Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Laporan (Desa Bayan Belek) Wetu telu
1. Aidatul Fitri
1
KEARIFAN BUDAYA LOKAL DAN PENGARUHNYA DALAM KEGIATAN
PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR
Kearifan budaya local dewasa ini sudah mulai menipis di beberapa daerah tertentu. Hal
itu diakibatkan oleh persaingan yang sangat ketat dalam berbagai bidang kehidupan, salah satu
factor yang menyebabkan menipisnya budaya local adalah arus globalisasi dan modernisasi,
hal itu tidak diimbangi dengan kesiapan mental masyarakat sehingga dapat mengakibatkan
memudarnya sedikit demi sedikit budaya yang telah hidup dengan damai bersama nenek
moyang kita.
Padahal sebenarnya hal tersebut tidak mesti menjadi penghambat dalam
mempertahankan dan mengembangkan budaya kita, karena masih banyak suku di Indonesia
yang masih mempertahankan kebudayaan dan kearifan lokalnya. Kearifan local yang dimiliki
masing-masing etnis di Indonesia perlu dilestarikan. Karena kearifan budaya local tersebut
perlu dipetik manfaat dan fungsinya yang positif, lalu ini dijadikan sebuah pegangan hidup
dan melekat dalam pribadi kalangan anggota etnis tersebut. Kearifan budaya local yang
dilestarikan dengan baik, dan sudah mendarah daging dalam diri masyarakat dalam suatu etnis
dapat berpengaruh dalam berbagai bidang misalnya bidang ekonomi, politik, pendidikan dan
tidak menutupi kemungkinan bidang agama lah yang paling berpengaruh.
Meskipun Kearifan budaya local bernilai local, namun nilai yang dikandung di
dalamnya bersifat universal. Oleh karena itu, nilai-nilai tersebut dapat diintegrasikan dalam
pembentukan karakter siswa, secaratidak langsung siswa akan mendapatkan gambaran yang
utuh tentang dirinya. Dan merasa menjadi bagian dari kearifan local yang ajeg yang berasal
dari pendahulunya.
Seperti apa yang telah kami ketahui melalui kunjungan kami menuju Desa Bayan, di
wilayah ini terdapat mesjid kuno yang biasa dipakai untuk melaksanakan ibadah shalat. Untuk
memasuki mesjid ini tidak bisa sembarang memakai pakaian tapi harus memakai sarung dan
kemeja putih. Selain itu juga di wilayah ini masyarakat melakukan berbagai upacara adat
2. Aidatul Fitri
2
terutama dalam rangka bertani seperti upacara adat bonga padi. Masyarakat disini juga sangat
tabu melupakan leluhur karena bisa mengakibatkan terjadi bencana.
Masih bertahannya kebudayaan wetu telu hingga saat ini tidak semata-mata atas dasar
kepercayaan masyarakat terhadap warisan leluhur. Akan tetapi, masyarakat juga percaya
bahwa dengan berpegang teguh pada tradisi warisan nenek moyang maka kehidupan pun akan
berlangsung dengan baik dan jauh dari bencana. Hal ini dijelaskan oleh pemangku adat di
wilayah setempat menurut salah satu sumber. Menurutnya, persepsi masyarakat seringkali
salah dalam mengartikan kepercayaan Wetu Telu. Umumnya orang beranggapan bahwa Wetu
Telu adalah salah satu ajaran islam yang bermakna keseluruhan ibadah dalam Islam yang
disimbolkan dengan Wetu (waktu) dan Telu (tiga). Sebenarnya, Wetu Telu adalah sebuah
konsep kosmologi kepercayaan leluhur yang berarti kehidupan ini tergantung 3 jenis
reproduksi yakni beranak (manganak), bertelur (menteluk) dan berbiji (mentiuk). Ini merujuk
pada keseimbangan alam yang harus senantiasa lestari sebagai cikal bakal kehidupan yang
baik.
Masyarakat Wetu Telu juga sangat mementingkan nilai budaya dari tanah, seperti
tanah-tanah tempat bangunan suci, pemakaman keramat dan sumber air. Masyarakat wetu telu
juga menjaga hutan yang terdapat sumber air yang akan mengaliri sawah mereka atau biasa
disebut hutan Tabu. Msayarakat wetu telu percaya bahwa bila mengusik segala hal yang ada
di hutan termasuk tumbuhan dan hewan maka akan terkena kutukan. Masyarakat juga
memiliki tradisi memotong kayu dari hutan 8 tahun sekali untuk memperbaiki mesjid adat. Di
balik berbagai persepsi masyarakat umum tentang kepercayaan wetu telu, kepercayaan ini
menyimpan banyak nilai yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, dimana kehidupan
akan lebih baik dengan menjaga keseimbangan alam agar tetap lestari.
Meskipun Kearifan budaya local bernilai local, namun nilai yang dikandung di
dalamnya bersifat universal. Oleh karena itu, nilai-nilai tersebut dapat diintegrasikan dalam
pembentukan karakter siswa, secaratidak langsung siswa akan mendapatkan gambaran yang
utuh tentang dirinya. Dan merasa menjadi bagian dari kearifan local yang ajeg yang berasal
dari pendahulunya.
3. Aidatul Fitri
3
Salah satu aplikasi pemanfaatan nilai-nilai kearifan lokal yang memberi pengaruh
kepada kegiatan pembelajaran di SD yaitu kegiatan wetu telu dan kepercayaan masyarakatnya
akan tradisi nenenek moyang mereka, filosofi hidup ini menjunjung tinggi kejujuran dan
kesetian. Maka guru dalam pembelajaran harus memulai memunculkan dan
menginternalisasikan nilai - nilai kearifan lokal tersebut, sebagai pijakan dan spirit dalam
setiap mendidik siswanya. Sehingga dari pola yang demikian, guru akan menjadi seorang
fasilitator yang baik bagi internalisasi nilai-nilai kearifan lokal pada diri peserta didik yang
bersinggungan langsung dalam proses pembelajaran.
Dapat disimpulkan bahwa nilai yang terkandung dalam bingkai kearifan lokal sebuah
daerah akan menjadi senjata yang ampuh untuk membangun karakter anak bangsa, agar
memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi sekaligus mampu menjadi penjaga kelestarian
kearifan lokal tersebut melalui sikap keseharian yang berkarakter kuat.