MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE PADA MATA PELAJARAN IPA DENGAN TOPIK ORGAN PEREDARAN DARAH PADA MANUSIA KELAS V SEMESTER I SD NEGERI 17 KATOBU.
MODEL TRANSPORTASI METODE VOGEL APPROXIMATIONAM.pptx
Makalah kompetensi detal
1. BAB I
PENDAHULUAN
ii
1.1 Latar Belakang
Anestesi Umum adalah obat yang dapat menimbulkan anestesia atau narkosa. Yakni suatu
keadaan depresi umum dari berbagai pusat di SSP yang bersifat reversibel, dimana seluruh
perasaan dan kesadaran ditiadakan sehingga lebih mirip dengan keadaan pinsan.
Anestesi Lokal atau zat penghilang rasa setempat yaitu obat yang pada penggunaan lokal
merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke SSP dan dengan demikian
menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal gatal, rasa panas atau dingin.
Anestesi lokal didefinisikan sebagai kehilangan sensasi pada area tertentu yang dipersarafi
oleh nervus tertentu pada tubuh akibat depresi eksitasi pada serabut saraf maupun akibat
inhibisi pada proses konduksi nervus perifer. (Malamed, S. F, 1.3)
Sedangkan Anestesiologi didefinisikan sebagai ilmu yang mendasar usaha dalam hal- hal
pemberian anestesi dan analgesic serta menjaga keselamatan penderita yang mengalami
pembedahan atau tindakan, melakukan tindakan resusitasi pada penderita gawat, mengelola
unit perawatan intensif, memberi pelayanan terapi, penanggulangan nyeri menahun bersama
cabang ilmu kedokteran lainnya dan dengan peran serta masyarakat secara aktif mengelola
kedokteran gawat darurat.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui anastesi lokal
2. Melaksanakan persiapan pelaksanaan pasien
3. pelaksanaan pencabutan gigi
2. BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Ilmu Anestesi
16 Oktober 1846 dicatat sebagai revolusi dalam bidang pengobatan. William T.G Morton
menyediakan anestesi kepada pasien bernama Edward G. A., menggunakan dietil eter untuk
pertama kali pada operasi pengangkatan lesi vaskuler pada leher Edward. Nyeri yang diderita
pada pasien ini tidak dirasakannya. 16 Oktober 1846, tanggal penting tentang sejarah
pengobatan tetapi juga penting terhadap penyediaan anestesi. Hal itu adalah pengukuhan dari
yang ahli untuk teknik pengurangan rasa sakit. Diruang operasi, di medan perang, kamar
bersalin, dan klinik-klinik, pasien-pasien mendapat keuntungan dari team anestesi yang
mengikuti jejak para pendahulunya. Sebuah perusahaan mengerti aspek bersejarah dari
pembangunan teknik dan teknologi dari anestesi dan sebuah penghargaan kepada segala
kepribadiaan yang mendalam atau ilmu anestesiologi, dimana praktek untuk menguragi rasa
sakit adalah lebih dari suatu skill namun itu merupakan suatu seni.
2.2 Definisi Anestesi Lokal
Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi di bagian tubuh
tertentu. Hal ini memungkinkan pasien untuk menjalani prosedur pembedahan dan gigi tanpa
rasa sakit yang mengganggu.
Ada kalangan medis yang membatasi istilah anestesi lokal hanya untuk pembiusan di bagian
kecil tubuh seperti gigi atau area kulit. Mereka menggunakan istilah anestesi regional untuk
pembiusan bagian yang lebih besar dari tubuh seperti kaki atau lengan. Namun, banyak juga
yang menyebut anestesi lokal untuk anestesi apa pun selain yang menimbulkan
ketidaksadaran umum (anestesi umum).
Tehnik :
1. Topikal ( Anestesi permukaan )
2. Infiltrasi lokal
3. Field Block ( Anestesi / lapaangan )
4. Nerve Block ( Block Syaraf )
5. Spinal Block ( LCS )
6. Epidural Block
7. Intravenous local anestesi
Obat – obat anestesi lokal :
1. Potensi rendah, lama kerja pendek
Ex : Procain, chloroprocain
2. Potensi sedang, lama kerja sedang
ii
3. Ex : Lidocain, Mopivacain, prilokain
3. Potensi kuat, lama kerja panjang
Ex : Bupivacain , Tetracain
Golongan obat anestesi lokal :
1. Golongan eter ( -COOC – )
Kokain, Benzokain, Ametocaine, Prokain ( Novokain), Tetrakain ( Pentokain ), Chloropocain
( Nesakain )
2. Golongan Amida ( – NHCO – )
Lidocain, Mepivacain, Prilocain, Bupivacain, Etidokain, Dibukain, ropivakain,
levobupivacain
Sebelum dilakuan sungkup atau intubasi ada : Induksi :
- Inhalasi
- Parenteral ( IV & IM )
Selama operasi harus ada pemantauan ( Tanda – tanda vital : yaitu : Tensi, suhu, respirasi,
nadi ). Tujuannya adalah untuk mengurangi terjadinya komplikasi anestesi operasi.
Setelah operasi dilakukan :
Ekstubasi :
RR ( Recovery Room ) Bisa terjadi komplikasi juga. EX : Muntah, tensi tinggi, dll
Di RR : Setelah 2 jam atau kurang dihitung ALDRENE SCORE ( Sadar, tensi stabil, nafas
lagi )
Jika ALDRENE SCORE :
ii
- > 8 Masuk ruang perawatan
- < 7 ICU
Indikasi pasien masuk ICU :
1. Gagal nafas
2. Gagal jantung
3. Koma
4. Post operasi besar
5. Post cardiac arrest
Selain itu pasien dari :
1. UGD ( Pasien karena trauma kapitis, stroke )
2. Ruang perawatan
Pasien masuk ICU diharapkan = harapan hidupnya lebih besar
Perioperatif :
1. Therapi cairan :
- Maintenance ( Pemeliharaan )
- Resusitasi ( Pasien shock, perdarahan )
Normal cairan didalam tubuh : 60 – 70 % BB/TBW ( Total body water )
4. ii
2. Therapi darah :
Faktor yang mempengaruhi dosis obat :
1. Usia
2. Suhu
3. Emosi
4. Penyakit
Obat Premedikasi :
1. Golongan antikolinergik
- Atropin
- Scopolamin ( Hyoscine )
- Glycopyrolat
2. Golongan hipnotik – sedative
- barbiturat : Phenobarbital ( Luminal )
- Benzodizepine , diazepam
3. Golongan Analgetik narkotik
- Morphin
- Petidin
4. Golongan Transquilizer ( Anti Histamin )
- Phenotiazine : Phenergen
- Chlorpomazine : Largactil
5. Golongan Nevroleptik
- Deperidol
- Dehydrobenzoperidol
2.3 Persiapan Anestesi
Sebelum dilakukan pemberian anestesi lokal, operator harus mempertimbangkan resiko yang
dapat terjadi pada pasien. Hal ini disebabkan oleh efek depresan yang merupakan salah satu
efek dari obat- obatan anestesi lokal. Selain itu, obat- obatan anestesi lokal pun memiliki efek
samping lain berupa bronkospasm yang sering kali menyebabkan hiperventilasi maupun
vasodepressor sinkop. Oleh karena itu, keadaan umum pasien perlu dievaluasi sebelum
melakukan tindakan anestesi.Evaluasi Praanestesi dilakukan melalui anamnesis serta evaluasi
kondisi fisik pasien. Dalam anamnesis, pasien ditanyakan tentang riwayat penyakit yang
pernah atau sedang diderita, obat- obatan yang sedang dikonsumi, riwayat alergi, dan juga
beberapa keluhan- keluhan yang mungkin dialami oleh pasien. Dalam evaluasi praanestesi ini
pula ditanyakan tentang ketakutan pasien sebelum dilakukan anestesi sehingga keadaan
psikologis pasien dapat pula dievaluasi.
5. Penyakit- penyakit yang umumnya ditanyakan kepada pasien dalam evaluasi praanestesi
adalah kelainan jantung, hipotensi, diabetes, gagal ginjal, penyakit liver, alergi terhadap obat,
hipertensi, rematik, asma, anemia, epilepsy, serta kelainan darah.
Pemeriksaan fisik praanestesi yang perlu dilakukan adalah inspeksi visual untuk
mengobservasi adanya kelainan pada postur tubuh pasien, gerakan tubuh, bicara, dan
sebagainya; evaluasi tanda vital; serta status kesehatan fisik menurut ASA.
2.4 Komplikasi Anestesi Lokal
Pada pemberian anestesi lokal, terdapat komplikasi yang mungkin saja terjadi. Komplikasi
yang disebabkan pemberian anestesi lokal dibagi menjadi dua, komplikasi lokal, dan
komplikasi sistemik. Komplikasi lokal merupakan komplikasi yang terjadi pada sekitar area
injeksi, sedangkan komplikasi sistemik merupakan komplikasi yang melibatkan respon
sistemik tubuh terhadap pemberian anestesi lokal.
2.5. Komplikasi Lokal
a. Jarum Patah
Penyebab utama jarum patah adalah kondisi jarum yang fatig akibat dibengkokkan. Jarum
patah dapat pula disebabkan oleh kesalahan teknik saat administrasi, kelainan anatomi pasien,
serta jarum yang disterilkan berulang. Apabila kondisi ini terjadi, pasien diinstruksikan untuk
tidak bergerak dan tangan operator jangan dilepaskan dari mulut pasien dan pasang bite block
bila perlu. Jika patahan dapat terlihat, patahan dapat dicoba diambil dengan arteri klem kecil.
Namun, apabila jarum tidak terlihat, insisi dan probing tidak boleh dilakukan dan segera
konsultasikan ke spesialis bedah mulut untuk diambil secara surgical.
b. Rasa sakit
Rasa sakit saat administrasi anestesi lokal disebabkan oleh penggunaan jarum yang tumpul,
pengeluaran anestetikum dengan terlalu cepat, serta tidak menguasai teknik anestesi lokal.
Hal ini dapat dicegah dengan menggunakan anestesi topikal sebelum insersi jarum dan
mengeluarkan anestetikum secara perlahan, serta anestetikum yang digunakan lebih baik jika
suhunya sama dengan suhu tubuh.
c. Parestesi atau Anestesi Berkepanjangan
Parestesi atau anestesi yang berkepanjangan dapat terjadi akibat trauma saraf, anestetikum
bercampur alkohol, serta adanya perdarahan pada sekitar saraf. Parestesi berkepanjangan
dapat menyebabkan trauma pada bibir yang tergigit dan apabila mengenai N. Lingualis dapat
menyebabkan mati rasa kecap. Sebagai upaya pencegahan, operator harus berhati- hati saat
administrasi dan menggunakan spuit sekali pakai sehingga tidak perlu mensterilkan dengan
larutan alkohol. Penanggulangan parestesi yang berkepanjangan dapat dilakukan dengan
penjelasan pada pasien bahwa hal tersebut akan terjadi dalam waktu lama, control setiap dua
bulan, dan apabila berlangsung lebih dari satu tahun maka konsultasi neurologis diperlukan.
ii
6. d. Paralisis Fasial
Paralisis fasial disebabkan oleh insersi jarum yang terlalu dalam saat blok N. Alveolaris
Inferior sehingga masuk ke kelenjar parotis dan mengenai cabang saraf wajah, biasanya N.
Orbicularis oculi. Penanggulangan hal tersebut dilakukan dengan memberitahu pasien bahwa
hal tersebut akan berlangsung selama beberapa jam dan mata pasien harus dilindungi selama
refleks berkedip belum kembali.
e. Trismus
Trismus merupakan salah satu komplikasi pemberian anestesi akibat adanya trauma pada M.
Mastikatorius atau pembuluh darah pada intra temporal fossa. Trismus dapat pula disebabkan
oleh anestesi lokal yang bercampur alkohol dan berdifusi ke jaringan sehingga mengiritasi M.
Mastikatorius. Penangulangan trismus dilakukan dengan cara pemberian analgetik, kompes
air panas selama 20 menit, latihan buka tutup mulut selama 5 menit setiap 3-4 jam, dapat pula
diberikan permen karet untuk melatih gerakan lateral. Bila trismus berlanjut lebih dari 7 hari,
maka konsulkan pada spesialis bedah mulut.
f. Hematom
Hematom sering terjadi pada komplikasi blok N. Alveolaris Inferior, N. Alveolaris Superior
Posterior, dan N. Mentalis/ Insisif. Pencegahan hematom dapat dilakukan dengan mengetahui
anatomi sehingga tidak terjadi penyebaran darah ke rongga ekstravaskuler. Penggunaan
jarum pendek pada anestesi N. Alveolaris superior posterior juga dapat dilakukan sebagai
upaya meminimalisasi hematom. Penanggulangan hematom akibat administrasi anestesi lokal
adalah dengan menekan perdarahan dan jangan mengompres panas selama 4-6 jam setelah
kejadian, namun setelah satu hari dapat dikompres hangat 20 menit per jam. Kompres dingin
dapat dilakukan segera setelah terjadi hematom untuk mengurangi perdarahan dan rasa sakit.
g. Infeksi
Infeksi terjadi akibat kontaminasi jarum dan dapat menyebabkan trismus. Bila infeksi
berlanjut sampai lebih dari hari ketiga, maka antibiotik diindikasikan untuk pasien tersebut.
h. Edema
Edema disebabkan oleh trauma selama anestesi lokal, infeksi, alergi, perdarahan, dan
penyuntikan anestetikum yang terkontaminasi alkohol. Penanggulangan edema dilakukan
dengan observasi bila edema disebabkan oleh trauma injeksi atau iritasi larutan, biasanya
akan hilang 1- 3 hari tanpa terapi. Sedangkan bila lebih dari 3 hari dan disertai rasa sakit atau
disfungsi mandibula, antibiotik sebaiknya diberikan untuk pasien tersebut.
i. Trauma jaringan lunak
Pada pasien anak- anak, atau pasien dengan cacat mental, rasa baal setelah pemberian
anestesi lokal dapat menyebabkan pasien tersebut mengigit bibir maupun jaringan lunak
lainnya. Penanggulangan trauma jaringan lunak di sekitar area yang dianestesi dilakukan
dengan pemberian salep untuk mengurangi iritasi, analgesic, serta antibiotik jika diperlukan.
j. Lesi intraoral
ii
7. Lesi intraoral umumnya disebabkan oleh trauma jarum pada jaringan saat insersi.
Penanggulangan lesi ini dilakukan dengan pemberian topikal anestesi praanestesi, pemberian
obat kumur, dan pemberian antibiotik jika terjadi infeksi.
2.6 Komplikasi Sistemik
a. Reaksi psikis
Reaksi psikis yang sering terjadi sebagai komplikasi sistemik akibat pemberian anestesi lokal
adalah sinkop atau serangan vasovagal. Hal ini merupakan gangguan emosional sebelum
penyuntikan. Pada saat terjadi reaksi psikis, arteri mengalami vasodilatasi sehingga
menyebabkan volume darah ke jantung berkurang sehingga menyebabkan penurunan umpan
balik kardiak yang menyebabkan hilang kesadaran mendadak. Tanda- tanda reaksi psikis ini
adalah pucat, mual, pusing, keringat dingin, dan jika tidak ditangani cepat kesadaran akan
hilang, pupil membesar, denyut nadi lemah dan tidak teratur. Perawatan reaksi psikis ini
adalah dengan penaganan emergensi sinkop.
b. Reaksi toksik
Reaksi toksik pada administrasi anestesi lokal jarang terjadi bila penyuntikan dilakukan
sesuai dengan prosedurnya. Apabila aspirasi tidak dilakukan sebelum penyuntikan, maka
anestetikum akan masuk ke dalam intravaskuler sehingga menyebabkan overdosis. Tanda-tanda
reaksi toksik adalah terjadi konvulsi, gangguan pernafasan, dan syok.
c. Reaksi alergi
Riwayat alergi pasien harus ditanyakan praanestetikum sehingga meminimalisasi terjadinya
reaksi alergi. Reaksi alergi yang terjadi berbeda- beda dengan tingkat keparahan yang juga
berbeda. Tingkat reaksi alergi yang paling ringan adalah localized skin reaction dengan
gejala lokal eritema, edema, dan pruritus. Untuk tingkatan lesi yang lebih parah yaitu reaksi
pada kulit yang tergeneralisasi, antihistamin perlu diberikan. Pada kasus alergi yang
melibatkan traktus respiratorius, diberikan epinefrin secara intramuscular kemudian
melakukan prosedur emergensi. Tingkat reaksi alergi yang paling parah adalah syok
anafilaktik yang perlu ditangani dengan segera dengan pemberian epinefrin IM atau IV, serta
penanganan emergensi syok.
d. Virus Hepatitis/ HIV
Penyebaran kedua virus ini dapat melalui jarum suntik. Oleh karena itu, jarum suntik harus
digunakan sekali pakai sebagai upaya pencegahan.
e. Interaksi obat
Interaksi obat dapat terjadi pada pasien yang mendapat obat sistemik. Secara umum, interaksi
obat dengan anestesi lokal sangat jarang. Namun, anestesi lokal yang mengandung
noradrenalin dapt merangsang respon tekanan darah pasien yang mendapatkan antidepresan
trisiklik. Karena itu, noradrenalin tidak dianjurkan untuk dipakai.
ii
8. ii
2.7 Persiapan Pasien
Persiapan pasien dapat dilakukan mulai di ruang perawatan (bangsal), dari rumah pasien
ataupundari ruang penerimaan pasien di kamar operasi. Bergantung dengan berat ringannya
tindakan pembedahan yang akan dijalankan serta kondisi pasien.Pasien dengan operasi elektif
sebaiknya telah diperiksa dan dipersiapkan oleh petugas anestesi pada H-2 hari pelaksanaan
pembedahan. Sedangkan pasien operasi darurat, persiapannya lebihsingkat lagi. Mungkin
beberapa jam sebelum dilaksanakan pembedahan.Pasien dianamnesa tentang penyakit yang
dia derita, penyakit penyerta, penyakit herediter, pengobatan yang sedang dia jalani, riwayat
alergi, kebiasaan hidup (olahraga, merokok, minumalkohol dll). Kemudian dilakukan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (laboratoriumdan radiologi).Perlu pula
dianamnesa riwayat pembedahan, pembiusan serta komplikasi yang dialami pasien.Berapa
lama dia menjalani perawatan. Misal, pasien yang pernah menjalani operasi pengangkatan
nevus tapi pasca operasinya dirawat di ruang rawat intensif (ICU), maka petugasanestesi
harus waspada. Pasien ini memiliki masalah yang serius.
Persiapan Pembedahan Secara umum, persiapan pembedahan antara lain :
1.Pengosongan lambung : dengan cara puasa, memasang NGT.
2.Pengosongan kandung kemih.
3. Informed consent (Surat izin operasi dan anestesi).
4. Pemeriksaan fisik ulang
5. Pelepasan kosmetik, gigi palsu, lensa kontak dan asesori lainnya.
6.Premedikasi secara intramuskular ½ - 1 jam menjelang operasi atau secara intravena
jikadiberikan beberapa menit sebelum operasi.Lama puasa pada orang dewasa kira-kira 6-8
jam, anak-anak 4-6 jam, bayi 2 jam (stop ASI).Pada operasi darurat, pasien tidak puasa, maka
dilakukan pemasangan NGT untuk dekompresilambung.Persiapan operasi harus optimal dan
sempurna walaupun waktu yang tersedia amat sempit.Keberhasilan anestesi sangat ditentukan
oleh kunjungan pra anestesi.KUNJUNGAN PRA ANESTESIKunjungan (visite) pra anestesi
bertujuan
1.Mengetahui riwayat penyakit bedah dan penyakit penyerta, riwayat penyakit sekarangdan
penyakit dahulu.
2.Mengenal dan menjalin hubungan dengan pasien.
9. BAB III
PENUTUP
ii
3.1 Kesimpulan
Anestesi Umum adalah obat yang dapat menimbulkan anestesia atau narkosa. Yakni suatu
keadaan depresi umum dari berbagai pusat di SSP yang bersifat reversibel, dimana seluruh
perasaan dan kesadaran ditiadakan sehingga lebih mirip dengan keadaan pinsan.
Anestesi Lokal atau zat penghilang rasa setempat yaitu obat yang pada penggunaan lokal
merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke SSP dan dengan demikian
menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal gatal, rasa panas atau dingin.
3.2 Saran
Penggunaan Anestesi dan golongannya untuk meniadakan gangguan di SSP sangatlah
penting dan berguna. Tetapi, harus tetap berpegang teguh pada aturan dan juga sang konseler
yaitu dokter. Apabila penggunaan nya atau pun penggunaan obat secara universal ini disalah
gunakan, tentulah akibat buruk yang akan di dapat di akhri eksperimen kita sebagai orang
awam yang tak tahu apapun tentang obat dan efek sampingnya apabila penggunaannya salah.
10. DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.myspace.com/restiebongschizoprenz/blog/487522508#
2. Thomas dan Colin.1994. Anestesologi. Jakarta:Egc.
3. Said A. Latif, Ruswan Dachlan, dan Kartini. 2002. Anestesiologi. Jakarta: Fakultas
ii
Kedokteran UI
11. KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat
dan limpahan rahmatnyalah maka saya boleh menyelesaikan sebuah karya tulis dengan
tepat waktu.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul
“ DENTAL ASISTEN 1 ”
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman
bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya buat kurang tepat atau
menyinggu perasaan pembaca.
Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan
semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.
ii
Raha, Januari 2014
Penulis
12. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Tujuan .............................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Ilmu Anestesi........................................................................................ 2
2.2 Definisi Anestesi Lokal.................................................................................... 2
2.3 Persiapan Anestesi .......................................................................................... 4
2.4 Komplikasi Anestesi Lokal................................................................................. 5
2.5. Komplikasi Lokal............................................................................................ 5
2.6 Komplikasi Sistemik....................................................................................... 7
2.7 Persiapan Pasien............................................................................................... 8
BAB III PENUTUP
3.1Kesimpulan...........................................................................................................9
3.2 Saran....................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................10
ii
13. MAKALAH
DENTAL ASISTEN I
DISUSUN OLEH
WA ODE AGUSANTI
01203090
STIKES AMANAH MAKASSAR
T/A.2012 / 2013
ii