Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Kesehatan Balita
1. Masalah Kesehatan Bayi dan Balita
Kegiatan Belajar 2
Mutu Layanan Kebidanan dan Kebijakan Kesehatan Modul 5
Semester 05
Prodi Kebidanan
Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan
Jakarta 2013
2. Grafik Kecenderungan dan Proyeksi Angka Kematian Anak Balita, Bayi dan Neonatal,
tahun 1991-2015
1 Kematian Bayi dan Balita
3. Disparitas angka kematian balita, bayi dan neonatal antarwilayah,
antar status sosial dan ekonomi masih merupakan masalah. Angka
kematian balita tertinggi di Provinsi Sulbar (96) sedangkan
terendah di DI Yogyakarta (22). Angka kematian anak pada ibu
dengan tingkat pendidikan rendah lebih tinggi daripada ibu yang
berpendidikan tinggi. Angka kematian anak pada keluarga kaya lebih
rendah jika dibandingkan pada keluarga miskin.
4. Secara keseluruhan, cakupan program imunisasi lengkap terus meningkat. Selama periode
2002-2005, cakupan beberapa program imunisasi utama - yaitu BCG, DPT3, dan hepatitis
masing-masing telah meningkat mencapai 82 persen, 88 persen, dan 72 persen. Sementara
itu, cakupan nasional imunisasi campak pada tahun 2007 mencapai 67 persen (SDKI, 2007).
2 Imunisasi
5. Terdapat 18 provinsi dengan cakupan imunisasi campak lebih rendah dari rata-rata
nasional. Provinsi dengan cakupan terendah adalah Sumatera Utara (36,6 persen), Aceh
(40,9 persen), dan Papua (49,9 persen). Sedangkan provinsi dengan cakupan tertinggi
adalah DI Yogyakarta dengan cakupan 94,8 persen. Cakupan nasional imunisasi campak
terus meningkat menjadi sebesar 74,5 persen pada tahun 2010.
6. 3 Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
adalah bayi lahir dengan berat badan 1.500 gram sampai kurang dari 2.500 gram. Paling
sedikit 17 juta BBLR lahir setiap tahunnya. BBLR merupakan penyebab terjadinya
peningkatan angka mortalitas (kematian) dan morbiditas (kesakitan) pada bayi. Penyebab
utama BBLR adalah prematuritas.
7. Risiko kematian BBLR 4 kali lebih besar
dibandingkan bayi lahir dengan berat badan
lebih dari 2.500 gram. Mengingat besarnya
risiko yang disebabkan karena BBLR, salah
upaya yang bisa dilakukan oleh bidan di
masyarakat adalah melakukan kunjungan
rumah untuk memantau keadaan bayi dan
menggalakkan pemberian air susu ibu.
9. A
Masih rendahnya cakupan imunisasi. Pengawasan program, intervensi
program berbasis fakta menuju universal coverage, perencanaan yang
terintegrasi, dan kecukupan anggaran untuk program imunisasi belum
memadai.
10. B
Belum optimalnya deteksi dini dan perawatan segera bagi balita
sakit atau Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Sekitar 35 - 60
persen anak-anak tidak memiliki akses ke layanan kesehatan yang
layak ketika sakit dan 40 persen tidak terlindung dari penyakit yang
dapat dicegah.
11. C Masih terbatasnya upaya perbaikan gizi pada anak. Intervensi gizi yang
cost-effective, layak, dan dapat diterapkan secara luas masih perlu
dikembangkan
12. D
Masih rendahnya keterlibatan keluarga dalam kesehatan anak.
Hanya sekitar 30 persen dari ibu menerapkan praktik kesehatan
yang baik. Kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) untuk
perubahan perilaku perlu terus ditingkatkan.
13. E
Masih terbatasnya akses terhadap layanan kesehatan. Masih terdapat
sekitar 20 persen kelahiran tidak memiliki akses ke layanan kesehatan
yang layak, dan kebanyakan bayi lahir di Indonesia berisiko tinggi.
14. F
Masih terbatasnya akses terhadap layanan kesehatan. Masih terdapat
sekitar 20 persen kelahiran tidak memiliki akses ke layanan kesehatan
yang layak, dan kebanyakan bayi lahir di Indonesia berisiko tinggi.