalah waktu yang
dibutuhkan oleh separuh konsentrasi obat
untuk dieliminasi. Metabolisms dan
eliminasi mempengaruhi waktu paruh
obat, contohnya, pada kelainan fungsi hati
atau ginjal, waktu paruh obat menjadi
lebih panjang dan lebih sedikit obat
dimetabolisasi dan dieliminasi. Jika suatu
obat diberikan terns menerus, maka dapat
terjadi penumpukan obat.
Zat pembantu
a. Zat pengisi
b. Surfaktan
c. Zat pengatur kekentalan
Obat jarang diberikan tunggal dalam bahan
aktif. Biasanya dibuat dalam bentuk
sediaan tertentu yang membutuhkan
bahan-bahan tambahan (excipients). Obat
harus dilepaskan (liberated) dari bentuk
bentuk sediaannya sebelum mengalami
disolusi, sehingga excipients dapat
mengakibatkan perubahan disolusi dan
absorpsi obat.
Variabel dalam pembuatan
• derajat kehalusan serbuk zat aktif
• bentuk kristal zat aktif
• keadaan kimia obat (ester, garam, kompleks)
• zat tambahan yang digunakan
• alat dan keadaan fisik yang digunakan dalam
membuat sediaan
Yang harus ada pada
sediaan obat :
- Waktu onset
• Onset of action adalah total waktu pada saat
obat mulai masuk sampai obat tersebut dapat
memberikan respon/ efek terhadap tubuh
• sedangkan duration of action adalah lama obat
tersebut bekerja dalam tubuh.
- Lama aktivitas
Sediaan pelepasan lambat didesain untuk
memberikan kadar obat dalam darah yang
adekuat selama periode waktu tertentu untuk
mendapatkan keuntungan -keuntungan klinik,
yaitu :
1. meningkatkan hasil terapi obat, berupa
peningkatan efektivitas dan penurunan efek
samping serta efek toksik obat
2. meningkatkan kepatuhan penderita dengan
aturan dosis yang lebih menyenangkan
3. untuk obat tertentu, dari segi ekonomi dapat
diperoleh penghematan biaya pengobatan.
Tetapi di samping keuntungan-keuntungan
di atas, ada pula kerugian-kerugian dalam
pemakaian sediaan pelepasan lambat yaitu
1. tidak adanya fleksibilitas aturan dosis
2. untuk beberapa obat harganya semakin
mahal oleh karena penerapan teknologi
yang tinggi
3. adanya risiko over dosis
Farmakokinetika obat
Fase farmakokinetik termasuk proses
invasi dan proses eliminasi. Yang
dimaksud invasi adalah proses-proses
yangberlangsung pada pengambilan
suatu bahan obat ke dalam tubuh
(absorpsi dan distribusi) sednagkan
eliminasi merupakan proses-proses
yang menyebabkan penurunan
konsentrasi obat dalam tubuh
(biotransformasi dan ekskresi).
p.135 chap 9
Hub. kons. obat dlm. plasma/serum
dg. efek farmakologi (MEC & MTC)
Mula kerja dimulai pada waktu obat memasuki
plasma dan berakhir sampai mencapai
konsentrasi efektif minimum (MEC= minimum
effective concentration). Puncak kerja terjadi
pada saat obat mencapai konsentrasi tertinggi
dalam darah atau plasma. Lama kerja adalah
lamanya obat mempunyai efek farmakologis.
Beberapa obat menghasilkan efek dalam
beberapa menit, tetapi yang lain dapat memakan
waktu beberapa hari atau jam. Kurva respons-
waktu menilai tiga parameter dari kerja obat:
mula kerja obat, puncak kerja, dan lama kerja.
kadar obat dalam plasma atau serum menurun di
bawah ambang atau MEC, maka ini berarti dosis
obat yang memadai tidak tercapai; kadar obat
yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
toksisitas.
Karakterisasi farmakokinetika obat :
1. Ada tidaknya farmakokinetika non-linear
2. Data dg. menggunakan larutan,
tablet atau kapsul
Kecepatan disolusi sangat dipengaruhi oleh
bentuk sediaan obat. Kecepatan disolusi dari
berbagai sediaan oral menurun dengan urutan
berikut :
Larutan < suspensi < emulsi < serbuk < kapsul
< tablet < film coated (salut film) < dragee
(salut gula) < enteric coated (salut selaput) <
sustained release/retard
Profil Farmakologi
dan
Farmakokinetik
Farmakokinetik adalah proses pergerakan obat
untuk mencapai kerja obat.
Empat proses yang termasuk di dalamnya adalah:
• absorpsi,
• distribusi,
• metabolisme (atau biotransformasi), dan
• ekskresi (atau eliminasi).
FARMAKOKINETIK
1. Absorpsi : masuknya obat kedalam darah (gastrointestinal,
bukal, rektal, pulmonal)
2. Distribusi: penyebaran obat keseluruh tubuh mengikuti sistem
peredaran darah.
3. Metabolisme : transformasi struktur obat dg jalan oksidasi,
reduksi, hidrolisis atau konjugasi (hepar) 
eliminasi & detoksifikasi
4. Ekskresi : pengeluaran obat dari dalam tubuh (ginjal dan
hepar) + kelenjar lain.
SKEMA FARMAKOKINETIKA
Drug at the side of administration
Drug in plasma
Drug and/or metabolite (s) in urine,feces,bile
1. Absorption (input)
Drug in tissues
3. Metabolism
Metabolite(s) in tissues
2. Distribution
4. Elimination (output)
Kegunaan Farmakokinetika
1. Memperkirakan kadar obat dalam plasma , jaringan, dan urin pada
berbagai pengaturan dosis.
2. Menghitung pengaturan dosis optimum untuk tiap penderita secara
individual.
3. Memperkirakan kemungkinan akumulasi obat dan/atau metabolit-
metabolit.
4. Menghubungkan konsentrasi obat dengan aktivitas farmakologik
atau toksikologi.
5. Menilai perubahan laju atau tingkat availabilitas antar formulasi
(bioekivalensi)
6. Menggambarkan perubahan faal atau penyakit yang mempengaruhi
absorpsi, distribusi atau eliminasi obat.
7. Menjelaskan interaksi obat.
Bioavailabilitas dapat didefinisikan sebagai rate
(kecepatan zat aktif dari produk obat diabsorpsi/
diserap di dalam tubuh ke sistem peredaran
darah) dan extent (besarnya jumlah zat aktif
dari produk obat yang dapat masuk ke sistem
peredaran darah), sehingga zat aktif/obat
tersedia pada tempat kerjanya untuk
menimbulkan efek terapi/penyembuhan yang
diinginkan.
Untuk memperoleh respons farmakologik dari
pemakaian suatu obat, kadar efektif minimal
(minimal effective consentration=m.e.c.) di
dalam darah harus tercapai.
Kadar obat di dalam plasma mungkin tidak akan
pernah mencapai m.e.c. bila kecepatan absorpsi
tidak cukup tinggi; seandainya m.e.c. tercapai
juga dengan kecepatan absorpsi yang lambat,
akan diperlukan waktu yang lama untuk
memperoleh efek farmakologiknya.
Tujuan dari beberapa sistem pelepasan bahan
obat adalah untuk sejumlah bahan obat yang
aktif secara terapetik, yang dengan cepat dapat
mencapai jaringan tubuh yang diinginkan dan
dapat mempertahankan konsentrasi bahan obat
yang diinginkan.
Kecepatan pelepasan obat dipengaruhi oleh
bentuk sediaan, formula dan cara pembuatan
sehingga bisa terjadi sebagian obat dilepas di
saluran cerna dan sebagian lagi masih belum
dilepas sehingga belum sempat diabsorpsi sudah
keluar dari saluran cerna.
Salah satu di antaranya adalah pengembangan
bentuk sediaan obat yang didesain untuk
meningkatkan durasi aksi obat yang terkandung
di dalamnya.
Bentuk sediaan obat adalah obat yang diberikan
pada pasien, dapat berbentuk kapsul, serbuk,
suspensi oral, salep dan sebagainya. Bentuk
sediaan obat yang diberikan akan
mempengaruhi kecepatan dan besarnya obat
yang diabsorbsi maka itu akan mempengaruhi
kegunaan terapi obat.
Beberapa jenis bentuk sediaan obat yang
dikembangkan adalah :
• Sediaan pelepasan lambat
Obat dalam sediaan pelepasan lambat
mempunyai sistem pelepasan obat yang unik,
yaitu mula-mula dilepaskan kira-kira separuh
dari dosis total yang merupakan dosis inisial,
kemudian diikuti dengan pelepasan sisa obat
secara bertahap dan seragam selama periode
waktu tertentu. Tujuan sediaan ini adalah untuk
memperoleh kadar terapeutik obat dalam darah
dengan cepat, dan mempertahankan kadar
tersebut selama periode waktu tertentu.
• Sediaan aksi diperpanjang
Sediaan ini melepaskan obat dengan laju
pelepasan tertentu, yang dapat menghasilkan
durasi aksi obat yang lebih panjang
dibandingkan dengan pemberian dosis tunggal
yang normal. Sediaan ini berbeda dengan
sediaan pelepasan lambat yaitu tidak adanya
dosis inisial.
• Sediaan aksi berulang
Sediaan aksi berulang didesain untuk
melepaskan dengan segera satu dosis tunggal,
kemudian diikuti dengan pelepasan dosis
tunggal kedua, ketiga dan selanjutnya setelah
interval waktu tertentu.
Keuntungan utama dari sediaan ini adalah
berkurangnya frekuensi pemberian obat. Tetapi
kadar obat dalam darah sama dengan
pemberian obat secara intermiten dengan dosis
tunggal.
Bioavailabilitas obat aktif dalam suatu bentuk sediaan
padat bergantung pada beberapa faktor yaitu :
a. Desintegrasi
Waktu uji desintegrasi memberikan waktu pengukuran
tepat pada pembentukan fragmen, granul, atau agregat
dari bentuk sediaan padat.
b. Pelarutan
Laju pelarutan obat-obat dengan kelarutan dalam air
sangat kecil dari bentuk sediaan padat yang utuh dan
terdesintegrasi dalam saluran cerna sering
mengendalikan laju absorbsi sistemik obat.
c. Sifat fisika kimia obat
Sifat fisika dan kimia partikel-partikel obat padat
mempunyai pengaruh yang besar pada kinetika
pelarutan. Luas permukaan efektif obat dapat sangat
diperbesar dengan memperkecil ukuran partikel.
Derajat kelarutan obat dalam air juga mempengaruhi
laju pelarutan.
d. Faktor formulasi yang mempengaruhi pelarutan
Berbagai bahan tambahan dalam produk obat juga
mempengaruhi kinetika pelarutan obat dengan
mengubah media tempat obat melarut.
50
KURVA Ka (KONST. KEC. ABS.OBAT) vs
WAKTU
Ketersediaan hayati obat 3 formula (oral),
dg. 100 mg obat, VD 6 liter, half life 4 jam
Waktu ( jam)
p.136 chap 9
Kons
.
dlm.
plasma
(mcg/ml)
Ka
4,325/jam
Ka
0,865/jam
Ka
0,173/jam
OBAT LOKAL VS SISTEMIS
 Obat luar : adalah bahan atau campuran
bahan yang digunakan untuk pengobatan
bagian luar dari tubuh
 Efek lokal itu artinya pengaruh obat pada
tubuh yang bersifat lokal, pada bagian
obat diberikan.
 Efek sistemik adalah pengaruh dari obat
yang (biasanya) diberikan melalui sistem
fisiologis tubuh, efek tersebar dan
terserap ke dalam tubuh.
51
Obat Mata
Obat mata adalah tetes mata, salap mata,
pencuci mata dan beberapa bentuk
pemakaian yang khusus serta inserte
sebagai bentuk depo, yang ditentukan
untuk digunakan pada mata utuh atau
terluka.
52
Obat Mata
• Obat mata digunakan untuk menghasilkan
efek diagnostik dan terapetik lokal, dan
yang lain untuk merealisasikan kerja
farmakologis, yang terjadi setelah
berlangsungnya penetrasi bahan obat
dalam jaringan yang umumnya terdapat
disekitar mata.
• Pada umumnya bersifat isotonis dan
isohidris.
53
Salep Mata
• Salep mata adalah salep yang digunakan pada
mata. Pada pembuatan salep mata harus
diberikan perhatian khusus.
• Sediaan dibuat dari bahan yang sudah disterilkan
dengan perlakuan aseptik yang ketat serta
memenuhi syarat uji sterilitas .
 Sediaan mata umumnya dapat memberikan
bioavailabilitas lebih besar daripada sediaan
larutan dalam air yang ekuivalen.
 Hal ini disebabkan karena waktu kontak yang
lebih lama sehingga jumlah obat yang diabsorbsi
lebih tinggi.
54
Salep Mata
Cara menggunakan salep mata yang benar
• Cuci tangan anda dengan air dan sabun.
• Gunakan cermin atau minta bantuan orang lain untuk memakai
salep.
• Hindari menyentuh ujung tube ke mata atau tempat lainnya. Salep
harus dijaga tetap bersih.
• Tengadahkan kepala ke belakang secara perlahan.
• Pegang tube dengan jempol dan jari tleunjuk tangan anda, letakkan
tube sedekat mungkin dengan kelopak mata tanpa menyentuhnya.
• Letakkan sisa jari tangan yang memegang botol ke pipi atau hidung
anda.
55
Salep Mata
• Dengan jari telunjuk dari tangan lainnya, tarik ke bawah kelopak
mata bawah agar membentuk kantong.
• Letakkan sejumlah kecil salep ke dalam kantung kelopak mata dan
mata. ½ inci salep biasanya cukup keculai bila dinyatakan lain dari
petunjuk dokter.
• Dengan perlahan tutup mata anda dan diamkan terpejam selama 1-
2 menit agar obat diabsorbsi/diserap.
• Tutup dan kencangkan tutup tube segera mungkin.
• Bersihkan sisa salep dari pelupuk dan bulu mata anda dengan tisu
bersih. Cuci tangan anda kembali.
56
Tetes Mata
Cara menggunakan salep mata yang benar
• Cuci tangan anda dengan air dan sabun.
• Gunakan cermin atau minta bantuan orang lain untuk
memakai salep.
• Miringkan kepala kebelakang dan jari telunjuk tarik
kelopak mata bawah dari mata hingga membentuk
lekukan.
• Teteskan obat mata ke dalam lekukan mata dan pelan-
pelan tutup.
• Jangan kedip-kedipkan mata dan biarkan tertutup
selama 1-2 menit.
57
58
ABSORPSI SISTEMIS
- Hrs. dipertimbangkan ketersediaan hayati obat
Rute pemberian mempengaruhi :
1. ketersediaan hayati obat
2. Pemilihan bentuk sediaan
Intravena 100 % tersedia secara hayati
Rute lainnya hrs. diperhitungkan
- Sifat-sifat biofarmasi produk obat mempengaruhi
pelepasan obat.
- Abs. sitemis disebabkan difusi pasif mel. sel
membran p.136 chap 9
• Kecepatan absorpsi zat aktif obat ke sistem
peredaran darah dalam tubuh
• Jumlah obat yang diabsorpsi
Tiga parameter yang diukur:
Konsentrasi maksimum
- konsentrasi obat tertinggi dalam sirkulasi
sistemik
- tergantung pada konstanta absorbsi, dosis,
volume distribusi dan waktu pencapaian
konsentrasi obat maksimum dalam darah
(Tmax)
- harus di atas MEC dan tidak melebihi MTC
 Waktu Maksimum
-waktu untuk mencapai konsentrasi puncak
dari obat sirkulasi sistemik
-tergantung pada konstanta absorbsi
-perkiraan kasar untuk laju absorbsi.
 Luas daerah di bawah kurva (AUC)
Menggambarkan perkiraan jumlah obat yang
berada dalam sirkulasi sistemik
Setelah obat diberikan kepada sukarelawan, maka
pada interval waktu tertentu diambil darahnya
(disampling) untuk ditentukan kadar zat aktifnya
dalam plasma oleh suatu metode tertentu.
Data ketersediaan hayati digunakan
untuk menentukan:
1.Banyaknya obat yang diabsorbsi dari
formulasi sediaan.
2.Kecepatan obat yang diabsorbsi.
3.Lama obat berada dalam cairan biologi
atau jaringan dan dikorelasikan dengan
respon pasien.
4.Hubungan antara kadar obat dalam
darah dan efikasi klinis serta toksisitas.
Bentuk Sediaan
 Per oral
Keuntungan : pemakaian mudah dapat dilakukan
sendiri, ekonomis, aman, dan tidak sakit
Kerugian : banyak faktor dapat mempengaruhi
bioavaibilitas obat, ada obat yang dapat mengiritasi
saluran cerna, perlu kerja sama dengan penderita,
dan tidak bisa dilakukan saat pasien koma.
Bentuk Sediaan
 Parenteral
Keuntungan : efeknya timbul lebih cepat dan
teratur dibandingkan dengan pemberian per
oral; dapat diberikan pada penderita yang tidak
kooperatif, tidak sadar, atau muntah-muntah;
sangat berguna dalam keadaan darurat.
Kerugian : dibutuhkan cara asepsis, menyebabkan
rasa nyeri, sulit dilakukan oleh pasien sendiri,
dan kurang ekonomis.
63
 intravena (IV)
Keuntungan : tidak mengalami absorpsi tetapi langsung
masuk ke dalam sirkulasi sistemik, sehingga kadar obat
dalam darah diperoleh secara capat, tepat, dan dapat
disesuaikan langsung dengan respon penderita.
Kerugian : mudah tercapai efek toksik karena kadar obat
yang tinggi segera mencapai darah dan jaringan, dan
obat tidak dapat ditarik kembali.
Bentuk Sediaan
Bentuk Sediaan
 Injeksi subkutan (SC) / pemberian obat
melalui bawah kulit, untuk obat yang tidak
menyebabkan iritasi jaringan. Absorpsinya
terjadi secara lambat dan konstan sehingga
efeknya bertahan lama.
 Injeksi intramuskular (IM) / suntikkan
melalui otot. Kecepatan dan kelengkapan
absorpsinya dipengaruhi oleh kelarutan obat
dalam air. Absorpsi lebih cepat terjadi di deltoid
atau vastus lateralis daripada di gluteus
maksimus. 65
 Injeksi intraperitoneal / injeksi pada rongga perut
tidak dilakukan untuk manusia karena ada bahaya infeksi
dan adesi yang terlalu besar.
 Tercepat : intravena
 Terlambat : injeksi subkutan
Bentuk Sediaan
Bidang yang mempelajari pengaruh
formulasi obat terhadap efek
terapeutiknya (khasiat).
-Mencakup Konsep ketersediaan
hayati
Difusi Pasif
Difusi pasif adalah pergerakkan obat dari
konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.
Bersifat spontan, non selektif, bergantung
pada konsentarasi, proses ini akan
berhenti pada saat konsentrasi yang
dicapai telah sama.
68
69
Difusi Pasif
70
Karakteristik Difusi Pasif :
Berbanding Lurus Berbanding Terbalik
• Konsentrasi bahan
• Luas Permukaan Membran
• Koefisien Distribusi Senyawa
• Koefisien Difusi
• Tebal Membran
Difusi Pasif
71
Tempat Kerja
Matriks Lipid : Media Absorbsi Utama
Pori : Absorbsi senyawa nonelektrolit yang
tidak laut dalam lemak
Konsekuensi
Kelarutan bahan obat dalam lemak harus diperhatikan
72
Kekuatan difusi pasif
- HUKUM Ficks:
DQ/dt = DAK/h x ( Ca -
Cp)
DQ/dt = kec. difusi obat
D = konst. Kec. difusi obat :
K = Koef. partisi antara minyak & air
A = luas permukaan absorpsi
Cp – Cp = beda kons. obat di tempat abs. & plasma
Hukum Ficks
Kec. ketersediaan hayati dipengaruhi
- Faktor fisiologi
- Faktor biofarmasi Obat
- Sifat fisiologi & anatomi tempat pemberian
Untuk itu desain yang benar
* Bisa sangat cepat
* Bisa lambat
* Diperlambat
* Tidak ada absorpsi sama sekali
* Tergantung tujuan
73
p.136 chap 9
Makna Hukum Ficks
• Faktor biofarmasi & fisiologi mempengaruhi
kecepatan ketersediaan hayati obat
• Bila obat intramuskular (im) & subkutan (sc)
-> adanya osmosis.
• Pengenceran obat yang cepat ke dalam volume
yang besar menimbulkan tahap gradient
konsenstrasi yang besar (Ca-Cp)
• Tebal membran konstan (merubah patologis)
74
p.136 chap 9
Contoh pada Obat Topikal
KH > baik pd. :
- Kulit gundul/lecet karena terbakar
- Verban yang ketat
- Saluran GI berubah karena borok lambung,
colitis, sprue, dll
- Beberapa obat mengiritasi membran sel
sehingga merubah permeabilitas tempat
absorpsi
75
p.136 chap 9

More Related Content

Similar to BIOFARMASI SEDIAAN OBAT FARMASI 2024 fix

Farmakologi untuk pengobatan pada keperawata .ppt
Farmakologi untuk pengobatan pada keperawata .pptFarmakologi untuk pengobatan pada keperawata .ppt
Farmakologi untuk pengobatan pada keperawata .pptNursela13
 
Materi farmakologi kelas xi bab 1
Materi farmakologi kelas xi  bab 1Materi farmakologi kelas xi  bab 1
Materi farmakologi kelas xi bab 1apotek agam farma
 
FARMAKOLOGI 1 - kuliah 1,2 ok.pptx
FARMAKOLOGI 1 - kuliah 1,2 ok.pptxFARMAKOLOGI 1 - kuliah 1,2 ok.pptx
FARMAKOLOGI 1 - kuliah 1,2 ok.pptxWahyuRaizHo
 
Farmakoterapi Lanjutan Kel 3.pptx
Farmakoterapi Lanjutan Kel 3.pptxFarmakoterapi Lanjutan Kel 3.pptx
Farmakoterapi Lanjutan Kel 3.pptxHelmiMildani
 
Konsep Dasar Farmakosetik, Farmakokinetik
Konsep Dasar Farmakosetik, FarmakokinetikKonsep Dasar Farmakosetik, Farmakokinetik
Konsep Dasar Farmakosetik, Farmakokinetikpjj_kemenkes
 
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...Novi Fachrunnisa
 
P2. Farmakokinetik & dinamik.pptx
P2. Farmakokinetik & dinamik.pptxP2. Farmakokinetik & dinamik.pptx
P2. Farmakokinetik & dinamik.pptxNFebrian
 
Makalah farmakologi
Makalah farmakologi Makalah farmakologi
Makalah farmakologi dinana88
 
3 - The Relationship of Drug Metabolism and Nutrients.pptx
3 - The Relationship of Drug Metabolism and Nutrients.pptx3 - The Relationship of Drug Metabolism and Nutrients.pptx
3 - The Relationship of Drug Metabolism and Nutrients.pptxEmmyKardianasari
 
FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK OBAT DALAM TUBUH.pptx
FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK OBAT DALAM TUBUH.pptxFARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK OBAT DALAM TUBUH.pptx
FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK OBAT DALAM TUBUH.pptxhaslinahaslina3
 
Farmakologi part i
Farmakologi part iFarmakologi part i
Farmakologi part iary Camba
 
chronoterapeutics oral : future of drug delivery
chronoterapeutics oral : future of drug deliverychronoterapeutics oral : future of drug delivery
chronoterapeutics oral : future of drug deliveryanna maria manullang
 
D3_FITKES_FAKTOR KHASIAT OBAT Dalam Penggunaan Obat.pdf
D3_FITKES_FAKTOR KHASIAT OBAT Dalam Penggunaan Obat.pdfD3_FITKES_FAKTOR KHASIAT OBAT Dalam Penggunaan Obat.pdf
D3_FITKES_FAKTOR KHASIAT OBAT Dalam Penggunaan Obat.pdfSuryani549935
 
Biofarmasetika (Pendahuluan)
Biofarmasetika (Pendahuluan)Biofarmasetika (Pendahuluan)
Biofarmasetika (Pendahuluan)Taofik Rusdiana
 
Konsep dasar
Konsep dasar Konsep dasar
Konsep dasar Dedi Kun
 

Similar to BIOFARMASI SEDIAAN OBAT FARMASI 2024 fix (20)

Farmakologi untuk pengobatan pada keperawata .ppt
Farmakologi untuk pengobatan pada keperawata .pptFarmakologi untuk pengobatan pada keperawata .ppt
Farmakologi untuk pengobatan pada keperawata .ppt
 
Materi farmakologi kelas xi bab 1
Materi farmakologi kelas xi  bab 1Materi farmakologi kelas xi  bab 1
Materi farmakologi kelas xi bab 1
 
Farmakokinetik
FarmakokinetikFarmakokinetik
Farmakokinetik
 
FARMAKOLOGI 1 - kuliah 1,2 ok.pptx
FARMAKOLOGI 1 - kuliah 1,2 ok.pptxFARMAKOLOGI 1 - kuliah 1,2 ok.pptx
FARMAKOLOGI 1 - kuliah 1,2 ok.pptx
 
Farmakoterapi Lanjutan Kel 3.pptx
Farmakoterapi Lanjutan Kel 3.pptxFarmakoterapi Lanjutan Kel 3.pptx
Farmakoterapi Lanjutan Kel 3.pptx
 
Pertemuan-1.pptx
Pertemuan-1.pptxPertemuan-1.pptx
Pertemuan-1.pptx
 
Kb 1
Kb 1Kb 1
Kb 1
 
Konsep Dasar Farmakosetik, Farmakokinetik
Konsep Dasar Farmakosetik, FarmakokinetikKonsep Dasar Farmakosetik, Farmakokinetik
Konsep Dasar Farmakosetik, Farmakokinetik
 
Kb 1
Kb 1Kb 1
Kb 1
 
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
 
P2. Farmakokinetik & dinamik.pptx
P2. Farmakokinetik & dinamik.pptxP2. Farmakokinetik & dinamik.pptx
P2. Farmakokinetik & dinamik.pptx
 
Makalah farmakologi
Makalah farmakologi Makalah farmakologi
Makalah farmakologi
 
3 - The Relationship of Drug Metabolism and Nutrients.pptx
3 - The Relationship of Drug Metabolism and Nutrients.pptx3 - The Relationship of Drug Metabolism and Nutrients.pptx
3 - The Relationship of Drug Metabolism and Nutrients.pptx
 
FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK OBAT DALAM TUBUH.pptx
FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK OBAT DALAM TUBUH.pptxFARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK OBAT DALAM TUBUH.pptx
FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK OBAT DALAM TUBUH.pptx
 
Farmakologi part i
Farmakologi part iFarmakologi part i
Farmakologi part i
 
chronoterapeutics oral : future of drug delivery
chronoterapeutics oral : future of drug deliverychronoterapeutics oral : future of drug delivery
chronoterapeutics oral : future of drug delivery
 
D3_FITKES_FAKTOR KHASIAT OBAT Dalam Penggunaan Obat.pdf
D3_FITKES_FAKTOR KHASIAT OBAT Dalam Penggunaan Obat.pdfD3_FITKES_FAKTOR KHASIAT OBAT Dalam Penggunaan Obat.pdf
D3_FITKES_FAKTOR KHASIAT OBAT Dalam Penggunaan Obat.pdf
 
Biofarmasetika (Pendahuluan)
Biofarmasetika (Pendahuluan)Biofarmasetika (Pendahuluan)
Biofarmasetika (Pendahuluan)
 
Konsep dasar
Konsep dasar Konsep dasar
Konsep dasar
 
Farmakologi Dasar
Farmakologi Dasar Farmakologi Dasar
Farmakologi Dasar
 

Recently uploaded

1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar KeperawatanHaslianiBaharuddin
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdfMeboix
 
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docxpuskesmasseigeringin
 
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/mamateri kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/maGusmaliniEf
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfhsetraining040
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTriNurmiyati
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfHilalSunu
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptxrachmatpawelloi
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxpuspapameswari
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatSyarifahNurulMaulida1
 
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxKeperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxrachmatpawelloi
 
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptSOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptDwiBhaktiPertiwi1
 
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptxssuser1f6caf1
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannandyyusrizal2
 
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANDianFitriyani15
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptbekamalayniasinta
 
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasserbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasmufida16
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxkaiba5
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxwisanggeni19
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptRoniAlfaqih2
 

Recently uploaded (20)

1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
 
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
 
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/mamateri kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
 
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxKeperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
 
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptSOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
 
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
 
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
 
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasserbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
 

BIOFARMASI SEDIAAN OBAT FARMASI 2024 fix

  • 1. BIOFARMASI DAN SEDIAAN OBAT Apt. Wahyu Pramudya, S.Farm Fakultas Farmasi STIKES MUHAMMADIYAH SIDRAP
  • 2. Biofarmasi dan Sediaan Obat • Kecepatan dan jumlah obat optimal • Terapi obat harus maksimal • Tidak boleh ada reaksi merugikan/bahaya • Kondisi Penyakit Tertentu • Desain Obat Rasional
  • 3. Kecepatan dan Jumlah Obat Optimal
  • 4. Terapi Obat Maksimal • Terapi obat maksimal berhubungan dengan ketaatan/keteraturan pasien (patient compliance) terhadap obat yang diberikan kepadanya sesuai dengan resep dokter. Hal ini berpengaruh terhadap efek optimal dari obat tersebut. Contoh : antibiotik harus habis, walau gejala penyakit sudah hilang.
  • 5. Terapi Obat Maksimal • Sifat Individual • Relasi Dokter-Pasien • Jenis Penyakit • Jumlah Obat dan Frekuensi Takarannya
  • 6. Reaksi merugikan obat • Obat di dalam tubuh akan mengalami proses yang berhubungan dengan fungsi fisiologis dan biokimia. Reaksi lokal atau sistemik. 1. Efek Terapeutik 2. Efek Merugikan /Non Terapeutik
  • 7. Reaksi Merugikan Obat • Reaksi hipersensitivitas • Toleransi • Reaksi Alergi • Toksisitas
  • 9. Kondisi Penyakit Tertentu • Obat yang ideal adalah obat yang mampu bekerja secara cepat untuk waktu tertentu saja dan selektif (hanya bekerja pada gangguan/penyakit tertentu) • Semakin selektif kerja obat, semakin kurang efek samping obat tersebut. contoh : alopurinol (enzyme-blocker pada sintesa asam urat-pada gout)
  • 10. Sistem Pelepasan Produk Obat • Disintegrasi • Disolusi • Absorpsi • Respon (Efek Terapeutik yang diharapkan)
  • 11. Sistem Pelepasan Produk Obat (Tablet)
  • 12. Pertimbangan Fungsi Anatomis & Fisiologis • Tempat pemberian obat • Aliran darah • Luas permukaan • Permeasi obat melalui membran sel • pH • Terikatnya obat pada makromolekul • Metabolisme obat.
  • 13. Tempat Pemberian Obat • Rute pemberian atau tempat pemberian obat turut menentukan kecepatan dan kelengkapan resorpsi obat. Efek Lokal : Rute pemberian obat efek lokal terdiri dari Intranasal, Inhalasi (intraplumonal), Kulit (topikal) Efek Sistemik : Rute pemberian obat efek sistemik terdiri dari oral, sublingual, Injeksi (SC,IC,IM,IV) dan rektal.
  • 14.
  • 15. PH • Banyak obat merupakan asam atau basa lemah. Obat diserap dalam bentuk tidak terionisasi (nonionized). Oleh karena itu perubahan pH dalam saluran gastro-intestinalis akan mempengaruhi penyerapan obat. • Contoh : Suatu antasida akan mengganggu penyerapan pentobarbital (asam), sedangkan penyerapan pseudoefedrin (basa) akan lebih sempurna bila diberikan bersama-sama dengan gel Al hidroxida
  • 16. Permeasi Obat Melalui Membran Sel a. Difusi pasif b. Carrier mediated transport - Transport aktif - Difusi yg difasilitasi / transport
  • 17. Permeasi Obat Melalui Membran Sel
  • 18. Permeasi Obat Melalui Membran Sel Difusi Terfasilitasi Transpor Aktif
  • 19. Metabolisme Obat • Metabolisme obat adalah proses modifikasi biokimia senyawa obat oleh organisme hidup, pada umumnya dilakukan melalui proses enzimatik. • Proses metabolisme obat merupakan salah satu hal penting dalam penentuan durasi dan intensitas khasiat farmakologis obat.
  • 20. Metabolisme Obat • Reaksi fase I. disebut juga reaksi nonsintetik, terjadi melalui reaksi- reaksi oksidasi, reduksi, hidrolisis, siklikasi, dan desiklikasi. • Reaksi fase II, disebut pula reaksi konjugasiyang terjadi melalui reaksi metilasi, asetilasi, sulfasi, dan glukoronidasi
  • 22. Derajat Ionisasi • Ionisasi molekul obat merupakan hal yang penting karena terkait dengan absorpsi obat dan distribusi pada jaringan tubuh. • Kerja didalam sel & membran sel (HANDERSON HASELBACH) Pka = pH + log[Cu/Ci] Pkb = pH – log[Cu/Ci] • CONTOH : – Fenobarbital – Asam aromatik lemah  asam benzoat, asam salisilat, asam mandelat  antibakteri – pH = 3  100x netral
  • 23. Kompleksasi • Senyawa yang dihasilkan oleh kombinasi senyawa yang mengandung gugus elektron donor dengan ion logam membentuk suatu cincin • Logam dalam biologis : – Fe, Mg, Cu, Mn, Co, Zn.
  • 24. Kompleksasi • Senyawa yang dapat membentuk kelat dengan ion logam karena mempunyai gugus elektron donor • Ligan dalam sistem biologis : – Vitamin : Riboflavin, Asam folat – Basa purin : Hipoxantin, Guanosin – Asam trikarboksilat : Asam laktat, Asam sitrat – Asam amino protein : Glisin, Sistein, Histidin, Histamin, Asam glutamat.
  • 25. FAKTOR BENTUK SEDIAAN - Jenis bentuk sediaan a. Larutan air b. Suspensi dlm. air c. Tablet : - inti - salut - salut enterik d. Kapsul keras e. Kapsul lunak Kecepatan disolusi sangat dipengaruhi oleh bentuk sediaan obat. Kecepatan disolusi dari berbagai sediaan oral menurun dengan urutan berikut : Larutan < suspensi < emulsi < serbuk < kapsul < tablet < film coated (salut film) < dragee (salut gula) < enteric coated (salut selaput) < sustained release/retard p.135 chap 9
  • 26. Waktu hancur Obat dalam sediaan pelepasan lambat mempunyai sistem pelepasan obat yang unik, yaitu mula-mula dilepaskan kira-kira separuh dari dosis total yang merupakan dosis inisial, kemudian diikuti dengan pelepasan sisa obat secara bertahap dan seragam selama periode waktu tertentu. Tujuan sediaan ini adalah untuk memperoleh kadar terapeutik obat dalam darah dengan cepat, dan mempertahankankadar tersebut selama periode waktu tertent
  • 27. Waktu paruh, dilambangkan dengan t1/2, dari suatu obat adalah waktu yang dibutuhkan oleh separuh konsentrasi obat untuk dieliminasi. Metabolisms dan eliminasi mempengaruhi waktu paruh obat, contohnya, pada kelainan fungsi hati atau ginjal, waktu paruh obat menjadi lebih panjang dan lebih sedikit obat dimetabolisasi dan dieliminasi. Jika suatu obat diberikan terns menerus, maka dapat terjadi penumpukan obat.
  • 28. Zat pembantu a. Zat pengisi b. Surfaktan c. Zat pengatur kekentalan Obat jarang diberikan tunggal dalam bahan aktif. Biasanya dibuat dalam bentuk sediaan tertentu yang membutuhkan bahan-bahan tambahan (excipients). Obat harus dilepaskan (liberated) dari bentuk bentuk sediaannya sebelum mengalami disolusi, sehingga excipients dapat mengakibatkan perubahan disolusi dan absorpsi obat.
  • 29. Variabel dalam pembuatan • derajat kehalusan serbuk zat aktif • bentuk kristal zat aktif • keadaan kimia obat (ester, garam, kompleks) • zat tambahan yang digunakan • alat dan keadaan fisik yang digunakan dalam membuat sediaan
  • 30. Yang harus ada pada sediaan obat : - Waktu onset • Onset of action adalah total waktu pada saat obat mulai masuk sampai obat tersebut dapat memberikan respon/ efek terhadap tubuh • sedangkan duration of action adalah lama obat tersebut bekerja dalam tubuh.
  • 31. - Lama aktivitas Sediaan pelepasan lambat didesain untuk memberikan kadar obat dalam darah yang adekuat selama periode waktu tertentu untuk mendapatkan keuntungan -keuntungan klinik, yaitu : 1. meningkatkan hasil terapi obat, berupa peningkatan efektivitas dan penurunan efek samping serta efek toksik obat 2. meningkatkan kepatuhan penderita dengan aturan dosis yang lebih menyenangkan 3. untuk obat tertentu, dari segi ekonomi dapat diperoleh penghematan biaya pengobatan.
  • 32. Tetapi di samping keuntungan-keuntungan di atas, ada pula kerugian-kerugian dalam pemakaian sediaan pelepasan lambat yaitu 1. tidak adanya fleksibilitas aturan dosis 2. untuk beberapa obat harganya semakin mahal oleh karena penerapan teknologi yang tinggi 3. adanya risiko over dosis
  • 33. Farmakokinetika obat Fase farmakokinetik termasuk proses invasi dan proses eliminasi. Yang dimaksud invasi adalah proses-proses yangberlangsung pada pengambilan suatu bahan obat ke dalam tubuh (absorpsi dan distribusi) sednagkan eliminasi merupakan proses-proses yang menyebabkan penurunan konsentrasi obat dalam tubuh (biotransformasi dan ekskresi). p.135 chap 9
  • 34. Hub. kons. obat dlm. plasma/serum dg. efek farmakologi (MEC & MTC) Mula kerja dimulai pada waktu obat memasuki plasma dan berakhir sampai mencapai konsentrasi efektif minimum (MEC= minimum effective concentration). Puncak kerja terjadi pada saat obat mencapai konsentrasi tertinggi dalam darah atau plasma. Lama kerja adalah lamanya obat mempunyai efek farmakologis.
  • 35. Beberapa obat menghasilkan efek dalam beberapa menit, tetapi yang lain dapat memakan waktu beberapa hari atau jam. Kurva respons- waktu menilai tiga parameter dari kerja obat: mula kerja obat, puncak kerja, dan lama kerja. kadar obat dalam plasma atau serum menurun di bawah ambang atau MEC, maka ini berarti dosis obat yang memadai tidak tercapai; kadar obat yang terlalu tinggi dapat menyebabkan toksisitas.
  • 36. Karakterisasi farmakokinetika obat : 1. Ada tidaknya farmakokinetika non-linear 2. Data dg. menggunakan larutan, tablet atau kapsul Kecepatan disolusi sangat dipengaruhi oleh bentuk sediaan obat. Kecepatan disolusi dari berbagai sediaan oral menurun dengan urutan berikut : Larutan < suspensi < emulsi < serbuk < kapsul < tablet < film coated (salut film) < dragee (salut gula) < enteric coated (salut selaput) < sustained release/retard
  • 37. Profil Farmakologi dan Farmakokinetik Farmakokinetik adalah proses pergerakan obat untuk mencapai kerja obat. Empat proses yang termasuk di dalamnya adalah: • absorpsi, • distribusi, • metabolisme (atau biotransformasi), dan • ekskresi (atau eliminasi).
  • 38. FARMAKOKINETIK 1. Absorpsi : masuknya obat kedalam darah (gastrointestinal, bukal, rektal, pulmonal) 2. Distribusi: penyebaran obat keseluruh tubuh mengikuti sistem peredaran darah. 3. Metabolisme : transformasi struktur obat dg jalan oksidasi, reduksi, hidrolisis atau konjugasi (hepar)  eliminasi & detoksifikasi 4. Ekskresi : pengeluaran obat dari dalam tubuh (ginjal dan hepar) + kelenjar lain.
  • 39. SKEMA FARMAKOKINETIKA Drug at the side of administration Drug in plasma Drug and/or metabolite (s) in urine,feces,bile 1. Absorption (input) Drug in tissues 3. Metabolism Metabolite(s) in tissues 2. Distribution 4. Elimination (output)
  • 40. Kegunaan Farmakokinetika 1. Memperkirakan kadar obat dalam plasma , jaringan, dan urin pada berbagai pengaturan dosis. 2. Menghitung pengaturan dosis optimum untuk tiap penderita secara individual. 3. Memperkirakan kemungkinan akumulasi obat dan/atau metabolit- metabolit. 4. Menghubungkan konsentrasi obat dengan aktivitas farmakologik atau toksikologi. 5. Menilai perubahan laju atau tingkat availabilitas antar formulasi (bioekivalensi) 6. Menggambarkan perubahan faal atau penyakit yang mempengaruhi absorpsi, distribusi atau eliminasi obat. 7. Menjelaskan interaksi obat.
  • 41. Bioavailabilitas dapat didefinisikan sebagai rate (kecepatan zat aktif dari produk obat diabsorpsi/ diserap di dalam tubuh ke sistem peredaran darah) dan extent (besarnya jumlah zat aktif dari produk obat yang dapat masuk ke sistem peredaran darah), sehingga zat aktif/obat tersedia pada tempat kerjanya untuk menimbulkan efek terapi/penyembuhan yang diinginkan.
  • 42. Untuk memperoleh respons farmakologik dari pemakaian suatu obat, kadar efektif minimal (minimal effective consentration=m.e.c.) di dalam darah harus tercapai. Kadar obat di dalam plasma mungkin tidak akan pernah mencapai m.e.c. bila kecepatan absorpsi tidak cukup tinggi; seandainya m.e.c. tercapai juga dengan kecepatan absorpsi yang lambat, akan diperlukan waktu yang lama untuk memperoleh efek farmakologiknya.
  • 43. Tujuan dari beberapa sistem pelepasan bahan obat adalah untuk sejumlah bahan obat yang aktif secara terapetik, yang dengan cepat dapat mencapai jaringan tubuh yang diinginkan dan dapat mempertahankan konsentrasi bahan obat yang diinginkan. Kecepatan pelepasan obat dipengaruhi oleh bentuk sediaan, formula dan cara pembuatan sehingga bisa terjadi sebagian obat dilepas di saluran cerna dan sebagian lagi masih belum dilepas sehingga belum sempat diabsorpsi sudah keluar dari saluran cerna.
  • 44. Salah satu di antaranya adalah pengembangan bentuk sediaan obat yang didesain untuk meningkatkan durasi aksi obat yang terkandung di dalamnya. Bentuk sediaan obat adalah obat yang diberikan pada pasien, dapat berbentuk kapsul, serbuk, suspensi oral, salep dan sebagainya. Bentuk sediaan obat yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya obat yang diabsorbsi maka itu akan mempengaruhi kegunaan terapi obat.
  • 45. Beberapa jenis bentuk sediaan obat yang dikembangkan adalah : • Sediaan pelepasan lambat Obat dalam sediaan pelepasan lambat mempunyai sistem pelepasan obat yang unik, yaitu mula-mula dilepaskan kira-kira separuh dari dosis total yang merupakan dosis inisial, kemudian diikuti dengan pelepasan sisa obat secara bertahap dan seragam selama periode waktu tertentu. Tujuan sediaan ini adalah untuk memperoleh kadar terapeutik obat dalam darah dengan cepat, dan mempertahankan kadar tersebut selama periode waktu tertentu.
  • 46. • Sediaan aksi diperpanjang Sediaan ini melepaskan obat dengan laju pelepasan tertentu, yang dapat menghasilkan durasi aksi obat yang lebih panjang dibandingkan dengan pemberian dosis tunggal yang normal. Sediaan ini berbeda dengan sediaan pelepasan lambat yaitu tidak adanya dosis inisial.
  • 47. • Sediaan aksi berulang Sediaan aksi berulang didesain untuk melepaskan dengan segera satu dosis tunggal, kemudian diikuti dengan pelepasan dosis tunggal kedua, ketiga dan selanjutnya setelah interval waktu tertentu. Keuntungan utama dari sediaan ini adalah berkurangnya frekuensi pemberian obat. Tetapi kadar obat dalam darah sama dengan pemberian obat secara intermiten dengan dosis tunggal.
  • 48. Bioavailabilitas obat aktif dalam suatu bentuk sediaan padat bergantung pada beberapa faktor yaitu : a. Desintegrasi Waktu uji desintegrasi memberikan waktu pengukuran tepat pada pembentukan fragmen, granul, atau agregat dari bentuk sediaan padat. b. Pelarutan Laju pelarutan obat-obat dengan kelarutan dalam air sangat kecil dari bentuk sediaan padat yang utuh dan terdesintegrasi dalam saluran cerna sering mengendalikan laju absorbsi sistemik obat.
  • 49. c. Sifat fisika kimia obat Sifat fisika dan kimia partikel-partikel obat padat mempunyai pengaruh yang besar pada kinetika pelarutan. Luas permukaan efektif obat dapat sangat diperbesar dengan memperkecil ukuran partikel. Derajat kelarutan obat dalam air juga mempengaruhi laju pelarutan. d. Faktor formulasi yang mempengaruhi pelarutan Berbagai bahan tambahan dalam produk obat juga mempengaruhi kinetika pelarutan obat dengan mengubah media tempat obat melarut.
  • 50. 50 KURVA Ka (KONST. KEC. ABS.OBAT) vs WAKTU Ketersediaan hayati obat 3 formula (oral), dg. 100 mg obat, VD 6 liter, half life 4 jam Waktu ( jam) p.136 chap 9 Kons . dlm. plasma (mcg/ml) Ka 4,325/jam Ka 0,865/jam Ka 0,173/jam
  • 51. OBAT LOKAL VS SISTEMIS  Obat luar : adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk pengobatan bagian luar dari tubuh  Efek lokal itu artinya pengaruh obat pada tubuh yang bersifat lokal, pada bagian obat diberikan.  Efek sistemik adalah pengaruh dari obat yang (biasanya) diberikan melalui sistem fisiologis tubuh, efek tersebar dan terserap ke dalam tubuh. 51
  • 52. Obat Mata Obat mata adalah tetes mata, salap mata, pencuci mata dan beberapa bentuk pemakaian yang khusus serta inserte sebagai bentuk depo, yang ditentukan untuk digunakan pada mata utuh atau terluka. 52
  • 53. Obat Mata • Obat mata digunakan untuk menghasilkan efek diagnostik dan terapetik lokal, dan yang lain untuk merealisasikan kerja farmakologis, yang terjadi setelah berlangsungnya penetrasi bahan obat dalam jaringan yang umumnya terdapat disekitar mata. • Pada umumnya bersifat isotonis dan isohidris. 53
  • 54. Salep Mata • Salep mata adalah salep yang digunakan pada mata. Pada pembuatan salep mata harus diberikan perhatian khusus. • Sediaan dibuat dari bahan yang sudah disterilkan dengan perlakuan aseptik yang ketat serta memenuhi syarat uji sterilitas .  Sediaan mata umumnya dapat memberikan bioavailabilitas lebih besar daripada sediaan larutan dalam air yang ekuivalen.  Hal ini disebabkan karena waktu kontak yang lebih lama sehingga jumlah obat yang diabsorbsi lebih tinggi. 54
  • 55. Salep Mata Cara menggunakan salep mata yang benar • Cuci tangan anda dengan air dan sabun. • Gunakan cermin atau minta bantuan orang lain untuk memakai salep. • Hindari menyentuh ujung tube ke mata atau tempat lainnya. Salep harus dijaga tetap bersih. • Tengadahkan kepala ke belakang secara perlahan. • Pegang tube dengan jempol dan jari tleunjuk tangan anda, letakkan tube sedekat mungkin dengan kelopak mata tanpa menyentuhnya. • Letakkan sisa jari tangan yang memegang botol ke pipi atau hidung anda. 55
  • 56. Salep Mata • Dengan jari telunjuk dari tangan lainnya, tarik ke bawah kelopak mata bawah agar membentuk kantong. • Letakkan sejumlah kecil salep ke dalam kantung kelopak mata dan mata. ½ inci salep biasanya cukup keculai bila dinyatakan lain dari petunjuk dokter. • Dengan perlahan tutup mata anda dan diamkan terpejam selama 1- 2 menit agar obat diabsorbsi/diserap. • Tutup dan kencangkan tutup tube segera mungkin. • Bersihkan sisa salep dari pelupuk dan bulu mata anda dengan tisu bersih. Cuci tangan anda kembali. 56
  • 57. Tetes Mata Cara menggunakan salep mata yang benar • Cuci tangan anda dengan air dan sabun. • Gunakan cermin atau minta bantuan orang lain untuk memakai salep. • Miringkan kepala kebelakang dan jari telunjuk tarik kelopak mata bawah dari mata hingga membentuk lekukan. • Teteskan obat mata ke dalam lekukan mata dan pelan- pelan tutup. • Jangan kedip-kedipkan mata dan biarkan tertutup selama 1-2 menit. 57
  • 58. 58 ABSORPSI SISTEMIS - Hrs. dipertimbangkan ketersediaan hayati obat Rute pemberian mempengaruhi : 1. ketersediaan hayati obat 2. Pemilihan bentuk sediaan Intravena 100 % tersedia secara hayati Rute lainnya hrs. diperhitungkan - Sifat-sifat biofarmasi produk obat mempengaruhi pelepasan obat. - Abs. sitemis disebabkan difusi pasif mel. sel membran p.136 chap 9
  • 59. • Kecepatan absorpsi zat aktif obat ke sistem peredaran darah dalam tubuh • Jumlah obat yang diabsorpsi Tiga parameter yang diukur: Konsentrasi maksimum - konsentrasi obat tertinggi dalam sirkulasi sistemik - tergantung pada konstanta absorbsi, dosis, volume distribusi dan waktu pencapaian konsentrasi obat maksimum dalam darah (Tmax) - harus di atas MEC dan tidak melebihi MTC
  • 60.  Waktu Maksimum -waktu untuk mencapai konsentrasi puncak dari obat sirkulasi sistemik -tergantung pada konstanta absorbsi -perkiraan kasar untuk laju absorbsi.  Luas daerah di bawah kurva (AUC) Menggambarkan perkiraan jumlah obat yang berada dalam sirkulasi sistemik Setelah obat diberikan kepada sukarelawan, maka pada interval waktu tertentu diambil darahnya (disampling) untuk ditentukan kadar zat aktifnya dalam plasma oleh suatu metode tertentu.
  • 61. Data ketersediaan hayati digunakan untuk menentukan: 1.Banyaknya obat yang diabsorbsi dari formulasi sediaan. 2.Kecepatan obat yang diabsorbsi. 3.Lama obat berada dalam cairan biologi atau jaringan dan dikorelasikan dengan respon pasien. 4.Hubungan antara kadar obat dalam darah dan efikasi klinis serta toksisitas.
  • 62. Bentuk Sediaan  Per oral Keuntungan : pemakaian mudah dapat dilakukan sendiri, ekonomis, aman, dan tidak sakit Kerugian : banyak faktor dapat mempengaruhi bioavaibilitas obat, ada obat yang dapat mengiritasi saluran cerna, perlu kerja sama dengan penderita, dan tidak bisa dilakukan saat pasien koma.
  • 63. Bentuk Sediaan  Parenteral Keuntungan : efeknya timbul lebih cepat dan teratur dibandingkan dengan pemberian per oral; dapat diberikan pada penderita yang tidak kooperatif, tidak sadar, atau muntah-muntah; sangat berguna dalam keadaan darurat. Kerugian : dibutuhkan cara asepsis, menyebabkan rasa nyeri, sulit dilakukan oleh pasien sendiri, dan kurang ekonomis. 63
  • 64.  intravena (IV) Keuntungan : tidak mengalami absorpsi tetapi langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik, sehingga kadar obat dalam darah diperoleh secara capat, tepat, dan dapat disesuaikan langsung dengan respon penderita. Kerugian : mudah tercapai efek toksik karena kadar obat yang tinggi segera mencapai darah dan jaringan, dan obat tidak dapat ditarik kembali. Bentuk Sediaan
  • 65. Bentuk Sediaan  Injeksi subkutan (SC) / pemberian obat melalui bawah kulit, untuk obat yang tidak menyebabkan iritasi jaringan. Absorpsinya terjadi secara lambat dan konstan sehingga efeknya bertahan lama.  Injeksi intramuskular (IM) / suntikkan melalui otot. Kecepatan dan kelengkapan absorpsinya dipengaruhi oleh kelarutan obat dalam air. Absorpsi lebih cepat terjadi di deltoid atau vastus lateralis daripada di gluteus maksimus. 65
  • 66.  Injeksi intraperitoneal / injeksi pada rongga perut tidak dilakukan untuk manusia karena ada bahaya infeksi dan adesi yang terlalu besar.  Tercepat : intravena  Terlambat : injeksi subkutan Bentuk Sediaan
  • 67. Bidang yang mempelajari pengaruh formulasi obat terhadap efek terapeutiknya (khasiat). -Mencakup Konsep ketersediaan hayati
  • 68. Difusi Pasif Difusi pasif adalah pergerakkan obat dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Bersifat spontan, non selektif, bergantung pada konsentarasi, proses ini akan berhenti pada saat konsentrasi yang dicapai telah sama. 68
  • 69. 69
  • 70. Difusi Pasif 70 Karakteristik Difusi Pasif : Berbanding Lurus Berbanding Terbalik • Konsentrasi bahan • Luas Permukaan Membran • Koefisien Distribusi Senyawa • Koefisien Difusi • Tebal Membran
  • 71. Difusi Pasif 71 Tempat Kerja Matriks Lipid : Media Absorbsi Utama Pori : Absorbsi senyawa nonelektrolit yang tidak laut dalam lemak Konsekuensi Kelarutan bahan obat dalam lemak harus diperhatikan
  • 72. 72 Kekuatan difusi pasif - HUKUM Ficks: DQ/dt = DAK/h x ( Ca - Cp) DQ/dt = kec. difusi obat D = konst. Kec. difusi obat : K = Koef. partisi antara minyak & air A = luas permukaan absorpsi Cp – Cp = beda kons. obat di tempat abs. & plasma
  • 73. Hukum Ficks Kec. ketersediaan hayati dipengaruhi - Faktor fisiologi - Faktor biofarmasi Obat - Sifat fisiologi & anatomi tempat pemberian Untuk itu desain yang benar * Bisa sangat cepat * Bisa lambat * Diperlambat * Tidak ada absorpsi sama sekali * Tergantung tujuan 73 p.136 chap 9
  • 74. Makna Hukum Ficks • Faktor biofarmasi & fisiologi mempengaruhi kecepatan ketersediaan hayati obat • Bila obat intramuskular (im) & subkutan (sc) -> adanya osmosis. • Pengenceran obat yang cepat ke dalam volume yang besar menimbulkan tahap gradient konsenstrasi yang besar (Ca-Cp) • Tebal membran konstan (merubah patologis) 74 p.136 chap 9
  • 75. Contoh pada Obat Topikal KH > baik pd. : - Kulit gundul/lecet karena terbakar - Verban yang ketat - Saluran GI berubah karena borok lambung, colitis, sprue, dll - Beberapa obat mengiritasi membran sel sehingga merubah permeabilitas tempat absorpsi 75 p.136 chap 9