1. 1
RESUME
SENTRALISASI, DESENTRALISASI, DAN DEKONSENTRASI
DALAM PENDIDIKAN
Dosen Pengampu: Yul Alfianhadi, M.Pd
Oleh
AIDATUL FITRI
12110221
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN (STKIP) HAMZANWADI SELONG
2015
2. 2
SENTRALISASI, DESENTRALISASI DAN DEKONSENTRALISASI DALAM
PENDIDIKAN
Indonesia adalah Negara besar yang berpenduduk lebih dari 220 juta jiwa dengan
wilayah yang terdiri dari ribuan pulau dan kepulauan. Letaknya sangat strategis di antara
benua Asia dan Australia dengan iklim tropis memiliki dua musim, yaitu musim penghujan
dan musim kemarau. Indonesia kaya dengan sumber-sumber daya alam baik dalam bumi
berupa hasil-hasil pertambangan, di atas bumi tanam-tanaman sumber bahan makanan dan
industri, dan dalam laut berupa bermacam-macam biota laut.
Kondisi bangsa yang semakin terpuruk dalam berbagai dimensi kehidupan yang
ditandai dengan krisis ekonomi serta krisis multi dimensi membuat masyarakat Indonesia
tidak sanggup menangggung beban hidup yang semakin menghimpit. Berbagai persoalan
hidup bermunculan seperti kemiskinan, pengangguran, bencana alam, kriminalitas, harga
bahan pokok semakin melonjak, serta biaya pendidikan yang semakin tinggi. . Setelah
merdeka, bebas dari penjajahan, pembangunan Indonesia dimulai melalui tiga periode :
1956-1965 di bawah pemerintahan presiden Soekarno, 1967-1997 di bawah pemerintahan
orde baru Suharto, dan periode reformasi sekarang yang belum jelas hasil-hasil
pembangunannya.
Daerah-daerah mulai berani menuntut haknya, yakni otonomi daerah. Mereka
melihat bahwa sitem sentralistik yang yang selama ini dijalankan tidak berhasil membawa
Indonesia kea rah yang lebih baik. Pembangunan lebih banyak di pusat atau daerah tertentu
sedangkan daerah penghasil devisa besar justru terbelakang.
Berbagai desakan dilakukan oleh daerah termasuk mengancam keluar dari NKRI
jika tuntutan mereka tidak dipenuhi., Akhirnya UU otonomi daerah oleh pemerintah dan
DPR disepakati untuk disyahkan maka pada tahun 1999 yaituUU No 22/1999.Dengan
diberlakukannya otonomi daerah, maka wewenang untuk mengurus daerah sendiri mulai
dirancang oleh masing-masing daerah.
Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah, persoalan demi persoalan mulai
muncul. Isu sumber daya manusia yang sangat minim menjadi penyebab utama. Demikian
halnya dengan persoalan pendidikan yang mana turut menjadi wewenang daerah menjadi
3. 3
pro-kontra di masyarakat.Dalam makalah ini kami akan membahas tentang pengertian
otonomi, sentralisasi, dan desentralisasi;otonomi pendidikan, sentralisasi pendidikan, dan
desentralisasi pendidikan; pembenahan pendidikan.
A. Sentralisasi Pendidikan
Dalam kamus besar bahasa Indonesia sentralisasi adalah sen.tra.li.sa.si [n]
penyatuan segala sesuatu ke suatu tempat (daerah dsb) yg dianggap sbg pusat;
penyentralan; pemusatan: saat ini sedang diusahakan.
Jadi, Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang atas segala urusan yang
menyangkut pemerintahan kepada tingkat pusat.. Sentralisasi banyak digunakan pada
pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah. Bahkan pada zaman
kerajaan, pemerintahan kolonial, maupun di zaman kemerdekaan.Istilah sentralisasi
sendiri sering digunakan dalam kaitannya dengan kontrol terhadap kekuasaan dan lokasi
yang berpusat pada satu titik.
Sedangkan, pengertian pendidikan itu sendiri secara estimologi, berasal dari
perkataan paedagogie dari bahasa Yunani, yaitu paedagogia yang berarti pergaulan
dengan anak. Paidagogos adalah hamba atau orang yang pekerjaannya mengantar dan
mengambil budak-budak pulang pergi atau antar jemput sekolah. Perkataan
“paida” merujuk kepada kanak-kanak yang menjadikan sebab mengapa sebagian orang
cenderung mmembedakan antara pedagogi (mengajar kanak-kanak) dan andragogi
(mengajar orang dewasa).
Pendidikan bukan hanya kegiatan mentransfer ilmu, teori dan fakta-fakta akademik
semata; atau bukan sekedar urusan ujian, penetapan kriteria kelulusan serta pencetakan
ijazah semata. Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembebasan peserta didik
dari ketidaktahuan, ketidakberdayaan, ketidakbenaran, ketidakjujuran, dan dari buruknya
akhlak, hati, dan keimanan.
Oleh karena itu, pendidikan tidak boleh menjadikan manusia asing terhadap dirinya
dan asing terhadap hati nuraninya. Pendidikan tidak boleh melahirkan sikap, pemikiran,
dan perilaku semu. Pendidikan tidak boleh menjadikan manusia berada di luar dirinya.
4. 4
Sentralisasi pendidikan di Indonesia sudah terjadi sejak lama. Dimana pasca
merdekanya Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 barulah pendidikan di Indonesia
diakui secara formal, dan bersifat sentralisasi. Pendidikan yang bersifat sentralisasi di
Indonesia berlangsung sejak masa pasca kemerdekaan sampai Presiden Soeharto
Indonesia sebagai negara berkembang dengan berbagai kesamaan ciri sosial
budayanya, juga mengikuti sistem sentralistik yang telah lama dikembangkan pada
negara berkembang. Konsekuensinya penyelenggaraan pendidikan di Indonesia serba
seragam, seba keputusan dari atas, seperti kurikulum yang seragam tanpa melihat tingkat
relevansinya bai kehidupan anak dan lingkungannya.
Dalam pendidikan yang sifatnya sentralisasi akan mendekatkan peserta didik merasa
asing bagi dirinya dan hati nuraninya. Hal tersebut disebabkan karena peranan guru yang
seharusnya dilaksanakannya tetapi diambil alih oleh pusat. Misalnya mengenai penentuan
kurikulum sendiri di daerah masing-masing, tetapi dalam sentralisasi dialihkan semuanya
ke pusat untuk mengaturnya. Inilah yang menyebabkan keasingan peserta didik terhadap
dirinya.
Konsekuensi dari sentralisasi pendidikan yaitu, posisi dan peran siswa cenderung
dijadikan sebagai objek agar yang memiliki peluang untuk mengembangkan kreatifitas
dan minatnya sesuai dengan talenta yang dimilikinya. Dengan adanya sentralisasi
pendidikan telah melahirkan berbagai fenomena yang memperhatikan seperti :
a. Totaliterisme penyelenggaraan pendidikan
b. Keseragaman manajemen, sejak dalam aspek perencanaan,
pengelolaan, evaluasi, hingga model pengembangan sekolah dan
pembelajaran.
c. Keseragaman pola pembudayaan masyarakat
d. Melemahnya kebudayaan daerah
e. Kualitas manusia yang robotic, tanpa inisiatif dan kreatifitas.
Dengan demikian, sebagai dampak sistem pendidikan sentralistik, maka upaya
mewujudkan pendidikan yang dapat melahirkan sosok manusia yang memiliki kebebasan
berpikir, mampu memecahkan masalah secara mandiri, bekerja dan hidup dalam
5. 5
kelompok kreatif penuh inisiatif dan impati, memeliki keterampilan interpersonal yang
memadai sebagai bekal masyarakat menjadi sangat sulit untuk di wujudkan.
B. Desentralisasi Pendidikan
Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan
kebijakan kepada manajer atau orang-orang yang berada pada level bawah dalam suatu
struktur organisasi. Pada saat sekarang ini banyak perusahaan atau organisasi yang
memilih serta menerapkan sistem desentralisasi karena dapat memperbaiki serta
meningkatkan efektifitas dan produktifitas suatu organisasi.Tidak hanya sektor politik
praktis yang tersapu gelombang otonomi.
Fenomena desentralisasi tidak hanya berpengaruh pada biang social, ekonomi,
politik dan sebagainya, tetapi juga berpengaruh pada bidang pendidikan.
Desentralisasi di Indonesia sudah ada cukup lama, dimulai sejak tahun 1973, yaitu
sejak diterbitkannya UU Nomor 5 Tahun 1973 tentang pokok-pokok pemerintahan
daerah otonomi dan pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas
pusat dan daerah. Dan terdapat pula pada PP No. 45 tahun 1992 dan dikuatkan lagi
melalui PP Nomor8 Tahun 1995. Menurut UU Nomor 22, desentralisasi dikonsepsikan
sebagai penyerahan wewenang yang disertai tanggung jawab pemerintah oleh pemerintah
pusat kepada daerah otonom. Adapun pengertian desentralisasi pendidikan ialah suatu
pelimpahan kewenangan kepada lembaga pendidikan dalam memanage seluruh
komponen pendidikannya sendiri.
Secara sektoral, pengertian desentralisasi pendidikan adalah sistem manajemen
untuk mewujudkan pembangunan pendidikan yang menekankan kepada kebhinekaan,
dengan tidak menciutkan substansi pendidikan yang menjadi bersifat lokal dan sempit,
serta berorientasi pendidikan yang bersifat primordial yang dapat menumbuhkan
sentimen kedaerahan. Dengan kata lain, desentralisasi pendidikan diartikan sebagai
pelimpahan kekuasaan dan wewenang yang lebih luas kepada daerah untuk membuat
perencanaan dan pengambilan keputusannya sendiri dalam mengatasi permasalahan yang
dihadapi di bidang pendidikan, namun harus tetap mengacu kepada tujuan pendidikan
nasional sebagai bagian dari upaya pencapaian tujuan pembangunan nasional.
6. 6
Beberapa alasan yang mendasari terjadinya desentralisasi :
a. Mendorong terjadinya partisipasi dari bawah secara lebih luas. Mengako-
modasi terwujudnya prinsip demokrasi.
b. Mengurangi biaya akibat alur birokrasi yang panjang sehinmgga dapat
meningkatkan efisiensi.
c. Memberi peluang untuk memanfaatkan potensi daerah secara optimal.
d. Mengakomodasi kepentingan poloitik.
e. Mendorong peningkatan kualitas produk yang lebih kompetitif.
Desentralisasi pendidikan merupakan salah satu model pengelolaan pendidikan
yang menjadikan sekolah sebagai proses pengambilan keputusan dan merupakan salah
satu upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan serta sumber daya manusia termasuk
profesionalitas guru yang belakangan ini dirisaukan oleh berbagai pihak baik secara
regional maupun secara internasional. Sistem pendidikan yang selama ini dikelola dalam
suatu iklim birokratik dan sentralistik dianggap sebagai salah satu sebab yang telah
membuahkan keterpurukan dalam mutu dan keunggulan pendidikan di tanah air kita. Hal
ini beralasan, karena sistem birokrasi selalu menempatkan “kekuasaan” sebagai faktor
yang paling menentukan dalam proses pengambilan keputusan. Sekolah-sekolah saat ini
telah terkungkung oleh kekuasaan birokrasi sejak kekuasaan tingkat pusat hingga daerah
bahkan terkesan semakin buruk dalam era reformasi saat ini.
Selanjutnya desentralisasi pendidikan memberikan kesempatan kepada pemerintah
daerah maupun sekolah untuk mengambil keputusan terbaik tentang penyelenggaraan
pendidikan di daerah atau sekolah yang bersangkutan berdasarkan potensi daerah
danstakeholders sekolah. Olah karenanya, desentralisasi pendidikan disamping diakui
sebagai kebijakan politis yang berkaitan dengan pendidikan, juga merupakan kebijakan
yang berkait dengan banyak hal. Paqueo dan Lammaert menunjukkan alasan-alasan
desentralisasi penyelenggaraan pendidikan yang sangat cocok untuk kondisi Indonesia,
yaitu;
a. kemampuan daerah dalam membiaya pendidikan,
7. 7
b. peningkatan efektivitas dan efesiensi penyelenggaraan pendidikan dari masing-
masing daerah,
c. redistribusi kekuatan politik,
d. peningkatan kualitas pendidikan,
e. peningkatan inovasi dalam rangka pemuasan harapan seluruh warga negara.
C. Dekonsentrasi Pendidikan
Dekonsentrasi merupakan pelimpahan urusan pemerintahan pusat kepada pejabat-
pejabatnya di daerah, namun perencanaan dan pembiayaannya tetap menjadi tanggungan
pusat. Karena terbatasnya kemampuan pusat dan juga kurang efektif dan efisiennya bila
semua urusan pusat dilaksanakan sendiri oleh perangkatnya di daerah, maka pusat dapat
memberikan tugas pembantuan kepada daerah untuk melaksanakan urusan-urusan
tersebut.
Dalam Dokumen Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional Tahun
2005-2009, dinyatakan bahwa fungsi pembiayaan pendidikan dalam kerangka
desentralisasi dan otonomi pendidikan dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pengelolaan dan penyelenggaraan urusan pendidikan. Undang-undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menyebutkan bahwa sektor pendidikan
adalah salah satu sektor yang menjadi urusan wajib pemerintah daerah. Kementerian
Pendidikan Nasional sebagai bagian pemerintah pusat akan membantu provinsi dan
kabupaten/kota dalam pembiayaan pembangunan sektor pendidikan melalui tiga pola
pendanaan DAK, Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, sampai pemerintah daerah
mampu memenuhi kebutuhan pembiayaan pendidikan secara mandiri. Dana
dekonsentrasi Departemen Pendidikan Nasional diberikan kepada pemerintah provinsi
untuk membiayai pelaksanaan kewenangan pusat yang dijalankan oleh pemerintah
provinsi sebagai wakil pemerintah di daerah dalam rangka pengendalian dan penjaminan
mutu pendidikan, termasuk kegiatan evaluasi, akreditasi, sertifikasi dan pengembangan
kapasitas.
Makmun (2008) dalam penelitiannya mengenai penyelenggaraan dana
dekonsentrasi mengungkapkan bahwa alokasi dana dekonsentrasi yang besar bagi daerah-
daerah yang memiliki PAD yang besar, bukan karena adanya peningkatan kegiatan
8. 8
terkait dengan urusan pemerintah, tetapi karena kemampuan daerah tersebut dalam
melakukan pendekatan-pendekatan kepada pihak-pihak yang memiliki kewenangan
untuk menentukan alokasi dana dekonsentrasi di pemerintah pusat di tingkat
kementerian/lembaga terkait.