1. PRAKTIKUM FARMAKOLOGI
ANASTESI LOKAL
KELOMPOK 4
FARMASI B
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Angga Aditya R
Siska Hermawati
Rahmawati
Yuliana Putri A
Tri Rahmi
Dzati Illiyah I
Ratna Endah L
Venny Aryandini
Sherly Diama
(201210410311180)
(201210410311184)
(201210410311185)
(201210410311186)
(201210410311187)
(201210410311188)
(201210410311192)
(201210410311189)
(201210410311190)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
2013
2. ANASTESI LOKAL
Tujuan :
1. Memahami farmakokinetik obat anastesi lokal yang diberikan secara topikal pada
mukosa mata.
2. Membandingkan efek farmakologis anestesi lokal tanpa adrenalin dengan anestesi
lokal + adrenalin
Dasar Teori :
Anastesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunanian- “tidak, tanpa” dan aesthētos,
“persepsi, kemampuan untuk merasa”), secara umum berarti suatu tindakan yang
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang
menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anastesi digunakan pertama kali oleh Oliver
Wendel Holmes Sr pada tahun 1846
Anastesi lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara
lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Kerja ini dapat digunakan secara klinis untuk
mengurangi rasa sakit dari atau impuls vasokonstriktor simpati menuju daerah tubuh tertentu.
Anestesi lokal merupakan penetrasi kedalam akson dalam bentuk basa larut lemak
yang bebas. Didalam akson berbentuk molekul berproton, yang kemudian memasuki dan
menyumbat kanal Na+ setelah terikat pada‟reseptor‟ (residu dari heliks transmembran S6)
dengan demikian, anestetik lokal kuaterner (berproton lengkap) hanya bekerja bila disuntikan
ke dalam akson saraf. Obat yang tidak bermuatan (misalnya benzokain) larut dalam membran
tetapi kanal di blok dengan hukum all-or-none (semua atau tidak sama sekali). Jadi, pada
prinsipnya molekul-molekul yang terionisasi dan tidak terionisasi bekerja dengan cara yang
sama (yaitu terikata pada reseptor di kanal Na+). Hal ini memblok kanal kebanyak dengan
mencegah terbukanya gerbang h ( yaitu dengan meningkatkan inaktivasi). Kadang-kadang
begitu banyak kanal terinaktivasi sehingga jumlahnya berada dibawah jumlah minimal yang
diperlukan agar depolarisasi mencapa ambang batas, dan karena aksi tidak dapat
dibangkitkan maka terjadi blok saraf. Anestetik lokal bersifat „tergantung pemakaian (use
dependent)‟ (artinya derajat blok proposional terhadap stimulasi saraf). Hal ini menunjukkan
bahwa makin banyak molekul obat ( dalam bentuk terprotonisasi) memasuki kanal Na+
ketika kanal-kanal terbuka dan menyebabkan lebih banyak terinaktivasi.
Dalam praktikum ini digunakan anastetik lokal Tetrakain (pontokain).
1. Pontokain
Suatu ester amino kerja panjang, secara signifikan lebih poten dan mempunyai durasi
kerja lebih panjang daripada prokain. Toksisitas sistemik tetrakain lebih tinggi karena
tetrakain dimetabolisme lebih lambat daripada anastetik local jenis ester lain yang umum
3. digunakan. Obat ini banyak digunakan pada anastesi spinal ketika durasi yang panjang
diperlukan. Tetrakain juga ditambahkan pada beberapa sediaan anastesi topical. Tetrakain
jarang digunakan pada blockade syaraf perifer karena sering diperlukan dosis yang besar,
onset yang lambat, dan berpotensi menimbulkan toksisitas.
Anastetik local yang utama digunakan untuk anastesi membrane mukosa dan kulit.
Beberapa anastetik bersifat terlalu mengiritasi atau tidak efektif jika diaplikasikan pada
mata, akan tetapi anastetik bermanfaaat jika digunakan sebagai senyawa anastetik topical
pada kulit dan atau membrane mukosa. Sediaan ini efektif untuk meredakan gejala
pruritus pada anus dan alat kelamin, ruam akibat tanaman poison ivy, serta berbagai
dermatose akut dan kronis lain. Anastesi local ini terkadang dikombinasi dengan
glukokortikoid atau antihistamin dan tersedia pada sejumlah formula paten.
2. Adrenalin (Epinefrin)
Epinefrin merupakan suatu stimulasi yang poten pada reseptor α- dan βadrenergik, sehinggan efeknya terhadap organ target bersifat komplek. Epinefrin
dihasilkan oleh kelenjar adrenal dan merupakan suatu hormon saraf simpatis.
Epinefrin bekerja pada semua reseptor adrenergik α1, β1, α2, dan β2. Epinefrin
merupakan salah satu obat vasopresor paling poten yang di kenal. Pada pemberian
oralepinefrin tidak mencapai dosis terapi karena sebagian besar di rusak oleh enzim
COMT dan MAO yang banyak terdapat pada dinding usus dan hati. Pada penyuntikan
Sk, absorspi lambat karena vasokontriksi lokal, dapat di percepat dengan memijat
tempat suntikan. Absorpsi yang lebihcepat terjadi dengan penyuntikan IM. Epinefrin
stabil dalam darah. Pada orang normal, jumlah Epi yang utuh hanya dalam urin
sedikit. Pada pasien feokromositoma, urin mengandung Epi dan NE utuh dalam
jumlah besar. Manfaat epinefrin dalam klinik berdasarkan efeknya terhadap pembuluh
darah, jantung, dan otot polos bronkus. Penggunaannya adalah untuk mengatasi
dengan cepat reaksi hipersensitivitas termasuk anafilaksisterhadap obat dan alergen
lainnya. Epinefrin juga digunakan untuk memperpanjang masa kerja anestesi lokal.
Anastesi topikal adalah obat bius lokal yang digunakan untuk mematikan
permukaan bagian tubuh. Anastesi topikal ini dapat digunakan sebagai pemati rasa
untuk area kulit serta depan bola mata, bagian dalam hidung, telinga atau
tenggorokan, dalam anus dan daerah genital.
Alat dan Bahan
-
Pipet
Kapas
Senter
Penggaris
- Gunting
- Lidokain
- Lidokain + Adrenalin
- Kelinci
Prosedur Kerja
1. Potong bulu mata kelinci sependek mungkin
2. Untuk tindakan kontrol, lakukan pengamatan awal pada :
4. -
Besarnya pupil
Reflek terhadap cahaya
Reflek kornea / konjungtiva
Keadaan pembuluh darah konjungtiva
Lakrimasi, iritasi
(dilakukan berturut-turut setiap 5 menit sebanyak 3 kali )
3. Teteskan obat pada mata kanan ( lidokain) dan mata kiri (lidokain + adrenalin )
4. Lakukan prosedur pengamatan :
- Reflek kornea : (+) = reflek menutupnya palpebra oleh usapan kapas
(-)= tidak ada reflek
- Reflek cahaya : (+) = mengecilnya pupil
(-) = tidak ada reflek
- Pembuluh darah : N = normal merah
P = pucat
- Iritasi : (+) =ada iritasi ditandai dengan pengeluaran air mata
(-) = tidak ada iritasi
Hasil Pengamatan
Tabel Pengamatan
Lebar
(mm)
Kontrol
5 menit
10 menit
15 menit
Pentokain
5 menit
10 menit
15 menit
20 menit
25 menit
30 menit
Lidokain
adrenalin
5 menit
10 menit
15 menit
20 menit
25 menit
30 menit
pupil Cahaya
Pembuluh
darah
iritasi
kornea
6
5
5
-
N
N
N
-
+
+
+
3
4
3
3
5
5
+
+
+
+
+
+
N
N
N
N
N
N
-
+
+
+
+
+
+
5
4
3
5
4
3
+
+
+
+
+
+
P
P
P
P
P
P
+
+
-
+
+
+
+
+
+
+
5. PEMBAHASAN
A. ABSORBSI
Absorbsi sistemik suntikan anastesi lokal dari tempat suntikan dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain dosis, tempat suntikan, ikatan obat- jaringan, adanya bahan
vasokonstriktor dan sifat fisikokimia obat. Aplikasi anastesi lokal pada daerah yang kaya
vaskularisasinya seperti mukosa trakea menyebabkan penyerapan obat yang sangat cepat dan kadar
obat dalam darah yang lebih tinggi dibandingkan tempat yang perfusinya jelek seperti tendon. Untuk
anatesi regional yang menghambat saraf yang besar kadar darah maksimum anastesi local menurun
sesuai dengan tempat pemberian yaitu: interkostal (tertinggi) > caudal > epidural > pleksus brachialis
> saraf ischiadicus (terendah). Bahan vasokontriktor seperti epinefrin mengurangi penyerapan
sistemik anastesi lokal dari tempat tumpukan obat dengan mengurangi aliran darah di
daerah ini. Keadaan ini menjadi nyata terhadap obat yang masa kerjanya singkat atau lemah seperti
prokain, lidokain, dan mepivakain (tidak untuk prilokain). Ambilan obat oleh saraf diduga diperkuat
oleh kadar obat local yang tinggi dan efek toksik sistemik obat akan berkurang karena kadar obat
yang masuk dalam darah hanya sepertiganya saja. Kombinasi pengurangan penyerapan sistemik dan
peningkatan ambilan saraf inilah yang memungkinkan perpanjangan efek anastesi local sampai 50%.
Vasokonstriktor kurang efektif dalam memperpanjang sifat anastesi obat yang mudah larut dalam
lipid dan bekerja lama (bupivakain, etidokain) mungkin karena molekulnya sangat terikat dalam
jaringan. Selain itu katekolamin mungkin mempengaruhi fungsi neuronal antara lain
meningkatkan analgesia terutama pada medulla spinalis.(Katzung, 1997)
B. DISTRIBUSI
Distribusi obat adalah proses suatu obat yang secara refersible meninggalkan aliran darah
dan masuk ke interstisium (cairan ekstra sel) dan / atau ke sel sel jaringan. Pengiriman obat dari
plasma ke interstisium terutama tergantung pada aliran darah, permeabilitas kapiler, derajat ikatan
obat tersebut dengan protein plasma atau jaringan, dan hidrofobisitas dari obat tersebut.
Distribusi obat ada 3 cara yaitu
1. Aliran darah
2. Permeabilitas kapiler
3. Pengikatan obat-obat pada protein
Anastesi local amida disebar meluasa dalam tubuh setelah pemberian bolus intravena. Bukti
menunjukkan bahwa penyimpanan obat mungkin terjadi dalam jaringan lemak setelah fase distribusi
awal yang cepat yang mungkin menandakan ambilan kedalam organ yang perfusinya tinggi seperti
otak, hati,ginjal dan jantung, diikuti oleh fase distribusi lambat yang terjadi karena ambilan dari
jaringan yang perfusinya sedang seperti otot dan usus. Karena waktu paruh plasma yang sangat
singkat dari obat tipe ester, maka distribusinya tidak diketahui. (Katzung, 1997)
Faktor yang mempengaruhi distribusi obat :
1. Permeabilitas membran
2. Pengikatan protein plasma
3. Depot penyimpanan
6. C. METABOLISME DAN EKSKRESI
Anastesi lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit yang mudah larut dalam air
dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karenaanastesi lokal yang bentuknya tak
bermuatan mudah berdifusi melalui lipid, makasedikit atau tidak ada sama sekali bentuk
netralnya yang diekskresikan.Pengasaman urin akan meningkatkan ionisasi basa tersier menjadi
bentukbermuatan yang mudah larut dalam air, sehingga mudah diekskresikan karenabentuk ini tidak
mudah diserap kembali oleh tubulus ginjal. (Katzung, 1997)Tipe ester anastesi lokal dihidrolisis
sangat cepat di dalam darah olehbutirilkolinesterase (Pseudocolinesterase). Oleh karena itu,
obat ini khas sekalimempunyai waktu paruh yang sangat singkat, kurang dari 1 menit
untuk prokaindan kloroprokain. (Katzung, 1997)Ikatan amida dari anastesi lokal amida
dihidrolisis oleh enzim mikrosomalhati. Kecepatan metabolisme senyawa amida didalam hati ini
bervariasi bagisetiap individu, perkiraan urutannya adalah prilokain (tercepat) > etidokkain >lidokain
> mepivakain > bupivakain (terlambat). Akibatnya, toksisitas darianestesi lokal tipe amida ini akan
meningkat pada pasien dengan gangguanfungsi hati. Penurunan pembersihan anestesi lokal oleh hati
ini harus diantisipasidengan menurunkan aliran darah ke hati. Sebagai contoh, pembersihan
lidokainoleh hati pada binatang yang dianestesi dengan halotan lebih lambat daripengukuran binatang
yang diberi nitrogen oksida dan kurare. Penurunan pembersihan ini berhubungan dengan penurunan
aliran darah ke dalam hati danpenekanan mikrosom hati karena halotan. Propanolol dapat
memperpanjangwaktu paruh anestesi lokal amida. (Katzung, 1997)
Efek Farmakologis anestesi lokal tanpa adrenalin (pontokain) dengan anestesi lokal lidokain
+ adrenalin
Tetrakain adalah suatu ester amino kerja panjang, secara signifikan lebih poten dan
mempunyai durasi kerja lebih panjang daripada prokain. Toksisitas sistemik tetrakain
lebih tinggi karena tetrakain dimetabolisme lebih lambat daripada anastetik local jenis
ester lain yang umum digunakan. Obat ini banyak digunakan pada anastesi spinal ketika
durasi yang panjang diperlukan. Tetrakain juga ditambahkan pada beberapa sediaan
anastesi topical. Tetrakain jarang digunakan pada blockade syaraf perifer karena sering
diperlukan dosis yang besar, onset yang lambat, dan berpotensi menimbulkan toksisitas.
Anastetik local yang utama digunakan untuk anastesi membrane mukosa dan kulit.
Beberapa anastetik bersifat terlalu mengiritasi atau tidak efektif jika diaplikasikan pada
mata, akan tetapi anastetik bermanfaaat jika digunakan sebagai senyawa anastetik topical
pada kulit dan atau membrane mukosa. Sediaan ini efektif untuk meredakan gejala
pruritus pada anus dan alat kelamin, ruam akibat tanaman poison ivy, serta berbagai
dermatose akut dan kronis lain. Anastesi local ini terkadang dikombinasi dengan
glukokortikoid atau antihistamin dan tersedia pada sejumlah formula paten.
Lidokain menghasilkan anastesia yang lebih cepat, bertahan lebih lama, dan bertahan
lebih kuat daripada prokain pada konsentrasi yang sama. Lidokain merupakan pilihan
alternatif pada individu yang sensitif terhadap anestetik lokal jenis ester. Lidokain
7. diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian parenteral dan dari saluran GI dan saluran
nafas. Lidokain berguna pada hampir setiap aplikasi yang memerlukan anastetik lokal
berdurasi sedang. Lidokain juga digunakan sebagai senyawa anti aritmia.
Lidokain + adrenalin akan mengurangi toksisitas sistemik dan meningkatkan masa kerja
obat.
8. EFEK FARMAKOLOGIS ANASTESI LOKAL TANPA ADRENALIN DENGAN
ANASTESI LOKAL + ADRENALIN
Senyawa
Ester
Cocaine
Potensi
pKa
System kerja
Medium
Procaine
(Novacain)
1
8,9
Singkat
Tetracaine
(pontocaine)
Benzocaine
16
8,5
Panjang
7,9
Medium
2
Masa kerja
Vasokonstruksi
kerja
lama
anastesi permukaan
Kerja singkat dengan adrenalin,
daya kerja panjang
Hanya
untuk
topikal
Amide
Lidocaine
4
Mepivacaine
2
Bupivacaine
16
Prilokaine
3
Medium
8,1
Panjang
Medium
Efek samping
Toksisitas tinggi
mati jaringan
Hipertensi reaksi
alergi
sediaan
kombinasi
10 kali lebih kuat dari prokain, Lebih toksik
kerja cepat berlangsung lama
Anatesi permukaan
Reabsorbsi lambat,
timbulnya
sensibilitas
Anastesi permukaan dan infiltrasi.
Tidak berakibat hipertensi, khasiat
kuat, cepat kerjanya, bertahan
lama
Mulai kerja dan kekuatannya
mirip
lidokaine,
digunakan
sebagai anastesi infiltrasi jenis
anastesi parenteral lainnya
Bersifat long acting, anastesi
daerah luas, dapat digunakan saat
kehamilan
Mulai kerja dan kekuatannya
seperti
lidokaine.
Anastesi
permukaan dan secara parenteral
dengan atau tanpa adrenalin
Overdose
akan
berpengaruh pada
SSP.
Tidak berkhasiat
vasodilatasi
Kardiotoksik
Vasodilatasi
rendah, toksisitas
rendah,
methaglobinemia,
sianosis
REFLEK LEBAR PUPIL :
Pada saat diberikan pontocain, lebar pupil sama pada saat control dan memberikan efek pada
menit ke 5 serta bekerja selama 5 menit.
Pada saat diberikan lidokain+adrenalin lebar pupil sama pada saat control dan memberikan
efek pada menit ke 5 serta bekerja selama 15 menit,hal ini menunjukkan bahwa kerja
pontocain menghambat absorbsi sehingga dapat bertahan lebih lama dibandingkan
lidokain+adrenalin.
9. REFLEK CAHAYA
:
Pada pengamatan reflek cahaya, prosedur pertama setelah mata di tetesi pantokain dan
pantokain + adrenalin yang dilakukan adalah mengukur lebar pupil sebelum
dilewatkan cahaya, setelah itu mata dilewatkan cahaya dan pupil diukur kembali.
Sebelum dilewatkan cahaya :
Pantokain => pada menit ke-5 pupil mengecil menjadi 3 mm dan pada menit
ke-25 kembali ke normal.
Pantokain + adrenalin => pada menit ke-5 tidak terjadi perubahan,
kemudianmenit ke 10 ukuran pupil berubah menjadi 4 mm.
Setelah dilewatkan cahaya :
Pantokain => pada menit ke-5 sampai menit ke-30 pupil mengecil.
Pantokain + adrenalin => pada menit ke-5 sampai 30 pupil tetap mengecil.
PEMBULUH DARAH
:
Dalam hasil kontrol pada hewan percobaan, keadaan pembuluh darah yang teramati terlihat
normal.
Kemudian pada mata kanan setelah ditetesi Pantokain , pembuluh darah pada menit ke-5
sampai menit ke-30 pembuluh darah tetap normal. sehingga obat yang diberikan tidak
memberikan efek.
Kemudian pada mata kiri ditetesi pantocaine + adrenalin, keadaan pembuluh darah pada
menit ke-5 sampai menit ke-30 terlihat pucat. Sehingga efek yang diberikan oleh obat
tersebut terjadi sangat lama
REFLEK IRITASI :
Pantokain => mula kerja = menit ke-5 sampai 30 tidak ada menunjukkam iritasi atau
mengeluarkan air mata.
pantokain + adrenalin = menit ke-5 sampai 15 tidak menunjukkan iritasi, kemudian
pada menit ke-15 sampai menit ke-25 menimbulkan iritasi, kemudian sampai kemenit
30 tidak menimbulkan iritasi.
REFLEK KORNEA :
Pada reflek kornea, setelah diberikan obat pontocain pada menit ke-5 obat tidak memberikan
efek sampa menit ke-30. Pada reflek Pontocain+ adrenalin, obat tidak memberikan efek
sampai menit ke-30.
10. Kesimpulan dan Saran
Adrenalin bekerja untuk memperpanjang efek obat. Pada praktikum kali ini,
farmakokinetik obat anastesi lokal yang diberikan secara topikal pada mukosa mata
melalui 4 tahapan yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Absorbsi
sistemik suntikan anastesi lokal dari tempat suntikan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain dosis, tempat suntikan, ikatan obat- jaringan, adanya bahan vasokonstriktor dan
sifat fisikokimia obat. Aplikasi anastesi lokal pada daerah yang kaya vaskularisasinya seperti
mukosa trakea menyebabkan penyerapan obat yang sangat cepat dan kadar obat dalam darah yang
lebih tinggi dibandingkan tempat yang perfusinya jelek seperti tendon. Distribusi obat ada 3 cara yaitu
Aliran darah, Permeabilitas kapiler, Pengikatan obat-obat pada protein. Untuk metabolisme dan
ekskresi, Anastesi lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit yang mudah larut dalam air
dan kemudian diekskresikan ke dalam urin
Efek Farmakologis anestesi lokal tanpa adrenalin (pontokain) dengan anestesi lokal
lidokain + adrenalin
Toksisitas sistemik tetrakain lebih tinggi karena tetrakain dimetabolisme lebih lambat
daripada anastetik local jenis ester lain yang umum digunakan. Obat ini banyak
digunakan pada anastesi spinal ketika durasi yang panjang diperlukan. Tetrakain juga
ditambahkan pada beberapa sediaan anastesi topical. Tetrakain jarang digunakan pada
blockade syaraf perifer karena sering diperlukan dosis yang besar, onset yang lambat,
dan berpotensi menimbulkan toksisitas.
Dari percobaan terjadi perbedaan hasil, karena :
a. Kondisi hewan uji yang berbeda, sehingga mempengaruhi pengamatan reaksi obat
b. Waktu pengamatan tidak konstan sehingga hasil yang diperoleh tidak maksimal
c. Kesalahan kerja pada saat praktikum
11. Daftar Pustaka
Farmakologi dan Terapi Edisi 5
Neal, M.J. At a Glance Farmakologi Medis; Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta. 2006. Hal 12-13
Goodman & Gilman, Manual Farmakologi dan Terapi, Jakarta : EGC. 2011.
M.D Olson, James. Bacaan Mudah Farmakologi. Jakarta: EGC, 2003