SlideShare a Scribd company logo
1 of 111
Download to read offline
1
Konsep Dasar Asesmen
1. Hakikat Asesmen
Mendengar kata asesmen? Apa yang ada dalam pikiran Anda? Apa
kaitannya asesmen dengan pengukuran, evaluasi maupun tes?. Sebelum
kita lebih jauh membahas tentang asesmen, marilah kita bedakan
pengertian masing-masing istilah ”pengkuran”, “evaluasi”, “tes”, dan
“asesmen”, Pengukuran (Measurement) menurut Stevens dalam Cadha
(2009: 4) didefinisikan sebagai proses pemberian /penempatan/ assigment
angka untuk suatu objek atau peristiwa tertentu. Secara tradisional,
pengukuran berhubungan dengan unit kuantitatif, seperti yang terkait
dengan panjang (misalnya, meter, inci), waktu (misalnya, detik, menit),
massa (misalnya, kilogram, pound), dan suhu (misalnya, Kelvin,
Fahrenheit). Pengukuran dalam ilmu sosial berkaitan dengan penyediaan
data yang memenuhi beberapa kriteria, dan dengan demikian tes diberikan
untuk menilai sejauh mana kriteria terpenuhi.
Menurut Fink (1995:4) Evaluasi merupakan suatu penyelidikan/
investigasi karakteristik dan manfaat suatu program. Tujuannya adalah
untuk memberikan informasi tentang efektivitas progam sehingga dapat
mengoptimalkan hasil, efisiensi, dan kualitas. Hal ini mengandung arti
bahwa evaluasi dilakukan untuk melihat keterlaksanaan dan ketercapain
kegiatan/layanan yang telah dilaksanakan dalam upaya mengambil
keputusan. Sebagai contoh Anda ingin mengetahui ketercapaian progam
BK yang sudah Anda laksanakan, maka Anda dapat melakukan kegiatan
evaluasi. Dengan demikian kegiatan dalam evaluasi meliputi pengukuran
dan asesmen.
Hays (2013: 5) merumuskan tes sebagai proses sistematis dan sering
distandarisasi untuk pengambilan sampel dan menggambarkan suatu minat
perilaku individu atau kelompok. Sejalan Hays, Furqon & Sunarya (2011:
203) merumuskan tes sebagai himpunan pertanyaan yang harus dijawab,
atau pernyataan-pernyataan yang harus dipilih/ditanggapi, atau tugas-tugas
yang harus dilakukan oleh orang yang di tes dengan tujuan untuk
2
mengukur suatu aspek perilaku atau memperoleh informasi tentang atribut
dari orang yang di tes. Tes hanyalah sebagai salah satu teknik dalam
asesmen. Pembahasan tentang tes lebih lanjut akan Anda pelajari di modul
2.
Menurut Hays (2013: 4) “Asesmen is an umbrella term for the
evaluation methods counselors use to better understand characteristics of
people, places, and things”. Dari rumusan Hays dapat kita fahami bahwa
asesmen adalah istilah umum metode evaluasi yang digunakan konselor
untuk lebih memahami karakteristik orang, tempat, dan hal-hal (objek).
sejalan dengan Hays, menurut Aiken ( 1997: 454) “Human asesmen is
appraising the presence or magnitude of one or more personal
characteristics. Assessing human behavior and mental processes includes
such procedures as observations, interviews, rating scale, checklist,
inventories, projectives techniques, and tests”. Berdasarkan pengertian
Aiken di atas dapat difahami bahwa asesmen individu adalah suatu cara
untuk memahami, menilai, atau menaksir karakteristik, potensi, dan atau
masalah-masalah (gangguan) yang ada pada individu atau sekelompok
individu. Cara-cara yang digunakan itu mencakup observasi, interview,
skala psikologis, daftar cek, inventory, tes proyeksi, dan beberapa macam
tes.
Sejalan dengan pernytaan Aiken, Anastasi, (2006: 3) menyatakan
bahwa instrumen tes maupun non tes bisa berfungsi saling melengkapi
artinya kepada individu setelah dilakukan wawancara atau observasi
kemudian dilanjutkan dengan pemberian tes, atau sebaliknya setelah
dilakukan tes kemudian dilakukan wawancara atau observasi.
Simpulan pengertian asesmen bila dikaitkan dengan bimbingan dan
konseling adalah suatu cara yang dilakukan oleh konselor untuk
memahami, menilai karakteristik, potensi, atau masalah masalah yang ada
pada individu atau sekelompok individu dengan menggunakan teknik tes
maupun non tes.
3
2. Tujuan Asesmen
Tujuan asesmen yang akan dibahas dalam bab ini adalah tujuan
asesmen secara umum dan tujuan asesmen dalam model pemecahan
masalah. Menurut Aiken (1997: 11), tujuan utama asesmen baik tes
maupun non tes adalah untuk menilai tingkah laku, kecakapan mental, dan
karakteristik kepribadian seseorang dalam rangka membantu mereka
dalam membuat keputusan, peramalan, dan keputusan tentang seseorang.
Sejalan dengan Aiken Anastasi (2006: 3) menunjukkan bahwa secara
tradisional, pengukuran psikologis bertujuan untuk mengukur perbedaan-
perbedaan antara individu atau perbedaan reaksi individu yang sama
terhadap berbagai situasi yang berbeda. Diakui bahwa pendorong utama
munculnya pengkuruan psikologi adalah kebutuhan akan penilaian dari
dunia pendidikan
Selain itu asesmen memberikan manfaat dalam konseling karena
dapat memberikan informasi bagi konselor maupun konseli sehingga
konselor dapat memahami, memberikan tanggapan, membuat perencanaan
serta melakukan evaluasi yang tepat.
Menurut Aiken (2008: 13) Tujuan asesmen teknik tes psikologis
secara khusus adalah:
a. Untuk menyaring pelamar pekerjaan, pendidikan, dan atau program
pelatihan.
b. Untuk pengklasifikasian dan penempatan seseorang dalam pendidikan
dan pekerjaan.
c. Untuk pemberian bantuan dan pengarahan bagi individu dalam
pemilihan pendiikan, pekerjaan, konseling perorangan.
d. Untuk memilih karyawan mana yang perlu dihentikan (di-PHK),
dipertahankan, atau dipromosikan melalui program pendidikan atau
pelatihan atau tugas khusus.
e. Untuk meramalkan dan menentukan perlakuan (tritmen) psikis, fisik,
klinis, dan rumah sakit.
4
f. Mengevaluasi perubahan kognitif, interpersonal (dalam diri) dan
interpersonal dalam kaitannya dengan progam pendidikan,
psikoterapetik, dan progam intervensi perilaku lainnya.
Tujuan melakukan asesmen sebagai dasar bagi konselor dalam
membuat progam BK di sekolah. Dengan melakukan asesmen konselor
mendapatkan data yang relevan, objektif, akurat dan komprehensif tentang
kondisi konseli seperti profil, permasalahan yang dihadapi konseli, potensi
yang dimiliki, kebutuhan dan kondisi lingkungan yang dibutuhkan oleh
konseli. Bagi konseli, hasil asesmen dapat digunakan untuk memahami
diri sendiri dengan lebih baik dan merencanakan masa depan mereka
sendiri. Asesmen juga membantu konseli memperjelas tujuan hidup,
memperoleh kejelasan sudut pandang, dan memperoleh dukungan yang
ilmiah dan terpercaya bagi diskripsi diri.
Asesmen juga bertujuan untuk mendukung penelitian tentang
perubahan tingkah laku dan mengevaluasi efektifitas suatu program atau
teknik yang baru. Hal yang paling penting bahwa kemampuan melakukan
asesmen adalah salah satu dari tujuh kompetensi yang harus dimilik oleh
konselor profesional untuk kepentingan melakukan diagnosis dan
pertimbangan dalam memberikan treatmen.
Menurut Santoadi (2010: 117-121) Tujuan asesmen dalam model
pemecahan masalah memiliki tahapan yaitu orientasi masalah, identifikasi
masalah, mencari altenatif pemecahan masalah, pengambilan keputusan,
dan verifikasi. Adapun lebih jelasnya adalah sebagai berikut:
a. Orientasi Masalah;
Langkah pertama ini menuntut konseli mengenali dan menerima
masalah. Jika konseli menolak mengakui bahwa ia sedang mengalami
masalah, maka masalahnya tidak dapat ditangani dengan tepat.
Hampir semua prosedur asesmen dapat dipake untuk meningkatkan
kepekaan terhadap persoalan yang potensial. Instrumen yang dapat
meningkatkan kesadaran diri dan eksplorasi diri dapat menstimulasi
konseli untuk mengatasi gangguan-gangguan perkembangan sebelum
hal tersebut benar-benar terjadi. Survey atas kelompok atau kelas
5
dapat membantu konselor mengidentifikasi masalah-masalah umum
yang dapat dijadikan dasar untuk menyusun program bimbingan dan
konseling disekolah.
b. Identifikasi Masalah;
Konselor dan konseli mengidentifikasi masalah sedetil mungkin
prosedur asesmen dapat memperjelas jenis dan sumber masalah
konseli. Misalnya screening inventory atau problem checklist dapat
dipakai untuk mengetahui jenis masalah dan kadar berat ringannya
masalah. Catatan harian atau logebook dapat dipakai untuk
mengidentifikasi situasi seputar permasalahan yang muncul. Inventori
kepribadian dapat membantu konselor dan konseli memahami
dinamika kepribadian dalam situasi tertentu intformasi yang didapat
selama proses identifikasi masalah dapat dipakai untuk merumuskan
tujuan konseling yang lebih spesifik.
c. Mencari Alternatif Pemecahan Masalah;
Prosedur asesmen membuat konselor dan konseli mampu
mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah. Misalnya inventori
minat dapat menunjukan alternatif pillihan karir. Wawancara dapat
dipakai untuk menentukan cara mana yang efektif dimasa lampau
ketika konseli menghadapi masalah yang serupa dengan masalah yang
pernah terjadi dimasa lampau.
d. Pengambilan Keputusan;
Konselor menggunakan asesmen untuk membantu konseli
mempertimbangkan daya tarik alternatif dan derajat kemungkinan
tercapainya hasil dari setiap alternatif. Daya tarik berbagai alternatif
dapat diketahui melalui klarifikasi nilai. Konselor juga menggunakan
data asesmen untuk membantu menentukan tindakan yang tepat untuk
memecahkan masalah konseli. Misalnya skor tes prestasi dapat
dipakai untuk membimbing siswa memilih bidang belajar.
e. Verifikasi;
Prosedur asesmen digunakan untuk penskalaan pencapai tujuan tehnik
monitor mandiri, survey kepuasan konseli dan penggunaan kuisioner
6
hasil. Selain berfungsi sebagai penuntun dalam proses konseling
verifikasi juga menyediakan perangkat untuk mengetahui akuntabilitas
layanan konseling.
3. Prinsip Dasar Melakukan Asesmen
Gibson (2011: 384-386) menunjukan pedoman dan prinsip-prinsip
dasar dalam melakukan asesmen adalah sebagai berikut:
a. Setiap manusia itu unik dan setiap keunikan ini memiliki nilai.
Konselor seharusnya menghargai keunikan masing-masing individu.
Dengan demikian konselor diharapkan bids memfasilitasi
perkembangan sesuai keunikan masing-masing.
b. Keberagaman ada dalam setiap individu. Setiap manusia itu unik.
Prinsip ini menekankan bahwa asesmen individu mencoba
mengidentifikasi (bakat, keterampilan, ketertarikan seseorang dan pada
saat yang sama) dan sekaligus mencegah penyeragaman dari satu atau
bermacam-macam karakteristik seseorang.
c. Human asessment menuntut adanya partisipasi langsung seseorang di
dalam penilaian terhadap pribadi mereka. Agar penilaian menjadi
akurat dan bermakna, konseli harus dilibatkan secara langsung dan
dengan sukarela. Bentuk keterlibatan konseli itu bisa beruap masukan
dari konseli kepda konselor, timbalbalik, klarifikasi, dan interpretasi
serta evaluasi dari konseli sehingga konseli memperoleh pemahaman
yang lebih baik tentang dirinya.
d. Human assesment yang akurat dibatasi oleh personel dan
instrumen.Penggunaan teknik asesmen secara efektif bergantung pada
pengakuan akan batasan instrumen dan personil selain juga penerimaan
akan potensi mereka. Batasan itu mulai dari pengetahuan, keterampilan
dan teknik yang digunakan. Konselor tidak boleh menggunakan teknik
asesmen, termasuk yang terstandar jika belum terlatih dan tidak
memiliki lisensi sebagai tester untuk teknis tes. Disamping elemen
personil, adapula keterbatasan instrumen tes maupun non tes. Oleh
karena itu, penggunaan instrumen tes maupun non tes perlu
dipertimbangkan sebelumnya.
7
e. Tujuan human assesment adalah identifikasi potensi yang unik dari
masing-masing orang. Dengan memahami potensi konseli, konselor
diharapkan bisa melakukan intervensi secara tepat dalam membantu
pengembangan potensi individu yang dibimbing. Oleh karena itu,
konselor perlu mempertimbangkan dan berpedoman pada hasil
asesmen.
f. Dalam melakukan human assesment hendaknya mengikuti pedoman
profesional yang sudah dibuat dan disepakati oleh organisasi
profesional. Pedoman ini dimaksudkan untuk melindungi konseli dari
pemahaman yang tidak tepat dan menghasilkan simpulan yang tidak
tepat pula.
Selain prinsip diatas, konselor juga harus memperhatikan beberapa
prinsip menurut Santoadi (2010: 123) yaitu:
a. Bermanfaat, artinya asesmen harus bertujuan mensejahterakan konseli
bukan sekedar kepentingan administratif kelembagaan misalnya
akreditasi atau pihak luar.
b. Konselor mempertimbangkan reliabiltas, validitas, dan utilitas dari
sebuah metode asesmen yang digunakan terutama asesmen teknit tes.
c. Digunakan beberapa metode asesmen secara berkelanjutan
d. Penggalian data lebih dari sekali sehingga mendapatkan data yang utuh
mengenai konseli yang dilayani.
e. Dipertimbangkan kemungkinan adanya persoalaan ganda, seperti
depresi yang muncul bersamaan dengan pemakaian obat terlarang,
kecemasan, atau persoalan-persoalan fisik.
f. Dilakukan asesmen atas situasi konseli selain atas diri konseli. Asesmen
yang bermutu dapat menunjukan bahwa akar masalah bukan hanya
individu tetapi juga berasal dari lingkungan.
g. Jika memungkinkan konselor dapat menggabungkan asesmen yang
berbeda-beda yang dipakai untuk menggabungkan data yang dianggap
lebih baik dari pada menggabungkan data subjektif-klinis. Data yang
diperoleh dengan metode asesmen yang sistematik-terukur secara
kuantitatif harus digabung dengan data yang diukur secara kualitatuf
8
sehingga asesmen benar-benar menggambarkan keadaan individu
maupun kelompik secara utuh.
h. Konselor memperlakukukan semua asesmen secara tentatif. Ketika data
tambahan tersedia konselor harus dapat dan mau merevisi asesmen
yang dilakukannya.
i. Konselor mempertimbangkan pengaruh faktor individual seperti usia,
jender dan jenis kelamin, tingkat kependidikan, etnis pada hasil tesis
berikutnya.
j. Konselor mengidentifikasi, menginterpretasikan dan menggabungkan
data kultural sebagai bagian dari proses asesmen.
k. Konselor harus berkonsultasi dengan profesional lain berkaitan dengan
prosedur asesmen dan hasil asesmen jika ia memiliki kekurangan dan
profesionalitas.
l. Konselor harus memakai hasil asesmen untuk memberi umpan balik
kepada konseli sebagai bagian dari proses terapi. Asesmen seharusnya
memasukan evaluasi atas kekuatan dan kelemahan konseli. Salah satu
tanggungjawab konselor adalah memberikan informasi yang benar
tentang diri konseli kepada pihak lain yang relevan dengan tujuan
mengatasi masalah, mengembangkan konseli, mencegah timbulnya
masalah dan menjaga perkembangan yang sudah berjalan tetap optimal.
m. Keamanan dan kerahasiaan data harus dijamin oleh konselor.
9
4. Kedudukan Asesmen dalam Bimbingan dan Konseling
Sumber https://www.slideshare.net/komisariatimmbpp/13
Gambar 1.1 : Kerangka Kerja Utuh Bimbingan dan Konseling
Berdasarkan pada gambar kerangka kerja utuh bimbingan dan
konseling, asesmen di atas, kedudukan asesmen dijadikan sebagai dasar
dalam perancangan progam bimbingan yang sesuai kebutuhan. Kegiatan
asesmen dalam layanan bimbingan dan konseling (Depdiknas, 2007: 220)
meliputi dua area yaitu:
a. Asesmen lingkungan yang terkait dengan kegiatan mengidentifikasi
harapan sekolah/madrasah dan masyarakat (orang tua peserta didik),
sarana dan prasarana pendukung progam bimbingan, kondisi dan
kualifikasi konselor, dan kebijakan pimpinan sekolah/Madrasah
b. Asesmen kebutuhan dan masalah peserta didik yang menyangkut
karakteristik peserta didik, seperti aspek-aspek fisik (kesehatan dan
keberfungsiannya), kecerdasan, motif belajar, sikap dan kebiasaan
belajar, minat-minat (pekerjaan, jurusan, olah raga, seni, dan
keagamaan), masalah-masalah yang dialami dan kepribadian; atau
tugas-tugas perkembangannya, sebagai landasan untuk memberikan
pelayanan bimbingan dan konseling.
10
Data hasil asesmen yang memadai dapat menjadi dasar melakukan
tindakan edukatif yang tepat sehingga progam yang dibuat akan berjalan
sesuai dengan yang ditetapkan. Tanpa asesmen yang berkualitas tidak akan
ada progam bimbingan dan konseling yang komprehensif, berkualitas, dan
mampu mencapai tujuan layanan yang tuntas, baik dalam fungsi kuratif,
apalagi fungsi pengembangan dan pencegahan. Jadi asesmen mutlak
dilakukan dalam bimbingan dan konseling.
Menurut Santoadi (2010: 115) kegiatan asesmen terdiri dari beberapa
aktivitas sebagai berikut:
a. Penghimpunan atau menggali data dengan metode dan alat tertentu
untuk mengungkapkan gejala-gejala yang tampak di permukaan, baik
gejala positif atau gejala negatif.
b. Analisis data dan penafsiran. Konselor melalui analisis berusaha
menjawab pertanyaan mengapa gejala itu muncul, darimana sumbernya,
siapa saja yang terlibat, sehingga konselor dapat memetakan gejala
masalah dan penyebabnya.
c. Menyimpan data. Data yang digali dan dianalisis perlu
diadministrasikan dan disimpan di tempat yang dapat dijangkau serta
sekaligus dijaga kerahasiaanya.
d. Memakai data sebagai dasar melakukan intervensi bimbingan dan
konseling.
5. Ilmu-ilmu Pendukung dan Implikasinya bagi Pemahaman Individu
a. Ilmu-Ilmu Pendukung Pemahaman Individu
Manusia merupakan makhluk yang sangat kompleks, unik, dan
terkadang misterius. Manusia tidak bisa difahami hanya dengan satu sisi
saja tetapi perlu dilihat dari berbagai sisi, agar bisa diketahui apa yang
sebenarnya tersembunyi dibalik perilakunya yang tampak. Dengan
demikian kita tidak akan salah dalam menafsirkan perilaku individu,
lantaran menggunakan kaca pandang yang cocok untuk membaca tingkah
laku tersebut. Gibson R.I dan Mitchell (1995: 255-259) menunjukkan
beberapa ilmu yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung pemahaman
terhadap perilaku individu, ilmu-ilmu itu adalah sosiologi, antropologi,
11
ekonomi, psikologi. Penulis sendiri memandang bahwa agama yang dianut
seseorang juga memberi bentuk pada pribadi dan tingkah lakunya. Adapun
masing-masing ilmu penjelasan singkat adalah sebagai berikut:
1) Sosiologi
Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan sosial dan tingkah laku
yang berfokus pada studi individu dan kelompok dalam masyarakat dan
bagaimana mereka berperilaku dan berinterkasi dengan yang lainnya.
Ilmu sosiologi memberikan kontribusi dalam memahami jaringan sosial
dan pengaruh mereka terhadap individu, peran individu, dan hubungan
dalam jaringan mereka sendiri. Sosiologi juga membantu dalam
memahami perilaku yang menyimpang dari norma masyarkat.
Gibson R.L (1995: 255) menyatakan bahwa studi dalam wilayah
ini bisa membantu para konselor mengenali pengaruh kontrol sosial
atau pengendalian terhadap perilaku konseli, peserta didik ataupun yang
lainya. Dengan sosiologi, para konselor akan menemukan bahwa
pemahaman sosial memberikan kontribusi terhadap pemahaman
kelompok dan struktur yang ada dalam masyarakat dimana mereka
menjadi bagiannya. Para ahli sosiologi membantu konselor memahami
status dan implikasinya melalui studi stratifikasi sosial dan secara
umum urutan posisi sosial dalam masyarakat.
Ahli sosiologi, sebagaimana ahli psikologi, juga berkaitan dengan
studi pengembangan konsep diri seseorang. Studi sosiologi berfokus
pada pengembangan konsep diri melalui proses sosialisasi dengan
pengaruhnya bagi yang lain. Hal ini penting sekali bagi para konselor
untuk mengenali pengaruh dari pentingnya orang lain dan referensi
kelompok pada pengembangan konsep diri. Siapapun mereka yang
memutuskan, diharapkan atau tidak, sangat penting bagi pengembangan
konsep diri seseorang, dan kelompok apapun yang digunakan seseorang
untuk berkembang dan menguji kelakuan, keyakinan dan lainnya.
Dalam memahami individu seorang konselor perlu memahami
pula dari keluarga apa konseli dilahirkan, ditengah-tengah masyarakat
macam apa konseli dibesarkan, dengan siapa konseli bergaul, nilai-nilai
12
sosial apa yang selama ini konseli anut. Dengan pemahaman ini
diharapkan konselor tidak terlalu cepat menilai perilaku individu itu
normal atau tidak normal, dan bisa memberikan layanan yang lebih
sesuai dengan karakteristik lingkungan sosial yang membentuknya.
2) Antropologi
Antropologi merupakan studi budaya sebuah masyarakat dan
karakteristik perilaku sosialnya. Dalam studi ini, antropologi
mengidentifikasi tradisi, norma, bentuk-bentuk pembelajaran, gaya
meniru dan perilaku lain dalam bentuk perspektif sekarang maupun masa
lampau. Budaya membekali manusia dengan nilai, pedoman, aturan,
berperilaku dalam masayarakat.
Diantara pemahaman yang bisa disajikan oleh antropologi kepada
para konselor adalah mengenali (a) budaya yang berbeda memilki konsep
yang sama dan berbeda, (b) pentingnya latar belakang etnis dan budaya
dari konseli, (c) pentingnya latar belakang etnis dan budaya dari
konselor, dan (d) pentingnya kelompok-kelompok budaya dalam
masyarakat atau konteks budaya yang lebih besar.
Budaya membekali manusia dengan nilai-nilai awal, pedoman dan
aturan perilaku dan adanya harapan akan masa yang akan datang.
Sebagai catatan tambahan, konsep diri merupakan pusat pembelajaran
kepribadian dan tingkah laku melalui ahli psikologi dan sosiologi, dan
studi antropologi memberikan sumbangan terhadap pemahaman diri
sebagai sesuatu yang secara natural sudah ada dan jelas.
Dilihat dari segi pendukungnys, budaya bisa dibedakn menjadi dua,
yaitu (1) budaya pribadi yang menunjuk pada dunia pribadi seseorang
yang unik, atau pola pola perilaku yang bersifat sangat pribadi, yang oleh
Carl Rogers disebut “ the self”. (2) budaya kelompok merujuk pada nilai-
nilai atau cara hidup yang didukung oleh kelompok (peradapan, bangsa,
ras, etnik, agama, sekte, pemakai bahasa, partai dan sebagainya).
Gibson (1995: 258) mencatat sebuah peningkatan yang bagus dalam
bidang konseling terhadap pengaruh kejadian-kejadian budaya dan
lingkungan. Dalam hal ini, Blocher dan Biggs (dalam Anwar, 2012: 39)
13
menggambarkan pergerakan di balik komunitas tradisional dengan
pendekatan kesehatan mental seseorang yang mempelajari hubungan
antara manusia dan lingkungan.
3) Ekonomi
Ekonomi adalah ilmu pengetahuan sosial lain yang berhubungan
dengan perilaku individu dan hubungan manusia. Para ahli ekonomi,
sebagaimana para ahli sosiologi, sangat berhubungan dengan posisi
ekonomi seseorang, status sosial ekonomi manusia dalam masyarakat,
pencapaian ekonomi berinteraksi dengan faktor lain yang berkaitan
dengan budaya untuk menentukan “ status”. Status sosial ekonomi ini
bermanfaat dalam penentuan feeling konseli, perilaku, gaya hidup dan
masih banyak lagi. C.Gilbert Wren (dalam Anwar, 2012: 40) mencatat
pentingnya pembelajaran ekonomi bagi konselor ketika dia mengatakan
bahwa “ konselor sekolah tidak boleh dari lulusan Konselor psikologi
dan ekonomi yang masih kelas kedua”. Bagi konselor, memahami
pengaruh sistem dan teori ekonomi sangat bermanfaat bagi pilihan karir.
4) Psikologi
Konselor selama proses pendidikannya telah mempelajari
bermacam-macam disiplin ilmu, seyogyanya mereka memahami bahwa
psikologi merupakan salah satu yang paling dekat hubungannya dengan
profesi konseling. Psikologi umum memberikan modal bagi konselor
untuk membaca dan mengenali aspek-aspek psikis individu seperti
pengamatan, tanggapan, ingatan, fantasi, berfikir, motivasi, perasaan,
sikap, minat dan lain sebagainya. Dengan pemahaman terhadap aspek-
aspek psikis tersebut memungkinkan seseorang yang sedang berupaya
memahami individu menjadi lebih jelas aspek mana sebenarnya yang
hendak dipelajari. Dengan psikologi perkembangan memungkinkan
seseorang konselor memahami mengapa dan bagaimana manusia tumbuh
dan berkembang dalam kehidupan mereka, memahami karakteristik
individu pada usia tertentu dan sekaligus memperlakukannya dengan
bijak.
14
Dengan psikologi kepribadian memungkinkan seseorang konselor
mengenali tipe-tipe kepribadian yang menonjol pada seseorang dan
memperlakukannya secara tepat. Psikologi belajar memberi wawasan bagi
konselor bagaimana proses belajar terjadi. Sehingga para pendidik bisa
merencanakan dan melaksanakan pembelajaran secara tepat. Psikologi
sosial memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada para
konselor dengan proses sosialisasi dan pengaruh sosial, tingkah laku,
peran, dinamika kelompok dan hubungan interpersonal. Psikologi klinis
telah memberikan sumbangan berharga dalam menyusun tes yang bisa
membedakan seseorang tergolong normal atau tidak normal, sehingga
memudahkan bagi perawatan lebih lanjut.
5) Agama
Agama timbul pada masyarakat manusia sejak jaman pra-sejarah. Hal
ini berarti agama telah memberi bentuk dan warna kehidupan manusia
sejak manusia itu ada. Agama memberi bentuk pada pikiran, perasaan,
sikap, keinginan, kebutuhan dan kepuasan bagi pemeluknya lantaran
keimanan dan ketaatannya kepada ajaran agama yan diimaninya. Agama
membimbing manusia mengembangkan interpretasi intelektual yang
membantu manusia mendapatkan makna dari pengalam hidupnya. Agama
juga membantu manusia memecahkan persoalan-persoalan yang tidak
terjawab oleh manusia sendiri, seperti persoalan mati, nasib baik dan
buruk.
Akan tetapi, tidak semua orang yang beragam tumbuh dan berkembang
menjadi orang yang memiliki kepribadian sejalan dengan ajaran
agamanya. Pada penganut agama manapun dijumpai orang-orang yang
amat taat, kurang taat, dan tidak taat pada ajaran agamanya. Tingkat
ketaatan itu akan mempengaruhi kuat lemahnya pengaruh agama terhadap
kepribadian dan perilaku seseorang. Sejalan dengan uaraian di atas,
Gerhard Lenski (dalam Djamari, 1993: 7) dari hasil studinya
menyimpulkan bahwa:
a) Agama merupakan variabel terpenting dalam memprediksi sosial
manusia
15
b) Agama menjadi determinan penting dalam perspektif dan nilai
sosial
c) Kelompok sosioreligiusitas lebih penting pengaruhnya terhadap
sikap sosial daripada kelas sosial
d) Pada beberapa kasus, agama berfungsi sebagai penyebab dan kasus
lain sebagi efek.
e) Perilaku sosial berkorelasi dengan orientasi teologis (apakah
teologis fondamental, konservatif, atau liberal) atau dengan tingkat
ketaatan.
f) Beberapa dimensi religiusitas ditemukan signifikan berkorelasi
dengan perbedaan ras dan sikap anti semit, sikap terhadap
perceraian dan pengendalian kelahiran dan sebagainya.
g) Agama berkorelasi dengan nilai dan sikap sosial yang lebih luas,
tetapi kadang-kadang sangat kompleks.
Akhirnya disarankan bagi siapa saja yang hendak memahami individu
hendaknya ia memahami agama yang dianutnya, siapa yang hendak
mempelajari masyarakat, ia harus juga mempelajari agama yang dianut
masyarakat itu.
b. Implikasi bagi Pemahaman Individu
Menurut Anwar (2012: 44-45) Implikasi ilmu-ilmu pendukung
pemahaman individu bagi konselor adalah sebagai berikut:
 Konselor menunjukkan kesadaran yang lebih besar terhadap beragam
budaya konseli
 Konselor memiliki pemahaman terhadap struktur sosial dari
komunitas konseli.
 Konselor harus mengenali bahwa perilaku berfungsi sebagai
interakasi individu dengan lingkungannya
 Konselor diharapkan mengenali hubungan potensial antara
karakteristik sosio ekonomi konseli dan perilaku mereka dalam
kehidupan sehari-hari baik disekolah maupun diluar sekolah.
16
 Konselor diharapkan mempunyai pemahaman yang lebih terhadap
beragam pengaruh sosial pada perilaku pertumbuhan, dan
perkembangan individu berdasarkan pendekatan interdisiplin.
 Konselor diharapkan memahami agama yang dianut konseli agar,
mampu membaca dengan benar makna tingkah laku konseli dan
memberikan pelayanan secara tepat.
6. Kode Etik Penggunaan Asemen dalam Bimbingan dan Konseling
Konselor bila akan menggunakan asesmen perlu memperhatikan dan
menaati kode etik yang telah ditetapkan. Kode etik merupakan ketentuan
atau aturan atau tata cara yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas
dan aktivitas suatu profesi dan harus diatati. Kode etik dalam sebuah
profesi diperlukan untuk tetap menjaga standar mutu dan status profesi
dalam batas-batas yang jelas dengan profesi lain,sehingga terhindar dari
penyimpanganya. Mengenai etika penggunaan asesmen dalam bimbingan
dan konseling, ABKIN memiliki kode etik mengenai testing (Munandir,
2007: 1-2). Adapun poin-poinya adalah sebagai berkut:
a. Suatu jenis tes hanya boleh diberikan oleh petugas yang berwewenang
menggunakan dan menafsirkan hasilnya. Konselor harus selalu
memeriksa dirinya apakah ia mempunyai kewenangan yang dimaksud.
b. Testing diperlukan bila dibutuhkan data tentang sifat atau ciri
kepribadian yang menuntut adanya perbandingan dengan sampel yang
lebih luas, misalnya taraf inteligensi, minat, bakat khusus, kecende-
rungan dalam pribadi seseorang.
c. Data yang diperoleh dari hasil testing itu harus diintegrasikan dengan
informasi lain yang telah diperoleh dari konseli sendiri atau dari
sumber lain.
d. Data hasil testing harus diperlakukan sama seperti data dan informasi
lain tentang konseli.
e. Konselor harus memberikan orientasi yang tepat kepada konseli
mengenai alasan digunakannya tes dan apa hubungannya dengan
masalahnya. Hasilnya harus disampaikan kepada konseli dengan
disertai penjelasan ten-tang arti dan kegunaannya.
17
f. Hasil testing harus diberitakan kepada pihak lain sejauh pihak lain
yang diberi tahu itu ada hubungannya dengan konseli dan tidak
merugikan konseli.
g. Pemberian suatu jenis tes harus mengikuti pedoman atau petunjuk yang
berlaku bagi tes yang bersangkutan.
Senada dengan kode etik testing di atas, (Furqon & Sunarya, 2013: 231)
mengatakan bahwa beberapa hal yang harus diperhatikan oleh konselor
saat melakukan asesmen, terutama bila asesmen itu telah dibakukan.
Beberapa hal itu adalah :
a. Orang yang berhak menggunakan instrumen asesmen adalah
seseorang yang terlatih dan memiliki kualifiaksi tertentu yang sudah
ditetapkan oleh organisasi profesi.
b. Pelaksanaan pemberian asesmen harus memperhatikan kondisi
konseli. Tester harus memperhatikan jumlah konseli, kapasitas
ruangan dan lain-lain.
c. Kapan instrumen di berikan. Ini berkaitan dengan waktu pelaksanaan
dan tujuan pengetesan.
d. Cara mengkomunikasikan hasil. Hasil asesmen harus diberitahukan
kepada konseli. Artinya konseli harus tahu atau memahami hasil
asesmen.
e. Kerahasiaan hasil. Data hasil asesmen akan menyangkut diri
seseorang karena itu sampai batas-batas tertentu harus dirahasiakan
oleh konselor( sepanjang menyangkut pribadi). Tetapi manakala
seseorang berhadapan dengan hukum, dan pihak tertentu memerlukan
data tersebut, maka menjadi kewajiban konselor untuk
memberikannya.
f. Sikap dalam memperlakukan hasil. Hasil asesmen bukanlah segalanya
tentang peserta didik. Karena selain setiap instrumen asesmen
memiliki keterbatasan, setiap instrumen juga memiliki kekhususan
penggunaan. Dengan demikian, guru pembimbing jangan terlalu
terpaku pada hasil rekomendasi suatu asesmen.
18
A. Rangkuman
Selamat, Anda telah menyelesaikan modul tentang konsep dasar asesmen.
Hal-hal penting yang telah Anda pelajari dapat dirangkum sebagai berikut:
a. Pemahaman individu adalah suatu cara untuk memahami, menilai, atau
menaksir karakteristik, potensi, dan atau masalah-masalah (gangguan)
yang ada pada individu atau sekelompok individu.Cara-cara yang
digunakan itu meliputi tes psikologis, tes proyeksi,inventory, observasi,
wawancara, skala psikologis, daftar cek, serta asesmen non tes lainnya
yang relevan.
b. Ada beberapa manfaat pengetahuan dan keterampilan melakukan asesmen,
yaitu (a) untuk pengklasifikasian dan penempatan seseorang dalam
pendidikan dan pekerjaan, (b) untuk menyaring pelamar pekerjaan,
pendidikan, dan atau program pelatihan, (c) untuk pemberian bantuan dan
pengarahan bagi individu dalam pemilihan penddiikan, pekerjaan,
konseling perorangan, (d).untuk memilih karyawan mana yang perlu
dihentikan, dipertahankan, atau dipromosikan melalui program pendidikan
atau pelatihan atau tugas khusus, (e) untuk meramalkan dan menentukan
perlakuan (tritmen) psikis, fisik, klinis, dan rumah sakit , (f) untuk
mengevluasi perubahan kognitif, intrapersonal, dan interpersonal sebagai
hasil dari pendidikan, terapi psikologis dan berbagai program intervensi
tingkah laku. (g) untuk mendukung penelitian tentang perubahan tingkah
laku dan meng-evaluasi efektifitas suatu program atau teknik yang baru.
c. Dalam melakukan asesmen, konselor harus memperhatikan prinsip prinsip
asesmen sehingga memperoleh data yang sesuai dengan karakteristik
konseli yang dilayani.
d. Ilmu ilmu pendukung pemahaman individu diantaranya: sosiologi,
antropologi, ekonomi, psikologi, dan agama.
e. Assesmen dijadikan dasar dalam membuat progam pelayanan BK.
Asesmen yang dilakukan ada dua area yaitu asesmen kepada konseli dan
asesmen kepada lingkungan.
f. Konselor harus memperhatikan kode etik baik dalam menggunakan atau
memanfaatkan hasil asesmen
19
DAFTAR PUSTAKA
Aiken, L.R. 1997. Psychological Testing and Asesmen. (8 th edition).Tokyo:
Allyn and Bacon
Anastasi, A & Urbina, S. 2006. Tes Psikologi ( Alih Bahasa : PT Indeks
kelompok Gramedia). Jakarta: PT Indeks
Chadha, N.K. 2009. Applied Psychometry. New Delhi: SAGE Publications India
Pvt Ltd
Fink, Arlene. 1995. Evaluation For Education Psychology. California: Sage
Publication, Inc
Furqon & Sunarya, Y. 2011. Perkembangan Instrumen Asesmen Perkembangan
Peserta Didik. Jakarta: Rajawali Pers.
Hays, Danica G. (2013). Asesmen in Counseling. A Guide to the Use of
Psychological Asesmen Procedures. American Counseling Association
Sutoyo, A. 2012. Pemahaman Individu (observasi, chekclist, inteview, kuesioner
dan sosiometri). Yogyakarta: Pusataka Pelajar
Munandir. 2007. Kode Etik Testing. Makalah disampaikan dalam
PelatihanSertifikasi Tes BagiKonselorPendidikanAngkatan X.
Gibson , R.L. & Mitchell.M.H. 1995. Pengantar Bimbingan dan Konseling (Alih
Bahasa: Pustaka Pelajat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Derektorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
Departemen Pendidikan Nasional, Rambu-rambu Penyelenggaraan
Bimbingan dan Konseling Dalam Jalau Pendidikan Formal, Jakarta:
Depdiknas, 2007
Asesmen Teknik Tes
1. Hakikat Asesmen Teknik Tes
a. Latar Belakang
Pemahaman terhadap asal mula tes psikologi dapat memberikan
wawasan terhadap tes-tes yang saat ini berkembang. Meskipun tidak
mudah menemukan akar tes, namun pada bangsa yunani kuno tes
digunakan sebagai pendamping proses pendidikan, tes digunakan untuk
mengukur keterampiln fisik dan intelektual. Tes juga digunakan sebagai
ujian formal ketika universitas-universitas di eropa memberi gelar dan
penghargaan sejak abad pertengahan (Anastasi, 2006: 36). Perkembangan
tes psikologis selanjutnya di rangkumkan secara singkat sebagaimana
berikut :
Abad ke 19 adalah masa kebangkitan minat pada pengobatan yang lebih
manusiawi terhadap penderita gangguan jiwa dan mereka yang
terbelakang mental. Dari sinilah dalam perawatannya semakin disadari
akan perlunya kriteria untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi
secara obyektif untuk membedakan antara orang gila dan mereka yang
keterbelakang mental. Seorang dokter berkebangsaan Prancis, Esquirol
dan Seguin memberikan kontribusi yang penting mengenai mereka
yang mengalami keterbelakangan mental. Esquirol juga menunjukkan
ada banyak keterbelakangan mental, yang bervariasi dari normal
sampai “idiot tingkat rendah” sementara itu Seguin merintis pelatihan
orang-orang dengan keterbeakangan mental. Setelah menolak
pandangan yang menyatakan bahwa keterbelakangan mental tidak
dapat disembuhkan, Seguin (1866-1907) melakukan eksperimen
selama beberapa tahun dengan metode yang disebut metode pelatihan
fisiologis, selanjutnya pada tahun 1837, Seguin mendirikan sekolah
yang pertama bagi anak-anak dengan keterbelakangan mental. Seguin
melakukan tehnik pelatihan pancaindera dan pelatihan otot yang
diciptakannya bagi mereka yang mengalami keterbelakangan mental.
Sejumlah cara yang dikembangkannya kemudian dimasukkan kedalam
tes-tes inteligensi non-verbal atau tes-tes inteligensi tentang kinerja
seseorang. Sebagai contohnya adalah Seguin Form Board, dalam tes ini
individu diminta memasukkan balok-balok yang berbeda bentuknya
kedalam lubang-lubang yang sesuai secepat mungkin.
Kontribusi Para Psikolog Eksperimen. Pada abad 19 para psikolog
eksperimen memberikan kendali yang ketat atas kondisi observasi,
seperti pemakaian kata-kata yang digunakan dalam petunjuk tes dan
waktu pelaksanaan tes yang dipandang berpengaruh terhadap
kecepattanggapan peserta. Disamping itu, kecerahan atau warna
lingkungan sekeliling dipandang benar-benar mengubah tampilan
stimulus visual. Standarisasi prosedur di atas pada akhirnya menjadi
salah satu ciri khusus tes psikologi.
Kontribusi Francis Galton. Francil Galton adalah pakar biologi inggris
yang memiliki minat terhadap faktor hereditas manusia. Galton
menyadari perlunya mengukur ciri-ciri orang yang memiliki hubungan
keluarga dan tidak ada hubungan keluarga. Dengan cara ini dia
berkeyakinan bisa menemukan derajad kesamaan yang tepat antara
orang tua dan keturunannya, Anda laki-laki dan perempuan, sepupu
atau Anda kembar. Dengan perspektif ini, Galton mendirikan
laboratorium antropometris dan membantu mendorong sejumlah
lembaga pendidikan menyelenggarakan pencatatan anthropometris
sistematis tentangn siswa-siswa mereka. Di laboratorium ini Galton
menyusun tes-tes sederhana yang sebagian masih bisa dikenal dalam
bentuk aslinya dan dalam bentuk yang sudah dimodifikasi. Galton juga
merintis penerapan metode skala pemeringkatan dan juga teknik
asosiasi bebas yang diterapkan ke berbagai tujuan. Sumbangan Galton
yang lain adalah penggunaa metode statistik untuk menganalisis data
tentang perbedaan individu.
Rintisan Menuju Tes Mental. Psikolog Amerika yang dipandang
penting dalam perintisan tes psikologis adalah james Mc Keen Cattel.
Haisl karyanya mempertemukan psikolog eksperimental yang baru
didirikan dengan gerakan tes yang lebih baru. Cattel memperkenalkan
istilah “ tes mental” pertama kalinya dalam artikel yang ditulis pada
tahun 1890. Dalam artikel ini dipaparkan rangkaian tes yang
diselenggarakan setiap tahun bagi para Konselor dalam upaya
menentukan tingkat intelektual. Tes yang diselenggarakan secara
individu meliputi ukuran-ukuran kekuatan otot, kecepatan gerakan,
sensitivitas terhadap rasa sakit, ketajaman penglihatan dan
pendengaran, pembedaan berat, waktu reaksi, ingatan dan sebagainya.
Rintisan Menuju Tes Kecerdasan. Psikolog perancis yang namanya
sangat terkenal dalam perintisan tes kecerdasan adalah Alfert Binet.
Caplin, J.P (2001: 59) mencatat bahwa binet adalah pengembang tes
intelegensi pertama yang dibakukan (1857-1911). Binet mempelajari
proses-proses mental yang lebih tinggi dengan cara memberikan tes tes
kertas dan pensil sederhana. Anastasi (2006: 41) menunjukkan bahwa
Binet dan rekan kerjanya mwencurahkan waktu bertahun-tahun untuk
melakukan penelitian aktif dan sederhana tentang cara-cara pengukuran
kecerdasan atau intelegensi. Pada tahun 1904 menteri pengajaran
umum menugaskan Binet ke komisi yang bertugas mempersiapkan
prosedur-prosedur untuk pendidikan anak yang terbelakang. Dalam
rangka kerja inilah Binet bekerja sama dengan Simon, yang kemudian
menghasilkan “ Skala Binet Simon” yang pertama.
b. Pengertian
Menurut Gronlund & Linn (1990: 5) tes adalah “an Instrument or
systematic procedure for measuring a sample behaviour”, hal ini dapat
diartikan” sebuah alat atau prosedur sistematik untuk mengukur perilaku
sampel”. Sejalan dengan itu, Cronbach (1984: 26) menambahkan bahwa
tes adalah “a systematic procedure for observing a person's behaviour and
describing it with the aid of a numerical scale or a category system” atau
prosedur sistematik untuk mengamati perilaku seseorang dan
menggambarkannya dengan bantuan skala numerik atau sistem kategori.
Senada dengan pemikiran Gronlund dan Cronbach, menurut Anastasi
(2006: 4), “a test as an "objective" and "standardized" measure of a sample
of behavior” (tes psikologi adalah alat ukur yang objektif dan dibakukan
atas sampel perilaku tertentu).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan
pengertian tes adalah suatu alat atau metode pengumpulan data yang sudah
distandardisasikan untuk mengukur/mengevaluasi salah satu aspek
ability/kemampuan atau kecakapan dengan jalan mengukur sampel dari
salah satu aspek tersebut. Dengan demikian tes merupakan alat pengumpul
data untuk mengetahui kemampuan individu atau kelompok individu dalam
menyelesaikan sesuatu atau memperlihatkan ketrampilan tertentu, dalam
memperlihatkan hasil belajar, atau dalam menggunakan kemampuan
psikologis untuk memecahkan suatu persoalan.
Menurut Cronbach (1984: 28), Terdapat dua klasifikasi tes yakni
Test of Maximum Performance dan Test of Typical Performance. Test of
Maximum Performance adalah tes untuk mengukur kinerja maksimal, hal
ini termasuk jika kita ingin mengetahui seberapa baik seseorang ketika
diminta untuk melakukan yang terbaik. Dari hal ini dapat disimpulkan
sebagai "ability". Tujuan tester adalah harus mendorong testi melakukan
kinerja terbaik sebisa mungkin (sesuai aturan), dan ini berarti bahwa
pemeriksa harus melakukannya dengan baik dan harus memahami apa yang
dianggap sebagai kinerja yang baik. Jika untuk menunjukkan yang terbaik,
arah harus jelas dan eksplisit, bahkan sampai menjelaskan berbagai macam
kesalahan yang akan diberi sangsi.
Selanjutnya, Test of Typical Performance, untuk menilai respon
yang khas, yaitu apa yang orang paling sering lakukan atau rasakan dalam
situasi tertentu berulang atau dalam kelas yang luas dari sebuah situasi.
Kategori kedua ini merupakan teknik untuk memeriksa kepribadian,
kebiasaan, minat, dan karakter. Typical behavior bukan menanyakan apa
yang orang dapat lakukan, tetapi apa yang dia lakukan, rasakan atau apa
yang dia yakini. Kategori yang kedua ini biasanya menggunakan teknik
observasi maupun self-report.
2. Kegunaan Teknik Tes Psikologi
Tes digunakan untuk berbagai tujuan yang dapat digolongkan dalam kategori
yang lebih umum (Domino, 2006: 2). Banyak penulis mengidentifikasi empat
kategori yakni: klasifikasi/ classification, pemahaman diri/ self-understanding,
evaluasi program/ program evaluation, dan penelitian ilmiah/ scientific inquiry.
Klasifikasi melibatkan keputusan bahwa orang tertentu termasuk dalam
kategori tertentu. misalnya, berdasarkan hasil tes kita dapat menetapkan diagnosis
kepada pasien, tempat siswa di kursus bahasa inggris bukan saja menengah atau
lanjutan, atau menyatakan bahwa seseorang telah memenuhi kualifikasi minimal
untuk praktek kedokteran. Macam-macam klasifikasi antara lain: seleksi,
sertifikasi, penyaringan, penempatan dan diagnosis (Cronbach, 1984: 21)
Pemahaman diri melibatkan menggunakan informasi tes sebagai sumber
informasi mungkin sudah tersedia untuk individu, tetapi tidak dalam cara yang
formal.misalnya mengetahui tingkat inteligensi, potensi diri dan karakteristik
kepribadian yang lainnya.
Evaluasi program pendidikan maupun progam sosial. Hasil pengumpulan
data dapat dijadikan evaluasi. Selain itu, penggunaan tes untuk menilai efektivitas
program tertentu atau tindakan baik pendidikan atau sosial sesuai dengan
kebutuhan.
Diagnosis dan perencanaan perlakuan, fungsi tes untuk mencari penyebab
gangguan perilaku dan menggologkan perilaku ke dalam sistem diagnostik.
Dengan memperoleh sejumlah data tentang siswa, misalnya siswa yang
bermasalah, maka konselor dapat melakukan penelaah tentang: apa masalah yang
dialami peserta didik? Dalam bidang apa masalah itu ada? Apa yang
melatarbelakangi masalah itu? Alternatif apa yang diperkirakan cocok untuk
membantu mememcahkan masalahnya? Kepada siapa konseli harus di rujuk?
(Furqon & Sunarya, 2011: 230)
Tes juga digunakan dalam penelitian ilmiah. Jika Anda melirik melalui jurnal
profesional yang paling dalam ilmu-ilmu sosial dan perilaku, Anda akan
menemukan bahwa sebagian besar studi menggunakan tes psikologis untuk
operasional mendefinisikan variabel yang relevan dan untuk menerjemahkan
hipotesis ke dalam laporan numerik yang dapat dinilai statistik.
3. Jenis-Jenis Tes Psikologi yang Bisa Dimanfaatkan untuk Pelayanan
Bimbingan dan Konseling
Ada banyak jenis tes psikologi yang digunakan dalam bimbingan
konseling, tidak semua konselor memiliki kewenangan dalam melancarkan tes,
tetapi ABKIN memfasilitasi konselor dengan adanya sertifikasi tes bagi konselor
pendidikan yang bekerjasama dengan Universitas Negeri Malang. Bagi konselor
yang belum memiliki sertifikasi tidak ada salahnya mengetahui beberapa tes
psikologi yang bisa dimanfaatkan untuk menghimpun data tentang konseli yang
nanti bisa digunakan sesuai dengan kebutuhan saat membatu konseli
mengembangkan potensi yang dimiliki. Berikut tes psikologi yang bisa
dimanfaatkan :
a. Tes Intelegensi
Inteligensi adalah salah satu kemampuan mental, pikiran, atau intelektual
manusia. Inteligensi merupakan merupakan bagian dari proses-proses kognitif
pada urutan yang lebih tinggi (high cognition). Alfred Binet (1857)
mendefinisikan inteligensi terdiri dari tiga komponen yaitu: a) kemampuan untuk
mengarahkan pikiran atau mengarahkan tindakan, b) kemampuan untuk
mengubah arah tindakan, dan c) kemampuan untuk mengkritik diri sendiri.
Secara umum inteligensi biasa disebut kecerdasan. Intelegensi bukan
kemampuan tunggal dan seragam, tetapi komposit dari berbagai fungsi. Ketika
pertama kali diperkenalkan, IQ merujuk pada jenis skor yakni: ratio usia mental
dengan usia kronologis. Selanjutnya pengertian IQ diperluas yakni, IQ adalah
ekspresi dari tingkat kemampuan individu pada saat teretentu, dalam hubungan
dengan norma usia tertentu. Tes-tes intelegensi umum yang dirancang untuk
digunakan anak-anak usia sekolah atau orang dewasa biasanya mengukur
kemampuan-kemampuan verbal, untuk kadar lebih rendah, tes-tes ini juga
mencakup kemampuan-kemampuan untuk berurusan dengan simbol numerik dan
simbil-simbol abstrak lainnya. Ini adalah kemampuan-kemampuan yang dominan
dalam proses belajar di sekolah. Kebanyakan tes intelegensi dapat di pandang
sebagai ukuran kemampuan belajar atau intelegensi akademik. Tes-tes intelegensi
seharusnya digunakan tidak untuk memberi label pada individu-individu, tetapi
untuk membantu memahami mereka. Jenis jenis tes intelegensi akan dijelaskan
sebagaimana berikut:
a) Tes SPM (The Standard Progressive Matrices).
Tes ini merupakan salah satu jenis tes inteligensi yang dapat diberikan baik
itu secara individual atau kelompok. Tes ini dirancang oleh J.C. Raven dan
diterbitkan di London pada tahun 1960. Tes SPM merupakan tes yang bersifat
non verbal. Hal itu tampak pada item-item soal yang bukan berupa tulisan atau
bacaan melainkan gamabar-gambar. Tes SPM terdiri atas lima seri dan tiap seri
terdiri atas dua belas item soal. Butir-butir soal berbentuk suatu pola yang
sebagian bentuknya dihilangkan sehingga dengan demikian tugas subjek tes
adalah menyempurnakan pola tersebut dengan memilih satu dari enam
kemungkinan jawaban yang tersedia. Tes yang bermaksud mengukur faktor g
(general) dari inteligensi manusia ini dikenakan kepada subjek berdasarkan
rentangan umur 12-60 tahun. Sedangkan untuk anak-anak (5-11 tahun) dikenai
tes CPM (The Colored Progressive Matrices). Dalam perkembangan
berikutnya, khusus bagi mereka yang memiliki kapasitas intelektualnya di atas
rata-rata disediakan versi lain yaitu Tes APM (The Advanced Progressive
Matrices).
b) Tes CFIT (The Culture Fair Intelligence Test)
Tes inteligensi umum ini dikembangkan oleh Cattel. Sesuai dengan
namanya tes ini dikembangkan dengan menghindari unsur-unsur bahasa, , dan
isi yang berkaitan dengan budaya. Tes CFIT terdiri atas tiga skala yaitu: Skala
1 yang digunakan untuk mengukur inteligensi anak yang berumur antar 4-8
tahun dan orang dewasa yang mengalami kecacatan mental. Skala 2 yang
digunakan untuk mengukur inteligensi orang dewasa dengan kemampuan
rerata dana anak yang berumur antara 8-13 tahun dan Skala 3 yang digunakan
untuk mengukur inteligensi pada orang dewasa dengan kemampuan inteligensi
yang tinggi dan untuk siswa SMA atau perguruan tinggi. Masing-masing skala
tes CFIT terdiri atas dua bentuk (Bentuk A dan B) yang bertujuan untuk
memudahkan penyajian dan mengurangi keletihan.
c) Tes WISC dan WAIS
Tes ini dikembangkan oleh David Wechsler. Ada dua model tes yang
dikembangkan yaitu tes WISC dan WAIS. Tes WISC adalah tes yang
digunakan untuk mengukur inteligensi umum pada anak usia 6-16 tahun. Tes
WISC terdiri atas 12 subtes yang dua diantaranya digunakan hanya sebagai
persediaan apabila diperlukan penggantian subtes. Kedua belas subtes tersebut
dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu tes verbal yang terdiri: informasi,
pemahaman, hitungan, kesamaan, kosakata, rentang angka dan tes performansi
yang terdiri atas : kelengkapan gambar, susunan gambar, rancangan
balok,perakitan objek, sandi dan taman sesat. Tes WAIS yang dikenakan pada
orang dewasa pada dasarnya sama dengan WISC yakni terdiri atas dua
golongan tes yaitu tes verbal dan performansi. Hanya pada tes performansi
pada tes WAIS tidak terdapat sub tes. Dari hasil tes disusunnya, Wechsler
kemudian menyusun distribusi Intelligence Qoutient (I.Q) sebagai berikut:
Tabel 1. Distribusi IQ oleh Weschler
IQ Kategori %
130 ke Atas Sangat superior 2,2
120 – 129 Superior 6,7
110 – 119 Normal Cerdas 16,1
90 – 109 Normal 50,0
80 – 89 Normal kurang Cerdas 16,1
70 – 79 Perbatasan 6,7
69 ke bawah Cacat Mental 2,2
b. Tes Bakat
Tes Bakat mucul dikarenakan adanya ketidakpuasaan pada tes intelegensi
yang hanya memunculkan skor tunggal yang disebut IQ, karena hasil IQ belum
dapat memberikan gambaran kemampuan individu di masa mendatang. Bakat
dalam konteks tes bakat ini didefinisikan oleh Bennet et al (1982) sebagai:
Suatu kondisi atau seperangkat karakteristik sebagaimana yang tampak dalam
simptom kemampuan dasar yang bersifat individual dimana dengan melalui
latihan khusus akan memungkinkan individu mencapai suatu kecakapan,
keterampilan, atau seperangkat respon seperti kecakapan berbicara dalam
bahasa, menciptakan musik dll. Tes bakat dimaksudkan untuk mengukur
potensi seseorang mencapai aktifitas tertentu atau kemampuannya belajar
mencapai aktivitas tersebut.
Tes bakat banyak digunakan para konselor dan pengguna lain karena
memiliki manfaat diantaranya : a) mengidentifikasikan kemampuan potensial
yang tidak didasari individu, b) mendukung pengembangan kemampuan
istimewa atau potensial inidividu tertentu, c) menyediakan informasi untuk
membantu individu membuat keputusan pendidikan dan karir atau pilihan lain
diantara alternatif-alternatif yang ada, d) membantu memprediksi tingkat
sukses akademis atau pekerjaan yang bisa di antisipasi individu, e) berguna
mengelompokkan individu-individu dengan bakat serupa bagi tujuan
perkembangan kepribadian dan pendidikan.
Dari sekian model tes bakat yang ada, salah satu yang dirancang dan
digunakan dalam bimbingan dan konseling adalah tes DAT. Tes DAT
(Differential Aptitude Test) ini merupakan tes bakat diferensial yang disusun
oleh Bennet, Seashore dan Wesman pada tahun 1947. Tes ini berulang kali
mengalai revisi dan standarisasi ulang. Subtes-subtes dam tes DAT
dikembangkan berdasarkan suatu teori abilitas pengukuran bakat, dan terutama
dikembangkan dengan lebih mengutamakan kegunaannya. Dengan demikian
pendeskripsian bakat-bakat dalam DAT tidak bertolak dari konsep faktor-
faktor murni, melainkan lebih menitikneratkan pada kemungkinan penggunaan
daya ramal hasil tes bagi perkembangan dan karier individu. Perangkat Tes
DAT meliputi delapan macam sub tes, namun karena pertimbangan budaya
indonesia hanya memakai tujuh macam subtes saja ( Mugiharso, H &
Sunawan, 2008: 54) yaitu:
a) Tes Berpikir Verbal yaitu tes yang disusun untuk melihat seberapa baik
seseorang dapat mengerti ide-ide dan konsep-konsep yang dinyatakan
dalam bentuk kata-kata. Juga untuk melihat seberapa mudah seseorang
dapat berpikir dan memecahkan masalah-masalah yang dinyatakan dal
bentuk kata-kata.
b) Tes Kemampuan Berpikir Numerik yaitu untuk melihat seberapa baik
seseorang dapat mengerti ide-ide dan konsep-konsep yang dinyatakan
dalam bentuk angka-angka. Juga untuk melihat seberapa mudah seseorang
dapat berpikir dan memecahkan masalah-masalah yang dinyatakan dalam
bentuk angka-angka.
c) Tes Kemampuan Skolastik, untuk mengukur seberapa baik seseorang
kemampuan menyelesaikan tugas-tugas skolastik, mata pelajaran dan
persiapan akademik.
d) Tes Berpikir Abstrak, untuk mengukur seberapa baik seseorang mengerti
ideide dan konsep yang tidak dinyatakan dalam bentuk angka-angka dan
katakata. Juga dirancang untuk mengetahui seberapa baik atau seberapa
mudah seseorang memecahkan masalah-masalah meskipun tidak berupa
kata-kata atau angka-angka.
e) Tes Berpikir Mekanik, untuk mengukur seberapa mudah seseorang
memahami prinsip-prinsip umum ilmu pengetahuan alamiah dalam
kejafian sehari-hari yang berhubungan dengan kehidupan kita. Juga
seberapa baik kemampuan seseorang dalam mengerti tata kerja yang
berlaku dalam perkakas sederhana, mesin dan peralatan lainnya.
f) Tes Relasi Ruang, untuk mengukur seberapa baik seseorang dapat
menvisualisasi, mengamati, atau membentuk gambar-gambar mental dari
obyek-obyek dengan jalan melihat pada rengrengan dua dimensi. Juga
seberapa baik seseorang berpikir dalam tig dimensi.
g) Tes Kecepatan dan Ketelitian Klerikal, mengukur seberapa cepat dan teliti
seseorang dapat menyelesaikan tugas tulis-menulis, pekerjaan
pembukuan, atau ramu meramu yang diperlukan dalam pekerjaan di
kantor, gudang, perusahaan dagang.
Dalam pengembangan tes DAT, ternyata kombinasi skor Tes Berpikir
Verbal dan Kemampuan Numerikal dapat memprediksi kemampuan akademik,
oleh karena itu gabungan kedua subtes ini disebut tes Bakat Skolastik. Hasil
tes bakat skolastik dapat dipakai untuk menyeleksi siswa program siswa cerdas
dan berbakat (gifted). Seperti dikemukakan di atas skor tes DAT dapat
memprediksikan keberhasilan akademik di sekolah menengah. Berdasarkan
hasil penelitian disimpulkan bahwa skor-skor pada subtes bakat skolastik,
numerikal, relasi ruang, mekanik dan abstrak dapat memprediksi keberhasilan
pada program ilmu pengetahuan alam. Sedangkan skor untuk subtes bakat
skolastik dan verbal, berpikir abstrak dan kecepatan ketelitian klerikal dapat
memprediksi keberhasilan pada progam Ilmu Pengetahuan Sosial. Sementara
itu, skor tes bakat skolastik, verbal dan berpikir abstrak memprediksi
keberhasilan siswa pada program Bahasa dan sastra.
c. Tes Minat
Menurut Hurlock (1993), minat adalah sumber motivasi yang mendorong
seseorang untuk melakukan apa yang ingin dilakukan ketika bebas memilih.
Tiga bidang terapan hasil tes minat antara lain: 1) Konseling Karier 2)
Konseling Pekerjaan, 3) Penjurusan Siswa. Hakikat dan kekuatan dari minat
dan sikap seseorang merupakan aspek penting kepribadian. Karakteristik ini
secara material mempengaruhi prestasi pendidikan dan pekerjaan, hubungan
antar pribadi, kesenangan yang didapatkan seseorang dari aktifitas waktu
luang, dan fase-fase utama lainnya dari kehidupan sehari-hari.
Studi tentang minat mendapatkan dorongan terkuat dari penafsiran
pendidikan dan karir. Meskipun lebih sedikit kadarnya, pengembangan tes
dalam area ini juga dirangsang oleh seleksi dan klasifikasi pekerjaan.
Perkembangan populer tes minat, berkembang dari studi-studi yang
mengindikasikan kalau individu di suatu pekerjaan dicirikan oleh kelompok
minat umum yang membedakan mereka dari indivdidu di pekerjaan lainnya.
Para peneliti juga mencatat perbedaan minat ini bergerak melampaui yang di
asosiasikan dengan performa kerja dan yang individu di bidang kerja tertentu
memiliki juga minat bukan pekerjaan yang berbeda yaitu aktifitas, hobi dan
rekreasi. Karena itu, inventori minat bisa di rancang untuk menilai minat-minat
pribadi dan mengaitkan minat-minat tersebut dengan wilayah kerja yang lain.
Tes minat yang banyak dipakai dalam bimbingan dan konseling pada
umumnya adalah Tes minat jabatan. Tes minat jabatan disusun atas dasar
konsep teoritik yang menyatakan bahwa minat adalah kesukaan atau
ketidaksukaan terhadap sesuatu seperti obyek, pekerjaan, seseorang, tugas,
gagasan, atau aktivitas. Inventori minat jabatan berupa butir-butir daftar
pernyataan yang diberi bobot tertentu dan meminta individu untuk merespon
secara jujur. Beberapa contoh tes minat adalah: Kuder Preference Record
Vocational Test (Tes Kuder) dan Tes Minat Jabatan Lee-Thorpe.
Tes Kuder Preference Record Vocational Sesuai dengan namanya, tes ini
berguna untuk menunjukkan preferensi pekerjaan pada diri individu. Tes yang
dikembangkan oleh Kuder tersebut dalam pengadministrasiannya
mengharuskan testi memilih satu dari dua pilihan pekerjaan dari butir
pernyataan yang tersedia.
Jenis minat yang diungkap melalui tes Kuder meliputi:
a) Outdoor, yaitu berkenaan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan di luar
ruangan.
b) Mechanical, yaitu berkenaan dengan pekerjaan mekanis.
c) Computational, berkenaan dengan pekerjaan yang menggunakan
kemampuan menghitung.
d) Science, berkenaan dengan pekerjaan ilmiah.
e) Persuasive, berkenaan dengan pekerjaan yang memerlukan
kemampuan diplomasi atau persuasi.
f) Artistic, berkenaan dengan pekerjaan seni.
g) Literary, berkenaan dengan pekerjaan yang berhubungan dengan
bahasa dan sastra.
h) Musical, berkenaan dengan pekerjaan yang berhubungan dengan
musik.
i) Social service, berkenaan dengan pekerjaan yang berorientasi pada
pemberian pelayanan kepada masyarakat.
j) Clerical, berkenaan dengan pekerjaan administratif.
Tes Minat Jabatan Lee-Thorpe merupakan seperangkat inventori minat
terhadap jabatan ini dikembangkan oleh Lee dan Thorpe (1956). Inventori
minat jabatan Lee-Thorpe dirancang untuk mengukur dan menganalisis minat
jabatan individu. Demikian pula, alat ini merupakan alat pengukuran
performansi jabatan dan bukan tes kemampuan atau ketrampilan jabatan.
Tujuan utama tes ini adalah untuk membantu individu untuk menemukan
minat jabatan dasar pada dirinya. Sehingga dengan demikian hasilnya dapat
digunakan untuk membantu individu yang bersangkutan menjadi pekerja atau
orang yang berminat, memiliki penyesuaian diri yang baik adan efektif.
Jenis bidang minat yang diukur oleh tes Minat Jabatan Lee-Thorpe
meliputi:
a) Pribadi Sosial (personal-social), mencakup pekerjaan-pekerjaan yang
menuntut hubungan pribadi dan bidang pelayanan.
b) Natural (natural), mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan di alam
terbuka dan yang memberi banyak kesempatan untuk bergaul dengan
hewan dan tumbuh-tumbuhan.
c) Mekanik (mechanical), meliputi bidang kegiatan yang
mempersyaratkan pemahaman mekanika dan bidang permesinan.
d) Bisnis (business), meliputi berbagai kegiatan perniagaan dalam arti
yang luas.
e) Seni (the art), mencakup bidang kesenian seperti: musik, sastra dan
jenis kesenian lainnya.
f) Sains (the science), bidang yang berkaitan dengan pemahaman dan
manipulasi lingkungan fisik dalam kehidupan kita.
Sedangkan tipe minat yang dapat diungkap melaui tes ini adalah (1)
Tipe minat Verbal, yaitu tipe minat yang ditandai oleh penekanan pada
penggunaan kata-kata dari suatu dunia kerja baik lisan maupun tertulis baik
untuk tujuan pelayanan maupun persuasif. (b) Tipe minat Manipulatif,
yaitu apabila pekerjaan itu menuntut syarat penggunaan tangan di mana
individu mengalami kepuasan bekerja dengan benda atau obyek-obyek. (c)
Tipe minat Komputasional, yang menggabungkan antara penggunaan kata
dan benda yang berisi item-item yang berhubungan dengan simbol atau
konsep angka.
Tes minat ini juga dapat digunakan untuk mengungkap tingkat minat
yang terdiri atas : (a) tugas rutin atau tingkat pekerjaan rutin, (b) tugas yang
mempersyaratkan keterampilan atau disebut tingkat menengah, dan (c)
tugas yang, mempersyaratkan pengetahuan, keterampilan dan
pertimbangan keahlian (tingkat profesional).
d. Tes Kepribadian
Tes kepribadian sering dibatasi sebagai tes yang bermaksud mengukur dan
menilai aspek-aspek kognitif, artinya aspek-aspek yang bukan abilitas dan
kepribadian manusia. Aspek non kognitif, sesuai analisis faktor, banyak
jumlahnya. Akan tetapi pada umumnya hanya dibatasi pada aspek pokok yaitu:
motivasi, emosi, dan hubungan sosial. Ada dua macam teknik dalam tes
kepribadian yaitu teknik proyektif dan teknik self reppory inventory.
Dalam pelayanan bimbingan dan konseling, tes kepribadian jenis
inventorilah yang sering dipakai, sedangkan tes proyektif tidak digunakan
krena sudah memasuki kawasan psikologi klinis. Asumsi yang dipakai dalam
tes kepribadian dengan teknik inventory adalah: (1) bahwa individu adalah
orang yang paling tahu tentang keadaan dirinya masing-masing, (2) individu
mempunyai kemampuan dan kesadaran untuk menyatakan keadaan dan
penghayatannya menurut apa adanya. Salah satu contoh tes kepribadian adalah
Tes EPPS (Edwards Personal Preference Schedule).
Tes EPPS diciptakan oleh Edwards (1953) dengan maksud terutama untuk
melihat kecenderungan kebutuhan-kebutuhan khusus (needs) individu. Tes ini
disusun atas daftar kebutuhan pokok manusia yang disusun loeh Henry Murray
dan kawan-kawannya.
4. Penggunaan Hasil Tes Psikologi dalam Konseling
Beberapa hal yang perlu diperhatikan konselor saat menggunakan tes dalam
proses konseling :
a) Konseli hendaknya terlibat dalam proses pemilihan tes, dimana mereka
seharusnya diberikan kesempatan untuk menentukan jenis-jenis tes yang
mereka inginkan.
b) Perlunya konselor mengeksplorasi alasan konseli menginginkan tes dan
pengalaman masa lalu konseli dengan tes.
c) Perlunya konseli memperoleh insight bahwa tes hanyalah alat yang tidak
sempurna, dalam arti tes bukanlah jawaban terbaik atas persoalan
melainkan hanya informasi tambahan.
d) Konselor seharusnya menjelaskan tujuan tes dan menunjukkan
keterbatasannya.
e) Hasil tes yang dikomunikasikan kepada konseli tidak sekedar skor tetapi
makna dibalik skor itu harus dieksplorasi dan ditafsirkan. Konselor
sebaiknya tidak memberikan penilaian atas hasil tes, biarkan konseli
mengambil simpulan atas makna dari hasil tesnya.
Setelah konselor memperhatikan hal- hal di atas, selanjutnya konselor
harus menentukan tujuan penggunaan tes. Secara umum tujuan penggunaan tes
untuk konseling dibedakan menjadi dua yaitu (1) tes digunakan bukan untuk
memberikan informasi, (2) tes digunakan untuk tujuan informasi (Sunawan &
Mugiharso, 2008: 65) .
Tujuan penggunaan tes dalam konseling yang termasuk bukan
informasi ada beberapa hal yaitu:
a) Merangsang minat terhadap bidang-bidang yang sebelumnya tidak
dipertimbangkan. Hasil pengukuran atribut kepribadian individu melalui tes
memiliki kontribusi dalam membangkitkan siswa terhadap bidang-bidang
pendidikan dan Vokasional. Semula para siswa kurang menyadari namun
setelah mereka memperoleh gambaran berupa profil minat-minat dan
bakatnya yang tak diketahui sebelumnya dan ternyata cukup menonjol, para
siswa bisa termotivasi dan berminat mengembangkan ke arah bidang-bidang
yang sebelumnya tidak masuk dalam pertimbangan.
b) Meletakkan landasan kerja bagi konseling berikutnya. Dalam melaksanakan
pelayanannya, konselor sekolah sering melakukan kegiatan wawancara
yang di dalamnya berisi pembahasan tentang karier dan masa depan.
Dengan memfokuskan kepada pengembangan konsep diri, pembahasan
tentang minat, bakat dan sifat-sifat kepribadian dapat dikaitkan dengan
penyesuaian terhadap pendidikan dan karier di masa depan. Hal itu akan
semakin menarik dan menjadikan siswa terlibat dengan penggunaan tes
psikologis. Jika hal itu terjadi, maka kemungkinan besar mereka merasakan
kebutuhan konseling.
c) Belajar pengalaman dalam pengambilan keputusan. Penggunaan tes lebih
besar penekanannya untuk keperluan belajar dalam pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan akan berlangsung efektif apabila didukung oleh
tersedianya bahan informasi. Tes memungkinkan tersedianya berbagai
informasi tentang atribut kepribadian seperti: inteligensi umum, bakat,
minat yang kevalidannya tidak diragukan.
d) Mempermudah berlangsungnya pembicaraan. Sebagian konseli mengalami
kesulitan untuk mulai bicara, terutama apabila mereka tercekam oleh
perasaan-perasaan atau pikiran-pikiran yang lama tertekan. Untuk itu
disarankan untuk menggunakan tes-tes semacam melengkapi kalimat atau
thematic Apperception Test. Respon atau tanggapan konseli terhadap
rangsangan tes dapat digunakan oleh konselor sebagai titik awal guna
mempermudah komunikasi dalam wawancara.
e) Kepentingan riset dalam konseling Meskipun riset dalam arti langsung
bukan merupakan fungsi konseling, riset dapat merupakan tanggung jawab
konselor dan erat kaitan dengan layanan yang ia berikan. Sebagai contoh,
dalam evaluasi konseling pendekatan riset banyak dipakai dan sudah tentu
sebagai alat ukur, tes banyak digunakan.
Sedangkan penggunaan tes dalam konseling yang termasuk untuk tujuan
informasi, meliputi:
a) Informasi diagnostik prakonseling
Penggunaan tes dalam tujuan ini adalah dalam kaitan upaya konselor
memperoleh informasi berupa traits atau atribusi kepribadian konseli yang
dapat dijadikan bahan diagnosis (perkiraaan penyebab) masalah konseli.
Dengan adanya hasil tes berupa skor bakat, minat atau karakteristik
kepribadian, konselor mampu menduga tentang kemungkinan faktor
penyebab kesulitan konselinya.
b) Informasi untuk mengarahkan proses konseling berikutnya
Hasil tes dapat dijadikan dasar pembinaan konselor terhadap konselinya.
Hasil-hasil yang memperlihatkan keunggulan diri konseli dapat dijadikan
penguatan yang pada gilirannya akan membentuk konsep diri positif.
Sedangkan hasil tes yang memperlihatkan kelemahan konseli dijadikan
dasar sebagai bahan instropeksi konseli. Dengan demikian informasi hasil
tes dapat digunakan untuk mengarahkan proses konseling untuk maksud
pengembangan diri konseli.
c) Informasi berkaitan dengan keputusan konseli pasca konseling.
Ciri umum konseling selalu berkaitan dengan keputusan dan keputusan
hakikatnya adalah seperangkat perencanaan. Dalam proses konseling tidak
hanya melibatka aspek rasional-kognitif saja melainkan juga perasaan
konseli yang akan mengambil keputusan. Tujuan konseling lazimnya
membantu membuat keputusan dan rencana masa depan serta memilih
diantara alternatif cara bertindak dalam realitas. Dalam hal ini tes berfungsi
membantu dalam proses merencanakan dan memilih dengan memberi
konseli informasi tambahan mengenai diri konseli dalam hubungan dengan
mengenai pendidikan atau jabatan.
Ada tiga dimensi keputusan pasca konseling, yakni: (1) tingkat
afeksi yang melekat pada proses memperoleh informasi itu berbeda-beda di
antara individu yang mencari informasi, (2) tingkat kedangkalan dari
kebutuhan informasi yang dinyatakan konseli, dan (3) tingkat realitisnya
alternatif yang dipertimbangkan dan permintaan informasi. Dengan
mempertimbangkan ketiga dimensi ini maka sangat dituntut keterandalan
kompetensi konselor untuk mengintegrasikan hasil tes ke dalam pendekatan
konseling.
5. Pengkomunikasian Informasi Hasil Tes dalam Konseling
Agar pengkomunikasian hasil tes dalam konseling berlangsung efektif ada
beberapa rekomendasi oleh Tenesse State testing and Guidance (dalam Amti&
Gabriel, A.1983) sebagai berikut :
a) Hendaknya konseli ditempatkan sedemikian rupa agar mereka berada dalam
suasana yang tenang dan tentram.
b) Konselor hendaknya berupaya merasakan apa yang sesungguhnya
diharapkan oleh konseli melalui konseling itu dan apa yang diharapkannya
melalui pengetesan tersebut.
c) Perlunya menghubung-hubungkan hasil tes dengan segala sesuatu yang
dikemukakan oleh konseli.
d) Pentingnya memulai pembicaraan dengan hal-hal yang menarik perhatian
konseli,misal skor yang tinggi.
e) Konselor hendaknya membantu konseli mengenali hubungan antara hasil
tes dengan pendidikan yang telah dilalui dan pengalaman dalam mata
pelajaran, hobi, kegiatan waktu senggang, perhatian keluarga dan
sebagainya.
f) Konselor hendaknya memberi waktu dan kesempatan bagi konseli untuk
mengemukakan sikap-sikapnya tentang hasil tes yang diperolehnya.
g) Konselor perlu memberikan informasi secara perlahan-lahan, tidak
semuanya sekaligus.
h) Konselor perlu memberikan kesempatan bagi konseli untuk menyatakan apa
makna hasil tes bagi dirinya dan mengajukan pertanyaan berkenaan dengan
tes.
i) Konselor memperhatikan hubungan hasil tes dengan keberhasilan dan
kegagalan dalam belajar.
j) Konselor hendaknya membantu konseli untuk menghadapi kenyataan
berkenaan dengan kekuatan dan kelemahannnya serta membantu konseli
agarmemahami bahwa melakukan perbuatan yang melawan kenyataan akan
merugikan.
k) Konselor hendaknya mendiskusikan tentang kedudukan konseli di dalam
kelompok (persentil, kwartil).
l) Konselor perlu membantu konseli menafsirkan angka-angka (sekor) yang
diperolehnya melalui tes, misalnya bila berhubungan dengan
intelegensi,skor tinggi dapat ditafsirkan dengan : “dapat mengerjakan tugas-
tugas dengan baik” atau “sangat memerlukan tugas-tugas tambahan”, sekor
rata-rata atau sedang dapat ditafsirkan dengan : “dapat mengerjakan tugas-
tugas yang diberikan tetapi dalam beberapa hal memerlukan kerja keras”.
Sedang sekor yang rendah dapat ditafsirkan : “mengalami kesukaran dalam
melaksanakan pekerjaan yang bersikap
m) Konselor perlu menjelaskan keterbatasan tes yang diambil oleh konseli.
n) Konselor perlu memberikan penjelasan yang masuk akal tentang faktor-
faktor yang kemungkinan mempengaruhi hasil tes.
o) Konselor hendaknya membantu konseli untuk memahami bahwa hasil tes
hanyalah sebagian dari pengungkapan tentang kemampuan-kemampuan dan
latar belakang yang dimilikinya.
p) Konselor perlu membantu konseli memahami pengertian dan pentingnya
norma-norma kelompok.
q) Perlunya konselor membicarakan semua tes dalam bahasa yang mudah
dipahami oleh konseli.
Dari panduan di atas dapat disimpulkan bahwa penyampaian informasi tes
melalui konseling membutuhkan kompetensi profesional yang ditandai dengan
sertifikat sebagai tester yang didapat dari mengikuti progam pelatihan sertifikasi
tes, minimal progam yang diselenggarakan oleh ABKIN bekerjasama dengan
Universitas Negeri Malang. Bagi konselor yang belum memiliki kewenangan
melancarkan tes, maka konselor bisa melakukan kerjasama dengan
mitra/lembaga penyelenggara tes yang sudah terpercaya.
A. Rangkuman
Selamat, Anda telah menyelesaikan modul tentang tekni Assesmen tes.
Hal-hal penting yang telah anda pelajari dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Perkembangan tes psikologis bermula pada Abad ke 19 yaitu masa
kebangkitan minat pada pengobatan yang lebih manusiawi terhadap
penderita gangguan jiwa dan mereka yang terbelakang mental, beberapa
tokoh ilmuan yang memiliki kontribusi adalah psikolog eksperimen, Francis
Galton, Mc Keen Cattel, Alfert Binet dan Simon.
2. Tes adalah suatu alat atau metode pengumpulan data yang sudah
distandardisasikan untuk mengukur aspek perilaku atau aspek kemampuan
atau kecakapan individu atau kelompok individu dalam menyelesaikan
sesuatu atau memperlihatkan ketrampilan tertentu, dalam memperlihatkan
hasil belajar, atau dalam menggunakan kemampuan psikologis untuk
memecahkan suatu persoalan.
3. Kegunaan tes psikologi untuk klasifikasi/ classification, pemahaman diri/
self-understanding, evaluasi program/ program evaluation, dan penelitian
ilmiah/ scientific inquiry.
4. Jenis-jenis tes psikologi yang biasa digunakan dalam bimbingan dan
konseling adalah tes intelegensi, tes bakat, tes minat dan tes kepribadian
5. Tujuan penggunaan tes untuk konseling dibedakan menjadi dua yaitu (1) tes
digunakan bukan untuk memberikan informasi, (2) tes digunakan untuk
tujuan informasi.
DAFTAR PUSTAKA
Amti.E & Atok, Gl. 1983. Penggunaan Tes Dalam Konseling.P2LPTK
Depdikbud Republik Indonesia. &akarta
Anastasi, A & Urbina, S. 2006. Tes Psikologi ( Alih Bahasa : PT Indeks
kelompok Gramedia). Jakarta: PT Indeks
Chadha, N.K. 2009. Applied Psychometry. New Delhi: SAGE Publications
India Pvt Ltd
Chaplin, J.P. 2001. Kamus Psikologi (terjemahan Kartini K). Bandung : CV.
Pionir Jaya
Cronbach, L. C. 1984. Essentials Of Psychological Testing. New York: Harper
& Row Publisher
Domino, G & Marla. L. D. 2006. Psychological Testing An Introduction (2nd
edition). New york: Cambridge University Press
Fink, A. 1995. Evaluation For Education Psychology. California: Sage
Publication, Inc
Furqon & Sunarya, Y. 2011. Perkembangan Instrumen Asesmen
Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rajawali Pers
Hurlock,E.B.1993. Psikologi Perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang
rentang kehidupan (edisi kelima). Jakarta: Erlangga.
Gibson, R. L & Marianne, H.M. 2011. Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Gronlund, N. E, & Linn. R. L. 1990. Meassurement and Evaluation in Teaching
(6th
ed). New York: Macmillan Publisher
Mugiharso,H & Sunawan.2008. Pemahaman Individu II: Teknik Testing (Buku
Ajar). Universites Negeri Semarang
1
Teknik Asesmen Non Tes I
(Observasi, Daftar Cek Masalah, Wawancara Dan Alat Ungkap Masalah)
1. Observasi
a. Pengertian
Apakah Anda memahami bahwa observasi penting dilakukan sebelum memberikan
layanan bimbingan kepada siswa? Ketika jawaban Anda adalah “iya” mengapa kegiatan
observasi begitu penting? Sebelum Anda menjawab pertanyaan, marilah kita telaah
bersama tentang observasi. Observasi dalam arti sempit mengandung arti pengamatan
secara langsing terhadap gejala yang diteliti. Sedangkan dalam arti luas observasi
mengandung arti pengamatan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek
yang diteliti. Istilah “ pengamatan” dari aspek psikologi tidak sama tidak sama dengan
melihat, hal itu karena melihat hanya dengan menggunakan penglihatan (mata); sedang
dalam istilah “pengamatan” mengandung makna bahwa dalam melakukan pemahaman
terhadap subyek yang diamati dilakukan dengan menggunakan pancaindra yaitu dengan
penglihatan, pendengaran, penciuman, bahkan bila dipandang perlu dengan penggunakan
pencecap dan peraba.
Kegiatan observasi dilakukan dengan menggunakan pancaindra karena tidak semua
gejala yang diamati bisa dikenali hanya dengan penglihatan, untuk meyakinkan hasil
penglihatan kadang perlu dikuatkan dengan data dari penciuman, pendengaran , pencecap
dan peraba. misalnya untuk meyakinkan seorang konselor bahwa murid yang sedang
dilayaninya baru saja merokok, atau tidak, konselor bisa melihat pada perubahan
wajahnya dan atau sekaligus mencium bau rokok yang keluar dari mulut siswa. Bahkan
ketika observasi digunakan sebagai alat pengumpul data penelitian kualitatif, maka
pengamatan yang dilakukan konselor bukan hanya sebatas gejala yang nampak saja, tetapi
harus mampu menembus latar belakang mengapa gejala itu terjadi.
Di samping proses pengamatan, dalam melakukan observasi harus dilakukan dengan
penuh perhatian (attention) tidak hanya melibatkan proses fisik tetapi juga proses psikis.
Hal ini bisa dijelaskan bahwa ketika konselor melakukan observasi, bukan hanya kegiatan
melihat, mendengar, mencium saja yang berjalan; tetapi lebih dari itu adalah melihat,
mendengar, dan mencium yang disertai dengan pemusatan perhatian, aktivitas, dan
kesadaran terhadap obyek atau gejala-gejala tertentu yang sedang diobservasi.
2
Menurut Djumhana, A (1983 : 202) bahwa observasi juga harus dilakukan secara
sistematis dan bertujuan, artinya dalam melakukan observasi, observer tidak bisa
melakukan hanya secara tiba-tba dan tanpa perencanaan yang jelas, harus jelas apa
tujuannya, bagaimana karakteristiknya, gejala-gejala apa saja yang perlu diamati, model
pencatatannya, analisisnya, dan pelaporan hasilnya. Selain itu, Gall dkk (2003 : 254)
memandang observasi sebagai salah satu metode pengumpulan data dengan cara
mengamati perilaku dan lingkungan (sosial dan atau material) individu yang sedang
diamati. Observasi dilakukan untuk memperoleh fakta fakta tentang tingkah laku siswa
baik dalam mengerjakan suatu tugas, proses belajar, berinteraksi dengan orang lain,
maupun karakteristik khusus yang tampak dalam mengahadapi situasi atau masalah
(Furqon & Sunarya, 2011: 2012)
Berdasarkan pada pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa observasi adalah
kegiatan mengenali observee dengan menggunakan pancaindra yang dilakukan secara
sistematis dan bertujuan sehingga diperoleh fakta tentang tingkahlaku siswa misalnya saat
mengerjakan tugas, proses belajar, berinteraksi dengan orang lain maupun karakteristik
khusus yang tampak dalam menghadapi situasi atau masalah. Dengan melakukan
observasi secara baik memungkinkan konselor bisa memahami siswa yang akan
dibimbing, dididik dan dilayaninya dengan sebaik-baiknya dan pada akhirnya diharapkan
bisa memberikan pelayan secara tepat. Hasil observasi dapat digunakan sebagai tolok ukur
menyusun program bimbingan dan konseling komprehensif yang biasa disebut dengan
need assessment.
b. Bentuk-bentuk Observasi
Ada beberapa bentuk observasi yang biasa dilakukan oleh konselor dan atau peneliti,
yaitu :
1) Dilihat dari keterlibatan subyek terhadap obyek yang sedang diobservasi (observee),
observasi bise dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu :
a) Observasi partisipan, yaitu observer turut serta atau berpartisipasi dalam kegiatan
yang sedang dilakukan oleh observee. Kelebihan observasi partisipan yaitu
observee bisa jadi tidak mengetahui bahwa mereka sedang diobservasi, sehingga
perilaku yang nampak diharapkan wajar atau tidak dibuat-buat. Di sisi lain,
kelemahan dari observasi partisipan berkaitan dengan kecermatan dalam
melakukan pengamatan dan pencatatan, sebab ketika observer terlibat langsung
3
dalam aktifitas yang sedang dilakukan observee, sangat mungkin observer tidak
bisa melakukan pengamatan dan pencatatan secara detail
b) Observasi non-partisipan, yaitu observer tidak terlibat secara langsung atau tidak
berpartisipasi dalam aktivitas yang sedang dilakukan oleh observee. Kelebihannya
yaitu observer bisa melakukan pengamatan dan pencatatan secara detail dan cermat
terhadap segala akitivitas yang dilakukan observee. Selain itu, kelemahan yaitu bila
observee mengetahui bahwa mereka sedang diobservasi, maka perilkunya biasanya
dibuat-buat atau tidak wajar. Akibatnya obsever tidak mendapatkan data yang asli
c) Observasi kuasi-partisipan, yaitu observer terlibat pada sebagian kegiatan yang
sedang dilakukan oleh observee, sementara pada sebagian kegiatan yang lain
observer tidak melibatkan diri dalam kegiatan observee. Bentuk ini merupakan
jalan tengah untuk mengatasi kelemahan kedua bentuk observasi di atas dan
sekaligus memanfaatkan kelebihan dari kedua bentuk tersebut. Menurut penulis,
persoalan utama tetap terletak pada tahu atau tidaknya observee bahwa mereka
sedang diamati, jika mereka mengetahui bahwa mereka sedang diamati, maka
sangat mungkin perilaku yang muncul masih ada kemungkinan tidak wajar.
2) Dilihat dari segi situasi lingkungan di mana subyek diobservasi, Gall dkk (2003 : 254)
membedakan observasi menjadi dua, yaitu
a) Observasi naturalistik (naturalistic observation) yaitu observasi itu dilakukan
secara alamiah atau dalam kondisi apa adanya. Misalnya seorang peneliti
mengamati perilaku binatang di hutan atau kebun binatang.
b) Observasi eksperimental (experimental observation) jika observasi itu dilakukan
terhadap subyek dalam suasana eksperimen atau kondisi yang diciptakan
sebelumnya. Misalnya, konselor melakukan pengamatan terhadap dampak
intervensi yang diberikan teknik Disentisisasi sistematis terhadap siswa yang
fobia.
3) Bendasarkan pada tujuan dan lapangannya, Hanna Djumhana (1983 : 205)
mengelompokkan observasi menjadi berikut :
a) Finding observation yaitu kegiatan observasi dengan tujuan penjajagan. Dalam
melakukan observasi ini observer belum mengetahui dengan jelas apa yang harus
diobservasi, observer hanya mengetahui bahwa dia akan menghadapi suatu situasi
saja. Selama berhadapan dengan situasi observer bersikap menjajagi saja, kemudian
mengamati berbagai variabel yang mungkin dapat dijadikan bahan untuk menyusun
observasi yang lebih terstruktur.
4
b) Direct observation yaitu observasi dengan menggunakan “daftar isian” sebagai
pedomannya. Daftar ini dapat berupa checklist kategori tingkah laku yang
diobservasi. Pada umumnya pembuatan daftar isian ini didasarkan pada data yang
diperoleh dari finding observation dan atau penjabaran dari konsep dalam teori yang
dipandang sudah mapan.
Dalam situasi konseling, kedua bentuk observasi ini dapat diterapkan. finding
observation diterapkan bila konselor merasa tidak perlu menggunakan berbagai daftar
isian serta ingin mendapatkan kesan mengenai tingkah laku konseli yang spontan atau
apa adanya. Oleh sebab itu konselor seyogianya benar-benar kompeten dalam masalah
ini. Sedangkan direct observation, konselor menyediakan sebuah daftar berupa
penggolongan tingkah laku atau rating. Selama konseling berlangsung atau segera
setelah konseling berakhir, konselor mengisi daftar tersebut dengan cara memberi
tanda pada penggolongan tingkah laku yang sesuai dengan tingkah laku konseli selama
proses konseling. Cara ini lebih mudah dibanding cara finding observation, tetapi
kelemahannya adalah sering terjadi tingkah laku yang lain dari pada yang digolongkan
pada daftarnya, sehingga ada kecenderungan untuk menggolongkannya secara paksa
atau mengabaikannya.
c. Kelebihan dan Kelemahan Observasi
Kelebihan
 Memberikan tambahan informasi yang mungkin tidak didapat dari teknik lain
 Dapat menjaring tingkah laku nyata bila observasi tidak diketahui
 Observasi tidak tergantung pada kemauan objek yang diobservasi untuk
melaporkan atau menceritakan pengalamanya.
Kelemahan
 Keterbatasan manusia menyimpan hasil pengamatan
 Cara pandang individu terhadap obyek yang sama belum tentu sama antar individu
yang satu dengan yang lain
 Ada kecenderungan pada manusia dalam menilai sesuatu hanya berdasarkan pada
ciri-ciri yang menonjol.
d. Alat Bantu Observasi
Dalam melakukan kegiatan observasi, Ada beberapa alat bantu yang dapat
dimanfaatkan oleh observer dalam menggunakan metode observasi, yaitu (a)
5
anecdotal record atau daftar riwayat kelakuan, (b) catatan berkala, (c) checlist atau
daftar cek, (d) skala penilaian, dan (e) alat-alat mekanik/ elektrik (seperti : tape
recorder, handphone, handycam, camera CCTV). Adapun penjelasan dari masing-
masing alat bantu observasi adalah sebagai berikut:
1) Catatan Anekdot/ Daftar riwayat kelakuan dan Catatan Berkala
a) Pengertian
Menurut Wrighstone (dalam Walgito, 2005: 69) anecdotal records are comulative
note of an individual’s behavior observed in typical situation. Pengertian ini
mengandung arti catatan anekdot adalah catatan yang bersifat komulatif dari tingkah
laku individu yang dipandang khusus, istimewa dan luar biasa. Catatan semacam ini
sebenarnya bukan hanya dilakukan oleh konselor, tetapi bisa saja dilakukan oleh guru
bidang studi, wali kelas, bahkan kepala sekolah. Untuk kepentingan pemberian
layanan yang mendekati tepat, ada baiknya konselor (observer) juga mau
memanfaatkan catatan-catatan yang dibuat oleh teman sejawat perihal perilaku
konseli. Catatan ini amat penting artinya manakala konselor harus melakukan
diagnosis dalam proses konseling, sehingga terhindar dari salah diagnosis.
Berbeda dengan catatan anekdot yang mencatat perilaku khusus, maka catatan
berkala adalah catatan yang dibuat pada waktu tertentu saja (misal : pada saat siswa
mengikuti pelajaran, mengikuti upacara, kegiatan perkemahan, karya wisata dan lain
sebagainya). Catatan ini bisa dibuat oleh konselor atau guru bidang studi atau wali
kelas, yang kemudian dikumpulkan untuk menggambarkan kesan-kesan umum tentang
subyek yang diobservasi
b) Manfaat Daftar Riwayat Kelakuan dan Catatan Berkala
Menurut Hidayah ( 2012 : 22) manfaat daftar riwayat kelakuan diantaranya(a) dapat
memperoleh diskripsi perilaku individu/siswa yang lebih tepat, (b) dapat memperoleh
gambaran sebab-akibat perilaku tipik dan perilaku tertentu siswa dan (c) dapat
mengembangkan cara-cara penyesuaian diri dengan masalah-masalah dan kebutuhan
siswa secara mendalam. Di samping kegunaan catatan anekdot dan berkala bagi
pemahaman diri siswa, maka catatan anekdot dan berkala ini pun berguna bagi: (a) guru
baru dalam rangka penyesuaian diri dengan siswa, (b) guru yang berminat untuk
memahami problema-problema siswa, dan (c) bagi konselor untuk memberikan layanan
konseling bahkan untuk mengadakan pertemuan kasus (konferensi kasus).
6
c) Petunjuk Pengadministrasian Daftar Riwayat Kelakuan
 Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan ini, konselor menyusun panduan observasi, adapun
langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
 Tetapkan perilaku yang akan dicatat. Konselor menentukan perilaku
khusus apa yang akan diamati, misalnya menyontek,gaduh dalam kelas,
kerjasama dan lain sebagainya.
 Menentukan siapa saja yang melakukan pencatatan. Konselor bisa
mengajak rekan sejawat dalam proses pengamatanya sehingga diharapkan
hasil yang didapatkan komprehensif.
 Menetapkan format / bentuk catatan anekdot
alternatif Contoh
 Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan yang dilakukan oleh observer adalah : 1)
menyiapkan format yang sudah dibuat, 2) mengambil posisi yang tepat buat
observasi, 3) mencatat perilaku khusus yang muncul dari observee.
 Tahap Analisi Hasil
Pada tahap ini yang dilakukan konselor adalah memberikan interpretasi
terhadap perilaku konseli yang diamati selama proses pencatatan(pelaksanaan
DAFTAR RIWAYAT KELAKUAN
Catatan dibuat oleh (Observer) :
Nama : .......................................... Bidang Tugas .................................
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nama Siswa : ................................... Kelas : ........................
Tempat Kejadian :
/Hari/Tanggal : ..................................... Jam : .....................
Peristiwa :
..........................................................................................................................................
........................................................................................................................................
........................,tgl/bl/th
(Nama Observer)
7
observasi). Menurut Hidayah (2012: 25) Ada beberapa hal yang dapat dijadikan
bahan pertimbangan dalam membuat interpretasi diantarnya :
 Berisi tentang ulasan kesimpulan dan komentar dari observer tentang
perilaku observe
 Penilaian bersifat evaluatif (benar-salah, baik atau buruk)
 Mengungkap “ kemungkinan” sebab perilaku muncul dan simpulan
berilaku
 Mempertimbangkan perasaan subyek yang diamati (observee) saat
berperilaku dan sasaran perilaku yang diamati
 Mencatat respon lingkungan.
2) Daftar Cek dan Skala Penilaian
a. Pengertian
Aiken (1996 : 12) memandang daftar cek sebagai bentuk instrumen psikometrik
yang paling sederhana,berisi kata-kata, kalimat, atau pernyataan-pernyataan yang
berisi kegiatan individu yang sedang menjadi fokus perhatian atau yang sedang
diamati. Pembuatan daftar cek ini dimaksudkan untuk membuat pencatatan hasil
penelitian yang sistematis, dan observer hanya memberi tanda cek pada aspek-
aspek yang sedang diobservasi. misalnya aktivias pembelajaran di kelas, aktivitas
diskusi dikelas dan topik lain yang relevan dengan kegiatan akademik dan non
akademik di sekolah. Terdapat beberapa macam daftar cek yang biasa digunakan
yaitu (1) daftar cek perorangan, (2) daftar cek kelompok, (3) daftar cek dalam skala
penilaian, (4) daftar cek masalah. Daftar cek perorangan adalah daftar cek yang
digunakan sebagai alat bantu ketika mengobservasi seseorang. Daftar cek
kelompok adalah daftar cek yang digunakan sebagai alat bantu ketika
mengobservasi kelompok.
Skala penilaian pencatatan gejala menurut tingkatan-tingkatannya. Suatu aspek
(variabel/sub variabel) bukan hanya dicatat ada atau tidak ada, tetapi lebih dari itu
berupaya menggambarkan kondisi subyek sesuai dengan tingkatan tingkatan
gejalanya. Hadi,S (2004: 152-153) mengatakan bahwa penggunaan skala penilaian
sangat populer karena penggunaannya sangat mudah, disisi lain pencatatanya lebih
menunjukkan keseragaman antara observer satu dengan yang lainnya dan sangat
sederhana untuk dianalisis secara statistik. Daftar Cek Masalah daftar yang berisi
8
sejumlah kemungkinan masalah yang pernah atau sedang dihadapi oleh individu
atau sekelompok individu.
b. Manfaat Daftar Cek dan Skala Penilaian
Penggunaan daftar cek memiliki manfaat diantaranya (a) menggambarkan atau
mengevaluasi seseorang dan peristiwa tertentu (b) menemukan faktor-faktor yang
relevan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian, (c) pencatatan lebih rinci
dan sistematis terhadap faktor-faktor yang diobservasi dalam waktu singkat (d)
mencatat kemunculan perilaku individu dan kelompok sekaligus (e) mencatat
kemunculan sejumlah perilaku dalam derajad penilaian (skala penilaian).
c. Petunjuk Pengadministrasian Daftar Cek dan Skala Penilaian
a) Tahap Persiapan
Langkah-langkah persiapan yang dilakukan konselor adalah
(1) Menentukan tujuan observasi dengan selalu memperhatikan tujuan observasi
diharapkan observer akan lebih terfokus pada tujuan observasi. Misalnya
konselor ingin mengetahui “aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran
guru di kelas”.
(2) Menentukan Fokus (Materi/ Variabel)Observasi : apa sebenarnya yang hendak
diobservasi sebaiknya sudah dikuasi dengan baik oleh observer. Misanya :
Aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajara
(3) Menentukan Sub variabel : terkadang suatu obyek tidak hanya terdiri dari satu
variabel saja tetapi kadang memiliki sub variabel. Contoh variabel “aktivitas
siswa dalam mengikuti pembelajaran guru di kelas” maka sub variabelnya
yaitu bentuk kegiatan yang dilakukan siswa saat dikelas dan perlengkapan
belajar. Berdasarkan sub variabel disusun pernyataa-pernyataan yang dapat
diamati.
(4) Menentukan Indikator. Indikator dimaknai sebagai ciri-ciri atau karakteristik
yang ada di variabel atau sub variabel. Dengan indikator yang jelas
memungkinkan observer/peneliti mampu menjabarkan variabel dengan
baik.Sebagai contoh konselor akan mengamati aktivitas siswa selama
mengikuti pembelajaran oleh guru. Beberapa indikator yang bisa digunakan
adalah (1) mengikuti pelajaran sesuai jadwal yang ditetapkan, (2)
Mendengarkan penjelasan guru, (3) bertanya kepada guru ketika ada hal-hal
yang kurang difahami, (4) bertanya kepada teman yang dipandang lebih
9
memahami, (5) mengerjakan soal-soal yang diberikan,dan (6) memiliki
peralatan belajar dengan lengkap. Setelah itu konselor dapat menentukan
kategori. Ketika konselor akan menggunakan alat bantu daftar cek maka ada
dua kategori yaitu “ ya” untuk kemunculan perilaku yang diamati dan “tidak”
untuk ketidakmunculan perilaku yang diamati. Biasanya petunjuk “ tidak” bisa
saja tidak disertakan dalam pedoman daftar cek list. Ketika konselor mau
membuat pedoman observasi dengan menggunakan skala penilaian maka
konselor terlebih dahulu menetapkan derajad penilaian/skala. Derajad
penilaian ditetapkan dengan angka 1-4 demikian derajad penilaian
kualitatif/deskriptif dengan pernyataan mulai dari “Serlalu”, “Sering”,
“Kadang-kadang” dan “Tidak Pernah”.
(5) Penentuan Prediktor yaitu menetapkan kreteria terhadap frekuensi
kemunculan perilaku. Kreteria ini dibuat berdasarkan kajian teori tentang
variabel yang diobservasi. Prediktor ini sekaligus digunakan sebagai acuan
untuk interpretasi data. Penentuan kriteria sesuai dengan tingkatan yang
dikehendaki konselor. Biasanya ada empat (4) kriteria yang digunakan untuk
mengkonversi data atau rubrik. Sesuai dengan Adapun kriteria dapat dilihat
dalam tabel konsersi :
Interval Presentase
(%)
Klasifikasi Interpretasi
76 – 100 Sangat Tinggi Sangat aktif saat mengikuti
pembelajaran guru di kelas
51 – 75 Cukup Tinggi aktif saat mengikuti
pembelajaran guru di kelas
26 – 50 Sedang Cukup aktif saat mengikuti
pembelajaran guru di kelas
1 – 25 Rendah Tindak aktif saat mengikuti
pembelajaran guru di kelas
(6) Penyusunan Pernyataan/Item. Membuat pernyataan pernyataan dari indikator
perilaku observasi yang telah ditentukan. Berikut contoh pedoman daftar cek
dan skala penilaian tentang aktivitas siswa saat mengikuti pembelajaran guru
di kelas.
10
Alternatif Contoh Pedoman Daftar Cek Perorangan
A. Identitas Siswa
1 Nama : ..........................................................................
2 Kelas : ..........................................................................
3 No Absen : ..........................................................................
4 TTL : ..........................................................................
5 Hari/tglObservasi : ..........................................................................
6 Waktu/Durasi : ..........................................................................
B. Aspek Yang di
Observasi
: Aktivitas siswa dalam mengikuti
pembelajaran guru di kelas
C. Tujuan Observasi : Mengetahui aktivitas siswa dalam mengikuti
pembelajaran guru di kelas
D. Petunjuk : Berilah tanda cek (V) pada kolom yang sesui
dengan gejala perilaku yang Anda amati.
E. Pernyataan
No Aspek/Kegiatan YA TIDAK
1 Siswa mengikuti pelajaran sesuai
jadwal yang ditetapkan
2 Siswa mendengarkan penjelasan guru
3 Siswa bertanya kepada guru ketika ada
hal-hal yang kurang difahami
4 Siswa bertanya kepada teman yang
dipandang lebih memahami
5 Siswa mengerjakan soal-soal yang
diberikan
6 Siswa memiliki peralatan belajar
dengan lengkap
11
Kesimpulan :
...................................................................................................
Observer,
...................................
Alternatif Contoh Daftar Cek Kelompok
No Nama Siswa
Pernyataan
Ana Ayu Eka Adi
1 Siswa mengikuti pelajaran sesuai jadwal
yang ditetapkan
2 Siswa mendengarkan penjelasan guru
3 Siswa bertanya kepada guru ketika ada
hal-hal yang kurang difahami
4 Siswa bertanya kepada teman yang
dipandang lebih memahami
5 Siswa mengerjakan soal-soal yang
diberikan
6 Siswa memiliki peralatan belajar
dengan lengkap
Kesimpulan
Observer
.........................
Alternatif Contoh Skala Penilaian “ Aktivitas Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran
Guru di kelas
A. Identitas Siswa
1 Nama : ..........................................................................
12
2 Kelas : ..........................................................................
3 No Absen : ..........................................................................
4 TTL : ..........................................................................
5 Hari/tglObservasi : ..........................................................................
6 Waktu/Durasi : ..........................................................................
B. Aspek Yang di
Observasi
: Aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran guru
di kelas
C. Tujuan Observasi : Mengetahui aktivitas siswa dalam mengikuti
pembelajaran guru di kelas
D. Petunjuk : Berilah tanda cek (V) pada kolom yang sesui
dengan gejala perilaku yang Anda amati.
E. Pernyataan
No Aktivitas Frekuensi* Ket
1 2 3 4
1 Siswa mengikuti pelajaran sesuai
jadwal yang ditetapkan
2 Siswa mendengarkan penjelasan
guru
3 Siswa bertanya kepada guru ketika
ada hal-hal yang kurang difahami
4 Siswa bertanya kepada teman yang
dipandang lebih memahami
5 Siswa mengerjakan soal-soal yang
diberikan
6 Siswa memiliki peralatan belajar
dengan lengkap
Kesimpulan : .......................................................................................
*Dengan kolom di atas, observer memberi tanda cek di bawah kolom 1 jika
frekuensinya “tidak pernah”, 2 jika frekuensi “kadang-kadang”, 3 jika
frekuensi “ sering”, 4 jika frekuensinya “ selalu”
Observer,
(..................................)
b) Tahap Pelaksanaan
13
Pada tahap pelaksanaan yang dilakukan oleh observer adalah : 1) menyiapkan
format/pedoman observasi (Daftar Cek dan Atau Skala Penilaian) yang sudah
dibuat, 2) mengambil posisi yang tepat buat observasi, 3) mencatat perilaku
yang muncul dari observee. Ketika konselor akan melakukan observasi
sebaiknya dilakukan beberapa kali observasi sehingga kita bisa mengetahui
kecenderungan perilaku observee yang sebenarnya.
c) Tahap Analisis Hasil dan Interpretasi
(1) Analisis hasil observasi dengan daftar cek
Untuk memudahkan pemahaman Anda, mari bersama-sama melakukan
analisi hasil observasi dengan menggunakan pedoman observasi di atas.
Contoh: konselor telah melakukan pengamatan terhadap Ani tentang Aktivitas
Ani mengikuti pembelajaran guru di kelas sebanyak 5 kali (k) observasi.
Berdasarkan 5 kali pengamatan, total frekuensi (f) perilaku yang dimunculkan
adalah 20. Langkah –langkah yang bisa dilakukan konselor adalah :
 Mencatat perilaku Ani pada situasi yang sama yaitu pembelajaran guru di
kelas.
 Menentukan (N) dengan cara mengalikan jumlah item pernyataan (n=6)
dengan k (5 kali observasi) sehingga hasilnya adalah N = 6 x 5 = 30
 Menjumlahkan seluruh frekuensi yang muncul selama observasi.
Berdasarkan pengamatan 5 kali, perilaku yang dimunculkan sebanyak 20
kali.
 Menghitung presentasi (%) dengan rumus p =
𝑓
𝑁
𝑥 100%. Berdasarkan
rumus tersebut maka diperoleh p = =
20
30
𝑥 100% = 66,67%.
 Mengkonversikan hasil presentase dengan tabel konversi, sehingga hasil
interpretasi data dapat disimpulkan. Berdasarkan hasil konversi, frekuensi
kemunculan aktivitas ani dalam mengikuti pembelajaran guru di kelas
sebesar 66, 67% dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ani
tergolong siswa yan aktif mengikuti pembelajaran guru di kelas
berdasarkan hasil observasi dengan menggunakan pedoman daftar cek.
(2) Analisis hasil observasi dengan Skala Penilaian. Langkah langkahnya sama
dengan analisis hasil observasi dengan menggunakan daftar cek.
14
2. Daftar Cek Masalah
a. Pengertian dan Fungsi
Daftar cek masalah adalah daftar yang berisi sejumlah kemungkinan
masalah yang pernah atau sedang dihadapi oleh individu atau sekelompok individu.
Daftar cek yang digunakan untuk mengungkapkan masalah lazim dikenal dengan
sebutan ”Daftar Cak Masalah” (DCM). Daftar cek masalah berfungsi untuk (a)
membantu individu menyatakan masalah yang pernah dan atau sedang dihadapi,
(b) mensisitemtisasi masalah yang dihadapi individu atau kelompok, dan (c)
memudahkan analisis dan pengambilan keputusan dalam penyusunan program
bimbingan lantaran jelas mana masalah yang menonjol dan perlu mendapat
preoritas, (d) memberi kemudahan bagi konselor dalam menetapkan individu-
individu yang perlu mendapat perhatian khusus.
b. Petunjuk Pengadministrasian Daftar Cek Masalah
Agar penggunaan DCM bisa memperoleh hasil sesuai yang direncanakan,
maka perlu difahami petunjuk pelaksanaan dan cara mengerjakan DCM. Petunjuk
yang harus diperhatikan itu meliputi petunjuk bagi instruktur dan petunjuk bagi
siswa.
1) Petunjuk Bagi Instruktur (Guru)
(a) Pada saat persiapan :
 Ciptakan ruangan yang kondusif : bersih, penerangan dan udara cukup, jauh
dari kebisingan, dan singkirkan benda-benda yang dipandang bisa
mengganggu konsentrasi siswa.
 Periksa lembar DCM, apakah jumlahnya sesuai dengan jumlah siswa,
periksa pula catatan-catatan yang mungkin ada dari penggunaan
sebelumnya agar tidak mengganggu pilihan siswa,
 Kuasai benar petunjuk pelaksanannya, dan upayakan semaksimal mungkin
agar instruktur bisa melihat dan mengawasi seluruh ruangan
(b) Pada tahap Pelaksanaan
 Ciptakan hubungan yang hangat dengan siswa, dan hindarkan situasi yang
mengancam.
 Jelaskan tujuan pengisian DCM utamanya bagi kepentingan siswa. Hal ini
penting dilakukan untuk menimbulkan kepercayaan dan motivasi siswa
dalam mengerjakan DCM.
15
 Perintahkan siswa agar mengeluarkan alat tulis
 Bagikan lembar jawab dan bendel DCM dengan tertib.
 Dalam hal bendel DCM dibagikan kepada semua siswa, bacakan petunjuk
mengerjakan secara perlahan-perlahan dan berikan penekanan pada hal-hal
yang dipandang sangat penting, misalnya (1) ”Tidak ada jawaban yang
benar atau salah, yang ada adalah sesuai atau tidak sesuai dengan diri
siswa”. dan (2) ”Jawaban Anda bersifat pribadi dan dijamin
kerahasiaannya, oleh sebab itu Anda diminta menjawab dengan sejujur-
jujurnya sesuai keadaan yang sebenarnya”. Dua kalimat ini dipandang
penting untuk mendorong siswa agar melaporkan diri sesuai apa adanya,
bukan melirik pekerjaan temannya, dan tanpa rasa khawatir akan
mengganggu nilai raportnya.
 Dalam kondisi yang dinilai kurang menguntungkan (misal : sulit dihindari
kerja sama yang mengakibatkan datanya kurang akurat), instruktur bisa saja
tidak membagikan bendel DCM, tetapi cukup didektekan dengan suara
yang jelas dalam waktu terbatas. Dengan demikian kesempatan siswa
untuk melirik pekerjaan teman bisa dihindari. Namun demikian petunjuk
mengerjakan tetap harus dibacakan secara jelas.
 Tegaskan bahwa jawaban dituliskan pada lembar jawab yang disediakan,
bukan di bendel DCM. Bendel DCM harus kembali dalam keadaan bersih
tanpa coretan apapun. Cara mengerjakanya adalah dengan cara memberi
cek (V), bukan disilang dan bukan pula dilingkari.
 Instruksikan kepada siswa untuk menulis identitas yang diminta dan tanggal
pelaksanaan DCM.
 Instruksikan kepada siswa untuk mengerjakan DCM, ingatkan pula agar
para siswa mengerjakan dengan tenang dan teliti.
 Lakukan pula pengecekan apakah para siswa telah mengerjakan DCM
dengan benar.
 Setelah waktu yang ditetapkan selesai, kumpulkan lembar jawab siswa, dan
lakukan pengecekan apakah jumlah lembar jawab sudah sesuai dengan
jumlah siswa.
2) Petunjuk Bagi Siswa
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan oleh siswa, yaitu:
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP
ASESMEN KONSEP

More Related Content

What's hot

Pendekatan konseling client centered
Pendekatan konseling client centeredPendekatan konseling client centered
Pendekatan konseling client centeredmisbakhulfirdaus
 
Aplikasi instrumentasi dalam bk
Aplikasi instrumentasi dalam bkAplikasi instrumentasi dalam bk
Aplikasi instrumentasi dalam bkizar jk
 
STUDI KASUS (DIAGNOSIS,PROGNOSIS, TREATMENT, FOLLOW UP)
STUDI KASUS (DIAGNOSIS,PROGNOSIS, TREATMENT, FOLLOW UP)STUDI KASUS (DIAGNOSIS,PROGNOSIS, TREATMENT, FOLLOW UP)
STUDI KASUS (DIAGNOSIS,PROGNOSIS, TREATMENT, FOLLOW UP)Nur Arifaizal Basri
 
TEORI KEPRIBADIAN HUMANISTIK MENURUT ABRAHAM MASLOW
TEORI KEPRIBADIAN HUMANISTIK MENURUT ABRAHAM MASLOWTEORI KEPRIBADIAN HUMANISTIK MENURUT ABRAHAM MASLOW
TEORI KEPRIBADIAN HUMANISTIK MENURUT ABRAHAM MASLOWNur Arifaizal Basri
 
power point bimbingan dan konseling
power point bimbingan dan konselingpower point bimbingan dan konseling
power point bimbingan dan konselingroikha11
 
Upaya dalam menangani kesalahpahaman bk
Upaya dalam menangani kesalahpahaman bkUpaya dalam menangani kesalahpahaman bk
Upaya dalam menangani kesalahpahaman bkNur Arifaizal Basri
 
power point diagnosa prognosa dalam BK
power point diagnosa prognosa dalam BKpower point diagnosa prognosa dalam BK
power point diagnosa prognosa dalam BKkhomisah
 
Modul 3 asesmen teknik non tes i
Modul  3 asesmen teknik non tes iModul  3 asesmen teknik non tes i
Modul 3 asesmen teknik non tes iBINTI ISROFIN
 
Rpl Bidang Pribadi
Rpl Bidang PribadiRpl Bidang Pribadi
Rpl Bidang PribadiAfy Luna
 
Perkembangan bk, bk komprehensif, pola 17+
Perkembangan bk, bk komprehensif, pola 17+Perkembangan bk, bk komprehensif, pola 17+
Perkembangan bk, bk komprehensif, pola 17+dwilaksmid
 
Materi BK Di Sekolah Dasar Pertemuan 1 (konsep dasar bk)
Materi BK Di Sekolah Dasar Pertemuan 1 (konsep dasar bk)Materi BK Di Sekolah Dasar Pertemuan 1 (konsep dasar bk)
Materi BK Di Sekolah Dasar Pertemuan 1 (konsep dasar bk)Fito Arsena
 
Verbatim terapi client centered CC (REFRENSI)
Verbatim terapi client centered CC (REFRENSI)Verbatim terapi client centered CC (REFRENSI)
Verbatim terapi client centered CC (REFRENSI)Nur Arifaizal Basri
 

What's hot (20)

Pendekatan konseling client centered
Pendekatan konseling client centeredPendekatan konseling client centered
Pendekatan konseling client centered
 
Aplikasi instrumentasi dalam bk
Aplikasi instrumentasi dalam bkAplikasi instrumentasi dalam bk
Aplikasi instrumentasi dalam bk
 
RPL BIMBINGAN KELOMPOK (POP)
RPL BIMBINGAN KELOMPOK (POP)RPL BIMBINGAN KELOMPOK (POP)
RPL BIMBINGAN KELOMPOK (POP)
 
Rpl konseling individu
Rpl konseling individuRpl konseling individu
Rpl konseling individu
 
STUDI KASUS (DIAGNOSIS,PROGNOSIS, TREATMENT, FOLLOW UP)
STUDI KASUS (DIAGNOSIS,PROGNOSIS, TREATMENT, FOLLOW UP)STUDI KASUS (DIAGNOSIS,PROGNOSIS, TREATMENT, FOLLOW UP)
STUDI KASUS (DIAGNOSIS,PROGNOSIS, TREATMENT, FOLLOW UP)
 
TEORI KEPRIBADIAN HUMANISTIK MENURUT ABRAHAM MASLOW
TEORI KEPRIBADIAN HUMANISTIK MENURUT ABRAHAM MASLOWTEORI KEPRIBADIAN HUMANISTIK MENURUT ABRAHAM MASLOW
TEORI KEPRIBADIAN HUMANISTIK MENURUT ABRAHAM MASLOW
 
Contoh verbatim (REFRENSI)
Contoh verbatim (REFRENSI)Contoh verbatim (REFRENSI)
Contoh verbatim (REFRENSI)
 
power point bimbingan dan konseling
power point bimbingan dan konselingpower point bimbingan dan konseling
power point bimbingan dan konseling
 
AUM PTSDL
AUM PTSDLAUM PTSDL
AUM PTSDL
 
Contoh lembar instrumen evaluasi bkp
Contoh lembar instrumen evaluasi bkpContoh lembar instrumen evaluasi bkp
Contoh lembar instrumen evaluasi bkp
 
Upaya dalam menangani kesalahpahaman bk
Upaya dalam menangani kesalahpahaman bkUpaya dalam menangani kesalahpahaman bk
Upaya dalam menangani kesalahpahaman bk
 
Contoh RPL konseling kelompok
Contoh RPL konseling kelompokContoh RPL konseling kelompok
Contoh RPL konseling kelompok
 
power point diagnosa prognosa dalam BK
power point diagnosa prognosa dalam BKpower point diagnosa prognosa dalam BK
power point diagnosa prognosa dalam BK
 
Modul 3 asesmen teknik non tes i
Modul  3 asesmen teknik non tes iModul  3 asesmen teknik non tes i
Modul 3 asesmen teknik non tes i
 
6. RPL BIMBINGAN KLASIKAL (POP)
6. RPL BIMBINGAN KLASIKAL (POP)6. RPL BIMBINGAN KLASIKAL (POP)
6. RPL BIMBINGAN KLASIKAL (POP)
 
Rpl Bidang Pribadi
Rpl Bidang PribadiRpl Bidang Pribadi
Rpl Bidang Pribadi
 
Perkembangan bk, bk komprehensif, pola 17+
Perkembangan bk, bk komprehensif, pola 17+Perkembangan bk, bk komprehensif, pola 17+
Perkembangan bk, bk komprehensif, pola 17+
 
Materi BK Di Sekolah Dasar Pertemuan 1 (konsep dasar bk)
Materi BK Di Sekolah Dasar Pertemuan 1 (konsep dasar bk)Materi BK Di Sekolah Dasar Pertemuan 1 (konsep dasar bk)
Materi BK Di Sekolah Dasar Pertemuan 1 (konsep dasar bk)
 
CONTOH RPL POP
CONTOH RPL POPCONTOH RPL POP
CONTOH RPL POP
 
Verbatim terapi client centered CC (REFRENSI)
Verbatim terapi client centered CC (REFRENSI)Verbatim terapi client centered CC (REFRENSI)
Verbatim terapi client centered CC (REFRENSI)
 

Similar to ASESMEN KONSEP

Impelementasi evaluasi
Impelementasi evaluasiImpelementasi evaluasi
Impelementasi evaluasiasti_fauziah
 
Berpikir Kritis,Trend dan Perubahan yang Mempengaruhi Dokumentasi Keperawatan
Berpikir Kritis,Trend dan Perubahan yang Mempengaruhi Dokumentasi KeperawatanBerpikir Kritis,Trend dan Perubahan yang Mempengaruhi Dokumentasi Keperawatan
Berpikir Kritis,Trend dan Perubahan yang Mempengaruhi Dokumentasi Keperawatanpjj_kemenkes
 
Berpikir Kritis,Trend dan Perubahan yang Mempengaruhi Dokumentasi Keperawatan
Berpikir Kritis,Trend dan Perubahan yang Mempengaruhi Dokumentasi KeperawatanBerpikir Kritis,Trend dan Perubahan yang Mempengaruhi Dokumentasi Keperawatan
Berpikir Kritis,Trend dan Perubahan yang Mempengaruhi Dokumentasi Keperawatanpjj_kemenkes
 
Bahan 1 evaluasi anak usia dini
Bahan 1 evaluasi anak usia diniBahan 1 evaluasi anak usia dini
Bahan 1 evaluasi anak usia diniMuhaimin Abu Faiz
 
Bimbingan dan konseling modul 1 - final kb2 tanpa tes
Bimbingan dan konseling modul 1 - final kb2 tanpa tesBimbingan dan konseling modul 1 - final kb2 tanpa tes
Bimbingan dan konseling modul 1 - final kb2 tanpa tesSPADAIndonesia
 
Penilaian Layanan Kebidanan
Penilaian Layanan KebidananPenilaian Layanan Kebidanan
Penilaian Layanan KebidananErlina Wati
 
Aplikasi konsep-kebijakan-publik
Aplikasi konsep-kebijakan-publikAplikasi konsep-kebijakan-publik
Aplikasi konsep-kebijakan-publikFiryoe
 
Asesmen layanan Bimbingan dan konseling.pptx
Asesmen layanan Bimbingan dan konseling.pptxAsesmen layanan Bimbingan dan konseling.pptx
Asesmen layanan Bimbingan dan konseling.pptxYasinSabonMusthafa
 
Pengukuran dan Uji Psikologis
Pengukuran dan Uji PsikologisPengukuran dan Uji Psikologis
Pengukuran dan Uji Psikologispjj_kemenkes
 
Makalah peranan evaluasi dalam pembelajaran
Makalah peranan evaluasi dalam pembelajaranMakalah peranan evaluasi dalam pembelajaran
Makalah peranan evaluasi dalam pembelajaranRiszki Alfiah Rahmah
 
Vivi tgs evaluasi pembelajaran smsstr 5
Vivi tgs evaluasi pembelajaran smsstr 5Vivi tgs evaluasi pembelajaran smsstr 5
Vivi tgs evaluasi pembelajaran smsstr 5Vhyvi Hapwis
 
Pengujian pengukuran penilaian
Pengujian pengukuran penilaianPengujian pengukuran penilaian
Pengujian pengukuran penilaianNoor Syazwanni
 
Konsep Dasar Evaluasi Pembelajaran
Konsep Dasar Evaluasi PembelajaranKonsep Dasar Evaluasi Pembelajaran
Konsep Dasar Evaluasi PembelajaranHariyatunnisa Ahmad
 
PROSEDUR PENGUKURAN (KELOMPOK 4).pptx
PROSEDUR PENGUKURAN (KELOMPOK 4).pptxPROSEDUR PENGUKURAN (KELOMPOK 4).pptx
PROSEDUR PENGUKURAN (KELOMPOK 4).pptxNawazzZz
 
Aplikasi konsep-kebijakan-publik
Aplikasi konsep-kebijakan-publikAplikasi konsep-kebijakan-publik
Aplikasi konsep-kebijakan-publikFiryoe
 

Similar to ASESMEN KONSEP (20)

Impelementasi evaluasi
Impelementasi evaluasiImpelementasi evaluasi
Impelementasi evaluasi
 
Berpikir Kritis,Trend dan Perubahan yang Mempengaruhi Dokumentasi Keperawatan
Berpikir Kritis,Trend dan Perubahan yang Mempengaruhi Dokumentasi KeperawatanBerpikir Kritis,Trend dan Perubahan yang Mempengaruhi Dokumentasi Keperawatan
Berpikir Kritis,Trend dan Perubahan yang Mempengaruhi Dokumentasi Keperawatan
 
Berpikir Kritis,Trend dan Perubahan yang Mempengaruhi Dokumentasi Keperawatan
Berpikir Kritis,Trend dan Perubahan yang Mempengaruhi Dokumentasi KeperawatanBerpikir Kritis,Trend dan Perubahan yang Mempengaruhi Dokumentasi Keperawatan
Berpikir Kritis,Trend dan Perubahan yang Mempengaruhi Dokumentasi Keperawatan
 
Bahan 1 evaluasi anak usia dini
Bahan 1 evaluasi anak usia diniBahan 1 evaluasi anak usia dini
Bahan 1 evaluasi anak usia dini
 
Bimbingan dan konseling modul 1 - final kb2 tanpa tes
Bimbingan dan konseling modul 1 - final kb2 tanpa tesBimbingan dan konseling modul 1 - final kb2 tanpa tes
Bimbingan dan konseling modul 1 - final kb2 tanpa tes
 
Penilaian Layanan Kebidanan
Penilaian Layanan KebidananPenilaian Layanan Kebidanan
Penilaian Layanan Kebidanan
 
Aplikasi konsep-kebijakan-publik
Aplikasi konsep-kebijakan-publikAplikasi konsep-kebijakan-publik
Aplikasi konsep-kebijakan-publik
 
Tentang asesmen
Tentang asesmenTentang asesmen
Tentang asesmen
 
Asesmen layanan Bimbingan dan konseling.pptx
Asesmen layanan Bimbingan dan konseling.pptxAsesmen layanan Bimbingan dan konseling.pptx
Asesmen layanan Bimbingan dan konseling.pptx
 
Pengukuran dan Uji Psikologis
Pengukuran dan Uji PsikologisPengukuran dan Uji Psikologis
Pengukuran dan Uji Psikologis
 
Makalah tahap evaluasi
Makalah tahap evaluasiMakalah tahap evaluasi
Makalah tahap evaluasi
 
Makalah konseling
Makalah konselingMakalah konseling
Makalah konseling
 
Kb 1 konsep dasar evaluasi
Kb 1 konsep dasar evaluasiKb 1 konsep dasar evaluasi
Kb 1 konsep dasar evaluasi
 
Makalah peranan evaluasi dalam pembelajaran
Makalah peranan evaluasi dalam pembelajaranMakalah peranan evaluasi dalam pembelajaran
Makalah peranan evaluasi dalam pembelajaran
 
Vivi tgs evaluasi pembelajaran smsstr 5
Vivi tgs evaluasi pembelajaran smsstr 5Vivi tgs evaluasi pembelajaran smsstr 5
Vivi tgs evaluasi pembelajaran smsstr 5
 
Pengujian pengukuran penilaian
Pengujian pengukuran penilaianPengujian pengukuran penilaian
Pengujian pengukuran penilaian
 
Konsep Dasar Evaluasi Pembelajaran
Konsep Dasar Evaluasi PembelajaranKonsep Dasar Evaluasi Pembelajaran
Konsep Dasar Evaluasi Pembelajaran
 
Makalah Tes dan Nontes
Makalah Tes dan NontesMakalah Tes dan Nontes
Makalah Tes dan Nontes
 
PROSEDUR PENGUKURAN (KELOMPOK 4).pptx
PROSEDUR PENGUKURAN (KELOMPOK 4).pptxPROSEDUR PENGUKURAN (KELOMPOK 4).pptx
PROSEDUR PENGUKURAN (KELOMPOK 4).pptx
 
Aplikasi konsep-kebijakan-publik
Aplikasi konsep-kebijakan-publikAplikasi konsep-kebijakan-publik
Aplikasi konsep-kebijakan-publik
 

More from Nur Arifaizal Basri

contoh RPL BIMBINGAN KELOMPOK.pdf
contoh RPL  BIMBINGAN KELOMPOK.pdfcontoh RPL  BIMBINGAN KELOMPOK.pdf
contoh RPL BIMBINGAN KELOMPOK.pdfNur Arifaizal Basri
 
contoh RPL konseling individu.pdf
contoh RPL konseling individu.pdfcontoh RPL konseling individu.pdf
contoh RPL konseling individu.pdfNur Arifaizal Basri
 
Permendikbud No 15 Tahun 2018.pdf
Permendikbud No 15 Tahun 2018.pdfPermendikbud No 15 Tahun 2018.pdf
Permendikbud No 15 Tahun 2018.pdfNur Arifaizal Basri
 
MODEL LAYANAN BK SMA guru penggerak kurikulum meredeka belajar
MODEL LAYANAN BK SMA guru penggerak kurikulum meredeka belajarMODEL LAYANAN BK SMA guru penggerak kurikulum meredeka belajar
MODEL LAYANAN BK SMA guru penggerak kurikulum meredeka belajarNur Arifaizal Basri
 
FORMAT LAPORAN ALAT PERAGA BK DENGAN PANDUAN BIMBINGAN KARIER.docx
FORMAT LAPORAN ALAT PERAGA BK DENGAN PANDUAN BIMBINGAN KARIER.docxFORMAT LAPORAN ALAT PERAGA BK DENGAN PANDUAN BIMBINGAN KARIER.docx
FORMAT LAPORAN ALAT PERAGA BK DENGAN PANDUAN BIMBINGAN KARIER.docxNur Arifaizal Basri
 
Pengembangan Buku Panduan Bimbingan Karier Berdasarkan Teori Trait and factor
Pengembangan Buku Panduan Bimbingan Karier Berdasarkan Teori Trait and factorPengembangan Buku Panduan Bimbingan Karier Berdasarkan Teori Trait and factor
Pengembangan Buku Panduan Bimbingan Karier Berdasarkan Teori Trait and factorNur Arifaizal Basri
 
Laporan hasil tindak lanjut analisis pelaksanaan program bk
Laporan hasil tindak lanjut analisis pelaksanaan program bkLaporan hasil tindak lanjut analisis pelaksanaan program bk
Laporan hasil tindak lanjut analisis pelaksanaan program bkNur Arifaizal Basri
 
Carl gustav jung psychology and the occult
Carl gustav jung psychology and the occultCarl gustav jung psychology and the occult
Carl gustav jung psychology and the occultNur Arifaizal Basri
 
cognitive behavioral therapy for social anxiety disorder (CBT)
 cognitive behavioral therapy for social anxiety disorder (CBT) cognitive behavioral therapy for social anxiety disorder (CBT)
cognitive behavioral therapy for social anxiety disorder (CBT)Nur Arifaizal Basri
 
EXPLORING CAREERS WITH TYPOLOGY (JOHN HOLLAND)
EXPLORING CAREERS WITH TYPOLOGY (JOHN HOLLAND)EXPLORING CAREERS WITH TYPOLOGY (JOHN HOLLAND)
EXPLORING CAREERS WITH TYPOLOGY (JOHN HOLLAND)Nur Arifaizal Basri
 
VOCATIONAL INDECISION (JOHN HOLLAND)
VOCATIONAL INDECISION (JOHN HOLLAND)VOCATIONAL INDECISION (JOHN HOLLAND)
VOCATIONAL INDECISION (JOHN HOLLAND)Nur Arifaizal Basri
 
PERSONALITY AND VOCATIONAL John holland 1993
PERSONALITY AND VOCATIONAL John holland 1993PERSONALITY AND VOCATIONAL John holland 1993
PERSONALITY AND VOCATIONAL John holland 1993Nur Arifaizal Basri
 

More from Nur Arifaizal Basri (20)

CONTOH RPL KLASIKAL
CONTOH RPL KLASIKALCONTOH RPL KLASIKAL
CONTOH RPL KLASIKAL
 
contoh RPL BIMBINGAN KELOMPOK.pdf
contoh RPL  BIMBINGAN KELOMPOK.pdfcontoh RPL  BIMBINGAN KELOMPOK.pdf
contoh RPL BIMBINGAN KELOMPOK.pdf
 
contoh RPL konseling individu.pdf
contoh RPL konseling individu.pdfcontoh RPL konseling individu.pdf
contoh RPL konseling individu.pdf
 
Permendikbud No 15 Tahun 2018.pdf
Permendikbud No 15 Tahun 2018.pdfPermendikbud No 15 Tahun 2018.pdf
Permendikbud No 15 Tahun 2018.pdf
 
UU ASN NO. 5 TH. 2014
UU ASN NO. 5 TH. 2014UU ASN NO. 5 TH. 2014
UU ASN NO. 5 TH. 2014
 
program kerja BK 2022-2023.pdf
program kerja BK 2022-2023.pdfprogram kerja BK 2022-2023.pdf
program kerja BK 2022-2023.pdf
 
MODEL LAYANAN BK SMA guru penggerak kurikulum meredeka belajar
MODEL LAYANAN BK SMA guru penggerak kurikulum meredeka belajarMODEL LAYANAN BK SMA guru penggerak kurikulum meredeka belajar
MODEL LAYANAN BK SMA guru penggerak kurikulum meredeka belajar
 
FORMAT LAPORAN ALAT PERAGA BK DENGAN PANDUAN BIMBINGAN KARIER.docx
FORMAT LAPORAN ALAT PERAGA BK DENGAN PANDUAN BIMBINGAN KARIER.docxFORMAT LAPORAN ALAT PERAGA BK DENGAN PANDUAN BIMBINGAN KARIER.docx
FORMAT LAPORAN ALAT PERAGA BK DENGAN PANDUAN BIMBINGAN KARIER.docx
 
Pengembangan Buku Panduan Bimbingan Karier Berdasarkan Teori Trait and factor
Pengembangan Buku Panduan Bimbingan Karier Berdasarkan Teori Trait and factorPengembangan Buku Panduan Bimbingan Karier Berdasarkan Teori Trait and factor
Pengembangan Buku Panduan Bimbingan Karier Berdasarkan Teori Trait and factor
 
Laporan hasil tindak lanjut analisis pelaksanaan program bk
Laporan hasil tindak lanjut analisis pelaksanaan program bkLaporan hasil tindak lanjut analisis pelaksanaan program bk
Laporan hasil tindak lanjut analisis pelaksanaan program bk
 
self control
self controlself control
self control
 
Carl gustav jung psychology and the occult
Carl gustav jung psychology and the occultCarl gustav jung psychology and the occult
Carl gustav jung psychology and the occult
 
kepercayan diri
kepercayan dirikepercayan diri
kepercayan diri
 
self-efficacy, and self-esteem
self-efficacy, and self-esteemself-efficacy, and self-esteem
self-efficacy, and self-esteem
 
mengenal kecemasan komunikasi
mengenal kecemasan komunikasimengenal kecemasan komunikasi
mengenal kecemasan komunikasi
 
KECEMASAN KOMUNIKASI
KECEMASAN KOMUNIKASIKECEMASAN KOMUNIKASI
KECEMASAN KOMUNIKASI
 
cognitive behavioral therapy for social anxiety disorder (CBT)
 cognitive behavioral therapy for social anxiety disorder (CBT) cognitive behavioral therapy for social anxiety disorder (CBT)
cognitive behavioral therapy for social anxiety disorder (CBT)
 
EXPLORING CAREERS WITH TYPOLOGY (JOHN HOLLAND)
EXPLORING CAREERS WITH TYPOLOGY (JOHN HOLLAND)EXPLORING CAREERS WITH TYPOLOGY (JOHN HOLLAND)
EXPLORING CAREERS WITH TYPOLOGY (JOHN HOLLAND)
 
VOCATIONAL INDECISION (JOHN HOLLAND)
VOCATIONAL INDECISION (JOHN HOLLAND)VOCATIONAL INDECISION (JOHN HOLLAND)
VOCATIONAL INDECISION (JOHN HOLLAND)
 
PERSONALITY AND VOCATIONAL John holland 1993
PERSONALITY AND VOCATIONAL John holland 1993PERSONALITY AND VOCATIONAL John holland 1993
PERSONALITY AND VOCATIONAL John holland 1993
 

Recently uploaded

polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptpolinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptGirl38
 
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023DodiSetiawan46
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024budimoko2
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxalat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxRioNahak1
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxarnisariningsih98
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxHeruFebrianto3
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanTPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanNiKomangRaiVerawati
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...Kanaidi ken
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdfvebronialite32
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaNadia Putri Ayu
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasAZakariaAmien1
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxherisriwahyuni
 
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfKelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfmaulanayazid
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 

Recently uploaded (20)

polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptpolinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
 
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxalat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanTPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
 
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfKelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 

ASESMEN KONSEP

  • 1. 1 Konsep Dasar Asesmen 1. Hakikat Asesmen Mendengar kata asesmen? Apa yang ada dalam pikiran Anda? Apa kaitannya asesmen dengan pengukuran, evaluasi maupun tes?. Sebelum kita lebih jauh membahas tentang asesmen, marilah kita bedakan pengertian masing-masing istilah ”pengkuran”, “evaluasi”, “tes”, dan “asesmen”, Pengukuran (Measurement) menurut Stevens dalam Cadha (2009: 4) didefinisikan sebagai proses pemberian /penempatan/ assigment angka untuk suatu objek atau peristiwa tertentu. Secara tradisional, pengukuran berhubungan dengan unit kuantitatif, seperti yang terkait dengan panjang (misalnya, meter, inci), waktu (misalnya, detik, menit), massa (misalnya, kilogram, pound), dan suhu (misalnya, Kelvin, Fahrenheit). Pengukuran dalam ilmu sosial berkaitan dengan penyediaan data yang memenuhi beberapa kriteria, dan dengan demikian tes diberikan untuk menilai sejauh mana kriteria terpenuhi. Menurut Fink (1995:4) Evaluasi merupakan suatu penyelidikan/ investigasi karakteristik dan manfaat suatu program. Tujuannya adalah untuk memberikan informasi tentang efektivitas progam sehingga dapat mengoptimalkan hasil, efisiensi, dan kualitas. Hal ini mengandung arti bahwa evaluasi dilakukan untuk melihat keterlaksanaan dan ketercapain kegiatan/layanan yang telah dilaksanakan dalam upaya mengambil keputusan. Sebagai contoh Anda ingin mengetahui ketercapaian progam BK yang sudah Anda laksanakan, maka Anda dapat melakukan kegiatan evaluasi. Dengan demikian kegiatan dalam evaluasi meliputi pengukuran dan asesmen. Hays (2013: 5) merumuskan tes sebagai proses sistematis dan sering distandarisasi untuk pengambilan sampel dan menggambarkan suatu minat perilaku individu atau kelompok. Sejalan Hays, Furqon & Sunarya (2011: 203) merumuskan tes sebagai himpunan pertanyaan yang harus dijawab, atau pernyataan-pernyataan yang harus dipilih/ditanggapi, atau tugas-tugas yang harus dilakukan oleh orang yang di tes dengan tujuan untuk
  • 2. 2 mengukur suatu aspek perilaku atau memperoleh informasi tentang atribut dari orang yang di tes. Tes hanyalah sebagai salah satu teknik dalam asesmen. Pembahasan tentang tes lebih lanjut akan Anda pelajari di modul 2. Menurut Hays (2013: 4) “Asesmen is an umbrella term for the evaluation methods counselors use to better understand characteristics of people, places, and things”. Dari rumusan Hays dapat kita fahami bahwa asesmen adalah istilah umum metode evaluasi yang digunakan konselor untuk lebih memahami karakteristik orang, tempat, dan hal-hal (objek). sejalan dengan Hays, menurut Aiken ( 1997: 454) “Human asesmen is appraising the presence or magnitude of one or more personal characteristics. Assessing human behavior and mental processes includes such procedures as observations, interviews, rating scale, checklist, inventories, projectives techniques, and tests”. Berdasarkan pengertian Aiken di atas dapat difahami bahwa asesmen individu adalah suatu cara untuk memahami, menilai, atau menaksir karakteristik, potensi, dan atau masalah-masalah (gangguan) yang ada pada individu atau sekelompok individu. Cara-cara yang digunakan itu mencakup observasi, interview, skala psikologis, daftar cek, inventory, tes proyeksi, dan beberapa macam tes. Sejalan dengan pernytaan Aiken, Anastasi, (2006: 3) menyatakan bahwa instrumen tes maupun non tes bisa berfungsi saling melengkapi artinya kepada individu setelah dilakukan wawancara atau observasi kemudian dilanjutkan dengan pemberian tes, atau sebaliknya setelah dilakukan tes kemudian dilakukan wawancara atau observasi. Simpulan pengertian asesmen bila dikaitkan dengan bimbingan dan konseling adalah suatu cara yang dilakukan oleh konselor untuk memahami, menilai karakteristik, potensi, atau masalah masalah yang ada pada individu atau sekelompok individu dengan menggunakan teknik tes maupun non tes.
  • 3. 3 2. Tujuan Asesmen Tujuan asesmen yang akan dibahas dalam bab ini adalah tujuan asesmen secara umum dan tujuan asesmen dalam model pemecahan masalah. Menurut Aiken (1997: 11), tujuan utama asesmen baik tes maupun non tes adalah untuk menilai tingkah laku, kecakapan mental, dan karakteristik kepribadian seseorang dalam rangka membantu mereka dalam membuat keputusan, peramalan, dan keputusan tentang seseorang. Sejalan dengan Aiken Anastasi (2006: 3) menunjukkan bahwa secara tradisional, pengukuran psikologis bertujuan untuk mengukur perbedaan- perbedaan antara individu atau perbedaan reaksi individu yang sama terhadap berbagai situasi yang berbeda. Diakui bahwa pendorong utama munculnya pengkuruan psikologi adalah kebutuhan akan penilaian dari dunia pendidikan Selain itu asesmen memberikan manfaat dalam konseling karena dapat memberikan informasi bagi konselor maupun konseli sehingga konselor dapat memahami, memberikan tanggapan, membuat perencanaan serta melakukan evaluasi yang tepat. Menurut Aiken (2008: 13) Tujuan asesmen teknik tes psikologis secara khusus adalah: a. Untuk menyaring pelamar pekerjaan, pendidikan, dan atau program pelatihan. b. Untuk pengklasifikasian dan penempatan seseorang dalam pendidikan dan pekerjaan. c. Untuk pemberian bantuan dan pengarahan bagi individu dalam pemilihan pendiikan, pekerjaan, konseling perorangan. d. Untuk memilih karyawan mana yang perlu dihentikan (di-PHK), dipertahankan, atau dipromosikan melalui program pendidikan atau pelatihan atau tugas khusus. e. Untuk meramalkan dan menentukan perlakuan (tritmen) psikis, fisik, klinis, dan rumah sakit.
  • 4. 4 f. Mengevaluasi perubahan kognitif, interpersonal (dalam diri) dan interpersonal dalam kaitannya dengan progam pendidikan, psikoterapetik, dan progam intervensi perilaku lainnya. Tujuan melakukan asesmen sebagai dasar bagi konselor dalam membuat progam BK di sekolah. Dengan melakukan asesmen konselor mendapatkan data yang relevan, objektif, akurat dan komprehensif tentang kondisi konseli seperti profil, permasalahan yang dihadapi konseli, potensi yang dimiliki, kebutuhan dan kondisi lingkungan yang dibutuhkan oleh konseli. Bagi konseli, hasil asesmen dapat digunakan untuk memahami diri sendiri dengan lebih baik dan merencanakan masa depan mereka sendiri. Asesmen juga membantu konseli memperjelas tujuan hidup, memperoleh kejelasan sudut pandang, dan memperoleh dukungan yang ilmiah dan terpercaya bagi diskripsi diri. Asesmen juga bertujuan untuk mendukung penelitian tentang perubahan tingkah laku dan mengevaluasi efektifitas suatu program atau teknik yang baru. Hal yang paling penting bahwa kemampuan melakukan asesmen adalah salah satu dari tujuh kompetensi yang harus dimilik oleh konselor profesional untuk kepentingan melakukan diagnosis dan pertimbangan dalam memberikan treatmen. Menurut Santoadi (2010: 117-121) Tujuan asesmen dalam model pemecahan masalah memiliki tahapan yaitu orientasi masalah, identifikasi masalah, mencari altenatif pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan verifikasi. Adapun lebih jelasnya adalah sebagai berikut: a. Orientasi Masalah; Langkah pertama ini menuntut konseli mengenali dan menerima masalah. Jika konseli menolak mengakui bahwa ia sedang mengalami masalah, maka masalahnya tidak dapat ditangani dengan tepat. Hampir semua prosedur asesmen dapat dipake untuk meningkatkan kepekaan terhadap persoalan yang potensial. Instrumen yang dapat meningkatkan kesadaran diri dan eksplorasi diri dapat menstimulasi konseli untuk mengatasi gangguan-gangguan perkembangan sebelum hal tersebut benar-benar terjadi. Survey atas kelompok atau kelas
  • 5. 5 dapat membantu konselor mengidentifikasi masalah-masalah umum yang dapat dijadikan dasar untuk menyusun program bimbingan dan konseling disekolah. b. Identifikasi Masalah; Konselor dan konseli mengidentifikasi masalah sedetil mungkin prosedur asesmen dapat memperjelas jenis dan sumber masalah konseli. Misalnya screening inventory atau problem checklist dapat dipakai untuk mengetahui jenis masalah dan kadar berat ringannya masalah. Catatan harian atau logebook dapat dipakai untuk mengidentifikasi situasi seputar permasalahan yang muncul. Inventori kepribadian dapat membantu konselor dan konseli memahami dinamika kepribadian dalam situasi tertentu intformasi yang didapat selama proses identifikasi masalah dapat dipakai untuk merumuskan tujuan konseling yang lebih spesifik. c. Mencari Alternatif Pemecahan Masalah; Prosedur asesmen membuat konselor dan konseli mampu mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah. Misalnya inventori minat dapat menunjukan alternatif pillihan karir. Wawancara dapat dipakai untuk menentukan cara mana yang efektif dimasa lampau ketika konseli menghadapi masalah yang serupa dengan masalah yang pernah terjadi dimasa lampau. d. Pengambilan Keputusan; Konselor menggunakan asesmen untuk membantu konseli mempertimbangkan daya tarik alternatif dan derajat kemungkinan tercapainya hasil dari setiap alternatif. Daya tarik berbagai alternatif dapat diketahui melalui klarifikasi nilai. Konselor juga menggunakan data asesmen untuk membantu menentukan tindakan yang tepat untuk memecahkan masalah konseli. Misalnya skor tes prestasi dapat dipakai untuk membimbing siswa memilih bidang belajar. e. Verifikasi; Prosedur asesmen digunakan untuk penskalaan pencapai tujuan tehnik monitor mandiri, survey kepuasan konseli dan penggunaan kuisioner
  • 6. 6 hasil. Selain berfungsi sebagai penuntun dalam proses konseling verifikasi juga menyediakan perangkat untuk mengetahui akuntabilitas layanan konseling. 3. Prinsip Dasar Melakukan Asesmen Gibson (2011: 384-386) menunjukan pedoman dan prinsip-prinsip dasar dalam melakukan asesmen adalah sebagai berikut: a. Setiap manusia itu unik dan setiap keunikan ini memiliki nilai. Konselor seharusnya menghargai keunikan masing-masing individu. Dengan demikian konselor diharapkan bids memfasilitasi perkembangan sesuai keunikan masing-masing. b. Keberagaman ada dalam setiap individu. Setiap manusia itu unik. Prinsip ini menekankan bahwa asesmen individu mencoba mengidentifikasi (bakat, keterampilan, ketertarikan seseorang dan pada saat yang sama) dan sekaligus mencegah penyeragaman dari satu atau bermacam-macam karakteristik seseorang. c. Human asessment menuntut adanya partisipasi langsung seseorang di dalam penilaian terhadap pribadi mereka. Agar penilaian menjadi akurat dan bermakna, konseli harus dilibatkan secara langsung dan dengan sukarela. Bentuk keterlibatan konseli itu bisa beruap masukan dari konseli kepda konselor, timbalbalik, klarifikasi, dan interpretasi serta evaluasi dari konseli sehingga konseli memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang dirinya. d. Human assesment yang akurat dibatasi oleh personel dan instrumen.Penggunaan teknik asesmen secara efektif bergantung pada pengakuan akan batasan instrumen dan personil selain juga penerimaan akan potensi mereka. Batasan itu mulai dari pengetahuan, keterampilan dan teknik yang digunakan. Konselor tidak boleh menggunakan teknik asesmen, termasuk yang terstandar jika belum terlatih dan tidak memiliki lisensi sebagai tester untuk teknis tes. Disamping elemen personil, adapula keterbatasan instrumen tes maupun non tes. Oleh karena itu, penggunaan instrumen tes maupun non tes perlu dipertimbangkan sebelumnya.
  • 7. 7 e. Tujuan human assesment adalah identifikasi potensi yang unik dari masing-masing orang. Dengan memahami potensi konseli, konselor diharapkan bisa melakukan intervensi secara tepat dalam membantu pengembangan potensi individu yang dibimbing. Oleh karena itu, konselor perlu mempertimbangkan dan berpedoman pada hasil asesmen. f. Dalam melakukan human assesment hendaknya mengikuti pedoman profesional yang sudah dibuat dan disepakati oleh organisasi profesional. Pedoman ini dimaksudkan untuk melindungi konseli dari pemahaman yang tidak tepat dan menghasilkan simpulan yang tidak tepat pula. Selain prinsip diatas, konselor juga harus memperhatikan beberapa prinsip menurut Santoadi (2010: 123) yaitu: a. Bermanfaat, artinya asesmen harus bertujuan mensejahterakan konseli bukan sekedar kepentingan administratif kelembagaan misalnya akreditasi atau pihak luar. b. Konselor mempertimbangkan reliabiltas, validitas, dan utilitas dari sebuah metode asesmen yang digunakan terutama asesmen teknit tes. c. Digunakan beberapa metode asesmen secara berkelanjutan d. Penggalian data lebih dari sekali sehingga mendapatkan data yang utuh mengenai konseli yang dilayani. e. Dipertimbangkan kemungkinan adanya persoalaan ganda, seperti depresi yang muncul bersamaan dengan pemakaian obat terlarang, kecemasan, atau persoalan-persoalan fisik. f. Dilakukan asesmen atas situasi konseli selain atas diri konseli. Asesmen yang bermutu dapat menunjukan bahwa akar masalah bukan hanya individu tetapi juga berasal dari lingkungan. g. Jika memungkinkan konselor dapat menggabungkan asesmen yang berbeda-beda yang dipakai untuk menggabungkan data yang dianggap lebih baik dari pada menggabungkan data subjektif-klinis. Data yang diperoleh dengan metode asesmen yang sistematik-terukur secara kuantitatif harus digabung dengan data yang diukur secara kualitatuf
  • 8. 8 sehingga asesmen benar-benar menggambarkan keadaan individu maupun kelompik secara utuh. h. Konselor memperlakukukan semua asesmen secara tentatif. Ketika data tambahan tersedia konselor harus dapat dan mau merevisi asesmen yang dilakukannya. i. Konselor mempertimbangkan pengaruh faktor individual seperti usia, jender dan jenis kelamin, tingkat kependidikan, etnis pada hasil tesis berikutnya. j. Konselor mengidentifikasi, menginterpretasikan dan menggabungkan data kultural sebagai bagian dari proses asesmen. k. Konselor harus berkonsultasi dengan profesional lain berkaitan dengan prosedur asesmen dan hasil asesmen jika ia memiliki kekurangan dan profesionalitas. l. Konselor harus memakai hasil asesmen untuk memberi umpan balik kepada konseli sebagai bagian dari proses terapi. Asesmen seharusnya memasukan evaluasi atas kekuatan dan kelemahan konseli. Salah satu tanggungjawab konselor adalah memberikan informasi yang benar tentang diri konseli kepada pihak lain yang relevan dengan tujuan mengatasi masalah, mengembangkan konseli, mencegah timbulnya masalah dan menjaga perkembangan yang sudah berjalan tetap optimal. m. Keamanan dan kerahasiaan data harus dijamin oleh konselor.
  • 9. 9 4. Kedudukan Asesmen dalam Bimbingan dan Konseling Sumber https://www.slideshare.net/komisariatimmbpp/13 Gambar 1.1 : Kerangka Kerja Utuh Bimbingan dan Konseling Berdasarkan pada gambar kerangka kerja utuh bimbingan dan konseling, asesmen di atas, kedudukan asesmen dijadikan sebagai dasar dalam perancangan progam bimbingan yang sesuai kebutuhan. Kegiatan asesmen dalam layanan bimbingan dan konseling (Depdiknas, 2007: 220) meliputi dua area yaitu: a. Asesmen lingkungan yang terkait dengan kegiatan mengidentifikasi harapan sekolah/madrasah dan masyarakat (orang tua peserta didik), sarana dan prasarana pendukung progam bimbingan, kondisi dan kualifikasi konselor, dan kebijakan pimpinan sekolah/Madrasah b. Asesmen kebutuhan dan masalah peserta didik yang menyangkut karakteristik peserta didik, seperti aspek-aspek fisik (kesehatan dan keberfungsiannya), kecerdasan, motif belajar, sikap dan kebiasaan belajar, minat-minat (pekerjaan, jurusan, olah raga, seni, dan keagamaan), masalah-masalah yang dialami dan kepribadian; atau tugas-tugas perkembangannya, sebagai landasan untuk memberikan pelayanan bimbingan dan konseling.
  • 10. 10 Data hasil asesmen yang memadai dapat menjadi dasar melakukan tindakan edukatif yang tepat sehingga progam yang dibuat akan berjalan sesuai dengan yang ditetapkan. Tanpa asesmen yang berkualitas tidak akan ada progam bimbingan dan konseling yang komprehensif, berkualitas, dan mampu mencapai tujuan layanan yang tuntas, baik dalam fungsi kuratif, apalagi fungsi pengembangan dan pencegahan. Jadi asesmen mutlak dilakukan dalam bimbingan dan konseling. Menurut Santoadi (2010: 115) kegiatan asesmen terdiri dari beberapa aktivitas sebagai berikut: a. Penghimpunan atau menggali data dengan metode dan alat tertentu untuk mengungkapkan gejala-gejala yang tampak di permukaan, baik gejala positif atau gejala negatif. b. Analisis data dan penafsiran. Konselor melalui analisis berusaha menjawab pertanyaan mengapa gejala itu muncul, darimana sumbernya, siapa saja yang terlibat, sehingga konselor dapat memetakan gejala masalah dan penyebabnya. c. Menyimpan data. Data yang digali dan dianalisis perlu diadministrasikan dan disimpan di tempat yang dapat dijangkau serta sekaligus dijaga kerahasiaanya. d. Memakai data sebagai dasar melakukan intervensi bimbingan dan konseling. 5. Ilmu-ilmu Pendukung dan Implikasinya bagi Pemahaman Individu a. Ilmu-Ilmu Pendukung Pemahaman Individu Manusia merupakan makhluk yang sangat kompleks, unik, dan terkadang misterius. Manusia tidak bisa difahami hanya dengan satu sisi saja tetapi perlu dilihat dari berbagai sisi, agar bisa diketahui apa yang sebenarnya tersembunyi dibalik perilakunya yang tampak. Dengan demikian kita tidak akan salah dalam menafsirkan perilaku individu, lantaran menggunakan kaca pandang yang cocok untuk membaca tingkah laku tersebut. Gibson R.I dan Mitchell (1995: 255-259) menunjukkan beberapa ilmu yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung pemahaman terhadap perilaku individu, ilmu-ilmu itu adalah sosiologi, antropologi,
  • 11. 11 ekonomi, psikologi. Penulis sendiri memandang bahwa agama yang dianut seseorang juga memberi bentuk pada pribadi dan tingkah lakunya. Adapun masing-masing ilmu penjelasan singkat adalah sebagai berikut: 1) Sosiologi Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan sosial dan tingkah laku yang berfokus pada studi individu dan kelompok dalam masyarakat dan bagaimana mereka berperilaku dan berinterkasi dengan yang lainnya. Ilmu sosiologi memberikan kontribusi dalam memahami jaringan sosial dan pengaruh mereka terhadap individu, peran individu, dan hubungan dalam jaringan mereka sendiri. Sosiologi juga membantu dalam memahami perilaku yang menyimpang dari norma masyarkat. Gibson R.L (1995: 255) menyatakan bahwa studi dalam wilayah ini bisa membantu para konselor mengenali pengaruh kontrol sosial atau pengendalian terhadap perilaku konseli, peserta didik ataupun yang lainya. Dengan sosiologi, para konselor akan menemukan bahwa pemahaman sosial memberikan kontribusi terhadap pemahaman kelompok dan struktur yang ada dalam masyarakat dimana mereka menjadi bagiannya. Para ahli sosiologi membantu konselor memahami status dan implikasinya melalui studi stratifikasi sosial dan secara umum urutan posisi sosial dalam masyarakat. Ahli sosiologi, sebagaimana ahli psikologi, juga berkaitan dengan studi pengembangan konsep diri seseorang. Studi sosiologi berfokus pada pengembangan konsep diri melalui proses sosialisasi dengan pengaruhnya bagi yang lain. Hal ini penting sekali bagi para konselor untuk mengenali pengaruh dari pentingnya orang lain dan referensi kelompok pada pengembangan konsep diri. Siapapun mereka yang memutuskan, diharapkan atau tidak, sangat penting bagi pengembangan konsep diri seseorang, dan kelompok apapun yang digunakan seseorang untuk berkembang dan menguji kelakuan, keyakinan dan lainnya. Dalam memahami individu seorang konselor perlu memahami pula dari keluarga apa konseli dilahirkan, ditengah-tengah masyarakat macam apa konseli dibesarkan, dengan siapa konseli bergaul, nilai-nilai
  • 12. 12 sosial apa yang selama ini konseli anut. Dengan pemahaman ini diharapkan konselor tidak terlalu cepat menilai perilaku individu itu normal atau tidak normal, dan bisa memberikan layanan yang lebih sesuai dengan karakteristik lingkungan sosial yang membentuknya. 2) Antropologi Antropologi merupakan studi budaya sebuah masyarakat dan karakteristik perilaku sosialnya. Dalam studi ini, antropologi mengidentifikasi tradisi, norma, bentuk-bentuk pembelajaran, gaya meniru dan perilaku lain dalam bentuk perspektif sekarang maupun masa lampau. Budaya membekali manusia dengan nilai, pedoman, aturan, berperilaku dalam masayarakat. Diantara pemahaman yang bisa disajikan oleh antropologi kepada para konselor adalah mengenali (a) budaya yang berbeda memilki konsep yang sama dan berbeda, (b) pentingnya latar belakang etnis dan budaya dari konseli, (c) pentingnya latar belakang etnis dan budaya dari konselor, dan (d) pentingnya kelompok-kelompok budaya dalam masyarakat atau konteks budaya yang lebih besar. Budaya membekali manusia dengan nilai-nilai awal, pedoman dan aturan perilaku dan adanya harapan akan masa yang akan datang. Sebagai catatan tambahan, konsep diri merupakan pusat pembelajaran kepribadian dan tingkah laku melalui ahli psikologi dan sosiologi, dan studi antropologi memberikan sumbangan terhadap pemahaman diri sebagai sesuatu yang secara natural sudah ada dan jelas. Dilihat dari segi pendukungnys, budaya bisa dibedakn menjadi dua, yaitu (1) budaya pribadi yang menunjuk pada dunia pribadi seseorang yang unik, atau pola pola perilaku yang bersifat sangat pribadi, yang oleh Carl Rogers disebut “ the self”. (2) budaya kelompok merujuk pada nilai- nilai atau cara hidup yang didukung oleh kelompok (peradapan, bangsa, ras, etnik, agama, sekte, pemakai bahasa, partai dan sebagainya). Gibson (1995: 258) mencatat sebuah peningkatan yang bagus dalam bidang konseling terhadap pengaruh kejadian-kejadian budaya dan lingkungan. Dalam hal ini, Blocher dan Biggs (dalam Anwar, 2012: 39)
  • 13. 13 menggambarkan pergerakan di balik komunitas tradisional dengan pendekatan kesehatan mental seseorang yang mempelajari hubungan antara manusia dan lingkungan. 3) Ekonomi Ekonomi adalah ilmu pengetahuan sosial lain yang berhubungan dengan perilaku individu dan hubungan manusia. Para ahli ekonomi, sebagaimana para ahli sosiologi, sangat berhubungan dengan posisi ekonomi seseorang, status sosial ekonomi manusia dalam masyarakat, pencapaian ekonomi berinteraksi dengan faktor lain yang berkaitan dengan budaya untuk menentukan “ status”. Status sosial ekonomi ini bermanfaat dalam penentuan feeling konseli, perilaku, gaya hidup dan masih banyak lagi. C.Gilbert Wren (dalam Anwar, 2012: 40) mencatat pentingnya pembelajaran ekonomi bagi konselor ketika dia mengatakan bahwa “ konselor sekolah tidak boleh dari lulusan Konselor psikologi dan ekonomi yang masih kelas kedua”. Bagi konselor, memahami pengaruh sistem dan teori ekonomi sangat bermanfaat bagi pilihan karir. 4) Psikologi Konselor selama proses pendidikannya telah mempelajari bermacam-macam disiplin ilmu, seyogyanya mereka memahami bahwa psikologi merupakan salah satu yang paling dekat hubungannya dengan profesi konseling. Psikologi umum memberikan modal bagi konselor untuk membaca dan mengenali aspek-aspek psikis individu seperti pengamatan, tanggapan, ingatan, fantasi, berfikir, motivasi, perasaan, sikap, minat dan lain sebagainya. Dengan pemahaman terhadap aspek- aspek psikis tersebut memungkinkan seseorang yang sedang berupaya memahami individu menjadi lebih jelas aspek mana sebenarnya yang hendak dipelajari. Dengan psikologi perkembangan memungkinkan seseorang konselor memahami mengapa dan bagaimana manusia tumbuh dan berkembang dalam kehidupan mereka, memahami karakteristik individu pada usia tertentu dan sekaligus memperlakukannya dengan bijak.
  • 14. 14 Dengan psikologi kepribadian memungkinkan seseorang konselor mengenali tipe-tipe kepribadian yang menonjol pada seseorang dan memperlakukannya secara tepat. Psikologi belajar memberi wawasan bagi konselor bagaimana proses belajar terjadi. Sehingga para pendidik bisa merencanakan dan melaksanakan pembelajaran secara tepat. Psikologi sosial memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada para konselor dengan proses sosialisasi dan pengaruh sosial, tingkah laku, peran, dinamika kelompok dan hubungan interpersonal. Psikologi klinis telah memberikan sumbangan berharga dalam menyusun tes yang bisa membedakan seseorang tergolong normal atau tidak normal, sehingga memudahkan bagi perawatan lebih lanjut. 5) Agama Agama timbul pada masyarakat manusia sejak jaman pra-sejarah. Hal ini berarti agama telah memberi bentuk dan warna kehidupan manusia sejak manusia itu ada. Agama memberi bentuk pada pikiran, perasaan, sikap, keinginan, kebutuhan dan kepuasan bagi pemeluknya lantaran keimanan dan ketaatannya kepada ajaran agama yan diimaninya. Agama membimbing manusia mengembangkan interpretasi intelektual yang membantu manusia mendapatkan makna dari pengalam hidupnya. Agama juga membantu manusia memecahkan persoalan-persoalan yang tidak terjawab oleh manusia sendiri, seperti persoalan mati, nasib baik dan buruk. Akan tetapi, tidak semua orang yang beragam tumbuh dan berkembang menjadi orang yang memiliki kepribadian sejalan dengan ajaran agamanya. Pada penganut agama manapun dijumpai orang-orang yang amat taat, kurang taat, dan tidak taat pada ajaran agamanya. Tingkat ketaatan itu akan mempengaruhi kuat lemahnya pengaruh agama terhadap kepribadian dan perilaku seseorang. Sejalan dengan uaraian di atas, Gerhard Lenski (dalam Djamari, 1993: 7) dari hasil studinya menyimpulkan bahwa: a) Agama merupakan variabel terpenting dalam memprediksi sosial manusia
  • 15. 15 b) Agama menjadi determinan penting dalam perspektif dan nilai sosial c) Kelompok sosioreligiusitas lebih penting pengaruhnya terhadap sikap sosial daripada kelas sosial d) Pada beberapa kasus, agama berfungsi sebagai penyebab dan kasus lain sebagi efek. e) Perilaku sosial berkorelasi dengan orientasi teologis (apakah teologis fondamental, konservatif, atau liberal) atau dengan tingkat ketaatan. f) Beberapa dimensi religiusitas ditemukan signifikan berkorelasi dengan perbedaan ras dan sikap anti semit, sikap terhadap perceraian dan pengendalian kelahiran dan sebagainya. g) Agama berkorelasi dengan nilai dan sikap sosial yang lebih luas, tetapi kadang-kadang sangat kompleks. Akhirnya disarankan bagi siapa saja yang hendak memahami individu hendaknya ia memahami agama yang dianutnya, siapa yang hendak mempelajari masyarakat, ia harus juga mempelajari agama yang dianut masyarakat itu. b. Implikasi bagi Pemahaman Individu Menurut Anwar (2012: 44-45) Implikasi ilmu-ilmu pendukung pemahaman individu bagi konselor adalah sebagai berikut:  Konselor menunjukkan kesadaran yang lebih besar terhadap beragam budaya konseli  Konselor memiliki pemahaman terhadap struktur sosial dari komunitas konseli.  Konselor harus mengenali bahwa perilaku berfungsi sebagai interakasi individu dengan lingkungannya  Konselor diharapkan mengenali hubungan potensial antara karakteristik sosio ekonomi konseli dan perilaku mereka dalam kehidupan sehari-hari baik disekolah maupun diluar sekolah.
  • 16. 16  Konselor diharapkan mempunyai pemahaman yang lebih terhadap beragam pengaruh sosial pada perilaku pertumbuhan, dan perkembangan individu berdasarkan pendekatan interdisiplin.  Konselor diharapkan memahami agama yang dianut konseli agar, mampu membaca dengan benar makna tingkah laku konseli dan memberikan pelayanan secara tepat. 6. Kode Etik Penggunaan Asemen dalam Bimbingan dan Konseling Konselor bila akan menggunakan asesmen perlu memperhatikan dan menaati kode etik yang telah ditetapkan. Kode etik merupakan ketentuan atau aturan atau tata cara yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas dan aktivitas suatu profesi dan harus diatati. Kode etik dalam sebuah profesi diperlukan untuk tetap menjaga standar mutu dan status profesi dalam batas-batas yang jelas dengan profesi lain,sehingga terhindar dari penyimpanganya. Mengenai etika penggunaan asesmen dalam bimbingan dan konseling, ABKIN memiliki kode etik mengenai testing (Munandir, 2007: 1-2). Adapun poin-poinya adalah sebagai berkut: a. Suatu jenis tes hanya boleh diberikan oleh petugas yang berwewenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya. Konselor harus selalu memeriksa dirinya apakah ia mempunyai kewenangan yang dimaksud. b. Testing diperlukan bila dibutuhkan data tentang sifat atau ciri kepribadian yang menuntut adanya perbandingan dengan sampel yang lebih luas, misalnya taraf inteligensi, minat, bakat khusus, kecende- rungan dalam pribadi seseorang. c. Data yang diperoleh dari hasil testing itu harus diintegrasikan dengan informasi lain yang telah diperoleh dari konseli sendiri atau dari sumber lain. d. Data hasil testing harus diperlakukan sama seperti data dan informasi lain tentang konseli. e. Konselor harus memberikan orientasi yang tepat kepada konseli mengenai alasan digunakannya tes dan apa hubungannya dengan masalahnya. Hasilnya harus disampaikan kepada konseli dengan disertai penjelasan ten-tang arti dan kegunaannya.
  • 17. 17 f. Hasil testing harus diberitakan kepada pihak lain sejauh pihak lain yang diberi tahu itu ada hubungannya dengan konseli dan tidak merugikan konseli. g. Pemberian suatu jenis tes harus mengikuti pedoman atau petunjuk yang berlaku bagi tes yang bersangkutan. Senada dengan kode etik testing di atas, (Furqon & Sunarya, 2013: 231) mengatakan bahwa beberapa hal yang harus diperhatikan oleh konselor saat melakukan asesmen, terutama bila asesmen itu telah dibakukan. Beberapa hal itu adalah : a. Orang yang berhak menggunakan instrumen asesmen adalah seseorang yang terlatih dan memiliki kualifiaksi tertentu yang sudah ditetapkan oleh organisasi profesi. b. Pelaksanaan pemberian asesmen harus memperhatikan kondisi konseli. Tester harus memperhatikan jumlah konseli, kapasitas ruangan dan lain-lain. c. Kapan instrumen di berikan. Ini berkaitan dengan waktu pelaksanaan dan tujuan pengetesan. d. Cara mengkomunikasikan hasil. Hasil asesmen harus diberitahukan kepada konseli. Artinya konseli harus tahu atau memahami hasil asesmen. e. Kerahasiaan hasil. Data hasil asesmen akan menyangkut diri seseorang karena itu sampai batas-batas tertentu harus dirahasiakan oleh konselor( sepanjang menyangkut pribadi). Tetapi manakala seseorang berhadapan dengan hukum, dan pihak tertentu memerlukan data tersebut, maka menjadi kewajiban konselor untuk memberikannya. f. Sikap dalam memperlakukan hasil. Hasil asesmen bukanlah segalanya tentang peserta didik. Karena selain setiap instrumen asesmen memiliki keterbatasan, setiap instrumen juga memiliki kekhususan penggunaan. Dengan demikian, guru pembimbing jangan terlalu terpaku pada hasil rekomendasi suatu asesmen.
  • 18. 18 A. Rangkuman Selamat, Anda telah menyelesaikan modul tentang konsep dasar asesmen. Hal-hal penting yang telah Anda pelajari dapat dirangkum sebagai berikut: a. Pemahaman individu adalah suatu cara untuk memahami, menilai, atau menaksir karakteristik, potensi, dan atau masalah-masalah (gangguan) yang ada pada individu atau sekelompok individu.Cara-cara yang digunakan itu meliputi tes psikologis, tes proyeksi,inventory, observasi, wawancara, skala psikologis, daftar cek, serta asesmen non tes lainnya yang relevan. b. Ada beberapa manfaat pengetahuan dan keterampilan melakukan asesmen, yaitu (a) untuk pengklasifikasian dan penempatan seseorang dalam pendidikan dan pekerjaan, (b) untuk menyaring pelamar pekerjaan, pendidikan, dan atau program pelatihan, (c) untuk pemberian bantuan dan pengarahan bagi individu dalam pemilihan penddiikan, pekerjaan, konseling perorangan, (d).untuk memilih karyawan mana yang perlu dihentikan, dipertahankan, atau dipromosikan melalui program pendidikan atau pelatihan atau tugas khusus, (e) untuk meramalkan dan menentukan perlakuan (tritmen) psikis, fisik, klinis, dan rumah sakit , (f) untuk mengevluasi perubahan kognitif, intrapersonal, dan interpersonal sebagai hasil dari pendidikan, terapi psikologis dan berbagai program intervensi tingkah laku. (g) untuk mendukung penelitian tentang perubahan tingkah laku dan meng-evaluasi efektifitas suatu program atau teknik yang baru. c. Dalam melakukan asesmen, konselor harus memperhatikan prinsip prinsip asesmen sehingga memperoleh data yang sesuai dengan karakteristik konseli yang dilayani. d. Ilmu ilmu pendukung pemahaman individu diantaranya: sosiologi, antropologi, ekonomi, psikologi, dan agama. e. Assesmen dijadikan dasar dalam membuat progam pelayanan BK. Asesmen yang dilakukan ada dua area yaitu asesmen kepada konseli dan asesmen kepada lingkungan. f. Konselor harus memperhatikan kode etik baik dalam menggunakan atau memanfaatkan hasil asesmen
  • 19. 19 DAFTAR PUSTAKA Aiken, L.R. 1997. Psychological Testing and Asesmen. (8 th edition).Tokyo: Allyn and Bacon Anastasi, A & Urbina, S. 2006. Tes Psikologi ( Alih Bahasa : PT Indeks kelompok Gramedia). Jakarta: PT Indeks Chadha, N.K. 2009. Applied Psychometry. New Delhi: SAGE Publications India Pvt Ltd Fink, Arlene. 1995. Evaluation For Education Psychology. California: Sage Publication, Inc Furqon & Sunarya, Y. 2011. Perkembangan Instrumen Asesmen Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rajawali Pers. Hays, Danica G. (2013). Asesmen in Counseling. A Guide to the Use of Psychological Asesmen Procedures. American Counseling Association Sutoyo, A. 2012. Pemahaman Individu (observasi, chekclist, inteview, kuesioner dan sosiometri). Yogyakarta: Pusataka Pelajar Munandir. 2007. Kode Etik Testing. Makalah disampaikan dalam PelatihanSertifikasi Tes BagiKonselorPendidikanAngkatan X. Gibson , R.L. & Mitchell.M.H. 1995. Pengantar Bimbingan dan Konseling (Alih Bahasa: Pustaka Pelajat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Derektorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional, Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalau Pendidikan Formal, Jakarta: Depdiknas, 2007
  • 20. Asesmen Teknik Tes 1. Hakikat Asesmen Teknik Tes a. Latar Belakang Pemahaman terhadap asal mula tes psikologi dapat memberikan wawasan terhadap tes-tes yang saat ini berkembang. Meskipun tidak mudah menemukan akar tes, namun pada bangsa yunani kuno tes digunakan sebagai pendamping proses pendidikan, tes digunakan untuk mengukur keterampiln fisik dan intelektual. Tes juga digunakan sebagai ujian formal ketika universitas-universitas di eropa memberi gelar dan penghargaan sejak abad pertengahan (Anastasi, 2006: 36). Perkembangan tes psikologis selanjutnya di rangkumkan secara singkat sebagaimana berikut : Abad ke 19 adalah masa kebangkitan minat pada pengobatan yang lebih manusiawi terhadap penderita gangguan jiwa dan mereka yang terbelakang mental. Dari sinilah dalam perawatannya semakin disadari akan perlunya kriteria untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi secara obyektif untuk membedakan antara orang gila dan mereka yang keterbelakang mental. Seorang dokter berkebangsaan Prancis, Esquirol dan Seguin memberikan kontribusi yang penting mengenai mereka yang mengalami keterbelakangan mental. Esquirol juga menunjukkan ada banyak keterbelakangan mental, yang bervariasi dari normal sampai “idiot tingkat rendah” sementara itu Seguin merintis pelatihan orang-orang dengan keterbeakangan mental. Setelah menolak pandangan yang menyatakan bahwa keterbelakangan mental tidak dapat disembuhkan, Seguin (1866-1907) melakukan eksperimen selama beberapa tahun dengan metode yang disebut metode pelatihan fisiologis, selanjutnya pada tahun 1837, Seguin mendirikan sekolah yang pertama bagi anak-anak dengan keterbelakangan mental. Seguin melakukan tehnik pelatihan pancaindera dan pelatihan otot yang diciptakannya bagi mereka yang mengalami keterbelakangan mental. Sejumlah cara yang dikembangkannya kemudian dimasukkan kedalam
  • 21. tes-tes inteligensi non-verbal atau tes-tes inteligensi tentang kinerja seseorang. Sebagai contohnya adalah Seguin Form Board, dalam tes ini individu diminta memasukkan balok-balok yang berbeda bentuknya kedalam lubang-lubang yang sesuai secepat mungkin. Kontribusi Para Psikolog Eksperimen. Pada abad 19 para psikolog eksperimen memberikan kendali yang ketat atas kondisi observasi, seperti pemakaian kata-kata yang digunakan dalam petunjuk tes dan waktu pelaksanaan tes yang dipandang berpengaruh terhadap kecepattanggapan peserta. Disamping itu, kecerahan atau warna lingkungan sekeliling dipandang benar-benar mengubah tampilan stimulus visual. Standarisasi prosedur di atas pada akhirnya menjadi salah satu ciri khusus tes psikologi. Kontribusi Francis Galton. Francil Galton adalah pakar biologi inggris yang memiliki minat terhadap faktor hereditas manusia. Galton menyadari perlunya mengukur ciri-ciri orang yang memiliki hubungan keluarga dan tidak ada hubungan keluarga. Dengan cara ini dia berkeyakinan bisa menemukan derajad kesamaan yang tepat antara orang tua dan keturunannya, Anda laki-laki dan perempuan, sepupu atau Anda kembar. Dengan perspektif ini, Galton mendirikan laboratorium antropometris dan membantu mendorong sejumlah lembaga pendidikan menyelenggarakan pencatatan anthropometris sistematis tentangn siswa-siswa mereka. Di laboratorium ini Galton menyusun tes-tes sederhana yang sebagian masih bisa dikenal dalam bentuk aslinya dan dalam bentuk yang sudah dimodifikasi. Galton juga merintis penerapan metode skala pemeringkatan dan juga teknik asosiasi bebas yang diterapkan ke berbagai tujuan. Sumbangan Galton yang lain adalah penggunaa metode statistik untuk menganalisis data tentang perbedaan individu. Rintisan Menuju Tes Mental. Psikolog Amerika yang dipandang penting dalam perintisan tes psikologis adalah james Mc Keen Cattel. Haisl karyanya mempertemukan psikolog eksperimental yang baru didirikan dengan gerakan tes yang lebih baru. Cattel memperkenalkan
  • 22. istilah “ tes mental” pertama kalinya dalam artikel yang ditulis pada tahun 1890. Dalam artikel ini dipaparkan rangkaian tes yang diselenggarakan setiap tahun bagi para Konselor dalam upaya menentukan tingkat intelektual. Tes yang diselenggarakan secara individu meliputi ukuran-ukuran kekuatan otot, kecepatan gerakan, sensitivitas terhadap rasa sakit, ketajaman penglihatan dan pendengaran, pembedaan berat, waktu reaksi, ingatan dan sebagainya. Rintisan Menuju Tes Kecerdasan. Psikolog perancis yang namanya sangat terkenal dalam perintisan tes kecerdasan adalah Alfert Binet. Caplin, J.P (2001: 59) mencatat bahwa binet adalah pengembang tes intelegensi pertama yang dibakukan (1857-1911). Binet mempelajari proses-proses mental yang lebih tinggi dengan cara memberikan tes tes kertas dan pensil sederhana. Anastasi (2006: 41) menunjukkan bahwa Binet dan rekan kerjanya mwencurahkan waktu bertahun-tahun untuk melakukan penelitian aktif dan sederhana tentang cara-cara pengukuran kecerdasan atau intelegensi. Pada tahun 1904 menteri pengajaran umum menugaskan Binet ke komisi yang bertugas mempersiapkan prosedur-prosedur untuk pendidikan anak yang terbelakang. Dalam rangka kerja inilah Binet bekerja sama dengan Simon, yang kemudian menghasilkan “ Skala Binet Simon” yang pertama. b. Pengertian Menurut Gronlund & Linn (1990: 5) tes adalah “an Instrument or systematic procedure for measuring a sample behaviour”, hal ini dapat diartikan” sebuah alat atau prosedur sistematik untuk mengukur perilaku sampel”. Sejalan dengan itu, Cronbach (1984: 26) menambahkan bahwa tes adalah “a systematic procedure for observing a person's behaviour and describing it with the aid of a numerical scale or a category system” atau prosedur sistematik untuk mengamati perilaku seseorang dan menggambarkannya dengan bantuan skala numerik atau sistem kategori. Senada dengan pemikiran Gronlund dan Cronbach, menurut Anastasi (2006: 4), “a test as an "objective" and "standardized" measure of a sample
  • 23. of behavior” (tes psikologi adalah alat ukur yang objektif dan dibakukan atas sampel perilaku tertentu). Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan pengertian tes adalah suatu alat atau metode pengumpulan data yang sudah distandardisasikan untuk mengukur/mengevaluasi salah satu aspek ability/kemampuan atau kecakapan dengan jalan mengukur sampel dari salah satu aspek tersebut. Dengan demikian tes merupakan alat pengumpul data untuk mengetahui kemampuan individu atau kelompok individu dalam menyelesaikan sesuatu atau memperlihatkan ketrampilan tertentu, dalam memperlihatkan hasil belajar, atau dalam menggunakan kemampuan psikologis untuk memecahkan suatu persoalan. Menurut Cronbach (1984: 28), Terdapat dua klasifikasi tes yakni Test of Maximum Performance dan Test of Typical Performance. Test of Maximum Performance adalah tes untuk mengukur kinerja maksimal, hal ini termasuk jika kita ingin mengetahui seberapa baik seseorang ketika diminta untuk melakukan yang terbaik. Dari hal ini dapat disimpulkan sebagai "ability". Tujuan tester adalah harus mendorong testi melakukan kinerja terbaik sebisa mungkin (sesuai aturan), dan ini berarti bahwa pemeriksa harus melakukannya dengan baik dan harus memahami apa yang dianggap sebagai kinerja yang baik. Jika untuk menunjukkan yang terbaik, arah harus jelas dan eksplisit, bahkan sampai menjelaskan berbagai macam kesalahan yang akan diberi sangsi. Selanjutnya, Test of Typical Performance, untuk menilai respon yang khas, yaitu apa yang orang paling sering lakukan atau rasakan dalam situasi tertentu berulang atau dalam kelas yang luas dari sebuah situasi. Kategori kedua ini merupakan teknik untuk memeriksa kepribadian, kebiasaan, minat, dan karakter. Typical behavior bukan menanyakan apa yang orang dapat lakukan, tetapi apa yang dia lakukan, rasakan atau apa yang dia yakini. Kategori yang kedua ini biasanya menggunakan teknik observasi maupun self-report.
  • 24. 2. Kegunaan Teknik Tes Psikologi Tes digunakan untuk berbagai tujuan yang dapat digolongkan dalam kategori yang lebih umum (Domino, 2006: 2). Banyak penulis mengidentifikasi empat kategori yakni: klasifikasi/ classification, pemahaman diri/ self-understanding, evaluasi program/ program evaluation, dan penelitian ilmiah/ scientific inquiry. Klasifikasi melibatkan keputusan bahwa orang tertentu termasuk dalam kategori tertentu. misalnya, berdasarkan hasil tes kita dapat menetapkan diagnosis kepada pasien, tempat siswa di kursus bahasa inggris bukan saja menengah atau lanjutan, atau menyatakan bahwa seseorang telah memenuhi kualifikasi minimal untuk praktek kedokteran. Macam-macam klasifikasi antara lain: seleksi, sertifikasi, penyaringan, penempatan dan diagnosis (Cronbach, 1984: 21) Pemahaman diri melibatkan menggunakan informasi tes sebagai sumber informasi mungkin sudah tersedia untuk individu, tetapi tidak dalam cara yang formal.misalnya mengetahui tingkat inteligensi, potensi diri dan karakteristik kepribadian yang lainnya. Evaluasi program pendidikan maupun progam sosial. Hasil pengumpulan data dapat dijadikan evaluasi. Selain itu, penggunaan tes untuk menilai efektivitas program tertentu atau tindakan baik pendidikan atau sosial sesuai dengan kebutuhan. Diagnosis dan perencanaan perlakuan, fungsi tes untuk mencari penyebab gangguan perilaku dan menggologkan perilaku ke dalam sistem diagnostik. Dengan memperoleh sejumlah data tentang siswa, misalnya siswa yang bermasalah, maka konselor dapat melakukan penelaah tentang: apa masalah yang dialami peserta didik? Dalam bidang apa masalah itu ada? Apa yang melatarbelakangi masalah itu? Alternatif apa yang diperkirakan cocok untuk membantu mememcahkan masalahnya? Kepada siapa konseli harus di rujuk? (Furqon & Sunarya, 2011: 230) Tes juga digunakan dalam penelitian ilmiah. Jika Anda melirik melalui jurnal profesional yang paling dalam ilmu-ilmu sosial dan perilaku, Anda akan menemukan bahwa sebagian besar studi menggunakan tes psikologis untuk operasional mendefinisikan variabel yang relevan dan untuk menerjemahkan hipotesis ke dalam laporan numerik yang dapat dinilai statistik.
  • 25. 3. Jenis-Jenis Tes Psikologi yang Bisa Dimanfaatkan untuk Pelayanan Bimbingan dan Konseling Ada banyak jenis tes psikologi yang digunakan dalam bimbingan konseling, tidak semua konselor memiliki kewenangan dalam melancarkan tes, tetapi ABKIN memfasilitasi konselor dengan adanya sertifikasi tes bagi konselor pendidikan yang bekerjasama dengan Universitas Negeri Malang. Bagi konselor yang belum memiliki sertifikasi tidak ada salahnya mengetahui beberapa tes psikologi yang bisa dimanfaatkan untuk menghimpun data tentang konseli yang nanti bisa digunakan sesuai dengan kebutuhan saat membatu konseli mengembangkan potensi yang dimiliki. Berikut tes psikologi yang bisa dimanfaatkan : a. Tes Intelegensi Inteligensi adalah salah satu kemampuan mental, pikiran, atau intelektual manusia. Inteligensi merupakan merupakan bagian dari proses-proses kognitif pada urutan yang lebih tinggi (high cognition). Alfred Binet (1857) mendefinisikan inteligensi terdiri dari tiga komponen yaitu: a) kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau mengarahkan tindakan, b) kemampuan untuk mengubah arah tindakan, dan c) kemampuan untuk mengkritik diri sendiri. Secara umum inteligensi biasa disebut kecerdasan. Intelegensi bukan kemampuan tunggal dan seragam, tetapi komposit dari berbagai fungsi. Ketika pertama kali diperkenalkan, IQ merujuk pada jenis skor yakni: ratio usia mental dengan usia kronologis. Selanjutnya pengertian IQ diperluas yakni, IQ adalah ekspresi dari tingkat kemampuan individu pada saat teretentu, dalam hubungan dengan norma usia tertentu. Tes-tes intelegensi umum yang dirancang untuk digunakan anak-anak usia sekolah atau orang dewasa biasanya mengukur kemampuan-kemampuan verbal, untuk kadar lebih rendah, tes-tes ini juga mencakup kemampuan-kemampuan untuk berurusan dengan simbol numerik dan simbil-simbol abstrak lainnya. Ini adalah kemampuan-kemampuan yang dominan dalam proses belajar di sekolah. Kebanyakan tes intelegensi dapat di pandang sebagai ukuran kemampuan belajar atau intelegensi akademik. Tes-tes intelegensi seharusnya digunakan tidak untuk memberi label pada individu-individu, tetapi
  • 26. untuk membantu memahami mereka. Jenis jenis tes intelegensi akan dijelaskan sebagaimana berikut: a) Tes SPM (The Standard Progressive Matrices). Tes ini merupakan salah satu jenis tes inteligensi yang dapat diberikan baik itu secara individual atau kelompok. Tes ini dirancang oleh J.C. Raven dan diterbitkan di London pada tahun 1960. Tes SPM merupakan tes yang bersifat non verbal. Hal itu tampak pada item-item soal yang bukan berupa tulisan atau bacaan melainkan gamabar-gambar. Tes SPM terdiri atas lima seri dan tiap seri terdiri atas dua belas item soal. Butir-butir soal berbentuk suatu pola yang sebagian bentuknya dihilangkan sehingga dengan demikian tugas subjek tes adalah menyempurnakan pola tersebut dengan memilih satu dari enam kemungkinan jawaban yang tersedia. Tes yang bermaksud mengukur faktor g (general) dari inteligensi manusia ini dikenakan kepada subjek berdasarkan rentangan umur 12-60 tahun. Sedangkan untuk anak-anak (5-11 tahun) dikenai tes CPM (The Colored Progressive Matrices). Dalam perkembangan berikutnya, khusus bagi mereka yang memiliki kapasitas intelektualnya di atas rata-rata disediakan versi lain yaitu Tes APM (The Advanced Progressive Matrices). b) Tes CFIT (The Culture Fair Intelligence Test) Tes inteligensi umum ini dikembangkan oleh Cattel. Sesuai dengan namanya tes ini dikembangkan dengan menghindari unsur-unsur bahasa, , dan isi yang berkaitan dengan budaya. Tes CFIT terdiri atas tiga skala yaitu: Skala 1 yang digunakan untuk mengukur inteligensi anak yang berumur antar 4-8 tahun dan orang dewasa yang mengalami kecacatan mental. Skala 2 yang digunakan untuk mengukur inteligensi orang dewasa dengan kemampuan rerata dana anak yang berumur antara 8-13 tahun dan Skala 3 yang digunakan untuk mengukur inteligensi pada orang dewasa dengan kemampuan inteligensi yang tinggi dan untuk siswa SMA atau perguruan tinggi. Masing-masing skala tes CFIT terdiri atas dua bentuk (Bentuk A dan B) yang bertujuan untuk memudahkan penyajian dan mengurangi keletihan. c) Tes WISC dan WAIS
  • 27. Tes ini dikembangkan oleh David Wechsler. Ada dua model tes yang dikembangkan yaitu tes WISC dan WAIS. Tes WISC adalah tes yang digunakan untuk mengukur inteligensi umum pada anak usia 6-16 tahun. Tes WISC terdiri atas 12 subtes yang dua diantaranya digunakan hanya sebagai persediaan apabila diperlukan penggantian subtes. Kedua belas subtes tersebut dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu tes verbal yang terdiri: informasi, pemahaman, hitungan, kesamaan, kosakata, rentang angka dan tes performansi yang terdiri atas : kelengkapan gambar, susunan gambar, rancangan balok,perakitan objek, sandi dan taman sesat. Tes WAIS yang dikenakan pada orang dewasa pada dasarnya sama dengan WISC yakni terdiri atas dua golongan tes yaitu tes verbal dan performansi. Hanya pada tes performansi pada tes WAIS tidak terdapat sub tes. Dari hasil tes disusunnya, Wechsler kemudian menyusun distribusi Intelligence Qoutient (I.Q) sebagai berikut: Tabel 1. Distribusi IQ oleh Weschler IQ Kategori % 130 ke Atas Sangat superior 2,2 120 – 129 Superior 6,7 110 – 119 Normal Cerdas 16,1 90 – 109 Normal 50,0 80 – 89 Normal kurang Cerdas 16,1 70 – 79 Perbatasan 6,7 69 ke bawah Cacat Mental 2,2 b. Tes Bakat Tes Bakat mucul dikarenakan adanya ketidakpuasaan pada tes intelegensi yang hanya memunculkan skor tunggal yang disebut IQ, karena hasil IQ belum dapat memberikan gambaran kemampuan individu di masa mendatang. Bakat dalam konteks tes bakat ini didefinisikan oleh Bennet et al (1982) sebagai: Suatu kondisi atau seperangkat karakteristik sebagaimana yang tampak dalam simptom kemampuan dasar yang bersifat individual dimana dengan melalui latihan khusus akan memungkinkan individu mencapai suatu kecakapan,
  • 28. keterampilan, atau seperangkat respon seperti kecakapan berbicara dalam bahasa, menciptakan musik dll. Tes bakat dimaksudkan untuk mengukur potensi seseorang mencapai aktifitas tertentu atau kemampuannya belajar mencapai aktivitas tersebut. Tes bakat banyak digunakan para konselor dan pengguna lain karena memiliki manfaat diantaranya : a) mengidentifikasikan kemampuan potensial yang tidak didasari individu, b) mendukung pengembangan kemampuan istimewa atau potensial inidividu tertentu, c) menyediakan informasi untuk membantu individu membuat keputusan pendidikan dan karir atau pilihan lain diantara alternatif-alternatif yang ada, d) membantu memprediksi tingkat sukses akademis atau pekerjaan yang bisa di antisipasi individu, e) berguna mengelompokkan individu-individu dengan bakat serupa bagi tujuan perkembangan kepribadian dan pendidikan. Dari sekian model tes bakat yang ada, salah satu yang dirancang dan digunakan dalam bimbingan dan konseling adalah tes DAT. Tes DAT (Differential Aptitude Test) ini merupakan tes bakat diferensial yang disusun oleh Bennet, Seashore dan Wesman pada tahun 1947. Tes ini berulang kali mengalai revisi dan standarisasi ulang. Subtes-subtes dam tes DAT dikembangkan berdasarkan suatu teori abilitas pengukuran bakat, dan terutama dikembangkan dengan lebih mengutamakan kegunaannya. Dengan demikian pendeskripsian bakat-bakat dalam DAT tidak bertolak dari konsep faktor- faktor murni, melainkan lebih menitikneratkan pada kemungkinan penggunaan daya ramal hasil tes bagi perkembangan dan karier individu. Perangkat Tes DAT meliputi delapan macam sub tes, namun karena pertimbangan budaya indonesia hanya memakai tujuh macam subtes saja ( Mugiharso, H & Sunawan, 2008: 54) yaitu: a) Tes Berpikir Verbal yaitu tes yang disusun untuk melihat seberapa baik seseorang dapat mengerti ide-ide dan konsep-konsep yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata. Juga untuk melihat seberapa mudah seseorang dapat berpikir dan memecahkan masalah-masalah yang dinyatakan dal bentuk kata-kata.
  • 29. b) Tes Kemampuan Berpikir Numerik yaitu untuk melihat seberapa baik seseorang dapat mengerti ide-ide dan konsep-konsep yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka. Juga untuk melihat seberapa mudah seseorang dapat berpikir dan memecahkan masalah-masalah yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka. c) Tes Kemampuan Skolastik, untuk mengukur seberapa baik seseorang kemampuan menyelesaikan tugas-tugas skolastik, mata pelajaran dan persiapan akademik. d) Tes Berpikir Abstrak, untuk mengukur seberapa baik seseorang mengerti ideide dan konsep yang tidak dinyatakan dalam bentuk angka-angka dan katakata. Juga dirancang untuk mengetahui seberapa baik atau seberapa mudah seseorang memecahkan masalah-masalah meskipun tidak berupa kata-kata atau angka-angka. e) Tes Berpikir Mekanik, untuk mengukur seberapa mudah seseorang memahami prinsip-prinsip umum ilmu pengetahuan alamiah dalam kejafian sehari-hari yang berhubungan dengan kehidupan kita. Juga seberapa baik kemampuan seseorang dalam mengerti tata kerja yang berlaku dalam perkakas sederhana, mesin dan peralatan lainnya. f) Tes Relasi Ruang, untuk mengukur seberapa baik seseorang dapat menvisualisasi, mengamati, atau membentuk gambar-gambar mental dari obyek-obyek dengan jalan melihat pada rengrengan dua dimensi. Juga seberapa baik seseorang berpikir dalam tig dimensi. g) Tes Kecepatan dan Ketelitian Klerikal, mengukur seberapa cepat dan teliti seseorang dapat menyelesaikan tugas tulis-menulis, pekerjaan pembukuan, atau ramu meramu yang diperlukan dalam pekerjaan di kantor, gudang, perusahaan dagang. Dalam pengembangan tes DAT, ternyata kombinasi skor Tes Berpikir Verbal dan Kemampuan Numerikal dapat memprediksi kemampuan akademik, oleh karena itu gabungan kedua subtes ini disebut tes Bakat Skolastik. Hasil tes bakat skolastik dapat dipakai untuk menyeleksi siswa program siswa cerdas dan berbakat (gifted). Seperti dikemukakan di atas skor tes DAT dapat memprediksikan keberhasilan akademik di sekolah menengah. Berdasarkan
  • 30. hasil penelitian disimpulkan bahwa skor-skor pada subtes bakat skolastik, numerikal, relasi ruang, mekanik dan abstrak dapat memprediksi keberhasilan pada program ilmu pengetahuan alam. Sedangkan skor untuk subtes bakat skolastik dan verbal, berpikir abstrak dan kecepatan ketelitian klerikal dapat memprediksi keberhasilan pada progam Ilmu Pengetahuan Sosial. Sementara itu, skor tes bakat skolastik, verbal dan berpikir abstrak memprediksi keberhasilan siswa pada program Bahasa dan sastra. c. Tes Minat Menurut Hurlock (1993), minat adalah sumber motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan apa yang ingin dilakukan ketika bebas memilih. Tiga bidang terapan hasil tes minat antara lain: 1) Konseling Karier 2) Konseling Pekerjaan, 3) Penjurusan Siswa. Hakikat dan kekuatan dari minat dan sikap seseorang merupakan aspek penting kepribadian. Karakteristik ini secara material mempengaruhi prestasi pendidikan dan pekerjaan, hubungan antar pribadi, kesenangan yang didapatkan seseorang dari aktifitas waktu luang, dan fase-fase utama lainnya dari kehidupan sehari-hari. Studi tentang minat mendapatkan dorongan terkuat dari penafsiran pendidikan dan karir. Meskipun lebih sedikit kadarnya, pengembangan tes dalam area ini juga dirangsang oleh seleksi dan klasifikasi pekerjaan. Perkembangan populer tes minat, berkembang dari studi-studi yang mengindikasikan kalau individu di suatu pekerjaan dicirikan oleh kelompok minat umum yang membedakan mereka dari indivdidu di pekerjaan lainnya. Para peneliti juga mencatat perbedaan minat ini bergerak melampaui yang di asosiasikan dengan performa kerja dan yang individu di bidang kerja tertentu memiliki juga minat bukan pekerjaan yang berbeda yaitu aktifitas, hobi dan rekreasi. Karena itu, inventori minat bisa di rancang untuk menilai minat-minat pribadi dan mengaitkan minat-minat tersebut dengan wilayah kerja yang lain. Tes minat yang banyak dipakai dalam bimbingan dan konseling pada umumnya adalah Tes minat jabatan. Tes minat jabatan disusun atas dasar konsep teoritik yang menyatakan bahwa minat adalah kesukaan atau ketidaksukaan terhadap sesuatu seperti obyek, pekerjaan, seseorang, tugas, gagasan, atau aktivitas. Inventori minat jabatan berupa butir-butir daftar
  • 31. pernyataan yang diberi bobot tertentu dan meminta individu untuk merespon secara jujur. Beberapa contoh tes minat adalah: Kuder Preference Record Vocational Test (Tes Kuder) dan Tes Minat Jabatan Lee-Thorpe. Tes Kuder Preference Record Vocational Sesuai dengan namanya, tes ini berguna untuk menunjukkan preferensi pekerjaan pada diri individu. Tes yang dikembangkan oleh Kuder tersebut dalam pengadministrasiannya mengharuskan testi memilih satu dari dua pilihan pekerjaan dari butir pernyataan yang tersedia. Jenis minat yang diungkap melalui tes Kuder meliputi: a) Outdoor, yaitu berkenaan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan di luar ruangan. b) Mechanical, yaitu berkenaan dengan pekerjaan mekanis. c) Computational, berkenaan dengan pekerjaan yang menggunakan kemampuan menghitung. d) Science, berkenaan dengan pekerjaan ilmiah. e) Persuasive, berkenaan dengan pekerjaan yang memerlukan kemampuan diplomasi atau persuasi. f) Artistic, berkenaan dengan pekerjaan seni. g) Literary, berkenaan dengan pekerjaan yang berhubungan dengan bahasa dan sastra. h) Musical, berkenaan dengan pekerjaan yang berhubungan dengan musik. i) Social service, berkenaan dengan pekerjaan yang berorientasi pada pemberian pelayanan kepada masyarakat. j) Clerical, berkenaan dengan pekerjaan administratif. Tes Minat Jabatan Lee-Thorpe merupakan seperangkat inventori minat terhadap jabatan ini dikembangkan oleh Lee dan Thorpe (1956). Inventori minat jabatan Lee-Thorpe dirancang untuk mengukur dan menganalisis minat jabatan individu. Demikian pula, alat ini merupakan alat pengukuran performansi jabatan dan bukan tes kemampuan atau ketrampilan jabatan. Tujuan utama tes ini adalah untuk membantu individu untuk menemukan minat jabatan dasar pada dirinya. Sehingga dengan demikian hasilnya dapat
  • 32. digunakan untuk membantu individu yang bersangkutan menjadi pekerja atau orang yang berminat, memiliki penyesuaian diri yang baik adan efektif. Jenis bidang minat yang diukur oleh tes Minat Jabatan Lee-Thorpe meliputi: a) Pribadi Sosial (personal-social), mencakup pekerjaan-pekerjaan yang menuntut hubungan pribadi dan bidang pelayanan. b) Natural (natural), mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan di alam terbuka dan yang memberi banyak kesempatan untuk bergaul dengan hewan dan tumbuh-tumbuhan. c) Mekanik (mechanical), meliputi bidang kegiatan yang mempersyaratkan pemahaman mekanika dan bidang permesinan. d) Bisnis (business), meliputi berbagai kegiatan perniagaan dalam arti yang luas. e) Seni (the art), mencakup bidang kesenian seperti: musik, sastra dan jenis kesenian lainnya. f) Sains (the science), bidang yang berkaitan dengan pemahaman dan manipulasi lingkungan fisik dalam kehidupan kita. Sedangkan tipe minat yang dapat diungkap melaui tes ini adalah (1) Tipe minat Verbal, yaitu tipe minat yang ditandai oleh penekanan pada penggunaan kata-kata dari suatu dunia kerja baik lisan maupun tertulis baik untuk tujuan pelayanan maupun persuasif. (b) Tipe minat Manipulatif, yaitu apabila pekerjaan itu menuntut syarat penggunaan tangan di mana individu mengalami kepuasan bekerja dengan benda atau obyek-obyek. (c) Tipe minat Komputasional, yang menggabungkan antara penggunaan kata dan benda yang berisi item-item yang berhubungan dengan simbol atau konsep angka. Tes minat ini juga dapat digunakan untuk mengungkap tingkat minat yang terdiri atas : (a) tugas rutin atau tingkat pekerjaan rutin, (b) tugas yang mempersyaratkan keterampilan atau disebut tingkat menengah, dan (c) tugas yang, mempersyaratkan pengetahuan, keterampilan dan pertimbangan keahlian (tingkat profesional).
  • 33. d. Tes Kepribadian Tes kepribadian sering dibatasi sebagai tes yang bermaksud mengukur dan menilai aspek-aspek kognitif, artinya aspek-aspek yang bukan abilitas dan kepribadian manusia. Aspek non kognitif, sesuai analisis faktor, banyak jumlahnya. Akan tetapi pada umumnya hanya dibatasi pada aspek pokok yaitu: motivasi, emosi, dan hubungan sosial. Ada dua macam teknik dalam tes kepribadian yaitu teknik proyektif dan teknik self reppory inventory. Dalam pelayanan bimbingan dan konseling, tes kepribadian jenis inventorilah yang sering dipakai, sedangkan tes proyektif tidak digunakan krena sudah memasuki kawasan psikologi klinis. Asumsi yang dipakai dalam tes kepribadian dengan teknik inventory adalah: (1) bahwa individu adalah orang yang paling tahu tentang keadaan dirinya masing-masing, (2) individu mempunyai kemampuan dan kesadaran untuk menyatakan keadaan dan penghayatannya menurut apa adanya. Salah satu contoh tes kepribadian adalah Tes EPPS (Edwards Personal Preference Schedule). Tes EPPS diciptakan oleh Edwards (1953) dengan maksud terutama untuk melihat kecenderungan kebutuhan-kebutuhan khusus (needs) individu. Tes ini disusun atas daftar kebutuhan pokok manusia yang disusun loeh Henry Murray dan kawan-kawannya. 4. Penggunaan Hasil Tes Psikologi dalam Konseling Beberapa hal yang perlu diperhatikan konselor saat menggunakan tes dalam proses konseling : a) Konseli hendaknya terlibat dalam proses pemilihan tes, dimana mereka seharusnya diberikan kesempatan untuk menentukan jenis-jenis tes yang mereka inginkan. b) Perlunya konselor mengeksplorasi alasan konseli menginginkan tes dan pengalaman masa lalu konseli dengan tes. c) Perlunya konseli memperoleh insight bahwa tes hanyalah alat yang tidak sempurna, dalam arti tes bukanlah jawaban terbaik atas persoalan melainkan hanya informasi tambahan. d) Konselor seharusnya menjelaskan tujuan tes dan menunjukkan keterbatasannya.
  • 34. e) Hasil tes yang dikomunikasikan kepada konseli tidak sekedar skor tetapi makna dibalik skor itu harus dieksplorasi dan ditafsirkan. Konselor sebaiknya tidak memberikan penilaian atas hasil tes, biarkan konseli mengambil simpulan atas makna dari hasil tesnya. Setelah konselor memperhatikan hal- hal di atas, selanjutnya konselor harus menentukan tujuan penggunaan tes. Secara umum tujuan penggunaan tes untuk konseling dibedakan menjadi dua yaitu (1) tes digunakan bukan untuk memberikan informasi, (2) tes digunakan untuk tujuan informasi (Sunawan & Mugiharso, 2008: 65) . Tujuan penggunaan tes dalam konseling yang termasuk bukan informasi ada beberapa hal yaitu: a) Merangsang minat terhadap bidang-bidang yang sebelumnya tidak dipertimbangkan. Hasil pengukuran atribut kepribadian individu melalui tes memiliki kontribusi dalam membangkitkan siswa terhadap bidang-bidang pendidikan dan Vokasional. Semula para siswa kurang menyadari namun setelah mereka memperoleh gambaran berupa profil minat-minat dan bakatnya yang tak diketahui sebelumnya dan ternyata cukup menonjol, para siswa bisa termotivasi dan berminat mengembangkan ke arah bidang-bidang yang sebelumnya tidak masuk dalam pertimbangan. b) Meletakkan landasan kerja bagi konseling berikutnya. Dalam melaksanakan pelayanannya, konselor sekolah sering melakukan kegiatan wawancara yang di dalamnya berisi pembahasan tentang karier dan masa depan. Dengan memfokuskan kepada pengembangan konsep diri, pembahasan tentang minat, bakat dan sifat-sifat kepribadian dapat dikaitkan dengan penyesuaian terhadap pendidikan dan karier di masa depan. Hal itu akan semakin menarik dan menjadikan siswa terlibat dengan penggunaan tes psikologis. Jika hal itu terjadi, maka kemungkinan besar mereka merasakan kebutuhan konseling. c) Belajar pengalaman dalam pengambilan keputusan. Penggunaan tes lebih besar penekanannya untuk keperluan belajar dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan akan berlangsung efektif apabila didukung oleh tersedianya bahan informasi. Tes memungkinkan tersedianya berbagai
  • 35. informasi tentang atribut kepribadian seperti: inteligensi umum, bakat, minat yang kevalidannya tidak diragukan. d) Mempermudah berlangsungnya pembicaraan. Sebagian konseli mengalami kesulitan untuk mulai bicara, terutama apabila mereka tercekam oleh perasaan-perasaan atau pikiran-pikiran yang lama tertekan. Untuk itu disarankan untuk menggunakan tes-tes semacam melengkapi kalimat atau thematic Apperception Test. Respon atau tanggapan konseli terhadap rangsangan tes dapat digunakan oleh konselor sebagai titik awal guna mempermudah komunikasi dalam wawancara. e) Kepentingan riset dalam konseling Meskipun riset dalam arti langsung bukan merupakan fungsi konseling, riset dapat merupakan tanggung jawab konselor dan erat kaitan dengan layanan yang ia berikan. Sebagai contoh, dalam evaluasi konseling pendekatan riset banyak dipakai dan sudah tentu sebagai alat ukur, tes banyak digunakan. Sedangkan penggunaan tes dalam konseling yang termasuk untuk tujuan informasi, meliputi: a) Informasi diagnostik prakonseling Penggunaan tes dalam tujuan ini adalah dalam kaitan upaya konselor memperoleh informasi berupa traits atau atribusi kepribadian konseli yang dapat dijadikan bahan diagnosis (perkiraaan penyebab) masalah konseli. Dengan adanya hasil tes berupa skor bakat, minat atau karakteristik kepribadian, konselor mampu menduga tentang kemungkinan faktor penyebab kesulitan konselinya. b) Informasi untuk mengarahkan proses konseling berikutnya Hasil tes dapat dijadikan dasar pembinaan konselor terhadap konselinya. Hasil-hasil yang memperlihatkan keunggulan diri konseli dapat dijadikan penguatan yang pada gilirannya akan membentuk konsep diri positif. Sedangkan hasil tes yang memperlihatkan kelemahan konseli dijadikan dasar sebagai bahan instropeksi konseli. Dengan demikian informasi hasil
  • 36. tes dapat digunakan untuk mengarahkan proses konseling untuk maksud pengembangan diri konseli. c) Informasi berkaitan dengan keputusan konseli pasca konseling. Ciri umum konseling selalu berkaitan dengan keputusan dan keputusan hakikatnya adalah seperangkat perencanaan. Dalam proses konseling tidak hanya melibatka aspek rasional-kognitif saja melainkan juga perasaan konseli yang akan mengambil keputusan. Tujuan konseling lazimnya membantu membuat keputusan dan rencana masa depan serta memilih diantara alternatif cara bertindak dalam realitas. Dalam hal ini tes berfungsi membantu dalam proses merencanakan dan memilih dengan memberi konseli informasi tambahan mengenai diri konseli dalam hubungan dengan mengenai pendidikan atau jabatan. Ada tiga dimensi keputusan pasca konseling, yakni: (1) tingkat afeksi yang melekat pada proses memperoleh informasi itu berbeda-beda di antara individu yang mencari informasi, (2) tingkat kedangkalan dari kebutuhan informasi yang dinyatakan konseli, dan (3) tingkat realitisnya alternatif yang dipertimbangkan dan permintaan informasi. Dengan mempertimbangkan ketiga dimensi ini maka sangat dituntut keterandalan kompetensi konselor untuk mengintegrasikan hasil tes ke dalam pendekatan konseling. 5. Pengkomunikasian Informasi Hasil Tes dalam Konseling Agar pengkomunikasian hasil tes dalam konseling berlangsung efektif ada beberapa rekomendasi oleh Tenesse State testing and Guidance (dalam Amti& Gabriel, A.1983) sebagai berikut : a) Hendaknya konseli ditempatkan sedemikian rupa agar mereka berada dalam suasana yang tenang dan tentram. b) Konselor hendaknya berupaya merasakan apa yang sesungguhnya diharapkan oleh konseli melalui konseling itu dan apa yang diharapkannya melalui pengetesan tersebut. c) Perlunya menghubung-hubungkan hasil tes dengan segala sesuatu yang dikemukakan oleh konseli.
  • 37. d) Pentingnya memulai pembicaraan dengan hal-hal yang menarik perhatian konseli,misal skor yang tinggi. e) Konselor hendaknya membantu konseli mengenali hubungan antara hasil tes dengan pendidikan yang telah dilalui dan pengalaman dalam mata pelajaran, hobi, kegiatan waktu senggang, perhatian keluarga dan sebagainya. f) Konselor hendaknya memberi waktu dan kesempatan bagi konseli untuk mengemukakan sikap-sikapnya tentang hasil tes yang diperolehnya. g) Konselor perlu memberikan informasi secara perlahan-lahan, tidak semuanya sekaligus. h) Konselor perlu memberikan kesempatan bagi konseli untuk menyatakan apa makna hasil tes bagi dirinya dan mengajukan pertanyaan berkenaan dengan tes. i) Konselor memperhatikan hubungan hasil tes dengan keberhasilan dan kegagalan dalam belajar. j) Konselor hendaknya membantu konseli untuk menghadapi kenyataan berkenaan dengan kekuatan dan kelemahannnya serta membantu konseli agarmemahami bahwa melakukan perbuatan yang melawan kenyataan akan merugikan. k) Konselor hendaknya mendiskusikan tentang kedudukan konseli di dalam kelompok (persentil, kwartil). l) Konselor perlu membantu konseli menafsirkan angka-angka (sekor) yang diperolehnya melalui tes, misalnya bila berhubungan dengan intelegensi,skor tinggi dapat ditafsirkan dengan : “dapat mengerjakan tugas- tugas dengan baik” atau “sangat memerlukan tugas-tugas tambahan”, sekor rata-rata atau sedang dapat ditafsirkan dengan : “dapat mengerjakan tugas- tugas yang diberikan tetapi dalam beberapa hal memerlukan kerja keras”. Sedang sekor yang rendah dapat ditafsirkan : “mengalami kesukaran dalam melaksanakan pekerjaan yang bersikap m) Konselor perlu menjelaskan keterbatasan tes yang diambil oleh konseli. n) Konselor perlu memberikan penjelasan yang masuk akal tentang faktor- faktor yang kemungkinan mempengaruhi hasil tes.
  • 38. o) Konselor hendaknya membantu konseli untuk memahami bahwa hasil tes hanyalah sebagian dari pengungkapan tentang kemampuan-kemampuan dan latar belakang yang dimilikinya. p) Konselor perlu membantu konseli memahami pengertian dan pentingnya norma-norma kelompok. q) Perlunya konselor membicarakan semua tes dalam bahasa yang mudah dipahami oleh konseli. Dari panduan di atas dapat disimpulkan bahwa penyampaian informasi tes melalui konseling membutuhkan kompetensi profesional yang ditandai dengan sertifikat sebagai tester yang didapat dari mengikuti progam pelatihan sertifikasi tes, minimal progam yang diselenggarakan oleh ABKIN bekerjasama dengan Universitas Negeri Malang. Bagi konselor yang belum memiliki kewenangan melancarkan tes, maka konselor bisa melakukan kerjasama dengan mitra/lembaga penyelenggara tes yang sudah terpercaya. A. Rangkuman Selamat, Anda telah menyelesaikan modul tentang tekni Assesmen tes. Hal-hal penting yang telah anda pelajari dapat dirangkum sebagai berikut: 1. Perkembangan tes psikologis bermula pada Abad ke 19 yaitu masa kebangkitan minat pada pengobatan yang lebih manusiawi terhadap penderita gangguan jiwa dan mereka yang terbelakang mental, beberapa tokoh ilmuan yang memiliki kontribusi adalah psikolog eksperimen, Francis Galton, Mc Keen Cattel, Alfert Binet dan Simon. 2. Tes adalah suatu alat atau metode pengumpulan data yang sudah distandardisasikan untuk mengukur aspek perilaku atau aspek kemampuan atau kecakapan individu atau kelompok individu dalam menyelesaikan sesuatu atau memperlihatkan ketrampilan tertentu, dalam memperlihatkan hasil belajar, atau dalam menggunakan kemampuan psikologis untuk memecahkan suatu persoalan. 3. Kegunaan tes psikologi untuk klasifikasi/ classification, pemahaman diri/ self-understanding, evaluasi program/ program evaluation, dan penelitian ilmiah/ scientific inquiry.
  • 39. 4. Jenis-jenis tes psikologi yang biasa digunakan dalam bimbingan dan konseling adalah tes intelegensi, tes bakat, tes minat dan tes kepribadian 5. Tujuan penggunaan tes untuk konseling dibedakan menjadi dua yaitu (1) tes digunakan bukan untuk memberikan informasi, (2) tes digunakan untuk tujuan informasi. DAFTAR PUSTAKA Amti.E & Atok, Gl. 1983. Penggunaan Tes Dalam Konseling.P2LPTK Depdikbud Republik Indonesia. &akarta Anastasi, A & Urbina, S. 2006. Tes Psikologi ( Alih Bahasa : PT Indeks kelompok Gramedia). Jakarta: PT Indeks Chadha, N.K. 2009. Applied Psychometry. New Delhi: SAGE Publications India Pvt Ltd Chaplin, J.P. 2001. Kamus Psikologi (terjemahan Kartini K). Bandung : CV. Pionir Jaya Cronbach, L. C. 1984. Essentials Of Psychological Testing. New York: Harper & Row Publisher Domino, G & Marla. L. D. 2006. Psychological Testing An Introduction (2nd edition). New york: Cambridge University Press Fink, A. 1995. Evaluation For Education Psychology. California: Sage Publication, Inc Furqon & Sunarya, Y. 2011. Perkembangan Instrumen Asesmen Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rajawali Pers Hurlock,E.B.1993. Psikologi Perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (edisi kelima). Jakarta: Erlangga. Gibson, R. L & Marianne, H.M. 2011. Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Gronlund, N. E, & Linn. R. L. 1990. Meassurement and Evaluation in Teaching (6th ed). New York: Macmillan Publisher Mugiharso,H & Sunawan.2008. Pemahaman Individu II: Teknik Testing (Buku Ajar). Universites Negeri Semarang
  • 40. 1 Teknik Asesmen Non Tes I (Observasi, Daftar Cek Masalah, Wawancara Dan Alat Ungkap Masalah) 1. Observasi a. Pengertian Apakah Anda memahami bahwa observasi penting dilakukan sebelum memberikan layanan bimbingan kepada siswa? Ketika jawaban Anda adalah “iya” mengapa kegiatan observasi begitu penting? Sebelum Anda menjawab pertanyaan, marilah kita telaah bersama tentang observasi. Observasi dalam arti sempit mengandung arti pengamatan secara langsing terhadap gejala yang diteliti. Sedangkan dalam arti luas observasi mengandung arti pengamatan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek yang diteliti. Istilah “ pengamatan” dari aspek psikologi tidak sama tidak sama dengan melihat, hal itu karena melihat hanya dengan menggunakan penglihatan (mata); sedang dalam istilah “pengamatan” mengandung makna bahwa dalam melakukan pemahaman terhadap subyek yang diamati dilakukan dengan menggunakan pancaindra yaitu dengan penglihatan, pendengaran, penciuman, bahkan bila dipandang perlu dengan penggunakan pencecap dan peraba. Kegiatan observasi dilakukan dengan menggunakan pancaindra karena tidak semua gejala yang diamati bisa dikenali hanya dengan penglihatan, untuk meyakinkan hasil penglihatan kadang perlu dikuatkan dengan data dari penciuman, pendengaran , pencecap dan peraba. misalnya untuk meyakinkan seorang konselor bahwa murid yang sedang dilayaninya baru saja merokok, atau tidak, konselor bisa melihat pada perubahan wajahnya dan atau sekaligus mencium bau rokok yang keluar dari mulut siswa. Bahkan ketika observasi digunakan sebagai alat pengumpul data penelitian kualitatif, maka pengamatan yang dilakukan konselor bukan hanya sebatas gejala yang nampak saja, tetapi harus mampu menembus latar belakang mengapa gejala itu terjadi. Di samping proses pengamatan, dalam melakukan observasi harus dilakukan dengan penuh perhatian (attention) tidak hanya melibatkan proses fisik tetapi juga proses psikis. Hal ini bisa dijelaskan bahwa ketika konselor melakukan observasi, bukan hanya kegiatan melihat, mendengar, mencium saja yang berjalan; tetapi lebih dari itu adalah melihat, mendengar, dan mencium yang disertai dengan pemusatan perhatian, aktivitas, dan kesadaran terhadap obyek atau gejala-gejala tertentu yang sedang diobservasi.
  • 41. 2 Menurut Djumhana, A (1983 : 202) bahwa observasi juga harus dilakukan secara sistematis dan bertujuan, artinya dalam melakukan observasi, observer tidak bisa melakukan hanya secara tiba-tba dan tanpa perencanaan yang jelas, harus jelas apa tujuannya, bagaimana karakteristiknya, gejala-gejala apa saja yang perlu diamati, model pencatatannya, analisisnya, dan pelaporan hasilnya. Selain itu, Gall dkk (2003 : 254) memandang observasi sebagai salah satu metode pengumpulan data dengan cara mengamati perilaku dan lingkungan (sosial dan atau material) individu yang sedang diamati. Observasi dilakukan untuk memperoleh fakta fakta tentang tingkah laku siswa baik dalam mengerjakan suatu tugas, proses belajar, berinteraksi dengan orang lain, maupun karakteristik khusus yang tampak dalam mengahadapi situasi atau masalah (Furqon & Sunarya, 2011: 2012) Berdasarkan pada pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa observasi adalah kegiatan mengenali observee dengan menggunakan pancaindra yang dilakukan secara sistematis dan bertujuan sehingga diperoleh fakta tentang tingkahlaku siswa misalnya saat mengerjakan tugas, proses belajar, berinteraksi dengan orang lain maupun karakteristik khusus yang tampak dalam menghadapi situasi atau masalah. Dengan melakukan observasi secara baik memungkinkan konselor bisa memahami siswa yang akan dibimbing, dididik dan dilayaninya dengan sebaik-baiknya dan pada akhirnya diharapkan bisa memberikan pelayan secara tepat. Hasil observasi dapat digunakan sebagai tolok ukur menyusun program bimbingan dan konseling komprehensif yang biasa disebut dengan need assessment. b. Bentuk-bentuk Observasi Ada beberapa bentuk observasi yang biasa dilakukan oleh konselor dan atau peneliti, yaitu : 1) Dilihat dari keterlibatan subyek terhadap obyek yang sedang diobservasi (observee), observasi bise dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu : a) Observasi partisipan, yaitu observer turut serta atau berpartisipasi dalam kegiatan yang sedang dilakukan oleh observee. Kelebihan observasi partisipan yaitu observee bisa jadi tidak mengetahui bahwa mereka sedang diobservasi, sehingga perilaku yang nampak diharapkan wajar atau tidak dibuat-buat. Di sisi lain, kelemahan dari observasi partisipan berkaitan dengan kecermatan dalam melakukan pengamatan dan pencatatan, sebab ketika observer terlibat langsung
  • 42. 3 dalam aktifitas yang sedang dilakukan observee, sangat mungkin observer tidak bisa melakukan pengamatan dan pencatatan secara detail b) Observasi non-partisipan, yaitu observer tidak terlibat secara langsung atau tidak berpartisipasi dalam aktivitas yang sedang dilakukan oleh observee. Kelebihannya yaitu observer bisa melakukan pengamatan dan pencatatan secara detail dan cermat terhadap segala akitivitas yang dilakukan observee. Selain itu, kelemahan yaitu bila observee mengetahui bahwa mereka sedang diobservasi, maka perilkunya biasanya dibuat-buat atau tidak wajar. Akibatnya obsever tidak mendapatkan data yang asli c) Observasi kuasi-partisipan, yaitu observer terlibat pada sebagian kegiatan yang sedang dilakukan oleh observee, sementara pada sebagian kegiatan yang lain observer tidak melibatkan diri dalam kegiatan observee. Bentuk ini merupakan jalan tengah untuk mengatasi kelemahan kedua bentuk observasi di atas dan sekaligus memanfaatkan kelebihan dari kedua bentuk tersebut. Menurut penulis, persoalan utama tetap terletak pada tahu atau tidaknya observee bahwa mereka sedang diamati, jika mereka mengetahui bahwa mereka sedang diamati, maka sangat mungkin perilaku yang muncul masih ada kemungkinan tidak wajar. 2) Dilihat dari segi situasi lingkungan di mana subyek diobservasi, Gall dkk (2003 : 254) membedakan observasi menjadi dua, yaitu a) Observasi naturalistik (naturalistic observation) yaitu observasi itu dilakukan secara alamiah atau dalam kondisi apa adanya. Misalnya seorang peneliti mengamati perilaku binatang di hutan atau kebun binatang. b) Observasi eksperimental (experimental observation) jika observasi itu dilakukan terhadap subyek dalam suasana eksperimen atau kondisi yang diciptakan sebelumnya. Misalnya, konselor melakukan pengamatan terhadap dampak intervensi yang diberikan teknik Disentisisasi sistematis terhadap siswa yang fobia. 3) Bendasarkan pada tujuan dan lapangannya, Hanna Djumhana (1983 : 205) mengelompokkan observasi menjadi berikut : a) Finding observation yaitu kegiatan observasi dengan tujuan penjajagan. Dalam melakukan observasi ini observer belum mengetahui dengan jelas apa yang harus diobservasi, observer hanya mengetahui bahwa dia akan menghadapi suatu situasi saja. Selama berhadapan dengan situasi observer bersikap menjajagi saja, kemudian mengamati berbagai variabel yang mungkin dapat dijadikan bahan untuk menyusun observasi yang lebih terstruktur.
  • 43. 4 b) Direct observation yaitu observasi dengan menggunakan “daftar isian” sebagai pedomannya. Daftar ini dapat berupa checklist kategori tingkah laku yang diobservasi. Pada umumnya pembuatan daftar isian ini didasarkan pada data yang diperoleh dari finding observation dan atau penjabaran dari konsep dalam teori yang dipandang sudah mapan. Dalam situasi konseling, kedua bentuk observasi ini dapat diterapkan. finding observation diterapkan bila konselor merasa tidak perlu menggunakan berbagai daftar isian serta ingin mendapatkan kesan mengenai tingkah laku konseli yang spontan atau apa adanya. Oleh sebab itu konselor seyogianya benar-benar kompeten dalam masalah ini. Sedangkan direct observation, konselor menyediakan sebuah daftar berupa penggolongan tingkah laku atau rating. Selama konseling berlangsung atau segera setelah konseling berakhir, konselor mengisi daftar tersebut dengan cara memberi tanda pada penggolongan tingkah laku yang sesuai dengan tingkah laku konseli selama proses konseling. Cara ini lebih mudah dibanding cara finding observation, tetapi kelemahannya adalah sering terjadi tingkah laku yang lain dari pada yang digolongkan pada daftarnya, sehingga ada kecenderungan untuk menggolongkannya secara paksa atau mengabaikannya. c. Kelebihan dan Kelemahan Observasi Kelebihan  Memberikan tambahan informasi yang mungkin tidak didapat dari teknik lain  Dapat menjaring tingkah laku nyata bila observasi tidak diketahui  Observasi tidak tergantung pada kemauan objek yang diobservasi untuk melaporkan atau menceritakan pengalamanya. Kelemahan  Keterbatasan manusia menyimpan hasil pengamatan  Cara pandang individu terhadap obyek yang sama belum tentu sama antar individu yang satu dengan yang lain  Ada kecenderungan pada manusia dalam menilai sesuatu hanya berdasarkan pada ciri-ciri yang menonjol. d. Alat Bantu Observasi Dalam melakukan kegiatan observasi, Ada beberapa alat bantu yang dapat dimanfaatkan oleh observer dalam menggunakan metode observasi, yaitu (a)
  • 44. 5 anecdotal record atau daftar riwayat kelakuan, (b) catatan berkala, (c) checlist atau daftar cek, (d) skala penilaian, dan (e) alat-alat mekanik/ elektrik (seperti : tape recorder, handphone, handycam, camera CCTV). Adapun penjelasan dari masing- masing alat bantu observasi adalah sebagai berikut: 1) Catatan Anekdot/ Daftar riwayat kelakuan dan Catatan Berkala a) Pengertian Menurut Wrighstone (dalam Walgito, 2005: 69) anecdotal records are comulative note of an individual’s behavior observed in typical situation. Pengertian ini mengandung arti catatan anekdot adalah catatan yang bersifat komulatif dari tingkah laku individu yang dipandang khusus, istimewa dan luar biasa. Catatan semacam ini sebenarnya bukan hanya dilakukan oleh konselor, tetapi bisa saja dilakukan oleh guru bidang studi, wali kelas, bahkan kepala sekolah. Untuk kepentingan pemberian layanan yang mendekati tepat, ada baiknya konselor (observer) juga mau memanfaatkan catatan-catatan yang dibuat oleh teman sejawat perihal perilaku konseli. Catatan ini amat penting artinya manakala konselor harus melakukan diagnosis dalam proses konseling, sehingga terhindar dari salah diagnosis. Berbeda dengan catatan anekdot yang mencatat perilaku khusus, maka catatan berkala adalah catatan yang dibuat pada waktu tertentu saja (misal : pada saat siswa mengikuti pelajaran, mengikuti upacara, kegiatan perkemahan, karya wisata dan lain sebagainya). Catatan ini bisa dibuat oleh konselor atau guru bidang studi atau wali kelas, yang kemudian dikumpulkan untuk menggambarkan kesan-kesan umum tentang subyek yang diobservasi b) Manfaat Daftar Riwayat Kelakuan dan Catatan Berkala Menurut Hidayah ( 2012 : 22) manfaat daftar riwayat kelakuan diantaranya(a) dapat memperoleh diskripsi perilaku individu/siswa yang lebih tepat, (b) dapat memperoleh gambaran sebab-akibat perilaku tipik dan perilaku tertentu siswa dan (c) dapat mengembangkan cara-cara penyesuaian diri dengan masalah-masalah dan kebutuhan siswa secara mendalam. Di samping kegunaan catatan anekdot dan berkala bagi pemahaman diri siswa, maka catatan anekdot dan berkala ini pun berguna bagi: (a) guru baru dalam rangka penyesuaian diri dengan siswa, (b) guru yang berminat untuk memahami problema-problema siswa, dan (c) bagi konselor untuk memberikan layanan konseling bahkan untuk mengadakan pertemuan kasus (konferensi kasus).
  • 45. 6 c) Petunjuk Pengadministrasian Daftar Riwayat Kelakuan  Tahap Persiapan Pada tahap persiapan ini, konselor menyusun panduan observasi, adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:  Tetapkan perilaku yang akan dicatat. Konselor menentukan perilaku khusus apa yang akan diamati, misalnya menyontek,gaduh dalam kelas, kerjasama dan lain sebagainya.  Menentukan siapa saja yang melakukan pencatatan. Konselor bisa mengajak rekan sejawat dalam proses pengamatanya sehingga diharapkan hasil yang didapatkan komprehensif.  Menetapkan format / bentuk catatan anekdot alternatif Contoh  Tahap Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan yang dilakukan oleh observer adalah : 1) menyiapkan format yang sudah dibuat, 2) mengambil posisi yang tepat buat observasi, 3) mencatat perilaku khusus yang muncul dari observee.  Tahap Analisi Hasil Pada tahap ini yang dilakukan konselor adalah memberikan interpretasi terhadap perilaku konseli yang diamati selama proses pencatatan(pelaksanaan DAFTAR RIWAYAT KELAKUAN Catatan dibuat oleh (Observer) : Nama : .......................................... Bidang Tugas ................................. -------------------------------------------------------------------------------------------------------- Nama Siswa : ................................... Kelas : ........................ Tempat Kejadian : /Hari/Tanggal : ..................................... Jam : ..................... Peristiwa : .......................................................................................................................................... ........................................................................................................................................ ........................,tgl/bl/th (Nama Observer)
  • 46. 7 observasi). Menurut Hidayah (2012: 25) Ada beberapa hal yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam membuat interpretasi diantarnya :  Berisi tentang ulasan kesimpulan dan komentar dari observer tentang perilaku observe  Penilaian bersifat evaluatif (benar-salah, baik atau buruk)  Mengungkap “ kemungkinan” sebab perilaku muncul dan simpulan berilaku  Mempertimbangkan perasaan subyek yang diamati (observee) saat berperilaku dan sasaran perilaku yang diamati  Mencatat respon lingkungan. 2) Daftar Cek dan Skala Penilaian a. Pengertian Aiken (1996 : 12) memandang daftar cek sebagai bentuk instrumen psikometrik yang paling sederhana,berisi kata-kata, kalimat, atau pernyataan-pernyataan yang berisi kegiatan individu yang sedang menjadi fokus perhatian atau yang sedang diamati. Pembuatan daftar cek ini dimaksudkan untuk membuat pencatatan hasil penelitian yang sistematis, dan observer hanya memberi tanda cek pada aspek- aspek yang sedang diobservasi. misalnya aktivias pembelajaran di kelas, aktivitas diskusi dikelas dan topik lain yang relevan dengan kegiatan akademik dan non akademik di sekolah. Terdapat beberapa macam daftar cek yang biasa digunakan yaitu (1) daftar cek perorangan, (2) daftar cek kelompok, (3) daftar cek dalam skala penilaian, (4) daftar cek masalah. Daftar cek perorangan adalah daftar cek yang digunakan sebagai alat bantu ketika mengobservasi seseorang. Daftar cek kelompok adalah daftar cek yang digunakan sebagai alat bantu ketika mengobservasi kelompok. Skala penilaian pencatatan gejala menurut tingkatan-tingkatannya. Suatu aspek (variabel/sub variabel) bukan hanya dicatat ada atau tidak ada, tetapi lebih dari itu berupaya menggambarkan kondisi subyek sesuai dengan tingkatan tingkatan gejalanya. Hadi,S (2004: 152-153) mengatakan bahwa penggunaan skala penilaian sangat populer karena penggunaannya sangat mudah, disisi lain pencatatanya lebih menunjukkan keseragaman antara observer satu dengan yang lainnya dan sangat sederhana untuk dianalisis secara statistik. Daftar Cek Masalah daftar yang berisi
  • 47. 8 sejumlah kemungkinan masalah yang pernah atau sedang dihadapi oleh individu atau sekelompok individu. b. Manfaat Daftar Cek dan Skala Penilaian Penggunaan daftar cek memiliki manfaat diantaranya (a) menggambarkan atau mengevaluasi seseorang dan peristiwa tertentu (b) menemukan faktor-faktor yang relevan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian, (c) pencatatan lebih rinci dan sistematis terhadap faktor-faktor yang diobservasi dalam waktu singkat (d) mencatat kemunculan perilaku individu dan kelompok sekaligus (e) mencatat kemunculan sejumlah perilaku dalam derajad penilaian (skala penilaian). c. Petunjuk Pengadministrasian Daftar Cek dan Skala Penilaian a) Tahap Persiapan Langkah-langkah persiapan yang dilakukan konselor adalah (1) Menentukan tujuan observasi dengan selalu memperhatikan tujuan observasi diharapkan observer akan lebih terfokus pada tujuan observasi. Misalnya konselor ingin mengetahui “aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran guru di kelas”. (2) Menentukan Fokus (Materi/ Variabel)Observasi : apa sebenarnya yang hendak diobservasi sebaiknya sudah dikuasi dengan baik oleh observer. Misanya : Aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajara (3) Menentukan Sub variabel : terkadang suatu obyek tidak hanya terdiri dari satu variabel saja tetapi kadang memiliki sub variabel. Contoh variabel “aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran guru di kelas” maka sub variabelnya yaitu bentuk kegiatan yang dilakukan siswa saat dikelas dan perlengkapan belajar. Berdasarkan sub variabel disusun pernyataa-pernyataan yang dapat diamati. (4) Menentukan Indikator. Indikator dimaknai sebagai ciri-ciri atau karakteristik yang ada di variabel atau sub variabel. Dengan indikator yang jelas memungkinkan observer/peneliti mampu menjabarkan variabel dengan baik.Sebagai contoh konselor akan mengamati aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran oleh guru. Beberapa indikator yang bisa digunakan adalah (1) mengikuti pelajaran sesuai jadwal yang ditetapkan, (2) Mendengarkan penjelasan guru, (3) bertanya kepada guru ketika ada hal-hal yang kurang difahami, (4) bertanya kepada teman yang dipandang lebih
  • 48. 9 memahami, (5) mengerjakan soal-soal yang diberikan,dan (6) memiliki peralatan belajar dengan lengkap. Setelah itu konselor dapat menentukan kategori. Ketika konselor akan menggunakan alat bantu daftar cek maka ada dua kategori yaitu “ ya” untuk kemunculan perilaku yang diamati dan “tidak” untuk ketidakmunculan perilaku yang diamati. Biasanya petunjuk “ tidak” bisa saja tidak disertakan dalam pedoman daftar cek list. Ketika konselor mau membuat pedoman observasi dengan menggunakan skala penilaian maka konselor terlebih dahulu menetapkan derajad penilaian/skala. Derajad penilaian ditetapkan dengan angka 1-4 demikian derajad penilaian kualitatif/deskriptif dengan pernyataan mulai dari “Serlalu”, “Sering”, “Kadang-kadang” dan “Tidak Pernah”. (5) Penentuan Prediktor yaitu menetapkan kreteria terhadap frekuensi kemunculan perilaku. Kreteria ini dibuat berdasarkan kajian teori tentang variabel yang diobservasi. Prediktor ini sekaligus digunakan sebagai acuan untuk interpretasi data. Penentuan kriteria sesuai dengan tingkatan yang dikehendaki konselor. Biasanya ada empat (4) kriteria yang digunakan untuk mengkonversi data atau rubrik. Sesuai dengan Adapun kriteria dapat dilihat dalam tabel konsersi : Interval Presentase (%) Klasifikasi Interpretasi 76 – 100 Sangat Tinggi Sangat aktif saat mengikuti pembelajaran guru di kelas 51 – 75 Cukup Tinggi aktif saat mengikuti pembelajaran guru di kelas 26 – 50 Sedang Cukup aktif saat mengikuti pembelajaran guru di kelas 1 – 25 Rendah Tindak aktif saat mengikuti pembelajaran guru di kelas (6) Penyusunan Pernyataan/Item. Membuat pernyataan pernyataan dari indikator perilaku observasi yang telah ditentukan. Berikut contoh pedoman daftar cek dan skala penilaian tentang aktivitas siswa saat mengikuti pembelajaran guru di kelas.
  • 49. 10 Alternatif Contoh Pedoman Daftar Cek Perorangan A. Identitas Siswa 1 Nama : .......................................................................... 2 Kelas : .......................................................................... 3 No Absen : .......................................................................... 4 TTL : .......................................................................... 5 Hari/tglObservasi : .......................................................................... 6 Waktu/Durasi : .......................................................................... B. Aspek Yang di Observasi : Aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran guru di kelas C. Tujuan Observasi : Mengetahui aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran guru di kelas D. Petunjuk : Berilah tanda cek (V) pada kolom yang sesui dengan gejala perilaku yang Anda amati. E. Pernyataan No Aspek/Kegiatan YA TIDAK 1 Siswa mengikuti pelajaran sesuai jadwal yang ditetapkan 2 Siswa mendengarkan penjelasan guru 3 Siswa bertanya kepada guru ketika ada hal-hal yang kurang difahami 4 Siswa bertanya kepada teman yang dipandang lebih memahami 5 Siswa mengerjakan soal-soal yang diberikan 6 Siswa memiliki peralatan belajar dengan lengkap
  • 50. 11 Kesimpulan : ................................................................................................... Observer, ................................... Alternatif Contoh Daftar Cek Kelompok No Nama Siswa Pernyataan Ana Ayu Eka Adi 1 Siswa mengikuti pelajaran sesuai jadwal yang ditetapkan 2 Siswa mendengarkan penjelasan guru 3 Siswa bertanya kepada guru ketika ada hal-hal yang kurang difahami 4 Siswa bertanya kepada teman yang dipandang lebih memahami 5 Siswa mengerjakan soal-soal yang diberikan 6 Siswa memiliki peralatan belajar dengan lengkap Kesimpulan Observer ......................... Alternatif Contoh Skala Penilaian “ Aktivitas Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran Guru di kelas A. Identitas Siswa 1 Nama : ..........................................................................
  • 51. 12 2 Kelas : .......................................................................... 3 No Absen : .......................................................................... 4 TTL : .......................................................................... 5 Hari/tglObservasi : .......................................................................... 6 Waktu/Durasi : .......................................................................... B. Aspek Yang di Observasi : Aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran guru di kelas C. Tujuan Observasi : Mengetahui aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran guru di kelas D. Petunjuk : Berilah tanda cek (V) pada kolom yang sesui dengan gejala perilaku yang Anda amati. E. Pernyataan No Aktivitas Frekuensi* Ket 1 2 3 4 1 Siswa mengikuti pelajaran sesuai jadwal yang ditetapkan 2 Siswa mendengarkan penjelasan guru 3 Siswa bertanya kepada guru ketika ada hal-hal yang kurang difahami 4 Siswa bertanya kepada teman yang dipandang lebih memahami 5 Siswa mengerjakan soal-soal yang diberikan 6 Siswa memiliki peralatan belajar dengan lengkap Kesimpulan : ....................................................................................... *Dengan kolom di atas, observer memberi tanda cek di bawah kolom 1 jika frekuensinya “tidak pernah”, 2 jika frekuensi “kadang-kadang”, 3 jika frekuensi “ sering”, 4 jika frekuensinya “ selalu” Observer, (..................................) b) Tahap Pelaksanaan
  • 52. 13 Pada tahap pelaksanaan yang dilakukan oleh observer adalah : 1) menyiapkan format/pedoman observasi (Daftar Cek dan Atau Skala Penilaian) yang sudah dibuat, 2) mengambil posisi yang tepat buat observasi, 3) mencatat perilaku yang muncul dari observee. Ketika konselor akan melakukan observasi sebaiknya dilakukan beberapa kali observasi sehingga kita bisa mengetahui kecenderungan perilaku observee yang sebenarnya. c) Tahap Analisis Hasil dan Interpretasi (1) Analisis hasil observasi dengan daftar cek Untuk memudahkan pemahaman Anda, mari bersama-sama melakukan analisi hasil observasi dengan menggunakan pedoman observasi di atas. Contoh: konselor telah melakukan pengamatan terhadap Ani tentang Aktivitas Ani mengikuti pembelajaran guru di kelas sebanyak 5 kali (k) observasi. Berdasarkan 5 kali pengamatan, total frekuensi (f) perilaku yang dimunculkan adalah 20. Langkah –langkah yang bisa dilakukan konselor adalah :  Mencatat perilaku Ani pada situasi yang sama yaitu pembelajaran guru di kelas.  Menentukan (N) dengan cara mengalikan jumlah item pernyataan (n=6) dengan k (5 kali observasi) sehingga hasilnya adalah N = 6 x 5 = 30  Menjumlahkan seluruh frekuensi yang muncul selama observasi. Berdasarkan pengamatan 5 kali, perilaku yang dimunculkan sebanyak 20 kali.  Menghitung presentasi (%) dengan rumus p = 𝑓 𝑁 𝑥 100%. Berdasarkan rumus tersebut maka diperoleh p = = 20 30 𝑥 100% = 66,67%.  Mengkonversikan hasil presentase dengan tabel konversi, sehingga hasil interpretasi data dapat disimpulkan. Berdasarkan hasil konversi, frekuensi kemunculan aktivitas ani dalam mengikuti pembelajaran guru di kelas sebesar 66, 67% dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ani tergolong siswa yan aktif mengikuti pembelajaran guru di kelas berdasarkan hasil observasi dengan menggunakan pedoman daftar cek. (2) Analisis hasil observasi dengan Skala Penilaian. Langkah langkahnya sama dengan analisis hasil observasi dengan menggunakan daftar cek.
  • 53. 14 2. Daftar Cek Masalah a. Pengertian dan Fungsi Daftar cek masalah adalah daftar yang berisi sejumlah kemungkinan masalah yang pernah atau sedang dihadapi oleh individu atau sekelompok individu. Daftar cek yang digunakan untuk mengungkapkan masalah lazim dikenal dengan sebutan ”Daftar Cak Masalah” (DCM). Daftar cek masalah berfungsi untuk (a) membantu individu menyatakan masalah yang pernah dan atau sedang dihadapi, (b) mensisitemtisasi masalah yang dihadapi individu atau kelompok, dan (c) memudahkan analisis dan pengambilan keputusan dalam penyusunan program bimbingan lantaran jelas mana masalah yang menonjol dan perlu mendapat preoritas, (d) memberi kemudahan bagi konselor dalam menetapkan individu- individu yang perlu mendapat perhatian khusus. b. Petunjuk Pengadministrasian Daftar Cek Masalah Agar penggunaan DCM bisa memperoleh hasil sesuai yang direncanakan, maka perlu difahami petunjuk pelaksanaan dan cara mengerjakan DCM. Petunjuk yang harus diperhatikan itu meliputi petunjuk bagi instruktur dan petunjuk bagi siswa. 1) Petunjuk Bagi Instruktur (Guru) (a) Pada saat persiapan :  Ciptakan ruangan yang kondusif : bersih, penerangan dan udara cukup, jauh dari kebisingan, dan singkirkan benda-benda yang dipandang bisa mengganggu konsentrasi siswa.  Periksa lembar DCM, apakah jumlahnya sesuai dengan jumlah siswa, periksa pula catatan-catatan yang mungkin ada dari penggunaan sebelumnya agar tidak mengganggu pilihan siswa,  Kuasai benar petunjuk pelaksanannya, dan upayakan semaksimal mungkin agar instruktur bisa melihat dan mengawasi seluruh ruangan (b) Pada tahap Pelaksanaan  Ciptakan hubungan yang hangat dengan siswa, dan hindarkan situasi yang mengancam.  Jelaskan tujuan pengisian DCM utamanya bagi kepentingan siswa. Hal ini penting dilakukan untuk menimbulkan kepercayaan dan motivasi siswa dalam mengerjakan DCM.
  • 54. 15  Perintahkan siswa agar mengeluarkan alat tulis  Bagikan lembar jawab dan bendel DCM dengan tertib.  Dalam hal bendel DCM dibagikan kepada semua siswa, bacakan petunjuk mengerjakan secara perlahan-perlahan dan berikan penekanan pada hal-hal yang dipandang sangat penting, misalnya (1) ”Tidak ada jawaban yang benar atau salah, yang ada adalah sesuai atau tidak sesuai dengan diri siswa”. dan (2) ”Jawaban Anda bersifat pribadi dan dijamin kerahasiaannya, oleh sebab itu Anda diminta menjawab dengan sejujur- jujurnya sesuai keadaan yang sebenarnya”. Dua kalimat ini dipandang penting untuk mendorong siswa agar melaporkan diri sesuai apa adanya, bukan melirik pekerjaan temannya, dan tanpa rasa khawatir akan mengganggu nilai raportnya.  Dalam kondisi yang dinilai kurang menguntungkan (misal : sulit dihindari kerja sama yang mengakibatkan datanya kurang akurat), instruktur bisa saja tidak membagikan bendel DCM, tetapi cukup didektekan dengan suara yang jelas dalam waktu terbatas. Dengan demikian kesempatan siswa untuk melirik pekerjaan teman bisa dihindari. Namun demikian petunjuk mengerjakan tetap harus dibacakan secara jelas.  Tegaskan bahwa jawaban dituliskan pada lembar jawab yang disediakan, bukan di bendel DCM. Bendel DCM harus kembali dalam keadaan bersih tanpa coretan apapun. Cara mengerjakanya adalah dengan cara memberi cek (V), bukan disilang dan bukan pula dilingkari.  Instruksikan kepada siswa untuk menulis identitas yang diminta dan tanggal pelaksanaan DCM.  Instruksikan kepada siswa untuk mengerjakan DCM, ingatkan pula agar para siswa mengerjakan dengan tenang dan teliti.  Lakukan pula pengecekan apakah para siswa telah mengerjakan DCM dengan benar.  Setelah waktu yang ditetapkan selesai, kumpulkan lembar jawab siswa, dan lakukan pengecekan apakah jumlah lembar jawab sudah sesuai dengan jumlah siswa. 2) Petunjuk Bagi Siswa Beberapa hal penting yang harus diperhatikan oleh siswa, yaitu: