Dokumen tersebut membahas tentang definisi dan jenis-jenis alih kode dan campur kode. Alih kode adalah peralihan dari satu kode ke kode lain, seperti dari bahasa Indonesia ke bahasa daerah. Campur kode terjadi ketika penutur menggunakan dua bahasa sekaligus. Faktor-faktor yang memengaruhi alih kode antara lain pembicara, mitra tutur, perubahan situasi, dan topik pembicaraan."
3. Istilah kode dipakai untuk menyebut salah satu varian di dalam hierarki
kebahasaan, sehingga selain kode yang mengacu kepada bahasa (seperti bahasa
Inggris, Belanda, Jepang, Indonesia), juga mengacu kepada variasi bahasa, seperti
varian regional (bahasa Jawa dialek Banyuwas, Jogja-Solo, Surabaya), juga varian
kelas sosial disebut dialek sosial atau sosiolek (bahasa Jawa halus dan kasar),
varian ragam dan gaya dirangkum dalam laras bahasa (gaya sopan, gaya hormat,
atau gaya santai), dan varian kegunaan atau register (bahasa pidato, bahasa doa,
dan bahasa lawak).
Kenyataan seperti di atas menunjukkan bahwa hierarki kebahasaan dimulai dari
bahasa/language pada level paling atas disusul dengan kode yang terdiri atas
varian, ragam, gaya, dan register.
Kode
4. • Scotton menganggap bahwa alih kode merupakan penggunaan dua varian atau varietas
linguistik atau lebih dalam percakapan atau interaksi yang sama.
• Apple (1976:79 melalui Chaer dan Agustina,2010: 107-108) mendefinisikan alih kode itu
sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubah situasi. Appel memberikan
batasan alih kode sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya suatu
situasi.
• Hymes (1875) menyatakan alih kode itu bukan hanya terjadi antarbahasa, tetapi dapat juga
terjadi antar ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam suatu bahasa.
• Nababan berasumsi konsep alih kode ini mencakup juga kejadian di mana kita beralih dari
satu ragam fungsiolek ke ragam lain atau dari satu dialek ke dialek yang lain.
Alih kode pada hakikatnya merupakan pergantian pemakaian bahasa atau dialek. Rujukannya
adalah komunitas bahasa atau dialek. Para penutur yang sedang beralih kode dari minimum
dua komunitas dari bahasa-bahasa (dialek) yang sedang mereka praktekkan. Sebaliknya
pergantian (alih) ragam bukan berarti berganti komunitas. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa alih kode hanya dilakukan oleh dua pihak yang memiliki dua komunitas
bahasa yang sama. Sedangkan alih ragam hanya terjadi di satu komunitas dan satu bahasa
saja.
Alih Kode
5. • Alih kode (code switching) adalah peristiwa peralihan dari satu kode ke kode yang
lain. Misalnya penutur menggunakan bahasa Indonesia beralih menggunakan bahasa
Jawa. Alih kode merupakan salah satu aspek ketergantungan bahasa
(languagedependency) dalam masyarakat multilingual. Dalam masyarakat
multilingual sangat sulit seorang penutur mutlak hanya menggunakan satu bahasa.
Dalam alih kode masing-masing bahasa masih cenderung mengdukung fungsi
masing-masing dan dan masing-masing fungsi sesuai dengan konteksnya.
• Alih kode (code switching) adalah peristiwa peralihan dari satu kode ke kode yang
lain. Misalnya penutur menggunakan bahasa Sunda beralih menggunakan bahasa
Makassar, atau penutur menggunakan bahasa Jawa kemudian beralih menggunakan
bahasa Bugis.
• Alih kode merupakan salah satu aspek ketergantungan bahasa (languagedependency)
dalam masyarakat multilingual. Dalam masyarakat multilingual sangat sulit seorang
penutur mutlak hanya menggunakan satu bahasa karena kita ketahui bahwa dalam
suatu masyarakat terdapat lebih dari satu suku. Dalam alih kode masing-masing
bahasa masih cenderung mendukung fungsi masing-masing dan dan masing-masing
fungsi sesuai dengan konteksnya.
Alih Kode
7. Campur kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu
bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa
lainnya. Hal ini biasanya berhubungan dengan karakteristk penutur, seperti latar
belakang sosial, tingkat pendidikan, rasa keagamaan. Biasanya ciri menonjolnya berupa
kesantaian atau situasi informal. Namun bisa terjadi karena keterbatasan bahasa,
ungkapan dalam bahasa tersebut tidak ada padanannya, sehingga ada keterpaksaan
menggunakan bahasa lain, walaupun hanya mendukung satu fungsi. Campur kode
termasuk juga konvergense kebahasaan (linguistic convergence).
• Menurut Nababan dalam Arthur Yap (1978) Campur kode adalah penggunaan lebih
dari satu bahasa atau kode dalam suatu wacana menurut pola-pola yang belum
jelas.
Campur kode juga ditandai oleh adanya pemakaian dua bahasa (ragam bahasa) atau
lebih oleh seorang penutur dalam suatu peristiwa tutur .Oleh karena itu,campur kode
merupakan salah satu aspek dari saling ketergantungan bahasa( language dependency
) di dalam masyarakat multilingual.
• Menurut Fasold campur kode ialah fenomena yang lebih lembut daripada
fenomena alih kode.Dalam campur kode terdapat serpihan-serpihan suatu bahasa
yang digunakan oleh seorang penutur, tetapi pada dasarnya dia menggunakan satu
bahasa yang tertentu. Serpihan disini dapat berbentuk kata, frasa atau unit bahasa
yang lebih besar
8. • Kachru (dalam Suwito, 1983: 76)mendefinisikan campur kode sebagai pemakaian
dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu ke
dalam bahasa yang lain secara konsisten .
• Kridalaksana (2001: 35) berpendapat bahwa campur kode adalah (1 ) interferensi,
(2)penggunaan satuanlingual bahasa dari satu bahasa ke bahasa lain untuk
memperluas gaya bahasa atauragam bahasa; termasuk di dalamnya pemakaian kata,
klausa, idiom, sapaan, dansebagainya.
10. Beberapa faktor yang menyebabkan alih kode adalah:
1. Penutur
Seorang penutur kadang dengan sengaja beralih kode terhadap mitra tutur karena suatu
tujuan. Misalnya mengubah situasi dari resmi menjadi tidak resmi atau sebaliknya.
2. Mitra Tutur
Mitra tutur yang latar belakang kebahasaannya sama dengan penutur biasanya beralih kode
dalam wujud alih varian dan bila mitra tutur berlatar belakang kebahasaan berbeda cenderung
alih kode berupa alih bahasa.
3. Hadirnya Penutur Ketiga
Untuk menetralisasi situasi dan menghormati kehadiran mitra tutur ketiga, biasanya penutur
dan mitra tutur beralih kode, apalagi bila latar belakang kebahasaan mereka berbeda.
4. Pokok Pembicaraan
Pokok Pembicaraan atau topik merupakan faktor yang dominan dalam menentukan terjadinya
alih kode. Pokok pembicaraan yang bersifat formal biasanya diungkapkan dengan ragam baku,
dengan gaya netral dan serius dan pokok pembicaraan yang bersifat informal disampaikan
dengan bahasa tak baku, gaya sedikit emosional, dan serba seenaknya.
5. Untuk membangkitkan rasa humor
Biasanya dilakukan dengan alih varian, alih ragam, atau alih gaya bicara.
6. Untuk sekadar bergengsi
Walaupun faktor situasi, lawan bicara, topik, dan faktor sosio-situasional tidak mengharapkan
adanya alih kode, terjadi alih kode, sehingga tampak adanya pemaksaan, tidak wajar, dan
cenderung tidak komunikatif.
Latar Belakang Alih Kode
11. Kalau kita menelusuri penyebab terjadinya alih kode, maka maka kita kembalikan kepada pokok
persoalan sosiolinguistik seperti yang di kemukakan fishman (1976 : 15), yaitu’’ siapa berbicara,
dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan dan dengan tujuan apa’’. Namun dalam berbagai
kepustakaan linguistik secara umum penyebab terjadinya alih kode itu karena ada beberapa
faktor, yaitu :
1. pembicara atau penutur
seorang penutur atau pembicara terkadang melakukan alih kode terhadap mitra tuturnya
karena ada maksud dan tujuan tertentu.Misalnya, seorang mahasiswa setelah beberapa saat
berbicara dengan dosennya mengenai nilai mata kuliahnya yang tundah dan dia baru tahu
bahwa dosennya itu berasal dari daerag yang sama dan juga mempunyai bahasa ibu yang sama
pula. Agar urusannya cepat beres, maka mahasiswa tersebut melakukan alih kode dari bahasa
indonesia ke bahasa daerahnya agar semuanya bisa berjalan lancar dalam mengurus nilainya.
2. Pendengar atau lawan tutur
Lawan bicara atau lawan tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode karena si penutur ingin
mengimbangi kemampuan berbahasa lawan bicaranya. Misalnya, penutur bugis berusaha
mengimbangi lawan bicaranya yang kebetulan orang mandar dengan menggunakan bahasa
mandar pula.
3. Perubahan situasi karena hadirnya orang ketiga
Kehadiran orang ketiga yang tidak berlatar belakang bahasa yang sama dengan yang di gunakan
oleh penutur dan lawan bicara yang sedang berbicara. Misalnya, si A dan si B sementara
bercakap bugis, kemudian si C tibab – tiba datang dan tidak menguasai bahasa bugis. Maka si A
dan si B beralih kode dari bahasa bugis ke bahasa indonesia.
Penyebab terjadinya alih kode:
12. 4. Perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya
Situasi ini biasanya terjadi di sekolah, kampus, atau kantor, karena ketika kita sementara
kuliah bahasa yang di gunakan itu adalah bahasa formal, begitupun ketika kita berada di
kantor. Akan tetapi setelah perkuliahan selesai, itu berarti berakhir juga situasi formal,
begitupun di kantor ketika yang di bicarakan tentang surat menyurat maka situasinya itu
formal, tetapi ketika pribadi seseorang yang di surati, maka situasinya berubah menjadi tidak
formal, dan saat itulah terjadi alih kode dari bahasa indonesia diganti dengan bahasa daerah.
5. Perubahan topik pembicaraan
Topikn pembicaraan merupakan hal dominan yang menentukan terjadinya alih kode. Pokok
pembicaraan yang bersifat formal biasanya di ungkapakan dengan ragam baku dengan gaya
netral dan serius. Sedangkan pokok pembicaraan yang bersifat informal di sampaikan dengan
bahasa tak baku, gaya sedikit emosional, dan serba seenaknya.
6. Untuk sekedar bergengsi
Walaupun faktor situasi, lawan bicara, topik, dan faktor sosio – siuasional tidak
mengharapkan adanya alih kode, terjadinya alih kode, sehingga tampak adanya pemaksaan,
hal tidak wajar, dan cenderung tidak komunikatif.
Dari kelima faktor diatas ,itulah yang secara umum lazim di kemukakan sebagai penyebab
terjadinya alih kode.
13. Macam macam alih kode :
Suwito (1983 : 69) membedakan adanya dua macam alih kode, yaitu
1. Alih kode intern
Dikatakan alih kode intern karena berlangsung antar bahasa senidiri, seperti dari
bahasa indonesia ke bahasa jawa, atau sebaliknya.
2. Alih kode ekstern
Alih kode yang terjadi antar bahasa sendiri ( salah satu bahasa atau ragam yang ada
dalam verbal repertoir masyarakat tuturnya) dengan bahasa asing.
Souepomo poedjosoedomo (1979 : 38) membagi alih kode menjadi dua macam pula,
yaitu:
1. Alih kode permanen
Dalam alih kode ini seorang penutur secara tetap mengganti kode tutur terhadap lawan
bicaranya (mitra tuturnya).
2. kode sementara
Alih kode sementara merupakan alih kode yang dilakukan seorang penutur pada saat
bicara dengan menggunakan kode tutur yang biasa dipakai dengan berbagai alasan.
Peralihan menggunakan kedua kode tutur ini terjadi begitu saja di tengah – tengah
kalimat atau bagian wacananya dan peralihan kode tutur ini tidak berlangsung lama
karena penutur kembali menggunakan kode tuturnya seperti semula.
14. Jenis-jenis Alih Kode
Alih Kode Metaforis
Alih kode metaforis yaitu alih kode yang terjadi jika ada pergantian topik. Sebagai contoh A dan
B adalah teman kuliah, awalnya mereka menggunakan ragam bahasa Indonesia resmi dalm
diskusi di perkuliahan, setelah diskusi selesai, mereka kemudian menganti topik pembicaraan
mengenai kos karena kebetulan mereka teman satu kos. Pergantian topik ini juga mempengaruhi
pergantian bahasa yang mereka lakukan dengan menggunakan bahasa daerah. Kebetulan A dan
B tinggal di daerah yang sama dan dapat berkomunikasi dengan menggunakan bahasa daerah
tersebut. Pada contoh ini terjadi perubahan topik dari urusan perkuliahan berubah menjadi
masalah kos sehingga termasuk alih kode metaforis (Spolsky, 1998: 50).
Selain alih kode metaforis Suwito dalam Chaer dan Agustina (2010:114) juga membagi alih kode
menjadi dua jenis yaitu, alih kode intern dan alih kode ekstern.
• Alih kode intern yaitu alih kode yang berlangsung antarbahasa sendiri, seperti dari bahasa
Indonesia ke bahasa Jawa, atau sebaliknya.
• Sedangkan alih kode ekstern yaitu alih kode yang terjadi antara bahasa (salah satu bahasa
atau ragam yang ada dalam verbal repertoir masyarakat tuturnya) dengan bahasa
asing.Contohnya bahasa Indonesia ke bahasa Jepang, atau sebaliknya.
15. Campur kode dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Campur kode ke dalam (innercode-mixing):
Campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala
variasinya
2. Campur kode ke luar (outer code-mixing):
campur kode yang berasal dari bahasa asing.
Latar Belakang dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Attitudinal Type : Tipe yang berlatar belakang pada sikap penutur.
2. Linguistik Type : Tipe yang berlatar belakang pada kebahasaan.
Kedua tipe itu saling bergantung dan tidak jarang bertumpang tindih (overlap). Misalnya
bercampur kode bahasa Belanda di Indonesia menunjukkan bahwa penuturnya termasuk
orang “tempo doeloe”, terpelajar dan “bukan orang sembarangan”. Sedangkan campur kode
dengan bahasa Inggris dapat memberi kesan bahwa si penutur “orang masa kini”,
berpendidikan cukup dan mempunyai hubungan luas.
Dengan demikian campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal balik antara peranan
penutur, bentuk bahasa, dan fungsi bahasa. Artinya penutur yang mempunyai latar belakang
sosial tertentu. Pemilihan campur kode demikian dimaksudkan untuk menunjukkan status
sosial dan identitas pribadinya di dalam masyarakat.
Latar Belakang Campur Kode
16. S = Situasi (act situation), mencakup latar dan suasana
P = Partisipant, mencakup penutur, pengirim, pendengar, dan penerima.
E = End (tujuan), mencakup bentuk pesan dan isi pesan.
A = Act Sequence (urutan tindak), mencakup bentuk pesan dan isi pesan
K = Key ( kunci)
I = Instrumentalities (peranti, perabotan), mencakup saluran dan bentuk
tutur.
N = Norms (norma), mencakup norma interaksi dan norma interpretasi
G = Genre
(Sumarsono dan Partana, 2004: 325)
Faktor-faktor terjadinya alih kode dan campur kode sebagai berikut berikut.
a. Penutur
b. Mitra tutur
c. Hadirnya penutur ketiga.
d. Tempat tinggal dan waktu tuturan berlangsung
e. Modus tuturan
f. Topik tuturan
Penyebab Utama Terjadinya Alih Kode Dan
Campur Kode
17. Dalam kegiatan komunikasi pada masyarakat multilingual alih kode dan campur kode
pada umumnya dilakukan antara lain untuk tujuan-tujuan berikut.
a. Mengakrabkan suasana
b. Menghormati lawan bicara
c. Meyakinkan topik pembicaraan
d. Untuk membangkitkan rasa humor
e. Untuk sekadar bergaya atau bergengsi
Fungsi dan Tujuan Penggunaan Alih Kode
dan Campur Kode
19. Perbedaan lain antara alihkode dengan campur kode ialah pertama, alih kode itu
mengarah pada terjemahan dan padanan istilah code switching, sedangkan campur kode
merupakan terjemahan dan padanan istilah kodemixing dalam bahasa Inggris. Kedua,
dalam alih kode ada kondisi yang menuntut penutur beralih kode, dan hal itu menjadi
kesadaran penutur, sedangkan campur kode terjadi tanpa ada kondisi yang menuntut
pencampuran kode itu. Dan ketiga, pada alih kode penutur menggunakan dua varian baik
dalam bahasa yang sama maupun dalam bahasa yang berbeda. Pada campur kode yang
terjadi bukan peralihan kode, tetapi bercampurnya unsur suatu kode ke kode yang sedang
digunakan oleh penutur.
Campur kode patut dibedakan dari alih kode. Alih bahasa sepenuhnya terjadi karena
perubahan sosiokultural dalam situasi berbahasa. Perubahan-perubahan dimaksudkan
meliputi faktor-faktor seperti hubungan antara pembicara dan pendengar, laras bahasa,
tujuan berbicara, topik yang dibahas, waktu dan tempat berbincang.[4]
• Thelander membedakan alih kode dan campur kode bahwa dalam suatu peristiwa
tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke klausa bahasa lain (alih kode).
Tetapi apabila dalam suatu peristiwa tutur klausa atau frasa yang digunakan terdiri atas
klausa atau frasa campuran (hybrid cluases/hybrid phrases) dan masing-masing klausa
atau frasa itu tidak lagi mendukung fungsinya sendiri itulah disebut sebagai campur
kode.
21. Beberapa macam wujud campur kode:
a. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata
Contoh :
Mangka sering kali sok sering ada kata-kata seolah-olah bahasa daerah itu kurang penting
Padahal sering kali sering ada kata-kata seolah-olah bahasa daerah itu kurang penting
“Padahal sering kali ada anggapan bahwa bahasa daerah itu kurang penting”.
b. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa
Contoh :
Nah karena saya sudah kadhung apik sama dia, ya tak teken
Nah karena saya sudah terlanjur baik dengan dia, ya saya tanda tangan
“Nah karena saya sudah benar-benar baik dengan dia, maka saya tanda tangani”.
c. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud baster
Banyak klap malam yang harus ditutup.
Hendaknya segera diadakan hutanisasi kembali.
d. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud perulangan kata
Contoh :
Sudah waktunya kita menghindari backing-backingan dan klik-klikan.
Saya sih bolah-boleh saja, asal dia tidak tonya-tanya lagi.
22. e. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom
Contoh :
Pada waktu ini hendaknya kita hindari cara bekerja alon-alon asal kelakon
f. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa
Contoh :
Parhne me sima ki bahut ruci hai vah kahti hai education in necessary for life
Belajar bagi sima dari banyak perhatian adalah ia berkata adalah pendidikan adalah
perlu untuk hidup
Sima sangat menaruh perhatian pada belajar. Ia berkata, “Pendidikan sangat
diperlukan dalam kehidupan”.
23. Masyarakat di filiphina menyebut gejala ini “halo-
halo” atau “mix-mix”, yakni campuran antara bahasa
inggris dengan salah satu bahasa daerah di filipina. Di
Indonesia dikenal bahasa “gado-gado” yang
diibaratkan sebagai sajian gado-gado, yakni campuran
dari berbagai macam sayur-sayuran. Dengan bahasa
gado-gado, yakni campuran antara bahasa Indonesia
dengan bahasa salah satu daerah.
Sumber: Internet (Google)