4. Perdarahan saluran
cerna bagian atas adalah
perdarahan saluran
makanan proksimal dari
ligamentum Treitz.
Untuk kepentingan
klinis, dibedakan
menjadi:
Perdarahan variseal
Perdarahan non-variseal
DEFINISI
5. Perdarahan saluran
cerna bagian atas
memiliki insiden 40-50
kasus per 100.000
populasi di dunia.
Penyebab tersering
adalah perdarahan
SCBA non-variseal.
ETIOLOGI
Diagnosis Klinis Frekuensi
(%)
Perdarahan ulkus
peptikum
Riwayat penggunaan aspirin atau AINS,
makan mengurangi nyeri perut, gejala
pada malam hari, riwayat perdarahan
ulkus peptikum atau infeksi H. pylori
62
Gastritis dan
duodenitis
Sama seperti perdarahan ulkus peptikum 8
Varises esofagus Riwayat sirosis dan hipertensi porta 6
Sindroma Mallory-
Weiss
Riwayat muntah berulang 4
Keganasan
gastrointestinal
Riwayar turun BB, merokok atau
konsumsi alkohol
2
Malformasi
arteriovenous
Painless bleeding pada lansia (lansia >70
tahun), riwayat anemia defisiensi besi
10
Esofagitis atau
ulkus esofageal
Heartburn, disfagia
Ulkus Dieulafoy Painless bleeding, lebih sering pada laki-
laki
Tidak
teridentifikasi
- 8
6. Anemia defisiensi besi akibat perdarahan tersembunyi
yang berlangsung lama
Hematemesis dan atau melena disertai atau tanpa
anemia, dengan atau tanpa gangguan hemodinamik.
Warna muntahan atau feses berwarna gelap seperti
kopi
Perdarahan akut dalam jumlah besar: hematemesis
merah segar dengan atau tanpa hematokesia disertai
hemodinamik yang tidak stabil.
MANIFESTASI KLINIS
7. 1. Pemeriksaan Awal, Evaluasi Status
Hemodinamik dan Resusitasi
2. Diagnosis Penyebab Perdarahan
PENGELOLAAN PERDARAHAN SCBA
8. Perdarahan akut dalam jumlah besar melebihi 20%
volume intravaskular akan mengakibatkan kondisi
hemodinamik tidak stabil.
Hipotensi (tekanan darah <90/60 mmHg atau MAP <70mmHg)
dengan frekuensi nadi >100/menit.
Tekanan diastolik ortostatik turun >10mmHg atau sistolik turun
>20mmHg.
Frekuensi nadi ortostatik meningkat >15/menit.
Akral dingin
Kesadaran menurun
Oliguria atau anuria.
PEMERIKSAAN AWAL, EVALUASI STATUS
HEMODINAMIK DAN RESUSITASI
9. Resusitasi meliputi
pemberian cairan intravena: cairan kristaloid
pemberian oksigen
koreksi koagulopati
transfusi darah bila dibutuhkan : Hb ≤7,0 g/dL
Tujuan dari resusitasi hemodinamik adalah untuk memperbaiki
hipovolemi intravaskular, mengembalikan perfusi ke jaringan yang
adekuat, dan mencegah kegagalan multi-organ.
10. Secepatnya kirim pemeriksaan darah untuk menentukan
golongan darah, darah rutin, dan adanya kecurigaan diathesis
hemoragik perlu ditindaklanjuti dengan menggunakan tes
Rumpel-Leede, pemeriksaan waktu perdarahan, waktu
pembekuan, retraksi bekuan darah, PPT dan aPTT.
Pemasangan NGT: menilai perdarahan yang sedang berlangsung
pada hemodinamik tidak stabil;
mencegah aspirasi, dekompresi lambung, dan evaluasi perdarahan.
11. Indikator perdarahan masih terjadi adalah apabila salah satu dari
kriteria berikut terpenuhi:
Terjadi hematemesis dalam 2 jam setelah tatalaksana
medikamentosa atau tindakan endoskopi terapeutik.
Pada pasien yang terpasang nasogastric tube tampak darah segar
lebih dari 100ml.
Dalam keadaan pasien tanpa transfusi, Hb turun sebanyak 3 g/dL
atau Ht menurun sekitar 9% dalam 24 jam.
Terjadi syok hipovolemik. Observasi tanda-tanda vital pasien,
tanda-tanda dari syok hipovolemik adalah tekanan darah <90/60
mmHg atau MAP <70mmHg dengan frekuensi nadi >100/menit,
akral dingin, dan dapat terjadi penurunan kesadaran.
Pasien meninggal.
12. Sambil melakukan upaya mempertahankan stabilitas
hemodinamik, tegakan diagnosis penyebab terjadinya
perdarahan.
Anamnesis
Sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan darah yang
keluar,
Riwayat perdarahan sebelumnya,
Riwayat perdarahan dalam keluarga.
Ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain,
Penggunaan obat-obatan terumata AINS dan antikoagulan,
Kebiasaan minum alkohol,
Mencari kemungkinan adanya penyakit hati kronik, demam berdarah,
demam tifoid, gagal ginjal kronik, diabetes mellitus, hipertensi dan
alergi obat-obatan,
Riwayat transfusi sebelumnya.
DIAGNOSIS PENYEBAB PERDARAHAN
13. Pemeriksaan fisik harus menilai adanya defans muskuler, nyeri
tekan lepas, skar bekas operasi, dan stigmata penyakit hepar
kronik.
Pemeriksaan rektum dilakukan untuk menilai warna feses.
Spesimen feses perlu diambil untuk tes darah samar
SCBA SCBB
Manifestasi pada umumnya Hematemesis
dan/melena
Hematokesia
Aspirasi nasogastrik Berdarah Jernih
Rasio Ur:Cr Meningkat >35 <35
Auskultasi usus Hiperaktif Normal
16. PPI: 80mg bolus diikuti dengan injeksi 8mg/jam. (ACG (American
College of Gastroenterology) )
Tes H. pylori direkomendasikan pada semua pasien perdarahan
ulkus peptikum.
(+): Eradikasi: diberikan terapi tripel selama 1 minggu.
Setelah terapi eradikasi, pemeriksaan konfirmasi harus dilakukan
menggunakan urea breath test (UBT) atau H. pylori stool antigen test.
Pemeriksaan dilakukan paling tidak 4 minggu setelah terapi.
Pasien ulkus idiopatik (non-H. pylori, non-AINS) perlu diberi PPI jangka
panjang.
TATALAKSANA AWAL
17. Dalam ≤24 jam; Tujuan: menghentikan perdarahan aktif dan
mencegah perdarahan ulang.
Indikasi: perdarahan aktif memancar, pada bekuan yang resisten
dengan irigasi (bekuan adheren), terapi
tidak direkomendasikan untuk ulkus dengan dasar bersih atau
bintik pigmentasi.
Perdarahan ulkus aktif memerlukan kombinasi terapi hemostasis,
salah satunya adalah epinefrin yang dapat dikombinasikan
dengan pemasangan hemoklip, termokoagulasi, dan
elektrokoagulasi.
Pada pasien dengan status hemodinamik stabil dan tanpa
komorbid serius, endoskopi dapat dilakukan sebelum pasien
pulang.
TATALAKSANA ENDOSKOPI
18. Pasien Pulang:
Pasien dipulangkan jika tidak ada perdarahan ulang.
Diet cair jernih segera setelah endoskopi dan ditingkatkan
bertahap.
Bila terjadi perdarahan ulang, endoskopi dapat diulang.
Jika tidak dapat dihentikan dengan endoskopi, dapat dilakukan
pembedahan atau embolisasi arterial.
Pasien perdarahan ulkus peptikum yang dipulangkan
direkomendasikan mendapat PPI oral sekali sehari.
20. Perdarahan variseal bisa disebabkan oleh selain
sirosis hepatic
Budd-Chiari syndrome (hepatic venous outflow tract obstruction)
extra-hepatic portal vein obstruction
idiopathic portal hypertension.
Perdarahan variseal adalah keadaan gawat darurat dan komplikasi
yang lethal dari sirosis hepatis dekompenasata.
PERDARAHAN VARISEAL
21. 1. Pencegahan pre-primer (mencegah terbentuknya varises
esofagus): Skrining varises esofagus dan pengobatan penyakit liver yang
mendasari dan mencegah komplikasinya. Beta bloker tidak direkomendasikan.
2. Pencegahan primer (mencegah terjadinya perdarahan variseal
pada pasien dengan varises esofagus): varises esofagus yang
kecil perlu: obat beta bloker non-selektif dan pemeriksaan
varises esofagus setiap tahun, sedang sampai besar: juga
diberikan diberikan obat beta bloker non-selektif atau
dilakukan endoscopic band ligation.
3. Pencegahan sekunder (mencegah terjadinya perdarahan ulang
setelah terjadi perdarahan akut).
PENCEGAHAN
22. 1. Evaluasi Awal dan Resusitasi:
intubasi endotrakheal: dilakukan sebelum endoskopi pada
pasien yang sedang mengalami hematemesis, ketidakstabilan
hemodinamik meski pun dengan loading cairan, agitasi dengan
keadaan tidak kooperatif saat pemeriksaan, atau pasien dengan
GCS kurang dari delapan.(19)
Akses intravena harus terpasang.
Penggantian cairan: mempertahankan tekanan darah di atas
100mmHg.
Transfusi darah diberikan dengan tujuan mempertahankan Hb
antara 7 dan 8 g/dL atau Ht setidaknya 24%.
TATALAKSANA
23. 2. Terapi Obat-obatan Vasoaktif
Sebelum endoskopi
Obat-obatan yang sering digunakan adalah:
somatostatin 250 μg bolus diikuti dengan drip 250-500μg/jam.
terlipressin 2mg intravena setiap empat jam dalam 48 jam
pertama, diturunkan 1mg setiap 4 jam selama tiga hari
selanjutnya.
Ocreotide 50 μg bolus diikuti dengan drip 50 μg/jam.
Vapreotide 50 μg bolus diikuti dengan drip 50 μg/jam.
Terapi obat vasoaktif dilanjutkan selama lima hari.
24. 3. Profilaksis Antibiotik
pasien sirosis dengan perdarahan variseal memiliki risiko tinggi
terinfeksi bakteri yang berhubungan dengan perdarahan ulang
dan mortalitas yang tinggi.
Antibiotik yang direkomendasikan:
norfloxacin 400 mg peroral 2x1
atau ciprofloxacin 200 mg i.v 2x1
apa bila tidak bisa peroral.
25. 4. Tatalaksana Endsoskopi
Pada pasien dengan perdarahan variseal akut direkomendasikan
untuk dilakukan EVL (endoscopic variceal ligation).
Tindakan endoskopi dilakukan dalam 12 jam pertama
Endoskopi idealnya dilakukan dalam keadaan lambung yang
kosong: kumbah lambung menggunakan air suhu kamar.(1)
Terapi kombinasi antara obat-obatan vasoaktif dan terapi
endoskopi lebih efektif dibandingkan dengan terapi hanya salah
satunya.
26. 5. Profilaksis Sekunder
Segera pada hari ke-6.
Pemberian beta blocker
Tindakan ligasi endoskopik merupakan terapi yang
direkomendasikan.
Penambahan ISMN (isosorbide mononitrat) dapat
meningkatkan efisiensi.
27. 6. Evaluasi Tatalaksana
Penanganan disebut gagal apa bila dalam kurun waktu 120 jam (5 hari)
perdarahan akut masih terjadi meski sudah dilakukan ligase endoskopik
dan pemberian obat-obatan vasoaktif.
Perdarahan aktif, salah satu dari kriteria berikut terpenuhi:
Terjadi hematemesis dalam 2 jam setelah tatalaksana medikamentosa atau
tindakan endoskopi terapeutik.
Pada pasien yang terpasang nasogastric tube tampak darah segar lebih dari
100ml.
Dalam keadaan pasien tanpa transfusi, Hb turun sebanyak 3 g/dL atau Ht
menurun sekitar 9% dalam 24 jam.
Terjadi syok hipovolemik. Observasi tanda-tanda vital pasien, tanda-tanda dari
syok hipovolemik adalah tekanan darah <90/60 mmHg atau MAP <70mmHg
dengan frekuensi nadi >100/menit, akral dingin, dan dapat terjadi penurunan
kesadaran.
Pasien meninggal.
28. Perdarahan setelah 5 hari: kegagalan dari profilaksis sekunder.
Perdarahan ulang yang signifikan ditandai dengan hematemesis
atau melena sampai menyebabkan salah satu dari hal berikut:
pasien perlu dibawa ke rumah sakit,
membutuhkan transfusi,
HB menurun hingga 3 g/dL di bawah normal dan
pasien meninggal dalam kurun waktu 6 minggu.
Pengelolaan dapat dilakukan terapi endoskopik ulang,
apa bila masih terjadi perdarahan dan terjadinya persisten TIPS
(transjugular intrahepatic portosystemic shunt) dengan
Polytetrafluoroethylene (PTFE) covered stents merupakan pilihan
terbaik