1. 1STIKes Dharma Husada Bandung
HUBUNGAN STATUS GIZI BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE
DI PUSKESMAS MELONG ASIH KOTA CIMAHI
Drs. H. Supriadi, S.Kp.,M.Kep.,Sp.Kom1
Jahidul Fikri Amrullah, M.Kep2
Irpan Nupajar, S.Kep3
123
Program studi S1 Ilmu Keperawatan STIKes Dharma Husada Bandung
Jl Terusan Jakarta No 75 Antapani bandung
ABSTRAK
Kejadian gizi buruk cukup tinggi termasuk di Indonesia dari prevalensi status gizi kurang di Jawa
Barat yaitu sebesar 9,9%. Faktor dari penyebab status gizi tersebut adalah penyakit diare yang diderita
oleh balita lebih dari 12 kali per tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengedintifikasi hubungan
status gizi balita dengan kejadian diare di Puskesmas Melong Asih Kota Cimahi. Jenis penelitian studi
korelasi dengan pendekatan cross sectional. Populasi sebanyak 116 dengan cara accidental sampling
sehingga diperoleh sampel sebanyak 90 balita. Alat bantu instrumen yang digunakan yaitu lembar
cheklis. Analisis penelitian ini menggunakan distibusi frekuensi dan uji chi square. Hasil penelitian
menunjukan status gizi berada pada kategori kurang yaitu 61,1%, kejadian diare paling banyak yaitu
68,9%. Hasil korelasi menunjukan Ξ±<0,05 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara status
gizi dengan kejadian diare pada balita (p-value 0,001 dan OR 6,06). Saran petugas puskesmas mampu
memberikan penyuluhan tentang cara bagaimana penanganan status gizi balita dengan kejadian diare,
sehingga masyarakat dapat perilaku hidup bersih dan sehat serta memberikan asupan gizi yang baik
dan seimbang pada balita.
One of the goals of SDG is to improve nutrition, with a target to cultivate The incidence of
malnutrition is quite high in Indonesia from the prevalence of malnutrition status in West Java by
9.9%. Factors of the cause of nutritional status are diarrheal diseases suffered by toddlers more than
12 times per year. This study aims to relationship nutritional status of children with the incidence of
diarrhea Melong Asih Health Center Cimahi. Types of research. approach. Population as much as
116 by accidental sampling so that the sample is obtained as much as 90 toddler. Instrument used is a
cheklis sheet. The analysis of this study used frequency distribution and chi square test. The results
showed nutritional status is in the category of less that is 61.1%, the incidence of diarrhea at most
that is 68.9%. The correlation result shows Ξ± <0,05 meaning there is a significant correlation
between nutritional status with diarrhea insidents in toddlers (p-value 0,001 and OR 6,06).
Suggestion officer of puskesmas able to give counseling about how handling of nutritional status of
toldder with diarrhea incident, so that society can behavior clean and healthy life and give good and
balanced nutrition intake in toddler.
Kata Kunci : Balita, Diare, Status Gizi
2. 56STIKes Dharma Husada Bandung
PENDAHULUAN
Konsep Sustainable Depelopment Goals
(SDGs) melanjutkan konsep pembangunan
Millenium Development Goals (MD Gs)
dimana konsep itu sudah berakhir pada tahun
2015. Jadi, kerangka pembangunan yang
berkaitan dengan perubahan situasi dunia yang
semula menggunakan konsep MGDs sekarang
diganti SDGs. Tujuan SDGs Ada banyak
tujuan dari konsep SDGs. Namun ada tiga
tujuan yang dirangkum dari materi yang
disampaikan Menteri Sosial Republik
Indonesia (RI) Khofifah Indar Parawansa.
Pertama, SDGs diharapkan bisa mengakhiri
segala bentuk kemiskinan di semua negara
manapun. Kedua, SDGs bertujuan mengakhiri
segala bentuk kelaparan, mencapai ketahanan
pangan dan meningkatkan gizi dan mendorong
pertanian secara berkelanjutan. Ketiga, target
SDGs adalah menjamin adanya kehidupan
yang sehat, serta mendorong kesejahteraan
untuk semua orang di dunia pada semua usia
Salah satu langkah dalam pencapaian target
SDGs adalah menurunkan kematian balita
menjadi 2/3 bagian dari tahun 2016 sampai
pada 2030. Berdasarkan Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan
Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun
diketahui bahwa diare masih menjadi
penyebab utama kematian balita di Indonesia.
Program keluarga sehat merupakan program
terkini dalam upaya mencapai Indonesia sehat,
diharapkan mulai dari tahun 2016. Keluarga
sehat dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi
atau keadaan sejahtera baik dari segi fisik,
mental dan sosial yang memungkinkan sebuah
keluarga yang utuh agar dapat hidup normal
secara sosial dan ekonomi. Dalam keluarga
terjadi banyak instruksi antara orang tua-
balita, adik-kakak, dan suami istri yang
masing-masing hubungan tersebut memiliki
karakteristik dan kepribadian individual
sebagai faktor pembangun keluarga tersebut.
Di negara-negara berkembang angka kejadian
gizi buruk masih cukup tinggi termasuk di
Indonesia. Prevelensi gizi buruk dari tahun
2010 hingga 2014 di Indonesia antara 1,2%-
1,04%. Data tahun 2015 memperlihatkan
setatus gizi buruk pada balita berdasarkan
berat badan per umur adalah 4,9% dari total
jumlah penduduk balita di Indonesia, status
gizi kurang 13,0%, gizi baik 76,2%, gizi lebih
5,8%. Provinsi jawa barat merupakan salah
satu provinsi yang tertinggi adanya status gizi
di bawah normal pada balita dengan jumlah
kasus 3,1% untuk setatus gizi buruk dan status
gizi kurang 9,9% (profil dinas kesehatan
Indonesia 2015). Data tersebut membuktikan
terjadi peningkatan jumlah balita gizi buruk
dari tahun ke tahun, hal ini menunjukan
pemenuhan gizi pada bayi dan balita di
Indonesia semakin memburuk. Status gizi
balita usia di bawah lima tahun merupakan
salah satu indikator pencapaian pembangunan
kesehatan, karena kurang gizi pada balita
berkaitan dengan akses yang rendah terhadap
pelayanan kesehatan. Kurang gizi pada balita
meningkatkan resiko kematian ( Indonesia
economic outlook,2010).
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai
akibat konsumsi makanan dan penggunaan
zat-zat gizi status gizi di bedakan menjadi
kurang, baik dan lebih (almaser 2003). Status
gizi balita-balita merupakan hal penting yang
harus di ketahui oleh setiap orang tua.
Perlunya perhatian lebih dalam tumbuh
kembang di usia balita berdasarkan fakta
kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini,
bersifat irreversible (tidak dapat pulih).
Diare hingga saat ini masih merupakan salah
satu penyebab utama kesehatan kematian
hampir di seluruh geografis di dunia pada
semua kelompok usia bisa terkena diare,
penyakit diare pada bayi dan balita dapat
menimbulkan dampak yang negatif, ini dapat
menghambat proses tumbuh kembang balita
yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas
hidup balita.
Laporan WHO diare adalah penyebab nomor
satu kematian balita dibawah lima tahun
(balita) di seluruh dunia. Angka kejadian diare
pada balita di dunia mencapai satu miliar
kasus setiap tahun dan korban meninggal
sekitar lima juta jiwa (case fatality rate ; 5%).
Statistik di amerika mencatat tiap tahun
terdapat 20-35 juta kasus diare dan 16,5 juta
diantaranya adalah balita-balita (Kemenkes
2011).
Angka kematian balita di negara berkembang
akibat diare ini sekitar 3,2 juta jiwa di setiap
tahun (Kemenkes 2011). Di Indonesia, diare
adalah pembunuh balita nomor dua setelah
infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Hasil
survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun
2014, angka kematian akibat diare diare adalah
23 per 100 ribu penduduk dan pada balita
adalah 75 per 100 ribu balita (Kemenkes
2011). Menurut kementrian kesehatan (2011),
seluruh insiden diare di Indonesia, 60-70% di
antaranya balita-balita di bawah umur 5 tahun.
3. 57STIKes Dharma Husada Bandung
Setiap balita mengalami diare rata-rata 1
sampai 2 kali setahun dan secara keseluruhan,
mengalami rata-rata mengalami 3 kali episode
diare per tahun (Surya, 2011).
Statistik menunjukan bahwa setiap tahun diare
menyerang 50 juta penduduk Indonesia,
sepertiganya adalah balita dengan korban
meninggal sekitar 600.000 jiwa. Diare
memberikan kontribusi 13% terhadap
kematian pada balita usia 1-4 tahun dan
sampai diare tetap sebagai child killer
peringkat pertama di Indonesia. Data
Kemenkes (2011) menunjukan 5.501 kasus
diare sepanjang tahun 2010 di 12 provinsi,
jumlah ini meningkat drastis dibandingkan
dengan jumlah pasien diare pada tahun
sebelumnya, yaitu 1,436 orang. Di awal tahun
2011, tercatat 2.159 orang di bandung yang di
rawat di rumah sakit akibat menderita diare.
Di Negara berkembang, balita-balita menderita
diare lebih dari 12 kali per tahun dan hal ini
menjadi penyebab kematian sebesar 15-34%
dari semua penyebab kematian (kemenkes,
2011). Jumlah balita di Indonesia penderita
kekurangan gizi mencapai 5 juta balita, jumlah
tersebut hampir mencapai 23,8 dari jumlah 24
juta balita balita di Indonesia (litbang biling
gizi dan makanan, 2006).
Berbagai penelitian membuktikan lebih dari
50% kematian bayi dan balita disebabkan oleh
keadaan gizi yang buruk. Ada hubungan yang
sangat erat antara infeksi (penyebab diare)
dengan status gizi terutama pada balita- balita
karena adanya interaksi yang timbal balik.
Diare dapat mengakibatkan gangguan status
gizi dan gangguan status gizi dapat
mengakibatkan diare. Gangguan status gizi
dapat terjadi terjadi akibat penurunan asupan
zat gizi dikarenakan berkurangnya nafsu
makan, menurunya absorpsi, kebiasaan
mengurangi makan, dan peningkatan
kehilangan cairan/ gizi akibat diare (Suhardjo,
2006)
Berdasarkan uraian di atas, diare merupakan
salah satu penyebab menurunnya status gizi.
Tapi sebenarnya penyakit diare dengan status
gizi mempunyai hubungan yang silergis,
artinya kedua verbal tersebut merupakan
lingkaran yang sulit untuk dipisahkan.
Berbagai penelitian membuktikan lebih dari
seluruh kematian bayi dan balita disebabkan
oleh keadaan gizi yang buruk. Resiko bagi
balita yang kurang gizi, 5 kali lebih besar
dibanding balita normal. WHO
memperkirakan bahwa 54% penyebab
kematian bayi dan balita didasari oleh keadaan
gizi balita yang buruk.
Sementara itu, pada tahun 2015 penderita diare
di Jawa Barat diperkirakan mencapai 11,8 juta
orang, namun hasil survei yang dilakukan dan
laporan yang masuk, penderita yang
ditemukan hanya 420 ribu (3,6%). Penderita
terbanyak dari golongan umur lebih dari 5
tahun (44,6%). Kemudian penderita usia 1-4
tahun sebanyak 144 ribu balita (34,2%), dan
untuk golongan umur kurang dari 1 tahun
21,8%.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan ke
masyarakat dan melakukan wawncara dengan
orang tua masih banyak orang tua yang yang
belum mengetahui bahwa status gizi dapat
menyebabkan diare, dan berdasarkan data data
di Puskesmas Melong Asih 2013 β 2016
mengalami peningkatan kejadian diare, .tahun
2013 kejadian diare pada balita sebanyak 40
orang, tahun 2014 sebanyak 45 orang, tahun
2015 sebanyak 60 orang dan tahun 2016
sampai bulan oktober 70 orang.
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti
tertarik melakukan penelitian tentang
hubungan setatus gizi balita dengan kejadian
diare di Puskesmas Melong Asih.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis Studi Korelasi.
Dimana studi korelasi ini pada dasarnya
penelitian atau penelaan hubungan antara dua
variabel pada satu situasi atau kelompok
subjek (Notoatmodjo, 2010). Hal tersebut
dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan
antara status gizi balita dengan kejadian diare
akut di Puskesmas Melong Asoh Kota Cimahi.
Pendekatan waktu pengumpulan data
Pendekatan waktu dalam pengumpulan data
menggunakan pendekatan cross sectional,
yaitu suatu penelitian untuk mempelajari
dinamika koreksi atau faktor-faktopr resiko
dengan efek, dengan cara pendekatan
observasi atau pengumpulan data sekaligus
(point time approach) (notoaatmodjo,2010)
data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
hubungan status gizi balita dengan kejadian
diare akut.
Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian, atau apa
yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.
Ada dua variabel, yaitu variabel independen
4. 58STIKes Dharma Husada Bandung
dan variabel dependen (Arikunto, 2014).
Adapun variabel dalam penelitian ini yaitu:
Variabel independen
Variabel independrn merupakan variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahanya atau timbulnya variabel
dependen (sugiono, 2014). Variabel
independen penelitian ini yaitu status gizi
balita di Puskesmas Melong Asih Kota
Cimahi.
Variabel dependen
Variabel dependen merupakan variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karna
adanya variabel bebas (sugiono, 2014).
Variabel dependen dalam penelitian ini diare
akut di Puskesmas Melong Asih Kota Cimahi.
Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian
atau subjek yang akan diteliti (Notoatmodjo,
2010). Populasi dalam penelitian ini adalah
pasien balita yang berusia 1-5 tahun yang
berobat di Puskesmas Melong Asih Kota
Cimahi. Dari bulan November samapi bulan
Desember sebanyak 116 balita.
Sampel
Sampel adalah subjek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi
(Notoatmodjo, 2010). Sampel pada penelitian
ini adalah, pasien balita berumur 1-5 tahun
yang ada di Puskesmas Melong Asih, tahap
tahap pengambilan sampel sebagai berikut
Menetukan jumlah sampel
Untuk menghitung jumlah sampel yang
diperlukan :
π =
π
π π +1
Dimana:
n= jumlah sampel
N= jumlah populasi
d= level signifikan yang di gunakan (0,05).
(Ridwan 2006)
maka ukuran sampelnya dapat di tetapkan
sebagai be
π =
116
116 (0,05)2 + 1
π =
200
0,3 + 1
π =
116
1,4
π = 67 orang
Jadi sampel yang di perlukan dalam penelitian
ini adalah 67 orang
adapun teknik sampling yang digunakan
adalah accidental sampling, yaitu warga yang
kebetulan berobat ke Puskesmas Melong Asih
untuk dijadikan sampel (Notoatmodjo, 2010).
Pengambulan data ditentukan berdasarkan
kriteria :
Inklusi :
1. Pasien Balita di Puskesmas Melong Asih
2. Usia balita 1-5 tahun
Eksklusi
1. Ibu yang tidak membawa KMS
2. Ibu yang menolak dilakukan penelitian
Instrumen Penelitian
Dalam pengumpulan diperlukan juga
instrument penelitian. Instrument penelitian
adalah alat-alat yang di gunakan untuk
mengumpulkan data (Notoatmodjo, 2010).
1. Instrumen yang di gunakan untuk
mengukur status gizi balita berupa
timbangan dan alat pengukur tinggi badan
(meteran) dan lembar KMS
2. Instrumen yang digunakan untuk melihat
kejadian diare akut adalah dengan data
sekunder dengan melihat data rekam medis
dan diagnose dokter,
Pengolahan data
Pengolahan data di lakukan dilakukan setelah
data dikumpulkan dari responden. Pengolahan
data dalam p dalam proses pengolahan data
terdapat langkah-langkah yang harus
ditempuh, diantaranya :Editing
Editing data, Coding, Data entery
Analisa Data
Analisa data adalah pengolahan data yang
diperoleh data dari kuesioner yang terstuktur
atau tertutup, teknik pengolahan data lebih
mudah dibandingkan dengan pengolahan data
yang diperoleh dari kuesioner terbuka
(Notoatmodjo, 2010).
Analisis Univariat
Analisis univariat adalah cara yang
menganalisis data yang menghasilkan
persentase setiap variabel yang bertujuan
untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
setiap variabel penelitian (notoatmodjo, 2010)
Dari hasil penelitian dilakukan interprestasi
data dari pertanyaan dengan cara menghitung
persentasi jawaban yang dijawab responden.
Rumus yang digunakan peneliti untuk
menghitung persentase adalah sebagai berikut
:
5. 59STIKes Dharma Husada Bandung
P =
π₯
π
Γ100%
Keterangan :
P = persentase
X = jumlah skor jawaban yang dipilih
responden
N = jumlah skor maksimal.
Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat
hubungan antara variabel indipenden (status
gizi) dan variabel dependen (diare akut)
dengan menggunakan analisi uji chi-square.
Hasil uji statistik chi-square akan diperoleh
nilai p, dimana dalam penelitian ini digunakan
tingkat kemaknaan sebesar 0,05 membuktikan
bahwa terdapat hubungan status gizi dengan
diare akut, dan jika nilai p lebih besar a (0,05)
secara statistik diartikan tidak ada hubungan
yang bermakna.
Adapun rumus uji chi square sebagai berikut :
π₯2
= β
(0βπΈ)2
πΈ
dengan dΖ=(π β 1)(π β 1)
Keterangan :
0 = nilai hasil angket
E = nilai ekspektasi (harapan)
b = jumlah baris
k = jumlah kolom
Nilai ekspektasi adalah nilai yang kita
harapkan terjadi sesuai dengan hipotesis
penelitian. Nilai ekspektasi dihitung dengan
perkalian anatar nilai marginal kolom dan
baris yang bersangkutan dibagi dengan jumlah
(N). Rumus untuk menentukan nilai ekspektasi
sebagai berikut :
EΙ =
(Ι+π)Γ(Ι+π)
π
Dasar dalam pengambilan keputusan uji chi
skuare ini adalah:
Jika nilai p < (Ξ± = 0,05) maka Ho ditolak,
berarti ada hubungan yang bermakna antara
kedua variabel.
Jika nilai p β₯ (Ξ± = 0,05) maka Ho diterima,
artinya secara statistik tidak terdapat hubungan
yang bermakna di antara variabel yang diuji.
HASIL PENELITIAN
Tabel 4.1 Demografi Balita di Puskesmas
Melong Asih Kota Cimahi (n=90)
Demografi Balita f %
Umur
12-25 bulan 38 42.2
>25 bulan 52 57.8
Tinggi Badan
80-100 cm 56 62.2
>100 cm 34 37.8
Berat Badan
7 kg 2 2.2
>7 kg 88 97.8
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui demografi
balita dilihat dari umur balita rata-rata >25
bulan yaitu sebesar 57,8%, tinggi badan balita
antara 80-100 cm yaitu 62,2% dan berat badan
balita >7 kg yaitu 97,8%.
Tadabel 4.2 Status gizi pada balita di
Puskesmas Melong Asih Kota Cimahi
(n=90)
Status Gizi f %
Lebih 0 0
Kurang 55 61,1
Normal 35 38,9
Total 90 100
Tabel 4.1 menunjukan status gizi pada balita
di Puskesmas Melong Asih Kota Cimahi
didapatkan sebesar 61,1% balita memiliki
status gizi kurang.
Tabel 4.2 Kejadian diare pada balita di
Puskesmas Melong Asih Kota Cimahi
(n=90)
Kejadian Diare f %
Diare 62 68,9
Tidak Diare 28 31,1
Total 90 100
Tabel 4.2 terlihat kejadian diare di Puskesmas
Melong Asih Kota Cimahi paling banyak
didapatkan pada balita sebesar 68,9%.
Tabel 4.3 Hubungan Status Gizi Dengan
Kejadian Diare Pada Balita di Puskesmas
Melong Asih Kota Cimahi (n=90)
Status
gizi
Kejadian diare
Diare Tidak diare Total p-
Valuef % f % f %
Kurang 46 72,2 9 32,1 55 61,1
0,001Normal 16 25,8 19 67,9 35 38,9
Total 62 100 28 100 90 100
Tabel 4.3 diketahui status gizi kurang dengan
angka kejadian diare sebesar 72,2%. Uji chi
square menunjukan p-value 0,001<Ξ±(0,05)
yang berarti ada hubungan yang signifikan
antara status gizi dengan kejadian diare pada
balita.
6. 60STIKes Dharma Husada Bandung
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan
di Puskesmas Melong Asih Kota Cimahi
menunjukan paling banyak pada balita dengan
status gizi kurang yaitu sebesar 61,1%. Hal ini
status gizi kurang pengaruhi oleh dua hal
pokok yang berbeda yaitu konsumsi makan
dan faktor lingkungan sosial atau ekonomi dan
budaya. Diare dapat mengakibatkan gangguan
status gizi dan gangguan status gizi dapat
mengakibatkan diare. Gangguan status gizi
dapat terjadi terjadi akibat penurunan asupan
zat gizi pada balita yang dikonsumsi, sehingga
dapat menurunkan mortalitas pada balita.
Selain itu sebagian besar balita di Puskesmas
Melong Asih Kota Cimahi mendapatkan status
gizi baik yaitu keadaan balita dimana dimana
asupan zat gizi sesuai dengan adanya
penggunaan untuk aktifitas tubuh. Hal ini di
wujudkan dengan adanya keselarasan antara
tinggi badan terhadap umur, berat badan
terhadap umur dan tinggi terhadap berat
badan. Menurut Djaeni (2000) menyatakan
tingkat gizi sesuai dengan tingkat asupan
konsumsi balita dalam perilaku makan,
sehingga dengan asupan makan tersebut dapat
menyebabkan tercapainya kesehatan yang baik
serta tingkat kesehatan gizi yang baik pula.
Dalam kondisi ini jaringan penuh oleh semua
zat gizi tersebut. Tubuh terbebas dari penyakit
dan mempunyai daya tahan yang adekuat.
Tumbuh atau pertumbuhan berkaitan dengan
masalah perubahan hal besar, jumlah ukuran
atau dimensi, tinkat sel, organ atau maupun
indipidu, yang bias di ukur dengan berat
panjang umur, tulang dan keseimbangan
metabolik. Sedangkan perkembangan adalah
bertambahnya kemampuan di dalam setruktur
dan fungsi tubuh yang kompleks dalam pola
yang teratur dan dapat di ramalkan, sebagai
hasil dari proses pematangan.
Konsumsi gizi yang baik dan cukup sangat
diperlukan oleh seseorang, terutama pada anak
balita karena seringkali tidak bisa dipenuhi
oleh seorang anak balita. Konsumsi gizi
tersebut, tidak bisa dipenuhi karena faktor
eksternal maupun internal. Faktor eksternal
menyangkut keterbatasan ekonomi keluarga
sehingga uang yang tersedia tidak cukup untuk
membeli makanan, sedangkan faktor internal
adalah faktor yang terdapat didalam diri anak
yang secara psikologis muncul sebagai
problema makan pada anak balita atau juga
bisa karena kekurangan gizi yang didapat dari
sejak lahir oleh karena kekurangan gizi pada
ibu saat ibu hamil. Oleh sebab itu, konsumsi
gizi anak lebih diperhatikan karena akan
menyebabkan status gizi kurang pada balita
(Suhardjo, 2012).
Status gizi di artikan sebagai keadaan
kesehatan fisik seseorang atau sekelompok
yang di tentukan dengan salah satu atau
kombinasi dari ukuran-ukuran gizi
tertentu(soekirman 2000). Menurut almaster
(2006). Status gizi adalah keadaan tubuh
sebagai akibat komunikasi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi.
Status gizi meruapakan gizi seimbang yang
bermanfaat untuk balita, adalah keadaan
makanan di mana yang dikonsumsi seorang
dalam satu hari yang beraneka ragam dan
mengandung zat tentang zat pembangunan dan
zat pengatur dalam takaran porsi makan sesuai
dengan kebutuhan tubuhnya dan status gizi
adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh
seseorang yang dapat dilihat dari makanan
yang di konsumsi dan penggunan zat-zat gizi
di dalam tubuh.
Manurut Supariase dkk, (2012) menyatakan
penilaian status gizi adalah interpretasi dari
data yang di dapatkan dengan menggunakan
berbagai metode untuk mengedintifikasi
populasi atau individu yang beresiko atau
dengan status gizi buruk penilaian status gizi
dapat dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung dan penilaian status gizi secara
langsung dapat dibedakan menjadi penilaian
secara klinis adalah penilaian yang
mempelajari dan mengevaluasi tanda fisik
yang di timbulkan sebagai akibat gangguan
kesehatan dan penyakit kurang gizi. Selain itu
penilaian status gizi dengan biokimia adalah
pemeriksaan sepesimen yang di uji secara
labolatoris yang di lakukan pada berbagai
macam jaringan tubuh dan penentuan status
gizi secara biofisik adalah metode penentuan
status gizi dengan melihat kemampuan fungsi
(khususnya jaringan) dan melihat perubahan
setruktur dari jaringan.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan
bahwa di Puskesmas Melong Asih diketahui
balita rata-rata >25 bulan yaitu sebesar 57,8%,
berat badan balita >7 kg yaitu 97,8%. Berat
badan adalah salah satu palameter yang
memberikan gambaran masa tubuh. Masa
sangat sensitive terhadap perubahan-
perubahan yang mendadak misalnya, karna
terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu
makan atau menurunnya jumlah makan yang
7. 61STIKes Dharma Husada Bandung
di konsumsi, berat badan adalah parmometer
antorpometri yang sangat labil (Supariasa
2012).
Dalam keadaan normal, dimana keadaaan
kesehatan baik dari keseimbangan antara
konsumsi dan kebutuhan zat zat gizi terjamin,
maka berat badan berkembang mengikuti
pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan
yang abnormal terdapat dua kemungkinan
perkembangan berat badan, yaitu dapat
bekembang cepat atau normal. Berkembang
cepat atau lambat dari keadaan normal.
Berdasarkan tinggi karakteristik berat badan
ini, maka indeks berat badan menurut umur
digunakan salah satu cara pengukuran status
gizi (supariasa 2012).
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan
bahwa di Puskesmas Melong Asih diketahui
tinggi badan balita antara 80-100 cm yaitu
62,2%. Tinggi badan yang menggambarkan
keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan
normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan
pertumbuhan umur. Pertumbuhan tinggi badan
tidak seperti berat badan, relative kurang
sensitive terhadap masalah kekuranggan gizi
dalam waktu yang pendek. Pengaruh definisi
zat gizi terhadap tinggi badan akan Nampak
dalam waktu yang relative lama.
Menurut pandangan peneliti status gizi adalah
suatu ukuran mengenai kondisi tubuh
seseorang atau balita yang dapat dilihat dari
makanan yang di konsumsi dan penggunan
zat-zat gizi di dalam tubuh. Menetukan status
gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu status
gizi kurang, gizi normal, dan gizi buruk,
dimana status gizi dapat diukuran sebagai
keberhasilan dalam pemenuhan status gizi
untuk balita yang diindikasikan oleh berat
badan dan tinggi badan balita. Status gizi juga
didefinisikan sebagai status kesehatan yang
dihasilkan oleh keseimbangan antara
kebutuhan dan masukan nutrien. Pada
dasarnya status gizi merupakan pengukuran
yang didasarkan pada data antropometri serta
biokimia dan klinis.
Disarankan untuk petugas kesehatan dapat
melakukan penyuluhan pada ibu balita tentang
gangguan status gizi dapat terjadi terjadi
akibat penurunan asupan zat gizi dikarnakan
berkurangnya nafsu makan, menurunya
absorpsi, kebiasaan mengurangi makan, dan
peningkatan kehilangan cairan/ gizi akibat
diare. Pentingnya gizi pada balita, karena
selain berperan dalam mensosialisasikan,
petugas kesehatan juga harus ikut serta dalam
mengaplikasikan dalam masyarakat dengan
melakukan kerjasama antara perawat dengan
kepala puskesmas atau kepala desa untuk
melakukan penyuluhan serta penangan kurang
gizi pada balita dalam suatu kelompok
masyarakat seperti posyandu balita khususnya
pada yang menderita kurang gizi.Hal ini
dilakukan sebagai bentuk peran perawat dalam
meminimalkan angka kejadian kasusu kurang
gizi atau gizi buruk dalam setiap tahunnya
yang terus meningkat.Dari fenomena tersebut
menjadi dasar penelitian untuk mengetahui
sejauh mana pengaruh pencegahan kurang gizi
pada balita terhadap kurang gizi pada balita
pada penderita yang mengalami kurang gizi di
puskesmas kenjeran Surabaya.
Kejadian diare pada balita di Puskesmas
Melong Asih Kota Cimahi
Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas
Melong Asih Kota Cimahi paling banyak
didapatkan diare pada balita sebesar 68,9%.
Diare adalah suatu penyakit dengan tanda-
tanda adanya perubahan bentuk dan
konsistensi dari tinja, yang melembek sampai
mencair dan bertambahnya frekuensi buang air
besar biasanya tiga kali atau lebih dalam
sehari, selain itu diare dapat berpengaruh
terhadap status gizi balita.
Diare dapat diartikan merupakan suatu
penyakit yang sering menyerang bayi dan
balita. Diare adalah penyakit gangguan
pencernaan dengan perubahan pola buang air
besar, seperti buang air besar lebih sering dan
bentuknya cair. Penyakit diare masih menjadi
permasalahan kesehatan masyarakat yang
terjadi di Indonesia. Banyak KLB yang
sanggat erat hubungan dengan status gizi,
fasilitas airbersih sanitasi yang kurang
memadai. Pada umumnya lebih banyak terjadi
pada kelompok balita (Bappenas, 2010). Pada
balita diare tertular melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi virus dan
bakteri, kebiasaan anak yang suka
memasukkan mainan atau jari tangan yang
telah terkontaminasi bakteri ke dalam mulut
(Anggraeni, 2010).
Berat dan lamanya diare sangat dipengaruhi
oleh status gizi penderita dan diare yang
diderita oleh anak dengan status gizi kurang
lebih berat dibandingkan dengan anak yang
status gizinya baik karena anak dengan status
gizi kurang lebih banyak keluaran cairan
elektrolit dalam tubuh balita dan tinja lebih
banyak sehingga anak akan menderita
8. 62STIKes Dharma Husada Bandung
dehidrasi berat. Bayi dan balita yang gizinya
kurang sebagian besar meninggal karena diare,
hal ini disebabkan karena dehidrasi dan
malnutrisi (Kurniawan, 2012)
Menurut Zubir et.al (2007) diare diartikan
sebagai buang air encer lebih dari 4 kali sehari
baik disertai lendir dan darah maupun tidak.
Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar
lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali
pada anak. Hingga kini diare masih menjadi
childkiller (pembunuh anak-anak). Diare dapat
menyerang semua usia baik balita, anak-anak
dan orang dewasa. Akan tetapi pada kasus
diare berat dengan kematian lebih sering
terjadi terutama pada bayi dan anak balita.
Salah satu penanganan penyakit diare terdapat
beberapa cara penanganan yang sepesifik
sesuai dengan tipe penyakit diare yang di
derita. Namun secara umum terdapat beberapa
penangan yang sama. Penurunan kasus diare
membutuhkan intervensi untuk membuat anak
tetap dan lebih sehat sehingga terhindar kasus
resiko diare. Penatalaksanaan klinis diare yang
di rekomendasikan WHO UNICEF (2006)
untuk mencegah berlanjutnya sakit diare dan
kematian karena diare di tunjukan kepada ibu
(atau yang merawat) penderita dan kepada
petugas Yankes. Rekomendasi untuk ibu
penderita mencakup empat (4) hal, yaitu:
pencegahan dehidrasi dengan memberikan
tambahan cairan sedini mungkin, memelihara
asupan makanan makanan pada penderita
selama diare hingga setelah diare, mengenali
tanda-tanda dehidrasi, dan membawa ke
Yankes untuk mendapatkan terapi dehidrasi,
memberikan suplementasi WHO (2006).
Menurut pandangan penelitian kejadian diare
dapat terjadi pada semua kalangan umur,
termasuk balita dapat terjadai karena perilaku
ibu yang kurang membiasakan hidup bersih
dan sehat. Pada balita diare tertular melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi
virus dan bakteri, kebiasaan anak yang suka
memasukkan mainan atau jari tangan yang
telah terkontaminasi bakteri ke dalam mulut.
Klasifikasi diare beradasarkan lama waktu,
terdiri dari diare akut, diare persisisten dan
diare kronis; Pada klarifikasi diare dapat
dikelompokkan menjadi diare cair akut,
disentri, dan diare yang menetap atau
persisisten
Disarakan untuk petugas kesehatan dapar
melakukan penyuluhan tentang cara
pencegahan diare perilaku untuk hidup bersih
dan sehat serta memberikan penyuluhan gizi
yang baik dan seimbang
Hubungan Kejadian Diare Dengan Status
Gizi Pada Balita di Puskesmas Melong Asih
Kota Cimahi
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan
bahwa status gizi kurang dengan kejadian
diare yaitu sebesar 72,2% dan hasil uji chi
square menunjukan p-value 0,001<Ξ±(0,05)
yang berarti ada hubungan yang signifikan
antara status gizi dengan kejadian diare pada
balita. Nilai OR 6,06 artinya pada balita yang
memiliki status gizi buruk akan berisiko lebih
besar 6,06 kali terhadap kejadian diare
dibandingkan pada balita yang memiliki status
gizi normal.
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
Irinto (2007) yang menyatakan bahwa ada
pengaruh status gizi terhadap kejadian
kejadian diare pada balita balita. Balita balita
dengan status gizi kurang memiliki resiko
menderita diare di banding balita balita dengan
status gizi baik. Penelitian lain membuktikan
lebih dari 50% kematian bayi dan balita
disebabkan oleh keadaan gizi yang buruk. Ada
hubungan yang sangat erat antara infeksi
(penyebab diare) dengan status gizi terutama
pada balita balita karena adanya interaksi yang
timbale balik. Diare dapat mengakibatkan
gangguan status gizi dan gangguan status gizi
dapat mengakibatkan diare. Gangguan status
gizi dapat terjadi terjadi akibat penurunan
asupan zat gizi dikarnakan berkurangnya nafsu
makan, menurunya absorpsi, kebiasaan
mengurangi makan, dan peningkatan
kehilangan cairan/ gizi akibat diare (Suhardjo,
2006).
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai
akibat konsumsi makanan dan penggunaan
zat-zat gizi status gizi di bedakan menjadi
kurang, baik dan lebih (Almaser 2003). Status
gizi balita balita merupakan hal penting yang
harus di ketahui oleh stiap orang tua. Perlunya
perhatian lebih dalam tumbuh kembang di usia
balita berdasarkan fakta kurang gizi yang
terjadi pada masa emas ini, bersifat
irreversible (tidak dapat pulih).
Penilaian status gizi yaitu survey konsumsi
makanan dalam metode penentuan status gizi
secara tidak langsung dengan melihat jumlah
dan jenis zat gizi dikonsumsi. Pengumpulan
dan konsumsi makanan dapat memberikan
gambaran tentang konsumsi zat gizi pada
masarakat, keluarga dan individu. Survey ini
9. 63STIKes Dharma Husada Bandung
dapat mengedintivikasi kelebihan dan
kekurangan zat gizi.
Pandangan peneliti bahwa status gizi
merupakan factor resiko yang paling
berpengaruh dalam kejadian diare pada balita,
keadaan gizi buruk akan lebih cepat terserang
diare. Oleh karena itu disarankan untuk
petugas kesehatan untuk memberikan
penyuluhan tentang cara untuk penanganan
status gizi balita dengan kejadian diare dapat
memberikan penyuluhan kesehatan.
Penyuluhan kesehatan yang di berikan dapat
berupa faktor-faktor yang mengakibatkan
diare, cara pencegahan diare perilaku untuk
hidup bersih dan sehat serta memberikan
penyuluhan gizi yang baik dan seimbang.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan di Puskesmas Melong Asih Kota
Cimahi dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Status gizi pada balita paling banyak
didapatkan 61,1% kurang
2. Kejadian diare pada balita paling banyak
didapatkan 68,9%.
3. Terdapat hubungan antara status gizi
dengan kejadian diare pada balita p-value
0,001
Saran
1. Bagi Puskesmas Melong Asih
Diharapkan dapat meningkatkan sumber
informasi pelayanan kesehatan sehingga
mampu memberikan cara bagaimana
mengatasi penanganan status gizi balita
dengan kejadian diare, sehingga tingkat
kejadian diare bisa diturunkan.
2. Bagi Masyarakat
Masyarakat mampu mengatasi penanganan
status gizi balita dengan kejadian diare,
sehingga tingkat kejadian diare bisa
diturunkan, seperti mengikuti penyuluhan
yang diberikan oleh petugas kesehatan.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Dapat menjadi bahan referensi, data dasar
dan data pembanding untuk meneliti faktor-
faktor yang berhubungan dengan kejadian
diare pada balita.
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, Sri. Waspadai Gizi Balita
Anda. Jakarta: Gramedia; 2009.
Agus Safrudin, Handoyo, Dwi Kunai.
Analisa Faktor-Faktor Resiko Yang
Mempengaruhi Kejadian Diare Pada
Balita Di Puskesmas Ambal I [Serial
Online] 2009Avilibe Form URL:
Http//Jurnal Ilmiah Keperawatan 2009
Vol 5/Prosiding 2009)
Alimul H A. Metode Penelitian Dan
Teknik Analisa Data. Jakarta:
Selemba Medika;2007
Almatsier,S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama:2006
Arisman. Gizi Dalam Daur Kehidupan.
Jakarta; EGC:2009
Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson Ilmu
Keperawatan Anak Vo 12 Dari Nelson
Jakarta Kedokteran : EGC 2009
Budi Sutomo, S.Pd & Dr. Dwi Yati
Anggraini. Menu Sehat Alami Untuk
Balita & Balita ; 2010
Bulletin Diare Data Dan Informasi
Kesehatan Status Diare Di Indonesia
2015
Dahlan, S. Besar Sampel Dan Pengambilan
Sampel Dalam Penelitian Kedokteran
Dan Kesehatan. Jakarta: Sumber
Medika:2010
Dahlan, S. Statistic Untuk Kedokteran Dan
Kesehatan Dan Kesehatan. Jakarta:
Selimba Medika 2011
Dinkes, Kota Bandung. 2012. Propel
Kesehatan Kota Bandung. Di Kota
Bandung. Riset Kesehatan Dasar
Indonesia, Jakarta: Kemenkes RI.
2011.
Hidayat , Pengantar Ilmu Keperawatan
Anak 2. Jakarta: Selemba Medika.
2006. Indonesia Economic Autlook
2010.
Hidayat, AA. Metode Penelitian
Keperawatan Dan Teknik Analisa
Data : Jakarta:
Selemba Medika:2011
Kemenke RI. Riset Kesehatan Dasar 2011.
Jakarta: Badan Litbangkes Kemenkes
RI. [Serial Online] 2011 [ Diakses
Pada Tanggal 29 September 2016].
URL:
Www.Litbang.Kemenkes.Go.Id.
Kemenkes RI, Data Dan Informasi
Kesehatan Indonesia 2011. Situasi
Diare Di Indonesia, Jakarta
Kementrian Kesehata RI [Serial
Online] 2011 [Diakses Pada Tanggal
29 September 2016] URL:
Www.Kemenkes.Go.Id
Ngastiah (2006). Perawatan Anak Sakit 2.,
Jakarta:Kedokteran EGC:2006.