1. Sepsis 2016
Berdasarkan Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for
Management of Sepsis and Septic Shock: 2016
intensive care med (2017) 43:304–377 doi 10.1007/s00134-017-4683-6
Nur Hajriya Brahmi
RSUD Datu Sanggul Rantau
Januari 2018
2. Definisi
• Sepsis adalah disfungsi organ yang mengancam nyawa
diakibatkan tidak berfungsinya respon tubuh terhadap infeksi
(life-threatening organ dysfunction caused by a dysregulated host
response to infection)
• Syok septik adalah bagian dari sepsis disertai disfungsi sirkulasi
dan metabolik, berhubungan dengan resiko tinggi kematian (a
subset of sepsis with circulatory and cellular/metabolic
dysfunction associated with a higher risk of mortality)
JAMA. 2016;315(8):801-810. doi:10.1001/jama.2016.0287
3. SSC Guidelines and Sepsis-3 Definitions
• “Sepsis” in place of “Severe Sepsis”
• Sepsis-3 clinical criteria (i.e. qSOFA) were not used in studies that
informed the recommendations in this revision
– Could not comment on use of Sepsis-3 clinical criteria
JAMA. 2016;315(8):801-810. doi:10.1001/jama.2016.0287
4. Pada Guidelines ini :
• 93 Recommendations
– 32 Strong recommendations: “We recommend” (direkomendasikan)
– 39 Weak recommendations: “We suggest” (disarankan)
– 18 Best Practice Statements
– No recommendation provided for 4 PICO questions
6. Target Pencapaian
• Direkomendasikan tujuan dan target perawatan di informasikan
secara jelas kepada keluarga pasien
• Direkomendasikan tujuan dan target perawatan juga termasuk
perawatan akhir hayat (end of life treatment ; terapi paliatif)
• Disarankan tujuan dan target perawatan dimulai secepat mungkin,
dalam waktu kurang dari 72 jam setelah masuk ICU.
7. 1. RESUSITASI AWAL (INITIAL RESCUCITATION)
Guidelines SSC 2012
1. Protocolized, quantitative resuscitation of
patients with sepsis- induced tissue
hypoperfusion (defined in this document
as hypotension persisting after initial
fluid challenge or blood lactate
concentration ≥ 4 mmol/L). Goals during
the first 6 hrs of resuscitation:
a) Central venous pressure 8–12 mm Hg
b) Mean arterial pressure (MAP) ≥ 65 mm Hg
c) Urine output ≥ 0.5 mL/kg/hr
d) Central venous (superior vena cava) or
mixed venous oxygen saturation 70% or
65%, respectively (grade 1C).
2. In patients with elevated lactate levels
targeting resuscitation to normalize
lactate (grade 2C).
Guidelines SSC 2016
• Sepsis dan syok septik adalah
kegawatdaruratan medis, dan
direkomendasikan agar terapi dan
resusitasi dimulai sedini mungkin. ly
• Direkomendasikan, resusitasi awal sepsis
yang menyebabkan hipoperfusi, minimal
30 ml/kgBB cairan kristaloid intravena
habis dalam 3 jam pertama.
8. Protokol Rivers
Potential for RBC
and Inotropes
Therapy
titrated to
CVP, MAP and
ScvO2
Early insertion
of ScvO2
catheter
Konsep daripada Protokol Rivers
(SANGAT PENTING ) dalam
resusitasi :
• Mulai antibiotik sedini mungkin
• Koreksi hypovolemia
• Kembalikan tekanan perfusi
EGDT
(SSC 2012)
9. Resusitasi Awal (Initial Rescucitation)
SSC 2016
• Direkomendasikan, setelah cairan resusitasi awal, pemberian cairan lanjutan diberikan
dengan pemantauan rutin dan sering dari hemodinamik pasien.
– Yang dinilai adalah variable tanda vital pasien yang ada (invasive ataupun non invasive ) : HR, Tekanan darah,
Sp02, RR, Suhu, Urin Output, Saturasi O2 arterial, echocardiografi dll)
• Direkomendasikan, melakukan penilaian hemodinamik lanjutan seperti penilaian fungsi
jantung, untuk menentukan jenis syok yang dialami pasien, bila pemeriksaan klinis tidak jelas
• Direkomendasikan, target MAP awal 65 mmHg pada pasien dengan syok septik yang
membutuhkan vasopressor
• Disarankan, terdapat variable dinamis selain variable statis yang dapat digunakan untuk
memperkirakan respon tubuh terhadap pemberian cairan
– Variabel dinamis (menilai respon thd fluid challenge yang meningkatkan stroke volume) : variasi tekanan nadi
(pulse pressure variation).
• Disarankan, resusitasi terpandu kadar laktat tubuh, dimana peningkatan laktat merupakan
tanda dari hipoperfusi jaringan
– Serum laktat bukan untuk mengukur perfusi jaringan, namun peningkatan laktat serum mewakili hipoksia jaringan ,
peningkatan glikolisis aerob akibat peningkatan berlebih stimulasi beta adrenergic atau akibat penyebab lain (contoh
liver failure)
– Penurunan mortalitas secara nyata tampak pada resusitasi awal terpandu kadar laktat serum, namun tidak
menunjukkan perbedaan bermakna terhadap lama rawat di ICU (RR 0.67; 95% CI 0.53–0.84)
11. 2. SKRINING SEPSIS
• Direkomendasikan, sistem RS memiliki program untuk sepsis,
termasuk didalamnya skrining sepsis untuk pasien nyeri akut, dan
pasien resiko tinggi.
– Makin cepat diagnosis sepsis ditegakkan, dan dilakukan tata laksana yang cepat, makin besar angka harapan
hidup pasien.
12. 3. DIAGNOSIS
• Direkomendasikan, kultur mikrobiologi rutin (termasuk kultur
sampel darah) dilakukan sebelum memulai terapi antimikroba
pada pasien curiga sepsis/syok sepsis, dan tidak ada penundaan
dalam pemberian terapi antimikroba
– Kultur dilakukan sebelum pemberian antimikroba spectrum luas, dan bila telah ada hasil, maka antimikroba
disesuaikan dengan hasil kultur. Tidak ada penundaan dalam pemberian antimikroba pada pasien dengan
sepsis/syok septik
– Kultur minimal menggunakan 2 set kultur darah (aerobic dan anaerobic)
– De eskalasi antibiotik
13. 4. TERAPI ANTIMIKROBA
• Direkomendasikan, pemberian antimikroba intravena diberikan secepatnya
dalam waktu kurang dari 1 jam setelah diagnosa sepsis/syok sepsis
ditegakkan.
– Penundaan pemberian antimikroba meningkatkan angka kematian pasien dengan
sepsis/syok sepsis.
• Direkomendasikan, pemberian antimikroba spectrum luas dengan 1 atau lebih
antimikroba pada pasien dengan sepsis/syok sepsis untuk membunuh semua
jenis kuman pathogen penyebab sepsis ( pola kuman ICU)
• Direkomendasikan pemberian antimikroba empiric disesuaikan bila ada hasil
identifikasi pathogen dan sensitifitas, dan atau perbaikan klinis nyata.
• Direkomendasikan, untuk tidak memberikan profilaksis antimikroba sistemik
pada pasien dengan keadaan inflamasi berat non infeksius, seperti luka bakar,
pankreatitis.
14. 4. TERAPI ANTIMIKROBA
• Direkomendasikan, pemberian dosis antimikroba disesuaikan secara optimal
sesuai dengan prinsip farmakokinetik/farmakodinamik (penggunaan obat
rasional) pada pasien sepsis/syok septik
• Disarankan, terapi antimikroba empiric kombinasi, minimal 2 antibiotic yang
meliputi semua pathogen pada manajemen awal sepsis/syok sepsis
• Disarankan, terapi kombinasi tersebut tidak dilakukan secara rutin pada pasien
infeksi berat seperti bacteremia, dan sepsis tanpa syok.
• Direkomendasikan, tidak menggunakan terapi kombinasi sebagai terapi rutin
pada sepsis dengan neutropenia/ bacteremia
• Direkomendasikan, bila pasien pada resusitasi awal diberikan terapi
antimikroba kombinasi, untuk dilakukan de eskalasi antibiotic dengan
penyetopan terapi kombinasi pada beberapa hari pertama bila terdapat
perbaikan respon klinis. Hal ini juga berlaku untuk infeksi dengan kultur positif,
atau empiric (infeksi dengan kultur negative).
15. 4. TERAPI ANTIMIKROBA
• Disarankan, pemberian antimikroba 7-10 hari secara adekuat
pada pasien sepsis/syok septik.
• Disarankan, pemberian antimikroba diperpanjang pada pasien
dengan respon klinis lambat, focus infeksi yang tidak dapat
dilakukan drainase, bacteremia S.aureus, infeksi jamur dan virus,
defisiensi imunologis termasuk neutropenia.
• Disarankan, pemberikan antimikroba diperpendek pada pasien
dengan perbaikan klinis cepat dan nyata dengan pengendalian
infeksi efektif pada infeksi intra abdomen atau urosepsis, atau
pada pasien pielonefritis anatomis baik.
• Direkomendasikan, penilaian harian dari de eskalasi antimikroba
pada pasien sepsis/syok sepsis.
16. 4. TERAPI ANTIMIKROBA
• Disarankan, pengukuran kadar prokalsitonin untuk membatu
dalam evaluasi pemendekan durasi waktu pemberian antimikroba
pada pasien sepsis.
• Disarankan, penggunaan level prokalsitonin sebagai marker
penghentian antibiotika empiris pada pasien klinis awal sepsis
namun sedikit bukti klinis adanya infeksi.
17. 5. SOURCE CONTROL
(PENGENDALIAN SUMBER INFEKSI)
• Direkomendasikan, diagnosis anatomis spesifik penyebab infeksi
diidentifikasi dini dan diterapi secepatnya baik dengan intervensi
bedah maupun non bedah.
• Direkomendasikan, pemindahan dini akses intravena yang
dicurigai sebagai sumber infeksi pada pasien sepsis/syok sepsis
setelah dilakukan akses intravena lain
18. 6. TERAPI CAIRAN
• Direkomendasikan, teknik fluid challenge test dilakukan ketika
pemberian cairan intravena dilanjutkan selama terdapat perbaikan
hemodinamik klinis
• Direkomendasikan, cairak kristaloid sebagai cairan pilihan untuk
resusitasi awal dan penggantian volume cairan lanjut pada pasien
sepsis dan syok sepsis
• Disarankan, penggunakan cairan kristaloid berimbang untuk resusitasi
cairan pasien dengan sepsis/syok sepsis
• Disarankan, penggunaan albumin sebagai cairan tambahan disamping
kristaloid untuk resusitasi awal dan penggantian volume cairan lanjut
pada pasien sepsis/syok sepsis yang membutuhkan jumlah tertentu
kristaloid
– Cairan albumin yang disarankan adalah albumin 5% (SAFE study)
19. 6. TERAPI CAIRAN
• Direkomendasikan, TIDAK menggunakan hydroxyethyl starches
(HES) untuk cairan pengganti volume intravascular pada pasien
sepsis/syok sepsis.
• Disarankan, penggunaan cairan kristaloid daripada gelatin
(gelafusal ®) ketika melakukan resusitasi cairan pasien
sepsis/syok sepsis
20. 7. OBAT-OBATAN VASOAKTIF
• Direkomendasikan, pemberian norepinefrin sebagai obat pilihan pertama
vasopressor pada pasien sepsis/syok sepsis.
• Disarankan, penambahan vasopressin (hingga dosis 0,03 U/menit) atau epinefrin
untuk meningkatkan MAP sesuai target (≥ 65 mmHg), atau penggunaan vasopressin
(hingga dosis 0,03 U/menit) untuk menurunkan dosis norepinefrin.
• Disarankan, penggunaan dopamine sebagai agen vasopressor alternatif dari
norepinefrin, HANYA pada kasus-kasus tertentu (antara lain pasien dengan resiko
rendah takiaritmia, dan absolut/relatif bradikardia).
• Direkomendasikan, TIDAK menggunakan dopamine dosis rendah untuk proteksi
renal
• Disarankan, pemberian dobutamin pada pasien dengan hipoperfusi persisten walau
telah diberikan loading cairan adekuat dan telah diberikan obat vasopressor.
• Disarankan, pasien yang memerlukan pemberian obat vasopressor dipasang
kateter arterial secepatnya, bila keadaan memungkinkan.
22. 8. KORTIKOSTEROID
• Disarankan, TIDAK memberikan hidrokortison intravena untuk
terapi pasien sepsis/syok sepsis yang respon terhadap resusitasi
cairan adekuat dan terapi vasopressor. Bila stabilitas
hemodinamik ini tidak tercapai dengan 2 hal tersebut, maka
disarankan pemberian hidrokortison intravena dengan dosis 200
mg/hari.
23. 9. PRODUK DARAH
• Direkomendasikan, transfusi PRC hanya diberikan bila Hb < 7 g/dL
pasien dewasa tanpa adanya keadaan buruk/penyakit lain, seperti
iskemia miokard, hypoxemia berat, atau perdarahan akut.
• Direkomendasikan, TIDAK menggunakan eritripoetin untuk terapi pasien
anemia berhubungan dengan sepsis
• Disarankan, TIDAK memberikan FFP (Fresh Frozen Plasma) untuk koreksi
abnormalitas pembekuan tanpa adanya perdarahan atau prosedur
invasive terencana.
• Disarankan, tranfusi platelet bila trombosit < 10,000 /mm3 tanpa
adanya perdarahan, atau trombosit < 20,000 /mm3 pasien dengan
resiko perdarahan. Target jumlah trombosit > 50,000 /mm3 disarankan
untuk pasien dengan perdarahan aktif, akan dilakukan operasi/tindakan
invasif.
25. 11. BLOOD PURIFICATION
• Tidak ada rekomendasi untuk penggunaan teknik blood
purification (seperti hemofiltrasi volume tinggi, hemoadsorbsi)
pada pasien sepsis/syok sepsis
26. 12. ANTIKOAGULAN
• Direkomendasikan, TIDAK memberikan antitrombin untuk terapi
sepsis/syok sepsis
• TIDAK ada rekomendasi untuk penggunaan trombomodulin atau
heparin pada terapi sepsis/syok sepsis
27. 13. VENTILASI MEKANIK
• Direkomendasikan, target tidal volume 6 ml/kg predicted body
weight (PBW) dibandingkan tidal volume 12 mL/kg PBW pada
pasien sepsis dengan ARDS
• Direkomendasikan, penggunaan target batas atas untuk plateu
pressure sebesar 30 cmH2O lebih tinggi dari plateu pressure
pasien dewasa sepsis dengan ARDS
• Disarankan, penggunaan PEEP tinggi dibandingkan PEEP rendah
pada pasien sepsis dengan ARDS sedang-berat
• Disarankan, lung recruitment pada pasien dewasa sepsis dengan
ARDS
28. 13. VENTILASI MEKANIK
• Direkomendasikan, posisi prone/tengkurap dibandingkan posisi
supine/terlentang pada pasien dewasa sepsis dengan ARDS dengan
rasio PaO2/FiO2 < 150
• Direkomendasikan, TIDAK menggunakan HFOV (High Frequency
Occilatory Ventilation) pada pasien dewasa sepsis dengan ARDS
• TIDAK ada rekomendasi penggunaan NIV (non invasive ventilasi) pada
pasien sepsis dengan ARDS
• Disarankan, penggunaan obat pelumpuh otot selama ≤ 48 jam pada
pasien dewasa dengan ARDS dan rasio PaO2/FiO2 < 150 mmHg
• Direkomendasikan, pemberian cairan konservatif untuk maintenance
pasien sepsis dengan ARDS tanpa tanda hipoperfusi jaringan
29. 13. VENTILASI MEKANIK
• Direkomendasikan, TIDAK menggunakan ß-2 agonis untuk terapi
pasien sepsis dengan ARDS tanpa bronkospasme
• Direkomendasikan, TIDAK memasang rutin kateter PA pada pasien
sepsis dengan ARDS
• Disarankan, pemberian volume tidal rendah dibandingkan volume
tidal tinggi pada pasien sepsis dengan gagal nafas tanpa ARDS
• Direkomendasikan, pasien sepsis dengan ventilasi mekanik
diposisikan kenaikan kepala (head up) 30 – 45 derajat,
meminimalkan resiko aspirasi dan terjadinya VAP (ventilation
associated pneumonia)
30. 13. VENTILASI MEKANIK
• Direkomendasikan, dilakukan SBT (spontaneous breathing trial)
pada pasien sepsis yang akan dilakukan weaning ventilator
• Direkomendasikan, penggunaan protocol weaning pada pasien
sepsis dengan gagal nafas yang mampu mentoleransi weaning
31. 14. SEDASI DAN ANALGESIA
• Direkomendasikan, untuk meminimalkan pemberian sedasi
continue maupun intermitten pada pasien sepsis dengan ventilasi
mekanis.
– Penggunaan penilaian level sedasi (CAM-ICU, Ramsay) disarankan untuk
meminimalkan pemberian sedasi/analgesia ini
32. 15.KONTROL GLUKOSA
• Direkomendasikan, pembuatan protocol manajemen gula darah pasien
ICU dengan sepsis, pemberian dosis insukin ketika pemeriksaan GDS 2
kali berturut-turut memberikan hasil GDS > 190 mg/dL. Protokol ini
harus mentargetkan level tertinggi GDS normal adalah ≤180 mg/dL
daripada target level tertinggi GDS ≤110 mg/dL
• Direkomendasikan nilai GDS dimonitoring 1-2 jam hingga nilai GDS dan
kecepatan pemberian insulin stabil, dilanjutkan per 4 jam pada pasien
yang diberikan insulin infus (intravena).
• Direkomendasikan, nilai GDS yang didapat dengan pengambilan darah
kapiler harus di interpretasi hati-hati karena pengukuran tersebut
mungkin tidak akurat memperkirakan darah ateri atau nilai glukosa
plasma.
• Disarankan, penggunaan darah arterial dibandingkan darah kapiler
untuk tes glukosa menggunakan alat glucose meter bila pasien
terpasang kateter arterial.
33. 16. RENAL REPLACEMENT TERAPHY (RRT)
• Disarankan penggunaan mesin RRT secara terus menerus atau
intermitten pada pasien sepsis dengan AKI (acute kidney injury)
• Disarankan penggunaan mesin RRT untuk manajemen balans
cairan pada pasien sepsis hemodinamik tidak stabil
• Disarankan tidak menggunakan mesin RRT untuk indikasi oligouria
atau peningkatan kreatinin pada pasien sepsis dengan AKI tanpa
indikasi lain untuk dialisis
34. 17. TERAPI BIKARBONAT
• Disarankan tidak menggunakan bicnat untuk meningkatkan
hemodinamik atau untuk mengurangi dosis vasopressor pada
pasien hipoperfusi dengan asidosis laktat dengan pH ≥ 7.15
35. 18. PROFILAKSIS TROMBOEMBOLI VENA
• Direkomendasikan pemberian profilaksis heparin (UFH) atau
LMWH untuk pencegahan tromboemboli vena bila tidak ada
kontraindikasi mutlak
• Direkomendasikan penggunaan LMWH dibandingkan UFH untuk
pencegahan tromboemboli vena bila tidak ada kontraindikasi
penggunaan LMWH
36. 19. PROFILAKSIS ULKUS PEPTIKUM
• Direkomendasikan pemberian profilaksis ulkus peptikum pada
pasien sepsis/syok sepsis resiko perdarahan saluran cerna
• Obat yang disarankan untuk profilaksis ulkus peptikum adalah
proton pump inhibitors (PPIs) atau histamine-2 receptor
antagonists (H2RAs)
• Tidak disarankan pemberian profilaksis ulkus peptikum pada
pasien tanpa resiko perdarahan saluran cerna
37. 20. NUTRISI
• Direkomendasikan tidak menggunakan nutrisi parenteral dini
ataupun kombinasi nutrisi parenteral dengan enteral pada pasien
kritis dengan sepsis/syok sepsis yang daoat diberi makan
enteral.
• Direkomendasikan tidak menggunakan nutrisi parenteral dini
ataupun kombinasi nutri parenteral dan enteral, (lebih disarankan
untuk memulai pemberian glukosa intravena dan pemberian
makan enteral, sesuai toleransi pasien), pada 7 hari pertama pada
pasien kritis sepsis/syok sepsis yang sulit dilakukan pemberian
makanan enteral dini
38. 20. NUTRISI
• Disarankan pemberian makanan enteral dini dibanding
mempuasakan pasien atau hanya memberikan glukosa intravena
pasien syok sepsis/sepsis yang dapat diberika makan enteral
• Disarankan diet hopokalori makanan enteral pada pasien
sepsis/syok sepsis, jika makanan enteral hipokalori merupakan
strategi awal, maka pemberian makan disesuaikan dengan
toleransi pasien
39. 20. NUTRISI
• Disarankan pemberian asam amino omega 3 sebagai
suplementasi pada pasien sepsis/syok sepsis
• Disarankan untuk tidak secara rutin monitoring volume residu
lambung,melainkan mengukur residu cairan lambung pasien
dengan intoleransi makanan atau pasien resiko tinggi aspirasi
40. 20. NUTRISI
• DIsarankan penggunaan obat-obat prokinetik pada pasien dengan
intoleransi makanan
• Disarankan penggunaan NGT pada pasien ICU dengan
sepsis/syok sepsis resiko tinggi aspirasi
• Direkomendasikan tidak memberikan selenium intravena pada
pasien sepsis/syok sepsis
41. 20. NUTRISI
• Disarankan tidak memberikan arginin untuk terapi sepsis/syok
sepsis
• Direkomendasikan tidak menggunakan glutamin untuk terapi
sepsis/syok sepsis
• Tidak ada rekomendasi untuk penggunaan carnitin untuk
sepsis/syok sepsis